BHAKTI NUGRAHA
SOAL
Lembar Pengesahan,
Tanggal ; 20 Juli 2023
Dosen Pengampu, Ketua Program Studi,
1. Dalam perspektif ekonomi syariah, tujuan hukum Islam adalah untuk menciptakan sistem
ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Beberapa tujuan hukum Islam dalam
perspektif ekonomi syariah antara lain:
Keadilan: Hukum Islam bertujuan untuk menciptakan sistem ekonomi yang adil, di
mana hak-hak individu dan kelompok dihormati dan dilindungi. Prinsip keadilan ini
mencakup distribusi yang adil, perlindungan terhadap eksploitasi, dan penghindaran
ketidakadilan dalam transaksi ekonomi
Ketaatan terhadap prinsip-prinsip Islam: Tujuan utama hukum Islam dalam perspektif
ekonomi syariah adalah untuk memastikan bahwa semua kegiatan ekonomi dilakukan
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Hal ini mencakup larangan terhadap riba
(bunga), gharar (ketidakpastian), maysir (perjudian), dan muamalah yang
bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
2. Identifikasi riba dan bunga dalam perspektif Islam dapat dijelaskan sebagai berikut:
Riba: Riba adalah praktik ekonomi yang dianggap sebagai bentuk eksploitasi dan tidak
menggunakan konsep etika atau moralitas Dalam Islam, riba diharamkan karena adanya
unsur penindasan dan ketidakadilan
Riba terbagi menjadi dua jenis, yaitu riba hutang dan riba jual beli
Bunga: Bunga bank adalah keuntungan yang diperoleh oleh bank dari pemberian
pinjaman kepada nasabah
Dalam perspektif Islam, bunga bank masih menjadi perdebatan dan kontroversial
Terdapat dua pandangan dalam perdebatan ini, yaitu pandangan pragmatis dan pandangan
konservatif
Pandangan pragmatis menganggap bahwa bunga bank berbeda dengan riba karena tidak
ada unsur penambahan keuntungan yang berlipat ganda atau melampaui batas
Sedangkan pandangan konservatif menganggap bahwa bunga bank sama dengan riba
karena terdapat unsur penambahan
Dalam praktik perbankan syariah, riba dan bunga bank diharamkan karena bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah
Oleh karena itu, perbankan syariah menggunakan konsep bagi hasil sebagai alternatif dari
bunga bank.
3. Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli
barang atau jasa. Hukum penawaran dan permintaan menentukan harga dalam pasar, yaitu
ketika permintaan akan suatu barang atau jasa meningkat, sedangkan penawaran tetap,
maka harga akan naik. Sebaliknya, jika penawaran meningkat sedangkan permintaan tetap,
maka harga akan turun. Berikut adalah penjelasan mengenai bagaimana hukum
menentukan harga dalam pasar menurut beberapa sumber:
Dalam sistem ekonomi Islam, harga pasar ditentukan oleh hukum permintaan dan
penawaran yang sesuai dengan kehendak Allah SWT
Namun, dalam kondisi tertentu, pemerintah dapat melakukan intervensi harga jika para
produsen atau penjual melakukan kecurangan yang merugikan konsumen.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Anti Monopoli dan Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah (KHES) mengatur mengenai penetapan harga di pasar. Jika penetapan
harga dilakukan di bawah harga pasar, hal tersebut dapat melanggar Pasal 7 UU Anti
Monopoli
Namun, penetapan harga di pasar batik Pamekasan masih belum memenuhi kriteria
keislaman seperti kejujuran, keadilan, dan keterbukaan menurut perspektif hukum
ekonomi Syariah
Dalam perdagangan karbon, penetapan harga karbon (carbon pricing) belum diatur secara
eksplisit dalam instrumen hukum internasional terkait perdagangan karbon. Hal ini
berdampak pada persaingan pasar yang tidak sehat, terutama antara negara maju dan
negara berkembang
Solusi yang ditawarkan adalah melalui pembentukan instrumen hukum internasional baru
yang mengikat secara hukum bagi negara-negara pihak serta memuat ketentuan mengenai
mekanisme penetapan carbon pricing secara global
Ibnu Khaldun, seorang ahli ekonomi Islam, menyatakan bahwa pemerintah dapat
melakukan intervensi harga pasar guna menjaga keseimbangan harga pasar
Namun, para ahli dan ekonom baik muslim dan konvensional memiliki pendapat yang
berbeda mengenai boleh tidaknya pemerintah mengintervensi harga pasar
Dalam kesimpulannya, hukum penawaran dan permintaan menentukan harga dalam pasar.
Namun, dalam beberapa kondisi tertentu, pemerintah dapat melakukan intervensi harga
untuk menjaga keseimbangan harga pasar atau melindungi konsumen.
4. Hubungan antara zakat dan pajak adalah dua konsep yang berbeda namun memiliki tujuan
yang serupa, yaitu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan membangun kesejahteraan
sosial. Berikut adalah tanggapan dan landasan terkait situasi yang saya gambarkan:
Zakat: Zakat adalah kewajiban keagamaan dalam agama Islam yang mengharuskan umat
Muslim yang mampu untuk memberikan sebagian dari harta mereka kepada yang
membutuhkan. Zakat memiliki tujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan
memperbaiki kondisi ekonomi umat Muslim yang kurang mampu. Pengeluaran zakat
harus memenuhi syarat-syarat tertentu dan dilakukan kepada penerima zakat yang sah,
seperti fakir miskin, orang-orang yang berhak menerima zakat, dan untuk kepentingan
umum.
Pajak: Pajak adalah kontribusi finansial yang wajib dibayarkan oleh individu dan
perusahaan kepada pemerintah untuk membiayai pengeluaran publik dan pelayanan
masyarakat. Pajak digunakan untuk membangun infrastruktur, layanan publik, pendidikan,
kesehatan, dan berbagai program sosial lainnya. Pajak bersifat wajib dan diatur oleh
undang-undang negara.
Dalam situasi yang saya gambarkan, seseorang telah membayar zakat dengan maksud
untuk membangun jalan di lingkungannya. Namun, orang tersebut menolak untuk
membayar pajak dengan alasan bahwa zakat yang telah dikeluarkan sudah mencakup
kewajiban finansialnya. Tanggapan terhadap situasi ini dapat mencakup beberapa poin:
Zakat dan pajak memiliki tujuan yang berbeda: Meskipun zakat dan pajak memiliki tujuan
untuk membangun kesejahteraan sosial, zakat adalah kewajiban keagamaan yang
ditujukan untuk membantu yang membutuhkan dalam komunitas Muslim, sedangkan
pajak adalah kewajiban hukum yang ditujukan untuk membiayai pengeluaran publik
secara umum.
Pajak adalah kewajiban hukum: Pajak adalah kewajiban yang diatur oleh undang-undang
negara dan harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Tidak membayar pajak dapat memiliki
konsekuensi hukum.
Zakat tidak menggantikan pajak: Meskipun zakat adalah kewajiban keagamaan, itu tidak
menggantikan kewajiban pajak. Zakat dan pajak memiliki tujuan dan mekanisme yang
berbeda, dan keduanya harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam konteks ini, seseorang yang telah membayar zakat dengan maksud untuk
membangun jalan di lingkungannya tetap memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak
sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Zakat tidak dapat menggantikan kewajiban
pajak yang ditetapkan oleh pemerintah.
5. Dalam kasus ini, pengelola parkir memberikan karcis kepada pemilik kendaraan dengan
tulisan membayar senilai lima ribu rupiah dan adanya ketentuan jika kendaraan maupun
barang yang ada di kendaraan hilang bukan tanggung jawab pengelola parkir. Tanggapan
saya terhadap hal ini adalah bahwa pengelola parkir harus memberikan karcis yang jelas
dan sesuai dengan tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Selain itu,
pengelola parkir juga harus bertanggung jawab atas kendaraan dan barang-barang yang
ada di dalamnya selama kendaraan tersebut berada di tempat parkir yang
dikelolanya.Dalam hukum syariah, praktik retribusi tempat parkir telah diteliti oleh
Muhammad Ilham Fansuri pada tahun 2008
Dalam hukum syariah, praktik retribusi parkir dapat diatur oleh pemerintah setempat
dengan memperhatikan prinsip-prinsip syariah, seperti keadilan dan kemaslahatan umum.
Dalam hal ini, pengelola parkir harus memberikan karcis yang jelas dan sesuai dengan
tarif yang telah ditetapkan oleh pemerintah setempat. Selain itu, pengelola parkir juga
harus bertanggung jawab atas kendaraan dan barang-barang yang ada di dalamnya selama
kendaraan tersebut berada di tempat parkir yang dikelolanya. Landasan hukum yang dapat
digunakan dalam hal ini adalah Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 9 yang menyatakan bahwa
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-
olokkan). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena)
boleh jadi wanita-wanita itu lebih baik dari wanita yang lain. Janganlah kamu mencela
dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-
buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim".