Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

AKHLAQ TERHADAP ALLAH SUBAHANAHU WATA’ALA

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 3

AISA (22210053)
FENI ALFIANITA (22210101)
M.SYEYKHUL IBAD (22210217)
SADRIN (21910138)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah subahanahu wa
Ta’ala. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menulis makalah yang
berjudul, “AKHLAQ TERHADAP ALLAH SWT” yang telah dapat kami selesaikan
dengan baik. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai
kepada saya sehingga makalah ini dapat kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui
kajian pustaka maupun melalui media internet.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang di angkat pada makalah ini, mohon maaf. kami
selaku penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat
karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Kendari, 26 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar belakang.............................................................................................................1
2.1 Rumusan masalah........................................................................................................2
3.1 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
1.TAQWA..................................................................................................................................3
A. Pengertian Taqwa......................................................................................................................3
B. kaitan Taqwa dengan Alquran ..................................................................................................5
C. Ciri Ciri orang bertaqwa.............................................................................................................6
D. Manfaat taqwa kepada Allah.........................................................................................7
2. RIDHO...................................................................................................................................8
A. Pebgertian ridho........................................................................................................................8
B. Sifat untuk mendapat ridho Allah..............................................................................................8
C. Keutamaan ridho Allah..............................................................................................................9
3. khauf dan raja'........................................................................................................................9
A. Pengetian khauf dan Raja'.........................................................................................................9
B. Ciri ciri khouf dan raja'.............................................................................................................11
C. Macam macam khouf dan raja'................................................................................................11
4. SYUKUR.............................................................................................................................12
A. Pengertian syukur........................................................................................................12
B. Macam macam syukur.............................................................................................................12
C. Keutamaan Bersyukur..............................................................................................................14
D. Cara Bersyukur........................................................................................................................14
5. MURAQABAH............................................................................................................................16
A. Pengertian Muuraqabah...........................................................................................…16
6. TAUBAT.......................................................................................................................................17
7. IKHLAS..............................................................................................................................19
BAB III PENUTUP................................................................................................................25
Kesimpulan...........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Dalam tradisi agama Islam, akhlak terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala
memegang peranan sentral. Iman yang kokoh dan pengabdian yang tulus kepada Sang
Pencipta adalah inti dari hubungan manusia dengan Allah. Konsep akhlak terhadap
Allah mencerminkan rasa takut, cinta, dan penghormatan yang mendalam. Dalam
kehidupan sehari-hari, akhlak ini bukan sekadar ritual atau ibadah semata, melainkan
landasan moral yang membimbing perilaku manusia.

Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan makna mendalam dari akhlak terhadap Allah
Subhanahu wa Ta'ala dan bagaimana konsep ini mempengaruhi cara umat Islam
menjalani kehidupan mereka. Akhlak terhadap Allah bukan hanya merupakan aspek
esensial dalam kehidupan beragama, tetapi juga memainkan peran penting dalam
membentuk karakter, moralitas, dan etika manusia. Dalam tulisan ini, akan dibahas
dengan mendalam mengenai pentingnya akhlak terhadap Allah, bagaimana konsep ini
meresap dalam kehidupan sehari-hari, dan bagaimana hal ini mencerminkan hubungan
spiritual antara manusia dan penciptanya.

Dalam kehidupan sehari-hari, agama memegang peranan yang sangat penting. Bagi
umat Islam, hubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala bukanlah sekadar tentang
ritual keagamaan, tetapi juga mencakup dimensi moral dan etika. Akhlak terhadap
Allah adalah konsep sentral dalam ajaran Islam, yang mencerminkan penghormatan,
kepatuhan, dan rasa kasih sayang kepada Sang Pencipta. Dalam makalah ini, akan
dibahas secara mendalam tentang makna, relevansi, serta cara mengembangkan akhlak
terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kehidupan sehari-hari.

1
2.1 Rumusan masalah
1. Mempelajari bagaimana taqwa kepada Allah
2. Seperti apa bukti ridho Allah kepada kita
3. Bagaimana khouf dan roja’ terhadap allah
4. Bagaimana wujud rasa Syukur kita terhadap Allah
5. Mempelajari ap aitu muraqabah
6. Bagaimana taubat yang baik terhadap Allah swt
7. Rasa Ikhlas di mata Allah

3.1 Tujuan
1. Mengetahui seperti apa taqwa kepada Allah SWT
2. Mengetahui seperti apa pengertian Ridho

3. Mengetahui seperti apa makna khouf dan raja’

4. Mengetahui seperti apa rasa Syukur terhadp Allah


5. Mengetahui seperti apa muraqabah
6. Mengetahui seperti apa taubat
7. Mengetahui seperti apa Ikhlas

2
BAB II
PEMBAHASAN
1.TAQWA

A. PENGERTIAN TAQWA

Dari segi bahasa berasal daripada perkataan “wiqayah” yang diartikan


“memelihara”. Maksud dari pemeliharaan itu adalah memelihara hubungan baik dengan
Allah SWT., memelihara diri daripada sesuatu yang dilarangNya. Melaksanakan segala
titah perintahNya dan meninggalkan segala laranganNya.

Takwa, menurut istilah, berasal dari kata waqa yaqi wiqayatan yang artinya berlindung
atau menjaga diri dari sesuatu yang berbahaya. Takwa juga berarti takut.

Sedangkan menurut syara, dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin (1/290), Syeikh
Utsaimin berkata, “Takwa diambil dari kata wiqayah, yaitu upaya seseorang melakukan
sesuatu yang dapat melindungi dirinya dari azab Allah SWT. Dan, yang dapat menjaga
seseorang dari azab Allah SWT ialah (dengan) melaksanakan perintah-perintah Allah
SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya.

Taqwa juga diarikan,

TAQWA secara dasar adalah Menjalankan perintah, dan menjauhi larangan.


Kepada allah SWT, maka dilanjukan dengan kalimat Taqwallah yaitu taqwa kepada
Allah SWT. Kelihatan kata-kata tersebut ringan diucapkan tapi kenyataan-nya banyak
orang yang belum sanggup bahkan terkesan asal-asalan dalam menerapkan arti kata
Taqwa tersebut, lihat sekitar kita ada beberapa orang yang tidak berpuasa dan terang-
terangan makan di tempat umum, ada juga yang sudah berpuasa tapi masih suka melirik
kanan-kiri

. Ya... Allah, manusia..., manusia.., sebernarnya banyak contoh bagaimana


lingkungan di sekitar kita atau mungkin diri saya pribadi masih belum mampu
mengemban amanah Taqwallah dengan sepenuhnya.

TAQWA = Terdiri dari 3 Huruf

3
Ta = TAWADHU' artinya sikap rendah dirii (hati), patuh, taat baik kepada aturan
Allah SWT, maupun kepada sesama muslim jangan menyombongkan diri / sok.

Qof = Qona'ah artinya Sikap menerima apa adanya (ikhlas), dalam semua aspek, baik
ketika mendapat rahmat atau ujian, barokah atau musibah, kebahagiaan atau teguran
dari Allah SWT, harus di syukuri dengan hati yang lapang dada.

Wau = Wara' artinya Sikap menjaga hati / diri (Introspeksi), ketika menemui hal yang
bersifat subhat (tidak jelas hukum-nya) atau yang bersifat haram (yang dilarang) oleh
Allah SWT.

beberapa ulama mendifinisikan dengan :

Taqwa = dari kata = waqa-yaqi-wiqayah = memelihara yang artinya memelihara iman


agar terhindar dari hal-hal yang dibenci dan dilarang oleh Allah SWT.

Taqwa = Takut yang artinya takut akan murka da adzab allah SWT.

Taqwa = Menghindar yang artinya menjauh dari segala keburukan dan kejelekan dari
sifat syetan.

Taqwa = Sadar yang artinya menyadari bahw diri kita makhluk ciptaan Allah sehingga
apapun bentuk perintah-nya harus di taati, dan jangan sekali-kali menutup mata akan
hal ini.

"Hai Orang-orang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah, dengan sebenar-benar


taqwa, dan janganlah kalian mati, melainkan dalam keadaan beragama islam." (Al-
Imron : 102)

Masih di bulan ramadhan, mudah-mudahan artikel ini bisa menambah rasa iman dan
taqwa kita khususnya saya sendiri kepada yang maha esa (Allah Subhanallahu Ta'ala).

pelajaran dasar-dasar agamanya yang diambil dari cuplikan-cuplikan syiah dari ustadz-
ustadz sekitar kita.

Sebuah hadits tentang kewajiban belajar, yang menurut beberapa tokoh ulama kurang
shahih bahkan dianggap hadits palsu, namun justru terkenal dan mampu mendapatkan
voting serta ranking terbanyak dikalangan umat muslim.

4
B. Kaitan taqwa dengan (QS AN-NISA AYAT 1 dan QS YUSUF AYAT 90)

Qs an-nisa ayat 1

‫يا َأُّيَه ا الَّن اُس اَّتُقوا َر َّب ُك ُم اَّلذي َخ َلَقُك ْم ِمْن َن ْف ٍس واِحَد ٍة َو َخ َلَق ِم ْن ها َز ْو َج ها َو َب َّث ِم ْن ُهما ِر جاًال َك ثيرًا َو ِنساًء َو اَّتُقوا‬
‫َهَّللا اَّلذي‬

)1( ‫َت ساَئ ُلوَن ِبِه َو اَأْلْر حاَم ِإَّن َهَّللا كاَن َع َلْي ُك ْم َر قيبًا‬

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan- mu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada
keduanya Allah memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan) mempergunakan (nama- Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan) peliharalah (hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.( 1 )

Iman dan taqwa dalam beberapa ayat al Qur’an maupun hadits Nabi disebutkan antara
lain dikaitan dengan rukun iman, manifestasi iman, tanda-tanda orang yang beriman,
penghargaan atau janji Allah pada orang-orang yang beriman sebagai berikut:

Pemahaman QS AN-NISA ayat 1, kita dapat megambil hikmah antara lain sebagai
berikut:

· Pertama, menghiasi diri dengan sifat-sifat yang baik sebatas kemanusiaannya,


sebab manusia dengan keterbatasannya berusaha untuk melakukan yang terbaik sesuai
dengan petunjuk Allah SWT;

· Kedua, menumbuhkan rasa kagum, iman dan taqwa kepada Allah melalui sifat-
sifatNya Yang Agung, dengan demikian kita merasa sebagai makhluk kecil, lemah,
tidak berdaya, hanya Allah Yang Maha Besar dan Maha Segalanya;

· Ketiga, menempatkan diri sebagai hamba Allah yang taat dan senantiasa berbuat
baik, sebab Allah menyediakan balasan bagia siapa saja yang taat dengan balasan
tertentu maupun yang ma’shayat kepadaNya akan mendapat adzabNya;

· Keempat, menumbuhkan rasa kasih sayang, menghormati sesama, jujur, pemaaf,


ehingga sikap dan perilaku kita akan terkontrol dengan baik;

· Kelima, mengingat Allah kapan dan di mana saja kita berada.

5
· Keenam, kita harus bertaqwa kepada sang pencipta guna untuk bersyukur dan
berserah diri kepadaNya

· Ketujuh, menjaga tali silaturahmi terhapap sesama khususnya umat muslim


dandilarang bertentangan

· Kedelapan, selalu menjada keharmonisan guna membangun rumah tangga yang


sakinah mawaddah warohmah guna mewujudkan kehidupan yang tentram.

C. Ciri ciri orang bertaqwa

Ini 10 ciri-ciri atau intisari ajaran taqwa:

a. Bersegera memohon ampunan Allah bila berbuat dosa dan mudah meminta
maaf kepada sesama manusia(tidak gengsi)
b. Mau berinfaq/sedekah dalam keadaan lapang maupun sempit (Tidak pelit)
c. Bisa menahan amarah (Tidak ngambekan/emosian)
d. Mudah memaafkan kesalahan orang lain (Tidak pendendam)
e. Senantiasa melakukan kebaikan atau berbuat baik (Tidak jahat)
f. Selalu menepati janji – “Bukan demikian, sebenarnya siapa yang menepati janji (yang
dibuatnya) dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaqwa” ~ Ali Imran (3) : 76 ~
g. Bersabar dalam menerima cobaan – “ …. Orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan
mereka itulah orang yang bertaqwa” ~ Al Baqarah (2) : 177 ~.
h. Tidak sombong dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi – “Negeri akhirat itu,
kamijadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang
yang bertaqwa” ~ Al Qashash (28) : 83 ~
i. Selalu ingat kepada Allah (dzikrullah) dengan menggunakan akal – “Hai orang-orang
yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-
banyaknya” ~ Al Ahzab (33) : 41
j. Selalu berhati-hati dalam setiap tindakan karena takut terhadap azab Allah – “Dan
sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan
penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang
yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka
merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.” ~ Al An biyaa’ (21) : 48 – 49

6
D. MANFAAT TAQWA KEPADA ALLAH SWT

Takwa adalah salah satu perintah Allah SWT yang banyak disebutkan dalam Al-Qur`an
(208 ayat, 226 kata) dan Al-Hadits, mengingat hal tersebut merupakan salah satu kunci
untuk menggapai rahmat Allah SWT, guna menggapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat.

Melalui Al-Qur`an-Nya, Allah SWT juga menjelaskan bahwa balasan bagi orang-orang
yang bertakwa tidak hanya dapat dirasakan di akhirat kelak, tetapi buahnya dapat pula
dinikmati sejak kita masih hidup. Bahkan dalam Surah Ath-Thalaq Allah SWT
mengemukakan bahwa takwa merupakan solusi dari berbagai himpitan hidup yang
menghimpit. Dan di akhirat kelak mereka akan memasuki surga yang luasnya seluas
langit dan bumi (lihat QS. Ali Imran [3]: 133)

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan- mu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki- laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan) mempergunakan (nama- Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan) peliharalah (hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah
selalu menjaga dan mengawasi kamu.( 1 )

A. Langkah-langkah Metodologis

Untuk bisa menjelaskan implikasi taqwa terhadap pendidikan, penulismenempuhnya


melalui tiga cara, yaitu :

· Pertama

mengumpulkan ayat-ayatAlqur¶an yang berkenaan dengan taqwa, mengelompokkan


dan memberi makna berdasarkan tema, kemudian mengambil inti sari (essensi) makna
taqwa.

· Kedua

memahami landasan filosofis, teoritis, dan hakekat pendidikan

· ketiga

7
menjelaskan hubungan makna taqwa yang dimaksud dalam Alqur¶an dengan
yangmenjadi prinsip dasar atau hakekat pendidikan. Berdasarkan tiga langkah dan
alur pikir inilah penulis menyusun makalah ini.

2. RIDHO

A. Pengertian Ridho

Ridho Allah adalah istilah dalam bahasa Indonesia yang secara harfiah berarti
"keridhaan Allah." Dalam konteks agama Islam, "ridho Allah" mengacu pada keadaan
di mana seseorang atau sesuatu diterima, disetujui, dan mendapatkan keridhaan dari
Allah. Ini mengimplikasikan bahwa Allah senang dengan tindakan, niat, atau keadaan
tersebut.

Ridho Allah adalah sikap untuk memenuhi perintah allah dan menjauhi larangan-Nya.
Ridho Allah memiliki makna takwa kepada Allah. Dengan meningkatkan takwa kita
kepada Allah adalah melakukan segala perbuatan yang kita lakukan sehari-hari dengan
sikap ridho,ikhlas, agar mendapat ridho Allah.

Ridho Allah adalah sikap ikhlas dalam melaksanakan jihad di jalan Allah serta segala
sikap, perilaku dan tindakan kita sehari-hari. Sikap ridho terhadap Allah Swt adalah
sesuatu yang harus dimilki pada setiap seorang hamba, karena berkaitan dengan
ketetapan dan ketentuan Allah Swt terhadap hamba-Nya baik menyangkut keimanan,
ketakwaan maupun qodha dan qodhar-Nya.

B. Sifat untuk mendapatkan ridho Allah

Seseorang yang memiliki sifat ridho Allah seperti, seorang yang ingin berusaha
mengikis rasa gelisah dari dalam hatinya, sehingga hatinya tetap stabil dan seimbang
terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang diberikannya baik berupa baik pada hal-hal
yang tidak diinginkan dan kesulitan maupun hal-hal yang menyenangkan atau tidak
diberi apapun.

Kedua, orang yang tidak melihat ridhanya kepada Allah karena dia hanya melihat ridho
Allah kepadanya. Oleh karena itu, ia tidak menetapkan bahwa dirinya lebih dahulu
ridho kepada-Nya sekalipun kondisi spiritualnya tetap stabil dan menyikapi kesulitan
dan bencana maupun hal-hal yang menyenangkan baik diberi atau tidak.

8
Ketiga, orang yang melewati batas itu dia tidak lagi melihat ridhoAllah kepadanya atau
ridhonya kepada Allah, sebab Allah telah menetapkan lebih dahulu ridho-Nya kepada
makhluk.

C. Keutamaan riḍho Allah

Ridho adalah seseorang tidak lagi membedakan antara yang disebut musibah dan
apa yang disebut nikmat, semua itu diterimanya dengan rasa senang. Ia mencintai
segala sesuatu yang diriḍhoi oleh Allah, sekalipun itu adalah musibah. Dia melihat
semua itu sebagai kebaikan dan rahmat, dan dia akan menerimanya dengan rela,
sebagai karunia dan berkah.

Rasulullah saw menjelaskan bahwa orang yang memiliki sifat riḍho Allah adalah orang
yang paling merasakan kebahagiaan dan ketenteraman, serta paling jauh dari kesedihan,
kemarahan dan kegelisahan. riḍho adalah salah satu penyebab utama bagi kebahagiaan
seorang mukmin di dunia dan akhirat, dan sebaliknya kemarahan adalah penyebab
kesengsaaan di dunia dan akhirat.

Nikmat riḍha Allah adalah salah satu faktor ketenangan yang melingkupi hati dan
penyebab utama dalam menghilangkan rasa putus asa yang kadang ditimbulkan oleh
pikiran tentang tidakakan diperolehnya keberuntungan dan kenikmatan di dunia, yang
menyebabkan kekhawatiran, keraguan dan goncangan dalam diri seseorang.

3. KHAUF DAN RAJA’

A. Pengertian Khauf dan Raja’.

Secara bahasa Khauf berasal dari kata khofa yakhofu khoufan yang artinya
takut. Yang dimaksud disini adalah sikap jiwa yang menunggu sesuatu yang tidak
disenangi oleh Allah, atau kegalauan hati yang membayangkan hilangnya sesuatu yang
disukainya.

9
Al-Ashfahani menyatakan bahwa kha’uf adalah:

‫َتَو ُّقُع َم ْك ُرْو ِه َع ْن َأَم اَر ٍة َم ْظُنْو َنٍة َأْو َم ْع ُلْو َم ٍة َك َم َا َأَّن الَّر َج اَء َو الَطَم َع َتَو ُّقُع َم ْح ُبْو ٍب َع ْن َأَم اَر ٍة َم ْظُنْو َنٍة َأْو َم ْع ُلْو َم ٍة ِفْي‬
‫اُألُم ْو ِر الُّد ْنَيِو َّيِة َو اُألْخ َر ِو َّيِة‬

“ Perkiraan akan terjadinya sesuatu yang dibenci karena bertanda yang diduga atau
yang diyakini, sebagaimana harapan dan hasrat tinggi itu adalah perkiraan akan
terjadinya sesuatu yang disenangi karena pertanda yang diduga atau diyakini, baik
dalam urusan duniawi maupun ukhrawi”.

Ia pun melihat ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah ini, yakni al-khauf
minallah (takut dari Allah) dan al-takhwif minallah (seseorang takut akan Allah). Al-
khauf minallah (takut kepada Allah) bukanlah berupa ketakutan kepada Allah yang
bergetar dan terasa di dada manusia seperti takut kepada singa. Yang dimaksudkan
dengan hal ini adalah diri dan perbuatan maksiat dan selanjutnya mengarahkannya
untuk tunduk dan patuh kepada Allah. Oleh karena itu, tidaklah disebut sebagai
seorang takut ( ‫)َخ اِئٌف‬, bila belum sanggup menghilangkan perbuatan-perbuatan dosa.
Adapun at-takwif minallah (Membuat seseorang takut akan Allah) adalah perintah agar
tetap melaksanakan dan memelihara kepatuhan kepada-Nya seperti firman-Nya di
dalam QS.Az-Zumar [39]:16 yang berbunyi:

‫ ِعَباَد ُه َيِع َباِد َفاَّتُقْو َن‬,‫َذ ِلَك ُيَحِّو ُف ُهللا ِبِه‬

Terjemah:

“Demikianlah Allah membuat takut hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka


bertakwalah kepada-Ku hai hamba-hamba-Ku”.

Raja’ secara etimologi berasal dari bahasa arab yang berarti berharap atau
optimism. Raja’ adalah perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu yang
diinginkan dan disenangi. Secara terminology Raja’ diartikan sebagai suatu sikap
mental optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat ilahi yang disediakan bagi
hamba-hambaNya yang Shaleh.

Raja’ (pengharapan) berbeda dengan tamanni (angan-angan). Sebab, orang yang


beharap adalah orang yang megerjakan sebab, yakni ketaatan, seraya mengharapkan
ridha dan pengabulan dari Allah. Sedangkan orang yang berangan-angan meninggalkan
sebab dan usaha, lalu dia menunggu datangnya ganjaran dan pahala dari Allah. Orang

10
semacam inilah yang terekam dalam sabda Nabi, “ dan orang yang lemah adalah orang
yang selalu menurutkan hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah.”
(HR.Tirmidzi).

B. Ciri-ciri Khauf dan Raja’.


Adapun cirri-ciri Khauf adalah:
1) Mampu menjaga tutur kata dan perbuatannya dri prilaku maksiat yang di larng oleh
allah
2) Semakin hari bertmbah rajin ibadahnya dan amal kebaikannya
3) Tampak berani menghadapi setiap rintangan,sepannjang untuk membela kebenran .
4) Jika di sebutkan nama allah kepadanya,hatinya bergetar dan jiwanya khusuk
mengagumi keagungan allah.
5) Senantiasa menjauhi dan menghindari perbuatan yang di larang oleh allah SWT.

Adapun ciri-ciri raja’ adalah:

1) Memiliki sifat jiwa optimis dan penuh semangat dalam menjuhi kehidupan.
2) Tekun dan ulet dalam mengerjakn suatu pekerjaan meskipun sering di hadapkan pada
kegagalan dan kerugian.
3) Menghargai waktu dan kesempatan untuk senantiasa di isi dan di manfatkan dengan
pekerjan yang baik dan maslahat.
4) Tidak lekas prustasi dan patah semangat dalam menjalani suatu tugas belajar atau
bekerja
5) Meyakini bahwa allah SWT adalah maha pengasih dan maha penyayang bagi semua
hambnya

C. Macam-macam Khauf dan Raja’.


1. Macam-macam Khauf

a) Khouf thabi’i seperti halnya orang takut hewan buas, takut api, takut tenggelam, maka
rasa takut semacam ini tidak membuat orangnya dicela akan tetapi apabila rasa takut ini
menjadi sebab dia meninggalkan kewajiban atau melakukan yang diharamkan maka hal
itu haram.

11
b) Khouf ibadah yaitu seseorang merasa takut kepada sesuatu sehingga membuatnya
tunduk beribadah kepadanya maka yang seperti ini tidak boleh ada kecuali ditujukan
kepada Allah ta’ala. Adapun menujukannya kepada selain Allah adalah syirik akbar.
c) Khouf sirr seperti halnya orang takut kepada penghuni kubur atau wali yang berada di
kejauhan serta tidak bisa mendatangkan pengaruh baginya akan tetapi dia merasa takut
kepadanya maka para ulama pun menyebutnya sebagai bagian dari syirik.

2. Macam-macam Raja’.
Dua bagian termasuk termasuk raja` yang terpuji pelakunya sedangkan satu lainnya
adalahraja` yang tercela. Yaitu:

a) Seseorang mengharap disertai dengan amalan taat kepada Allah di atas cahaya Allah, ia
senantiasa mengharap pahala-Nya
b) Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat darinya, dan ia senantiasa mengharap
ampunan Allah, kebaikan-Nya dan kemurahan-Nya.
Adapun yang menjadikan pelakunya tercela ialah seseorang yang terus-menerus dalam
kesalahan-kesalahannya lalu mengharap rahmat Allah tanpa dibarengi
amalan. Raja`yang seperti ini hanyalah angan-angan belaka, sebuah harapan yang dusta

4. SYUKUR

A. Pengertian Syukur Menurut Bahasa dan Istilah

Kata syukur diambil dari kata syakara, syukuran, wa syukuran,dan wa


syukuran yang berarti berterima kasih kepada-Nya. Bila disebut kata asy-syukru,maka
artinya ucapan terimakasih, syukranlaka artinya berterima kasih bagimu,asy-
syukru artinya berterima kasih, asy-syakir artinya yang banyak berterima
kasih. Menurut Kamus Arab – Indonesia, kata syukur diambil dari kata syakara,
yaskuru, syukran dan tasyakkara yang berarti mensyukuri-Nya, memuji-Nya.

B . Macam-Macam Syukur

12
Al-Raghib (tt, 265), membagi syukur kepada tiga macam; 1. Syukr al-Qalb
(Syukur hati) 2. Syukr al-Lisân (Syukur lidah) 3. Syukr sâiri al-Jawârih (Syukur semua
anggota badan). Syukur hati, yaitu syukur dengan cara mengingat-ingat ni’mat. Syukur
Lidah, yaitu memuji kepada yang memberi ni’mat. Syukur anggota badan, yaitu
membalas ni’mat sesuai dengan kepatutan (kepantasannya).
1. Syukur Hati (Syukr al-Qalb)
Syukur hati, yaitu syukur dengan cara mengingat-ingat nikmat. Dilakukan
dengan mengingat-ingat nikmat atau meng-gambarkan ni’mat yang telah diberikan
Allah dengan perasaan hati. Misalnya dulu tidak punya apa-apa sekarang punya
kekayaan, dulu tidak bekerja sekarang dapat pekerjaan, dulu sakit-sakitan sekarang ada
dalam kesehatan, kita cukup sandang dan pangan sementara orang lain hidup dalam
kesulitan. Dengan demikian akan muncul perasaan hati untuk lebih bersyukur kepada
pemberi nikmat. Al-Maraghi (I:29) menyebutkan, syukur dengan hati itu dengan
melahirkan ketulusan, kemurnian hati dan rasa cinta kita pada Allah (al-Nashu wa al-
Mahabbah).
2. Syukur Lidah.
Yaitu bentuk syukur yang diucapkan dengan lisan, baik kepada Allah, juga
kepada sesama manusia. Syukur lisan kepada Allah antara lain kita mengucapkan
kalimat al-Hamdulillah. Ibnu Abbas menyebutkan al-Hamdulillah ad alah kalimat
syukur, jika hamba menyebut alhamdulillah, Allah Swt berfirman, Syakarani Abdi.
Pada kesempatan lain Ia mengatakan al-Hamdu adalah al-Syukru dan al-Iqraru
bini’amihi wa hidâyatihi. Dan Jalaludin al-Suyuthi (I:30) mengutif riwayat Ibnu Jarir
dan al-Hâkim, menyebutkan hadits Nabi Saw, “Rasulullah Saw bersabda, apabila kalian
mengucapkan “al-Hamdulillahi Rabbil ‘Alamin” dengan demikian engkau telah
bersyukur kepada Allâh dan Dia akan menambah ni’mat-Nya” Dan syukur lisan kepada
sesama manusia dilakukan dengan mengucapkan kata-kata pujian, kata yang baik (al-
Madhu-Al-Tsana`u) terhadap orang yang berbuat ihsan (baik), sebagai ungkapan rasa
syukur (Al-Maraghi, I:29)
3. Syukur anggota badan.
Dilakukan dengan membalas ni’mat atau kebaikan dengan kepatutan atau
kepantasan yang layak. Syukur Jawarih kepada Allâh, dilakukan dengan membalas
ni’mat Allâh dengan ibadah kepada Allâh. Untuk itu Ibnu al-Mundzir dalam al-Suyuthi
(I:31) menyebutkan, “Shalat itu adalah syukur, shaum juga syukur, seluruh kebaikan
yang dilakukan atas dasar karena Allâh itu adalah syukur.”
13
Syukur bisa dikatakan sempurna bila telah memenuhi 3 kriteria , yaitu:
1. Mengetahui semua nikmat yang Allah berikan, seperti nikmat Iman, Islam dan ketaatan
dalam menjalankan perintah-Nya sehingga benar-benar menjadikan Allah sebagai
pelindung dan senantiasa hadir dalam hatinya, dengan meyakini bahwa kesuksesan dan
segala bentuk kemewahan semua berasal dari Allah, kita hanya di beri pinjaman
sementara di dunia.
2. Mengungkapkan rasa syukurnya dalam bentuk puji seperti alhamdulillah, asy-
Syukrulillah atau ucapan lainnya yang memiliki arti yang sama.
3. Nikmat Allah yang ada, bukan untuk dirasakan sendiri melainkan untuk berbagi dengan
orang lain, seperti sedekah, infaq dan menolong fakir miskin, itu semua kita lakukan
agar kita selamat dari ujian dan amanah yang kita hadapi di dunia sehingga kelak harta,
tahta dan kekayaan kita menjadi penolong besok pada hari penghitungan amal di yaum
mahsyar nanti.

C. Keutamaan Bersyukur
Tidak perlu diragukan lagi akan keutamaan syukur dan ketinggian derajatnya,
yakni syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang datang terus beruntung dan
tiada habis-habisnya. Di dalam Al-Quran Allah menyuruh bersyukur dan melarang
kebalikannya. Allah memuji orang-orang yang mau bersyukur dan menyebut mereka
sebagai makhluk-makhluk-Nya yang istimewa. Allah menjadikan syukur sebagai tujuan
penciptaan-Nya, dan menjanjikan orang-orang yang mau melakukannya dengan balasan
yang sangat baik. Allah menjadikan syukur sebagai sebab untuk menambahkan karunia
dan pemberian-Nya, dan sebagai sesuatu yang memelihara nikmat-Nya. Allah
memberitahukan bahwa orang-orang yang mau bersyukur adalah orang-orang yang
dapat memanfaatkan tanda-tanda kebesaran-Nya.

D. Cara Bersyukur
Rasulullah SAW dikenal sebagai abdan syakuura (hamba Allah yang banyak
bersyukur). Setiap langkah dan tindakan beliau merupakan perwujudan rasa syukurnya
kepada Allah. Suatu ketika Nabi memengang tangan Muadz bin Jabal dengan mesra
seraya berkata :

14
“Hai Muadz, demi Allah sesungguhnya aku amat menyayangimu”. Beliau melanjutkan
sabdanya, “Wahai Muadz, aku berpesan, janganlah kamu tinggalkan pada tiap-tiap
sehabis shalat berdoa:
“Allahumma a’innii alaa dzikrika wa syukrika wa husni ibaadatika”
Yang artinya: Ya Allah, tolonglah aku agar senantiasa ingat kepada-Mu, mensyukuri
nikmat-Mu, dan baik dalam beribadah kepada-Mu.
Mengapa kita perlu memohon pertolongan Allah dalam berdzikir dan bersyukur ?
., Tanpa pertolongan dan bimbingan Allah amal perbuatan kita akan sia-sia. Sebab kita
tidak akan sanggup membalas kebaikan Allah kendati banyak menyebut asma Allah;
Menyanjung, memuja dan mengaungkan-Nya. Lagi pula, hakikat syukur bukanlah dalam
mengucapkan kalimat tersubut, kendati ucapan tersebut wajib dilakukan sebanyak-
banyaknya.
Al Junaid (seorang sufi), pernah ditanya tentang makna (hakikat) syukur. Dia
berkata, “Jangan sampai engkau menggunakan nikmat karunia Allah untuk bermaksiat
kepada-Nya”.
Ketika kita menerima pemberian Allah kita memuji-Nya, tetapi ini sama sekali
belum mewakili kesyukuran kita. Pujian yang indah dan syahdu saja belum cukup, dia
baru dikatakan bersyukur bila diwujudkan dalam bentuk amal saleh yang diridhai Allah.
Abu Hazim Salamah bin Dinar berkata, “Perumpamaan orang yang bersyukur
kepada Allah hanya dengan lidah, namun belum bersyukur dengan ketaatannya, sama
halnya dengan orang yang berpakaian hanya mampu menutup kepala dan kakinya, tetapi
tidak cukup menutupi seluruh tubuhnya. Syukur sejatinya terungkap dalam seluruh sikap
dan perbuatan, dalam amal perbuatan dan kerja Nyata.
Para ulama mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah, yaitu sebagai
berikut:
1. Bersyukur dengan hati nurani
Kata hati alias nurani selalu benar dan jujur. Untuk itu, orang yang bersyukur
dengan hati nuraninya sebenarnya tidak akan pernah mengingkari banyaknya nikmat
Allah. Dengan detak hati yang paling dalam, kita sebenarnya mampu menyadari
seluruh nikmat yang kita peroleh setiap detik hidup kita tidak lain berasal dari Allah.
Hanya Allah yang mampu menganugerahkan nikmat-Nya.
2. Bersyukur dengan ucapan
Lidahlah yang biasa melafalkan kata-kata. Ungkapan yang paling baik untuk
menyatakan syukur kita kepada Allah adalah hamdalah. Dalam sebuah hadits,
15
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa mengucapkan subhanAllah, maka baginya 10
kebaikan. Barangsiapa membaca La ilaha illallah, maka baginya 20 kebaikan. Dan,
barangsiapa membaca Alhamdulillah, maka baginya 30 kebaikan.
3. Bersyukur dengan perbuatan (oleh anggota tubuh)
Tubuh yang diberikan Allah kepada manusia sebaiknya dipergunakan untuk hal-
hal yang positif. Menurut Imam al-Ghazali, ada tujuh anggota tubuh yang harus
dimaksimalkan untuk bersyukur. Antara lain mata, telinga, lidah, tangan, perut,
kemaluan, dan kaki. Seluruh anggota ini diciptakan Allah sebagai nikmat-Nya untuk
kita. Lidah, misalnya, hanya untuk mengeluarkan kata-kata yang baik, berzikir, dan
mengungkapkan nikmat yang kita rasakan. Allah berfirman, “Dan terhadap nikmat
Tuhanmu, hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)” (QS Adl-dluha
[93]: 11).

5. MURAQABAH

A. Pengertian Muraqabah

Secara literal, Muraqabah berarti menjaga atau mengamati tujuan. Sedang secara
terminologis, berarti melestarikan pengamatan kepada Allah dengan hatinya. Sehingga
manusia mengamati pekerjaan dan hukum – hukum-Nya, dan dengan penuh perasaan-
Nya, Allah melihat dirinya dalam gerak dan diam-Nya.

Muraqabah dalam tradisi sufi adalah kondisi kejiwaan yang dengan sepenuhnya ada
dalam keadaan konsentrasi dan waspada. Pengertian lebih jauh, Muraqabah merupakan
penyatuan antara Tuhan, alam dan dirinya sendiri sebagai manusia. Atau dengan istilah
lain, kesadaran akan kesatuan antara mikrokosmos, makrokosmos, dan metakosmos.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa, Muraqabah adalah kondisi rohani dan kejiwaan
seseorang, dimana ia senantiasa merasakan kehadiran Allah, serta menyadari
sepenuhnya bahwa Allah selalu mengawasi segenap perilaku hamban-Nya.

B. Hakikat Muraqabah

Seseorang yang Muraqabah berarti menjaga diri untuk senantiasa melakukan


yang terbaik sesuai dengan kodrat dan eksistensinya. Oleh karenanya, seseorang yang
melakukan Muraqabah dibutuhkan disiplin yang tinggi. Kedisiplinan inilah yang akan

16
menghantar seseorang menuju keadaan yang lebih baik dan menuju kebahagiaan yang
hakiki dan lebih abadi

C. Tujuan Muraqabah
Tujuan akhir dari muraqabah adalah agar seorang menjadi mukmin yang
sesungguhnya,seorang hamba Allah yang Muhsin dapat menghambakan diri
kepadaNYA.Ibadah dengan penuh kesadaran seolah olah melihatNYA.dan didalam
tarekat naqsibandiyah qadariyah meyakini Muroqobah adalah asal semua kebaikan,
kebahagiaan, dan keberhasilan.

D. Keutamaan Muraqabah

Hakekat muraqabah adalah;mengawasi pengawasan sang PENGAWAS dan


mengarahkan perhatian kepadanya ;orang yang waspada dari satu hal karena orang lain
dikatakan, bahwa ia mewaspadainya dan menjaga pihaknya

6. TAUBAT

A. Pengertian Taubat

Taubat berasal dari kata “taba” yang berarti kembali, sedangkan menurut istilah
taubat artinya kembali mendekatkan diri kepada allah setelah menjauh darinya. Adalah
sebuah keinginan, kegandrungan, kebutuhan akan Allah SWT. Maupun segala yang
dapat membuat kita lebih mengenalnya Oleh karena itu, landasan bertaubat adalah
mencari Allah Singkatnya bahwa bertaubat adalah kembalinya seorang hambaa dari
kemaksiatan menuju ketaatan kepada Allah SWT., dengan menjalankan apa yang
diperintahkan dan menjauhi apa yang dibenci-Nya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata bertaubat dan beristigfar.
Untuk mengetahui pengertian bertaubat, maka perhatikan firman Allah SWT
Yang Artinya : “karena itu mohonlah ampun kepada-Nya, kemudian bertaubatlah,
sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa
Hamba-Nya).”( QS.Hud/11 : 2)
Bertaubat sesungguhnya merupakan panggilan Allah SWT. Allah yang
menumbuhkan keinginan bertaubat didalam hati manusia. Allah memerintahkan

17
manusia untuk bertaubat didalam al-qur’an sebanyak 87 kali. Allah juga
memerintahkan nabi Muhammad SAW. Untuk bertaubat.
Bertaubat sangat penting bagi manusia karena kalau tidak bertaubat berarti mereka
sudah menzalimi dirinya sendiri. Selain itu bertaubat juga merupakan ibadah yang
utama dan yang disukai Allah SWT. Perhatikan firman Allah berikut ini :
‫ِإَّن َهَّللا ُيِح ُّب الَّتَّو اِبيَن َو ُيِح ُّب اْلُم َتَطِّهِر يَن‬
Artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.Al-baqarah/2:222).
Hukum bertaubat adalah wajib sama ada dosa kepada Allah s.w.t mahupun dosa ses
ama manusia. Jika dosa itu berkaitan dngan manusia, hendaklah meminta
maaf daripada manusia terbabit. Sekiranya dosa berkaitan dengan harta benda,
hendaklah dikembalikan harta tersebut kepada tuannya. Bertaubat kepada Allah
hendaklah dilakukan dengan bersungguh-sungguh dan hati yang ikhlas kerana taubat
yang tiada keikhlasan tidak mendatangkan apa-apa kesan terhadap individu terbabit.
Taubat yang terbaik adalah taubat yang penuh penyesalan, keinsafan dan rasa rendah
diri kepada Allah s.w.t. Di dalam Islam, digariskan cara-cara memohon keampunan dan
rahmat Allah s.w.t :

Menyesal, menginsafi & berazam tidak akan mengulangi dosa yang telah dilakukannya

Beristighfar memohon keampunan Allah s.w.t

Beramal kebajikan

Mensyukuri nikmat Allah s.w.t.

Berdoa memohon kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat

B. Syarat-syarat Taubat
Banyak manusia yang tidak tahu akan hakikat taubat, syarat, dan adab-adabnya.
Oleh karena itu,banyak yang bertaubat hanya dengan lisan saja, sedangkan hati mereka
kosong, sehingga mereka tidak berhenti melakukan maksiat. Artinya bahwa tidak
semua taubat dapat diterima, tentu terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
agar taubat diterima oleh Allah.
Supaya taubat kita diterima oleh Allah SWT., maka ada beberapa hal yang harus
dilakukan, diantaranya adalah :

18
a. Meninggalkan dosa tersebut.
Ibnu Qayyim berkata: “Tobat mustahil terjadi, sementara dosa tetap dilakukan.”
b. Menyesali perbuatan tersebut.
Rasulullah SAW. Bersabda : “menyesal adalah taubat.”
c. Berjanji.
(berazzam) untuk tidak mengulangi lagi. Ibnu mas’ud berkata bahwa taubat yang benar
adalah taubat dari kesalahan yang tidak akan diulangi kembali, bagaikan air susu yang
tidak mungkin kembali kekantong susunya lagi.
d. Mengembalikan kezaliman kepada pemiliknya, atau meminta untuk dihalalkan.
Imam Nawawi berkata bahwa diantara syarat taubat adalah mengembalikan kedzaliman
atau meminta untuk dihalalkan
e. Ikhlas.
Ibnu hajar berkata, “Tobat tidak akan sah kecuali dengan ikhlas
f. Tobat dilaksanakan pada waktu masih hidup ( sebelum sakaraul maut )
Hal ini disandarkan pada firman Allah SWT., yang artinya : ”Dan tobat itu tidaklah
diterima Allah dari merekayang melakukan kejahatan hingga ajal kepada seorang
diantara mereka, barulah dia mengataka, “saya benar-benar bertaubat sekarang.”

C. Faidah Bertaubat

Dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang ditemukan bahwa untukmelakukan tobat


agak sulit. Oleh karena itu, untuk menggerakkan hati kita agar setiap saat bergerak
untuk bertaubat, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, diantaranya adalah :
a. Mengetahui hakikat taubat
b. Merasakan akibat dosa yang dilakukan
c. Menghindar dari lingkungan yang kurang baik
d. Membaca dan mengkaji al-qur’an dan hadits, terutama yang berkaitan dengan dosa.
e. Berdoa
f. Mengetahui keagungan Allah yang maha pencipta
g. Mengingat kematian yang tidak diketahui kapan, dimana, dan datangnya tiba-tiba
h. Membaca sejarah atau kisah-kisah orang yang bertaubat

7. IKHLAS

19
A. Pengertian Ikhlas

Secara etimologis, kata ikhlas merupakan bentuk mashdar dari kata akhlasha
yang berasal dari akar kata khalasha. Menurut Luis Ma’luuf, kata khalasha ini
mengandung beberapa macam arti sesuai dengan konteks kaliamatnya. Ia bisa berarti
shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat), washala (sampai), dan I’tazala (memisahkan
diri). Maksudnya, didalam menjalankan amal ibadah apa saja harus disertai dengan niat
yang ikhlas tanpa pamrih apapun.

Bila diteliti lebih lanjut, kata ikhlas sendiri sebenarnya tidak dijumpai secara
langsung penggunaannya dalam al-Qur’an. Yang ada hanyalah kata-kata yang
berderivat sama dengan kata ikhlas tersebut. Secara keseluruhan terdapat dalam tiga
puluh ayat dengan penggunaan kata yang beragam. Kata-kata tersebut antara lain : kata
khalashuu, akhlashnaahum, akhlashuu, astakhlish, al-khaalish, dan khaalish masing-
masing sebanyak satu kali. Selanjutnya kata khaalishah lima kali, mukhlish (tunggal)
tiga kali, mukhlishuun (jamak) satu kali, mukhlishiin (jamak) tujuh kali, mukhlash
(tunggal) satu kali, dan mukhlashiin (jamak) sebanyak delapan kali.

Selanjutnya, ditinjau dari segi makna, term ikhlas dalam al-Qur’an juga
mengandung arti yang beragam. Dalam hal ini al-Alma’i merinci pemakaian term
tersebut kepada empat macam :

Pertama, ikhlas berarti al-ishthifaa’ (pilihan) seperti pada surat Shaad : 46-47. Di sini
al-Alma’i mengutip penafsiran dari Ibn al-Jauzi terhadap ayat tersebut yang intinya
bahwa Allah telah memilih mereka dan menjadikan mereka orang-orang yang suci.
Penafsiran yang sama juga dikemukakan oleh al-Shaabuuni dalam tafsirnya Shafwah
al-Tafaasiir, yakni “Kami (Allah) istimewakan mereka dengan mendapatkan kedudukan
yang tinggi yaitu dengan membuat mereka berpaling dari kehidupan duniawi dan selalu
ingat kepada negeri akhirat.” Dengan demikian terdapat kaitan yang erat (munaasabah)
antara ayat 46 dengan 47, yakni ayat yang sesudahnya menafsirkan ayat yang
sebelumnya.

Kedua, ikhlas berarti al-khuluus min al-syawaa’ib (suci dari segala macam kotorn),
sebagaimana tertera dalam surat an-Nahl : 66 yang membicarakan tentang susu yang
bersih yang berada di perut binatang ternak, meskipun pada mulanya bercampur dengan
darah dan kotoran ; kiranya dapat dijadikan pelajaran bagi manusia. Makna yang sama

20
juga terdapat dalam surat al-zumar : 3, walaupun dalam konteks yang berbeda. Dalam
ayat tersebut dibicarakan tentang agama Allah yang bersih dari segala noda seperti
syirik, bid’ah dan lain-lain.

Ketiga, ikhlas berarti al-ikhtishaash (kekhususan), seperti yang terdapat pada surat al-
Baqarah : 94, al-An’am : 139, al-A’raf : 32, Yusuf : 54, dan al-Ahzab : 32.

Keempat, ikhlas berarti al-tauhid (mengesakan) dan berarti al-tathhir (pensucian)


menurut sebagian qira’at. Ikhlas dalam artian pertama inilah yang paling banyak
terdapat dalam al-Qur’an, antara lain terdapat dalam surat al-Zumar : 2,11,14, al-
Baqarah : 139, al-A’raf : 29, Yunus : 22, al-Ankabut : 65, Luqmaan : 32, Ghaafir :
14,65, an-Nisaa : 146, dan al-Bayyinah : 5. Dalam ayat-ayat tersebut, kata-kata yang
banyak digunakan adalah dalam bentuk isim fa’il (pelaku), seperti mukhlish (tunggal)
dan mukhlishuun atau mukhlshiin (jamak). Secara leksikal kata tersebut dapat diartikan
dengan al-muwahhid (yang mengesakan). Dalam konteks inilah kiranya surat ke-112
dalam al-Qur’an dinamakan surat al-ikhlaas, dan kalimat tauhid (laa ilaaha illa Allah)
disebut kalimat al-ikhlas. Dengan demikian makna ikhlas dalam ayat-ayat di atas
adalah perintah untuk selalu mengesakan Allah dalam beragama, yakni dalam
beribadah, berdo’a dan dalam perbuatan taat lainnya harus dikerjakan semata-mata
karena Allah; bukan karena yang lain. Itulah sebabnya mengapa term ikhlas pada ayat-
ayat di atas selalu dikaitkan dengan al-diin.

Adapun ikhlas dalam arti yang kedua (al-tathhiir) ditujukan kepada orang-orang yang
telah disucikan Allah hatinya dari segala noda dan dosa sehingga mereka menjadi
hamba Allah yang bersih dan kekasih pilihan-Nya. Hal ini seperti yang tercantum
dalam surat Yusuf : 24, al-Hijr : 40, al-shaffat : 40,74,128,166,169, Shaad : 83, dan
surat Maryam : 51. Pada ayat-ayat tersebut semuanya memakai kata mukhlashiin
(jamak) kecuali surat Maryam : 51 yang memakai bentuk tunggal (mukhlash). Selain
itu semua kata mukhlashiin dalam ayat-ayat tersebut selalu dikaitkan dengan kata ibaad
(hamba).

B. Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri - ciri, diantaranya:

1. Selalu memandang diri sendiri


2. Khawatir terhadap popularitas

21
3. Cinta dan benci karena Allah
4. Tidak terpengaruh oleh kedudukan dan pangkat
5. Tetap beramal meski belum terlihat hasilnya.

C. Balasan Orang yang Tidak Ikhlas

“Maksud Hadis Nabi SAW: “Sesungguhnya manusia yang pertama dihisab pada hari
kiamat nanti adalah seseorang yang mati syahid, di mana dia dihadapkan dan
diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun mengakuinya,
kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu? Ia menjawab:
Saya berjuang di jalan-Mu sehingga saya mati syahid. Allah berfirman: Kamu dusta,
kamu berjuang (dengan niat) agar dikatakan sebagai pemberani, dan hal itu sudah
terpenuhi. Kemudian Allah memerintahkan untuk menyeret orang tersebut yang
akhirnya dia dilemparkan ke An Nar (neraka).

Kedua, seseorang yang belajar dan mengajar serta suka membaca Al Qur’an, dia
dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia pun
mengakuinya, kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu? Ia
menjawab: Saya telah belajar dan mengajarkan Al Qur’an untuk-Mu. Allah berfirman:
Kamu dusta, kamu belajar Al Qur’an (dengan niat) agar dikatakan sebagai orang yang
alim (pintar), dan kamu membaca Al Qur’an agar dikatakan sebagai seorang Qari’ (ahli
membaca Al Qur’an), dan hal itu sudah terpenuhi. Kemudian Allah memerintahkan
untuk menyeret orang itu yang akhirnya dia dilemparkan ke dalam An Nar (neraka).

Ketiga, seseorang yang dilapangkan rezekinya dan dikurniai berbagai macam kekayaan,
lalu dia dihadapkan dan diperlihatkan kepadanya nikmat yang telah diterimanya serta ia
pun mengakuinya, kemudian ditanya: Apakah yang kamu gunakan terhadap nikmat itu?
Ia menjawab: Tidak pernah aku tinggalkan suatu jalan yang Engkau sukai untuk
berinfaq kepadanya, kecuali pasti aku akan berinfaq kerana Engkau. Allah berfirman:
Kamu dusta, kamu berbuat itu (dengan niat) agar dikatakan sebagai orang yang
dermawan, dan hal itu sudah terpenuhi. Kemudian Allah memerintahkan untuk
menyeret orang tersebut yang akhirnya dia dilemparkan ke dalam An Nar.” (HR
Muslim)

22
Demikianlah ketiga orang yang beramal dengan amalan mulia tetapi tidak didasari
keikhlasan kepada Allah. Allah lemparkan mereka ke dalam An Nar (neraka). Semoga
kita termasuk orang-orang yang dapat mengambil pelajaran daripada kisah tersebut. “

D. Keistimewaan Orang-orang yang Ikhlas

Orang-orang yang ikhlas merupakan orang-orang yang bersih dari dosa karena
mereka telah berusaha membersihkan dirinya dengan benar-benar melaksanakan segala
perintah Allah denga tulus. Dalam beraqidah mereka benar-benar mengesakan Allah
SWT. dan tidak menyekutukan-Nya dengan yang lain seperti halnya orang-orang
musyrik, yahudi dan nasrani. Selanjutnya dalam melakukan ibadah dan amal kebajikan
lainnya mereka kerjakan semata-mata karena Allah dan untuk Allah; bukan karena
manusia dengan cara riya’ dan sum’ah, untuk mendapatkan popularitas dan kesenangan
hawa nafsu lainnya. Oleh karena itu wajar kiranya terhadap orang-orang yang ikhlas ini
Allah SWT. menganugrahkan keistimewaan dan kelebihan kepada mereka, baik dalam
kehidupan duniawi dan ukhrawinya.
Apabila kita kembali merujuk kitab suci al-Qur’an, maka akan kita temukan di
dalamnya beberapa ayat yang menerangkan keistimewaan dan keutamaan orang-orang
yang ikhlas, antara lain sebagai berikut.
Pertama, selamat dari kesesatan. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah dalam
surat al-Hijr: 39-40 yang artinya sebagai berikut: Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh
sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka
memandang baik (perbuatan ma’siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”. Dan
begitu juga firman Allah dalam surat Shad ayat 82-83 yang artinya sebagai berikut:
Iblis menjawab: “Demi kekuasan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,
kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka”.
Ayat di atas merupakan penggalan kisah Nabi Adam dan pembangkangan
pertama yang dilakukan oleh iblis terhadap Allah SWT. Mereka adalah hamba Allah
yang membangkang, durhaka, ingkar, sombong dan terkutuk yang diberi umur panjang
—karena perminyaan mereka—hingga mendekati hari kiamat. Mereka ingin
menyesatkan semua manusia untuk diajak ke neraka dengan bujuk rayunya yang manis.
Maka berdasarkan ayat di atas, orang-orang yang ikhlas tidak akan dapat digoda oleh
iblis dan sekutunya karena mereka telah mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.

23
Kedua, dapat mengendalikan hawa nafsu. Hawa nafsu merupakan salah satu
potensi yang ada dalam diri manusia yang selalu cendrung untuk mengajak manusia
kepada kesenangan-kesenangan badaniah, pemuasan syahwat dan keinginan-keinginan
rendah lainnya. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah dalam al-Qur’an surat Yusuf:
53 yang artinya sebagai berikut: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Di antara orang yang tidak mudah diperbudak oleh hawa nafsunya adalah
orang-orang yang ikhlas. Seperti dikisahkan dalam surat Yusuf: 24 tentang Yusuf yang
diajak berselingkuh oleh seorang wanita (Zulaikha), istri seorang raja Mesir. Namun
berkat perlindungan Allah, ia selamat dari godaan hawa nafsu yang akan
menjerumuskannya ke dalam kema’siatan.
Dengan demikian, sikap ikhlas akan membentengi manusia dari segala
dorongan dan bujukan hawa nafsu, seperti keinginan terhadap kemewahan, kedudukan,
harta, popularitas, simpati orang lain dan sebagainya. Di mana untuk mewujudkan
keinginan-keinginannya tersebut kadang-kadang seseorang cenderung melakukan
segala cara seperti dengan melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme. Di samping itu
juga tidak segan-segan untuk menjilat atasan dan menginjak bawahannya, asalkan
tujuannya tercapai.
Ketiga, do’anya akan dikabulkan Allah SWT.. Dalam menjalani kehidupannya
di dunia, manusia seringkali dihadapkan kepada berbagai problema kehidupan yang
tidak dapat ditanggulangi oleh dirinya sendiri. Dalam kondisi yang demikian, manusia
biasanya baru menyadari akan kelemahannya dan tidak henti-hentinya berdo’a kepada
Allah supaya cepat terbebas dari problema yang dihadapinya. Meskipun demikian,
Allah SWT. akan tetap mengabulkan permohonan mereka jika memang dilakukannya
dengan penuh keikhlasan. Sebagaimana dalam firman Allah dalam surat Lukman ayat
32 yang artinya sebagai berikut: Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti
gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, maka
tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap
menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain
orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.
Keempat, terhindar dari siksaan neraka dan masuk kedalam syurga di akhirat.
Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah SWT. Dalam al-Qur’an surat al-Shaffat : 40,
24
74, 128,160, dan 169. Ayat – ayat tersebut menjelaskan orang – orang yang telah
disucikan Allah dari segala dosa dan noda sehingga menjadi orang – orang pilihan dan
kesayangan-Nya.di dunia mereka telah diselamatkan dari segala kehinaan dan bencana,
seperti yang dialami kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, Tsamud dan kaum yang ingkar
lainnya. Sementara di akhirat nanti mereka akan terbebas dari siksaan api neraka, serta
akan mendapatkan balasan yang sempurna atas amal saleh yang telah mereka lakukan
berupa kenikmatan di dalam surga yang tiada tandingannya, kenikmatan yang belum
pernah terlintas pada pendengaran, penglihatan, dan hati manusia. Itulah balasan dari
Allah SWT kepada orang – orang yang ikhlas dalam beraqidah, beribadah, dan
bermuamalah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan tentang konsep-konsep kunci dalam Islam seperti taqwa, ridho,
khouf, raja', syukur, muraqabah, taubat, dan ikhlas, dapat ditarik beberapa kesimpulan
yang penting:

1. Taqwa, atau kesadaran akan Allah, adalah pondasi utama dalam kehidupan seorang
Muslim. Itu bukan hanya rasa takut kepada Allah, tetapi juga mencakup kepatuhan,
cinta, dan kehormatan kepada-Nya.

2. Mencari ridho Allah adalah tujuan utama dalam hidup seorang Muslim. Ridho Allah
membawa kedamaian batin dan kebahagiaan sejati.

3. Rasa takut (khouf) dan harapan (raja') kepada Allah harus ada dalam keseimbangan.
Khouf mendorong kepatuhan dan menghindari dosa, sementara raja' memberi harapan
dan optimisme dalam mendekati Tuhan.

25
4. Bersyukur atas segala nikmat adalah bentuk ibadah yang mendalam. Syukur
membuka pintu keberkahan dan mendekatkan diri kepada Allah.

5. Kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi kita (muraqabah) mengarahkan manusia


untuk bertindak dengan integritas, bahkan ketika tidak ada orang lain yang melihat.

6. Taubat adalah jalan keluar dari dosa. Dengan tulus bertaubat, manusia mendapatkan
kesempatan baru dan rahmat Allah.

7. : Ikhlas, atau ketulusan, adalah kunci dalam semua ibadah. Ikhlas membuat ibadah
diterima oleh Allah dan mengangkat derajat manusia di mata-Nya.

Dalam keseluruhan, konsep-konsep ini membentuk kerangka moral, etika, dan


spiritualitas dalam Islam. Menerapkan taqwa, mencari ridho Allah, menjaga
keseimbangan antara khouf dan raja', bersyukur, mempraktikkan muraqabah, bertaubat
dengan sungguh-sungguh, dan bertindak dengan ikhlas, adalah langkah-langkah
menuju keselamatan dunia dan akhirat. Dengan memahami dan mengamalkan konsep-
konsep ini, seorang Muslim dapat membangun hubungan yang lebih dekat dengan
Allah, mencapai kedamaian batin, dan memimpin kehidupan yang berarti dan
bermakna.

DAFTAR PUSTAKA

Bahri Media Zainul, “MENEMBUS TIRAI KESENDIRIAN-NYA”, Jakarta : Prenada, 2005.

Mahjuddin, Akhlak Tasawuf 1; Mukjizat Nabi, Karamah Wali dan Ma’rifah suci, 2009,
Jakarta : Kalam Mulia

Muhammad Ibn ‘Isa Ibn Saurah Ibn Musa Ibn al-Dahaq al-Turmuziy, 1998, Sunah al-
Turmuiy, Juz 5 Beirut: Dar al-Garbi al-Islamiy.

Rosidi, Pengantar Akhlak Tasawuf, (Semarang: Karya Abadi Jaya, 2015)

Shihab, Quraish, 2007, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata Cet. I, Jakarta:


Letera Hati.

Al-qadhawy,yusuf.1998.TAUBAT.PUSTAKA AL-KAUTSAR. Jakarta

Calvin S.Hall,Suatu pengantar ke dalam ilmu jiwa Sigmund freud. PT. Pembangunan
26
Al-Qur’an dan terjemahnya.
Depdiknas. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Handrianto, Budi. 2002. Kebeningan Hati dan Pikiran. Jakarta:Gema Insani .
Ingathari . http:// ingathari.blogspot.com.
Khalid,Abu. Kamus Arab Al-Huda Arab –Indonesia. Surabaya: Fajar Mulya.
Sayutialhandy. http://sayutialhandi.blogspot.com
Slamet, Kasmuri. 2005. Rahmat di Balik Cobaan. Jakarta: Kalam Mulia.
http://faisalchoir.blogspot.com/2011/05/ikhlas.html
http://coretanbinderhijau.blogspot.com/2013/04/hadis-tentang-ikhlas-dan-
keterangannya.html
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/10/04/mbcw2i-belajar-ikhlas
http://islamic-education7.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-ikhlas.html

27
28

Anda mungkin juga menyukai