Anda di halaman 1dari 2

KASUS POSISI

102/PUU/XVIII/2022

Sugianto Subroto merupakan purnawirawan Tentara Nasional Indonesia. Ia telah mengabdikan


dirinya sebagai anggota TNI selama dua puluh lima tahun, sejak tahun 1997. Di awal karirnya
sebagai TNI, Sugianto Subroto ditugaskan di Koramil Kecamatan Meuraxa.

Karena dedikasinya yang tinggi, Sugianto Subroto diberi kepercayaan untuk menjadi bagian dari
Kontingen Pasukan Garuda XXXIX-B Rapid Deployable Battalion Mission de l'Organisation
des Nations Unies pour La Stabilisation en République Démocratique du Congo (MONUSCO)
yang dikirim ke Kongo pada 2019. Sugianto Subroto bersama timnya diberangkatkan ke Kongo
pada Agustus 2019 untuk masa bakti satu tahun. Dalam pengabdiannya di Kongo, Sugianto
Subroto melihat hal paling mengerikan dalam hidupnya. Di sana, ia melihat perang antar tiga
suku yaitu Persi Kaomba, Aleluya, dan Apa na Pale. Ketiga suku tersebut bertikai di wilayah
Kalemie untuk memperebutkan kekayaan alam yang ada di daerah tersebut. Perang antar tiga
suku tersebut terjadi tanpa henti selama masa pengabdiannya di sana. Tak jarang, korban jiwa
berjatuhan dari ketiga belah pihak.

Bahkan, setelah masa baktinya selesai dan ia pulang ke Indonesia pada Agustus 2020, Sugianto
masih dihantui kengerian perang yang ia lihat dan alami selama di Kongo. Tak lama setelah ia
tiba di Indonesia, ia merasa hidupnya mulai terganggu. Awalnya ia mengalami kesulitan tidur,
hingga kemudian ia sering merasa gelisah dan menjadi paranoid. Tak lama setelah itu, Sugianto
Subroto mulai berhalusinasi bahwa ia melihat korban dari Perang Suku di Kongo selama masa
baktinya. Halusinasinya menjadi semakin parah ketika ia melihat korban-korban tersebut
membawa senjata seperti granat dan busur serta anak panah. Sugianto Subroto kemudian selalu
bersiaga dengan senjata apinya. Ia percaya bahwa korban perang suku tersebut dapat
menyakitinya. Sugianto Subroto selalu merasa panik dan cemas. Sugianto Subroto awalnya
melakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada psikolog dan mendapatkan rujukan untuk
melakukan pengobatan ke psikiater. Akan tetapi, ia malu untuk berobat ke Psikiater karena takut
akan stigma negatif dari lingkungan sekitar, selain itu, Sugianto Subroto juga tidak memiliki
cukup uang untuk menemui psikiater karena gajinya pun tidak ia nikmati penuh guna melunasi
hutang orang tuanya. Kemudian, Sugianto Subroto menemui ahli pengobatan alternatif Tabib
Rara pada November 2020. Tabib Rara kemudian memberikan tanaman kepada Sugianto
Subroto sebagai obat. Sugianto Subroto merasa aneh karena tanaman tersebut tak asing baginya.
Ia lalu menyadari bahwa tanaman tersebut ternyata adalah Jamur Ajaib atau Magic Mushroom
(Psilocybe cubensis). Walaupun awalnya tak yakin untuk mengkonsumsinya, Sugianto Subroto
tetap mencobanya. Ternyata, Jamur Ajaib tersebut sangat berefek untuk mengatasi kecemasan
yang ia alami. Sejak saat itu, ia tak datang lagi ke Tabib Rara, melainkan ia mencari sendiri ke
kandang sapi di sekitar wilayah tempat tinggalnya karena Jamur Ajaib tumbuh subur di kotoran
sapi. Komandannya yang menyadari gelagat aneh Sugianto Subroto, lalu mencari tahu sendiri
tanpa melibatkan Provos TNI karena Sugianto Subroto sudah ia anggap sebagai keluarga dan
menghargai dedikasinya sebagai seseorang yang bertugas menjadi pasukan perdamaian. Sang
Komandan lalu mendapati bahwa Sugianto Subroto menggunakan Jamur Ajaib untuk mengatasi
gangguan mental yang dialaminya. Sadar bahwa hal tersebut melanggar ketentuan undang-
undang, ia lalu menyarankan Sugianto Subroto untuk mengundurkan diri secara sukarela dari
kesatuannya dengan alasan tidak sehat secara rohani dan ia berjanji untuk menjaga rahasia
tersebut. Sebagai seorang yang berjasa pada negara, Sugianto Subroto merasa bahwa hal itu tak
adil baginya. Selain ia harus mengundurkan diri dari profesi yang ia banggakan, ia juga akan
kehilangan mata pencahariannya. Ditambah, Sugianto Subroto tidak mendapatkan pemulihan
atas ketidakstabilan mental yang diakibatkan oleh tugas negara yang ia emban. Namun, sebelum
kasus Sugianto Subroto didengar oleh pihak lain, ia sendiri menyadari lebih baik mengundurkan
diri daripada diberhentikan secara tidak hormat.

Sebagai warga negara Indonesia, Sugianto Subroto merasa bahwa hak konstitusionalnya telah
dilanggar karena tidak mendapat pengobatan yang terjangkau, dalam hal ini memanfaatkan
Psilocybe cubensis sebagai alternatif pengobatan. Untuk itu, Sugianto Subroto sebagai Warga
Negara Indonesia mengajukan uji materiil. Pasal yang diajukan uji materiil: Pasal 6 ayat (1) dan
Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Anda mungkin juga menyukai