Anda di halaman 1dari 23

PENGANTAR USHUL FIQHI

MAKALAH

Dibuat dan Dipresentasikan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ushul Fiqhi

Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas

Syariah dan Hukum Islam

Oleh:

Mauldi Putra Hardiansyah


NIM 7423520223123 A.Amru

Hajar

NIM 742352023145

Dosen Pemandu:
Drs H. Abd. Latif

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BONE


2023

KATA PENGANTAR
Syukur Alhadulillah selalu kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini
guna memenuhi tugas kami untuk mata kuliah Pengantar Ushul Fiqhi, dengan judul : “

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran maupun kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ushul Fikih


B. Objek Ushul Fikih
C. Tujuan Mempelajari Ushul Fikih
D. Ruang Lingkup dan Perbedaanya dengan Fikih

BAB III PENUTUP

A. Simpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ushul fiqh adalah pengetahuan mengenai berbagai kaidah dan bahasa yang menjadi
sarana untuk mengambil hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan manusia mengenai
dalildalilnya yang terinci. Ilmu ushul fiqh dan ilmu fiqh adalah dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Ilmu ushul fiqh dapat diumpamakan seperti sebuah pabrik yang mengolah
datadata dan menghasilkan sebuah produk yaitu ilmu fiqh.
Ilmu ushul fiqh bersamaan munculnya dengan ilmu fiqh meskipun dalam
penyusunannya ilmu fiqh dilakukan lebih dahulu dari ushul fiqh. Sebenarnya keberadaan fiqh
harus didahului oleh ushul fiqh, karena ushul fiqh itu adalah ketentuan atau kaidah yang harus
diikuti mujtahid pada waktu menghasilkan fiqhnya. Namun dalam perumusannya ushul fiqh
datang belakangan.
Menurut sejarahnya, fiqh merupakan suatu produk ijtihad lebih dulu dikenal dan
dibukukan dibanding dengan ushul fiqh. Tetapi jika suatu produk telah ada maka tidak
mungkin tidak ada pabriknya. Ilmu fiqh tidak mungkin ada jika tidak ada ilmu ushul fiqh.
Oleh karena itu, pembahasan pada makalah ini mengenai sejarah perkembangan dan
alirannaliran ilmu ushul fiqh. Sehingga kita bisa mengetahui bagaimana dan kapan ushul fiqh
itu ada. Penelitian ini menyelidiki sejarah perkembangan Ushul fiqh, aliran dalam ushul fiqh,
serta karya ilmiah pada bidang ushul fiqh.
Ushul Fiqh merupakan ilmu hukum islam di bidang amaliyah praktis; bidang kajian
usul fiqh merupakan persoalan yang praktis bukan dalam bidang tauhid/iktiqad, Ushul Fiqh
merupakan prosedur yang terukur bagi fuqaha dalam menjalankan istinbat hukum. Metode
yang digunakan fuqaha merupakan aplikasi satuan dalil tertentu dalam kasus hukum amaliyah
dengan nalar deduktif dan normatif.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ushul Fiqhi
2. Apa sajakah objek Ushul Fiqhi
3. Apa Tujuan mempelajari Ushul Fiqhi
4. Bagaimana Ruang lingkup dan Perbedaanya dengan fiqhi

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian Ushul Fiqhi
2. Untuk mengetahui Objek Ushul Fiqhi
3. Untuk mengetahui Tujuan mempelajari Ushul Fiqhi
4. Untuk mengetahui Ruang Lingkup dan Perbedaanya dengan fikih
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ushul Fikih

Ushul fiqih terdiri atas dua kata yang masing-masing mempunyai arti cukup luas, yaitu
ushul dan fiqih. Dalam bahasa arab kata ushul merupakan jama’ dari Ashal yang artinya
fondasi sesuatu.Sedangkan fiqih berarti pemahaman secara mendalam yang membutuhkan
pergerakan potensi akal atau ilmu yang menjelaskan tentang hukum syar’iyah yang
berhubungan dengan segala tindakan manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
diambil dari nash-nash yang ada, atau dari mengistinbath dalil-dalil syariat Islam.

Kata “ushul” yang merupakan jamak dari kata “ashal” secara etimologi berarti “sesuatu
yang dasar bagi yang lainnya”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ushul fiqh itu adalah
ilmu yang membawa kepada usaha merumuskan hukum syara’ dari dalilnya yang terinci.
Atau dalam artian sederhana: kaidah-kaidah yang menjelaskan cara-cara mengeluarkan
hukum-hukum dari dalil-dalilnya. Sebagai contoh didalam kitab-kitab fiqh terdapat ungkapan
bahwa “mengerjakan shalat itu hukumnya wajib”. Wajibnya mengerjakan shalat itulah yang
disebut “hukum syara’” Tidak pernah tersebut dalam Al-Qur;an maupun hadis bahwa salat itu
hukumnya wajib. Yang ada hanyalah redaksi perintah mengerjakan salat. Ayat Al-Qur’an
yang mengandung perintah salat itulah yang dinamakan “Dalil syara’”. Dalam merumuskan
kewajiban shalat yang terdapat dalam dalil syara’ ada aturan yang harus menjadi pegangan.
Kaidah dalam menentukannya, umpamanya “setiap perintah itu menunjukkan wajib”.
Pengetahuan tentang kaidah merumuskan cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara’
tersebut, itulah yang disebut dengan ‘Ilmu Ushul Fiqh”.

.Pengertian Ushul Fiqh dapat dilihat sebagai rangkaian dari dua kata, yaitu kata Ushul dan
Fiqh. Rangkaian kata Ushul dan kata Fiqh tersebut dinamakan dengan tarkib idlafah,
sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul bagi fiqh.1 Kata Ushul
adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut bahasa berarti :

‫ا أَْل عََل يُأبتَنَى مَا ُل أص رُه غأَي ِو أي‬

“Sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain ”

Berdasarkan pengertian Ushul menurut bahasa tersebut, maka Ushul Fiqh berarti sesuatu
yang dijadikan dasar bagi fiqh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ushul Fiqh
sebagai rangkaian dari dua kata ( idhafah ), secara sederhana berarti dalil-dalil bagi fiqh atau
dapat juga dikatakan ketentuan ketentuan umum bagi fiqh.

Fiqh menurut bahasa, berarti paham atau tahu secara mendalam. Fiqhi secara istilah
adalah ilmu tentang hukumhukum syara‟ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang
terperinci. Abdul Wahab Khallaf mendefinisikan fiqih adalah Kumpulan hukum-hukum
syara‟ mengenai perbuatan dari dalildalilnya yang terperinci. Yang dimaksud dengan
dalildalilnya yang terperinci, ialah bahwa satu persatu dalil, baik dari al-Qur`an maupun al-
Hadis menunjuk kepada suatu hukum tertentu, seperti firman Allah menunjukkan kepada
kewajiban shalat. Dengan penjelasan pengertian fiqh seperti tersebut di atas, maka pengertian
Ushul
Fiqh sebagai rangkaian dari dua buah kata, yaitu dalil-dalil bagi hukum syara‟ mengenai
perbuatan dan aturan-aturan/ketentuan-ketentuan umum bagi pengambilan hukum-hukum
syara‟ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Pengertian ushul fiqh secara terminology menurut Abdul Wahhab Khallaf adalah ilmu
tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana untuk
memperoleh hukum-hukum syara‟ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.
Maksud dari kaidah-kaidah itu dapat dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-hukum
syara‟ mengenai perbuatan, yakni bahwa kaidah-kaidah tersebut merupakan cara-cara atau
jalan-jalan ( masalik ) yang harus ditempuh oleh mustanbith untuk memperoleh hukumhukum
syara'. Muhammad Abu Zahrah menjelaska didasarkan kepadanya, dengan menentukan ‘illat
yang dijadikan dasar ditetapkannya hukum serta
kemaslahatankemaslahatan yang dikehendaki oleh syara‟. Oleh karena itu Ilmu Ushul Fiqh
dapat juga dikatakan dengan redaksi lain : “Kumpulan kaidah-kaidah yang menjelaskan
kepada faqih (ahli hukum Islam) cara-cara mengeluarkan hukum-hukum dari dalil-dalil
syara‟.

Dengan demikian, Ushul al-Fiqih bisa dijelaskan sebagai kaidah yang mendasari
diraihnya potensi (kemampuan) kaidah yang menguasai hukum-hukum perbuatan (al-ahkam
al- „amaliyyah) dari dalil-dalil kasus perkasus (al-adilah attafshiliyyah). Karena itu fiqih juga
disebut sebagai koleksi (majmu’) hukum-hukum syariat yang berkaitan dengan perbuatan
mukallaf dan diambil dari dalil-dalilnya yang tafshili.

Pengertian Ushul Fiqhi secara Idhofah

Pengertian Ushul fiqh secara idhofah berarti penggabungan antara ushul dan fiqh
sebagaimana pendapat mayoritas ulama ushul bahwa

‫ والفقه ما يبتني عليه األدلة‬،‫األصل ما يبتني عليه الفقه‬

‫والفقه هو العلم باألحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية‬


Penjelasan dari definisi sebagai berikut:

1. Al-Ilmu

Al-ilmu berkedudukan sebagai jenis dari definisi, dan segala yang ada setelahnya adalah qayd
(rantai) untuk menghindari dari definisi selain fiqh.

‫العلم هو مطلق اإلدراك الشامل للتصور و التصديق‬

Ilmu adalah Pengetahuan mutlak yang mencakup konsepsi dan pembenaran 2.

Al-ahkam

Al-ahkam menjadi qayd awwal (rantai pertama) untuk menghindari dari pengertian selain
hukum.

‫واألحكام جمع حكم وهو إسناد أمر إلى آخر إيجايا أو سلبا مما هو معروف بينهم بالنسبة التامة أو القضية أو النسب الجزئية‬

Ahkam jama’ dari hukum yaitu penopang suatu persoalan pada persoalan lain apakah ia
benar atau tidak sebagaimana yang telah diketahui atau dijelaskan ulama dengan landasan
yang sempurna.

3. Al-Syar’iyyah

Al-Syar’iyyah menjadi qayd tsani (rantai kedua) untuk menghindari hukum yang selain
hukum syar’i.

‫ الشرعية تعني المأخوذ من الشرع أي من أدلتها‬al-Syar’iyyah berarti pengambilan dari dalil syar’i. jika

lebih dirincikan definisi bisa menjadi

‫العلم باألحكام المستفادة من أدلة الشرع من أدلتها‬

Ilmu tentang hukum yang diambil dari dalil syar’i dari dalil-dalil tentang hukum tersebut
4. Al-‘amaliyyah

Al-‘amaliyyah menjadi qayd tsalis (rantai ketiga) untuk menghindari yang selain ‘amaliah
seperti tentang keyakinan (I’itiqadiyah) yang dalam substansinya termasuk ilmu kalam.

‫المراد بالعملية يعني المتعلقة بكيفية العمل كالصفة القائمة نحو الوجوب و الندب و الحرمة أو كالعمل القلبي نحو النية‬
‫الصالة‬. ‫في‬
‫فالنية في الصالة عمل وكيفية العمل هو الوجوب‬

Maksud dari ‘amaliyah disini yaitu yang berhubungan dengan sifat hukum itu seperti wajib,
sunnah, dan haram. atau bisa juga pekerjaan hati seperti niat dalam shalat yang bersifat wajib.

5. Al-muktasab

Al-muktasab menjadi qayd rabi’ (rantai keempat). Rantai keempat ini disandarkan kepada
ilmu karena al-ahkam muannats. Qayd rabi’ ini untuk menghindari ilmu Allah SWT yang
memang tidak dapat diperoleh selain dengan wahyu.

‫المكتسب هو الحاصل بعد أن لم يكن أو هو المأخوذ من األدلة‬

Maksud dari muktasab disini yaitu hasil yang didapat setelah sebelumnya tidak ada, ini
bermaksud bahwa diambil dari dalil-dalil.

6. Al-Adillah

Al-adillah menjadi qayd khomis (rantai kelima) untuk menghindari yang telah diketahui
tanpa ilmu. Terutama ilmu Nabi SAW karena pengetahuannya berdasarkan dengan wahyu.
Dan menghindari juga pengetahuan seorang muqallid (yang hanya mengikuti) karena mereka
tidak berijtihad untuk mendapatkan hukum dari dalil.

7. Al-Tafsiliyyah

Al-tafsiliyyah tidak termasuk kepada qayd menurut sebagian ulama karena al-tafsiliyyah
bermakna hukum-hukum yang terperinci. Adapun hukum yang ijmaliyah (umum) sudah jelas
kedudukannya di dalam nash al-qur’an seperti kewajiban shalat.

‫التفصيلية تعني أدلة األحكام المفصلة المعينة‬

Al-Tafsiliyyah berarti dalil-dalil hukum yang terperinci dan tertentu

Pengertian Ushul Fiqhi secara Laqab

Adapun pengertian ushul fiqh secara laqab terbagi menjadi dua golongan yang
mendefinisikan. Yang pertama, kelompok yang mendefinisakn dengan qa’idah dan dalil.

Yang kedua, kelompok yang mendefinisikan dengan qa’idah , dalil, pengetahuan dan
intuisinya sendiri.

Definisi dari kelompok pertama yaitu:


1. Al-Mustasyfa Imam Al-Ghazali

‫عبارة عن أدلة هذه األحكام (أي الفقهية) و عن معرفة داللتها على األحكام من حيث الجملة ال من حيث التفصيل‬

Konsepsi dalil-dalil hukum fiqh dan pemahaman dalil-dalilnya secara umum bukan secara
terperinci

2. Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam Al-Amidi

‫أدلة الفقه و جهات دالالتها على األحكام الشرعية و كيفية حال المستدل بها من جهة الجملة ال من جهة التفصيل‬

Dalil fiqh dan sudut pandang dalilnya dari sisi hukum syar’i dan cara mencari dalil dari sudut
pandang umum bukan dari yang terperinci

3. Al-Mahsul Imam ar-Razy

‫عبارة عن مجموع طرق الفقه على سبيل اإلجمالي و كيفية اإلستدالل بها و كيفية حال المستدل بها‬

Konsepsi tata cara fiqh pengambilan dalil secara umum

Definisi dari kelompok kedua yaitu:

1. Al-Minhaj fi al-Wushul al-Baidawi

‫ و كيفية اإلستفادة منها و حال المستفيد‬،‫معرفة دالئل الفقه إجماال‬

Mengetahui dalil-dalil fiqh secara umum (keseluruhan) dan tata cara pengambilan dalil dan
kondisi mustafid/mustanbit (pengambil kesimpulannya).

2. Syarh Mukhtashol al-Muntaha

‫العلم بالقواعد التى يتوصل بها إلى استنباط األحكام الشرعية الفرعية من أدلتها التفصيلية‬

Pengetahuan tentang qaidah-qaidah yang dengannya sampai pada istinbat hukum syar’i yang
terperinci dari dalil-dalil yang terperinci juga.

3. Irsyad al-Fuhul al-Syaukani


‫إدراك القواعد التى يتوصل بها إلى استنباط األحكام الشرعية الفرعية من أدلتها التفصيلية‬

Pemahaman qaidah yang degannya bisa menyimpulkan hukum syar’iyyah far’iyyah (hukum
yang rinci) dengan dalil-dalil yang terperinci juga.

Dari definisi-definisi di atas mesti terdapat dari tiap definisi 3 (tiga) unsur berikut, yaitu:
1. Al-adillah (dalil-dalil)
2. Al-Istinbat li al-Fiqh Minha (Pengambilan kesimpulan untuk fiqh dari dalil-dalilnya)
3. Qawa’id li Kayfiyati Istinbat al-Fiqh min al-Adillah (Kaidah untuk tata cara
menemukan kesimpulan hukum fiqh dari dalil-dalilnya)

B. Objek Ushul Fikih

Berdasarkan definisi-definisi ushul fiqh yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat


dipahami bahwa objek kajian dalam ilmu ushul fiqh terdiri atas dua pembahasan utama, yaitu
: dalil-dalil syara’(nashs alquran dan sunnah ) dan hukum-hukum syara’ (al-ahkam). akan
tetapi, jika diperinci lebih jauh, maka kita dapat berkata, objek kajian ilmu ushul fiqh terdiri
atas beberapa pembahasan, yaitu sebagai berikut :
1. Sumber dan dalil hukum. Dalam konteks ini, objek kajian ushul fiqh tidak hanya
berbicara tentang alquran dan sunnah dari segi kedudukannya sebagai sumber hukum,
tetapi juga mencakup bentuk-bentuk lafalnya, tingkat kepastian dan ketidapastian
tunjukan maknanya (qath’I ad –dalalah Dan zhanni ad-dalalah ) dan lain-lain.
Disamping itu, berkaitan dengan dalil-dalil hukum ushul fiqh membahas pula dalil-
dalil yang disepakati para ulama, seperti: ijma, dan qiyas, dan dalil-dalil yang tidak
terdapat kesepakatan diantara mereka, seperti: istihsan mashlahah mursakag, istishab,
‘urf, dan syar’u man qoblana. Bahkan dalam membahas sumber dan dalil-dalil syara’
ini, berkaitan pula dengan persoalan pertentangan antara dalil (ta’arudh al -adillah).

2. Kaidah-kaidah dan cara menerapkan kaidah tersebut kepada sumber dan dalil hukum.

3. Mujtahid atau ijtihad. Untuk menerapkan kaidah-kaidah pada dalil hukum secara
benar. Harus dilakukan oleh orang yang ahli. Orang yang ahli disebut mujtahid.
Karena itu, ushul fiqh membahas kriteria dan persyaratan mujtahid dan tingkatan
ijtihad yang dihasilkannya. Lebih dari itu, dibahas pula tentang orang-orang yang
tidak berwenang melakukan ijtihad dan peran yang dapat dimainkannya dalam
lingkaran hukum, sehingga ada pula pembahasan tentang orang awam dan taqlil.

C. Tujuan Mempelajari Ushul Fikih

Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan dari mempelajari ilmu ushul Fiqh adalah
menerapkan kaidah-kaidah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk
menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi, berdasarkan kaidah-kaidahnya dan
bahasan-bahasannya maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan hukum yang menjadi
dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat menghilangkan kesamaran lafadz yang
samar dapat diketahui. Selain itu juga diketahui juga dalil-dalil yang dimenangkan ketika
terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lainnya.

Termasuk menetapkan metode yang paling tepat untuk menggali hukum dari sumbernya
terhadap sesuatu kejadian konkret yang belum terdapat nashnya dan mengetahui dengan
sempurnya dasr-dasar dan metode para mujtahid mengambil hukum sehingga terhindar dari
taqlid. Ilmu inipun juga membicarakan metode penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa
atau tindakan yang secara pasti tidak ditemui nashnya, yaitu denganjalan Qiyas istishab, dan
lain sebagainya.

Menurut Khudhari Beik dalam kitab ushul fiqihnya merinci tujuan ushul fiqih sebagai
berikut :

1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar


mampu menggali hukum syara’ secara tepat.
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui bermetode
yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan berbagai
persoalan baru yang muncul.
3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum.
Ushul fiqih menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang
mereka gunakan.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat melakukan
tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan
pendapatnya.

Jadi, disini ilmu ushul fiqh memberi pengetahuan kepada umat Islam tentang system
hukum dan metode pengambilan hukum itu sendiri. Dengan demikian diharapkan umat islam
akan terhindar dari taqlid atau ikut pada pendapat seseorang tanpa mengetahui dalil dan
alasan-alasannya.

`Ushul fiqh juga sangat penting bagi umat Islam, karena disatu pihak pertumbuhan
nash telah terhenti sejak meninggalnya nabi, sementara dipihak lain,akibat kemajuan sains
dan teknologi, permasalahan yang mereka hadapi kian hari kian bertambah. Kehadiran sains
dan teknologi tidak hanya dapat membantu dan membuatkehidupan manusia menjadi mudah,
tetapi juga membawa masalah-masalah baru yang memerlukan penanganan serius oleh para
ahli dengan berbagai bidangnya. Penggunaan produk-produk teknologi maju itu, atau
pergeseran nilai-nilai social sebagai akibat modernisasi, langsung atau tidak langsung telah
pula membawa pengaruh yang cukup berarti terhadap praktik-praktik keagamaan (Islam). Hal
ini antara lain terlihat disekitar perkawinan, warisan dan bahkan ibadat sekalipun. sebagai
contoh dalam permasalahan pernikahan misalnya, ditemui kasus-kasus baru seperti akad
nikah lewat telepon, penggunaan alat-alat kontrasepsi KB, harta pencarian bersama suami
istri dan lain sebagainya secara tekstual tidak ditemui jawabannya dalam Al-Kitab AsSunnah.

Apakah hal ini berartiIslam tidak mau bicara mengenai hal tersebut sehingga masalah
ini tidak masuk dalam permasalahan hukum Islam? Disinilah peran ulama ahli hukum Islam
dan para intelektualnya agar supaya mereka mampu merepresentasikan Islam untuk semua
bidang kehidupan manusia, mereka dituntut untuk mencari kepastian itu dengan mengkaji dan
meneliti nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara cermat dan intens
dengan alat yang digunakan yakni Ushul Fiqh. Yang juga perlu dipahami bersama adalah
bahwa ilmu Ushul Fiqh tidak hanya berguna bagi para Mujtahid atau ahli hukum saja, akan
tetapi bagi semua orang Islam untuk mencari kepastian hukum bagi setiap masalah yang
mereka hadapi sekalipun tidak sampai ketingkat Mujtahid mereka akan sebagagai muttabi’.
Mengikuti pendapat para ahli dengan mengetahui dalil dan alasannya.

Secara umum tujuan Ushul Fiqh adalah untuk mengetahui dalil-dalil penetapan
hukum syara’ tentang perbuatan orang mukallaf, seperti hukum wajib, haram, mubah, sah
atau tidaknya sesuatu perbuatan dan lain-lain.

Tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari ilmu Ushul Fiqh ialah untuk dapat
menetapkan kaidah-kaidah terhadap dalil-dalil syara’ yang terinci agar sampai kepada
hukum-hukum syara’ yang bersifat amali, yang ditunjuk oleh dalil-dalil itu, dalam kaidah
Ushul serta bahasanya itu dapat dipahami nash-nash syara’ dan hukum yang terkandung
di dalamnya.

Para ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa Ushul Fiqh merupakan salah satu sarana untuk
mendapatkan hukum-hukum Allah sebagaimana yang di kehendaki oleh Allah dan Rasul-
Nya, bahkan yang berkaitan dengan masalah akikah, ibadah, mua’malah, maupun akhlak.
Dengan kata lain, Ushul Fiqh bukanlah sebagai tujuan melainkan sebagai metode, sarana atau
alat. Sebagai contoh dalam hal ini penetapan hukum asal dari larangan itu hukumnya haram,
yang terdapat pada Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168 :

‫ٰي َآ يُّـَها الَّناُس كُلُْو ا ِمَّم ا فِي األ ْر ِض َح ٰل ًال َط يِـًبا َو َال تَتـَِّبعُْو ا ُخ ُطَو اِت الَّش ْيٰط ِن قلى اَِّنه َلكُـْم َعد ُو ُّم ـبِْي ن‬
“hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Karena sesungguhnya setan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.” (QS Al-Baqarah : 168)
Ayat diatas adalah perintah yang hukumnya wajib bagi seluruh umat Islam untuk
memakan harta yang halal dan bergizi. Lalu, pada ayat tersebut terdapat kalimat yang artinya
“Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan”. Kalimat itu adalah larangan maka
haram hukumnya bagi orang yang beriman mengikuti pola hidup dengan sistem yang
dibentuk dan dibangun oleh setan. Kaitannya dengan makanan yang dimaksud dengan pola
hidup setan adalah menikmati harta benda hasil korupsi, manipulasi, menipu, merampok, dan
bentuk kejahatan lainnya.

Sedangkan contoh yang ada pada hadis Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam adalah sebagai berikut

‫فُِر َض ِت الَّصالَةُ َعلَى الَّنب ِِي َص َّلى الُل َع لَْيه َو َس َّلَم لَْيَلَة اُْس ِر َي بِِه َخ ْمِس ْيَن ثُـَّم نُـِقَص ْت َح تَّى ُج ِع َلْت َخ ْم ًسا ثُـَّم‬
, ُ‫ يَا ُمَحَّم د‬, ‫نُْو ِدَي‬

‫ َو اَِّن لََك بِـٰه ِذِه الَخ ْم ِس َخ ْمِس ْيَن‬, ‫اَِنهُ َال يُـَبدَُّل اْلَقْو ُل َلدََّي‬
“Telah difardhukan shalat kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Pada malam Isra’
sebanyak lima puluh kali, kemudian dikurangi hingga lima kali, kemudian Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wasallam. Dipanggil, “Hai Muhammad, keputusan-Ku tidak dapat diganggu gugat,
dan dengan shalat lima waktu ini, engkau tetap memperoleh pahala sebanyak lima puluh
kali.” (HR. Ahmad, Imam An-Nasa’i, Imam Tirmidzi dan dinyatakan hadis ini shahih)
Dengan hadis tersebut, asal dari hukum wajib itu adalah perintah dari Allah Subhanahu

Wata’ala tentang shalat lima waktu, yang didapat oleh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pada
perjalanan malam Isra’. Kaitannya dengan shalat lima waktu, Al-Qur’an menjelaskan dalam
surat Al-Isra ayat 78 :

‫اَِقِم الَّص ٰل وةَ ِلدُ لُْو ِك الَّشْم ِس اِٰل ى َغَش ِق الَّْيِل َو قُْر ٰا ِن اْلَفْج ِر ج اَِّن قُْر ٰا َن اْلفَْج ِر َك اَن َم ْش ُهْو دًا‬
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah
pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS Al-Isra :
78)
Pada ayat diatas terdapat kata (‫ )أقم‬yang merupakan fi’il amr, maka kaidah Ushul
Fiqhnya pun sama dengan kata (‫( )فرض‬fardhu), yaitu kata kerja perintah. Ayat tersebut
menetapkan kewajiban shalat ketika matahari tergelincir, yakni dhuhur dan ashar, kemudian
shalat ketika matahari terbenam menuju gelap, yakni maghrib dan isya’, serta shalat fajar
yakni shalat subuh. Demikian yang dimaksud shalat wajib lima waktu yang telah
diperintahkan oleh Allah kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. dan seluruh umatnya.

Menjelaskan bahwa ada beberapa tujuan mempelajari Ushul Fiqh, antara lain:

a. Mengetahui dasar mujtahid masa silam dalam membentuk fiqh nya, sehingga dapat
diketahui kebanaran pendapat fiqh yang berkembang. Dengan pengetahuan ini, maka akan
memberi ketenangan dalam mengamalkan pendapat mereka.

b. Memahami ayat-ayat ahkam dan hadis ahkam dan mampu mengistinbat suatu
hukum yang berdasar kepada keduanya. Begitu pentingnya ilmu ushul fiqh, maka pantas
dan wajar jika ulama terdahulu lebih mengutamakan studi ushul fiqh dibanding fiqh.
Karena dengan ushul fiqh seseorang mampu memproduk fiqh.

c Mampu secara benar melakukan perbandingan mazhab fiqh, studi komparatif di antara
pendapat ulama fiqh dari berbagai mazhab. Karena ushul fiqh merupakan alat untuk
melakukan perbanding- an mazhab fiqh.

Tujuan-tujuan mempelajari ushul fiqh hasil rumusan para ulama ushul di atas pada
kliksnya bermuara kepada satu tujuan tertinggi, yaitu memelihara agama Islam dari
penyimpangan dan penyalahgunaan dalil-dalil syara', sehingga terhindar dari kecerobohan
yang menyesatkan. Selain tujuan mempelajari Ushul Fiqh di atas, terdapat beberapa
tujuan lainnya:

a. Untuk mengaplikasikan kaidah-kaidah dan teori-teori ushul fiqh terhadap dalil-dalil


yang spesifik untuk menghasilkan hukum syarak yang dikehendaki oleh dalil tersebut.

b. Adanya dalil-dalil yang dimenangkan ketika terjadi pertentangan antara satu dalil
dengan dalil yang lainnya.
c. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu
menggali hukum syarak secara tepat.

d. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syarak melalui metode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan berbagai persoalan baru
yang muncul.

e. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum.


Ushul fiqh menjadi tolok ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.

f. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka
gunakan.

g. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga para pemerhati hukum Islam dapat melakukan seleksi
salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan mengemukakan pendapatnya.

D. Ruang Lingkup dan perbedaannya dengan Fikih

Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama berbagai definisi yang dipaparkan oleh
para ulama ahli ilmu Ushul Fiqh dapat diketahui ruang lingkup kajian (maudhu’) Dari Ushul
fiqh secara global diantaranya :

• Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.


• Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
• Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
• Syarat-syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid) dengan berbagai
permasalahannya.

Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa Ruang lingkup kajian Ushul fiqh ada 4, yaitu :

• Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah /hasil) yang dicari
oleh ushul fiqh.
• Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena semuanya ini
adalah mutsmir (pohon).
• Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ini adalah thariq
alistitsmar (jalan / proses pembuahan). Penunjukkan dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah
bil manthuq (tersurat),dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bildharurat
(kemadharatan), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul (makna rasional).
• Mustatsmir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum berdasarkan
dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalahmuqallid yang wajib mengikuti
mujtahid, sehingga harus menyebutkan syarat-syarat muqallid dan mujtahid serta
sifat-sifat keduanya.

Ada beberapa hal yang menjadi fokus dalam Ruang lingkup kajian ilmu Ushul Fiqih, di
antaranya:

1. Tafsir al-Usul

Ini berkaitan dengan prinsip-prinsip interpretasi Al-Qur'an dan Hadis. Ushul Fiqih
membantu dalam memahami metode tafsir yang benar dan cara mengaplikasikannya dalam
merumuskan hukum.

2. Qawa'id al-Fiqhiyyah

Ini merujuk pada prinsip-prinsip umum yang menjadi landasan bagi hukum-hukum
khusus. Contohnya termasuk prinsip larangan melakukan kerusakan (dharar) atau prinsip
mempermudah (taysir) dalam hukum Islam.

3. Adab al-Ijtihad
Ushul Fiqih juga membahas etika dan prosedur yang harus diikuti oleh seorang mujtahid
(ahli hukum Islam) dalam melakukan ijtihad atau penalaran hukum.

4. Konsep-konsep Metodologi Perumusan Hukum

Ini mencakup penerapan metode analitis dan logika dalam merumuskan hukum-hukum
Islam, serta cara memutuskan antara berbagai pendapat ulama yang berbeda. Ushul Fiqih
adalah landasan penting dalam pengembangan dan penerapan hukum Islam. Dengan
memahami prinsip-prinsip dasar ini, cendekiawan Islam dapat merumuskan hukum-hukum
yang akurat, relevan, dan sesuai dengan semangat ajaran Islam. Melalui Ushul Fiqih, umat
Islam dapat mengakses hukum-hukum yang diambil dari sumber-sumber utama dengan
metode yang beralasan dan beretika.

ruang lingkup dalam kajian ilmu fiqh menjadi 6 bidang, yakni:

• Fiqih Ibadah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan bidang


Ubudiyah. Mulai dari shalat, puasa, hingga ibadah haji.
• Ahwal Syakhsiyah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan
kehidupan keluarga. Mulai dari perkawinan, nafkah, perceraian, hingga ketentuan
nasab.
• Fiqih Muamalah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan
hubungan sosial di antara umat Islam, dengan konteks bidang ekonomi dan jasa.
Mulai dari gadai barang, jual-beli, hingga sewa-menyewa.
• Fiqih Jinayah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan
sanksisanksi atas tindak kejahatan kriminal. Mulai dari hudud, diat, hingga qiyas.
• Fiqih Siyasah, yakni ketentuan-ketentuan yang berkenaan pada hubungan warga
negara pada suatu pemerintahan negara. Biasanya, cenderung berhubungan pada
politik dan birokrasi pemerintahan suatu negara.

• Ahlam Khuluqiyah, yakni ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan pada


bagaimana etika pergaulan seorang muslim dalam tatanan kehidupan sosial.

Perbedaan Fiqih dan Ushul Fiqih


Meskipun namanya hampir sama, tetapi antara ilmu fiqh dan ushul fiqih itu memiliki
perbedaan dari segala sudut pandang. Singkatnya, ilmu fiqh adalah ilmu yang mempelajari
tentang persoalan hukum Islam yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, sedangkan
ushul fiqh adalah dalil-dalil fiqh yang menyeluruh untuk digunakan dalam pengambilan
kesimpulan hukum. Berikut ini ada beberapa perbedaan antara ilmu fiqh dan ushul fiqih.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dapat disimpulkan bahwa, Ushul fiqih terdiri atas dua kata yang masing-masing
mempunyai arti cukup luas, yaitu ushul dan fiqih. Dalam bahasa arab kata ushul merupakan
jama’ dari Ashal yang artinya fondasi sesuatu.Sedangkan fiqih berarti pemahaman secara
mendalam yang membutuhkan pergerakan potensi akal atau ilmu yang menjelaskan tentang
hukum syar’iyah yang berhubungan dengan segala tindakan manusia, baik berupa ucapan
atau perbuatan, yang diambil dari nash-nash yang ada, atau dari mengistinbath dalil-dalil
syariat Islam. Pengertian ushul fiqh secara terminology menurut Abdul Wahhab Khallaf
adalah ilmu tentang kaidah-kaidah dan pembahasan-pemhahasan yang dijadikan sarana untuk
memperoleh hukum-hukum syara‟ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci.

Objek kajian Ushul Fiqhi terdiri atas 3 yaitu, Sumber dan dalil hukum, Kaidah-kaidah dan
cara menerapkannya, dan Mujtahid atau ijtihad

Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan dari mempelajari ilmu ushul Fiqh adalah
menerapkan kaidah-kaidah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk
menghasilkan hukum syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi, berdasarkan kaidah-kaidahnya dan
bahasan-bahasannya maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan hukum yang menjadi
dalalahnya dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat menghilangkan kesamaran lafadz yang
samar dapat diketahui. Selain itu juga diketahui juga dalil-dalil yang dimenangkan ketika
terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lainnya.

Termasuk menetapkan metode yang paling tepat untuk menggali hukum dari sumbernya
terhadap sesuatu kejadian konkret yang belum terdapat nashnya dan mengetahui dengan
sempurnya dasr-dasar dan metode para mujtahid mengambil hukum sehingga terhindar dari
taqlid. Ilmu inipun juga membicarakan metode penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa
atau tindakan yang secara pasti tidak ditemui nashnya, yaitu denganjalan Qiyas istishab, dan
lain sebagainya.

Ruang Lingkup dalam kajian ushul fiqh terbagi menjadi 6 yaitu, Fikih Ibadah, Fikih
Muamalah, Fikih Jinayah, Fikih Siyasah, dan Ahlam Khuluqiyah.

B. Saran

Semoga makalah yang kami buat ini, dapat membantu teman-teman dalam perkuliahan
dan para pembaca dapat memahami mengenai Materi Ushul Fiqhi. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih memiliki banyak kekurangan untuk itu kami menerima masukan dan
kritikan dari pembaca sekalian untuk pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Usuf Fikih. Toha Putra, 1994. KHALLAF, Abdul Wahhab. Ilmu
Usuf Fikih. Toha Putra, 1994.

Deski, Ahmad. "Maqasid Syari’ah Menurut Abdul Wahab Khalaf." Al-Furqan 7.1 (2022):
203213.

FAIZIN, MUHAMMAD. IMPLEMENTASI MASLAHAH DALAM PEMIKIRAN POLITIK'ABD AL-


WAHHAB KHALLAF. Diss. UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA, 2006.

ABDUL'AL, Abdul Hayy. Pengantar Ushul Fikih. Pustaka Al Kautsar, 2014.


Repelita, Repelita. "Ruang Lingkup Kajian Ushul Fiqh." Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu
Hukum 6.2 (2011): 31-47.

Anda mungkin juga menyukai