Anda di halaman 1dari 4

107.

Karma

Hari itu, Juna melakukan sebagaimana yang Rayan perintahkan. Ia meletakkan kamera di tempat
tersembunyi dan mengantongi penangkap suara di seragamnya. Ia menghela nafas panjang,
mempersiapkan tubuh untuk menahan pukulan yang akan diterimanya. Karena seperti yang Rayan
katakan, ia akan melakukan kesalahan kecil untuk memancing reaksi mereka.

Satu, dua, tiga, hingga total ada 10 orang dengan 5 di antaranya melakukan kekerasan. Sedangkan yang
lainnya melontarkan kata-kata menyakitkan. Kali ini Juna hanya menunduk, namun ia tersenyum senang
di balik wajah sedihnya. Ia yakin dan percaya pada Rayan. Ia tahu bahwa setelah ini hidupnya akan
aman.

Tersisa beberapa orang lagi untuk diringkus. Namun jam sekolah sudah usai beberapa menit lalu. Jadi
Juna memutuskan untuk melanjutkan perekaman besok saja. Ia mengambil kamera yang tersimpan itu,
juga mengeluarkan penangkap suara yang ada di kantongnya. Dengan langkah pasti dan senyum yang
tersampir di wajahnya, pria muda yang bekerja sebagai petugas kebersihan itu pergi menemui Rayan
dan dua temannya. Ia yakin mereka sudah menunggunya di sana, di tempat yang mereka janjikan.

"Nah itu kak Juna sudah sampai!" ujar Ariela ceria. Rayan dan Alaska yang duduk di lantai teras gudang
langsung berdiri.

Juna berlari pelan menghampiri mereka. Dengan nafas terengah-engah, ia mengulurkan dua benda yang
diminta Rayan.

"Kakak sudah menangkap semuanya?"

Rayan mengerinyit saat Juna menggeleng pelan. Belum sempat ia bertanya, Juna lebih dulu
menjelaskan.

"Dua orang tidak hadir, sepertinya izin atau ada urusan. Sedangkan sisanya, aku tak sempat
mengambilnya. Karna waktu sekolah sudah habis. Jadi aku lanjutkan besok saja. Tak apa kan?"

Rayan tersenyum dan mengangguk pelan.

"Hm, tak apa. Aku akan mengurusnya. Untuk hari ini laporan atas mereka yang melakukan kekerasan
akan naik, dan video mereka yang mengucapkan kata-kata kasar akan tersebar. Kalau kakak penasaran,
pergilah ke warung internet terdekat pada pukul delapan malam nanti. Kakak akan tersenyum bahagia
setelah menderita sekian lama."

Juna tersenyum. Matanya tampak keruh. Dengan perasaan yang bergejolak, kepalanya tertunduk. Rayan
berjengit kaget saat pria muda itu ternyata menetaskan air mata. Ariela yang melihat hal itu tak kuasa
menahan rasa sedihnya. Ia berbalik dan menengadah. Takut air matanya ikut tumpah. Dengan senyum
lembut dan menenangkan, Rayan melangkah pelan dan merengkuh tubuh Juna.
"Mulai hari ini kakak bisa tidur tenang, terimakasih karena kakak sudah berusaha keras. Selebihnya
serahkan padaku. Aku bersumpah mereka akan mendapatkan karmanya."

Juna mengangguk cepat.

Malam itu berita tentang penganiayaan pada pekerja kebersihan sekolah tersebar di seluruh jagat
maya. Entah bagaimana caranya, Juna tak mengerti, tapi televisi pun ikut memberitakan ceritanya.
Syukurnya, nama dan identitas lainnya tak disebutkan di sana. Justru yang disebar adalah identitas
pelaku.

Juna tersenyum senang saat semua sosial media yang menyakitinya diserbu komentar pedas dan jahat
dari pengguna internet seluruh Indonesia.

"Mati saja kalian!"

"Kau pikir kau presiden atau apa? Jabatanmu tak setinggi itu hingga bisa menganiaya orang lain. Bahkan
presiden sekalipun akan kami kejar ke ujung dunia."

"Orang-orang seperti ini selalu menyampahi bumi, membayangkan aku menghirup oksigen yang sama
dengannya membuat nafasku sesak seketika."

"Apakah membunuh penjahat dikenakan pasal? Kalau tidak aku akan dengan senang hati
membunuhnya."

"Aku tahu siapa dia. Dia mengajar di SMAN 1 Gajah Putih. Kalau kalian melihatnya di jalan lempar saja
kepalanya dengan tomat busuk. Bukankah itu apa yang ia lakukan pada OB yang tak bersalah itu?"

Dan berbagai komentar pedas lainnya di setiap akun sosial media para pelaku terpampang nyata. Juna
menangkup wajahnya saat air mata tak bisa ia bendung. Akhirnya setelah sekian lama, ia akan hidup
dengan tenang dan bahagia. Ia telah terlepas dari beban yang selama ini dipikulnya.

***

"Kau akan berangkat kerja? Pagi sekali......"

Juna tersenyum lebar, dengan tawa renyah ia melangkah mendekati ibunya yang duduk di meja makan
sederhana rumah mereka, Ia lalu mengecup pipi yang sudah mengeriput itu dan duduk di salah satu
kursi di depannya.

"Kau sepertinya sedang bahagia. Ada apa?" tanya wanita yang sudah semakin tua usianya itu.

Juna menggeleng. Ia mulai menyendokkan nasi goreng yang menjadi menu sarapan mereka hari ini.

"Tidak ibu, aku biasa saja."

Wanita itu mengangkat kedua bahunya acuh.


"Orang zaman sekarang kenapa kelakuannya mirip setan semua ya?"

Sepasang ibu dan anak itu mengalihkan pandangan mereka pada seorang pria berkepala enam yang
berjalan pelan menuju meja makan dengan selembar koran yang tersampir di tangannya.

"Kenapa ayah?" tanya Juna bingung.

Pria tua yang dipanggil Ayah oleh Juna itu lalu menunjukkan koran yang sedang ia baca ia meletakkan
koran tersebut di meja dan mengangkat jari telunjuknya yang sudah mengeriput pada salah satu judul
berita.

"Coba lihat! ada seseorang yang bekerja sebagai petugas kebersihan di salah satu sekolah yang
mendapatkan perilaku tidak baik dari rekan kerjanya, baik itu guru maupun staf pegawai lainnya. Aku
langsung teringat padamu saat membacanya. Bagaimana aku tidak emosi coba? Seandainya hal ini
terjadi padamu, aku tidak akan menunggu polisi untuk menanganinya! aku sendiri yang akan membunuh
mereka."

"Tak perlu menunggu dirimu! jika itu terjadi pada anakku, maka aku saja sudah cukup untuk membunuh
mereka."

Juna dan ayahnya terkekeh pelan. Juna langsung sadar betapa sayangnya kedua orang tuanya padanya
ia tak bisa bayangkan bagaimana reaksi mereka seandainya mereka tahu bahwa orang yang beritanya
sedang mereka baca itu adalah dirinya, anak mereka sendiri.

Dengan senyum yang tak luntur di bibirnya, Juna lalu berujar pada kedua orang tuanya.

"Ayah dan Ibu tidak perlu khawatir aku selalu baik-baik saja dan akan selalu baik-baik saja. Orang-orang
seperti itu tidak akan ada dalam hidupku."

Sepasang anak Adam yang menua itu mengangguk yakin pada perkataan anak mereka.

Juna lalu pamit pada kedua orang tuanya untuk berangkat kerja. Ia tersenyum lebar dan mengangguk
pelan saat ibunya berpesan padanya untuk berhati-hati di jalan. Untuk pertama kalinya, Juna melangkah
keluar dari rumah tanpa rasa khawatir yang menghantui dirinya.

***

"Ini kamera dan penangkap suaranya. Lakukan seperti yang semalam. Hanya tersisa beberapa orang lagi
kan? Kalau bisa, kakak selesaikan hari ini juga agar urusan kakak dan mereka bisa secepatnya beres."

Juna mengangguk pasti. Ia lalu melangkahkan kakinya pergi setelah mengucapkan terima kasih pada
Rayan dan dua temannya.

Hari itu Juna mencoba melakukan hal yang sama. Hanya tersisa 9 orang lagi untuk diringkus. 9 orang ini
adalah orang yang paling ia benci. Juna akan pastikan mereka dikirim ke penjara atas apa yang telah
mereka perbuat padanya. Juna lalu meletakkan kamera di tempat tersembunyi yang tidak bisa diketahui
keberadaannya.
"Apa yang kau lakukan?"

Anda mungkin juga menyukai