Anda di halaman 1dari 7

0472

، ‫ ُم َتَخ ِّش ًعا ُم َتَر ِّس اًل‬، ‫ ُم َتَبِّذ اًل‬،‫ ُم َتَو اِضًعا‬- ‫ َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬- ‫ «َخ َرَج الَّنِبُّي‬: ‫ َقاَل‬- ‫ َر ِض َي ُهَّللا َع ْنُهَم ا‬- ‫ َعْن اْبِن َعَّباٍس‬- 472
‫ َو َأُبو َع َو اَنَة‬،، ‫ َو َصَّح َح ُه الِّتْر ِمِذُّي‬،‫ َر َو اُه اْلَخ ْم َس ُة‬. »‫ َلْم َيْخ ُطْب ُخ ْطَبَتُك ْم َهِذِه‬، ‫ َك َم ا ُيَص ِّلي ِفي اْلِع يِد‬، ‫ َفَص َّلى َر ْك َعَتْيِن‬،‫ُم َتَضِّر ًعا‬
‫َو اْبُن ِح َّباَن‬

472. Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, ia berkata, "Rasulullah Shalllallahu Alaihi wa Sallam
keluar dalam keadaan merendahkan diri, memakai pakaian usang dan penuh khusyu, perlahan-
lahan, dengan penuh pengharapan. Kemudian beliau shalat dua rakaat sebagaimana shalat Ied
dan beliau tidak melakukan khutbah sebagaimana khutbah kalian ini." (HR. Al-Khamsah dan
dishahihkan oleh At-Tirmidzi dan Abu Awanah dan Ibnu Hibban)

[Hasan: Abu Daud 1165]

‫ـــــــــــــــــــــــــــــ‬

[‫]سبل السالم‬

Penjelasan Kalimat

"Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, ia berkata, 'Rasulullab Shalllallahu alaihi wa Sallam
keluar (yaitu dari Madinah) dalam keadaan merendahkan diri, memakai pakaian usang (yakni
meninggalkan perhiasan dan berdandan sebagai bentuk sikap tawadhu' dan menunjukkan adanya
hajat) dan penuh khusyu' (khusyu' dalam suara dan pandangan seperti merendahkan badan)
perlahan-lahan (perlahan dan tidak terburu-buru dalam berjalan) dengan penuh pengharapan
(lafazh yang terdapat dalam riwayat Abu Dawud "Mutaadzdzilan, Mutawaadhi'an,
mutadharri'an. At-tadharru' adalah merendahkan diri disertai dengan permintaan yang sungguh-
sungguh dan penuh pengharapan, sebagimana yang disebutkan dalam An-Nihayah) Kemudian
beliau shalat dua rakaat sebagaimana shalat Ied dan beliau tidak melakukan khutbah
sebagaimana khutbah kalian ini (lengkapnya hadits ini dalam lafazh Abu Dawud, "Akan tetapi,
beliau tak henti-hentinya dalam do'a, merendahkan diri dan bertakbir, kemudian beliau shalat dua
rakaat sebagaimana shalat Ied.")

Tafsir Hadits

Hadits ini memberikan faidah bahwa shalat dilakukan setelah berdo'a, sedangkan lafazh yang
dibawakan oleh pengarang tidak secara jelas menyebutkan hal itu.

Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Khamsah dan dishahihkan oleh At-Tirmidzi, Abu Awanah dan
Ibnu Hibban. Dikeluarkan oleh Al-Hakim, Ad-Daraquthni dan Al-Baihaqi.

Hadits ini menunjukkan disyariatkannya shalat untuk meminta hujan sebagaimana pendapat
Ahlul Bait. Abu Hanifah berkata, "Tidak dilaksanakan shalat istisqa, tetapi yang disyariatkan
hanya do'a saja."
Kemudian mereka berbeda pendapat tentang pensyariatan shalat ini. Sekelompok ulama
mengatakan, "Shalat istisqa seperti shalat ied dalam takbir dan bacaannya." Ini nash dari Asy-
Syafi'i berdasarkan pada zhahir lafazh Ibnu Abbas. Yang lain berkata, "Hanya shalat dua rakaat
saja, tidak ada tambahan tentang tatacaranya lebih dari itu." Pendapat ini didukung oleh
sekelompok ulama dari Ahlul bait dan juga diriwayatkan dari Ali Alaihissalam. Pendapat ini juga
dikatakan oleh Malik, mereka semua berdalil dengan riwayat yang dikeluarkan oleh Al-Bukhari
dari hadits Ubadah bin Tamim, "Sesungguhnya beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam shalat
mengimami mereka dua rakaat." Sebagaimana yang akan dijelaskan pada hadits Aisyah
mendatang. Mereka mentakwili hadits Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud adalah persamaan
dalam rakaat tidak dalam sifat.

Takwil ini menjadi sangat tidak relevan karena Ad-Daraquthni mengeluarkan hadits dari Ibnu
Abbas,

»‫ َو َهْل َأَتاك‬، ‫«َأَّنُه ُيَك ِّبُر ِفيِهَم ا َسْبًعا َو َخ ْم ًس ا َك اْلِع يَدْيِن َو َيْقَر ُأ ِبَسِّبْح‬

"Sesungguhnya beliau bertakbir di dalam shalat istisqa sebanyak tujuh kali dan lima kali
sebagaimana shalat dua hari raya, beliau membaca Sabhihis dan Hal Ataka.”

Walaupun dalam sanadnya ada pembicaraan, tapi yang jelas ini menguatkan hadits bab ini.

Adapun Abu Hanifah, beliau berdalilkan dengan riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dan
At-Tirmidzi,

» ‫ اْس َتْس َقى ِع ْنَد َأْح َج اِر الَّز ْيِت ِبالُّدَعاِء‬- ‫ َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬- ‫«َأَّنُه‬

"Sesungguhnya beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam melakukan istisqa di Ahjar Al-Zait dengan
berdo'a." [Shahih: At Tirmidzi 557]

Abu Awanah mengeluarkan di dalam Shahihnya,

» ‫ َيا َر ِّب َيا َر ِّب‬:‫ ُاْج ُثوا َع َلى الُّر َك ِب َو ُقوُلوا‬: ‫ َقْو ٌم اْلَقْح َط َفَقاَل‬- ‫ َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬- ‫«َأَّنُه َش َك ا إَلْيِه‬

"Sesungguhnya sekelompok kaum melapor kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam


tentang paceklik, kemudian beliau bersabda, "Berdirilah di atas kendaraan dan ucapkanlah, "Ya
Rabb, Ya Rabb." [Dhaif Jiddan: Dhaif Al jami 146]

Hal ini dijawab bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melaksanakan shalat dua
rakaat, terkadang ia tinggalkan pada kesempatan lain. Hal ini menunjukkan tentang
kebolehannya.

Telah disebutkan dalam Al-Hadyu An-Nabawi macam-macam cata istisqa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam:

1) Keluarnya beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam ke tempat shalat dan berkhutbah.


2) Pada hari Jum'at di atas mimbar pada saat berkhutbah.

3) Istisqa beliau di atas mimbar Madinah, hanyalah istisqa saja tidak pada hari Jumat, dan tidak
disebutkan di sini beliau shalat.

4) Beliau istisqa dengan duduk di masjid dengan mengangkat kedua tangannya dan berdo'a
kepada Allah Ta'ala.

5) Sesungguhnya beliau istisqa di sisi Ahjar Az-Zait dekat dengan menara Az-Zaura, ini di luar
pintu masjid.

6) Sesungguhnya beliau istisqa dalam sebagian peperangannya, karena telah di dahului oleh
orang musyrik dalam menguasai tempat-tempat air.

Dan setiap permohonan yang beliau lakukan selalu memohon turunnya hujan.

Terjadi perbedaan pendapat dalam khutbah istisqa. Al-Hadi berpendapat bahwa tidak ada
khutbah di istisqa berdasarkan ucapan Ibnu Abbas, "Dan beliau tidak berkhutbah", kecuali tidak
diragukan bahwa beliau meniadakan khutbah yang menyerupai khutbah mereka, dan ia
menyebutkan apa yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan ada
tambahan dalam riwayat Abu Dawud, "Sesungguhnya beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam
menaiki mimbar," Secara zhahir, beliau tidak akan menaiki mimbar kecuali untuk khutbah.
Ulama yang lain mengatakan bahwa beliau khutbah seperti khutbah Jum'at, ini berdasarkan
hadits Aisyah yang akan datang dan hadits Ibnu Abbas. Kemudian mereka berbeda pendapat
apakah khutbah sebelum shalat atau sesudahnya. An-Nashir berpendapat dengan pendapat yang
pertama (sebelum shalat), dan Asy-Syafi'i berpendapat pada yang kedua (sesudah shalat).
Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Abu Awanah dan
Al-Baihaqi,

» ‫ َخ َرَج ِلاِل ْسِتْس َقاِء َفَص َّلى َر ْك َعَتْيِن ُثَّم َخ َطَب‬- ‫ َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬- ‫«َأَّنُه‬

"Sesungguhnya beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar untuk istisqa kemudian beliau shalat
dan setelah itu beliau khutbah." [Dhaif: Ibnu Majah 1284]

Sedangkan kelompok yang pertama berdalil dengan hadits Ibnu Abbas, dan telah kami sebutkan
lafazhnya. Kedua hadits ini mungkin dikompromikan, bahwa yang dimulai dengan khutbah
adalah do'a, maka sebagian rawi mengibaratkannya do'a dengan khutbah dan mereka
mencukupkan atas itu dan tidak meriwayatkan khutbah setelahnya. Rawi yang mendahulukan
shalat atas khutbah mencukupkan atas riwayat itu dan tidak meriwayatkan do'a sebelum shalat.
Ini adalah bentuk kompromi antara dua riwayat. Adapun do'a yang biasa dipanjatkan adalah
riwayat yang datang dari beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menjelaskan hal itu dan telah
jelas lafazh-lafazhnya yang dijadikan do'a oleh beliau.
0473

، ‫ َفَأَم َر ِبِم ْنَبٍر‬، ‫ ُقُح وَط اْلَم َطِر‬- ‫ َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم‬- ‫ «َش َك ا الَّناُس إَلى َر ُس وِل ِهَّللا‬: ‫ َقاَلْت‬- ‫ َر ِض َي ُهَّللا َع ْنَها‬- ‫ َو َعْن َعاِئَش َة‬- 473
‫ ُثَّم‬،‫ َفَك َّبَر َو َح ِم َد َهَّللا‬، ‫ َفَقَعَد َع َلى اْلِم ْنَبِر‬،‫ َفَخ َرَج ِح يَن َبَدا َح اِج ُب الَّش ْمِس‬،‫ َوَو َعَد الَّناَس َيْو ًم ا َيْخ ُرُج وَن ِفيِه‬،‫َفُوِضَع َلُه ِباْلُم َص َّلى‬
‫الَّرْح َمِن‬. ‫ {اْلَح ْم ُد ِهَّلِل َر ِّب اْلَعاَلِم يَن‬: ‫ ُثَّم َقاَل‬، ‫ َو َو َعَد ُك ْم َأْن َيْس َتِج يَب َلُك ْم‬،‫ َو َقْد َأَم َر ُك ْم ُهَّللا َأْن َتْدُعوُه‬، ‫ إَّنُك ْم َش َك ْو ُتْم َج ْد َب ِدَياِر ُك ْم‬: ‫َقاَل‬
، ‫ َأْنِزْل َع َلْيَنا اْلَغْيَث‬. ‫ َأْنَت اْلَغِنُّي َو َنْح ُن اْلُفَقَر اُء‬: ‫ الَّلُهَّم َأْنَت ُهَّللا اَل إَلَه إاَّل َأْنَت‬،‫ اَل إَلَه إاَّل ُهَّللا َيْفَعُل َم ا ُيِر يُد‬، ‫ َم اِلِك َيْو ِم الِّديِن‬. ‫الَّرِح يِم‬
‫ َو َقَلَب‬،‫ ُثَّم َح َّو َل إَلى الَّناِس َظْهَرُه‬،‫ َفَلْم َيَز ْل َح َّتى ُرِئَي َبَياُض إْبَطْيِه‬،‫َو اْج َعْل َم ا َأْنَز ْلت َع َلْيَنا ُقَّو ًة َو َباَل ًغ ا إَلى ِح يٍن ُثَّم َر َفَع ِبَيَد ْيِه‬
‫ َر َو اُه‬. » ‫ َو َبَر َقْت ُثَّم َأْم َطَر ْت‬، ‫ َفَأْنَش َأ ُهَّللا َتَعاَلى َسَح اَبًة َفَر َعَدْت‬، ‫ َفَص َّلى َر ْك َعَتْيِن‬، ‫ ُثَّم َأْقَبَل َع َلى الَّناِس َو َنَز َل‬،‫ َو ُهَو َر اِفٌع َيَد ْيِه‬،‫ِر َداَءُه‬
‫ َو ِإْس َناُد ُه َج ِّيٌد‬، ‫ َغ ِر يٌب‬: ‫ َو َقاَل‬،‫َأُبو َداُو د‬

473. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, "Orang-orang pernah mengadukan kepada
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam perihal tidak turun hujan, maka Rasulullah Shallallahu
alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membawa mimbar dan meletakkannya di tempat shalat
(tanah lapang) kemudian beliau menjanjikan kepada manusia untuk keluar pada suatu hari di
tempat itu maka keluarlah Rasulullah ketika nampak bayang-bayang matahari kemudian beliau
duduk di atas mimbar kemudian bertakbir dan membaca hamdalah kemudian beliau bersabda,
"Sesungguhnya kalian telah melaporkan kekeringan di rumah-rumah kalian dan Allah telah
memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya dan Dia telah menjanjikan kepada kalian
untuk mengabulkan doa kalian, kemudian beliau bersabda, "Segala puji bagi Allah Tuhan
Semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan,
Tidak ada Tuhan Selain Allah, Yang berbuat apa yang Dia inginkan, Ya Allah Engkaulah Allah
tidak ada tuhan selain Engkau, Engkau Maha Kaya sedangkan kami fakir turunkanlah kepada
kami hujan dan jadikanlah air hujan turun dengan kuat dan sampai kemanapun." Kemudian
beliau mengangkat tangannya dan tidak henti sampai mereka melihat putihnya ketiak beliau,
kemudian beliau memalingkan punggungnya kepada manusia dan membalik selendangnya,
sedangkan beliau masih mengangkat tangannya kemudian beliau menghadap ke manusia dan
turun dari mimbar kemudian beliau shalat dua rakaat maka Allah menggiring awan maka
muncullah petir dan kilat kemudian terjadilah hujan." (HR. Abu Dawud, ia berkata, "Hadits ini
gharib dan sanadnya bagus)

[Hasan: Abu Daud 1173]

‫ـــــــــــــــــــــــــــــ‬

[‫]سبل السالم‬

Syarah Kalimat

"Orang-orang pernah mengadukan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam perihal tidak
turun hujan (lafazh quhuth adalah bentuk mashdar -kata dasar- seperti juga lafazh Qahth) maka
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan untuk membawa mimbar dan
meletakkannya di tempat shalat -tanah lapang- kemudian beliau menjanjikan kepada manusia
untuk keluar pada suatu hari di tempat itu (yakni beliau menentukan harinya bagi mereka untuk
keluar) maka keluarlah Rasulullah ketika nampak bayang-bayang matahari kemudian beliau
duduk di atas mimbar (Ibnul Qayyim berkata, "Jika ini shahih, kecuali ada yang terbolak-balik
sedikit dari hadits ini) kemudian bertakbir dan membaca hamdalah kemudian beliau bersabda,
"Sesungguhnya kalian telah melaporkan kekeringan di rumah-rumah kalian dan Allah telah
memerintahkan kalian untuk berdoa kepada-Nya." (Allah Ta'ala berfirman, "Berdo'alah kepada-
Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu." (QS. Al-Mukmin: 60) " Dan Dia telah menjanjikan
kepada kalian untuk mengabulkan doa kalian" (sebagaimana tersebut dalam ayat pertama, dan
juga dalam firman-Nya, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa
apabila ia berdoa kepada-Ku." (QS. Al-Baqarah: 186).”Kemudian beliau membaca, "Segala
puji bagi Allah Tuban Semesta alam, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang" (ini adalah
dalil memulai khutbah dengan basmalah, bahkan dengan hamdalah, tidak ada riwayat yang
menjelaskan bahwa beliau membuka khutbahnya selain dengan tahmid.) 'Yang menguasai hari
pembalasan, Tidak ada Tuhan Selain Allah, Yang berbuat apa yang Dia inginkan, Ya Allah
Engkaulah Allah tidak ada tuhan selain Engkau, Engkau Maha Kaya sedangkan kami fakir
turunkanlah kepada kami hujan dan jadikanlah air hujan turun dengan kuat dan sampai
kemanapun." Kemudian beliau mengangkat tangannya dan tidak henti" (dalam riwayat Sunan
Abi Dawud "dalam posisi mengangkat tangan”) "Sampai mereka melihat putihnya ketiak beliau,
kemudian beliau memalingkan punggungnya kepada manusia" (dan beliau menghadap qiblat)
membalik dan memindahkan selendangnya sedangkan beliau masih mengangkat tangannya
kemudian beliau menghadap ke manusia (yakni menghadapkan wajahnya kepada mereka setelah
memalingkan punggungnya dari mereka) kemudian turun (dari mimbar) kemudian beliau shalat
dua rakaat, maka Allah menggiring awan, maka muncullah petir dan kilat, kemudan terjadilah
hujan (sempurnanya hadits ini ada di Sunan Abi Dawud, "Dengan izin Allah tidak pernah beliau
mendatangi pintu masjidnya sehingga mengalirlah air hujan, ketika beliau melihat cepatnya
mereka berlindung dari hujan, maka tertawalah beliau sampai terlihat gigi gerahamnya. Beliau
bersabada, "Aku bersaksi bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu dan aku
hanyalah Hamba Allah dan Rasul-Nya."

Hadits ini sempurnanya ucapan Abu Dawud, kemudian Abu Dawud berkata, "Penduduk
Madinah membacanya 'maaliki yaumiddiin'' jadi hadits ini adalah hujjah bagi mereka.

Di dalam ucapan, 'wa'adannas' (menjanjikan kepada manusia), menunjukkan bahwa lebih baik
segera menjelaskan tentang hari kepada manusia agar mereka merasa takut dan melepaskan diri
dari kezhaliman dan serupanya, sehingga mereka mau bertobat. Perkara-perkara ini wajib secara
mutlak kecuali sesungguhnya disertai dengan terjadinya kesulitan dan permintaan
melapangkannya dari Allah, maka ini mempersempit yang demikian. Telah datang dalam
riwayat Israiliyat, "Sesungguhnya Allah mengharamkan hujan bagi sebuah kaum, setelah mereka
keluar meminta istisqa karena di antara mereka ada seseorang yang bermaksiat."

Lafazh An-Nas mencakup seluruh orang muslim dan selainnya. Dikatakan, disyariatkan untuk
mengajak ahlu dzimmah (orang kafir yang dilindungi di negeri Islam) dan mereka dijauhkan dari
tempat-tempat shalat.

Tafsir Hadits

Dalam hadits ini ada dalil pensyariatan mengangkat tangan ketika berdoa, namun di dalam
istisqa mengangkat tangan ini lebih dianjurkan sehingga kedua tangan ini sejajar dengan wajah,
tapi tidak melampaui kepala. Mengenahi aturan mengangkat ke dua tangan ketika berdoa telah
disebutkan dalam beberapa hadits. Al-Mundziri telah mengarang dalam masalah ini dalam satu
juz kitab. An-Nawawi berkata, "Aku telah mengumpulkan dalam masalah ini tiga puluh hadits
dari Ash-Shahihain atau salah satu di antara keduanya. Kemudian beliau menyebutkan di akhir
bab tentang sifat shalat dari Syarah Al-Muhadzdzab. Adapun hadits Anas yang meniadakan
mengangkat kedua tangan selain di istisqa, maksudnya meniadakan berlebih-lebihan tidak
meniadakan seluruhnya. Adapun cara membalikan selendang, maka telah datang riwayat dari Al-
Bukhari, "Menjadikannya dari kanan ke kiri." Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah menambahkan,
"Menjadikannya dari kiri ke kanan." Dalam riwayat lain bagi Abi Dawud, "Sesungguhnya beliau
mengenakan selendang hitam, beliau hendak mengambil ujung bawahnya dan menjadikannya di
atas, dan ketika itu sulit bagi beliau, maka beliau membalikkannya dari pundaknya." Dan
disyariatkan juga bagi manusia untuk memindahkan apa yang bersama mereka berdasarkan
riwayat yang dikeluarkan oleh Ahmad dengan lafazh, "Dan manusiapun memindahkan apa yang
ada bersamanya." Al-Laits dan Abu Yusuf berkata, "Sesungguhnya memindahkan selendang itu
hanya dikhususkan bagi imam dan sebagian lain mengatakan hanya perempuan saja yang tidak
memindahkan." Adapun waktu memindahkan adalah ketika menghadap kiblat. Dalam riwayat
Muslim disebutkan, "Sesungguhnya ketika beliau mengginginkan untuk berdoa beliau
menghadap kiblat dan memindahkan selendangnya."

Semisal riwayat ini juga terdapat di Al-Bukhari.

Hadits ini juga menjadi dalil bahwa shalat istisqa ini dua rakaat, dan ini pendapat mayoritas
ulama. Al-Hadi mengatakan, "Empat rakaat dengan dua salam." Ia menghadapkan ucapannya
dengan dalil bahwa sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam istisqa pada hari
Jumat sebagaimana cerita Arab badui, dan Jumat itu dilakukan dengan dua khutbah, dan khutbah
ini menempati empat rakaat sama dengan empat rakaat shalat dan tidak ada keraguan dalam hal
ini. Bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melakukannya dua rakaat sebagaimana
yang Anda ketahui dari hadits ini dan juga hadits-hadits sebelumnya.

Ketika Al-Hanafiyah berpendapat tentang tidak disyariatkannya memindahkan selendang,


padahal hadits ini telah memberikan manfaat tersebut, maka pengarang memperkuat dalil tentang
memindahkan selendang ini dengan hadits berikut.

Anda mungkin juga menyukai