Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami
pembesaran,baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign
Prostatic Hiperplasia yang biasa disingkat BPH merupakan penyakit
tersering kedua dalam penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia.
Kelenjar periuretra mengalami pembesaran, sehingga jaringan prostat asli
terdesak ke perifer menjadi kapsul. BPH akan timbul seiring dengan
bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan. Selain
itu, penyebab pembesaran kelenjar prostat adalah bertambahnya zat
prostaglandin dalam jaringan prostat. Sedangkan zat yang dapat menghambat
pembentukan prostaglandin adalah zat beta sitosterol. Oleh karena itu,
kelenjar prostat dapat juga disembuhkan oleh beta sitosterol (Rowhrborm &
McConnell, 2002).
Menurut Price & Wilson (2006), BPH dianggap menjadi bagian dari
proses penuaan yang normal. Walaupun demikian, jika BPH menimbulkan
gejala yang berat dan tidak segera ditangani dapat menimbulkan komplikasi
yaitu pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang
air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang
selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, maka akan terjadi
hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal. Komplikasi lain yang mungkin terjadi pada penderita BPH yang
dibiarkan tanpa pengobatan yaitu yang pertama adalah trabekulasi atau terjadi
penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra vesika yang selalu tinggi
akibat obstruksi. Kedua sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos di antara
serat-serat detrusor.
Berdasarkan hasil penelitian Sampekalo et al. (2015) menunjukkan angka
kejadian BPH pada tahun 2009 terdapat 8 kasus (15,1%), tahun 2010
ditemukan 16 kasus (30,2%), tahun 2011 ditemukan 12 kasus (22,6%), tahun
2012 ditemukan 11 kasus (20,8%) dan tahun 2013 ditemukan 6 kasus
(11,3%), dengan total 53 kasus. Penderita yang mengalami BPH biasanya
mengalami hambatan pada saluran air seni atau uretra di dekat pintu masuk
kandung kemih seolah-olah tercekik, karena itu secara otomatis pengeluaran
air seni terganggu. Penderita sering kencing, terutama pada malam hari,
bahkan ada kalanya tidak dapat ditahan. Bila jepitan pada uretra meningkat,
keluarnya air seni akan makin sulit dan pancaran air seni melemah, bahkan
dapat mendadak berhenti. Akibatnya, timbul rasa nyeri hebat pada perut.
Keadaan ini selanjutnya dapat menimbulkan infeksi pada kandung kemih.

1.2 Rumusan Masalah


Pada makalah ini memiliki rumusan masalah yaitu “Bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan BPH?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
Benign Prostate Hyperplasia atau BPH
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui tentang anatomi dan fisiologi kelenjar prostat
2. Mengetahui tentang definisi BPH
3. Mengetahui tentang etiologi BPH
4. Mengetahui tentang klasifikasi BPH
5. Mengetahui tentang tanda dan gejala BPH
6. Mengetahui tentang patofisiologi BPH
7. Mengetahui tentang penatalaksanaan BPH
DAFTAR PUSTAKA
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: Egc, 4(2), 1127–1128.
Rowhrborm, C. G., & McConnell, J. D. (2002). Etiology, pathophysiology,
epidemiology and natural history of benign prostatic hyperplasia. Campbell’s
Urology, 37, 1297–1330.
Sampekalo, G., Monoarfa, R. A., & Salem, B. (2015). Angka kejadian LUTS
yang disebabkan oleh BPH di RSUP Prof. Dr. dr. RD Kandou Manado
periode 2009-2013. E-CliniC, 3(1).

Anda mungkin juga menyukai