Anda di halaman 1dari 5

TUGAS KELOMPOK

PENGANTAR ILMU HUKUM

Analisis Kasus Terkait Dengan Penemuan Hukum

Disusun oleh:

Lamanda Sheryl Aulia Harahap (202305000062)

Chelsea Frastica (202305000107)

Su Il Yi (202305000124)

Yohanes Marcell Saibasa Siregar (202305000106)

Abisatya Damar Pangestu (202305000009)

UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA

FAKULTAS HUKUM

2023
Kronologi Singkat Kasus :

Kami menyimpulkan bahwa terjadi suatu konflik penipuan dan/atau wanprestasi antara

beberapa pihak yang masih bersifat abu-abu. Dalam Direktori Putusan Mahkamah Agung,

dengan Nomor Katalog 4/Yur/Pdt/2018, Telah terbukti bahwa seorang Terdakwa melakukan

peminjaman uang sebesar Rp4.750.000,00 dari Wa Ode Ikra, seorang warga setempat yang

kini menjadi saksi korban. Peminjaman tersebut melibatkan suatu kesepakatan mengenai

waktu pengembalian uang yang telah ditetapkan. Terdakwa tidak memenuhi kewajibannya,

dan uang yang dipinjamkan tidak kunjung dikembalikan sesuai kesepakatan. Saksi korban,

Wa Ode Ikra, yang telah merasa terdzolimi dengan tindakan Terdakwa, tidak tinggal diam.

Berulang kali, dia melakukan upaya penagihan terhadap hutang tersebut, berharap agar

Terdakwa memenuhi kewajibannya. Namun, semua upaya tersebut tampaknya sia-sia karena

Terdakwa tetap tidak menepati janjinya.

Ketika kasus ini akhirnya dibawa ke persidangan, muncullah pembelaan dari Terdakwa.

Dalam pembelaannya, Terdakwa berpendapat bahwa konflik ini seharusnya dilihat sebagai

permasalahan dalam hubungan keperdataan antara mereka, bukan sebagai tindakan pidana.

Dengan penuh keyakinan, Terdakwa menyatakan bahwa penyelesaian kasus ini seharusnya

berada dalam ranah hukum perdata, bukan dalam wilayah hukum pidana. Puncaknya,

Terdakwa mohon pembebasan dari segala tuntutan hukum yang diajukan padanya. Dengan

argumen bahwa kasus ini lebih baik diselesaikan di ranah perdata dan bukan di koridor

hukum pidana, Terdakwa berharap dapat mendapatkan keadilan sesuai dengan

pandangannya.

Pada dasarnya, konsep perjanjian merupakan hubungan keperdataan yang diatur dalam

Burgerlijk Wetboek (B.W.). Wanprestasi, atau cidera janji, terjadi ketika seseorang tidak

memenuhi janji yang telah ditetapkan, sebagaimana diatur oleh Pasal 1365 B.W. Meski

demikian, dalam praktiknya, beberapa kasus melibatkan orang-orang yang dilaporkan ke


polisi karena tidak memenuhi janji, dengan pelapor merasa ditipu karena barang atau uang

telah diserahkan namun janji tidak dipenuhi. Kondisi ini menciptakan permasalahan hukum

terkait kapan seseorang dapat dianggap melakukan wanprestasi, sehingga penyelesaian

perkaranya berada dalam ranah perdata, dan kapan tindakan tersebut dapat dianggap sebagai

penipuan yang memerlukan penyelesaian perdata.

Dalam konteks permasalahan tersebut, Mahkamah Agung telah secara konsisten

berpendapat bahwa jika seseorang tidak memenuhi kewajiban dalam sebuah perjanjian yang

dibuat dengan sah dan tidak didasari oleh itikad buruk, tindakan tersebut tidak dapat dianggap

sebagai penipuan. Sebaliknya, Mahkamah Agung menegaskan bahwa hal tersebut merupakan

masalah keperdataan, dan oleh karena itu, orang tersebut seharusnya dibebaskan dari segala

tuntutan hukum.

Putusan-putusan Mahkamah Agung :

1. Menyatakan Terdakwa Ati Else Samalo alias Else binti W.A. Samalo tersebut diatas,

terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak

pidana;

2. Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari segala tuntutan hukum;

3. Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta

martabatnya

4. Menetapkan barang bukti berupa: 1 (satu) lembar kwitasi tanggal 15 Mei 2014

dikembalikan kepada saksi Wa Ode Ikra binti La Ode Mera;

5. Membebankan biaya perkara kepada negara;

Demikianlah diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Raha, pada hari Selasa tanggal 26 Januari 2016, oleh Ranto Indra Karta, S.H., M.H., sebagai

Hakim Ketua, Zainal Ahmad, S.H., dan Satrio Budiono, S.H., M.Hum., masing-masing
sebagai Hakim Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari dan

tanggal itu juga oleh Hakim Ketua dengan didampingi Hakim Anggota tersebut, dibantu oleh

Darwis, S.H., Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Raha, serta dihadiri oleh Usman La

Uku, S.H., Penuntut Umum dan Terdakwa didampingi Penasihat Hukumnya.

Aliran Penemuan Hukum dalam kasus ini :

Aliran yang digunakan oleh hakim adalah Airan Interessenjurisprudenz. Aliran ini

berpendapat bahwa undang-undanv tidak lengkap dan sumber hukum bukan hanya

undang-undang semata. Peran hakim tidak semata-mata menerapkan undang-undang, tapi

juga memperluas dan membentuk peraturan dengan putusan hakim.

Dalam kasus ini, korban mengatakan bahwa ia ditipu sementara penipuan ini dilakukan

dalam suatu perjanjian. Maka dari itu kasus ini bukanlah kasus penipuan, melainkan

wanprestasi di ranah perdata. Maka MA membedakan hal tersebut melalui suatu putusan

yang didalamnya memuat pembedaan penipuan dan wanprestasi. Tujuannya dibuat produk

hukum dalam kasus ini memperjelas perbedaan wanprestasu dan penipuan berdasarkan

itikad.

Metode Penemuan Hukum dalam kasus ini :

Terdapat dua metode dalam penemuan hukum, yaitu penafsiran hukum dan konstruksi

hukum. Dalam kasus ini, kami menyimpulkan bahwa metode hukum yang digunakan adalah

Metode Penafsiran Hukum dengan interpretasi komparatif atau perbandingan. Hal ini dapat

dilihat dari kasus tersebut yang membedakan antara kasus yang bersifat pidana dan kasus

yang bersifat perdata dengan dibedakan dari itikad sang pelaku dalam proses hukum acara.

Putusan Yang Mengikuti :

- Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1689 K/PID/2015

- Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 598 K/PID/2016


- Putusan MAHKAMAH AGUNG Nomor 1316 K/PID/2016

Kesimpulan :

Dalam kasus ini, terjadi konflik ranah pidana antara Terdakwa dengan Wa Ode Ikra terkait

peminjaman uang yang tidak kunjung dikembalikan sesuai kesepakatan. Terdakwa

berpendapat bahwa konflik ini seharusnya dilihat sebagai permasalahan dalam hubungan

keperdataan antara mereka, bukan sebagai tindakan pidana. Dalam putusan Mahkamah

Agung, Terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum karena perbuatan yang

dilakukannya bukan merupakan tindak pidana, melainkan masalah keperdataan. Mahkamah

Agung menegaskan bahwa jika seseorang tidak memenuhi kewajiban dalam sebuah

perjanjian yang dibuat dengan sah dan tidak didasari oleh itikad buruk, tindakan tersebut

tidak dapat dianggap sebagai penipuan. Hal tersebut merupakan masalah keperdataan, dan

oleh karena itu, orang tersebut seharusnya dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Dalam

kasus ini, metode penemuan hukum yang digunakan adalah metode penafsiran hukum dengan

interpretasi komparatif atau perbandingan, yang membedakan antara kasus yang bersifat

pidana dan kasus yang bersifat perdata dengan dibedakan dari itikad sang pelaku dalam

proses hukum acara.

Anda mungkin juga menyukai