Anda di halaman 1dari 17

LAMPIRAN

Lampiran data 1 tabel data interjeksi dalam novel Guru Aini karya Andrea Hirata.

Nomor Data
Data

1. “Oh, Oh Bang, adalah kita sudah sampai Ketumbi?”

2. “Oh, Pak Abu Sidik?”

3. “Oh, Ayah , esok aku akan menjadi guru yang sebenarnya! Akhirnya aku
bisa menjadi seperti Ibu Marlis!”

4. “Oh, bagaimana keadaan rumah dinasmu?”

5. “Oh, oke, oke, Bu Desi saja, Bu Desi”

6. “Oh, ini sepatu baru! Ingatlah kau janjiku tempo hari? Bahwa aku akan
mengganti sepatu jika telah kutemukan murid cerdas matematika.
Nah,kini murid kutemukan, Debut Deburudin! Sepatu baru, satu debut
yang baik untuk memulai tahap baru mengajar matematika!”

7. “Oh…. Baru tahu aku soal itu, terima kasih banyak untuk informasimu
yang sangat berharga itu, Nun”

8. “Sebab aku pintar menjahit dan memasak, Pak”. Sekedar mengucapkan


Oh saja, Guru Tabah tak bisa

9 “Oh, oh pernah, Lai, pernah!”

10 Oh, berarti esok aku masih boleh bertanya, ya, Bu?”

11 “Oh, Guru Desi”

12 “Oh!”
“Jika Jafarudin dan Nadirah merasa malu bertanya hal yang sama 2 kali,
Aini tetap tak tahu diri meski menanyakan hal yang sama 8 kali”

13 “Oh!Oh!”

“Murid lain mengangguk-angguk meski tak mengerti karena terlalu malu


dituduh bodoh. Aini berdiri dan berkata lantang, aku tak mengerti! Dia
tak pernah munafik , dan dia akan terus mengejar satu materi dia benar-
benar mengerti”

14 “Oh!Oh!Oh!”

15 Bu Laila juga guru matematika, jadi dia bisa menghitung dengan akurat
berapa kali dia harus menyebut Oh!

16 “Oh!Oh!Oh!Oh!” Guru Desi terpenyek di tempat duduk.

17 Oh, Guru! Katakan itu lagi, katakan sekali lagi kalimat ajaib itu; kalau
aku menjadi dokter nanti

18 “Oh, selamat! Berarti kau pandai mengajarnya, Desi!”

19 “Ooh…kau memang cerdas macam anakmu itu, Din”

20 “Oh, ini hari matematika yang sangat menyenangkan! Lihatlah, anak-


anakku, matematika tidaklah semenakutkan yang kalian sangka!
Matematika bisa sangat hebat sekaligus menyenangkan!”

21 “Oh, Guru Desi! Guru Desi!”

22 “Oh, iya, Bu”

23 “Oh, berarti kau memang berjiwa seni, Diah!”

24. Dia menoleh ke belakang dan terkejut “Oh! Oh! Ibu Desi! Ibu Desi”

25. “Oh, Ibu” Anissa terkejut.

26. “Oh, justru kaulah yang telah memperlihatkan dunia padaku, Aini.”

27. “Oh, Hebat sekali ini”


28. Oh, persoalan multivariant, matematika equilibrium tingkat lanjut, John
Nash.

29. “ Oh, Sila, Pak Cik, sila ambil saja” kata Aini

30 “Pulau Tan… Tan… Tanjong Hampar, Sampar… Hambar… Pulau


Tanjong Tampar. Oi! Kawan-kawan, apa ada yang pernah mendengar
nama Pulau Tanjong Tambar ni?”

31 “Oi, Pak! Aku susah selesai mengerjakan soal ini, Pak! Bangun, Pak!
Bangun!”

32. “Oi, Siapa yang dapat membantu Jelimat pemalas ini menyelesaikan soal
tu?”

33. “Oi, Lomba cerdas bodoh tingkat kecamatan mana yang telah kau
menangkan?! Guru matematika sinetron mana yang sedang kau gilai?!
Sehingga tak ada ombak tak ada angin, kau ingin pandai matematika?!”

34. “Oi! Dinah? Dinah Mardinah? Yang kini berjualan mainan anak-anak di
kaki lima?”

35. “Oi! Oi! Buah mengkudu jatuh tak jauh dari pohonnya! Aku kenal benar
ibumu, Nong! Aku selalu lupa nama, tapi takkan pernah lupa nama
Mardinah! Waktu aku mengajaknya matematika, belum banyak orang
Indonesia pakai computer, tapi ibumu sudah mengerti bahasa computer 1
0 1 0 itu! Persis nilai-nilai ulangan matematikamu itu! Persis nilai-nilai
ulangan matematikamu itu! Betapa sempitnya dunia ini!”

36. “Oi! Hebatnya, dari mana kau belajar pepathmu itu?”

37. “Oi, mengapa sepedamu, Aini?”

38. “Oi! Aini! Hati-hati! Boi!” Sorak Nihe

39. “Oi, Nong, hati-hati, Nong!” sorak Nihe sambil bertelekan pinggang,
menggeleng-geleng
40. “Oi! Tak adil! Aku dapat 5, tak dipuji Guru! Kau dapat 3, tak dimarahi

41. “Oi! Aini Cita-cita Dokter! Usah ngebut bersepeda!”

42. “Oi, Aini Cita-Cita Dokter! Hati-hati, Nong banyak kendaraan!”

43. “Oi, Aini, kemari, Nong. Ini Bung Debut mau bertemu dengan kau!”

44. “Aduh, Ayah, ternyata mengajar matematika tidaklah seganpang


kusangka”

45. Aduh, sungguh besar risiko-risiko itu. Sungguh berat menanggungnya.

46. “Tujuh koma lima?! Edon! Edon! Aini! Mengapa kau tiba-tiba bisa
sepintar ini?! Aduh, Aini! Aku mau pingsan!”

47. “Aduh, ternyata susah sekali mau menjadi dokter, Ayah, belajar
matematika saja aku tak mampu. Habis aku setiap hari dimarahi Guru
Desi. Bodohnya aku ini Ayah, dapatkah aku ini menjadi dokter?”

48. “Aduh, Aini pintarnya kau sekarang! Aku iri, aku iri dengki padamu! Apa
katamutadi, Boi, si..sinonim?”

49. “Aduh, muridku, muridku yang pintar, muridku yang pintar.


Beruntungnya aku punya murid sepertimu, Anissa”

50. “Aduh, sayang sayang sekali, anak pintar! Katanya dia bekerja di warung
kopi supaya bisa menabung untuk membayar uang muka masuk fakultas
kedokteran tu! Bukan begitu, Nong?”

Lampiran data 2 tabel data klasifikasi jenis interjeksi dalam novel Guru Aini karya
Andrea Hirata.

Jenis Frekuensi Nomer Data


Data

Keheranan 5 1 “Oh, Oh Bang, adalah kita


sudah sampai Ketumbi?”
2 “Oh, Pak Abu Sidik?”

4 “Oh, bagaimana keadaan rumah


dinasmu?”

7 “Oh…. Baru tahu aku soal itu,


terima kasih banyak untuk
informasimu yang sangat
berharga itu, Nun”

8 “Sebab aku pintar menjahit dan


memasak, Pak”. Sekedar
mengucapkan Oh saja, Guru
Tabah tak bisa

Keterkejutan 19 5 “Oh, oke, oke, Bu Desi saja, Bu


Desi”

9 “Oh, oh pernah, Lai, pernah!”

10 Oh, berarti esok aku masih


boleh bertanya, ya, Bu?”

11 “Oh, Guru Desi”

12 “Oh!”

“Jika Jafarudin dan Nadirah


merasa malu bertanya hal yang
sama 2 kali, Aini tetap tak tahu
diri meski menanyakan hal
yang sama 8 kali”

13 “Oh!Oh!”

“Murid lain mengangguk-


angguk meski tak mengerti
karena terlalu malu dituduh
bodoh. Aini berdiri dan berkata
lantang, aku tak mengerti! Dia
tak pernah munafik , dan dia
akan terus mengejar satu materi
dia benar-benar mengerti”

14 “Oh!Oh!Oh!”

15 Bu Laila juga guru matematika,


jadi dia bisa menghitung
dengan akurat berapa kali dia
harus menyebut Oh!

16 “Oh!Oh!Oh!Oh!” Guru Desi


terpenyek di tempat duduk.

21 “Oh, Guru Desi! Guru Desi!”

22 “Oh, iya, Bu”

24 Dia menoleh ke belakang dan


terkejut “Oh! Oh! Ibu Desi! Ibu
Desi”

25 “Oh, Ibu” Anissa terkejut.

26 “Oh, justru kaulah yang telah


memperlihatkan dunia padaku,
Aini.”

28 Oh, persoalan multivariant,


matematika equilibrium tingkat
lanjut, John Nash.

29 “ Oh, Sila, Pak Cik, sila ambil


saja” kata Aini
35 “Oi! Oi! Buah mengkudu jatuh
tak jauh dari pohonnya! Aku
kenal benar ibumu, Nong! Aku
selalu lupa nama, tapi takkan
pernah lupa nama Mardinah!
Waktu aku mengajaknya
matematika, belum banyak
orang Indonesia pakai
computer, tapi ibumu sudah
mengerti bahasa computer 1 0 1
0 itu! Persis nilai-nilai ulangan
matematikamu itu! Persis nilai-
nilai ulangan matematikamu
itu! Betapa sempitnya dunia
ini!”

34 “Oi! Dinah? Dinah Mardinah?


Yang kini berjualan mainan
anak-anak di kaki lima?”

36 “Oi! Hebatnya, dari mana kau


belajar pepathmu itu?”

Kemarahan 1 40 “Oi! Tak adil! Aku dapat 5, tak


dipuji Guru! Kau dapat 3, tak
dimarahi

Kesenangan 7 3 “Oh, Ayah , esok aku akan


menjadi guru yang sebenarnya!
Akhirnya aku bisa menjadi
seperti Ibu Marlis!”

6 “Oh, ini sepatu baru! Ingatlah


kau janjiku tempo hari? Bahwa
aku akan mengganti sepatu jika
telah kutemukan murid cerdas
matematika. Nah,kini murid
kutemukan, Debut Deburudin!
Sepatu baru, satu debut yang
baik untuk memulai tahap baru
mengajar matematika!”

17 Oh, Guru! Katakan itu lagi,


katakan sekali lagi kalimat ajaib
itu; kalau aku menjadi dokter
nanti

18 “Oh, selamat! Berarti kau


pandai mengajarnya, Desi!”

19 “Ooh…kau memang cerdas


macam anakmu itu, Din”

20 “Oh, ini hari matematika yang


sangat menyenangkan!
Lihatlah, anak-anakku,
matematika tidaklah
semenakutkan yang kalian
sangka! Matematika bisa sangat
hebat sekaligus
menyenangkan!”

23 “Oh, berarti kau memang


berjiwa seni, Diah!”

Panggilan 10 30 “Pulau Tan… Tan… Tanjong


Hampar, Sampar… Hambar…
Pulau Tanjong Tampar. Oi!
Kawan-kawan, apa ada yang
pernah mendengar nama Pulau
Tanjong Tambar ni?”
31 “Oi, Pak! Aku susah selesai
mengerjakan soal ini, Pak!
Bangun, Pak! Bangun!”

32 “Oi, Siapa yang dapat


membantu Jelimat pemalas ini
menyelesaikan soal tu?”

33 “Oi, Lomba cerdas bodoh


tingkat kecamatan mana yang
telah kau menangkan?! Guru
matematika sinetron mana yang
sedang kau gilai?! Sehingga tak
ada ombak tak ada angin, kau
ingin pandai matematika?!”

37 “Oi, mengapa sepedamu,


Aini?”

38 Oi! Aini! Hati-hati! Boi!” Sorak


Nihe

39 “Oi, Nong, hati-hati, Nong!”


sorak Nihe sambil bertelekan
pinggang, menggeleng-geleng

41 “Oi! Aini Cita-cita Dokter!


Usah ngebut bersepeda!”

42 “Oi, Aini Cita-Cita Dokter!


Hati-hati, Nong banyak
kendaraan!”

43 “Oi, Aini, kemari, Nong. Ini


Bung Debut mau bertemu
dengan kau!”
Kesedihan 4 44 “Aduh, Ayah, ternyata mengajar
matematika tidaklah seganpang
kusangka”

45 Aduh, sungguh besar risiko-


risiko itu. Sungguh berat
menanggungnya.

47 “Aduh, ternyata susah sekali


mau menjadi dokter, Ayah,
belajar matematika saja aku tak
mampu. Habis aku setiap hari
dimarahi Guru Desi. Bodohnya
aku ini Ayah, dapatkah aku ini
menjadi dokter?”

50 “Aduh, sayang sayang sekali,


anak pintar! Katanya dia
bekerja di warung kopi supaya
bisa menabung untuk
membayar uang muka masuk
fakultas kedokteran tu! Bukan
begitu, Nong?”

Kekaguman 4 27 “Oh, Hebat sekali ini”

46 “Tujuh koma lima?! Edon!


Edon! Aini! Mengapa kau tiba-
tiba bisa sepintar ini?! Aduh,
Aini! Aku mau pingsan!”

47 “Aduh, ternyata susah sekali


mau menjadi dokter, Ayah,
belajar matematika saja aku tak
mampu. Habis aku setiap hari
dimarahi Guru Desi. Bodohnya
aku ini Ayah, dapatkah aku ini
menjadi dokter?”

48 “Aduh, Aini pintarnya kau


sekarang! Aku iri, aku iri
dengki padamu! Apa
katamutadi, Boi, si..sinonim?”

Lampiran data 3 tabel data klasifikasi fungsi interjeksi dalam novel Guru Aini karya Andrea
Hirata.

Fungsi Frekuensi Nomer Data


Data

Mengekspresikan 5 1 “Oh, Oh Bang, adalah kita


sudah sampai Ketumbi?”
perasaan heran pada

lawan penutur atau 2 “Oh, Pak Abu Sidik?”

kepada kondisi yang 4 “Oh, bagaimana keadaan rumah


dialami penutur. dinasmu?”

7 “Oh…. Baru tahu aku soal itu,


terima kasih banyak untuk
informasimu yang sangat
berharga itu, Nun”

8 “Sebab aku pintar menjahit dan


memasak, Pak”. Sekedar
mengucapkan Oh saja, Guru
Tabah tak bisa

Mengekspresikan 19 5 “Oh, oke, oke, Bu Desi saja, Bu


Desi”
perasaan terkejut

9 “Oh, oh pernah, Lai, pernah!”


pada lawan penutur
10 Oh, berarti esok aku masih
atau kepada kondisi boleh bertanya, ya, Bu?”
yang dialami
11 “Oh, Guru Desi”
penutur.
12 “Oh!”

“Jika Jafarudin dan Nadirah


merasa malu bertanya hal yang
sama 2 kali, Aini tetap tak tahu
diri meski menanyakan hal
yang sama 8 kali”

13 “Oh!Oh!”

“Murid lain mengangguk-


angguk meski tak mengerti
karena terlalu malu dituduh
bodoh. Aini berdiri dan berkata
lantang, aku tak mengerti! Dia
tak pernah munafik , dan dia
akan terus mengejar satu materi
dia benar-benar mengerti”

14 “Oh!Oh!Oh!”

15 Bu Laila juga guru matematika,


jadi dia bisa menghitung
dengan akurat berapa kali dia
harus menyebut Oh!

16 “Oh!Oh!Oh!Oh!” Guru Desi


terpenyek di tempat duduk.

21 “Oh, Guru Desi! Guru Desi!”

22 “Oh, iya, Bu”


24 Dia menoleh ke belakang dan
terkejut “Oh! Oh! Ibu Desi! Ibu
Desi”

25 “Oh, Ibu” Anissa terkejut.

26 “Oh, justru kaulah yang telah


memperlihatkan dunia padaku,
Aini.”

28 Oh, persoalan multivariant,


matematika equilibrium tingkat
lanjut, John Nash.

29 “ Oh, Sila, Pak Cik, sila ambil


saja” kata Aini

35 “Oi! Oi! Buah mengkudu jatuh


tak jauh dari pohonnya! Aku
kenal benar ibumu, Nong! Aku
selalu lupa nama, tapi takkan
pernah lupa nama Mardinah!
Waktu aku mengajaknya
matematika, belum banyak
orang Indonesia pakai
computer, tapi ibumu sudah
mengerti bahasa computer 1 0 1
0 itu! Persis nilai-nilai ulangan
matematikamu itu! Persis nilai-
nilai ulangan matematikamu
itu! Betapa sempitnya dunia
ini!”

34 “Oi! Dinah? Dinah Mardinah?


Yang kini berjualan mainan
anak-anak di kaki lima?”

36 “Oi! Hebatnya, dari mana kau


belajar pepathmu itu?”

Mengekspresikan 1 40 “Oi! Tak adil! Aku dapat 5, tak


dipuji Guru! Kau dapat 3, tak
perasaan marah pada
dimarahi
lawan penutur atau

kepada kondisi yang

dialami penutur.

Mengekspresikan 7 3 “Oh, Ayah , esok aku akan


menjadi guru yang sebenarnya!
perasaan senang pada
Akhirnya aku bisa menjadi
lawan penutur atau
seperti Ibu Marlis!”
kepada kondisi yang
6 “Oh, ini sepatu baru! Ingatlah
dialami penutur. kau janjiku tempo hari? Bahwa
aku akan mengganti sepatu jika
telah kutemukan murid cerdas
matematika. Nah,kini murid
kutemukan, Debut Deburudin!
Sepatu baru, satu debut yang
baik untuk memulai tahap baru
mengajar matematika!”

17 Oh, Guru! Katakan itu lagi,


katakan sekali lagi kalimat ajaib
itu; kalau aku menjadi dokter
nanti

18 “Oh, selamat! Berarti kau


pandai mengajarnya, Desi!”

19 “Ooh…kau memang cerdas


macam anakmu itu, Din”

20 “Oh, ini hari matematika yang


sangat menyenangkan!
Lihatlah, anak-anakku,
matematika tidaklah
semenakutkan yang kalian
sangka! Matematika bisa sangat
hebat sekaligus
menyenangkan!”

23 “Oh, berarti kau memang


berjiwa seni, Diah!”

Mengekspresikan 10 30 “Pulau Tan… Tan… Tanjong


Hampar, Sampar… Hambar…
panggilan kepada
Pulau Tanjong Tampar. Oi!
lawan penutur
Kawan-kawan, apa ada yang
pernah mendengar nama Pulau
Tanjong Tambar ni?”

31 “Oi, Pak! Aku susah selesai


mengerjakan soal ini, Pak!
Bangun, Pak! Bangun!”

32 “Oi, Siapa yang dapat


membantu Jelimat pemalas ini
menyelesaikan soal tu?”

33 “Oi, Lomba cerdas bodoh


tingkat kecamatan mana yang
telah kau menangkan?! Guru
matematika sinetron mana yang
sedang kau gilai?! Sehingga tak
ada ombak tak ada angin, kau
ingin pandai matematika?!”

37 “Oi, mengapa sepedamu,


Aini?”

38 Oi! Aini! Hati-hati! Boi!” Sorak


Nihe

39 “Oi, Nong, hati-hati, Nong!”


sorak Nihe sambil bertelekan
pinggang, menggeleng-geleng

41 “Oi! Aini Cita-cita Dokter!


Usah ngebut bersepeda!”

42 “Oi, Aini Cita-Cita Dokter!


Hati-hati, Nong banyak
kendaraan!”

43 “Oi, Aini, kemari, Nong. Ini


Bung Debut mau bertemu
dengan kau!”

Mengekspresikan 4 44 “Aduh, Ayah, ternyata mengajar


matematika tidaklah seganpang
perasaan sedih pada
kusangka”
lawan penutur atau
45 Aduh, sungguh besar risiko-
kepada kondisi yang
risiko itu. Sungguh berat
dialami penutur. menanggungnya.

47 “Aduh, ternyata susah sekali


mau menjadi dokter, Ayah,
belajar matematika saja aku tak
mampu. Habis aku setiap hari
dimarahi Guru Desi. Bodohnya
aku ini Ayah, dapatkah aku ini
menjadi dokter?”

50 “Aduh, sayang sayang sekali,


anak pintar! Katanya dia
bekerja di warung kopi supaya
bisa menabung untuk
membayar uang muka masuk
fakultas kedokteran tu! Bukan
begitu, Nong?”

Mengekspresikan 4 27 “Oh, Hebat sekali ini”

perasaan kagum pada 46 “Tujuh koma lima?! Edon!


lawan penutur atau Edon! Aini! Mengapa kau tiba-
tiba bisa sepintar ini?! Aduh,
kepada kondisi yang
Aini! Aku mau pingsan!”
dialami penutur.
47 “Aduh, ternyata susah sekali
mau menjadi dokter, Ayah,
belajar matematika saja aku tak
mampu. Habis aku setiap hari
dimarahi Guru Desi. Bodohnya
aku ini Ayah, dapatkah aku ini
menjadi dokter?”

48 “Aduh, Aini pintarnya kau


sekarang! Aku iri, aku iri
dengki padamu! Apa
katamutadi, Boi, si..sinonim?”

Anda mungkin juga menyukai