Kelompok 5
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta karunia-Nya sehingga
makalah yang berjudul “PSAK 19 : ASET TAK BERWUJUD” ini dapat tersusun hingga
selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat dengan
menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Tujuan penulisan ini adalah
untuk melengkapi tugas mata kuliah Seminar Akuntansi Keuangan.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini kedepannya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................2
BAB IV Kesimpulan..............................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peran akuntansi dalam menyajikan informasi yang relevan dan dapat diandalkan
dalam laporan keuangan semakin krusial di tengah dinamika bisnis yang kompleks dan
ketidakpastian. Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian dalam hal ketidakpastian adalah
pengakuan dan pengukuran provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi. Dalam
konteks ini, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) Indonesia merilis PSAK 19, yang
telah mengalami revisi pada tahun 2019, untuk memberikan panduan yang lebih terperinci
dan relevan.
Ketidakpastian bisnis sering kali dihadapi oleh entitas dalam berbagai bentuk, mulai
dari potensi litigasi hingga perubahan kondisi pasar yang tidak terduga. PSAK 19 membahas
cara mengakui dan mengukur provisi sebagai tanggapan atas kewajiban saat ini, liabilitas
kontinjensi sebagai hasil dari kejadian masa lalu, dan aset kontinjensi yang mungkin
memberikan manfaat ekonomis di masa depan.
Revisi PSAK 19 pada tahun 2019 menandai respons terhadap perubahan dalam
kebijakan bisnis dan kebutuhan informasi pelaporan. Standar ini menghadirkan panduan yang
lebih jelas terkait pengakuan dan pengukuran provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset
kontinjensi, dengan tujuan memberikan informasi yang lebih relevan dan membantu entitas
dalam mengelola risiko.
1
1.2 Rumusan Masalah
2
manajemen. Menunjukkan bagaimana pengakuan dan pengukuran provisi, liabilitas
kontinjensi, dan aset kontinjensi dapat memengaruhi persepsi dan pengambilan
keputusan manajemen.
e. Menyoroti Tantangan Implementasi:
Mengidentifikasi tantangan yang mungkin dihadapi oleh entitas dalam
mengimplementasikan PSAK 19. Menjelaskan aspek-aspek yang memerlukan perhatian
khusus, baik dari segi teknis maupun interpretatif.
f. Memberikan Panduan Praktis:
Memberikan panduan praktis untuk entitas dalam mengimplementasikan PSAK 19,
termasuk cara mengidentifikasi dan mengukur provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset
kontinjensi. Membantu agar entitas dapat mematuhi standar dan menyajikan informasi
keuangan yang akurat.
g. Menyampaikan Keterkaitan dengan Kebijakan Risiko:
Menunjukkan keterkaitan antara pengelolaan risiko dan penerapan PSAK 19.
Menjelaskan bagaimana kebijakan risiko dapat mempengaruhi pengakuan dan
pengukuran provisi dan liabilitas kontinjensi.
h. Mendorong Pemahaman Lebih Lanjut:
Merangsang minat dan pemahaman lebih lanjut tentang PSAK 19 di kalangan pembaca.
Menyampaikan pentingnya memiliki pemahaman yang mendalam terhadap standar ini
dalam konteks akuntansi dan pengelolaan risiko.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PSAK 19
PSAK 19 (revisi 2009): Aset Tidak Berwujud memiliki ketentuan baru yakni aset tidak
berwujud diketegorikan menjadi aset tidak berwujud dengan masa manfaat terbatas dan
aset tidak berwujud dengan masa manfaat tak terbatas. Dua kategori ini belum ada pada
PSAK 19 sebelumnya. IAS 38 Intangible Asset yang menjadi referensi ED PSAK 19
(revisi 2009): Aset Tidak Berwujud tidak secara eksplisit menyatakan bahwa entitas
dapat merubah klasifikasi aset tidak berwujudnya dari sebelumnya memiliki masa
manfaat terbatas menjadi tidak terbatas. Namun secara implisit di dalam ketentuan
transisi IAS 38 yang diadopsi oleh ED PSAK 19 (revisi 2009): Aset Tidak Berwujud
menyatakan entitas harus menilai ulang masa manfaat dari aset tidak berwujud yang
dimilikinya. Dengan demikian entitas dapat saja merubah klasifikasi aset tidak
terbatasnya dari memiliki masa manfaat terbatas menjadi tidak terbatas apabila memang
entitas pada saat tanggal efektif berdasarkan penilaian ulang yang dilakukan.
Secara umum perbedaan ED PSAK 19 (revisi 2009): Aset Tidak Berwujud dengan PSAK
19 (2000): Aset Tidak Berwujud adalah sebagai berikut:
ED PSAK 19 (revisi 2009) PSAK 19 (revisi 2000)
5
diperoleh dari • mengurangi perkiraan arus kas bisnis
kombinasi bisnis yang akan datang dari aset
Akuisisi • Pemerintah mengalokasikan aset Tidak terdapat aturan
dengan hibah tak berwujud kepada entitas mengenai hibah pemerintah
pemerintah • Entitas dapat mengakui harga
perolehan dengan nilai wajar atau
nilai nominal
Aset tak Harga perolehan diukur dengan Harga perolehan sebesar
berwujud nilai wajar, kecuali: nilai wajar aset yang
diperoleh • Transaksi kurang mengandung diterima
melalui substansi komersial
pertukaran • Nilai wajar aset yang diterima
atau diserahkan tidak dapat
diandalkan
Pengeluaran Dihapus karena telah dijelaskan Pengeluaran yang tidak
setelah dalam paragraf lain dalam IAS 38 diakui sebagai beban:
perolehan • Pengeluaran yg
meningkatkan manfaat
ekonomis di masa depan •
Pengeluaran tersebut dapat
diukur secara andal
Pengukuran Entitas dapat memilih model harga Entitas hanya dapat
setelah perolehan atau model revaluasi menggunakan model harga
pengakuan perolehan
Masa manfaat Entitas dapat menentukan: Umumnya tidak melebihi 20
ekonomis • Masa manfaat terbatas tahun
• Masa manfaat tidak terbatas
Masa manfaat • Tidak diamortisasi Tidak terdapat ketentuan
tak terbatas • Pengujian penurunan nilai aset mengenai hal ini
setiap tahun & ketika terdapat
indikasi penurunan nilai
Mengestimasi Tidak terdapat ketentuan mengenai Setiap tahun dilakukan
nilai yang hal ini penilaian terhadap:
dapat diperoleh • Aset tak berwujud yang
kembali belum digunakan
• Aset tak berwujud yang
diamortisasi lebih dari 20
6
tahun
Penghentian & Keuntungan dari pelepasan tidak Tidak terdapat aturan
pelepasan diklasifikasikan sebagai revenue mengenai hal ini
(diakui sebagai gain/loss)
2.5 Keteridentifikasian
Suatu aset dikatakan dapat diidentifikasi jika:
1. dapat dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibedakan dari entitas dan dijual,
dipindahkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan, baik secara tersendiri atau
bersama-sama dengan kontrak terkait, aset atau liabilitas teridentifikasi, terlepas dari
apakah entitas bermaksud untuk melakukan hal tersebut; atau
2. timbul dari kontrak atau hak legal lainnya, terlepas dari apakah hak tersebut dapat
dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban
lainnya
2.6 Pengendalian
Entitas mengendalikan aset jika entitas memiliki kemampuan untuk memperoleh manfaat
ekonomis masa depan yang timbul dari aset tersebut dan dapat membatasi akses pihak lain
dalam memperoleh manfaat ekonomis tersebut. Kemampuan entitas untuk mengendalikan
manfaat ekonomis masa depan dari suatu aset tidak berwujud biasanya timbul dari hak legal
yang memiliki kekuatan dalam suatu pengadilan. Apabila hak legal itu tidak ada, entitas
akan lebih sulit menunjukkan adanya pengendalian. Akan tetapi, kekuatan hukum suatu hak
bukan merupakan syarat perlu bagi pengendalian karena entitas dapat saja mengendalikan
manfaat ekonomis masa depan dengan cara lain.
8
2.7 Pengakuan
Aset tidak berwujud harus diakui jika, dan hanya jika:
1. kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomis masa depan dari aset
tersebut
2. biaya perolehan aset tersebut dapat diukur secara andal.
Pengakuan biaya dalam jumlah tercatat dari aset tidak berwujud dihentikan saat aset
tersebut berada dalam kondisi dapat beroperasi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan
manajemen. Oleh sebab itu, biaya yang terjadi dalam menggunakan atau mengembangkan
kembali aset tidak berwujud tidak termasuk dalam jumlah tercatat aset. Misalnya, biaya–
biaya berikut ini tidak termasuk dalam jumlah tercatat dari aset tidak berwujud: (a) biaya
yang dikeluarkan saat aset sudah dapat digunakan sesuai dengan keinginan manajemen
tetapi aset tersebut tidak digunakan; dan (b) kerugian operasi awal, seperti halnya biaya
dikeluarkan ketika ada permintaan atas aset.
2.8 Pengukuran
Entitas harus memilih baik model biaya pada paragraf 74 atau model revaluasi pada
paragraf 75 sebagai kebijakan akuntansinya. Jika suatu aset tidak berwujud dicatat dengan
menggunakan model revaluasi, semua aset lainnya dalam kelas tersebut harus dicatat
dengan menggunakan model yang sama, kecuali tidak ada pasar aktif untuk aset tersebut.
Sekelompok aset tidak berwujud adalah sekelompok aset dengan sifat alami yang sama dan
digunakan dalam kegiatan operasi entitas. Aset-aset didalam sekelompok aset tidak
berwujud direvaluasi pada waktu yang bersamaan untuk menghindari revaluasi aset secara
selektif dan pelaporan jumlah dalam laporan keuangan yang menggambarkan perpaduan
biaya dan nilai aset pada tanggal yang berbeda
9
equipment). Contoh aset takberwujud dengan umur manfaat terbatas, antara lain paten,
hak cipta, dan waralaba
2. Umur Manfaat Tidak Terbatas
Dalam PSAK 19 paragraf 88, aset tak berwujud dianggap oleh entitas memiliki umur
manfaat tidak terbatas jika, berdasarkan analisis dari seluruh faktor relevan, tidak ada
batas yang terlihat pada saat ini atas periode yang mana aset diharapkan menghasilkan
arus kas neto untuk entitas. Umur manfaat dikatakan tidak terbatas bukan berarti tidak
terhingga. Umur manfaat aset takberwujud disebut tidak terbatas karena tidak
tergantung 25 pada rencana pengeluaran masa depan untuk merawat aset tersebut pada
standar kinerjanya (paragraf 91). Menurut Kieso, et al. (2011: 622), jika tidak ada faktor
– faktor (seperti hukum, regulasi, kontaktual, dan lain – lain) yang membatasi umur
manfaat suatu aset takberwujud, perusahaan menganggap umur manfaatnya tidak
terbatas. Umur manfaat tidak terbatas berarti tidak ada yang dapat menduga batas waktu
suatu aset takberwujud diharapkan menghasilkan arus kas. Contoh aset takberwujud
dengan umur manfaat tidak terbatas, antara lain merek dagang dan goodwill.
Berdasarkan PSAK 19, ada beberapa faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan
umur manfaat aset takberwujud (paragraf 90):
1. Harapan manfaat aset untuk entitas dan apakah aset dapat dikelola secara efisien oleh
tim manajemen lain;
2. Tipe siklus hidup produk untuk aset dan informasi umum mengenai estimasi umur
manfaat dari aset serupa yang digunakan untuk keperluan yang serupa;
3. Jenis teknis, teknologi, komersia atau jenis lain dari keusangan;
4. Stabilitas industri dimana aset beroperasi dan perubahan permintaan pasar atas produk
atau jasa yang dihasilkan aset tersebut;
5. Perkiraan atas tindakan competitor atau kompetitor potensial;
6. Tingkat pengeluaran perawatan yang dibutuhkan untuk menghasilkan manfaat
ekonomi masa depan aset, serta kemampuan dan maksud entitas untuk mencapai
tingkat tersebut
7. Periode pengendalian dan batasan hukum atau batasan serupa dalam pemanfaatan aset;
8. Apakah umur manfaat aset bergantung pada umur manfaat aset lain entitas.
10
1. dalam (proses) pelepasan; atau
2. ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomis masa depan yang diharapkan dari
penggunaan atau pelepasannya.
Pelepasan suatu aset tidak berwujud dapat dilakukan dengan berbagai cara (contohnya,
melalui penjualan, melalui sewa pembiayaan, atau disumbangkan). jika suatu entitas
mengakui biaya penggantian sebagian dari aset tidak berwujud ke dalam jumlah tercatat
aset tidak berwujudnya, maka entitas juga menghentikan pengakuan jumlah tercatat dari
bagian yang diganti, Jika tidak praktis bagi entitas untuk menentukan nilai wajar bagian
sebuah aset yang diganti tersebut, entitas boleh menggunakan biaya proses penggantian
sebagai indikator berapa nilai perolehan dari bagian pengganti pada saat pengganti tersebut
diperoleh atau di kembangkan secara internal.
2.11 Pengungkapan
Suatu entitas harus mengungkapkan hal–hal berikut untuk setiap kelas aset tidak berwujud,
dipisahkan antara aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tidak
berwujud lainnya:
1. apakah masa manfaat tak terbatas atau terbatas, jika masa manfaat terbatas
diungkapkan tingkat amortisasi yang digunakan atau masa manfaatnya
2. metode amortisasi yang digunakan untuk aset tidak berwujud dengan masa manfaat
terbatas
3. jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (secara agregat dengan akumulasi
kerugian akibat penurunan nilai) pada awal dan akhir periode
4. unsur-unsur dalam laporan pendapatan komprehensif yang mana amortisasi aset tidak
berwujud termasuk (didalamnya)
5. pengakuan atas jumlah tercatat pada awal dan akhir periode menunjukkan:
a. penambahan, secara terpisah mengindikasikan aset tidak berwujud dari
pengembangan internal, yang diperoleh secara terpisah, dan yang diperoleh
melalui kombinasi bisnis
b. Aset digolongkan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual atau termasuk dalam
kelompok aset lepasan dan dikelompokan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai
dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual
dan Operasi yang Dihentikan dan penghapusan lainnya
c. peningkatan atau penurunan selama periode tersebut yang berasal dari revaluasi
sesuai dengan paragraf 75, 85 dan 86 dan dari pengakuan kerugian penurunan
11
nilai atau pembalikan dalam penapatan komprehensif lainnya yang sesuai
dengan PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset (jika ada)
d. kerugian penurunan nilai yang diakui dalam laporan rugi laba selama periode
sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset (jika ada)
e. kerugian penurunan nilai yang dibalik dalam laporan rugi laba selama periode
sesuai dengan PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset (jika ada)
f. setiap amortisasi yang diakui selama periode
g. selisih kurs neto yang timbul dari nilai translasi laporan keuangan ke mata uang
penyajian , dan translasi operasi luar negeri dengan mata uang asing ke mata
uang penyajian yang digunakan entitas
h. perubahaan lainnya pada jumlah tercatat aset selama periode
Entitas Asosiasi
12
Adalah suatu entitas termasuk entitas non-korporasi seperti persekutuan, dimana
investor mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan entitas anak ataupun
bagian partisipasi dalam ventura bersama.
Venturer Bersama
Adalah pihak dalam ventura bersama yang memiliki pengendalian bersama atas
ventura bersama tersebut
Pengendalian bersama
Adalah Persetujuan kontraktual untuk berbagi pengendalian atassuatu pengaturan,
yang ada hanya ketika keputusan tentangaktivitas relevan mensyaratkan persetujuan
dengan suarabulat dari seluruh pihak yang berbagi pengendalian
1. Indikasi Kuantitatif
Hak suara ≥20% dianggap memiliki pengaruh signifikan, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya.
Hak suara <20% dianggap tidak memiliki pengaruh signifikan, kecuali dapat
dibuktikan sebaliknya
13
2. Indikasi Kualitatif
Keterwakilan dalam dewan direksi dan komisaris atau organ setara di investee
Partisipasi proses pembuatan kebijakan, termasuk dividen dan distribusi lain
Transaksi material investor dengan investee
Pertukaran personel manajerial
Penyediaan informasi teknis pokok
14
INVESTASI PADA EKUITAS
Keterangan:
Metode Ekuitas adalah metode akuntansi dimana investasi pada awalnya diakui
sebesar biaya perolehan kemudian ditambah atau dikurangi untuk mengakui laba atau rugi
investee setelah tanggal perolehan. Pengakuan atas pendapatan komprehensif investee
diakui sebagai pendapatan komprehensif dan kenaikan investasi pada pembukuan investor
dan distribusi dari investee mengurangi nilai tercatat investasi.
15
Beberapa Penerapan metode ekuitas, sebagai berikut:
1. Pendapatan komprehensif dalam pencatatan investor dihapus atau disesuikan
Jika aset terkait pendapatan komprehensif tersebut dilepaskan.
16
Prosedur Metode Ekuitas
Keuntungan dan kerugian yang dihasilkan dari transaksi “hilir” dan “hulu”
antara entitas (termasuk entitas anak yang dikonsolidasi) dan entitas asosiasinya atau
ventura bersamanya diakui dalam laporan keuangan entitas tersebut hanya sebesar
bagian investor lain dalam entitas asosiasi atau ventura bersama. Transaksi “hilir”
adalah, sebagai contoh, penjualan aset dari entitas asosiasi atau ventura bersama
kepada investor. Transaksi “hulu” adalah, sebagai contoh, penjualan atau kontribusi
aset dari investor kepada entitas asosiasinya atau ventura bersamanya. Bagian investor
atas keuntungan atau kerugian entitas asosiasi atau ventura bersama yang dihasilkan
dari transaksi tersebut dieliminasi.
Ketika transaksi “hulu” memberikan bukti penurunan nilai realisasi neto dari
aset yang akan dijual atau dikontribusikan, atau kerugian penurunan nilai aset
tersebut, maka kerugian tersebut diakui secara penuh oleh investor. Ketika transaksi
“hilir” memberikan bukti kerugian penurunan nilai realisasi neto dari aset yang akan
dibeli atau penurunan nilai aset tersebut, investor mengakui sebesar bagiannya dalam
kerugian tersebut
Investasi dicatat dengan menggunakan metode ekuitas sejak tanggal investasi
tersebut memenuhi definisi entitas asosiasi atau ventura bersama. Pada saat perolehan
investasi, setiap selisih antara biaya perolehan investasi dengan bagian entitas atas
nilai wajar neto aset dan liabilitas teridentifikasi dari investee dicatat dengan cara
sebagai berikut: (a) Goodwill yang terkait dengan entitas asosiasi atau ventura
bersama termasuk dalam jumlah tercatat investasi. Amortisasi goodwill tersebut tidak
diperkenankan. (b) Setiap selisih lebih bagian entitas atas nilai wajar neto aset dan
liabilitas teridentifikasi dari investee terhadap biaya perolehan investasi dimasukkan
sebagai penghasilan dalam menentukan bagian entitas atas laba rugi entitas asosiasi
atau ventura bersama pada periode investasi diperoleh. Penyesuaian terhadap bagian
entitas atas laba rugi entitas asosiasi atau ventura bersama setelah perolehan dilakukan
untuk mencatat, sebagai contoh, penyusutan dari aset yang tersusutkan berdasarkan
nilai wajarnya pada tanggal perolehan. Serupa dengan hal tersebut, penyesuaian
terhadap bagian entitas atas laba rugi entitas asosiasi atau ventura bersama setelah
perolehan dilakukan untuk rugi penurunan nilai yang diakui oleh entitas asosiasi,
misalnya goodwill atau aset tetap.
Laporan keuangan terkini entitas asosiasi atau ventura bersama yang tersedia
17
digunakan oleh entitas dalam menerapkan metode ekuitas. Jika akhir periode
pelaporan entitas berbeda dengan entitas asosiasi atau ventura bersama, maka entitas
asosiasi atau ventura bersama menyajikan (untuk digunakan oleh entitas) laporan
keuangan dengan tanggal yang sama dengan laporan keuangan entitas, kecuali hal
tersebut tidak praktis.
Jika laporan keuangan entitas asosiasi atau ventura bersama yang digunakan
dalam menerapkan metode ekuitas disusun berbeda dari tanggal entitas, maka
penyesuaian dilakukan terhadap dampak dari transaksi atau peristiwa signifikan yang
terjadi di antara tanggal laporan keuangan entitas asosiasi atau ventura bersama
dengan tanggal laporan keuangan entitas. Dalam kasus apapun, perbedaan antara
akhir periode pelaporan entitas asosiasi atau ventura bersama dengan akhir periode
pelaporan entitas tidak boleh lebih dari tiga bulan. Panjangnya periode pelaporan dan
perbedaan apapun antara akhir periode pelaporan adalah sama dari periode ke periode.
18
akuntansi seharusnya, tetapi untuk menjelaskan mengapa praktik akuntansi telah mencapai
keadaan saat ini. Selain itu, pendekatan teori positif menekankan pentingnya penelitian
empiris untuk menguji apakah teori akuntansi, yang telah disajikan dalam banyak literatur
teori akuntansi, dapat menjelaskan praktik akuntansi yang berlaku (Januarti, 2004)
Ada beberapa elemen penting dalam teori akuntansi yang menjadikannya kerangka
kerja yang sangat diperlukan untuk praktik akuntansi (Gie, 2020). Elemen-elemen kunci
termasuk sebagai berikut;
1. Relevansi – ini merupakan elemen penting dalam ilmu akuntansi. Informasi yang
diberikan harus selalu relevan dalam segala aspek.
2. Kegunaan – teori akuntansi berguna untuk menyusun laporan keuangan. Ini membantu
bisnis atau organisasi untuk mengambil keputusan yang tepat mengenai keuangan.
3. Keandalan – Ilmu akuntansi dapat diandalkan atau selalu dapat diandalkan. Ini mengikuti
standar prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP).
4. Konsistensi – ini adalah elemen kunci dari ilmu akuntansi
Selain itu, teori akuntansi umumnya menyatakan bahwa para profesional di industri
akuntansi beroperasi atas dasar asumsi berikut; Perbedaan antara perusahaan dan pemiliknya,
kelangsungan usaha, penyusunan laporan keuangan menggunakan representasi dolar dan
kompilasi laporan bulanan, triwulanan atau tahunan. Adapun tiga elemen teori akuntansi yang
ada, yaitu (Mujiharto, 2013):
1. Postulat Akuntansi;
2. Konsep teoritis akuntansi;
3. Prinsip Akuntansi
Teori akuntansi dapat bekerja dengan baik dengan empat konsep dasar yang dapat
mendefinisikan dan menjelaskan pedoman penting dalam manajemen bisnis, seperti konsep-
konsep berikut (Nilawanti, 2021):
1. Konsep dasar akrual adalah konsep yang menjelaskan kebutuhan untuk memiliki
pendapatan dan kewajiban bisnis ketika seluruh bisnis dilakukan. Misalnya, jika seorang
pedagang grosir atau eceran memesan barang dengan persediaan Rp 1 juta, tetapi tidak
membayar pada saat itu, pedagang harus mencatat liabilitas atau kewajibannya. Bahkan
sama halnya dengan pengiklan atau pemasok yang menghitung penjualan barang tersebut.
2. Konsep konsistensi menekankan pada metode akuntansi yang digunakan dalam
perusahaan, yaitu metode tersebut harus selalu digunakan secara konsisten. Misalnya,
akuntan telah memutuskan untuk menggunakan metode pembukuan double- 44 entry
19
untuk catatan bulanan untuk periode tersebut, jadi dia harus menerapkan catatan secara
konsisten sampai selesai.
3. Konsep kelangsungan usaha adalah akuntan harus menyadari bahwa bisnis itu layak dan
akan segera beroperasi. Jika akuntan menemukan bahwa bisnis tidak akan berhasil di masa
depan, perlu untuk memberikan alasan yang tepat ketika menerima bentuk laporan
keuangan yang digunakan. Jika akuntan yakin bahwa bisnisnya tidak akan berlanjut di
masa depan dan tidak memiliki cukup bukti untuk mendukung asumsinya, ia harus
menyertakan "disclaimer" dalam laporannya.
4. Konsep kehati-hatian adalah konsep yang menunjukkan bahwa kewajiban (liabilitas) harus
diperhitungkan dalam neraca, meskipun kemungkinan terjadinya masih kecil. Sama halnya
ketika dilakukan perhitungan atas laporan laba rugi dalam laporan keuangan, sehingga
membantu perusahaan memprediksi kerugian yang mungkin terjadi di masa yang akan
datang. (Hery, 2015)
Teori akuntansi mencakup sejumlah konsep dan prinsip dasar yang membentuk dasar-
dasar pemahaman tentang praktik akuntansi. PSAK 16 memberikan panduan mengenai
pengakuan, pengukuran, dan penyajian aset tetap dalam laporan keuangan entitas. Berikut
adalah beberapa perspektif teori akuntansi yang dapat diterapkan pada PSAK 19:
1. Teori Pengukuran:
Teori pengukuran dalam akuntansi membahas konsep pengukuran aset, kewajiban, dan
ekuitas. Dalam konteks PSAK 19, teori pengukuran dapat digunakan untuk membahas
metode yang dapat diterapkan dalam mengukur provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset
kontinjensi, serta implikasinya terhadap laporan keuangan.
2. Teori Biaya dan Manfaat:
Teori biaya dan manfaat dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi dan
kebermanfaatan pengungkapan provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi.
Pertimbangan biaya implementasi PSAK 19 seharusnya tidak melebihi manfaat informasi
yang diberikan oleh akuntansi tersebut.
3. Teori Konservatisme:
Teori konservatisme menekankan pada prinsip penghindaran overstatement atas kekayaan
dan pendapatan. Dalam konteks PSAK 19, penerapan prinsip konservatisme dapat
tercermin dalam pengukuran provisi dan penanganan liabilitas serta aset kontinjensi yang
mengantisipasi kemungkinan kerugian.
4. Teori Pengungkapan:
20
Teori pengungkapan mendukung kebutuhan akan informasi yang cukup dan relevan dalam
laporan keuangan. Dalam konteks PSAK 19, teori pengungkapan berkaitan dengan
penyajian informasi yang jelas dan terperinci terkait provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset
kontinjensi.
5. Teori Risiko dan Unsikap:
Teori risiko dan unsikap dapat digunakan untuk merangkum hubungan antara kebijakan
risiko perusahaan dengan pengakuan provisi dan penanganan liabilitas serta aset
kontinjensi. Penerapan PSAK 19 seharusnya mencerminkan pemahaman mendalam
terhadap risiko dan ketidakpastian yang mungkin dihadapi oleh entitas.
6. Teori Kebijakan Akuntansi:
Teori kebijakan akuntansi mendukung pandangan bahwa entitas memiliki kebebasan
untuk memilih metode akuntansi tertentu, terutama dalam situasi ketidakpastian. Dalam
konteks PSAK 19, teori ini dapat mendorong pemikiran strategis terkait kebijakan
akuntansi yang sesuai dengan karakteristik dan kebijakan perusahaan.
7. Teori Pemilihan Akuntansi:
Teori pemilihan akuntansi mengakui bahwa dalam beberapa situasi, entitas dapat memilih
metode akuntansi yang paling sesuai dengan keadaan mereka. Diskusi mengenai metode
pengukuran dan pengungkapan dalam PSAK 19 dapat dipahami melalui lensa teori ini.
Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip teori akuntansi ini, pembahasan mengenai
PSAK 19 dapat diperkaya dan mendalam, menciptakan landasan konseptual yang kuat dalam
mengimplementasikan standar akuntansi tersebut.
Berikut adalah beberapa alasan mengapa memahami teori akuntansi sangat penting:
Pemahaman teori akuntansi, bukan hanya relevan bagi para akademisi, tetapi juga bagi
para praktisi dan pengguna laporan keuangan. Ini merupakan landasan yang penting untuk
memastikan integritas, kualitas, dan konsistensi dalam praktik akuntansi.
22
BAB III
23
BAB IV
KESIMPULAN
Dalam menutup makalah ini, dapat disimpulkan bahwa PSAK 19 adalah suatu kerangka
kerja akuntansi yang krusial dalam mengelola ketidakpastian dan risiko di dalam entitas. Melalui
pemahaman mendalam mengenai konsep provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi, serta
evaluasi terhadap perubahan signifikan dalam revisi 2019, entitas dapat mengimplementasikan
standar ini dengan lebih efektif.
Revisi PSAK 19 pada tahun 2019 memberikan panduan yang lebih rinci dan relevan,
mencerminkan respons terhadap dinamika bisnis yang semakin kompleks. Konsep pengakuan,
pengukuran, dan pengungkapan provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi telah menjadi
lebih terperinci, menciptakan landasan yang kokoh bagi entitas dalam mengelola kewajiban,
risiko potensial, dan peluang ekonomis yang mungkin muncul di masa depan.
Dalam mengimplementasikan PSAK 19, entitas dituntut untuk menjalankan fungsi
akuntansi sebagai instrumen pengelolaan risiko dan ketidakpastian. Penanganan provisi, liabilitas
kontinjensi, dan aset kontinjensi bukan hanya sekadar kewajiban akuntansi, tetapi juga strategi
untuk memberikan informasi yang akurat dan relevan kepada pemangku kepentingan.
Pentingnya kebijakan risiko dan pemilihan akuntansi terkait PSAK 19 menunjukkan bahwa
pengelolaan ketidakpastian bukanlah tugas semata-mata akuntansi, tetapi juga memerlukan
kerjasama antara berbagai fungsi dalam suatu organisasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep
teori akuntansi, entitas dapat merumuskan kebijakan yang sesuai dan menerapkan PSAK 19
sebagai alat untuk mencapai tujuan manajemen dan keuangan.
Secara keseluruhan, PSAK 19 memberikan kerangka kerja yang mendalam dan terinci
untuk pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset
kontinjensi. Dalam era ketidakpastian bisnis yang semakin meningkat, penerapan PSAK 19
menjadi kunci untuk menyediakan informasi yang berkualitas dan membangun kepercayaan
pemangku kepentingan terhadap laporan keuangan entitas.
24
DAFTAR PUSTAKA
Wicaksono, G., Veronica, A., Anita, L., Hm, I., Ibrahim, F. N., Husain, S., . . . Aristantia, S. E.
(2022). Teori Akuntansi. Padang: Pt Global Eksekutif Teknologi.
25