Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

AQIDAH ASWAJA

DOSEN PENANGGUNG JAWAB :


………………..
DISUSUN OLEH :
……………………………
……………………………..
………………………………

PRODI : TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS : TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR


2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Aqidah Aswaja" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aswaja I. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang Aswaja bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu……………………… selaku dosen Mata


Kuliah Aswaja I. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 24 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................1
LATAR BELAKANG...............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Pengertian Aswaja...........................................................................................................5
B. Ruang Lingkup Aqidah Aswaja....................................................................................15
C. Tujuan Akidah Aswaja..................................................................................................22
BAB III.....................................................................................................................................25
PENUTUP................................................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26

iii
iv
BAB I

LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang Masalah

Islam yang masuk ke wilayah nusantara adalah islam yang menganut paham
Ahlus Sunnah Wal Jamaah (Aswaja). Aswaja atau Ahlussunnah wal Jama’ah secara
bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu ahlu, as-sunnah, dan al Jama’ah. Ahl, yang
berarti Ashabul Madzhab yaitu “pemeluk aliran” atau “pengikut madzhab”. AsSunnah
mempunyai arti at Thariqah, yaitu “jalan”. Dalam makna lain, Ahlus-Sunnah
merupakan jalan (thariqah) para sahabat Nabi dan tabi’in. Adapun al Jama’ah adalah
sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Menurut istilah, Aswaja berarti penganut
Sunnah, dan mayoritas umat. Sedangkan yang dimaksud mayoritas umat adalah
mayoritas sahabat Nabi Muhammad SAW.

Ahlus-Sunnah wal Jama’ah adalah salah satu organiasasi Islam terbesar di


Indonesia bahkan dunia, sekaligus memiliki pengaruh besar dalam pendidikan Islam
di Indonesia. Nahdlatul Ulama adalah oganisasi yang menjadi kunci kestabilan
Negara ini. Seperti yang disebutkan dalam survey tentang NU, Hanta Yuda AR
(Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia) mengatakan bahwa NU adalah pilar
pemersatu bangsa yang mempunyai komitmen dan kontribusi nyata dalam menjaga
kedaulatan NKRI. Dan Khittah NU tahun 1926 dapat menghantarkan NU pada
semangat perjuangan dalam berbagai aspek, yakni demi terwujudnya masyarakat adil
dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini tertuang
dalam sila ke 5 Pancasila. Nahdlatul ulama merupakan gerkan keagamaan yang
bertujuan untuk membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat bertakwa
kepada Allah Swt, cerdas, terampil, berakhlakul mulia, tentram, adil, dan sejahtera.

Selain itu pandangan ASWAJA oleh kalangan NU dirumuskan sebagai


landasan berpikir, bersikap, dan bertindak. Sementara Islam reformis merumuskan
ASWAJA sebagai teori dan praktek yang menyangkut dimensi lahir dan batin.
Pandangan tersebut dirinci dalam berbagai disiplin keilmuan dan agenda kegiatan

1
sosial, sehingga pengertian ASWAJA kemudian tidak hanya melipti doktrin teologi
(akidah) tetapi juga berkembang pada wilayah ideologi pembaharuan sosial.
Dalam menguraikan paham ASWAJA versi NU, para Kiai dan pengikut NU
tidak bisa dilepaskan dari pemikiran Kiai Hasyim Asy’ari, selaku salah satu pendiri
NU. Secara umum pemahaman NU tentang ajaran ASWAJA adalah berpegang teguh
pada matai rantai sejarah pemikiran ulama’ terdahulu dalam perilaku keagamaanya.
Paham keaswajaan di NU mencakup tiga wilayah, bidang teologi,fiqih, dan tasawuf.
Meskipun demikian tidak dapat dipungkiri terjadinya perselisihan di antara para Kiai
NU dalam memahami Aswaja. Hal ini terjadi karena para Kiai tersebut memiliki
kecenderungan yang berbeda dalam memahami paham ASWAJA dilihat dari berbagai
bidang yang lebih dicenderungi. Oleh karena itu pemahaman Kiai Said Aqil Siroj
yang dianggap kontroversional oleh sebagaian kalangan Nahdliyin dikarenakan Kiai
Said melihat ASWAJA lebih condong kepada kajian filsafat tasawufnya. Sehingga
rekontruksi pemaknaan ulang oleh Kiai Said ini menimbulkan pergolakan yang luar
biasa dari tahun pertama beliau memaparkanya sampai sekarang.Hal ini disebabkan
karena paradigma yang digunakan oleh sebagaian kaum Nahdliyin berbeda dengan
Kiai Said, yang mana Kiai Said selain Kiai juga seorang akademisi.

Sebagai kelompok mayoritas pola pikir polotik kaum sunni biasanya sangat
pro kepada pemerintah yang berkuasa. Pemikir- pemikir dari ahli politik sunni
cenderung membela dan mempertahankan kekuasaan. Tidak jarang pula pemikir
politik dan kenegaraan mereka menjadi alat legitimasi bagi kekuasan Khalifah yang
memerintahkan, dari sana dapat dilihat bahwa hukum pengangkatan kepala negara
merupakan hal yang sangat urgen dalam kepemimpinan ummat islam.
Dalam pembahasan keagamaan dan keilmuan, terminologi sunni digunakan
untuk menyebut kelompok Ahlusunnah, yakni suatu mazhab dalam Islam yang
mendasrkan struktur keagamaan, sistem nilai afektif dan ritual-ritual praksisnya diatas
nash-nash Al-Qur’an, sunnah Nabi SAW, sunnah para sahabat dan generasi para
tabiin-tabiin. Dengan sendirinya dalam pembahasan ini kita menggunakan istilah
Sunni untuk menyebut sebuah kelompok sebagaimana defenisi diatas. Dalam
pengertian yang kita singgung diatas, penggunaan dan interpretasi nash-nash agama
haruslah dimaknai secara umum, karena ketiadaan pembatasan jalur periwayatan nash
(utamanya sunnah Nabi saw) yang disepakati secara ijma’(consensus) dan dianggab
baku oleh ulama-ulama mazhab Ahlussunah. Mereka umumnya memiliki metode

2
verifikasi tertentu yang melaluinya mereka mendefenisiskan nas-nas yang mereka
anggap otoritatif.

Dalam sejarah dinyatakan pada masa zaman itu terjadilah apa yang dinamakan
“fitnah Qur’an makhluk” yang mengorbankan beribu-ribu ulama yang tidak sepaham
dengan Mu’tazilah. Imam Abu Hasan al ‘Asy’ari melihat, bahwa dalam paham kaum
Mu’tazilah banyak terdapat kesalah besar, banyak yang bertentangan dengan i’tiqad
dan kepercayaan Nabi Muhammad SAW, dan sahabat-sahabat beliau dan banyak
yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist. Maka karena itu beliau keluar dari
golongan Mu’tazilah dan bertaubat kepada Tuhan atas kesalahan-kesalahan yang lalu.
Bukan saja begitu, tetapi kemuka di garis depan untuk melawan dan mengalahkan
kaum Mu’tazilah yang salah itu.

Pendidikan ke-NU-an memberikan tuntunan diantaranya bahwa visi Aswaja


adalah untuk mewujudkan manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, etis, jujur
dan adil, disiplin, menjaga keseimbangan, toleransi, dan menjalankan amar ma’ruf
nahi munkar sebagai budaya Ahlussunnah wal Jama’ah.

Salah satu lembaga pendidikan yang memasukkan mata pelajaran ke-NU-an


dalam muatan kurikulum pendidikan Islam di Jawa Tengah adalah SMK Ma’arif 5
Gombong yang beralamat di Jl. Lingkar Selatan No.32 Patemon, Gombong,
Kabupaten Kebumen. Sekolah ini adalah lembaga pendidikan yang berada dibawah
naungan LP Ma’arif NU, dimana lembaga ini memiliki jiwa semangat yang kuat
dalam menyebarkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah. Sekolah berbasis
kejuruan ini memasukkan mata pembelajaran Ke-NU-an sebagai mata pelajaran wajib
muatan lokal.

Internalisasi pendidikan karakter dalam mata pelajaran Ke-NU-an di SMK


Ma’arif 5 Gombong juga dipraktikan dengan melakukan pembiasaan yang berjalan
setiap harinya. Beranjak awal munculnya wabah covid 19, tidak menyurutkan sekolah
ini untuk tetap melaksanakan pembelajaran seperti biasa. Pembiasaan yang dilakukan
setiap pagi diantaranya adalah melaksanakan sholat dhuha, memimpin do’a setelah
sholat fardhu secara bergilir dan sisetmatis, membaca surat Yasin dan asmaul husna
serta kegiatan khitobah setiap hari Jum’at, dan melaksanakan sholat dhuhur

3
berjama’ah setelah pembelajaran berakhir. Sekolah dengan berlatar belakang sekolah
kejuruan ini, disisi lain adalah lembaga pendidikan yang siap mencetak para generasi
NU. Dengan fasilitas pendukung yang paling utama adalah adanya pesantren An
Nahdliyah 5 sebagai pencetak generasi Nahdliyin yang nantinya akan menjadi figur
atau pengaruh yang signifikan bagi siswa lain non santri.

Dalam dunia pendidikan, hal tersebut sangat diperlukan mengingat kembali


bahwa realita saat ini bertolak belakang dengan tujuan pendidikan. Para peserta didik
cenderung terpengaruh oleh pergaulan yang menyimpang dari norma-norma agama,
dengan tampil beda sebagai keinginan mereka untuk mendapatkan perhatian lebih.
Dari bermacam permasalahan yang ada, maka peneleliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang implementasi nilai aswaja terkait dengan kaidah fiqhiyah pada mata
pelajaran ke-NU-an di SMK Ma’arif 5 Gombong kelas XII khususnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Aswaja?


2. Bagaimana ruang lingkup akidah Aswaja?
3. Apa tujuan mempelajari Aswaja?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aswaja

Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah sawadul a’zhom (golongan terbesar) dari umat
Muhammad Saw.

Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama'ah. Ada tiga kata yang
membentuk istilah tersebut, yaitu: Ahl, berarti keluarga, golongan, atau pengikut. Al-
Sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah (jalan atau cara
walaupun tidak diridhoi).

Secara Bahasa Secara Istilah


Terdiri dari 3 kalimat: Golongan yang selalu setia mengikuti dan
- Ahlun yang berarti pengikut berpegang teguh pada jejak langkah
- as-Sunnah yang berarti jejak nabi Rasulullah saw. sebagaimana yang
- al-Jama’ah yang berarti kumpulan atau dipraktikkan bersama para sahabatnya
kelompok (kelompok sahabat semasa hidup dan apa yang dipraktekkan
Nabi/Tabi’in, dan murid para sahabat sahabat sepeninggal beliau khususnya
Nabi/ Tabi’it Tabi’in). Khulafaur Rasyidin.

Ahlussunnah wal jamaah bermakna kelompok yang konsisten dalam mengikuti


jejak langkah Nabi dan para sahabat serta selalu menjaga kebersamaan antarkaum
muslimin.

Aswaja adalah singkatan dari Ahlu sunnaah waljamaah, secara lingusitik berasal
dari kata ahlun,Sunnah dan jamaah. Ahlun yang artinya keluarga, golongan dan pengikut.
Sunnah berarti perkataan,pemikiran dan amal perbuatan nabi Muhammad SAW,
sedangkan jamaah adalah sekelompok orang yang memiliki tujuan tertentu.

Kata Sunnah berasal dari “Sanna Yasunnu” yang bermakna perjalanan dan tradisi
yang dijaga-jaga. Secara istilah bermakna jalan yang ditempuh dalam agama tampa ada
ketetapan hokum wajib. Jadi yang dimaksud Sunnah nabi SAW yaitu segala sesuatu yang
dikerjakan oleh nabi SAW dengan sekali-kali meninggalkannya. Sunnah nabi SAW ada

5
dua macam, pertama Sunnah yang berhubungan ibadah dan disebut Sunnah alhuda
(petunjuk) dan siapa yang melakukan akan menyempurnakan keimannya, contoh sunnah
ini adalah menghindari yang makruh. Keuda Sunnah yang berhuungan dengan adat dan
ini disebut Sunnah Al Zawaid (tambahan ) dan siapa yang melakukannya akan mendapat
pahala dan yang meninggalkannya tidak menjadi keburukan baginya. Cotoh Sunnah ini
adalah kebiasaan nabi SAW dalam berdiri, duduk dan berpakaian.

Ahlu al-Sunnah dapat diartikan dengan orang-orang yang mengikuti sunnah dan
berpegang teguh padanya dalam segala perkara baik dalam perkataan pemikiran dan
perbuatan, yang merujuk kepada apa saja yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan
para sahabatnya dalam sebuah hadits disebutkan Ma ana ‘alaihi wa ashabi, dan orang-
orang yang mengikuti mereka sampai hari Qiamat. Seseorang dikatakan mengikuti al-
Sunah, jika ia beramal menurut apa yang diamalkan oleh Nabi SAW berdasarkan dalil
syar‘i, baik hal itu terdapat dalam alQur‘an, hadits Nabi SAW, ataupun merupakan ijtihad
para sahabat.

Adapun al-Jama‘ah, berasal dari kata jama‘a dengan akar kata yajma‘u jama‘atan
yang berarti “menyetujui” atau “bersepakat”. Dalam hal ini, aljama‘ah juga berarti
berpegang teguh pada tali Allah SWT secara berjamaah, tidak berpecah dan berselisih.
Pernyataan ini sesuai dengan riwayat Ali bin Abi Thalib yang mengatakan: “Tetapkanlah
oleh kamu sekalian sebagaimana yang kamu tetapkan, sesungguhnya aku benci
perselisihan hingga manusia menjadi berjamaah”.

Sedangkan secara Istilah Berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid
menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy‘ari dan Abu Mansur Al Maturidi,
sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi‘i,
Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid
al Baghdadi Penggunaan istilah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Az Zabidi dalam Ithaf
Sadatul Muttaqin, penjelasan atau syarah dari Ihya Ulumuddinnya Al-Ghazali: jika
disebutkan ahlussunnah, maka yang dimaksud adalah pengikut Al-Asy‘ari dan Al-
Maturidi. Penulis memahami Ahlus Sunnah Wal Jamaah sebagai aliran atau Paham yang
mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabatnya. Mengikuti rasulullah berarti meneladani
dari semua aspek kehidupan beliau, baik yang berupa perkataan, perbuatan dan apa yang
disetujui oleh rasulullah, termasuk juga mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh para
sahabat beliau.

6
Orang yang mengaku dirinya sebagai ahlu Sunnah wal jamaah adalah orang-orang
yang berpegang teguh terhadap ajaran al-Quran dan Sunnah rasulullah SAW serta
mengikuti apa yang telah dilakukan oleh para sahabat. Bukanlah Ahlu Sunnah awal
jamaah, orang-orang yang mangku ahli Sunnah tetapi perilakunya tidak sesuai dengan Al-
Quran Hadits dan apa yang dicontohkan oleh sahabat Rasulullah SAW, baik dalam
persoalan ibadah dan amaliah lainnya

Artinya: “Allah tidak mengumpulkan umatku dalam kesesatan, jika kalian melihat
perbedaan, maka wajib bagi kamu bersama golongan terbanyak.” (HR. at-Tirmidzi dan
Ibnu Majah)

Rasulullah menjelaskan bahwa kaum yahudi akan terpecah menjadi 71 golongan,


kaum nasrani menjadi 72 sedangkan umat rasulullah akan menjadi 73 golongan dan
hanya satu yang selamat dari semua golongan tersebut, yaitu ahlu Sunnah wal jamaah.
Penggunaan istilah ahlu sunnah waljamaah sebagai salah satu paham dalam agama islam,
memiliki landasan yang kuat dari hadits rasulullah SAW. Hadits tersebut termasuk dalam
katagori hadits shahih menurut beberapa huffads diantaranya, ibnu hibban, al-tirmidzi,
ibnu hajar al atsqalani, aliraqi, Al-ahkawi, al- suyuthi dan Al-hakim. Keshahihan hadits
tersebut menurut beberapa tokoh di atas meligitimasi bahwa dasar yang digunakan oleh
Ahlu Sunnah waljamaah sebagai paham yang diakui oleh rasulullah, memiliki tingkat
validitas yang tinnggi (tidak diragukan kebenarannya).

Ahlusunnah wal Jama’ah (Aswaja) adalah salah satu aliran pemahaman teologis
(Aqidah) Islam. Selain Aswaja ada faham-faham teologi lain seperti Khawarij, Murji’ah,
Qadariyah, Jabariyah dan Syi’ah. Pemahaman teologi Aswaja ini diyakini sebagian besar
umat Islam sebagai pemahaman yang benar yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW kepada para sahabatnya. Kemudian secara turun-temurun faham Aswaja diajarkan
kepada generasi berikutnya (Tabi’in-Tabi’at Tabi’in) dan selanjutnya diteruskan oleh
generasi-generasi berikutnya sehingga sampai kepada kita. Hal ini tentu dapat dibuktikan
melalui kajian-kajian literer keagamaan. Berkaitan dengan ini ribuan kitab dan buku telah
ditulis oleh banyak ulama dan pakar/ahli.

Menurut telaah sejarah,istilah Aswaja muncul sebagai reaksi terhadap faham


kelompok Mu’tazilah yang dikenal sebagai “kaum rasional Islam” yang ekstrim.
Kelompok imi mengedepankan pemahaman teologi Islam yang bersifat rasional (‘aqli)

7
dan liberalis. Faham Mu’tazilah ini antara lain dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran
filsafati dan yunani. Mereka berpegang teguh pada faham Qadariyah atau freez will, yaitu
konsep pdmikiran yang mengandung faham kebebasan dan berkuasanya manusia atas
perbuatan-perbuatannya. Artinya, perbuatan manusia itu diwujudkan oleh manusia itu
sendiri,bukan diciptakan Tuhan. Di samping reaksi terhadap faham Mu’tazilah,Aswaja
juga berusaha mengatasi suatu faham ekstrim yang lain,yang berlawanan faham secara
total dengan kaum Jabariyah. Dimana mereka berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan atau kuasa dalam berkehendak dan berbuat. Kehendak (iradah)
dan perbuatan manusia terikat dengan kehendak mutlak Tuhan. Jadi segala perbuatan
manusia itu dilakukan dalam keadaan terpaksa (mujbar). Mereka akhirnya berfikir
fatalistic. Mengapa? Karena kelompok ini cenderung berfikir skriptualistik sementara
kelompok Mu’tazilah berfikir rasionalistik.

Secara ideology politik penganut Aswajja juga sering disebut dengan “Kaum
Sunni”. Istilah ini sering diantonimkan dengan “Kaum Syi’i” . Hal ini pada awalnya
terjadi karena adanya perbedaan pandangan di kalangan para sahabat Nabi mengenai
kepemimpinan

Dalam kajian akidah/ilmu kalam istilah Ahlusunnah wal Jama’ah dinisbatkan


pada paham yang diusung oleh Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi,yang
menentang paham Khawarij dan Jabariyah (yang cenderung tekstual) dan paham
Qadariyah dan Mu’tazilah (yang cenderung liberal).

Dalam kajian fikih,istilah Ahlusunnah wal Jama’ah disisbatkan pada paham Sunni
yaitu merujuk pada fikih 4 (empat) madzhab (Hanafi,Maliki,Syafi’I,dan Hanbali) yang
berbeda dengan paham fikih Syi’iy,Dzahiriy,Ja’fariy.

Dari situlah kemudian NU menjadikan Ahlusunnah wal Jamaah sebagai asas


organisasi, yaitu dalam bidang aqidah mengikuti Abu Hasan Asy’ari dan Abu Mansur al-
Maturidi. Sedangkan dalam bidang fikih mengikuti salah satu dari fikih 4 (empat)
madzhab Syafi’i (Syafi’iyyah).

Kemudian,pengertian Ahlusunnah wal Jama’ah dalam bidang tashawwuf, NU


mengikuti imam al-Junaidi al-Bagdadi (w.297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali at-Thusi
(w,505 H/1111M).

8
Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah:

Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum. Disebut Ahlus
Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum.

As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik
atau buruk.

Sedangkan menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk


yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya,
baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-
Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang
menyalahinya akan dicela.

Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah (wafat 795


H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh
kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya
yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah As-
Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-
Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini
diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’i (wafat th. 157
H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).”

Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-
belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang
berpegang kepada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan
mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.

Jama’ah menurut ulama ‘aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari


ummat ini, yaitu kalangan Sahabat, Tabi’ut Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti
dalam kebaikan hingga hari Kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.

9
Imam Abu Syammah asy-Syafi’i rahimahullah (wafat th. 665 H) berkata:
“Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya adalah berpegang kepada
kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang
menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang
pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
Sahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan)
sesudah mereka.”

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu:

‫َاْلَج َم اَع ُة َم ا َو اَفَق اْلَح َّق َو ِإْن ُكْنَت َو ْح َدَك‬

“Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.”

Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter
mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang
baru dan bid’ah dalam agama.

Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah),
maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu,
mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapatkan
per-tolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), Ghurabaa’ (orang
asing).

Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka
beruntunglah bagi al-Ghurabaa’ (orang-orang asing).”

10
Sedangkan makna al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhu ketika suatu hari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ُأَناٌس َص اِلُحْو َن ِفْي ُأَناِس ُسْو ٍء َك ِثْيٍر َم ْن َيْع ِص ْيِهْم َأْك َثُر ِمَّم ْن ُيِط ْيُعُهْم‬.

“Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang


jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-


Ghurabaa’:

‫َاَّلِذ ْيَن ُيْص ِلُحْو َن ِع ْنَد َفَس اِد الَّناِس‬.

“Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah


rusaknya manusia.”

Dalam riwayat yang lain disebutkan:

…‫اَّلِذ ْيَن ُيْص ِلُحْو َن َم ا َأْفَس َد الَّناُس ِم ْن َبْع ِد ي ِم ْن ُس َّنِتي‬.

11
“Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam) sesudah dirusak oleh manusia.”

Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya


disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-
Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi
Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan
realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti:
‘Abdullah Ibnul Mubarak: ‘Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin

Sinan dan yang lainnya, ‫هللا‬ ‫رحمهم‬.

Imam asy-Syafi’i[22] (wafat th. 204 H) rahimahullah berkata: “Apabila aku


melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Sahabat Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik
kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita
berterima kasih atas usaha mereka.”

Imam Ibnu Hazm azh-Zhahiri (wafat th. 456 H) rahimahullah menjelaskan


mengenai Ahlus Sunnah: “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah ahlul haqq,
sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu
adalah para Sahabat Radhiyallahu anhum dan setiap orang yang mengikuti manhaj
mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ashhaabul hadits dan yang mengikuti
mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang
awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.

Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada
kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi Sahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.

‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata ketika menafsirkan firman


Allah Azza wa Jalla:

12
‫َّيْو َم َتْبَيُّض ُوُجْو ٌه َّو َتْس َو ُّد ُوُجْو ٌهۚ َفَاَّم ا اَّلِذ ْيَن اْس َو َّد ْت ُوُجْو ُهُهْۗم َا َك َفْر ُتْم َبْع َد‬
‫ِاْيَم اِنُك ْم َفُذ ْو ُقوا اْلَع َذ اَب ِبَم ا ُكْنُتْم َتْكُفُرْو َن‬

“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah
yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka
dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab
disebabkan kekafiranmu itu.’” [Ali ‘Imran/3: 106]

“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”

Istilah ahlussunah wal jamaah muncul akibat reaksi faham kelompok Mutazilah
yang dikenal sebagai kaum rasionalis Islam ekstrim yang berpegang teguh pada faham
Qadariyah, yakni konsep pemikiran yang mengandung faham kebebasan dan berkuasanya
manusia atas perbuatan-perbuatannya.

Selain itu, terdapat faham yang bernama Jabariyah, di mana mereka berpendapat
bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan atau kuasa dalam berkehendak dan
berbuat. Sehingga seluruh perbuatan manusia itu dilakukan mutlak karena terpaksa dan
kehendak Tuhan.

Dalam menghadapi kedua faham tersebut, Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan
Imam Abu Mansur al Maturidi meluruskan hal tersebut. Mereka berdua mengambil jalan
tengah dari kedua faham tersebut.

Jejak langkah Rasul semuanya berasal dari wahyu yang berupa kitab suci al-
Qur’an dan sunnah Rasul yang meliputi aqwal (ucapan), ahwal (perbuatan), dan taqrir
(penetapan) Rasul. Jejak langkah Rasul tersebut dipegang teguh dan diamalkan oleh para

13
sahabat sehingga menjadi sunahnya, kemudian diteruskan kepada tabi’in dan tabi’it
tabi’in.

Ahlussunnah wal Jama’ah dapat juga di sebut “assawadul A’dhom” yakni


golongan terbesar umat Islam yang di dalamnya terdapat para ulama ahlul haq dari
berbagai keahlian ilmu. Ada ahli fikih, ilmu kalam, hadis, tafsir, tasawuf dan sebagainya.

Rasulullah saw. berpesan:

Hendaknya kamu semua berpegang teguh pada sunahku, dan sunah Khulafaur
Rasyidin yang mendapat petunjuk”. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

Sampai hari ini,golongan terbesar umat Islam adalah pengikut Imam Abul Hasan
al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Karena itu,Syekh Murtadha az-Zabidi dalam
Syarah kitab Ihya’ Ulumuddin mengatakan,

Syekh Ibnu ‘Abidin al-Hanafi berkata dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin,

“Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah umat Islam yang mengikuti Imam Abul Hasan
al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi.” (Hasyiyah Ibnu ‘Abidin)

Muktamar Checnya yang diadakan pada 25 Agustus 2016 juga menegaskan


bahwa Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah pengikut Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dalam
rilisan Muktamar dikatakan,

Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah umat Islam yang mengikuti Imam Abul
Hasan alAsy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi, dan di antara Ahlus Sunnah adalah
Ahli Hadis yang mufawwid (menyerahkan penafsiran nas-nas mutasyabihat kepada
Allah) dalam masalah akidah, para pengikut mazhab yang empat; Hanafi, Maliki,
Syafi’i, Hanbali dalam masalah fikih, dan Ahli Tasawuf yang jernih secara ilmu, akhlak,
dan penyucian hati mengikuti metode pemimpin para sufi, al-Imam al-Junaid dan orang
yang berjalan mengikuti langkah-langkah beliau; yaitu para pemimpin yang mendapatkan
petunjuk.

Ahlussunah wal jama’ah (disingkat Aswaja) merupakan suatu istilah yang


diperebutkan maknanya oleh berbagai firqah atau kelompok Islam. Hal itu karena
ahlussunah wal jama’ah merupakan suatu kelompok yang benar dan akan masuk ke
dalam surga. Hal ini dinyatakan dalam hadits Nabi yang artinya:

14
“Rosululloh saw bersabda: demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad,
sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 golongan, satu golongan masuk surga dan
yang 72 golongan akan masuk neraka, seorang sahabat bertanya, “siapakah mereka yang
masuk surga itu, ya Rosulalloh? “ Rosul menjawab “Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah.“ (H.R. Imam Thobroni).

B. Ruang Lingkup Aqidah Aswaja

Karena secara substansi paham Aswaja adalah Islam itu sendiri,maka ruang
lingkup Aswaja berarti

Menurut Abd al-Qahir al-Baghdadi dalam kitabnya, al-Farq Bayn al-Firaq,


Ahlussunnah wal jama’ah terdiri atas delapan kelompok: Mutakallimun atau Ahli ilmu
Tawhid, Ahli Fiqh aliran al-Ra’y dan al-Hadis, Ahli Hadis, Ahli Ilmu Bahasa, Ahli
Qira’at dan Tafsir, Ahli Tasawwuf, Para Mujahidin, dan Masyarakat awam yang
mengikut pegangan ahlussunnah wal jama’ah.

Sedangkan dalam kitabnya yang berjudul Ziyadat Ta’liqat (hlm. 23-24), KH.
Hasyim Asy’ari menyebut Ahlussunnah wal jama’ah sebagai kelompok Ahli Tafsir, Ahli
Hadis dan Ahli Fikih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah
Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahnya. Mereka adalah kelompok yang
selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang
ini terhimpun dalam madzhab yang empat yaitu Mazhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan
Hanbali.

Ringkasnya, faham Ahlussunah Waljama’ah meliputi tiga ruang lingkup yaitu:


Lingkup akidah, lbadah, dan akhlak. Selanjutnya, untuk membedakan lingkup-
lingkup Ahlussunnah Waljamaah tersebut dengan lingkup-lingkup lain, perlu ditegaskan
dengan menyebut masing masingnya menjadi Akidah Ahlussunnah waljamaah, Ibadah
(fikih) Ahlussunnah Waljamaah, dan Akhlak Ahlussunnah Waljamaah.

Namun, mengacu pada hadits iftiraq tersebut di atas, sebenarnya pada


asalnya, ahlussunnah itu hanya dalam lingkup akidah.

15
Pertama, Akidah Ahlussunnah Waljamaah. Adapun dalam bidang akidah, yang
memenuhi kriteria Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan yang dikenal dengan nama
Asy’ariyah (pengikut Imam Abu Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyah (pengikut Imam Abu
Manshur al-Maturidi). Merekalah golongan mayoritas ulama dari masa ke masa.
Pandangan mereka dalam akidah adalah sama persis dengan pandangan ulama salaf,
hanya saja sesuai tuntutan zaman, mereka memberikan hujjah dengan argumen-argumen
rasional sehingga akidah salaf yang mereka perkenalkan adalah akidah yang kuat dari
sisi naql (periwayatan) dan juga kuat dari sisi ‘aql (rasio). Tak heran, sejarah
membuktikan bahwa hanya akidah Asy’ariyah dan Maturidiyah yang tahan uji
menghadapi berbagai tantangan dari kelompok lain.

Kedua, Imam tersebut sama-sama mempergunakan akal sebatas untuk memahami


naql, tidak sampai mensejajarkannya apalagi memujanya. Bahkan secara terang-terangan
melalui karya-karyanya, keduanya sama-sama menolak dan menentang logika Mu’tazilah
yang terlalu memuja akal dan nyaris mengabaikan petunjuk naql.

Dengan demikian, maka dalam konteks historis, paham Ahlussunnah Waljamaah


adalah sebuah paham yang dalam lingkup akidah mengikuti pemikiran kalam al Asy’ari
atau al-Maturidi. Yang institusinya kemudian disebut al-Asy’ariyah atau al-Maturidiyah.
Dan sebagai institusi besar, keduanya tidak luput dari tokoh-tokoh pengikut yang selain
menyebarkan, juga mengembangkan pemikiran kalam yang dicetuskan oleh pendirinya.

Beberapa nama tokoh yang menyebar-kembang kan pemikiran kalam al-Asy’ari


dan al-Maturidi itu, tercatat nama-nama besar seperti, al-Baqilani, al-Juwaini (Imam al-
Haramain), al-Isfirayini, Abu Bakar al-Qaffal, al-Qusyairi, Fahr al-Din al-Razi, Izz al-
Din’ Abd al Salam, termasuk al Ghazali dan al-Bazdawi. Dan pemikiran kalam yang
banyak masuk serta mewarnai umat Islam di Indonesia ialah pemikiran kalam al-Asy’ari
yang telah dikembangkan oleh al-Ghazali yang lebih dikenal sebagai tokoh sufistik.

Jauh (berabad-abad) pasca tokoh-tokoh tersebut, di Indonesia dikenal pula tokoh-


tokoh al-Asy’ariyah (Asya’irah) seperti, Syaikh al-Sanusi, Syaikh al-Syarqawi, Syaikh al-
Bajuri, Syaikh Nawawi Banten, Syaikh al-Tarabilisi, Syaikh al-Fatani, dan lain-lain.
Yang tidak mustahil, pemikiran kalam mereka sudah berbeda dengan pemikiran kalam al-
Asy’ari sendiri atau setidak-tidaknya ada nuansa lain.

16
Kedua, Fikih Ahlussunnah Waljamaah. Dalam konteks historis, institusi fiqh yang
sejalan dengan konteks substansial paham Ahlussunnah Waljamaah ialah empat mazhab
besar dalam fikih Islam, mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali. Bahwa mazhab
Hanafi dianut pula oleh mu’asis (pendiri) kalam al-Maturidiyah, yakni Abu Mansur al-
Maturidi. Sedangkan mazhab Syafi’i dianut pula oleh muassis kalam al-Asy’ariyah, yakni
Abu al-Hasan al-Asy’ari.

Tak bisa dipungkiri, bahwasanya di antara keempat fiqh tersebut satu sama lain
banyak ditemui perbedaan di sana sini. Akan tetapi, perbedaan-perbedaan itu masih
berada dalam koridor ikhtilaf-rahmat (perbedaan yang membawa rahmat). Abu Hanifah
yang dikenal sebagai ahl al-ra’yi (banyak menggunakan akal/logika), tidak mengklaim
pendapatnya sebagai terbenar. Dan ketiga Imam yang lain pun tidak pernah menyalahkan
pendapat mazhab yang lain.

Imam Mazhab tersebut sama-sama commited terhadap petunjuk Al-Quran dan as-
Sunnah. sama-sama berpola-pikir Taqdim al-Nas ‘ala al-’aql (mendahulukan petunjuk
nas daripada logika). Dalam berijtihad, mereka tidak mengedepankan akal kecuali sebatas
untuk beristinbat (menggali hukum dan Al-Quran dan al-Hadits), tidak sampai
mensejajarkan apa lagi mengabaikan nas. Dan inilah substansi paham Ahlussunnah
Waljamaah.

Dengan demikian, diketahui bahwa dalam masalah fiqh, ahlussunnah wal


jama’ah adalah pengikut mazhab yang empat. Ahlussunnah wal jama’ah mengharuskan
pengikutnya di masa ini untuk bermazhab karena bermazhab merupakan satu-satunya
cara yang menjamin keterkaitan dan kesinambungan kita dengan generasi salaf. Imam
Waliyullah al-Dahlawi memberikan penjelasan sebagai berikut:

Sebenarnya dalam mengikuti madzhab yang empat ini terdapat kemaslahatan yang
besar, dan berpaling darinya akan menimbulkan mafsadah yang besar pula. Hal ini dapat
diuraikan melalui beberapa alasan berikut ini:

1. Kesepakatan umat Islam untuk berpegangan kepada generasi salaf pendahulu


mereka dalam upaya mengetahui syari’ah. Generasi tabi’in berpegangan kepada
generasi sahabat. Generasi setelah tabi’in berpegangan kepada generasi tabi’in.

17
Dan demikian pula dalam setiap generasi, selalu berpegangan kepada generasi
sebelumnya.

2. Mengikuti madzhab yang empat tersebut berarti mengikuti sabda Rasulullah


SAW: “Ikutilah kelompok mayoritas (al-sawad al-a’zham).” Hal ini berangkat
dari suatu realitas sosial umat Islam, di mana setelah madzhab-madzhab yang
benar telah punah kecuali madzhab yang empat ini, maka mengikutinya berarti
mengikuti kelompok mayoritas (al-sawad al-a’zham), dan keluar darinya berarti
keluar dari kelompok mayoritas (al-sawad al-a’zham).

3. Setelah masa generasi salaf, yang dikatakan sebagai sebaik-baik generasi, semakin
jauh dari masa kita sekarang dan amanat telah banyak diabaikan, maka kita tidak
dibolehkan berpegangan kepada pendapat para ulama yang jahat seperti para
hakim yang curang dan para mufti yang mengikuti hawa nafsunya, kecuali apabila
mereka menisbahkan apa yang mereka katakan kepada sebagian ulama salaf yang
dikenal jujur, agamis dan amanat, baik penisbahan itu secara eksplisit maupun
secara implisit. Demikian pula kita tidak boleh berpegangan pada pendapat orang
yang tidak kita ketahui apakah ia telah memenuhi syarat-syarat melakukan ijtihad
atau tidak.”

Ketiga, Akhlak Ahlussunnah Waljamaah. Adapun lingkup yang ketiga ini,


paham Ahlussunnah Waljamaah mengikuti wacana akhlak (tasawuf) yang
dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti al-Ghazali, al-Junaid, dan tokoh-tokoh lain
yang sepaham termasuk Abu Yazid al-Bustami. Pemikiran akhlak mereka ini memang
tidak melembaga menjadi sebuah mazhab tersendiri sebagaimana dalam lingkup
akidah (kalam) dan fikih. Namun wacana mereka itu sejalan dengan substansi
paham Ahlussunnah Waljamaah serta banyak diterima dan diakui oleh mayoritas umat
Islam.

Diskursus Islam kedalam lingkup akidah, ibadah, dan akhlak ini bukan berarti
pemisahan yang benar-benar terpisah. Ketiga-tiganya tetap Integral dan harus
diamalkan secara bersamaan oleh setiap muslim, termasuk kaum Sunni” (kaum yang
berpaham Ahlussunnah Waljamaah). Maka seorang muslim dan seorang sunni yang

18
baik, harus baik dalam berakidah juga sekaligus dalam berakhlak. Seseorang baru baik
akidah dan ibadahnya saja Ia belum bisa dikatakan baik, jika akhlaknya belum baik.

Oleh karena itu, maka lingkup akhlak tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia
justru teramat penting dan menjadi cerminan ihsan dalam diri seorang muslim. Jika
iman menggambarkan akidah, dan Islam menggambarkan ibadah; maka akhlak akan
menggambarkan ihsan yang sekaligus mencerminkan kesempurnaan iman dan
Islam pada diri seseorang. Iman ibarat akar, dan “Islam” ibarat pohonnya; maka
“Ihsan” ibarat buahnya.

Mustahil sebatang pohon akan tumbuh subur tanpa akar dan pohon yang
tumbuh subur serta berakar kuatpun akan menjadi tak bermakna tanpa memberikan
buah secara sempurna. Mustahil seorang muslim beribadah dengan baik tanpa didasari
akidah kuat, dan akidah yang kuat serta ibadah yang baik akan menjadi tak bermakna
tanpa terhiasi oleh akhlak mulia.

Idealnya, ialah berakidah kuat, beribadah dengan baik dan benar, serta
berakhlak mulia. Beriman kuat, berislam dengan baik dan benar, serta berihsan sejati.
Maka yang demikian inilah wujud insan kamil (the perfect man) yang dikehendaki
oleh paham Ahlussunnah waljamaah.

Prinsip-prinsip Aswaja dalam masalah aqidah adalah sebagai berikut:

1. Keseimbangan dalam penggunaan dalil aqli dan dalil naqli.


2. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
3. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid’ah apalagi
kafir

Ada tiga ciri utama Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Pertama, mereka adalah
kelompok mayoritas pada setiap masa. Hal ini didasarkan kepada pernyataan-
pernyataan Rasulullah saw. di atas tentang sawadul a’zham dan al-jama’ah.

Kedua, mereka berpegang teguh kepada ajaran Rasulullah saw. dan para
sahabatnya (ma ana ‘alihi wa ashabi).

19
Ketiga, mereka tidak mengkafirkan orang Islam karena sebuah dosa. Imam al-
Thabarani meriwayatkan sebuah hadis yang artinya,

“Wahai Rasulullah, siapakah sawadul a’zham itu?” Rasulullah saw. berkata,


“Orang yang berpegang kepada apa yang aku dan sahabatku pegang, orang
yang tidak berdebat dalam agama Allah, tidak mengkafirkan seorang pun ahli
tauhid karena dosa yang masih bisa diampuni” (HR. at-Thabrani dalam al-
Mu’jam al-Kabir).

Saat ini, kelompok umat Islam yang sesuai dengan tiga kriteria di atas hanya
orang-orang yang mengikuti Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-
Maturidi. Baik dari segi jumlah ulama maupun umat yang mengikuti mereka.
Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah golongan umat Islam yang mayoritas.

Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan
Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:

Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim


kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:

‫َو َك ٰذ ِلَك َج َع ْلٰن ُك ْم ُاَّم ًة َّو َس ًطا ِّلَتُك ْو ُنْو ا ُش َهَد ۤا َء َع َلى الَّناِس َو َيُك ْو َن‬
‫الَّر ُسْو ُل َع َلْيُك ْم َش ِهْيًد ا‬
“Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan
(adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan
perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran
penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.” (QS al-Baqarah: 143).

Kedua, at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam


penggunaan dalil ‘aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli
(bersumber dari Alquran dan Hadis). Firman Allah SWT,

‫لََقْد َاْر َس ْلَنا ُرُس َلَنا ِباْلَبِّيٰن ِت َو َاْنَز ْلَنا َم َع ُهُم اْلِكٰت َب َو اْلِم ْيَز اَن ِلَيُقْو َم الَّناُس ِباْلِقْس ِۚط‬

20
“Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti
kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan
neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.”
(QS al-Hadid: 25)

Ketiga, al-i’tidal atau tegak lurus. Dalam AlQur’an Allah SWT berfirman,

‫َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ْو ُنْو ا َقَّو اِم ْيَن ِهّٰلِل ُش َهَد ۤا َء ِباْلِقْس ِۖط َو اَل َيْج ِرَم َّنُك ْم َشَنٰا ُن‬
‫َقْو ٍم َع ٰٓلى َااَّل َتْع ِد ُلْو اۗ ِاْع ِد ُلْو ۗا ُهَو َاْقَر ُب ِللَّتْقٰو ۖى َو اَّتُقوا َهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا َخ ِبْيٌۢر‬

‫ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن‬


“Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-
orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur
kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum
menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih
mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena
sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Maidah:
8)

Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama’ah juga


mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta
menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun, bukan
berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam
meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT

‫َفُقْو اَل َلٗه َقْو اًل َّلِّيًنا َّلَع َّلٗه َيَتَذَّك ُر َاْو َيْخ ٰش ى‬
“Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS)
kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-
mudahan ia ingat dan takut.” (QS. Thaha: 44)

21
Pada zaman Rasulullah SAW masih ada, perbedaan pendapat di antara kaum
Muslimin (sahabat) langsung dapat diselesaikan Kanjeng Nabi Muhammad SAW..
Tapi sesuadah beliau wafat, penyelesaian semacam itu tidak ditemukan. Perbedaan
sering muncul lagi sebagai pertentangan dan permusuhan di antara mereka. Kemudian
masuk ke dalam wilayah agama, terutama seputar hukum seorang Muslim yang
berbuat dosa besar. Mereka berselisih paham tentang status hukum orang berbuat dosa
besar ketika dia meninggal, apakah dia tetap Mukmin atau sudah kafir? Persoalan
aqidah ini meluas ke persoalan-persoalan Tuhan dan manusia, terutama terkait
perbuatan manusia dan kekuasaan Tuhan. Mereka juga berselisih paham tentang sifat
Tuhan, keadilan Tuhan, melihat Tuhan, ke-huduts-an dan ke-qadim-an sifat-sifat
Tuhan dan kemakhlukan al-Qur’an. Ditengah perselisihan itu lahirlah dua kelompok
moderat yang berusaha mengkompromikan keduanya. Kelompok ini kemudian
dinamakan Ahlus Sunnah wa al-Jama’ah (Aswaja). Dua kelompok tersebut adalah
Asy’ariyah dan Maturidiyah. Asy’ariyah didirikan oleh Imam Abul Hasan al-Asy’ari
(lahir di Basrah 260 H/873 M dan wafat di Bagdad 324 H/935 M). Maturidiyah
didirikan oleh Imam Abu Manshur al-Maturidi yang lahir di Maturid, Samarkand dan
wafat 333 H

Aqidah Asy’ariyah merupakan jalan tengah (tawasuth) di antara kelompok


keagamaan yang berkembang pada saat itu, yaitu kelompok Jabariyah dan kelompok
Qadariyah.

Sikap tawasuth ditunjukkan oleh Asy’ariyah dengan konsep al-kasb (upaya).


Menurut Asy’ari, perbuatan manusia diciptakan oleh Allah, namun manusia memiliki
peranan dalam perbuatannya.

Menurut Asy’ari kerja akal (rasional) dihormati sebagai penerjemahan dan


penafsiran wahyu dalam rangka untuk menerapkannya dalam kehidupan. Dengan
begitu pesan-pesan wahyu dapat diterapkan oleh semua umat manusia. Inilah pesan
al-Qur’an bahwa ajaran Islam adalah rahmatan li al-‘alamin. Namun, agar aspek akal
(rasionalitas) tidak menyimpang dari wahyu, manusia harus mengembalikan seluruh
kerja akal di bawah kontrol wahyu.

22
C. Tujuan Akidah Aswaja

 Sebagai sumber dan motivator berbuat kebaikan


 Membimbing manusia ke jalan yang benar, dan diridhoi Allah SWT sehingga selamat
dunia dan akhirat.
 Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan hidup yang
dapat menyesatkan.
 Mengantarkan manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
 Memupuk dan melahirkan kesehatan mental seseorang.
 Memberikan pengajaran dan pendidikan ilmu tauhid.
 Mendapat pahala dari Allah SWT.
 Memurnikan niat dan ibadah hanya kepada Allah ta’ala semata.
 Memerdekakan akal dan pikiran, karena ketika seseorang tidak memiliki aqidah ia
akan menyekutukan Allah.
 Menenangkan jiwa dan pikiran.
 Memiliki keteguhan dalam menghadapi setiap masalah.
 Membangun umat yang kuat, sebab umat yang memiliki aqidah kuat akan selalu
menegakkan agamanya bila terjadi suatu hal yang tidak diharapkan

Paling tidak ada tiga alasan mengapa harus mengikuti Ahlus Sunnah Wal
Jamaah. Pertama, Aswaja adalah golongan terbanyak di lingkungan umat Islam.
Rasulullah saw. memerintahkan agar umatnya selalu bersama golongan mayoritas.
Rasulullah saw. Bersabda yang artinya,

“Allah tidak mengumpulkan umatku dalam kesesatan, jika kalian melihat


perbedaan, maka wajib bagi kamu bersama golongan terbanyak.” (HR. at-
Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Kedua, keselamatan bersama dengan kelompok al-jama’ah. Rasulullah saw.


bersabda,

“Berpeganglah pada kelompok terbesar, dan jauhilah perpecahan, karena


setan bersama satu orang yang menyendiri, dari dua orang dia lebih jauh,
barangsiapa ingin masuk surga, hendaknya selalu bersama kelompok al-
jama’ah.” (HR. at-Tirmidzi)

23
Syekh at-Thayyibi (w. 743 H.) dalam kitab al-Kasyif ‘an Haqaiqis Sunan
Syarhu Misykatil Mashabih mengatakan, “Yang dimaksud dengan al-Jam’ah adalah
as-sawadul a’zham yang berarti kelompok mayoritas dari umat Islam”.

Ketiga, Ahlus Sunnah Wal Jamaah selalu meneladani Rasulullah saw. dan
para sahabatnya. Rasulullah saw. meramalkan bahwa umatnya akan terpecah ke
dalam tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan masuk neraka, dan satu
golongan akan masuk surga. Satu golongan yang selamat itu adalah alJam’ah.
Rasulullah saw. bersabda,

“Sungguh, umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga (73)
golongan. Tujuh puluh dua (72) golongan dalam neraka. Dan satu (1)
golongan dalam surga. Mereka (yang dalam surga) adalah al-jama’ah.” (HR.
Abu Daud)

Syekh al-Mulla Ali al-Qari (w. 1014 H.) berkata dalam kitab Mirqatul Mafatih
Syarah Misykatul Mashabih, “Maksudnya (al-jama’ah) adalah para ahlul ilmi dan ahli
fiqh yang senantiasa mengikuti atsar-atsar Rasulullah saw. Mereka tidak akan pernah
melakukan bid’ah dengan cara Buku Pintar Aswaja 24 mengubah dan menggantinya.”
Pemahaman ini muncul karena dalam hadis lain Rasulullah saw. mengatakan,

‫َو َس ْبِع ْيَن ِم َّلًة َو َتْفَتَر َقْت ُاَّمِتْي َعلٰي َثَالٍث َو َس ْبِع ْيَن ِم َّلًة ُك ُّلُهْم ِفْي‬
‫الَّناِر ِاَّال ِم َّلًة َو اِح ْيَد ًة َقاُلْو ا َو َم ْن ِهَي َيا َر ُسْو َل ِهللا ؟ َقاَل َم ا َاَنا َع لْيِه‬
‫َو َاْص َح ِبْي‬
“Umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga (73) golongan. Semua
akan masuk neraka kecuali satu”. Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai
Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Orangorang yang berpegang pada apa
yang aku dan sahabatku pegang” (HR at-Tirmidzi).

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aswaja merupakan singkatan dari Ahlusunnah wa al-Jama’ah. Ada tiga kata yang
membentuk istilah tersebut, yaitu :
1. Ahl, berarti keluarga,golongan atau pengikut.
2. Al- Sunnah,secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira mardhiyah
(jalan atau cara walaupun tidak diridhoi).
3. Al-Jamaah,berasal dari kata jama’ah artinya mengumpulkan sesuatu,dengan
mendekatkan sebagian ke sebagian lain. Jama’ah berasal dari kata ijtima’
(perkumpulan), lawan kata dari tafarruq (perceraian),dan furqah(perpecahan.
Jama’ah adalah sekelompok orang banyak yang dikatakan sekelompok
manusia yang berkumpul berdasarkan satu tujuan.

menurut istilah “sunnah” adalah suatu cara untuk nama yang diridhoi dalam
agama,yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau selain dari kalangan orang
yang mengerti tentang Islam. Seperti para sahabat Rasulullah. Secara terminology
aswaja atau ahlusunnah wal jama’ah golongan yang mengikuti ajaran rasululllah dan
para sahabat-sahabatnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://aswaja.unisnu.ac.id/pengertian-aswaja
https://www.academia.edu/24914985/
makalah_ASWAJA_AHLUS_SUNNAH_WAL_JAMAAH_

25
https://tebuireng.online/ruang-lingkup-ahlussunnah-wal-jamaah/
https://m.kumparan.com/berita-hari-ini/aqidah-ahlussunnah-wal-jamaah-pengertian-sejarah-
singkat-dan-tujuan-1x2LrPTTR5u
https://islam.nu.or.id/ilmu-tauhid/penjelasan-aqidah-islam-aqidah-ahlussunnah-wal-jamaah-
zKKq3
https://www.radiorodja.com/14209-penjelasan-aqidah-aswaja-ustadz-yazid-abdul-qadir-
jawas/
https://www.academia.edu/36891595/Aqidah_ASWAJA
https://www.google.com/amp/s/news.detik.com/berita/d-5672403/mengenal-ahlussunnah-
wal-jamaah-dan-ulama-pelopornya/amp

26

Anda mungkin juga menyukai