Dosen Pengampu:
WAHYU NUNING BUDIARTI, M.Pd.
Di Susun Oleh :
M. FAIZ HARDIANSYAH
NIM. 23CJ80001
Cilacap,
Januari 2024
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan Penulisan 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
C. DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
ceramah), contoh soal, latihan soal, dan pemberian tugas. Dengan cara lama itu membuat
siswa merasa kurang semangat mengikuti pelajaran matematika, merasa kurang terlibat
dalam proses pembelajaran, cenderung pasif, hanya mendengarkan penjelasasn guru dan
mengerjakan soal-soal tanpa ada kegiatan yang melibatkan siswa secara langsung. Kondisi
pembelajaran metode tadi berdampak rendahnya keteramplan proses pemecahan masalah
matematika dan hasil belajarnya. Pada perkalian sederhana saja masih ada peserta didik yang
masih belum memahami dan menghapalnya. Dari data kelas IV terdapat 9 siswa dari 27
siswa (30%), kelas V terdapat 10 siswa dari 37 siswa (27,1%), kelas VI terdapat 15 siswa dari
37 siswa (40,5%) yang masih belum memahami dan menghapal perkalian dasar. Padalah
perkalian dasar merupakan salah satu dasar pokok untuk memastikan peserta didik paham
tidaknya pada materi yang lain. Tetapi tidak memungkiri bahwa dengan ketidakbebasan guru
untuk mengajar dan mempertegas anak didiknya membuat para guru menjadi lebih waspada
dalam menghindari masalah daripada masa depan anak didiknya, contoh hal kecil yang
marak terjadi ada peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran dengan baik karena mengobrol
dengan teman atau mainan, ataupun alasan lainnya. Pastinya guru ingin menegurnya dan
sebagai sanksi kecil seperti dimarahi, dicubit telinganya atau mungkin berdiri didepan kelas
saja. Namun apa yang terjadi selanjutnya setelah peserta didik tersebut dihukum dan
diceritakan kepada orang tuanya. Orang tuanya justru memarahi sang guru, dan mengancam
akan melaporkan kepihak yang berwajib. Dari sinilah yang menjadi pokok masalah
pendidikan kita di Indonesia, yang membuat citra guru hanya sebatas pekerjaan, bukan
sebuah jasa lagi.
Setiap anak memiliki kemampuan, kecerdasan, daya tangkap dan keahlian yang
berbeda. Kesulitan belajar juga dapat diartikan sebagai ketidakmampuan anak dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Menurut Maszora (2013), kesulitan
belajar ini merupakan gangguan yang secara nyata ada pada anak terkait yang tugas umum
maupun khusus, yang bisa saja disebabkan faktor disfungsi neurologis, proses psikologis
maupun sebab lainnya. Sehingga anak yang berkesulitan belajar dalam suatu kelas
menunjukkan prestasi belajar rendah. Didalam pembelajaran matematika ini yang paling
tampak kesulitan anak-anak memahami, mempelajari, dan mengerti. Namun dalam
pembelajaran matematika ini, jika anak mengalami kesulitan belajar justru dianggap sebuah
hal yang biasa dan sudah menjadi realita umum. Hal ini memang disebabkan karena
matematika itu dianggap pelajaran yang paling sulit, paling menakutkan dan lain-lain.
Matematika dianggap sebagai sebagai ilmu yang hanya diperuntukkan untuk orang-orang
khusus, ilmu yang sulit untk dipahami karena abstrak, tidak saja oleh siswa tingka sekolah
dasar bahkan hingga mahasiswa perguruan tinggi. Akibat meremehkan pembelajaran
matematika megakitabkan anak-anak semakin kurang berminat belajar dan membuat
matematikan menjadi momok menakutkan dihadapan anak-anak. Anak akan selalu bosan dan
mudah jenuh dalam pembelajaran matematika. Jika dilihat dari bagaimana terkaitnya
2
matematika dalam kehidupan sehari-hari, maka akan dapat diperkirakan bagaimana sulitnya
anak-anak dalam kehidupan sosialnya jika tidak dapat memahami matematika dengan baik.
Karena sebenarnya pembelajaran matematika tidak sekedar soal hitung-hitungan.
Menurut Johnson dan Myklesbus (Abdurrahman 2003:252), matematika adalah bahasa
simbolis yang berfungsi untuk mengapresiasikan hubungan-hubungan kuantitatif, keruangan
sedangkan fungsi teoritismya itu memudahkan berpikir. Dibidang pelajaran matematika yang
diajarkan di SD perlu diajarkan kepada siswa karena :
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang membuat anak-anak tidak suka dengan matematika?
2. Mengapa anak-anak takut dengan matematika?
3
3. Apa yang membuat anak-anak sulit memahami matematika?
4. Bagaimana cara kita (guru) mengatasi kesulitan belajar matematika?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menentukan penyebab anak-anak kesulitan belajar matematika.
2. Untuk mengetahui alasan anak-anak tidak suka matematika.
3. Untuk membuat cara mengatasi kesulitan belajar matematika.
4. Untuk membuat rencana membuat anak-anak suka dengan matematika.
5. Untuk membuat bahan diskusi dengan orang tua anak mengenai kendala mereka sulit
belajar.
4
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Dumont (dalam Van Steenbrugge, 2010) kesulitan belajar dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu : ketidakmampuan belajar yang terletak dalam perkembangan
kognitif anak sendiri dan kesulitan belajar yang disebabkan banyak factor luar atau masalah
lain pada anak. Berdasarkan yang dikutip oleh Carnine, Jitendra, dan Silbert (dalam Van
Steenbrugge, 2010) menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar bukan
berarti memiliki kekurangan atau gangguan dalam intelektual atau kecerdasan, namun juga
disebabkan karena hasil desain dari pembelajaran yang kurang efektif. Kesulitan belajar
matematika juga disebut diskalkulia. Diskalkulia memiliki konotasi medis, yang memandang
adanya keterkaitan dengan gangguan sistem saraf pusat. Diskalkuia juga mengacu kepada
kesulitan belajar matematika pada konsep-konsep matematika dan komputasi.
5
peserta didik sekolah dasar di mata pelajaran Matematika yaitu perkalian, pembagian,
bilangan pecahan, pangkat, bangun datar dan bangun ruang, dan lain-lain.
Hasil wawancara dengan para peserta didik kelas IV, V, dan VI SD Aisyiyah Plus 01
Cilacap bahwa dari kelas IV terdapat 14 siswa dari 27 siswa (51,9%) yang tidak menyukai
matematika dengan beragam alasan seperti susah, tidak paham, terlalu menguras tenaga, tidak
suka berhitung, dan lain sebagainya. Sedangkan terdapat 13 siswa dari 27 siswa (51,9%) yang
menyukai matematika dengan alasan yang cukup unik seperti mudah, seru atau asik, merasa
tertantang, menyenangkan, suka uang,dan lain sebagainya. Lalu hasil yang ada dikelas V
terdapat 11 siswa dari 27 siswa (40,7%) tidak menyukai matematika dengan alasan yang
hampir sama dengan kelas IV, sedangkan 14 siswa dari 27 siswa (51,9%) menyukai
matematika. Hasil di kelas VI terdapat 15 siswa dari 37 siswa (40,5%) yang tidak menyukai
matematika dengan alasan yang mayoritas adalah sulitnya materi yang dipelajari dan mulai
banyak rumus yang dipelajari dan dihafalkan saat kelas VI, sedangkan 22 siswa dan 37 siswa
(59,5%) yang menyukai matematika dengan alasan memang dari awal mereka sudah suka
dengan matematika sehingga materi baru apapun di kelas VI mereka siap dan mampu
mempelajarinya dengan baik. Berikut grafik dari hasil observasi kelas IV, V dan VI :
25
20
15
10
5
0
IV V VI
6
Dengan data diatas bisa dibuat persentase dari peserta didik yang tidak menyukai matematika
dan menyukai matematika kelas IV, V dan VI di SD Aisyiyah Plus 01 Cilacap.
Persentase Sebelum
55.0
45.0
35.0
25.0
15.0
5.0
IV V VI
Suka MTK 48.1481481481481 59.2592592592593 59.4594594594595
Tidak Suka MTK 51.8518518518519 40.7407407407407 40.5405405405405
Beberapa yang bisa jadi berpengaruh dalam terhambatnya pelajaran matematika terhadap
para peserta didik namun belum tentu mereka menyadari bahwa hal ini bisa saja menjadi
faktor yang membuat mereka terkendala, hal itu adalah kurang fokusnya mereka
mendengarkan penjelasan guru, malu bertanya saat tidak paham, tingkat kemampuan daya
tangkap pelajaran, kurang berinteraksi atau praktik saat pelajaran matematika, dan kurang
nyaman di ruang kelasnya. Penjelasan dari alasan faktor luar ini, dijabarkan sebagai berikut:
Kurang Fokus
Kurang fokus atau yang sering kita dengar “Gagal Fokus” ini sering dialami
peserta didik saat pelajaran apapun, apalagi matematika yang seharusnya tingkat
fokus mendengarkan penjelasannya lebih tinggi dibanding pelajaran lain. Kurang
7
fokus ini disebabkan dari dua faktor yaitu diri sendiri dan orang lain/teman. Dari diri
sendiri dikarenakan bosannya mendengarkan penjelasan saja, lalu latihan soal, atau
mungkin guru yang sudah mencoba dengan praktik saat pembelajaran matematika
namun dalam diri mereka ingin bermain atau cerita dengan teman. Mulai kehilangan
fokus mereka saat pelajaran itu walau hanya beberapa detik saja mampu membuat
mereka kehilangan materi-materi penting. Bisa juga dikarenakan rasa kantuk yang
tidak tertahan, karena mereka tidur terlalu larut malam. Pada zaman ini, tidur larut
malam sudah menjadi hal biasa bagi peserta didik. Haus dan lapar salah satu faktor
juga yang menjadi mereka kurang/tidak fokus dan konsentrasi pada saat pelajaran.
Dari orang lain atau teman, seringnya teman sebangku atau sebelah kanan, kiri, depan,
dan belakang mengganggu konsentrasi peserta didik dengan obrolan atau ajakan
mainnya yang membuat kita kehilangan konsentrasi saat mendengarkan penjelasan
guru.
Malu/Takut Bertanya
Ini sering dialami peserta didik dikalangan sekarang, malu saat pelajaran
sedang berlangsung atau bisa jadi justru mereka takut bertanya saat pelajaran sedang
berlangsung. Dua rasa ini mampu menghambat perkembangan dan pemahaman
peserta didik disekolah terutama saat pelajaran berlangsung. Rasa malu dikarenakan
merasa nantinya dirinya sendiri yang tidak paham akan materi atau pelajaran yang
sedang diterangkan, malu jika dianggap temannya sedang mencari muka didepan
gurunya. Rasa takut dikarenakan takut nanti dimarahi oleh guru jika bertanya, dan
bisa juga takut disorak oleh temannya jika dia bertanya di saat pelajaran.
8
peserta didik yang belum bisa mengerti pelajaran atau materi yang diajarkan karena
keterbatasan gerak guru yang tidak bisa memberikan sanksi agar memacu semangat
dan kedisiplinan pada peserta didik, era modern yang dimana pola pikir peserta didik
dan orang tua yang selalu ingin instan, dan beberapa alasan lain yang mungkin
terlewatkan.
Sesuatu hal yang tidak baik akan berbuah yang tidak baik pula, itu menggambarkan
peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Peserta didik yang mengalami kesulitan
belajar matematika juga memiliki perilaku-perilaku yang kadang menyimpang di sekolah.
Perilaku menyimpang ini bukanlah sebuah hal yang jahat tetapi dapat berupa kurangnya atau
bahkan hilangnya rasa percaya diri bahkan kemampuan pada dirinya, menjadi anak pemalas
dan suka membuat masalah, bahkan bisa menjadi pelaku bullying disekolah.
Peserta didik kesulitan belajar juga menunjukkan rasa kurang wajar, seperti acuh tak
acuh, menentang, berpura-pura, dusta, dan sebagainya. Peserta didik menunjukkan tingkah
laku lain seperti membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan tugas, mengganggu dalam
9
kelas dan luar kelas, tidak tertib dan disiplin, melawan guru, tidak mau bekerja sama dan
sebagainya. Dasn secara emosi peserta didik menunjukkan rasa kurang wajar seperti mudah
tersinggung, pemarah, pemurung, kurang tanggap, tidak sedih atau menyesal nilai rendah dan
lain-lain. (Fauzi,2012).
Faktor-faktor, penyebab atau alasan yang membuat para peserta didik mengalami
kesulitan dalam belajar matematika tidak hanya berasal dari diri sendiri, ada juga yang
berasal dari faktor luar yang sudah dibahas diatas. Untuk mencoba peneltian berikut saya
menggunakan variabel terikat yaitu para peserta didik kelas IV, V dan VI, dan variabel bebas
yang diubah adalah cara mengajar dengan variasi berbeda, yaitu teknik mengajar, ruangan,
dan penerapan yang berbeda. Dari Faktor internal atau pada diri peserta didik ini perlu
adanya penyuluhan, dukungan dari diri mereka sendiri, orang tua dan juga guru sehingga
dapat membangun semangat belajar terutama belajar matematika. Butuhnya motivasi dan
kesadaran diri pada setiap peserta didik agar membuat mereka menyadari betapa pentingnya
belajar,salah satu yang terpenting adalah belajar matematika.
Untuk Faktor Eksternal diperlukannya perhatian dari semua elemen sekolah baik dari
Kepala Sekolah, Guru, Orang Tua peserta didik, dan para peserta didik. Mengatasi “Kurang
Fokus” ini diperlukan cara-cara untuk melatih fokus dan konsentrasi peserta didik sehingga
tetap pada jalur yang tepat. Bisa dengan cara membuat kelompok, cara belajar sambil
bermain, teka-teki atau metode-metode lainnya yang mampu membuat peserta didik merasa
senang dalam keadaan duduk lama di bangku sambil belajar materi yang diajarkan. Peserta
didik akan merasa lebih senang mengikuti pelajaran dan mampu menangkap pelajaran lebih
baik dengan praktik atau mereka berinteraksi langsung dengan materi yang dipelajari, dengan
begitu fokus mereka terjaga, lebih muda menangkap ilmu yang sedang dipelajari.
Untuk mengatasi faktor “Malu / Takut Bertanya” ini ada tiga hal yang perlu
diperhatikan, pertama dari pihak peserta didik itu sendiri diberikan pengertian dan diberitahu
ada peribahasa “Malu Bertanya Sesat di Jalan” yang diartikan bahwa jika kita tidak mau
menanyakan sesuatu yang kita belum tahu, belum jelas dan belum paham itu akan membuat
kita tidak tahu ilmu dan cara yang tepat bagaimana, penjelasan konkrit, dan detail-detail
lainnya Yang kedua dari pihak teman sekelasnya, ini cukup berpengaruh saat
berlangsungnya pembelajaran karena saat ada salah seorang dari mereka bertanya, banyak
yang beranggapan bahwa yang bertanya itu sedang mencari muka, sedang cari perhatian
guru, dan lain sebagainya. Yang ketiga dari pihak guru, sedikit saran untuk kita semua para
pendidik. Mengingat tidak semua anak memiliki kemampuan yang sama, daya tangkap yang
sama, dan tingkat kepintaran yang sama dalam mempelajari sesuatu yang baru. Dari situ lah
kita perlu berjanji untuk bersabar menghadapi para peserta didik yang banyak bertanya
dengan catatan selama pertanyaan itu dapat memberikan suatu ilmu yang bermanfaat bagi
10
peserta didik makanya kita perlu bersabar dan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan dari
peserta didik. Lebih terbukanya guru kepada peserta didik itu dapat mempengaruhi rasa
semangat mereka dalam belajar, merasa diperhatikan dan dipedulikan oleh gurunya.
Terutama dalam matematika pembawaan guru yang killer di image peserta didik harus bisa
kita hilangkan dan kita buktikan bahwa belajar matematika itu menyenangkan. Dalam belajar
matematika pembawaan guru yang rileks, asik, santai, dan bisa mencairkan suasana itu dapat
berpengaruh besar dalam metode dan semangat belajar mereka.
Untuk mengatasi faktor “Kurang Berinteraksi atau Tidak Praktik” , mudah untuk
mengatasinya namun diperlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak. Jika kita ingin
mengajarkan peserta didik dengan cara praktik ini dibutuhkan persiapan materi yang matang,
bahan praktik, waktu yang banyak saat dikelas karena dibutuhkan penjelasan detail untuk
membuat peserta didik mengerti apa yang kita inginkan untuk mereka laksanakan. Dari situ
lah diperlukan kerjasama dengan peserta didik agar menghemat waktu dan tenaga untuk
menjalankan praktik saat pelajaran dimulai.
Untuk mengatasi faktor “Kurang Nyaman pada Kelas” , kenyamanan pada kelas itu
merupakan tanggung jawab bersama terutama peserta didik yang menggunakan kelasnya dan
pastinya yang menyebabkan kotor kelasnya sendiri. Diperlukannya kesadaran tinggi dan
kesabaran yang besar untuk membuat mereka tersadar akan kebersihan. Diperlukannya sanksi
bisa saja mampu mengurangi buang sampah sembarangan dan kelas menjadi tidak terlalu
kotor. Bisa juga menggunakan sistem lepas sepatu ketika berada didalam kelas, larangan
untuk makan didalam kelas, membawa sandal khusus dalam ruangan kelas sehingga
mengurangi terjadinya kotoran masuk. Menambahkan atau memperbaiki fasilitas sekolah
seperti kipas angin, karena untuk mengatasi masalah panas dalam kelas tanpa memerlukan
banyak biaya itu dengan kipas angin, jika ingin menggunakan AC beresiko uang SPP akan
naik. Itu akan berpengaruh ke orang tua. Dengan merawat dan menjaga fasilitas sekolah
peserta didik dapat lebih fokus dan konsentrasi dalam belajar. Bisa juga melaksanakan
pembelajaran matematika diluar kelas dengan mengganti suasana baru dapat membuat
pikiran peserta didik menjadi lebih rileks dan lebih mudah menerima materi pembelajaran.
Tambahan untuk kita semua para pendidik, ada dua hal yang perlu disampaikan.
Pertama, kita sebagai pendidik untuk mengajarkan matematika, perlu yang namanya Aktif,
Praktik, Penjelasan ringan, gunakan gambaran jika diperlukan karena dengan gambaran
situasi peserta didik mampu berimajinasi dan simulasi pada materi-materi tertentu. Ada
kalanya kita perlu mengadakan pengelompokkan saat pembelajaran, karena bisa jadi jika
mereka belajar dari penjelasan temannya bisa jauh lebih paham. Kenapa bisa seperti itu? Bisa
saja karena belajar dengan temannya menjadi tidak perlu malu dan tidak perlu takut untuk
bertanya jika mereka merasa bingung. Perlunya selingan dan reward saat pelajaran untuk
memancu semangat mereka. Yang kedua, perlunya kita terbuka akan keadaan sang peserta
11
didik kepada orang tua mereka masing-masing agar kita bisa saling bekerja sama satu sama
lain. Bahas yang perlu diperbaiki pada peserta didik tersebut agar membuat peserta didik
menjadi lebih baik, dan berikan juga penjelasan kepada orang tua mereka bahwa tidak semua
anak itu sama, sehingga tidak adanya penekanan batin kepada peserta didik yang bisa
berakibat mental anak yang jadi membenci belajar. Bagi peserta didik dirasa kurang
memahami dikarenakan daya tangkapnya yang lambat, berikan dia jam tambahan belajar bisa
saja karena terlalu ramai dikelas membuat dia terganggu dan tidak bisa fokus belajar.
Dari data diatas dapat dibuat grafik peroleh data sesudah mengganti metode pembelajaran.
Sebagai berikut :
30
25
20
15
10
5
0
IV V VI
12
Dengan data diatas bisa dibuat persentase dari peserta didik yang tidak menyukai matematika
dan menyukai matematika kelas IV, V dan VI di SD Aisyiyah Plus 01 Cilacap.
persentase sesudah
85.0
65.0
45.0
25.0
5.0
IV V VI
Suka MTK 88.8888888888889 81.4814814814815 81.0810810810811
Tidak Suka MTK 11.1111111111111 18.5185185185185 18.9189189189189
Semangat peserta didik untuk belajar, mencoba hal baru, siap untuk menerima ilmu baru itu
akan membuat kita sebagai pendidik juga turut senang dan ikut bersemangat untuk mengajar.
Dengan mengajak mereka ikut terlibat dalam pembelajaran matematika dengan cara praktik,
itu akan memudahkan dan membuat peserta didik lebih merasa mereka sedang bermain tetapi
tetap mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Kesulitan belajar matematika ini tidak bisa dianggap enteng atau sepele, karena
matematika merupakan mata pelajaran yang vital. Tidak hanya dipelajari di sekolah dasar
saja, bahkan hingga kita bermasyarakatpun tetap terlibat dengan mananya perhitungan. Mana
dari itu perlunya sejak dini peserta didik diatas masalah kesulitan belajar matematika.
Perlunya kerjasama antar guru dan orang tua peserta didik untuk saling mendukung,
menguatkan dan memikirkan jalan keluar mengenai ini.
Tentu saja bagi pengajar selalu mengembangkan cara mengajarnya, mencari solusi,
dan mencari cara mengajar yang bagi para peserta didik itu enak diterima. Tapi, dibalik itu
semua tetap diperlukan dukungan, nasihat, dan pengertian dimana faktor lain yang bisa saja
membuat peserta didik tidak mempelajari dengan baik, seperti mengobrol, bermain sendiri,
dan lain sebagainya. Kepada guru cobalah untuk mengajak peserta didik terlibat dalam
pembelajaran di materi yang akan diajarkan, itu bisa mengurangi gangguan faktor kurang
fokus, bosan, dan pasif. Dan perlu diingatkan kembali, bahwa tiap peserta didik memiliki
kemampuan dan daya tangkap yang berbeda, sehingga jika ada siswa bertanya jawablah
dengan santai, ramah dan lembut. Dan pastinya jika terdapat peserta didik spesial dalam
artian dia membutuhkan penjelasan secara konkrit, membutuhkan waktu yang sedikit lebih
lama maka sediakan waktu jam tambahan untuk mereka, dan bagi orang tua siswa tidak
hanya menerima hasil anak anda saja, tapi lihatlah proses yang sudah anak ibu/bapak lakukan
14
dan usahakan, dan lihat perjuangan guru yang telah mengajarkan mereka dengan penuh
kesabaran.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adhiyati, U. P., Kumala, I., & Heryani, R. D. (2022). Tips Dan Trik Cara Mudah Belajar
Matematika. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Bangun Cipta, Rasa, & Karsa,
1(1), 07–13. https://doi.org/10.30998/pkmbatasa.v1i1.956
Alisnaini, A. F., Pribadi, C. A., Khoironi, D. R., Ibrohim, M., Azilla, M. D., & Hikmah, N.
(2023). Kesulitan Belajar Siswa dan Penanganannya pada Pembelajaran Matematika
SD. Alsys, 3(1), 10–20. https://doi.org/10.58578/alsys.v3i1.743
Elvira Nathalia Husna, Regita Mutiara Rezani, Syahrial, S. N. (2022). Jurnal Pendidikan dan
Konseling. Jurnal Pendidikan Dan Konseling, Volume 1 N(2), 79.
https://core.ac.uk/download/pdf/322599509.pdf
Giarti, S. (2014). Peningkatan Keterampilan Proses Pemecahan Masalah Dan Hasil Belajar
Matematika Menggunakan Model Pbl Terintegrasi Penilaian Autentik Pada Siswa Kelas
Vi Sdn 2 Bengle, Wonosegoro. Scholaria : Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 4(3),
13. https://doi.org/10.24246/j.scholaria.2014.v4.i3.p13-27
Heriyati, H. (2017). Pengaruh Minat Dan Motivasi Belajar Terhadap. Formatif : Jurnal
Ilmiah Pendidikan MIPA, 7(1), 22–32.
http://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Formatif/article/view/1383
Jeklin, A. (2016). Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru Di Smk
Negeri 6 Kabupaten Bungo. July, 1–23.
16
%28Panduan Praktis Merencanakan%2C Melaksa.pdf
Musdalifah, M., Irawan, H., & Irmayanti, I. (2023). Bimbingan Belajar Matematika Dasar
dengan Mudah dan Menyenangkan Terhadap Anak-Anak. Jdistira, 2(2), 79–84.
https://doi.org/10.58794/jdt.v2i2.125
Rusminati, S. H., & Rosidah, C. T. (2018). Korelasi Penerapan Gerakan Literasi Sekolah
(Gls) Dengan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika Siswa Di Sdn
Kebondalem Mojosari Dan Sdn Ketabang Surabaya. Inventa, 2(2), 97–103.
https://doi.org/10.36456/inventa.2.2.a1710
Safitri, M., Casmudi, C., & Pratama, R. A. (2019). Studi Kasus Kesulitan Belajar Matematika
Siswa Kelas I, Ii & Iii Di Sd Negeri 009 Balikpapan Selatan. Kompetensi, 12(1), 34–43.
https://doi.org/10.36277/kompetensi.v12i1.14
Suwarsito, S. (2017). Analisis Pengaruh Minat Dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi
Belajar. Wanastra: Jurnal Bahasa Dan Sastra, 9(2), 89–98.
https://doi.org/10.31294/w.v9i2.2094
Utami, F. N. (2020). Peran Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Sekolah Dasar.
Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(1), 93–100.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.91
Yoon, C. (2014). Teori Belajar Matematika. In Paper Knowledge . Toward a Media History
of Documents.
17