Disusun oleh:
Fransiska Olivia Natasha Maloring (472020042)
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
i
DAFTAR ISI
COVER
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………………….…...i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….…….ii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….…....iii
DAFTAR GRAFIK………………………………………………………………….……..iv
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..…….....1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..….1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………………...2
1.2.1 Tujuan Utama………………………………………………………………………...2
1.2.2 Tujuan Khusus…………………………………………………………………….….2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….…...4
BAB III HASIL………………………………………………………………………….…..7
3.1 Skrining Gizi………………………………………………………………………….…..7
3.2 Asuhan Gizi (PAGT)………………………………………………………………….….9
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………..18
4.1 Interpretasi Hasil Skrining Gizi…………………………………………………………18
4.2 Asuhan Gizi (PAGT)…………………………………………………………………....19
4.2.1 Asesmen………………………………………………………………………………19
4.2.1.1 Antropometri………………………………………………………………………..19
4.2.1.2 Biokimia……………………………………………………………………………..20
4.2.1.3 Fisik/Klinis…………………………………………………………………………..22
4.2.1.4 Dietary……………………………………………………………………………….23
4.2.1.5 Ekologi………………………………………………………………………………24
4.2.1.6 Farmakologi…………………………………………………………………………25
4.2.2 Diagnosis………………………………………………………………………………26
4.2.3 Intervensi………………………………………………………………………………26
4.2.4 Rencana Monitoring dan Evaluasi………………………………………………….….31
4.2.5 Monitoring dan Evaluasi……………………………………………………………….32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….37
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………………..40
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Pengukuran Antropometri Tanggal 25 September 2023………………….….20
Tabel 2. Hasil Laboratorium Tanggal 22 September 2023…………………………………..20
Tabel 3. Tanda-tanda Vital dan Keadaan Fisik Pasien Tanggal 22 September 2023………..22
Tabel 4. Data Wawancara Dietary Pasien Tanggal 25 September 2023………………….....23
Tabel 5. Data Ekologi (Sosial/Ekonomi Pasien) ………………………………...……….....24
Tabel 6. Data Farmakologi Pasien 22 September 2023……………………………………...25
Tabel 7. Diagnosis Gizi Pasien………………………………………………………………26
Tabel 8. Perbandingan Asupan Standar Rumah Sakit dan Rekomendasi Diet 26 September
2023………………………………………………………………………………………..…29
Tabel 9. Perbandingan Asupan Rekomendasi Diet 27 September 2023 dan Standar Rumah
Sakit………………………………………………………………………………………….30
Tabel 10. Monitoring dan Evaluasi Selama Pendampingan Intervensi……………………..32
Tabel 11 Asupan Makan Pasien Selama Implementasi……………………………………..34
iii
DAFTAR GRAFIK
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologis dengan berbagai
penyebab yang dapat menurunkan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan penurunan
laju filtrasi glomerulus (LFG) secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup lama. Pada PGK
kegagalan fungsi ginjal akan mengakibatkan terganggunya metabolisme dan keseimbangan
cairan sehingga terjadi penumpukan hasil metabolisme. Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah
abnormalitas struktur atau fungsi ginjal selama >3 bulan dengan kriteria LFG <60 mL/min/1,73
m2 dengan atau tanpa kerusakan ginjal serta ditemukannya satu atau lebih gejala yang di alami
seperti albuminuria, sedimen urin yang abnormal, kelainan elektrolit yang berhubungan dengan
kelainan tubulus, kelainan histologi, kelainan yang dideteksi dengan imaging dan riwayat
transplantasi ginjal. PGK sendiri memiliki klasifikasi stadium yang ditentukan oleh nilai LFG,
yang dibagi kedalam lima stadium dimana stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju
filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Stadium 1 yaitu kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal
masih normal, lalu stadium 2 terjadi kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal ringan,
stadium 3 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal sedang, stadium 4 kerusakan ginjal
dengan penurunan fungsi ginjal berat, dan terakhir stadium 5 adalah gagal ginjal (Sulistiowati &
Idaiani, 2015).
Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat penderita penyakit ginjal kronik yang
cukup tinggi. Menurut survei yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri)
menunjukan bahwa telah terjadi penurunan fungsi ginjal dengan proteinuria persisten atau
penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) pada 12,5% atau 30 juta orang dari total 240 juta rakyat
Indonesia. Sedangkan 433 per 1 juta penduduk pasien PGK berlanjut menjadi End Stage Renal
Disease (ESRD) (Mayuda dkk, 2017). Selain itu berdasarkan hasil tinjauan sistematis dan meta
analisis, PGK menempati peringkat ke-27 sebagai penyebab kematian di seluruh dunia pada
tahun 1990, kemudian naik hingga urutan ke-18 pada tahun 2010. Biaya perawatan penyakit
ginjal di Indonesia menjadi beban kesehatan terbesar kedua dari BPJS kesehatan setelah penyakit
jantung. Berdasarkan hasil Riskesdas 2014, prevalensi penyakit ginjal kronis yang pernah
didiagnosis oleh tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia adalah sebesar 0,2%, dan meningkat
seiring dengan bertambahnya umur (Riskesdas, 2014).
Faktor risiko PGK dapat meliputi beberapa jenis faktor yaitu faktor yang tidak dapat
berubah, perilaku dan biomedis. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain riwayat PGK dari
1
keluarga, jenis kelamin, umur, dan berat badan lahir rendah. Faktor kebiasaan antara lain
aktivitas fisik, pola hidup tidak sehat seperti merokok dan asupan makanan. Faktor biomedis
antara lain gangguan atau masalah kesehatan seperti penyakit Diabetes Melitus (DM), hipertensi,
obesitas, infeksi saluran kencing dan penyakit kardiovaskuler (Sulistiowati & Idaiani, 2015).
Penyakit ginjal kronik yang progresif dapat memicu beberapa komplikasi dengan prevalensi dan
intensitas yang lebih tinggi pada fungsi ginjal yang lebih rendah. Komplikasi yang dapat terjadi
seperti penyakit kardiovaskular, hipertensi, anemia, kelainan tulang mineral, gangguan elektrolit,
diabetes melitus, dan asidosis metabolik. Komplikasi tersebut dapat berkontribusi pada
morbiditas dan mortalitas yang tinggi serta berpengaruh terhadap kualitas hidup yang buruk
(Karinda dkk, 2019).
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Utama
Tujuan diadakannya kegiatan PKL Clinical Nutrition Internship adalah sebagai berikut:
a. Menerapkan pemahaman teoritik yang diperoleh selama perkuliahan, melalui analisis
kasus-kasus konkrit terkait Clinical Nutrition Internship yang umum dihadapi di rumah
sakit.
b. Mempelajari best practice (knowledge, skill, dan attitude) dari kerja praktik yang
dilakukan melalui bimbingan dan pengalaman Nutritionist Instructor (Clinical Instructor).
Meningkatkan kekritisan mahasiswa dalam melakukan analisis kasus-kasus klinik dan
menemukan solusi dalam asuhan Clinical Nutrition Internship.
c. Menajamkan kemampuan mahasiswa di dalam pengambilan keputusan pelayanan gizi di
rumah sakit,
d. Mahasiswa memahami dan menerapkan pedoman etika profesi ahli gizi di rumah sakit.
2
e. Menyusun laporan kasus penyakit dengan komplikasi dan mempresentasikan kasus.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal yang
menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa darah, yang ditandai adanya
protein dalam urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) yang berlangsung selama lebih
dari tiga bulan (Hanggraini dkk, 2020). Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel pada suatu derajat dimana
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Salah
satu sindrom klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini disebabkan karena
menurunnya fungsi ginjal (Ulianingrum, 2017). Salah satu penatalaksanaan gagal ginjal adalah
proses hemodialisis. Lamanya proses hemodialisa. Berkaitan erat dengan efisiensi dan adekuasi
hemodialisis, sehingga lama hemodialisis juga dapat dipengaruhi oleh tingkat uremia akibat
progresivitas perburukan fungsi ginjal dan faktor-faktor komordibitasnya aliran dialisisnya.
Selama pasien dengan gagal ginjal kronik menjalani terapi hemodialisis, pasien harus menjalani
pembatasan asupan cairan. Apabila pasien tidak melakukan pembatasan asupan cairan maka
cairan akan banyak menumpuk di dalam tubuh dan menyebabkan edema. Kepatuhan penderita
CKD dalam menjalani terapi hemodialisis merupakan hal yang penting untuk diperhatikan,
begitupun dalam kepatuhan pelaksanaan pembatasan asupan cairan (Susi dan Indah, 2018).
Menurut Levey, et al (2009) gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit
yang merusak nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral, yaitu Infeksi misalnya Pialonefritis kronik, Penyakit peradangan misalnya
Glomerulonefritis, penyakit vaskuler hipertensif misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteri renalis, ganggunan jaringan penyambung seperti lupus eritematosus
sistemik (SLE), poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif, gangguan kongenital dan
herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler ginjal, penyakit metabolik, seperti
DM, gout, hiperparatiroididme, amiloidosis, nefropati toksik misalnya penyalahgunaan
analgetik, nefropati timbale, nefropati obstruktif, saluran kemih bagian atas misalnya kalkuli
neoplasma, fibrosis, netroperitoneal, serta saluran kemih bagian bawah misalnya hipertrofi
prostate, striktur uretra, anomali congenital pada leher kandung kemih dan uretra.
National Kidney Foundation (2016) membagi 5 (lima) stadium penyakit ginjnal kronik
yang ditentukan melalui perhitungan nilai Glomerular Filtration Rate (GFR), meliputi: Stadium
I, yakni kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat (>90ml/min/1,73 m2). Fungsi
ginjal masih normal namun telah menjadi abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan
4
urine. Stadium II, yakni kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal ringan dan ditemukan
abnormalitas patologi maupun komposisi dari darah dan urine. Stadium III, yakni penurunan
GFR moderat (30-59 ml/min/173 m2). Pada tahapan ini terbagi lagi menjadi IIIA (GFR 45-49)
dan tahapan IIIB (GFR 30-44). Tahapan ini telah terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.
Stadium IV dengan penurunan GFR severe (15-29 ml/min/173 m2). Terjadi penurunan fungsi
ginjal berat dan pada tahapan ini dilakukan persiapan untuk terapi pengganti ginjal. Stadium V,
yakni End Stage Renal Disease (GFR <15 ml/min/1,73 m2) atau tahapan kegagalan ginjal tahap
akhir. Pada tahap ini terjadi penurunan fungsi ginjal yang sangat berat dan dilakukan terapi
pengganti ginjal secara permanen.
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada penyakit yang
endasarinya, namun dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi, penguranngan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors.
Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian terjadi proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas
aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya
hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-
angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth
factor (TGF-). beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadiinya progresifitas
penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia (Basuki,
2019).
Stadium paling dini pada penyakit CKD belum menunjukkan gejala klinis yang serius,
baru terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve) yaitu keadaan saat basal LGF masih
normal atau malah meningkat. Namun, kemudian secara perlahan akan terjadi penurunan fungsi
nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Saat
LFG mencapai 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita anntara lain penderita merasakan letih
dan tidak bertenaga, susah berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan,
susah berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan, susah tidur, kram otot
pada malam hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki pada malam hari, kulit gatal dan
kering, sering kencing terutama pada malam hari. Pada LFG <30% pasien memperlihatkan gejala
5
dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme
fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Selain itu, pasien juga mudah
terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas.
Sampai pada LFG <15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah
memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau
transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.
Disamping itu, ketika BUN meningkat secara otomatis, dann pasien akan mengalami risiko
kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang makin tidak adekuat (Smeltzer dan Bare,
2014).
Penatalaksanaan medis pada pasien CKD terbagi menjadi tiga yaitu: Konservatif, dengan
melakukan pemeriksaan lab darah dan urine, optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan
dan garam. Umumnya diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui pemantauan berat badan, urin serta
pencatatan keseimbangan cairan. Selanjutnya, dapat dilakukan diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah
Protein). Diet rendah protein 20-240 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan geja anoreksia dan
nausea dari ureia serta menurunkan kadar ereum. Menghindari pemasukan berlebih dari kalium
dan garam. Pada pasien hipertensi dengan pennyakit gagal ginjal, keseimbangan garam dan
cairan diatur tersendiri tanpa tergantung pada tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop
selain obat anti hipertensi. Sering ditemukannya hiperkalemia dan assidoses berat, sehingga
perlu untnuk mengontrol ketidakseimbangan elektrolit dengan menghindari pemaasukan kalium
yang banyak (batasi hinggal 60 mmol/hr) diuretik hemat kalium, obat-obat yang berhubungan
dengan eksresi kaium (penghambat ACE dan obat anti-inflamasi nonsteroid) asidosis berat, atau
kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam kaliuresis.
Deteksi melalui kalium plasma dan EKG (Haryanti dan Berawi, 2015)..
Sementara itu, penatalaksanaan CKD lainnya adalah dialisis yang biasanya dilakukan pada
kasus-kasus emergency. Sedangkan dialisis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis). Kemudian hemodialisis yang
dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya
hemodialisis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan
AV fistule (menggabungkan vena dan arteri double lumen yang langsung pada daerah jantung)
dengan tujuan untuk menggantikan fungsi ginjal dalam tubuh atau fungsi eksresi yaitu
membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme
yang lain. Penatalaksanaan selanjutnya adalah operasi pengambilan batu dan transplantasi ginjal
(Susi dan Indah, 2018).
6
BAB III
HASIL
3.1 Skrining Gizi
7
c. >10%
a. Skor 0
Pasien menderita penyakit berat dan/atau tidak mendapatkan b. Skor 1 ()
3 asupan makanan > 5 hari c. Skor 2
8
3.2 Asuhan Gizi (PAGT)
FORM NUTRITIONAL CARE PROCESS
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 39 tahun
Diagnosis medis : CKD on HD
Assessment
Diagnosis Gizi Intervensi Gizi Monitoring Evaluasi
Data Dasar Identifikasi Masalah
Antropometri NI 2.1 ND-1 : Penyediaan makanan Monitoring
Panjang ulna: 23 cm Asupan makanan dan (makanan utama, buah, dan snack) a. Biokimia: Menormalkan nilai
Lila: 25 cm minuman per oral Diet yang diberikan : Diet penyakit laboratorum yang tidak
Estimasi BB (Gibson, tidak adekuat (P) ginjal kronik (PGK) normal pada pasien meliputi
2005) berkaitan dengan Tujuan diet : penurunan kadar ureum dan
= (2,001 x Lila) – 1,223 kondisi fisik mual dan kreatinin serta peningkatan
= (2,001 x 25 cm) – 1,223 1. Mencegah defisiensi energi,
muntah (E) yang hemoglobin, hematokrit, dan
= 50 – 1,223 protein, lemak, dan karbohidrat
= 48,8 kg ditandai dengan data eritrosit
dengan cara memenuhi
Estimasi TB recall asupan energi b. Fisik/Klinis: Menormalkan
kebutuhan zat gizi.
(Ilayperuma) defisit berat (16,86%), suhu pasien menjadi normal
= 68,777 + (3,536 x Ulna) asupan protein defisit 2. Mempertahankan status gizi (36 – 36,5 ˚C), mengurangi
= 68,777 + (3,536 x 23) berat (12,8%), asupan agar pasien dapat melakukan rasa nyeri di punggung,
= 68,777 + 81,3 lemak defisit berat aktivitas normal sehingga meningkatkan nafsu makan,
= 150 cm (14%) dan asupan mempunyai kualitas hidup baik. menghilangkan mual dan
Status Gizi: karbohidrat defisit 3. Menjaga agar penumpukan muntah.
Persentil Lila % berat (17,4%) (S). produk sisa metabolisme (ureum c. Dietary: Menormalkan tingkat
= NC. 2.2 dan kreatinin) tidak berlebihan. kecukupan asupan energi,
Lila di ukur Perubahan nilai Syarat dan prinsip diet : protein, lemak, dan
x 100
Nilai standar Lila laboratorium terkait 1. Kebutuhan energi sebesar 35 karbohidrat yang termasuk ke
9
25 gizi ureum dan kkal/kg BB ideal pada pasien dalam kategori defisit tingkat
= x 100 %
29 kreatinin (P) hemodialisis (HD). berat dengan peningkatan
= 86,2% (Gizi Normal) berkaitan dengan 2. Protein sedang untuk tingkat kecukupan asupan
kondisi pasien mempertahankan keseimbangan energi, peningkatan tingkat
mengalami CKD (E) nitrogen dan mengganti asam kecukupan asupan protein,
ditandai dengan nilai amino yang hilang selama peningkatan tingkat
ureum 65 mg/dL proses hemodialisis untuk kecukupan asupan lemak, dan
(tinggi) dan kreatinin pemeliharaan jaringan tubuh dan peningkatan tingkat
7,85 mg/dL (tinggi) mengganti sel-sel yang rusak. kecukupan asupan
(S). Protein 0,8 g/kg BB ideal/hari. karbohidrat.
NB 1.6 3. Karbohidrat cukup, yaitu sisa d. Pengetahuan: Memantau
Kurang patuh dari perhitungan protein dan kepatuhan pasien terhadap
terhadap rekomendasi lemak berkisar (disesuaikan dgn rekomendasi terkait gizi.
terkait gizi (P) implementasinya) Evaluasi
berkaitan dengan 4. Lemak 15-30% dari total energi a. Biokimia: Adanya perubahan
tidak ingin (disesuaikan dgn pada nilai laboratorium pasien
mengaplikasikan implementasinya) dengan adanya penurunan
rekomendasi gizi (E) 5. Membatasi garam dan sumber kadar ureum dan kreatinin,
yang ditandai dengan natrium, pemberitan garam serta peningkatan kadar Hb,
penurunan asupan <2.000 mg/hari hematokrit, dan eritrosit.
makan (tingkat 6. Kalium dibatasi, yaitu 40-70 b. Fisik: Adanya perubahan suhu
kecukupan energi, mEq menjadi normal, nyeri di
protein, lemak, dan 7. Cairan dibatasi, sejumlah (hasil punggung berkurang, nafsu
karbohidrat defisit) perhitungan kebutuhan cairan) makan bertambah, mual dan
(S). Jenis pemberian: Melalui mulut (oral) muntah berkurang.
Bentuk makanan: Makanan lunak c. Dietary: Adanya peningkatan
(diberikan karena pasien mengalami pada tingkat kecukupan gizi
mual) pasien terkait energi, protein,
10
Frekuensi pemberian makan: 3 kali lemak, dan karbohidrat ke
makanan utama dan 2 kali selingan batas normal.
Pengukuran Antropometri d. Pengetahuan: Adanya
Panjang ulna: 23 cm peningkatan pengetahuan
Lila: 25 cm terhadap gizi yang
Perhitungan Status Gizi dan direkomendasikan.
Kebutuhan Sebelum dan Sesudah
Masuk RS
- Estimasi BB (Gibson, 2005)
= (2,001 x Lila) – 1,223
= (2,001 x 25 cm) – 1,223
= 50 – 1,223
= 48,8 kg
- Estimasi TB (rumus
Ilayperuma)
= 68,777 + (3,536 x Ulna)
= 68,777 + (3,536 x 23)
= 68,777 + 81,3
= 150 cm
- Status Gizi:
Persentil Lila %
Lila diukur
= x 100
Nilai standar Lila
25
= x 100 %
29
= 86,2% (Gizi Normal)
Kebutuhan Pasien
Kebutuhan Energi
11
= 35 kkal x BBA
= 35 kkal x 48,8 kg
= 1708 kkal
Kebutuhan protein
= 0,8 gr x BBA
= 0,8 gr x 48,8
= 39 gr x 4 = 156 kkal
Kebutuhan lemak
= 25% x energi
= 25% x 1708 kkal
= 427/9
= 47,4 gr
Kebutuhan KH
= E – (P+L)
= 1708 – (156 + 427)
= 1708 – 583
= 1125/4
= 281,25 gr
Kebutuhan cairan
IWL (Insesible Water Loss)
= 15 x BB
= 15 x 48,8
= 732 ml
Terapi edukasi:
- Tujuan edukasi: memberikan
edukasi mengenai gambaran
umum kondisi pasien,
menjelaskan terkait diet yang
12
diberikan kepada pasien, serta
menjelaskan makanan yang
dianjurkan dan tidak
diannjurkan untuk dikonsumsi.
- Metode: metode yang dilakukan
adalah ceramah dan diskusi
- Sasaran: pasien dan keluarga
- Media: media yang digunakan
adalah leaflet
- Waktu: waktu yang digunakan
saat terapi edukasi adalah
selama 15-20 menit
- Konten materi edukasi gizi:
gambaran umum mengenai
penyakit CKD, gambaran umum
diet CKD, tujuan diet CKD,
bahan makanan yang dianjurkan
dan tidak dianjurkan pada diet
CKD, dan contoh menu sehari
untuk CKD.
- Kolaborasi: kolaborasi yang
dilakukan adalah dengan
menggunakan kode RC-1 yaitu
kolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain seperti dokter,
perawat, apoteker, dan analis
laboratorium terkait
pemeriksaan fisik, klinis,
13
biokimia, data laboratorium,
perkembangan kondisi pasien,
dan pemberian multivitamin.
Biokimia
Kreatinin = 7,86 mg/dL Kreatinin = Tinggi
Ureum = Tinggi
Ureum = 65 mg/dL Hemoglobin = Rendah
Hemoglobin = 10,4 g/dL Hematokrit = Rendah
Eritrosit = Rendah
Hematokrit = 34,1%
Eritrosit = 3,09 jt/ Adanya penurunan
Leukosit = 6,59 rb/ fungsi ginjal.
14
TD = 126,84 mHg
Nadi = 100x/menit
Suhu = 38˚C
SPO2 = 95%
Pernafasan = 20x/menit
Massa otot:
Nyeri di bagian belakang,
pegal-pegal
Sistem pencernaan:
Nafsu makan turun, mual,
muntah
Penampilan
keseluruhan:
Tampak lemas, kesadaran
composmentis, sulit
berkomunikasi.
Dietary
Recall dilakukan satu
hari sebelum pemberian
menu implementasi.
08.00 WIB
Bubur nasi 5 sdm
Ayam suwir 1 sdm
Roti cokelat 1 bantal
Teh manis ½ gelas
12.00 WIB
Jus alpukat ½ cup
Roti cokelat 1 bantal
15
Bubur nasi 5 sdm
Ayam Suwir 1 sdm
19.00 WIB
Teh manis ½ gls
Total asupan:
Energi = 287,9 kkal
Protein = 5 gr
Lemak = 6,7 gr
Karbohidrat = 48,9 gr
Tingkat kecukupan:
Energi = 16,8% (defisit
berat)
Protein = 12,8% (defisit
berat)
Lemak = 14% (desifit
berat)
Karbohidrat = 17,4%
(defisit berat)
Tidak memiliki
alergi/pantangan makan.
Tidak merokok
Tidak minum alkohol
Sosial/Ekonomi
Pekerjaan:
Tenaga Kerja Wanita
(TKW) di salah satu pabrik
di Taiwan (<2019)
Riwayat Penyakit
16
Sekarang:
Gagal ginjal kronik
stadium 5
Farmakologi
Omeprazole 40 mg/12jam
Infus RL 20 tpm
Ondansetron 4 mg/8 jam
Braxidin
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Interpretasi Hasil Skrining Gizi
Skrining yang dilakukan pada pasien menggunakan 2 form, yaitu MST dan MUST,
yaitu MST dan MUST. Terdapat perbedaan dalam parameter yang digunakan pada kedua
form skrining tersebut. Form yang digunakan pada Rumah Sakit Umum Kota Salatiga adalah
form skrining MST. Berbeda dengan skrining MUST, form skrining MST tidak terdapat data
BB, TB, dan IMT pasien. Parameter yang digunakan hanya menilai apakah pasien mengalami
penurunan BB, terdapat penurunan nafsu makan atau kesulitan menerima makanan, serta
pertanyaan mengenai diagnosis khusus yang berisiko terjadinya gangguan gizi. Berdasarkan
hasil pengisian form skrining MST, untuk pertanyaan pertama pada form skrining MST
diberikan skor 0 karena pasien tidak mengalami penurunan berat badan yang tidak
direncanakan dalam 6 bulan terakhir, sedangkan pertanyaan kedua diberikan skor 1 karena
pasien mengalami pennurunan nafsu makan yang disebabkan oleh rasa mual yang berkaitan
dengan kondisi pasien CKD. Sehingga total skor pada form MST adalah 1 atau berisiko
sedang. MST merupakan metode skrining gizi yang sederhana, cepat, valid, dan reliable untuk
mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko kang gizi (Susetyowati, 2017). MST digunakan
untuk pasien dewasa (tidak termasuk ibu hamil, ibu menyusui dan pasien yang sedang dalam
pengobatan kejiwaan) di rumah sakit. MST menjadi alat skrining yang valid untuk pasien akut
di rumah sakit. Kelebihan dari alat skrining MST adalah lebih efisien (waktu 30 detik), dengan
pertanyaan lebih sederhana, nilai sensitivitas dan spesifisitasnya 93 – 95%, nilai keandalannya
90 – 97%, tidak bergantung pada nilai antropometri dan laboratorium (Herawati, dkk., 2014).
Sementara itu, Skrining MUST cenderung lebih sulit dilakukan karena pengisian
MUST membutuhkan keakuratan dalam perhitungan BMI dan persentase penurunan berat
badan. Karena perhitungan ini dapat menjadi salah satu faktor utama yang dapat
mempengaruhi hasil skrining gizi (Neelamat, dkk., 2014). Untuk melakukan skrining
menggunakan form MUST, perlu diketahui terlebih dahulu BB dan TB pasien agar dapat
diketahui Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien. Namun, dikarenakan pasien belum mampu
berdiri dilakukan perhitungan estimasi BB dan TB menggunakan data Lila dan panjang ulna.
Sedangkan pengukuran status gizi dihitung menggunakan percentile Lila. Sehingga dalam
pengisiannya, form MUST kurang dapat diterapkan dalam kasus ini karena keterbatasan data
antropometri untuk menghitung status gizi pasien.
18
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat progresif dan irreversible pada suatu derajat yang
disebabkan oleh kemampuan tubuh yang gagal dalam mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairat elektrolit, sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal (Carolina, dkk., 2019). Penurunan fungsi ginjal ini akan
membuat seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Saat nefron hilang, nefron fungsional
yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler glomerulus dan tekanan meningkat dalam
nefron ini sehingga lebih banyak partikel zat larut disaring untuk mengkompensasi massa
ginjal zat yang hilang. Kebutuhan yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada
mengalami sklerosis (jaringan parut) glomerulus, lalu menimbulkan kerusakan nefron pada
akhirnya. Proteinuria akibat adanya kerusakan glomelurus menjadi penyebab terjadinya cedera
tubulus. Proses hilangya fungsi nefron yang kontinu ini dapat terus berlangsung meskipun
setelah proses penyakit awal teratasi (Dila dan Panma, 2019).
Penurunan fungsi ginjal dapat ditandai dengan adanya penurunan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) yang dapat dideteksi dengan mendapatkan urin 24 jam untuk memeriksa
klirens kreatinin. LFG yang menurun akan menyebabkan klirens kreatinin menurun, kreatinin
akan meningkat, dan nitrogen urea darah (BUN) meningkat. Klirens merupakan substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal (Rahmawati, dkk., 2022). Perubahan metabolik
pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian
dieksresikan oleh tubulus ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan
serum kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah yang
dialami oleh pasien disebut azotemia yang merupakan salah satu petunjuk adanya kondisi
gagal ginjal. (Laksono, 2020). Kemudian ginjal juga akan kehilangan kemampuan dalam
mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara normal. Terjadinya penahanan cairan dan
natrium akan meningkatkan risiko terjadinya edema atau pembengkakan serta hipertensi
(Effendi, 2020).
Data Hasil
Lila 25 cm
19
Panjang ulna 23 cm
Pengukuran antropometri pasien dilakukan dengan mengukur Lila dan panjang ulna
untuk mengestimasikan BB dan TB pasien. Mempertimbangkan kondisi pasien yang dengan
terbaring lemah, pengukuran antropometri dipilih menggunakan Lila dan Panjang ulna pasien
dibandingkan dengan mengukur BB dan TB aktual menggunakan timbangan berat badan
maupun microtoise. Berdasarkan hasil pada tabel 1, diketahui estimasi BB pasien adalah 48,8
kg dan estimasi TB pasien adalah 150 cm. Sementara itu, penentuan status gizi pasien dihitung
menggunakan percentile Lila dengan hasil 86,2% dan masuk ke dalam kategori normal
menurut WHO-NCHS.
Kategori status gizi berdasarkan percentile Lila (WHO-NHCS):
Obesitas >120%
Overweight 110 – 120%
Gizi baik85 – 110%
Gizi kurang 70,1 – 84,9%
Gizi buruk <70%
4.2.1.2 Biokimia
Tabel 2. Hasil Laboratorium Tanggal 22 September 2023
20
- Ureum 65 13,43 mg/dL Tinggi
- Neutrofil 65,6%
- P-LCR 4,5
Berdasarkan hasil laboratorium pasien, diketahui beberapa nilai biokimia yang tidak
normal yaitu kadar ureum dan kreatinin tinggi. Nilai biokimia ureum dan kreatinin memiliki
kaitan erat dengan CKD. Ureum adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang
harus dikeluarkan oleh ginjal. Peningkatan kadar ureum darah bergantung pada penurunan
21
fungsi filtrasi glomerulus. Hal yang sama juga terjadi pada kadar kreatinin, apabila terjadi
disfungsi renal maka kemampuan filtrasi kreatinin akan berkurang dan kreatinin serum akan
meningkat (Hasanah, dkk., 2020). Selain itu, nilai biokimia pada hemoglobin, hematokrit, dan
eritrosit pasien juga mengalami penurunan (rendah). Hal ini mengindikasikan adanya kegagalan
fungsi ginjal yang menyebabkan adanya penurunan produksi eritropoetin (EPO) atau hormon
yang dihasilkan oleh ginjal untuk mendorong pembentukan sel-sel darah merah oleh sumsum
tulang belakang (Astrini, 2013). Sementara itu, pasien juga menunjukkan adanya indikasi CKD
stage V berdasarkan perhitungan perkiraan GFR yaitu 8,3 atau <15. Klasifikasi CKD menurut
Kemenkes (2017):
22
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik/ klinik awal pasien, Ny. I mengeluh muntah-muntah
>4 kali, makan dan minum sedikit, pusing, serta nyeri di bagian belakang. Tanda-tanda vital pasien
menunjukkan bahwa tekanan darah 126/84 mmHg, nadi 100x per menit, suhu 38˚C, SPO2 95%,
dan pernafasan 20x/menit adalah normal. Pasien mengeluh demam, badan pegal-pegal dan nyeri di
bagian belakang. Nafsu makan pasien menurun, mengalami mual dan muntah. Secara penampilan
keseluruhan, pasien tampak lemas, sulit berkomunikasi, dan kesadaran composmentis.
4.2.1.4 Dietary
Tabel 4. Data Wawancara Dietary Pasien Tanggal 25 September 2023
Domain Data
FH-1.2.2 Riwayat asupan makanan Satu hari sebelum implementasi menu, dilakukan pengisian
form SQ-FFQ untuk mengetahui gambaran kebiasaan asupan
makan individu sebelum masuk ke rumah sakit (form
terlampir). Berdasarkan hasil form SQ-FFQ diketahui bahwa
pasien jarang makan sayur, lebih sering mengonsumsi lauk
hewani/nabati,
Diet saat ini Pasien mendapatkan diet penyakit ginjal kronik.
Recall Recall dilakukan satu hari sebelum pemberian menu
implementasi.
08.00 WIB
Bubur nasi 5 sdm
Ayam suwir 1 sdm
Roti cokelat 1 bantal
Teh manis ½ gelas
12.00 WIB
Jus alpukat ½ cup
Roti cokelat 1 bantal
Bubur nasi 5 sdm
Ayam Suwir 1 sdm
19.00 WIB
Teh manis ½ gls
Total asupan:
Energi = 287,9 kkal
Protein = 5 gr
Lemak = 6,7 gr
Karbohidrat = 48,9 gr
Tingkat kecukupan Tingkat kecukupan:
Energi = 16,8% (defisit berat)
23
Protein = 12,8% (defisit berat)
Lemak = 14% (desifit berat)
Karbohidrat = 17,4% (defisit berat)
FH- Alergi makanan Tidak memiliki alergi/pantangan makan
2.1.2.5
Berdasarkan dietary pasien, riwayat makan dahulu pada pasien ternyata memiliki kebiasaan
yang kurang baik. Hasil pengisian kuisioner SQ-FFQ menunjukkan bahwa pasien jarang
mengonsumsi sayuran dan buah, namun cenderung lebih sering mengonsumsi protein hewani
maupun nabati dengan cara pengolahan yang cenderung sering digoreng. Setelah dilakukan
wawancara lebih dalam, diketahui bahwa pasien jarang sekali minum air putih dan lebih sering
minum teh. Hal ini didukung dengan hasil recall pasien satu hari sebelum dilakukannya
implementasi menu. Diketahui bahwa dalam satu hari pasien dapat mengkonsumsi teh sampai satu
termos atau sekitar ½ liter per hari dibandingkan konsumsi air putih. Kebiasaan minum air putih
yang cukup memiliki kaitan dengan fungsi ginjal. Minum air putih yang cukup akan mengurangi
kemungkinan terbentuknya batu ginjal yang akan menambah risiko terjadinya CKD. Hasil
penelitian menunjukkan kebiasaan minum air putih <1000 ml/hari mampu meningkatkan risiko
CKD 7,69 kali dibandingkan orang yang minum air putih >2000 ml/hari. Keadaan dehidrasi akibat
kurang air minum akan memperberat kerja ginjal apalagi ditambah dengan konsumsi minuman
atau obat yang bersifat diuretik dan minuman berkafein seperti teh (Delima dan Tjitra, 2017).
Hasil wawanacara perilaku makan pasien juga menunjukkan bahwa adanya kebiasaan
mengonsumsi suplemen vitamin. Menurut Yuliarti (2008) suplemen vitamin termasuk ke dalam
golongan makanan tambahan. Faktor kebiasaan konsumsi minuman atau zat tertentu seperti kopi,
suplemen energi, vitamin, bersoda, konsumsi obat, merokok, dan obat herbal memiliki kaitan erat
dengan kondisi gagal ginjal. Jika zat-zat yang terkandung pada suplemen vitamin dikonsumsi
dalam jangka waktu yang lama, maka dapat mempersempit pembuluh darah arteri ke ginjal
sehingga darah yang menuju ke ginjal menjadi berkurang. Zat-zat lain yang terkandung dalam
suplemen vitamin pada umumnya menggunakan aspartam, perwarna buatan, dan bahan pengawet
yang juga berperan dalam merusak ginjal (Ariyanto, dkk., 2018).
Ekologi
Tabel 5. Data Ekologi (Sosial/Ekonomi Pasien)
Domain Data
24
CH-1.2.1 Riwayat Kesehatan CKD stadium 5
Berdasarkan hasil wawancara dengan keluarga pasien, sebelum pasien didiagnosa menderita
gagal ginjal di tahun 2019, pasien memiliki latar belakang pekerjaan sebagai seorang karyawan
pabrik di Taiwan. Pasien bekerja dari pagi hingga sore hari, sehingga aktivitas konsumsi makan
pasien cenderung lebih sering disediakan oleh pabrik dibandingkan konsumsi makanan
rumah/sendiri karena pasien kurang mampu untuk menyiapkan makanannya sendiri. Saat ini
terutama setelah tahun 2019 dinyatakan menderita gagal ginjal, pasien berhenti bekerja di Taiwan
dan kembali ke Indonesia untuk menjalani terapi hemodialisa. Sehingga aktivitas pasien selama di
rumah hanya menjadi ibu rumah tangga dan cenderung sedikit melakukan aktivitas.
4.2.1.6 Farmakologi
Tabel 6. Data Farmakologi Pasien 22 September 2023
Jenis Obat Fungsi obat Interaksi dengan makanan
Omeprazole 40 mg/12jam Menurunkan asam lambung dengan cara Makanan dapat menghambat
menghambat pompa proton yang penyerapan Omeprazole. Disarankan
berperan besar dalam produksi asam obat diminum 30-60 menit sebelum
lambung. makan.
Infus RL 20 tpm Menambah elektrolit tubuh (kalsium, -
kalium, laktat, natrium, potassium
klorida, dan air) untuk mengembalikan
keseimbangan tubuh.
Ondansetron 4 mg/8 jam Mencegah dan mengobati mual muntah. -
Braxidin Antispasmodik, yang bekerja dengan -
cara melemaskan otot-otot pada saluran
cerna dan kemih.
Berdasarkan data farmakologi yang dilihat dari rekam medik pasien, obat yang diberikan
saat ini adalah omeprazole 40 mg/12 jam untuk menurunkan asam lambung, infus RL 20 tpm
untuk menambah elektrolit tubuh dan mengembalikan keseimbangan tubuh, ondansentron 4 mg/8
jam untuk mencegah dan mengobati mual muntah, serta braxidin sebagai obatt antipasmodik yang
bekerja dengan cara melepaskan otot-otot pada saluran cerna dan kemih. Jenis obat omeprazole
jika berinteraksi dengan makanan dapat menghambat penyerapan omeprazole sehingga efek yang
25
ditimbulkan berkurang. Sedangkan infus RL, ondansetron, dan braxidin tidak memiliki dampak
interaksi yang signifikan dengan makanan dan dapat diminum setelah atau sebelum makan.
4.2.2 Diagnosis
Tabel 7. Diagnosis Gizi Pasien
Domain Diagnosis
NI 2.1 Asupan makanan dan minuman per oral tidak adekuat (P) berkaitan
dengan kondisi fisik mual dan muntah (E) yang ditandai dengan data recall
Domain Asupan (NI) asupan energi defisit berat (16,86%), asupan protein defisit berat (12,8%),
asupan lemak defisit berat (14%) dan asupan karbohidrat defisit berat
(17,4%) (S).
NC. 2.2 Perubahan nilai laboratorium terkait gizi ureum dan kreatinin (P)
Domain Klinis (NC) berkaitan dengan kondisi pasien mengalami CKD (E) ditandai dengan nilai
ureum 65 mg/dL (tinggi) dan kreatinin 7,85 mg/dL (tinggi) (S).
NB 1.6
Kurang patuh terhadap rekomendasi terkait gizi (P) berkaitan dengan tidak
Domain Perilaku (NB) ingin mengaplikasikan rekomendasi gizi (E) yang ditandai dengan
penurunan asupan makan (tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan
karbohidrat defisit) (S).
Berdasarkan hasil pengkajian gizi yang telah dilakukan, ada beberapa diagnosis yang
ditegakkan meliputi diagnosis Intake (asupan), Clinis (klinis), dan Behaviour (kebiasaan).
Permasalahan gizi pada pasien adalah kekurangan intake makanan sehingga diagnosis intake yang
ditegakkan adalah asupan makanan dan minuman per oral yang tidak adekuat yang disebabkan
karena pasien memiliki kondisi mual dan muntah yang membuat pasien mengalami kesulitan
untuk mengonsumsi makanan, serta ditandai pula dengan hasil recall pasien dengan tingkat
kecukupan energi, protein, lemak maupun karbohidrat secara keseluruhan masuk ke dalam
kategori defisit berat (<70%). Diagnosa lain yang juga berkaitan dengan kondisi pasien adalah
perubahan nilai laboratorium terkait gizi akibat adanya gangguan fungsi ginjal yang memengaruhi
kadar ureum dan kreatinin melebihi batas normal. Sementara itu, pasien juga memiliki
permasalahan pada perilaku gizi yaitu kurang patuh terhadap rekomendasi gizi yang disebabkan
karena tidak ingin mengaplikasikan rekomendasi gizi dan ditandai oleh adanya penurunan asupan
makan (tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat pasien rendah).
4.2.3 Intervensi
ND-1 : Penyediaan makanan (makanan utama, buah dan snack)
Diet yang diberikan : Diet penyakit ginjal kronik (PGK)
26
Tujuan diet :
1. Mencegah defisiensi energi, protein, lemak, dan karbohidrat dengan cara memenuhi kebutuhan
zat gizi.
2. Mempertahankan status gizi agar pasien dapat melakukan aktivitas normal sehingga
mempunyai kualitas hidup baik.
3. Menjaga agar penumpukan produk sisa metabolisme (ureum dan kreatinin) tidak berlebihan.
Syarat dan prinsip diet:
1. Kebutuhan energi sebesar 35 kkal/kg BB ideal pada pasien hemodialisis (HD).
2. Protein sedang untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti asam amino
yang hilang selama proses hemodialisis untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-
sel yang rusak. Protein 0,8 g/kg BB ideal/hari. Diberikan sebanyak 39 gr.
3. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari perhitungan protein dan lemak berkisar 281,25 gr
4. Lemak 25% atau 47,4 gr dari total energi (disesuaikan dgn implementasinya)
5. Membatasi garam dan sumber natrium, pemberitan garam <2.000 mg/hari
6. Kalium dibatasi, yaitu 1600-2800 mg.
7. Cairan dibatasi, yaitu 732 ml.
27
- Status Gizi:
Persentil Lila %
Lila di ukur
= x 100
Nilai standar Lila
25
= x 100 %
29
= 86,2% (Gizi Normal)
Kebutuhan Pasien
- Kebutuhan Energi = 35 kkal x BBA
= 35 kkal x 48,8 kg
= 1708 kkal
= 0,8 gr x 48,8
= 39 gr x 4 = 156 kkal
- Kebutuhan lemak = 25% x energi
= 25% x 1708 kkal
= 427/9
= 47,4 gr
- Kebutuhan KH = E – (P+L)
= 1708 – 583
= 1125/4
= 281,25 gr
- Kebutuhan cairan
= 15 x 48,8
= 732 ml
Pembatasan asupan protein dalam makanan pasien dengan penyakit ginjal kronik dapat
mengurangi gejala anoreksia, mual, dan muntah (Haryanti, dkk., 2015). Dalam pemberian menu
untuk pasien, makanan yang disarankan adalah makanan dengan lebih banyak konsumsi protein
28
hewani dan tidak diberikan tambahan protein nabati terutama olahan-kacang-kacangan. Pembatasan
ini juga telah terbukti menormalkan kembali hingga memperlambat terjadinya gagal ginjal. Asupan
rendah protein mampu mengurangi beban ekskresi ginjal sehingga hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intake dapat menurun (Haryanti, dkk., 2015).
Perlu juga dilakukan pembatasan kalium dengan tidak memberikan makanan dengan kandungan
kalium secara berlebihan, karena hal ini akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya.
Hiperkalemia merupakan komplikasi interdialitik yakni komplikasi yang dapat terjadi selama
periode hemodialisis dan memiliki risiko untuk terjadinya kelainan jantung yang dapat memicu
terjadinya cardiac arrest yaitu penyebab utama kematian mendadak (Sandala, dkk., 2016). Menu
makanan dengan rendah kalium yang diberikan dalam hal ini adalah pepaya.
Sementara itu, pembatasan asupan cairan/air pada pasien penyakit ginjal kronik sangat perlu
juga dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya edema dan komplikasi kardiovaskular.
Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar melalui urin. Penumpukan
cairan dalam tubuh menyebabkan fungsi kerja jantung dan paru-paru semakin berat yang berakibat
pada respon fisik pasien yang cepat lelah dan sesak (Fitriana dan Herlina, 2019). Keefektifan
pembatasan jumlah cairan pada pasien CKD bergantung kepada beberapa hal, antara lain
pengetahuan pasien terhadap jumlah cairan yang boleh diminum. Upaya untuk menciptakan
pembatasan asupan cairan pada pasien CKD dapat dilakukan dengan pemantauan intake output
cairan per harinya, sehubungan dengan intake cairan pasien CKD bergantung pada jumlah urine 24
jam (Pasticci, et al., 2012).
Cairan yang masuk dalam kondisi normal pada orang dewasa adalah ± 2500 cc per hari dan
output sebagai bagian mengimbangi asupan cairan dalam kondisi normal orang dewasa adalah ±
2300 cc (Hidayat dan Musrifatul, 2015). Asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik hanya
dibatasi sebanyak Insesible Water Loss (IWL) ditambah dengan jumlah urine. Untuk menghitung
IWL dilakukan dengan rumus 15 x berat badan (Yuliana, dkk., 2014). Adanya keterbatasan
informasi yang didapat melalui rekam medik pasien sehingga pengeluaran cairan pasien belum
dapat diketahui. Menurut Smeltzer (2016) diet cairan yang diperbolehkan untuk pasien CKD
sebesar 500 – 600 ml untuk 24 jam atau lebih dari jumlah keluaran urin 24 jam hari sebelumnya.
Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun
IWL, dengan asumsi bahwa air yang keluar melalui IWL antara 500-800 m/hari (ASL, 2002).
Sehingga intervensi pembatasan cairan pada pasien hanya sebanyak 732 ml yang didapat dari hasil
perhitungan IWL.
Tabel 8. Perbandingan Asupan Standar Rumah Sakit dan Rekomendasi Diet 26 September 2023
29
c Standar Rumah Sakit Rekomendasi Diet
Bacem putih telur = 45 gr Bacem putih telur = 30 gr
Makan pagi Sup wortel kentang = 80 gr Sup wortel kentang 100 gr
Bubur nasi = 180 gr Bubur nasi = 100 gr
Selingan pagi Putu ayu tanpa kelapa = 40 gr Putu ayu tanpa kelapa = 40 gr
Pepaya = 150 gr Pepaya = 100 gr
Galantin ayam = 45 gr Galantin ayam = 25 gr
Makan siang Sup wortel kol = 90 gram Sup wortel kol = 100 gr
Bubur nasi = 180 gram Bubur nasi = 100 gr
Selingan sore Jentik manis = 30 gram Jentik manis = 30 gr
Fillet ayam goreng tepung = 50gr Fillet ayam goreng tepung = 80 gr
Makan malam Sup wortel misoa = 110 gr Sup wortel misoa = 90 gr
Bubur nasi = 180 gr Bubur nasi = 100 gr
Energi = 2055,6 kkal Energi = 1618 kkal
Protein = 74,58 gr Protein = 51,21 gr
Asupan Lemak = 61,4 gr Lemak = 47,4 gr
Karbohidrat = 327,65 gr Karbohidrat = 281,25 gr
Energi = 1708 kkal Energi = 1708 kkal
Protein = 39 gr Protein = 39 gr
Kebutuhan Lemak = 47,4 gr Lemak = 47,4 gr
Karbohidrat = 281,25 gr Karbohidrat = 281,25 gr
Energi = 120,3% (berlebih) Energi = 94,73 % (normal)
Protein = 191% (berlebih) Protein = 109,6% (normal)
Tingkat kecukupan Lemak = 61,4% (defisit berat) Lemak = 106,3% (normal)
Karbohidrat = 281,25% (berlebih) Karbohidrat = 90,2% (normal)
Tabel 9. Perbandingan Asupan Rekomendasi Diet 27 September 2023 dan Standar Rumah Sakit
Waktu Makan Standar Rumah Sakit Rekomendasi Diet
Semur bola daging = 50 gr Semur bola daging = 38 gr
Makan pagi Sup sawi = 80 gr Sup sawi = 76 gr
Bubur nasi = 180 gr Bubur nasi = 120 gr
Selingan pagi Misoa = 50 gr Misoa = 50 gr
Pepes ayam = 50 gr Pepes ayam = 38 gr
Makan siang Sup wortel gambas = 100 gram Sup wortel gambas = 150 gram
Bubur nasi = 180 gram Bubur nasi = 150 gram
Selingan sore Bolu kukus = 30 gram Bolu kukus = 30 gram
Opor ayam = 50gr Opor ayam = 38 gr
Makan malam Sup wortel sawi = 80 gr Sup wortel sawi = 125 gr
Bubur nasi = 180 gr Bubur nasi = 150 gr
30
Energi = 1757,7 kkal Energi = 1658,54 kkal
Protein = 53,25 gr Protein = 45,98 gr
Asupan Lemak = 32,2 gr Lemak = 44,3 4 gr
Karbohidrat = 299,61 gr Karbohidrat = 259,42 gr
Energi = 1708 kkal Energi = 1708 kkal
Protein = 39 gr Protein = 39 gr
Kebutuhan Lemak = 47,4 gr Lemak = 47,4 gr
Karbohidrat = 281,25 gr Karbohidrat = 281,25 gr
Energi = 102,9% (normal) Energi = 97 % (normal)
Protein = 136,5% (berlebih) Protein = 117,9% (normal)
Tingkat Lemak = 67,9% (defisit berat) Lemak = 93,4% (normal)
kecukupan Karbohidrat = 106,5% (normal) Karbohidrat = 92,2% (normal)
Terapi edukasi:
- Tujuan edukasi: memberikan edukasi mengenai gambaran umum kondisi pasien, menjelaskan
terkait diet yang diberikan kepada pasien, serta menjelaskan makanan yang dianjurkan dan tidak
diannjurkan untuk dikonsumsi.
- Metode: metode yang dilakukan adalah ceramah dan diskusi
- Sasaran: pasien dan keluarga
- Media: media yang digunakan adalah leaflet
- Waktu: waktu yang digunakan saat terapi edukasi adalah selama 15-20 menit
- Konten materi edukasi gizi: gambaran umum mengenai penyakit CKD, gambaran umum diet
CKD, tujuan diet CKD, bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan pada diet CKD,
dan contoh menu sehari untuk CKD.
- Kolaborasi: kolaborasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan kode RC-1 yaitu
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain seperti dokter, perawat, apoteker, dan analis
laboratorium terkait pemeriksaan fisik, klinis, biokimia, data laboratorium, perkembangan
kondisi pasien, dan pemberian multivitamin.
31
c. Dietary: Menormalkan tingkat kecukupan asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat
yang termasuk ke dalam kategori defisit tingkat berat dengan peningkatan tingkat kecukupan
asupan energi, peningkatan tingkat kecukupan asupan protein, peningkatan tingkat kecukupan
asupan lemak, dan peningkatan tingkat kecukupan asupan karbohidrat.
d. Pengetahuan: Memantau kepatuhan pasien terhadap rekomendasi terkait gizi.
Evaluasi
a. Biokimia: Adanya perubahan pada nilai laboratorium pasien dengan adanya penurunan kadar
ureum dan kreatinin, serta peningkatan kadar Hb, hematokrit, dan eritrosit.
b. Fisik: Adanya perubahan suhu menjadi normal, nyeri di punggung berkurang, nafsu makan
bertambah, mual dan muntah berkurang.
Dietary: Adanya peningkatan pada tingkat kecukupan gizi pasien terkait energi, protein,
lemak, dan karbohidrat ke batas normal.
32
Asupan makan oral
Energi = 74,96%
Suhu = 37˚C (tinggi) Protein = 99,9%
TD = 137/84 mmHg Lemak = 43,5%
(tinggi) Karbohidrat =84,4%
26 September CKD on HD Tidak ada data Mual
2023 Muntah 2 kali Tingkat kecukupan
Nyeri di bagian Energi = defisit sedang
belakang Protein = normal
Pendengaran dan Lemak = defisit berat
penglihatan berkurang Karbohidrat = defisit
ringan
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi pada tabel 10 diketahui bahwa pada nilai biokimia
pasien belum dapat dievaluasi karena tidak adanya data hasil laboratorium lanjutan selain pada awal
pasien masuk rumah sakit. Sementara itu, kondisi fisik/klinis pasien mengalami perkembangan menuju
baik karena pada awal masuk rumah sakit pasien mengeluh demam (suhu 38˚C), nafsu makan turun,
mual, muntah dengan frekuensi 4x, nyeri di bagian belakang. Namun, seiring dilakukannya
pendampingan intervensi, hari pertama suhu pasien mulai turun menjadi 37˚C kemudian menjadi normal
36˚C pada hari kedua. Keluhan lain seperti mual muntah berkurang, meski masih terdapat nyeri di bagian
belakang di tambah dengan kondisi penglihatan dan pendengaran yang berkurang. Berkurangnya
pendengaran dan penglihatan pasien berkaitan dengan hemodialisa yang dijalani. Menurut Lasisi, dkk
(2006) pengaruh hemodialisa secara etipatogenetik terjadi gangguan osmotik yang mengakibatkan
hilangnya sel-sel rambut, edema, dan atrofi sel-sel penunjang, juga akibat adanya perubahan cairan serta
komposisi elektrolit endolimfe dan kemungkinan adanya paparan membran selulosa asetat dari dializer
yang dipergunakan sehingga produk degradasi asetat masuk ke dalam aliran darah.
Namun selain itu, kondisi berkurangnya penglihatan dan pendengarah pasien juga dapat
disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari usia, hipertensi, dan diabetes melitus. Hal ini sejalan oleh hasil
pemantauan bahwa pada hari kedua pendampingan, tekanan darah pasien mengalami peningkatan lebih
dari normal yaitu 135/84 mmHg karena mengeluh alami kesulitan tidur pada malam hari. Sehingga
33
memungkinkan berkurangnya penglihatan dan pendengaran pasien disebabkan oleh hipertensi pada saat
itu. Hipertensi secara langsung dapat memengaruhi aliran pembuluh darah koklea dan juga menurunkan
transportasi zat gizi akibat perubahan pembuluh darah dan secara tidak langsung dapat menurunkan aliran
pembuluh darah yang berakibat degenerasi sekunder pada saraf (Cruickshanks, et al., 2009).
38
37.5
37
Suhu (˚C)
36.5
36
35.5
35
2 4 -S ep -2 3 2 5 -S ep -2 3 2 6 -S ep -2 3 2 7 -S ep -2 3
Tanggal pemantauan
Tekanan Sistolik
140
137
135
130
126
125
121
120
115
110
24-Sep-23 25-Sep-23 26-Sep-23 27-Sep-23
34
Grafik 3. Perubahan Tekanan Darah (Diastolik)
Tekanan Diastolik
86.5
86 86
85.5
85
84.5
84 84 84
83.5
83
24-Sep-23 25-Sep-23 26-Sep-23 27-Sep-23
Berdasarkan hasil implementasi makan yang telah dilakukan selama dua hari, diketahui
bahwa asupan makan pasien cukup meningkat dibandingkan dengan hasil recall sebelum
dilakukannya implementasi. Tingkat kecukupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat sebelum
dilakukan implementasi hanya <20%. Hal ini dikarenakan masih sulitnya pasien menerima asupan
makan berkaitan dengan kondisi pasien yang seringkali muntah, merasa mual dan kurang nafsu
makan. Setelah dilakukannya implementasi menu, penerimaan makan pasien meningkat. Rata-rata
asupan untuk energi adalah 76,97%, protein 129,7%, lemak 81,55%, dan karbohidrat 81,55%.
Peningkatan asupan makan pasien seiring dengan peningkatan nafsu makan, serta berkurangnya
frekuensi muntah dan mual.
35
Grafik 4. Asupan Makan Pasien Selama Implementasi
36
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto, A., Hadisaputro, S., Lestariningsih, L. and Adi, M.S., 2018. Beberapa faktor risiko
kejadian penyakit ginjal kronik (PGK) stadium V pada kelompok usia kurang dari 50
tahun (studi di RSUD dr. H. Soewondo Kendal dan RSUD dr. Adhyatma, MPH
Semarang). Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 3(1), pp.1-6.
AS, L., 2002. K/DOQI Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification, and Stratification. Part 4. Definition and Classification of Stages of
Chronic Kidney Disease. Am J Kidney Dis, 39(2), pp. S46-S64.
Astrini, W.G.A., 2013. Hubungan kadar hemoglobin (Hb), indeks massa tubuh (IMT) dan
tekanan darah dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di RSUD Dokter Soedarso Pontianak Bulan April 2013. Jurnal Mahasiswa
PSPD FK Universitas Tanjungpura, 1(1).
Cruickshanks, K.J., Wiley, T.L., Tweed, T.S., Klein, B.E., Klein, R., Mares-Perlman, J.A. and
Nondahl, D.M., 1998. Prevalence of hearing loss in older adults in Beaver Dam,
Wisconsin: The epidemiology of hearing loss study. American journal of
epidemiology, 148(9), pp.879-886.
Delima, D. and Tjitra, E., 2017. Faktor risiko penyakit ginjal kronik: Studi kasus kontrol di
empat rumah sakit di Jakarta tahun 2014. Indonesian Bulletin of Health Research, 45(1),
pp.17-26.
Fitriana, E. and Herlina, S., 2019. Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pembatasan Cairan
pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yangMenjalani Hemodialisis. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Masyarakat: Media Komunikasi Komunitas Kesehatan Masyarakat, 11(2), pp.206-213.
Hanggraini, A., Wawan, A., Ardika, S., Veronika, N.O., Raharjo, R., Witoko, R.A., Mustakim,
R., Astuti, W.D., Saputro, W, J., Utami, Y.A.P. 2020. PENGARUH PERMEN KARET
TERHADAP RASA HAUS PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
YANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISA DI RSUD dr. SOEHADI
PRIJONEGORO SRAGEN. PhD diss., Universitas Kusuma Husada Surakarta.
Haryanti, I.A.P. and Berawi, K.N., 2015. erapi Konservatif dan Terapi Pengganti Ginjal sebagai
Penatalaksanaan pada Gagal Ginjal Kronik. Jurnal Majority, 4(7), pp.49-54.
Hasanah, U., Hammad, H. and Rachmadi, A., 2020. Hubungan Kadar Ureum Dan Kreatinin
Dengan Tingkat Fatigue Pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) Yang Menjalani
Hemodialisa. Jurnal Citra Keperawatan, 8(2), pp.86-92.
Hidayat, A.A. A., & Musrifatul, U (2015). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2. Jakarta:
Salemba Medika.
37
Karinda, T.U., Sugeng, C.E. and Moeis, E.S., 2019. Gambaran Komplikasi Penyakit Ginjal
Kronik Non Dialisis di Poliklinik Ginjal-Hipertensi RSUP Prof. Dr. RD Kandou Periode
Januari 2017 –Desember 2018. e-CliniC, 7(2).
Kemenkes RI. 2017. Riset Kesehata Dasar; RISKESDAS 2013. Jakarta: Baitbang Kemenkes RI.
Lasisi, A.O., Salako, B.L., Osowole, O., Osisanya, W.P. and Amusat, M.A., 2006. Effect of
hemodialysis on the hearing function of patients with chronic renal failure. African
Journal of Health Sciences, 13(3), pp.29-32.
Levey, A.S., Atkins, R., Coresh, J., Cohen, E.P., Collins, A.J., Eckardt, K.U., Nahas, M.E.,
Jaber, B.L., Jadoul, M., Levin, A. and Powe, N.R., 2007. Chronic kidney disease as a
global public health problem: approaches and initiatives–a position statement from
Kidney Disease Improving Global Outcomes. Kidney international, 72(3), pp.247-259.
Mayuda, A., Chasani, S. and Saktini, F., 2017. Hubungan antara lama hemodialisis dengan
kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik (studi di RSUP dr. Kariadi
Semarang) (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine).
Pasticci, F., Fantuzzi, A. L.,Pegoraro M., Mc Cann, M., & Bedogni, G. (2012). Nutritional
management stage 5 of chronic kidney disease. Journal of renal care,38(1), 50-58.
Riskesdas. 2014. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Smeltzer, S. C, & Bare, B. G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC
Sulistiowati, E. and Idaiani, S., 2015. Faktor risiko penyakit ginjal kronik berdasarkan analisis
cross-sectional data awal studi kohort penyakit tidak menular penduduk usia 25-65
tahun di Kelurahan Kebon Kalapa, Kota Bogor tahun 2011. Buletin Penelitian
Kesehatan, 43(3), pp.163-172.
Susy, P. and Indah Wahyuni, N., 2018. Hubungan kepatuhan menjalani terapi hemodialisa
dengan kualitas hidup pasien di unit hemodialisa RSUD Cibabat-Cimahi. Holistik:
Jurnal Kesehatan, 12(3), pp.154-159.
Ulianingrum, Y. and Purdani, K.S., 2017. Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) dengan Pemberian Intervensi Inovasi Terapi Pijat Kaki
terhadap Nyeri Kram Otot di Ruang Hemodialisa RSUD Abdul Wahab Sjahranie Tahun
2017.
Wallach, J.B., 2007. Interpretation of diagnostic tests. Lippincott Williams & Wilkins.
Yuliana, A. R., Syuibah, U, & Ambarwati. Pemenuhan Kebutuhan Cairan Pada Anak A. Dengan
Gastroentritis di Ruang Bougenville 3 Rumah Sakit Umum Daerah Kudus. JPK Vol. 1,
38
No 1, Juli 2014:93-98. Kudus: Akademi Keperawatan Krida Husada Kudus.
39
DAFTAR LAMPIRAN
Kuesioner SQ-FFQ
Nama/Inisial : Ny. I Pekerjaan : IRT
Umur : 39 tahun Tanggal wawancara : 22 September 2023
Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Tuntang, Kab. Semarang
Porsi tiap kali
Berapa kali konsumsi per... konsumsi
NO Bahan Makanan
<3x/ 1 bln Tdk
>1x/hr 1x/hr 4-6x/mgg mgg 2x/bln sekali pernah URT gram
40
B. Kelompok Lauk Nabati
1 gls
1 Kacang Hijau
1 gls
2 Kacang Kedele
1 gls
3 Kacang Merah
4 Kacang Mete
5 bh
5 Petai
2 ptg
6 Tahu
2 ptg
7 Tempe
¼ gls
8 Kacang Tanah
C. Kelompok Lauk Hewani
2 ptg
1 Daging Sapi
1 ptg
2 Hati Sapi
1 ptg
3 Ayam
1 ptg
4 Hati Ayam
2 ekor
5 Ikan Asin
1 ekor
6 Ikan Kering
2 ptg
7 Sosis
5 ekor
8 Udang Basah
3 ekor
9 Cumi-cumi
1 ekor
10 Kepiting
1 ekor
11 Bandeng
1 ekor
12 Kakap
1 ekor
13 Kembung
1 ekor
14 Lele
-
1 ekor
15 Mujair
16 Cakalang
17 Lamuru
1 ekor
18 Ikan Mas
19 Selar
20 Banyar
5 bh
21 Kerang
1 btr
22 Telur Ayam
41
1 btr
23 Telur Itik
4 btr
24 Telur Puyuh
25 Belut
1 sdm
26 Kornet
D. Sayur-sayuran
Gambas 2 sdm
1
1 lembar
2 Selada
1 bh
3 Jamur Kuping
2 sdm
4 Lobak
2 sdm
5 Oyong
1 bh
6 Ketimun
1 sdm
7 Daun Bawang
2 sdm
8 Labu Air
2 sdm
9 Selada Air
5 sdm
10 Bayam
11 Daun Kecipir
2 ptg
12 Pepaya
3 sdm
13 Sawi
-
42
2 sdm
14 Terong
2 sdm
15 Labu Siam
2 sdm
16 Wortel
3 sdm
17 Kol
18 Labu (Pumpkin)
4 sdm
19 Brokoli
20 Buncis
21 Pare
22 Rebung
3 sdm
23 Bayam merah
2 sdm
24 Daun Singkong
25 Daun Katuk
26 Daun Melinjo
2 sdm
27 Nangka Muda
28 Daun Pepaya
G. Buah Buahan
1 bh kcl
1 Jambu Biji
½ bh
2 Jeruk Bali
½ bh
3 Jeruk Nipis
4 Kurma
5 Manggis
1 ptg
6 Nanas
1 bh
7 Pir
2 bh
8 Pisang
9 Sawo
2 ptg
10 Semangka
11 Sri Kaya
1 bh kcl
12 Jambu Biji
½ bh
13 Jeruk Nipis
43
REKOMENDASI STANDAR DIET IMPLEMENTASI 26 SEPTEMBER 2023
42
Wortel 50 18 0.5 0.3 3.95 35 122.5 0.5
Sup wortel misoa Misoa 40 138 3.4 0.88 31.2 145.44 17.6 0.25
Minyak kelapa 5 43.5 0.05 4.9 0 0 0 0
Bubur nasi Nasi 100 180.0 3 0.3 39.8 0 0 0.2
Asupan 1618.01 51.21 50.4 253.83 480.0 1071 5.30
Kebutuhan 1708 39 47.4 281.25 <2300 25
Tingkat kecukupan (%) 94.73 131.3 106.3 90.2
(Normal) (Berlebih) (Normal) (Normal)
43
Minyak
3 26.1 0.03 2.94 0 0 0 0
kelapa
Bubur nasi Nasi 100 180.0 3 0.3 39.8 0 0 0.2
Tepung terigu 30 99.9 2.7 0.3 16.56 0.6 0 0.3
Jentik Manis Santan 0.5 0.61 0.01 0.05 0.04 0.05 0.81 0.007
Gula 5 19.7 0 0 4.7 0.05 0.238 0
Daging ayam 25 71.2 7.475 3.225 0 0 0 0
SELINGAN
Telur ayam 20 34.8 2.16 2.2 0.24 28.4 23.8 0
SORE Fillet ayam goreng
tepung Tepung terigu 30 99.9 2.7 0.3 16.56 0.6 0 0.06
Minyak
10 87 0.1 9.8 0 0 0 0
kelapa
Wortel 30 10.8 0.3 0.18 2.37 21 73.5 0.3
Sup wortel misoa Misoa 60 207 5.1 1.32 46.8 218.16 26.4 0.15
MAKAN Minyak
5 43.5 0.05 4.9 0 0 0 0
MALAM kelapa
Bubur nasi Nasi 100 180.0 3 0.3 39.8 0 0 0.2
Asupan 1901.59 66.43 58.9 305.62 544.9 1147 6.04
Kebutuhan 1708 39 47.4 281.25 <2300 25
Tingkat kecukupan (%) 111.33 170.3 124.3 108.7
Normal Berlebih Berlebih Normal
PERBANDINGAN ZAT GIZI REKOMENDASI DIET DAN STANDAR RUMAH SAKIT (MENU 26 SEPTEMBER 2023)
Energi (kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram)
Kebutuhan Pasien Sehari 1708 39 47.4 281.25
44
Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat
Waktu makan Menu Bahan Na (mg) Ka (mg) Serat (mg)
(gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Wortel 50 18 0.5 0.3 3.95 35 122.5 0.5
Sup wortel
Kentang 50 31 1.05 0.1 6.75 3.5 198 0.25
08.00 WIB kentang
Minyak kelapa 3 26.1 0.03 2.94 0 0 0 0
Bubur nasi Nasi 100 180.0 3 0.3 39.8 0 0 0.2
Putu ayu tanpa Tepung terigu 30 99.9 3.3 0.3 19.86 0.6 0 0.3
kelapa Gula 10 39.4 0 0 9.4 0.1 0.475 0
Galantin ayam Daging ayam 24 68.38 11.98 3.10 0 0 0 0
13.00 WIB
Menir bayam Bayam 50 8 0.45 0.2 1.45 8 228 0.35
jagung Jagung 30 10.5 0.66 0.030 2.2 105.9 69 0.57
Bubur nasi Nasi 58 104.4 1.74 0.174 23.084 0 0 0.116
Wortel 50 18 0.5 0.3 3.95 35 122.5 0.5
Sup wortel misoa Misoa 40 138 3.4 0.88 31.2 145.44 17.6 0.25
17.00 WIB
Minyak kelapa 5 43.5 0.05 4.9 0 0 0 0
Bubur nasi Nasi 100 180.0 3 0.3 39.8 0 0 0.2
RECALL MAKANAN LUAR RS
Roti tawar Roti putih 25 62 1.9 0.28 11.7 123.8 22.75 2.3
09.00 WIB Teh 10 29.9 2.41 0.35 5.9 7 584.8 0.97
Teh manis
Gula 5 19.7 0 0 4.7 0.05 0.238 0
Alpukat 85 72.25 0.765 5.53 6.55 5.95 236.3 0
12.30 WIB Jus alpukat
Gula 5 19.7 0 0 4.7 0.05 0.238 0
16.00 WIB Roti tawar Roti putih 25 62 1.9 0.28 11.7 123.8 22.75 2.3
Teh 10 29.9 2.41 0.35 5.9 7 584.8 0.97
20.00 WIB Teh manis
Gula 5 19.7 0 0 4.7 0.05 0.238 0
Asupan 1280.33 38.98 20.6 237.27 601.3 2210 9.73
Kebutuhan 1708 39 47.4 281.25 <2300 25
Tingkat kecukupan (%) 74.96 99.9 43.5 84.4
(Defisit (Defisit
(Normal) (Defisit ringan)
berat) berat)
45
REKOMENDASI STANDAR DIET IMPLEMENTASI 27 SEPTEMBER 2023
46
Wortel 75 27 0.75 0.45 5.93 52.5 183.8 0.75
Sup wortel sawi Sawi 50 14 1.15 0.15 2 11 218.5 1.25
Minyak
3 26.1 0.03 2.94 0 0 0 0
kelapa
Bubur nasi Nasi 150 270.0 4.5 0.45 59.7 0 0 0.3
Asupan 1721.73 44.82 53.6 259.03 703.6 1208 7.97
Kebutuhan 1708 39 47.4 281.25 2000 2000 25
Tingkat kecukupan (%) 100.80 114.9 113.0 92.1
(Normal) (Normal) (Normal) (Normal)
47
Tepung
SELINGAN 20 0.54
Bolu kukus terigu 66.6 1.8 0.2 11.04 0.4 0
SORE
Gula 10 39.4 0 0 9.4 0.1 0.475 0
Daging
0 0 0
ayam 50 142.5 14.95 6.45 0
Opor ayam Santan 3 5.22 0.324 0.33 0.036 4.26 3.57 0
Minyak
MAKAN 3 26.1 0.03 2.94 0 0 0 0
kelapa
MALAM
Wortel 40 14.4 0.4 0.24 3.16 28 98.0 0.4
Sup wortel sawi Sawi 20 5.6 0.46 0.06 0.8 4.4 87.4 0.5
Minyak
3 26.1 0.03 2.94 0 0 0 0
kelapa
Bubur nasi Nasi 180 324.0 5.4 0.54 71.64 0 0 0.36
Asupan 1757.72 53.25 32.2 299.61 697.6 975 6.96
Kebutuhan 1708 39 47.4 281.25 2000 2000 25
Tingkat kecukupan (%) 102.91 136.5 67.9 106.5
Normal Berlebih Defisit berat Normal
RECALL IMPLEMENTASI
Waktu Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat
Menu Bahan Na (mg) Ka (mg)
makan (g) (kkal) (gram) (gram) (gram) (mg)
08.00 WIB Semur bola daging Daging ayam 38 19 4.10 0 0.304 62.32 52.82 0
48
Sup sawi Sawi 68 19.04 1.56 0.204 2.72 14.96 297.16 1.7
Bubur nasi Nasi 24 43.2 0.72 0.072 9.552 0 0 0.048
Pepes otak-otak Ikan
0 0 0
bandeng bandeng 38 112 18.96 4.90 0
Wortel 40 14.4 0.4 0.24 3.16 28 98 0.4
13.00 WIB Sup wortel gambas Gambas 43 15.05 0.946 0.043 3.2 151.79 98.9 0.82
Minyak
3 26.1 0.03 2.94 0 0 0 0
kelapa
Bubur nasi Nasi 86 155 2.58 0.258 34.228 0 0 0.172
Opor ayam Daging ayam 46 131.1 13.75 5.93 0 0 0 0
Wortel 20 7.2 0.2 0.12 1.58 14 49.0 0.2
17.00 WIB Sup wortel sawi
Sawi 26 7.28 0.598 0.078 1.04 5.72 113.62 0.65
Bubur nasi Nasi 28 50.4 0.84 0.084 11.144 0 0 0.056
RECALL MAKANAN LUAR RS
49
50
MENU IMPLEMENTASI 26 DAN 27 SEPTEMBER 2023
Makan pagi
Selingan
Makan Siang
50
Selingan
Makan malam
Makan pagi
51
Makan siang
Makan Malam
52
53
LEAFLET DIET PGK
54