Anda di halaman 1dari 15

Nama :Meisy Aristin

NIM :03031382126123
Shift/kelompok :Selasa (13.00-16.00) WIB/V
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia yang terkenal dengan lahan pertaniannya yang luas, dapat
dimanfaatkan untuk budidaya berbagai macam tanaman, termasuk sayur dan buah,
sehingga menghasilkan produk olahan beragam. Salah satu contoh tanaman yang
bisa tumbuh subur di Indonesia, terutama di daerah pegunungan, adalah buah apel.
Penting bagi masyarakat untuk menjaga kesehatan mereka dengan memperhatikan
aspek makanan dan minuman yang mereka konsumsi. Kedua hal ini tidak hanya
harus memiliki citarasa yang nikmat atau tampilan yang menarik, tetapi juga harus
memberikan manfaat positif bagi kesehatan tubuh. Pasar saat ini juga menyediakan
berbagai jenis minuman fermentasi yang dimana berfokus pada kesehatan sebagai
alternatif untuk menjaga kesehatan tubuh, dan salah satunya adalah cuka apel.
Cuka apel merupakan inovasi terbaru dalam bentuk cuka yang dihasilkan
dari buah apel melalui proses fermentasi asam asetat. Cuka ini dapat berperan
sebagai penyedap makanan, tambahan pada hidangan, serta peningkat kualitas
produk makanan yang diolah. Kaya akan kandungan yang bermanfaat, cuka apel
menjadi produk olahan yang baru dan disarankan untuk dikonsumsi oleh manusia.
Biasanya, cuka apel digunakan untuk memberikan cita rasa asam pada beragam
hidangan yang diolah. Cuka apel juga memiliki aplikasi dalam sektor kesehatan dan
kecantikan. Bidang kesehatan, cuka apel digunakan untuk membantu mengatur
kadar gula darah, sementara dalam dunia kecantikan, cuka apel digunakan untuk
mengatasi permasalahan jerawat serta menghilangkan racun dari kulit wajah.
Cuka apel adalah produk olahan dari buah apel yang sangat populer di
kalangan Masyarakat yang ada di Indonesia karena banyak sekali manfaat-manfat
yang terkandung dalamnya. Cuka apel bisa dengan mudah ditemukan di apotek dan
harganya cukup terjangkau. Dianjurkan untuk mengonsumsi cuka apel secara rutin
karena mengandung senyawa bermanfaat bagi kesehatan tubuh dan membantu
menjaga keseimbangan cairan dalam tubuh. Tujuan dari praktikum pembuatan cuka
apel adalah agar peserta praktikum dapat memahami proses produksinya dan
mampu menghasilkan produk yang bermanfaat. Praktikum ini juga bertujuan untuk
dapat mengajarkan tentang mengenali kualitas apel yang berkualitas tinggi.

1
2

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana pengaruh kematangan apel terhadap pembuatan cuka apel?
2) Bagaimana pengaruh lama fermentasi terhadap pembuatan cuka apel?
3) Bagaimana prinsip dan mekanisme proses pembuatan cuka apel?

1.3. Tujuan
1) Mengetahui pengaruh kematangan apel terhadap pembuatan cuka apel.
2) Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap pembuatan cuka apel.
3) Mengetahui prinsip dan mekanisme proses pembuatan cuka apel.

1.4. Manfaat
1) Dapat menambah pengetahuan terkait pengaruh kematangan apel
terhadap pembuatan cuka apel.
2) Dapat memperbanyak acuan dalam kajian ilmiah terkait lama fermentasi
terhadap pembuatan cuka apel.
3) Dapat memberi wawasan terkait prinsip dan mekanisme proses
pembuatan cuka apel.

1.5. Hipotesis
1) Jumlah glukosa dalam sari apel dipengaruhi kematangan apel, semakin
banyak kandungan glukosa maka semakin besar juga konsentrasi etanol
(Rosend dkk, 2019).
2) Semakin lama fermentasi, maka asam asetat yang dihasilkan akan lebih
banyak dan baik pula kualitas dari cuka apel (Andayani dkk, 2019).
3) Prinsip pembuatan cuka apel yaitu proses fermentasi. Mekanisme yang
dilakukan pada pembuatan cuka apel diawali dengan pembentukan
alkohol dan selanjutnya pembentukan cuka apel (Judoamidjojo dkk,
1992).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cuka Apel Secara Umum


Buah apel merupakan salah satu hasil pertanian yang tersedia sepanjang
tahun dan bisa digunakan sebagai bahan dasar dalam produksi asam asetat melalui
proses fermentasi. Apel sendiri sering dikonsumsi sebagai buah segar, dan selain
memiliki rasa yang menyegarkan, kaya akan zat-zat yang dapat membantu
mencegah serta mengatasi berbagai penyakit. Ilmiahnya, apel dikenal dengan nama
Malus Domestica. Apel sendiri masuk ke dalam kelas genus yang malus.
Umumnya, buah apel memiliki kulit merah ketika matang dan siap untuk
dikonsumsi, tetapi ada juga yang memiliki kulit berwarna hijau atau kuning.
Kulitnya biasanya memiliki tekstur yang lembut, sementara dagingnya cenderung
keras, dan dalam buah ini terdapat beberapa biji (Anggraini dan Octavia, 2023).
Buah apel adalah buah yang sangat umum dan hampir bisa ditemukan di
seluruh wilayah. Dalam konteks ekonomi, apel menduduki peringkat keempat
dalam hal pengaruh setelah jeruk, anggur, dan pisang sebagai motor penggerak
ekonomi. Apel bisa dikonsumsi setelah habis panen, atau bahkan setelah disimpan
selama enam bulan atau bahkan lebih lama. Apel juga dapat diolah menjadi
berbagai produk seperti jus, saus, cuka, dan sari buah apel (Mardiyah, 2020). Apel
ditanam pertama kali di wilayah Asia Tengah. Apel biasanya lebih sering
dihubungkan dengan negara yang memiliki iklim empat musim, khususnya daerah
subtropis. Buah apel memiliki banyak bervariasi dalam bentuknya, mulai dari bulat
hingga lonjong, dengan bagian atasnya sering kali memiliki lekukan dangkal.
Kualitas buah apel dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor, termasuk dari
segi bentuk, jenis varietas, tingkat kematangan, ukuran, faktor pertanian,
lingkungan, dan komposisi kimia. Aspek fisik seperti kekerasan, berat jenis, dan
kemudahan pemisahan buah dari tangkainya dapat digunakan untuk menilai
kualitas dari buah apel. Selain itu, kualitas-nya juga dapat dinilai berdasarkan
karakteristik visual seperti warna kulit, ukuran, dan juga dari kepadatan buah.
Analisis kimia juga merupakan faktor-faktor penentu dalam menilai karakteristik
buah, meliputi kadar pati, total gula, asam, dan rasio komposisi buah. Sebagaimana
yang diketahui, buah apel memiliki umur simpan yang cukup lama.

3
4

Buah apel memiliki umur panen sekitar 114 hari dan dapat disimpan atau
dipasarkan selama sekitar 21 hingga 28 hari. Faktanya, apel yang disimpan terlebih
dahulu cenderung memiliki rasa yang lebih baik daripada yang langsung
dikonsumsi setelah dipetik dari pohon. Buah apel memiliki karakteristik khusus
yang melibatkan proses pernafasan dan penguapan. Oleh karena itu, jika dibiarkan
terlalu lama, buah apel akan mengalami pematangan, kelewat matang, dan akhirnya
membusuk. Proses ini disebut sebagai respirasi. Buah apel memiliki berbagai
macam varietas, termasuk yang sering diimpor dari negara-negara lain. Beberapa
contohnya yaitu varietas impor dari spesies Malus domestica adalah Fuji, Red
Delicious, Granny Smith, Golden Delicious, dan juga sebagainya (Lubis, 2019).
Buah apel memiliki beragam manfaat kesehatan selain dari kandungan
vitaminnya. Beberapa zat yang ada dalam apel, seperti tanin, dapat digunakan untuk
membersihkan dan menyegarkan mulut. Apel mengandung boron, yang berperan
dalam menjaga jumlah hormon estrogen pada tubuh wanita. Kandungan flavonoid
dalam apel dapat membantu mengurangi risiko kanker, sedangkan asam D-glucaric
dapat membantu menurunkan kadar kolesterol. Asam tartarat dalam apel dapat
meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan memiliki sifat antimikroba yang
dapat membantu melawan bakteri berbahaya dalam sistem pencernaan. Semua ini
membuat apel menjadi salah satu buah yang sangat bermanfaat untuk kesehatan.
Kandungan yang bermanfaat dalam buah apel memang membuatnya
memiliki banyak manfaat yang telah digunakan selama berabad-abad dalam bidang
kesehatan dan kecantikan, seperti yang disebutkan oleh Harjana. Penting juga untuk
menyadari bahwa bukan hanya buahnya yang memiliki beragam manfaat. Bagian
lain dari tanaman apel, seperti daunnya, juga mengandung antioksidan yang
bermanfaat. Manfaat dari daun apel dapat dikonsumsi dan dicerna dengan baik,
sangat perlu dilakukan untuk pengembangan di dalam pengolahan apel. Salah satu
cara pengembangan ini adalah dengan menghasilkan selai lembaran dari daun apel
(Ningmastuti dkk, 2021). Berdasarkan penjelasan mengenai kandungan buah apel,
berikut beberapa manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dengan mengonsumsi
apel, khususnya dalam bidang kesehatan. Apel dapat meningkatkan kekebalan
tubuh, meningkatkan kualitas penglihatan, memfasilitasi pertumbuhan tulang dan
gigi, menurunkan kolestrol, membantu pencernaan, dan lain sebagainya.
5

2.2. Jenis-Jenis Cuka


Cuka juga dikenal dengan nama vinegar, adalah suatu cairan asam yang
umumnya dihasilkan melalui fermentasi buah seperti anggur, apel, atau beras.
Produk ini sering digunakan dalam berbagai hidangan untuk memberikan rasa asam
dan meningkatkan cita rasa. Kata vinegar berasal dari bahasa Perancis, yaitu vin
aigre, yang artinya adalah anggur yang asam atau sour wine. Penamaan ini sesuai
dengan sifat asam dari cuka dan pembuatannya juga melalui fermentasi anggur.
Cuka tidak selalu dihasilkan dari seluruh bagian anggur seperti dinamakan wine,
melainkan awalnya dibuat dari suatu bagian anggur tertentu yang dimana tidak
cocok untuk diolah menjadi wine, sehingga dijadikan cuka saja (Adnyani, 2019).
Perbedaan dalam bahan yang digunakan untuk membuat cuka juga
tergantung pada jenis cuka yang dihasilkan. Secara umum, cuka dapat dibagi
menjadi dua jenis, yaitu cuka yang berasal dari buah dan cuka yang berasal dari
pati. Proses pembuatan cuka melibatkan konversi etil alkohol menjadi asam asetat
oleh bakteri dari genus Acetobacter. Oleh karena itu, cuka apel, sebagai contoh,
dapat diproduksi dari berbagai sumber alkohol, termasuk campuran alkohol-air atau
berbagai jenis buah anggur. Bakteri yang terlibat dalam proses ini, yang juga
dikenal sebagai Acetic Acid Bacteria (AAB), adalah bagian dari genus Acetobacter
(Ulya, 2023). Contoh cuka berbasis buah mencakup produk seperti cuka sari buah
apel, sementara contoh cuka berbasis pati meliputi cuka beras atau cuka ketan.
Produk-produk ini sering juga memiliki beberapa varietas khusus karena mereka
dibuat melalui berbagai proses yang juga berbeda dan mungkin juga memiliki
ketersediaan yang dimana terbatas di beberapa wilayah yang ada di seluruh dunia.
2.1.1. Cuka Berbahan Dasar Pati
Pati dikenal sebagai amilum, adalah jenis karbohidrat kompleks berbentuk
serbuk putih yang tidak larut dalam air serta tidak memiliki rasa atau aroma khusus.
Pati berperan sebagai bahan utama yang dihasilkan oleh tanaman untuk menyimpan
kelebihan glukosa dalam jangka waktu yang lama. Hewan dan manusia juga
menggunakan pati sebagai sumber energi yang sangat penting. Pati sendiri adalah
polimer karbohidrat yang terdiri dari berulang-ulang unit glukosa yang membentuk
dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer
glukosa yang tersusun dalam bentuk rantai lurus, rata-rata mengandung sekitar 200
6

unit glukosa per molekul. Pati dihasilkan oleh daun hijau tanaman sebagai wadah
penyimpanan sementara hasil fotosintesis. Pati disimpan dalam bagian permanen
tanaman seperti biji, sumbu pusat, kulit kayu, akar, dan umbi yang tahan lama. Pati
berfungsi sebagai gudang karbohidrat yang penting bagi tanaman dan juga menjadi
sumber makanan yang berharga bagi manusia dan hewan (Abbas dkk, 2020).
2.1.2. Spirit Vinegar
Spirit vinegar biasa disebut cuka putih, dibuat melalui fermentasi asetat
yang berasal dari distilat alkohol yang dihasilkan dari produk fermentasi alkohol
larutan gula alami. Cuka putih adalah cairan yang tidak berwarna dan memiliki rasa
sangat asam tetapi tidak memiliki aroma khas. Ini mengandung sedikit asam amino
hasil fermentasi oleh bakteri asam asetat. Cuka putih cenderung lebih terjangkau
dan umum ditemukan di seluruh dunia. Produk ini setidaknya mengandung 4 gram
asam asetat per 100 mL pada suhu 20°C. Cuka putih juga dapat diwarnai dengan
penambahan karamel atau pewarna makanan. Produk ini dapat digolongkan sebagai
spirit vinegar, produk tersebut harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk
berasal dari sumber pertanian dan mengalami proses fermentasi ganda. Tujuan dari
terjadinya proses fermentasi pertama adalah untuk mengubah gula menjadi alkohol.
Sementara fermentasi yang kedua memiliki tujuan untuk mengubah alkohol yang
dihasilkan dari fermentasi pertama sehingga berubah menjadi asam asetat.
2.1.3. Balsamic Vinegar
Balsamic vinegar adalah jenis cuka yang sangat tua dan aromatik,
diproduksi selama bertahun-tahun bahkan berabad-abad di wilayah Italia Utara.
Bahan dasar utama dalam pembuatan Balsamic vinegar adalah sari buah anggur
yang direbus hingga mengurangi volume hingga sekitar sepertiga dari total larutan
dan memiliki konsentrasi gula yang tinggi, sekitar 30%. Fermentasi harus dimulai
dalam 24 jam setelah pengepresan, dan anggur jenis Trebiano sering digunakan
dalam proses ini. Fermentasi ini dilakukan dalam tong kayu. Balsamic vinegar
memiliki warna yang sangat cokelat dan memiliki rasa yang kaya dengan campuran
rasa asam dan manis yang khas (Febriani, 2022). Balsamic vinegar hanya tersedia
untuk kalangan kelas atas di Italia. Balsamic vinegar dapat berusia antara 12 hingga
100 tahun atau bahkan lebih, dan memiliki harga yang sangat mahal, meskipun
memiliki tingkat keasaman yang tinggi, cuka ini juga memiliki nuansa rasa manis.
7

2.3. Proses Fermentasi Pembuatan Cuka Apel


Fermentasi adalah proses yang mengakibatkan perubahan kimia pada
senyawa organik kompleks, dipengaruhi oleh berbagai enzim yang dihasilkan oleh
mikroba. Proses fermentasi ini dapat menghasilkan dua jenis utama, yaitu
fermentasi non-alkohol dan fermentasi alkohol. Cuka apel (apple cider vinegar)
diproduksi melalui fermentasi pada buah apel dengan cara mengekstrak sari buah
apel sebagai substrat untuk fermentasi alkohol. Tahap awal fermentasi, yang disebut
fermentasi alkohol, jenis mikroorganisme yang terlibat adalah khamir. Khamir
memiliki kemampuan untuk mengubah gula menjadi alkohol dan karbondioksida
(Sari dkk, 2020). Lamanya proses fermentasi bervariasi tergantung jenis khamir
yang digunakan. Kadar alkohol ini akan mempengaruhi proses selanjutnya, yang
dikenal sebagai fermentasi asam asetat. Konsentrasi alkohol yang ideal untuk
fermentasi asam asetat biasanya berkisar antara 10-13%. Konsentrasi alkohol ini,
bakteri asam asetat akan mendominasi pertumbuhan dan reproduksi, mengubah
alkohol menjadi asam asetat, yang memberikan cuka apel karakteristiknya.
Cuka dapat diproduksi dari berbagai sumber karbohidrat yang dapat
difermentasi, termasuk bahan seperti irup gula, sorghum, apel, pir, anggur, melon,
kelapa, bir, madu, dan banyak lagi. Fermentasi adalah proses kimia di mana terjadi
perubahan pada substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (Ponidi dan Rizaly, 2023). Hasil yang didapatkan dari proses
fermentasi ini biasanya digunakan sebagai produk makanan atau minuman. Proses
fermentasi juga melibatkan beberapa elemen yang penting. Mikroba yang berfungsi
sebagai inokulum, wadah fermentasi, substrat (bahan yang akan difermentasi), dan
juga sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang.
Pembuatan cuka dari ekstrak sari buah apel yang diproses secara organik
merupakan salah satu contoh bagaimana buah-buahan dapat mengalami fermentasi
menjadi produk yang berbeda. Terdapat dua tahap fermentasi yang terlibat. Pertama
adalah fermentasi alkohol, gula diubah menjadi etanol oleh aktivitas khamir,
menggunakan Saccharomyces cerevisiae. Kedua, terjadi fermentasi asetat oleh
mikroorganisme Acetobacter yang mengoksidasi etanol menjadi asam asetat.
Proses fermentasi dalam pembuatan cuka apel berjalan dalam dua tahap yang harus
diselesaikan secara berurutan, dengan tahap pertama harus selesai terlebih dahulu.
8

2.4. Bahan Dasar Pembuatan Produk Cuka Apel


Cuka buah adalah salah satu produk makanan hasil fermentasi yang dapat
digunakan sebagai pengawet, terutama karena kandungan asam asetatnya yang
memiliki sifat antimikroba. Cuka fermentasi berasal dari cairan hasil fermentasi
yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme dalam jaringan yang mengandung
karbohidrat. Cuka dapat dibuat dari berbagai jenis buah, seperti anggur, pisang,
apel, dan buah lain yang mengandung gula. Cuka buah memiliki potensi sebagai
bahan pangan fungsional. Pangan fungsional tidak hanya memenuhi kebutuhan
dasar manusia seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral, tetapi juga
memiliki peran tambahan dalam bahan makanan. Fungsi sekunder cuka termasuk
keamanan untuk dikonsumsi oleh pencernaan manusia dan memberikan citarasa
yang baik dalam makanan. Fungsi tersier cuka adalah sebagai bahan makanan yang
dapat membantu mengurangi risiko terkena penyakit dalam tubuh, yang terkait
dengan kandungan senyawa tertentu dalam cuka tersebut (Ayesha dkk, 2021).
Cuka apel adalah minuman kesehatan yang mengandung zat probiotik
aktif dan dibuat dari apel sebagai bahan dasarnya. Apel adalah tanaman tahunan
yang berasal dari wilayah subtropis. Buah apel tersedia sepanjang tahun dan dapat
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan asam asetat melalui proses
fermentasi. Daging buah apel seringkali dikonsumsi langsung sebagai buah segar
karena rasanya yang segar, tetapi cuka apel juga memiliki berbagai zat yang dapat
mencegah dan membantu mengobati penyakit. Apel masih memiliki kedekatan
dengan keluarga tumbuhan mawar karena keduanya termasuk famili Rosaceae.
Gula adalah sejenis karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air
dan cepat diserap oleh tubuh untuk dijadikan sumber energi. Secara umum, gula
dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu monosakarida dan disakarida (Hardiyanto,
2019). Ragi, atau yeast dalam bahasa Inggris, adalah mikroorganisme hidup yang
termasuk dalam keluarga fungi. Salah satu spesies ragi yang sering digunakan
dalam pembuatan cuka apel adalah Saccharomyces cerevisiae. Ragi memiliki peran
penting dalam proses fermentasi. Mekanisme fermentasi, ragi akan mengubah gula
dan karbohidrat yang ada dalam campuran menjadi gas karbon dioksida (CO2) dan
senyawa alkohol. Hasil dari proses fermentasi tersebut dapat membuat produk
berubah menjadi mengembang dengan hasil tekstur yang lembut dan berpori.
9

2.5. Senyawa Kimia Cuka Apel


Apple Cider Vinegar atau yang lebih dikenal sebagai cuka apel, adalah
larutan asam yang dihasilkan melalui proses fermentasi buah apel oleh khamir dan
bakteri asam asetat. Kandungan senyawa kimia dalam cuka apel tidak jauh berbeda
dengan yang terdapat dalam buah apel itu sendiri. Buah apel mengandung berbagai
senyawa kimia seperti flavonoid, asam tartar, asam malat, fitokimia, serat, asam D-
glucaric, tannin, dan boron. Cuka apel, yang dihasilkan dari fermentasi buah apel,
utamanya mengandung asam asetat. Cuka apel mengandung senyawa flavonoid
sebagai antioksidan alami, serta asam malat yang dapat membantu mengatasi
senyawa radikal bebas dari proses oksidasi tubuh manusia (Novitasari dkk, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ilmuwan telah mengungkapkan
bahwa cuka apel mengandung sekitar sembilan puluh jenis zat-zat yang berbeda.
Beberapa dari zat-zat ini meliputi sekitar tiga belas jenis asam karboksilik, dua
puluh keton, empat aldehida, delapan belas jenis alkohol, delapan mineral, delapan
etil asetat, dan banyak lainnya. Cuka apel juga mengandung berbagai jenis vitamin
yang ditemukan dalam buah apel secara umum, seperti vitamin C, vitamin E,
vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin B6. Cuka apel memiliki sifat
antimikroba terhadap beberapa jenis mikroba tertentu. Cuka apel memengaruhi
pertumbuhan dan penyebaran mikroorganisme tersebut, serta menghambat respons
sistem kekebalan tubuh seperti sitokin mononuklear dan respons fagositik.
Kandungan asam asetat dalam cuka apel juga dapat berperan dalam
menghambat pertumbuhan mikroba. Berikut adalah beberapa zat mineral dan
vitamin yang terdapat dalam cuka apel, termasuk kalium, asam amino, vitamin dan
beta karoten, magnesium, serta enzim. Cuka apel mengandung sejumlah besar
kalium, yang merupakan salah satu mineral penting yang terdapat dalam
komposisinya (Purnomo dkk, 2019). Kalium memainkan peran kunci dalam proses
penyembuhan tubuh. Asam amino juga terdapat dalam cuka apel, perannya dalam
menggantikan sel-sel tubuh dan jaringan yang telah rusak, serta sebagai sumber
energi. Magnesium adalah mineral lain yang hadir dalam cuka apel dan memegang
peran penting dalam tubuh. Salah satu fungsi utama magnesium adalah membantu
membentuk perekat yang berperan dalam mengikat kalsium dan fosfor pada tulang.
Berkontribusi pada menjaga kepadatan tulang dan mencegah pengeroposan tulang.
10

2.6. Penelitian Terkait


Penelitian yang dilakukan Aryasa dan Artini (2022) mengangkat topik
mengenai “Antibakteri Cuka Apel Terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli
dan Staphylococcus aureus Secara In Vitro”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana cuka sari apel menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Analisis Penelitian ini berbentuk
eksperimen yaitu dengan membandingkan daya hambat cuka sari apel dan
pengendaliannya pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode difusi cakram, digunakan
untuk menguji aktivitas antibakteri dari tiga sampel cuka apel. Tujuan penggunaan
metode ini adalah untuk menilai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus oleh ketiga sampel cuka apel tersebut.
Sampel penelitian ini yaitu cuka sari apel asing, cuka sari apel indonesia,
dan cuka sari apel lokal. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
diameter dari zona hambat yang terbentuk pada bakteri Escherichia coli terhadap
benda asing 3 sampel adalah 12,33 ± 0,12 mm, 2,21 ± 0,12 mm dan 7,42 ± 0,09
mm. Diameter zona hambat yang terbentuk pada Bakteri Staphylococcus aureus
untuk 3 sampel tadi adalah 14,56 ± 0,46 mm, 0,00 ± 0,00 mm, dan 10,36 ± 0,27
mm. Menyimpulkan bahwa cuka sari apel memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Cuka sari apel menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Penelitian selanjutnya dari (Yulion dkk, 2023) telah membahas tentang
aktivitas antibakteri pada cuka apel melawan pertumbuhan Streptococcus pyogenes.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri cuka sari apel dalam
menghambat bakteri gram positif Streptococcus pyogenes. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan menggunakan kertas cakram.
Tahap dimulai dari penyiapan sampel, sterilisasi pembuatan media, percobaan
bakteri, peremajaan dan pembuatan suspensi bakteri, penyiapan konsentrasi
sampel, dan uji antibakteri. Cuka apel yang digunakan merek X, Y, dan Z dengan
konsentrasi masing-masing yaitu 10%, 20%, 40%, 80%. Hasil dari penelitian ini
yaitu bakteri mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus pyogenes
zona hambat terbaik pada cuka apel merek Z dengan konsentrasi 80%.
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
1) Pisau
2) Hotplate
3) Panci
4) Kain saring
5) Baskom
3.1.2. Bahan
1) Apel 500 gr
2) Gula 125 gr
3) Air 1000 ml
4) Yeast (ragi)
5) Bakteri Acetobacter aceti

3.2. Prosedur Percobaan


1) Apel dicuci bersih kemudian diiris tipis.
2) Irisan apel direbus dengan air sampai mendidih.
3) Api kompor dikecilkan kemudian ditambahkan gula. Campuran
didiamkan selama 30 menit agar aroma apel keluar.
4) Sari apel dipisahkan dari buahnya, setelah dingin sari apel dimasukkan ke
dalam botol.
5) Yeast atau ragi dimasukkan ke dalam sari apel. Botol ditutup dengan kain
saring, kemudian sari apel difermentasi selama 1-2 minggu hingga
membentuk alkohol.
6) Hasil fermentasi disaring menggunakan kain saring.
7) Acetobacter aceti ditambahkan dan dilakukan fermentasi.
8) Setelah 2 minggu akan terbentuk lapisan putih yang mengambang di atas
larutan yaitu mother of vinegar yang menandakan adanya konversi
alkohol menjadi vinegar.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, B., Kabes, R. J., Tjolli, I., Wibowo, K., dan Richana, N. 2020. Feasibility
Study Penerapan Hasil Riset Berbasis Sagu. Papua: Program Pascasarjana
UNIPA.
Adnyani, N. M. D. 2019. Perbedaan Zona Hambat Pertumbuhan
Propionibacterium acnes pada Berbagai Konsentrasi Cuka Apel (Apple
Cider Vinegar) Secara In Vitro. [THESIS]. Denpasar (IDN). Poltekkes
Denpasar.
Andayani, N., Nurhayati, D., dan Saing, M. D. 2019. Optimalisasi Lama Fermentasi
dengan Penambahan Konsentrasi Acetobacter Aceti pada Pembuatan
Cuka Buah Apel Rhome Beauty Menggunakan Alat Fermentor. Prosiding
Seminar Nasional Hasil Pengabdian Masyarakat dan Penelitian Pranata
Laboratorium Pendidikan Politeknik Negeri Jember. Jember, 23-29
November 2019: Hal. 313-320.
Anggraini, L., dan Oktavia, N. 2023. Skrining Fitokimia dan Perbandingan Kadar
Vitamin C Apel Impor dan Lokal yang Dijual di Pasar Buah 88 Pekanbaru
Menggunakan Metode Spektrofotometer UV-Vis. Journal of Pharmacy
and Science. Vol. 6(2): 160-166.
Aryasa, I. W. T., dan Artini, N. P. R. 2022. Antibakteri Cuka Apel Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Secara
In Vitro. The Journal Of Muhammadiyah Medical Laboratory
Technologist. Vol. 5(2): 106-114.
Ayesha, C., Rahman, N. A., Zakiya., Handayani, E. S., dan Irdawati. 2021. Proses
Fermentasi Vinegar dan Potensinya Sebagai Obat Saluran Pencernaan.
Prosiding Seminar Nasional Biologi. Padang, 14 Desember 2021: Hal.
677-684.
Febriani, A. 2022. Manfaat Kaviar Buatan Berbahan Dasar Agar-Agar dan
Balsamic bagi Vegetarian. Jurnal Mahasiswa Pariwisata dan Bisnis. Vol.
1(9): 2292-2298.
Hardiyanto, A. 2019. Kajian Pembuatan Sirup Mentimun (Cucumis Sativus L.)
dengan Penambahan Daun Mint (Mentha piperita L.). [THESIS]. Malang
(IDN). Universitas Muhammadiyah Malang.
Judoamidjojo, M. A., Darwis, A. A., dan Sa'id, E. G. 1992. Teknologi Fermentasi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.
Lubis, D. A. 2019. Analisis Perilaku Konsumen Terhadap Permintaan Buah Apel
Fuji Impor Di Brastagi Supermarket Medan. [SKRIPSI]. Medan (IDN).
Universitas Sumatera Utara.
Mardiyah, S. 2020. Efektivitas Anti Bakteri Perasan Bawang Putih (Allium satium
L) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus. [SKRIPSI].
Sidoarjo (IDN). Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Ningmastuti, A. T., Devi, M., dan Soekopitojo, S. 2021. Analisis Mutu Kimia Asam
Klorogenat Selai Lembaran Apel Manalagi dengan Penambahan Bubuk
Daun Apel Manalagi (Malus Sylvestris) yang Berbeda. Prosiding
Pendidikan Teknik Boga Busana FT UNY. Yogyakarta, 16 Januari 2021:
Hal. 1-4.
Novitasari, A., Warkoyo, W., dan Winarsih, S. 2019. Pemanfaatan Limbah Padat
Sari Apel sebagai Bahan Baku Cuka Apel Menggunakan Metode
Backslop. Food Technology and Halal Science Journal. Vol. 2(1): 55-72.
Ponidi., dan Rizaly, A. 2023. Pengembangan Mikroba EM4 untuk Fermentasi
Pupuk Organik di Desa Carang Wulung Wonosalam. Jurnal Kreativitas
dan Inovasi. Vol. 3(2): 76-80.
Purnomo, V. V., Tjandra, A. S. A., dan Risma, R. 2019. Manalagi Apple Vinegar
(Malus sylvestris Mill) as Anti Diabetic to Alloxan Induced Wistar White
Male Rat. Oceana Biomedicina Journal. Vol. 2(1): 44-51.
Rosend, J., Kuldjarv, R., Rosenvald, S., dan Paalme, T. 2019. The effects of apple
variety, ripening stage, and yeast strain on the volatile composition of
apple cider. Heliyon. Vol. 5(1): 1-7.
Sari, A. R. S., Nurwantoro., Hintono, A., dan Mulyani, S. 2020. Pengaruh
Penggunaan F1 Grain Kefir sebagai Starter terhadap Kadar Alkohol, Total
Khamir dan Kesukaan Kefir Optima. Jurnal Teknologi Pangan. Vol. 4(2):
137-144.
Ulya, I. H. 2023. Analisis Kandungan Cuka Apel Manalagi (Malus sylvestris mill.)
dengan Lama Fermentasi Berbeda. [THESIS]. Malang (IDN).
Universitas islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Yulion, R., Hadriyati, A., dan Elvina, N. 2023. Antibacterial Activity of Apple
Vinegar Against the Growth of Streptococcus pyogenes. International
Journal of Pharmaceutical Sciences and Medicine. Vol. 8(6): 188-191.
LAMPIRAN CEK PLAGIARISME

Gambar 1. Hasil Cek Plagiarisme

Anda mungkin juga menyukai