Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apel adalah jenis buah buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon buah apel. Buah
apel biasanya berwarna merah kulitnya jika masak dan (siap dimakan), namun bisa juga
kulitnya berwarna hijau atau kuning. Kulit buahnya agak lembek, daging buahnya keras. Buah
ini memiliki beberapa biji di dalamnya. Orang mulai pertama kali menanam apel di Asia
Tengah. Berdasarkan penelitian, apel bisa mengurangi resiko kanker usus besar, kanker
prostat, dan kanker paru-paru, dibandingkan dengan buah lainnya dan sayuran, apel
mengandung vitamin C yang tidak seberapa, tetapi kaya dengan senyawa antioksidan lainnya.
Misalnya serabut, konten serbut dalam apel membantu mengontrol pergerakan usus, maka
mengurangi resiko kanker usus besar. Serat apel juga membendung penyakit jantung, serta
membantu mengontrol berat badan dan tingkat kolestrol, karena buah apel tidak mengandung
kolestrol dan mempunyai serat yang mengurangi kolestrol dengan mencegah reabsorpsi. Biji
apel sedikit beracun kerena mengandung sedikit amygdalin, sejenis glikosika sianogen. Akan
tetapi, racun ini tidak cukup berbahaya bagi manusia (Fadlah, 2017).

Proses Browing atau pencokelatan adalah proses dimana suatu zat, pada umumnya
berupa makanan, berubah warna menjadi kecokelatan. Hal ini juga dapat terjadi pada buah
apel. Perubahan warna tersebu umumnya diikuti oleh perubahan rasa pada makanan yang
mengurangi cita rasa makanan sehingga proses ini sering kali dianggap merugikan. Namun
sesungguhnya ada pula proses pencokelatan enzimatik dan proses pencokelatan yang terjadi
tanpa kkerja dari enzim atau pencokelatan oksidatif. Karamelisasi dan Reaksi Millard adalah
dua jenis utama dari proses pencokelatan oksidatif. Karamelisasi merupakan proses oksidasi
yang terjadi pada gula, sedangkan reaksi Millard adalah reaksi kimia asam amino dan gula
pereduksi. Proses pencokelatan enzimatik melibatkan enzim-enzim seperti Monophenol
Monoxygenase atau tyrosinase, polifenol oksidase atau fenolase, dan laccase. Proses browing
juga di sebabkan oleh teroksidasinya Vitamin C pada buah apel oleh udara Oksigen dan
dipengaruhi juga oleh suhu keadaan di sekitar buah apel. Proses pencokelatan juga dapat
disebabkan oleh luka pada apel yang terjadi karena benturan benturan pada permukaan apel.
Ketika apel terluka, ada beberapa sel yang menjadi rusak. Kerusakan sel ini akan mengekspos

2
komponen fenolik pada apel sehingga fenolase dapat dengan mudah bereaksi dengan
komponen fenolik tersebut. Proses pencokelatan terjadi ketika fenolase mengoksidasi
komponen fenolik yang sudah terekspos dan membuntuk senyawa melainkan yang
memberikan warna kecoklatan pada apel.

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki
banyak manfaat dan khasiat untuk mencegah dan mengobati penyakit. Bagian tanaman jeruk
nipis yang sangat sering digunakan oleh masyarakat untuk pengobatan adalah buahnya. Air
buah jeruk nipis terbukti dapat membunuh bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus
Pada penelitian di Nigeria juga menyebutkan bahwa saponin pada air buah jeruk nipis
memiliki kecenderungan menghambat pertumbuhan mikroba yang membuat saponin menjadi
kandidat yang baik sebagai anti jamur. Penelitian sebelumnya di India, flavonoid disebutkan
dapat berfungsi sebagai antioksidan dan memiliki kemampuan untuk menghambat poliferasi
sel jamur (Iskandar, Soejoto, & Hadi, 2017). Penelitian lain oleh Anorda (2005) dengan
memanfaatkan ekstrak kulit buah jeruk nipis diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
efektivitas ekstrak kulit buah jeruk nipis pada konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%
terhadap bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro. Mekanisme kerja dari jeruk nipis
adalah dengan menghambat formasi zoosporangia dan germinasi dari zoospora patogen
sehingga akan membatasi pertumbuhan miselium (Iskandar, Soejoto & Hadi, 2017).

Menurut Jeon dan Zhao (2005), konsumen saat ini lebih memilih penggunaan anti
pencoklatan dari bahan yang alami, asam sitrat merupakan penyusun utama dari air perasan
jeruk nipis yang berpotensi sebagai agen anti pencoklatan. Keasaman pada jeruk nipis
disebabkan karena kandungan dari asam organik berupa asam sitrat dengan konsentrasi tinggi.
Asam sitrat yang terkandung dalam perasan buah jeruk nipis sebesar 6,15% (Nour dkk.,
2010). Menurut Sarwono (2001), kandungan asam sitrat pada buah jeruk nipis sebesar 7%
sampai 8% dari keseluruhan berat buah.

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, penulis dapat merumuskan masalah, yaitu “Apakah
ada Pengaruh pemberian tetesan jeruk nipis untuk menghambat terjadinya proses browning
pada buah apel”.
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan umum dari karya ilmiah ini, adalah mengetahui
“Pengaruh pemberian tetesan jeruk nipis untuk menghambat terjadinya proses browning pada
buah apel”.
1.4 Manfaat Penelitian

Dari adanya penelitian tersebut akan kita dapatkan manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Untuk pembaca, menjadi sarana penambah ilmu pengetahuan dan pembaca
dapat mengetahui cara pencegahan kecokelatan pada buah apel.
1.4.2 Untuk penulis, dapat menjadi sarana penambah ilmu pengetahuan.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1.2 Kajian Pustaka


1.2.1 Pengertian Buah Apel

Apel adalah jenis buah-buahan, atau buah yang dihasilkan dari pohon apel.
Buah apel biasanya berwarna merah kulitnya jika masak dan (siap dimakan), namun
bisa juga kulitnya berwarna hijau atau kuning. Kulit buahnya agak lembek, daging
buahnya keras. Buah ini memiliki beberapa biji di dalamnya. Pohon apel mungkin
merupakan tumbuhan awal yang menjadi tanaman pertanian buah-buahanya diperbaiki
melalui proses seleksi selama ribuan tahun. Iskandar Agung dihargai karena
menemukan tumbuhan apel kerdil di Asia Kecil pada tahun 300 SM. Apel musim
dingin, yang dipetik pada musim gugur dan disimpan dalam suhu yang sedikit melebihi
titik beku, telah menjadi makanan penting di Asia dan Eropa selama ribuan tahun, dan
juga Argentina dan Amerika Serikat sejak kedatangan bangsa eropa (Fadlah, 2017).

Apel dibawa masuk ke Amerika Utara bersama kolonis pada abad ke-17. Pada
abad ke-20,nproyek irigasi di negeri Washington dilancarkan untuk memacu
pembangunan industry buah bernilai ribuan juta dolar, yang dipelopori oleh spesies
apel. Hingga abad ke-20, petani menyimpan apel dalam bilik-bilik antibeku pada
musim dingin untuk mereka jual sendiri. Transportasi apel segar oleh kereta dan jalan
yang terus berkembang berhasil menghilangkan kebutuhan untuk penyimpanan
(Fadlah, 2017).

1.2.2 Pengertian Jeruk Nipis

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) atau limau nipis adalah tumbuhan perdu yang
menghasilkan buah berbentuk bulat diameter antara 3 - 6 meter ( kira-kira sebesar bola
pingpong). Kulit buahnya berwarna hijau atau kuning dan tebalnya berkisar 0,2-0,5 mm
dengan banyak kelenjar pada permukaannya. Daging buahnya masam agak mirip
dengan rasa jeruk sitrun (lemon). Jeruk nipis dapat dimanfaatkan untuk minuman dan
penyedap masakan, seperti soto. Fungsinya sama seperti cuka, namun memberikan
wangi yang sedap. Jeruk nipis juga digunakan untuk perawatan kecantikan dan sebagai
pembersih alat rumah tangga. Selain itu jeruk nipis dipakai sebagai bahan ramuan obat

5
tradisional karena khasiatnya sebagai penurun demam, pereda batuk, antiinflamasi, dan
antiseptik (Kurniawati, 2010).

Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) termasuk salah satu jenis citrus (jeruk) yang
mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat, misalnya: asam sitrat, asm
amino (triptofan, lisin), minyak atsiri (sitral, limonen, feladren, lemon kamfer, kadinen,
gerani-lasetat, linali-lasetat, aktilaldehid, nonildehid), damar, glikosida, asam sitrun,
lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan vitamin C. Kandungan gizi di
dalam 100 gram buah jeruk nipis mengandung vitamin C sebesar 27 miligram, kalsium
40 miligram, fosfor 22 miligram, hidrat arang 12,4 gram. Vitamin B1 0,04 miligram,
zat besi 0,6 miligram, lemak 0,1 gram, kalori 37 gram, protein 0,8 gram dan
mengandung 86 gram(Lauma, Pangemanan & Hutagalung, 2015). Jeruk nipis(Citrus
aurantifolia) memiliki kandungan asam sitrat (7 – 7,6%), damar, lemak, minyak atsiri,
sitral limonen, felandren, lemon kamfer, geranil asetat, linalin, dan kadinen. Jeruk nipis
adalah sumber kalsium, zat besi, dan tembaga yang baik. Jeruk nipis juga merupakan
sumber serat dan vitamin C yang sangat baik (Kurniawati, 2010).

1.2.3 Proses Browning

Proses browning enzimatis disebabkan karena adanya aktivitas enzim pada


bahan pangan segar, seperti pada susu segar, buah-buahan dan sayuran. Pencoklatan
enzimatik terjadi pada buah- buahan yang banyak mengandung substrat fenolik, di
samping katekin dan turunnya seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta
leukoantosiain dapat menjadi substrat proses pencoklatan. Senyawa fenolik dengan
jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang
baik untuk proses pencoklatan (Arsa, 2016).
Reaksi ini dapat terjadi bila jaringan tanaman terpotong, terkupas dan karena
kerusakan secara mekanis yang dapat menyebabkan kerusakan integritas jaringan
tanaman. Hal ini menyebabkan enzim dapat kontak dengan substrat yang biasanya
merupakan asam amino tirosin dan komponen fenolik seperti katekin, asam kafeat,
dan asam klorogena sehingga substrat fenolik pada tanaman akan dihidroksilasi
menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan dioksidasi menjadi kuinon oleh enzim
phenolase. Wiley-Blackwell (2012).
Pencoklatan enzimatis pada bahan pangan memiliki dampak menguntungkan
dan juga dampak yang merugikan. Reaksi pencoklatan enzimatis bertanggung jawab

6
pada warna dan flavor yang terbentuk. Dampak yang menguntungkan, misalnya
enzim polifenol oksidase bertanggung jawab terhadap karakteristik warna coklat
keemasan pada buah-buahan yang telah dikeringkan seperti kismis, buah prem dan
buah ara. Dampak merugikannya adalah mengurangi kualitas produk bahan pangan
segar sehingga dapat menurunkan nilai ekonomisnya. Sebagai contoh, ketika
memotong buah apel atau pisang. Selang beberapa saat, bagian yang dipotong tersebut
akan berubah warna menjadi coklat. Wiley-Blackwell (2012).
Perubahan warna ini tidak hanya mengurangi kualitas visual tetapi juga
menghasilkan perubahan rasa serta hilangnya nutrisi. Reaksi pencoklatan ini dapat
menyebabkan kerugian perubahan dalam penampilan dan sifat organoleptik dari
makanan serta nilai pasar dari produk tersebut. Kecepatan perubahan pencoklatan
enzimatis pada bahan pangan dapat dihambat melalui beberapa metode berdasarkan
prinsip inaktivasi enzim, penghambatan reaksi substrat dengan enzim, penggunaan
chelating agents, oksidator maupun inhibitor enzimatis. Adapun cara konvensional
yang biasa dilakukan adalah perlakuan perendaman bahan pangan dalam air, larutan
asam sitrat maupun larutan sulfit. Wiley-Blackwell (2012).

1.2.4 Manfaat Apel Bagi Kesehatan

Dari faktor kesehatan buah apel memiliki banyak manfaat, diantaranya :

a. Mencegah penyakit asma


b. Mengurangi berat badan
c. Mencegah pertumbuhan kanker
d. Memperkuat tulang
e. Menurunkan kolestrol
f. Menormalkan kadar gula dalam darah
g. Membersihkan dan menghilangkan bau mulut.

1.2.5 Penghambatan Pencoklatan

Pencegahan pencoklatan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Pengurangan oksigen (O2) atau penggunaan antioksidan, misalnya vitamin C


ataupun senyawa sulfit. Antioksidan dapat mencegah oksidasi komponen-
komponen fenolat menjadi quinon berwarna gelap. Sulfit dapat menghambat

7
enzim fenolase pada konsentrasi satu ppm secara langsung atau mereduksi
hasil oksidasi quinon menjadi bentuk fenolat sebelumnya, sedangkan
penggunaan vitamin C dapat mereduksi kembali quinon berwarna hasil
oksidasi (o- quinon) menjadi senyawa fenolat (o-difenol) tak berwarna. Asam
askorbat selanjutnya dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Ketika vitamin
C habis, komponen berwarna akan terbentuksebagai hasil reaksi polimerisasi
dan menjadi produk antara yang irreversibel. Jadi produk berwama hanya akan
terjadi jika vitamin C yang ada habis dioksidasi dan quinon terpolimerisasi.
2. Mengkontrol reaksi browning enzimatis dengan menambahkan enzim
mometiltransferase sebagai penginduksi.
3. Mengurangi komponen-komponen yang bereaksi browning melalui deaktivasi
enzim fenolase yang mengandung komponen Cu (suatu kofaktor esensial yang
terikat pada enzim PPO). Chelating agent EDTA atau garamnya dapat
digunakan untuk melepaskan komponen Cu dari enzim sehingga enzim
menjadi inaktif.
4. Pemanasan untuk menginaktivasi enzim-enzim. Enzim umumnya bereaksi
optimum pada suhu 30-40ºC. Pada suhu 45ºC enzim mulai terdenaturasi dan
pada suhu 60ºC mengalami dekomposisi.
5. Penambahan sulfit. Larutan sulfit bertujuan untuk mencegah terjadinya
browning secara enzimatis maupun non enzimatis, selain itu juga sulfit
berperan sebagai pengawet. Pada browning non enzimatis, sulfit dapat
berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin ada pada bahan. Hasil reaksi
tersebut akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna
coklat. Sedangkan pada browning enzimatis, sulfit akan mereduksi ikatan
disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat mengkatalis oksidasi
senyawa fenolik penyebab browning. Sulfit merupakan racun bagi enzim,
dengan menghambat kerja enzim esensial. Sulfit akan mereduksi ikatan
disulfida enzim mikroorganisme, sehingga aktivitas enzim tersebut akan
terhambat. Dengan terhambatnya aktivitas enzim, maka mikroorganisme tidak
dapat melakukan metabolisme dan akhirnya akan mati. Sulfit akan lebih efektif
dalam bentuk yang bebas atau tidak terdisosiasi, sehingga sebelum digunakan
sulfit dipanaskan terlebih dahulu. Selain itu, sulfit yang tidak terdisosiasi akan
lebih terbentuk pada pH rendah (2,5 – 4), dan pada pembuatan manisan

8
bengkoang ini, pH rendah atau suasana asam diperoleh dari penambahan asam
sitrat.
6. Pemberian asam sitrat. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap
molekulnya mengandung tiga gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus
hidroksil yang terikat pada atom karbon di tengah. Asam sitrat termasuk
asidulan, yaitu senyawa kimia yang bersifat asam dan ditambahkan pada
proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Asidulan dapat bertindak
sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak
disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan
bertindak sebagai pengawet. Asam sitrat (yang banyak terdapat dalam lemon)
sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai pengikat oksigen untuk
mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat. Ini sebabnya mengapa bila
potongan apel direndam sebentar dalam jus lemon, warna putih khas apel akan
lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah dengan tujuan
menurunkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah 4,5. dengan
turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh semakin
kecil. Selain itu pH yang rendah akan mendisosiasi sulfit dan benzoat menjadi
molekul-molekul yang aktif dan efektif menghambat mikroorganisme.

9
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Meneliti Perubahan Warna Pada Buah Apel

3.2 Objek penelitian

Buah Apel

3.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada, 22 Agustus 2021 di rumah peneliti, Jl. Petitenget GG.
Rahayu 3 no 2 , Lingk Umasari.

3.4 Metode Penelitian

Percobaan penelitian ini menggunakan metode :

1) Melakukan percobaan secara langsung


2) Meneliti hasil percobaan atau penelitian
3) Mencari serta mengumpulkan beberapa data dari sarana teknologi (internet) yang
berkaitan dengan penelitian yang saya telaah.

3.5 Prosedur Penelitian

a. Alat dan Bahan :


1) Alat :
a) Pisau
b) Alat pengukur waktu/ stopwatch
2) Bahan
a) 1 Buah Apel
b) 1 Buah jeruk nipis
3.6 Langkah – langkah penelitian
1. Cuci bersih buah apel, buah jeruk nipis dan pisau yang hendak digunakan dalam
penelitian.
2. Ambil 1 buah apel lalu potong menjadi 2 bagian.
3. Apel A ditetesi perasan air jeruk nipis pada bagian dagingnya

10
4. Selagi menunggu apel A persiapkan apel B, apel B tidak perlu di beri campuran
apapun.
5. Setelah apel A di tetesi perasan air jeruk nipis lalu simpanlah di tempat terbuka,
begitu juga dengan apel B.
6. Diamkan dan amatilah perubahan dan perbedaan warna pada daging buah apel A
dengan apel B.

3.7 Hasil Pengamatan

Buah apel A yang sebelumnya ditetesi oleh jeruk nipis, setelah diamati beberapa saat,
daging buahnya masih terlihat segar dengan tanda daging buahnya yang masih berwarna
putih dan cita rasanya pun masih terasa manis.

Berbeda dengan buah apel B yang tidak dicampuri oleh bahan apapun, daging buah
apel B cenderung berwarna kecokelatan setelah didiamkan pada udara terbuka dan rasanya
pun terasa sedikit sepet serta kandungan pada air pada buah apel pun sudah tidak ada lagi.

3.8 Analisis Data

Subjek Menit Awal 30 Menit 50 Menit 60 Menit


Penelitian
Apel A Daging buah Daging buah Daging buah Daging buah
tampak segar masih tetap masih tampak masih terlihat
berwarna putih berwarna putih segar serta segar dengan
serta terdapat serta masih masih terdapat daging buah
kandungan air terdapat air pada buah yang masih
pada buah apel kandungan air apel berwarna putih
pada buah apel dan masih
terdapat
kandungan air
didalam buah
apel.
Apel B Daging buah Daging buah Daging buah Seluruh daging
terlihat masih mulai terlihat berwarna coklat buah berubah
putih segar sedikit berubah tetapi belum menjadi coklat

11
dengan adanya kecoklatan keseluruhannya gelap dan
kandungan air dengan tampak dan tampak kandungan air
pada apel kandungan air kandungan air dalam buah
dalam apel dalam buah apel apel berkurang
mulai berkurang
berkurang

3.9 Pembahasan

Buah apel A yang sebelumnya ditetesi oleh jeruk nipis, setelah di amati dalam menit
awal, 30 menit, 50 menit dan 60, daging buahnya masih terlihat segar dengan tanda daging
buahnya yang masih berwarna putih dan cita rasanya pun masih terasa manis segar.

Berbeda dengan buah apel B yang tidak dicampuri oleh bahan apapun, daging buah
apel B cenderung berwarna kecoklatan setelah didiamkan pada udara terbuka dan rasanya pun
terasa sedikit sepet serta kandungan air pada apel sudah berkurang.

Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberinan tetesan jeruk nipis untuk
menghambat proses browning pada buah apel.

Buah-buahan yang berasal dari daerah sub-tropis salah satunya adalah buah apel
(Nazaruddin dan Muchlisah, 2009). Menurut Anggita dkk. (2017), buah apel termasuk
salah satu buah yang disukai oleh masyarakat Indonesia. Buah apel manalagi merupakan
jenis buah apel yang dibudidayakan di Malang, Jawa Timur. Apel manalagi mempunyai
rasa yang manis tetapi kekurangannya adalah memiliki masa simpan yang pendek
dibandingkan apel jenis rome-beauty. Daging buah mengalami pencoklatan dengan adanya
proses oksidasi secara enzimatis oleh senyawa fenolik polimer warna coklat ketika
penyimpanan, untuk mencegah proses oksidasi dan memperpanjang masa simpan bisa
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah edible coating. buah apel memiliki
suatu enzim disebut “oksidase polifenol (PPO) atau tryosinase”. Enzim PPO bereaksi
dengan oksigen di udara sehingga mengoksidasi senyawa fenolik yang dalam jaringan apel
yaitu o-kuinon. O-kuinon sendiri kemudian menghasilkan produk-produk sekunder
berwarna cokelat yang merubah dari warna asli apel. Dimana oksidasi itu sendiri
merupakan jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan oksigen, pelepasan hidrogen,
atau pelepasan electron.

12
Proses oksidasi adalah peristiwa alami terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana
tak terkecuali di dalam tubuh kita. Proses tersebut dapat desebut juga sebagai proses
Browing atau pencokelatan. Selain itu perubahan warna cokelat pada buah apel juga
dipengaruhi oleh luka pada apel yang terjadi karena benturan-benturan pada permukaan
apel. Ketika apel terluka, ada beberapa sel yang menjadi rusak. Proses perubahan warna
pada bahan pangan merupakan salah satu tanda untuk dapat mengidentifikasi kerusakan
buah (Buve et al., 2018). Proses perubahan warna yang sering terjadi adalah perubahan
warna menjadi cokelat sebagai akibat proses pengupasan, pemotongan, maupun terkena
benturan, proses ini disebut sebagai reaksi pencokelatan enzimatis (Purwanto dan Effendi,
2016). Pencokelatan tersebut disebabkan oleh oksidasi senyawa fenolik pada buah yang
dikatalisis oleh enzim polifenol oksidase (PPO) ketika buah mengalami kerusakan struktur
sel dan kemudian menghasilkan senyawa kuinon, senyawa inilah yang menyebabkan warna
menjadi cokelat (Gomes et al., 2014).
Pencokelatan enzimatis pada buah dalam proses pengolahan merupakan masalah yang
serius, khususnya pada komoditas buah apel, hal ini dikarenakan dapat mengurangi kualitas
produk secara visual dan menurunkan minat konsumen (Purwanto dan Effendi, 2016).
Selain itu, pencokelatan enzimatis juga menurunkan kualitas rasa, meningkatkan sifat basa,
dan merusak nutrisi makanan (Cortez-Vega et al., 2008).
Menurut Krochta dkk. (1994), edible coating yaitu lapisan tipis yang menyelimuti
bahan pangan dan terbuat dari bahan yang dapat dimakan. Edible coating dapat menjaga
kelembaban karena bersifat seperti barrier, permeable terhadap gas-gas tertentu, menekan
terjadinya perubahan komposisi nutrisi karena dapat mengontrol migrasi dari komponen-
komponen yang larut dalam air, sehingga dengan sifat-sifat tersebut edible coating dapat
digunakan sebagai pelindung pada bahan pangan. Bahan-bahan yang digunakan untuk edible
coating harus memiliki syarat yakni dapat menahan permeabilitas uap air dan oksigen, jika
dikonsumsi tidak berbahaya, tidak berwarna, dan tidak menyebabkan perubahan sifat
makanan (Pujimulyani, 2012). Bahan-bahan alam digunakan dalam pembuatan edible
coating karena aman untuk dikonsumsi, bahan alam yang digunakan dalam pembuatan
edible coating yakni pati dan air perasan jeruk nipis.
Menurut Jeon dan Zhao (2005), konsumen saat ini lebih memilih penggunaan anti
pencoklatan dari bahan yang alami. Menurut Wang dkk. (2003), asam sitrat merupakan
penyusun utama dari air perasan jeruk nipis yang berpotensi sebagai agen anti pencoklatan.
Menurut Astawan dan Kasih (2008), keasaman pada jeruk nipis disebabkan karena
kandungan dari asam organik berupa asam sitrat dengan konsentrasi tinggi. Asam sitrat yang

13
terkandung dalam perasan buah jeruk nipis sebesar 6,15% (Nour dkk., 2010). Menurut
Sarwono (2001), kandungan asam sitrat pada buah jeruk nipis sebesar 7% sampai 8% dari
keseluruhan berat buah. Asam sitrat merupakan asam organik yang dapat membentuk
kompleks dengan ion Cu sehingga dapat menghambat reaksi pencoklatan (browning). Ion
Cu dikenal sebagai katalisator dalam reaksi pencoklatan pada buah-buahan. Selain
membentuk kompleks dengan ion tembaga, asam sitrat dapat menurunkan pH pada jaringan
sehingga menginaktifkan enzim Polifenol Oksidase (PPO) (Winarno, 2002). Menurut
Onyeagba dkk. (2004), air perasan jeruk nipis memiliki aktivitas anti-mikrobia. Air perasan
jeruk nipis dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri Eschericia coli, Staphylococcus
aureus, dan Streptococcus haemolyticus (Razak dkk., 2013). Menurut Syamsuhidayat dan
Hutapea (1991), jeruk nipis mengandung flavonoid, saponin, dan minyak atsiri. Minyak
atsiri (limonen) dapat berperan sebagai antibakteri (Goodman dan Gilman, 2008). Jeruk nipis
mengandung flavonoid dimana flavonoid juga berperan sebagai antibakteri (Adindaputri
dkk., 2013).

14

Anda mungkin juga menyukai