Anda di halaman 1dari 18

Nama : Bayu Sukarno Putro

No. Peserta : 201800329122


LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah

Masalah yang telah Hasil eksplorasi Analisis eksplorasi


No.
diidentifikasi penyebab masalah penyebab masalah
1 Rendahnya motivasi Kajian Literatur 1. Minat siswa
siswa dalam 1. Menurut Rismawati, terhadap materi
mengikuti kegiatan Melinda (2020), aktivitas
pembelajaran materi motivasi belajar siswa pengembangan
pengembangan dipengaruhi oleh faktor kebugaran jasmani
kebugaran jasmani sarana belajar; faktor kurang.
(daya tahan). minat; faktor 2. Siswa lebih suka
perhatian; faktor bermain / materi
kemampuan diri; permainan.
faktor teman sebaya; 3. Desain
dan faktor kesehatan. pembelajaran yang
2. Andeka, Wiwik (2018) dirancang guru
Tinggi rendahnya kurang interaktif
keinginan dalam dan inovatif.
belajar tersebut bisa 4. Guru kurang
saja dipengaruhi oleh memberi
beberapa penyebab / penguatan kepada
faktor diantaranya siswa.
harapan, kesanggupan, 5. Sarana dan
keadaan fisik, prasarana kurang
lingkungan, serta tata menarik.
cara guru dalam
membimbing siswa.
Wawancara dengan Ibu
Yuniatun, S.Pd. selaku
guru kelas
3. Kurangnya minat siswa
terhadap materi
4. Kegiatan pembelajaran
yang membosankan.
5. Guru kurang
memotivasi siswa.
Wawancara dengan
Bapak Rendra Triana
Chandra, S.Pd. selaku
Kepala Sekolah :
6. Siswa memang tidak
berminat terhadap
materi yang diajarkan.
7. Guru kurang mampu
mendesain atau
mengelola kegiatan
pembelajaran menarik
dan menyenangkan
bagi siswa
8. Kondisi sarana dan
prasarana yang kurang
layak
9. Teman-teman siswa
sekelas yang malas
juga bisa
mempengaruhi siswa
yang sebenarnya
memiliki motivasi
untuk belajar.
Wawancara dengan
Bapak Suparlan, S.Pd.
selaku pengawas SD di
Jenar:
10. Siswa tidak
menganggap materi
tersebut penting.
11. Pembelajaran yang
didesain guru kurang
interaktif.
12. Guru kurang mampu
dalam memberi
penguatan untuk
membangkitkan
motivasi siswa.
13. Guru kurang
memahami
karakteristik siswa.
14. Media pembelajaran
kurang menarik.
Wawancara dengan
Bapak Jaka Sukarno,
S.Pd. selaku pakar
(Ketua KKG PJOK
Kecamatan Jenar):
15. Siswa kurang
menyukai materi
kebugaran, lebih suka
bermain.
16. Siswa ingin segera
bermain sesuai dengan
permainan yang
disukainya.
17. Pembelajaran yang
didesain guru mungkin
membosankan.
18. Desain pembelajaran
kurang sesuai dengan
karakteristik siswa.
19. Guru mungkin
menerapkan metode
konvensional seperti
ceramah, komando,
dan sejenisnya.
20. Kondisi sarana dan
prasarana yang kurang
layak atau menarik.
21. Kondisi kesehatan
siswa yang kurang
baik.
2 Kurangnya minat Kajian literatur : 1. Siswa kurang
baca siswa sehingga 1. Solahudin, Dandi tertarik dengan
siswa kurang (2022) menyatakan buku, lebih
memahami peraturan kurangnya minat baca menyukai
dasar permainan siswa disebabkan oleh teknologi modern.
kasti faktor internal yaitu 2. Siswa lebih suka
kemampuan membaca, menonton video
memahami makna daripada membaca
dalam bacaan, teks dalam buku.
kurangnya 3. Siswa lebih suka
membiasakan praktek daripada
membaca, siswa yang membaca teori
menyelesaikan tugas dalam
melalui internet tanpa pembelajaran
buku, dan faktor PJOK.
eksternal yaitu program 4. Guru belum
literasi belum berjalan maksimal dalam
maksimal, peran menanamkan
perpustakaan sekolah budaya literasi
yang belum maksimal, kepada siswa.
dan pengaruh 5. Guru kurang
pengunaan inovatif dalam
smarthphone. mengembangkan
2. Witanto, Janan (2018), media sebagai
rendahnya minat baca bahan literasi
disebabkan karena siswa.
terbatasnya sarana dan
prasarana membaca,
seperti ketersediaan
perpustakaan dan
buku-
buku bacaan yang
bervariasi. Situasi
pembelajaran yang
kurang memotivasi
siswa untuk
mempelajari buku-buku
tertentu di
luar buku-buku paket.
Kurangnya model (dari
kalangan guru) bagi
siswa dalam hal
membaca.
Berkembangnya
teknologi informasi
menggeser minat
masyarakat terhadap
aktivitas membaca
buku. Banyaknya
keluarga yang belum
menanamkan
tradisi wajib membaca.
Keterjangkauan daya
beli masyarakat
terhadap
buku.
Wawancara dengan Ibu
Yuniatun, S.Pd. selaku
guru kelas :
3. Siswa memang kurang
suka membaca buku.
4. Siswa lebih suka
menggunakan
handphone dan
memanfaatkannya
untuk main game atau
main sosial media.
5. Siswa memang belum
lancar membaca,
sehingga malas untuk
membaca.
Wawancara dengan Bapak
Rendra Triana Chandra,
S.Pd. selaku Kepala
Sekolah :
6. Kehadiran handphone
yang hanya
dimanfaatkan untuk
main game.
7. Siswa merasa tidak
butuh membaca ilmu
terkait pelajaran
sekolah, jika ada tugas
tinggal copy paste dari
google.
8. Kondisi di sekolah yang
kurang mendukung,
misalnya para guru
belum bisa dengan
maksimal untuk
menanamkan gerakan
literasi kepada siswa.
9. Perpustakaan belum
dikelola dengan
maksimal, dan buku-
buku yang ada di
sekolah kurang update
sesuai dengan minat
dan kebutuhan siswa
saat ini.
Wawancara dengan Bapak
Suparlan, S.Pd. selaku
pengawas SD di Jenar :
10. Siswa lama belajar
daring, sekolah dengan
menggunakan
handphone, jadi sudah
tidak terbiasa membaca
buku.
11. Orang tua membiarkan
anak bermain
handphone, sehingga
anak hanya
menggunakan
handphone untuk main
game, bukan membaca
informasi.
12. Guru kurang
memotivasi siswa untuk
banyak membaca.
13. Sekolah tidak
menerapkan gerakan
literasi dengan baik.
14. Perpustakaan tidak
dikelola dengan baik.
Wawancara dengan Bapak
Jaka Sukarno, S.Pd.
selaku pakar (Ketua KKG
PJOK Kecamatan Jenar):
15. Siswa lebih tertarik
untuk langsung
bermain daripada harus
mempelajari teorinya
dulu.
16. Guru mungkin kurang
mendesain
pembelajaran yang
menarik, utamanya
saat mempelajari teori
atau peraturan dari
kasti.
17. Media pembelajaran
yang digunakan kurang
interaktif.
18. Bahan ajar yang ada
mungkin terbatas dan
tidak sesuai dengan
karakteristik siswa.
19. Orang tua mungkin
kurang dalam
membimbing siswa
untuk belajar di rumah.
3 Siswa dengan Kajian literatur : 1. Siswa
kemampuan awal 1. Arhesa, Sandra (2020) berkemampuan
rendah sulit Menyebutkan bahwa rendah takut
menguasai teknik faktor yang dapat untuk
lompat jauh menghambat belajar mencoba/berlatih
gerak adalah sarana terkait tugas gerak.
prasarana, resiko, 2. Siswa
cemas, takut, dan berkemampuan
lingkungan. rendah butuh
2. Marlina, Efrina (2019) waktu lebih lama
menemukan bahwa untuk dapat
guru menguasai tugas
menghadapi kesulitan gerak.
melaksanakan 3. Guru kurang
pembelajaran memotivasi siswa
berdiferensi karena berkemampuan
guru rendah untuk
mengalami kesulitan berani mencoba
mengubah peran dan yakin bahwa
menjadi fasilitator, guru mereka juga akan
sulit dalam memilih bisa.
strategi yang cocok 4. Guru kurang
dalam pembelajaran, intens dalam
guru sulit membimbing siswa
mengembangkan berkemampuan
strategi rendah.
pembelajaran 5. Guru kurang
berdiferensiasi. maksimal dalam
Wawancara dengan Ibu menerapkan
Yuniatun, S.Pd. selaku pembelajaran
guru kelas : berdiferensiasi.
3. Siswa kemampuan
rendah butuh waktu
lebih lama untuk bisa
memahami materi
pelajaran.
4. Siswa berkemampuan
rendah seringkali sibuk
sendiri entah itu
mengobrol dengan
teman atau bermain
sendiri.
Wawancara dengan Bapak
Rendra Triana Chandra,
selaku Kepala Sekolah :
5. Siswa berkemampuan
rendah biasanya
kurang percaya diri
dalam kegiatan
pembelajaran,
utamanya saat diajak
berdiskusi atau disuruh
mencoba.
6. Guru mungkin kurang
sabar dalam
membimbing siswa
berkemampuan rendah.
7. Guru mungkin terlalu
menuntut siswa
berkemampuan rendah
untuk bisa sama
dengan yang cepat
belajarnya.
8. Guru kurang
memotivasi siswa
berkemampuan rendah.
Wawancara dengan Bapak
Suparlan, S.Pd. selaku
pengawas SD di Jenar:
9. Guru kurang sabar
dalam membimbing
siswa yang
kemampuannya
rendah.
10. Model pembelajaran
yang digunakan belum
mengakomodir siswa
berkemampuan rendah
untuk bisa lebih
banyak mencoba.
11. Guru kurang
berkomunikasi dengan
orang tua untuk dapat
bekerjasama
menemukan solusi
dalam membimbing
siswa tersebut.
Wawancara dengan Bapak
Jaka Sukarno, S.Pd.
selaku pakar (Ketua KKG
PJOK Kecamatan Jenar):
12. Siswa berkemampuan
rendah biasanya
memang takut untuk
mencoba, entah takut
salah atau takut cidera.
13. Desain pembelajaran
yang dirancang guru
mungkin kurang
mengakomodasi
perbedaan siswa. Guru
menyamakan semua
siswa, memberi target
yang sama.
14. Guru kurang memberi
penguatan agar siswa
termotivasi.
15. Guru tidak
memodifikasi sarana
atau mempermudah
tugas gerak untuk
siswa berkemampuan
rendah.
4 Komunikasi antara Kajian literatur : 1. Orang tua di
guru dan orang tua 1. Menurut Umar, Arif daerah pinggiran
kurang terjalin Widodo (2022), tidak menganggap
dengan baik saat adanya kolaborasi pendidikan anak
pembelajaran materi antara guru dengan adalah
senam irama. orang tua dapat sepenuhnya
menghambat urusan pihak
perkembangan sekolah/guru.
kemampuan akademik 2. Guru kurang
siswa. Penyebab tidak memahami
maksimalnya karakteristik orang
dukungan orang tua tua siswa.
terhadap anak adalah 3. Sekolah/guru
ketidakmampuan orang kurang dalam
tua dalam memberikan mengedukasi
bimbingan terhadap orang tua siswa.
materi pelajaran dari 4. Guru kurang
sekolah, kompetensi inovatif dalam
yang diajarkan gurudi menyampaikan
sekolah tidak begitu bahan ajar yang
diperhatikan, banyak perlu dipelajari
diantara orang tua siswa di rumah.
siswa yang masih buta
huruf, menganggap
pendidikan di sekolah
terkesan hanya
digunakan untuk
mencari ijazah.
Wawancara dengan Ibu
Yuniatun, S.Pd. selaku
guru kelas :
2. Kebanyakan orang tua
kurang memperhatikan
pendidikan anak-
anaknya karena lebih
sibuk dengan dirinya
sendiri, entah untuk
bekerja atau untuk
urusan yang lain
sehingga memang sulit
untuk diajak
bekerjasama dengan
pihak sekolah.
3. Kurangnya komunikasi
juga bisa karena orang
tua merantau, dan wali
yang mengasuh anak
tidak terlalu peduli
dengan urusan
sekolah.
4. Keberhasilan
pendidikan harus ada
sinergi antara guru dan
orang tua, karena pada
dasarnya anak akan
lebih banyak berada di
lingkungan luar
sekolah daripada di
sekolah.
Wawancara dengan Bapak
Rendra Triana Chandra,
S.Pd. selaku Kepala
Sekolah :
5. Antara guru dan orang
tua harusn bisa
menjalin komunikasi
yang baik supaya bisa
berkoordinasi dan
saling memberi
masukan untuk
kemajuan
perkembangan
pendidikan anak.
6. Sulitnya komunikasi
bisa dari faktor orang
tua, karena memang
kurang peduli dengan
pendidikan anak.
7. Orang tua di daerah
pedesaan kurang
memiliki ilmu parenting
yang baik, sehingga
memasrahkan
pendidikan anak hanya
kepada pihak sekolah.
Wawancara dengan Bapak
Suparlan, S.Pd. selaku
pengawas SD di Jenar :
8. Kurangnya komunikasi
guru dan orang tua di
daerah pinggiran
karena kebanyakan
pendidikan para orang
tua hanya menengah
ke bawah, sehingga
kurang ilmunya dalam
hal pendidikan anak,
menganggap
pendidikan itu urusan
guru saja.
9. Guru kurang
memahami
karakteristik dari para
orang tua, sehingga
cara berkomunikasi
guru mungkin kurang
pas.
Wawancara dengan Bapak
Jaka Sukarno, S.Pd.
selaku pakar (Ketua KKG
PJOK Kecamatan Jenar):
10. Kurangnya edukasi
terhadap orang tua
bahwa keberhasilan
pendidikan adanak
adalah hasil sinergi
antara orang tua dan
sekolah. Sehingga
orang tua masih
menganggap
pendidikan anak
adalah urusan sekolah.
11. Hambatan terkait
teknologi, bisa jadi
orang tua kurang
menguasai teknologi
atau bisa jadi karena
sinyal yang sulit.
12. PJOK biasanya
dianggap tidak penting,
sehingga orang tua
tidak terlalu peduli
dengan tugas yang
diberikan guru kepada
anaknya.
5 Kegiatan Kajian literatur : 1. Guru kurang
pembelajaran tolak 1. Elfa Sumiyati (2017), memberi
peluru kurang menjelaskan penguatan kepada
interaktif. permasalahan dalam siswa agar lebih
proses belajar mengajar aktif.
yaitu, 1) kurangnya 2. Kegiatan
interaksi antara pembelajaran yang
guru dan siswa; 2) dilaksanakan
penguasaan guru kurang inovatif dan
tentang cenderung
metode pengajaran monoton.
masih belum maksimal; 3. Guru belum
3) siswa cenderung membuat media
pasif dan kurangnya
motivasi siswa; 4) pembelajaran yang
metode yang digunakan interaktif.
dalam mengajar belum
bervariasi/ monoton;
(5) siswa cenderung
hanya menghafal
bukan memahami
materi pelajaran
Wawancara dengan Ibu
Yuniatun, S.Pd. selaku
guru kelas:
2. Jika memang siswa di
kelas tersebut berisi
anak-anak yang
pemalu, tentu mereka
akan pasif saat diminta
untuk berinteraksi.
3. Guru belum
mengembangkan media
pembelajaran yang
interaktif
4. Guru kurang
memahami
karakteristik siswanya
sehingga dapat
mengelola kelas dengan
baik.
Wawancara dengan Bapak
Rendra Triana Chandra,
S.Pd. selaku Kepala
Sekolah :
5. Guru belum dapat
memotivasi siswa
supaya aktif.
6. Guru belum memiliki
pengetahuan dan
kemampuan
mengaplikasikan
berbagai model
pembelajaran yang
dapat mendukung
kegiatan pembelajaran
yang interaktif.
7. Guru membuat RPP
hanya untuk
menggugurkan
kewajiban dalam hal
administrasi.
Wawancara dengan Bapak
Suparlan, S.Pd. selaku
Pengawas SD di Jenar:
8. Guru tidak mau
membuat RPP dengan
baik, hanya copy paste
dari teman guru yang
lain.
9. Guru kurang
menguasai model
pembelajaran yang
inovatif dan interaktif.
10. Media pembelajaran
yang digunakan kurang
merarik.
Wawancara dengan Bapak
Jaka Sukarno, S.Pd.
selaku pakar (Ketua KKG
PJOK Kecamatan Jenar):
11. Pembelajaran atletik
memang cenderung
membosankan jika
guru hanya meminta
siswa melakukan drill.
12. Guru mungkin sudah
menguasai berbagai
model inovatif, mampu
menerapkan, tetapi
guru tidak mau untuk
melaksanakannya dan
memilih untuk
menggunakan model
konvensional.
13. Guru kurang
memahami
karakteristik masing-
masing siswanya
sehingga kurang dapat
mengelola
pembelajaran supaya
lebih aktif sesuai
dengan karakteristik
siswa.
14. Guru belum mau
mengelola
pembelajaran yang
dapat memancing siswa
supaya lebih aktif.
15. Guru kurang inovatif
dalam mengemas
materi atletik supaya
lebih menarik dan
membuat siswa
bergerak aktif di
sepanjang
pembelajaran.
6 Siswa kesulitan Kajian literatur : 1. Guru kurang
menghitung skor memotivasi siswa
dalam permainan 1. Menurut Mahmud, untuk giat
bulutangkis. Muhammad Rifqy meningkatkan
(2019), kesulitan siswa kemampuan
dalam memecahkan numerasinya.
masalah tidak 2. Guru jarang
terstruktur pada materi mengaitkan materi
bilangan dikarenakan: dengan numerasi.
1) kemampuan 3. Guru kurang jelas
memahami kalimat dalam memberi
matematika; 2) pemahaman
kurangnya pemahaman peraturan
pada materi prasyarat; perhitungan
3) kesulitan siswa bulutangkis
dalam membangun kepada siswa.
strategi penyelesaian 4. Siswa kurang
masalah; dan 4) mendapat
kesulitan dalam kesempatan untuk
mengambil kesimpulan. berlatih
Wawancara dengan Ibu menghitung skor
Yuniatun, S.Pd. selaku dalam permainan
guru kelas: bulutangkis.
2. Bisa jadi karena
memang daya nalar
siswa tersebut rendah,
sehingga sulit untuk
melakukan
perhitungan apalagi
yang memerlukan
analisis.
3. Bisa jadi karena guru
tidak terbiasa
mengaitkan materi
dengan numerasi,
sehingga siswa hanya
berlatih numerasi pada
materi tertentu saja
yang mengakibatkan
kemampuan numerasi
siswa menjadi lambat.
Wawancara dengan Bapak
Rendra Triana Chandra,
S.Pd. selaku Kepala
Sekolah :
4. Kemampuan siswa
yang memang
kecerdasan
numeriknya kurang.
5. Kurangnya pembiasaan
untuk meningkatkan
kemampuan numerasi,
baik itu oleh guru
maupun secara mandiri
oleh siswa.
6. Kurangnya
kemampuan guru
dalam menjelaskan
cara menyelesaikan
soal hitungan yang
dapat dengan mudah
dimengerti oleh siswa.
Wawancara dengan Bapak
Suparlan, S.Pd. selaku
Pengawas SD di Jenar:
7. Gerakan literasi dan
numerasi di sekolah
mungkin masih
kurang.
8. Siswa tidak dibiasakan
untuk berlatih
berhitung baik di
sekolah maupun di luar
sekolah.
9. Guru kurang memberi
motivasi dan penguatan
bagi siswa supaya terus
meningkatkan
kemampuan
berhitungnya.
Wawancara dengan Bapak
Jaka Sukarno, S.Pd.
selaku pakar (Ketua KKG
PJOK Kecamatan Jenar):
10. Siswa belum punya
bekal awal terkait
peraturan bulutangkis.
11. Guru kurang dalam
menjelaskan peraturan
dasar dalam
menghitung poin
permainan bulutangkis.
12. Guru jarang
mengaitkan materi
dengan kegiatan
numerasi.
13. Penjelasan dari guru
sulit dipahami oleh
siswa.
7 Siswa belum bisa Kajian literatur : 1. Siswa tidak
menganalisis 1. Menurut Nugraha, dibiasakan untuk
kesalahan gerak Robby (2021) faktor berpikir tingkat
servis bolavoli. penyebab kesulitan tinggi/
kemampuan pemecaan memecahkan
adalah: 1) siswa belum masalah.
memahami 2. Guru lebih sering
soal yang diberikan; 2) mengajar dengan
siswa belum teliti cara memberi
dalam memeriksa contoh dan siswa
kembali jawaban; 3) menirukan.
siswa belum 3. Guru belum
teliti dalam membaca menerapkan
soal; 4) kurangnya pembelajaran
keterampilan dalam berbasis masalah.
merencanakan 4. Guru kurang
penyelesaian; 5) memacu siswa
hilangnya motivasi untuk dapat
untuk belajar; 6) Tidak menganalisis
percaya diri untuk kesalahan
menyelesaikan geraknya.
masalah; dan 7) 5. Guru belum
penerapan model membuat media
pembelajaran yang pembelajaran yang
belum tepat menarik sebagai
saat proses belajar sumber bahan
berlangsung. literasi siswa.
Wawancara dengan Ibu
Yuniatun, S.Pd. selaku
guru kelas:
2. Siswa terbiasa
menyelesaikan soal
hanya dengan melihat
jawaban di buku.
3. Guru mungkin belum
melaksanakan
pembelajaran untuk
dapat memancing atau
membiasakan siswa
untuk berpikir tingkat
tinggi.
Wawancara dengan Bapak
Rendra Triana Chandra,
S.Pd. selaku Kepala
Sekolah :
4. Siswa tidak dibiasakan
untuk berpikir tingkat
tinggi, tetapi hanya
mengulang apa yang
disampaikan guru.
5. Guru mungkin lebih
sering mengajar dengan
banyak ceramah, tentu
siswa tidak akan
terbiasa berpikir
tingkat tinggi yang
menyebabkan siswa
kesulitan saat harus
menganalisis suatu
permasalahan.
6. Guru kurang
menguasai model
pembelajaran berbasis
masalah.
Wawancara dengan Bapak
Suparlan, S.Pd. selaku
Pengawas SD di Jenar:
7. Dalam penilaian,
mungkin siswa lebih
sering diberi soal yang
tingkat kesulitannya
rendah.
8. Guru kurang dapat
merancang
pembelajaran yang
membuat siswa dapat
berpikir tingkat tinggi.
Wawancara dengan Bapak
Jaka Sukarno, S.Pd.
selaku pakar (Ketua KKG
PJOK Kecamatan Jenar):
9. Guru sering
menggunakan model
pembelajaran
konvensional.
10. Guru mungkin kurang
dalam membimbing
dan kurang menggali
potensi siswa untuk
berpikir tingkat tinggi.
11. Guru mungkin tidak
menyediakan media
pembelajaran
audiovisual yang dapat
dijadikan inspirasi
siswa untuk
memecahkan masalah.
8 Pemanfaatan Kajian literatur : 1. Guru enggan
teknologi informasi 1. Siahaan, Sudirman menggunakan
dalam pembelajaran (2015), menjelaskan teknologi untuk
PJOK materi jenis bahwa mengajar.
dan penanganan kendala/hambatan 2. Guru kurang
cidera belum optimal pemanfaatan TIK di berinisiatif untuk
sekolah mencakup: (1) mencari solusi
keterbatasan akses; (2) terkait
keengganan/penolakan keterbatasan
(resistansi) untuk sarana dan
melakukan perubahan prasarana.
dalam melaksanakan 3. Guru jarang
kegiatan pembelajaran; membuat media
(3) keterbatasan waktu pembelajaran yang
yang ada untuk menarik dan
melakukan berbagai interaktif berbasis
persiapan guna teknologi.
pemanfaatan TIK bagi
kegiatan pembelajaran,
(4) keterbatasan dalam
hal pengembangan
potensi diri melalui
pelatihan dibidang
pemanfaatan TIK
untuk pembelajaran,
dan; (5) keterbatasan
dukungan teknis
dalam hal
pemanfaatan TIK
Wawancara dengan Ibu
Yuniatun, S.Pd. selaku
guru kelas:
2. Penggunaan teknologi
yang tidak optimal bisa
terjadi karena
sarananya terbatas,
biasanya kekurangan
layar proyektor.
3. Guru tidak mau untuk
mengembangkan
media pembelajaran
sendiri, biasanya lebih
suka untuk
mendownload dari
internet. Jika ternyata
tidak ada media yang
sesuai untuk di
internet, guru malah
memilih untuk tidak
menggunakan media
dan hanya meminta
siswa untuk membaca
buku.
Wawancara dengan
Bapak Rendra Triana
Chandra, S.Pd. selaku
Kepala Sekolah:
4. Kondisi sarana
prasarana terkait
teknologi informasi
yang belum layak.
5. Kurangnya
kemampuan guru
dalam bidang teknologi
informasi sehingga
menghambat
optimalisasi
penggunaan teknologi.
6. Kemauan guru untuk
menggunakan
teknologi informasi,
karena biasanya guru
akan membutuhkan
waktu untuk membuat
media pembelajaran.
Wawancara dengan
Bapak Suparlan, S.Pd.
selaku Pengawas SD di
Jenar :
7. Keadaan sarana terkait
teknologi informasi di
sekolah, sudah layak
atau belum.
8. Untuk guru jaman
sekarang seharusnya
sudah menguasai
teknologi informasi,
jadi tinggal gurunya
mau atau tidak untuk
menggunakan
teknologi.
Wawancara dengan
Bapak Jaka Sukarno,
S.Pd. selaku pakar
(Ketua KKG PJOK
Kecamatan Jenar)::
9. Penggunaan teknologi
yang tidak optimal
karena biasanya
sarananya terbatas
dan guru tidak mau
repot mengatasi
permasalahan
tersebut.
10. Guru mungkin
menguasai cara
menggunakan
teknologi, tetapi
mungkin sulit
menerapakan ke dalam
kegiatan pembelajaran.
11. Guru tidak mau
membuat media
pembelajaran berbasis
teknologi.

Anda mungkin juga menyukai