Masalah yang telah Hasil eksplorasi Analisis eksplorasi
No. diidentifikasi penyebab masalah penyebab masalah 1 Rendahnya motivasi Kajian Literatur 1. Minat siswa siswa dalam 1. Menurut Rismawati, terhadap materi mengikuti kegiatan Melinda (2020), aktivitas pembelajaran materi motivasi belajar siswa pengembangan pengembangan dipengaruhi oleh faktor kebugaran jasmani kebugaran jasmani sarana belajar; faktor kurang. (daya tahan). minat; faktor 2. Siswa lebih suka perhatian; faktor bermain / materi kemampuan diri; permainan. faktor teman sebaya; 3. Desain dan faktor kesehatan. pembelajaran yang 2. Andeka, Wiwik (2018) dirancang guru Tinggi rendahnya kurang interaktif keinginan dalam dan inovatif. belajar tersebut bisa 4. Guru kurang saja dipengaruhi oleh memberi beberapa penyebab / penguatan kepada faktor diantaranya siswa. harapan, kesanggupan, 5. Sarana dan keadaan fisik, prasarana kurang lingkungan, serta tata menarik. cara guru dalam membimbing siswa. Wawancara dengan Ibu Yuniatun, S.Pd. selaku guru kelas 3. Kurangnya minat siswa terhadap materi 4. Kegiatan pembelajaran yang membosankan. 5. Guru kurang memotivasi siswa. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, S.Pd. selaku Kepala Sekolah : 6. Siswa memang tidak berminat terhadap materi yang diajarkan. 7. Guru kurang mampu mendesain atau mengelola kegiatan pembelajaran menarik dan menyenangkan bagi siswa 8. Kondisi sarana dan prasarana yang kurang layak 9. Teman-teman siswa sekelas yang malas juga bisa mempengaruhi siswa yang sebenarnya memiliki motivasi untuk belajar. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku pengawas SD di Jenar: 10. Siswa tidak menganggap materi tersebut penting. 11. Pembelajaran yang didesain guru kurang interaktif. 12. Guru kurang mampu dalam memberi penguatan untuk membangkitkan motivasi siswa. 13. Guru kurang memahami karakteristik siswa. 14. Media pembelajaran kurang menarik. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar): 15. Siswa kurang menyukai materi kebugaran, lebih suka bermain. 16. Siswa ingin segera bermain sesuai dengan permainan yang disukainya. 17. Pembelajaran yang didesain guru mungkin membosankan. 18. Desain pembelajaran kurang sesuai dengan karakteristik siswa. 19. Guru mungkin menerapkan metode konvensional seperti ceramah, komando, dan sejenisnya. 20. Kondisi sarana dan prasarana yang kurang layak atau menarik. 21. Kondisi kesehatan siswa yang kurang baik. 2 Kurangnya minat Kajian literatur : 1. Siswa kurang baca siswa sehingga 1. Solahudin, Dandi tertarik dengan siswa kurang (2022) menyatakan buku, lebih memahami peraturan kurangnya minat baca menyukai dasar permainan siswa disebabkan oleh teknologi modern. kasti faktor internal yaitu 2. Siswa lebih suka kemampuan membaca, menonton video memahami makna daripada membaca dalam bacaan, teks dalam buku. kurangnya 3. Siswa lebih suka membiasakan praktek daripada membaca, siswa yang membaca teori menyelesaikan tugas dalam melalui internet tanpa pembelajaran buku, dan faktor PJOK. eksternal yaitu program 4. Guru belum literasi belum berjalan maksimal dalam maksimal, peran menanamkan perpustakaan sekolah budaya literasi yang belum maksimal, kepada siswa. dan pengaruh 5. Guru kurang pengunaan inovatif dalam smarthphone. mengembangkan 2. Witanto, Janan (2018), media sebagai rendahnya minat baca bahan literasi disebabkan karena siswa. terbatasnya sarana dan prasarana membaca, seperti ketersediaan perpustakaan dan buku- buku bacaan yang bervariasi. Situasi pembelajaran yang kurang memotivasi siswa untuk mempelajari buku-buku tertentu di luar buku-buku paket. Kurangnya model (dari kalangan guru) bagi siswa dalam hal membaca. Berkembangnya teknologi informasi menggeser minat masyarakat terhadap aktivitas membaca buku. Banyaknya keluarga yang belum menanamkan tradisi wajib membaca. Keterjangkauan daya beli masyarakat terhadap buku. Wawancara dengan Ibu Yuniatun, S.Pd. selaku guru kelas : 3. Siswa memang kurang suka membaca buku. 4. Siswa lebih suka menggunakan handphone dan memanfaatkannya untuk main game atau main sosial media. 5. Siswa memang belum lancar membaca, sehingga malas untuk membaca. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, S.Pd. selaku Kepala Sekolah : 6. Kehadiran handphone yang hanya dimanfaatkan untuk main game. 7. Siswa merasa tidak butuh membaca ilmu terkait pelajaran sekolah, jika ada tugas tinggal copy paste dari google. 8. Kondisi di sekolah yang kurang mendukung, misalnya para guru belum bisa dengan maksimal untuk menanamkan gerakan literasi kepada siswa. 9. Perpustakaan belum dikelola dengan maksimal, dan buku- buku yang ada di sekolah kurang update sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa saat ini. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku pengawas SD di Jenar : 10. Siswa lama belajar daring, sekolah dengan menggunakan handphone, jadi sudah tidak terbiasa membaca buku. 11. Orang tua membiarkan anak bermain handphone, sehingga anak hanya menggunakan handphone untuk main game, bukan membaca informasi. 12. Guru kurang memotivasi siswa untuk banyak membaca. 13. Sekolah tidak menerapkan gerakan literasi dengan baik. 14. Perpustakaan tidak dikelola dengan baik. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar): 15. Siswa lebih tertarik untuk langsung bermain daripada harus mempelajari teorinya dulu. 16. Guru mungkin kurang mendesain pembelajaran yang menarik, utamanya saat mempelajari teori atau peraturan dari kasti. 17. Media pembelajaran yang digunakan kurang interaktif. 18. Bahan ajar yang ada mungkin terbatas dan tidak sesuai dengan karakteristik siswa. 19. Orang tua mungkin kurang dalam membimbing siswa untuk belajar di rumah. 3 Siswa dengan Kajian literatur : 1. Siswa kemampuan awal 1. Arhesa, Sandra (2020) berkemampuan rendah sulit Menyebutkan bahwa rendah takut menguasai teknik faktor yang dapat untuk lompat jauh menghambat belajar mencoba/berlatih gerak adalah sarana terkait tugas gerak. prasarana, resiko, 2. Siswa cemas, takut, dan berkemampuan lingkungan. rendah butuh 2. Marlina, Efrina (2019) waktu lebih lama menemukan bahwa untuk dapat guru menguasai tugas menghadapi kesulitan gerak. melaksanakan 3. Guru kurang pembelajaran memotivasi siswa berdiferensi karena berkemampuan guru rendah untuk mengalami kesulitan berani mencoba mengubah peran dan yakin bahwa menjadi fasilitator, guru mereka juga akan sulit dalam memilih bisa. strategi yang cocok 4. Guru kurang dalam pembelajaran, intens dalam guru sulit membimbing siswa mengembangkan berkemampuan strategi rendah. pembelajaran 5. Guru kurang berdiferensiasi. maksimal dalam Wawancara dengan Ibu menerapkan Yuniatun, S.Pd. selaku pembelajaran guru kelas : berdiferensiasi. 3. Siswa kemampuan rendah butuh waktu lebih lama untuk bisa memahami materi pelajaran. 4. Siswa berkemampuan rendah seringkali sibuk sendiri entah itu mengobrol dengan teman atau bermain sendiri. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, selaku Kepala Sekolah : 5. Siswa berkemampuan rendah biasanya kurang percaya diri dalam kegiatan pembelajaran, utamanya saat diajak berdiskusi atau disuruh mencoba. 6. Guru mungkin kurang sabar dalam membimbing siswa berkemampuan rendah. 7. Guru mungkin terlalu menuntut siswa berkemampuan rendah untuk bisa sama dengan yang cepat belajarnya. 8. Guru kurang memotivasi siswa berkemampuan rendah. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku pengawas SD di Jenar: 9. Guru kurang sabar dalam membimbing siswa yang kemampuannya rendah. 10. Model pembelajaran yang digunakan belum mengakomodir siswa berkemampuan rendah untuk bisa lebih banyak mencoba. 11. Guru kurang berkomunikasi dengan orang tua untuk dapat bekerjasama menemukan solusi dalam membimbing siswa tersebut. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar): 12. Siswa berkemampuan rendah biasanya memang takut untuk mencoba, entah takut salah atau takut cidera. 13. Desain pembelajaran yang dirancang guru mungkin kurang mengakomodasi perbedaan siswa. Guru menyamakan semua siswa, memberi target yang sama. 14. Guru kurang memberi penguatan agar siswa termotivasi. 15. Guru tidak memodifikasi sarana atau mempermudah tugas gerak untuk siswa berkemampuan rendah. 4 Komunikasi antara Kajian literatur : 1. Orang tua di guru dan orang tua 1. Menurut Umar, Arif daerah pinggiran kurang terjalin Widodo (2022), tidak menganggap dengan baik saat adanya kolaborasi pendidikan anak pembelajaran materi antara guru dengan adalah senam irama. orang tua dapat sepenuhnya menghambat urusan pihak perkembangan sekolah/guru. kemampuan akademik 2. Guru kurang siswa. Penyebab tidak memahami maksimalnya karakteristik orang dukungan orang tua tua siswa. terhadap anak adalah 3. Sekolah/guru ketidakmampuan orang kurang dalam tua dalam memberikan mengedukasi bimbingan terhadap orang tua siswa. materi pelajaran dari 4. Guru kurang sekolah, kompetensi inovatif dalam yang diajarkan gurudi menyampaikan sekolah tidak begitu bahan ajar yang diperhatikan, banyak perlu dipelajari diantara orang tua siswa di rumah. siswa yang masih buta huruf, menganggap pendidikan di sekolah terkesan hanya digunakan untuk mencari ijazah. Wawancara dengan Ibu Yuniatun, S.Pd. selaku guru kelas : 2. Kebanyakan orang tua kurang memperhatikan pendidikan anak- anaknya karena lebih sibuk dengan dirinya sendiri, entah untuk bekerja atau untuk urusan yang lain sehingga memang sulit untuk diajak bekerjasama dengan pihak sekolah. 3. Kurangnya komunikasi juga bisa karena orang tua merantau, dan wali yang mengasuh anak tidak terlalu peduli dengan urusan sekolah. 4. Keberhasilan pendidikan harus ada sinergi antara guru dan orang tua, karena pada dasarnya anak akan lebih banyak berada di lingkungan luar sekolah daripada di sekolah. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, S.Pd. selaku Kepala Sekolah : 5. Antara guru dan orang tua harusn bisa menjalin komunikasi yang baik supaya bisa berkoordinasi dan saling memberi masukan untuk kemajuan perkembangan pendidikan anak. 6. Sulitnya komunikasi bisa dari faktor orang tua, karena memang kurang peduli dengan pendidikan anak. 7. Orang tua di daerah pedesaan kurang memiliki ilmu parenting yang baik, sehingga memasrahkan pendidikan anak hanya kepada pihak sekolah. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku pengawas SD di Jenar : 8. Kurangnya komunikasi guru dan orang tua di daerah pinggiran karena kebanyakan pendidikan para orang tua hanya menengah ke bawah, sehingga kurang ilmunya dalam hal pendidikan anak, menganggap pendidikan itu urusan guru saja. 9. Guru kurang memahami karakteristik dari para orang tua, sehingga cara berkomunikasi guru mungkin kurang pas. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar): 10. Kurangnya edukasi terhadap orang tua bahwa keberhasilan pendidikan adanak adalah hasil sinergi antara orang tua dan sekolah. Sehingga orang tua masih menganggap pendidikan anak adalah urusan sekolah. 11. Hambatan terkait teknologi, bisa jadi orang tua kurang menguasai teknologi atau bisa jadi karena sinyal yang sulit. 12. PJOK biasanya dianggap tidak penting, sehingga orang tua tidak terlalu peduli dengan tugas yang diberikan guru kepada anaknya. 5 Kegiatan Kajian literatur : 1. Guru kurang pembelajaran tolak 1. Elfa Sumiyati (2017), memberi peluru kurang menjelaskan penguatan kepada interaktif. permasalahan dalam siswa agar lebih proses belajar mengajar aktif. yaitu, 1) kurangnya 2. Kegiatan interaksi antara pembelajaran yang guru dan siswa; 2) dilaksanakan penguasaan guru kurang inovatif dan tentang cenderung metode pengajaran monoton. masih belum maksimal; 3. Guru belum 3) siswa cenderung membuat media pasif dan kurangnya motivasi siswa; 4) pembelajaran yang metode yang digunakan interaktif. dalam mengajar belum bervariasi/ monoton; (5) siswa cenderung hanya menghafal bukan memahami materi pelajaran Wawancara dengan Ibu Yuniatun, S.Pd. selaku guru kelas: 2. Jika memang siswa di kelas tersebut berisi anak-anak yang pemalu, tentu mereka akan pasif saat diminta untuk berinteraksi. 3. Guru belum mengembangkan media pembelajaran yang interaktif 4. Guru kurang memahami karakteristik siswanya sehingga dapat mengelola kelas dengan baik. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, S.Pd. selaku Kepala Sekolah : 5. Guru belum dapat memotivasi siswa supaya aktif. 6. Guru belum memiliki pengetahuan dan kemampuan mengaplikasikan berbagai model pembelajaran yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran yang interaktif. 7. Guru membuat RPP hanya untuk menggugurkan kewajiban dalam hal administrasi. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku Pengawas SD di Jenar: 8. Guru tidak mau membuat RPP dengan baik, hanya copy paste dari teman guru yang lain. 9. Guru kurang menguasai model pembelajaran yang inovatif dan interaktif. 10. Media pembelajaran yang digunakan kurang merarik. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar): 11. Pembelajaran atletik memang cenderung membosankan jika guru hanya meminta siswa melakukan drill. 12. Guru mungkin sudah menguasai berbagai model inovatif, mampu menerapkan, tetapi guru tidak mau untuk melaksanakannya dan memilih untuk menggunakan model konvensional. 13. Guru kurang memahami karakteristik masing- masing siswanya sehingga kurang dapat mengelola pembelajaran supaya lebih aktif sesuai dengan karakteristik siswa. 14. Guru belum mau mengelola pembelajaran yang dapat memancing siswa supaya lebih aktif. 15. Guru kurang inovatif dalam mengemas materi atletik supaya lebih menarik dan membuat siswa bergerak aktif di sepanjang pembelajaran. 6 Siswa kesulitan Kajian literatur : 1. Guru kurang menghitung skor memotivasi siswa dalam permainan 1. Menurut Mahmud, untuk giat bulutangkis. Muhammad Rifqy meningkatkan (2019), kesulitan siswa kemampuan dalam memecahkan numerasinya. masalah tidak 2. Guru jarang terstruktur pada materi mengaitkan materi bilangan dikarenakan: dengan numerasi. 1) kemampuan 3. Guru kurang jelas memahami kalimat dalam memberi matematika; 2) pemahaman kurangnya pemahaman peraturan pada materi prasyarat; perhitungan 3) kesulitan siswa bulutangkis dalam membangun kepada siswa. strategi penyelesaian 4. Siswa kurang masalah; dan 4) mendapat kesulitan dalam kesempatan untuk mengambil kesimpulan. berlatih Wawancara dengan Ibu menghitung skor Yuniatun, S.Pd. selaku dalam permainan guru kelas: bulutangkis. 2. Bisa jadi karena memang daya nalar siswa tersebut rendah, sehingga sulit untuk melakukan perhitungan apalagi yang memerlukan analisis. 3. Bisa jadi karena guru tidak terbiasa mengaitkan materi dengan numerasi, sehingga siswa hanya berlatih numerasi pada materi tertentu saja yang mengakibatkan kemampuan numerasi siswa menjadi lambat. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, S.Pd. selaku Kepala Sekolah : 4. Kemampuan siswa yang memang kecerdasan numeriknya kurang. 5. Kurangnya pembiasaan untuk meningkatkan kemampuan numerasi, baik itu oleh guru maupun secara mandiri oleh siswa. 6. Kurangnya kemampuan guru dalam menjelaskan cara menyelesaikan soal hitungan yang dapat dengan mudah dimengerti oleh siswa. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku Pengawas SD di Jenar: 7. Gerakan literasi dan numerasi di sekolah mungkin masih kurang. 8. Siswa tidak dibiasakan untuk berlatih berhitung baik di sekolah maupun di luar sekolah. 9. Guru kurang memberi motivasi dan penguatan bagi siswa supaya terus meningkatkan kemampuan berhitungnya. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar): 10. Siswa belum punya bekal awal terkait peraturan bulutangkis. 11. Guru kurang dalam menjelaskan peraturan dasar dalam menghitung poin permainan bulutangkis. 12. Guru jarang mengaitkan materi dengan kegiatan numerasi. 13. Penjelasan dari guru sulit dipahami oleh siswa. 7 Siswa belum bisa Kajian literatur : 1. Siswa tidak menganalisis 1. Menurut Nugraha, dibiasakan untuk kesalahan gerak Robby (2021) faktor berpikir tingkat servis bolavoli. penyebab kesulitan tinggi/ kemampuan pemecaan memecahkan adalah: 1) siswa belum masalah. memahami 2. Guru lebih sering soal yang diberikan; 2) mengajar dengan siswa belum teliti cara memberi dalam memeriksa contoh dan siswa kembali jawaban; 3) menirukan. siswa belum 3. Guru belum teliti dalam membaca menerapkan soal; 4) kurangnya pembelajaran keterampilan dalam berbasis masalah. merencanakan 4. Guru kurang penyelesaian; 5) memacu siswa hilangnya motivasi untuk dapat untuk belajar; 6) Tidak menganalisis percaya diri untuk kesalahan menyelesaikan geraknya. masalah; dan 7) 5. Guru belum penerapan model membuat media pembelajaran yang pembelajaran yang belum tepat menarik sebagai saat proses belajar sumber bahan berlangsung. literasi siswa. Wawancara dengan Ibu Yuniatun, S.Pd. selaku guru kelas: 2. Siswa terbiasa menyelesaikan soal hanya dengan melihat jawaban di buku. 3. Guru mungkin belum melaksanakan pembelajaran untuk dapat memancing atau membiasakan siswa untuk berpikir tingkat tinggi. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, S.Pd. selaku Kepala Sekolah : 4. Siswa tidak dibiasakan untuk berpikir tingkat tinggi, tetapi hanya mengulang apa yang disampaikan guru. 5. Guru mungkin lebih sering mengajar dengan banyak ceramah, tentu siswa tidak akan terbiasa berpikir tingkat tinggi yang menyebabkan siswa kesulitan saat harus menganalisis suatu permasalahan. 6. Guru kurang menguasai model pembelajaran berbasis masalah. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku Pengawas SD di Jenar: 7. Dalam penilaian, mungkin siswa lebih sering diberi soal yang tingkat kesulitannya rendah. 8. Guru kurang dapat merancang pembelajaran yang membuat siswa dapat berpikir tingkat tinggi. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar): 9. Guru sering menggunakan model pembelajaran konvensional. 10. Guru mungkin kurang dalam membimbing dan kurang menggali potensi siswa untuk berpikir tingkat tinggi. 11. Guru mungkin tidak menyediakan media pembelajaran audiovisual yang dapat dijadikan inspirasi siswa untuk memecahkan masalah. 8 Pemanfaatan Kajian literatur : 1. Guru enggan teknologi informasi 1. Siahaan, Sudirman menggunakan dalam pembelajaran (2015), menjelaskan teknologi untuk PJOK materi jenis bahwa mengajar. dan penanganan kendala/hambatan 2. Guru kurang cidera belum optimal pemanfaatan TIK di berinisiatif untuk sekolah mencakup: (1) mencari solusi keterbatasan akses; (2) terkait keengganan/penolakan keterbatasan (resistansi) untuk sarana dan melakukan perubahan prasarana. dalam melaksanakan 3. Guru jarang kegiatan pembelajaran; membuat media (3) keterbatasan waktu pembelajaran yang yang ada untuk menarik dan melakukan berbagai interaktif berbasis persiapan guna teknologi. pemanfaatan TIK bagi kegiatan pembelajaran, (4) keterbatasan dalam hal pengembangan potensi diri melalui pelatihan dibidang pemanfaatan TIK untuk pembelajaran, dan; (5) keterbatasan dukungan teknis dalam hal pemanfaatan TIK Wawancara dengan Ibu Yuniatun, S.Pd. selaku guru kelas: 2. Penggunaan teknologi yang tidak optimal bisa terjadi karena sarananya terbatas, biasanya kekurangan layar proyektor. 3. Guru tidak mau untuk mengembangkan media pembelajaran sendiri, biasanya lebih suka untuk mendownload dari internet. Jika ternyata tidak ada media yang sesuai untuk di internet, guru malah memilih untuk tidak menggunakan media dan hanya meminta siswa untuk membaca buku. Wawancara dengan Bapak Rendra Triana Chandra, S.Pd. selaku Kepala Sekolah: 4. Kondisi sarana prasarana terkait teknologi informasi yang belum layak. 5. Kurangnya kemampuan guru dalam bidang teknologi informasi sehingga menghambat optimalisasi penggunaan teknologi. 6. Kemauan guru untuk menggunakan teknologi informasi, karena biasanya guru akan membutuhkan waktu untuk membuat media pembelajaran. Wawancara dengan Bapak Suparlan, S.Pd. selaku Pengawas SD di Jenar : 7. Keadaan sarana terkait teknologi informasi di sekolah, sudah layak atau belum. 8. Untuk guru jaman sekarang seharusnya sudah menguasai teknologi informasi, jadi tinggal gurunya mau atau tidak untuk menggunakan teknologi. Wawancara dengan Bapak Jaka Sukarno, S.Pd. selaku pakar (Ketua KKG PJOK Kecamatan Jenar):: 9. Penggunaan teknologi yang tidak optimal karena biasanya sarananya terbatas dan guru tidak mau repot mengatasi permasalahan tersebut. 10. Guru mungkin menguasai cara menggunakan teknologi, tetapi mungkin sulit menerapakan ke dalam kegiatan pembelajaran. 11. Guru tidak mau membuat media pembelajaran berbasis teknologi.