Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MENGENAL SOSOK AISYAH RADHIYALLAHU ’ANHA

Disusun guna memenuhi mata kuliah:


Ilmu Akhlak
Kelompok 8
Anggota kelompok 1. Defina kholiza (2220304020)
2. Hasanah As Shifah (2210304002)
3. Yuni Padhilah (2210304004)
Dosen Pengampu:
MURTININGSIH, M.Ag

KELAS IQT 1
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2023-2024
DAFTAR ISI
Daftar isi ...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................................ 2
C. Tujuan ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
A. Biografi sayyidah Aisyah R.A.............................................................. 3
B. Akhlak yang dimiliki Aisyah R.A ........................................................ 7
C. Gelar atau julukan Aisyah R.A............................................................. 11
D. Kata-kata mutiara Aisyah R.A ............................................................. 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................16
A. Kesimpulan ...............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keterbelakangan kaum Muslim dinilai oleh sebagian kalangan
sebagai akibat dari kurangnya pemberdayaan kaum perempuan. Di
beberapa masyarakat Muslim, para perempuan ditempatkan pada
posisi yang kurang menguntungkan. Bahkan ada sindiran bahwa peran
perempuan di sebagian budaya tidak jauh dari dapur, sumur, dan
kasur. Padahal, posisi perempuan sangat strategis untuk membina
generasi penerus yang membawa kemajuan dan kemanfaatan besar
bagi masyarakat luas. Bagaimana seorang ibu, sebagai al-madrasah al-
ūlā, mendidik anak-anaknya dengan baik jika tidak memiliki
pengetahuan yang cukup? Bagaimana seorang ibu mempersiapkan
anak-anaknya untuk menghadapi masa depan sedangkan dia sendiri
tidak siap? Dari sudut inilah kemudian muncul anggapan bahwa ada
hubungan antara keterbelakangan dengan pemberdayaan perempuan.
Masih banyak yang mengira bahwa masyarakat Muslim tidak
memberdayakan kaum perempuannya. Kritik ditujukan juga pada
beberapa contoh ajaran-ajaran Islam yang dianggap tidak berpihak
pada kaum perempuan.
Padahal sejarah membuktikan banyak tokoh Muslimah yang
memiliki peran dan posisi strategis dalam perkembangan Islam.
Bahkan para perempuan di zaman Nabi SAW dan para sahabat r.a.
telah memiliki posisi yang cukup diperhitungkan dan mengukir
Sejarah. Di antara banyak tokoh Muslimah di zaman tersebut yang
terkenal dengan kecerdasannya adalah ‘‘Āishah binti Abu Bakar r.a.
Peran ‘‘Āishah dalam sejarah Islam cukup strategis. Bahkan, bisa
dikatakan beliau ini termasuk salah seorang tokoh perempuan yang
melampaui zamannya. Makalah ini memberikan deskripsi tentang
kecerdasan dan kapasitas keilmuan serta akhlak dan juga gelar yang
dimiliki ‘Āishah r.a. serta secara umum. Tujuan yang ingin dicapai
adalah agar kaum Muslim, terutama Muslimah, mampu mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang perlu diteladani dari
seorang ‘Āishah r.a. Penulis menggunakan riwayat-riwayat dari para
Sahabat dan Tābi‘īn yang memberikan kesaksian tentang hidup umm
al-mu’minīn ‘Āishah r.a. Cara tersebut dilakukan karena tradisi

1
keilmuan yang berlangsung saat itu masih bersifat lisan, dan belum
banyak disampaikan melalui tulisan.
B. Rumusan Masalah
1. Siapakah sosok Aisyah Radiallahu 'anha?
2. Bagaimanakah Akhlak dari seorang Aisyah r.a?
3. Apa sajakah gelar yang dimiliki oleh aisyah r.a?
4. Apa saja kata-kata Mutiara yang berasal dari Aisyah r.a
C. Tujuan
1. Untuk mengenal sosok Aisyah R,A
2. Untuk mengetahui akhlak dari Aisyah R.A
3. Untuk mengetahui apa saja gelar yang dimiliki oleh Aisyah R,A
4. Untuk mengetahui kata-kata Mutiara Aisyah R.A

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Sayyidah Aisyah R.A
1. Nama, Nasab, dan Kelahirannya
Aisyah ra. adalah putri dari sahabat Nabi saw. yang bernama Abu
Bakar ash-Shiddiq ra. Sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman. Ayah
dan ibunya merupakan orang terkemuka di kalangan masyarakat Arab
saat itu dan keduanya berasal dari suku Quraisy. Nasab dari jalur ayah
adalah Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah Utsman bin
‘Amir bin Umar bin Ka’b bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin
Luay bin Fihr bin Malik. Nasab ayahnya bertemu dengan nasab
Rasulullah saw. pada kakek ketujuh. 1 Sedangkan nasab dari jalur ibu,
Aisyah binti Ummu Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abd Syams
bin ‘Ittab bin Udzainah bin Subai’ bin Wahban bin Harits bin Ghunm bin
Malik bin Kinanah.
Nasab dari jalur ibunya ini bertemu dengan nasab Rasulullah saw.
pada kakek kedua belas. 2 Sebelum dinikahi oleh Abu Bakar, Ummu
Ruman sempat menikah dengan Abdullah bin Harits al-Azdi. Setelah
Abdullah bin Harits al-Azdi meninggal, barulah ia menikah dengan Abu
Bakar dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Abdurrahman dan Aisyah.
Tidak ada catatan sejarah yang pasti tentang tahun kelahiran Aisyah.
Namun ada beberapa peristiwa yang telah disepakati validitasnya oleh
para sejarawan yang dapat dijadikan pedoman untuk menentukan tahun
kelahiran Aisyah.
Berikut adalah daftar peristiwa-peristiwa tersebut:3
a. Aisyah menikah dengan Rasulullah saw. tiga tahun sebelum hijrah Saat
itu, Aisyah berusia enam tahun.
b.Rasulullah saw. baru mengajak Aisyah hidup bersama pada bulan
Syawwal, tahun pertama hijriyah. Ketika itu, Aisyah berusia sembilan
tahun.

1
Ibid.,38
2
Ibid.
3
As-sayyid sulaiman an-nadawi, ‘Aisyah ra.: the true beauty…hal.6

3
c. Rasulullah saw. meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awwal, tahun 11
hijriyah. Usia Aisyah saat itu adalah delapan belas tahun.Dengan
demikian, versi yang paling benar adalah Aisyah lahir pada bulan
Syawwal, tahun kesembilan sebelum hijriyah, bertepatan dengan bulan
Juli tahun 614 M. 4

2. Masa Kecilnya
Tanda-tanda kejeniusan Aisyah sudah nampak sejak masih masa
kanak-kanak. Pada suatu ketika, Aisyah kecil sedang asik bermain
boneka. Melihat boneka itu Rasulullah saw. bertanya, “Apa ini wahai
Aisyah? “Kuda” jawab Aisyah.“Adakah kuda memiliki dua sayap?”
tanya Rasulullah saw.“Bukankah kuda Nabi Sulaiman memiliki banyak
sayap?”Rasulullah saw. pun tertawa mendengar jawaban spontan Aisyah
yang akurat tersebut. (HR. Abu Dawud) Hal semacam ini tidak lain
adalah bukti kecerdasan dan keluasan pemahamannya tentang persoalan-
persoalan agama. Anak-anak kecil, dimanapun mereka berada, cenderung
tidak memiliki perhatian terhadap apapun. Tidak ada urusan yang
mengganggu pikiran mereka. Dan mereka pun tidak merasa perlu untuk
memikirkan sesuatu. Hal seperti itu biasanya terus terjadi hingga mereka
berusia tujuh atau delapan tahun.Akan tetapi, Aisyah bukan anak kecil
biasa. Ia mengingat dengan baik apa yang terjadi pada masa kecilnya,
termasuk hadits-hadits yang didengarnya dari Rasulullah saw. Ia
memahami hadits-hadits itu, meriwayatkannya, menarik kesimpulan
darinya. Ia juga sering menjelaskan hikmah-hikmah dari peristiwa yang
dialaminya pada masa kecil. Aisyah menceritakan, bahwa telah turun ayat
al-Qur’an kepada Nabi Muhammad di Makkah. Saat itu aku masih kecil
dan sedang bermain.
Ayat itu berbunyi:
‫بَ ِل ٱلسَّاعَة َم ْو ِعده ْم َوٱلسَّاعَة أَ ْده َٰى َوأَ َمر‬
“Sebenarnya hari kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan
kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.” (QS. al-Qamar [54]: 46)

4
Ibid. hal.7

4
Tatkala Nabi berhijrah ke Madinah, Aisyah belum berumur
delapan tahun, tetapi dia bisa memahami dan menghafal dengan baik
berbagai peristiwa hijrah Nabi Muhammad dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan peristiwa tersebut. Tidak ada seorang sahabat pun
yang menghafal peristiwa bersejarah tersebut yang lebih urut dan lengkap
dibanding Aisyah. 5

3. Pernikahannya dengan Rasulullah SAW.


Sayyidah Aisyah merupakan istri ketiga Rasulullah yang dinikahi
setelah wafatnya Sayyidah Khadijah. Pernikahan tersebut dilangsungkan
di Makkah di usianya yang ke 6 tahun. Akan tetapi Aisyah hidup serumah
dengan Rasulullah ketika ia berusia 9 tahun pada bulan Syawwal delapan
belas bulan setelah hijrahnya Rasulullah saw. di Madinah. Hadist
mengenai hal ini diriwayatkan dalam kitab Bukhari dan Muslim. Namun
terkait hal ini terdapat perbedaan riwayat, dari ath-Thabari menyatakan
bahwa Aisyah menikah dengan Rasulullah pada usia di atas 10 tahun dan
berkumpul dengan Rasul pada usia 13 tahun, sedangkan menurut
perhitungan ‘Abd Rahman ibn Abi Zannad, Aisyah dinikahi Rasulullah
pada usia 17 atau 18 tahun dan hidup serumah dengan Rasulullah saw.
Pada usia 20 tahun 6 Akan tetapi sebagaimana yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa dari beberapa perbedaan riwayat tersebut yang
dinilailebih valid adalah riwayat dari Bukhari dan Muslim.Pernikahan
Rasulullah dengan Aisyah tidaklah dikarunia seorang anak. Kenyataan
tersebut yang sering mengganggu perasaannya karena tidak dapat
memberikan keturunan pada Rasulullah saw. Untuk mencurahkan
perasaan keibuannya Aisyah mengadopsi seorang anak laki-laki bernama
Abdullah bin Zubair putra dari saudaranya yang bernama Asma binti Abu
Bakar.
Oleh karenanya ia diberi kuniyah “Ummu Abdillah” yang berarti
ibunda Abdullah. Aisyah juga mengadopsi Qasim bin Abdurrahman putra
Abdurrahman bin Abu Bakar.Kehidupan rumah tangga Rasulullah saw.

5
As-sayyid sulaiman an-nadawi, ‘Aisyah r.a: potret Wanita mulia… hal.42-43, lihat shahih bukhori, shohih
muslim dan lainnya pada bab “hijrah”.
6
Muhammad syafi’I Antonio, Esiklopedi Leadership & Manajemen Muhammad saw. jilid 3 (Jakarta: Tazkia
publishing, 2010) hal. 55-56

5
dengan Sayyidah Aisyah ra. adalah kehidupan yang sederhana dan jauh
sekali dari kenikmatan-kenikmatan yang bersifat duniawi.
Berikut penuturan Aisyah mengenai hal itu:
“Keluarga Rasulullah saw. tidak pernah memakan roti gandum beserta
lauknya selama tiga hari berturut-turut hingga beliau meninggal dunia.”
(HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan Ibnu Majah).
“Pernah selama sebulan keluarga Rasulullah saw. tidak membuat roti
dan tidak pula memasak dalam periuk.” Keluarga Rasulullah saw. hanya
hidup dengan mengkonsumsi kurma dan air.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Rumah yang didiami Rasulullah saw. bersama Aisyah bukanlah sebuah
istana yang besar dan megah. Rumah yang beliau tempati bersama para
istri beliau lebih tepat dikatakan sebagai kamar-kamar atau ruangan-
ruangan kecil di perkampungan Bani Najjar, di sekeliling masjid Nabawi.
Diantara kamar-kamar itu, ada kamar milik Aisyah. Luas kamar Aisyah
kira-kira enam atau tujuh hasta. Dindingnya terbuat dari tanah liat. Atap
yang terbuat dari pelepah daun kurma dan sangat rendah sehingga setiap
orang yang berdiri dapat menyentuhnya. 7
Tidak dapat disangkal bahwa kediaman Rasulullah saw.
merupakan sumber cahaya ilahi dan mata air kenabian, tetapi tidak
memiliki lentera duniawi. Rumah Rasulullah saw. tidak memiliki lampu
penerang. Aisyah mengisahkan, “Pernah selama empat puluh malam pada
masa Rasulullah saw., rumah beliau tidak diterangi oleh lentera atau apa
pun yang sejenisnya.” (HR. Thayalisi dan Ishaq bin Rahawaih). 8
Demikianlah Aisyah menjalani kehidupan pernikahan dengan
Rasulullah saw. dalam kesederhanaan dan kekurangan. Baju bagus,
perhiasan mewah, rumah mewah dan makanan enak tidak pernah ia lihat
di rumah suaminya, namun ia tidak pernah mengeluh. Bahkan dikisahkan
ketika sepeninggal Rasulullah saw., apabila ia sedang makan dengan
menu yang cukup, maka ia menitikkan air mata. Ketika ditanya hal ini, ia
berkata bahwa dirinya teringat akan Rasulullah yang tidak pernah makan
dengan kecukupan seperti ini. 9 Pendidikan akan kesederhanaan yang

7
As-sayyid sulaiman an-nadawi, ‘aisyah r.a : the true beauty… hal. 43-44.
8
Ibid.
9
As-Sayyid Sulaiman an-Nadawi, Memoar A isyah ra.: Istri Kinasih Baginda Rasul saw., terj. M. baharun
(Surabaya : Risalah gusti, 2005), cet ke-2 hal. 115

6
diberikan oleh Rasulullah tersebut menancap kuat dalam diri Aisyah ra.
Sebab itu, tidak heran bila kita melihat sosok Aisyah tumbuh menjadi
wanita yang berkepribadian tangguh, qana’ah, ahli syukur, zuhud serta
rendah hati.
4. Wafatnya
Aisyah ra. wafat di masa kepemimpinan Muawiyah pada malam
Selasa, tanggal 17 Ramadhan, tahun 58 Hijriyah, dalam usia 67 tahun.
Malam itu juga dimakamkan di Baqi’ setelah shalat witir. 10 Ruh beliau
yang suci meninggal tenang setelah menulis bagi generasi berikutnya
keteladanan dan akhlak yang mulia. Beliau merupakan hasil tarbiyah dari
ayahnya ash-Shiddîq dan orang setelahnya yaitu pemimpin orang-orang
yang betakwa Nabiyullâh Muhammad saw.
B. Akhlak yang dimiliki Aisyah R.A
1. Kecerdasan dan Kapasitas Keilmuan ‘Āishah ra
‘Āishah ra merupakan wanita cerdas pendamping
Rasulullah. Pada setiap kesempatan ia mendampingi Rasulullah,
ia pergunakan untuk bertanya tentang apa saja yang tidak
dipahaminya. Ia memiliki ingatan yang sangat tajam, termasuk
mengingat setiap jawaban Rasulullah atas pertanyaan yang
diajukan umatnya. Maka, setelah Rasulullah wafat, ‘Āishah
menyebarkan ilmunya dan mengajarkannya kepada umat lewat
“Madrasah ‘Āishah”, sebagaimana yang dipelajarinya semasa
hidup bersama Rasulullah. Beberapa pakar ilmu pengetahuan
terdahulu memberikan kesaksian tentang tingginya keilmuan
‘Āishah ra.:
1. Imam az-Zuhri berkata: “Seandainya ilmu ‘Āishah
dikumpulkan dengan ilmu dari seluruh Ummahāt al-
Mu’minīn, dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu ‘Āishah
lebih utama (lebih unggul).”
2. Ibnu Kathir menyatakan bahwasanya ia tidak pernah
mendapati seseorang seperti ‘Āishah dalam kekuatan daya
ingatnya, kapasitas keilmuannya, kefasihan, dan kecerdasan
akalnya.

10
Majid bin Khanzar al-Ban kani, Perempuan-Perempuan Shalihah..., h. 26.

7
3. ‘Urwah bin Zubayr juga mengakui keunggulan ilmu
‘Āishah, dari riwayat putranya Hisham: “Aku tidak pernah
melihat seseorang yang lebih pintar dalam ilmu fiqh
(agama), kedokteran dan syair selain ‘Āishah.” Selain
kesaksiannya tadi, dari riwayat putranya Hisham, ‘Urwah
juga berkata: “Aku tidak pernah melihat seseorang yang
lebih pintar tentang Al-qur'an, hal-hal yang diwajibkan, halal
dan haram, syair, cerita Arab dan nasab (silsilah keturunaan)
selain ‘Āishah.”
4. Kesaksian Masrūq tentang ilmu yang dimiliki ‘Āishah
dalam masalah faraiḍ, yang terungkap dalam sebuah riwayat
yang diriwayatkan oleh Abu Darda darinya seraya berkata,
“Aku melihat para shaykh dari kalangan sahabat Rasulullah
bertanya kepada ‘Āishah tentang farā’iḍ (ilmu waris)”Masih
banyak lagi kesaksian beberapa pakar keilmuan lainnya yang
mengagumi kecerdasan dan kredebilitas keilmuan ‘Āishah
ra. Allah swt telah mengaruniai nikmat berupa kecerdasan
yang luar biasa, pemahaman yang tangkas dan hafalan yang
kuat. Maka, tak heran jika peran ‘Āishah tidak hanya dalam
periwayatan dan pemahaman hadis, ‘Āishah juga berperan
dalam pengajaran umat tentang Tafsir dan asbāb al-nuzūl,
Fiqih, ilmu Farā’iḍ, bahkan ilmu kedokteran dan
kesusastraan.
2. Aisyah yang dermawan
Aisyah radhiyallahu ‘anha, merupakan muslimah teladan.
Selain cerdas, istri Rasulullah SAW yang juga putri Abu Bakar
Ash Shiddiq itu dikenal sebagai pribadi yang dermawan.
Dikutip dari buku ‘Ummul Mukminin Aisyah
Radhiyallahu’anha, Potret Wanita Mulia Sepanjang Zaman’
karya Sayyid Sulaiman An- Nadwi, dijelaskan bahwa sifat-sifat
dan kemuliaan akhlaknya benar-benar mewarisi sifat ayahnya,
Abu Bakr Ash-Shiddiq. Abdullah bin Zubair berkata “Aku
tidak pernah melihat dua wanita yang lebih dermawan melebihi
Aisyah dan Asma binti Abu Bakr Ash-Shiddiq. Aisyah dia
mengumpulkan sesuatu dengan sesuatu, ketika sudah terkumpul
banyak, dia membagi-bagikannya, adapun Asma, maka
sedikitpun dia tidak menyimpan untuk besok.” (HR. Bukhari)

8
Contoh kedermawanan seorang sayyidah Aisyah adalah
lebih mementingkan orang lain yang lebih membutuhkan
dibanding dirinya sendiri, termasuk dalam masalah berbuka
puasa. Pada suatu ketika ada seorang miskin yang datang dan
meminta-minta kepada Aisyah, saat itu sedang berpuasa, dan
dirumahnya ia hanya memiliki sekeping roti. Lalu Aisyah
berkata kepada pembantunya “Berikan kepadanya!”
Pembantunya berkata, “Tapi anda tidak memiliki makanan
untuk berbuka puasa nanti.” Aisyah berkata “berikan
kepadanya!” Lalu si pembantu mengatakan “baiklah.”
Kemudian pada sore harinya salah satu keluarha
menghadiahkan kepada kami sebagaimana biasanya daging
kambing beserta pahanya, lalu Aisyah memanggilku dan
berkata, “Makanlah daging ini, ini lebih baik dibandingkan roti
keringmu.” (HR. Imam Malik, Al Baihaqi)
3. Aisyah selalu membantu para wanita
Aisyah adalah pengurus rumah tangga sekaligus istri dari
rasulullah saw. Seorang lelaki yang paling agung dan mulia. Ia
pun menyadari tanggung jawab besar yang dipikulnya itu serta
senantiasa berusaha menjalankan semua tugas yang diembannya
dengan sebaik mungkin. Aisyah selalu membantu para wanita
yang datang kepadanya, menunaikan segala kebutuhan mereka,
atau menyampaikan persoalan mereka kepada rasulullah saw.
4. Aisyah tidak pernah melakukan ghibah
Aisyah tidak pernah berghibah dan menggunjingkan
keburukan orang lain. Ada ribuan hadits yang diriwayatkan
olehnya. Tetapi dalam hadits-hadist tersebut, tidak ada satu
huruf pun yang dilontarkannya untuk menghina atau
menyinggung perasaan orang lain. Demikian pula dalam
kehidupan berumah tangga. Meski perteng- karan dan perbuatan
saling mengejek adalah sesuatu yang lumrah di antara seorang
istri dengan para madunya, namun itu tidak terjadi pada Aisyah.
Kita telah ceritakan di muka bagaimana Aisyah
menggambarkan sesama istri Nabi yang lain dengan sikap
lapang dada, tanpa sedikit pun nada benci. Aisyah-lah yang
justru meriwayatkan banyak pujian kepada para istri Rasulullah
Saw. yang lain.

9
Kita juga bisa melihat bagaimana Aisyah menerima kunjungan
Hassan bin Tsabit, orang yang telah menyakiti hatinya
sedemikian rupa dalam peristiwa haditsul ifki, dengan sikap
yang ramah dan tanpa dendam. Hassan bin Tsabit inilah yang
pernah memuji Aisyah dalam syairnya,

la terpelihara, sempurna akalnya, tak tercela


tidak ada manusia yang pernah digunjingnya

Akan tetapi, Aisyah ingin mengingatkan bahwa Hassan


terlibat dalam peristiwa haditsul ifki. Maka ia berkomentar,
"Tetapi engkau, Hassan, tidak seperti syair yang kau gubah itu."
(HR Bukhari dan Muslim)
Urwah pernah mengumpat Hassan bin Tsabit di hadapan
Aisyah. Tetapi Aisyah justru berkata, "Jangan kau umpat
Hassan! la pernah membela Rasulullah Saw. dengan syair-
syairnya." (HR Bukhari dan Muslim)
Suatu hari, Aisyah pernah mengumpat seorang lelaki. Tetapi
ada seseorang yang kemudian memberitahunya bahwa lelaki
yang diumpatnya itu telah meninggal dunia. Maka Aisyah
berseru, "Semoga Allah mengampuninya."
Mendengar doa Aisyah itu, seseorang bertanya kepadanya
dengan heran,"Wahai Ummul Mu'minin, engkau tadi
mengumpatnya.Mengapa sekarang engkau memohonkan
ampunan untuknya?"Aisyah menjawab,"Rasulullah Saw.
sungguh pernah bersabda,
"Janganlah kalian sebut orang-orang yang telah mati di
antara kalian kecuali dengan sesuatu yang baik." (HR Thayalisi)
5. Keengganan Aisyah untuk Menerima Pemberian Orang
Lain
Sangat jarang Aisyah mau menerima pemberian orang lain.
Jika ia pun terpaksa menerimanya, maka ia pasti akan
membalas pemberian itu secepat mungkin. Suatu hari, Umar
memperoleh sejumlah harta rampasan. Salah satunya adalah
sebuah permata. Umar bertanya kepada sahabat-sahabatnya,
"Berapakah harga permata ini?" Mereka menjawab, "Kami
tidak tahu." Umar juga tidak tahu bagaimana harus membagi

10
permata yang tidak dapat ditaksir harganya itu. Maka ia berkata,
"Sudikah kalian memberiku izin untuk menghadiahkan permata
ini kepada Aisyah demi cinta Rasulullah Saw. kepadanya?"
Mereka menjawab, "Ya." Maka Umar mengirimkan pemata
tersebut kepada Aisyah. Ketika Aisyah mengetahui isi hadiah
itu, ia berkata, "Apa lagi yang hendak dilakukan Umar
kepadaku setelah Rasulullah Saw. meninggal dunia? Ya Allah,
jangan biarkan aku hidup untuk menerima pemberiannya lagi di
masa mendatang." (HR Ahmad dan Hakim) Kisah berikut ini
diriwayatkan oleh Aisyah binti Thalhah. "Banyak orang datang
dari segala penjuru untuk mengunjungi Aisyah. Orang-orang
tua seringkali mendatangiku karena mereka mengetahui
hubunganku yang sangat dekat dengan Aisyah. Begitu juga para
pemuda; mereka menitipkan surat-surat serta hadiah-hadiah
yang mereka kirimkan untuk Aisyah itu kepadaku. Maka
kukatakan kepada Aisyah, 'Bibi, ini adalah surat dan hadiah dari
si Fulan.' Aisyah menjawab, 'Jawablah surat itu dan balaslah
pemberiannya. Jika engkau tidak memiliki pakaian, maka aku
akan memberimu.' Dan Aisyah kemudian benar-benar
memberiku pakaian untuk dikirimkan sebagai hadiah balasan."
Abdullah bin Amir pernah mengutus seseorang kepada Aisyah
untuk memberinya nafkah dan pakaian. Kepada utusan
Abdullah itu, Aisyah berkata, "Aku tidak menerima pemberian
apa pun dari orang lain." Utusan itu pun keluar. Tetapi, sesaat
kemudian, Aisyah justru meminta orang-orang untuk
memanggilnya kembali. Lalu, ia berkata, "Aku teringat pada
sabda Rasulullah Saw..
C. Gelar atau julukan Aisyah R.A
Aisyah radhiyallahu ‘anha memiliki sejumlah julukan atau nama
panggilan, dan kandungan makna dari julukan-julukan yang
dimilikinya itu menunjukkan keutamaannya yang luhur dan mulia.
Banyaknya julukan itu semakin menegaskan akan keutamaan dan
kemuliaannya, dan di antara julukan-julukan penting yang dimilikinya
adalah
1. Ummu al-mu’minin (Ibunda orang-orang yang beriman), dan
ini merupakan julukan yang paling terkenal dari semua julukan
yang dimilikinya. Allah SWT. memberinya julukan ini tatkala

11
Allah SWT. berkata dan Dia adalah pembicara yang paling
benar: “Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang
mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu
mereka.” (QS. al-Ahzab: 6)
Julukan ini tentu saja menunjukkan keutamaan dan
keluhurannya. Dalam hal ini, ‘Aisyah bersanding dengan istri-
istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– lainnya dalam julukan
tersebut lantaran semua istri Nabi –shallallahu ‘alaihi wa
sallam– adalah ibu bagi orang-orang yang beriman –
radhiyallahu ‘anha.
2. Al- mubarra-ah (yang dibersihkan dari tuduhan keji), dan ini
merupakan julukan yang dimutlakkan untuknya lantaran adanya
ayat al-Quran yang diturunkan untuk membersihkannya dari
tuduhan-tuduhan dusta dan keji yang dialamatkan kepadanya
oleh orang-orang munafiq. Oleh karena itu, dia adalah al-
Mubarra-ah, ‘Aisyah yang dibersihkan dari tuduhan keji
langsung dari atas tujuh petala langit –radhiyallahu ‘anha wa
ardhaha. (Seorang tabi’in yang bernama) Masruq , apabila dia
meriwayatkan hadits dari Ummu al-Mu’minin ‘Aisyah –
radhiyallahu ‘anha, dia pun mengatakan, “Telah bercerita
kepadaku ash-Shiddiqhah binti ash-Shiddiq, habibatu
habibillah, al-Mubarra-ah.”
3. Ath-Thayyibah (perempuan yang baik); Allah telah
mempersaksikannya bahwasanya ‘Aisyah itu perempuan yang
baik. Allah –ta’ala– berkata:
“… dan perempuan-perempuan yang baik adalah untuk laki-laki
yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk perempuan-
perempuan yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih
dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh). Bagi
mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. an-Nur:
26)
Syaikh ‘Abd ar-Rahman as-Sa’di –rahimahullah– berkata di
dalam tafsir ayat tersebut, “Ini merupakan kalimat yang umum
dan dari cakupannya tiada yang keluar darinya. Hal terpenting
dari perincian yang dikandungnya, bahwasanya para nabi itu,
khususnya ulul ‘azmi dari kalangan mereka, dan lebih khusus
lagi pemimpin mereka, Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa

12
sallam, yang merupakan sebaik-baik ath-thayyibin (sebaik-baik
orang baik) dari kalangan makhluk secara mutlak, sudah barang
tentu tidaklah akan dipertalikan kecuali kepada setiap yang baik
dari kalangan perempuan. Oleh karena itu, siapa pun yang
mencemarkan ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- dengan perkara
buruk ini, sama saja dengan mencemarkan Nabi –shallallahu
‘alaihi wa sallam. Beliaulah yang dituju dengan hadits al-Ifk
(kabar dusta) oleh orang-orang munafik. Hanya dengan melihat
kenyataan bahwa ‘Aisyah merupakan istri Rasulullah –
shallallahu ‘alaihi wa sallam, bisa diketahui bahwa ‘Aisyah tak
lain dan tak bukan kecuali baik lagi suci dari tuduhan yang
buruk tersebut. Lantas bagaimana akan dikatakan ketika melihat
kenyataan bahwa ‘Aisyah adalah ash-Shiddiqah (perempuan
yang benar dan membenarkan) di kalangan perempuan, yang
paling utama di kalangan mereka, yang paling berilmu di
kalangan mereka, dan yang paling dicintai oleh utusan Rabb
semesta?”
Terdapat riwayat dari Umm al-Mu’minin ‘Aisyah –radhiyallahu
‘anha, bahwasanya dia berkata, “Dan sungguh aku adalah putri
dari khalifah dan shiddiq beliau. Pembelaan atasku dari tuduhan
keji turun dari langit. Aku diciptakan sebagai perempuan baik di
sisi lelaki baik, dan dijanjikan kepadaku ampunan dan rezeki
yang mulia.” Dan tatkala Ibn ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma–
menjenguk ‘Aisyah -saat itu ‘Aisyah dalam keadaan sakit yang
mengantarkannya kepada kematiannya, berkatalah Ibn ‘Abbas,
“Kaulah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah –shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan tidaklah beliau mencintai kecuali
terhadap sesuatu yang baik.”
4. As-shiddiqah (perempuan yang jujur, selaras ucapan dengan
perbuatannya); adalah Masruq rahimahullah, apabila
meriwayatkan hadits dari Ummu al-Mu’minin ‘Aisyah–
radhiyallahu ‘anha, dia pun mengatakan, “Telah bercerita
kepadaku ash-Shiddiqhah binti ash-Shiddiq, habibatu
habibillah, al-Mubarra-ah.” Imam al-Hakim berkata,
“Penyebutan shahabiyat dari kalangan istri-istri Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain mereka radhiyallahu
ta’ala ‘anhunna. Maka yang pertama dan mula-mula kami

13
sebutkan adalah ash-Shiddiqah binti ash-Shiddiq, ‘Aisyah binti
Abu Bakr radhiyallahu ‘anhuma.” Dan al-Hafizh Ibn Hajar
berkata, “Dia adalah ash-Shiddiqah binti ash-Shiddiq.”
5. Mufaqqah (perempuan yang beruntung, yang mendapatkan
taufiq); di antara laqab (julukan atau sebutan) yang ‘Aisyah
dipanggil dengan sebutan tersebut adalah muwaffaqah. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya sebutan tersebut. Dari
Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa
di kalangan umatku yang didahului (ditinggal mati) o leh kedua
anaknya yang masih kecil, maka dia masuk surga.” Maka
‘Aisyah berkata, “Ayahku menjadi tebusan bagimu, bagaimana
kalau hanya didahului (ditinggal mati)oleh satu anak saja?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Begitu juga
orang yang didahului (ditinggal mati) oleh seorang anaknya,
wahai Muwaffaqah.” ‘Aisyah berkata, “Lantas bagaimana
dengan umatmu yang tak punya anak?” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Maka akulah pendahulu bagi
umatku. Tidaklah ada musibah yang setara dengan musibah
kehilanganku bagi mereka.”

D. Kata-kata Mutiara Aisyah R.A


Berikut adalah kata-kata Mutiara yang datang dari aisyah r.a
khususnya untuk para Perempuan :
1. janganlah kau berbangga diri dengan kecantikanmu hingga dirimu
dikejar jutaan lelaki, itu bukan suatu kemuliaan.
2. semakin wanita menjaga jarak dengan laki-laki yang bukan
mahramnya semakin mulialah dia disisi Allah.
3. seorang pemenang tidak pernah menyerah, dan orang yang
menyerah tidak pernah menang.
4. jangan membiarkan masalah bertumpuk, sampai akhirnya kamu
tidak bisa menyelesaikannya.
5. keberhasilan kita di masa depan lebih penting, daripada kepedihan
kita di masa lalu.
6. kasih itu menutupi banyak kesalahan, kasihilah musuhmu,
bagaimana kalau dapat mengasihi tuhan yang tidak kelihatan, bila
manusia yang terlihat saja tidak dapat kau kasihi.

14
7. dalam hidup ada hal yang datang dengan sendirinya, dan ada hal
yang diperjuangkan terlebih dahulu untuk mendapatkan.
8. tidak ada sekalipun di dunia ini, yang bisa didapat dengan mudah,
kerja keras dan doa adalah cara untuk mempermudahnya.
9. tidakkah kamu merasakan kecantikanmu sampai kamu dikejar oleh
jutaan laki-laki, itu bukanlah suatu kejayaan bagimu.
10. syukurilah apa yang anda dapatkan, baik suka ataupun tidak, maka
anda sudah menghargai hidup anda sendiri.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Aisyah ra. adalah putri dari sahabat Nabi saw. yang bernama
Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Sedangkan ibunya bernama Ummu Ruman.
Ayah dan ibunya merupakan orang terkemuka di kalangan masyarakat
Arab saat itu dan keduanya berasal dari suku Quraisy. Nasab dari jalur
ayah adalah Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq bin Abi Quhafah
Utsman bin ‘Amir bin Umar bin Ka’b bin Sa’ad bin Taim bin Murrah
bin Ka’b bin Luay bin Fihr bin Malik. Nasab ayahnya bertemu dengan
nasab Rasulullah saw. pada kakek ketujuh. Sedangkan nasab dari jalur
ibu, Aisyah binti Ummu Ruman binti ‘Amir bin ‘Uwaimir bin ‘Abd
Syams bin ‘Ittab bin Udzainah bin Subai’ bin Wahban bin Harits bin
Ghunm bin Malik bin Kinanah.
Aisyah menikah dengan Rasulullah saw. tiga tahun sebelum
hijrah Saat itu, Aisyah berusia enam tahun. Rasulullah saw. baru
mengajak Aisyah hidup bersama pada bulan Syawwal, tahun pertama
hijriyah. Ketika itu, Aisyah berusia sembilan tahun. Rasulullah saw.
meninggal dunia pada bulan Rabi’ul Awwal, tahun 11 hijriyah. Usia
Aisyah saat itu adalah delapan belas tahun.Dengan demikian, versi
yang paling benar adalah Aisyah lahir pada bulan Syawwal, tahun
kesembilan sebelum hijriyah, bertepatan dengan bulan Juli tahun 614
M. Aisyah ra. wafat di masa kepemimpinan Muawiyah pada malam
Selasa, tanggal 17 Ramadhan, tahun 58 Hijriyah, dalam usia 67 tahun.
Malam itu juga dimakamkan di Baqi’ setelah shalat witir. Ruh beliau
yang suci meninggal tenang setelah menulis bagi generasi berikutnya
keteladanan dan akhlak yang mulia. Beliau merupakan hasil tarbiyah
dari ayahnya ash-Shiddîq dan orang setelahnya yaitu pemimpin orang-
orang yang betakwa Nabiyullâh Muhammad saw. Aisyah r.a memiliki
akhlak yang menjadi teladan bagi para umat islam, terutama para
wanita. Diantara akhlak nya yaitu, Aisyah adalah wanita yang cerdas
dan memiliki kapasitas ilmu yang tidak dimiliki wanita lain. Aisyah
memiliki sifat yang dermawan, selalu membantu orang lain terutama
wanita, Aisyah r. a tidak pernah melakukan ghibah dan memiliki rasa
enggan untuk menerima pemberian orang lain.

16
Selain memiliki akhlak yang pantas dijadikan teladan, Aisyah r.a
juga memiliki banyak julukan ataupun gelar yang diberikan
kepadanya, diantaranya yaitu ummu al-mu'minin (ibu orang-orang
mukmin), al-mubarra-ah (yang dibersihkan dari tuduhan keji), at-
thaiyyabah (perempuan yang baik), as-shiddiqah (perempuan yang
jujur, selaras perkataan dan perbuatannya), dan mufaqqah (perempuan
yang beruntung, yang mendapatkan taufiq). Karena keistimewaan
Aisyah r.a ini lah yang menjadikan kita sebagai umat muslim terutama
perempuan muslim, harus mencontoh dan meneladani akhlak maupun
kebaikan-kebaikan dari ibunda Aisyah. Agar kita bisa menjadi salah
satu barisan ibunda Aisyah di akhirat kelak.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sonhaji, keharmonisan keluarga Nabi Muhammad SAW. Dengan


istrinya Aisyah r.a, (2017) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
Nugraha Muhammad Tisna, Aisyah sebagai figure emansipasi
Perempuan dunia, vol. 6, nomor 2 (2019) hal. 223 (IAIN)
Pontianak, Indonesia.
Tidjani Aisyah, Aisyah binti Abu Bakar r.a. wanita istimewa yang
melampaui zamannya, vol. 1, nomor 1 (2016) IDIA Prenduan
Sumenep.
Wihidayati sri, kecendrungan Aisyah r.a, vol. 4, nomor. 2, (2020)
IAIN Curup, indonesia.
Siswanto, pendidikan moral Aisyah r.a dalam buku sulaiman an-
nadawi, vol. 4, nomor. 2 (2021) IAIN curup, bengkulu.
Florentina saticha, Aisyah r.a perempuan pengukir sejarah pendidikan
pada masa rasulullah saw., vol. 4, nomor. 2 (2023) UIN Fatmawati
Sukarno Bengkulu.
Wibawa Hendra, julukan-julukan bagi ibunda kami aisyah
radhiyallahu ‘anha, (2015) Bandung.
Syaikh amin bin Abdullah asy-syaqawi, kisah keteladanan Aisyah r.a,
(2013) Indonesia.
Muhammad Umar Abdul Mun’im, Aisyah r.a kekasih yang terindah

18

Anda mungkin juga menyukai