DEFISIENSI BESI
PLENO KELOMPOK 1
SKENARIO 4
INTRODUCTION
1.Sulviani Fitri 20171066
Ny. D punya riwayat masuk rumah sakit pada saat usia kehamilan 20 minggu
karena muntah-muntah hebat. Ny. D tidak ruin melakukan ANC (Antenatal Care) ke
puskesmas dan tidak mengkonsumsi vitamin dan zat besi selama hamil.
01 02
MCH MCHC
Mean corpuscular hemoglobin Mean corpuscular hemoglobin
(MCH), jumlah rata-rata concentration (MCHC),
hemoglobin dalam eritrosit. perhitungan rata-rata konsentrasi
hemoglobin di dalam eritrosit
03 04
ANC Ferritin
Pemeriksaan kehamilan untuk Sejenis protein dalam tubuh
meningkatkan kesehatan fisik dan berfungsi mengikat zat besi
mental pada ibu hamil secara
optimal.
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apakah penyebab terjadinya pucat, mata
berkunang-kunang serta cepat merasa lelah pada Ny.
D?
Zat besi seperti kita tahu berperan dalam membantu distribusi oksigen pada
tubuh, kondisi anemia dimana zat besi tidak tercukupi menyebabkan gangguan pada
hal ini yang akan menyebabkan kondisi tubuh hipoksia, akibatnya gejala yg muncul
bisa seperti badan terasa lelah, mata terasa berkunang, dan pucat.
Terutama pada kasus anemia berat dapat dijumpai gangguan pada mata yang
disebut anemia retinal hypoxia
KLARIFIKASI MASALAH
2. Dampak kurangnya vitamin yang dibutuhkan selama kehamilan dikhawatirkan
akan mengganggu baik perkembangan janin maupun kesehatan si ibu. Efek yang
terjadi saat defisiensi zat besi dan asam folat(vitamin B9) yang akan mengakibatkan
anemia kehamilan.
● Asam Folate
Selama kehamilan, kebutuhan folat meningkat dari 400 menjadi 600 μg/hari untuk
memastikan pertumbuhan janin dan plasenta karena perannya yang penting dalam
sintesis DNA dan replikasi sel. Kekurangan folat dapat menyebabkan sejumlah
komplikasi seperti preeklamsia, keguguran, lahir mati (stillbirth), berat lahir rendah,
prematur, dan malformasi tabung saraf(neural tube malformation) termasuk spina
bifida dan anencephaly.
KLARIFIKASI MASALAH
5. Penggunaan obat yang kontraindikasi selama kehamilan
Berikut kategori tingkat keamanan penggunaan obat pada ibu hamil dari FDA (Food
Drug Administration) :
● Kategori A
Aman untuk janin seperti vitamin C asam folat, vit B6, parasetamol, zinc, dan
sebagainya.
● Kategori B
Cukup aman untuk janin seperti amoksisilin, ampisilin, azitromisin, bisakodil,
cefadroksil, cefepim, cefixim, cefotaxim, ceftriaxon, cetirizin, klopidogrel,
eritromisin, ibuprofen, insulinlansoprazol, loratadin, mepenem, metformin,
metildopa, metronidazol, dan sebagainya.
KLARIFIKASI MASALAH
● Kategori C
Dapat beresiko, digunakan jika perlu. Obat dianjurkan hanya jika manfaat yang diperoleh
oleh ibu atau janin melebihi resiko yang mungkin tim bul pada janin. Contohnya albendazol,
allopurinol, aspirin, amitriptilin, kalsitriol, kalsium laktat, kloramfe nikol, ciprofloksasin,
klonidin, kotrimoksazol, codein + parasetamol dektrometorfan, digoksin, enalapril, efedrin,
flukonazol dan sebagainya.
● Kategori D
Ada bukti positif dari resiko, digunakan jika darurat. Pengunaan obat diperlukan untuk
mengatasi situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman
tidak efektif atau tidak dapat diberikan. Contohnya alprazolam, amikasin, amiodaron,
carbamazepin, klordiaz epoksid, diazepam, kanamisin, fenitoin, asam valproat, dan
sebagainya.
● Kategori X
Kontraindikasi dan sangat berbahaya bagi janin, conhnya (amlodipi atorvastatin),
atorvastatin, (kafein + ergotamin), (desogestrel + etinil es tradiol), ergometrin, estradol,
miso prostol, oksitosin, simvastatin, warfarin.
LEARNING OBJECTIVE
1. Menjelaskan faktor resiko dan patofisiologi kasus
Anemia Defisiensi Besi pada kehamilan
● Wanita menstruasi
● Wanita menyusui atau hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi
● Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang
cepat
● Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang
makan daging dan telur selama bertahun-tahun.
● Menderita penyakit maag.
● Penggunaan aspirin jangka panjang
● Kanker kolon
● Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan
dengan brokoli dan bayam.
PATOFISIOLOGI
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya gejala pucat menahun tanpa disertai
adanya organomegali, seperti hepatomegaly dan splenomegaly.
(1). Terapi zat besi oral: pada bayi dan anak terapi besi elemental diberikan dibagi
dengan dosis 3-6 mg/kgBB/hari diberikan dalam dua dosis, 30 menit sebelum
sarapan pagi dan makan malam. Terapi zat besi diberikan selama 1 sampai 3 bulan
dengan lama maksimal 5 bulan. Enam bulan setelah pengobatan selesai harus
dilakukan kembali pemeriksaan kadar Hb untuk memantau keberhasilan terapi.
(2). Terapi zat besi intramuscular atau intravena dapat dipertimbangkan bila respon
pengobatan oral tidak berjalan baik, efek samping dapat berupa demam, mual,
urtikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artragia, bronkospasme sampai relaksi
anafilaktik.
(3). Transfusi darah diberikan apabila gejala anemia disertai risiko terjadinya gagal
jantung yaitu pada kadar Hb 5-8g/dL. Komponen darah yang diberikan berupa
suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara serial dengan tetesan lambat.
TATALAKSANA NON FARMAKOLOGI
Edukasi mengenai pentingnya kecukupan zat besi selama kehamilan penting
dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi TTD.
Makanan yang mengandung phytates (oat, jagung, gandum hitam, kentang, brokoli,
dan stroberi), oksalat(bayam, kacang) tidak dikonsumsi bersamaan TTD karna
mengganggu absorbsi zat besi
Evaluasi terapi besi dilakukan 2–3 minggu setelah terapi, dan pengawasan dilakukan
tiap trimester. Respon awal yang dapat terlihat adalah perubahan klinis pada pasien.
Kondisi pasien akan terlihat lebih sehat dan bugar, tidak pucat, dan nafsu makan
membaik.
Bila tidak terdapat perubahan klinis dan parameter hematologi yang signifikan
dalam 2–3 minggu, pasien memerlukan penilaian ulang diagnosis banding
kemungkinan penyebab anemia lainnya, rendahnya kepatuhan minum tablet besi,
perdarahan, infeksi, serta kemungkinan anemia defisiensi besi terjadi bersamaan
dengan penyebab anemia lain seperti anemia akibat defisiensi asam folat dan
vitamin B12
DAFTAR PUSTAKA
Hadler MCCM, Juliono Y, Sigulem DM. Anemia in infacy: etiology and
prevalence. JPediatr.2002;78(1):321-6.