Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN SANITASI DASAR LINGKUNGAN RUMAH DENGAN


KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA SUNGAI MERIAM
KECAMATAN ANGGANA TAHUN 2022

Disusun Oleh :
IRMA PURNAMA SRI WAHYUNI
15.111007.13201.0009

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS WIDYA GAMA MAHAKAM
KOTA SAMARINDA
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN
SEMINAR PROPOSAL

Judul Proposal : Hubungan Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah dengan


Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sungai Meriam
Kecamatan Anggana Tahun 2022
Nama : Irma Purnama Sri Wahyuni
NPM : 15.111007.13201.0009
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Peminatan : Kesehatan Lingkungan dan Keselamatan Kerja
Fakultas : Kesehatan Masyarakat

Pembimbing I Pembimbing II

Apriyani, SKM, MPH Sulung Alfianto A, S.Kom, M.MSI

Mengetahui,

a.n Dekan Plt. Wakil Dekan,

Ilham Rahmatullah, SKM., M.Ling


NIK: 2012.089.140

II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang memberikan limpahan
karunia berupa kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan sebagian syarat untuk
mencapai Sarjana Kesehatan Masyarakat di Universitas Widya Gama Mahakam
Samarinda. Dengan segala hormat penulis mengucapkan banyak terimakasih
kepada selutuh pihak khususnya kepada pembimbing sehingga skripsi ini dapat
penulis selesaikan.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari


bahwa skripsi ini banyak kekurangan. Oleh karena itu diharapkan masukan dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar terwujud skripsi yang
berkualitas.

Samarinda, Agustus 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI

Halaman Sampul .............................................................................................. i


Halaman Judul ................................................................................................. ii
Kata Pengantar ................................................................................................. iii
Daftar Isi .......................................................................................................... iv
Daftar Tabel ..................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan Penelitian...............................................................................
D. Manfaat Penelitian.............................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Diare
1. Pengertian diare........................................................................
2. Etiologi diare............................................................................
3. Faktor resiko ............................................................................
4. Patogenesis diare .....................................................................
5. Patofisiologi diare ....................................................................
6. Tanda dan gejala diare..............................................................
7. Berbagai Faktor yang mempengaruhi kejadian diare ..............
8. Pencegahan diare .....................................................................
B. Sanitasi
1. Definisi Sanitasi .......................................................................
2. Sanitasi dasar rumah.................................................................
C. Sarana air bersih
1. Definisi air bersih .....................................................................
2. Sumber air bersih......................................................................
3. Persyaratan air bersih................................................................
D. Jamban
1. Pengertian jamban.....................................................................

III
2. Persyaratan jamban sehat .........................................................
E. Saluran pembuanngan air limbah (SPAL)
1. Pengertian pembuangan air limbah (SPAL)..............................
2. Fungsi saluran pembuangan air limbah ....................................
3. Pemeliharaan saluran pembuangan air limbah..........................
F. Penelitian terdahulu ...........................................................................
G. Kerangka teori....................................................................................
H. Kerangka konsep ...............................................................................
I. Hipotesis ............................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................
B. Waktu dan Lokasi Penelitian.............................................................
C. Populasi dan Sampel..........................................................................
1. Populasi ....................................................................................
2. Sampel......................................................................................
D. Analisis Data .....................................................................................
1. Analisis Univariat ....................................................................
2. Analisis Bivariat ......................................................................
E. Instrument Penelitian.........................................................................
F. Teknik Pengumpulan Data.................................................................
1. Sumber Data ............................................................................
2. Teknik Pengumpulan Data .......................................................
3. Teknik Pengolahan Data ..........................................................
G. Keabsahan Data ................................................................................
1. Uji Validitas .............................................................................
2. Uji Reliabilitas .........................................................................
H. Jadwal Penelitian ..............................................................................
I. Definisi Operasional .........................................................................
Daftar Pustaka

IV
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................


Tabel 3.1 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian .....................................................
Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ......................................

V
DAFTAR SINGKATAN

ASI = Air Susu Ibu


BAB = Buang Air Besar
BPS = Badan Pusat Statistik
Depkes = Departemen Kesehatan
EHEC = enterhemorragic escherichia coli
KLB = Kejadian Luar Biasa
MCK = Mandi Cuci Kakus
OMA = Otitits Media Akut
Riskesdas = Riset Kesehatan Dasar
SDGs = Sustainable Development Goals
SPAL = Saluran Pembuangan Air Limbah
UNICEF = United Nations Children’s Fund
WHO = World Health Organization

VI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sanitasi adalah keadaan atau kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan
terutama mengenai kotoran manusia dan infeksi yang secara khusus berkaitan
dengan drainase, pembuangan kotoran dan sampah dari rumah tangga, sanitasi
mempunyai peranan penting dalam mewujudkan rumah sehat dan sebagai
penunjang untuk mencegah berbagai penyakit yang berbasis lingkungan (WHO,
2018).
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Dampak dari rendahnya tingkat
cakupan sanitasi dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat, tercemarnya
sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya penyakit berbasis lingkungan
seperti diare. Diare adalah gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan
darah atau lendir (Riskesdas, 2013).
Sanitasi lingkungan sebagai bagian penting dari peningkatan derajat
kesehatan yang mana pada hakekatnya sanitasi lingkungan adalah kondisi atau
keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status
kesehatan yang optimum pula. Sanitasi lingkungan mengutamakan pencegahan
terhadap faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga munculnya penyakit akan
dapat dihindari. Usaha sanitasi dapat berarti pula suatu usaha untuk menurunkan
jumlah bibit penyakit yang terdapat di lingkungan sehingga derajat kesehatan
manusia terpelihara dengan sempurna.
Menurut Riset Kesehatan Dasar, sanitasi dasar adalah salah satu hal yang
paling penting dalam mencapai suatu derajat kesehatan dimana keberadaan
sanitasi dasar mempengaruhi penyebaran suatu penyakit. Ruang lingkup sanitasi
dasar rumah tangga meliputi ketersedian jamban, penyediaan air bersih,
pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah.
Sanitasi berhubungan dengan kesehatan lingkungan yang dapat
mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Dampak dari rendahnya tingkat
cakupan sanitasi dapat menurunkan kualitas hidup masyarakat, tercemarnya
sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya penyakit berbasis lingkungan
seperti diare. Diare adalah gangguan buang air besar atau BAB ditandai dengan
BAB lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair, dapat disertai dengan
darah atau lendir (Riskesdas, 2013).
Kejadian diare dapat dilihat dari penggunaan penyediaan air bersih,
penyediaan jamban keluarga, penyediaan tempat pembuangan sampah dan
penyediaan pembuangan air limbah. Di Indonesia penggunaan fasilitas jamban
masih belum merata, berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, diketahui bahwa
rumah tangga di Indonesia menggunakan penyediaan Jamban Sehat sebanyak
65,2% (Riskesdas, 2013).
Untuk penggunaan penyediaan air bersih berdasarkan Data Badan Pusat
Statistik (BPS), Penyediaan Air Bersih yang layak saat ini di Indonesia mencapai
72,55%, pencapaian tersebut belum mencapai target Sustainable Development
Goals (SDGs).
Penyediaan Pengelolaan limbah padat Sampah berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2015, Sarana Pengelolaan Sampah di
Indonesia masih dikatakan rendah. Dilihat dari adanya kesenjangan dalam
pelayanan sampah antara target MDGs pada tahun 2015 yaitu sebesar 70% dengan
pencapaian eksisting yaitu sebesar 56,2% (Riskesdas, 2015).
Sedangkan untuk Penyediaan Saluran Pembuangan Air limbah menurut
Riskesdas tahun 2013 di Indonesia, 46,7% pembuangan air limbah langsung ke
got, dan tanpa penampungan 17,2%, sedangkan yang menggunakan 3
penampungan tertutup di lengkapi Saluran Pembuangan Air Limbah sebanyak
13,2% (Riskesdas, 2013).
Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berkaitan erat dengan kondisi
sanitasi dasar, dimana sanitasi dasar yang buruk berisiko menjadi penyebab
penyakit diare. Pada Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Lingkungan menjelaskan bahwa faktor lingkungan seperti kepemilikan jamban

2
sehat terbukti untuk memutus mata rantai penularan penyakit salah satunya diare
(Peraturan Pemerintah RI, 2014).
Diare disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri, virus,
parasite, 2 protozoa, dan penularannya secara fekal atau oral. Diare dapat
mengenai semua kelompok umur baik balita, anak-anak dan orang dewasa dengan
berbagai golongan sosial. Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di kalangan anak-anak kurang dari 5 tahun (WHO,2017).
Berdasarkan laporan riskesdas tahun 2013, period prevalens penyakit diare
di Indonesia mencapai 3,5% dan paling banyak menyerang pada balita. Penyakit
diare diestimasikan berhubungan dengan sarana air bersih dan ketersediaan
fasilitas sanitasi dasar. Pada Laporan Pusat Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2017, penemuan kasus diare ditangani menurut provinsi tahun 2017
pada provinsi Sumatera Utara terdapat 385.078 kasus diare dengan kasus diare
yang ditangani hanya 99.426 atau sebesar 25,8% (Profil Kesehatan Indonesia,
2017).
Di inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi, tingginya kejadian diare
dinegara barat ini oleh karna foodborn infections dan waterborne infections yang
disebabkan bakteri salmonela spp, compylobacter jejuni, strafilococcus aureus,
bacillus careus, clostridium perfringens dan enterhemorragic escherichia coli
(EHEC). Data United Nations Children’s Fund (UNICEF) menunjukan bahwa 1,5
juta anak meninggal dunia karna diare namun hanya 39% penderita yang
mendapat penangan serius. Di amerika serikat keluhan diare menempati peringkat
ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang prakter dokter. Di negara
berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 jt penduduk setiap
tahun. Di afrika anak-anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya. Dan
dibanding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap
tahun.
Menurut WHO (2017) meyatakan hampir 1,7 milyar kasus diare terjadi
pada anak dengan angka kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya.
Di Indonesia angka kesakitan diare pada tahun 2017 sebesar 60 juta kejadian
setiap tahunnya. Pada Tahun 2018 di Indonesia jumlah penderita diare Balita yaitu

3
sebanyak 255.909 kasus dan jumlah penderita yang dilayani di sarana kesehatan
sebanyak 42.747 kasus (Kemenkes RI, 2019). Sedangkan cakupan pelayanan
penderita diare Balita secara nasional pada tahun 2018, dengan cakupan tertinggi
yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat (75,88%), DKI Jakarta (68,54%) dan
Kalimantan Utara (55,00%), sedangkan provinsi cakupan terendah yaitu Maluku
(9,77%), Sumatera Utara (16,70%) dan Kepulauan Riau (18,68%) (Kemenkes RI,
2019). Hal ini menunjukkan rendahnya cakupan pelayanan penderita diare balita
di Sumatera Utara yang menempati posisi terendah kedua di Indonesia.
Di Indonesia diare masih mendominasi jumlah kematian balita.hal ini
disebabkan masih tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak
kematianterutama pada bayi dan balita. berdasarkan data World Health
Organization (WHO) diperkirakan di indonesia 31.200 anak balita meninggal
setiap tahunnya karna diare. Penyakit diare merupakan masalah kesehatan
masyarakat di negara berkembang seperti di indonesia, karena morbiditas dan
mortalitas yang masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh subdit diare,
departemen kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insiden
naik. Pada tahun 2000 IR penyakit diare 301 per 1000 penduduk, tahun 2003 naik
menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 per 1000
penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 per 1000 penduduk.
Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir di
seluruh daerah geografis di dunia. Sanitasi lingkungan yang kurang mendukung
dapat menyebabkan tingginya angka kejadian diare. Angka kejadian diare sampai
saat ini masih merupakan salah satu satu penyebab utama kesakitan dan kematian.
Hampir seluruh daerah geografis dunia dan semua kelompok usia diserang diare.
Di Negara Amerika untuk anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali pertahun
(Pitono. A,J, dkk 2008).
Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan salah satu penyebab
utama kesakitan dan kematian. Di Indonesia diare merupakan salah satu masalah
utama kesehatan masyarakat. Hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan
dan menimbulkan banyak kematian, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa
(KLB). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia 2003, penyakit diare menempati

4
urutan kelima dari 10 penyakit utama pada pasien rawat jalan di rumah sakit dan
menempati urutan pertama pada pasien rawat inap di rumah sakit (Adisasmito,
2007).
Berdasarkan laporan riskerdas, kasus diare pada balita yang ditangani di
Provinsi Kalimantan Timur tercatat 1.737, sedangkan di Kabupaten kutai
kartanegara pada tahun 2018 yang tercatat sebanyak 1.369 kasus (Riskesdas,
2018). Puskesmas Sungai Mariam mempunyai 8 desa salah satu diantaranya
adalah desa sungai meriam. Desa sungai meriam untuk kasus diare cukup tinggi
dan mengalami fluktuatif setiap tahunnya, pada tahun 2019 71 kasus dan
mengalami penurunan pada tahun 2020 sebanyak 59 kasus dan tidak ada
kematian, pada tahun 2021 mengalami penurunan jumlah kasus yaitu kasus dan
tidak ada kematian (Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara, 2022).
Data yang telah di paparkan sebelumnya menunjukkan bahwa kasus diare
diwilayah kerja Puskesmas Sungai Mariam kasus cukup tinggi, setiap tahunnya
selalu mengalami fluktuatif kasus. Kondisi Sanitasi Dasar yang kurang memadai
tersebut dapat mengakibatkan penyakit berbasis lingkungan seperti diare, oleh
karna itu, perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Sungai Mariam.
Berdasarkan dari hasil penelitian Fera Meliyanti (2016) tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita, hasil penelitian
terdapat hubungan yang bermakna antara penyediaan air bersih dengan kejadian
diare pada balita dengan nilai p value 0,001.
Berdasarkan dari hasil penelitian Menik Samiyati (2019) tentang
hubungan sanitasi lingkungan rumah dengan kejadian diare pada balita di wilayah
kerja puskesmas karanganyar kabupaten pekalongan . Penelitian yang dilakukan
di wilayah kerja puskesmas karanganyar menunjukkan ada hubungan yang
bermakna antara kondisi sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita
dengan nilai p value 0,001.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
untuk mengetahui “Hubungan Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah dengan
Kejadian Diare Pada Balita di Desa Sungai Meriam Tahun 2022”

5
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Hubungan Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare
Pada Balita di Desa Sungai Sungai Meriam Tahun 2022”?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk hubungan sanitasi dasar lingkungan rumah dengan kejadian diare pada
balita di desa sungai meriam
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui hubungan sarana air (SAB) bersih dengan kejadian diare
pada balita.
b. Untuk mengetahui hubungan sarana pembuangan kotoran (jamban) dengan
kejadian diare pada balita.
c. Untuk mengetahui hubungan saluran pembuangan air limbah (spal) dengan
kejadian diare pada balita.
d. Untuk mengetahui hubungan sarana pembuangan sampah dengan kejadian
diare pada balita.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi instansi terkait
Sebagai bahan penilaian terkait gambaran sanitasi dasar di desa sungai
mariam kecamatan anggana dan besar risiko anak terkena diare sehingga
dapat di jadikan dasar kebijakan dalam pengambilan keputusan pada
program penanggulangan diare.
2. Bagi masyarakat
Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya ibu-ibu yang
memiliki balita sehingga ibu dapat menerapkan kebiasaan hidup bersih dan
sehat untuk mencegah kejadian diare pada balitanya.

6
3. Bagi peneliti
Sebagai sarana atau media pembelajaran dalam perkuliahan dan wujud
aplikasi dari mata kulia yang didapat selama masa perkuliahan, serta dapat
dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Diare
1. Pengertian Diare
Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan buang air besar lebih dari
tiga kali sehari dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek
sampai mencair yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang
berdarah (WHO, 2017).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes, 2011).
Menurut Widjaja (2002), Diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari
empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini Diare
masih menjadi child killer (pembunuh anak-anak) peringkat pertama di Indonesia.
Semua kelompok usia diserang oleh Diare, baik balita, anak-anak dan orang
dewasa. Tetapi penyakit Diare berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi
pada bayi dan anak balita (Zubir, 2006).
2. Etiologi Diare
Diare disebabkan oleh sejumlah organisme bakteri, virus dan parasit, yang
sebagian besar disebarkan oleh air yang tercemar feses. Infeksi lebih sering terjadi
ketika sanitasi yang buruk dan kebersihan air yang aman untuk minum, memasak
dan membersihkan kurang memadai. Rotavirus dan Escherichia coli adalah dua
agen etiologi paling umum dari penyebab diare sedang hingga berat di
negaranegara berpenghasilan rendah. Patogen lainnya seperti spesies
cryptosporidium dan shigella mungkin juga penyebab dari infeksi diare. Pola
etiologi spesifik lokasi juga perlu dipertimbangkan. Penyebab diare selanjutnya
yaitu kekurangan gizi. Anakanak yang meninggal akibat diare sering menderita
kekurangan gizi yang membuat mereka lebih rentan terhadap diare. Diare adalah
penyebab utama kekurangan gizi pada anak-anak di bawah lima tahun dan
penyakit diare ini menyebabkan malnutrisi mereka menjadi lebih buruk (WHO,
2017) .
Air yang terkontaminasi dengan kotoran manusia, misalnya, dari limbah,
tangki septik dan kakus, menjadi perhatian khusus. Kotoran hewan juga
mengandung mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare. Diare juga dapat
menular dari orang ke orang, keadaan ini diperburuk oleh personal hygiene yang
buruk. Makanan adalah penyebab utama diare ketika dimasak atau disimpan
dalam kondisi tidak higienis. Penyimpanan dan penanganan air yang tidak aman
juga merupakan faktor risiko yang penting. Ikan dan makanan laut dari air yang
tercemar juga dapat berkontribusi terhadap penyakit diare (WHO, 2017).
Menurut Susilaningrum, Nursalam dan Utami (2013) ada beberapa perilaku
yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare yaitu tidak memberikan ASI
secara penuh untuk 6 bulan pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, air minum tercemar dengan bakteri
tinja, tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja, dan
sebelum menjamah makanan.

Etiologi menurut Ngastiyah (2014) antara lain:

a. Faktor Infeksi
1) Infeksi enternal: infeksi saluran pencernaan makanan yang
merupakan penyebab utama diare pada anak.Meliputi infeksi
eksternal sebagai berikut :
a) Infeksi bakteri: Vibrio’ E coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, aeromonas, dan sebagainya.
b) Infeksi virus: Enterovirus (virus ECHO, Coxsacki,
Poliomyelitis) Adeno-virus, Rotavirus, astrovirus, dan lain-lain.
c) Infeksi parasit: cacing (Ascaris, Trichuris, Oxcyuris,
Strongyloides) protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia
lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).
2) Infeksi parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan
seperti: Otitits Media Akut (OMA), tonsillitis/tonsilofaringitis,

9
bronkopneumonia, ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat disakarida (intoleransi laktosa, maltose
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa,dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
(intoleransi laktosa).
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan, makanan basi,beracun, alergi, terhadap makanan.
d. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada
anak yang lebih besar).

Penyakit diare menurut Depkes RI (2011), berdasarkan lamanya diare dibagi


menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Diare akut
Diare akut adalah buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja
yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih
dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare akut (termasuk
kolera), adalah berlangsung beberapa jam atau beberapa hari dengan
bahaya utamanya adalah dehidrasi.
b. Diare kronik
Diare kronik adalah buang air besar yang cair/lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal dan berlangsung lebih dari 14
hari. Diare kronik merupakan diare dengan atau tanpa disertai
pendarahan, yang tidak disebabkan oleh infeksi.

c. Diare persisten

Diare persisten adalah diare dengan atau tanpa disertai darah, yang
akut dan berlangsung selama 14 hari atau lebih, yang disebabkan oleh
infeksi.Bahaya utama dari diare persisten adalah malnutrisi, infeksi
usus dan dehidrasi.

10
3. Faktor Resiko
Menurut jufrri dan Soenarto (2012), ada beberapa faktor resiko diare yaitu :
a. Faktor umur yaitu diare terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat
diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi
efek penurunan kadar antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi,
pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja.
b. Faktor musim : variasi pola musim diare dapat terjdadi menurut letak
geografis. Di Indonesia diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, dan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
c. Faktor lingkungan meliputi kepadatan perumahan, kesediaan sarana air
bersih (SAB), pemanfaatan SAB, kualitas air bersih.
4. Patogenesis Diare
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare menurut Ngastiyah
(2014):
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkanya sehingga
timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat terangsang tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengkkpuakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula.

11
5. Patofisiologi
Menurut Tanto dan Liwang (2006) dan Suraatmaja (2007), proses terjadinya
diare disebabkan oleh berbagai factor diantaranya.
a. Faktor infeksi
Proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk ke
dalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan
merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus.
Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan
gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan transpor aktif dalam
usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan
dan elektrolit akan meningkat.
b. Faktor malabsorpsi
Merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan
tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah
diare.
c. Faktor makanan
Faktor ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan
baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untukmenyerap makan yang kemudian
menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis
Faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang
akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare.

6. Tanda dan Gejala Diare

12
Tanda dan gejala awal diare ditandai dengan anak menjadi cengeng,
gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, tinja cair (lendir dan tidak
menutup kemungkinan diikuti keluarnya darah, anus lecet, dehidrasi (bila terjadi
dehidrasi berat maka volume darah berkurang, nadi cepat dan kecil, denyut
jantung cepat, tekanan darah turun, keadaan menurun diakhiri dengan syok),
berat badan menurun, turgor kulit menurun, mata dan ubun-ubun cekung, mulut
dan kulit menjadi kering (Octa dkk, 2014).

7. Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Diare


Menurut Suharyono (2008), faktor yang mempengaruhi diare yaitu :
a. Faktor Gizi.
Makin buruk gizi seorang anak, ternyata makin banyak kejadian diare.
b. Faktor sosial ekonomi.
Kebanyakan anak – anak yang mudah menderita diare berasal dari keluarga
besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak punya
penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan
orang tuanya yang rendah dan sikap serta kebiasaan yang tidak
menguntungkan.
c. Faktor lingkungan.
Sanitasi lingkungan yang buruk juga akan berpengaruh terhadap kejadian
diare, interaksi antara agent penyakit, manusia dan faktor – faktor
lingkungan, yang menyebabkan penyakit perlu diperhatikan dalam
penanggulangan diare.
d. Faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih.
Insiden diare pada masyarakat golongan berpendapatan rendah dan kurang
pendidikan mulai bertambah pada saat anak untuk pertama kali mengenal
makanan tambahan dan frekuensi ini akan makin lama meningkat untuk
mencapai puncak pada saat anak sama sesekali di sapih, makanan yang
terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak–anak lebih
tua.
e. Faktor pendidikan.

13
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seeorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu balita
dalam berperilaku dan berupaya secara aktif guna mencegah terjadinya diare
pada balita.
8. Pencegahan Diare
Untuk mencegah penyebaran diare dapat dilakukan dengan cara:
a. Mencuci tangan dengan menggunakan sabun sampai bersih pada lima waktu
penting:
1) Sebelum makan.
2) Sesudah buang air besar (BAB).
3) Sebelum menyentuh balita anda.
4) Setalah membersihkan balita anda setelah buang air besar.
5) Sebelum proses menyediakan atau menghidangkan makan untuk siapapun.
b. Mengkonsumsi air yang bersih dan sehat atau air yang sudah melalui proses
pengolahan. Seperti air yang sudah dimasak terlebih dahulu, proses klorinasi.
c. Pengolahan sampah yang baik dengan cara pengalokasiannya ditempatkan
ditempat yang sudah sesuai, supaya makanan anda tidak dicemari oleh
serangan (lalat, kecoa, kutu, dll).
d. Membuang proses MCK (Mandi Cuci Kakus) pada tempatnya, sebaiknya
anda meggunakan WC/jamban yang bertangki septik atau memiliki sepiteng
(Ihramsulthan., 2010).
B. Sanitasi
1. Definisi Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih
dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan
bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan
meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi sangat menentukan keberhasilan
dari paradigma pembangunan kesehatan lingkungan lima tahun kedepan yang

14
lebih menekankan pada aspek pencegahan yang baik, angka kejadian penyakit
terkait dengan kondisi lingkungan dapat dicegah. Selain itu anggaran yang
diperlukan untuk preventif juga relative lebih terjangkau daripada melakukan
upaya pengobatan (Mundiatun & Daryanto 2015).
2. Sanitasi Dasar Rumah
Sanitasi dasar merupakan salah satu persyaratan dalam rumah sehat.
Sarana sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan, terutama
masalah kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi dasar menurut Kepmenkes
No.852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategi nasional STBM (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat), sanitasi dasar rumah meliputi sarana buang air besar
berupa jamban, sarana pengelolaan sampah rumah tangga dan limbah rumah
tangga.
C. Sarana Air Bersih
1. Defenisi Air Bersih
Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Manusia akan lebih
cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Dalam
tubuh manusia itu sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar
55 – 60% berat badan terdiri dari air, untuk anak – anak sekitar 65% dan untuk
bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain
untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan
WHO di negara – negara maju setiap orang memerlukan air antara 60 – 120
liter per hari. Sedangkan di negara – negara berkembang, termasuk Indonesia
setiap orang memerlukan air antara 30 – 60 liter per hari (Notoatmodjo, 2011).
Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari
sumber yang bersih dan aman. Batasan – batasan sumber air yang bersih dan
aman tersebut, antara lain:
a. Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit.
b. Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun.
c. Tidak berasa dan tidak berbau.
d. Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah
tangga.

15
e. Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen
Kesehatan RI.
Air dinyatakan tercemar bila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan- bahan
kimia yang berbahaya, dan sampah atau limbah industri (Chandra, 2012).
2. Sumber Air Bersih
Menurut Chandra (2012), berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi
menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Air Hujan
Air hujan merupakan air yang paling bersih dan murni pada saat proses
presipitasi, namum cenderung mengalami pencemaran ketika berada di
atmosfer.Pencemaran yang berlangsung di atmosfer disebabkan oleh
partikel-partikel debu dan gas yang terdapat dalam udara. Sehingga air
hujan yang turun ke bumi sudah tidak murni dikarenakan terjadi
reaksiantara air hujan dengan partikel debu dan gas yang mengakibatkan
keasamanpada air hujan yang membentuk hujan asam.
b. Air Permukaan
Air permukaan merupakan salah satu sumber penting dalam bahan baku
air bersih. Sumber-sumber air permukaan berasal dari sungai, selokan,
parit, rawa, bendungan, danau, laut, telaga waduk dan air terjun.
c. Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan
kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses
filtrasi secara alamiah. Di dalam perjalanannya ke bawah tanah, air
tersebut mengalami proses-proses sehingga membuat air tanah menjadi
lebih baik dan lebih murni dibandingkan air permukaan. Kelebihan air
tanah dibandingkan dengan sumber air lain yaitu biasanyabebas dari
kuman penyakit dan tidak perlu mengalami proses penjernihan, sekalipun
saat musim kemarau air cukup tersedia sepanjang tahun. Kekurangan dari
air tanah yaitu air tanah mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi
yang tinggi sehingga dapat menyebabkan kesadahan air, dalam
mengalirkan air ke atas permukaan diperlukan pompa.

16
3. Persyaratan Air Bersih
Air bersih berbeda dengan air minum. Menurut Dirjen PPM PLP
Departemen Kesehatan RI, air bersih adalah air yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila dimasak. Sedangkan air minum adalah air yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Persyaratan air bersih diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 416 Tahun 1990. Air bersih harus memenuhi beberapa persyaratan
sebagai berikut (Suyono ; Budiman, 2010):
a. Syarat fisik:
1) Tidak berbau
2) Tidak berwarna
3) Tidak berasaTerasa segar.
b. Syarat kimia:
1) Derajat keasaman (pH) antara 6,5 – 9,2
2) Tidak boleh ada zat kimia berbahaya (beracun), kalaupun ada
jumlahnya harus sedikit sekali
3) Unsur kimiawi yang diizinkan tidak boleh melebihi standar yang telah
ditentukan
4) Unsur kimiawi yang disyaratkan mutlak harus ada dalam air
c. Syarat bakteriologis:
1) Tidak ada bakteri/virus kuman berbahaya (patogen) dalam air
2) Bakteri yang tidak berbahaya namun menjadi indikator pencemaran
tinja (Coliform bacteria) harus negatif.
3) Syarat radioaktivitas: Tidak ada zat radiasi yang berbahaya dalam air.
D. Jamban
1. Pengertian jamban
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk tempat
membuang dan mengumpulkan kotoran atau najis manusia, biasa disebut
kakus/wc. Sehingga kotoran tersebut akan tersimpan dalam suatu tempat
tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebaran penyakit dan mengotori

17
lingkungan pemukiman (Depkes RI, 2013). Kementerian Kesehatan RI
menyatakan bahwa jamban sehat adalah fasilitas pembangunan tinja yang
efektif untuk memutus rantai penularan penyakit (Kemenkes, 2012).

2. Persyaratan Jamban Sehat


Jamban yang sehat adalah salah satu akses sanitasi yang layak. Akses
sanitasi yang layak apabila penggunaan fasilitas tempat buang air besar adalah
milik sendiri atau milik bersama, kemudian kloset yang digunakan adalah jenis
leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki
septik/sarana pembuangan air limbah (SPAL). Berikut syarat jamban sehat
menurut (Depkes RI, 2013).
a. Tidak mencemari sumber air minum. Letak lubang penampungan
kotoran paling sedikit berjarak 10 meter dari sumur. Namun jarak ini
akan menjadi lebih jauh pada jenis tanah liat atau berkapur terkait
dengan porositas tanah, selain itu akan berbeda juga pada kondisi
topografi yang menjadikan posisi jamban di atas muka dan mengikuti
aliran air tanah.
b. Tidak berbau serta memungkinkan serangga tidak dapat masuk ke lubang
jamban. Hal ini dilakukan misalnya dengan menutup lubang jamban
tersebut.
c. Air seni, air pembersih yang digunakan untuk menyiram tinja tidak
mencemari tanah disekitarnya. Bisa dilakukan dengan membuat lantai
jamban dengan luas 1x1 meter dengan sudut kemiringan yang cukup ke
arah lubang jamban.
d. Jamban mudah dibersihkan dan aman digunakan. Untuk itu harus dibuat
dari bahan yang kuat dan tahan lama.
e. Jamban memiliki dinding dan atap pelindung.
f. Lantai kedap air.
g. Ventilasi dan luas jamban yang cukup.
h. Tersedianya air, sabun dan alat pembersih. Tujuannya agar jamban tetap
bersih dan terhindar dari bau tinja. Pembersih tinja dilakukan minimal 2-

18
3 hari sekali.

E. Sarana Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)


1. Pengertian Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) adalah perlengkapan
pengelolaan air limbah bisa berupa Pipa atau pun selainnya yang
dipergunakan untuk membantu air buangan dari sumbernya sampai ke
tempat pengelolaan atau ke tempat pembuangan. Air limbah merupakan sisa
dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air Limbah dapat
berasal dari kegiatan industri dan rumah tangga (domestik) Air limbah
domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan perdagangan,
perkantoran dan sarana sejenisnya (Asmadi,2012). Halaman Rumah yang
becek karena buruknya Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
memudahkan penularan penyakit diare pada balita terutama yang ditularkan
oleh cacing dan parasit. Limbah padat seperti sampah juga merupakan
media yang baik untuk berkembangbiaknya vektor penyakit (Ramadhan
Tosepu, Dkk : 2016).
Sesuai dengan sumbernya, maka air limbah mempunyai kompos
yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat. akan tetapi secara
garis besar, zat-zat yang terdapat di dalam air limbah antara lain dari air dan
bahan padat (0,1%). Bahan pada ini terdiri dari bahan organik (protein 65%,
karbohidrat 25%, lemak 10%), dan bahan anorganik (butiran, garam, metal).
Volume Limbah cair dari perumhan bervariasi mulai dari 200 liter
sampai 400 Liter Per hari. Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 macam
yaitu tinja, air seni dan grey water. Grey water merupakan air cucian dapur,
mesin cuci, dan kamar mandi. Campuran tinja dan urin disebut dengan
extreta. Extreta tersebut mengandung mikroba dan pathogen yang dapat
berpotensi menyebarkan penyakit melalui kontaminasi air. Air limbah

19
domestik harus dilakukan pengolahan agar tidak mencemari lingkungan
sekitarnya ( Asmadi, 2012).
Menurut (Permenkes, 2014) Permenkes No.3 Tahun 2014 tentang
STBM, prinsip pengamanan limbah cair rumah tangga adalah:
a. Air limbah kamar mandi dan dapur tidak boleh tercampur dengan air
dai jamban
b. Tidak boleh menjadi tempat perindukan vektor
c. Tidak boleh menimbulkan bau
d. tidak boleh ada genangan yang menyebabkan lantai licin dan rawan
kecelakaan
e. terhubung dengan saluran limbah umum/got atau sumur resapan.
Penanganan pembuangan air limbah rumah tangga dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu (Pamsimas, 2015):
a. Cara setempat, yaitu jika satu atau beberapa rumah tangga membuang
air limbah/kotoran manusia pada suatu bangunan pengolahan yang
terletak dekat dengan rumah mereka, umumnya berupa cubluk atau
tangki septic tank dan untuk air dapur (dapur, cuci, mandi) dibuang
kesaluran pembuangan air limbah.
b. Cara terpusat, yaitu pembuangan saluran air limbah rumah tangga (air
limbah jamban dan air limbah) dari rumah tangga atau lingkungan
pemukiman (RW, desa) yang dilarikan melalui sistem saluran (riool,
pipa) menuju tempat pengolahan akhir (instalasi pengolahan air limbah.
2. Fungsi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) merupakan sarana berupa
tanah galian atau pipa dari semen atau pralon yang berfungsi untuk
membuang air cucian, air bekas mandi, air kotor/ bekas lainnya.
3. Pemeliharaan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Penanganan limbah cair salah satunya adalah melakukan
pemeliharaan SPAL atau saluran drainase. Fungsi dari SPAL ini ialah limbah
cair dapat mengalir dan dapat mengurangi tersebarnya limbah ke wilayah
dalam dan di sekitar rumah potong unggas. Isolasi limbah dalam SPAL ini

20
dapat menurnkan frekuensi dampak negatif dari limbah bahkan dapat
meniadakannya. Akan tetapi masih ada beberapa masalah yang dapat timbul
dengan pembuatan SPAL jika tidak dikelola dengan baik. Limbah padat
masuk kedalam SPAL harus diangkat atau dikeluarkan sehingga aliran air
tidak terhambat sehingga dapat meluap dan menimbulkan bau (Parakkasi dan
Hardini, 2014).

F. Penelitian terdahulu
Tabel 2.1 penelitian terdahulu
No Peneliti Jenis/ Variabel Hasil
Judul
(th) Desain Bebas dan
Peneliti Terikat
an
1. Menik Hubungan Cross Kejadian Ada hubungan antara
Samiyati, Sanitasi sectional diare ,Sarana kondisi sarana air
Suhartono Lingkungan air bersih, bersih dengan
Dan Rumah sumber air kejadian diare pada
Dharminto Dengan minum, balita diwilayah kerja
(2019) Kejadian Diare kondisi Puskesmas
Pada Balita Di jamban, Karanganyar
Wilayah Kerja saluran Kabupaten
Puskesmas pembuangan Pekalongan
Karanganyar air limbah
Kabupaten (SPAL)
Pekalongan
2019
2. Yazika Hubungan cross Kejadian Ada hubungan antara
rimbawati Sanitasi sectional Diare ,Kualita kualitas fisik air,
dan andre Lingkungan s Fisik Air, kepemilikan jamban,
surahman Dengan Kepemilikan jens lantai rumah
(2019) Kejadian Diare Jamban, dengan kejadian pada

21
Pada Balita Jenis Lantai balita.
Tahun 2019 Rumah
3. Ficher Hubungan Cross Kejadian Ada hubungan antara
Tambuwun Sanitasi sectional diare, sanitasi sanitasi lingkungan
, Amatus Lingkungan lingkungan dengan kejadian
Yudi dengan diare pada Anak Usia
Ismanto, Kejadian Diare Sekolah Wilayah
Dan Wico pada Anak Kerja Puskesmas
Silolonga Usia Sekolah Bahu Manado
(2015) Wilayah Kerja
Puskesmas
Bahu Manado
2015
4. Fera Faktor-faktor Cross Kejadian Ada hubungan antara
meliyanti yang sectional diare, informasi kesehatan,
(2016) berhubungan informasi cara pemberian
dengan kesehatan, makan,ketersedian
kejadian diare cara jamban, dan
pada balita pemberian penyedian air bersih
tahun 2016 makan, dengan kejadian
ketersedian diare pada balita
jamban,
Penyedian air
bersih,

G. Kerangka Teori

Sanitasi air bersih

Sarana pembuangan sampah


Penyakit Diare
Sarana jamban

Sarana pembuangan air


limbah (SPAL) 22
Gambar 2.1 Depkes RI 2001
H. Kerangka Konsep

Sarana Pembuangan
Sampah

Sanitasi Air Bersih


Penyakit Diare

Sarana Jamban

Sarana Pembuangan Air


Limbah (SPAL)

I. Hipotesis
Hipotesis alternatif (Ha):
1. Ada hubungan sarana air bersih dengan kejadian diare pada anak
berumur 0-59 bulan di desa sungai mariam.
2. Ada hubungan sarana pengelolaan sampah dengan kejadian diare pada
anak berumur 0-59 bulan di desa sungai mariam.
3. Ada hubungan sarana jamban dengan kejadian diare pada anak berumur
0-59 bulan di desa sungai mariam
4. Ada hubungan sarana saluran pembuangan air limbah dengan kejadian
diare pada anak berumur 0-59 bulan di desa sungai mariam
Hipotesis alternatif (Ho) :
1. Tidak hubungan sarana air bersih dengan kejadian diare pada anak
berumur 0-59 bulan di desa sungai mariam.
2. Tidak hubungan sarana pengelolaan sampah dengan kejadian diare
pada anak berumur 0-59 bulan di desa sungai mariam.
3. Tidak hubungan sarana jamban dengan kejadian diare pada anak

23
berumur 0-59 bulan di desa sungai mariam
4. Tidak hubungan sarana saluran pembuangan air limbah dengan
kejadian diare pada anak berumur 0-59 bulan di desa sungai maria

24
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian kuantitatif, metode
observasional dengan pendekatan cross sectional. Cross Sectional ialah suatu
penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor - faktor resiko
dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data. Artinya, setiap
subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan
terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan untuk
mengetahui hubungan sanitasi dasar lingkungan rumah dengan kejadian diare
di desa Sungai Meriam kecamatan Anggana. Hal ini tidak berarti bahwa
semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010).

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sungai Mariam Kecamatan
Anggana. waktu penelitian pada bulan Juli 2022.

C. Populasi Dan Sampel


1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua ibu rumah tangga yang
mempunyai balita berusia satu sampai lima tahun di Desa Sungai Meriam
dengan jumlah 681 KK.
2. Sampel
Sampel Adalah Bagian Dari Populasi Yang Dipilih Dengan Cara
Tertentu Hingga Dianggap Mewakili Populasinya (Notoatmodjo, 2007).
Mengacu Keoada Rancangan Analitik Potong Lintang (Cross Sectional),
Maka Agar Mempunyai Keterwakilan Maksimal Dari Populasi (N), Jumlah
populasi ini kurang dari 10.000 orang, maka penentuan besar sampel
menggunakan rumus Slovin (Nursalam, 2008) dengan rumus sebagai
berikut:.
N
n=
¿¿
Keterangan :

n : jumlah sampel

N : jumlah populasi

d : besar penyimpangan 0,1

681
n= 2
1+681(0 ,1 )

681
n=
1+6 ,81

681
n= =87 ,19=87
7 ,81

Hasil perhitungan menunjukan bahwa n1 = 87 balita. Sementara itu, sebagai


antisipasi adanya sampel yang drop out, maka dihitung nilai n2 yaitu jumlah
sampel awal ditambah 10% dari jumlah sampel tersebut sebagai berikut :

n2 =n1 + ( n1 x 10 % )

= 87 +(87 x 10% )

= 87 + 8,7 = 95,7

dibulatkan maka sampel penelitian adalah 96

D. Analisis data
1. Analisis univariat
Analisis ini dilakukan tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya
dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase tiap variabel
(Soekidjo, 2005). Analisis satu variabel digunakan untuk menggambarkan
variabel bebas dan variabel terikat yang disajikan dalam bentuk tabel dan
narasi.

26
2. Analisis Bivariat
Untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel,
sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat secara parsial dengan uji statistik yang digunakan adalah Chi-
Square.
Syarat - syarat chi square sebagai berikut
1) Sampel dipilih secara acak.
2) Setiap sel paling sedikit berisi frekuensi harapan sebesar 1 sel-sel
dengen frekuensi harapan kurang dari 5 tidak melebihi 20% dari total
sel.
3) Besar sampel sebaiknya 40
Syarat yang terdapat pada uji chi-square apabila tidak memenuhi syarat
digunakan uji alternatif yaitu uji fisher exact (Dahlan, 2017).
1) Untuk table 2x2 gunakan chi-square dengan korelasi yates (chi square
with contuinity correction).
2) Bila tabel 2x2 dan ada nilai sel dengan frekuensi harapan <5 maka uji
yang dipakai adalah fisher’s exact Test.
3) Bila tabelnya lebih dari 2x2 maka digunakan uji Pearson Chi-Square.
Keputusan hasil uji statistik dengan membandingkan nilai p-value dan
nilai α (0,05) ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut :
1) Jika p-value ≤ 0,05 berarti Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga antara
kedua variabel ada hubungan yang bermakna.
2) Jika p-value > 0,05 berarti Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga antara
kedua variabel tidak ada hubungan yang bermakna.

E. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian atau perangkat data yang digunakan untuk
pengumpulan data penelitian adalah :
1. Lembar observasi, berupa formulir yang digunakan untuk mendata
2. Lembar kuesioner

27
3. Alat tulis yang digunakan untuk mencatat segala sesuatu yang ditemukan
selama melaksanakan penelitian.
4. Kamera yang digunakan untuk mendokumentasikan selama melaksanakan
penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data


1. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer
dan data sekunder. Menurut (Sugiyono, 2010), data primer merupakan data
yang di dapat dari sumber pertama, sedangkan data sekunder merupakan
data primer yang diperoleh oleh orang lain atau data primer yang telah di
olah lebih lanjut, disajikan baik oleh pengumpulan data primer atau oleh
pihak lain yang pada umumnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel atau
diagram-diagram.
a. Data Primer
Data primer diperoleh langsung dari responden dengan menggunakan
lembar kuesioner yang berisikan tentang identitas responden dan hasil
pengukuran lembar observasi.
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang didapat
berdasarkan Laporan Dinas Kesehatan Kota Samarinda berupa data
surveilans kasus DBD, data DBD di wilayah kerja Puskesmas Air
Putih Samarinda, data jumlah rumah dan penduduk di Kelurahan Air
Putih Samarinda dan berbagai tinjauan pustaka baik dari buku, jurnal,
maupun situs internet yang data menunjang pembuatan Proposal
penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan menyebarkan kuisioner dan observasi kepada responden.
Kuesioner adalah pertanyaan maupun pernyataan tertulis yang diberikan
kepada responden untuk dijawab (Notoatmodjo, 2012).

28
3. Teknik Pengolahan Data
Setelah angket atau kuisioner responden dikumpulkan langkah
selanjutnya adalah melakukan pengolahan data dengan cara sebagai
berikut (Hidayat, 2014) :
a. Editing
Editing merupakan upaya dalam memeriksa kembali kebenaran
suatu data yang dimiliki atau yang telah dikumpulkan.
b. Coding
Coding merupakan pemberian kode angka (numeric) terhadap
suatu data dan dibagi kedalam beberapa kategori. Hal ini perlu
dilakukan jika kita mengelola dan menganalisis data menggunakan
computer. Dalam pengerjaannya akan dibuat daftar dari kode berserta
artinya guna mempermudah untuk melihat kembali arti dari kode dari
suatu variabel.
c. Tabulating
Tabulating ialah mengelompokkan data ke dalam table
berdasarkan sifat dari data tersebut.

G. Keabsahan Data
1. Uji Validitas
Validitas adalah derajat ketepatan suatu data dengan yang terjadi
pada objek penelitian terhadap data yang telah dilaporkan oleh peneliti
(Sugiyono, 2010). Menurut Nasution dalam Mudzkirah, 2016 Validitas
merupakan ukuran yang menyatakan bahwa variabel yang di ukur adalah
variabel yang benar-benar akan diteliti. Validitas dapat juga diartikan
sebagai instrument alat ukur yang mengukur apa yang seharusnya diukur.
2. Uji Reliabilitas
Penelitain in harus dilakukan uji reliabilitas untuk mengukur konsisten
atau tidaknya suatu kuisioner untuk mengukur hubungan variabel terhadap
variabel yang lainnya. Uji reabilitas harus didasari oleh pengambilan
keputusan yaitu alpha ˃ r tabel maka akan dikatakan dapat reliabel
sedangkan jika alpha < r tabel maka kuisioner dinyatakan tidak reliabel.

29
H. Jadwal Penelitian
Tabel 3.1 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

NO Nama Kegiatan Jun Jul Aug


1 Seminar Proposal
2 Revisi
3 Penelitian
4 Seminar Hasil
5 Revisi

6 Pendadaran

I. Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Skala
Variabel Definisi Alat Ukur Kriteria
Ukur
Penyakit yang terjadi Kuesioner 1. Pernah Ordinal
akibat perubahan fases dalam 6
selain dari frekuensi bulan
buang air besar atau terakhir
Kejadian Diare
mengalami buang air 2. Tidak pernah
besar (BAB) berupa
cairan sebanyak tiga kali
atau lebih.
Sarana Air Sumber air bersih Observasi 1. Tidak Nominal
Bersih adalah air yang memenuhi
digunakan untuk syarat
keperluan sehari-hari 2. Memenuhi
yang kualitasnya syarat
memenuhi syarat (Depkes

30
kesehatan RI,2002)
Pengelolaan sampah Observasi 1. Tidak Nominal
merupakan kegiatan memenuhi
pengendalian sampah syarat
Sarana mulai dari tempat 2. Memenuhi
Pengelolaan penyimpanan sementara, syarat
Sampah pengumpulan (Depkes
pengangkutan,pengolaha RI,2002)
n sampai pembuangan
akhir
Sarana Jamban Jamban adalah suatu Observasi 1. Tidak Nominal
Sehat bangunan yang memenuhi
digunakan untuk tempat syarat
membuang dan 2. Memenuhi
mengumpulkan kotoran syarat
atau najis manusia, biasa (Depkes
disebut kakus/wc. RI,2002)
Sehingga kotoran
tersebut akan tersimpan
dalam suatu tempat
tertentu dan tidak
menjadi penyebab atau
penyebaran penyakit dan
mengotori lingkungan
pemukiman.
Sarana Saluran Pembuangan Air Observasi 1. Tidak Nominal
Pembuangan Limbah (SPAL) adalah memenuhi
Air Limbah perlengkapan syarat
pengelolaan air limbah 2. Memenuhi
bisa berupa Pipa atau syarat
pun selainnya yang (Depkes

31
dipergunakan untuk RI,2002)
membantu air buangan
dari sumbernya sampai
ke tempat pengelolaan
atau ke tempat
pembuangan

32
DAFTAR PUSTAKA

Agtini, M., & Soenarto, S. (2011). Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela
Data dan Informasi Kesehatan, Vol. 2, 1-33.
Depkes RI. (2011). Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen
PPM dan PL.
Kemenkes RI. (2019). Riskesdas 2018. Samarinda: Lembaga Penerbit
Balitbangkes.
Lindayani, S., & Azizah, R. (2013). Hubungan Sarana Sanitasi Dasar Rumah
Dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Ngunut Kabupaten
Tulungagung. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 7, No. 1, 32-37.
Meliyanti, F. (2016). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare
pada Balita. Jurnal Ilmu Kesehatan Aisyah, Vol. 1, No. 2, 9-15.
Notoatmodjo. (2017). Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta:
PT.Rineka Cipta.
Nugraheni, D. (2012). Hubungan Kondisi Fasilitas Sanitasi Dasar dan Personal
dengan Kejadian Diare di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang.
JKM e-Journal FKM UNDIP, Vol. 1, No. 2, 922-933.
KEMENKES RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: BalitbangKemenkesRI.
KEMENKES RI. (2015). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: BalitbangKemenkesRI.
Rifai, R. (2016). Kebiasaan Cuci Tangan Ibu dan Kejadian Diare Anak: Studi di
Kutai Kartanegara. BKM Journal of Community Medicine and Public
Health, Vol. 32, No. 11, 409-414.
Rimbawati, Y., & Surahman, A. (2019). Hubungan Sanitasi Lingkungan Dengan
Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal 'Aisyiyah Medika, Vol. 4 No. 2, 189-
198 .
Sarmiyati, M. (2019). Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian
Diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Karanganyar Kabupaten
Pekalongan. JKM e-Journal FKM UNDIP, Vol. 7, No. 1, 388-395.
Siregar, Y. H. (2021). Hubungan Sanitasi Lingkungan Terhadap Kejadian Diare
pada Balita di Wilatyah Kerja Puskesmas Belongkut. Medan: UIN
Sumatera Utara.
Tambuwun, F., Ismanto, A., & Silolonga, W. (2015). Hubungan Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian pada Anak Usia Sekolah di Wilayah Kerja
Puskesmas Bahu Manado. e-Journal Keperawatan, Vol. 7, No. 2, 1-8.
Usfal, E. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Gizi Kurang
pada Balita Usia 37-59 Bulan di Puskesmas Kaubele Kecamatan Biboki
Moenleu Kabupaten Timor Tengah Utara. Kabupaten Semarang:
Universitas Ngudi Waluyo.
Wulandari, I. (2019). Hubungan Antara Sanitasi Dasar dan Kebiasaan Cuci
Tangan Pakai Sabun dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas Balerejo Kabupaten Madiun. Madiun: STIKES
Bhakti Husada Mulia Madiun.
WHO. (2013). Global Action Plan For The Prevention And Control Of
Noncommunicable Diseases 2013-2020. World Health Organization.
WHO, &Unicef. (2006). Meeting The MDG Drinking Water And Sanitation
Target: The Urban And Rural Challenge Of The Decade.The World
Health Organization, Geneva.World Health Organization.
Zubir. (2017). mengatasi diare dan keracunan pada balita. Jakarta: Kawan
Pustaka.

34
l

KUESIONER
Hubungan Sanitasi Dasar Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare Pada
Balita di Desa Sungai Sungai Meriam Tahun 2022

A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nomor Responden :
2. Nama Ibu :
3. Umur Ibu :

4. Alamat :
5. Jenis Kelamin : 1. Laki- Laki
2. Perempuan
6. Pendidikan : 1. Tidak sekolah/ tidak tamat SD
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Perguruan tinggi
7. Pekerjaan : 1. Tidak bekerja/IRT
2. Petani
3. Buruh
4. Swasta
5. PNS
6. Lain-lain…………..
8. Nama balita :
9. Umur balita :

Kode Pertanyaan Jawaban


A. Kejadian Diare Ya Tidak
Apakah balita dirumah anda pernah
A1 mengalami diare dalam kurun waktu 6
bulan terakhir ?

35
l

LEMBAR OBSERVASI
Komponen Yang Hasil
No Kriteria Nilai Bobot
Dinilai Penilaian
Sarana Sanitasi
25
a. Tidak ada
0
b. Ada, bukan milik sendiri dan
tidak memenuhi syarat 1
kesehatan.
1 c. Ada, milik sendiri dan tidak
Sarana Air Bersih 2
memenuhi syarat kesehatan.
d. Ada, bukan milik sendiri dan
3
memenuhi syarat kesehatan.
e. Ada, milik sendiri dan
4
memenuhi syarat kesehatan
a. Tidak ada 0
b. Ada, bukan leher angsa, tdk ada
tutup, disalurkan ke 1
sungai/kolam
Jamban (Sarana
2 c. Ada, bkn leher angsa ada tutup
pembuangan
(leher angsa) disalurkan ke 2
kotoran)
sungai/kolam.
d. Ada, bukan leher angsa ada
3
tutup, septic tank
e. Ada, leher angsa, septic tank 4
3 Sarana a. Tidak ada, sehingga tergenang
0
Pembuangan Air tidak teratur dihalaman rumah
Limbah (SPAL) b. Ada, diresapkan tetapi
mencemari sumber air (jarak 1
dengan sumber air < 10m)
c. Ada, dialirkan ke selokan
2
terbuka
d. Ada, diresapkan dan tidak
mencemari sumber air (jarak 3
dengan sumber air > 10 m)
e. Ada, dialirkan ke selokan 4
tertutup (saluran kota) untuk
diolah lebih lanjut.

36
l

a. Tidak ada 0
Sarana
b. Ada, tetapi tdk kedap air dan
4 Pembuangan 1
tidak ada tutup
Sampah (Tempat
c. Ada, kedap air dan tidak
Sampah) 2
tertutup.
d. Ada, kedap air dan tertutup. 3

Sumber : Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat 2010

37
39

Anda mungkin juga menyukai