Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

METEDOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF BIDANG OLAHRAGA

Disusun Oleh:
Rama
Farid
Yuda
Salman
Ramjan

Program Studi Pendidikan Olahraga


FALKUTAS ILMU PENDIDIKAN
UNITERSITA MUHAMMADIYAH JAKARTA

Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeug, Kec. Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten
Telp (021) 7492862
Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah yang
menjelaskan Tentang Penelitian Naratif/Fenomenologi.
Dalam proses penulisan makalah ini, terdapat kesulitan dan kendala yang
kami alami Namun, hal tersebut dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak.
Karena itu, kami Mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan Makalah ini.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam Makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki Makalah ini.
Kami berharap semoga Makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.

Cirendeu, 9 Desember 2023


KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................i
BAB l PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 latar belakang ..............................................................................................................1
2.1 Rumusan masalah belakang ........................................................................................1
3.1 Tujuan Masalah. ..........................................................................................................1

BAB II. PEMBAHASAN.........................................................................................................2


2.1 Pengertian Penelitian Kuantitatif.................................................................................. 5
2.2 Penelitian kuantitatif dalam pendidikan olaharaga...................................................... 6
2.3 Ciri – ciri Penelitian Kuantitatif.................................................................................... 7
2.4 Langkah-langkah Pada Penelitian Kuantitatif ............................................................. 8
2.5 Karakteristik Penelitian Kuantitatif ............................................................................. 9
2.6 Prosedur Penelitian Kuantitatif ....................................................................................12
2.7 Kelebihan Dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif......................................................13

BAB III PENUTUPAN.......................................................................................................................15


Kesimpulan........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Olahraga merupakan hal yang sangat dekat pada manusia kapan dan dimana saja berada. Sebab
olahraga merupakan salah satu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia.
Olahraga menempati salah satu kedudukan terpenting dalam kehidupan manusia. Dalam
kehidupan modern sekarang ini manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan olahraga baik
sebagai salah satu pekerjaan khusus, sebagai tontonan, rekreasi, mata pencaharian, kesehatan
maupun budaya.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidika yang memanfaatkan aktivitas
fisik dan kesehatan untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental dan emosional.
Tujuan Pendidikan Jasmani menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan
pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan
olahraga yang terpilih.
2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar.
4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang
terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja sama, percaya diri
dan demokratis.
6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai
informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran,
terampil serta memiliki sikap yang positif.

2.1 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang maka tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Pengertian Penelitian Kuantitatif
2. Penelitian Kuantitatif Pada Bidang Olahraga
3. Ciri – Ciri Penelitian Kuantitatif
4. Langkah-langkah Pada Penelitian Kuantitatif
5. Karakteristik Pada Penelitian Kuantitatif
6. Kelebihan Dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif

3.1 Tujuan
Berdasarkan latar belakang maka tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Mengetahui Pengertian Penelitian Kuantitatif
2. Mengetahui Penelitian Kuantitatif Pada Bidang Olahraga
3. Mengetahui Ciri – ciri Penelitian Kuantitatif
4. Mengetahui Langkah-langkah Pada Penelitian Kuantitatif
5. Mengetahui Karakteristik Penelitian Kuantitatif
6. Mengetahui Kelebihan Dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Penelitian Kualitatif Naratif


Penelitian naratif merupakan laporan bersifat narasi yang menceritakan urutan peristiwa secara
terperinci. Dalam desain riset naratif, peneliti menggambarkan kehidupan seseorang dengan
mengumpulkan cerita tentang kehidupan sesorang dan mendeskripsikannya dalam bentuk
narasi (Connelly & Clandinin, 1990). Riset naratif biasanya berfokus pada studi seseorang atau
individu tunggal dan bagaimana individu tersebut memberikan makna terhadap pengalamannya
melalui cerita-cerita yang disampaikan. Jadi, pengumpulan data oleh peneliti dapat dilakukan
dengan cara mengumpulkan cerita dari pengalaman individu kemudian membahas makna
pengalaman itu bagi individu.

Riset naratif biasanya digunakan ketika peneliti berkehendak atau berkeinginan untuk
menceritakan cerita atau pengalaman seseorang dan ingin melaporkan cerita mereka.
McCarthey(1994) menyatakan bahwa Riset naratif dapat ditulis dengan pendekatan kualitatif
dalam bentuk sastra persuasif yang memiliki relevansi kuat dengan literatur yang tersedia.
Dengan melakukan riset naratif, peneliti harus membuat hubungan yang baik dengan partisipan
agar peneliti maupun partisipan merasa nyaman dengan proses penelitian yang dilakukan.

Desain riset naratif baru ditinjau secara luas dalam bidang pendidikan pada tahun 1990.
Tokoh pendidikan Clandinin & Connelly (1990) untuk pertama kalinya yang memberikan
tinjauan penelitian naratif dalam bidang pendidikan yaitu aplikasi penelitian naratif dalam ilmu
sosial, menguraikan proses pengum-pulan catatan-catatan naratif dan mendiskusikan struktur
atau kerangka penelitian dan penulisan laporan penelitian naratif. Tren atau kecenderungan
mempengaruhi perkembangan riset naratif dalam bidang pendidikan meliputi: (1) Adanya
peningkatan perhatian pada refleksi guru, (2) Perhatian lebih ditekankan pada pengetahuan
guru (apa yang mereka tahu, bagaimana mereka berpikir, bagaimana mereka menjadi
profesional, dan bagaimana mereka membuat tindakan dalam kelas), (3) Peneliti mencoba
mengangkat cerita guru dan dilaporkan sebagai pengalaman mereka.

Penelitian naratif memiliki banyak bentuk, menggunakan beragam praktik analitis, dan
berakar pada beragam ilmu sosial dan humaniora. “Naratif” disini mungkin adalah fenomena
yang sedang dipelajari, misalnya narasi tentang penyakit, atau mungkin merupakan metode
yang digunakan dalam studi, misalnya prosedur dalam menganalisis suatu cerita (Clandinin &
Connelly, 2000). Sebagai metode, Riset naratif ini dimulai dari pengalaman dan diekspresikan
dalam cerita yang disampaikan oleh individu. Para peneliti mencari cara untuk menganalisis
dan memahami cerita tersebut. Maka, riset naratif dapat juga didefinisikan sebagai tipe desain
kualitatif yang spesifik dimana narasinya dipahami sebagai teks yang dituturkan atau dituliskan
dengan menceritakan rangkaian suatu peristiwa yang terhubung secara kronologis. Prosedur
dalam pelaksanaan riset ini dimulai dengan memfokuskan pada pengkajian terhadap satu atau
dua individu, mengumpulkan data melalui cerita individu, melaporkan pengalaman individu,
dan menyusun kronologis dan makna dari pengalaman tersebut (atau menggunakan tahapan
pengalaman hidup (life course stages).

2.2 Jenis- Jenis Penelitian Naratif


Penelitian naratif merupakan kategori dari penelitian praktis ketika peneliti membuat laporan naratif
dari suatu cerita individu. Peneliti kualitatif yang merencanakan studi naratif perlu pengenalan terhadap
masing-masing jenis riset naratif. Sebab, jenis-jenis naratif memiliki stuktur dan bahan rujukan yang
berbeda-beda. Dalam studi naratif mempertimbangkan jenis naratif apa yang digunakan dalam
penelitian, tetapi hal yang lebih penting adalah mengetahui karakteristik essensial dari tiap-tiap jenis
naratif yang digunakan dalam riset tersebut. Lima pertanyaan berikut ini yang akan membantu dalam
menentukan jenis studi naratif, meliputi (Creswell 2012: 503):

1. Siapa yang menulis atau mencatat cerita?


Menentukan siapa penulis atau pencatat cerita merupakan hal mendasar dalam riset naratif
yang berbeda dari lainnya.

2. Berapa banyak cerita dari suatu kehidupan yang dicatat dan disajikan?
Dalam pendidikan, studi naratif secara khusus tidak meliputi laporan dari suatu keseluruhan
kehidupan, tetapi malah berfokus pada satu bagian atau peristiwa tunggal dalam kehidupan
individu.

3. Siapa yang memberikan cerita?


Pertanyaan ketiga ini bertujuan untuk mempelajari lebih dekat siapa yang membagikan cerita.
Faktor khusus ini relevan dalam pendidikan, dimana tipe pendidik menjadi pusat perhatian
dalam beberapa studi naratif. Misalnya, cerita guru yang merupakan catatan pribadi mengenai
pengalamannya di kelas mereka sendiri. Sebagai peneliti berperan melaporkan cerita guru yang
berhasil direkamnya terkait dengan kehidupan guru sebagai professional ataupun si pembelajar
di dalam kelas.

4. Apakah suatu pandangan teoritis digunakan?


Suatu pandangan teoritis dalam penelitian naratif adalah pedoman perspektif atau ideologi
yang memberikan kerangka untuk menyokong dan menulis laporan.

5. Dapatkah bentuk naratif dikombinasikan?


Suatu studi naratif kebanyakan adalah biografi karena peneliti hanya menulis dan melaporkan
tentang cerita partisipan dalam penelitiannya. Penelitian dapat terfokus pada studi pribadi dari
individu. Hal ini dapat menunjukkan suatu peristiwa dalam kehidupan guru, misalnya
pemecatan guru dari sekolah. Jika partisipannya adalah seorang wanita, maka peneliti akan
menggunakan teoritis “feminist” untuk menguji kekuatan dan mengontrol masalahnya. Peneliti
akhirnya dapat menghasilkan suatu riset naratif dari kombinasi unsur-unsur yang berbeda yaitu
gabungan dari biografi, personal account, cerita guru dan perspektif “feminist”.

Jenis Penelitian naratif berdasarkan analisisnya antara lain adalah auto-biografi, biografi,
dokumen pribadi, riwayat hidup, personal accounts, etnobiografi, dan autoetnografi. Penjelasan
dari masing-masing jenis riset naratif tersebut adalah sebagai berikut:
1. Autobiografi merupakan bentuk studi naratif dimana individu yang menjadi subjek studi yang
menulis laporannya.
2. Biografi adalah bentuk studi naratif dimana peneliti menulis dan mencatat pengalaman orang
lain. Pembaca dapat menganalisa biografi tersebut sehingga dapat menentukan siapa yang
menulis dan mencatat cerita.
3. Riwayat hidup adalah suatu naratif dari keseluruhan pengalaman hidup seseorang meliputi
peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Dari hasil riset naratif riwayat hidup ini,
pembaca dapat menganalisa serta melihat seberapa banyak suatu kehidupan yang dapat dicatat
dan disajikan oleh penulis.
4. Personal account adalah suatu naratif mengenai seseorang. Sebagai contoh, naratif guru
tentang pengalamannya di dalam kelas. Studi naratif yang lain berfokus pada siswa di dalam
kelas. Individu lain yang dapat memberikan cerita misalnya tenaga admnistrasi pendidikan,
pramusaji, tukang kebun dan tenaga kependidikan yang lain. Dengan ini pembaca dapat
melihat siapa yang memberikan cerita.

2.3 Karakteristik Riset Naratif


Seperti kebanyakan penelitian kualitatif, tinjauan kepustakaan memberikan peran kecil,
khususnya dalam mengarahkan pertanyaan penelitian, dan peneliti menekankan pentingnya
belajar dari partisipan dalam suatu ranah. Pembelajaran ini terjadi melalui cerita yang
dikisahkan oleh seseorang, seperti guru dan siswa. Cerita merupakan datanya dan biasanya
peneliti mengumpul-kannya melalui wawancara atau percakapan informal. Cerita ini
disebut field texts(teks lapangan) (Clandinin & Connelly, 2000) yang merupakan data kasar
bagi peneliti untuk dianalisis ketika peneliti menceritakan kembali kisah tersebut berdasarkan
elemen naratif, seperti pemasalahan, tokoh, ranah, tindakan, dan resolusi.
Proses Penelitian Karakteristik Penelitian Karakteristik Penelitian Naratif
Mengidentifikasi · Permasalahan kualitatif membutuhkan · Mencoba memahami dan
masalah penelitian eksplorasi dan pemahaman. merepresentasikan pengalaman
melalui cerita-cerita yang dialami dan
dikisahkan individu-individu
Tinjauan kepustakaan · Kepustakaan kualitatif memainkan · Mencoba meminimalkan penggunaan
peran kecil. kepustakaan dan memfokuskan pada
· Kepustakaan kualitatif menjustifikasi pengalaman individu-individu
permasalahn penelitian.
Mengembangkan · Pernyataan tentang maksud penelitian · Mencoba mengeksplorasi makna
pernyataan tentang dan pertanyaan penelitian kualitatif pengalaman individu seperti yang
maksud penelitian dan luas dan umum. dikisahkan melalui suatu cerita atau
pertanyaan penelitian. · Pernyataan tentang maksud penelitian berbagai cerita.
dan pertanyaan penelitian kualitatif
mencari pengalaman partisipan.
Mengumpulkan data · Mengumpulkan data kualitatif · Mencoba mengumpulkan field
kualitatif didasarkan pada penggunaan protocol texts (teks lapangan) yang
yang dikembangkan selama penelitian. mendokumentasikan cerita individu
· Mengumpulkan data kualitatif dengan kata-katanya sendiri.
melibatkan mengumpulkan data teks
atau gambar.
· Mengumpulkan data kualitatif
melibatkan mempelajari sejumlah kecil
individu atau tempat.
Menganalisis dan · Analisis data kualitatif berupa analisis · Mencoba manganalisis cerita dengan
menginterpretasi data teks. menceritakan kembali kisah individu.
kualitatif. · Mencoba manganalisis cerita dengan
mengidentifikasi tempat atau kategori
informasi.
· Mencoba menempatkan cerita dalam
tempat atau ranah.
· Mencoba manganalisis cerita untuk
informasi kronologis tentang masa
lalu, masa kini, dan masa depan
individu.
Menulis dan · Penelitian kualitatif melaporkan · Mencoba berkolaborasi dengan
mengevaluasi penggunaan struktur yang fleksibel dan partisipan ketika menulis penelitian.
penelitian. yang muncul serta criteria evaluasi. · Mencoba menulis ceritanya dengan
· Peneliti kualitatif mengambil cara bercerita (Strorytelling) yang
pendekatan refleksif dan terbias. fleksibel.
· Mencoba mengevaluasi penelitian
berdasarkan kedalaman, keakuratan,
persuasivitas, dan realisme ceritanya.

Tujuh karakteristik utama riset naratif yaitu :

1. Pengalaman Individu
Pengalaman dalam riset naratif bersifat personal, yaitu apa yang dialami individu dan sosial
(individu saat berinteraksi dengan orang lain). Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa
pengalaman individu merupakan lensa sentral untuk memahami seseorang. Clandinin &
Connelly (2000) melihat pengalaman sebagai sesuatu yang berkelanjutan, dimana satu
pengalaman akan memunculkan pengalaman yang lain. Jadi, peneliti naratif terfokus pada
bagaimana memahami riwayat atau pengalaman masa lalu individu dan bagaimana pengalaman
itu memberikan kontribusi pada pengalaman saat ini serta yang akan datang.

2. Kronologi Pengalaman
Memahami masa lalu maupun masa kini dan masa depan individu merupakan salah satu kunci
lain dalam riset naratif. Riset naratif menganalisis dan melaporkan suatu kronologi pengalaman
seorang individu. Ketika peneliti fokus pada pemahaman suatu pengalaman, maka pengalaman
itu akan mem-berikan informasi tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan partisipan.
Kronologi dalam rancangan naratif berarti bahwa peneliti menganalisis dan menulis tentang
kehidupan seseorang individu dengan menggunakan sekuensi waktu atau kronologi kejadian.
Contohnya, dalam suatu penelitian tentang penggunaan teknologi komputer oleh seorang guru
di ruang kelas SMA, peneliti akan memasukkan informasi tentang pengenalan komputer yang
dilakukan oleh guru, penggunaan komputer saat ini, dan tujuan serta harapan adanya
penggunaan di masa mendatang. Cerita kemudian akan dilaporkan oleh peneliti dalam bentuk
deskripsi tentang sekuensi guru tersebut.

3. Pengumpulan cerita individu


Untuk mengembangkan prespektif kronologis pengalaman seseorang, peneliti naratif meminta
kepada partisipan untuk menceritakan sebuah kisah (atau beberapa kisah) tentang
pengalamannya. Peneliti naratif mengumpulkan cerita dari beberapa sumber data. Field
texts (teks lapangan) mempresentasikan informasi dari sumber-sumber yang berbeda yang
dikumpulkan oleh peneliti dalam satu rancangan naratif. Pengumpulan data dari peneliti naratif
berupa diskusi, percakapan, atau wawancara antara seorang peneliti dan seorang individu.
Jurnal atau catatan harian juga merupakan bentuk lain untuk mengumpulkan cerita, seperti
halnya catatan lapangan (field notes) yang ditulis oleh peneliti atau partisipan.

4. Menceritakan kembali
Setelah individu bercerita tentang pengalamannya, peneliti menyampaikan/ menceritakan/
memetakan kembali cerita tersebut dengan kalimatnya sendiri. Saat menceritakan kembali
merupakan proses dimana peneliti mengumpulkan cerita, lalu menganalisis untuk menemukan
inti dari cerita (misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan), dan setelah itu menuliskan kembali
cerita tersebut untuk mendapatkannya dalam urutan kronologis. Terdapat tiga tahapan dalam
proses menceritakan kembali menurut Assjari dan Permanarian (2010) yaitu :
a. Hasil wawancara yang diperoleh peneliti ditranskripsi dari rekaman audio yang ditunjukkan
dalam kolom pertama sebagai data mentah.
b. Peneliti mentranskripsi ulang data mentah tersebut dengan cara mengidentifikasi elemen-
elemen kunci dari cerita. Pengulangan transkripsi ditunjukkan pada kolom kedua. Elemen-
elemnen yang menjadi kunci cerita diletakkan dibagian bawah tabel agar memudahkan peneliti
mengindikasikan kode terkait setting, karakter, tindakan, masalah ataupun penyelesaian
konflik.
c. Pengorganisasian kode kunci kedalam sebuah urutan yang disajikan dtulisan. Pengerjaan
transkipsi tersebut untuk mengidentifikasi elemen-elemen dalam cerita dan menceritakan
kembali secara logis sesuai dengan urutannya.

5. Proses pengkodean tema


Seperti halnya penelitian kualitatif yang lain, data yang diperoleh dapat disegmentasi menjadi
tema. Seperti semua peneliti kualitatif, peneliti meng-identifikasi sejumlah kecil tema ini ke
dalam uraian tentang cerita individu atau memasukkannya sebagai bagian terpisah dalam
penelitian. Peneliti naratif biasanya menyuguhkan tema setelah menceritakan kembali
kisahnya.

6. Konteks atau setting


Peneliti naratif menggambarkan secara rinci konteks atau setting dimana partisipan mengalami
fenomena dalam ceritanya. Setting dalam riset naratif bisa berupa teman, keluarga, tempat
kerja, rumah, organisasi sosial, atau sekolah. Dalam beberapa studi naratif, catatan tentang .

7. Berinteraksi dengan partisipan


Di sepanjang proses penelitian, peneliti naratif berinteraksi dengan partisipan yang diteliti.
Interaksi dalam riset naratif berarti bahwa peneliti secara aktif melibatkan partisipan dalam
proses penelitian. Interaksi ini melibatkan banyak langkah dalam proses penelitian, mulai dari
memformasikan suatu fenomena, memilih tipe field texts mana yang akan dipakai untuk
mencatat informasi, sampai menuliskan kembali cerita dari pengalaman partisipan. Interaksi ini
melibatkan penegosasian hubungan antara peneliti dan partisipan untuk mengurangi adanya
kesenjangan antara cerita yang disampaikan dan cerita yang dilaporkan (Clandinin & Connelly,
2000).

2.4 Langkah-langkah dalam Melakukan Penelitian Naratif


Peneliti yang melakukan studi naratif melewati proses yang sama tanpa
memperhatikan jenis atau bentuk penelitian naratif.

1. Mengidentifikasi sebuah fenomena untuk diteliti yang mengarah pada permasalahan di dunia
pendidikan Proses penelitian diawali dengan memberikan pusat perhatian yang khusus pada
masalah penelitian untuk diteliti dan diidentifikasi. Walaupun fenomena yang diangkat dalam
penelitian merupakan suatu cerita, peneliti tetap perlu mengidentifikasi masalahnya. Artinya,
peneliti berusaha memahami pengala-man pribadi seseorang khususnya dalam lingkup
pendidikan.

2. Memilih responden yang dapat memberikan informasi bagi peneliti berkenaan dengan
fenomena yang akan diteliti Peneliti selanjutnya mencari seseorang/ partisipan yang bisa
memberikan pemahaman tentang fenomena tersebut. Partisipan tersebut mungkin adalah
seseorang yang kritis untuk belajar karena telah mengalami masalah-masalah atau situasi
tertentu. Meskipun kebanyakan studi naratif hanya meneliti satu individu saja, sebenarnya riset
ini juga dapat mempelajari beberapa individu dalam sebuah proyek, sehingga nantinya akan
banyak cerita yang mungkin bertentangan atau saling mendukung satu sama lain

3. Mengumpulkan cerita dari individu bersangkutan


Peneliti mengumpulkan data (field texts) yang dapat memberikan cerita dari pengalaman
partisipan. Langkah terbaik yang kemungkinan dapat dilakukan untuk mengumpulkan cerita
adalah melalui percakapan atau wawancara langsung dengan partisipan. Peneliti juga dapat
mengumpulkan data (field texts) dari sumber yang lain, seperti jurnal atau catatan harian yang
dibuat sendiri oleh partisipan, mengamati partisipan lalu membuat “field note”, mengumpulkan
surat-surat yang dikirim oleh partisipan, mengumpulkan cerita partisipan dari anggota
keluarganya, mengumpulkan dokumen resmi, foto, dan barang pribadi yang lain milik
partisipan, serta mencatat pengalaman hidup partisipan (Clandinin & Connelly, 2000).

4. Restory atau menceritakan kembali cerita responden


Proses ini meliputi pemeriksaan data kasar/mentah, mengidentifikasi unsur-unsur cerita di
dalamnya, mengurutkan atau mengorganisir unsur-unsur cerita kemudian menyaji ulang cerita
yang menggambarkan pengalaman partisipan. Peneliti perlu melakukan restory menjadi urutan
yang logis agar pendengar dan pembaca lebih memahami cerita yang disampaikan oleh
partisipan.

5. Berkolaborasi dengan partisipan


Peneliti secara aktif berinteraksi langsung dengan partisipan sepanjang proses penelitian seperti
negoisasi agar peneliti bisa memasuki tempat penelitian dan bekerja secara dekat dengan
partisipan. Sehingga, peneliti bisa mendapatkan field text tentang pengalaman partisipan, lalu
menulis dan menceritakan pengalaman tersebut dengan kata-kata peneliti sendiri.

6. Menuliskan pengalaman partisipan dalam bentuk laporan naratif


Langkah utama dalam proses penelitian yaitu peniliti harus mampu menuliskan dan
menyajikan cerita dari pengalaman partisipan. Upaya peneliti untuk menyampaikan kembali
makna dari cerita partisipan merupakan pusat perhatian dalam laporan naratif. Selanjutnya
peneliti harus menyertakan suatu analisis untuk menyoroti tema khusus yang muncul sepanjang
cerita.

7. Validasi keakuratan laporan


Peneliti juga perlu memvalidasi keakuratan dari laporan naratifnya. Validasi dapat dilakukan
dengan cara memberikan laporan naratif kepada partisipan (member checking), triangulasi
antara sumber data, dan mencari bukti yang dapat membantu menentukan keakuratan dan
kredibilitas laporan naratif.

2.5 Evaluasi riset Naratif

Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif, penelitian naratif harus mengikuti kriteria
penelitian kualitatif. Di samping itu, terdapat beberapa aspek tertentu yang dapat
dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian naratif dalam membaca
dan mengevaluasi studi naratif. Beberapa Kriteria pertanyaan penelitian naratif yang dapat
menentukan apakah riset naratif yang dilaporkan peneliti memiliki kualitas yang baik atau
belum menurut Creswell, 2012:516 adalah :
1. Apakah peneliti fokus terhadap pengalaman individu ?
2. Adakah fokus pada satu atau beberapa individu ?
3. Apakah peneliti mengumpulkan cerita dari individu ?
4. Apakah peneliti menceritakan kembali cerita partisipan ?
5. Dalam menceritakan kembali, apakah cerita partisipan sebaik cerita yang didengarkan oleh
peneliti ?
6. Apakah peneliti mengidentifikasi tema yang mewakili cerita tersebut ?
7. Apakah cerita memasukkan informasi tentang waktu atau tempat dari individu ?
8. Apakah cerita tersebut memiliki urutan yang kronologis meliputi masa lampau, masa
sekarang dan masa depan ?
9. Adakah bukti bahwa peneliti berkolaborasi dengan partisipan ?
10. Apakah cerita tersebut cukup mengarah pada pertanyaan dan tujuan dari peneliti ?

Kriteria kualitas beserta indikator kualitas riset naratif ditunjukkan dalam Tabel di bawah
ini yang didasarkan pada saran-saran Clandinin dan Connelly (2000) dan Riessman (2008).

Indikator Kualitas yang Indikator Kualitas yang Lebih


Kriteria Kualitas
Lebih Tinggi Rendah
Penelitian naratif Peneliti memfokuskan pada Peneliti meneliti lebih dari dua orang
memfokuskan pada satu seorang individu (atau dua individu, sehingga kisah yang
atau dua individu. orang individu) dan diceritakan lebih merupakan cerita
memberikan alasan mengapa kolektif daripada cerita terperinci
individu ini dipilih untuk tentang pengalaman hidup seseorang.
potret naratif.
Peneliti melaporkan Peneliti memberi pembaca Peneliti tidak terlalu terperincimen
pengalaman hidup pemahaman tentang ceritakan tentang pengalaman hidup
individu dengan detail. kehidupan seseorang melalui seorang
detail-detail yang jelas dari individu sehingga pembaca tidak
pengalaman mereka. mendapatkan pemahaman yang benar
dan utuhtentang pengalaman hidup
individu.
Peneliti mengambil Peneliti menyatukan banyak Peneliti menyajikan peristiwa acak
cerita mereka dan cerita dari jalan cerita yang tidak menyatu dalam suatu jalan
menceritakannya individu, yang sering kali cerita tentang kehidupan individu.
kembali, mungkin diceritakan dalam suatu
untuk mengembangkan kronologi. Peneliti
kronologi kejadian. memahamkan peristiwa kunci
dalam cerita ini.
Laporan akhir Peneliti mendeskripsikan Peneliti hanya melaporkan cerita
mendeskripsikan konteks yang lebih luas dari tentang individu tanpa menempatkan
konteks cerita, kehidupan individu, kehidupannya dalam konteks
ranahnya, dan beberapa misalnya keluarga, teman, pekerjaan, keluarga dan sebagainya.
orang yang terlibat. pekerjaan, kegiatan, minat, Dalam tipe naratif ini, kita tidak
hobi dan lain-lain. Informasi memahami ranah yang lebih luas
ini dikumpulkan melalui dimana pengalaman individu itu ada.
wawancara, observasi,
dokumen yang ada di luar
individu.
Peneliti melaporkan Peneliti, setelah Peneliti membatasi narasi pada cerita
tema yang muncul di mendeskripsikan individu individu dan tidak menganalisis data
cerita. dan konteksnya, untuk menyimpulkan tema yang
mengemukakan beberapa menyuguhkan peristiwa utama atau
tema penting yang muncul ide yang terkandung dalam cerita itu.
dari ceritanya. Tema-tema
ini dapat diorganisasikan
secara kronologis atau
disajikan untuk
mengilustrasikan berbagai
peristiwa yang signifikan
dalam kehidupan individu.
Peneliti naratif Peneliti mengundang Peneliti menceritakan cerita objektif
berkolaborasi erat partisipan untuk memeriksa tanpa memeriksa-balik dengan
dengan partisipan yang data yang dikumpulkan dan partisipan tentang keakuratan
menyediakan cerita. melibatkan partisipan dalam ceritanya dan bagaimana cerita itu
membentuk cerita final yang sebaliknya diceritakan.
diceritakan dalam narasi.

2.6 Definisi Penelitian Fenomenologi


Istilah fenomenologi secara etimologis berasal dari kata fenomena dan Logos.Fenomena berasal dari
kata kerja Yunani “phainesthai”yang berarti Menampak, dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom,
dan fosfor yang artinya sinar Atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja, tampak, terlihat karena
bercahaya. Dalam bahasa kita berarti cahaya. Secara harfiah fenomena diartikan sebagai gejala Atau
sesuatu yang menampakkan.

Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama,fenomena selalu “menunjuk ke luar” atau
berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua,fenomena dari sudut kesadaran kita, karena
fenomenologi selalu berada dalam Kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus
terlebih dahulu Melihat “penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni (Denny
Moeryadi, 2009).Donny (2005: 150) menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentang Esensi-esensi
kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan Kesadaran. Fenomenologi juga
merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk Menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi
bermakna metode pemikiran untuk Memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan
pengetahuan yang ada Dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan
apriori/prasangka, Dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam
filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.

Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami dalam kesadaran Individu, yang disebut
sebagai intensionalitas. Intensionalitas (intentionality), Menggambarkan hubungan antara proses yang
terjadi dalam kesadaran dengan obyek Yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam term
fenomenologi, pengalaman atau Kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat adalah melihat
sesuatu, mengingat Adalah mengingat sesuatu, menilai adalah menilai sesuatu. Sesuatu itu adalah obyek
Dari kesadaran yang telah distimulasi oleh persepsi dari sebuah obyek yang “real” Atau melalui
tindakan mengingat atau daya cipta (Smith, etc., 2009: 12). Intensionalitas tidak hanya terkait dengan
tujuan dari tindakan manusia, tetapi juga Merupakan karakter dasar dari pikiran itu sendiri. Pikiran
tidak pernah pikiran itu Sendiri, melainkan selalu merupakan pikiran atas sesuatu. Pikiran selalu
memiliki Obyek. Hal yang sama berlaku untuk kesadaran. Intensionalitas adalah keterarahan Kesa-
daran (directedness of consciousness). Dan intensionalitas juga merupa-kan Keterarahan tindakan,
yakni tindakan yang bertujuan pada satu obyek. Fenomenologis dapat dideskripsikan sebagai penerapan
metode kualitatif dalam rangka menggali dan mengungkap kesamaan makna dari sebuah konsep atau
fenomena yang menjadi pengalaman hidup sekelompok individu. Tujuan dari penelitian fenomenologis
adalah mereduksi pengalaman individual terhadap suatu fenomena ke dalam deskripsi yang
menjelaskan tentang esensi universal dari fenomena tersebut. Fenomenolog berupaya ”memahami
esensi dari suatu fenomena”. contoh esensi universal dari suatu fenomena yaitu duka cita, Duka cita
adalah fenomena yang dialami oleh individu secara universal. Duka cita memiliki esensi universal yang
dialami oleh individu terlepas dari siapa objek yang hilang atau meninggalkannya sehingga sekelompok
individu tersebut berduka. Entah orang terdekatnya yang hilang atau hewan peliharaan yang
disayanginya, duka cita memiliki esensi universal sehingga sangat mungkin diteliti secara
fenomenologis.

2.7 konsep Dasar

Peneliti dalam pandangan berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan kaitannya terhadap orang
orang biasa dalam situasi tertentu.Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
pandangan Edmund Hisserl dan Alfred Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang memberi
tekanan pada Versthn, yaitu pengertian interpreatif terhadap pemahaman manusia. Fenomenologi tidak
berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang orang yang sedang diteliti oleh mereka.
Inkuiri Fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk mengungkap
pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek
subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek
yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang
dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Para fenomenolog
percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman
melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa pengertian pengalaman kitalah yang membentuk
kenyataan.

2.8 Prinsip Dasar Fenomenologi

Anley deetz (dalam littlejohn, 1999:200) menyimpulkan tiga prinsip dasar dalam fenomenologi
yaitu pengetahuan, makna dan bahasa.Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan
dari pengalaman tetapi ditemukan secara langsung dari pengalaman yang disadari “conscious
experience”. Contoh, untuk mendapatkan nilai yang bagus dari dosen saya harus rajin baik masuk
kuliah, mengerjakan tugas dan tentu saja mempunyai hubungan yang baik dengan dosen pengasuh mata
kuliah. Hal ini bukan disimpulkan secara tidak sadar dari pengalaman-pengalaman tetapi di temukan
langsung dari pengalaman yang saya sadari.

Makna dari sesuatu tergantung dari apa kegunaan sesuatu tersebut dalam kehidupan individu.
Dengan kata lain, bagaimana hubungan kita dengan sesuatu ditentukan oleh apa makna sesuatu tersebut
dalam kehidupan kita. Contoh, komputer jinjing (laptop) bagi seorang anak-anak berfungsi sebagai alat
permainan games, bagi seorang mahasiswa berguna untuk mengetik tugas dan browsing internet, tetapi
bagi seorang pialang saham laptop adalah sarana untuk bermain valas dalam memperoleh penghasilan.

Bahasa adalah sarana makna. Kita mengalami dan memaknai dunia sosial kitamelalui bahasa yang
kita gunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan duniasosial tersebut. Contoh, kita bisa dengan
mudah mengatakan bahwa sesuatu benda mempunyai makna tertentu dari label-label yang melekat
padanya seperti ikan itu adalah binatang yang hidup di air walaupun tidak semua yang hidup di air itu
adalah ikan. Contoh lainnya adalah televisi misalnya adalah suatu kotak (walaupun tidaksemua televisi
berbentuk kotak) yang mempunyai layar berfungsi menyiarkan gambar-gambar hidup berupa hiburan,
berita atau yang lainnya bahkan dari tempat yang jauh dan seterusnya.

2.9 Prosedur penelitian Fenomenologi


Riset fenomenologis selalu berusaha untuk mereduksi pengalaman-pengalaman personal ke dalam
kesamaan pemaknaan atau esensi universal (essentializing) dari suatu fenomena yang dialami secara
sadar oleh sekelompok individu. Perlu dicatat sekali lagi bahwa pengalaman tersebut merupakan
pengalaman individual. Peneliti mengumpulkan cerita dari sekelompok individu untuk dicari kesamaan
maknanya. Bila kita melakukan studi fenomenologi, maka cerita oral tentang pengalaman hidup
menjadi bentuk data primer yang wajib dikumpulkan. Untuk memperoleh data tersebut tentu saja
dibutuhkan keterbukaan informan untuk mengungkapkan apa yang dialaminya di masa lalu. Beberapa
langkah perlu dipahami ketika melaksanakan riset fenomenologis.

Menurut Cresswell pakar metodologi memaparkan langkah-langkah berikut:

1. Peneliti memastikan bahwa apakah rumusan masalah yang dibuat relevan untuk diteliti
menggunakan pendekatan fenomenologis. Rumusan masalah penelitian yang relevan
menerapkan fenomenologi adalah masalah penelitian dimana sangat penting untuk memahami
pengalaman pribadi yang dirasakan sekelompok individu terhadap suatu fenomena yang
dialaminya. Pemahaman terhadap pengalaman tersebut sekiranya nanti dapat membantu proses
mengembangkan kebijakan atau untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap
fenomena yang diteliti.

2. Dalam menyusun masalah penelitian, peneliti menangkap fenomena untuk dipertanyakan


maknanya bagi sekelompok individu yang mengalaminya. Misalnya, apa maknanya menjadi
seorang profesional, apa maknanya menjadi korban HIV/AIDS, apa maknanya kehilangan
sesuatu atau orang yang disayangi, dan lain sebagainya.

3. Peneliti sebagai manusia harus sejauh mungkin meninggalkan pengalaman pribadinya terkait
dengan fokus penelitiannya. Upaya ini disebut dengan ”bracket out”. Bracket out dilakukan
untuk membantu peneliti memperoleh pemahaman sedalam dan se-objektif mungkin fenomena
yang dialami secara personal oleh informan tanpa terkontaminasi oleh pengalaman peneliti
sendiri. Sebagai contoh studi fenomenologis tentang orang-orang yang baru saja patah hati.
Fenomenolog harus sejauh mungkin menginggalkan pengalamannya patah hati, misalnya.

4. Data fenomenologis berupa narasi deskriptif yang dikumpulkan dari cerita individu yang
mengalami suatu fenomena yang diteliti. Data riset fenomenologis diperoleh dari wawancara
mendalam dengan sekelompok individu. Jumlahnya tidak dapat ditentukan. Beberapa peneliti
merekomendasikan antara 5-25 orang. Pertanyaan yang diajukan seorang fenomenolog bisa
beragam. Tipikalnya, peneliti menanyakan tentang apa yang dialami dan bagaimana fenomena
tersebut bisa dialami.

5. Proses analisis data pada prinsipnya mirip dengan analisis kualitatif lainnya, yaitu data
ditranskrip, lalu dengan merujuk pada rumusan masalah, peneliti melakukan koding, klastering,
labelling secara tematik dan melakukan interpretasi. Proses tersebut berlangsung bolak-balik
sebagaimana analisis data kualitatif pada umumnya.

6. masing-masing tema yang muncul dalam proses analisis mengandung narasi verbatim.
Secara garis besar berupa deskripsi tekstual tentang apa yang dialami oleh partisipan dan
bagaimana mereka mengalaminya. Dari deskripsi tekstual tersebut peneliti
mendeskripsikan esensi universal dari fenomena yang ditelitinya. Tipikal deskripsi tektual
yang disusun dalam riset fenomenologi adalah terdiri dari paragraf yang cukup panjang dan
mendalam.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
1. Riset naratif merupakan tipe desain kualitatif yang spesifik berupa narasi sebagai teks yang
dituliskan dengan menceritakan urutan peristiwa secara terpernci
2. Jenis riset naratif meliputi autobiografi, biografi, riwayat hidup, personal account dan auto-
etnografi.
3. Karakteristik riset naratif terdiri atas pengalaman individu, kronologi pengalaman,
mengumpulkan cerita individu, menceritakan kembali, mengode untuk tema, konteks atau
setting serta kolaborasi dengan partisipan.
4. Langkah-langkah dalam melakukan riset naratif adalah identifikasi fenomena suatu masalah,
memilih partisipan, menyampaikan cerita yang diperoleh dari partisipan, restory atau
menceritakan kembali, berinteraksi dengan partisipan dan menulis pengalaman partisipan
dalam laporan naratif, serta menvalidasi keakuratan laporan.
5. Aspek yang dapat dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian
naratif intinya berpusat pada partisipan dan cerita yang akan di-laporkan adalah sesuai dengan
penyampaian dari partisipan.
6. Fenomenologi Memfokuskan Perhatiannya Terhadap Pengalaman Sadar Seorang Individu. Teor
komunikasi Yang Masuk Dalam Fenomenologi Berpandangan Bahwa Manusia Secara Aktif
Menginterpretasikan pengalaman mereka, sehingga mereka dapat memahami lingkungannya
melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungan. Fenomenologi memberikan
penekanan sangat kuat pada persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Assjari dan Permanarian. 2010. Desain Penelitian Naratif. JASSI, 9 : 172 – 183

Chan, Elaine. 2010. Living in the Space Between Participant and Researcher as a Narrative Inquirer:
Examining Ethnic Identity of Chinese Canadian Students as Conflicting Stories to Live
By. The Journal of Education Research, 103:113-122.

Connelly, F. M., Clandinin, D. J. Story of Experience and Narrative Inquiry. Education Research.
1s(5):2-14

Connelly, F. M., Clandinin, D. J. 2000. Narrative Inquiry: Experience and Story in Qualitative
Research: Jossey-Bass

Creswell, J. W. 2012. Education Research Planning Conducting and Evaluating Qualitative and
Quantitative Research. New Jersey: Pearson Education, Inc

Kari, et al. 2015. Claiming Space: An Autoethnographic Study of Indigenous Graduate Students
Engaged in Language Reclamation. 17(2), 73-91

Riessman, C.K. 2008. Narrative Methods for the Human Sciences. Los Angeles : Sage.

Sandelowski, Margarete. 1991. Telling Stories: Narrative Approaches in Qualitative Research.


IMAGE : Journal of Nursing Scholarship, 23 (3), 161-166.

Anda mungkin juga menyukai