Disusun Oleh:
Rama
Farid
Yuda
Salman
Ramjan
Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeug, Kec. Ciputat Tim., Kota Tangerang Selatan, Banten
Telp (021) 7492862
Kata Pengantar
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah yang
menjelaskan Tentang Penelitian Naratif/Fenomenologi.
Dalam proses penulisan makalah ini, terdapat kesulitan dan kendala yang
kami alami Namun, hal tersebut dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak.
Karena itu, kami Mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan Makalah ini.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,
baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam Makalah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki Makalah ini.
Kami berharap semoga Makalah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.
Olahraga merupakan hal yang sangat dekat pada manusia kapan dan dimana saja berada. Sebab
olahraga merupakan salah satu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi oleh setiap manusia.
Olahraga menempati salah satu kedudukan terpenting dalam kehidupan manusia. Dalam
kehidupan modern sekarang ini manusia tidak bisa dipisahkan dari kegiatan olahraga baik
sebagai salah satu pekerjaan khusus, sebagai tontonan, rekreasi, mata pencaharian, kesehatan
maupun budaya.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidika yang memanfaatkan aktivitas
fisik dan kesehatan untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental dan emosional.
Tujuan Pendidikan Jasmani menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan
pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan
olahraga yang terpilih.
2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar.
4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang
terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja sama, percaya diri
dan demokratis.
6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai
informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran,
terampil serta memiliki sikap yang positif.
3.1 Tujuan
Berdasarkan latar belakang maka tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:
1. Mengetahui Pengertian Penelitian Kuantitatif
2. Mengetahui Penelitian Kuantitatif Pada Bidang Olahraga
3. Mengetahui Ciri – ciri Penelitian Kuantitatif
4. Mengetahui Langkah-langkah Pada Penelitian Kuantitatif
5. Mengetahui Karakteristik Penelitian Kuantitatif
6. Mengetahui Kelebihan Dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif
BAB II
PEMBAHASAN
Riset naratif biasanya digunakan ketika peneliti berkehendak atau berkeinginan untuk
menceritakan cerita atau pengalaman seseorang dan ingin melaporkan cerita mereka.
McCarthey(1994) menyatakan bahwa Riset naratif dapat ditulis dengan pendekatan kualitatif
dalam bentuk sastra persuasif yang memiliki relevansi kuat dengan literatur yang tersedia.
Dengan melakukan riset naratif, peneliti harus membuat hubungan yang baik dengan partisipan
agar peneliti maupun partisipan merasa nyaman dengan proses penelitian yang dilakukan.
Desain riset naratif baru ditinjau secara luas dalam bidang pendidikan pada tahun 1990.
Tokoh pendidikan Clandinin & Connelly (1990) untuk pertama kalinya yang memberikan
tinjauan penelitian naratif dalam bidang pendidikan yaitu aplikasi penelitian naratif dalam ilmu
sosial, menguraikan proses pengum-pulan catatan-catatan naratif dan mendiskusikan struktur
atau kerangka penelitian dan penulisan laporan penelitian naratif. Tren atau kecenderungan
mempengaruhi perkembangan riset naratif dalam bidang pendidikan meliputi: (1) Adanya
peningkatan perhatian pada refleksi guru, (2) Perhatian lebih ditekankan pada pengetahuan
guru (apa yang mereka tahu, bagaimana mereka berpikir, bagaimana mereka menjadi
profesional, dan bagaimana mereka membuat tindakan dalam kelas), (3) Peneliti mencoba
mengangkat cerita guru dan dilaporkan sebagai pengalaman mereka.
Penelitian naratif memiliki banyak bentuk, menggunakan beragam praktik analitis, dan
berakar pada beragam ilmu sosial dan humaniora. “Naratif” disini mungkin adalah fenomena
yang sedang dipelajari, misalnya narasi tentang penyakit, atau mungkin merupakan metode
yang digunakan dalam studi, misalnya prosedur dalam menganalisis suatu cerita (Clandinin &
Connelly, 2000). Sebagai metode, Riset naratif ini dimulai dari pengalaman dan diekspresikan
dalam cerita yang disampaikan oleh individu. Para peneliti mencari cara untuk menganalisis
dan memahami cerita tersebut. Maka, riset naratif dapat juga didefinisikan sebagai tipe desain
kualitatif yang spesifik dimana narasinya dipahami sebagai teks yang dituturkan atau dituliskan
dengan menceritakan rangkaian suatu peristiwa yang terhubung secara kronologis. Prosedur
dalam pelaksanaan riset ini dimulai dengan memfokuskan pada pengkajian terhadap satu atau
dua individu, mengumpulkan data melalui cerita individu, melaporkan pengalaman individu,
dan menyusun kronologis dan makna dari pengalaman tersebut (atau menggunakan tahapan
pengalaman hidup (life course stages).
2. Berapa banyak cerita dari suatu kehidupan yang dicatat dan disajikan?
Dalam pendidikan, studi naratif secara khusus tidak meliputi laporan dari suatu keseluruhan
kehidupan, tetapi malah berfokus pada satu bagian atau peristiwa tunggal dalam kehidupan
individu.
Jenis Penelitian naratif berdasarkan analisisnya antara lain adalah auto-biografi, biografi,
dokumen pribadi, riwayat hidup, personal accounts, etnobiografi, dan autoetnografi. Penjelasan
dari masing-masing jenis riset naratif tersebut adalah sebagai berikut:
1. Autobiografi merupakan bentuk studi naratif dimana individu yang menjadi subjek studi yang
menulis laporannya.
2. Biografi adalah bentuk studi naratif dimana peneliti menulis dan mencatat pengalaman orang
lain. Pembaca dapat menganalisa biografi tersebut sehingga dapat menentukan siapa yang
menulis dan mencatat cerita.
3. Riwayat hidup adalah suatu naratif dari keseluruhan pengalaman hidup seseorang meliputi
peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Dari hasil riset naratif riwayat hidup ini,
pembaca dapat menganalisa serta melihat seberapa banyak suatu kehidupan yang dapat dicatat
dan disajikan oleh penulis.
4. Personal account adalah suatu naratif mengenai seseorang. Sebagai contoh, naratif guru
tentang pengalamannya di dalam kelas. Studi naratif yang lain berfokus pada siswa di dalam
kelas. Individu lain yang dapat memberikan cerita misalnya tenaga admnistrasi pendidikan,
pramusaji, tukang kebun dan tenaga kependidikan yang lain. Dengan ini pembaca dapat
melihat siapa yang memberikan cerita.
1. Pengalaman Individu
Pengalaman dalam riset naratif bersifat personal, yaitu apa yang dialami individu dan sosial
(individu saat berinteraksi dengan orang lain). Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa
pengalaman individu merupakan lensa sentral untuk memahami seseorang. Clandinin &
Connelly (2000) melihat pengalaman sebagai sesuatu yang berkelanjutan, dimana satu
pengalaman akan memunculkan pengalaman yang lain. Jadi, peneliti naratif terfokus pada
bagaimana memahami riwayat atau pengalaman masa lalu individu dan bagaimana pengalaman
itu memberikan kontribusi pada pengalaman saat ini serta yang akan datang.
2. Kronologi Pengalaman
Memahami masa lalu maupun masa kini dan masa depan individu merupakan salah satu kunci
lain dalam riset naratif. Riset naratif menganalisis dan melaporkan suatu kronologi pengalaman
seorang individu. Ketika peneliti fokus pada pemahaman suatu pengalaman, maka pengalaman
itu akan mem-berikan informasi tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan partisipan.
Kronologi dalam rancangan naratif berarti bahwa peneliti menganalisis dan menulis tentang
kehidupan seseorang individu dengan menggunakan sekuensi waktu atau kronologi kejadian.
Contohnya, dalam suatu penelitian tentang penggunaan teknologi komputer oleh seorang guru
di ruang kelas SMA, peneliti akan memasukkan informasi tentang pengenalan komputer yang
dilakukan oleh guru, penggunaan komputer saat ini, dan tujuan serta harapan adanya
penggunaan di masa mendatang. Cerita kemudian akan dilaporkan oleh peneliti dalam bentuk
deskripsi tentang sekuensi guru tersebut.
4. Menceritakan kembali
Setelah individu bercerita tentang pengalamannya, peneliti menyampaikan/ menceritakan/
memetakan kembali cerita tersebut dengan kalimatnya sendiri. Saat menceritakan kembali
merupakan proses dimana peneliti mengumpulkan cerita, lalu menganalisis untuk menemukan
inti dari cerita (misalnya, waktu, tempat, plot, dan adegan), dan setelah itu menuliskan kembali
cerita tersebut untuk mendapatkannya dalam urutan kronologis. Terdapat tiga tahapan dalam
proses menceritakan kembali menurut Assjari dan Permanarian (2010) yaitu :
a. Hasil wawancara yang diperoleh peneliti ditranskripsi dari rekaman audio yang ditunjukkan
dalam kolom pertama sebagai data mentah.
b. Peneliti mentranskripsi ulang data mentah tersebut dengan cara mengidentifikasi elemen-
elemen kunci dari cerita. Pengulangan transkripsi ditunjukkan pada kolom kedua. Elemen-
elemnen yang menjadi kunci cerita diletakkan dibagian bawah tabel agar memudahkan peneliti
mengindikasikan kode terkait setting, karakter, tindakan, masalah ataupun penyelesaian
konflik.
c. Pengorganisasian kode kunci kedalam sebuah urutan yang disajikan dtulisan. Pengerjaan
transkipsi tersebut untuk mengidentifikasi elemen-elemen dalam cerita dan menceritakan
kembali secara logis sesuai dengan urutannya.
1. Mengidentifikasi sebuah fenomena untuk diteliti yang mengarah pada permasalahan di dunia
pendidikan Proses penelitian diawali dengan memberikan pusat perhatian yang khusus pada
masalah penelitian untuk diteliti dan diidentifikasi. Walaupun fenomena yang diangkat dalam
penelitian merupakan suatu cerita, peneliti tetap perlu mengidentifikasi masalahnya. Artinya,
peneliti berusaha memahami pengala-man pribadi seseorang khususnya dalam lingkup
pendidikan.
2. Memilih responden yang dapat memberikan informasi bagi peneliti berkenaan dengan
fenomena yang akan diteliti Peneliti selanjutnya mencari seseorang/ partisipan yang bisa
memberikan pemahaman tentang fenomena tersebut. Partisipan tersebut mungkin adalah
seseorang yang kritis untuk belajar karena telah mengalami masalah-masalah atau situasi
tertentu. Meskipun kebanyakan studi naratif hanya meneliti satu individu saja, sebenarnya riset
ini juga dapat mempelajari beberapa individu dalam sebuah proyek, sehingga nantinya akan
banyak cerita yang mungkin bertentangan atau saling mendukung satu sama lain
Sebagai salah satu bentuk penelitian kualitatif, penelitian naratif harus mengikuti kriteria
penelitian kualitatif. Di samping itu, terdapat beberapa aspek tertentu yang dapat
dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian naratif dalam membaca
dan mengevaluasi studi naratif. Beberapa Kriteria pertanyaan penelitian naratif yang dapat
menentukan apakah riset naratif yang dilaporkan peneliti memiliki kualitas yang baik atau
belum menurut Creswell, 2012:516 adalah :
1. Apakah peneliti fokus terhadap pengalaman individu ?
2. Adakah fokus pada satu atau beberapa individu ?
3. Apakah peneliti mengumpulkan cerita dari individu ?
4. Apakah peneliti menceritakan kembali cerita partisipan ?
5. Dalam menceritakan kembali, apakah cerita partisipan sebaik cerita yang didengarkan oleh
peneliti ?
6. Apakah peneliti mengidentifikasi tema yang mewakili cerita tersebut ?
7. Apakah cerita memasukkan informasi tentang waktu atau tempat dari individu ?
8. Apakah cerita tersebut memiliki urutan yang kronologis meliputi masa lampau, masa
sekarang dan masa depan ?
9. Adakah bukti bahwa peneliti berkolaborasi dengan partisipan ?
10. Apakah cerita tersebut cukup mengarah pada pertanyaan dan tujuan dari peneliti ?
Kriteria kualitas beserta indikator kualitas riset naratif ditunjukkan dalam Tabel di bawah
ini yang didasarkan pada saran-saran Clandinin dan Connelly (2000) dan Riessman (2008).
Fenomena dapat dipandang dari dua sudut. Pertama,fenomena selalu “menunjuk ke luar” atau
berhubungan dengan realitas di luar pikiran. Kedua,fenomena dari sudut kesadaran kita, karena
fenomenologi selalu berada dalam Kesadaran kita. Oleh karena itu dalam memandang fenomena harus
terlebih dahulu Melihat “penyaringan” (ratio), sehingga mendapatkan kesadaran yang murni (Denny
Moeryadi, 2009).Donny (2005: 150) menuliskan fenomenologi adalah ilmu tentang Esensi-esensi
kesadaran dan esensi ideal dari obyek-obyek sebagai korelasi dengan Kesadaran. Fenomenologi juga
merupakan sebuah pendekatan filosofis untuk Menyelidiki pengalaman manusia. Fenomenologi
bermakna metode pemikiran untuk Memperoleh ilmu pengetahuan baru atau mengembangkan
pengetahuan yang ada Dengan langkah-langkah logis, sistematis kritis, tidak berdasarkan
apriori/prasangka, Dan tidak dogmatis. Fenomenologi sebagai metode tidak hanya digunakan dalam
filsafat tetapi juga dalam ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.
Penelitian fenomenologis fokus pada sesuatu yang dialami dalam kesadaran Individu, yang disebut
sebagai intensionalitas. Intensionalitas (intentionality), Menggambarkan hubungan antara proses yang
terjadi dalam kesadaran dengan obyek Yang menjadi perhatian pada proses itu. Dalam term
fenomenologi, pengalaman atau Kesadaran selalu kesadaran pada sesuatu, melihat adalah melihat
sesuatu, mengingat Adalah mengingat sesuatu, menilai adalah menilai sesuatu. Sesuatu itu adalah obyek
Dari kesadaran yang telah distimulasi oleh persepsi dari sebuah obyek yang “real” Atau melalui
tindakan mengingat atau daya cipta (Smith, etc., 2009: 12). Intensionalitas tidak hanya terkait dengan
tujuan dari tindakan manusia, tetapi juga Merupakan karakter dasar dari pikiran itu sendiri. Pikiran
tidak pernah pikiran itu Sendiri, melainkan selalu merupakan pikiran atas sesuatu. Pikiran selalu
memiliki Obyek. Hal yang sama berlaku untuk kesadaran. Intensionalitas adalah keterarahan Kesa-
daran (directedness of consciousness). Dan intensionalitas juga merupa-kan Keterarahan tindakan,
yakni tindakan yang bertujuan pada satu obyek. Fenomenologis dapat dideskripsikan sebagai penerapan
metode kualitatif dalam rangka menggali dan mengungkap kesamaan makna dari sebuah konsep atau
fenomena yang menjadi pengalaman hidup sekelompok individu. Tujuan dari penelitian fenomenologis
adalah mereduksi pengalaman individual terhadap suatu fenomena ke dalam deskripsi yang
menjelaskan tentang esensi universal dari fenomena tersebut. Fenomenolog berupaya ”memahami
esensi dari suatu fenomena”. contoh esensi universal dari suatu fenomena yaitu duka cita, Duka cita
adalah fenomena yang dialami oleh individu secara universal. Duka cita memiliki esensi universal yang
dialami oleh individu terlepas dari siapa objek yang hilang atau meninggalkannya sehingga sekelompok
individu tersebut berduka. Entah orang terdekatnya yang hilang atau hewan peliharaan yang
disayanginya, duka cita memiliki esensi universal sehingga sangat mungkin diteliti secara
fenomenologis.
Peneliti dalam pandangan berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan kaitannya terhadap orang
orang biasa dalam situasi tertentu.Sosiologi fenomenologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
pandangan Edmund Hisserl dan Alfred Schultz. Pengaruh lainnya berasal dari Weber yang memberi
tekanan pada Versthn, yaitu pengertian interpreatif terhadap pemahaman manusia. Fenomenologi tidak
berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang orang yang sedang diteliti oleh mereka.
Inkuiri Fenomenologis memulai dengan diam. Diam merupakan tindakan untuk mengungkap
pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh kaum fenomenologis adalah aspek
subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia konseptual para subyek
yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang
dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Para fenomenolog
percaya bahwa pada makhluk hidup tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman
melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa pengertian pengalaman kitalah yang membentuk
kenyataan.
Anley deetz (dalam littlejohn, 1999:200) menyimpulkan tiga prinsip dasar dalam fenomenologi
yaitu pengetahuan, makna dan bahasa.Pengetahuan adalah kesadaran. Pengetahuan tidak disimpulkan
dari pengalaman tetapi ditemukan secara langsung dari pengalaman yang disadari “conscious
experience”. Contoh, untuk mendapatkan nilai yang bagus dari dosen saya harus rajin baik masuk
kuliah, mengerjakan tugas dan tentu saja mempunyai hubungan yang baik dengan dosen pengasuh mata
kuliah. Hal ini bukan disimpulkan secara tidak sadar dari pengalaman-pengalaman tetapi di temukan
langsung dari pengalaman yang saya sadari.
Makna dari sesuatu tergantung dari apa kegunaan sesuatu tersebut dalam kehidupan individu.
Dengan kata lain, bagaimana hubungan kita dengan sesuatu ditentukan oleh apa makna sesuatu tersebut
dalam kehidupan kita. Contoh, komputer jinjing (laptop) bagi seorang anak-anak berfungsi sebagai alat
permainan games, bagi seorang mahasiswa berguna untuk mengetik tugas dan browsing internet, tetapi
bagi seorang pialang saham laptop adalah sarana untuk bermain valas dalam memperoleh penghasilan.
Bahasa adalah sarana makna. Kita mengalami dan memaknai dunia sosial kitamelalui bahasa yang
kita gunakan untuk mendefinisikan dan mengekspresikan duniasosial tersebut. Contoh, kita bisa dengan
mudah mengatakan bahwa sesuatu benda mempunyai makna tertentu dari label-label yang melekat
padanya seperti ikan itu adalah binatang yang hidup di air walaupun tidak semua yang hidup di air itu
adalah ikan. Contoh lainnya adalah televisi misalnya adalah suatu kotak (walaupun tidaksemua televisi
berbentuk kotak) yang mempunyai layar berfungsi menyiarkan gambar-gambar hidup berupa hiburan,
berita atau yang lainnya bahkan dari tempat yang jauh dan seterusnya.
1. Peneliti memastikan bahwa apakah rumusan masalah yang dibuat relevan untuk diteliti
menggunakan pendekatan fenomenologis. Rumusan masalah penelitian yang relevan
menerapkan fenomenologi adalah masalah penelitian dimana sangat penting untuk memahami
pengalaman pribadi yang dirasakan sekelompok individu terhadap suatu fenomena yang
dialaminya. Pemahaman terhadap pengalaman tersebut sekiranya nanti dapat membantu proses
mengembangkan kebijakan atau untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap
fenomena yang diteliti.
3. Peneliti sebagai manusia harus sejauh mungkin meninggalkan pengalaman pribadinya terkait
dengan fokus penelitiannya. Upaya ini disebut dengan ”bracket out”. Bracket out dilakukan
untuk membantu peneliti memperoleh pemahaman sedalam dan se-objektif mungkin fenomena
yang dialami secara personal oleh informan tanpa terkontaminasi oleh pengalaman peneliti
sendiri. Sebagai contoh studi fenomenologis tentang orang-orang yang baru saja patah hati.
Fenomenolog harus sejauh mungkin menginggalkan pengalamannya patah hati, misalnya.
4. Data fenomenologis berupa narasi deskriptif yang dikumpulkan dari cerita individu yang
mengalami suatu fenomena yang diteliti. Data riset fenomenologis diperoleh dari wawancara
mendalam dengan sekelompok individu. Jumlahnya tidak dapat ditentukan. Beberapa peneliti
merekomendasikan antara 5-25 orang. Pertanyaan yang diajukan seorang fenomenolog bisa
beragam. Tipikalnya, peneliti menanyakan tentang apa yang dialami dan bagaimana fenomena
tersebut bisa dialami.
5. Proses analisis data pada prinsipnya mirip dengan analisis kualitatif lainnya, yaitu data
ditranskrip, lalu dengan merujuk pada rumusan masalah, peneliti melakukan koding, klastering,
labelling secara tematik dan melakukan interpretasi. Proses tersebut berlangsung bolak-balik
sebagaimana analisis data kualitatif pada umumnya.
6. masing-masing tema yang muncul dalam proses analisis mengandung narasi verbatim.
Secara garis besar berupa deskripsi tekstual tentang apa yang dialami oleh partisipan dan
bagaimana mereka mengalaminya. Dari deskripsi tekstual tersebut peneliti
mendeskripsikan esensi universal dari fenomena yang ditelitinya. Tipikal deskripsi tektual
yang disusun dalam riset fenomenologi adalah terdiri dari paragraf yang cukup panjang dan
mendalam.
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
1. Riset naratif merupakan tipe desain kualitatif yang spesifik berupa narasi sebagai teks yang
dituliskan dengan menceritakan urutan peristiwa secara terpernci
2. Jenis riset naratif meliputi autobiografi, biografi, riwayat hidup, personal account dan auto-
etnografi.
3. Karakteristik riset naratif terdiri atas pengalaman individu, kronologi pengalaman,
mengumpulkan cerita individu, menceritakan kembali, mengode untuk tema, konteks atau
setting serta kolaborasi dengan partisipan.
4. Langkah-langkah dalam melakukan riset naratif adalah identifikasi fenomena suatu masalah,
memilih partisipan, menyampaikan cerita yang diperoleh dari partisipan, restory atau
menceritakan kembali, berinteraksi dengan partisipan dan menulis pengalaman partisipan
dalam laporan naratif, serta menvalidasi keakuratan laporan.
5. Aspek yang dapat dipertimbangkan oleh para pembaca dan pengevaluasi suatu penelitian
naratif intinya berpusat pada partisipan dan cerita yang akan di-laporkan adalah sesuai dengan
penyampaian dari partisipan.
6. Fenomenologi Memfokuskan Perhatiannya Terhadap Pengalaman Sadar Seorang Individu. Teor
komunikasi Yang Masuk Dalam Fenomenologi Berpandangan Bahwa Manusia Secara Aktif
Menginterpretasikan pengalaman mereka, sehingga mereka dapat memahami lingkungannya
melalui pengalaman personal dan langsung dengan lingkungan. Fenomenologi memberikan
penekanan sangat kuat pada persepsi dan interpretasi dari pengalaman subjektif manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Assjari dan Permanarian. 2010. Desain Penelitian Naratif. JASSI, 9 : 172 – 183
Chan, Elaine. 2010. Living in the Space Between Participant and Researcher as a Narrative Inquirer:
Examining Ethnic Identity of Chinese Canadian Students as Conflicting Stories to Live
By. The Journal of Education Research, 103:113-122.
Connelly, F. M., Clandinin, D. J. Story of Experience and Narrative Inquiry. Education Research.
1s(5):2-14
Connelly, F. M., Clandinin, D. J. 2000. Narrative Inquiry: Experience and Story in Qualitative
Research: Jossey-Bass
Creswell, J. W. 2012. Education Research Planning Conducting and Evaluating Qualitative and
Quantitative Research. New Jersey: Pearson Education, Inc
Kari, et al. 2015. Claiming Space: An Autoethnographic Study of Indigenous Graduate Students
Engaged in Language Reclamation. 17(2), 73-91
Riessman, C.K. 2008. Narrative Methods for the Human Sciences. Los Angeles : Sage.