Anda di halaman 1dari 1

Adapun mengenai hukum memegang Al-Qur’an Terjemahan atau Al-Quran yang berupa Tafsiriyah

Ma’nawiyah ini dalam keadaan tanpa wudhu dijelaskan dalam I’anatut Thalibin sebagai berikut:

‫ قوله زاد أى على المصحف يقينا أما إذا كان التفسير أقل أو مساويا أو‬،‫وال يحرم حمل المصحف مع تفسيره وال مسه زاد ولو احتماال‬
‫مشكوكا في قلته و كثرته فال يحل‬

Tidak diharamkan membawa mushaf beserta tafsirnya, juga tidak diharamkan menyentuh Al-Quran
yang tafsirnya melebihi Al-Qur’annya walaupun hanya kemungkinan.

Maksud perkataan “melebihi” adalah tafsirnya melebihi mushafnya secara yakin. Adapun jika
tafsirnya lebih sedikit dari Al-Quran atau sama atau diragukan tentang sedikit dan banyaknya, maka
tidak boleh menyentuhnya.

Manahil al-Irfan dijelaskan bahwa terjemah terbagi menjadi dua. Pertama, terjemah harfiyyah, yakni
penerjemahan Al-Qur’an per kata dengan memberikan pada masing-masing kata dalam Al-Qur’an
dengan makna yang sesuai (dalam hal ini menggunakan bahasa Indonesia) tanpa adanya loncatan
penerjemahan untuk mewujudkan runtutan arti yang sesuai. Kedua, terjemah tafsiriyyah, yaitu
penerjemahan Al-Qur’an yang lebih dominan dalam hal mewujudkan rangkaian makna yang sesuai
dan mudah dipahami, sehingga penerjemahan dengan model seperti ini sering terjadi loncatan kata
yang terdapat dalam Al-Qur’an (Muhammad Abdul Adzim Az-Zarqani, Manahil al-Irfan, juz 2, hal.
80). Terjemahan yang biasanya kita temui dan digunakan oleh khalayak umum termasuk dalam
kategori terjemah Tafsiriyyah, sebab jika diteliti secara mendalam banyak sekali ditemukan
lompatan-lompatan makna yang tidak sesuai dengan runtutan kata yang terdapat dalam Al-Qur’an,
hal ini dikarenakan tujuan penulisan terjemah tersebut lebih ke arah memahamkan pembaca pada
maksud dalam kata Al-Qur’an secara umum, bukan mengartikan per-kosa kata dalam Al-Qur’an.
Segala jenis terjemah, baik terjemah tafsiriyyah ataupun harfiyyah tidak berstatus sebagai tafsir yang
dapat merubah Al-Qur’an menjadi dapat dipegang meski dalam keadaan hadats. Sebab arti tafsir
sendiri adalah:

‫ متناوال‬،‫ بطريق اجمالي أو تفسيري‬،‫ هو التوضيح لكالم هللا تعالى سواء كانت بلغة األصل {اللغة العربية} أم بغيرها‬:‫وان التفسير‬
‫“ كافة المعانى والمقاصد أو مقتصرا على بعضها دون بعض‬

Tafsir adalah memperjelas kalam Allah, baik dengan menggunakan bahasa asli (bahasa Arab) atau
dengan Bahasa yang lain. Baik penjelasan secara global ataupun dengan cara penafsiran . mencakup
terhadap keseluruhan makna dan maksud dalam Al-Qur’an ataupun meringkas dengan sebagian
makna dan tujuan tanpa menjelaskan makna dan tujuan yang lain” (Muhammad Abdul Adzim Az-
Zarqani, Manahil al-Irfan, Juz 2, Hal. 80) Terjemahan Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang memperjelas
kandungan makna dalam Al-Qur’an, akan tetapi hanya sebatas mengartikan kata yang terdapat
dalam Al-Qur’an, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai tafsir. Oleh sebab itu, maka orang yang
memegang terjemahan wajib dalam keadaan suci ketika memegang atau membawa Al-Qur’an
terjemahan. Hukum ini ditegaskan dalam kitab Nihayah az-Zain:

‫أما ترجمة المصحف المكتوبة تحت سطوره فال تعطي حكم التفسير بل تبقى للمصحف حرمة مسه وحمله كما أفتى به السيد أحمد‬
‫“ دحالن‬Adapun terjemahan mushaf Al-Qur’an yang ditulis dibawah kertas dari mushaf maka tidak
dihukumi sebagai tafsir, akan tetapi tetap berstatus sebagai mushaf yang haram memegang dan
membawanya (dalam keadaan hadats), hukum ini seperti halnya yang difatwakan oleh Sayyid
Ahmad Dahlan.” (Muhammad Nawawi al-Bantani, Nihayah az-Zain juz. 1, Hal. 33)

Anda mungkin juga menyukai