Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 22 Agustus 2023

Waktu : 08:30-11:00
Biofisik I PJP : Rini Kurniasih S.Si, M.Si
Asisten : Muhamad Renza Fajriansyah
G8401201078

BIOFISIK

Kelompok 5

Rizky Ramadhan Sanusi B0401221105


Nadelia Beryan Titioka B0401221132
Alvin Taniharja B0401221145
Nadine Arsyavianti Salsabila B0401221156

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

IPB UNIVERSITY 2023


ASPEK BIOFISIK
BOBOT JENIS (BJ), TEGANGAN PERMUKAAN, & EMULSI

PENDAHULUAN
A. Bobot Jenis
Bobot jenis merupakan perbandingan relatif antara massa jenis suatu zat dengan
massa jenis air murni pada volume dan suhu yang sama (SNI 1996). Nilai bobot jenis
dipengaruhi oleh komponen-komponen kimia yang terkandung di dalamnya. Besar
kecilnya nilai bobot jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen
yang terkandung didalamnya. Maka dari itu, apabila semakin besar fraksi berat yang
terkandung di dalam ekstrak, maka semakin besar pula nilai bobot jenisnya (Nurjanah et
al. 2017). Salah satu faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat adalah temperatur,
dimana pada suhu tinggi senyawa yang diukur berat jenisnya dapat menguap sehingga
dapat mempengaruhi bobot jenisnya, dengan demikian sama halnya pada suhu sangat
rendah dapat menyebabkan senyawa membeku sehingga sulit dihitung bobot jenisnya.
(Suhendy et al. 2022) Penentuan bobot jenis ini bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan kimia yang terlarut pada suatu ekstrak (Depkes RI 2000).

B. Tegangan Permukaan
Tegangan permukaan adalah gaya persatuan panjang yang harus dikerjakan sejajar
permukaan untuk mengimbangi gaya tarikan kedalam pada cairan. Hal tersebut terjadi
karena pada permukaan, gaya adhesi (antara cairan dan udara) lebih kecil dari pada gaya
kohesi antara molekul cairan sehingga menyebabkan terjadinya gaya kedalam pada
permukaan cairan. (Jumini dan Sri 2015) Tegangan permukaan bervariasi antara berbagai
cairan. Air memiliki tegangan permukaan yang tinggi dan merupakan agen pembasah
(wetting agent) yang buruk karena berbentuk droplet misalnya tetesan air hujan pada kaca
depan mobil. Permukaan air membentuk suatu lapisan atau film yang cukup kuat
sehingga beberapa serangga dapat berjalan diatasnya. Alkohol memiliki tegangan
permukaan yang lebih rendah daripada air. (Ali Mukti et al. 2023)
Menurut Nyoman Kertiasa, terdapat faktor yang mempengaruhi tegangan
permukaan adalah: 1) Suhu, seiring peningkatan suhu membuat tegangan permukaan
menurun, karena meningkatnya energi kinetic molekul. Hal tersebut mengakibatkan gaya
interaksi antar molekul zat cair akan meregang. Seiring bertambahnya suhu maka
tegangan permukaan zat cair akan semakin berkurang, (Ali Mukti et al. 2023) 2) Zat
terlarut (salute), keberadaan zat terlarut dalam suatu cairan akan mempengaruhi tegangan
permukaan. Penambahan zat terlarut akan meningkatkan viskositas larutan, sehingga
tegangan permukaan akan bertambah besar. Tetapi apabila zat yang berada di permukaan
cairan membentuk lapisan monomolecular, maka akan menurunkan tegangan permukaan,
zat tersebut biasa disebut dengan surfaktan (Ali Mukti et al. 2023), 3) Surfaktan. (surface
active agents), zat yang dapat mengaktifkan permukaan, karena cenderung untuk
terkonsentrasi pada permukaan atau antar muka. Surfaktan mempunyai orientasi yang
jelas sehingga cenderung pada rantai lurus. Sabun merupakan salah satu contoh dari
surfaktan, 4) Jenis Cairan, Pada umumnya cairan yang memiliki gaya tarik antar
molekulnya besar, seperti air, maka tegangan permukaannya juga besar. Sebaliknya pada
cairan seperti bensin karena gaya tarik antar molekulnya kecil, maka tegangan
permukaannya juga kecil, 5) Konsentrasi zat terlarut (solut) suatu larutan biner
mempunyai pengaruh terhadap sifat-sifat larutan termasuk tegangan muka dan adsorpsi
pada permukaan larutan. Telah diamati bahwa solut yang ditambahkan kedalam larutan
akan menurunkan tegangan muka, karena mempunyai konsentrasi di permukaan yang
lebih besar daripada di dalam larutan. Sebaliknya solut yang penambahannya kedalam
larutan menaikkan tegangan muka mempunyai konsentrasi di permukaan yang lebih kecil
daripada di dalam larutan (Ali Mukti et al. 2023).

C. Emulsi
Emulsi adalah jenis khusus dari dispersi koloid, yang memiliki setidaknya satu
dimensi antara sekitar 1 dan 1000 nm. Fase terdispersi kadang-kadang disebut sebagai
fase internal, dan kontinu sebagai fase eksternal. Emulsi juga membentuk jenis sistem
koloid yang agak istimewa karena tetesan sering melebihi ukuran terbatas 1000 nm
(Hisprastin & Nuwarda, 2018). Penentuan tipe emulsi bergantung pada sejumlah faktor.
Jika rasio volume fasa sangat besar atau sangat kecil, maka fasa yang memiliki volume
lebih kecil seringkali merupakan fasa terdispersi (Hisprastin dan Nuwarda 2018).
Berdasarkan tipenya, emulsi dibagi menjadi empat yaitu oil in water (O/W); fase
minyak terdispersi sebagai tetesan dalam keseluruhan fase luar air, water in oil (W/O)
yaitu fase air terdispersi sebagai tetesan dalam fase luar minyak, oil in water in oil
(O/W/O) adalah tetesan minyak yang terdispersi dalam tetesan air yang kemudian
terdispersi dalam fase minyak kontinyu, dan water in oil in water (W/O/W) yaitu fase air
terdispersi dalam fase air yang mengandung polimer kemudian membentuk emulsi air
dalam minyak (W/O). Emulsi yang terbentuk kemudian ditambahkan ke fase berair
kedua (mengandung surfaktan) dan diaduk terus menerus untuk membentuk emulsi
(Attama et al. 2016).
Pembuatan emulsi dalam skala kecil dapat menggunakan empat metode (Ansel
dan Loyd 2014), yaitu metode gom kering (dry gum method) atau juga dikenal sebagai
4:2:1 metode karena setiap 4 bagian (volume) minyak, 2 bagian air, dan 1 bagian gom
ditambahkan dalam pembuatan dasar emulsi. Emulsifying agent dicampurkan ke dalam
minyak sebelum ditambahkan air. Metode gum basah (wet gum method) merupakan
metode kedua dengan ciri khas memiliki proporsi sama untuk minyak, air, dan gom yang
digunakan dalam dry gum method, tetapi urutan pencampurannya berbeda. Emulsifying
agent ditambahkan ke dalam air (dimana dapat terlarut) untuk membentuk
muchilago, kemudian secara perlahan minyak akan tergabung membentuk emulsi.
Metode selanjutnya adalah metode botol (Forbes bottle method) digunakan untuk minyak
yang mudah menguap atau kurang kental.
Emulsi dalam kata lain merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa. Sediaan emulsi merupakan sediaan yang
lebih mudah diabsorbsi bila diberikan secara oral (Pratiwi et al. 2023). Stabilitas emulsi
dapat dipertahankan dengan penambahan zat yang disebut emulgator (Purwatiningrum
2015). Emulgator sangat penting dalam emulsi untuk menghasilkan dan menjaga
stabilitas emulsi selama penyimpanan dan pemakaian karena dapat mencegah terjadinya
koalesensi (Inayah et al. 2016)
METODE

Tempat dan Waktu

Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia,


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, pada Selasa,
22 Agustus 2023 pukul 08.30-11.00 WIB.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain seperangkat alat gelas (gelas
ukur, gelas piala, gelas arloji), pipet tetes, pipet Mohr, tabung reaksi, mikroskop, mortar,
kaca preparat, kaca penutup, termometer, jarum, centrifuge, mortar dan alu, serta
hidrometer. Bahan yang digunakan antara lain air sabun (larutan detergen), air sungai, air
kelapa, minyak kelapa, minyak tanah, gum arab, cairan empedu, urin, larutan NaCl,
glukosa, susu, akuades, margarin, dan alkohol.

Prosedur Percobaan

Mengukur bobot jenis dari berbagai cairan


1. Bobot jenis berbagai larutan alamiah
Bobot jenis akuades, larutan NaCl 0,3%, NaCl 0,9%, NaCl 5%, glukosa 5%, air
kelapa, air kran, dan larutan albumin 1% ditentukan menggunakan alat
densitometer.
2. Bobot jenis urin manusia
Bobot jenis dan suhu urin tiap kelompok ditentukan menggunakan alat urinometer

Menentukan tegangan permukaan cairan


1. Tegangan permukaan cairan alamiah
Sebuah jarum diletakkan pada gelas arloji depan perlahan, gelas arloji diisi
dengan akuades sampai jarum tersebut terapung. Percobaan diulangi dengan
menukar akuades dengan cairan empedu, air kelapa, air sungai, dan larutan
detergen.
2. Jumlah tetesan dan tegangan permukaan
1 mL akuades disedot menggunakan pipet Mohr berukuran 1 mL. Keadaan pipet
harus dipegang lurus dan didiamkan dalam posisi tegak selama 2 menit serta
dihitung jumlah tetesan larutan nya. Sebelum dipakai, pipet dibersihkan dan
dibilas terlebih dahulu dengan akuades. Prosedur tersebut diulangi dengan
menggunakan larutan NaCl 20%, alkohol, minyak mineral (minyak tanah), dan air
sabun.

Mempelajari sistem emulsi


1. Emulsi minyak kelapa dan air
Sebuah tabung reaksi diisi minyak kelapa dan air dengan volume yang sama.
Lalu, kedua larutan dikocok sampai homogen. Setelah diperhatikan, tabung reaksi
kembali dikocok lebih lama. Selanjutnya komponen minyak kelapa pada emulsi
diwarnai dengan sudan merah.
2. Emulsi minyak kelapa dan sabun
Percobaan 1 diulangi dengan dicampurnya minyak kelapa dan sabun.
3. Emulsi minyak kelapa dan gum Arab
Gum Arab ditimbang sebanyak 1 g dan dicampurkan dengan 5 mL minyak kelapa
dalam mortar yang kering. Campuran tersebut digerus sampai homogen kemudian
ditambahkan 3 mL akuades. Diaduk lagi sampai homogen dan pekat. Kemudian
ditambahkan 5 mL akuades sedikit demi sedikit sambil diaduk. Tiap emulsi
diperhatikan dan setetes lainnya diperiksa di bawah mikroskop.
4. Emulsi alamiah
Emulsi susu diamati dalam tabung reaksi dan setetes susu diamati di bawah
mikroskop.
5. Emulsi industri
Sedikit margarin diamati di bawah mikroskop
HASIL

1. Mengukur bobot jenis dari berbagai cairan

a. Bobot jenis berbagai larutan alamiah

Tabel 1 Hasil Bobot Jenis berbagai cairan

No Sampel T alat T cairan BJ ukur BJ cairan

1 Akuades 20℃ 31℃ 1.024 1.027


2 NaCl 0,3% 20℃ 32℃ 1.016 1.020
3 NaCl 0,9% 20℃ 31℃ 1.014 1.017
4 NaCl 5% 20℃ 31℃ 1.016 1.019
5 Glukosa 5% 20℃ 29℃ 1.044 1.047
6 Air kelapa 20℃ 30℃ 1.040 1.043
7 Air Kran 20℃ 30℃ 1.026 1.029
8 Albumin 2% 20℃ 30℃ 1.016 1.019

Contoh perhitungan:
BJ. terkoreksi: BJ. Ukur + ((T. cairan - T. alat)/3 x 0,001)
1,016 + ((32 - 20)/3 x 0,001)
1,016 + (12/3 x 0,001)
1,016 + 0,004
1.020

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh bahwa bobot jenis cairan terendah adalah NaCl
0,9%. Bobot jenis pada cairan NaCl 0,9% sebesar 1.017 sedangkan nilai bobot jenis tertinggi
diperoleh dari cairan glukosa 5% dengan bobot jenis cairan yaitu 1.0475. Urutan pada hasil
bobot jenis dalam cairan yang diuji dari yang terendah ialah NaCl 0,9%, NaCl 5%, albumin 2%,
NaCl 0,3%, akuades, air kran, albumin 2%, air kelapa, dan glukosa 5%.
b. Bobot jenis urin manusia

Tabel 2 Hasil Bobot Jenis masing-masing kelompok

No Sampel T alat T cairan BJ ukur BJ cairan

1 Kelompok 1 20℃ 31℃ 1.008 1.012


2 Kelompok 2 20℃ 30℃ 1.008 1.011
3 Kelompok 3 20℃ 30℃ 1.028 1.031
4 Kelompok 4 20℃ 30.5℃ 1.008 1.012
5 Kelompok 5 20℃ 31℃ 1.022 1.026
6 Kelompok 6 20℃ 32℃ 1.030 1.034
7 Kelompok 7 20℃ 30℃ 1.023 1.026
8 Kelompok 8 20℃ 30℃ 1.023 1.026
9 Kelompok 9 20℃ 30℃ 1.023 1.026
10 Kelompok 10 20℃ 30℃ 1.023 1.026
11 Kelompok 11 20℃ 32℃ 1.023 1.027
12 Kelompok 12 20℃ 32℃ 1.023 1.027
13 Kelompok 13 20℃ 30℃ 1028 1.031
14 Kelompok 14 20℃ 32.5℃ 1030 1.034

Berdasarkan data hasil uji percobaan bobot jenis urin, diperoleh bahwa bobot jenis tertinggi pada
kelompok 5 dan 14 dengan 1.034 dan bobot jenis terendah pada kelompok 1 dengan 1.011. Pada
perhitungan suhu, diperoleh data bahwa suhu urin percobaan tertinggi pada kelompok 14 dengan
32,5℃ dan suhu urin percobaan pada kelompok 2,3,7,8, 9,10 dan 13 dengan 30℃.
2. Menentukan Tegangan Permukaan Cairan

Tabel 3 Uji Tegangan Permukaan

No. Cairan Pengamatan Jumlah Tetesan

Jarum

1 Air Empedu Tenggelam -

2 Air Sabun Mengapung -

3 Air Sungai Mengapung -

4 Air Kelapa Mengapung -

5 Aquades - 24

6 Nacl 20% - 28

7 Alkohol - 45

8 Air Sabun - 53

9 Minyak Tanah - 55

3. Sistem Emulsi

Tabel 4 Kestabilan dan tipe emulsi

Cairan Kestabilan Tipe emulsi Waktu Teremulsi

Minyak Kelapa dan Tidak Stabil O/W 42.02s


Air
Minyak Kelapa dan Stabil O/W 17s
Gum Arab
Minyak Kelapa dan Stabil O/W 3m 46s
air Sabun
Susu Segar Stabil O/W 45s
Margarin Stabil W/O 57s
PEMBAHASAN

Bobot jenis
Bobot jenis biasanya didefinisikan sebagai banyaknya komponen yang terdapat pada
suatu larutan (Kristian et al. 2016). Besarnya bobot jenis suatu larutan ditentukan oleh banyak
faktor. Menurut Yazid (2004), faktor bobot jenis suatu zat dipengaruhi oleh suhu, volume,
tekanan, konsentrasi, kekentalan atau viskositas.
Bobot jenis suatu zat cair dapat diukur dengan alat hidrometer. Dalam pengukurannya,
hidrometer terlebih dahulu dikalibrasikan dalam air murni lalu hidrometer dimasukkan ke dalam
cairan. Pembacaan pengukuran pada hidrometer dilakukan dengan membaca skala pada
hidrometer. Apabila suhu cairan yang tercatat melebihi atau kurang dari suhu alat, maka perlu
dilakukan koreksi dalam perhitungan bobot jenis cairan tersebut (Novandy 2019).
Bobot jenis urin seseorang dapat mengidentifikasi kesehatan seseorang. Besarnya bobot
jenis juga menjadi patokan tingkat dehidrasi seseorang (Andayani 2013). Ukuran bobot jenis urin
secara normal adalah sebesar 1.003 - 1.130 g/ml (Wahdah 2013). Apabila Bobot jenis urin
memiliki nilai yang melewati ambang tersebut, maka hal tersebut dapat menandakan adanya
masalah dalam kesehatannya. Bobot jenis urin yang di atas normal memiliki arti bahwa
seseorang tersebut mengalami kekurangan cairan dalam tubuh nya atau kandungan zat dalam
urinnya sangat tinggi.
Probandus urin pada percobaan menunjukkan bobot jenis sebesar 1,022 dan 1,020 g/ml.
Sesuai dengan literatur yang ada untuk ukuran normal bobot jenis urin, probandus urin yang
diukur memiliki bobot jenis dalam rentan normal.

Tegangan permukaan
Tegangan permukaan zat cair adalah kecenderungan permukaan zat cair untuk menegang,
sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Ada beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi tegangan permukaan pada zat cair seperti jenis cairan, suhu, tekanan, konsentrasi
zat terlarut dan kerapatan. Detergen dan sabun mampu memperkecil pengaruh tegangan
permukaan air. Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi tegangan permukaan pada zat cair
seperti jenis cairan, suhu, tekanan, konsentrasi zat terlarut dan kerapatan.
Molekul yang ada di dalam cairan akan mengalami gaya tarik menarik (gaya van der
Waals) yang sama besarnya ke segala arah. Namun, molekul pada permukaan cairan akan
mengalami resultan gaya yang mengarah ke dalam cairan itu sendiri karena tidak ada lagi
molekul di atas permukaan dan akibatnya luas permukaan cairan cenderung untuk menyusut.
Pengamatan yang dihasilkan untuk tegangan permukaan pada jumlah tetesan dan jarum
terapung sesuai dengan literatur, jarum mengapung pada posisi tegangan rendah. Jumlah tetesan
yang terbesar berada pada larutan minyak tanah dengan total 55 tetesan, sedangkan akuades
adalah larutan yang memiliki jumlah tetesan terkecil diantara yang lainnya, yakni sebesar 24
tetesan.
Emulsi
Emulsi merupakan campuran dari dua cairan yang tidak bergabung satu sama lain dalam
suatu sistem dispersi. Tipe emulsi ditentukan berdasarkan beberapa faktor, salah satunya adalah
volume. Cairan yang memiliki volume fase sangat kecil dinamakan fase terdispersi. Sedangkan
cairan yang memiliki volume fase lebih besar disebut dengan media pendispersi.
Dalam emulsi, tetesan cairan yang lebih kecil (fase terdispersi) tersebar dalam cairan
yang lebih besar (fase kontinu). Agen pengemulsi membantu mencegah tetesan cairan terdispersi
ini untuk bergabung kembali dan membentuk dua lapisan yang terpisah. Dalam ilmu dan
teknologi makanan, emulsi sering ditemui dalam produk seperti saus, krim, susu, dan banyak
produk makanan lainnya.
Emulsi memiliki 2 tipe, menurut Hisprastin (2018), emulsi ada yang memiliki tipe oil in
water (O/W) dimana fase minyak terdispersi sebagai tetesan dalam keseluruhan fase luaran air.
Tipe emulsi lainnya adalah water in oil (W/O), air menjadi fase terdispersi sebagai tetesan dalam
keseluruhan fase minyak.
Pada pengamatan kali ini, terdapat penambahan sudan merah. Sudan Merah sebagai
pewarna yang berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya kandungan lemak dalam suatu
percobaan emulsi. sudan merah juga digunakan sebagai penanda dari minyak kelapa, jadi minyak
dan air nya pisah. Pengamatan terhadap berbagai emulsi mengelompokkan menjadi dua tipe,
larutan yang termasuk dalam tipe oil in water (O/W) adalah campuran minyak kelapa dengan
gum arab. Sedangkan larutan yang termasuk tipe water in oil (W/O) adalah campuran minyak
kelapa dengan air dan campuran minyak kelapa dengan sabun.
Gum arab menjadi emulsifier yang berfungsi untuk mengurangi tekanan (surface tension)
air dan stabilizer (emulsifier), zat yang membuat kestabilan emulsi (McPherson et al. 2004).
Tetapi, pada pengamatan gum arab yang dicampurkan dengan minyak kelapa menunjukkan tidak
stabil. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan pada saat praktikum ataupun alat-alat yang
digunakan.
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa larutan dengan bobot
jenis terbesar adalah glukosa 5% dan larutan yang memiliki bobot jenis terkecil adalah albumin
2%, faktor yang mempengaruhinya antara lain massa jenis, konsentrasi, viskositas. Sementara
itu, yang mempengaruhi bobot jenis urin pada manusia diantaranya jenis kelamin, kondisi fisik,
pola makan, suhu lingkungan dan riwayat penyakit. Dalam pengujian tegangan permukaan,
jumlah tetesan dari berbagai cairan berbanding terbalik dengan tegangan permukaan.
Berdasarkan prinsip tersebut, cairan dengan tegangan permukaan tertinggi dari hasil pengujian
adalah akuades dan yang terendah adalah minyak tanah. Pada pengujian emulsi larutan,
pengamatan pada setiap emulsi terbagi dalam dua tipe, tipe emulsi O/W ataupun W/O.
Campuran minyak kelapa dengan air dan campuran minyak kelapa dengan sabun tergolong
dalam tipe emulsi W/O. Sedangkan, campuran minyak kelapa dengan gum arab, margarin, dan
susu termasuk ke dalam tipe emulsi O/W.

DAFTAR PUSTAKA

Ali M, Ikbal MS, Jusman. 2023. Determining the surface tension of a liquid and the drop
comparison method. JPF (Jurnal Pendidikan Fisika) Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar. 11(1):143-150. https://doi.org/10.24252/jpf.v11i1.34113
Andayani K. 2013. Hubungan konsumsi cairan dengan status hidrasi pada pekerja
industri laki-laki [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro Press.
Ansel HC, Loyd V. 2014. Bentuk Sediaan Farmasetik & Sistem Penghantaran Obat. Ed
ke-9. Jakarta: EGC.
Attama AA, Opara JNR, Uronnachi EM, Onuigbo EB. 2016. Nanomedicines for the eye:
current status and future development. Nanoscience in Dermatology,
25(1):323-336. http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-802926-8.00025-2
Hisprastin Y, Nuwarda RF. 2018. Review: perbedaan emulsi dan mikroemulsi pada
minyak nabati. Farmaka. 16(1):133-140.
https://doi.org/10.24198/jf.v16i1.17424.g8628.
Inayah I, Suwarmi S, Bagiana IK. 2016. Optimasi tween 80 dan span 80 dalam sediaan
krim ekstrak etanol daun iler (Coleus atropurpureus (L) Benth) dan aktivitas
antibakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Media Farmasi Indonesia.
10(2):896-905. http://journal.stifar.ac.id/ojs/index.php/js/article/view/159
Jumini S. 2015. Pengaruh tegangan permukaan di selat berdasarkan surat Ar-rahman ayat
19-20. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ.
2(2):106-113. https://doi.org/10.32699/ppkm.v2i2.354
Kertiasa N. 2013. Laboratorium Sekolah Dan Pengelolaannya. Ed ke-2. Bandung: Pudak
Science.
Kristian J, Zain S, Nurjannah S, Widyasanti A, Putri SH. 2016. Pengaruh lama ekstraksi
terhadap rendemen dan mutu minyak bunga melati putih menggunakan metode
ekstraksi pelarut menguap (Solvent Extraction). Jurnal Teknotan. 10(2):33-34.
McPherson RA, Sacher RA. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium.
Jakarta: EGC.
Novandy A. 2019. Evaluasi uji density metode astm d1298 dan d6822. SwaraPatra.
9(1):1-6.
Nurjanah S, Zain S, Komalasari E. 2017. Study of flower balance using adsorbent to
the yield and quality of frangipani flower essential oil (Plumeria obtusa) with
enfleuration method. Indonesian Journal of Essential Oil. 2(1):1–9.
https://doi.org/10.21776/ub.ijeo.2017.002.01.01
Pratiwi TB, Nurbaeti SN, Ropiqa M, Fajriaty I, Nugraha F, Kurniawan H. 2023. Uji sifat
fisik pH dan viskositas pada emulsi ekstrak bintangur (Calophyllum soulattri
Burm. F.). Indonesian Journal of Pharmaceutical Education. 3(2):226-234.
https://doi.org/10.37311/ijpe.v3i2.19466
Purwatiningrum H. 2015. Formulasi dan uji sifat fisik emulsi minyak jarak (Oleum ricini)
dengan perbedaan emulgator derivat selulosa. Jurnal Politeknik Tegal. 3(1):1-4.
http://dx.doi.org/10.30591/pjif.v3i1.181
Slamet, Ulyarti, Rahmi SL. 2019. Pengaruh Lama Fermentasi Daun Nilam Menggunakan
Ragi Tempe Terhadap Rendemen Dan Mutu Fisik Minyak Nilam. Jurnal
Teknologi dan Pertanian Indonesia. 11(1):22.
https://doi.org/10.17969/jtipi.v11i1.11671
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1996. Sabun Mandi Cair. Jakarta: Dewan Standarisasi
Nasional.
Suhendy H, Wulan L, Dwi N. 2022. Pengaruh bobot jenis terhadap kandungan total
flavonoid dan fenol ekstrak etil asetat umbi ubi jalar ungu-ungu (Ipomoea batatas
L.). Journal of Pharmacopolium. 5(1):18-24.
http://dx.doi.org/10.36465/jop.v5i1.888
Wahdah R. 2013. Kadar amonia (NH3) pada urin bayi laki-laki dan bayi perempuan yang
berusia kurang dari enam bulan dan kaitannya dengan perbedaan hukum
kenajisannya menurut islam [skripsi]. Semarang: Institut Agama Islam Negeri
Walisongo.
Yazid E. 2004. Kimia Fisika untuk Paramedis. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai