Anda di halaman 1dari 58

KATA PENGANTAR

Ketersediaan dokumen Rencana Aksi Perhutanan Sosial Provinsi Sulawesi


Tengah dirasakan sangat penting bagi pemerintah dan para pihak yang terlibat
dalam mengembangkan peta jalan (roadmap) PS. Kami sangat bersyukur kepada
Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah yang diberikan kepada kita semua
sehingga dokumen ini dapat tersusun. Proses yang panjang dan diskusi yang
terbuka dengan para pihak dalam mengungkap fakta dan masalah merupakan
bagian penting dalam penyusunan dokumen ini. Hal ini menggambarkan harapan
dan komitmen kuat pemerintah dan para pihak di Sulteng untuk mewujudkan
pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat.

Dokumen rencana aksi ini menguraikan tentang 1) perkembangan PS di


Provinsi Sulawesi Tengah, 2) isu strategis perhutanan sosial, 3) strategi
pengembangan PS dan 4)rencana aksi PS. Tiap sesi atau bab yang diuraikan
dalam dokumen ini saling terkait. Strategi dan rencana aksi yang akan
dilaksanakan dalam pengembangan PS di Sulteng merupakan solusi atas masalah
yangdihadapi.Ini menguatkan bahwa rencana aksi yang disusun dalam dokumen
ini penting untuk ditindaklanjuti.

Kami berterima kasih kepada semua yang terlibat dalam diskusi


mengungkap masalah dan strategi, teristimewa kepada tim finalisasi yang telah
merumuskan dan menyusun dokumen rencana aksi ini. Semoga dokumen ini
dapat menjadi acuan bersama dalam aksi penguatan dan pengembangan PS
demi kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan.

Palu, Maret 2022

Pokja Percepatan Perhutanan Sosial


Provinsi Sulawesi tengah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... vi

PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1

Latar Belakang .............................................................................................. 1

Tujuan dan Kegunaan ................................................................................... 3

Sasaran.......................................................................................................... 3

PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI PROVINSI SULAWESI TENGAH ........... 3

Alokasi Pengembangan Perhutanan Sosial di Provinsi Sulawesi Tengah ..... 4

Usulan PS Provinsi Sulteng yang disetujui Kementerian LHK ....................... 5

Perkembangan PS dan Unit usaha PS ........................................................... 7

ISU STRATEGIS PERHUTANAN SOSIAL ................................................................... 10

Optimalisasi Peran Pokja dan Stakeholder terkait ..................................... 11

Koordinasi dan Sinkronisasi program ......................................................... 13

Peningkatan Kapasitas Pendamping........................................................... 14

Peningkatan Kapasitas kelompok PS .......................................................... 16

Penyelesaian Masalah Tenurial .................................................................. 17

STRATEGI PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL PROVINSI SULAWESI


TENGAH ...................................................................................................... 19

Analisis Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Perhutanan


Sosial di Sulteng .......................................................................................... 19

Rumusan Strategi Pengembangan PS di Sulteng........................................ 22

iii
RENCANA AKSI PERHUTANAN SOSIAL PROVINSI SULAWESI TENGAH.................. 29

Penguatan Kebijakan dan Dukungan Para Pihak ........................................ 31

Percepatan Akses........................................................................................ 34

Fasilitasi Kelola Kawasan ............................................................................ 43

Fasilitasi Kelola Kelembagaan ..................................................................... 38

Fasilitasi Kelola Usaha................................................................................. 47

PENUTUP ............................................................................................................... 51

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Areal Potensial Pengembangan PS di Sulteng .......................................... 5


Tabel 2. Tabel Capaian Kinerja Pengusulan Persetujuan Perhutanan Sosial
Tahun 2017-2021 ...................................................................................... 6
Tabel 3. Skema PS Sulteng yang disetujui oleh Kementerian LHK ......................... 6
Tabel 4. Sebaran Luasan PS di setiap KPH di Provinsi Sulteng ............................... 7
Tabel 5. Kelas Usaha perhutanan Sosial Provinsi Sulteng...................................... 9
Tabel 6. Matriks SWOT dan rumusan strategi pengembangan PS di Provinsi
Sulawesi Tengah ..................................................................................... 23
Tabel 7. Rencana aksi penguatan kebijakan dan dukungan para pihak dalam
pengembangan PS .................................................................................. 31
Tabel 8. Tabel Hasil Inventarisasi Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam
Kawasan Hutan (PPTKH) di Provinsi Sulawesi Tengah ........................... 37
Tabel 9. Rencana aksi percepatan akses PS ......................................................... 38
Tabel 10. Rencana aksi Fasilitasi kelola kawasan hutan ...................................... 46
Tabel 11. Rencana aksi fasilitasi kelola kelembagaan .......................................... 39
Tabel 12. Klasifikasi dan kriteria kelompok usaha perhutanan sosial ................. 40
Tabel 13. Rencana peningkatan KUPS 2022-2024 ............................................... 41

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Roadmap Pengembangan PS di Sulteng ............................................. 29


Gambar 2. Baseline dan target keningkatan KUPS 2022-2024 ............................. 41
Gambar 3. Rencana aksi fasilitasi kelola usaha PS ................................................ 49

vi
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perhutanan Sosial (PS) merupakan salah satu program prioritas pemerintah


Republik Indonesia dalam rangka mengurangi kemiskinan, pengangguran dan
ketimpangan pengelolaan/ pemanfaatan kawasan hutan. Pemerintah Republik
Indonesia berkomitmen untuk menjadikan PS sebagai kebijakan prioritas di
bidang kehutanan dengan mengalokasikan setidaknya 12,7 juta ha kawasan
hutan untuk pengembangan berbagi skema Perhutanan Sosial (PS), meliputi
skema hutan tanaman rakyat (HTR), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa
(HD), Kemitraan Kehutanan (KK) dan Hutan Adat (HA).

Perhutanan Sosial pada prinsipnya sejalan dengan visi Gubernur Sulawesi


Tengah yakni Bergerak Cepat Menuju Sulawesi Tengah Lebih Sejahtera dan
Lebih Maju, dan tegaskandalammisi ke 3 yakni mewujudkan Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat Melalui Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan
Penguatan Kelembagaan dan Misi ke-6 : Menjaga Harmonisasi Manusia dan
Alam, Antar Sesama Manusia Sebagai Wujud Pembangunan Berkelanjutan

Dukungan Pemerintah provinsi Sulawesi Tengah terhadap kebijakan PS


selama ini adalah mewujudkan capaian alokasi percepatan perhutanan sosial.
Hingga akhir tahun 2021 persetujuan pengelolaan PS di Provinsi Sulawesi Tengah
mencapai 95.448,22 Ha, dengan jumlah SK sebanyak 165 unit. Capaian ini dapat
menjadi potensi dalam mewujudkan kemandirian desa di sekitar hutan,
peningkatan ekonomi masyarakat sekaligus menurunkan tekanan yang
mengarah pada deforestasi dan degradasi hutan yang berkontribusi terhadap
pengendalian perubahan iklim. Dengan sendirinya diharapkan Perhutanan Sosial
akan bersinergi dengan program strategis lain yang berwawasan lingkungan
seperti Program Kampung Iklim, Adipura, Kalpataru maupun program
kementerian/ lembaga lain seperti desa tangguh bencana, smart village, desa
sehat, desa wisata dan sebagainya. Melalui sinergitas pada lokasi yang sama,

1
diharapkan kegiatan adaptasi dan mitigasi dapat lebih berkembang sehingga
terbentuk masyarakat berketahanan iklim yang diiringi dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan. Namun demikian paska diberikan
persetujuan akses ternyata belum mampu memberi dampak nyata terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat desa di sekitar hutan, padahal persentase
penduduk miskin di Sulawesi Tengah sejumlah 12,18 persen didominasi oleh
masyarakat di pedesaan khususnya desa yang berbatasan dengan hutan.

Hasil kajian dampak perhutanan sosial di Provinsi Sulawesi Tengah yang


dilakukan oleh Tim Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako mengungkapkan
bahwa program perhutanan sosial provinsi Sulawesi tengah belum memberikan
dampak nyata terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Selain itu,
kemandirian kelompok PS juga masih dalam kategori rendah hingga sedang.
Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2018 tersebut fokus pada skema hutan
kemasyarakatan dan hutan desa. Kinerja kelembagaan hutan desa sedikit lebih
baik dibanding dengan hutan kemasyarakatan. Kelompok HKm memiliki
kelemahan dalam pemberian sanksi kepada pihak yang melanggar, resolusi
konflik dan ketersediaan pendanaan. Hal ini disebabkan oleh karakteristik
sumber daya yang seolah-olah milik pribadi meskipun secara dejure areal HKm
merupakan milik negara.

Situasi aksi pengembangan PS di Provinsi Sulawesi Tengah belum optimal


pada kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan lokal. Salah satu masalah yang
dihadapi adalah program PS belum menjadi program bersama dan seolah hanya
merupakan program kehutanan. Akibatnya program PS kurang mendapatkan
dukungan dari organisasi pemerintah daerah selain kehutanan. Meski telah
terbentuk kelompok kerja perhutanan sosial yang melibatkan OPD lain, namun
dukungan program kerja dan pendanaan dari OPD terkait belum tersedia secara
optimal. Termasuk juga pemerintah kabupaten belum memberikan dukungan
terhadap program PS ini, padahal program kegiatan PS banyak berkaitan dengan

2
program pemerintah kabupaten dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di
wilayah kerjanya.

Situasi masalah di atas diduga kuat terjadi karena selama ini belum
tersedia sebuah perencanaan yang sistematis dan terpadu terkait dengan
langkah strategis atau aksi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh para pihak
dalam mendukung pencapaian tujuan kebijakan PS. Hal ini menjadi dasar kuat
dan penting untuk menyusun rencana aksi penguatan PS provinsi Sulawesi
Tengah sebagai dasar pijakan bersama para pihak, terutama oleh kelompok kerja
perhutanan sosial provinsi Sulawesi tengah untuk mewujudkan tujuan kebijakan
PS agar memberikan dampak nyata bagi peningkatan ekonomi masyarakat
sekitar hutan.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penyusunan dokumen rencana aksi PS ini adalah:

a. Terwujudnya kemandirian kelembagaan lokal PS


b. Peningkatan ekonomi masyarakat sekitar hutan melalui aneka usaha
perhutanan sosial
c. Terwujudnya kelestarian fungsi Kawasan hutan
d. Tercapainya target penambahan luasan PS yang optimal di Provinsi
Sulawesi Tengah

Kegunaan dokumen ini adalah sebagai kerangka acuan kerja bagi para
pihak dalam rangka mewujudnya capaian tujuan kebijakan PS di provinsi
Sulawesi tengah.

Sasaran

Sasaran penyusunan dokumen rencana aksi ini ditujukan kepada kelompok


masyarakat sebagai subyek pelaku perhutanan sosial, organisasi pemerintah
daerah, LSM, Akademisi yang terlibat dalam kelompok kerja perhutanan sosial.

3
Alokasi Pengembangan Perhutanan Sosial di Provinsi Sulawesi Tengah

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah


sesuai kewenangannya dalam mendukung Perhutanan Sosial yaitu melakukan
penyiapan dan pra-kondisi masyarakat serta kesesuaian lokasi dan selanjutnya
diusulkan kepada Menteri LHK.

Pengembangan PS pada kawasan hutan pada prinsipnya ditujukan pada


pemberian akses legal kepada masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya hutan. Sistem pengelolaan hutan pada kawasan
hutan di Indonesia telah dibagi ke dalam unit kesatuan pengelolaan hutan.
Dalam sistem pengelolaan hutan oleh kesatuan pengelolaan hutan maka
kawasan hutan dibagi menjadi beberapa blok berdasarkan fungsi kawasan itu.
Areal kawasan hutan yang ditujukan untuk pengembangan PS ditetapkan pada
blok pemberdayaan masyarakat pada hutan produksi serta blok pemanfaatan
pada hutan lindung. Tentunya dengan mempertimbangkan bahwa masyarakat
melakukan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu maupun telah melakukan
aktivitas pengelolaan hutan atas inisiatif masyarakat sebagai sumber mata
pencahariannya.

Alokasi untuk areal pengembangan PS dituangkan dalam Peta Indikatif


Pengembangan perhutanan Sosial (PIAPS). Peta PIAPS merupakan landasan
dasar dalam pemberian akses kepada masyarakat. Tentunya penetapan PIAPS
telah dilakukan pencermatan secara teliti dengan berbagai pertimbangan.

Alokasi potensial untuk pengembangan PS berdasarkan PIAPS Revisi VI


(Nomor: SK. 4028/MENLHK-PKTL/REN/PLA.0/5/2021 Tanggal 25 Mei 2021) di
Provinsi Sulawesi Tengah adalah seluas 191.646,21 hektar pada HP blok
pemberdayaan dan 27.948,22 hektar pada HL blok Pemanfaatan yang tersebar di
13 KPH Provinsi Sulawesi Tengah.

4
Tabel 1. Potensi Areal Pengembangan PS di Sulawesi Tengah

Sumber: Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (Revisi VI) Nomor SK. 4028/MENLHK-
PKTL/REN/PLA.0/5/2021 tanggal 25 Mei 2021

Usulan PS Provinsi Sulteng dalam proses oleh Kementerian LHK

Mekanisme legal agar masyarakat sekitar dapat mengelola dan


memanfaatkan sumber daya hutan pada kawasan hutan adalah harus
mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian
LHK. Peran pemerintah daerah adalah melakukan fasilitasi agar masyarakat
mendapatkan persetujuan pengelolaan PS. Ini telah dilakukan dengan optimal
oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dengan melibatkan para pihak sejak
tahun 2017 sampai dengan Desember 2021, permohonan persetujuan
pengelolaan PS untuk Sulawesi Tengah mencapai luas 119.013,3 hektar.

5
Tabel 2. Tabel Capaian Kinerja Pengusulan Persetujuan Perhutanan Sosial
Tahun 2017-2021

Dari total lokasi tersebut sebagian besar telah terbit persetujuan


pengelolaan oleh Menteri LHK namun masih terdapat beberapa lokasi yang
diusulkan masyarakat belum ada tindak lanjut (belum diverifikasi teknis maupun
telah diverifikasi teknis namun belum terbit persetujuan pengelolaan PS)
sejumlah 19 lokasi dengan luas 11.281,29 hektar sampai dengan Desember 2021
telah terbit persetujuan 165 lokasi seluas 95.448,22 hektar dengan keterlibatan
masyarakat/ kelompok tani hutan 30.281 KK. Selain keterlambatan proses di
tingkat pusat, beberapa lokasi yang diusulkan untuk memperoleh persetujuan
pengelolaan perhutanan sosial tidak dapat ditindaklanjuti karena permasalahan
batas administrasi desa.

Tabel 3. Skema PS Sulteng yang disetujui oleh Kementerian LHK


JUMLAH LUASAN
JUMLAH SK JUMLAH KK
SKEMA PS (HA)
PENETAPAN STATUS HUTAN
3 7,797
ADAT
PERSETUJUAN HD 71 56,768.32 22,484
PERSETUJUAN HKM 56 27,158.82 6,385
PERSETUJUAN KK 8 529.08 266
PERSETUJUAN HTR 27 3,195.00 1,100
TOTAL SK PERSETUJUAN PS 165 95,448.22 30,281

6
Persetujuan pengelolaan PS yang terluas di provinsi Sulawesi Tengah
adalah skema hutan desa, yakni mencapai 56.768,32 hektar. Hal ini merupakan
peluang bagi desa untuk mengoptimalkan program ini dalam rangka mendukung
kemandirian desa. Selain itu, terdapat juga 3 kelembagaan adat yang diberikan
pengakuan dalam pengelolaan hutan adat, yang luasnya mencapai 7.797 hektar.

Keberadaan UPTD kesatuan pengelolaan hutan memiliki peran strategis


dalam pengembangan program PS, khususnya dalam kegiatan fasilitasi dan pra-
kondisi. Salah satu pertimbangannya adalah areal persetujuan PS tersebar pada
wilayah pengelolaan KPH (tercantum pada Tabel 3).

Tabel 4. Sebaran Luasan Persetujuan PS per KPH di Provinsi Sulteng

No. KPH Kabupaten Skema Luas Ket

1 Balantak Banggai HD, HTR 2.202

2 Banawa Lalundu Donggala HD 1.821


3 Dampelas Tinombo Donggala HD 294
Parigi Moutong HD, HKm 15.249
4 Dolago Tanggunung Donggala HD, HKm 9.818
Sigi HKm 1.781
Parigi Moutong Kemitraan 592,08
5 Gunung Dako Toli – Toli HD, HKm 1.113
6 Kulawi Sigi HD, HKm, Hutan Adat 15.227
7 Pogogul Buol HD 5.360
8 Pulau Peling Banggai Kepulauan HD, HKm 3.805
9 Sintuwu Maroso Poso HD, HKm 13.792,82
10 Sivia Patuju Banggai HD, HKm 792
Tojo UnaUna HD, HKm, HTR 14.643
11 Tepo Asa Aroa Morowali Utara HD, HKm 2.142
12 Toili Baturube Banggai HD, HKm 1.361
Morowali Utara HD, HKm, Hutan Adat 7.242,32
13 Tepe Asa Moroso Morowali HKm 506
Total (Hektar) 95.448,22

7
Perkembangan PS dan Unit usaha PS

Salah satu indikator keberhasilan PS adalah meningkatnya unit usaha PS


yang memberikan kontribusi bagi kelompoknya. Peningkatan Unit usaha PS
diukur dari kriteria Kelas Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yang dikelompokkan
menjadi empat tingkatan oleh Kementerian LHK yakni Blue, Silver, Gold dan
Platinum. Target dari tingkatan ini KUPS ini setidaknya adalah masuk kriteria
gold, artinya sudah memiliki pasar terhadap produk yang dihasilkan meskipun
pasar dalam skala regional dan nasional. Akan tetapi akan lebih baik jika mampu
didorong menjadi Platinum, dalam artian bahwa KUPS sudah memiliki pangsa
pasar internasional.

Kelompok usaha PS di provinsi Sulawesi Tengah sebagian besar masih


dalam kategori Silver, dalam artian bahwa KUPS di Sulteng umumnya hanya
memiliki unit usaha dan rencana kelola perhutanan sosial (RKPS) tetapi belum
menghasilkan pendapatan. Meskipun begitu, sudah ada 10 KUPS yang masuk
kategori Gold dengan klasifikasi kemampuan telah memenuhi kriteria silver,
sudah memiliki produk dan atau sarana wisata alam yang sudah dipasarkan,
sudah memiliki akses modal yang berasal dari swadaya, hibah dan/ atau
pinjaman dan sudah memiliki pasar atau wisatawan lokal. Keberlanjutan usaha
merupakan salah satu yang perlu dikuatkan bagi kelompok usaha pada kategori
ini.

Sementara itu jika dilihat dari aspek komoditi yang diusahakan oleh KUPS,
maka dari 245 unit KUPS dapat dikelompokkan ke dalam 2 kelompok komoditi
yaitu Hasil Hutan Kayu (HHK) 17 Unit dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) 228
Unit. Kelompok HHBK terbagi lagi menjadi 4 kelompok potensi yaitu
Buah dan tanaman obat 65 Unit, Agroforestry (Silvopastura/Silvofishery/
Agrosilvopastura) 137 unit, Ekowisata/Jasa Lingkungan 14 Unit serta Kerajinan
12 Unit. Untuk mendorong pengembangan usaha di masing-masing KUPS
membutuhkan peran stakeholder lain selain Dinas Kehutanan dan UPTD KPH itu

8
sendiri, sebagai contoh untuk pengembangan ekowisata perlu intervensi instansi
yang menangani pariwisata dan seterusnya.

Tabel 5. Kelas Usaha perhutanan Sosial Provinsi Sulteng


Jumlah Kelas KUPS
No Satuan Kerja Ket
KUPS BLUE SILVER GOLD PLATINUM
1 KPH Balantak 6 6
2 KPH Banawa Lalundu 10 8 2
3 KPH Dampelas 13 12 1
KPH Dolago
4 84 15 69
Tanggunung
5 KPH Gunung Dako 1 1
6 KPH Kulawi 25 3 20 2
7 KPH Pogogul 38 38
8 KPH Pulau Peling 4 4
9 KPH Sintuwu Maroso 14 8 6
10 KPH Sivia Patuju 30 1 24 5
11 KPH Tepeasa Maroso 2 2
12 KPH Tepoasa Aroa 14 5 9
13 KPH Toili Baturube 4 2 2
Total 245 34 201 10 0
Keterangan :
Klasifikasi Kemampuan KUPS berdasarkan Permen LHK Nomor 9 Tahun 2021 pasal 116
● Blue = Telah ditetapkan sebagai KUPS dan potensi usaha sudah teridentifikasi
● Silver = memiliki RKPS dan memiliki unit usaha
● Gold = memenuhi kriteria Silver, memiliki produk, akses modal, dan pasar lokal
● Platinum = memenuhi kriteria Gold, memiliki akses modal dan pasar nasional,
regional/internasional

Selain upaya untuk memajukan KUPS untuk mencapai kategori blue dan
silver (235 KUPS) hingga memenuhi kategori gold bahkan platinum, juga
diperlukan upaya untuk mendorong KPS untuk membentuk KUPS sehingga
tercapai peningkatan pendapatan masyarakat. Dari 165 KPS yang telah
membentuk KUPS sebanyak 87 KPS, sehingga masih tersisa 78 KPS yang belum
membentuk KUPS.

9
ISU STRATEGIS PERHUTANAN SOSIAL

Isu-isu strategis adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau
dikedepankan dalam program percepatan dan pengembangan perhutanan sosial
dan pembangunan daerah karena dampaknya yang signifikan dengan
karakteristik bersifat penting, mendasar, mendesak, berjangka panjang, dan
menentukan tujuan penyelenggaraan perhutanan sosial dimasa yang akan
datang.

Olehnya menjadi penting untuk memetakan dan mengidentifikasi isu-isu


strategis dalam perhutanan sosial, pemetaan ini dilakukan dengan metode
Memetakan kondisi internal (kekuatan dan kelemahan), memetakan lingkungan
eksternal (peluang dan ancaman), serta memetakan kebutuhan/masalah
mendesak menurut luasnya dampak/pengaruh masalah (baik internal maupun
eksternal).

Pengembangan program PS agar dapat memberikan dampak nyata baik


terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, pelestarian fungsi kawasan dan
kemandirian kelembagaan membutuhkan strategi yang tepat, termasuk juga
menyiapkan pendekatan untuk menjalankan strategi yang telah dirumuskan itu.
Rumusan strategi yang baik dan tepat bergantung pada kebenaran dalam
mengungkap situasi masalah. Memberikan resep dan strategi yang terbaik yang
didasarkan pada identifikasi masalah yang keliru itu bisa menimbulkan masalah
baru, alih-alih niatnya untuk menyelesaikan masalah.

Masalah terkait dengan pengembangan PS tampaknya bersifat kompleks.


Berdasarkan hasil brainstorming pada workshop penyusunan rencana aksi
Perhutanan sosial terungkap banyak masalah terkait dengan PS itu, diantaranya:

1. Jumlah pendamping yang minim

2. Kapasitas pendamping

3. Koordinasi antar pendamping

4. Kasus tenurial

10
5. Tidak ada bakti rimbawan

6. Proses persetujuan permohonan yang lambat

7. Kerja sama dengan pendamping desa

8. Proses rekrutmen pendamping

9. Dukungan BPSKL terhadap pokja

10. Program perguruan tinggi/mahasiswa untuk perhutanan sosial

11. Cerita sukses dalam pendampingan PS

12. Bantuan tepat sasaran

Namun demikian masalah-masalah itu pada umumnya dikelompokkan


menjadi 5 isu strategis terkait dengan pengembangan PS di Provinsi Sulawesi
Tengah:

1. Optimalisasi peran Pokja dan Stakeholder terkait

2. Koordinasi dan sinkronisasi program

3. Peningkatan kapasitas pendamping

4. Peningkatan kapasitas KPS

5. Penyelesaian masalah tenurial

Optimalisasi Peran Pokja dan Stakeholder terkait

Kelompok Kerja Perhutanan sosial yang merupakan wadah para pemangku


kepentingan di daerah memiliki peran yang sangat strategis dalam percepatan
pencapaian perhutanan sosial. Pemangku kepentingan dalam kerja-kerja fasilitasi
perhutanan sosial yakni unit pelaksana teknis terkait di Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan,pemerintah Daerah provinsi, organisasi perangkat daerah
provinsi bidang kehutanan, KPH, Pemerintah Daerah
kabupaten/kota,Masyarakat sipil, pelaku usaha, kader konservasi, dan/atau
relawan lingkungan hidup dan kehutanan.

11
Di Peraturan Menteri LHK Nomor 9 Tahun 2021, kelompok kerja
percepatan perhutanan sosial provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur dibentuk
untuk berperan aktif membantu kegiatan percepatan akses dan peningkatan
kualitas Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Dalam Permen tersebut, tugas Pokja meliputi :

a. Sosialisasi program Perhutanan Sosial kepada masyarakat setempat dan


para pihak terkait

b. melakukan pencermatan terhadap PIAPS

c. membantu fasilitasi permohonan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan


Sosial

d. membantu melakukan verifikasi teknis permohonan Persetujuan


Pengelolaan Perhutanan Sosial

e. membantu fasilitasi penyelesaian konflik sosial dan tenurial Pengelolaan


Perhutanan Sosial

f. membantu fasilitasi pemenuhan hak, pelaksanaan kewajiban dan ketaatan


terhadap ketentuan dan larangan bagi pemegang Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial dan penetapan status Hutan Adat

g. membantu fasilitasi penataan areal

h. membantu fasilitasi penyusunan perencanaan Pengelolaan Perhutanan


Sosial

i. membantu fasilitasi pengembangan usaha Perhutanan Sosial; dan/atau

j. membantu pelaksanaan pembinaan dan pengendalian

Saat ini Pokja PS Sulawesi Tengah belum dapat berperan secara optimal
dalam kerja-kerja percepatan akses dan pengelolaan perhutanan sosial, hal ini
disebabkan berbagai hal, diantaranya sebagai berikut:

12
1. belum optimalnya dukungan kebijakan dan anggaran baik dari kementerian
LHK maupun pemerintah daerah

2. belum sepenuhnya stakeholder yang masuk dalam keanggotaan Pokja


berpartisipasi aktif

3. Masih lemahnya koordinasi dan sinergitas dengan stakeholder lainnya baik


pemerintah daerah, masyarakat sipil maupun dunia usaha

4. Masih terbatasnya fasilitas dan sarana pendukung kerja-kerja Pokja PS

Koordinasi dan Sinkronisasi program

Koordinasi dan sinkronisasi program diantara pemangku kepentingan


dalam perhutanan sosial sangat penting, agar kerja-kerja fasilitasi dan
pendampingan perhutanan sosial berjalan selaras dan sinergi serta saling
mendukung satu sama lainnya agar tujuan perhutanan sosial dapat terwujud
secara efektif dan efisien.

Koordinasi dan sinkronisasi program yang dibutuhkan dengan para


pemangku kepentingan terkait dapat dikelompokkan sebagai berikut:

 Koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian/lembaga

 Koordinasi dan sinkronisasi dengan organisasi perangkat daerah

 Koordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat

 Koordinasi dengan pihak swasta/badan usaha milik swasta.

Sinkronisasi yang dibutuhkan dalam penguatan dan peningkatan kualitas


perhutanan sosial diantaranya adalah sinkronisasi kebijakan, program dan
anggaran diantara pemangku kepentingan .

Permasalahan berkaitan dengan koordinasi dan sinkronisasi stakeholder


perhutanan sosial antara lain :

1. Tidak adanya koordinasi yang efektif diantara stakeholder perhutanan


sosial

13
2. Belum adanya keterpaduan antara program pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dalam mendukung perhutanan sosial

3. Tidak adanya kerangka kerja sama antar institusi dalam mendukung


perhutanan sosial

4. Tidak ada perencanaan dari BPSKL dan target sasaran BPSKL

Peningkatan Kapasitas Pendamping

Pendamping dalam perhutanan sosial memiliki peran dan tugas yang


sangat strategis, pendamping berperan sebagai fasilitator guna memberikan
dorongan ataupun motivasi serta pengetahuan terhadap masyarakat, serta
membantu masyarakat dalam memenuhi prasyarat guna memperoleh akses
perhutanan sosial dan pengelolaan Perhutanan Sosial.

Keberhasilan dari Kelompok PS di Sulawesi Tengah tidak lepas dari


pendamping yang telah ditetapkan oleh Kepala Balai Perhutanan Sosial dan
Kemitraan Lingkungan Wilayah Sulawesi. Untuk membantu mencapai mencapai
program-program Kelompok PS perlu pendamping yang memiliki SDM sehingga
diperlukan pelatihan setiap tahun untuk meningkatkan SDM pendamping dan
dapat menerapkan ke Kelompok PS

Tujuan Pendampingan Perhutanan Sosial secara umum yakni, membantu


percepatan program perhutanan sosial dalam penyebarluasan informasi secara
timbal balik berkaitan dengan tujuan pendekatan dan implementasi berbagai
kegiatan perhutanan sosial di tingkat tapak dengan mendayagunakan kekuatan
atau kemampuan, potensi, sumber daya lokal yang tersedia di masyarakat dalam
mengelola perhutanan sosial .

Pendampingan dalam perhutanan sosial terbagi atas 2 fase utama yakni


Pendampingan sebelum/praPersetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dan
pendampingan setelah/pasca persetujuan Perhutanan Sosial.

14
1. Pada Pendampingan sebelum/pra Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
dilakukan melalui kegiatan:

a. telaah PIAPS
b. inventarisasi dan identifikasi terkait subjek, objek dan konflik
c. sosialisasi Perhutanan Sosial
d. pengukuran dan pemetaan partisipatif
e. pemilihan skema Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial
f. pembentukan kelembagaan
g. penyusunan dan perbaikan berkas permohonan Persetujuan Pengelolaan
Perhutanan Sosial; dan/atau Pendampingan kegiatan penyusunan naskah
kesepakatan kerja sama.

2. Pada Pendampingan sesudah/paska Persetujuan Pengelolaan Perhutanan


Sosial dilakukan melalui kegiatan:

a. Pendampingan dalam tata kelola kelembagaan;


b. Pendampingan dalam tata kelola kawasan; dan
c. Pendampingan dalam tata kelola usaha.

Agar proses pendampingan dapat berjalan secara efektif dan terarah maka
harus didukung dengan pendamping yang memiliki kapasitas dan kompetensi
yang handal. Olehnya peningkatan kapasitas pendamping dan perbaikan dalam
manajemen sumber daya pendamping merupakan hal urgent dalam
pembangunan dan perluasan perhutanan sosial.

Sejumlah masalah berkaitan dengan teknis pendampingan dan sumber


daya manusia pendamping perhutanan sosial hingga saat ini diantaranya:

1. Masih lemahnya kapasitas sumber daya manusia pendamping perhutanan


sosial

2. Lemahnya orientasi dan sasaran pendampingan oleh pendamping


perhutanan sosial

3. Proses dan mekanisme rekrutmen yang tidak dilakukan dengan tepat.

15
4. Proses monitoring dan evaluasi terhadap pendamping belum berjalan
dengan baik.

5. Belum adanya kerangka kerja sama multipihak dalam pendampingan


perhutanan sosial.

6. Belum tersedianya Juknis dan Juklak bagi pendamping untuk memudahkan


pelaksanaan di lapangan dan monitoring evaluasi pendamping.
7. Perekrutan pendamping belum memiliki kriteria Penilaian dan tidak
melibatkan Tim Pokja PPS dalam proses wawancara guna mendapatkan
pendamping PS yang sesuai kebutuhan pendampingan.

Peningkatan Kapasitas kelompok PS

Kelompok Perhutanan Sosial yang selanjutnya disingkat KPS adalah


kelompok tani hutan dan/atau kelompok masyarakat dan/atau koperasi
pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial serta masyarakat hukum
adat termasuk kelompok tani dan/atau kelompok masyarakat pengelola Hutan
Rakyat.

Agar kegiatan-kegiatan pengelolaan perhutanan sosial dapat berjalan


dengan baik maka dibutuhkan KPS yang memiliki orientasi, kompetensi , sumber
daya manusia serta kelembagaan yang kuat. Oleh karena itu diperlukan program
penguatan kapasitas pendamping, baik melalui penguatan kapasitas
kelembagaan (institutional capacity building) dan pelatihan (transfer of
knowledge, skill and technology). Peningkatan kapasitas kelembagaan khususnya
diberikan dalam upaya peningkatan kapasitas dalam hal [1] Penyusunan
RKPS/RKT dan [2] Fasilitasi pembentukan kelompok usaha perhutanan sosial.
Sedangkan kegiatan pelatihan diberikan melalui [1] Pelatihan kelola kawasan dan
[2] Pelatihan kewirausahaan.

Dengan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan yang mumpuni


maka KPS akan mampu mengorganisasikan dirinya/kelompoknya dalam
mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan dan sumber daya lainnya

16
sebagai upaya meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan
kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dan kemandirian dalam
pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Namun saat ini masih terdapat situasi dimana kapasitas KPS masih rendah,
yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Masih rendahnya pemahaman KPS terhadap prinsip dan tujuan


perhutanan sosial

2. Masih lemahnya pengetahuan KPS tentang kebijakan atau regulasi


perhutanan sosial

3. Kurangnya diseminasi informasi dan pengetahuan baik pada internal KPS


maupun pada masyarakat umum di areal PS

4. Masih kurangnya pengetahuan berkaitan dengan pengelolaan


perhutanan sosial, baik kelola kelembagaan, kawasan maupun usaha

5. Belum berjalannya sistem monitoring dan evaluasi terhadap kelompok


perhutanan sosial

6. Belum berkembangnya usaha kehutanan

Penyelesaian Masalah Tenurial

Konflik tenurial di kawasan hutan merupakan berbagai bentuk perselisihan


atau pertentangan klaim penguasaan, pengelolaan, pemanfaatan dan
penggunaan kawasan hutan dan lahan serta sumber daya alam lainnya.

Penyelesaian konfilik tenurial di kawasan hutan dapat diselesaikan dengan


pendekatan reforma agraria dan perhutanan sosial, pendekatan reforma agraria
dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA dalam kawasan hutan)
ataupun melalui pemberian akses dengan skema perhutanan sosial.

Klaim atas lahan dalam kawasan hutan disebabkan oleh adanya desa dalam
kawasan hutan, tumpang tindih kepemilikan, serta tapal batas yang tidak jelas

17
antar desa, lahan garapan masyarakat serta lahan masyarakat dengan hak guna
usaha (HGU). Oknum pemerintah desa, masyarakat pengelola lahan di dalam
kawasan hutan, masyarakat desa di dalam kawasan hutan.

Resolusi konflik dan keadilan tenurial di sektor kehutanan membutuhkan


sistem hukum dan kebijakan yang jelas untuk memberikan hak yang kuat dan
terlindungi bagi seluruh kelompok pengguna hutan serta meluasnya akses
kelompok masyarakat miskin yang tidak tereksklusi dari proses kebijakan dan
memperoleh manfaat nyata dari akses kelola Perhutanan Sosial.

Permasalahan konflik tenurial di kawasan hutan di Sulawesi tengah saat ini:

1. tumpang tindih areal atau usulan lokasi perhutanan sosial dengan


perizinan lainnya

2. masih adanya ketidakpastian tata batas kawasan hutan

3. adanya penguasaan lahan-lahan dalam kawasan hutan

4. belum seluruhnya usulan TORA dalam kawasan hutan disetujui oleh


pemerintah pusat.

5. rekomendasi penyelesaian konflik dari usulan TORA ke skema PS belum


seluruhnya ditindaklanjuti

18
STRATEGI PENGEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL PROVINSI SULAWESI
TENGAH

Analisis Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Perhutanan Sosial


di Sulteng

Strategi pengembangan Perhutanan Sosial (PS) disusun berdasarkan hasil


analisa faktor internal dan eksternal Pemerintah Daerah provinsi Sulawesi
tengah. Faktor internal terdiri atas kekuatan dan kelemahan, sementara faktor
eksternal terdiri atas peluang dan ancaman.

Kekuatan yang dimiliki oleh pemerintah provinsi Sulawesi Tengah untuk


pengembangan PS antara lain:

 Visi, misi, kebijakan, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah


yang sejalan dengan kebijakan PS. Visi provinsi Sulawesi Tengah adalah
gerak cepat menuju Sulawesi Tengah lebih sejahtera dan lebih maju.
Kebijakan PS ini sejalan dengan misi ke tiga Provinsi Sulawesi Tengah yakni
mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan
ekonomi kerakyatan dan penguatan kelembagaan. Program PS ini terlah
termuat dalam RPJMD Provinsi Sulawesi tengah
 Telah Terbit persetujuan PS sebanyak 165 SK dengan luasan mencapai 95.
448,22 ha.
 Terbentuk Kelompok kerja Percepatan perhutanan Sosial yang
beranggotakan para pihak.
 Terbentuk organisasi KPH ditingkat tapak yang memiliki tupoksi dalam
melakukan fasilitasi kelompok PS
 Tersedia pendamping PS yang memiliki tugas melakukan fasilitasi dan
pendampingan kepada kelompok masyarakat. Meskipun begitu, jumlah dan
kapasitas pendamping ini belum optimal dalam mendukung optimalisasi
kapasitas kelompok PS

19
Kelemahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam pengembangan
PS di provinsi Sulawesi Tengah selama ini antara lain:

 Jumlah dan kompetensi pendamping yang masihkurang


 Pembiayaan yang mendukung pengembangan PS masih terbatas
 Kapasitas sumber daya manusia bagi Kelompok Perhutanan Sosial (KPS)
masih terbatas
 Usaha dan pemasaran PS belum berkembang, dan masih banyak dalam
taraf inisiasi sehingga belum memberikan tambahan pendapat yang
signifikan bagi masyarakat
 Pemahaman dan dukungan Organisasi Perangkat daerah lainnya masih
kurang tentang program dan kebijakan PS. Kebijakan PS masih dipandang
sebagai kebijakan kementerian LHK saja, sehingga tidak ada dukungan dan
sinkronisasi program
 Pemahaman dan dukungan Pemerintah Kabupaten tentang PS masih
rendah, padahal kelompok PS itu berada di tingkat pemerintah daerah
kabupaten
 Sistem informasi KUPS belum optimal, sehingga belum dapat dijadikan
sebagai data acuan yang akurat untuk perencanaan pengembangan PS.
 Masih banyak KPS yang belum memiliki Rencana Kelola perhutanan Sosial
(RKPS) dan Rencana kerja tahunan (RKT)
 Mekanisme pengesahan dokumen perencanaan RKPS/RKU yang lambat
 Jumlah dan kapasitas penyuluh terbatas untuk mendampingi kelompok
perhutanan sosial
 Pemanfaatan potensi hutan belum optimal untuk menunjang pendapatan
kelompok masyarakat
 Sistem monitoring dan evaluasi belum optimal terhadap mekanisme
pendamping termasuk juga evaluasi tentang perkembangan kinerja
kelompok PS.

20
Peluang yang dapat dioptimalkan oleh pemerintah daerah dalam
pengembangan perhutanan sosial di provinsi Sulawesi Tengah antara lain:

 Terbit surat edaran Mendagri yang ditujukan kepada Gubernur seluruh


Indonesia tentang dukungan pengembangan perhutanan sosial Tanggal 13
Februari 2020.
 Tersedia pendamping dan dukungan program PS dari NGO. Selama ini NGO
banyak terlibat dalam kegiatan pendampingan kepada kelompok masyarakat
 Dukungan Perguruan Tinggi, baik dalam bentuk penelitian terkait dengan PS,
terlebih yang dapat dioptimalkan adalah program Kuliah kerja Nyata (KKN)
tematik terkait perhutanan sosial maupun magang di lokasi desa yang
mendapatkan persetujuan PS
 Dukungan program Coorporest Social Responsibility (CSR) yang dapat
dioptimalkan untuk mendukung program peningkatan usaha PS.
 Kerja sama dengan mitra usaha yang konsen dengan produk dan usaha PS
 Dukungan kementerian terkait (Kemendes, Kementerian Keuangan) terhadap
pengembangan PS
 Dukungan dana desa yang dapat dioptimalkan untuk pengembangan usaha
berbasis masyarakat pada kegiatan PS
Namun demikian, terdapat beberapa ancaman yang harus diatasi oleh
Pemerintah daerah provinsi Sulawesi tengah terkait dengan pengembangan PS,
antara lain:

 Deforestasi masih terjadi pada areal perhutanan sosial. Hal ini terkait dengan
kapasitas kelembagaan perhutanan sosial yang belum optimal
 Jual beli lahan pada areal PS. Meskipun areal PS secara dejure merupakan
kawasan hutan milik negara, namun fakta di lapangan bahwa areal PS ini
telah dikuasai oleh masyarakat dan dapat diperjual belikan, meskipun tidak
memiliki status legalitas yang sah
 Penambangan tanpa izin pada beberapa lokasi ditemukan dalam areal PS
 Tumpang tindih perizinan

21
Rumusan Strategi Pengembangan PS di Sulteng

Faktor internal dan eksternal yang diuraikan sebelumnya merupakan dasar


dalam menyusun dan merumuskan strategi pengembangan PS di provinsi
Sulawesi tengah. Strategi pengembangan PS di Provinsi Sulawesi tengah disusun
menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities dan Threat).
Berdasarkan analisis SWOT, terdapat empat strategi yang dapat diterapkan
dalam pengembangan PS di Provinsi Sulawesi Tengah, yakni 1) Strategi
mengoptimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang ada, 2) strategi
memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan, 3) strategi memanfaatkan
kekuatan untuk mengatasi ancaman dan strategi meminimalkankelemahan dan
ancaman.

Dua strategi yang sebaiknya dijalankan oleh pemerintah dalam


pengembangan PS di provinsi Sulawesi Tengah yakni strategi mengoptimalkan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada dan strategi memanfaatkan
peluang untuk mengatasi kelemahan. Meskipun begitu dua strategi yang terakhir
tetap harus diterapkan jika dua strategi lainnya tidak berjalan. Matriks SWOT
dan rumusan strategi disajikan pada Tabel 6.

22
Tabel 6. Matriks SWOT dan rumusan strategi pengembangan PS di Provinsi Sulawesi Tengah
Internal Analisis Factor Summary (IFAS) Kekuatan (S) Kelemahan (W)
 Visi misi, kebijakan, RPJMD,  Jumlah dan kompetensi pendamping kurang
 Terbit SK izin PS (165 unit izin)  Pembiayaan terbatas
 Terbentuk POKJA Sulteng  Kapasitas SDM KPS terbatas
 terbentuk organisasi KPH ditingkat tapak  Usaha dan pemasaran PS belum berkembang
 Tersedia pendamping  Pemahaman dan dukungan OPD tentang PS masih
kurang
 Pemahaman dan dukungan Pemerintah Kabupaten
tentang PS masih rendah
 Sistem informasi KUPS belum optimal
 Masih banyak KPS yang belum memiliki RKPS dan RKT
Eksternal Analysis  Mekanisme pengesahan dokumen perencanaan
Summary (EFAS) RKPS/RKU yang lambat
 Jumlah dan kapasitas penyuluh terbatas
 Pemanfaatan potensi hutan belum optimal
 Sistem monev belum optimal

Strategi (S-O) Strategi (W-O)


Peluang (O)  Mengoptimalkan pemanfaatan dana APBD untuk PS  Mendorong BPSKL untuk menambah jumlah
 Terbit surat edaran Mendagri kepada Gubernur (Seminar, Rakor) pendamping PS
untuk mendukung kegiatan PS  Sosialisasi PS kepada pemerintah kabupaten  Memberikan bimtek dan sertifikasi kepada pendamping
 Tersedia pendamping dan dukungan program  Membuat PKS antara Dinas Kehutanan dan Perguruan tinggi PS
PS dari NGO terkait dengan KKN Tematik PS dan Penelitian dan  Memberikan pelatihan dan bimtek kepada KPS tentang
 Dukungan Perguruan Tinggi pengembangan PS kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha
 Dukungan CSR  Sosialisasi PS kepada pelaku usaha  Fasilitasi dalam penandaan batas, inventarisasi potensi
 Kerja sama dengan mitra usaha  Membangun kerja sama antara KPH dengan industri hutan dan penyusunan RKU/RP
 Dukungan kementerian terkait (Kemendes,  Pengembangan sistem informasi

23
Kementerian Keuangan)  Optimalisasi dan sinkronisasi program KLHK dengan KPH  Fasilitasi pembentukan KUPS
 Dukungan dana desa terhadap PS  Fasilitasi kerja sama usaha dengan mitra
 Membangun komunikasi dan penguatan komitmen kerja  Mendorong Pokja untuk melakukan monev kepada
sama pemda dengan kementerian terkait dalam mendukung kelompok PS
PS
 Mengoptimalkan peran Pokja

Strategi (S-T) Strategi (W-T)


Ancaman (T)  Peningkatan peran KPS dalam kegiatan monitoring dan  Penegakan hukum
 Deforestasi pelestarian kawasan
 Jual beli lahan  Peningkatan peran KPH dalam pengendalian deforestasi
 Peti dalam areal PS  Telaah PIAPS
 Tumpang tindih perizinan

24
Strategi mengoptimalkan kekuatan dengan memanfaatkan peluang yang
ada dalam pengembangan PS antara lain:

 Mengoptimalkan pemanfaatan dana APBD untuk program PS. Upaya ini


dapat dilakukan melalui rapat koordinasi antara OPD. Strategi ini bertujuan
agar program PS mendapatkan dukungan pendanaan oleh OPD di luar
kehutanan, baik dalam kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat,
dukungan sarana dan prasarana dan pemasaran produk
 Sosialisasi PS kepada pemerintah kabupaten. Sasaran strategi ini adalah
pemerintah kabupaten memberikan dukungan terhadap program PS.
Program PS ini sejalan dengan program pemerintah di kabupaten dalam
upaya meningkatkan ekonomi masyarakatnya. Pemerintah kementerian LHK
telah memberikan akses legal dalam pemanfaatan hutan maka ini
merupakan peluang yang perlu dioptimalkan dalam upaya peningkatan
ekonomi masyarakat
 Membuat PKS antara Dinas Kehutanan dan Perguruan tinggi terkait dengan
KKN Tematik PS dan Penelitian dan pengembangan PS. Keberadaan
perguruan tinggi merupakan potensi yang akan dioptimalkan dalam
mendukung PS, termasuk juga dalam pelibatan alumni kehutanan dalam
kegiatan pendampingan
 Sosialisasi PS kepada pelaku usaha. Strategi ini bertujuan agar pelaku usaha
terlibat dalam program pengembangan masyarakat miskin, khususnya
dukungan dana CSR kepada kelompok usaha perhutanan sosial
 Membangun kerja sama antara KPH dengan industri. Strategi ini bertujuan
agar terjalin kerja sama antara KPS dengan industri, khususnya dalam
pengembangan usaha dan pemasaran produk
 Optimalisasi dan sinkronisasi program KLHK dengan KPH terhadap PS.
Program kegiatan PS pada prinsipnya sejalan dengan program KPH. Strategi
ini bertujuan agar program KLHK terkait dengan PS merupakan satu kesatuan
program KPH. Pada tataran implementasi KPH sebagai unit pengelola di

25
tingkat tapak harus dioptimalkan perannya dalam kegiatan PS, sebagai unit
manajemen dalam memfasilitasi dan memonitoring kegiatan PS
 Membangun komunikasi dan penguatan komitmen kerja sama pemda
dengan kementerian terkait dalam mendukung PS
 Mengoptimalkan peran Pokja provinsi dalam kegiatan penguatan kapasitas
KPS dan percepatan akses pemanfaatan sumber daya hutan.
Sementara itu, strategi mengoptimalkan peluang untuk mengatasi masalah
kelemahan pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dalam pengembangan PS
meliputi:

 Koordinasi Pemerintah Provinsi kepada BPSKL Wilayah Sulawesi terkait


dengan dukungan penambahan jumlah pendamping PS. Strategi ini
bertujuan untuk mengatasi kelemahan jumlah penyuluh yang dimiliki oleh
KPH di daerah
 Memberikan bimbingan teknis (Bimtek) dan sertifikasi kepada pendamping
PS. Strategi ini bertujuan meningkatkan kapasitas pendamping yang
terstandar agar kinerja pendamping mendukung pencapaian tujuan PS
dalam meningkatkan KPS dan KUPS, bukan hanya formalitas administrasi
saja
 Memberikan pelatihan dan bimtek kepada KPS tentang kelola kelembagaan,
kelola kawasan dan kelola usaha. Strategi ini dapat berjalan optimal jika dan
hanya jika pendamping memiliki kinerja yang baik
 Fasilitasidalam penandaan batas, inventarisasi potensi hutan dan
penyusunan RKU/RP. Kegiatan pendanaan batas dan inventarisasi potensi
sesungguhnya merupakan tanggung jawab KPS, namun ini juga tidak
tercapai optimal jika tidak ditunjang dengan proses pendampingan yang
optimal
 Pengembangan sistem informasi PS. Strategi ini bertujuan agar tersedia data
dan informasi PS yang valid dan uptodate yang dapat diakses oleh para

26
pihak. Sistem informasi ini dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar untuk
pengembangan program PS yang tepat sasaran
 Fasilitasi pembentukan Kelompok Usaha perhutanan Sosial (KUPS). Strategi
ini harus dilakukan agar program PS dapat memberikan kontribusi ekonomi
bagi masyarakat. bukan hanya berhenti pada fasilitasi pembentukan KUPS,
namun para pihak yang terlibat dalam pengembangan PS harus dapat
mendorong KUPS ini untuk meningkatkan produksi dan pemasaran. Hal ini
dapat dicapai melalui kolaborasi penguatan para pihak terhadap
peningkatan usaha KUPS
 Fasilitasi kerja sama usaha dengan mitra. Strategi ini merupakan salah satu
upaya peningkatan usaha KUPS dengan mempertemukan KUPS dengan mitra
 Mendorong Pokja untuk melakukan monev kepada kelompok PS. Strategi ini
bertujuan mengatasi mekanisme evaluasi PS yang tidak optimal.
Selain mengoptimalkan dua strategi di atas, pemerintah provinsi Sulawesi
Tengah juga menerapkan strategi memanfaatkan kekuatan yang ada untuk
mengatasi ancaman yang akan terjadi. Ancaman yang akan terjadi sebagaimana
diuraikan dalam analisa faktor eksternal antara lain kasus deforestasi dalam
wilayah PS, jual beli lahan, penambangan tanpa izin dalam kawasan dan tumpang
tinggi perizinan. Situasi ini terjadi karena tidak optimalnya pengelola di tingkat
tapak dalam menjalankan pengelolaan dan atau terjadi karena wilayah
pengelolaan yang luas sehingga membutuhkan biaya kontrol yang tinggi. Namun
demikian, situasi masalah ini dapat teratasi melalui penerapan strategi:

 Peningkatan peran KPS dalam kegiatan monitoring dan pelestarian kawasan.


Peningkatan peran ini bisa tercapai jika kapasitas KPS itu kuat. Kehadiran KPS
yang kuat merupakan kekuatan yang dapat mengontrol kelestarian hutan,
sehingga meminimalkan biaya monitoring
 Peningkatan peran KPH dalam pengendalian deforestasi termasuk juga dalam
penanganan resolusi konflik

27
 Telaah Peta Indikatif Perhutanan Sosial (PIAPS). Strategi ini bertujuan agar
tidak terjadi tumpang tindih perizinan dalam wilayah PS. Kegiatan
pencermatan akan dilaksanakan secara cermat dalam tahap fasilitasi
perizinan PS.
Strategi akhir yang akan diterapkan untuk mengatasi masalah di atas
adalah penegakan hukum yang tegas terhadap pihak yang melanggar. Strategi ini
merupakan strategi terakhir dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi
kawasan hutan. Strategi ini tidak menjadi prioritas dan tidak akan diterapkan jika
strategi-strategi yang dinyatakan sebelumnya benar-benar berjalan sesuai
dengan target.

28
RENCANA AKSI PERHUTANAN SOSIAL PROVINSI SULAWESI TENGAH

Rencana aksi merupakan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai


tujuan yang ditetapkan. Tujuan kebijakan perhutanan sosial meliputi 1) tujuan
ekonomi yakni meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kegiatan
pemanfaatan sumber daya hutan, 2) tujuan sosial yakni meningkatkan
kemandirian kelompok masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan dalam
kawasan, 3 ) tujuan ekologi yakni mewujudkan kelestarian fungsi kawasan.
Namun demikian, pencapaian tujuan itu memerlukan proses sehingga
membutuhkan perencanaan yang matang melibatkan para pihak. Rencana aksi
perhutanan sosial merupakan serangkaian tindakan atau program yang akan
kembangkan oleh para pihak dalam mewujudkan tujuan kebijakan PS. Rencana
aksi ini disusun berdasarkan hasil rumusan strategi pengembangan PS di provinsi
Sulawesi Tengah yang disusun secara bersama oleh para pihak.

Rencana aksi ini juga menggambarkan tentang peta jalan (roadmap)


pengembangan PS di provinsi Sulawesi tengah, yang menguraikan tentang
program rencana aksi, output, tata waktu kegiatan dalam rentang 2022 sampai
2024 dan para pihak yang akan menjalankan program rencana aksi.

Gambar 1. Roadmap Pengembangan PS di Sulteng

Program aksi dalam rangka yang akan dilakukan untuk mewujudkan


operasionalisasi pengelolaan PS dalam rangka menunjang kelestarian fungsi

29
kawasan hutan, kemandirian kelembagaan lokal dan peningkatan usaha yang
mendukung pendapatan masyarakat sekitar hutan pada prinsipnya
dikelompokkan menjadi 3 program kegiatan aksi yakni: 1) Program aksi
penguatan kebijakan dan dukungan para pihak, 2) Program aksi
fasilitasipercepatan akses PS dan 3) program aksi fasilitasi dalam pengelolaan PS.

Pada tahap awal dalam rentang waktu 2022-2024, program aksi yang
ditargetkan harus tercapai adalah aksi penguatan kebijakan dan dukungan para
pihak terhadap program PS di provinsi Sulawesi tengah. Program aksi ini sangat
penting karena program ini dikategorikan sebagai faktor pemungkin utama
(enabling condition) bagi pengelolaan PS. Tantangan yang selama ini dihadapi
oleh pemerintah provinsi adalah belum sinergis kebijakan daerah dan dukungan
para pihak dalam mewujudkan pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

Program aksi fasilitasi percepatan akses PS dalam horizon waktu


2022-2024 menargetkan alokasi akses PS adalah seluas 51.276 hektar. Target ini
diyakini bisa tercapai melalui kolaborasi para pihak. Hal terpenting dalam
program ini adalah memfasilitasi usulan PS yang clear and clean dan prakondisi
masyarakat.

Program aksi yang terpenting adalah fasilitasi dalam pengelolaan PS.


Program aksi ini meliputi tiga kegiatan aksi yakni: 1) fasilitasi kelola kawasan, 2)
fasilitasi kelola kelembagaan dan 3) fasilitasi kelola usaha. Program aksi ini
ditujukan peningkatan KPS yang telah mendapatkan persetujuan. Jumlah KPS
yang telah mendapatkan persetujuan adalah 165 SK. Namun demikian dalam
rentang waktu 2022-2024 jumlah SK akan bertambah sehingga jumlah KPS yang
akan di dampingi akan bertambah. Jika proses fasilitasi ini dengan kriteria bahwa
kelembagaan KPS sudah kuat dan terdapat usaha yang menunjang pendapatan
masyarakat maka peran pendamping dan kegiatan fasilitasi akan berkurang. Ini
adalah tujuan dari program pemberdayaan yakni menjadikan kelompok itu
berdaya dan pada akhirnya peran pendamping akan berkurang dan hanya fokus
pada kegiatan monitoring dan evaluasi.

30
Penguatan Kebijakan dan Dukungan Para Pihak

Penguatan kebijakan PS di tingkat provinsi pada prinsipnya ditujukan agar


program PS ini menjadi program bersama bagi para pihak khususnyabagi OPD
dan pemerintah kabupaten sehingga ada dukungan pendanaan dan sinkronisasi
program dapat terwujud. Tupoksi Dinas Kehutanan dan UPT KPH dalam program
PS adalah kegiatan fasilitasi dalam pengelolaan kawasan, sementara
peningkatan kapasitas pendamping merupakan tanggung jawab BPSKL Wilayah
Sulawesi. namun demikian, peningkatan usaha dan kelembagaan KPS
seyogyanya menjadi program bersama para pihak terutama dalam kegiatan PS di
bagian hilir (pengembangan produk dan pemasaran).Dengan begitu, titik kritis
pemberdayaan masyarakat dalam skema perhutanan sosial adalah dukungan
dan optimalisasi peran para pihak.

Terdapat 12 rencana aksi kegiatan terkait dengan penguatan kebijakan dan


dukungan para pihak, sebagaimana dijabarkan dalam tabel 6. Karena bersifat
pemantik terhadap kegiatan lainnya maka rencana aksi ini dilaksanakan pada
awal kegiatan dalam rentang waktu 2022-2024.

Tabel 7. Rencana aksi penguatan kebijakan dan dukungan para pihak dalam
pengembangan PS
No. Rencana Aksi Target/Out put Tata Para Pihak Sumber
Waktu Anggaran
1 Rakor kebijakan alokasi Kesepahaman dan Maret BAPPEDA, APBD
pendanaan untuk dukungan dana PS 2022 Dinas APBN
mendukung kegiatan PS MoU Kehutanan, Sumber
Perindakop, dana
Dinas lainnya
Pertanian,
Dinas
Pariwisata,
Dinas
Perkebunan
dan
Peternakan
2 Sosialisasi PS kepada Kesepahaman dan Mei 2022 Dinas APBD
pemerintah kabupaten sinkronisasi program Kehutanan, APBN
pemerintah dengan PS Pemerintah Sumber
Kabupaten, dana
POKJA lainnya

31
No. Rencana Aksi Target/Out put Tata Para Pihak Sumber
Waktu Anggaran
3 Sosialisasi Perhutanan Kesepahaman dan kerja Juni 2022 KPH, KPS, APBD
Sosial Kepada Pelaku sama pengembangan Pelaku Usaha APBN
Usaha usaha dan pemasaran Sumber
dana
lainnya
4 Membangun PKS antara Perjanjian kerja sama April 2022 Dinas APBD
Dinas Kehutanan dan penguatan PS Kehutanan, APBN
Perguruan tinggi terkait Perguruan Sumber
dengan KKN Tematik PS Tinggi dana
dan Penelitian dan lainnya
pengembangan PS
5 Membangun kerja Dukungan pendanaan September Dinas APBD
sama antara KPH untuk pengembangan 2022 Kehutanan, APBN
usaha PS KPH, Industri Sumber
dengan industri
(BUMN/BUMS) dana
lainnya
6 Bimbingan teknis KPS memiliki Juni 2022 BPSKL, KPH, APBD
Pengelolaan hutan pengetahuan dan Pendamping, APBN
keterampilan teknis Sumber
kepada KPS
dalam pengelolaan PS dana
lainnya
7 Rakor pengembangan Dukungan program Juli 2022 Kemendes, APBD
PS bersama untuk pengembangan Kementerian APBN
usaha PS Keuangan, Sumber
Kementerian terkait
Kementerian dana
Koperasi lainnya
8 Rapat Pokja Komunikasi dan Januari, POKJA APBD
sinkronisasi anggota April, Juli, APBN
pokja triwulan setahun November Sumber
2022 - dana
2024 lainnya
9 Fasilitasi pemenuhan Tersedia tenaga 2022-2024 BPSKL, Dinas APBN
kebutuhan tenaga pendamping sesuai Kehutanan,
dengan jumlah izin PS KPH,
pendamping
yang terbit
10 Bimbingan teknis dan Terlaksana kegiatan 2022 BPSK APBN
sertifikasi pendamping bimbingan teknis kepada Sumber
pendamping PS minimal dana
PS
1 kali setahun lainnya
11 Bimbingan teknis Terlaksana berbimbingan 2022-2024 BPSKL, KPH, APBD
Pengelolaan hutan teknis kepada 51 KPS per Pendamping, APBN
tahun Sumber
kepada KPS
dana
lainnya
12 Penyediaan data dan Tersedia data PS yang Maret Pokja APBD,
Pengembangan sistem valid dan sistem 2022- APBN
informasi uptodate yang 2024
informasi
bisa diakses semua pihak

32
Semua rencana aksi tersebut diatas bersifat mendesak,penting,dan
memiliki dampak nyata terhadap kinerja pengembangan PS jika dilihat dari
Urgency, Seriousnees dan Growth (USG), sehinga perlu upaya untuk
merealisasikan rencana aksi ini.

Rakor kebijakan alokasi pendanaan untuk mendukung kegiatan PS yang


difasilitasi oleh gubernur memiliki posisi strategi terwujudnya penguatan
kebijakan dan dukungan para pihak. rapat kerja ini akan strategi dibahas dalam
forum SKPD. Rencana aksi ini ditargetkan pada awal tahun 2022. Program ini
diyakini akan memiliki dampak terhadap rencana aksi lainnya, termasuk juga
dukungan pemerintah Kabupaten terhadap program PS.

Dukungan kebijakan yang memiliki dampak nyata terhadap kegiatan


fasilitasi di tingkat tapak adalah penyiapan pendamping, peningkatan kapasitas
pendamping, termasuk juga mekanisme evaluasi proses pendampingan. Program
kegiatan ini memerlukan strategi pencapaian salah satunya melalui koordinasi
dengan BPSKL Sulawesi untuk pemenuhan kebutuhan pendamping dan
peningkatan kapasitas pendamping.Jumlah pendamping yang aktif saat ini
adalah 38 orang, yang sebelumnya berjumlah 51 orang, namun beberapa
personil penyuluh telah beralih tugas dan beberapa lainnya berhenti.

Program pemenuhan pendamping menjadi syarat penting guna


mewujudkan kemandirian KPS. Namun demikian pemenuhan pendamping harus
mempertimbangkan aspek kualitas pendamping dan sebaran pendamping.
Idealnya jumlah pendamping yang dibutuhkan adalah 1 KPS difasilitasi oleh
1 pendamping, sehingga setidaknya membutuhkan 165 pendamping. Proses
recruitment pendamping merupakan kewenangan BPSKL, namun harus
melibatkan Pemerintah Daerah dan Pokja PPS dalam proses recruitment untuk
memastikan bahwa sebaran pendamping memenuhi kebutuhan.

Pemenuhan ini dapat juga dipenuhi melalui kerja sama dengan perguruan
tinggi melalui KKN tematik perhutanan sosial dan perekrutan pendamping PS
dari alumni mahasiswa kehutanan yang kompeten dan tentunya memiliki

33
keunggulan yakni pengetahuan di bidang kehutanan. Selain itu, sinkronisasi
kegiatan pendamping dapat juga dilakukan melalui pelibatan pendamping desa
dalam kegiatan pendampingan PS.

Mekanisme peningkatan kinerja pendamping merupakan program prioritas


dalam mendorong pencapaian target PS. Program peningkatan pendamping
dilakukan melalui bimbingan teknis pendamping minimal 1 kali setahun dan
program sertifikasi pendamping. Program ini merupakan kewenangan BPSKL.
Peningkatan kinerja pendamping akan dilakukan melalui mekanisme evaluasi
kinerja pendamping yang melibatkan KPH dan Dinas kehutanan. Evaluasi kinerja
pendamping harus dilakukan secara berkala, dan mewajibkan pendamping untuk
menyampaikan laporan pendampingan secara berkala.

Percepatan Akses

Program perhutanan sosial terbagi dalam 2 (dua) tahapan penting yakni


pra izin/penyiapan kawasan dan paska izin/pemenuhan kegiatan kelola
kelembagaan, kawasan dan usaha. Tahapan penyiapan akses merupakan titik
awal untuk memberikan kesempatan setara kepada masyarakat untuk mengelola
dan memanfaatkan hasil hutan ataupun sebagai solusi atas kegiatan pengelolaan
hutan yang telah lebih dahulu dilaksanakan masyarakat
(perladangan/perkebunan). Pemberian akses legal/persetujuan pengelolaan
hutan kepada masyarakat tidak dapat serta merta diberikan, namun harus
melewati tahapan teknis maupun pra-kondisi sosial yang harus dijalankan secara
tepat untuk memastikan kesesuaian lokasi, ketepatan pemilihan skema dan
pemahaman masyarakat mengenai program perhutanan sosial itu sendiri
sehingga di kemudian hari tidak menimbulkan pemahaman keliru bahwa
perhutanan sosial merupakan program bagi-bagi lahan atau menjadi “celah”
untuk masyarakat dapat menebang kayu.

Sasaran perluasan akses perhutanan sosial Tahun 2021-2024 dalam


perjalanannya mengalami beberapa kali perubahan. Dalam rangka mendukung

34
pencapaian visi Gubernur Sulawesi Tengah : Bergerak Cepat Menuju Sulawesi
Tengah Lebih Sejahtera dan Lebih Maju maka Dinas Kehutanan sebagai instansi
teknis kemudian menterjemahkan dalam target perluasan areal kelola meningkat
dari sebelumnya periode 2016-2021 seluas 100.000 hektar menjadi 125.000
hektar untuk periode 2022-2026 tentunya dengan pengajuan kebutuhan
anggaran yang ideal untuk pelaksanaan operasional kegiatan di tapak
sebagaimana tahapan kegiatan pada rencana aksi.

Tabel 8. Usulan Target Perluasan Akses Kelola PS Tahun 2022-2026

Pasca pembahasan kinerja daerah dan peluang penganggaran seluruh OPD


lingkup Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah mendapat rasionalisasi
alokasi anggaran termasuk Dinas Kehutanan sehingga berdampak pada
perubahan target kinerja perluasan perhutanan sosial turun menjadi 6.500
hektar untuk periode 2022-2026.

35
Tabel 9. Revisi Target Perluasan Akses Kelola PS Tahun 2022-2026

Pada bulan Maret 2022 Kementerian Dalam Negeri melaksanakan rapat teknis
perencanaan pembangunan Tahun 2023 antara Kementerian PPN/BAPPENAS,
Kementerian LHK dengan pemerintah daerah Sulawesi Tengah merumuskan
kesepakatan salah satunya terkait target nasional pemberian akses kelola
perhutanan sosial di provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan tahun 2023 seluas
51.276 hektar yang pembiayaannya dapat diakses melalui Kementerian LHK
berdasarkan arahan dari Kementerian LHK.

Catatan penting lain untuk perluasan akses yakni dengan menindaklanjuti


rekomendasi Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH)
yang diarahkan untuk Perhutanan Sosial seluas kurang lebih 25.591 hektar di
Sulawesi Tengah berdasarkan Surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
perihal Persetujuan Pola Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan
(PPTKH) di Provinsi Sulawesi Tengah Nomor: S.240/Menlhk/Setjen/Pla.2/4/2019
tanggal 22 April 2019 dan Maklumat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
Republik Indonesia tentang Persetujuan Pemberian Tanah Obyek Reforma
Agraria (TORA) dari Kawasan Hutan melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah

36
Dalam Kawasan Hutan (PPTKH) dan Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang
Dapat Dikonversi (HPK) Yang Tidak Produktif pada Rapat Koordinasi Percepatan
Program Reforma Agraria, Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan
Hutan (PPTKH) dan HPK Tidak Produktif sebagai Sumber Tanah Obyek Reforma
Agraria (TORA) dari Kawasan Hutan.

Tabel 10. Tabel Hasil Verifikasi Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan
Hutan (PPTKH) di Provinsi Sulawesi Tengah

Aspek teknis yang menjadi perhatian penting agar subyek dan obyek
perhutanan sosial clean and clear melalui penerapan beberapa tahapan verifikasi
yakni telaah Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial, Inventarisasi dan
identifikasi terkait Objek, subjek dan konflik, Sosialisasi Perhutanan Sosial,
Pengukuran dan pemetaan partisipatif, Fasilitasi Usulan Perhutanan Sosial.

Pelaksanaan rencana aksi merupakan kewenangan BPSKL Sulawesi yang


pelaksanaannya melibatkan dan atau dapat difasilitasi oleh Pokja PPS, Dinas
Kehutanan maupun KPH didukung dengan pendanaan yang dioptimalkan
melalui Balai PSKL Sulawesi sebagai unit kerja Kementerian LHK yang bertugas
untuk menangani Perhutanan Sosial.

37
Tabel 11. Rencana aksi percepatan akses PS
No Rencana Aksi Target/Out put Tata Para Pihak Sumber
Waktu Anggaran

1 Telaah/pencermatan Teridentifikasi 2022- Pokja PPS, APBD


Piaps calon 2024 APBN
pengembangan Sumber
PS yang clean dana
dan clear seluas lainnya
51.276, Ha.

2 Inventarisasi dan Teridentifikasi 2022- KPH, NGO APBD


identifikasi terkait potensi hutan, 2024 APBN
Objek, subjek dan aspek soial Sumber
konflik ekonomi dan dana
potensi konflik lainnya
tenurial pada
calon lokasi PS
3 Sosialisasi Perhutanan Terlaksana 2022- KPH, POKJa APBD
sosial sosialisasi PS 2024 PPS APBN
kepada Sumber
masyarakat dana
sekitar kawasan lainnya
hutan wilayah
PIAPS
4 Pengukuran dan Terpetakan 2022- KPH, Poja APBD
pemetaan partisipatif lokasi usulan PS 2024 PPS APBN
seluas 51.276. Sumber
Ha dana
lainnya
5 Fasilitasi usulan PS Tersedia 2022- Pokja PPS, APBD
dokumen 2024 KPH APBN
usulan PS yang Sumber
siap diusulkan dana
ke kementerian lainnya
LHK

Fasilitasi Kelola Kelembagaan

Fasilitasi pengelolaan kelembagaan dimaksudkan untuk mewujudkan tata


kelola organisasi dan kelembagaan KPS dan KUPS yang baik, handal dan mandiri.
Fasilitasi Pengelolaan dan Pengembangan Kelembagaan KPS dan KUPS terutama
ditujukan untuk melengkapi administrasi dan legalitas kelompok perhutanan
sosial, peningkatan pemahaman dan pengetahuan, serta keahlian/keterampilan
agar setiap KUPS dapat meningkat kelasnya.

38
Rencana aksi dalam fasilitasi penguatan kelembagaan KPS dan KUPS dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 82. Rencana aksi fasilitasi kelola kelembagaan


Target/ Tata Sumber
No Rencana Aksi Para Pihak
Out put Waktu Anggaran
1 Fasilitasi Pembentukan 100% KPS 2022-2024 BPSKL, APBD
KUPS telah Pendamping, APBN
membentuk Dinas Sumber
berdasarkan Potensi
KUPS Kehutanan, dana
sumberdaya/komoditas, KPH, Pokja, KPS lainnya
dan jenis usaha

2 Fasilitasi Peningkatan Peningkatan 2022-2024 Pendamping, APBD


Kelas KUPS kelas KUPS KPH, BPHP, APBN
Gold: 100 BPSKL, Dinas Sumber
Platinum:5 Kehutanan, dana
NGO, Pokja, lainnya
Industri,
Kemendes,
Kementerian
Keuangan,
Kementerian
Koperasi
3 Fasilitasi Pembuatan 100% KUPS 2022-2024 Pendamping, APBD
aturan internal KUPS level Gold KPH, BPSKL, APBN
dan Platinum NGO, Perguruan Sumber
memiliki Tinggi dana
aturan lainnya
internal
4 Pelatihan Penguatan 100% KPS 2022-2024 Pendamping, APBD
Kelembagaan memiliki KPH, BPSKL, APBN
pengetahuan NGO, Perguruan Sumber
dan Tinggi dana
keterampilan lainnya
administrasi
dan
organisasi
5 Fasilitas Pembentukan 1 KPS Sulteng 2022-2024 Pendamping, APBD
Koperasi telah KPH, BPSKL, APBN
membentuk NGO, Perguruan Sumber
koprerasi Tinggi, KPS, dana
Pemerintah lainnya
Desa, Dinas
Koperasi

39
Target/ Tata Sumber
No Rencana Aksi Para Pihak
Out put Waktu Anggaran
6 Monitoring KUPS Terlaksana 2022-2024 BPSKL, Dinas APBD
Kegiatan Kehutanan, APBN
monitoring KPH, POKJA Sumber
sekali dana
setahun lainnya

Dalam peraturan Menteri LHK No.9 tahun 2021 tentang Pengelolaan


Perhutanan Sosial ditetapkan klasifikasi KUPS sebagaimana ditunjukan pada
tabel berikut:

Tabel 13. Klasifikasi dan kriteria kelompok usaha perhutanan sosial


Klasifikasi Kriteria
Blue (awal) Sudah ditetapkan sebagai KUPS, Potensi Usaha sudah
teridentifikasi
Silver (moderat) Sudah ditetapkan sebagai KUPS, Potensi usaha sudah
teridentifikasi,RKPS/RKT, sudah memiliki unit usaha
Gold (maju) Sudah ditetapkan sebagai KUPS; Potensi usaha sudah
teridentifikasi, RKPS/RKT dan Unit usaha; Sudah memiliki
produk atau sarana wisata alam yang dipasarkan; Sudah
memiliki akses modal (mandiri/bantuan/pinjaman; Sudah
memiliki pasar/wisatawan (lokal).
Platinum (mandiri) Sudah ditetapkan sebagai KUPS; Potensi usaha sudah
teridentifikasi; RKPS/RPH/RKT dan Unit usaha; Sudah
melakukan pengolahan hasil/ sarana wisata; Sudah memiliki
akses modal (mandiri/bantuan/pinjaman; Sudah mempunyai
pasar/wisatawan (lokal); Sudah mempunyai pasar/wisatawan
(regional, nasional dan internasional)

40
Adapun target fasilitasi peningkatan kelas KUPS di Provinsi Sulawesi
Tengah dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut:

Tabel 94. Rencana peningkatan KUPS 2022-2024


Peningkatan Kelas KUPS 2022-
Base line Kelas KUPS
Jumlah 2024
No Satuan Kerja
KUPS
BLUE SILVER GOLD PLATINUM BLUE SILVER GOLD PLATINUM

1 KPH Balantak 6 0 6 0 0 0 0 6 0
2 KPH Banawa Lalundu 10 0 8 2 0 0 4 5 1
3 KPH Dampelas 13 0 12 1 0 0 6 6 1
4 KPH Dolago Tanggunung 84 15 69 0 0 0 54 30 0
5 KPH Gunung Dako 1 0 1 0 0 0 0 1 0
6 KPH Kulawi 25 3 20 2 0 0 13 11 1
7 KPH Pogogul 38 0 38 0 0 0 24 14 0
8 KPH Pulau Peling 4 0 4 0 0 0 0 4 0
9 KPH Sintuwu Maroso 14 8 6 0 0 0 8 6 0
10 KPH Sivia Patuju 30 1 24 5 0 0 15 13 2
11 KPH Tepeasa Maroso 2 0 2 0 0 0 0 2 0
12 KPH Tepoasa Aroa 14 5 9 0 0 0 9 5 0
13 KPH Toili Baturube 4 2 2 0 0 0 2 2 0
Total 245 34 201 10 0 0 135 105 5

Gambar 2. Baseline dan target keningkatan KUPS 2022-2024

41
Sampai dengan Tahun 2021 tercatat terdapat 245 KUPS yang telah
terbentuk dari 87 unit KPS terdiri dari 46 unit Hutan Desa, 34 unit HKm dan 7 unit
di Kemitraan Kehutanan, sehingga dari total 165 unit persetujuan PS masih
tersisa 78 unit KPS yang belum memiliki unit usaha berdasarkan potensi hasil
hutan di areal kelolanya. Ditargetkan sampai dengan Tahun 2024 seluruh KPS
sudah memiliki setidaknya 1 (satu) KUPS untuk menjamin sumber pendapatan
masyarakat.

Tabel 15. Sebaran Persetujuan PS (KPS) yang belum memiliki KUPS


Kulin
No KPH HD HKm HTR HA
KK
1 KPH Balantak 2 - - 1 -
2 HPH Banawa Lalundu 1 - - - -
3 KPH dampelas Tinombo 3 1 - - -
4 KPH Dolago Tanggunung - 1 1 - -
5 KPH Gunung Dako 2 3 - - -
6 KPH Kulawi 7 - - - 2
7 KPH Pogogul - - - - -
8 KPH Pulau Peling - 4 - - -
9 KPH Sintuwu Maroso 2 8 - - -
10 KPH Sivia Patuju 2 - - 26 -
11 KPH TAA 4 - - - 1
12 KPH TAM - 1 - - -
13 KPH Toili Baturube 2 4 - - -
TOTAL 25 22 1 27 3

Rencana aksi yang kedua yakni fasilitasi peningkatan kelas KUPS


merupakan kesatuan aksi dengan pembentukan KUPS itu sendiri, diharapkan
melalui pembentukan dan upaya-upaya yang dilakukan dapat terwujud KUPS
mandiri. Target yang akan dicapai Sulawesi Tengah sampai dengan Tahun 2024
(berdasarkan baseline data) yakni 35 KUPS blue seluruhnya meningkat menjadi
silver, dari 201 KUPS silver meningkat ke kategori Gold sejumlah 100 KUPS dan

42
dari 10 KUPS kategori Gold sejumlah 5 KUPS meningkat kelasnya menjadi
Platinum.

Pembentukan dan peningkatan kelas KUPS harus didukung dengan


pemahaman dan kesepakatan para anggotanya mengenai aturan internal untuk
menghindari konflik internal yang mungkin timbul di kemudian hari. Penguatan
kapasitas kelembagaan pemegang KPS memastikan setidaknya pengurus KPS
mampu untuk mengelola KPS dan unit usahanya mengutamakan asas keadilan
bersama dan manfaat bagi seluruh masyarakat atau anggota KPS. Target yang
akan dicapai sampai dengan 2024 adalah 10 KUPS Gold (baseline data) telah
memiliki aturan internal, sementara untuk kegiatan penguatan kelembagaan KPS
ditargetkan seluruh KPS sejumlah 165 unit. Angka ini bersifat dinamis karena
seiring berjalan waktu setiap tahun sesuai target yang akan dicapai melalui
percepatan dan perluasan akses akan terbit persetujuan PS yang baru.

Peningkatan kapasitas KPS dalam bentuk koperasi merupakan aspek


penting lainnya yang perlu dipertimbangkan namun dengan melibatkan instansi
terkait seperti Dinas Koperasi dan UMKM serta stakeholder lain terkait.
Monitoring KPS dan KUPS dilakukan untuk memastikan aktivitas kelola
kelembagaan berlangsung on the track, serta untuk mengetahui hambatan,
tantangan dan memberikan saran dan masukan konstruktif maupun serta
memfasilitasi penyelesaiannya.

Setiap tahapan dalam kegiatan kelola kelembagaan merupakan


kewenangan BPSKL Sulawesi namun pada pelaksanaannya dapat difasilitasi oleh
Pendamping, Dinas Kehutanan, KPH, dan Pokja PPS namun operasionalisasi
kegiatan di lapangan membutuhkan dukungan pendanaan dari BPSKL Sulawesi
atau sumber dana lainnya apabila tersedia.

Fasilitasi Kelola Kawasan


Pada pendahuluan telah dijelaskan bahwa perhutanan sosial bertujuan
untuk memberikan peluang yang setara kepada masyarakat untuk ikut

43
mengelola dan memanfaatkan hutan untuk meningkat kesejahteraan
masyarakat, serta tidak kalah pentingnya bahwa dengan keterlibatan masyarakat
diharapkan turut berperan dalam melestarikan dan mempertahankan kawasan
hutan sesuai fungsinya. Kegiatan kelola kawasan sangat krusial karena menjadi
titik awal untuk membuat perencanaan yang operasional dan masuk akal untuk
dilaksanakan berdasarkan potensi unggulan dan kebutuhan pelestarian kawasan
hutan.

Fasilitasi penataan areal menyasar 165 Kelompok Perhutanan Sosial yang


telah mendapat persetujuan Menteri LHK agar melakukan pembagian ruang
areal kerja perhutanan sosial menjadi ruang pemanfaatan dan ruang
perlindungan dengan mempertimbangkan hal-hal teknis seperti fungsi kawasan,
kelerengan, daerah aliran sungai, dan sebagainya. Selanjutnya ruang areal
perhutanan sosial yang dikembangkan dibagi lagi dalam beberapa blok
pengelolaan yang terintegrasi (Integrated Area Development) berdasarkan
komoditi dan kondisi geografisnya misalnya blok rehabilitasi, blok Hasil Hutan
Bukan Kayu, blok jasa lingkungan, blok Hasil Hutan Kayu, dan lainnya sesuai
kebutuhan dan karakteristik masyarakat. Pelaksanaan penataan areal dapat
dilaksanakan secara simultan dengan kegiatan inventarisasi potensi sehingga
mengoptimalkan waktu, tenaga dan anggaran yang dibutuhkan.

Setelah ruang areal perhutanan sosial dan blok pengelolaan dipetakan


selanjutnya KPS dapat membuat dokumen perencanaan yang sekaligus
merupakan salah satu kewajiban KPS sebelum melakukan pengelolaan areal
lebih lanjut. Rencana Kelola Perhutanan Sosial disusun untuk jangka waktu
10 Tahun dan dioperasionalkan melalui Rencana Kerja Tahunan. RKPS disusun
dengan memperhatikan kearifan lokal, potensi hutan, peluang pasar dan aspek
pengarusutamaan gender serta mempertimbangkan rencana pengelolaan hutan
jangka panjang. Dari sejumlah 165 unit persetujuan PS yang ada di Sulawesi
Tengah masih terdapat 90 unit KPS yang belum memiliki RKPS dan akan didorong
penyusunannya selama periode 2022-2024.

44
Tabel 16. Sebaran Persetujuan PS (KPS) di wilayah KPH yang belum memiliki
dokumen RKPS
Persetujuan PS Persetujuan PS belum ada RKPS
No KPH sudah ada RKPS HD HKm HTR KK HA Total
1 Balantak 1 2 0 0 0 0 2
2 Banawa Lalundu 3 2 0 0 0 0 2
3 Dampelas Tinombo 3 6 1 0 0 0 7
4 Dolago Tanggunung 15 0 3 0 8 0 11
5 Gunung Dako 1 2 3 0 0 0 5
6 Kulawi 7 7 0 0 0 2 9
8 Pogogul 14 0 0 0 0 0 0
9 Peling 1 0 4 0 0 0 4
7 Sintuwu Maroso 6 2 8 0 0 0 10
10 Sivia Patuju 13 4 1 26 0 0 31
11 Tepe Asa Maroso 3 0 0 0 0 0 0
12 Tepo Asa Aroa 3 4 0 0 0 0 4
13 Toili Baturube 5 1 4 0 0 0 5
TOTAL 75 30 24 26 8 2 90

Hal penting lainnya bahwa pasca terbit UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja, pemanfaatan hasil hutan dapat diakses melalui skema Perizinan
Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dan Perhutanan Sosial, sehingga skema
pemanfaatan dan pemungutan HHK dan HHBK salah satunya melalui Perhutanan
Sosial. Terkait dengan pemanfaatan hasil hutan dari persetujuan perhutanan
sosial, Kementerian LHK mewajibkan setiap komoditi yang tercantum dalam
RKPS harus diinput ke dalam SIPUHH untuk mendukung legalitas sumber hasil
hutannya.

45
Tabel 107. Rencana aksi fasilitasi kelola kawasan hutan
No Rencana Aksi Target/Out put Tata Waktu Para Pihak Sumber
Anggaran
1 Fasilitasi Penataan Areal 100% Areal kerja 2022-2024 BPSKL, Dinas APBD
Kerja KPS telah tertata Kehutanan, APBN
batas KPH, Sumber
Pendamping, dana
KPS lainnya
2 Fasilitasi Inventarisasi 100% KPS 2022-2024 BPSKL, Dinas APBD
Potensi Hutan memiliki data Kehutanan, APBN
potensi hutan di KPH, Sumber
areal PS Pendamping, dana
KPS lainnya
3 Fasilitasi Penyusunan 100% KPS 2022-2024 BPSKL, Dinas APBD
Rencana RKPS dan RKT memiliki Kehutanan, APBN
dokumen RKPS KPH, Sumber
dan RKT Pendamping, dana
KPS lainnya
4 Monitoring Pengelolaan 1 kali setiap 2022-2024 KPH, Dinas APBD
kawasan Hutan tahun Kehutanan, APBN
Pokja PS, Sumber
KPS dana
lainnya

Kegiatan kelola kawasan tidak hanya fokus pada aspek pemanfaatan


potensi, namun penilaian keberhasilan tujuan program perhutanan sosial tak
lepas dari upaya mempertahankan kelestarian lingkungan dengan melihat
beberapa kriteria yaitu: pemanfaatan hutan sesuai dengan fungsi dan status
kawasannya, terjaganya dan meningkatnya kondisi hutan dari penggunaan
lainnya, menurunnya okupasi lahan serta kebakaran, kecukupan minimal
tanaman pokok kehutanan, pola budidaya Perhutanan Sosial: komposisi jenis
tanaman kehutanan dan tanaman semusim, peningkatan keragaman jenis
tanaman dan satwa, terjaga serta meningkatnya spesies endemik, terjaganya
atau meningkatnya jumlah sumber mata air di areal Perhutanan Sosial, kualitas
air yang bersumber dari mata air, terlaksananya kegiatan perlindungan hutan
ditandai dengan berkurangnya kejadian illegal logging, dan terlaksananya
pencegahan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan. Kegiatan tersebut

46
juga merupakan bagian penting yang wajib dicantumkan dalam dokumen RKPS
yang menjadi pedoman KPS melaksanakan aktivitas setiap tahun.

Tahapan dalam kelola kawasan merupakan kewajiban Kelompok


Perhutanan Sosial yang dalam pelaksanaannya tidak lepas dari peran
pendamping serta Dinas Kehutanan dan KPH untuk mengarahkan prosesnya dan
menilai kesesuaian perencanaan dan peran BPSKL Sulawesi untuk mengesahkan
dokumen dimaksud.

Kegiatan monitoring pengelolaan hutan dilakukan untuk memastikan


kesesuaian memastikan kesesuaian pengelolaan kawasan hutan yang dilakukan
oleh KPS, kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan RKPS, perubahan
yang terjadi, hambatan, dan tantangan. Monitoring merupakan kewenangan
Menteri yang ditugaskan kepada Ditjen PSKL dibantu oleh BPSKL Sulawesi dan
dalam pelaksanaannya dapat melibatkan Dinas Kehutanan Provinsi, KPH dan
Pokja PPS

Fasilitasi Kelola Usaha

Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) berhak difasilitasi dalam kelola


usahanya. Dukungan dan peran dari para pihak secara nyata dan tepat sasaran
diperlukan dalam pengembangan usaha. Peran dimaksud dapat berupa
pemberian fasilitasi akses permodalan; fasilitasi dukungan sarana prasarana
untuk peningkatan nilai tambah produk; pelatihan untuk peningkatan nilai
tambah produk dan fasilitasi pemasaran.

Sebanyak 201 KUPS kelas silver ditargetkan memiliki akses permodalan.


KUPS difasilitasi dalam Penyusunan Proposal Akses Permodalan, Bimbingan
Business Plan untuk mengakses donatur/investor. Permodalan dalam kegiatan
awal KUPS perlu diberikan sesuai kebutuhan usahanya. Modal usaha dapat
berupa akses kemitraan dengan investor ataupun berupa penyertaan modal.
Modal tersebut diperoleh KUPS untuk biaya tenaga kerja pembuatan dan

47
pemeliharaan sarana prasarana, proses penanaman sampai panen, biaya
promosi atau pemasaran dan sebagainya.

Beberapa KUPS telah mendapatkan sarana dan prasarana yang bersumber


dari para pihak. Namun demikian masih sebagian besar KUPS belum memiliki
sarana prasarana dalam pengembangan usahanya. Fasilitasi sarana dan
prasarana dapat diberikan pada KUPS yang telah menyusun Rencana Kelola
Perhutanan Sosial (RKPS) dan telah siap bahan baku untuk pengelolaan
selanjutnya sampai pemasaran. Pada KUPS kategori silver ditargetkan 100%
mendapatkan sarana prasarana sesuai dengan potensi, kebutuhan, tepat sasaran
serta tepat guna. Kepastian kualitas sarana prasarana perlu diprioritaskan agar
masa pakai sarana prasarana serta produktivitas bernilai tambah. Pengoptimalan
pemanfaatan sarana prasarana dapat secara sistem satu atap pada produk
sejenis dan lokasi KUPS satu dengan yang lainnya saling berdekatan.

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia sangat diperlukan dalam


pengembangan usahanya untuk menghasilkan produk yang bermutu, kontinyu
dan dibutuhkan masyarakat. Metode peningkatan nilai tambah produk dapat
berupa pelatihan, studi banding, ataupun sekolah lapang. Komoditi sebagian
besar KUPS berupa rotan, madu, aren, kemiri, kopi, pala. Sehingga target dalam
rentang waktu 2022 sampai 2024 dilaksanakan pelatihan KUPS pada 6 (enam)
komoditi tersebut.

Pemasaran lokal dan non lokal perlu ditingkatkan. Stakeholder terkait perlu
diberikan target pencarian market bisa secara offline maupun online. Pemasaran
secara offline telah dibentuk Gerai KPH Sulawesi Tengah sebagai showroom
produk Kelompok Tani Hutan. Beberapa produk telah diikutkan dalam pameran
lokal dan pemasaran secara mandiri oleh anggota KUPS. Pemasaran secara
online tersirat dalam website perhutanan sosial Sulawesi Tengah serta
pemasaran secara mandiri via media sosial. Guna memperluas pangsa pasar
direncanakan perlu dilaksanakan temu usaha produk-produk perhutanan sosial
Sulawesi Tengah di forum nasional. Pemasaran produk semakin tinggi maka

48
KUPS semakin semangat untuk terus berproduksi. KUPS dituntut menjaga
peningkatan kualitas/mutu dan keberlanjutan ketersediaan produk.

Produk berkualitas didapatkan dari penyediaan bahan baku berkualitas,


proses pengolahan yang tepat, pengemasan yang menarik. Produk pangan yang
dipasarkan perlu difasilitasi perizinan Produk Industri Rumah Tangga (PIRT)
melalui Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten selanjutnya didorong menuju tahap
label Halal MUI. Produk-produk perhutanan sosial perlu diberikan logo
“perhutanan sosial” Sulawesi Tengah guna membranding kegiatan pengelolaan
persetujuan perhutanan sosial di Sulawesi Tengah sekaligus sebagai daya tarik
para donatur untuk pengembangan usaha perhutanan sosial.

Tabel 18. Rencana aksi fasilitasi kelola usaha PS


Tata Sumber
No Rencana Aksi Target/Out put Para Pihak
Waktu Anggaran
1 Fasiilitasi Akses 201 KUPS 2022-2024 BPSKL, Dana desa
Permodalan kategori silver Pendamping, APBN
memiliki akses BPHP, Sumber
permodalan Pemerintah dana
Desa, BPDLH lainnya
Kementerian
Keuangan,
Kementerian
Koperasi
Mitra Usaha
2 Fasilitasi Dukungan 100% KUPS 2022-2024 BPSKL, Dinas APBD
Sarpras Untuk kategori silver kehutanan, APBN
Peningkatan Nilai Tambah telah memiliki Pendamping, Sumber
Produk Sarpras untuk BPHP, BPSKL, dana
pengembangan Kementerian lainnya
usaha Desa,
Kementerian
Keuangan,
Kementerian
Koperasi
Mitra Usaha,
DPRD

49
Tata Sumber
No Rencana Aksi Target/Out put Para Pihak
Waktu Anggaran
3 Pelatihan untuk 6 kegiatan 2022-2024 BPSKL, APBD
peningkatan nilai tambah pelatihan, Pendamping, APBN
produk meliputi BPHP Sumber
produk rotan, Kementerian dana
kopi, aren, Keuangan, lainnya
madu, kemiri Kementerian
dan pala Koperasi
Mitra Usaha
Perguruan
Tinggi
4 Fasilitasi Pemasaran 1 kali pertahun 2023 dan BPSKL, APBD
temu usaha 2024 Pendamping, APBN
produk BPHP Sumber
perhutanan Kementerian dana
sosial Keuangan, lainnya
,Kementerian
Koperasi
Mitra Usaha
Perguruan
Tinggi

50
PENUTUP

Rencana aksi Perhutanan Sosial Sulawesi Tengah diharapkan menjadi


roadmap pengembangan PS dan pedoman seluruh pihak untuk mewujudkan
kemandirian masyarakat desa di sekitar hutan, peningkatan ekonomi masyarakat
sekaligus menurunkan tingkat deforestasi dan degradasi hutan yang
berkontribusi terhadap pengendalian perubahan iklim dengan target capaian
yang terukur. Rencana aksi disusun berdasarkan hasil kajian dan diskusi dengan
berbagai pihak terkait, terutama stakeholder di lingkup kehutanan yakni Dinas
Kehutanan, BPSKL Wilayah Sulawesi, UPTD KPH, Akademisi, dan NGO.

Isu strategis dirumuskan dengan terlebih dahulu merefleksikan situasi atau


kondisi permasalahan dan peluang di lapangan dari berbagai pemangku
kepentingan yang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa isu strategis
meliputi peningkatan peran Pokja PPS Sulteng dan stakeholder terkait,
koordinasi dan sinkronisasi program, peningkatan kapasitas pendamping,
peningkatan kapasitas kelompok perhutanan sosial, dan penyelesaian masalah
tenurial. Penentuan strategi kegiatan dilakukan melalui analisa SWOT melalui
pendekatan Focus Group Discussion (FGD) dengan mendengarkan masukan dari
semua pihak yang terkait. Kegiatan yang diusulkan dalam rencana aksi dibahas
untuk mendapatkan konfirmasi bahwa kegiatan-kegiatan yang dirumuskan bisa
diterima, didukung, serta menjadi acuan pelaksanaan di masa mendatang dan
diharapkan mampu menjawab pemecahan masalah terhadap pengembangan
perhutanan sosial di Sulawesi Tengah yang telah dijabarkan secara kualitatif
maupun kuantitatif.

Program atau kegiatan yang dirumuskan dalam dokumen rencana aksi


Perhutanan Sosial dapat dijadikan acuan oleh instansi sektor Kehutanan serta
stakeholder terkait dalam hal pengembangan perhutanan sosial dalam aspek
kelembagaan, kawasan dan usaha. Rencana aksi ini bersifat dinamis, sehingga

51
seiring dengan perjalanan waktu ke depan akan dilakukan penyesuaian menurut
kebutuhan.

Dengan tersusunnya rencana aksi dan Roadmap Perhutanan Sosial, upaya


untuk mengembangkan dan penguatan perhutanan sosial diharapkan dapat
berjalan lebih optimal, sehingga akan memberikan manfaat positif yang nyata
bagi kesejahteraan masyarakat dan kelestarian hutan.

52

Anda mungkin juga menyukai