Anda di halaman 1dari 4

Hubungan Kental Amerika-Israel:

Alasan di Balik dan Implikasinya bagi Geopolitik Timur Tengah

Israel - sebuah negara kecil di Timur Tengah dengan populasi kurang dari 10 juta jiwa, sejak berdirinya
pada 1948 telah menjalin hubungan yang sangat erat dan istimewa dengan Amerika Serikat. Amerika dengan
lantang mendeklarasikan Israel sebagai “sekutu strategis yang tak tergantikan” di Timur Tengah. Sepanjang
lebih dari 70 tahun hubungan diplomatik kedua negara, Amerika Serikat telah menyuntikkan dana miliaran
dolar untuk membantu Israel bertahan hidup sekaligus berkembang menjadi kekuatan dominan di kawasannya.

Lantas apa yang membuat Israel begitu spesial bagi Amerika Serikat? Mengapa hubungan keduanya
begitu akrab dan mesra di tengah lautan konflik dan perselisihan Israel dengan hampir seluruh dunia Arab dan
Islam di sekelilingnya? Tulisan feature ini akan mengupas alasan strategis di balik kedekatan istimewa Amerika-
Israel serta implikasinya terhadap geopolitik dan stabilitas kawasan Timur Tengah yang fluktuatif.

Sepanjang Sejarah, Amerika Selalu Berada di Sisi Israel

Hubungan diplomatik resmi Amerika Serikat - Israel dimulai saat Presiden AS Harry S. Truman pada 11
Mei 1948 dengan bangga menjadi pemimpin dunia pertama yang mengakui dan mendukung kemerdekaan
negara Israel - hanya beberapa jam setelah deklarasi kemerdekaan Israel diumumkan David Ben Gurion.

Sejak 11 Mei 1948 itu pula, Amerika Serikat secara konsisten berdiri teguh di belakang Israel. Setiap
kali Israel diserang, AS selalu tampil membelanya. Setiap kali ada resolusi PBB mengkritik Israel, AS pasti
menolak atau menghalanginya. Setiap ada masalah Israel kekurangan dana, pemerintah dan rakyat Amerika
dengan sukarela menggalang bantuan.

Hal ini terlihat dari deklarasi Presiden John F Kennedy pada 1963 yang menegaskan komitmen AS
untuk “menganggap serangan terhadap Israel sebagai serangan terhadap Amerika.” Pernyataan senada terus
digaungkan para pemimpin Amerika berikutnya. Termasuk janji umum para Presiden AS baik dari Partai
Demokrat maupun Republik, untuk selalu “melindungi Israel apapun yang terjadi.”

Bukan sekadar retorika belaka, deklarasi kedekatan khusus ini dibuktikan dengan dukungan nyata
Amerika Serikat pada Israel. Hingga 2022 ini, total bantuan keuangan dan militer AS ke Israel sejak 1948
diperkirakan telah melebihi $146 miliar.

Rata-rata tiap tahun, Amerika mengalirkan bantuan $3,1 miliar ke Israel - sekitar 1/5 dari total bantuan
luar negeri Amerika. Proporsi dana sebesar ini tentu luar biasa jika mengingat Israel hanyalah negara kecil
dengan penduduk tidak sampai 10 juta jiwa.

Sebagian besar ($3-4 miliar) merupakan bantuan militer dan pertahanan dalam skema ‘Foreign
Military Financing’ guna membantu Israel menjaga superioritas militernya di kawasan dan mempertahankan
diri dari serangan berulang negara Arab sekitarnya selama hampir 75 tahun eksistensinya.
Mitra Strategis AS di Tengah Lautan Api Timur Tengah

Mengapa Amerika Serikat begitu istimewa memperlakukan Israel? Mengapa hubungan khusus ini
begitu penting bagi kepentingan nasional Amerika Serikat? Jawabannya terletak pada nilai dan peran strategis
Israel bagi agenda geopolitik Amerika di kawasan Timur Tengah.

Sejak era Perang Dingin, Amerika memandang Israel sebagai sekutu dan mitra kerja samanya yang
paling andal di Timur Tengah. Di tengah lautan dunia Arab yang mayoritas memusuhi AS dan Israel, negara
Yahudi ini dipandang sebagai satu-satunya basis AS di kawasan yang bisa diandalkan.

Selain sebagai mitra intelijen dan militer, Israel juga berperan sebagai “kekuatan penyeimbang” bagi
AS di tengah kekuatan-kekuatan besar di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Iran, Turki, Mesir dan Irak yang
kerap tidak sejalan dengan kepentingan Washington.

Dengan Israel yang kuat dan superior, AS bisa menggertak lawan-lawannya di Timur Tengah sekaligus
menjaga agar tidak ada negara tunggal yang mendominasi dan menguasai kawasan sepenuhnya, yang dapat
merugikan pengaruh global Amerika.

Selain itu, Israel dinilai amat vital bagi agenda Amerika memerangi kebangkitan gerakan Islam di Timur
Tengah. Kerja sama intelijen erat keduanya dinilai krusial untuk memantau dan melawan jaringan Mujahidin
maupun negara-negara seperti Iran yang ingin mengembangkan senjata nuklir yang bisa mengancam
keamanan kawasan dan kepentingan minyak AS.

Karena lokasinya yang strategis mengapit benua Eropa, Asia dan Afrika, Israel kerap dimanfaatkan
sebagai basis logistik dan tempat persinggahan pasukan Amerika di Timur Tengah. Pangkalan udara Israel
seperti di Nevatim dan basis laut seperti Haifa rutin digunakan sebagai transit bagi pasukan, jet tempur dan
armada laut Amerika yang bertugas di Timur Tengah.

Israel sendiri tentu sangat diuntungkan dengan berperan sebagai “polisi lokal” AS di Timur Tengah.
Aliansi erat ini memberinya akses mudah ke persenjataan militer tercanggih buatan Amerika, bantuan
keuangan miliaran dolar setiap tahun, serta ‘payung perlindungan’ diplomatik AS yang selalu melindunginya
dari kecaman dan sanksi PBB atas segala kebijakan kontroversialnya. Dengan ‘restu’ Washington, Israel semakin
leluasa menindas warga Palestina dan menyerang negara tetangganya tanpaperlu khawatir sanksi internasional
yang berarti.

Jejaring Zionis Global Pasok Modal dan Lobi Politik bagi Israel

Selain pemerintah Amerika Serikat secara resmi, dukungan kuat Israel juga datang dari jejaring bisnis
dan organisasi Yahudi serta Zionis yang sangat luas di AS dan negara Barat lainnya.

Diperkirakan terdapat 500 ribu warga Yahudi Amerika yang tergabung dalam berbagai organisasi pro-
Israel seperti AIPAC (American Israel Public Affairs Committee), AJC (American Jewish Committee) dan banyak
lagi grup Zionis. Kelompok-kelompok ini secara aktif menggalang dukungan politik dan finansial bagi Israel dari
pemerintah, Kongres, serta masyarakat dan korporasi Amerika.
Lewat strategi lobi yang gigih, AIPAC dan koleganya yang bermarkas di Washington DC ini berhasil
mempengaruhi mayoritas anggota Kongres Amerika untuk mendukung bantuan keuangan miliaran dolar AS
untuk Israel setiap tahun anggaran.

Menurut pengamat politik Amerika, AIPAC adalah lobi paling berpengaruh ke-2 di Washington setelah
Asosiasi Pensiun Nasional. Setiap tahun diperkirakan jaringan Zionis ini menggalang dana politik senilai lebih
dari $100 juta untuk memastikan agar kebijakan luar negeri AS selalu condong ke Israel.

Strategi advokasi AIPAC dan sekutunya ternyata sangat efektif. Hingga kini, mayoritas anggota
parlemen Amerika dari partai Demokrat dan Republik pada setiap pemungutan suara di Kongres hampir pasti
mendukung bantuan keuangan dan militer kepada Israel.

Sejumlah anggota Kongres AS bahkan dengan terbuka mendeklarasikan diri sebagai “pemimpin Zionis”
dan menganggap isu keamanan Israel “sama pentingnya dengan kemanan dalam negeri Amerika”. Ungkapan ini
jelas memperlihatkan kuatnya pengaruh lobi Yahudi atas politik luar negeri AS terkait Timur Tengah. Selain
tekanan politik, Israel juga menikmati guyuran dana miliaran dolar dari sektor korporasi dan filantropis Amerika
yang dikuasai pebisnis dan investor berlatar belakang Yahudi dan Zionis.

Intel misalnya, raksasa chip asal Silicon Valley ini sejak 1974 telah membangun pusat riset dan
fabrikasi canggih di Israel senilai lebih dari $40 miliar. Berkat kerja sama erat dengan Intel, nilai ekspor
teknologi Israel melesat dari hampir nol menjadi lebih dari $50 miliar dengan komposisi sekitar 50% berasal
dari kolaborasi riset dan produksi dengan Intel Israel.

Google juga tercatat membeli startup peta berbasis lokasi bernama Waze senilai $ 1,1 miliar pada
2013 silam untuk memperkuat pengembangan kendaraan tanpa awaknya. Sejak 2003 hingga 2020, Google
diperkirakan telah menginvestasikan lebih dari $ 2 miliar ke ratusan perusahaan rintisan Israel di sektor
kecerdasan buatan, komputasi awan, keamanan siber, fintech dan lainnya.

Bukan cuma Big Tech silicon valley saja, grup investasi terbesar dunia - Berkshire Hathaway milik
legendaris Warren Buffett - baru-baru ini tercatat sangat aktif mengakuisisi perusahaan Israel senilai total $6
miliar selama 10 tahun terakhir. Termasuk kemarin di 2022 saat perusahaan asuransi kesehatan Buffett
mengambil alih perusahaan medis Israel, IMC yang dinilai mencapai $4,7 miliar.

Tidak cukup sampai di situ, para taipan Yahudi Amerika semisal Haim Saban dan Sheldon Adelson juga
tercatat loyal mendukung dan mendanai kampanye politik calon-calon Presiden dan anggota Kongres AS yang
pro-Israel, baik dari Partai Demokrat ataupun Republik. Kedermawanan besar konglomerat seperti Saban dan
Adelson ini jelas memainkan peran penting untuk memastikan politik luar negeri dan keamanan Amerika
senantiasa ‘bersahabat’ dengan Israel.

Dari sinilah, wajar apabila mesin bisnis Israel tumbuhpesat didukung kucuran modal dan transfer
teknologi secara bergantian dari Amerika Serikat dan negara Barat lainnya yang memiliki komunitas Yahudi dan
Zionis yang kuat. Lobi Israel mampu memasok Timur Tengah dengan senjata, dana, investasi asing, teknologi
canggih dan kecerdasan buatan mutakhir untuk menopang visi mewujudkan sebuah “negara adidaya” di
kawasannya.

Dengan segala akses istimewa ini pula Israel yang notabene hanya negara kecil nan minim sumber
daya ini bisa membangun kekuatan militer mengerikan dan ekonomi maju berteknologi tinggi yang
mendominasi para tetangga Arabnya.

Israel kini menjelma sebagai kekuatan bengis dan tak terkalahkan di kawasan dengan tentara dan
intelijen paling canggih di Timur Tengah, didukung armada jet tempur F-35 dan F-16 terbanyak ke-2 di dunia,
kapal selam nuklir Jericho berhulu ledak hidrogen, hingga rudal balistik ratusan kilometer jarak jangkauannya.

Kekuatan techno-militer Israel yang overpower ini jelas memberinya keleluasaan untuk bertindak
agresif dan arogan terhadap tetangganya tanpa rasa gentar. Ironisnya, keangkuhan Israel ini kerap ditoleransi
dan dilindungi Amerika Serikat di kancah global.

Dukungan AS pada Israel, Sumber Ketegangan Abadi di Timur Tengah

Keistimewaan hubungan Amerika-Israel ini adalah akar masalah ketegangan dan ketidakstabilan kronis
di Timur Tengah. Bagi mayoritas bangsa Arab, dukungan telanjang Washington pada Israel dipandang sangat
memihak dan menyebabkan eskalasi konflik. AS dianggap menutup mata atas segala kezaliman rezim Zionis
terhadap rakyat Palestina, penjajahan wilayah dan penindasan hak asasi manusia yang makin memburuk.

Singkatnya, keberpihakan AS yang berlebihan pada satu sisi dinilai turut memperparah krisis
kemanusiaan di Palestina dan merongrong upaya perdamaian abadi di Timur Tengah. Selama hampir 70 tahun
sejarah Israel ada, negara ini terlibat perang besar melawan koalisi negara Arab tetangganya sebanyak 5 kali
yakni pada 1948, 1956, 1967, 1973 dan 1982. Tak hanya invasi skala penuh, bentrokan bersenjata dan
ketegangan militernya dengan Lebanon, Suriah dan kelompok Islam Palestina seperti Hamas juga sangat kerap
terjadi hingga kini.

Patut dicatat, bahwa dalam setiap krisis, peperangan dan operasi militer sepihaknya, Israel nyaris
selalu dimenangkan Amerika Serikat sebagai pihak ‘yang terprovokasi’ dan berhak membela diri. Presiden AS
bahkan tak sungkan menggelontorkan bantuan senjata darurat di tengah krisis, memblokir resolusi PBB untuk
gencatan senjata, apalagi mengusulkan sanksi tegas pada Israel meski telah kelewat batas dan melanggar
hukum humaniter internasional.

Dalam catatan PBB, sepanjang 1975 hingga 2020, Amerika telah memveto 42 resolusi Dewan
Keamanan PBB yang menentang atau mengkritik tindakan Israel atas Palestina. Jumlah veto yang anehnya
selalu melindungi sekutunya ini jauh melebihi negara mana pun. Karenanya wajar bila hubungan mesra AS-
Israel ini memicu kebencian publik di negara-negara Muslim terhadap Amerika Serikat. Survei menunjukkan
mayoritas warga di Timur Tengah menganggap Amerika dan Israel sebagai ‘ancaman utama’.

Anda mungkin juga menyukai