Anda di halaman 1dari 80

LAPORAN

TUGAS STRUKTUR BETON BERTULANG


Dosen Pembimbing:

Arusmalem Ginting, S.T., M.T.

Disusun Oleh:
Kelompok (1)
Dadan Ramdani 17310038
Nashir 17310045

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
2023

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN
TUGAS STRUKTUR BETON BERTULANG
Diajukan guna melengkapi persyaratan
Program Pendidikan Strata Satu (S1)
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Janabadra Yogyakarta

Diajukan Oleh:
Rombongan (19)
Dadan Ramdani 17310038
Nashir 17310045

Telah diperiksa dan disetujui oleh:


Dosen Pembimbing

(Arusmalem Ginting, S.T., M.T.)

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JANABADRA
YOGYAKARTA
2023
ii
LEMBAR ASISTENSI

Dosen Pembimbing : Arusmalem Ginting, S.T., M.T.


Rombongan :1
Nama Mahasiswa :
Dadan Ramdani 17310038
Nashir 17310045

NO TANGGAL URAIAN PARAF

iii
NO TANGGAL URAIAN PARAF

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan
kasih-Nya, sehingga Laporan Tugas Struktur Beton Bertulang dapat kami selesaikan dengan
baik.
Tugas ini kami susun guna melengkapi Persyaratan Yudisium Program Pendidikan Strata Satu
(S-1) dan merupakan salah satu mata kuliah wajib dalam bidang Teknik Sipil.
Dalam kesempatan ini izinkanlah kami menyampaikan rasa terima kasih kepada yang
terhormat:
1. Dr. Risdiyanto, S.T., M.T. selaku Rektor Universitas Janabadra
2. Ibu Fatsyahrina Fitriastuti, S.Si., M.T. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Janabadra.
3. Bapak Ir. Bing Santoso, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Universitas Janabadra.
4. Bapak Arusmalem Ginting, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing Tugas Struktur Beton
Bertulang.
5. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil atas kerja samanya.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Semoga bantuan dan dukungannya hingga terselesainya tugas ini mendapat imbalan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Pengasih. Dan semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Kami menyadari dalam penyelesaian laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
penyusun tidak menutup kepada pihak-pihak yang sudi memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar laporan ini tersusun dengan sempurna. Atas kritikan dan saran
penyusun mengucapkan banyak terima kasih.

Yogyakarta, Oktober 2023

Penyusun

v
BAB 1
BAB PENDAHULUAN

1.1. Dasar-Dasar Perencanaan


Dalam perancangan suatu struktur suatu bangunan gedung bertingkat, banyak faktor
yang harus diperhatikan, antara lain meliputi fungsi gedung, keamanan, kenyamanan,
kekuatan, keindahan serta pertimbangan ekonomis. Bangunan harus didesain dengan sebaik
mungkin, sehingga dapat memenuhi kriteria bangunan yang kuat, aman, nyaman tetapi tetap
ekonomis.
Secara umum suatu perencanaan gedung dapat dikatakan aman apabila dikerjakan
dengan efektif dan efisien, dalam arti struktur yang direncanakan memenuhi syarat-syarat
seperti kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), ekonomis (optimum design) dan keawetan.
Hal tersebut bertujuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi penghuni baik dalam
keadaan normal maupun darurat.
Mengingat lokasi struktur yang ditinjau berada di daerah yang sering dilanda gempa
bumi. Untuk itu perlunya penerapan perencanaan dengan menggunakan peraturan yang
terbaru, sebagai acuan bangunan tahan gempa dengan struktur beton bertulang. Perencanaan
struktur beton bertulang dengan menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang terbaru
akan memiliki kinerja struktur yang lebih baik, karena bangunan akan bersifat lebih daktail.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengolah data adalah sebagai berikut:


a. Pemodelan portal menggunakan program SAP sebagai langkah awal untuk
memasukkan data yang akan dianalisis oleh program SAP tersebut.
b. Menghitung manual besarnya beban mati, beban hidup, beban partisi, beban terpusat dan
beban gempa yang membebani gedung tersebut.
c. Meng-input semua beban ke dalam program SAP.
d. Memasukkan kombinasi beban ke dalam program SAP.
e. Menganalisis data dengan program SAP.
f. Membuat tabel gaya-gaya dalam yang terjadi dari output SAP.
g. Merancang ulang pelat lantai, balok dan kolom.

6
1.2. Data Struktur dan Teknis Bangunan
Untuk mempersempit cakupan permasalahan yang terkandung dalam proses
perencanaan dan perancangan struktur dilakukan pembatasan masalah untuk
memperjelasaspek-aspek yang digunakan dalam melakukan perencanaan dan perancangan.
Batasanmasalah yang diambil adalah sebagai berikut.

1.2.1. Data Struktur


Sistem Rangka Pemikul Momen : Khusus
Letak bangunan di daerah gempa : Delanggu
Fungsi bangunan : Restoran
Mutu beton (f’c) : 28,5 MPa
Tegangan leleh baja tulangan geser : 240 MPa
Tegangan leleh baja tulangan lentur : 395 MPa
Dinding luar sekeliling bangunan : Dinding bata ringan ½ batu
Partisi dalam : Kalsiboard dengan rangka alumunium

1.2.2. Data Teknis


Bangunan : 4 Lantai
Fungsi bangunan : Restoran
Mutu beton (f’c) : 28,5 MPa
Tegangan leleh baja tulangan geser : 240 MPa
Tegangan leleh baja tulangan lentur : 395 MPa
Elevasi Lantai Dasar : 0,00 m
Elevasi Lantai I : 3,825 m
Elevasi Lantai II : 7,650 m
Elevasi LantaiIII : 11,475 m
Elevasi Atap : 15,300 m

7
1.2.3. Denah Bangunan

Gambar 1. 1 Denah Tipikal

1.2.4. Potongan Bangunan

Gambar 1. 2 Potongan

8
1.2.5. Peraturan-Peraturan yang Digunakan
Peraturan-peraturan yang digunakan dalam perencanaan antara lain:
1. Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain ( SNI
1727:2020)
2. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2019)
3. Tata Cara Perhitungan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2019)

1.2.6. Spesifikasi Bahan


Mutu Bahan yang digunakan dalam perencanaan ini adalah sebagai berikut:
1. Beton
Pelat, balok, kolom, fondasi menggunakan mutu beton f’c = 28,5 MPa
2. Baja penulangan beton
Pelat, balok, kolom, fondasi menggunakan
Untuk baja tulangan <12 mm, tegangan leleh baja,fy = 240 MPa
Untuk baja tulangan ≥ 12 mm, tegangan leleh baja,fy = 395 MPa
3. Faktor reduksi kuat bahan
Kuat desain yang disediakan oleh suatu komponen struktur, sambungannya dengan
komponen struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan lentur, beban normal,
geser, dan torsi, harus diambil sebesar kuat nominal dikalikan dengan faktor reduksi
kekuatan (ø) ditentukan berdasarkan pasal 9.3 SNI 2847:2019.
Tabel 1. 1 Faktor Reduksi

No Keterangan Faktor reduksi (ø)


a) Momen, gaya aksial, atau kombinasu momen dan gaya 0,65 – 0,90
aksial
b) Geser 0,75
c) Torsi 0,75
d) Tumpu (bearing) 0,65
e) Zona angkur pascatarik (post-tension) 0,85
f) Bracket dan korbel 0,75
g) Strut, ties zona nodal, dan daerah tumpuan yang 0,75
dirancang dengan strut-and-tie di pasal 23
h) Komponen sambungan beton pracetak terkontrol leleh 0,90
oleh elemen baja dalam Tarik
i) Beton polos 0,60
j) Angkur dalam elemen beton 0,45-0,75

Sumber: Standar Nasional Indonesia berdasarkan pasal 9.3 SNI 2847:2019.

9
1.3. Tingkat Daktilitas
1.3.1. Tingkat Daktilitas 1
Struktur dengan tingkat daktilitas-1 harus dirancang agar tetap berperilaku elastis saat terjadi
gempa kuat. Untuk ini beban gempa rencana harus dihitung berdasarkan faktor daktilitas, μ
sebesar 1,0. SK SNI 03-2847-2019 mendefinisikan struktur dengan tingkat daktilitas-1
sebagai Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB).

1.3.2. Tingkat Daktilitas 2


Daktilitas terbatas (parsial) adalah seluruh tingkat daktilitas struktur bangunan gedung dengan
nilai faktor daktilitas di antara 1,5 sampai dengan 5,0. Struktur dengan tingkat daktilitas
terbatas dirancang sedemikian rupa sehingga dapat membatasi simpangan yang terjadi pada
struktur saat menahan beban siklus gempa tanpa mengalami keruntuhan getas. SK SNI 03-
2847-2019 mendefinisikan struktur dengan tingkat daktilitas terbatas sebagai Sistem Rangka
Pemikul Momen Menengah (SRPMM).

1.3.3. Tingkat Daktilitas 3


Struktur dengan tingkat daktilitas-3 harus dirancang terhadap beban siklis gempa kuat
sedemikian rupa dengan detail khusus, sehingga mampu menjamin terbentuknya sendi-sendi
plastis dengan kapasitas pemencaran energi yang diperlukan. Dalam hal ini beban gempa
rencana dapat diperhitungkan dengan menggunakan faktor daktilitas, μ sebesar 5,2. SK SNI
03-2847-2019 mendefinisikan struktur dengan tingkat daktilitas penuh sebagai Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).

1.4. Pembebanan
Beban yang bekerja pada struktur utama berupa beban mati, beban hidup dan beban gempa.
1. Beban mati
Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang terpasang
termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap, finishing, klading
gedung dan komponen arsitektural dan structural lainnya serta peralatan layan terpasang
lain termasuk berat keran.

10
2. Beban hidup
Beban hidup merupakan beban yang dapat berpindah atau dipindahkan dan bekerja pada
struktur, besarnya sesuai dengan fungsi dari ruang. Seperti halnya beban mati, beban hidup
bekerja di atas lantai.
3. Beban gempa
Beban gempa adalah beban yang berpengaruh pada bangunan akibat terjadinya pergerakan
tanah akibat pergeseran lempeng bumi. Dalam merencanakan bangunan tahan gempa
sesuai SNI-1726-2019 menentukan bahwa analisis beban gempa dapat dilakukan dengan
3 prosedur, yaitu analisis gaya lateral ekivalen, analisis spectrum respon ragam dan
prosedur riwayat respon seismic.
4. Beban angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang
disebabkan oleh selisih tekanan udara.
5. Beban air hujan
Beban air hujan pada atap yang tidak melendut, dalam kN/m2. Apabila istilah atap yang
tidak melendut digunakan, lendutan dari beban (termasuk beban mati) tidak perlu
diperhitungkan ketika menentukan air hujan pada atap.
Tabel 1. 2 Beban Mati, Berat Sendiri Bahan Bangunan Komponen Gedung
Baja 78.5 kN /m3
Batu alam 26 kN / m3
Batu bulat, Batu gunung 15 kN / m3
Batu karang 7 kN / m3
Batu pecah 14.5 kN / m3
Besi tuang 72.5 kN / m3
Beton I 22 kN / m3
Beton bertulang 24 kN / m3
Kayu kelas I 10 kN/ m3
Kerikil (kering udara sampai lembab) 16.5 kN / m3
Pasangan batu merah 17 kN / m3
Pasangan batu belah, batu gunung, batu bulat 22 kN / m3
Pasangan batu cetak 22 kN / m3
Pasangan batu karang 14.5 kN / m3
Pasir (kering udara sampai lembab) 16 kN / m3
Pasir(jenuh air) 18 kN / m3
Pasir kerikil 18.5 kN / m3
Tanah, lempung dan lanau 17 kN / m3
Tanah (basah) 20 kN/ m3
Tanah hitam 114 kN/ m3
Sumber: Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 ( PPIUG 1983)

11
Tabel 1. 3 Kategori Bangunan Gedung dan Non-Gedung
KategoriRisiko
JenisPemanfaatan
Gedungdannongedungyangmemilikirisiko rendahterhadap
jiwamanusiapadasaatterjadikegagalan, termasuk,tapi tidak
dibatasiuntuk, antaralain:
- Fasilitaspertanian, perkebunan,peternakan,dan perikanan I
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumahjagadan strukturkecil lainnya
Semuagedungdanstrukturlain,kecualiyangtermasukdalam
kategoririsikoI,III,IV, termasuk,tapi tidakdibatasiuntuk:
- Perumahan
- Rumahtokodanrumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran II
- Gedungapartemen/ rumah susun
- Pusatperbelanjaan/ mall
- Bangunan industri
- Fasilitasmanufaktur
- Pabrik
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan III
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan UGD
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besardan/atau
gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
IV
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan
yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di
mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan
oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.

12
Tabel 1. 3 (Lanjutan) Kategori Bangunan Gedung dan Non-Gedung
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilita skesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah
dan unit gawat darurat.
- Fasilitas pemadam kebakaran,ambulans,dan kantor polisi, serta garasi
kendaraan darurat.
- Tempat perlindungan terhadap gempabumi,angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat,komunikasi,pusat operasi dan fasilitas lainnya IV
untuk tanggap darurat
- Struktur tambahan(termasuk menara telekomunikasi,tangki penyimpanan
bahanbakar,menara pendingin, struktur stasiun listrik,tangki air pemadam
kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material
atau peralatan pemadam kebakaran)yang disyaratkan untuk beroperasi
pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi


struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV.
(dikutip dari Tabel 3 - SNI 1726:2019)
Tabel 1. 4 Komponen Gedung
Adukan per cm tebal
- dari semen 0,21 kN/m2
- dari kapur, semen merah, dan teras 0,17 kN/m2
Asbes termasuk bahan-bahan mineral penambahan per cm tebal 0,14 kN/m2
Dinding pasangan bata merah
- satu bata 4,5 kN/m2
- setengah bata 2,5 kN/m2
Dinding pasangan batako Berlubang:-
tebal dinding 20 cm 2 kN/m2
- tebal dinding 10 cm 1,2 kN/m2
Tanpa lubang:- tebal dinding 15 cm 3 kN/m2
- tebal dinding 10 cm 2 kN/m2
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya,
tanpapenggantung langit-langit atau pengaku) terdiri dari:Semen asbes 0,11 kN/m2
(eternit bahan lain jenis) dengan tebal minimum 4 mm Kaca dengan tebal 3-4 0,10 kN/m2
mm
Lantai kayu sederhana dengan balok kayu, tanpa langit-langit
Dengan bentang maksimum 5 m dan untuk beban hidup Maksimum 200 kg / 0,40 kN/m2
m2
Penggantung langit-langit dari kayu dengan bentang maksimum 5 m 0,07 kN/m2
dan jarak dari as ke as minimum 0.80 m
Penggantung atap genteng dengan usuk/kaso, per m2Bidang atap 0,40 kN/m2
Penutup atap seng gelombang (bwg 24) tanpa genteng 0,10 kN/m2
Penutup lantai dari ubin semen portland, traso dan beton, tanpa 0,24 kN/m2
adukan per cm tebal
Semen asbes gelombang (tebal 5 mm) 0,11 kN/m2
(dikutip dari Tabel 2.1 Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983 )

13
Tabel 1. 5 Beban Hidup, pada Lantai Gedung
a. Lantai dan tangga rumah tingkat kecuali yang disebut dalam 2 kN/m2
b. Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gedung-gedung 1,25 kN/m2
yang tidak terpenting yang bukan untuk toko, pabrik atau
bengkel
c. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toserba, restoran, asrama 2,5 kN/m2
dan rumah sakit
d. Lantai ruang olahraga 2,5 kN/m2
e. Lantai ruang dansa 5 kN/m2
f. Lantai dan balkon dari ruangan-ruangan untuk pertemuan yang
lain dari pada yang disebut dalam a, s/d e,
seperti mesjid, gereja, ruang penggelaran, rung rapat, bioskop, 4 kN/m2
dan
panggung penonton dan tempat duduk tetap
g. Panggung penonton dan tempat duduk tidak tetap untuk 5 kN/m2
penonton
yang berdiri
h. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c 3 kN/m2
i. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d, e, f 5 kN/m2
dan g
j. Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f dan g 2,5 kN/m2
k. Lantai untuk pabrik, bengkel, gedung, perpustakaan, toko buku, 4 kN/m2
ruang arsip, toko besi, ruang alat-alat dan ruang mesin harus
direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri
minimum
l. Lantai gedung parkir bertingkat:
- Untuk lantai bawah 8 kN/m2
- Untuk lantai tingkat lainnya 4 kN/m2
m. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar direncanakan 3 kN/m2
terhadap beban hidup dari lantai ruang yang berbatasan,
minimum
(dikutip dari Tabel 3.1 Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung 1983).

1.4.1. Kombinasi Beban untuk Metode Ultimit


Perencanaan struktur sesuai dengan PPIUG 1983 dan SNI 1726:2012, yang mengutamakan
pembangunan metode kuat batas (ultimit), maka analisis dan perencanaan dalam hal ini
seluruhnya menggunakan metode kuat batas dengan penggunaan beban terfaktor dan kuat
bahan terfaktor.
Kombinasi Pembebanan:
1. 1,4D …………………………………………………………………………………... (1.1)
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau S atau R) …………………………………………………. (1.2)
3. 1,2D + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0,5W) ……………………………………….. (1.3)

14
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R) …………………………………................. (1.4)
5. 1,2D + 1,0E + 0,2S …………………………………………………………………… (1.5)
6. 0,9D + 1,0W ………………………………………………………………………….. (1.6)
7. 0,9D + 1,0E ………………………………………………………………………….. (1.7)
dengan:
D = Beban mati
L = Beban hidup
Lr = Beban hidup atap
W = Beban angin
E = Beban gempa
R = Beban hujan
S = Beban salju

1.4.2. Analisa Pembebanan Tetap


Analisis pembebanan tetap dilakukan dengan memasukkan data pembebanan akibat Dead
Load (Beban mati, termasuk berat sendiri elemen) dan Life Load (Beban hidup, tanpa
reduksi). Koefisien reduksi beban hidup disertakan untuk perencanaan balok induk, portal
peninjauan gempa. Untuk perencanaan beban pondasi, reduksi beban hidup sesuai dengan
jumlah lantai yang dipikul. Besaran beban mati dan beban hidup berdasarkan peraturan dan
tabel peraturan pembebanan untuk gedung 1987.

1.4.3. Analisa Pembebanan Lateral


Analisa pembebanan lateral dilakukan secara analisis dinamis dengan ragam spectrum
respons dan gaya geser ditingkat dasar ditentukan Cs Wt dari analisis ekivalen dengan
koefisien gempa dasar.
Gaya geser dasar akibat gempa statik dapat dihitung dengan rumus:
V = Cs.Wt………………………………………………………………............................(1.8)
dengan:
I = faktor keutamaan
R = faktor reduksi gempa
Wt = total berat banguna
Cs = faktor respons gempa
V = beban geser dasar akibat gempa

15
1.4.4. Perencanaan Pembebanan Gempa
Dalam perancangan bangunan tahan gempa berdasarkan SNI 03-1726-2019, bahwa
perancangan dapat menggunakan Sistem Rangka Pemikul Momen.
Sistem Rangka Pemikul Momen dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)
2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)
3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
Dalam tugas ini cara perancangan yang digunakan adalah dengan menggunakan Sistem
Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM).
Pembebanan gempa didasarkan pada pembagian wilayah gempa. Di Indonesia terdapat
pembagian menjadi beberapa wilayah gempa berdasarkan kuat tekanannya masing-masing.
Pada pembahasan ini wilayah gempa yang ditunjuk adalah Kecamatan Delanggu Kabupaten
Klaten dengan koordinat lokasi untuk menghitung pada program Spektra adalah Lintang
-07.622995. Bujur 110.697163. Pada perencanaan gedung ini, beban gempa akan ditinjau
dan dihitung sesuai dengan yang diisyaratkan pada Tata Cara Perencanaan Gempa Untuk
Bangunan Gedung SNI 03-2847-2019, bahwa perancangan dapat menggunakan Sistem
Rangka Pemikul Momen.

Gambar 1. 3 Lokasi perencanaan bangunan


Sumber: http:puskim.pu.go.id

16
Gambar 1. 4 Peta MCE0
Sumber: http:puskim.pu.go.id

Gambar 1. 5Peta MCER (SS)


Sumber: http:puskim.pu.go.id

17
Tabel 1. 6 Koefisien Situs, Fa

Sumber: SNI 03-1726-2019

Tabel 1. 7 Koefisien Situs, Fv

Sumber: SNI 03-1726-2019

Gambar 1. 6Peta MCER (S1)


Sumber: http:puskim.pu.go.id

18
Gambar 1. 7Peta CR (CRS)
Sumber: http:puskim.pu.go.id

Gambar 1. 8Peta CR (CR1)


Sumber: http:puskim.pu.go.id

Nilai spektral percepatan di permukaan dari gempa risktargeted maximum consider


earthquake dengan probabilitas keruntuhan bangunan 1% dalam 50 tahun lokasi: Kec.
Delanggu, Kabupaten Klaten (latitude: -07.622995, longitude: 110.697163).

19
Gambar 1. 9 Diagram hasil perhitungan Spektra
Sumber: http:puskim.pu.go.id

Tabel 1. 8 Faktor Keutamaan Gempa


Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
Sumber: SNI 03-1726-2019

Tabel 1. 9 Klasifikasi Situs


Kelas situs v s (m/detik) N atau Nch s u (kPa)
SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras, sangat 350 sampai 750 >50 t 100
padat dan batuan lunak)
SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15sampai 50 50 sampai100
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari
3 m tanah dengan karateristik sebagai berikut :
1. Indeks plastisitas, PI > 20 ,
2. Kadar air, w > 40% ,
3. Kuat geser niralir su < 25 kPa
SF (tanah khusus,yang Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
membutuhkan lebih dari karakteristik berikut:
investigasi geoteknik - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban
spesifik dan analisis gempa seperti mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif,
respons spesifik-situs tanah tersementasi lemah
yang mengikuti 0) - Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H
> 3 m)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5
m dengan indeks plasitisitas PI > 75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan
H > 35 m dengan su <50 kPa
Sumber: SNI 03-1726-2019

20
Tabel 1. 10 data hasil perhitungan program Spektra
Nilai
Variabel Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak
Batuan (B)
(C) (D) (E)
PGA (g) 0,525 0,525 0,525 0,525
SS (g) 1,342 1,342 1,342 1,342
S1 (g) 0,475 0,475 0,475 0,475
CRS 1,090 1,090 1,090 1,090
CR1 1,081 1,081 1,081 1,081
FPGA 1,000 1,000 1,000 0,900
FA 1,000 1,000 1,000 0,900
FV 1,000 1,325 1,525 2,400
PSA (g) 0,525 0,525 0,525 0,472
SMS (g) 1,342 1,342 1,342 1,208
SM1 (g) 0,475 0,630 0,725 1,141
SDS (g) 0,895 0,895 0,895 0,805
SD1 (g) 0,317 0,420 0,483 0,760
T0 (detik) 0,071 0,094 0,108 0,189
TS (detik) 0,354 0,469 0,540 0,944

1.4.5. Menghitung Parameter Percepatan Spektral Desain


Parameter percepatan spektral desain SDS dan SD1 dihitung dengan Persamaan (1.9) dan (1.10)
(SNI-1726-2019 pasal 6.3) dengan nilai SMS dan SM1 dihitung dengan Persamaan (1.11) dan
(1.12) (SNI-1726-2019 pasal 6.2).

……………...……………………………………………………….. (1.9)
2
SD1 = S𝑀1 ……………………………………………………………………………... (1.10)
3
SMS = Fa. SS …………………………………………………………............................... (1.11)
SM1 = FV. S1 ……………………………………………………………………………... (1.12)
dengan:
SDS = parameter respons spectral percepatan desain (periode pendek)
SD1 = parameter respons spectral percepatan desain (periode 1,0 detik)
SMS = parameter respons spectral percepatan gempa(periode pendek)
SM1 = parameter respons spectral percepatan gempa (periode 1,0 detik)
Fa = koefisien situs
Fv = koefisien situs

21
1.4.6. Menentukan Koefisien Modifikasi Respons
Koefisien modifikasi respons, R, berkaitan dengan daktilitas rencana struktur. Nilainya
bergantung pada sistem struktur yang digunakan. Nilai R ini dapat ditetapkan dari SNI-1726-
2019 Tabe l9 atau Tabel 20 untuk bangunan menyerupai gedung, dan SNI-1726-2019 Tabel
21 untuk bangunan yang tidak menyerupai gedung.

Tabel 1. 11 Faktor R, Cd, Dan Ω0 Untuk Sistem Penahan Gaya Gempa (SNI 03-1726-2019)

22
Tabel 1. 11 (Lanjutan) Faktor R, Cd, Dan Ω0 Untuk Sistem Penahan Gaya Gempa

23
1.4.7. Menghitung Periode Fundamental Perkiraan
Karena periode fundamental struktur belum dapat ditentukan perlu ditentukan periode
fundamental perkiraan, Ta. Nilai Ta ini bisa dihitung dengan Persamaan (v) (SNI-1726-2019
Pasal 7.8.2.1) dengan terlebih dahulu menentukan Ct dan x dari Tabel 1.12.
Tabel 1. 12 Nilai Koefisien Waktu Getar Perkiraan Ct Dan X

1.4.8. Menghitung Koefisiensi Respons Seismik


Koefisien respons seismik, Cs, dihitung dengan Persamaan (1.13). Nilai dari Persamaan
(1.13) tidak perlu melebihi nilai dari Persamaan (1.14) dan tidak boleh kurang dari Persamaan
(1.15) (SNI-1726-2019 Pasal 7.8.1.1).

`SDS
Cs = R (1.13)
( )
Ie

SD1
Cs = R
(1.14)
T( )
Ie

Cs = 0,044S DSIe ≥ 0,01 (1.15)

dengan:
SDS = parameter respons spectral percepatan desain (periode pendek)
R = faktor modifikasi respons Tabel 1-10
Ie = faktor keutamaan gempa

24
1.4.9. Pembebanan Lateral Akibat Beban Gempa
Pembebanan lateral diambil dengan anggapan pelat lantai bekerja sebagai diafragma untuk
masing – masing lantai, dari hasil analisis statik didapat waktu getar alami fundamental dari
gedung, dari respon spektrum untuk Indonesia pada wilayah gempa tertentu didapat koefisien
gempa dasar.Gaya geser dasar akibat gempa statik dapat dihitung dengan rumus:
n
V = ∑ Fi ………………………………………………………………………………………………(1.16)
i=X

dengan:
W = total berat bangunan Cs= faktor respons gempa
V = beban geser dasar akibat gempa

1.4.10. Kinerja Struktur Gedung


1. Kinerja batas layan
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat
pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan
beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidak
nyamanan penghuni. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung
dalam hal segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung
0,03
yang disyaratkan tidak boleh melampaui kali tinggi tingkat yang bersangkutan atau
R
30 mm bergantung yang mana yang nilainya terkecil.
2. Kinerja batas ultimit
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antar-
tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh gempa rencana dalam kondisi struktur
gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan
struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan mencegah benturan
berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah.
Simpangan dan simpangan antar-tingkat harus dihitung dari simpangan struktur gedung
akibat pembebanan gempa nominal dikalikan dengan faktor pengali sebagai berikut:
a. Untuk struktur gedung beraturan:
ζ = 0,7 R ………………………………………………………………………………………………(1.17)
b. Untuk struktur gedung beraturan:
 = 0,7R
(1.18)
FaktorSkala

25
1.4.11. Kemampuan Layan
Sistem struktur dan komponennya harus dirancang untuk memiliki kekakuan yang cukup
untuk membatasi lendutan, simpangan lateral, getaran atau deformasi lain yang melampaui
persyaratan kinerja serta fungsi bangunan gedung atau struktur lainnya. (menurut SNI 1727-
2019 pasal 1.3.2)
1.5. Perencanaan Pelat
1.5.1. Perencanaan Tebal Pelat
Pelat-pelat beton berperilaku sebagai bagian-bagian konstruksi lentur dan perencanaannya
adalah serupa dengan balok, meskipun secara umum lebih sederhana.Perencanaan tebal pelat
menggunakan metode langsung sesuai SNI 03-2847-2019 Pasal 13.6, dan harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
1. Minimum harus ada tiga bentang menerus pada masing–masing arah.
2. Perbandingan bentang panjang dan bentang pendek yang diukur dari sumbu ke sumbu
harus lebih kecil dari dua (Ly / Lx < 2)
3. Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi merata pada seluruh
pelat. Beban hidup tidak boleh lebih dari dua kali beban mati.
SNI 03–2847–2019 Pasal 8.4.1.8 menetapkan, untuk konstruksi monolit atau komposit penuh,
suatu balok mencakup bagian slab pada setiap sisi balok yang membentang dengan jarak yang
sama dengan proyeksi balok diatas atau dibawah slab tersebut, yang mana yang lebih besar,
tetapi tidak boleh lebih besar dari empat kali tebal slab.

Gambar 1. 10 Contoh bagian slab yang disertakan dengan balok


Sumber: SNI 03-2847-2019

26
SNI 03–2847–2019 menetapkan, lebar slab efektif sebagai sayap balok–T tidak boleh
melebihi seperempat panjang bentang balok, dan lebar efektif sayap yang menggantung pada
masing–masing sisi badan balok tidak boleh melebihi delapan kali tebal slab dan setengah
jarak bersih ke badan di sebelahnya.

SNI 03–2847–2019 menetapkan Perhitungan am sebagai berikut:

Ecb.Ib
αm = ……………………………………………………………………………… (1.19)
Ecp.Ip

keterangan:
am = rata–rata kekuatan rasio lentur penampang balok terhadap kekuatan lentur pelat
dengan lebar yang dibatasi dalam arah lateral oleh sumbu dari panel yang bersebelahan pada
tiap sisi dari balok.
Ecb = modulus elastisitas balok beton
Ecp = modulus elastisitas pelat beton
Ib = momen inersia balok
Ip = momen inersia pelat

SNI 03–2847–2019 menetapkan:


1. Untuk am lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2, h tidak boleh kurang dari
Fy
Ln(0,8 + )
h= 1400 (1.20)
36 + 5β(αfm − 0,2)
dan tidak boleh kurang dari 125 mm
2. Untuk am lebih besar dari 2,0 h ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari
Fy
Ln(0,8 + )
1400
h= (1.21)
36 + 9β
dan tidak boleh kurang dari 90 mm
3. Tebal Pelat Tidak Perlu Lebih Dari
Fy
Ly(0,8 + )
1500
hmax = (1.22)
36
keterangan:
Lx = Panjang batang terpendek
Ly = Panjang batang terpanjang
Fy = Tegangan leleh baja`
Ly
β=
Lx
27
1.5.2. Asumsi Perletakan Pelat
Pelat diasumsi dengan perletakan terjepit elastis.

1.5.3. Bentuk Teoritis Pelat


L = jarak pusat perletakan, bila beban balok pendukung ≤ 2h
L = jarak bersih balok + 100 mm, bila untuk lebar balok pendukung ≥2h

SNI 03–2847–2019 menetapkan jumlah momen terfaktor positif dan negatifrata–rata


dalam setiap arah tidak boleh kurang dari:

n
qu. l2 . l2 (1.23)
M =
0
8

keterangan:
Qu = beban terfaktor per unit luas
Ln = bentang bersih diukur dari muka ke muka kolom
tidak boleh kurang dari 0,65. l1
l1 = bentang dalam arah momen yang ditinjau, diukur dari sumbu ke sumbu
l2 = bentang transversal yang bersebelahan diukur dari sumbu ke sumbu
SNI 03–2847–2019 menetapkan, pada bentang interior, momen statis total, M0 harus
didistribusikan sebagai berikut:
Momen terfaktor negatif = 0,65Momen terfaktor positif = 0,35

SNI 03–2847–2019 menetapkan, balok di antara tumpuan harus diproporsikan untuk


menahan 85 persen momen lajur kolom bila:
l2
α1 = = 1 atau > 1 (1.24)
l1
SNI 03–2847–2019 Pasal 13.6.3.3 menetapkan bentang ujung, momen statis terfaktor
total, M0 harus didistribusikan sebagai berikut:

28
Tabel 1. 13 Faktor Distribusi Momen pada Pelat
(1) (2) (3) (4) (5)
Slab tanpa balok di
Tepi Slab dengan antara tumpuan Tepi
eksterior balok di interior eksterior
tak- antara semua Tanpa Dengan terkekang
terkekang tumpuan balok balok penuh
`tepi tepi
Momen terfaktor
0,75 0,70 0,70 0,70 0,65
negatif interior
Momen terfaktor
0,63 0,57 0,52 0,50 0,35
positif
Momen terfaktor
0 0,16 0,26 0,30 0,65
negatif eksterior
Sumber: SNI 03–2847–2019

SNI 03–2847–2019 Pasal 8.10.8.1 menetapkan, balok dengan nilai


l2
α1 = = 1 atau > 1 harus diproporsikan untuk menahan geser yang diakibatkan oleh beban
l1

terfaktor pada daerah tributari yang dibatasi oleh garis 45 derajat yang ditarik dari sudut– sudut
panel dan garis–garis pusat panel–panel bersebelahan yang sejajar dengan sisi panjangnya.

Gambar 1. 11 Daerah tributari untuk geser balok interior


Sumber: SNI 03–2847–2019

1.5.4. Penulangan Pelat Lantai


Perhitungan penulangan pada pelat lantai adalah sebagai berikut:
Momenpelat
1. Distribusi momen lajur kolom dan lajur tengah Mn =
φ

Untuk momen pada lajur kolom akan dicari seperti yang disajikan berikut ini:

Lebar lajur kolom = 2.1/4 Ly - be (1.25)

29
M−
M−n = 0,8. m (1.26)
lebar jalur kolom

M+
M+n = 0,8. m (1.27)
lebar jalur kolom

Untuk momen pada lajur tengah akan dicari seperti yang disajikan berikut ini:

Lebar lajur tengah = Ly – ½ Ly (1.28)


M−
Mn− = (1.29)
0,8. mlebar jalur tengah
M+
Mn+ = (1.30)
0,8. mlebar jalur tengah

2. Penulangan lentur pada pelat lantai


SNI 03-2847-2013 Pasal 10.2.7.3 menetapkan untuk f’c antara 17 dan 28 Mpa, β1 harus
diambil sebesar 0,85. Untuk f’c di atas 28 MPa, β1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk
setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa di atas 28 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil
kurang dari 0,65.
f ′c − 28
β1 = 0,85 − 0,05. > 0,65 (𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑓’𝑐 > 28 𝑀𝑃𝑎) (1.31)
7
f′c 600
ρb = 0,85. β. . (1.32)
fy 600 + fy

ρmaks = 0,75. ρb (1.33)


1,4
ρmin= (1.34)
fy
fy
m= (1.35)
0,85. f′c
Mn
Rn = (1.36)
b. d2
1 2m. Rn
ρperlu = [1 − √1 − ] dengan syarat ρ min < ρ perlu < ρ maks (1.37)
m fy

30
Asperlu = ρ perlu. b. d (1.38)
As. fy
a= (1.39)
0,85. f′c. b
1
Mntotal = Ts. (dy − . a) (1.40)
2

3. Pemeriksaan tebal pelat berdasarkan syarat gaya geser


SNI 03-2847-2013 Pasal 8.3.3.(e) menetapkan, gaya geser pada muka dari semua tumpuan
lainnya:
Wu. l n
Vu = (1.41)
2
Gaya geser yang disediakan oleh beton harus lebih besar dari gaya geser yang terjadi, gaya
geser yang disediakan oleh beton dihitung sebagai berikut:
1
Vcx = √f′c. b. d (1.42)
6
dengan syarat ØVc > ØVu

keterangan:
Ly = bentangan panjang
Lx = bentangan pendek
M+ = momen positif
M- = momen negatif
Mn+ = momen nominal positif
Mn- = momen nominal negatif
b = lebar pelat yang ditinjau (1000 mm)
d = tinggi efektif balok
a = kedalaman balok tegangan beton tekan
As = luas tulangan tarik
ρb = rasio penulangan dalam keadaan seimbang
ρmaks = rasio tulangan
ρperlu = rasio tulangan yang diperlukan
f’c = kuat tekan beton
fy = kekuatan leleh tulangan
Rn = koefisien tahanan

31
4. Pembebanan
QU1 = 1,4. QDL (1.43)
QU2 = 1,2. QDL + 1,6. QLL (1.44)
dengan:
QDL= berat beban mati pelat
QLL= berat beban hidup pelat
Perencanaan Struktur Beton
Bertulang

1.5.5. Perencanaan Balok


Balok adalah komponen struktur yang dibebani pada salah satu mukanya danditumpu pada
muka yang berlawanan sehingga strat tekan dapat membentuk di antarabeban dan tumpuan,
tinggi (H) balok harus lebih besar atau sama dengan H-minimal sebesar:
1. untuk balok sederhana (satu tumpuan)
1
H min = . L (1.45)
16
2. untuk balok menerus bentang ujung
1
H min = .L (1.46)
18,5
3. untuk balok menerus bentang tengah
1
H min = . L (1.47)
21
4. untuk balok kantilever
1
H min = . L (1.48)
8
dengan:
Hmin = tinggi minimum balok
L = bentang bersih balok
Tabel 1. 14 Tebal Minimum (h) Balok
Tebal minimum, h
Komponen Struktur Tertumpu Satu ujung Kedua ujung Kantilever
Sederhana menerus menerus
Komponen Struktur Komponen struktur tidak menumpu atau tidak dihubungkan
dengan partisi atau konstruksi lainnya yang mungkin rusak
oleh lendutan yang besar
Pelat masif satu-arah L/20 L/24 L/28 L/10
Balok atau pelat
L/16 L/18,5 L/21 L/18
rusuk satu arah

32
CATATAN:
Panjang bentang dalam mm.
Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan
betonnormal dan tulangan mutu 420 MPa. Untuk kondisi lain, nilai diatas
harusdimodifikasikan sebagai berikut:
(a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis (equilibrium density), Wc,
diantara 1440 sampai 1840 kg/m³, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65- 0,0003Wc)
tetapi tidak kurang dari 1,09
(b) Untuk fy selain 420 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 + fy/700).

1. Balok Atap
Jenis balok yang dipakai adalah balok dengan kedua ujung menerus dengan bentang yang paling
panjang sebagai acuan kekuatan.
a) Arah Horizontal
L = 7,30 m = 7300 mm
1
h ≥ 21 . L . (0,4+ fy /700)

7300
h≥ (0,4+315/700) = 295,476 mm diambil dimensi h = 500 mm
21
hpakai = 500 mm > hmin = 295,476 mm OK!
Diambil dimensi b = 300 mm
Diambil dimensi h = 500 mm
b) Arah Vertikal
L = 7,40 m = 7400 mm
1
h≥ . L . (0,4+ fy /700)
21

7400
h≥ . (0,4+375/700) = 299,5238 mm diambil dimensi h = 500 mm
21
hpakai = 500 mm > hmin = 299,5238 mm OK!
Diambil dimensi b = 300 mm
Diambil dimensi h = 500 mm
2. Balok Lantai
Jenis balok yang dipakai adalah balok dengan kedua ujung menerus dengan bentang yang paling
panjang sebagai acuan kekuatan.
a) Arah Horizontal
L = 7,30 m = 7300 mm
1
h ≥ 21 . L . (0,4+ fy /700)

7300
h≥ (0,4+315/700) = 295,476 mm diambil dimensi h = 500 mm
21
hpakai = 500 mm > hmin = 295,476 mm OK!
Diambil dimensi b= 300 mm
33
C

D C 3.70

D C 3.70

L2 = 7.05
D

D C 3.35

B A 3.35

E
III IV V
3.45 3.45 3.65 3.65

L1 = 7.1

Diambil dimensi h = 500 mm


b) Arah Vertikal
L = 7,40 m = 7400 mm
1
h ≥ 21 . L . (0,4+ fy /700)

7400
h≥ . (0,4+315/700 = 299,5238 mm diambil h = 500 mm
21
hpakai = 500 mm > hmin = 299,5238 mm OK!
Diambil dimensi b = 300 mm
Diambil dimensi h = 500 mm
3. Balok Anak
Dimensi balok anak = 200 mm x 300 mm
4. Balok Sloof
Dimensi balok sloof = 300 mm x 500 mm
5. Perencanaan Kolom
a. Berat Balok Atap
Arah Horisontal
= b . (hb – hp) . BJ beton . L1
= 0,30 . (0,50 – 0,14) . 2400 . 7,1
= 18,4032 kN
Arah Vertikal
= b . (hb – hp) . BJ beton . L2
= 0,30 . (0,50 – 0,14) . 2400 . 7,25
= 18,792 kN
b. Berat Balok Lantai
Arah Horisontal
= b . (hb – hp) . BJ beton . L1 . 3
= 0,30 . (0,50 – 0,14) . 2400 . 7,1 .3
= 55,2096 kN
34
Arah Vertikal
= b . (hb – hp) . BJ beton . L2. 3
= 0,30 . (0,50 – 0,14) . 2400 . 7,25 .3
= 56,376 Kn
c. Berat Beban Mati Plat Atap
Beban mati (QD) dengan tebal plat 150 mm = 4,03 kN/m2
Berat DL lantai atap = L1 x L2 x QDL
= 7,1 x 7,25 x 4,03
= 207,443 kN
d. Berat Beban Hidup Plat Atap
Dari tabel 1.5 beban hidup (QL) untuk pelat atap (Bank) didapat: 1,00 kN/ m2
Berat LL lantai atap = L1 . L2 . QLL
= 7,1. 7,25 . 1,00
= 51,475 kN
e. Berat Beban Mati Pelat Lantai
Beban mati (QD) dengan tebal plat 140 mm = 4,56 kN/m2
Berat DL plat lantai = L1 x L2 x QDL x 3
= 7,1 x 7,25 x 4,56 x 3
= 704,178 kN
f. Berat Beban Hidup Plat Lantai
Dari tabel 1.5 beban hidup (QL) untuk pelat lantai (Mall) didapat: 4,79 kN/ m2 Berat
LL lantai = L1 x L2 x QLL x 3
= 7,1 x 7,25 x 4,79 x 3
= 739,6958 kN
g. Berat Dinding
Partisi luar yang digunakan adalah kaca dengan rangka kayu = 20 kg/m2 = 0,2 kN/m2
Berat dinding = (L1 + L2).(3,95 + 3,95 + 3,95 + 3,95).0,2
= (7,1 + 7,25).(15,8).0,2
= 45,346 kN
h. Berat Partisi Dalam
Partisi dalam yang digunakan adalah galvalum rangka besi = 22 kg/m2 = 0,22 kN/m2
Berat Partis = (L1 + L2).(3,95 + 3,95 + 3,95 + 3,95).0,2
= (7,1 + 7,25).(15,8).0,22
= 49,8806 kN

35
i. Balok anak
= b . (hb – hp) . BJbeton . L2
= 0,2 . (0,30 – 0,14) . 2400 .7,4
= 5,6832 kN
j. Berat Balok Sloof
Berat balok sloof (asumsi 300 x 500) = b . h . BJbeton . (L1 +L2)
= 0,3 . 0,5 . 2400 . (7,10 + 7,25)
= 5166 kg
= 51,66 kN
1.6. Perencanaan Kolom
Komponen struktur dengan rasio tinggi terhadap dimensi lateral terkecilmelampaui yang
digunakan terutama untuk menumpu beban tekan aksial. Untukkomponen struktur dengan
perubahan dimensi lateral, dimensi lateral terkecil adalah rata-ratadimensi atas dan bawah sisi
yang lebih kecil. Dimensi kolom dapat dicari dengan rumus,
ØPn(maks) = 0,8.Ø[(0,85.f′c. (Ag − Ast)) + fy. Ast] (1.49)
∑p
Ag = (1.50)
0,85. f′c. 0,7
dengan:
ØPn(maks) = beban aksial maksimum
Ag = luas penampang kolom
Ast = 1,5% Ag
f’c = kuat tekan beton
fy = tegangan leleh baja tulangan
∑p = total beban yang disangga oleh kolom

1.7. Mencari Rasio Tulangan Pelat, Balok, dan Kolom


Rasio tulangan adalah nilai yang diperlukan struktur beton bertulang untuk menahan beban
lentur maupun beban geser, adapun nilai rasio tulangan dapat dicari dengan rumus sebagai
berikut:
f′c 600
ρb = 0,85. β. .
fy
` 600 + fy

36
dengan :
pb = rasio tulangan balance
pmaks = rasio tulangan maksimal
pmin = rasio tulangan minimal
pperlu = rasio tulangan yang diperlukan
m = pembagian tegangan leleh tulangan dengan kuat tekan beton
Rn = pembagian moment nominal dengan jarak bersih as tulangan dengan tepi beton
dengan syarat ρperlu tidak boleh lebih kecil dari pmin dan tidak lebih besar dari pmaks.
h. Berat Kolom
Asumsi : (dimensi kolom lantai 1,2 = 600 mm x 600 mm)
(dimensi kolom lantai 3,4 = 500 mm x 500 mm)
Berat kolom = 0,6 . 0,6 .24.(3,95 + 3,95) = 68,256 kN
= 0,5 . 0,5 .24.(3,95 + 3,95) = 47,400 kN
= 115,656 kN
Σp = 18,5328+18,9475+55,5984+56,8425+207,4443+
51,475+704,178+739,6958+45,346+49,8806+51,66+115,656
= 2114,842 kN
= 2114842 N
p
Aperlu =
0,85. f ' c.0,7
2114842
= = 118478,5 mm2
0,85.30.0,7

1.8. Analisis Kemampuan Balok Terhadap Beban yang Terjadi


Batang-batang struktur baik kolom maupun balok harus memiliki kekuatan, kekakuan dan
ketahanan yang cukup sehingga dapat berfungsi selama umur layanan struktur tersebut.
Dalam mendesain batang tarik yaitu balok baja harus memberikan keamanan dan
menyediakan cadangan kekuatan yang diperlukan untuk menanggung beban layanan, yakni
balok harus memiliki kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau
kekurangan kekuatan (understrength). Kelebihan beban dapat terjadi akibat perubahan
fungsi balok, terlalu rendahnya taksiran atas efek-efek beban karena penyederhanaan yang
berlebihan dalam analisis strukturalnya, dan akibat variasi-variasi dalam prosedur
konstruksinya.

37
1.9. Struktur Analisis Program (SAP) 2000
Sebagai alat dalam melakukan analisis struktur, program komputer pada masa ini telah
menjadi suatu kebutuhan. SAP 2000 merupakan salah satu program yang cukup popular,
praktis dan user-friendly. Program ini tergolong praktis antara lain karena pembuatan model
yang berbasis grafis (bukan teks seperti versi awal SAP 90), kemudahan mengubah model
sesuai keinginan, analisis ulang struktur secara cepat tanpa harus mengulang dari awal,
beberapa dukungan database (misal data profil atau input data gempa), pengolahan
hasiloutput secara lengkap dan fleksibel dengan teks biasa atau spreadsheet, dan beberapa
keunggulan lain yang menyebabkan program ini cukup popular.
Langkah-langkah untuk memasukkan mutu bahan dan dimensi adalah sebagai berikut:

1. Buka Program SAP 2000 versi 14.0.0

Gambar 1. 12Tampilan Pembuka SAP 2000


2. Menentukan Satuan

Gambar 1. 13Tampilan Pembuka SAP 2000

Pada bagian pojok bawah, seperti yang dilingkari diatas, diganti satuan program
menjadi “KN,m,C”.
38
3. Membuat Desain Struktur 3 Dimensi
a) Buka menu File
b) Pilih New Model
c) Pastikan satuan dalam “KN,m,C”

Gambar 1. 14 Pemilihan model

4. Menentukan jumlah lantai, jumlah bentang arah X dan Y, tinggi antar lantai,
jarak antar balok X dan Y:

Gambar 1. 15 Penentuan jumlah lantai, bentang, tinggi, dan jarak antar balok

39
Gambar 1. 16 Mengisi x, y, dan z grid data

5. Menentukan Spesifikasi Material Dan Section Properties


Menentukan material beton yang digunakan:
a) Buka Menu Define
b) Pilih MaterialsPilih 4000Psi
c) Kemudianadd Copy Of Materials untuk membuat copy dari jenis material beton
dariprogram SAP2000
d) Isikan nama pada Materials Name And Display Color
e) Isikan berat jenis beton pada Weight per Unit Volume
f) Masukkan Modulus of Elastisity, E beton dengan rumus (4000 √f’c MPa)
g) Masukkan Specified Concrete Compressive Strength, f’c (konversi satuan dari

MPa ke kN/m2)
h) Klik OK
Menentukan material tulangan yang digunakan:
a) Buka Menu Define
b) Pilih Materials
c) Pilih A615Gr60
d) Kemudianadd Copy Of Materials untuk membuat copy dari jenis material beton
dari program SAP2000
40
e) Isikan nama pada Materials Name And Display Color
f) Masukkan Minimum Yield Stress, Fy(konversi dari kuat tarik baja tulangan polos
MPa ke kN/m2)
g) Masukkan Minimum Tensile Stress, Fu(1.5*Fy)
h) Masukkan Expected Yield Stress, Fye(1.1*Fy)
i) Masukkan Expected Tensile Stress, Fue(1.1*1.5*Fy)
j) Klik OK

Gambar 1. 17 Define Materials

6. Membuat Section PropertiesUntuk Balok, Kolom, Dan Pelat


a) Buka Menu Define
b) Pilih Section Properties
c) Pilih Frame Section
d) Klik Add New Properties
e) Pada bagian Frame Section Properties Type, pilih Concrete
f) Pilih Rectangular
g) Isikan nama balok atau kolom pada Section Name
h) Masukkan ukuran balok atau kolom pada Depth (Tinggi), Width (Lebar)
i) Pilih Concrete Reinforcement
j) Pada Longitudinal Bars, pilih sebagai tulangan lentur
k) Pada Confinement Bars, pilih sebagai tulangan geser
l) Pada bagian Design Type, pilih Beam (untuk Balok) dan pilih Column (untuk
Kolom)

41
m) Isikan Concrete Cover to Longitudinal Rebar Center dengan selimut beton
yaitu 40 mm pada Top dan Bottom
n) Klik OK
o) Klik OK sekali lagi

Gambar 1. 18 Section Properties

7. Membuat Definisi Tipe Beban Dan Kombinasi Pembebanan


Mendefinisikan Tipe Beban:
a) Buka Menu Define
b) Pilih Load Pattern
c) Load Pattern Name: Mati
d) Type: DEAD
e) Self Weight Multiplier: 1
f) Klik Modify Load Pattern
g) Load Pattern Name: Hidup
h) Type: LIVE
i) Self Weight Multiplier: 0
j) Pilih Add New Load Pattern

42
k) Load Pattern Name: Dinding
l) Type: DEAD
m) Self Weight Multiplier: 0
n) Pilih Add New Load Pattern
o) Load Pattern Name: EX
p) Type: QUAKE
q) Self Weight Multiplier: 0
r) Pilih Add New Load Pattern
s) Load Pattern Name: EY
t) Type: QUAKE
u) Self Weight Multiplier: 0
v) Pilih Add New Load Pattern
w) OK

Gambar 1. 19 Definisi Tipe


Mendefinisikan Kombinasi Beban
Kombinasi pembebanan / Load Combination disesuaikan dengan SNI, yaitu:
1. U= 1.4D
2. U=1.2D + 1.6L
3. U=D + L
4. U=1.2D + 1.0L ± 100% EX ± 30% EY (4 Combo)
5. U=1.2D + 1.0L ± 300% EX ± 100% EY (4 Combo)
6. U=0.9D ± 100% EX ± 30% EY (4 Combo)
7. U=0.9D ± 30% EX ± 100% EY (4 Combo)

43
Gambar 1. 20 Kombinasi Pembebanan

8. Mendefinisikan SectionBalok Dan Kolom


Mendefinisikan Section balok dan sloof:
a) Pilih atau blok semua batang balok atau sloof
b) Klik menu Assign
c) Pilih menu Frame
d) Pilih Frame Properties
e) Pilih ukuran Sloof atau Balok yang diinginkan
Mendefinisikan dimensi kolom:
a) Klik menu Select
b) Pilih Select
c) Pilih Frame Properties
d) Pilih FSECIKlik menu Assign
e) Pilih Frame Sections
f) Pilih ukuran kolom yang direncanakan
g) Klik OK

44
Gambar 1. 21 Frame Selections

9. Input Pembebanan Pada Balok


Memasukkan beban trapesium:
a) Klik jendela sebelah kiri
b) Klik xy
c) Klik jendela sebelah kanan
d) Klik xz
e) Tekan panah bawah sampai tulisan di pojok kiri atas XZ Plane @Y=0
f) Pilih balok lantai 1, 2, 3 dengan panjang L m (bentuk trapesium)
g) Buka menu Assign
h) Arahkan mouse ke Frame
i) Arahkan mouse ke Frame Loads
j) Klik Distributed
k) Pada Load Pattern Name, pilih MATI
l) Pada kolom Option, pilih Add to Existing Loud
m) Pilih Absolute Distance from End- I

45
n) Masukkan Distance = 0 dan Load = 0 di kolom I
o) Masukkan Distance d2 = 2.6 dan Load = 1/2.q.lx = 13.26 di kolom 2
p) Masukkan Distance d3= 4.4 dan Load = 1/2.q.lx = 13.26 di kolom 3
q) Masukkan Distance d4= 7 dan Load = 0 di kolom 4
r) Ulangi input untuk beban hidup/Load Pattern Name: HIDUP

Memasukkan beban segitiga:


a) Buka menu Assign
b) Arahkan mouse ke Frame
c) Arahkan mouse ke Frame Loads
d) Klik Distributed
e) Pada Load Pattern Name, pilih H
f) Pada kolom Option, pilih Add to Existing Loud
g) Pilih Absolute Distance from End- I
h) Masukkan Distance = 0 dan Load = 0 di kolom I
i) Masukkan Distance d2 = 2.6 dan Load = 1/2.q.lx = 13.26 di kolom 2
j) Masukkan Distance d3= 0 dan Load = 0 di kolom 3
k) Masukkan Distance d4= 0 dan Load = 0 di kolom 4
l) Ulangi input untuk beban hidup/Load Pattern Name: HIDUP

Memasukkan beban dinding:


a) Pilih balok yang ada dinding di atasnya, sesuai daerah bangunan
b) Buka menu Assign
c) Arahkan mouse ke Frame
d) Arahkan mouse ke Frame Loads
e) Klik Distributed
f) Pada Load Pattern Name, pilih DINDING
g) Masukkan beban dinding pada Uniform Load, yaitu tinggi dinding dikurangi tinggi
balok dikali beban dinding
Inputkan formula 3.9-0.7*2.5 (Pada lantai 1-3)**
Atau inputkan 8
**Tinggi balok berada pada lantai dasar dan atap
h) Klik OK

46
Memasukkan beban tangga:
a) Pilih balok yang ada tangga di atasnya
b) Buka menu Assign
c) Arahkan mouse ke Frame Loads
d) Klik Distributed
e) Pada Load Pattern Name, pilih MATI
f) Masukkan beban tangga pada Uniform Load, yaitu beban mati tangga = 18 kN/m
g) Klik OK

Gambar 1. 22 Input Pembebanan

10. Mendefinisikan Pusat Massa Dan Beban Statik Ekuivalen


Mendefinisikan pusat masa dan beban statik ekivalen:
a) Klik jendela sebelah kiri
b) Klik xy
c) Tekan panah bawah sampai tulisan di pojok kiri bawah XY Plane @Z=3.9
d) Buka menu Draw
e) Klik Draw Special Joint
f) Klik kiri pada jendela kiri di sembarang tempat untuk membuat Joint
g) Klik kanan mouse di Joint yang baru saja dibuat
h) Klik tab Location
i) Klik kiri 2x di Koordinat X
47
j) Masukkan koordinat X dan Y sesuai perhitungan pusat massa tiap lantai
k) Klik OK
l) Klik tab Loads
m) Klik Assign Loads
n) Pilih Joint Force, Klik OK
o) Pada Load Pattern Name, pilih EX
p) Masukkan nilai F lantai 1 di Force Global X
q) Klik OK
r) Klik Assign Loads
s) Pilih Joint Force, klik OK
t) Pada Load Pattern Name, pilih EY
u) Masukkan nilai F lantai 1 di Force Global Y
v) Klik OK
w) Klik OK
x) Klik Update Display, maka Joint akan berpindah dan menunjukkan besar dan arah
gaya.
y) Ulangi buat Special Joint untuk pelat lantai yang lain

Gambar 1. 23 Pusat Massa

11. MendefinisikanRigid Floor Diaphragm Dan Run Analysis


Mendefinisikan Rigid Floor Diaphragm:
a) Blok seluruh lantai satu

48
b) Buka menu Assign
c) Arahkan mouse ke Joint
d) Klik Constraints
e) Choose Constraint Type to Add, pilih Diaphragm
f) Klik Add New Constraint
g) Pada Constraint Name, beri nama Diaphragm (misal DIAPH 1)
h) Klik OK
i) Ulangi untuk Mendefinisikan Rigid Floor Diaphragm lantai 2, lantai 3 hingga lantai
atap

Running Program:
a) Klik menu Analyze
b) Klik Run Analysis
c) Klik Run Now

Gambar 1. 24 Rigid Floor Diaphragm

49
Gambar 1. 25 Run analysis

12. Mencetak Tabel Output Program


Mencetak Lendutan:
a) Buka menu Display
b) Klik Show Tables
c) Klik tanda + pada Joint Output di ANALYSIS RESULTS
d) Pilih Displacements
e) Klik Select Load Patterns
f) Pilih semua beban yang ada
g) Klik Select Load Cases
h) Pilih semua beban load combinations yang ada atau pilih beban dan load
combination tertentu saja yang akan dilihat lendutannya
i) Klik OK

Mencetak reaksi perletakan:


a) Buka menu Display
b) Klik Show Tables
c) Klik tanda + pada Joint Output di ANALYSIS RESULTS
d) Pilih Reactions
e) Klik Select Load Patterns
f) Pilih semua beban yang ada
g) Klik Select Load Cases
h) Pilih semua beban load combinations yang ada atau pilih beban dan load
combinations tertentu saja yang akan dilihat reaksi perletakannya
i) Klik OK
50
Mencetak gaya dalam balok dan kolom:
a) Buka menu Select
b) Arahkan mouse ke Select
c) Arahkan mouse lagi ke Properties
d) Klik Frame Sections
e) Pilih K60X60
f) Klik OK
g) Buka menu Display
h) Klik Show Tables
i) Klik tanda + pada Element Output di ANALYSIS RESULTS
j) Pilih Frame Output
k) Klik Select Load Patterns
l) Pilih semua beban yang ada
m) Klik Select Load Cases

Gambar 1. 26 Output Program

51
BAB II
PERHITUNGAN PLAT

2.1. Perencanaan Plat Atap dan Plat Lantai

2.1.1. Penentuan dan Asumsi

a. Fungsi bangunan : Restoran


b. Sistem Rangka Pemikul Momen : Khusus (SRPMK)
c. Letak bangunan : Delanggu
d. Mutu beton (f’c) : 28,5 MPa
e. Tegangan leleh baja tulangan geser (fys) : 240 MPa
f. Tegangan leleh baja tulangan lentur (fy) : 395 MPa
g. Dinding luar sekeliling bangunan : Dinding Bata Ringan ½Batu
h. Partisi dalam : Kalsiboard dengan rangka
aluminium

2.1.2. Sketsa Pelat

a. Pelat Atap

52
b. Pelat Lantai

2.1.3. Perhitungan tebal pelat (h) Atap

Dipakai pelat dengan bentang terpanjang sebagai acuan kekuatan, yaitu, diambil
tipe pelat E untuk pelat atap dan A untuk pelat lantai
Ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari:
Ly=7250

Lx=6950
𝐿𝑦 7,25
Dengan : Ly = bentang Panjang 𝛽 = 𝐿𝑥 = 6,95 = 1,0431

Lx = bentang pendek

53
Dikarenakan hasil yang didapatkan 1,0431 < 2, Termasuk Pelat Dua Arah
Menetukan Tebal Pelat :

bw = 300
h = 600
Lnx = 4050 - bw
= 4050 - 300
= 3950 mm
Lny = 6000 - bw
= 6000 - 300
= 5700 mm
hb = h - hf
= 600 - 150
= 450 mm
be = bw + 2.hb
= 300 + 2 . 450
= 1200 mm
be efektif = bw + 8.hf
= 300 + 8 . 150
= 1500
ℎ𝑏
y1 =
2
450
= = 225 mm
2
ℎ𝑏
y2 = hb +
2
150
= 450 + = 525 mm
2
y = (hb.bw).y1+(hf.be).y2
(hb.bw)+(hf.be)
= (450 . 300) . 225 + (150 . 1200) . 525
(450 . 300) + (150 . 1200)
= 396,4285714 mm

54
1 1
Ib = 12.bw.hb³+((hb.bw).((y-y1)²))+ 12.be.hf3+((hf.be).((y2-y)²))
1
= 12 . 300 .450³ + ((450 . 300).((396,4285714 - 225)²)) +
1
. 1200 . 150³+((15.1200) . ((525 - 396,4285714)²))
12

= 9558482142,8571 mm4
1
Is 1 = 12 . 4050 . 125³

= 659179687,5000 mm4
1
Is 2 = 12 . 6000 . 125³

= 976562500,0000 mm4
𝑙𝑏 9558482142,8571
ɑf 1 = =
𝑙𝑠1 659179687,5000

= 14,5006
𝑙𝑏 9558482142,8571
ɑf 2 = =
𝑙𝑠2 976562500,0000

= 9,7879
𝑎𝑓2
afm = ɑf1 +
2
9,7879
= 14,5006 +
2
= 12,1442
afm = 12,1442 > 2
𝐿𝑛𝑦 5700
β = =
𝐿𝑛𝑥 3750
= 1,52

𝑓𝑦
ln(0,8+ )
1400
hf min =
36+9 . 𝛽
395
5700(0,8+ )
1400
=
36+9 . 1,52

= 122,5198 mm

Dipakai Tebal Pelat = 130 mm

55
2.1.4. Pembebanan pelat atap

a. Beban Mati (QD)


• Pelat beton (13 cm) = 0,13 . 2400 = 3,12 kN/m2
• Finishing (wp aspal) = 2 . 14 + 16 . 3/4 = 0,42 kN/m2
• Plafon = 0,2 kN/m2
• Mechanical electrical ( M / E ) = 0,2 kN/m2
+
Jumlah beban mati pelat atap (QD) = 3,94 kN/m2
Input Beban di SAP QD – Beban Sendiri Pelat = 0,82 kN/m2

b. Beban Hidup (QL)


Dari SNI 1727;2020 Pasal 4.3 Tabel 4.3-1, beban hidup untuk pelat atap
didapat:
• Beban hidup (QL) = 0,96 kN/m2

c. Beban Ultimit (QU)


Qu1 = 1,4 . QD
= 1,4 . 3,94 = 5,516 kN/m2
Qu2 = 1,2 . QD + 1,6 . QL
= 1,2 . 3,94 + 1,6 . 0,96 = 6,264 kN/m2 (Terpakai)

2.1.5. Pembebanan pelat lantai

a. Beban Mati (QD)


• Pelat beton (13 cm) = 0,13 . 2400 = 3,84 kN/m2
• Finishing (keramik)
Spesi (2 cm) = 2 . 21 = 0,42 kN /m2
Pasir (2 cm) = 2 . 16 = 0,32 kN /m2
Keramik (1 cm) = 1. 21 = 0,21 kN /m2
• Plafon = 0,20 kN /m2
• Mechanical electrical ( M / E ) = 0,20 kN /m2
+
2
Jumlah beban mati pelat atap (QD) = 4,47 kN/m

56
Input Beban di SAP QD – Beban Sendiri Pelat = 1,35 kN/m2
b. Beban Hidup (QL)
Dari SNI 1727;2020 Pasal 4.3 Tabel 4.3-1, beban hidup untuk Restoran:
• Beban hidup (QL) = 4,79 kN/m2

c. Beban Ultimit (QU)


Qu1 = 1,4 . QD
= 1,4 . 4,47 = 6,258 kN/m2
Qu2 = 1,2 . QD + 1,6 . QL
= 1,2 . 4,47 + 1,6 . 4,79 = 13,028 kN/m2 (Terpakai)

2.2. Perhitungan Pelat Atap dan Pelat Lantai

2.2.1. Perhitungan Penulangan Pelat Atap Tipe C

a) Perhitungan Dx dan Dy
Dipakai :
• Tebal Pelat (h) = 130 mm C Ly

• Selimut beton (s) = 25 mm


• Diameter tulangan pokok (∅) = 10 mm Lx
Ly = 7,25 m
Lx = 6,95 m
Dx = h – s + 1/2 . ∅
= 130 – 25 + 1/2 . 10 = 100 mm
Dy = h – s + ∅ + 1/2 . ∅
= 130 – 25 + 10 + 1/2 . 10 = 90 mm

b) Distribusi Momen
Ly = 7,25 m
Lx = 6,95 m
𝐿𝑦 Ly
β =
𝐿𝑥
7,25
= = 1,0432
6,95
Lx

57
Dari Tabel 13.3.2 ( Kondisi II ), hal. 203, PBI 1971 dan metode
interpolasi diperoleh :

ly/lx

Momen Per Meter Lebar


1,3
1,0 1,0432 1,1 1,2
50
mlx 0,001 Qu lx² cly 36 38,5899 42 46
38
mly 0,001 Qu lx² cly 36 36,4371 37 38
50
mtx -0,001 Qu lx² cly 36 38,5899 42 46
38
mty -0,001 Qu lx² cly 36 36,4371 37 38

Berdasarkan table yang ada, tidak ditemukan data yang cocok. Maka
digunakan interpolasi :
(1,0432−1,0)
X1 = 36 + (42 – 36)
(1,1−1,0)

= 38,5899

(1,0432−1,0)
X3 = 36 + (37 – 36)
(1,1−1,0)

= 36,4317
X2 = X1 = 38,5899
X4 = X3 = 36,4317

58
Momen yang terjadi :

Mlx = 0,001.QU.Lx2.X1 = 0,001 . 6,264 . 6,952 . 38,5899


= 11,6760 kNm
Mtx = -0,001.QU.Lx2.X2 = -0,001 . 6,264 . 6,952 . 38,5899
= -11,6760 kNm
Mly = 0,001.QU.Ly2.X3 = 0,001 . 6,264 . 7,252 . 36,4317
= 11,9952 kNm
Mty = -0,001.QU.Ly2.X4 = -0,001 . 6,264 . 7,252 . 36,4317
= -11,9952 kNm

c) Tulangan Lapangan Arah X (Mlx)


Mlx = 11,6760 kNm
𝑀𝑙𝑥 11,6760
Mn = = = 14,5950 kNm = 14,5950 . 106 Nmm
Ø 0,80

f′ c 600
ρb = 0,85 . β . .
fy 600+fy

karena f’c = 28,5 Mpa > 28 Mpa


(SNI 2847: 2019 pasal 22 Tabel 22.2.2.4.3), maka :
0,05 (𝑓′ 𝑐−28)
β = 0,85 − 7
0,05 (28,5−28)
= 0,85 − 7

= 0,8464
0,65 ≤ β ≤ 0,85 ….. (OK)
28,5 600
ρb = 0,85 . 0,846428571 . .
395 600 + 395
= 0,0313

59
ρmax = 0,75 . ρb
= 0,75 . 0,0336
= 0,0235
1,4 1,4
ρmin = = 395 = 0,0035
𝑓𝑦
𝑓𝑦 395
m = = = 16,3055
0,85 . 𝑓′𝑐 0,85 . 28,5

𝑀𝑛 14,5950 . 106
Rn = = = 1,4595
𝑏 . 𝑑 2 1000 . 1002

1 2.m.Rn
ρperlu =
m
[1 − √1 − fy
]

1 2 . 16,3055 . 1,4595
= [1 − √1 − ]
16,3055 395

= 0,0038

Dari hitungan rasio tulangan (ρ) di atas diperoleh :


ρmax = 0,0235
ρmin = 0,0035 Syarat : min <  <  maks
ρperlu = 0,0038
karena ρperlu < ρmin, maka dipakai ρperlu = 0,0053
Asperlu = ρ . b . dx
= 0,0038 . 1000 . 100
= 381,3511 mm2
Dipakai tulangan (∅) = 10
1
Luas tulangan ( A ) = 4 . π . ∅2
1
= 4 . π . 102

= 78,5398 mm2
𝐴. 𝑏
Jarak tulangan (S) =
𝐴𝑠𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢

78,5398 . 1000
=
381,3511

= 205,9514 mm
Dipakai jarak tulangan 200 mm.

60
Kontrol tulangan,
1000
As = Astul X
200
1000
= 78,5398 X
200
= 392,6991 mm2 > Asperlu = 381,3511 mm2 …… (OK)
Jadi tulangan arah X dipakai D10 – 200 mm.
Kontrol kapasitas momen :
Ts = As . fy
= 392,6991 . 395
= 155116,1373 N
Ts
a =
0,85 X f′ c X b
155116,1373
=
0,85 X 28,5 X1000

= 6,4031 mm
Mntotal = Ts . (dx – ½ . a)
= 155116,1373 . ( 100 – ½ . 6,4031)
= 15014998,3289 Nmm
= 15,0150 kNm
Mu = ɸ x Mn total = 0,80 x 15,0150
= 12,0120 kNm > Mn = 11,6760 kNm …… (OK)
d) Tulangan Lapangan Arah Y (Mly)
Mly = 11,9952 kNm
𝑀𝑙𝑦 11,9952
Mn = = = 14,9940 kNm = 14,9940. 106 Nmm
Ø 0,80

f′ c 600
ρb = 0,85 . β . .
fy 600+fy

karena f’c = 28,5 Mpa > 28 Mpa


(SNI 2847: 2019 pasal 22 Tabel 22.2.2.4.3), maka :
0,05 (𝑓′ 𝑐−28)
β = 0,85 − 7
0,05 (28,5−28)
= 0,85 − 7

= 0,8464
0,65 ≤ β ≤ 0,85 ….. (OK)

61
28,5 600
ρb = 0,85 . 0,846428571 . .
395 600 + 395
= 0,0313
ρmax = 0,75 . ρb
= 0,75 . 0,0313 = 0,0235
1,4 1,4
ρmin = = 395 = 0,0035
𝑓𝑦
𝑓𝑦 395
m = = = 16,3055
0,85 . 𝑓′𝑐 0,85 . 28,5

𝑀𝑛 14,9940 . 106
Rn = = = 1,8511
𝑏 . 𝑑2 1000 . 902

1 2.m.Rn
ρperlu =
m
[1 − √1 − fy
]

1 2 . 16,3055 . 1,8511
= [1 − √1 − ]
16,3055 395

= 0,0049

Dari hitungan rasio tulangan (ρ) di atas diperoleh :


ρmax = 0,0235
ρmin = 0,0035 Syarat : min <  <  maks
ρperlu = 0,0049
karena ρperlu < ρmin, maka dipakai ρperlu = 0,0072
Asperlu = ρ . b . dx
= 0,0049 . 1000 . 90
= 439,2490 mm2

Dipakai tulangan (∅) = 10


1
Luas tulangan ( A ) = 4 . π . ∅2
1
= 4 . π . 102

= 78,5398 mm2

62
𝐴. 𝑏
Jarak tulangan (S) =
𝐴𝑠𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢

78,5398 . 1000
=
439,2490

= 178,8048 mm
Dipakai jarak tulangan 170 mm.
Kontrol tulangan,
1000
As = Astul X
170
1000
= 78,5398 X
170
= 471,2389 mm2 > Asperlu = 439,2490 mm2 …… (OK)
Jadi tulangan arah X dipakai D10 – 170 mm.
Kontrol kapasitas momen :
Ts = As . fy
= 471,2389 . 395
= 186139,3647 N
Ts
a =
0,85 X f′ c X b
186139,3647
=
0,85 X 28,5 X1000

= 7,6838 mm
Mntotal = Ts . (dx – ½ . a)
= 186139,3647 . ( 90 – ½ . 7,6838)
= 16037416,6519 Nmm
= 16,0374 kNm
Mu = ɸ x Mn total = 0,80 x 16,0374
= 12,8299 kNm > Mn = 11,9952 kNm …… (OK)

e) Kontrol Geser Arah X


Vux = ½ . QU . Lx
= ½ . 6,264 . 6,95
= 21,7674 kN

63
Vcx = 0,17√𝑓′𝑐 . 𝑏 . 𝐷𝑥

= 0,17√28,5 .1000 .100


= 90.755,1651 N = 90,7552 kN
Syarat : Faktor reduksi geser (SNI 2847-2019 pasal 27.23.2)
Ø = 0,75
ØVcx > Vux = 0,75 . 90,7552 kN > 21,7674 kN
= 68,0664 kN > 21,7674 ……. (OK)

f) Kontrol Geser Arah Y


Vuy = ½ . QU . Ly
= ½ . 6,264 . 7,25
= 22,7070 kN
Vcy = 0,17√𝑓′𝑐 . 𝑏 . 𝐷𝑦

= 0,17√28,5 .1000 .90


= 80078,0869 N = 80,0781 kN
Syarat : Faktor reduksi geser (SNI 2847-2019 pasal 27.23.2)
Ø = 0,75
ØVcy > Vuy = 0,75 . 80,0781 kN > 22,7070 kN
= 60,0586 N > 22,7070 N ……. (OK)

g) Tulangan Tumpuan Arah X (Mtx)


Mtx = - 11,6760 kNm
Besar momen Mtx = - Mlx, maka dipakai tulangan D10 – 200 mm dengan
jumlah tulangan pada setiap 1000 mm (1 m) dipasang 5 buah.

h) Tulangan Tumpuan Arah Y (Mty)


Mty = - 11,9952 kNm
Besar momen Mty = - Mly, maka dipakai tulangan D10 – 170 mm dengan
jumlah tulangan pada setiap 1000 mm (1 m) dipaang 6 buah.

64
2.2.2. Perhitungan Penulangan Pelat Lantai Tipe C

a) Perhitungan Dx dan Dy
Dipakai :
• Tebal Pelat (h) = 130 mm
• Selimut beton (s) = 25 mm C Ly

• Diameter tulangan pokok (∅) = 10 mm

Lx

Ly = 7,25 m
Lx = 6,95 m
Dx = h – s + 1/2 . ∅
= 130 – 25 + 1/2 . 10 = 100 mm
Dy = h – s + ∅ + 1/2 . ∅
= 130 – 25 + 10 + 1/2 . 10 = 90 mm

b) Distribusi Momen
Ly = 7,25 m
Lx = 6,95 m
𝐿𝑦 Ly
Β = 𝐿𝑥
7,25
= 6,95 = 1,0432
Lx

65
Dari Tabel 13.3.2 ( Kondisi II ), hal. 203, PBI 1971 dan metode
interpolasi diperoleh :

ly/lx

Momen Per Meter Lebar


1,3
1,0 1,0432 1,1 1,2
50
mlx 0,001 Qu lx² cly 36 38,5899 42 46
38
mly 0,001 Qu lx² cly 36 36,4371 37 38
50
mtx -0,001 Qu lx² cly 36 38,5899 42 46
38
mty -0,001 Qu lx² cly 36 36,4371 37 38

Berdasarkan table yang ada, tidak ditemukan data yang cocok. Maka
digunakan interpolasi :
(1,0432−1,0)
X1 = 36 + (1,1−1,0)
(42 – 36)

= 38,5899
(1,0432−1,0)
X3 = 36 + (1,1−1,0)
(37 – 36)

= 36,4317
X2 = X1 = 38,5899
X4 = X3 = 36,4317

Momen yang terjadi :

Mlx = 0,001.QU.Lx2.X1 = 0,001 . 13,028 . 6,952 . 38,5899


= 24,2841 kNm

66
Mtx = -0,001.QU.Lx2.X2 = -0,001 . 13,028 . 6,952 . 38,5899
= -24,2841 kNm
Mly = 0,001.QU.Ly2.X3 = 0,001 . 13,028 . 7,252 . 36,4317
= 24,9478 kNm
Mty = -0,001.QU.Ly2.X4 = -0,001 . 13,028 . 7,252 . 36,4317
= -24,9478 kNm

c) Tulangan Lapangan Arah X (Mlx)


Mlx = 24,2841 kNm
𝑀𝑙𝑥 24,2841
Mn = = = 30,3551 kNm = 30,3551 . 106 Nmm
Ø 0,80

f′ c 600
ρb = 0,85 . β . . 600+fy
fy

karena f’c = 28,5 Mpa > 28 Mpa


(SNI 2847: 2019 pasal 22 Tabel 22.2.2.4.3), maka :
0,05 (𝑓′ 𝑐−28)
β = 0,85 − 7
0,05 (28,5−28)
= 0,85 − 7

= 0,8464
0,65 ≤ β ≤ 0,85 ….. (OK)
28,5 600
ρb = 0,85 . 0,8464 . . 600 + 395
395

= 0,0313
ρmax = 0,75 . ρb
= 0,75 . 0,0313
= 0,0235
1,4 1,4
ρmin = 𝑓𝑦 = = 0,0035
395
𝑓𝑦 395
m = 0,85 . = 0,85 . = 16,3055
𝑓′𝑐 28,5

𝑀𝑛 30,3551 . 106
Rn = 𝑏 . = = 3,0355
𝑑2 1000 . 1002

1 2.m.Rn
ρperlu = m [1 − √1 − ]
fy

1 2 . 16,3055 . 3,0355
= 16,3055 [1 − √1 − ]
395

= 0,0082

67
Dari hitungan rasio tulangan (ρ) di atas diperoleh :
ρmax = 0,0235
ρmin = 0,0035 Syarat : ρmin < ρ < ρ maks
ρperlu = 0,0082
karena ρperlu < ρmin, maka dipakai ρperlu = 0,0082
Asperlu = ρ . b . dx
= 0,0082 . 1000 . 100
= 823,8129 mm2
Dipakai tulangan (∅) = 10
1
Luas tulangan ( A ) = 4 . π . ∅2
1
= 4 . π . 102

= 78,5398 mm2
𝐴. 𝑏
Jarak tulangan (S) = 𝐴𝑠
𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢

78,5398 . 1000
= 823,8129

= 95,3370 mm
Dipakai jarak tulangan 90 mm.
Kontrol tulangan,
1000
As = Astul X 90
1000
= 78,5398 X 90

= 942,4778 mm2 > Asperlu = 823,8129 mm2 …… (OK)


Jadi tulangan arah X dipakai D10 – 90 mm.
Kontrol kapasitas momen :
Ts = As . fy
= 942,4778 . 395
= 372278,7295 N
Ts
a = 0,85 X f′ c X b
372278,7295
= 0,85 X 28,5 X1000

= 15,3675 mm

68
Mntotal = Ts . (dx – ½ . a)
= 372278,7295 . ( 85 – ½ . 15,3675)
= 34367368,2515 Nmm
= 34,3674 kNm
Mu = ɸ x Mn total = 0,80 x 34,3674
= 27,4939 kNm > Mn = 24,2841 kNm …… (OK)
d) Tulangan Lapangan Arah Y (Mly)
Mly = 24,9478 kNm
𝑀𝑙𝑦 24,9478
Mn = = = 31,1848 kNm = 31,1848. 106 Nmm
Ø 0,80

f′ c 600
ρb = 0,85 . β . . 600+fy
fy

karena f’c = 28,5 Mpa > 28 Mpa


(SNI 2847: 2019 pasal 22 Tabel 22.2.2.4.3), maka :
0,05 (𝑓′ 𝑐−28)
β = 0,85 − 7
0,05 (28,5−28)
= 0,85 − 7

= 0,8464
0,65 ≤ β ≤ 0,85 ….. (OK)
28,5 600
ρb = 0,85 . 0,8464 . . 600 + 395
395

= 0,0313
ρmax = 0,75 . ρb
= 0,75 . 0,0313
= 0,0235
1,4 1,4
ρmin = 𝑓𝑦 = = 0,0035
395
𝑓𝑦 395
m = 0,85 . = 0,85 . = 16,3055
𝑓′𝑐 28,5

𝑀𝑛 31,1848 . 106
Rn = 𝑏 . = = 3,850
𝑑2 1000 . 902

1 2.m.Rn
ρperlu = m [1 − √1 − ]
fy

1 2 . 16,3055 . 3,850
= 16,3055 [1 − √1 − ]
395

= 0,0107

69
Dari hitungan rasio tulangan (ρ) di atas diperoleh :
ρmax = 0,0235
ρmin = 0,0035 Syarat : ρmin < ρ < ρ maks
ρperlu = 0,0107
karena ρperlu < ρmin, maka dipakai ρperlu = 0,0162
Asperlu = ρ . b . dx
= 0,0107 . 1000 . 90
= 960,8390 mm2
Dipakai tulangan (∅) = 10
1
Luas tulangan ( A ) = 4 . π . ∅2
1
= 4 . π . 102

= 78,5398 mm2
𝐴. 𝑏
Jarak tulangan (S) = 𝐴𝑠
𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢

78,5398 . 1000
= 960,8390

= 81,7409 mm
Dipakai jarak tulangan 80 mm.
Kontrol tulangan,
1000
As = Astul X 90
1000
= 78,5398 X 90

= 1021,0176 mm2 > Asperlu = 960,8390 mm2 …… (OK)


Jadi tulangan arah X dipakai D10 – 80 mm.
Kontrol kapasitas momen :
Ts = As . fy
= 1021,0176 . 395
= 403301,9569 N
Ts
a = 0,85 X f′ c X b
403301,9569
= 0,85 X 28,5 X1000

= 16,6482 mm

70
Mntotal = Ts . (dx – ½ . a)
= 403301,9569 . ( 90 – ½ . 16,6482)
= 32940056,0297 Nmm
= 32,9401 kNm
Mu = ɸ x Mn total = 0,80 x 32,9401
= 26,3520 kNm > Mn = 24,9478 kNm …… (OK)

e) Kontrol Geser Arah X


Vux = ½ . QU . Lx
= ½ . 13,028. 6,95
= 47,2265 kN
Vcx = 0,17√𝑓′𝑐 . 𝑏 . 𝐷𝑥

= 0,17√28,5 .1000 .100


= 90755,1651 N = 90,7552 kN
Syarat : Faktor reduksi geser (SNI 2847-2019 pasal 27.23.2)
Ø = 0,75
ØVcx > Vux = 0,75 . 90,7552 kN > 47,2265 kN
= 68,0664 kN > 47,2265 ……. (OK)

f) Kontrol Geser Arah Y


Vuy = ½ . QU . Ly
= ½ . 13,028 . 7,25
= 47,2265 kN

Vcy = 0,17√𝑓′𝑐 . 𝑏 . 𝐷𝑦

= 0,17√28,5 .1000 .90


= 80.078,0869 N = 80,0781 kN

Syarat : Faktor reduksi geser (SNI 2847-2019 pasal 27.23.2)


Ø = 0,75
ØVcy > Vuy = 0,75 . 80,0781 kN > 47,2265 kN
= 60,0586 N > 47,2265 N ……. (OK)

71
g) Tulangan Tumpuan Arah X (Mtx)
Mtx = - 24,2841 kNm
Besar momen Mtx = - Mlx, maka dipakai tulangan D10 – 90 mm dengan
jumlah tulangan pada setiap 1000 mm (1 m) dipasang 12 buah.

h) Tulangan Tumpuan Arah Y (Mty)


Mty = - 24,9478 kNm
Besar momen Mty = - Mly, maka dipakai tulangan D10 – 80 mm dengan
jumlah tulangan pada setiap 1000 mm (1 m) dipaang 13 buah.

2.3. Kesimpulan :
2.3.1. Penulangan Pelat Atap :
a. Arah sumbu X-X = D10 – 200 mm (BJTP – 370)
b. Arah sumbu Y-Y = D10 – 170 mm (BJTP – 370)

2.3.2. Penulangan Pelat Lantai 1 – 3 :

a. Arah sumbu X-X = D10 – 90 mm (BJTP – 370)


b. Arah sumbu Y-Y = D10 – 80 mm (BJTP – 370)

Lanjut BAB 3

72
BAB 3
PERENCANAAN TANGGA

Perhitungan Dimensi Pelat Tangga dan Bordes


Direncanakan:
Jumlah optrade = 12 buah
Tinggi optrade (O) = 16 cm
Lebar antrade (a) = 30 cm
Elevasi bordes = 197,5 cm
Jumlah anak tangga = 24 buah
Lebar tangga = 350 mm
Lebar bordes 1 = 700 cm
Lebar bordes 2 = 700 cm
Panjang bordes 1 (b1) = 150 cm
Panjang bordes 2 (b2) = 240 cm
Panjang tangga = 300 cm
Tebal plat bordes (h1) = 17,5cm
Menentukan kemiringan tangga:
z 192
tg  = = = 0, 6375
c 300
 = 32,5175
Menentukan tebal pelat tangga (h2)
1
.O . A
2
O 2 + A2
h2 = h1 + = 26, 2842 cm = 27 cm = 0, 27 m
cos 

54
Gambar 3. 1 Denah tangga tampak atas

Gambar 3. 2 Detail tangga tampak samping

55
Perhitungan Beban Pelat Tangga dan Bordes
1. Beban pada pelat tangga
a. Akibat beban mati (Qdl1)
Berat sendiri pelat tangga (17,5 cm) = 1 . 0,175 . 24= 4,2 kN/m2
Berat spesi (2 cm) = 1 . 0,02 . 21 = 0,42 kN/m2
Berat keramik (1 cm) = 1 . 1 . 21 = 0,21 kN/m2
Berat railing tangga = = 0,25 kN/m2 +
Jumlah = = 5,08 kN/m 2 +

Input Beban di SAP = 0,88 kN/m2


QD – Beban Sendiri Pelat

Beban hidup (Qll1) restoran


Dari SNI 1727:2020 = 1 kN/m2
Beban ultimit (Qu)
Qu1 = 1,4 x dl = 7,112 kN/m2
Qu2 = 1,2 x Qdl + 1,6 x Qll = 7,696 kN/m2 TERPAKAI
2. Beban pada pelat bordes
a. Akibat beban mati (Qdl2)
Berat sendiri pelat tangga (17.5 cm) = 1 . 0,175. 24 = 4,2 kN/m2
Berat spesi (2 cm) = 1 . 0,02 . 21 = 0,42 kN/m2
Berat keramik (1 cm) = 1 . 1 . 21 = 0,21 kN/m2 +
+
Jumlah = = 4,83 kN/m2
Input Beban di SAP = 0,63 kN/m2
QD – Beban Sendiri Pelat
b. Beban hidup (Qll2)
PPIUG 1983 tabel 3.1 hal 17 untuk tangga restoran sebesar 100 kg/m2
Qll = 100 kg/m2 = 1 kN/m2
c. Beban ultimate (Qu)
Qu1 = 1,4 x Qdl1
= 1,4 x 5,08
= 6,7620 kN/m2
Qu2 = 1,2 x Qdl2 + 1,6 x Qll2
= 1,2 x 4,83 + 1,6 x 1
= 7,3960 kN/m2 TERPAKAI

56
Gambar 3. 3 Menentukan desain tangga

Gambar 3. 4 Input diameter tulangan dan jarak antar tulangan

57
Gambar 3. 5 Pemodelan tangga menggunakan SAP 2000 v.14

Gambar 3. 6 Output momen M11 dan M22

Area Joint Case Type M11 M22 M12 MMax


Text Text Text Kn-m/m Kn-m/m Kn-m/m Kn-m/m
4 4 Combination -6,1367 -4,4695 0,2471 -4,4337
9 9 Combination 6,5585 13,1708 4,0472 15,0906

Penulangan Tangga dan Bordes

1. Perhitungan tulangan pokok :


a. Tulangan pokok Mu+ = 15,0906 kNm
Diameter tulangan pokok (ø) = 12 mm
Selimut beton = 20 mm

58
Tebal pelat tangga (h) = 240 mm
1
d = 240 − 20 − 12 =149 mm
2

M u 15,0906
Mn = = =18,8633 kNm =188633.106 Nmm
0,8 0,8
Karena f’c = 28,5 Mpa > 28 MPa , maka:
 0, 05 ( f ' c − 28 )   0, 05 ( 28,5 − 28 ) 
1 = 0,85 −   = 0,85 −   = 0, 0313
 7   7 

f 'c 600 28,5 600


b = 0,85  1   = 0,85  0,8464   = 0,0313
fy 600 + fy 395 600 + 395
ρ max = 0,75 x Pb = 0,75 x 0,0313 = 0,0235

1, 4 1, 4
 min = = = 0,0035
fy 395

f 'c 28,5
min = = = 0, 0035
4  fy 4  395

Fy 395
m= = =16,3055
0,85  f ' c 0,85  28,5

Mn 188633.106
Rn = = = 0,8497
b.d 2 1000.1492

1 2m.Rn  1  2 16, 0, 4119 


 perlu = 1 − 1 −  = 1 − 1 −  = 0,0022
m Fy  14,7059  395 
Dipakai ρmin = 0,0035
Asperlu = ρ . b . d
= 0,003.1000.149
= 528,1013 mm2
Dipakai tulangan ∅ = 12
1 1
Luas tulangan (A) 4 . π. ∅2=4 . π. 122 = 113,0973 mm2

A.b 113,0973.1000
Jarak tulangan ( s) = = = 214,1584 mm
As perlu 528,1013
Dipakai jarak tulangan 210 mm
1000
Jumlah tulangan (n) pada setiap 1 m = = 5 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
210

59
Kontrol tulangan
1 1
As = . . 2 . n = . .122.7 = 565, 4867 mm2  As perlu = 528,1013 mm2 OK
4 4
Jadi tulangan lapangan arah X dipakai ∅12-210
Kontrol kapasitas momen:
CC = 0,85 . f’c . b . a Ts = As.fy
= 0,85 . 28,5 . 1000. a = 528,1013 . 395
= 24225.a = 223367,2377 N = 223,3672 kN

Syarat Cc = Ts :
24225.a = 223367,23775
226677
a= = 9, 2205 mm
24225
1
Mn = Ts.(dy − . a)
2
= 223367,2377. (149 – ½ . 9,2205)
= 32251936,7232 Nmm
= 32,2519 kNm
Mn total = 32,2519 kNm > Mn = 18,8633 kNm OK

b. Perhitungan tulangan bagi :


Dipakai ρmin = 0,0035
Asperlu = ρ . b . d
= 0,0035.1000.149
= 528,1013 mm2
Dipakai tulangan ∅ = 12
1 1
Luas tulangan (A) 4 . π. ∅2=4 . π. 122 = 113,0973 mm2

A.b 113,0973.1000
Jarak tulangan ( s) = = = 214,1584 mm
As perlu 528,1013
Dipakai jarak tulangan 210 mm
1000
Jumlah tulangan (n) pada setiap 1 m = = 5 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
210

Kontrol tulangan

60
1 1
As = . . 2 . n = . .122.5 = 565, 4867 mm2  As perlu = 528,1013 mm2 OK
4 4
Jadi tulangan lapangan arah X dipakai ø12-210
Kontrol kapasitas momen:
CC = 0,85 . f’c . b . a Ts = As.fy
= 0,85 . 28,5 . 1000. a = 565,4867.395
= 24225.a = 223367,2377 N = 223,3672 kN
Syarat Cc = Ts :
24225.a = 223367,2377
223367, 2377
a= = 9, 2205 mm
24225
1
Mn = Ts.(dy − . a)
2
= 223367,2377. (149 – ½ . 9,2205)
= 32251936 Nmm
= 32,2519 Nm
Mn total = 32,2519 kNm > Mn = -5,5421 kNm OK
3. Tulangan bagi
As ≥ 0,018 x 1000x 270
As ≥ 486 mm2

Dipakai tulangan ∅ = 10
1 1
Luas tulangan (A) 4 . π. ∅2=4 . π. 102 = 161,6046 mm2

A.b 78,5398 1000


Jarak tulangan ( s) = = = 161,6046 mm
As perlu 486,6046
Dipakai jarak tulangan 160 mm
1000
Jumlah tulangan (n) pada setiap 1 m = = 7 𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔
6,25

Kontrol As = 549,778 > 486 …………..OK.


Jadi tulangan bnagi tangga dipakai = ∅ = 10 - 160

Kesimpulan Perencanaan Tangga

Penulangan pelat tangga dan bordes:


Dipakai tulangan pokok = ∅12 – 210 mm (BJTP-240)
Dipakai tulangan pokok = ∅10 – 160 mm (BJTP-240)

61

Anda mungkin juga menyukai