Anda di halaman 1dari 13

PENTINGNYA KEIKHLASAN DALAM SELURUH AMAL IBADAH

‫ﺣَﻨَﻔﺎَء‬
ُ ‫ﻦ‬
َ ‫ﻦ َﻟُﻪ اﻟِّﺪْﻳ‬
َ ‫ﺼْﻴ‬
ِ ‫ﺨِﻠ‬
ْ ‫َ ُﻣ‬ ‫وَﻣﺎ ُأِﻣُﺮْوا ِإﻻ َِّﻟَﻴْﻌُﺒُﺪﷲ‬

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…[Al-Bayyinah/98 : 5]

Sesungguhnya perkara paling mendasar dan terpenting dalam agama ini adalah
mengikhlaskan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap amal ibadah yang kita lakukan,
hal itu sebagai syarat utama diterimanya amal ibadah. Ikhlas adalah termasuk amalan hati yang perlu
mendapatkan perhatian “istimewa” (secara mendalam) dan dilakukan dengan cara “istimrar” (terus
menerus) di setiap kita hendak melakukan `amal `ibadah, agar amalan kita menjadi bernilai di
hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

PENTINGNYA AMALAN HATI.

Telah kita ketahui bahwa pengertian iman menurut Ahlus Sunah adalah : Keyakinan dengan hati, ikrar
dengan lisan, dan amalan dengan seluruh anggota badan, bertambah dengan ketaatan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan berkurang dengan perbuatan maksiat. Perlu diketahui bahwa ikhlas adalah
perkara terpenting dalam amalan hati, yang hal tersebut sangat erat hubungannya dengan pengertian
iman tersebut di atas.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Amalan-amalan hati adalah termasuk pokok-pokok dari
keimanan dan tonggak-tonggak agama Islam ini, seperti: mencintai Allah dan Rasul-Nya, bertawakal
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengikhlaskan seluruh macam `ibadah hanya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala semata, bersyukur kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya dan berlaku sabar di
atas hukum-hukum-Nya, khauf (perasaan takut kepada-Nya akan siksa atau adzab-Nya), raja`
(berharap) kepada-Nya…Semua amalan ini wajib atas seluruh makhluk berdasarkan kesepakatan
para imam agama”.

Ibnul Qayim juga menjelaskan keagungan amalan-amalan hati : Amalan–amalan hati ialah pokok
adapun amalan–amalan anggota badan adalah pengikut dan penyempurna. Sesungguhnya niat
sekedudukan dengan ruh, adapun amalan sekedudukan dengan jasad, sehingga apabila ruh telah
terpisah dengan jasad maka binasalah. Oleh sebab itu mengetahui hukum – hukum hati lebih penting
dari pada mengetahui hukum-hukum jasad.

Niat berasal dari bahasa Arab, yang berarati tujuan. Sedangkan menurut istilah syara’ memiliki dua
arti:

1. Ikhlash dalam beramal, yaitu semata-mata karena Allah, dan inilah yang sering dibicarakan
oleh para Ulama ahli tauhid, suluk (perilaku) dan akhlak.

2. Membedakan antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lain, atau ibadah dengan
kebiasaan. Istilah ini sering dipakai oleh ulama-ulama Fiqh.

Niat dipakai untuk membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan yang dilakukan oleh manusia),
misalnya : Mandi, apabila dimaksudkan (niatkan) karena Allah semata untuk menghilangkan hadats
besar (mandi junub misalnya) maka hal yang semacam itu akan menjadi ibadah, lain halnya apabila
mandi semata-mata dimaksudkan untuk membersihkan badan atau mendapatkan kesegaran, maka
hal itu menjadi adat (kebiasaan) saja.

KEDUDUKAN IKHLAS.

Sesungguhnya ikhlas adalah hakekat dien dan kunci dakwah para rasul, yakni menyembah Allah
Subhanahu wa Ta’ala semata dan menjauhi thagut :
‫ﺣَﻨَﻔﺎَء‬
ُ ‫ﻦ‬
َ ‫ﻦ َﻟُﻪ اﻟِّﺪْﻳ‬
َ ‫ﺼْﻴ‬
ِ ‫ﺨِﻠ‬
ْ ‫َ ُﻣ‬ ‫َّ ِﻟَﻴْﻌُﺒُﺪْوا ﷲ‬ ‫وَﻣﺎ ُأِﻣُﺮْوا ِإﻻ‬

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus…[Al-Bayyinah/98: 5]

Yang dimaksud dengan ” (‫ﺣَﻨَﻔﺎَء‬


ُ ) agama yang lurus” pada ayat di atas adalah terjauhkan dari perkara-
perkara syirik dan menuju kepada tauhid. Di sinilah pentingnya ikhlash dalam selurus amal ibadah,
agar amalan tersebut tidak sia-sia, dan tidak mendapat adzab dari Allah, baik di dunia maupun di
akhirat kelak.

PENGERTIAN IKHLAS DAN BATASNNYA

Ada beberapa pengertian tentang ikhlas yang disebutkan oleh ulama, antara lain :

1. Diantaranya ada yang mengatakan : Ikhlas ialah “Menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala satu-
satunya tujuan di dalam menjalankan ketaatan”.

2. Ada juga yang mengatakan : “Ikhlas ialah membersihkan perbuatan dari mencari pandangan
manusia”.

3. Al-Harawi berkata: “Ikhlas ialah membersihkan amalan dari setiap noda”

4. Dan sebagian yang lain ada yang mengatakan: “Orang yang mukhlis ialah orang yang tidak
perduli, seandainya hilang seluruh penghormatan kepadanya di dalam hati manusia, untuk
kebaikan hatinya bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan dia tidak suka manusia
mengetahui amalannya walaupun seberat debu. Allah.

Tidak diragukan lagi bahwa keikhlasan membutuhkan kesungguhan yang tinggi hingga seorang
hamba meraihnya dengan sempurna.
SHOLAT
Lazim diketahui bahwa syarat shalat terbagi menjadi dua; syarat wajib dan syarat sah. Syarat wajib
ini maknanya, seseorang tidak dibebani kewajiban shalat ketika salah satu dari syarat-syaratnya tak
terpenuhi.

Syarat Wajib:

1. Beragama Islam

2. Balig

3. Berakal sehat,

4. Tidak sedang haid atau nifas,

5. Mendengar informasi ihwal dakwah Islam (Ini nyaris tak ditemukan sekarang), dan

6. Memiliki pengelihatan dan pendengaran yang normal

Dampaknya, tidak wajib shalat bagi yang tunanetra dan tunarungu sejak lahir. Sebab ia tak dapat
menerima pelajaran shalat baik dengan isyarat atau kalimat.

Syarat sah itu sendiri, sebagaimana Syekh al-Islam Abu Zakariya al-Anshari (925 H) dalam Tuhfah at-
Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqih al-Lubab, adalah ma tatawaqqafu ‘alaiha shihhatusshalah wa laisat
minha, sesuatu yang menjadi barometer sah dan tidaknya shalat. Artinya, bila ini tidak terpenuhi,
maka berdampak pada ketidakabsahan shalat.

Syarat sah shalat adalah;

1. Beragama Islam

2. Mumayyiz (syarat ini untuk mengecualikan orang gila dan anak kecil yang belum mengerti apa-
apa)

3. Sudah masuk waktu shalat

4. Mengetahui fardhu-fardhu shalat

5. Tidak meyakini satu fardlu pun sebagai laku sunnah

6. Suci dari hadats kecil dan besar

7. Suci dari najis, baik pakaian, badan, maupun tempat shalat

8. Menutup aurat bagi yang mampu (dengan batasan tertentu bagi perempuan dan laki-laki)

9. Menghadap kiblat (kecuali bagi musafir yang melaksanakan shalat sunah, orang yang dalam
kecamuk perang, dan orang yang buta arah ‘isytibahul qiblah’).

10. Tidak berbicara selain bacaan shalat

11. Tidak banyak bergerak selain gerakan shalat (Imam Syafi’i membatasinya tiga gerakan)

12. Tidak sambil makan dan minum

13. Tidak dalam keraguan apakah sudah bertakbiratulihram atau belum

14. Tidak berniat memutus shalat atau tidak dalam keraguan apakah akan memutus shalatnya atau
tidak.
15. Tidak menggantungkan kebatalan shalatnya dengan sesuatu apa pun

Rukun Shalat

Dalam sebuah hadits dikatakan, shallu kama ra’aitumuni ’ushalli, shalatlah sebagaimana engkau
melihat diriku melakukannya. Hadits sahih riwayat al-Bukhari ini mengajarkan bahwa tidak ada cara
shalat selain seperti yang pernah Nabi lakukan berdasarkan riwayat para sahabatnya.

Dan, para ulama berhasil merumuskan fardlu atau rukun shalat menjadi 15 (dengan menghitung tiap-
tiap thuma’ninah [tenang, tak bergerak sejenak] sebagai satu rukun).

1. Niat

2. Takbiratulihram

3. Memasang niat bersamaan dengan takbiratulihram

4. Berdiri bagi yang mampu (hal ini berdasarkan hadits al-Bukhari yang artinya, ‘Shalatlah dengan
cara berdiri, bila tak mampu, maka boleh duduk. Bila tidak mampu juga, boleh sambil tidur miring’.

Ada tambahan dalam riwayat an-Nasa’i, ‘jika masih tidak mampu, boleh dengan terlentang, Allah
tidak membebani seseorang di luar kemampuannya’)

5. Membaca surah al-Fatihah (berdasar pada hadits La shalata li man lam yaqra’ bi fatihatil kitab,
“Shalat tak akan sah bagi yang tidak membaca surah al-Fatihah”. Bila tidak mampu, boleh membaca
ayat lain yang diketahuinya. Jika masih tak mampu, boleh berdzikir atau membaca doa-doa, dan
pilihan terakhir kalau tetap tak mampu adalah berdiam sekadar waktu membaca surah al-Fatihah)

6. Rukuk

7. I’tidal

8. Sujud

9. Duduk di antara dua sujud

10. Thuma’ninah dalam empat rukun sebelumnya (rukuk, i’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud)

11. Tasyahhud akhir

12. Membaca shalawat Nabi setelah tasyahhud akhir

13. Melafalkan salam

14. Duduk untuk membaca tasyahud akhir, shalawat Nabi, dan salam

15. Tertib dalam melakukan semua rukun di atas


MENJADI ISTRI SHOLIHAH
Dalam Islam, salah satu kunci mewujudkan pernikahan yang bahagia yaitu ada pada seorang
istri yang sholehah. Menjadi istri sholehah adalah impian dan juga kewajiban yang harus dilakukan
seorang wanita Muslim.Rasulullah SAW pun menganjurkan para laki-laki agar memilih wanita yang
taat pada agama. Sebagaimana hRasulullah SAW bersabda: “Perempuan itu dinikahi karena empat
perkara: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat bergama, dan
engkau akan berbahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Ada berbagai cara untuk bisa menjadi istri sholehah:

 Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya

Istri sholehah selalu menjadikan agama sebagai pedoman hidupnya. Dengan berbekal iman
dan takwa, dia akan menjalankan seluruh perintah Allah dan menjauhi segala larangan-
Nya.Iman dan takwa yang dimiliki akan menjadi benteng bagi dirinya dari kehidupan dunia
yang fana. Jika seorang muslimah sudah memiliki karakter tersebut, ia akan menjadi istri yang
qanaah, pandai bersyukur, dan pandai berterima kasih kepada suaminya.

 Selalu menjaga shalat lima waktu

Seorang istri sholehah tidak akan pernah menyia-nyiakan waktu sholat. Muslimah yang selalu
menjaga sholatnya, wajahnya akan terlihat berseri-seri, perilakunya selalu sopan, dan hanya
akan mengucapkan kata-kata baik. Ia pun akan terjaga dari perbuatan yang mungkar karena
sholatnya dilakukan dengan benar. Sehingga dia akan menjadi penyempurna agama bagi
suaminya.

 Selalu menjaga aurat

Istri sholehah senantiasa menutup auratnya dengan pakaian rapi dan anggun. Seorang
muslimah akan selalu bersyukur dengan perintah menutup aurat, karena hal itu membuat
dirinya nyaman dan terhindar dari gangguan.Tidak mau berduaan dengan laki-laki yang bukan
makhramIstri sholehah tidak akan mau berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya.
Sebab, hal itu sangat dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
bersabda, “Tidaklah seorang wanita itu berkhalwat dengan seorang laki-laki, kecuali setan
menjadi pihak ketiganya.” (HR. Ahmad)

 Selalu mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan

Kewajiban istri menaati suami telah dijelaskan dalam hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah SAW
bersabda: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri
bersujud kepada suaminya.”

 Selalu ingin tampil menarik di mata suami, menjaga diri, dan harta saat suami pergi

Selalu tampil menarik di mata suami dan menjaga diri adalah anjuran Rasulullah. Dalam
sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:Tidakkah mau aku kabarkan kepada kamu tentang
sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? Wanita sholehah adalah wanita yang bila dilihat
suaminya menyenangkan, bila diperintah ia mentaatinya, dan bila suami meninggalkannya ia
menjaga diri dan harta suaminya.” (HR. Abu Daud dan An Nasai)
STUNTING

Sebagian besar masyarakat mungkin belum memahami istilah yang disebut stunting. Stunting
adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang
cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak
lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari
kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa
untuk mencegahnya. Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan
yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi,
budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang
sebenarnya bisa dicegah.

Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar
anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai
kemampuan emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi dan
berkompetisi di tingkat global.

“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan
terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih”, tutur Menteri
Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, di Jakarta (7/4).

1) Pola Makan

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses terhadap makanan dari segi jumlah dan
kualitas gizi, serta seringkali tidak beragam.

Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi anak-anak dalam masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat
dianjurkan, di samping tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.Dalam satu porsi makan,
setengah piring diisi oleh sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik
nabati maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.

2) Pola Asuh

Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama pada pola asuh yang kurang baik dalam
praktek pemberian makan bagi bayi dan Balita.

Dimulai dari edukasi tentang kesehatan reproduksi dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal
keluarga, hingga para calon ibu memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan
stimulasi bagi janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan. Bersalin di
fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat
colostrum air susu ibu (ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan. Setelah itu, ASI
boleh dilanjutkan sampai usia 2 tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan
lupa pantau tumbuh kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.

3) Sanitasi dan Akses Air Bersih.

Rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan
air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu membiasakan
cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka,
dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat
mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan
anaknya”.
KESALAHAN-KESALAHAN MENDIDIK ANAK YANG HARUS DIHINDARI

‫ﺴﺎِﻧِﻪ‬
َ ‫ﺠ‬
ِّ ‫ﺼَﺮاِﻧِﻪ َأْو ُﻳَﻤ‬
ِّ ‫ َﻓَﺄَﺑَﻮاُه ُﻳَﻬِّﻮَداِﻧِﻪ َأْو ُﻳَﻨ‬،‫ﻄَﺮِة‬
ْ ‫ﻋَﻠﻰ اْﻟِﻔ‬
َ ‫َّ ُﻳﻮَﻟُﺪ‬ ‫ﻦ َﻣْﻮُﻟﻮٍد ِإﻻ‬
ْ ‫َﻣﺎ ِﻣ‬

"Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka ibu dan bapaknyalah
(yang akan berperan) mengubah anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR Bukhari).

Anak merupakan batu pertama bagi pembentukan sebuah masyarakat. Ia terlahir dalam
keadaan fitrah, bagaikan lembaran kertas putih yang masih bersih. Berkaitan dengan hal itu, Islam
memerintahkan kepada para orang tua untuk mendidik anak (dan keluarga) serta memikulkan
tanggung jawab itu di pundaknya, sebagaimana ditegaskan dalam Alquran surah at-Tahrim ayat 6.

‫ن َﻣﺎ‬
َ ‫ﻢ َوَﻳْﻔَﻌُﻠﻮ‬
ْ ‫ﻫ‬
ُ ‫ن اﻟَّﻠَﻪ َﻣﺎ َأَﻣَﺮ‬
َ ‫ﺼﻮ‬
ُ ‫ﺷَﺪاٌد َﻟﺎ َﻳْﻌ‬
ِ ‫ظ‬
ٌ ‫ﻏَﻠﺎ‬
ِ ‫ﻋَﻠْﻴَﻬﺎ َﻣَﻠﺎِﺋَﻜٌﺔ‬
َ ‫ﺠﺎَرُة‬
َ ‫ﺤ‬
ِ ‫س َواْﻟ‬
ُ ‫ﻫﺎ اﻟَّﻨﺎ‬
َ ‫ﻢ َﻧﺎًرا َوُﻗﻮُد‬
ْ ‫ﻫِﻠﻴُﻜ‬
ْ ‫ﻢ َوَأ‬
ْ ‫ﺴُﻜ‬
َ ‫ﻦ آَﻣُﻨﻮا ُﻗﻮا َأْﻧُﻔ‬
َ ‫َﻳﺎ َأُّﻳَﻬﺎ اَّﻟِﺬﻳ‬
َ ‫ُﻳْﺆَﻣُﺮو‬
‫ن‬

"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan."

Ibnu Qayyim menegaskan tanggung jawab itu dengan mengutip perkataan ulama,
"Sesungguhnya Allah akan bertanya kepada setiap anak tentang orang tuanya. Maka, barang siapa
mengabaikan pendidikan anak dan menelantarkannya, maka ia telah melakukan puncak keburukan.
Sesungguhnya, kebanyakan kerusakan pada anak diakibatkan oleh para orang tua yang mengabaikan
anak-anaknya dan tidak mengajari mereka kewajiban agama dan sunah."

Berikut beberapa kesalahan yang sering terjadi dalam proses Mendidik anak, baik sebaginorag tua
ataupun seorang guru:

1. memerintahkan anak tanpa menjelaskan alasan pentingnya menunaikan perintah, tidak


mengubah batasan strategi yang baku dalam berinteraksi dengan anak meskipun perilakunya
telah berubah.

2. Sikap orang tua yang enggan menerapkan kedisplinan kepada anak, tidak menyikapi
kesalahan anak dengan kesabaran ekstra, dan tidak berusaha memahami berbagai faktor
yang mendorong anak melakukan perilaku yang salah adalah beberapa kesalahan orang tua
dalam mendidik anak.

3. Sikap orang tua yang menerima persyaratan yang diajukan anak dan berlebihan dalam
memberikan janji yang berulang kepada anak juga termasuk dalam kesalahan tersebut.

4. Mengomentari anak dengan komentar yang justru dapat menghalanginya kembali berperilaku
baik,

5. Tidak memberikan spirit yang positif pada diri anak, (Meremehkan, mengejek, dan membeda-
bedakan dalam mendidik anak, )

6. Kontradiktif dalam menerapkan sistem pendidikan anak.

7. Tidak memenuhi kebutuhan anak dalam memperoleh kasih sayang, cinta, dan kelembutan,

8. Tidak memperhatikan batasan tertentu dalam memberikan hukuman fisik ketika mendidik
anak,

9. Tidak memperhatikan perbedaan individual dalam mendidik anak,

10. Tidak menempuh tahapan dalam berinteraksi dengan anak.

11. Tidak adanya kesepakatan antara kedua orang tua dalam metode pendidikan yang seragam,

12. Tidak menyertakan anak dalam menetapkan kaidah berperilaku, dan mengikuti pola pandang
negatif yang salah dalam berinteraksi dengan anak.
WUDHU
Setiap hendak melaksanakan ibadah, baik itu shalat maupun membaca Al-Quran, kita
diharuskan untuk membersihkan diri dengan wudhu. Wudhu menjadi sebuah syariat kesucian yang
Allah tetapkan kepada kaum muslimin.

Rukun Wudhu:

1. Niat Wudhu

Seperti yang telah diungkapkan oleh Imam Syafi’i bahwa niat wudhu merupakan salah satu bagian
dari rukun wudhu yang wajib dilaksanakan. Berikut adalah doa dari niat sebelum wudhu:

‫ِﻟﻠِﻪ َﺗَﻌاَﻟﻰ‬ ‫ﺿﺎ‬


ً ‫ﺻَﻐِﺮ َﻓْﺮ‬
ْ َ ‫ث ْاﻻ‬
ِ ‫ﺤَﺪ‬
َ ‫ﺿْﻮَء ِﻟَﺮْﻓِﻊ اْﻟ‬
ُ ‫ﺖ اْﻟُﻮ‬
ُ ‫َﻧَﻮْﻳ‬

“Aku berniat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardhu karena Allah Lillahi Ta’ala”

2. Membasuh Wajah

Rukun kedua ini sebagaimana telah disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak shalat, maka basuhlah mukamu”.

Maksud dari “membasuh muka” adalah dengan meratakan air pada satu anggota tubuh yakni wajah
hingga air tersebut menetes.

Adapun batas wajah yang harus dibasuh adalah antara tempat tumbuhnya rambut kepala hingga ke
bawah janggut, dengan secara melintang antara kedua belah daun telinga.

3. Membasuh Kedua Tangan Sampai ke Siku

Rukun ketiga ini didasarkan pada surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi “Maka basuhlah wajahmu
dan tanganmu sampai ke siku.”

4. Mengusap Kepala

Rukun keempat ini berdasarkan firman Allah SWT dalam ayat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi: “…Dan
usaplah kepala kamu”

Mengusap kepala tidak hanya sekadar menggerakkan kedua tangan seraya mengusapkannya ke
kepala saja, tetapi dengan meletakkan dan menggerakkan tangan atau jari-jari di atas kepala atau
anggota tubuh lainnya.

5. Membasuh Kedua Kaki beserta Kedua Mata Kaki

Rukun kelima ini berdasarkan oleh firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi:
“…Dan (basuh) kakimu sampai kedua mata kaki.”

Dua mata kaki termasuk bagian anggota tubuh yang harus dibasuh.

6. Tartib

Tartib adalah mendahulukan anggota tubuh yang seharusnya di awal dan mengakhirinya dengan
anggota tubuh yang seharusnya di akhir.
Syarat Wajib Wudhu

1. Berakal ; Seseorang yang tidak berakal sehat (gila), tidak wajib dan tidak sah wudhunya apabila
penyakit yang dideritanya kambuh.

2. Baligh; Wudhu tidak diwajibkan bagi anak-anak dan tidak wajib bagi seorang yang mumayyiz
(menjelang baligh).

3. Beragama Islam ; Syarat wajib dari semua ibadah seperti bersuci (wudhu), shalat, zakat, puasa,
dan haji adalah beragama Islam.

4. Mampu menggunakan air yang suci dan mencukupi. ;Usahakan ketika berwudhu, menggunakan
air mengalir yang suci.

5. Hadats ; Seseorang yang sedang dalam keadaan memiliki wudhu (sudah wudhu sebelumnya),
tidak diwajibkan mengulangi wudhu apabila belum batal.

6. Suci dari haid dan nifas ; Seorang wanita yang sedang haid dan nifas, tidak diwajibkan untuk
berwudhu. Mereka harus melaksanakan mandi wajib terlebih dahulu, baru bisa melaksanakan wudhu.

7. Waktu yang sempit

Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu

1. Menurut Imam Hanafi

2. Keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan (kemaluan, baik dari depan maupun dari
belakang).

3. Keluar darah atau nanah dari satu anggota badan yang melebihi batas tempat keluarnya
(darah atau nanah keluar dalam jumlah yang banyak).

4. Muntah.

5. Tidur telentang, miring, atau bersandar.

6. Hilang akal sebab gila, epilepsi, atau mabuk.

7. Qohqohah (tertawa dengan keras).

Menurut Imam Syafi’i

1. Keluarnya sesuatu dari salah satu dua jalan (kemaluan, baik dari depan maupun dari belakang,
kecuali sperma)

2. Tidurnya orang yang tidak menetapkan pantatnya pada tempat duduk.

3. Hilang akal sebab gila, epilepsi, mabuk, atau sakit.

4. Bersentuhan kulit dengan seseorang yang bukan mahramnya.

5. Menyentuh alat kelamin (milik sendiri atau orang lain) dengan telapak tangan maupun jari-jari
tangan.

Fakta Unik Wudhu


1. Mencegah Bakteri dengan Berwudhu

Berwudhu ternyata tidak hanya sekadar beribadah saja, tetapi juga bisa berpengaruh pada
kesehatan diri manusia. Para ahli lembaga riset trombosis di London, Inggris, menyebutkan bahwa
apabila ada seseorang yang rajin membasuh wajah dan mulutnya setiap hari, maka dia akan
terhindar dari berbagai bakteri di kulit.

Hal tersebut karena air dapat meningkatkan produksi sel-sel darah putih (leukosit) yang berperan
sebagai sistem pertahanan tubuh (imunitas).

2. Manfaat Wudhu Bagi Kesehatan Gigi

Seorang pakar kedokteran dari Universitas Kairo, Dr. Abdul Wahid, berpendapat bahwa wudhu yang
dilakukan lima kali sehari ternyata dapat menghindarkan diri dari kotoran dan debu, sehingga baik
bagi kesehatan kulit.

Dalam penemuan tersebut, juga menyebutkan bahwa wudhu berdampak baik dalam upaya
menjaga gigi dan gusi. Menggosok gigi dan berkumur merupakan hal penting, bahkan para dokter
kerap kali memberikan resep tersebut supaya gigi kita selalu sehat.

3. Wudhu Untuk Mencegah Masuknya Kuman

Pada Kongres Antar Negara-Negara Islam mengenai Kesehatan Dalam Perspektif Al-Quran dan as-
Sunnah di Kairo, Dr. Mustafa Suhatah, menyebutkan bahwa membasuh atau menghirup air ke
dalam hidup saat berwudhu (hukumnya sunnah), ternyata dapat mencegah masuknya kuman ke
tubuh.

Hal tersebut karena rongga hidup menjadi salah satu sarang berkembangbiaknya sejumlah kuman.
Pendapat tersebut juga didukung dan dibenarkan dalam perspektif ilmu biologi.

4. Sisi Lain Wudhu

Dalam 40 Seni Hidup Bahagia Berdasarkan Tuntunan Al-Quran, As-Sunnah, dan Salafus Shalihin,
Baron Omar Rolf Ehrenfels, mengungkapkan bahwa pusat kesadaran manusia terletak pada wajah,
tangan dan kaki.

Jika syaraf seseorang lemah, maka seseorang tersebut akan mudah ngantuk, loyo, dan tidak
bergairah. Sehingga, harus dicegah dengan membasuh wajah, tangan, dan kakinya dengan air
supaya pulih (berwudhu).

Menariknya, penelitian yang dilakukan oleh Baron Omar juga menegaskan bahwa wudhu bukan
hanya milik agama Islam saja, tetapi juga untuk semua manusia secara keseluruhan.

Lagi pula, menurut Imam al-Ghazali, organ tubuh yang harus dibasuh waktu wudhu adalah organ
yang paling sering melakukan dosa.

Bahkan, ulama-ulama zaman dahulu juga menemukan teori bahwa antara air yang sudah
digunakan untuk berwudhu dengan air yang belum digunakan untuk berwudhu, ternyata ada
perbedaan.

Perbedaannya terletak pada tetesan air yang sudah digunakan saat berwudhu jauh lebih hitam
daripada tinta hitam, sehingga kita tidak boleh menggunakan air musta’mal (air yang sudah
digunakan untuk berwudhu) untuk aktivitas lain.
HIDUP PENUH BERKAH DAN RIDHO ALLAH
Kata ridho (‫ﻲ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ﺿ‬
ِ ‫ ) َر‬, bahasa Indonesia menjadi rela. Rela adalah bersedia dengan ikhlas, izin
(persetujuan), berkenan, dapat diterima dengan senang hati, tidak mengharapkan imbalan, dengan
kehendak atau kemauan sendiri (KBBI). Ridho berasal dari kata radhiya-yardha yang berarti
menerima suatu perkara dengan lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Kuncinya
adalah Q.S. Al-Maidah ayat 3 :.

‫ﺳَﻠﺎَم ِدﻳًﻨﺎ‬
ْ ‫ﻢ اْﻟِﺈ‬
ُ ‫ﺖ َﻟُﻜ‬
ُ ‫ﺿﻴ‬
ِ ‫ﻢ ِﻧْﻌَﻤِﺘﻲ َوَر‬
ْ ‫ﻋَﻠْﻴُﻜ‬
َ ‫ﺖ‬
ُ ‫ﻢ َوَأْﺗَﻤْﻤ‬
ْ ‫ﻢ ِدﻳَﻨُﻜ‬
ْ ‫ﺖ َﻟُﻜ‬
ُ ‫اْﻟَﻴْﻮَم َأْﻛَﻤْﻠ‬

"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian
NikmatKu. dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. (Q s.Al-Maidah ayat 3)

Artinya, terimalah oleh kalian dengan rela Islam sebagai agama kali an, karena sesungguhnya
Islam adalah agama yang disukai dan diridai Allah, dan Dia telah mengutus rasul yang paling utama
dan terhor mat sebagai pembawanya, dan menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan
melaluinya.(Ibnu Katsier)

Salahh satu kriteria hidup seseorang mendapat berkah ddan ridha dari Allah adalah ketika ia
berbagi dan saling menolong terhadap sesama saudaranya. Rasulullah SAW. menegaskan:

‫وﷲ ﻓﻲ ﻋﻮن اﻟﻌﺒﺪ ﻣﺎ ﻛﺎن اﻟﻌﺒﺪ ﻓﻲ ﻋﻮن اﺧﻴﻪ‬

"Allah selalu menolong hambanya selama hamba itu menolong terhadap sesamanya." (HR. Muslim
dari Abu Hurairah).

Allah menolong hambanya dengan melimpahkan keberkahan dalam hidupnya. Semakin


banyak berbuat baik, menebar kebaikan, dan membantu orang lain akan semakin melimpah berkah
dan ridha Allah. Semakin banyak berbuat baik baik, menebar kebaikan dan membantu irang lain,
membuat hati, pikiran, dan tindakannya semakin terpuji. Orang lain pun akan semakin cinta, senang,
dan ikut mendoakan agar hidupnya selalu aman dan bahagia.

Sebaliknya ketika hidup selalu diwarnai rasa benci, dendam, kikir, tidak peduli dan tidak mau
membantu orang lain, maka dipastikan hidup terasa hampa, hati sempit dan selalu gelisah,
pergaulan terbatas, karena orang lain pun tidak suka, bahkan akan menjauh, maka rahmat dan
berkah Allah pun jauh dari kehidupan. Allah Sebagai sumber berkah mengingatkan:

‫ﺗﻌﺎوﻧﻮا ﻋﻠﻲ اﻟﺒﺮ واﻟﺘﻘﻮي‬

Artinya :"Tolong menolonglah kamu untuk kebaikan dan takwa. "(QS. Al-Maidah: 2).

Ada yang bertanya, bagaimana kita minta tolong kepada sesama manusia, padahal dalam surat al-
Fatihah ayat 5: Tidak boleh minta tolong kecuali hanya kepada Allah.

‫اﻳﺎك ﻧﻌﺒﺪ واﻳﺎك ﻧﺴﺘﻌﻴﻦ‬

"Hanya kepadaMu kami menyembah, dan hanya kepadaMu kami minta tolong".

Jawabannya, minta tolong hanya kepada Allah, tidak boleh kepada sesama manusia adalah
dalam hal-hal yang gaib. Sedangkan minta tolong kepada sesama manusia yang diperintahkan
adalah dalam masalah yang nyata dalam realita kehidupan sosial.

Berbuat sesuatu yang baik sesuai perintah Allah dan Rasulullah SAW., seperti tersebut di atas akan
membuat hidup penuh berkah dan ridha Allah.
KEUTAMAAN SHALAWAT NABI
Keutamaan dalam membaca shalawat ada dalam surat Al-Ahzab ayat 56 yaitu:

‫ﺴِﻠﻴًﻤﺎ‬
ْ ‫ﺳِّﻠُﻤﻮا َﺗ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻُّﻠﻮا‬
َ ‫ﻦ آَﻣُﻨﻮا‬
َ ‫ۚ َﻳﺎ َأُّﻳَﻬﺎ اَّﻟِﺬﻳ‬ ِّ ‫ﻋَﻠﻰ اﻟَّﻨِﺒ‬
‫ﻲ‬ َ ‫ن‬
َ ‫ﺼُّﻠﻮ‬
َ ‫ن اﻟَّﻠَﻪ َوَﻣَﻠﺎِﺋَﻜَﺘُﻪ ُﻳ‬
َّ ‫ِإ‬

Artinya: “Sungguh Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Wahai orang-
orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk nabi. Ucapkanlah salam penghormatan

Berbagai keutamaan dari membaca shalawat Nabi, antara lain:

Perintah Allah SWT Kepada Hamba-Nya untuk Bershalawat

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk orang beriman bershalawatlah kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, terutama pada hari Jumat agar Allah senantiasa melimpahkan rahmat
kepada kita semua. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

‫ﺴِﻠﻴًﻤﺎ‬
ْ ‫ﺳِّﻠُﻤﻮا َﺗ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ َو‬
َ ‫ﺻُّﻠﻮا‬
َ ‫ﻦ آَﻣُﻨﻮا‬
َ ‫ۚ َﻳﺎ َأُّﻳَﻬﺎ اَّﻟِﺬﻳ‬ ِّ ‫ﻋَﻠﻰ اﻟَّﻨِﺒ‬
‫ﻲ‬ َ ‫ن‬
َ ‫ﺼُّﻠﻮ‬
َ ‫ن اﻟَّﻠَﻪ َوَﻣَﻠﺎِﺋَﻜَﺘُﻪ ُﻳ‬
َّ ‫ِإ‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang
yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(QS. Al Ahzab : 56)

Allah SWT Bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW

Allah SWT bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW yakni Ia memuliakannya di depan para malaikat
dan memberinya rahmat dari-Nya.

Malaikat Bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW

Para malaikat juga bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Hal ini merupakan sebagai bentuk
para malaikat dalam memohon ampunan untuk beliau dan memohon ridho Allah SWT.

 Sebab terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dunia serta mensucikan hati seorang muslim.

 Menyebabkan adanya pujian dan sanjungan dari penduduk langit dan bumi terhadap orang
yang mengucapkannya.

 Hamba yang bershalawat satu kali, Allah membalasnya 10 kali

 Berbagai keutamaan membaca sholawat nabi salah satunya adalah, siapa yang bersholawat
kepada Nabi Muhammad sekali, Allah SWT membalas kepadanya 10 kali. Rasulushallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:

‫ﺸًﺮا‬
ْ ‫ﻋ‬
َ ‫ﻋَﻠْﻴِﻪ‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ اﻟَّﻠُﻪ‬
َ ‫ﺣَﺪًة‬
ِ ‫ﻰ َوا‬
َّ ‫ﻋَﻠ‬
َ ‫ﺻَّﻠﻰ‬
َ ‫ﻦ‬
ْ ‫َﻣ‬

Artinya: “Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah bershalawat kepadanya
sepuluh kali.” (HR. Muslim)

 Penyebab adanya berkah dalam diri orang yang mengucapkannya serta adanya berkah dalam
amal perbuatan dan umurnya.

 Terpancarnya cahaya bagi seorang muslim ketika ia melintasi shirat diatas neraka jahannam
yang gelap gulita di akhirat kelak.

 Mendapatkan syafaat oleh Rasulullah SAW di akhirat kelak

 Semakin dekat kedudukannya dengan Nabi Muhammad SAW.


BERBAKTI KEPADA ORANGTUA DENGAN CARA BERSHALAWAT PADA NABI.

Berbakti kepada orangtua termasuk perintah dari Allah dan Nabi Saw. Begitu juga durhak
kepada orang tua termasuk perkara yang dilarang oleh Allah dan Nabi Saw. Terdapat banyak ayat dan
hadis Nabi Saw mengenai perintah berbakti kepada orang tua. Di antaranya adalah firman Allah
dalam surah Al-Isra’ berikut;

‫ﺴﺎًﻧﺎ‬
َ ‫ﺣ‬
ْ ‫ﻦ ِإ‬
ِ ‫ﻚ َأﻻ َﺗْﻌُﺒُﺪوا ِإﻻ ِإَّﻳﺎُه َوِﺑاْﻟَﻮاِﻟَﺪْﻳ‬
َ ‫ﻀﻰ َرُّﺑ‬
َ ‫َوَﻗ‬

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya."

Dalam hadis riwayat Imam Al-Thabrani dari Abdullah bin Umar, dia berkata bahwa Nabi Saw bersabda;

ْ ‫ﺴﺎُؤُﻛ‬
‫ﻢ‬ َ ‫ﻒ ِﻧ‬
َّ ‫ﻋّﻔﻮا َﺗِﻌ‬
ِ ‫ﻢ َو‬
ْ ‫ﻢ َأْﺑَﻨﺎُؤُﻛ‬
ْ ‫ﻢ َﺗُﺒَّﺮُﻛ‬
ْ ‫ُﺑُّﺮوا آَﺑﺎَءُﻛ‬

"Berbuat baiklah kepada orang tua kalian maka anak-anak kalian akan berbuat baik kepada kalian,
dan jagalah diri kalian (dari zina), maka istri-istri kalian akan terjaga (dari zina)."

Dalam Islam, terdapat banyak bentuk dan cara untuk berbakti kepada orangtua. Mulai dari
berbuat baik kepada orang tua, berkata lembut, dan mendoakan. Selain itu, di antara cara berbakti
kepada orang tua adalah dengan membaca shalawat kepada Nabi Saw.

Hal ini karena dengan bershalawat kepada Nabi Saw, maka nama kita dan nama orang tua kita
akan disampaikan oleh malaikat kepada Nabi Saw. Nama orang tua kita akan diketahui oleh Nabi
Saw ketika kita bershalawat kepadanya.

Memperkenalkan nama orang tua kita kepada Nabi Saw dengan cara membaca shalawat
merupakan salah satu bentuk dan cara berbakti kepada orang tua.

Hal ini berdasarkan hadis riwayat Imam Bukhari dari Yasir, bahwa Nabi Saw bersabda;

‫ﻲ أﺣﺪ ﺻﻼة إﻻ ّ ﺳّﻤﺎه ﺑﺎﺳﻤﻪ‬ َّ ‫ ﻻ ﻳﺼّﻠﻲ ﻋﻠ‬، ‫ ﻓﻬﻮ ﻗﺎﺋﻢ ﻋﻠﻰ ﻗﺒﺮي إﻟﻰ ﻳﻮم اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ‬، ‫ن ﷲ أﻋﻄﻰ ﻣﻠﻜًﺎ ﻣﻦ اﻟﻤﻼﺋﻜﺔ أﺳﻤﺎع اﻟﺨﻠﻖ‬
ّ ‫إ‬
‫ﻞ ﺻﻼة ﻋﺸﺮًا‬
ّ ‫ وﻗﺪ ﺿﻤﻦ ﻟﻲ رّﺑﻲ ﺗﺒﺎرك وﺗﻌﺎﻟﻰ أن أرّد ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻜ‬، ‫ ﻳﺎ ﻣﺤّﻤﺪ ﺻّﻠﻰ ﻋﻠﻴﻚ ﻓﻼن ﺑﻦ ﻓﻼن‬: ‫ وﻗﺎل‬، ‫واﺳﻢ أﺑﻴﻪ‬

"Sungguh Allah telah memberikan salah satu dari para malaikat semua pendengaran makhluk, ia
berdiri di atas kuburanku sampai datangnya hari kiamat. Tidaklah seseoang bershalawat kepadaku
kecuali ia akan menyebutkan namanya dan nama ayahnya, dan berkata; ‘Wahai Muhammad, fulan bin
fulan telah bershalawat kepada anda, dan Tuhanku telah menjamin kepadaku untuk menjawab
kepadanya untuk setiap satu shalawat dengan sepuluh shalawat"

Anda mungkin juga menyukai