Anda di halaman 1dari 119

PENGARUH JUMLAH PENDUDUK, PDRB DAN INFLASI TERHADAP

PAJAK DAERAH KOTA JAMBI

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
(S1) Pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Batanghari Jambi

Disusun Oleh :

Nama : Laila Julita


Nim : 1900860201012

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BATANGHARI JAMBI
TAHUN 2023
TANDA PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI

Dengan ini komisi Pembimbing Skripsi Menyatakan bahwa Skripsi sebagai


berikut:

Nama : Laila Julita


Nim : 1900860201012
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Judul : Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Inflasi
Terhadap Pajak Daerah Kota Jambi Tahun 2008-2022

Telah memenuhi persyaratan dan layak di uji pada sidang skripsi sesuai dengan
prosedur yang berlaku pada Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi Universitas Batanghari Jambi.

Jambi, Juni 2023


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. M.Zahari MS, SE, M.Si) (M.Syukri SE, Sy, ME)

Mengetahui :
Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan

(Hj. Susilawati, S.E, M.Si)


LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Laila Julita
Nim : 1900860201012
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Dosen Pembimbing : Dr. M.Zahari S.E, M.Si
: M.Syukri S.E, Sy, ME
Judul : Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Inflasi Terhadap
Pajak Daerah Kota Jambi 2008-2022
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan
penelitian, pemikiran dan pemeran asli dari diri saya sendiri, bahwa data-data
yang saya cantumkan pada skripsi saya ini adalah benar bukan hasil rekayasa,
skripsi ini adalah karya orisinil bukan plagiatisme atau diupahkan pada pihak lain.
Jika terdapat karya atau pemikiran orang lain saya akan mencantumkan sumber
yang jelas. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya apabila
dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan
ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang
telah saya peroleh karena karya tulis ini dan sanksi lain sesuai dengan peraturan
yang berlaku di program studi ekonomi pembangunan fakultas ekonomi
Universitas Batanghari Jambi. Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan
sadar dan tanpa paksaan dari pihak lain manapun.

Jambi, November 2023


Pembuat Pernyataan

Laila Julita
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahuwata’ala.

Dzat yang hanya kepada-nya memohon pertolongan. Alhamdulillah atas segala

pertolongan, Rahmat dan kasih sayangnya sehingga saya dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Inflasi Terhadap

Pajak Daerah Kota Jambi Tahun 2008-2022”.

Skripsi ini disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

mencapai gelar sarjana pada fakultas Ekonomi Universitas Batanghari Jambi.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang

memberikan dukungan dan bantuan selama menyelesaikan studi dan tugas akhir

ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua ayah (Juharto) dan ibu

(Anita Sriani) dan saudara-saudara semuanya yang telah memberikan support

kepada penulis, dan sudah sepantasnya juga penulis dengan penuh hormat

mengucapkan terima kasih dan mendoakan orang-orang yang terlibat di skripsi

penulis semoga allah memberikan balasan terbaik kepada :

1. Bapak Prof. Dr.Herri, SE, MBA selaku Rektor Universitas Batanghari

Jambi.

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Arna Suryani, SE, M.Ak, Ak, CA selaku Dekan Fakultas

Ekonomi Universitas Batanghari Jambi

3. Ibu Hj. Susilawati, SE, M.Si selaku Ketua Program Studi Ekonomi

Pembangunan Universitas Batanghari Jambi.


4. Bapak Dr. M.Zahari MS. SE, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran dan motivasi

selama proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Muhammad Syukri, SE, Sy, ME selaku dosen pembimbing II yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan, saran dan motivasi

selama proses penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh dosen yang ada di Fakultas Ekonomi Universitas Batanghari

Jambi yang telah memberikan ilmu dan memperlancar aktivitas penulis

selama mengikuti perkuliahan.

7. Terima kasih untuk teman-teman seperjuangan yang telah memberikan

semangat dan juga terus ada bersama penulis pada hari-hari yang tidak

mudah selama proses pengerjaan tugas akhir.

8. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi

ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

9. Serta terima kasih untuk diri saya sendiri Laila Julita yang begitu luar

biasa yang sudah bertahan dan berjuang sejauh ini dalam proses

pengerjaan skripsi ini. Terimakasih tetap memilih berusaha dan merayakan

dirimu sendiri sampai di titik akhir ini, walau sering kali merasa putus asa

atas apa yang diusahakan dan belum berhasil, namun terimakasih tetap

menjadi manusia yang selalu mau berusaha dan tidak lelah mencoba.

Berbahagialah selalu dimanapun berada. Laila, apapun kurang dan

lebihmu mari merayakan diri sendiri.


ABSTRAK

(LAILA JULITA / 1900860201012 / PENGARUH JUMLAH PENDUDUK,


PDRB DAN INFLASI TERHADAP PAJAK DAERAH KOTA JAMBI
TAHUN 2008-2022 / PEMBIMBING 1 Dr.M.ZAHARI, M.S, S.E, M.Si /
PEMBIMBING II M.SYUKRI, S.E,Sy, ME)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk,


PDRB dan inflasi terhadap pajak daerah kota Jambi periode 2008-2021. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Pada
penelitian ini menggunakan data sekunder, melalui media perantara yang
diperoleh atau dicatat oleh pihak lain. Model analisis regresi linier berganda
sebagai metode analisis data dan mengolah data menggunakan SPSS. Hasil
penelitian ini adalah secara parsial variabel Jumlah Penduduk Produktif (X1) yaitu
2,953 > t tabel 1,753 dengan nilai signifikan sebesar 0,032 > 0,05, maka Jumlah
Penduduk Produktif berpengaruh terhadap Pajak Daerah di Kota Jambi. Nilai t
hitung untuk variabel PDRB (X2) yaitu sebesar 1,557 < t tabel 1,753 dengan
tingkat signifikan 0,148 > 0,05 yang berarti bahwa PDRB tidak berpengaruh
signifikan terhadap Pajak Daerah. Pada variabel Inflasi (X3) diketahui nilai t
hitung -0,580 < t tabel 1,753 dengan nilai signifikan sebesar 0,573 > 0,05 yang
berarti bahwa Inflasi tidak berpangaruh signifikan terhadap Pajak Daerah. Secara
simultan, variabel Jumlah Penduduk Produktif (X1), PDRB (X2), dan Inflasi (X3)
berpengaruh signifikan terhadap Pajak Daerah (Y) di Kota Jambi tahun 2008-
2022 dengan memperoleh F hitung 37,997 > F tabel 3,29. Nilai pada uji R2
menjelaskan pengaruh Jumlah Penduduk Produktif (X1), PDRB (X2), dan Inflasi
(X3) terhadap Pajak Daerah (Y) sebesar 91,2%, sedangkan sisanya 8,8%
dipengaruhi oleh variabel-variabel lain.

Kata Kunci : Jumlah Penduduk Produktif, PDRB, Inflasi, Paj ak Daerah


ABSTRACT

(LAILA JULITA / 1900860201012 / INFLUENCE OF POPULATION


NUMBER, GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT AND
INFLATION ON JAMBI CITY REGIONAL TAXES 2008-2022 /
SUPERVISOR 1 Dr.M.ZAHARI, M.S, S.E,M.Si / SUPERVISOR II
M.SYUKRI, S.E, Sy, M.E)

This research aims to determine the influence of population, GRDP and


inflation on Jambi city regional taxes for the 2008-2021 period. The research
method used in this research is a quantitative method. This research uses
secondary data, through intermediary media obtained or recorded by other parties.
Multiple linear regression analysis model as a data analysis method and data
processing using SPSS. The results of this research are that the partial variable
Number of Productive Population (X1) is 2.953 > t table 1.753 with a significant
value of 0.032 > 0.05, so the Number of Productive Population has an effect on
Regional Taxes in Jambi City. The calculated t value for the GRDP variable (X2)
is 1.557 < t table 1.753 with a significance level of 0.148 > 0.05, which means
that GRDP has no significant effect on Regional Taxes. In the Inflation variable
(X3) it is known that the calculated t value is -0.580 < t table 1.753 with a
significant value of 0.573 > 0.05, which means that Inflation does not have a
significant influence on Regional Taxes. Simultaneously, the variables Number of
Productive Population (X1), GRDP (X2), and Inflation (X3) have a significant
effect on Regional Tax (Y) in Jambi City in 2008-2022 by obtaining calculated F
37.997 > F table 3.29. The value in the R2 test explains the influence of
Productive Population (X1), GRDP (X2), and Inflation (X3) on Regional Tax (Y)
of 91.2%, while the remaining 8.8% is influenced by other variables.
Keywords : Number of Productive Population, GRDP, Inflation, Regional Tax

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

ABSTRAK.............................................................................................................iii

ABSTRACT...........................................................................................................iv

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

DAFTAR TABEL...............................................................................................viii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................ix

DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................x

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang.........................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah................................................................................8

1.3 Rumusan Masalah...................................................................................9

1.4 Tujuan Penelitian.....................................................................................9

1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN.........................11

2.1 Landasan Teori......................................................................................11

2.1.1 Ekonomi Pembangunan............................................................11

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah............................................................13

2.1.3 Pajak Daerah.............................................................................14

2.1.4 Penduduk..................................................................................27

2.1.5 Produk Domestik Regional Bruto.............................................29

2.1.6 Inflasi........................................................................................35
2.1.6.1 Teori Inflasi......................................................................37

2.1.6.2 Indikator inflasi................................................................39

2.1.6.3 Jenis-jenis inflasi..............................................................41

2.1.6.4 Dampak Inflasi.................................................................43

2.1.7 Hubungan antar Variabel..........................................................43

2.1.7.1 Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Pajak Daerah.....43

2.1.7.2 Hubungan PDRB Perkapita Terhadap Pajak Daerah.......44

2.1.7.3 Hubungan Inflasi Terhadap Pajak Daerah.......................45

2.2 Penelitian Terdahulu..............................................................................45

2.3 Kerangka Pemikiran..............................................................................49

2.4 Hipotesis................................................................................................50

2.5 Metode Penelitian..................................................................................51

2.5.1 Objek Penelitian........................................................................51

2.5.2 Jenis Dan Sumber Data.............................................................52

2.5.3 Metode Pengumpulan Data.......................................................52

2.6 Metode Analisis.....................................................................................53

2.6.1 Alat Analisis Data.....................................................................53

2.7 Definisi Operasional..............................................................................58

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN.................................60

3.1 Letak Geografis Kota Jambi..................................................................60

3.2 Demografi..............................................................................................62

3.2.1 Penduduk..................................................................................62

3.3 Struktur Ekonomi..................................................................................65

3.4 Inflasi.....................................................................................................68

3.4.1 Indeks Harga Konsumen...........................................................68


3.5 Pajak Daerah..........................................................................................69

3.5.1 Pendapata Asli Daerah..............................................................69

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................73

4.1 Hasil Penelitian......................................................................................73

4.1.1 Uji Asumsi Klasik.....................................................................73

4.1.1.1 Uji Normalitas..................................................................73

4.1.1.2 Uji Multikolinearitas........................................................75

4.1.1.3 Uji Autokorelasi...............................................................76

4.1.1.4 Uji Heteroskedastisitas.....................................................77

4.1.2 Persamaan Regresi Linear Berganda........................................78

4.1.3 Koefisien Determinasi (R2)......................................................80

4.1.4 Uji Hipotesis.............................................................................81

4.1.4.1 Hasil Uji F Simultan.........................................................81

4.1.4.2 Hasil Uji t Parsial.............................................................82

4.2 Pembahasan...........................................................................................83

4.2.1 Pengaruh Jumlah penduduk produktif, PDRB dan Inflasi


terhadap Pajak Daerah Kota Jambi tahun 2008-2022...........................83

4.2.2 Pengaruh Jumlah penduduk produktif terhadap pajak daerah di


kota jambi tahun 2008-2022..................................................................83

4.2.3 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Pajak


Daerah....................................................................................................85

4.2.4 Pengaruh Inflasi terhadap Pajak Daerah...................................86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................88

5.1 Kesimpulan............................................................................................88

5.2 Saran......................................................................................................89
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................90

LAMPIRAN..........................................................................................................94

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk Produktif Kota Jambi Tahun 2008-2022...................2

Tabel 1. 2 Perkembangan PDRB Kota Jambi Atas Dasar Harga Konstan Tahun
2008-2022................................................................................................................4

Tabel 1. 3 Inflasi Kota Jambi Tahun 2008- 2022....................................................5

Tabel 1. 4 Perkembangan Pajak Daerah Kota Jambi Tahun 2008-2022..................7

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu.............................................................................45

Tabel 2. 2 Uji Durbin Watson................................................................................54

Tabel 2. 3 Definisi Operasional Variabel...............................................................59

Tabel 3. 1 Jumlah Penduduk (jiwa) Kota Jambi....................................................63

Tabel 3. 2 PDRB (ADHK) Menurut Lapangan Usaha Kota Jambi (Miliar Rupiah)
2020-2022..............................................................................................................67

Tabel 3. 3 Indeks Harga Konsumen Kota Jambi 2020-2022.................................69

Tabel 3. 4 Realisasi penerimaan PAD pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi


Jambi Tahun 2020 (Juta Rupiah)...........................................................................71

Tabel 4. 1 Hasil Uji Normalitas.............................................................................74

Tabel 4. 2 Hasil Uji Multikolinearitas...................................................................76

Tabel 4. 3 Hasil Uji Autokorelasi..........................................................................77

Tabel 4. 4 Hasil Uji Regresi Linear Berganda.......................................................78

Tabel 4. 5 Nilai Koefisien Determinasi.................................................................80

Tabel 4. 6 Hasil Uji F Simultan.............................................................................81

Tabel 4. 7 Hasil Uji t Parsial..................................................................................82


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran..........................................................................50

Gambar 3. 1 Peta Wilayah Kota Jambi..................................................................61

Gambar 4. 1 Grafik Probability..............................................................................75

Gambar 4. 2 Hasil Uji Heteroskedastisitas............................................................78


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Variabel.....................................................................................94

Lampiran 2. Jumlah Penduduk Perkecamatan.......................................................95

Lampiran 3. Data PDRB ADHK............................................................................96

Lampiran 4. Indeks Harga Konsumen...................................................................98

Lampiran 5. Hasil SPSS.........................................................................................99


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pembangunan ini masyarakat beserta pemerintah mampu menjadikan

Negara Indonesia yang lebih mandiri dalam pelaksanaan sistem pemerintahannya.

Pembangunan ialah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya

secara sadar dan terencana untuk mencapai suatu tujuan guna memperbaiki

berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan ini dilakukan untuk memacu

pemerataan pembangunan untuk meningkatkan potensi-potensi yang dimiliki oleh

setiap daerah dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan

pelaksanaan daerah tertentu memerlukan biaya yang cukup besar (Boediono,

2017: 37).

Jumlah penduduk termasuk kedalam faktor utama pembangunan ekonomi

hal ini dikarenakan banyaknya jumlah penduduk akan memacu kegiatan produksi,

konsumsi dari penduduk itu sendiri yang dapat menimbulkan permintaan agregat.

Pada gilirannya, peningkatan konsumsi agregat memungkinkan usaha produktif

berkembang, begitu pula perekonomian secara keseluruhan (Hasanur & Putra,

2017: 46). Penduduk merupakan orang pribadi atau sekumpulan anggota keluarga,

masyarakat, warga negara dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu

tempat dalam batas wilayah tertentu terlepas dari warga negara atau pun bukan

(Wangtafendirra, 2023: 20).

1
Tetapi ada disamping itu penduduk juga memiliki dampak negatif pada

pembangunan ekonomi yaitu apabila suatu daerah/negara tertentu mempunyai

jumlah penduduk yang sangat sedikit maka penduduk tersebut tidak akan mampu

memanfaatkan sumber-sumbernya dengan efisien sebagaimana yang mungkin

dihasilkan jika jumlah penduduknya besar. Dalam keadaan seperti ini, usaha

untuk mewujudkan produksi secara besar-besaran sangatlah tidak mungkin.

Sebaliknya, apabila suatu daerah menderita over population, maka penduduk

dapat memanfaatkan tanah ataupun modalnya seefisien mungkin, namun

demikian karena penduduk terlalu banyak maka hasil yang diterima oleh setiap

orangpun menjadi semakin kecil. Berikut tabel 1.1 perkembangan penduduk Kota

Jambi tahun 2007-2022.

Tabel 1. 1 Jumlah Penduduk Produktif Kota Jambi Tahun 2008-2022

Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Perkembangan


(Jiwa) produktif (Jiwa) %
2008 467.408 191.661 -
2009 476.038 195.868 0,02
2010 534.500 218.401 0,11
2011 543.193 238.307 0,09
2012 551.711 226.607 (0,04)
2013 560.188 230.243 0,01
2014 568.062 235.722 0,02
2015 576.067 254.351 0,07
2016 583.487 281.750 0,10
2017 591.134 268.264 (0,04)
2018 598.103 276.000 0,02
2019 604.736 283.575 0,02
2020 611.353 265.205 (0,06)
2021 612.162 262.974 (0,00)
2022 619.553 276.359 0,05
Rata-rata 527.154,4 247.019,1
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

Keterangan ( ) : Penurunan

2
Berdasarkan tabel 1.1 rata-rata jumlah penduduk produktif berfluktuasi tiap

tahun dengan perkembangan rata-rata pertahun sebesar 0,03%. Dengan jumlah

penduduk produktif yang tertinggi pada tahun 2010 sebesar 0,11%, sedangkan

perkembangan terendah pada tahun 2021 mengalami penurunan.

Ada beberapa indikator yang dipergunakan untuk mengukur pertumbuhan

ekonomi salah satunya adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB). PDRB merupakan jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan

jasa yang dihasilkan dari semua kegiatan perekonomian diseluruh wilayah dalam

periode tahun tertentu yang pada umumnya dalam waktu satu tahun (Hardiansyah,

2022: 59).

Alasan yang mendasari pemilihan PDRB sebagai suatu indikator mengukur

pertumbuhan ekonomi ialah karena jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh aktivitas produksi didalam perekonomian daerah. Hal ini berarti

peningkatan PDRB mencerminkan pula peningkatan balas jasa kepada faktor

produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut. PDRB atas dasar

harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan

menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan

menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada

satu tahun tertentu sebagai tahun dasar penghitungannya. PDRB atas dasar

harga berlaku dapat digunakan untuk melihat perg eseran struktur ekonomi,

sedangkan harga konstan dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan

ekonomi dari tahun ke tahun (Liow et al., 2022: 140). Berikut tabel 1.2

perkembangan PDRB Kota Jambi tahun 2008-2022.

3
Tabel 1. 2 Perkembangan PDRB Kota Jambi Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2008-2022
Tahun PDRB (Milyar Rp) Perkembangan (%)
2008 15.297,77 -
2009 16.429,74 0,30
2010 29.160.16 0,77
2011 30.856.66 0,05
2012 32.417.72 0,05
2013 34.012.10 0.04
2014 35.878.09 0,05
2015 36.753.52 0,02
2016 37.728.80 0,03
2017 38.833.87 0,03
2018 40.025.52 0,04
2019 41.812.35 0,04
2020 41.926.04 0,02
2021 42.906.66 0,02
2022 44.536.39 0,04
Rata-rata : 34.571,69
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2022

Berdasarkan tabel 1.2 perkembangan PDRB Kota Jambi seiring setiap

tahunnya mengalami fluktuasi dengan rata-rata perkembangan sebesar 0,08%

yang dimana perkembangan tertinggi sebesar 0,77% pada tahun 2010.

Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat ditakuti oleh semua

negara. Inflasi itu sendiri yaitu kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara

umum dan terus-menerus (Nuastiko et al., 2022: 1512). Pembicaraan mengenai

inflasi mulai sangat popular di Indonesia ketika laju inflasi demikian tingginya

yang tentu berdampak kepada minat beli dan pendapatan barang dan jasa

4
masyarakat yang berpengaruh kepada kemiskinan masyarakat di suatu daerah,

khususnya yang terjadi di setiap provinsi yang ada di Indonesia. Tingginya inflasi

tentunya dapat mempengaruhi disegala aspek termasuk pajak daerah.

Perkembangan inflasi di Kota Jambi dapat dilihat tabel 1.3.

Tabel 1. 3 Inflasi Kota Jambi Tahun 2008- 2022

Tahun Inflasi %
2008 11,57
2009 2,49
2010 10,52
2011 2,76
2012 4,22
2013 8,74
2014 8,72
2015 1,37
2016 4,54
2017 2,68
2018 3,02
2019 1,27
2020 3,09
2021 1,67
2022 6,39
Rata-rata 4,87
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2022

Berdasarkan data di atas bahwa rata-rata inflasi di Kota Jambi sebesar

4,87%. Inflasi terendah terjadi pada tahun 2019 sebesar 1,27% dan inflasi

tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 11,57%. Penerimaan pendapatan asli

daerah merupakan salah satu sumber keuangan yang dimiliki oleh daerah.

Pendapatan asli daerah berasal dari berbagai komponen seperti pajak daerah,

retribusi daerah, laba BUMD dan pendapatan lain-lain yang sah. PAD di harapkan

dapat menjadi salah satu sumber keuangan yang dapat dihandalkan dalam

penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah,

5
pemerintah daerah harus benar-benar menggali semaksimal mungkin potensi-

potensi pendapatan di daerahnya, sehingga dalam pelaksanaannya tidak

mengalami permasalahan yakni dalam hal pembiayaan.

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan

retribusi daerah, pajak dan retribusi daerah merupakan dua sumber Pendapatan

Asli Daerah (PAD), disamping penerimaan dari kekayaan daerah yang dipisahkan

serta PAD lain-lain yang sah. Peranan PAD semakin tinggi dalam pendapatan

daerah merupakan cermin keberhasilan tingkat kemampuan daerah dalam

pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan. Dapat dilihat bahwa

pentingnya pajak bagi suatu daerah, terutama dalam menyokong pembangunan

daerah itu sendiri merupakan pemasukan dana yang sangat potensial karena

besarnya penerimaan pajak akan meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk,

perekonomian dan stabilitas politik dalam pembangunan suatu daerah, pajak

memegang peranan penting dalam suatu pembangunan (Zuraida, 2012: 22).

Sumber penerimaan pendapatan asli daerah terbesar ialah pajak daerah.

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Simanjuntak &

Ginting, 2019: 185).

Pajak daerah mempunyai kontribusi terbesar dalam penerimaan PAD yang

dimana menjadi penerimaan yang akan bisa pemerintah lakukan pembangunan

daerah. Apalagi pemerintah daerah Kota Jambi sedang gencar dalam melakukan

6
pembangunan infrastruktur yang dimana penerimaan pajak daerah menjadi suatu

kontribusi pendapatan asli daerah. Berikut tabel 1.4 perkembangan penerimaan

pajak daerah Kota Jambi tahun 2008-2022.

Tabel 1. 4 Perkembangan Pajak Daerah Kota Jambi Tahun 2008-2022

Tahun Target Pajak Realisasi pajak Rasio capaian


Daerah (Juta) Daerah (Juta) (%)
2008 21.432.801 24.433.740 1,14
2009 26.523.341 28.842.152 1,08
2010 29.235.350 35.538.902 1,21
2011 49.623.280 59.570.219 1,20
2012 64.280.581 73.344.781 1,14
2013 81.317.140 91.476.549 1,12
2014 112.472.000 128.824.086 1,14
2015 190.882.000 147.889.448 0,77
2016 187.252.000 158.740.884 0,84
2017 198.940.000 201.429.750 1,01
2018 203.500.000 215.444.388 1,05
2019 242.090.000 255.915.037 10,57
2020 232.060.000 216.961.981 9,34
2021 297.860.000 244.016.777 (0,81)
2022 329.000.000 283.110.000 1,50
Rata-rata 151.097.899,53 127.382.646,27
Sumber :Badan Pengelola Pajak Dan Retribusi Daerah, 2022

Keterangan ( ) : Penurunan

Berdasarkan tabel 1.4 diatas rata-rata perkembangan pajak daerah sebesar

2.15%. Perkembangan pajak daerah tertinggi ada di tahun 2019 yaitu sebesar

10.57%. Yang terendah dan mengalami penurunan ada pada tahun 2021 sebesar

0.81%. Sehingga menyebabkan menurunnya pajak daerah di setiap daerah yang

terdampak. Akan tetapi di tahun 2022 perkembangan penerimaan pajak daerah

Kota Jambi mengalami peningkatan cukup drastis yaitu sebesar 1.50%.

7
Dengan terus meningkatnya jumlah penduduk dan PDRB Perkapita di Kota

Jambi setiap tahunnya maka akan berdampak pula wajib pajak dan penerimaan

pajak daerah seiring laju pertumbuhan perekonomian dan stabilitas politik dalam

pembangunan daerah. Maka dari itu pajak daerah mempunyai kontribusi besar

dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimana menjadi

penerimaan akan bisa pemerintah lakukan pembangunan daerah. Tetapi laju

inflasi yang meningkat justru berdampak buruk kepada minat beli dan pendapatan

barang maupun jasa yang berpengaruh kepada kemiskinan masyarakat/penduduk

sekitar, dikarenakan akan kesulitan membeli barang/jasa yang dianggap penting

karena harga terus menerus mengalami kenaikan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik membahas penelitian

yang berjudul “Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB Dan Inflasi Terhadap

Pajak Daerah Kota Jambi Periode 2008-2021”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Rata-rata perkembangan jumlah penduduk produktif di Kota Jambi

berfluktuasi dengan perkembangan rata-rata 0,03%.

2) Rata-rata perkembangan PDRB di Kota Jambi dalam 15 tahun terakhir

berfluktuasi dengan rata-rata perkembangan sebesar 0,08%.

3) Rata-rata pertumbuhan inflasi di Kota Jambi dalam 15 tahun terakhir

berfluktuasi dengan rata-rata perkembangan sebasar 4,87%.

8
4) Rata-rata perkembangan pajak daerah Kota Jambi tahun 2008-2022

berfluktuasi dengan perkembangan 2.15%.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dan identifikasi masalah dapat

dirumuskan masalah yang akan diteliti oleh penulis:

1. Bagaimana pengaruh penduduk, PDRB dan inflasi secara simultan terhadap

pajak daerah di kota Jambi tahun 2008-2022.

2. Bagaimana pengaruh penduduk, PDRB dan inflasi secara parsial terhadap

pajak daerah di Kota Jambi tahun 2008-2022.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penduduk, PDRB dan inflasi

secara simultan terhadap pajak daerah Kota Jambi.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penduduk, PDRB dan inflasi

secara parsial terhadap pajak daerah Kota Jambi.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Akademis

9
Secara teoritis bermanfaat bagi para pembaca dalam memperdalam

pengetahuan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pajak daerah

Kota Jambi.

2. Praktis

Secara praktis bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan pihak yang

terkait, dan memberikan masukan kepada pemerintah pusat maupun daerah

dalam hal penyusunan kebijakan bagaimana menggali potensi PAD di Kota

Jambi.

3. Bagi penulis

Dapat menambah pengetahuan dan memperluas pola pikir secara ilmiah

dalam bidang perpajakan.

10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Ekonomi Pembangunan

Ekonomi merupakan kata yang berasal dari bahasa yunani “oikos” atau

“oiku” yang memiliki arti “keluarga rumah tangga” serta “nomos” yang berarti

peraturan dan hukum. Sehingga pengertian ekonomi menurut istilah merupakan

segala hal yang berkaitan tentang kehidupan dalam berumah tangga. Dalam

perkembangan selanjutnya “Ekonomi” selalu identik dengan terjangkau, hemat,

cermat, serta sederhana.

Ekonomi itu sendiri tidak jauh dari kata “Pembangunan” yang sudah kita

sering dengar dan secara umum diartikan sebagai usaha untuk mewujudkan

kemajuan hidup berbangsa.

Pengertian ekonomi pembangunan secara umum adalah suatu cabang ilmu

dari ekonomi yang mengkaji masalah-masalah yang dihadapi oleh negara

berkembang dan mencari solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut agar

pembangunan ekonomi dapat berkembang dan meningkat.

11
Pembangunan ekonomi bisa juga diartikan sebagai suatu cabang ilmu yang

terfokus pada aaktivitas negara dalam meningkatkan perekonomian serta

kesejahteraan hidup masyarakatnya. Di dalam ekonomi pembangunan membahas

juga permasalahan pembangunan dinegara berkembang serta mencoba

memberikan solusi dan kebijakan yang dirasa tepat umtuk mengatasi permasalahn

tersebut umtuk mewujudkan pembangunan ekonomi.

Perbedaan ekonomi pembangunan dan pembangunan ekonomi antara lain

yaitu:

a. pembangunan adalah bidang studi dalam ilmu ekonomi yang mempelajari

tentang masaalah-masalah ekonomi di negara-negara berkembang dan

kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan untuk mewujudkan

pembangunan ekonomi

b. Sedangkan pembangunan ekonomi adalah suatu usaha dalam perekonomian

untuk mengembangkan kegiatan ekonomi sehingga insfrastruktur dapat

meningkat, pertumbuhan ekonomi semakin berkembang, taraf pendidikan

serta teknologi semakin maju.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ekonomi

pembangunan merupakan sebuah studi ekonomi yang membahas tentang

permasalahan perekonomian dan bagaimana perencanaan untuk meningkatkan

dan mengembangkan perekonomian di suatu negara.

Tujuan dari ilmu ekonomi pembangunan ini adalah untuk memberikan

pengetahuan mengenai berbagai macam isu yang terjadi dalam pembangunan

ekonomi saat ini, yang dihadapi dan ditemukan negara-negara sedang

12
berkembang. Permasalahan yang dibahas adalah mengenai kebijakan-kebijakan

pembangunan baik secara teoritis maupun fakta aktual yang terjadi di negara-

negara berkembang dan transisi diseluruh dunia, khususnya negara Asia, Afrika,

Amerika Latin, Timur Tengah dan negara-negara transisi di Eropa.

2.1.2 Pendapatan Asli Daerah

Pemberian otonomi dan tanggung jawab yang lebih besar dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah pada prinsipnya dimaksudkan untuk membantu

pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan. Ekonomi atau

perekonomian adalah serangkaian besar kegiatan produksi dan konsumsi yang

saling terkait yang membantu dalam menentukan bagaimana sumber daya yang

langka dialokasikan. Produksi dan konsumsi barang dan jasa digunakan untuk

memenuhi kebutuhan mereka yang hidup dan beroperasi dalam perekonomian,

yang juga disebut sebagai sistem ekonomi. Semakin tinggi aktifitas ekonomi yang

dilakukan maka meningkat pula pendapatan yang akan mereka terima dan seiring

dengan hal itu usaha daerah untuk meningkatkan PAD melalui pajak daerah dan

retribusi daerah dapat juga ditingkatkan.

Definisi pendapatan asli daerah berdasarkan pada UU RI No. 28 Tahun

2009 terkait dengan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu Pendapatan Asli

Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut

berdasarkan pada peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Sedangkan menurut (Gheta, 2020: 105) Pendapatan Asli Daerah

13
(PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari dalam wilayahnya itu

sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Menurut (Suhendra et al., 2022: 2) Pendapatan Asli Daerah (PAD)

merupakan pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah atas pelaksanaan

kegiatan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, serta pemanfaatan

sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah. PAD memiliki peran yang cukup

signifikan dalam menentukan kemampuan setiap daerah untuk melakukan

aktivitas pemerintahan dan program-program pemerintahan.

PAD sebagai salah satu sumber pendapatan bagi pemerintah pusat

mengharuskan pemerintah daerah agar memaksimalkannya. Adapun berdasarkan

pada Pasal 5 ayat (1) UU No. 33 Tahun 2004 menyebutkan cakupan dari

penerimaan PAD cukup luas, yaitu PAD sendiri terdiri atas hasil pajak, retribusi

daerah, hingga pendapatan yang berasal dari dinas-dinas, BUMN dan PAD lain-

lain yang sah, yang mana pendapatan-pendapatan asli daerah ini nantunya akan

dikalkulasikan dalam bentuk ribuan rupiah setiap tahunnya.

Pendapatan asli daerah menjadi cerminan atas tingkat kemandirian daerah

dalam konteks sebagai penerimaan daerah, hal ini menjadi indikasi atas

kemampuan perusahaan dalam melaksanakan asas desentralisasi fiskal serta

menunjukkan berkurangnya ketergantungan daerah terhadap pemerintah pusat.

2.1.3 Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

14
Pajak secara umum adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara

karena undang-undang dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak

memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk. Dalam konteks daerah

Pajak daerah adalah pajak yang di pungut oleh pemerintah daerah (misal

provinsi, kabupaten, kota Madya) yang di atur berdasarkan peraturan daerah

masing masing dan hasil pemungutannya digunakan untuk rumah tangga

daerahnya (Takahindangen et al., 2019: 327). Pajak daerah terbagi dua, yaitu:

a. Pajak provinsi adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah

tingkat provinsi. Pajak provinsi saat ini menurut Undang- Undang Nomor 28

tahun 2009 yang berlaku:

1. Pajak kendaraan bermotor

2. Bea balik nama kendaraan bermotor

3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor

4. Pajak air permukaan

5. Pajak rokok

b. Pajak kabupaten dan kota adalah pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah

daerah tingkat kabupaten atau kota. Pajak kabupaten dan kota saat ini

menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 yang berlaku:

1. Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

2. Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.

3. Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan.

4. Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaran reklame.

15
5. Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik

yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain.

6. Pajak mineral bukan logam dan batuan adalah pajak atas kegiatan

pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di

dalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

7. Pajak parker adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar

badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun

yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat

penitipan kendaraan bermotor.

8. Pajak air tanah adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air dan

tanah.

9. Pajak sarang burung walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan atau

pengusahaan sarang burung walet.

10. Pajak bumi, bangunan perdesaan dan perkotaan adalah pajakatas bumi

atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan oleh orang pribadi

atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha

perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

2. Kriteria Pajak Daerah

Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak secara umum,

yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutannya. Pajak umum (pajak

pusat) yang memungut adalah pemerintah pusat, sedangkan pajak daerah yang

16
memungutnya adalah pemerintah daerah (Hasibuan et al., 2021: 3). Kriteria

pajak daerah secara spesifik terdiri berikut:

a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari

daerah sendiri

b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi penetapan

tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah

c. Pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah

d. Pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil

pungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.

Dari kriteria pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian pajak daerah

tersebut terdiri dari pajak yang ditetapkan dan atau dipungut di wilayah daerah

dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat. Pajak yang dipungut di wilayah

daerah ini dikenal sebagai pajak daerah terdiri dari : Pajak Kendaraan Bermotor

(PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah

dan Air Permukaan , Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak

Reklame, Pajak Penerangan Jalan dan Pajak Pengambilan Bahan Galian

Golongan C. Sedangkan bagi hasil pajak terdiri dari PPH ( Pajak Penghasilan),

PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dan PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan). Pajak

daerah yang dibahas disini hanya pajak yang dipungut di wilayah daerah saja.

3. Pungutan Pajak

17
Disadari atau tidak pada hakekatnya pajak daerah merupakan pungutan yang

dikenakan terhadap seluruh rakyat disuatu daerah. Segala bentuk pungutan yang

dilakukan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebenarnya

merupakan pengurangan hak rakyat oleh pemerintah. Oleh karena itu, dalam

pemungutannya tidak boleh diskriminatif dan harus di upayakan bersifat adil.

Dalam perpajakan keadilan haruslah obyektif dan dapat dirasakan merata oleh

rakyat. Atas dasar pemikiran tersebut maka diperlukan landasan berpikir dalam

melakukan pemungutan pajak. Landasan berpikir yang mendasari pemungutan

pajak ini dikenal dengan azas pemungutan pajak. Azas saja tidaklah cukup, perlu

justifikasi yang melandasi konsep berpikir yang rasional dalam pelaksanaan

pemungutan pajak tersebut, konsep inilah yang dikenal dengan teori pemungutan

pajak (Sariwati, 2021: 95).

4.1 Asas Pemungutan Pajak

Dalam abad ke- 18, Adam Smith (1723-1790) dalam bukunya An Inquiry

into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (terkenal dengan nama The

Wealth of Nations) melancarkan ajarannya sebagai asas pemungutan pajak yang

dinamainya “The Four Maxims” dengan uraiannya sebagai berikut:

a. Pembagian tekanan pajak di antara subjek pajak masing-masing hendaknya

dilakukan seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan

penghasilan yang dinikmatinya masing-masing, di bawah perlindungan

pemerintah (asas pembagian/asas kepentingan). Dalam asas “equality” ini

tidak diperbolehkan suatu negara mengadakan diskriminasi di antara sesama

18
wajib pajak, dalam keadaan yang sama, para wajib pajak harus dikenakan

pajak yang sama pula.

b. Pajak yang harus dibayar oleh seseorang harus terang (certain) dan tidak

mengenal kompromis (not arbitrary). Dalam asas “certainty” ini, kepastian

hukum yang dipentingkan 78 adalah yang mengenai subjek-objek, besarnya

pajak, dan juga ketentuan mengenai waktu pembayaraannya.

c. “Every tax ought to be levied at the time, or in the manner, in which it is

most likely to be convenient for the contributor for the contributor to pay

it”. Teknik pemungutan pajak yang dianjurkan ini (yang juga disebut

“convenience of payment”) menetapkan bahwa pajak hendaknya dipungut

pada saat yang paling baik bagi para wajib pajak, yaitu saat sedekatdekatnya

dengan detik diterimanya penghasilan yang bersangkutan.

d. “every tax ought to be so contrived as both to take out and to keep out of

the pockets of the people as little as possible over and above what it brings

into to public treasury of the State”. Asas efisiensi ini menetapkan bahwa

pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat-hematnya, jangan sekali-

kali biaya pemungutan melebihi pemasukan pajaknya (Bastari et al., 2023:

33).

5. Teori Pungutan Pajak

Teori pemungutan pajak berguna untuk mencari dasar konseptual

pemungutan pajak bagi negara, sehingga secara teoritis pemungutan pajak yang

dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis maupun

19
sisi ilmiah. Dengan kata lain bahwa, teori pemungutan pajak ada guna member

dasar menyatakan keadilan atau justification kepada hak negara untuk

memungut pajak dari rakyatnya (Febrian et al., 2022: 19). Berikut ini beberapa

teori pemungutan pajak yang pernah ada atau yang masih digunakan sebagai

dasar pemungutan pajak sampai sekarang.

a. Teori asuransi

Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh

masyarakat kepada negara. Kelemahan teori ini, jika rakyat mengalami

kerugian seharusnya ada penggantian dari negara, kenyataannya tidak ada.

Selain itu, besarnya pajak yang dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada

hubungan langsung.

b. Teori kepentingan

Pajak dibebankan atas dasar kepentingan dan manfaat bagi masing-masing

orang. Teori ini juga dikenal sebagai Benefit Approach Theory.

c. Teori daya pikul

Kesamaan beban pajak untuk setiap orang sesuai daya pikul masing-masing.

Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan kekayaan atau

pengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to Pay Approach

Theory.

d. Teori bakti

Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti seseorang kepada

negaranya.

20
e. Teori asas daya beli

Dasar keadilan pemungutan pajak pada kepentingan masyarakat, bukan

pada individu atau negara. Keadilan dipandang sebagai efek dari

pemungutan pajak.

6. Pemungutan Pajak

Pemungutan pajak dapat dilakukan bergantung pada dua hal yaitu keadaan

objek pajak dan kewenangan pungut. Keadaan objek pajak merupakan dasar

pengenaan pajak yang dibatasi oleh waktu atau periode. Keadaan objek pajak di

masa lalu dengan masa sekarang bisa sama, bisa juga berbeda. Karena sifat ini

lah perlu cara penafsiran keadaan objek pajak yang sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya atau mendekati yang sesungguhnya. Cara penafsiran keadaan objek

inilah yang dikenal pengakuan dan pengukuran objek pajak atau stelsel.

Sedangkan kewenangan pungut dan cara menetapkan besarnya pungutan pajak

inilah yang melahirkan sistem pemungutan pajak.

a. Dasar Pemungutan Pajak

Dasar pemungutan pajak ini merupakan bentuk operasional dari pengakuan

dan pengukuran keadaan objek pajak atau stelsel. Berikut ini dasar pemungutan

pajak yang dikenal dalam berbagai literature perpajakan yaitu:

1. Stelsel Nyata (Rill Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan objek yang sesungguhnya (rill

atau nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pad akhir tahun

21
setelah keadaan sesungguhnya objek pajak diketahui. Keunggulan stelsel ini

sebagai dasar pemungutan pajak lebih realistis. Kelemahan dari stelsel ini,

pajak baru dapat dibayar atau dikenakan setelah akhir periode, yaitu ketika

keadaan objek pajak secara rill telah diketahui.

2. Stelsel Anggapan (Fictieve Stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada keadaan yang diatur oleh ketentuan

atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keadaan yang diatur ini

merupakan suatu asumsi atau anggapan yang ditetapkan oleh ketentuan atau

peraturan. Misalnya, keadaan objek pajak tahun sekarang sama dengan

keadaan objek tahun lalu, sehingga pajak tahun sekarang dapat dikenakan

pada awal tahun keunggulan stelsel ini, pajak dapat dibayar selama tahun

sekarang, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Kelemahannya, pajak

yang dikenakan atau dibayar tidak menggambarkan keadaan pajak yang

sebenarnya.

3. Stelsel Campuran

Untuk mengatasi kelemahan masing-masing stelsel tersebut, maka dalam

pelaksanaan pengenaan pajak dilakukan dengan dua cara. Di awal tahun,

pajak yang dikenakandidasarkan pada keadaanobjekpajak pada tahun lalu,

dan di akhir tahun, pajak dikenakan berdasar keadaan sesungguhnya objek

pajak. Karena pelaksanaannya demikian, maka stelsel ini disebut Stelsel

Campuran. Jika pajak yang dibayar di awal tahun, maka terjadi kelebihan

22
pajak. Kelebihan pajak bayar ini dapat direstitusi (kelebihannya dapat

diminta kembali). Sebaliknya, jika akhir tahun yang lebih besar, maka wajib

pajak yang bersangkutan melunasi kekurangannya.

a. Sistem Pemungutan Pajak

Kewenangan pungut dan cara menetapkan besarnya pungutan pajak

inilah yang melahirkan sistem pemungutan pajak. Berikut ini sistem

pemungutan pajak yang dikenaldalam literature perpajakan, yaitu:

1. Official Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang mempercayakan kewenangan

untuk menentukan besarnya pajak yang terutang pada fiskus

(pemerintah). Isstem ini meletakkan wajib pajak pada posisi yang

lemah dan pasif, utang pajak timbuls etelah terbitnya surat ketetapan

pajak oleh fiskus. Sistem ini hanya cocok diterapkan pada

masyarakat yang berpendidikan rendah dan tingkat kejujuran aparat

pajak tinggi. Jika tidak, bisa menimbulkan kesewenangan dari aparat

pajak dan korupsi.

2. Self Assesment System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan

tanggung jawab dan kewenangan untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar dan melaporkan pajak yang terutang

23
atau harus dibayar kepada diri pribadi wajib pajak sendiri. Sistem ini

hanya cocok diterapkan bagi masyarakat yang sudah maju dan iklim

pajaknya sudah bai, tax mindednya tinggi, dan tingkat integritas

masyarakatnya tinggi.

3. Withholding System

Sistem pemungutan pajak yang memberikan kewenangan dan

kepercayaan kepada pihak ketiga untuk menghitung, memotong, atau

memungut besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

7. Tarif Pajak

Sebagaimana diuraikan dalam azas pemungutan pajak, bahwa pemungutan

pajak dilakukan secara adil, artinya umum dan merata. Salah satu bentuk

operasional penciptaan keadaan pemungutan pajak yang adil yaitu melalui tarif

pajak. Namun demikian, penerapan tarif pajak di lapangan bergantung dari

tujuan yang ingin dicapai oleh fiskus. Misalnya, untuk masyarakat yang

penghasilannya tidak merata atau cenderung rendah, maka penerapan tariff

pajak progresif – progresif lebih mencerminkan keadilan dibandingkan dengan

tarif pajak lainnya. Tarif pajak merupakan alat ukur untuk menilai tingkatan

besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak (Wau et al., 2023: 20).

Secara teoritis terdapat empat macam tarif pajak, yaitu:

a. Tarif Proporsional

24
Tarif pajak yang presentasenya tetap dan tidak bergantung pada besarnya

dasar pengenaan pajak.

b. Tarif Progresif

Tarif pajak yang presentasenya meningkat, sesuai besarnya

(meningkatnya) dasar pengenaan pajak.

c. Tarif Degresif

Tarif pajak yang presentasenya menurun, sesuai meningkatnya dasar

pengenaan pajaknya.

d. Tarif Tetap

Jumlah atau angkanya tetap, tidak bergantung besarnya dasar pengenaan

pajak.

e. Utang Pajak

Secara umum, utang timbul karena adanya perikatan antara debitur dan

kreditur. Namun, tidak demikian untuk utang pajak. Utang pajak timbul

karena undang – undang atau peraturan yang ditetapkan oleh Negara. Ada

dua konsep teori yang menjelaskan timbulnya uang pajak yaitu konsep

materiel dan konsep formiel.

f. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan hutang pajak dapat dilakukan dengan beberapa cara

yaitu yang pertama dengan langkah penagihan secara pasif, pada umumnya

dilakukan dengan tambahan (SKPT) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dan

25
terakhir menggunakan surat tegoran. Yang kedua penagihan secara aktif

yaitu penagihan dengan menggunakan surat paksa dan dilanjutkan dengan

tindakan sita.

8. Berakhirnya Utang Pajak

Setiap perikatan, termasuk pula utang pajak pada waktunya akan berakhir,

dan berakhirnya utang pajak jika terjadi hal-hal berikut ini:

a. Pembayaran

Utang pajak yang melekat pada diri wajib pajak akan hapus dengan

sendirinya jika telah ada pembayaran sejumlah pajak yang terutang.

Pembayaran dapat dilakukan ke kas negara atau lembaga lain yang ditunjuk,

misalnya bank atau kantor pos dan giro.

b. Kompensasi

Jika jumlah pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak melebihi

jumlah pajak yang terutang, maka timbul selisih lebih. Selisih lebih inilah

yang dapat dikompensasikan dengan utang pajak lainnya. Kompensasi pajak

ini dapat dibedakan menjadi dua:

1) Kompensasi Horizontal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran

yang sama pada tahun berikutnya.

2) Kompensasi Vertikal, adalah pengalihan kelebihan pembayaran

suatu jenis pajak pada tahun tertentu dengan utang pajak jenis yang

lain pada tahun yang sama.

c. Daluwarsa

26
Terjadi jika waktu penagihan utang pajak telah lewat waktu yang sudah

ditentukan, akibatnya utang pajak tersebut tidak dapat ditagih oleh fiskus

dan dianggap lunas. Penentuan batas waktu penagihan utang pajak ini

merupakan salah satu bentuk kepastian hokum dalam undang-undang

perpajakan.

d. Pembebasan

Jika utang pajak berakhir dengan tidak semestinya, tetapi karena

ditiadakan oleh fiskus, maka utang pajak ini disebut dibebaskan. Pada

umumnya pembebasan tidak diberikan terhadap pokok pajak tetapi terhadap

sanksi administrasi perpajakannya.

e. Penghapusan

Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan hanya

saja penghapusan ini diberikan karena keadaan pribadi wajib pajak,

misalnya bangkrut atau pailit.

2.1.4 Penduduk

Penduduk merupakan orang-orang yang berada didalam suatu wilayah yang

terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu sama lain

secara terus menerus atau kontinu. Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan

manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu. Sumber daya

manusia merupakan faktor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi lebih

menekankan pada efiseiensi mereka. Peningkatan GNP perkapita yang berkaitan

erat dengan perkembangan sumber daya manusia yang dapat menciptakan

27
efisiensi dan peningkatan produktivitas di kalangan buruh. Pembentukan model

manusia yaitu, proses peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan

kemampuan seluruh penduduk negara yang bersangkutan (Jeriko, 2022: 292).

Secara umum, pertumbuhan penduduk adalah peristiwa mengenai

bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk dalam suatu negara dari tahun ke

tahun. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh empat komponen, yaitu :

kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk, dan migrasi keluar

(Majid, 2021: 18).

Peningkatan populasi ditentukan oleh peningkatan tingkat kelahiran,

penurunan tingkat kematian, dan kelebihan imigrasi terhadap emigrasi. Tingkat

kelahiran dan tingkat kematian bisa diukur dalam jumlah kelahiran atau kematian

per seribu jiwa. Tingkat kematian diukur dengan konsep harapan hidup (panjang

usia) yang dihitung sejak seorang bayi dilahirkan. Di negara-negara dengan

pendapatan yang rendah proses kenaikan dalam harapan hidup jauh lebih cepat,

dan pertumbuhan populasi dinegara berkembang disebabkan oleh menurunnya

tingkat kematian yang relative tidak turunnya tingkat kelahiran penduduk yang

meningkat setiap tahunnya akan menimbulkan dampak positif dan negatif:

1) Dampak positif, penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga

kerja yang dapat meningkatkan produksi. Apabila pertumbuhan ini diimbangi

dengan pendidikan, latihan, dan pengalaman kerja yang kemahiran penduduk.

Pertambahan produksi akan lebih cepat daripada pertambahan tenaga kerja.

Pertambahan penduduk akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

28
2) Dampak negative, suatu negara dikatakan menghadapi masalah kelebihan

penduduk apabila jumlah penduduk jauh lebih besar dibandingkan dengan

faktor-faktor produksi yang tersedia. Akibatnya produksi marjinal penduduk

rendah. Dengan demikian, penduduk yang berlebihan akan menimbulan

kemerosotan kemakmuran masyarakat.

Menurut mengemukakan bahwa cepatnya pertumbuhan penduduk di negara-

negara ketiga telah menyusutkan persediaan tanah, air, dan bahan bakar kayu

di daerah pedesaan serta menimbulkan masalah krisis kesehatan di daerah

perkotaan. Selain itu, lonjakan penduduk juga mengakibatkan degradasi

lingkungan atau pengikisan sumber daya alam yang jumlahnya sangat terbatas.

1. Jumlah Penduduk Terhadap Penerimaan Pajak Daerah

Jumlah penduduk merupakan variabel yang berpengaruh besar dalam hasil

produksi dan jasa. Penelitian (Eka Arianto et al., 2022: 9) menjelaskan

pengujiannya jumlah Hasil penelitiannya menunjukan bahwa jumlah penduduk

berpengaruh positif dan signifikan sebagai subjek pajak akan mengeluarkan

penghasilannya untuk membayar pungutan pajak.

2.1.5 Produk Domestik Regional Bruto

(Samudro et al., 2021: 29) menyatakan bahwa indikator penting untuk

mengetahui kondisi ekonomi disuatu daerah dalam suatu periode tertentu

ditentukan oleh data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar

harga yang berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB didefinisikan sebagai

jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu daerah

29
tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh

seluruh unit ekonomi disuatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku

menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga

yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas harga konstan menunjukan

nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang

berlaku pada suatu waktu tertentu sebagai harga dasar.

Teori Neo-Klasik menjelaskan bahwa untuk membangun kinerja

perekonomian suatu negara maka dibutuhkan akumulasi kapital. Negara

berkembang lebih memerlukan investasi terutama asing karena pada umumnya

tingkat tabungan domestic rendah. Investasi asing dapat berperan sebagai medium

transfer kebutuhan akan sumber daya seperti teknologi, kemampuan manajerial,

alur ekspor, dan modal dari negara-negara industri ke negara-negara berkembang.

Oleh karena itu investasi akan meningkatkan produktivitas dan terkait pula

dengan pertumbuhan ekonomi. Teori ekonomi menjelaskan investasi mengarah

kepada simulasi modal yang bisa meningkatkan output potensial negara dan

mengembangkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Anwar, 2022: 116).

Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) merupakan salah satu indikator

penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode

tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga instan. PDRB

pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit

usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang dihasilkan oleh seluruh perekonomian pada suatu daerah.

30
PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan

jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, sedang PDRB atas

dasar harga konstan menunjukan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang

dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun

dasar. PDRB menurut harga berlaku digunakan untuk mengetahui kemampuan

sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah. Sementara

itu, PDRB konstan digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara ril

dari tahun ke tahun atau pertumbuhan ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh faktor

harga. PDRB juga dapat digunakan untuk mengetahui perubahan harga dengan

menghitung PDRB (Perubahan Indeks Implisit). Indeks harga implisit merupakan

rasio antara PDRB menurut harga berlaku dan PDRB menurut harga konstan.

Perhitungan produk domestik bruto secara konseptual menggunakan tiga macam

pendekatan, yaitu: pendekatan produksi, pendekatan pengeluaran, dan pendekatan

pendapatan.

1) Pendekatan produksi

Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah atas barang

dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu daerah

dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi dalam

penyajian ini dikelompokan dalam 9 lapangan usaha (sektor), yaitu:

a) pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

b) pertambangan dan penggalian

c) industry pengolahan

d) listrik, gas dan air bersih

31
e) konstruksi

f) perdagangan, hotel dan restoran

g) pengangkutan dan komunikasi

h) keuangan, real estate, dan jasa perusahaan

i) jasa jasa (termasuk jasa pemerintah).

2) Pendekatan pengeluaran

Produk Domestik Regional Bruto adalah semua komponen permintaan akhir

yang terdiri dari:

a) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba

b) konsumsi pemerintah

c) pembentukan modal tetap domestik bruto

d) perubahan inventori dan

e) ekspor netto (merupakan ekspor dikurangi impor)

3) Pendekatan pendapatan

Produk Domestik Regional Bruto merupakan jumlah balas jasa yang

diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu

daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa yang

dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan;

semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.

Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tidak langsung

neto (pajak tak langsung dikurangi subsidi) (Chabibah, 2020: 9).

PDRB menurut lapangan usaha dikelompokan dalam 9 sektor ekonomi sesuai

32
dengan international standard industrial classification of All Economic Activities

(ISIC) sebagai berikut:

1. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan

a. Subsektor tanaman bahan makanan.

b. Subsektor tanaman perkebunan.

c. Subsektor peternakan

d. Subsektor kehutanan

e. Subsektor perikanan

2. Sektor pertambangan dan penggalian.

a. Subsektor pertambangan minyak dan gas bumi.

b. Subsektor pertambangan bukan migas

c. Sektor penggalian

3. Sektor industri pengolahan.

a. Subsektor industri migas

- Pengilangan minyak bumi

- Gas alam cair (LNG).

b. Subsektor industry bukan migas

4. Sektor listrik, gas, dan air bersih

a. Subsektor listrik

b. Subsektor gas

c. Subsektor air bersih

5. Sektor konstruksi

33
6. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran

a. Subsektor perdagangan besar dan eceran

b. Subsektor hotel

c. Subsektor restoran

7. Sektor pengangkutan dan komunikasi

a. Subsektor pengangkutan

- Angkutan rel

- Angkutan jalan raya

- Angkutan laut

- Angkutan sungai, danau, dan penyebrangan

- Angkutan udara

- Jasa penunjang angkutan

b. Subsektor komunikasi

8. Sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan

a. Subsektor bank

b. Subsektor lembaga keuangan tanpa bank

c. Subsektor jasa penunjang keuangan

d. Subsektor real estate

e. Subsektor jasa perusahaan.

9. Jasa-jasa

a. Subsektor pemerintahan umum

b. Subsektor swasta

- Jasa sosial kemasyarakatan

34
- Jasa hiburan dan rekreasi

- Jasa perorangan dan rumah tangga

c. Pengaruh PDRB terhadap Permintaan Pajak Daerah

Dengan meningkatnya PDRB maka akan semakin tinggi pula ekonomi

daerah tersebut dan bias membayar pajak dengan tertib dan memungkinan

daerah untuk mewajibkan pajak yang lebih tinggi dari sebelumnya. Menurut

(Hariyuda, 2009: 9) menjelaskan bahwa PDRB berpengaruh signifikan

terhadap penerimaan pajak daerah.

Dalam teori pertumbuhan mereka, dimisalkan luas tanah dan kekayaan alam

adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami perubahan.

2.1.6 Inflasi

Menurut (Widyaningsih, 2022: 112) inflasi dapat didefinisikan sebagai

kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi

berbeda dari satu periode ke periode yang lain. dan tingkat inflasi berbeda antara

negara yang satu ke negara yang lain. dimana tingkatan inflasi itu dibagi menjadi

tiga, pertama tingkat inflasi rendah yaitu dibawah 2 atau 3 persen, kedua tingkat

inflasi moderat jika kenaikan harga dapat mencapai 4 sampai 10 persen, dan

ketiga adalah tingkat inflasi yang serius, tingkat inflasi yang serius terjadi

kenaikan mencapai tingkat puluhan atau ratusan persen dalam setahun.

Menurut (Rapi, 2022: 39) inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang

bersifat umum dan terus menerus, ada tiga komponen yang harus di penuhi agar

35
dapat dikatakan inflasi adalah kenaikan harga, bersifat umum, berlangsung dan

terus menerus.

Angka inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas ekonomi selalu menjadi

pusat perhatian orang. Paling tidak turunnya angka inflasi mencerminkan gejolak

ekonomi di suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi jelas merupakan hal yang

sangat merugikan bagi perekonomian negara. Pengalaman menunjukkan bahwa

dibelahan dunia ketiga, keadaan perekonomian yang tidak menguntungkan

(buruk) telah memacu tingkat inflasi yang tinggi dan pada gilirannya akan

menjadi malapetaka bagi masyarakat terutama bagi mereka yang berpenghasilan

rendah.

Inflasi terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus

dan saling mempengaruhi. Inflasi juga dikatakan sebagai ukuran terbaik bagi

perekonomian dalam suatu negara tetapi bukan berarti jika suatu negara berada

dalam kondisi inflasi yang tinggi maka negara tersebut sangat baik

perekonomiannya dan masyarakatnya sejahtera secara keseluruhan. Pemahaman

awal tentang inflasi lebih menekankan pada nilai uang. Keseluruhan tingkat harga

dalam perekonomian dapat dipandang dari dua sisi, yaitu tingkat harga sebagai

harga sejumlah barang dan jasa. Ketika tingkat harga naik maka orang harus

membayar lebih untuk membeli barang dan jasa. Sebagai alternatif, kita

memandang tingkat harga sebagai ukuran nilai uang, kenaikan tingkat harga

berarti nilai uang menjadi lebih rendah.

Apabila hal ini diungkapkan secara matematis, maka anggaplah P sebagai

tingkat harga yang diukur, misal oleh indeks harga konsumen atau deflator PDB.

36
Maka, mengukur jumlah uang yang dibutuhkan untuk membeli sejumlah barang

dan jasa. Jika dibalik, maka jumlah barang dan jasa dapat diperoleh dengan $ 1

adalah 1/P. Dengan kata lain, bila P merupakan harga barang dan jasa yang diukur

dalam nilai uang, maka 1/P merupakan nilai uang yang diukur dalam barang dan

jasa. Ini berarti ketika tingkat harga keseluruhan naik, maka nilai uang jatuh.

Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat

dikatakan telah terjadi inflasi (Rahardja & Manurung, 2008: 7), yaitu sebagai

berikut:

a. Kenaikan harga.

Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada

harga periode sebelumnya.

b. Bersifat umum

Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika

kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.

Berlangsung terus-menerus. Kenaikan harga yang bersifat umum juga

belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Karena itu

perhitungan inflasi dilakukan dalam rentang waktu minimal bulanan.

b.1.6.1 Teori Inflasi

Secara garis besar teori yang membahas tentang inflasi dapat dibagi

menjadi tiga kelompok. Masing-masing kelompok menyoroti aspek-aspek tertentu

dari proses terjadinya inflasi. Ketiga teori tersebut adalah Teori Kuantitas, Teori

Keynes, dan Teori Strukturalis.

37
1. Teori kuantitas

Teori tertua yaang membahas inflasi ini pada prinsipnya mengatakan bahwa

timbulnya inflasi itu hanya disebabkan oleh bertambahnya jumlah uang yang

beredar dan bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan teori ini ada

dua faktor yang menyebabkan inflasi:

a) Jumlah uang yang beredar

Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar,

baik uang kartal maupun giral. Semakin besar jumlah uang yang beredar

dalam masyarakat maka inflasi juga akan meningkat. Oleh karena itu

sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan

timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan penambahan

pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar

akan mengakibatkan goncangnya perekonomian.

b) Perkiraan/anggapan masyarakat bahwa harga-harga akan naik Laju

inflasi juga ditentukan oleh psikologi harapan (ekspektasi) dari

masyarakat tentang kenaikan harga di masa mendatang. Jika masyarakat

beranggapan harga- harga akan naik maka tidak ada kecenderungan

untuk menyimpan uang tunai lagi, masyarakat akan menyimpan uang

mereka dalam bentuk barang sehingga permintaan akan mengalami

peningkatan. Hal ini mendorong naiknya harga secara terus-menerus.

2. Teori Keynes

Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat memiliki

permintaan melebihi jumlah uang yang tersedia. Proses perebutan rezeki

38
antargolongan masyarakat masih menimbulkan permintaan agregat

(keseluruhan) yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia,

mengakibatkan harga secara umum naik. Jika proses tersebut terus terjadi maka

selama itu pula proses inflasi akan berlangsung.

3.Teori Strukturalis

Teori Strukturalis merupakan teori yang menjelaskan fenomena inflasi

jangka panjang. Hal ini didasarkan pada penjelasannya menyoroti sebab inflasi

yang berasal dari struktur ekonomi, khususnya supply bahan makanan dan

barang ekspor terutama yang terjadi di negara berkembang. Ada dua penyebab

36 infleksibilitas (kekakuan) utama dalam perekonomian negara sedang

berkembang yang dapat menimbulkan inflasi. Infleksibilitas suplai bahan

makanan dan barangbarang ekspor. Karena sebab-sebab struktural, perubahan

atau pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat dibanding dengan

pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan

kelangkaan devisa. Akibat dari penyebab diatas terjadi kenaikan harga-harga

barang lain, sehingga terjadi inflasi. Inflasi seperti ini tidak bisa diatasi hanya

dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus diatasi dengan

pembangunan sektor bahan makanan dan ekspornya (Simanungkalit, 2020:

332).

2.1.6.2 Indikator inflasi

Menurut (Ulya, 2021: 147) ada beberapa indikator ekonomi yang di

gunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu :

39
a) Indeks harga konsumen (consumer price index)

Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan

tingkat harga barang dan jasa yang harus di beli konsumen daalam satu periode

tertentu, angka IHK di peroleh dengan menghitung harga-hharga barang dan jasa

utama yang di konsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Masing-masing

harga barang dan jasa tersebut di beri bobot (weigthed). Berdasarkan tingkat

keutamaannya barang dan jasa di anggap saling penting di beri bobot yang paling

berat. Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mencakup sekitar 284-441 komoditas

dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil survei biaya hidup di kota tahun 2008.

Manfaat dari indeks harga konsumen adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang dan jasa yang

pada umumnya dikonsumsi masyarakat.

b. IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan inflasi atau

deflasi.

c. Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai (wage-indexation) penyesuaian

nilai kontrak (contractual payment). Eskalasi nilai proyek (project escalation).

d. Penentuan target inflasi (inflation tergeting).

e. Indeksasi anggaran pendapatan dan belanja negara (budget indexation).

f. Sebagai pembagi PDB, PDRB (GDP Deflator).

g. Sebagai proksi perubahan biaya hidup (proxy of cost of living) indikator dini

tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham. Cakupan IHK yakni:

1) Barang dan jasa yang dibeli konsumen dalam hal ini rumah tangga, dimana

40
barang dan jasa tersebut digunakan untuk konsumsi akhir.

2) Penimbang dalam penghitungan IHK adalah kuantum dari kelompok

komoditi barang dan jasa pada tahun dasar.

b) Indeks harga perdagangan besar (IHPB)

Menurut (Darsono & Sinta, n.d.: 80) Indeks harga perdagangan besar

(IHPB) merupakan indeks yang menggambarkan besarnya perubahan harga pada

tingkat harga perdagangan besar/ harga grosir dari komoditas- komoditas yang

diperdagangkan di suatu negara/ daerah. Komoditas tersebut merupakan produksi

dalam negeri yang dipasarkan di dalam negeri ataupun diekspor dan komoditas

yang diimpor. Jumlah komoditas yang dicakup sebanyak 314 jenis dan

dikelompokkan dalam tiga sektor, dan dua kelompok barang, yaitu: Sektor

Pertanian, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri, Kelompok

Barang Impor, dan Kelompok Barang Ekspor. IHPB disajikan dalam tiga macam

pengelompokan, yaitu:

a. Menurut komponen penyediaan dan penawaran barang atau menurut

sektor.

b. Menurut penggunaan barang.

c. Menurut kelompok barang dalam proses produk.

Manfaat:

a. Dapat digunakan sebagai deflator PDB untuk perkembangan ekonomi

b. Perusahaan kontruksi dan bangunan yang mendaptkan tender proyek dari

pemerintah untuk pembangunan jangka waktu lebih dari satu tahun dapat

menggunakan data IHPB kontruksi dan bangunan sebagai bahan eskalasi

41
harga

c. PDB Deflator (indeks implisit) adalah indeks yang menunjukan tingkat

perkembangan harga di tingkat produsen (producer price index).

Cakupan PDB deflator adalah:

a. Barang dan jasa yang dibeli pemerintah atau perusahaan, dimana barang

dan jasa tersebut digunakan untuk produksi

b. Penimbang PDB deflator adalah kuantum dari kelompok komoditi

barang dan jasa pada tahun berjalan.

2.1.6.3 Jenis-jenis inflasi

Menurut (Yuniarti & Satya, 2008: 48) Ada beberapa tingkat keparahan

Inflasi dapat golongkan sebagai berikut :

1. Moderate inflation

Suatu keadaan inflasi yang ditandai dengan harga-harga yang meningkat

secara lambat. Inflasi ini dapat juga disebut dengan inflasi satu digit per tahun.

Masyarakat bersedia memegang uang karena nilai mata uang hampir sama dengan

nilai mata uang pada bulan atau tahun yang akan datang. Mereka meyakini tidak

akan bergerak terlalu jauh. Mereka lebih memilih menyimpan kekayaan dalam

bentuk aktiva riil ketimbang aktiva uang, karena mereka mempercayai aktiva uang

akan tetap sama nilainya.

2. Galloping inflation

Inflasi yang disebut juga dengan “inflasi dua digit‟. Inflasi yang ditandai

42
dengan naiknya harga-harga barang secara cepat dan relatif besar. Persentase

inflasi ini 33 berada di kisaran 20% sampai dengan 200% per tahun. Dalam situasi

seperti ini uang akan kehilangan nilainya dengan sangat cepat. Sebagai

konsekuensinya masyarakat akan lebih cenderung menyimpan kekayaannya

dalam bentuk aset riil dan hanya mau memegang sejumlah uang yang diperlukan

saja. Pasar uang menjadi tidak bergairah dan dana-dana umum dialokasikan

berdasarkan rasio ketimbang tingkat bunga.

3. Hyper inflation

Suatu keadaan inflasi yang ditandai dengan naiknya harga secara drastis

hingga mencapai empat digit. Tingkat inflasi ini berada di kisaran jutaan hingga

trilyunan persen per tahun masyarakat enggan menyimpang uang karena nilai

mata uang akan merosot tajam.

2.1.6.4 Dampak Inflasi

Berikut ini dampak inflasi terhadap individu maupun masyarakat:

1) Menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat: inflasi menyebabkan daya

beli masyarakat menjadi berkurang atau malah semakin rendah, apalagi

bagi orang-orang yang berpendapatan tetap, kenaikan upah tidak secepat

kenaikan harga-harga, maka inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap

individu yang berpendapatan tetap.

2) Memperburuk distribusi pendapatan bagi masyarakat dengan pendapatan

tetap akan mengalami kemerosotan nilai riil dari pendapatannya dan

pemilik kekayaan dalam bentuk uang akan mengalami penurunan juga.

43
Justru bagi pemilik kekayaan tetap seperti tanah atau bangunan mereka

dapat mempertahankan atau menambah nilai riil kekayaannya. Sehingga

inflasi akan membuat ketimpangan pendapatan antara kelompok

berpendapatan tetap dengan para pemilik kekayaan tetap (Susanto &

Pangesti, 2021: 273).

2.1.7 Hubungan antar Variabel

2.1.7.1 Hubungan Jumlah Penduduk Terhadap Pajak Daerah

Menurut (Susiatik, 2020: 36) penduduk adalah semua orang yang

berdomisili di wilayah geografis republik indonesia selama 6 bulan dan atau

mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap, baik

yang produktif atau tidak produktif. Adanya aktifitas penduduk dalam suatu

perekonomian akan berpengaruh terhadap pendapatan suatu daerah yang berupa

pajak, retribusi dan lain sebagainya. Sehingga apabila jumlah penduduk

meningkat maka pendapatan yang diterima juga akan meningkat karena penduduk

serta adanya jumlah penduduk yang produktif didalam perekonomian.

Dengan demikian dapat dikatakan merupakan subjek atau pengaruh

pergerak perekonomian dalam suatu daerah. Sehingga apabila jumlah penduduk

meningkat maka aktifitas perekonomian suatu daerah juga akan meningkat dan

hal tersebut tentunya akan berdampak positif pada penerimaan pajak daerah. Hal

tersebut sama halnya dengan penelitian (Kamila, 2016: 140) yang menyimpulkan

bahwa jumlah penduduk mempunyai pengaruh yang positif terhadap PAD dimana

44
pajak daeram merupakan sub – sektor PAD.

2.1.7.2 Hubungan PDRB Perkapita Terhadap Pajak Daerah

PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha dalam satu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang

dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi disuatu daerah. Apabila

aktifitas perekonomian meningkat maka hal ini juga akan berdampak pada

meningkatnya pendapatan masyarakat. Menurut (Yuliani, 2019: 44) semakin

meningkatnya pendapatan, jumlah kekayaan, dan besarnya pengeluaran konsumsi

seseorang maka semakin tinggi tingkat kemampuan orang ( wajib pajak ) dalam

membayar pajak. Seperti hal nya pada penelitian (Susila & Pradhani, 2022: 84)

menjelaskan bahwa setiap adanya peningkatan PDRB berpengaruh positif

terhadap pajak daerah.

2.1.7.3 Hubungan Inflasi Terhadap Pajak Daerah

Inflasi adalah suatu keadaan yang ditimbulkan oleh tidak adanya

keseimbangan antara permintaan akan barang-barang dan persediaannya, yaitu

permintaan melebihi persediaan dan semakin besar perbedaan itu semakin besar

bahaya yang ditimbulkan oleh inflasi bagi kesehatan ekonomi Hal ini

menyebabkan perputaran perekonomian. Mengarah kepada pendapatan

masyarakat yang tentunya meningkatkan kemampuan seseorang dalam membayar

45
pajak (Sembiring et al., 2021: 5). Seperti halnya penelitian Seperti hal nya

penelitian (Raysharie & Takari, 2023: 62) menjelaskan bahwa setiap adanya

penurunan inflasi berpengaruh positif terhadap pajak daerah.

2.2 Penelitian Terdahulu

Adapun literatur-literatur yang dapat menjadi referensi dalam penelitian ini

dapat dilihat di tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu

Penulis
No & Judul Kesimpulan
Tahun
1. (Adriani & Pengaruh pdrb dan 1.4 Produk Domestik Regional
Handayani, jumlah penduduk Bruto (PDRB) mempunyai
2008)Vol.8 terhadap pendapatan pengaruh positif dan siginifikan
No.2 asli daerah terhadap pendapatan asli daerah
Kabupaten Merangin. sedangkan jumlah penduduk
mempunyai hubungan negatif dan
pengaruhnya tidak signifikan secara
parsial terhadap PAD Kabupaten
Merangin selama periode
1991/2006. Tetapi secara bersama-
sama kedua variabel tersebut
pengaruhnya adalah signifikan.
2.4 PDRB dan jumlah penduduk
mempunyai hubungan yang sangat
kuat dengan PAD dan model yang
diestimasi adalah tepat.
2. (Digdaya Pengaruh jumlah Metode pengambilan sampel yang
& Darso, penduduk,pendapatan digunakan adalah metode cluster
2015), perkapita, inflasi, dan sampling. Teknik ini digunakan
Vol.4 No.1 produk domestik untuk menentukan sampel yang
regional bruto akan diteliti objek atau sumber data
terhadap penerimaan yang sangat luas. 105 sampel
pajak daerah (Studi diperoleh dari Badan Pusat Statistik
kasus (BPS) Provinsi Jawa Tengah.
Kabupaten/Kota Metode yang digunakan dalam
Propinsi Jawa penelitian ini adalah analisis regresi

46
Tengah Tahun 2011- berganda untuk mengetahui
2013). pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen. Teknik
analisis data dan pengujian hipotesis
dengan menggunakan softwere
SPSS versi 19. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa jumlah
penduduk yang negatif dan
signifikan terhadap penerimaan
pajak daerah, pendapatan per kapita
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penerimaan pajak daerah,
inflasi adalah positif dan
berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan pajak daerah, dan
Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap penerimaan
pajak daerah.
3. (Zahari, Pengaruh Pajak 1.4 Pajak daerah berpengaruh
2018), Daerah dan Retribusi signifikan terhadap belanja modal,
Vol.18 Daerah terhadap artinya penerimaan pajak daerah
No.3 Belanja Modal di meningkat akan dapat meningkatkan
Kota Jambi alokasi belanja modal.
2.4 Retribusi daerah tidak
pengaruh signifikan terhadap
belanja modal, artinya peningkatan
penerimaan retribusi daerah tidak
dapat meningkatkan alokasi belanja
modal.
4. (Nadhiroh, Pengaruh pendapatan Pengaruh pendapatan perkapita,
2018) perkapita, Produk produk domestik regional bruto,
domestik regional inflasi, dan belanja modal terhadap
bruto, inflasi,dan penerimaan pajak daerah. Penelitian
belanja modal ini dilakukan dengan menggunakan
terhadap penerimaan analisis regresi linier berganda
pajak daerah (Studi dengan jumlah sampel sebanyak 35,
kasus kabupaten dan dimana jumlah sampel tersebut
kota di provinsi Jawa berasal dari seluruh kabupaten dan
Tengah, 2016 kota di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2016. Berdasarkan analisis
data yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa nilai koefisien
determinasi sebesar 0,663 yang
artinya terdapat pengaruh
pendapatan perkapita, produk

47
domestik regional bruto, inflasi,dan
belanja modal terhadap penerimaan
pajak daerah sebesar 66,3% dan
sisanya 33,7% dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel lain diluar model.

5. (Putra & Pengaruh penduduk, 1.1.1.1 Penduduk berpengaruh


Anis, PDRB perkapita dan negatif
2021), hotel terhadap dan signifikan terhadap penerimaan
Vol.3 No.1 penerimaan pajak pajak daerah Kabupaten/Kota di
daerah Provinsi Sumatera Barat. Hal ini
Kabupaten/Kota berarti menunjukan peningkatan
Sumatra Barat. jumlah penduduk diikuti oleh
penurunan penerimaan pajak daerah
Kabupaten atau Kota di
Provinsi Sumatera Barat.
2.1.1.1 PDRB Perkapita
berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
penerimaan pajak daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat. Hal ini berarti akan
menunjukan bahwa peningkatan
PDRB Perkapita diiringi juga oleh
peningkatan penerimaan pajak
daerah Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat.
3.1.1.1 Jumlah hotel
berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
penerimaan pajak daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat. Hal ini berarti
jumlah hotel diikuti oleh
penerimaan pajak daerah
Kabupaten/Kota di Provinsi
Sumatera Barat.
4.1.1.1 Jumlah Penduduk,
PDRB
Perkapita, dan jumlah hotel secara
bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan
pajak daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat. Dengan ini
maka dapat diartikan bahwa,
Apabila terjadi perubahan yang

48
positif kesemua variabel
independent tersebut maka maka
akan mempengaruhi penerimaan
pajak daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat.

Beberapa penelitian terdahulu yang sudah dicantumkan diatas, hal yang

membedakan penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis buat adalah

sebagai berikut:

Dalam penelitian ini menggunakan 3 Variabel X dan data Skunder, sebagai

berikut:

a. Jumlah penduduk menggunakan data jiwa penduduk Kota Jambi 15

Tahun.

b. PDRB Perkapita menggunakan data perkapita Kota Jambi 15 tahun.

c. Inflasi menggunakan data inflasi Kota Jambi 15 tahun.

d. Pajak daerah menggunakan data penerimaan pajak Kota Jambi 15 tahun.

Dan peneliti disini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif

dengan metode analisis regresi linear berganda, periode tahun 2008 – 2022 di

Kota Jambi. Berikut perbedaan dengan penelitian terdahulu:

1. Penelitian Adriani & Handayani, 2008

Perbedaan terletak pada variabel yang hanya menggunakan 2 variabel X

yaitu jumlah penduduk dan inflasi, dengan periode tahun 2008 – 2018 di

Kabupaten Merangin.

2. Penelitian Digdaya & Darso, 2015

49
Perbedaan terletak pada variabel yang hanya menggunakan 4 variabel X

yaitu pajak daerah, wajib pajak, pendapatan perkapita, inflasi dengan

periode tahun 2011 – 2013 di Provinsi Jawa Tengah.

3. Penelitian Zahari, 2018

Perbedaan terletak pada variabel yang hanya menggunakan 2 variabel X

yaitu pajak daerah dan retribusi daerah terhadap belanja modal di Kota

Jambi.

4. Penelitian Nadhiroh, 2018

Perbedaan terletak pada variabel yang hanya menggunakan 3 variabel X

yaitu kesadaran wajib pajak, pemahaman terhadap peraturan perpajakan,

inflasi, dengan periode tahun 2016 di Kota Jawa Tengah.

5. Penelitian Putra & Anis, 2021

Perbedaan terletak pada penelitian ini menggunakan data panel dan terletak

di Provinsi Sumatera barat.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas (Jumlah penduduk, PDRB

Perkapita dan Inflasi) yang mempengaruhi Pajak Daerah, dimana mencari

pengaruh secara parsial ataupun simultan pada variabel Jumlah penduduk, PDRB

Perkapita dan Inflasi untuk mengetahui berapa besar pengaruh terhadap variabel

Pajak Daerah, Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta

untuk memperjelas alur pemikiran dalam penelitian ini (Saputro: 2018: 2).

50
Jumlah Penduduk
(X1)

PDRB Pajak Daerah


(X2) (Y)

Inflasi
(X3)

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran


Keterangan:

Simultan =

Parsial =

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan dugaan awal yang masih bersifat sementara yang akan

dibuktikan kebenarannya setelah data diperoleh. Dalam penelitian ini hipotesis

yang diajukan untuk menjawab tujuan penelitian yang dinyatakan bahwa semua

variabel berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Jambi yang

kemudian dapat dikemukakan sebagai berikut:

51
a. Jumlah penduduk, PDRB dan Inflasi secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap pajak daerah di Kota Jambi.

b. Jumlah penduduk, PDRB dan Inflasi secara parsial berpengaruh

signifikan terhadap pajak daerah di Kota Jambi.

2.5 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan


data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu metode kuantitatif, metode yang berdasarkan pada
filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample tertentu,
pengumpulan data menggunakan analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah telah ditetapkan (Priadana & Sunarsi,
2021: 207).

2.5.1 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan masalah yang di teliti yang menjadi objek

penelitian ini adalah jumlah penduduk, PDRB perkapita dan inflasi sebagai

variable bebas atau independent variable (X). Kemudian variable terkait atau

dependent variabel (Y) Penerimaan Pajak di Kota Jambi.

2.5.2 Jenis Dan Sumber Data

a) Jenis Data

52
Data merupakan ukuran suatu nilai. Data yang telah diproses disebut

sebagai informasi. Beberapa syarat data yang baik antara lain: data harus akurat,

data harus relevan, dan data harus up to date (Sudirman et al., 2020). Pembagian

data menurut cara memperolehnya terdiri dari:

a. Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti secara

langsung dari sumber pertamanya.

b. Data sekunder adalah data dokumentasi, data yang diterbitkan atau data

yang digunakan oleh organisasi.

Pada penelitian ini menggunakan data sekunder, data sekunder merupakan

data yang di kumpulkan oleh orang lain atau lembaga tertentu. Yang penelitian di

peroleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (di peroleh atau

dicatat oleh pihak lain). Data sekunder itu berupa bukti, catatan atau laporan

historis yang telah tersusun dalam arsip atau data documenter (Rohman et al.,

2021: 38) .

b) Sumber data

Sumber data yang di gunakan dalam penelitian ini di peroleh dari website

resmi sakemas BPS provinsi Jambi dan BPPRD Kota Jambi.

2.5.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan teknik cara yang dilakukan untuk

mengumpulkan data. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan metode Library research. Adapun Metode Library research

dengan cara mengumpulkan data seperti literatur, jurnal, artikel, internet atau

53
buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan jumlah penduduk, PDRB dan

inflasi.

2.6 Metode Analisis

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

kuantitatif. Menurut (Balaka, 2022: 11) penelitian kuantitatif merupakan jenis

penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai dengan

menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi

(pengukuran). Dalam pendekatan kuantitatif hakekat hubungan diantara variabel-

variabel dianalisis dengan menggunakan teori yang obyektif.

2.6.1 Alat Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah analisis regresi

linear berganda dengan menggunakan data sekunder.

1) Uji Asumsi Klasik

Pengujian model terhadap asumsi klasik diberlakukan pada persamaan

struktural yang meliputi Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Autokorelasi

dan Uji Heterokedasitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi

variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal, Seperti diketahui

uji t dan uji F mengansumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak

54
yaitu dengan analisis grafik dan statistik. Dalam hal ini peneliti menggunakan

analisis grafik normal plot dan uji kolmogorov-smirnov.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dimaksud untuk mengetahui ada atau tidaknya

hubungan (korelasi) yang signifikan antar variable bebas. Jika terdapat hubungan

yang cukup tinggi (signifikan), berarti ada aspek yang sama diukur pada variable

bebas. Hal ini tidak layak digunakan untuk menentukan kontribusi secara

bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat. Deteksi Multikolinearitas

dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factor atau VIF lebih besar dari 10,

maka terjadi multikolinearitas, jika nilai VIF lebih kecil dari 10 maka tidak terjadi

multikolinearitas (Hilmi et al., 2022 : 25).

c. Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antar

kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t

sebelumnya pada model regresi yang dipergunakan. Jika terjadi korelasi, maka

dinamakan ada problem autokorelasi. Dalam model regresi yang baik adalah tidak

terjadi autokorelasi. Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan

Uji Durbin Watson (Uji DW) dengan ketentuan yang dapat dilihat di tabel 2.2 :

Tabel 2. 2 Uji Durbin Watson

d < dL Terdapat autokorelasi positif


d > dU Tidak ada autokorelasi positif atau
Negatif
dL ≤ d ≤ dU Daerah keraguan
d > 4 – dL Terdapat autokorelasi positif
d < 4 – dU Tidak ada autokorelasi positif atau
Negatif

55
4 – dL ≤ d ≤4 – dU Daerah keraguan

d. Uji Heterokedasitas

Uji heterokedasitas bertujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan

varian antara residual satu pengamatan dalam model regresi. Dasar untuk

menganalisis varian tidak seragam adalah bahwa jika ada pola tertentu, seperti

membentuk pola itu menunjukkaan bahwa telah terjadi varian nonseragam.

Dengan tidak adanya pola yang jelas atau menyebar titik-titik terdistribusi di atas

dan di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak ada varian yang seragam.

2) Regresi Linear Berganda

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan

seberapa besar pengaruhnya maka digunakan persamaan regresi linear berganda,

menggunakan rumus seperti yang dikutip dari (Kolompoy et al., 2022: 35) sebagai

berikut :

Y = β0 + Log β1 X1 + Log β2 X2 +Log β3 X3 + e

Keterangan:

Y = Penerimaan Pajak

X1 = Jumlah Penduduk

X2 = PDRB Perkapita

X3 = Inflasi

β0 = Konstanta

β1 = Koefisien Regresi Jumlah Penduduk

β2 = Koefisien Regresi PDRB Perkapita

56
β3 = Koefisien Regresi Inflasi

e = Error

3) Uji Koefisien Determinasi (Uji R²)

Koefisien Determinasi (Uji R²) digunakan untuk menunjukkan seberapa

besar presentase variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen

dengan baik. Pada intinya untuk mengukur seberapa jauh kemampuan suatu

model dalam menerangkan variasi dependen. Nilai Koefisien Determinasi adalah

nol dan satu, untuk mengetahui nilai dari koefesien determinasi tersebut

menggunakan rumus :
2
KD
KD ==RR
2 x 100%
x 100%

Keterangan :

KD = Koefisien Determinasi

R2 = Koefisien Korelasi

4) Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis merupakan prosedur yang berisi sekumpulan aturan yang

menuju kepada suatu keputusan apakah akan menerima atau menolak hipotesis

mengenai parameter yang telah dirumuskan sebelumnya. Hipotesis yang

dirumuskan adalah hipotesis nol (null hypothesis) dan hipotesisal ternatif

(alternative hypothesis). Hipotesis nol adalah hipotesis yang menyatakan tidak

adanya perbedaan atau tidak adanya korelasi (hubungan). Sebaliknya, hipotesis

alternatif adalah hipotesis yang menyatakan adanya perbedaan atau adanya

korelasi. Hipotesis nol dilambangkan dengan H0. Hipotesis alternatif

57
dilambangkan dengan HA. Penolakan hipotesis nol mengakibatkan penerimaan

hipotesis alternatif, dan sebaliknya penerimaan hipotesis nol mengakibatkan

penolakan hipotesis alternatif. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan Uji f dan Uji t, bertujuan untuk menguji signifikansi pengaruh

variabel bebas (Jumlah penduduk, PDRB perkapita dan Inflasi) terhadap variabel

terikat (Penerimaan Pajak Daerah) (Yam & Taufik, 2021: 99) .

a. Uji F

Uji F (simultan) digunakan untuk melihat dan menguji signifikansi

pengaruh variabel bebas secara simultan (serentak) terhadap variabel terikat.

Dalam penelitian uji F digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh simultan

variabel X1, X2, dan X3 terhadap variabel Y. Rumus menghitung f tabel = (n – k

– 1).

Ho = Tidak terdapatnya pengaruh jumlah penduduk, PDRB, inflasi secara

simultan dan signifikan terhadap pajak daerah.

Ha = Terdapatnya pengaruh jumlah penduduk, PDRB, inflasi secara simultan dan

signifikan terhadap pajak daerah.

Dasar dari pengambilan keputusan yaitu sebagai berikut:

a. Apabila F hitung < F tabel, maka dapat diartikan variabel independen secara

simultan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen/terikat.

b. Apabila F hitung > F tabel, maka dapat diartikan variabel independen secara

simultan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

58
b. Uji t

Uji t (parsial) bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh parsial

(sendiri) yang diberikan variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).

Berdasarkan pembahasan tersebut, hipotesis yang dapat dibangun adalah:

a) Hipotesis 1

Ho = Jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah.

Ha = Jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah.

b) Hipotesis 2

Ho = PDRB tidak berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah.

Ha = PDRB berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah.

c) Hipotesis 3

Ho = Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah.

Ha = Inflasi berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah.

Dasar pengambilan keputusan yaitu sebagai berikut:

a. Apabila t hitung < t tabel maka dapat diartikan variabel independen tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

b. Apabila t hitung > t tabel maka dapat diartikan variabel independen

bepengaruh signifikan terhadap variabel dependent.

2.7 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang diberikan kepada variabel

penelitian dengan memberikan arti atau menspeifikasikan kegiatan dengan

memberikan operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut

59
(Sugeng, 2022: 194). Definisi operasional masing-masing variabel dapat dilihat

pada tabel 2.3.

Tabel 2. 3 Definisi Operasional Variabel

Variabel Nama Definisi Operasional Satuan


Variabel
Jumlah penduduk faktor penting dalam
Jumlah
X1 pajak daerah yang akan berdampak Jiwa
Penduduk
pada penerimaan pajak daerah.
PDRB semakin tinggi pendapatan
Milyar
X2 PDRB perkapita akan semakin besar
Rupiah
penerimaan pajak daerah di kota jambi
Sebagai suatu keadaan di mana terjadi
kenaikan tingkat harga umum baik
X3 Inflasi Persen
barang-barang jasa maupun faktor
produksi
Penerimaan pajak daerah menjadi
Pajak
Y kontribusi dalam pendapatan asli Juta
daerah
daerah

60
BAB III
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

3.1 Letak Geografis Kota Jambi

Kota Jambi merupakan ibu kota dari Provinsi Jambi yang masuk dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kota Jambi di belah oleh Sungai

Batanghari, yang merupakan Sungai terpanjang di Pulau Sumatera. Tak heran

apabila Jembatan Gentala Arasy yang membentang di atas Sungai Batanghari

menjadi salah satu ikon dari Kota Jambi. Letak Kota Jambi berada di antara

01º30’2,98”- 01º7’1,07” Lintang Selatan dan 103º40’1,67”- 103º40’0,23” Bujur

Timur.

Hal ini membuat letak Kota Jambi berada di bawah atau Selatan dari garis

khatulistiwa, sementara menurut letak geografisnya Kota Jambi adalah enclave

dari Kabupaten Muaro Jambi. Kota Jambi memiliki luas sekitar 205,38kilometer

persegi. Jika ditinjau dari sisi topografi Kota Jambi, wilayah ini cenderung datar

dengan ketinggian 0-60meter dari permukaan laut. Berdasarkan kecamatan,

Sebagian besar wilayah kecamatan pasar Jambi, Pelayangan, dan Danau teluk

berada pada ketinggian 0-10meter dari permukaan laut, sedangkan wilayah

kecamatan Telanaipura, Jambi Selatan, Jambi Timur, dan Kota Baru Sebagian

61
besar berada pada ketinggian 10-40meter dari permukaan laut. Wilayah Kota

Jambi dikelilingi oleh Kabupaten Muaro Jambi dengan rincian sebagai berikut:

- Utara : Maro Sebo dan Taman Rajo

- Selatan : Mestong dan Sungai Gelam

- Timur : Kumpeh Ulu dan Sungai Gelam

- Barat : Jambi Luar Kota

Tidak jauh berbeda dengan kota-kota yang berada di wilayah Indonesia

lainnya, khususnya Sumatra. Suhu atau iklim di Kota Jambi bertipe tropis.

Dengan perkiraan suhu sekitar 22 derajat celcius sampai 32 derajat

celcius. Musim panas di kota jambi biasanya berlangsung dari bulan April sampai

bulan September, sedangkan musim penghujan biasa jatuh pada bulan Oktober

sampai dengan Maret. Berikut peta wilayah Kota Jambi:

Gambar 3. 1 Peta Wilayah Kota Jambi

62
Kota Jambi memiliki luas sekitar lebih kurang 205,38 km persegi, Kota Jambi

menampung sekitar 611,353 jiwa pada sensus 2020 silam. Kecamatan dengan luas

wilayah terbesar adalah Kecamatan Alam Barajo dengan luas wilayah (41,56 km

persegi) sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan

Pasar Jambi yang hanya memiliki luas sekitar (4,02 km persegi) dengan

persentase 1,96 persen dari luas wilayah Kota Jambi.

Posisi kota Jambi yang strategis ini sudah barang tentu akan menjadikan kota

Jambi berada dijalur lintas perdagangan dan industri, baik pada skala maupun

lintas. Topografi wilayah kota Jambi terdiri dari bagian besar datar (0-2%),

bergelombang (2-15%) dan sedikit curam (15-40%).

3.2 Demografi

c.2.1 Penduduk

penduduk merupakan semua orang yang bertempat atau berdomisili disuatu

wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih, atau mereka

yang berdomisili kurang dari 6 bulan akan tetapi bertujuan untuk menetap disuatu

wilayah Indonesia tersebut. Masyarakat Jambi merupakan masyarakat heterogen

yang terdiri dari masyarakat asli Jambi dan juga pendatang.

Penduduk asli provinsi Jambi termasuk Suku Melayu Jambi, Batin,

Penghulu, Pindah, Kerinci dan Suku Anak Dalam. Suku Batin dan Penghulu

kebudayaannya berunsur Melayu dan beberapa mengalami perpaduan dengan

budaya Minangkabau, banyak bermukim di Kabupaten Bungo, Merangin, Tebo,

63
dan Sarolangun. Sedangkan Suku Pindah, kebudayaannya perpaduan Melayu dan

budaya Palembang yang bermukim dibeberapa kecamatan di Kabupaten

Batanghari dan Sarolangun. Sementara Suku Kerinci berada di daerah Kabupaten

Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Adat istiadat dan budaya Suku Kerinci masih

serumpun atau dekat dengan Minangkabau yang juga menganut sistem

matrilineal.

Dengan kondisi keternagakerjaan yang sebagian besar masyarakat di Jambi

ini sangat tergantung pada hasil pertanian, perkebunan sehingga menjadikan

upaya pemerintah daerah maupun pusat untuk mensejahterakan masyarakat adalah

melalui pengembangan sektor pertanian.

Perkembangan penduduk kota jambi selama lima tahun terakhir terus

mengalami peningkatan dari 591,134 jiwa pada tahun 2017 meningkat menjadi

619,553 jiwa pada tahun 2022. Selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:

Tabel 3. 1 Jumlah Penduduk (jiwa) Kota Jambi

Penduduk 2017 2018 2019 2020 2021 2022


Laki-laki 297.03 300.566 303.818 307.060 231.962 311.616
6
Perempuan 294.09 297.537 300.918 304.293 380.654 307.937
8
Jumlah 591,13 598,103 604,736 611,353 612,616 619,553
4
Sumber: Jambi Dalam Angka (berbagai tahun)

Semakin meningkatnya jumlah kota jambi berimplikasi pada padatnya wilayah

yang ada dijambi, kepadatan per KM2 menurut kecamatan pada tahun 2021,

sebagai berikut:

64
1. Kecematan Kota Baru = 81.525 jiwa/km2

2. Kecamatan Alam Barajo = 110.377 jiwa/km2

3. Kecamatan Jambi Selatan = 57.194 jiwa/km2

4. Kecamatan Paal Merah = 106.895 jiwa/km2

5. Kecamatan Jelutung = 59.602 jiwa/km2

6. Kecamatan Pasar Jambi = 11.182 jiwa/km2

7. Kecamatan Telanaipura = 49.456 jiwa/km2

8. Kecamatan Danau Sipin = 43.561 jiwa/km2

9. Kecamatan Danau Teluk = 12.907 jiwa/km2

10. Kecamatan Pelayangan = 12.994 jiwa/km2

11. Kecamatan Jambi Timur = 66.469 jiwa/km2

Peningkatan diatas juga berbanding lurus dengan hasil proyeksi jumlah

penduduk ko Kota Jambi dimana berdasarkan hasil proyeksi dari tahun 2017-2022

terjadi peningkatan jumlah penduduk yang cukup signifikan. Jumlah penduduk

pada tahun 2017 sebanyak 591.134 jiwa, pada tahun 2018 sebanyak 598.103 jiwa,

kemudian meningkat pada tahun 2019 menjadi 604.736 jiwa, tahun 2020

sebanyak 611.353 jiwa, dan tahun 2021 sebanyak 612.162 jiwa, kemudian pada

tahun 2022 meningkat menjadi 619.553 jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk diatas dapat dapat di asumsikan akan

berimplikasi positif bagi meningkatnya investasi atau penanaman modal di kota

Jambi, sebab semakin besar jumlah penduduk maka semakin banyak kebutuhan-

kebutuhan dasar masyarakat kota jambi yang harus terpenuhi. Pertumbuhan

penduduk tersebut juga akan mencerminkan lahirnya penduduk usia produktif

65
yang cukup besar bahkan jumlah penduduk yang semakin meningkat akan

semakin memperbanyak inovasi-inovasi penduduk dalam berbagai sektor

pekerjaan, sebab penduduk dipaksa untuk memenuhi kebutuhannya di tengah

pertumbuhan penduduk yang semakin erat. Ini merupakan peluang yang

memberikan bagi hadirnya peningkatan penanaman modal di kota jambi.

Penanaman modal yang tinggi akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang

menjanjikan dan hal ini akan selaras dengan semakin meningkatnya tingkat

kesejahteraan masyarakat.

c.3 Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi merupakan sistem ekonomi yang sedang berlangsung di

tengah masyarakat, yang menjelaskan kondisi ekonomi masyarakat dari sisi

menghasilkan produksi. Struktur ekonomi yang terbentuk dari nilai tambah yang

diciptakan oleh setiap lapangan usaha menggambarkan seberapa besar

ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari setiap

lapangan usaha. Besarnya peranan berbagai lapangan usaha ekonomi dalam

memproduksi barang dan jasa sangat menentukan struktur ekonomi suatu daerah.

Selama lima tahun terakhir (2016-2020) struktur perekonomian Kota Jambi

didominasi oleh 5 (lima) kategori lapangan usaha, diantaranya: Perdagangan

Besar dan Eceran, Reparasi Mobil (31,85 persen), Industri Pengolahan (10,72

persen), Konstruksi (9,38 persen), Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib (9,04 persen), Transportasi dan Pergudangan (8,68 persen)

pada tahun 2020.

66
Hal ini dapat dilihat dari peranan masing-masing lapangan usaha terhadap

pembentukan PDRB Kota Jambi. Peranan terbesar dalam pembentukan PDRB

Kota Jambi pada tahun 2020 dihasilkan oleh lapangan usaha Perdagangan Besar

dan Eceran, Reparasi Mobil, yaitu mencapai 31,85 persen (mengalami kenaikan

dibandingan tahun 2019 yaitu sebesar 31,17 persen). Selanjutnya lapangan usaha

Industri Pengolahan sebesar 10,72 persen (mengalami kenaikan dibandingkan

tahun 2019 yaitu sebesar 9,97 persen), disusul oleh lapangan usaha Konstruksi

sebesar 9,38 persen (meningkat dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 9,15

persen).

Berikutnya lapangan usaha Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan

Jaminan Sosial Wajib sebesar 9,04 persen (mengalami kenaikan sebesar 8,59

persen di tahun 2019) dan lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar

8,68 persen (mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2019 yaitu

sebesar 12,03 persen). Kelima lapangan usaha tersebut mengalami peranan yang

berfluktuasi. Berbeda dengan tahun sebelumnya (2019), pada tahun 2020 untuk

sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Industri

Pengolahan; Konstruksi dan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib cenderung meningkat. Sedangkan Lapangan usaha Industri

Transportasi dan Pergudangan juga mengalami fluktuasi tapi dengan

kecenderungan menurun pada tahun 2020.

PDRB merupakan jumlah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang

dihasilkan dari semua kegiatan perekonomian diseluruh wilayah dalam periode

tahun-tahun tertentu yang pada umumnya dalam waktu satu tahun. Penyusunan

67
PDRB dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi,

pengeluaran, dan pendapatan yang disajikan atas dasar harga berlaku dan harga

konstan. PDRB mempunyai pengaruh terhadap struktur ekonomi dikarenakan

PDRB merupakan ekspansi dari kapasitas untuk memproduksi barang dan jasa

dari suatu perekonomian atau ekspansi dari kemungkinan memproduksi

(production possibilities) suatu perekonomian. Berikut tabel 3.3 PDRB (ADHK)

Menurut lapangan usaha kota jambi 2020-2022:

Tabel 3. 2 PDRB (ADHK) Menurut Lapangan Usaha Kota Jambi (Miliar


Rupiah) 2020-2022
Lapangan Usaha PDRB (ADHK) Menurut Lapangan Usaha Kota Jambi
2020 2021 2022
Pertanian, 189,62 166,65 168,89
kehutanan, dan
perikanan
Pertambangan dan 441,94 453,18 452,49
penggalian
Industri pengelohan 2.224,21 2.263,40 2.343,69
Pengadaan listrik 36,86 39,24 43,32
dan gas
Pengadaan air, 45,05 47,28 49,29
pengelolaan sampah,
limbah, dan daur
ulang
Kontruksi 1.921,53 2.018,40 1.999,56
Perdagangan besar 5.102,40 5.454,19 5.751,44
dan eceran, reparasi
mobil dan sepeda
motor
Transportasi dan 1.965,95 1.986,01 2.319,64
pergudangan
Penyediaan 444,85 458,85 565,96
akomodasi dan
makan minum

68
Informasi dan 1.130,82 1.175,88 1.282,19
komunikasi
Jasa keuangan dan 1.213,55 1.270,63 1.260,13
asuransi
Real estate activities 508,42 524,67 547,62
Jasa perusahaan 512,41 519,99 619,41
Administrasi 1.306,86 1.322,91 1.315,30
pemerintahan,
pertahanan, dan
jaminan sosial wajib
Jasa pendidikan 955,42 956,96 984,99
Jasa Kesehatan dan 571,30 675,03 659,87
kegiatan sosial
Jasa lainnya 149,94 151,21 166,12
Produk domestic 18.721,13 19.484,47 20.529,73
regional bruto
Sumber : Badan Pusat Statistik

3.4 Inflasi

3.4.1 Indeks Harga Konsumen

Indeks harga konsumen (IHK) merupakan salah satu hal yang paling banyak

digunakan secara luas di dunia untuk mengukur inflasi. Indeks ini akan mengukur

perubahan-perubahan harga dalam kisaran barang-barang dan jasa pelanggan yang

dibeli untuk konsumsi akhir. Biasanya suatu negara menggunakan IHK untuk

mengukur tingkat inflasi yang terjadi, selain itu dapat menjadi pertimbangan

dalam menyesuaikan gaji, upah, dana pensiun, dan kontrak lainnya. Ekonomi

akan menggunakan indeks harga konsumen untuk dapat memprediksi nilai IHK di

masa depan. Indeks harga konsumen adalah harga rata-rata bahan mentah yang

diperlukan oleh pihak konsumen dalam pembuatan produknya. Indeks harga

konsumen terbanyak di tahun 2022 sebanyak 14.305,62 dan terkecil di tahun 2021

yaitu 194,25.

69
Inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus

menerus dalam jangka waktu tertentu. Ada banyak faktor penyebab inflasi salah

satunya adanya peningkatan biaya produksi, bertambahnya uang yang beredar di

masyarakat dan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran. fenomena

ekonomi ini tentunya sangat ditakuti oleh semua negara. Pembicaraan mengenai

inflasi mulai sangat popular di Indonesia ketika laju inflasi demikian tingginya

yang tentu berdampak kepada minat beli dan pendapatan barang dan jasa

masyarakat yang berpengaruh kepada kemiskinan masyarakat di suatu daerah,

khususnya yang terjadi di setiap provinsi yang ada di Indonesia. Berikut tabel 3.4

indeks harga konsumen 3 tahun terakhir di Kota Jambi tahun 2020 -2022

Tabel 3. 3 Indeks Harga Konsumen Kota Jambi 2020-2022

Kelompok Pengeluran Indeks Harga Konsumen Kota Jambi


2020 2021 2022
Umum 1.251,9 19,27 1.352,98
Transportasi 1.242,82 10,42 1.259,09
Rekreasi, olahraga, 1.547,91 4,58 1.457,82
dan budaya
Perumahan, air, 1.249,84 11,44 1.315,17
listrik, dan bahan
bakar rumah tangga
Perlengkapan, 1.279,11 24,43 1.360,1
peralatan dan
pemeliharaan rurin
rumah tangga
Perawatan pribadi dan 1.320,77 34,89 1.418,52
jasa lainnya
Penyediaan makanan 1.250,16 1,86 1.303,86
dan minuman/restoran
Pendidikan 1.256,38 1,24 1.260,01
Pakaian dan alas kaki 1.151,18 20,79 1.270,31
Makanan, minuman 1.228,49 35,82 1.412,79
dan tembakau
Kesehatan 1.437,31 16,53 1.231,96
Informasi, komunikasi 1.008,21 12,98 1.009,44
dan jasa keuangan

70
Sumber: Badan pusat statistik, 2022

c. Pajak Daerah

3.5.1 Pendapata Asli Daerah

Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan Pendapatan asli

daerah (PAD) merupakan segenap pemasukan atau penerimaan yang masuk ke

dalam kas daerah, diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri,

dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan dipergunakan untuk keperluan daerah. Pendapatan asli daerah

adalah pendapatan daerah yang diperoleh dari pembayaran pajak dan retribusi

masyarakat daerah itu sendiri. Oleh karena itu, PAD harus dimanfaatkan untuk

kepentingan masyarakat dengan sebaik mungkin. Pendapatan asli daerah bersama

dengan jenis pendapatan daerah lainnya seperti, hibah, dana perimbangan dan

bahkan dana keistimewaan (untuk provinsi-provinsi tertentu) harus dijadikan

pertimbangan utama dalam menyusun APBD (Anggaran Pengeluaran Belanja

Daerah). Anggaran yang disusun dalam APBD inilah yang memperlihatkan

bagaimana penyaluran pendapatan asli daerah kepada masyarakat.

Pajak atau kontribusi wajib yang diberikan oleh penduduk suatu daerah

kepada pemerintah daerah ini akan digunakan untuk kepentingan pemerintahan

71
dan kepentingan umum suatu daerah. Contohnya seperti pembangunan jalan,

jembatan, pembukaan lapangan kerja baru, dan kepentingan pembangunan serta

pemerintahan lainnya.

Dalam upaya meningkatkan perekonomian daerah dituntut untuk

menggerakkan perekonomian daerahnya masing-masing agar dapat terus tumbuh

dari tahun ke tahun. Kebutuhan Masyarakat akan pelayanan publik yang semakin

meningkat sehingga mendorong pemerintah untuk menaikkan belanja pemerintah.

Peningkatan belanja pemerintah daerah ini tentunya ditunjang oleh peningkatan

pendapatan. Dalam upaya meningkatkan pendapatan daerahnya, pemerintah

kabupaten/kota memperoleh dana dari sumber-sumber yang dikategorikan sebagai

pendapatan asli daerah (PAD). Berikut ini realisasi penerimaan PAD pemerintah

Kabupaten/kota di provinsi Jambi yang ditujukan pada tabel 3.5.

Tabel 3. 4 Realisasi penerimaan PAD pemerintah Kabupaten/kota di


Provinsi Jambi Tahun 2020 (Juta Rupiah)
Jenis penerimaan
Hasil Lain-
pengelolaan lain
No Kabupaten/kota Pajak Retribusi kekayaan PAD Jumlah
daerah Daerah daerah yang
yang sah
dipisahkan
1 Kab. Kerinci 13.854 2.815 8.779 60.455 85.904
2 Kab. Merangin 24.179 6.217 5.756 70.010 106.161
3 Kab. 17.361 2.912 8.296 66.053 94.621
Sarolangun
4 Kab. 21.649 7.880 10.477 51.562 91.567
Batanghari
5 Kab. Muaro 50.585 12.666 5.834 24.709 93.795

72
Jambi
6 Kab. Tanjung 16.648 1.586 6.644 29.041 53.919
Jabung Timur
7 Kab.Tanjung 35.428 2.407 10.948 71.437 120.220
Jabung Barat
8 Kab. Tebo 26.218 3.266 6.681 47.071 83.230
9 Kab. Bungo 38.887 4.396 6.031 91.014 140.327
10 Kota Jambi 255.91 38.541 9.783 89.191 393.430
5
11 Kota Sungai 7.653 38.541 11.199 13.221 34.901
Penuh
Jumlah 508.37 85.514 90.429 613.764 1.298.082
5
Sumber : Badan Pemgelola Pajak dan Retribusi Daerah, 2022

Berdasarkan tabel diatas menunjukan bahwa penerimaan PAD disetiap

Kabupaten/kota di Provinsi Jambi pada tahun 2019 mengalami penerimaan yang

berbeda-beda. Kabupaten/kota yang menerima PAD tertinggi terletak pada kota

Jambi yaitu sebesar Rp.393.430 juta, dan daerah yang menerima PAD terendah

terletak pada Kota Sungai Penuh sebesar Rp.34.901 juta.

Berdasarkan jenis penerimaan pajak daerah Kabupaten/Kota yang menerima

pendapatan tertinggi pada tahun 2019 yaitu terletak pada kota Jambi sebesar

Rp.255.915 juta, dan kabupaten yang menerima pendapatan terendah pada tahun

2019 yaitu terletak pada kabupaten Tanjung Jabung Timur sebesar RP.1.586 juta.

73
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Untuk mengetahui jumlah penduduk, PDRB dan inflasi secara parsial dan

simultan terhadap pajak daerah Kota Jambi, data harus memenuhi standar asumsi

klasik terlebih dahulu.

4.1.1 Uji Asumsi Klasik

Di dalam penelitian ini dilakukan persaamaan regreasi linear berganda, data-

74
data yang ada dipenelitian ini diharuskan lolos uji asumsi klasik yang

menandakan data tersebut sudah layak untuk di uji. Berikut hasil hasil uji asumsi

klasik yang telah dilakukan.

4.1.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji One Sample

Kolmogorow-Smirnov Test dengan Software SPSS dengan memperhatikan nilai

signifikasinya. Berikut tabel hasil uji normalitas:

Tabel 4. 1 Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Unstandardized
Residual
N 15
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation .10714268
Most Extreme Differences Absolute .195
Positive .123
Negative -.195
Test Statistic .195
Asymp. Sig. (2-tailed) .130c
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

75
Sumber: Data diolah peneliti (SPSS)

Berdasarkan uji normalitas yang telah dilakukan, hasil yang di peroleh nilai

asymptotic significant residual sebesar 0.130 > 0,05 dan menyimpulkan data

sampel yang telah dipakai ini terdistribusi normal. Selain dari itu, hasil uji

normalitas juga dapat ditentukan dengan mempertimbangkan hasil grafik

probability plot. Dapat dilihat pada gambar 4.1

76
Gambar 4. 1 Grafik Probability

Sumber: Data Diolah peneliti (SPSS)

Grafik probability plot tersebut menunjukan titik-titik menyebar di sekitar


garis diagonal dan mengikuti arah garis tersebut, dari hasil itu bisa dikatakan
berdasarkan teori yang ditetapkan bahwa penelitian ini data yang dipakai
merupakan data berdistribusi normal.

4.1.1.2 Uji Multikolinearitas

Untuk mendapatkan regresi yang baik maka data harus bebas dari

multikolineritas atau tidak boleh terjadi multikolineritas untuk mendeteksi adanya

multikolinearitas dengan syarat:

Jika Nilai VIF < 10 : tidak terjadi multikolinearitas

Jika Nilai VIF > 10 : terjadi multikolinearitas

Dalam hal ini, cara yang paling cermat untuk menentukan terdapat atau tidak

77
terdapatnya hubungan multikolinearitas yakni bisa dilihat dari nilai tolerance dan

nilai VIF pada tabel 4.2 uji multikolinearitas.

Tabel 4. 2 Hasil Uji Multikolinearitas


Coefficientsa
Standard
ized
Unstandardized Coeffici Collinearity
Coefficients ents Statistics
Std. Toler
Model B Error Beta t Sig. ance VIF
1 (Const -8.272 1.831 -4.518 .001
ant)
x1 3.883 1.585 .594 2.449 .032 .136 7.344
x2 .903 .580 .352 1.557 .148 .157 6.385
x3 -.070 .121 -.062 -.580 .573 .712 1.405
a. Dependent Variable: y
Sumber: Data Diolah Peneliti (SPSS)

Berdasarkan Tabel Hasil Uji Multikolinearitas di atas dapat diketahui

bahwa nilai Tolerance dari Variabel Independen X1 Jumlah penduduk produktif

sebesar 0,136, X2 PDRB sebesar 0,157, X3 Inflasi sebesar 0,712 menunjukan

nilai Tolerance diatas 0,1 dan nilai VIF dari Variabel Independen Jumlah

Penduduk Produktif sebesar 7,344 maka tidak terjadi multikolinearitas, PDRB

sebesar 6,385 maka dikatakan tidak terjadi multikolinearitas, dan Inflasi sebesar

1,405 menunjukan nilai VIF dibawah 10 maka dapat dikatakan bahwa tidak ada

multikolinearitas.

4.1.1.3 Uji Autokorelasi

Penelitian ini menggunakan uji Durbin Watson. Untuk membuktikan tidak

adanya autokorelasi maka dasar pengambilan keputusan dilakukan bisa dari

78
melihat besaran D-W (Durbin Watson) dengan ketentuan kriteria penarikan

kesimpulan dengan taraf signifikan 5% berikut hasil uji autokorelasi :

Tabel 4. 3 Hasil Uji Autokorelasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R R Square Square the Estimate Watson
a
1 .955 .912 .888 .12087 1.131
a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1
b. Dependent Variable: y

Sumber : Data Diolah Peneliti (SPSS)

Mengacu pada hasil uji autokorelasi tersebut diketahui di dalam ketetapan


tabel Durbin Watson dengan tingkat signifikan = 5% pada sampel (n) 15 dan
jumlah variabel independent (K) 3 maka di peroleh:

dU = 1,5432
4 – dU = 4 – 1,5432
= 2,4568
dw = 1,131
dL = 0,8140
Berdasarkan tabel, diketahui dL= 0,8140 dan dU = 1,5432
Nilai dw (dari hasil spss) = 1,131
Jadi berdasarkan tabel pemanding nilai dL =0,8140 dan 4-dU = 2,4568
maka 0,8140 < 1,131 < 2,4568 dapat disimpulkan dalam model regresi tidak
terjadi autokorelasi.

4.1.1.4 Uji Heteroskedastisitas

Untuk mendapatkan regresi yang baik maka data harus bebas dari

heteroskedastisitas atau tidak boleh terjadi heteroskedasitas. Tujuan dilakukan uji

79
heteroskedastisitas (uji scatter plot) dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui

terjadi atau tidaknya gejala ketidak akuratan pada suatu hasil anasisi tersebut.

Pada dasarnya, uji heteroskedastisitas memenuhi syarat jika titik-titik pada grafik

scatterplot tersebar merata (tidak melebar/menyempit dan tidak bergelombang).

Gambar 4. 2 Hasil Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Data Diolah Peneliti (SPSS)

Tidak terjadi heteroskedastisitas jika titik-titik data menyebar dan tidak

membentuk pola tertentu. Dari gambar di atas terlihat bahwa titik sumbu Y tidak

membentuk pola tertentu dan titik-titik data menyebar. Maka dapat disimpulkan

bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam dalam

penelitian.

4.1.2 Persamaan Regresi Linear Berganda

Berdasarkan hasil pada pengolahan data, berikut tabel 4.4 hasil uji regresi

linear berganda yang diolah menggunakan SPSS :

Tabel 4. 4 Hasil Uji Regresi Linear Berganda

80
Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Const -8.272 1.831 -4.518 .001
ant)
x1 3.883 1.585 .594 2.449 .032 .136 7.344
x2 .903 .580 .352 1.557 .148 .157 6.385
x3 -.070 .121 -.062 -.580 .573 .712 1.405
a. Dependent Variable: y
Sumber : Data Diolah Peneliti (SPSS)

Berdasarkan tabel 4.4 hasil uji regresi linear berganda yang diperoleh

menjelaskan jumlah penduduk produktif, pdrb dan inflasi terhadap pajak daerah

Kota Jambi 2008-2022 dapat dibentuk persamaan regresi sebagai berikut :

Y = -8,272 + 3,883 X1 + 0,903 X2 - 0,070 X3 + e

Mengacu pada hasil persamaan regresi terlampir maka untuk masing-masing

variabel, peneliti menginterpretasikan sebagai berikut :

1) Nilai konstanta sebesar -8,272 memiliki arti bahwa apabila variabel

independent yaitu X1, X2, dan X3 bernilai (0) maka Pajak daerah kota Jambi

akan tetap bernilai -8,272.

2) Koefisien regresi variabel X1 bernilai positif sebesar 3,884 artinya bahwa

apabila variabel X1 Jumlah penduduk produktif mengalami peningkatan

sebesar 1 sedangkan variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel Y yaitu

pajak daerah mengalami peningkatan sebesar 3,884.

(Jika positif, variabel X meningkat dan variabel Y meningkat)

3) Koefisien regresi variabel X2 bernilai positif sebesar 0,903 artinya bahwa

apabila variabel X2 PDRB mengalami peningkatan sebesar 1 sedangkan

81
variabel lainnya dianggap konstan, maka variabel Y yaitu pajak daerah

mengalami peningkatan sebesar 0,903.

(Jika positif, variabel X meningkat dan variabel Y meningkat)

4) Koefisien regresi variabel X3 Inflasi bernilai negatif sebesar -0,070 artinya

apabila variable X3 Inflasi mengalami penurunan sebesar 1sedangkan variabel

lainnya dianggap konstan, maka variabel Y yaitu pajak daerah akan mengalami

penurunan sebesar -0,070.

(Jika negatif, Variabel X Menurun dan Variabel Y Menurun)

4.1.3 Koefisien Determinasi (R2)

Dilakukan uji ini untuk memprediksi seberapa besar kontribusi pengaruh

yang diberikan variabel independent terhadap variabel dependen. Besarnya

koefisien determinasi ditujukan oleh 0 < R2 < 1. Koefisien determinasi dapat

dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

KD = R2 X 100%

Koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :

Tabel 4. 5 Nilai Koefisien Determinasi

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of Durbin-
Model R R Square Square the Estimate Watson
1 .955a .912 .888 .12087 1.131
a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1
b. Dependent Variable: y
Sumber : Data Diolah Peneliti ( SPSS)

82
Berdasarkan hasil pengujian koefisien determinasi pada tabel diatas

menunjukan bahwa nilai R Square sebesar 0,912 yang artinya bahwa besarnya

kontribusi variabel X1 Jumlah penduduk produktif, X2 PDRB, X3 Inflasi,

mempengaruhi Pajak daerah Y sebesar (0,912 x 100% = 91,2%), sedangkan

sisanya (100% - 91,2% = 8,8%) dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar

penelitian ini.

4.1.4 Uji Hipotesis

4.1.4.1 Hasil Uji F Simultan

Setelah dilakukan pengolahan data berjenis uji F simultan didapat hasil

seperti yang bisa terlihat dalam output SPSS, sebagai berikut:

Tabel 4. 6 Hasil Uji F Simultan


ANOVAa
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 1.664 3 .555 37.953 .000b
Residual .161 11 .015
Total 1.824 14
a. Dependent Variable: y
b. Predictors: (Constant), x3, x2, x1
Sumber : Data Diolah Peneliti (SPSS)

Sebelum menjelaskan hasil, nilai F tabel harus ditentukan terlebih dahulu,

caranya dengan menghitung rumus n-k-1 (n adalah jumlah tahun dan k adalah

jumlah variabel X) setelah itu hasil yang di dapat bisa dibandingkan pada

distribusi tabel F dan nilai F tabel pada penelitian ini adalah 3,59. Berdasarkan

tabel data diatas diperoleh nilai signifikan sebesar 0,000 < 0,05 , nilai F hitung

37,953 > 3,59 maka ditarik kesimpulan variabel Jumlah Penduduk Produktif (X1),

83
PDRB (X2), dan Inflasi (X3) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap

Pajak Daerah (Y) di Kota Jambi tahun 2008-2022.

4.1.4.2 Hasil Uji t Parsial

Setelah dilakukan pengolahan data uji t berjenis parsial dapat dilihat hasil

yang bisa dilihat dalam output spss, sebagai berikut :

Tabel 4. 7 Hasil Uji t Parsial


Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Coefficients Coefficients Statistics
Std.
Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Const -8.272 1.831 -4.518 .001
ant)
x1 3.883 1.585 .594 2.449 .032 .136 7.344
x2 .903 .580 .352 1.557 .148 .157 6.385
x3 -.070 .121 -.062 -.580 .573 .712 1.405
a. Dependent Variable: y
Sumber: Data Diolah Peneliti (SPSS)

Sebelum menjelaskan hasil, nilai t juga ditentukan dengan rumus n-k-1 (n

adalah jumlah tahun dan k adalah jumlah variabel X) setelah dihitung hasilnya

bisa dibandingkan dengan distribusi tabel t dan nilai t tabel pada penelitian ini

adalah 1,753. Menurut hasil pengujian hipotesis berjenis uji t menggunakan

program SPSS diperoleh t hitung untuk variabel Jumlah Penduduk Produktif (X1)

yaitu 2,953 > ttabel 1,753 dengan nilai signifikan sebesar 0, 032 > 0,05. Dengan

hasil itu maka H0 ditolak dan Ha diterima. Secara parsial bahwa Jumlah Penduduk

Produktif berpengaruh terhadap Pajak Daerah di Kota Jambi tahun 2008-2022

84
Selanjutnya diperoleh nilai t hitung untuk variabel PDRB (X2) yaitu sebesar

1,557 < t tabel 1,753 dengan tingkat signifikan 0,148 > 0,05. Dengan itu maka H 0

diterima dan Ha ditolak yang berarti bahwa PDRB tidak berpengaruh signifikan

terhadap Pajak Daerah.

Kemudian pada variabel Inflasi (X3) diketahui nilai t hitung -0,580 < t tabel

1,753 dengan nilai signifikan sebesar 0,573 > 0,05. Dengan itu H 0 diterima dan Ha

ditolak yang berarti bahwa Inflasi tidak berpangaruh signifikan terhadap Pajak

Daerah.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, seperti yang telah diketahui

data-data yang dijadikan sampel penelitian ini telah lolos semua uji asumsi klasik

yang menandakan bahwa 15 sampel ini layak digunakan sebagai tolak ukur hasil

penelitian yang kemudian ditarik kesimpulannya.

4.2.1 Pengaruh Jumlah penduduk produktif, PDRB dan Inflasi terhadap

Pajak Daerah Kota Jambi tahun 2008-2022.

Berdasarkan hasil uji F yang sudah dilakukan menunjukan Jumlah

Penduduk Produktif (X1), PDRB (X2), dan Inflasi (X3) secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap Pajak Daerah (Y) di Kota Jambi tahun 2008-

2022 yang berarti bahwa hipotesis yang diajukan diterima dengan diperolehnya F

hitung 37,997 > F tabel 3,59 dengan signifikan (sig.) 0,000 < 0,05.

4.2.2 Pengaruh Jumlah penduduk terhadap pajak daerah di kota jambi

tahun 2008-2022

85
Dari hasil pengujian SPSS diperoleh hasil bahwa Jumlah Penduduk Usia

produktif berpengaruh positif dan signifikan terhadap pajak daerah dengan nilai

koefisien sebesar 3,883 menunjukkan bahwa pengaruh Jumlah Penduduk Usia

Produktif terhadap pajak daerah mengarah ke arah positif artinya jika Jumlah

Penduduk Usia Produktif naik sebesar 1% maka pajak daerah juga akan

meningkat. Hal ini sejalan dengan penelitian Hidayati Sania (2018) yang berjudul

Pengaruh Jumlah Penduduk, PDRB dan Inflasi Terhadap Pajak Daerah Pada

Kabupaten Dan Kota di Provinsi Jawa Tengah yang menunjukan bahwa jumlah

penduduk berpengaruh terhadap pajak daerah. Hal ini dikarenakan syarat dalam

pemungutan pajak diantaranya harus adanya subjek pajak, dengan meningkatnya

jumlah penduduk maka akan semakin bertambah jumlah yang menikmati jasa

pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah yang bersumber dari pajak.

Dilihat dari data penelitian jumlah penduduk sudah baik yang artinya penduduk

akan mengeluarkan penghasilannya untuk membayar pajak dan akan semakin

banyak juga pajak daerah yang diterima oleh pemerintah. Jumlah penduduk usia

produktif yang semakin meningkat akan menambah pendapatan suatu daerah.

Penduduk produktif merupakan harapan dari pemerintah daerah, selain itu

juga jumlah penduduk produktif yang di imbangi dengan SDM yang telah terdidik

akan membantu membangun pemerintah daerah. Oleh karena itu penduduk

produktif sangat menentukan perekonomian di pemerintah, baik pemerintah

daerah atau pemerintah pusat. Jadi penduduk produktif yang diharapkan, tetapi di

imbangi dengan kesempatan kerja serta perekonomian baru yang kemudian pada

jangka panjang akan lebih mengarah pada pembangunan pemerintah.

86
Dengan demikian, semakin banyaknya jumlah penduduk usia produktif

maka Pendapatan Asli Daerah akan semakin meningkat dari banyaknya iuran dari

penduduk seperti pajak daerah atau retribusi daerah. Sehingga APDB disisi

pendapatan daerah akan semakin meningkat seiring bertambahnya pendapatan asli

daerah yang diperoleh dari iuran (pajak daerah atau retribusi daerah) yang dibayar

oleh penduduk usia produktif. Dengan meningkatkan APBD di sisi Pendapatan

Daerah maka dapat membiayai segala pengeluaran pemerintah seperti belanja

langsung, belanja tidak langsung, ataupun pembiayaan daerah. Bahkan apabila

jumlah pendapatan daerah di APBD lebih besar dibandingkan dengan jumlah

belanja daerah maka akan mengakibatkan terjadinya surplus APBD (Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah).

4.2.3 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Pajak Daerah

Berdasarkan hasil pengujian PDRB secara parsial pada variabel X2 ini

diketahui nilai t hitung untuk variabel PDRB (X2) yaitu sebesar 1,557 < t tabel

1,753 dengan tingkat signifikan 0,148 > 0,05 yang berarti bahwa PDRB tidak

berpengaruh terhadap Pajak Daerah, dengan kata lain hipotesis kedua dalam

penelitian ini ditolak. Hal ini sejalan dengan penelitian Cerly M.Mongdong (2018)

yang berjudul Analisis Pengaruh PDRB, Jumlah Penduduk dan Infrastruktur

Terhadap Penerimaan Pajak Daerah di Kota Tomohon, dan hal ini berarti

peningkatan PDRB tidak begitu memberikan dampak terhadap peningkatan pajak

disebabkan karena adanya distribusi pendapatan yang tidak merata yang berakibat

terhadap ketidakmampuan masyarakat dalam membayar berbagai pungutan

berupa pajak yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan hasil korelasi tidak

87
signifikan ini dapat dinyatakan bahwa semakin tinggi kontribusi pajak daerah

maka semakin tinggi pula pendapatan produk domestik regional bruto (PDRB),

demikian sebaliknya semakin rendah kontribusi pajak daerah maka semakin

rendah pula pendapatan produk domestik regional bruto (PDRB) sesuai dengan

besar sumbangan efektifitas. Tinggi rendahnya nilai PDRB menunjukkan tingkat

kemakmuran masyarakat Kota Jambi. Nilai PDRB dari Kota Jambi cukup tinggi,

ini menggambarkan bahwa kemampuan ekonomi serta kemakmuran masyarakat

cukup tinggi pula. Akan tetapi apabila kemampuan masyarakat yang tinggi, tetapi

tidak diikuti dengan banyaknya masyarakat untuk memakai fasilitas-fasilitas yang

dikenai pajak daerah, maka PDRB tidak akan berpengaruh pada pajak daerah.

4.2.4 Pengaruh Inflasi terhadap Pajak Daerah

Inflasi adalah kecendrungan harga yang secara terus menerus meningkat

dan menyeluruh. pada variabel Inflasi (X3) diketahui nilai t hitung -0,580 < t

tabel 1,753 dengan nilai signifikan sebesar 0,573 > 0,05 yang berarti bahwa

Inflasi tidak berpangaruh signifikan terhadap Pajak Daerah. Hal ini sejalan dengan

penelitian Nurrohman (2010) yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh

signifikan terhadap penerimaan pajak daerah dikota Surakarta, artinya ketika

inflasi itu naik atau turun secara terus menerus masyarakat akan tetap membayar

pajak daerah dikarenakan pajak dapat bersifat memaksa. Meskipun harga barang

dan jasa naik karena inflasi yang membuat pendapatan mereka berkurang namun

ini tidak berakibatkan pada pajak daerah. Dilihat dari data penelitian angka inflasi

juga didominasi dengan angka inflasi yang tidak maksimal, hal ini yang membuat

inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah. Variabel tingkat inflasi

88
tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Jambi

periode 2008-2022, ini berarti bahwa setiap kenaikan inflasi tidak akan

berdampak positif terhadap kenaikan pendapatan pajak daerah di Kota Jambi, jadi

inflasi yang terjadi di kota Jambi ini masih dalam kategori inflasi ringan yang

tidak menyebabkan perubahan pada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam

proses pembangunan ekonomi. penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Anatoly Aditiya Saputra (2018) yang berjudul Analisis Faktor-

faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Paerah Kota Cilegon bahwa Inflasi

tidak berpengaruh terhadap pendapatan pajak daerah di Kota Cilegon. Soeroso

(2022), Oktiani dan Al Muhariah (2021), Destriyanti dan Tjahjono (2021),

Susanto dan Maskie (2018).

89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini yaitu pengaruh jumlah

penduduk produktif, pdrb dan inflasi terhadap pajak daerah di kota jambi tahun

2008 -2022, hasil yang telah didapat dan disimpulkan sebagai berikut :

1. Jumlah penduduk produktif, PDRB dan inflasi secara simultan bersama-

sama berpengaruh signifikan terhadap pajak daerah kota Jambi tahun 2008-

2022.

2. Jumlah penduduk produktif secara parsial berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada kota Jambi karena

semakin banyak Jumlah Penduduk Usia Produktif, maka semakin banyak

penduduk yang bekerja sehingga semakin banyak pula yang membayar

berbagai pungutan/iuran seperti pajak daerah yang telah ditetapkan oleh

90
pemerintah daerah.

3. PDRB secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Pajak Daerah,

dengan kata lain hipotesis kedua dalam penelitian ini ditolak. Hal ini karena

peningkatan PDRB tidak begitu memberikan dampak terhadap peningkatan

pajak daerah disebabkan karena adanya distribusi pendapatan yang tidak

merata.

4. Hasil pengujian menunjukan inflasi tidak signifikan terhadap pajak daerah

Kota Jambi. Hasil nilai koefisien yang dihasilkan -0,628. Perkembangan

inflasi di kota Jambi berfluktuasi setiap tahunnya. Inflasi terendah di tahun

2019 mengalami penurunan sebesar 1,27% dengan rata-rata 5,02%

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan, maka selanjutnya peneliti

menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah.

Agar lebih signifikan, diharapkan masing-masing pemerintah kabupaten dan

kota dapat memajukan kesejahteraan penduduk dengan mengurangi

pengangguran agar masyarakat dapat lebih produktif dalam membayar pajak.

2. Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak daerah, agar

signifikan disarankan kepada pemerintah kabupaten/kota Jambi untuk dapat

menjaga stabilitas inflasi. Jumlah penduduk, PDRB dan inflasi berpengaruh

terhadap pajak daerah sebesar 92,3% sedangkan sisanya sebesar 8,8%

dipengaruhi oleh model lain di luar penelitian ini. Diharapkan bagi peneliti

91
yang akan datang untuk memperluas lagi variabel-variabel lain yang

mempengaruhi penerimaan pajak daerah dan melakukan olah data dengan

metode analisa data yang lebih baik.

3. Dengan hasil penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mematuhi dalam

membayar pajak, hal ini akan memberikan manfaat bagi orang banyak karena

dana pajak juga digunakan untuk pembangunan ekonomi di daerah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, E., & Handayani, S. I. (2008). Pengaruh PDRB Dan Jumlah Penduduk
Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Merangin.
Anwar, S. A. (2022). Pengantar Ekonomi Pembangunan. CV. Green Publisher
Indonesia.
Badan Pusat Statistik. (n.d.-a). Diakses Juli 12, 2023, dari
https://jambi.bps.go.id/indicator/12/544/2/penduduk-provinsi-jambi-
menurut-kabupaten-kota-dan-jenis-kelamin.html
Badan Pusat Statistik. (n.d.-b). Diakses Juli 12, 2023, dari
https://www.bps.go.id/indicator/52/288/1/-seri-2010-produk-domestik-
regional-bruto-per-kapita.html
Badan Pusat Statistik. (n.d.-c). Diakses Juli 12, 2023, dari
https://jambi.bps.go.id/indicator/3/1948/1/series-data-inflasi-kota-jambi-
tahun-2001-2021.html
Balaka, M. Y. (2022). Metodologi Penelitian Kuantitatif.
Bastari, R. G., Siahaan, A. L. S., Dewi, R. S., Amin, F., Susilowardani, Sukma, D.
P., Dewi, P. M., Paramitha, A. A., Rahman, A., Kumala, R., Yudanto, D.,
Puspandari, R. r Y., Solapari, N., Faried, F. S., Syamsiah, D., Tektona, R.
I., Sipayung, B., Hadi, A. M., Suwandoko, … Kasiani. (2023). Hukum
Pajak di Indonesia. Sada Kurnia Pustaka.
Boediono, P. D. (2017). Ekonomi Indonesia. Mizan.
Chabibah. (2020). Ensiklopedia Seri Pendapatan Nasional. Alprin.

92
Darsono, B., & Sinta, P. P. R. (n.d.). Buku Siswa Ekonomi Peminatan Ilmu-Ilmu
Sosial Untuk Siswa SMA/MA Kelas XI Kurikulum 2013. Penerbit Pustaka
Rumah C1nta. https://books.google.co.id/books?id
Digdaya, A. P., & Darso, M. (2015). Pengaruh Jumlah Penduduk, Pendapatan
Perkapita, Inflasi, Dan Produk Domestik Regional Bruto Terhadap
Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus Kabupaten/Kota Propinsi Jawa
Tengah Tahun 2011-2013). Students Journal of Accounting and Banking,
4(1).
Eka Arianto, C., Sumarsono, S., & Adenan, M. (2022). Pengaruh Jumlah
Penduduk dan Angka Pengangguran Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Jember.
Febrian, W. D., Lestari, B. A. H., Alamanda, A. R., Wicaksono, G., Sudirjo, F., &
Amalia, M. (2022). Pajak Penghasilan Pemotongan Pemungutan—Google
Books.
https://www.google.co.id/books/edition/Pajak_Penghasilan_Pemotongan_
Pemungutan/oGSKEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=Teori+pemungutan+pajak+berguna+untuk&pg=PA19
&printsec=frontcover
Ghazali, I. (2013). Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program IBM SPSS 21
Update PLS Regresi.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Gheta, A. P. K. (2020). Analisis Kontribusi Pajak Daerah Terhadap Pendapatan
Asli Daerah Kabupaten Sikka Tahun 2013-2017. Relasi : Jurnal Ekonomi,
16(1), 104–135. https://doi.org/10.31967/relasi.v16i1.344
Hardiansyah, I. B. T. R. (2022). Ekonomi Makro. Cv. Azka Pustaka.
Hariyuda, R. (2009). Analisis pengaruh pertumbuhan penduduk, Pertumbuhan
usaha, Pertumbuhan PDRB dan Tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak
Daerah (studi kasus di kota kediri). Skripsi. Universitas Brawijaya.
Hasanur, D., & Putra, Z. (2017). Pengaruh Jumlah Penduduk Dan Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Pendapatan Asli Daerah. III.
Hasibuan, H. A., Indrawan, M. I., Aspan, H., & Nasution, A. R. (n.d.).
Peningkatan Keamanan Peneriman Pajak Daerah Sumut dalam
Peningkatan Mutu Ekonomi Sumut.
Hilmi, H., Nasir, M., Ramlawati, R., & Peuru, C. D. (2022). Pengaruh Jumlah
Penduduk dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten
Tolitoli. GROWTH Jurnal Ilmiah Ekonomi Pembangunan, 1(1), 20–27.
Jeriko, F. (2022). Sistem Informasi Pengelolaan Data Penduduk Berbasis Web. 1.
Kamila, A. (2016). Pengaruh Sektor Pariwisata, Produk Domestik Regional Bruto
(Pdrb), Tingkat Investasi Dan Jumlah Penduduk Terhadap Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (Pad) Tahun 2010-2014 (Studi Kasus
Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Surakarta).
Kolompoy, J. J., Masinambow, V. A. J., & Niode, A. O. (2022). Pengaruh Produk
Domestik Regional Bruto Dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan
Asli Daerah Di Kabupaten Minahasa Selatan. Jurnal Berkala Ilmiah
Efisiensi,
22(4),Article4.https://ejournal.unsrat.ac.id/v3/index.php/jbie/article/view/
40831

93
Liow, M., Naukoko, A., & Rompas, W. (2022). Pengaruh Jumlah Penduduk dan
Investasi Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Provinsi
Sulawesi Utara. 22, 138–149.
Majid, R. (2021). Dasar Kependudukan. Penerbit NEM.
Nadhiroh, N. (2018). Pengaruh Pendapatan Perkapita, Produk Domestik Regional
Bruto, Inflasi, Dan Belanja Modal Terhadap Penerimaan Pajak Daerah
(Studi Kasus Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016)
[Undergraduate,UniversitasMuhammadiyahSemarang].http://repository.un
imus.ac.id/3019/
Nuastiko, R. I., Udjianto, D. W., & Sodik, J. (2022). Pengaruh Indikator
Perekonomian di Sektor Ketenagakerjaan Terhadap Inflasi di Indonesia
Tahun 1999 – 2021.
Priadana, M. S., & Sunarsi, D. (2021). Metode Penelitian Kuantitatif. Pascal
Books.
Putra, T. P., & Anis, A. (2021). Pengaruh Penduduk, PDRB Perkapita dan Hotel
Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera barat.
Jurnal Kajian Ekonomi Dan Pembangunan, 3(1), Article 1.
https://doi.org/10.24036/jkep.v3i1.13522
Rahardja, P., & Manurung, M. (2008). Teori ekonomi makro. Jakarta: Lpfeui.
Rapi, M. (2022). Perekonomian Indonesia. CV Jejak (Jejak Publisher).
https://books.google.co.id/books?id=yJ2mEAAAQBAJ
Raysharie, P. I., & Takari, D. (2023). Analisis Dampak Inflasi, PAD Dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kota Palangka
Raya Tahun 2014-2020.
Riyanto, S., & Hatmawan, A. A. (2020). Metode Riset Penelitian Kuantitatif
Penelitian Di Bidang Manajemen, Teknik, Pendidikan Dan Eksperimen.
Deepublish.
Rohman, F., Anggraeni, R., & Rosita, N. H. (2021). Metodologi Penelitian
Pemasaran. Universitas Brawijaya Press.
Sariwati, R. (2021). Kajian yuridis pemberian insentif pajak penghasilan pada
masa pandemi Covid-19. Jurnal Cakrawala Hukum, 12(1), 90–98.
Sembiring, I. P. S., Simanjuntak, S., & Sitepu, V. A. (2021). Pengaruh Inflasi dan
Pengangguran terhadap Penduduk Miskin di Sumatera Utara Tahun 2006–
2020. Jurnal Ilmu Sosial, Manajemen, Akuntansi Dan Bisnis, 2(2), Article
2. https://doi.org/10.47747/jismab.v2i2.247
Simanjuntak, A., & Ginting, M. C. (2019). Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja
Daerah. Jurnal Manajemen, 5(2), 183–194.
Simanungkalit, E. F. B. (2020). Pengaruh inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi
di Indonesia. Journal of Management: Small and Medium Enterprises
(SMEs), 13(3), 327–340.
Sudirman, Osrita, H., & Zahari, M. (2020). Metodologi Penelitian Kuantitatif.
https://sg.docs.wps.com/l/sIL2p6s7TAdXOgqYG?v=v2
Sugeng, B. S. (2022). Fundamental Metodologi Penelitian Kuantitatif
(Eksplanatif). Deepublish.

94
Suhendra, A., Sulistyono, D., Sukarsiyah, D., Simorangkir, G. M., Bimasakti, R.
K. Y., Basyar, M. K., Tervia, S., & Pamungkas, A. (2022). Ekstensifikasi
dan Intensifikasi Peningkatan PAD. Bina Praja Press.
Susanto, R., & Pangesti, I. (2021). Pengaruh Inflasi Dan Pertumbuhan Ekonomi
Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Indonesia. JABE (Journal of Applied
Businessand Economic), 7(2), 271.
https://doi.org/10.30998/jabe.v7i2.7653
Susiatik, T. S. (2020). Ilmu Kewarganegaraan (Civics). Cerdas Ulet Kreatif
Publisher.
Susila, M. R., & Pradhani, F. A. (2022). Analisis Pengaruh PDRB Perkapita Dan
Julah Tenaga Kerja Terhadap Jumlah Pendapatan Pajak Daerah Provinsi
Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Keuangan (JIAKu), 1(1), 72–
87. https://doi.org/10.24034/jiaku.v1i1.4996
Takahindangen, E. A., Morasa, J., & Runtu, T. (2019). Evaluasi Target Dan
Realisasi Pencapaian Pajak Daerah Pada Badan Penadapatan Daerah
Provinsi Sulawesi Utara. Going Concern : Jurnal Riset Akuntansi, 14(4).
https://doi.org/10.32400/gc.14.4.26156.2019
Ulya, H. N. (2021). Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teori Makro Ekonomi
KonvensionaldanIslam.PenerbitNEM.https://books.google.co.id/books?
id=PCtTEAAAQBAJ
Wangtafendirra, M. F. (2023). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Jumlah
Penduduk, Upah Minimum, Dan Tingkat Pengangguran Terhadap
Kemiskinan Di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015-2020.
Wau, M., Manao, A., & Fau, J. F. (2023). Buku Ajar Pengantar Perpajakan.
Feniks Muda Sejahtera.
Widyaningsih, B. W. A. (2022). Ekonomi & Akuntansi: Mengasah Kemampuan
Ekonomi.PT.GrafindoMediaPratama.https://books.google.co.id/books?
id=m84iC9KybScC
Yam, J. H., & Taufik, R. (2021). Hipotesis Penelitian Kuantitatif. Jurnal Ilmu
Administrasi, 3(2), 96–102.
Yuliani, I. (2019). Pengaruh Belanja Dan Investasi Terhadap Kemandirian Dan
Pertumbuhan Ekonomi Daerah. Uwais Inspirasi Indonesia.
https://books.google.co.id/books?id=_HipDwAAQBAJ
Yuniarti, E., & Satya, F. M. (2008). Pengaruh komitmen organisasi dan gaya
kepemimpinan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial (studi empiris pada kantor cabang perbankan di propinsi
lampung). Jurnal Ilmiah ESAI, 2(1), 40–56.
Zahari, M. (2018). Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Belanja
Modal di Kota Jambi. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 18(3),
635. https://doi.org/10.33087/jiubj.v18i3.531
Zuraida, I. (2012). Teknik penyusunan peraturan daerah tentang pajak daerah dan
retribusi daerah (Cet. 1). Sinar Grafika.

95
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Variabel

Tahun Jumlah Penduduk PDRB Inflasi Realisasi Pajak


produktif (Jiwa) (Milyar Rp) %
Daerah (Juta)
2008 191.661 15.297,77 11,57 24.433.740
2009 195.868 16.429,74 2,49 28.842.152
2010 218.401 29.160.16 10,52 35.538.902
2011 238.307 30.856.66 2,76 59.570.219
2012 226.607 32.417.72 4,22 73.344.781
2013 230.243 34.012.10 8,74 91.476.549
2014 235.722 35.878.09 8,72 128.824.086
2015 254.351 36.753.52 1,37 147.889.448
2016 281.750 37.728.80 4,54 158.740.884
2017 268.264 38.833.87 2,68 201.429.750
2018 276.000 40.025.52 3,02 215.444.388
2019 283.575 41.812.35 1,27 255.915.037
2020 265.205 41.926.04 3,09 216.961.981
2021 262.974 42.906.66 1,67 244.016.777
2022 276.359 44.536.39 6,39 283.110.000
Rata-rata 242.6234 35.120.899 5,03 120.707.601,94

https://jambi.bps.go.id/indicator/6/844/6/ketenaga-kerjaan-kab-kota.html
https://jambi.bps.go.id/indicator/11/2095/1/-seri-2010-produk-domestik-regional-
bruto-pdrb-adhk-menurut-pengeluaran-kota-jambi.html
https://jambi.bps.go.id/indicator/3/1948/1/series-data-inflasi-kota-jambi-tahun-
2001-2021.html
https://jambi.bps.go.id/indicator/3/1892/1/inflasi-kota-jambi-tahun-dasar-
2018-.html
Lampiran 2. Jumlah Penduduk Perkecamatan

Penduduk 2017 2018 2019 2020 2021 2022


Laki-laki 297.036 300.566 303.818 307.060 231.962 311.616
Perempuan 294.098 297.537 300.918 304.293 380.654 307.937
Jumlah 591,134 598,103 604,736 611,353 612,616 619,553

https://jambi.bps.go.id/indicator/12/544/1/penduduk-provinsi-jambi-menurut-
kabupaten-kota-dan-jenis-kelamin.html

1. Kecematan Kota Baru = 81.525 jiwa/km2

2. Kecamatan Alam Barajo = 110.377 jiwa/km2

3. Kecamatan Jambi Selatan = 57.194 jiwa/km2

4. Kecamatan Paal Merah = 106.895 jiwa/km2

5. Kecamatan Jelutung = 59.602 jiwa/km2

6. Kecamatan Pasar Jambi = 11.182 jiwa/km2

7. Kecamatan Telanaipura = 49.456 jiwa/km2

8. Kecamatan Danau Sipin = 43.561 jiwa/km2

9. Kecamatan Danau Teluk = 12.907 jiwa/km2

10. Kecamatan Pelayangan = 12.994 jiwa/km2

11. Kecamatan Jambi Timur = 66.469 jiwa/km2

https://jambikota.bps.go.id/subject/12/kependudukan.html#subjekViewTab3
https://jambikota.bps.go.id/

97
Lampiran 3. Data PDRB ADHK

Lapangan Usaha PDRB (ADHK) Menurut Lapangan Usaha Kota Jambi


2020 2021 2022
Pertanian, kehutanan, 189,62 166,65 168,89
dan perikanan
Pertambangan dan 441,94 453,18 452,49
penggalian
Industri pengelohan 2.224,21 2.263,40 2.343,69
Pengadaan listrik dan 36,86 39,24 43,32
gas
Pengadaan air, 45,05 47,28 49,29
pengelolaan sampah,
limbah, dan daur ulang
Kontruksi 1.921,53 2.018,40 1.999,56
Perdagangan besar dan 5.102,40 5.454,19 5.751,44
eceran, reparasi mobil
dan sepeda motor
Transportasi dan 1.965,95 1.986,01 2.319,64
pergudangan
Penyediaan akomodasi 444,85 458,85 565,96
dan makan minum
Informasi dan 1.130,82 1.175,88 1.282,19
komunikasi
Jasa keuangan dan 1.213,55 1.270,63 1.260,13
asuransi
Real estate activities 508,42 524,67 547,62
Jasa perusahaan 512,41 519,99 619,41
Administrasi 1.306,86 1.322,91 1.315,30
pemerintahan,
pertahanan, dan
jaminan sosial wajib
Jasa pendidikan 955,42 956,96 984,99
Jasa Kesehatan dan 571,30 675,03 659,87
kegiatan sosial
Jasa lainnya 149,94 151,21 166,12
Produk domestic 18.721,13 19.484,47 20.529,73
regional bruto

98
https://jambikota.bps.go.id/indicator/52/48/1/pdrb-seri-2010-atas-dasar-harga-
konstan-menurut-lapangan-usaha-juta-rupiah-.html

99
Lampiran 4. Indeks Harga Konsumen

Kelompok Pengeluran Indeks Harga Konsumen Kota Jambi


2020 2021 2022
Umum 1.251,9 19,27 1.352,98
Transportasi 1.242,82 10,42 1.259,09
Rekreasi, olahraga, 1.547,91 4,58 1.457,82
dan budaya
Perumahan, air, 1.249,84 11,44 1.315,17
listrik, dan bahan
bakar rumah tangga
Perlengkapan, 1.279,11 24,43 1.360,1
peralatan dan
pemeliharaan rurin
rumah tangga
Perawatan pribadi dan 1.320,77 34,89 1.418,52
jasa lainnya
Penyediaan makanan 1.250,16 1,86 1.303,86
dan minuman/restoran
Pendidikan 1.256,38 1,24 1.260,01
Pakaian dan alas kaki 1.151,18 20,79 1.270,31
Makanan, minuman 1.228,49 35,82 1.412,79
dan tembakau
Kesehatan 1.437,31 16,53 1.231,96
Informasi, komunikasi 1.008,21 12,98 1.009,44
dan jasa keuangan

https://jambi.bps.go.id/indicator/3/1906/1/indeks-harga-konsumen-kota-jambi-
tahun-dasar-2007-.html
https://jambi.bps.go.id/indicator/3/1907/1/indeks-harga-konsumen-kota-jambi-
tahun-dasar-2012-.html
https://jambi.bps.go.id/indicator/3/1908/1/indeks-harga-konsumen-kota-jambi-
tahun-dasar-2018-.html

100
Lampiran 5. Hasil SPSS

Your temporary usage period for IBM SPSS Statistics will expire in
4437 days.

REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA COLLIN TOL
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) CIN(95)
/NOORIGIN
/DEPENDENT pajak
/METHOD=ENTER jpp pdrb inflasi
/SCATTERPLOT=(*SRESID ,*ZPRED)
/RESIDUALS DURBIN HISTOGRAM(ZRESID) NORMPROB(ZRESID)
/CASEWISE PLOT(ZRESID) OUTLIERS(3)
/SAVE PRED MCIN RESID.

Regression

Variables Entered/Removeda
Variables EnteredVariables Removed Method
x3, x2, x1b .
a. Dependent Variable: y
b. All requested variables entered.

Model Summaryb
R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
.955a .912 .888 .12087 1.131
a. Predictors: (Constant), x3, x2, x1
b. Dependent Variable: y

ANOVAa
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 1.664 3 .555 37.953 .000b

101
Residual .161 11 .015
1.824 14
a. Dependent Variable: y
b. Predictors: (Constant), x3, x2, x1

Coefficientsa
Unstandardized CoefficientsStandardized Coefficients Collinearity Statistics
B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF
(Constant) -8.272 1.831 -4.518 .001
3.883 1.585 .594 2.449 .032 .136 7.344
.903 .580 .352 1.557 .148 .157 6.385
-.070 .121 -.062 -.580 .573 .712 1.405
a. Dependent Variable: y

Collinearity Diagnosticsa
Variance Proportions
Dimension Eigenvalue Condition Index (Constant) x1 x2 x3
3.827 1.000 .00 .00 .00 .01
.173 4.707 .00 .00 .00 .68
.000 97.941 .43 .00 .14 .13
4.397E-5 294.997 .57 1.00 .86 .18
a. Dependent Variable: y

102
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 4.2941 5.4166 5.0468 .34471 15
Std. Predicted Value -2.184 1.073 .000 1.000 15
Standard Error of Predicted Value .038 .093 .060 .016 15
Adjusted Predicted Value 4.1607 5.4197 5.0389 .37436 15
Residual -.21951 .12405 .00000 .10714 15
Std. Residual -1.816 1.026 .000 .886 15
Stud. Residual -2.104 1.209 .025 1.043 15
Deleted Residual -.29453 .22734 .00795 .15218 15
Stud. Deleted Residual -2.594 1.237 -.028 1.154 15
Mahal. Distance .478 7.286 2.800 2.049 15
Cook's Distance .000 .519 .117 .164 15
Centered Leverage Value .034 .520 .200 .146 15
a. Dependent Variable: y

103
104
NPAR TESTS
/K-S(NORMAL)=RES_1
/MISSING ANALYSIS.

NPar Tests

Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea .03297
Cases < Test Value 7
Cases >= Test Value 8
Total Cases 15
Number of Runs 7
-.521
Asymp. Sig. (2-tailed) .603
a. Median

105

Anda mungkin juga menyukai