Anda di halaman 1dari 10

Kontribusi Seni Budaya Dalam PAI

A. Kontribusi Seni Budaya Dalam Penyiapan Tenaga Pendidik PAI


Mendidik Dan Mengajar Bukan Hanya Sebagai Ilmu Pengetahuan, Tetapi Juga Seni.
Guru Di Kelas Adalah Bagai Seorang Pemain Drama Yang Dituntut Untuk Mampu
Menyajikan Presentasi Yang Menarik. Oleh Karenanya, Dalam Penyiapan Tenaga Guru Dan
Pendidik Perlu Mengadopsi Ketrampilan Seni Khususnya Seni Drama Yang Berkaitan
Dengan Olah Vokal, Mimik, Ekspresi Maupun Pengaturan Ruang Kelas Yang Diibaratkan
Sebagai Pentas.
Dalam Konteks Yang Lebih Luas, Mengajar Sebagai Suatu Seni Lebih Mengarah Pada
Suatu "Nilai Seni" Yang Memandang Bahwa Kesenian Adalah Suatu Hal Yang Berharga
Dalam Kehidupan Manusia. Artinya, Seseorang Yang Menjunjung Nilai Seni Memiliki
Kecenderungan Yang Lebih Tinggi Untuk Berhubungan Dengan Orang Lain, Sebab Model
Orienrasi Artistik Memiliki Kecenderungan Berhubungan Dengan Orang Lain. Orang-Orang
Model Demikian Lebih Menyukai Menghadapi Keadaan Sekitar Melalui Ekspresi Diri Dan
Menghindari Keadaan Yang Bersifat Interpersonal. Jadi Sifat-Sifat Manusia Seni Adalah
Hidup Bersahaja, Senang Menikmati Keindahan, Gemar Mencipta, Dan Mudah Bergaul
Dengan Siapa Saja. Kondisi Demikian Sangat Terkait Dengan Aktivitas Mengajar Yang
Biasa Dilakukan Oleh Pendidik Di Kelas. Pendidik Dalam Menyampaikan Bahan Ajar Di
Depan Kelas Sebaiknya Tidak Hanya Menggunakan Kata-Kata Belaka, Melainkan Mampu
Merancang Proses Pembelajaran Dengan Model Interaksi Bervariasi.
Pengadopsian Keterampilan Seni Dalam Proses Pembelajaran Dapat Dilakukan Dengan
2 Model, Yaitu Context Dan Content.
Context Adalah Kemeriahan Lingkungan Tempat Mengajar Dan Content (Konten)
Adalah Kekayaan Materi Yang Ingin Disampaikan. Dalam Sisi Konteks, Hal-Hal Yang Perlu
Disiapkan Adalah: Pertama, Merekayasa Suasana Yang Memberdayakan Dengan
Menebarkan Emosi Positif Pendidik Dan Memanfaatkan Emosi Positif Anak Didik. Kedua,
Membangun Landasan Yang Kukuh, Dengan Menanamkan Bahwa Materi Yang Akan
Dipelajari Sangat Dibutuhkan Dan Bermafaat Bagi Anak Didik. Ketiga, Menciptakan
Lingkungan Yang Mendukung, Dengan Variasi Tempat Duduk Dan Variasi Media
Pembelajaran dan Keempat, Membuat Rancangan Belajar Yang Dinamis Dengan Strategi
Contextual Teaching And Learning, Yaitu Mengintegrasikan Materi Ajar Dengan Pengalaman
Keseharian Anak Didik.
Sementara Dari Sisi Konten, Hal-Hal Yang Perlu Disiapkan Adalah: Pertama,
Mempersiapkan Presentasi Yang Prima. Kedua, Menyediakan Fasilitasi Yang Luwes
Dengan Model Pembelajaran Interaktif. Ketiga, Mengajarkan Pelbagai Keterampilan Belajar,
Yaitu Dengan Tidak Menekankan Pada Transformasi Ilmu Dan Keterampilan Tepat Pada
Waktunya Saja (Penekanan Pada "What) Melainkan Menekankan Pada "How" Atau
Bagaimana Seharusnya Belajar Itu.
Dengan menerapkan keterampilan seni, khususnya seni drama dalam pembelajaran
seorang guru diharapkan dapat mengoptimalkan proses pembelajaran dengan lebih dinamis,
kreatif, inovatif, produktif, menarik dan menyenangkan
B. Kontribusi Seni Budaya Islam Dalam Pembelajaran PAI
Para ahli pendidikan dan antropologi sepakat bahwa seni budaya adalah dasar
terbentuknya kepribadian manusia, dari seni budaya dapat terbentuk identitas seseorang,
identitas suatu masyarakat dan identitas suatu bangsa. Bahkan ramesh garta dari kakatiya
university mengatakan: "bangsa yang menggusur pendidikan seni dari kurikulum sekolahnya
akan menghasilkan generasi yang berbudaya kekerasan di masa depan karena kehilangan
kepekaan untuk membedakan nama baik dan indah dengan buruk dan tidak indah".
Mengacu pada tujuan pendidikan dalam upaya pengembangan kehidupan sebagai
pribadi, anak didik sekurang-kurangnya dibiasakan berperilaku yang baik dan juga didasari
untuk berkepribadian yang mantap dan mandiri. Salah satu cara membentuk anak didik
mandiri dan percaya diri adalah memperkenalkan mereka pada seni budaya. Kesenian dan
kebudayaan penting artinya bagi siswa terutama bagi pertumbuhan jiwa dan pikiran.
Ketajaman perasaan manusia tak terasah bila tanpa pengalaman keindahan suatu karya
seni dan kearifan serta kedalaman makna dan nilai suatu budaya. Melalui pendidikan
kesenian dan kebudayaan anak didik dapat berolah rasa. Kemampuan mengolah rasa
seseorang diyakini mampu menjadi sumber pengendalian diri.
Pendidikan secara luas merupakan proses untuk mengembangkan potensi pada diri
seseorang yang meliputi tiga aspek kehidupan yakni pandangan hidup, sikap hidup dan
keterampilan hidup. Tujuan pendidikan sudah banyak dirumuskan oleh orang, salah satu
diantaranya oleh benjamin s. Bloom yakni supaya manusia lebih berkualitas baik dari segi
kognitif, afektif maupun psikomotoriknya, artinya di antara pencapaian ketiganya harus
seimbang.
Nilai-nilai seni budaya dapat mengembangkan ketiga aspek tersebut, terutama seni
budaya islam. Pertama, dengan cara mengkritisi suatu karya, ini berkenaan dengan kognitif,
kedua, bisa mengapresiasi, menghormati suatu karya, mengapresiasi ini berkenaan dengan
olah rasa, ketiga mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam suatu karya, bahkan bisa
untuk mengembangkan suatu karya tersebut
Ketiga aspek tersebut merupakan kesatuan totalitas yang melekat pada diri seseorang."
nilai-nilai seni budaya islam dapat diintegrasikan dalam pai yang sekaligus berperan
mengembangkan ketiga aspek tersebut. Yaitu dengan berfikir kritis terhadap proses
terjadinya suatu seni budaya pengembangan otak/bead, mengapresiasi hasil karya seni
budaya pengembangan head/hati/rasa) dan mengaplikasikan nilai-nilai seni budaya dalam
perilaku dan karya nyata pengembangan hand/kemampuan otot).
Pendidik dalam proses pembelajaran bisa juga disebut dengan sang aktor, aktor adalah
salah satu unsur permainan drama. Para aktor ini dituntut untu menyajikan sesuatu yang
bisa menghipnotis atau berkesan kepada penonton, penonton dalam konteks ini adalah anak
didik. Apabila sang aktor mampu membawa penonton ke arah yang diinginkan maka dirasa
proses itu berhasil. Melihat dari konsep pendidikan seni, dan sekaligus kedudukan pendidik
sebagai aktor maka dirasa akan lahir beberapa langkah pembelajaran pai yang variatif-
inovaif di antaranya:
1. Konsep Gerakan Reform
Gerakan reform akan mengutamakan kebebasan berekpresi sebagai cara untuk
memberi peluang kepada peserta didik dalam mengembangkan kemampuan yang ada
pada dirinya. Tujuannya adalah untuk mendewasakan peserta didik bukan secara
intelektual saja, melainkan aktif dalam perbuatannya ataupun kesehariannya. Dengan
mendapatkan pengalaman “pelajaran dari sesuatu yang dialaminya. Semisal contoh
seorang guru membebaskan peserta didik untuk melakukan observasi terhadap kaum
duafa, ataupun orang-orang yang diwajibkan menerima zakat. Dangan cara apapun dari
hasil observasi akan dipresentasikan di depan kelas atau bentuk laporan lainnya.
Secara langsung maupun tidak langsung peserta didik jika melakukan observasi akan
menghayati kehidupan orang-orang penerima zakat.
2. Pendidikan Seni Untuk Apresiasi
Dipelopori oleh alfred lichtwart dan konrad lange, dengan pemikiran bahwa persepsi
seorang anak akan seni dan keindahan harus dikembangkan melalui penghayatan
langsung. Didukung dengan observasi, kajian sejarah, library research dan lain
sebainya. Dalam pembelaran pai akan sangat sejalan jika peserta didik diarahkan dalam
upaya pengkaryaan dalam bentuk apapun, bisa gambar, sayair, rupa, dan tentunya
karya itu mengandung unsur kereligiusan.
3. Pendidikan Seni Untuk Konsepsi
Bermula dari “pengungkapan pikiran” walter sargent, gambar adalah bahasa yang
digunakan untuk melahirkan dan mengambangkan ide-ide yang ada di alam pikiran.
Artinya mengungkapkan ekspresi ataupun persepsi kedalam bahasa visual, darinya
kognitif akan diuji dalam praktiknya. Selain itu emosi seseorang akan digali, kecerdasan
emosi dirasa penting sebab manusia tidak akan mampu mengungkap pengalaman
secara mandiri dengan akal, sebab emosi mempunyai kepekaan terhadap kenyataan
yang tak bisa ditangkap oleh akal.
Pembelajaran PAI sangat bisa dilakukan dengan konsep tersebut, peserta didik
diarahkan untuk menuangkan konsep pikiran yang ada pada fikirannya dalam bentuk
bahasa visual. Semisal materi hari akhir, tidak menutup kemungkinan seseorang untuk
membahasakannya dalam sifat visual.
4. Pendidikan Seni Untuk Pertumbuhan Mental Kreatif
Pendidikan seni untuk pertumbukan mental reatif yang dimaksudkan adalah peserta
didik adalah idealnya, sedangkan seni sarananya. Dalam artian seni adalah sarana bagi
peserta didik dalam proses pertumbuhan mental jiwa terampil dan kreatif. Pendidikan
seni budaya dan keterampilan sangatlah multilingual, multidimensional serta multi
kultural demokratis serta toleran. Seorang guru pai bisa mengupayakan sarana-sarana
penunjang pembelajaran yang sangat erat dengan nilai seni, sebagai upaya
pembelajaran yang inovatif-kreatif serta meningkatkan kesadaran beragama
5. Pendidikan Seni Sebagai Keindahan
Dari konsep ini lahir bahasan bahwa seni akan selalu identik dengan keindahan, namun
perlu dipahami bersama jika keindahan itu sendiri bersifat subjektif. Dengan segala
upaya seorang guru dalam proses pembelajaran pai pastinya tidak akan lepas dari
unsur keindahan dan tentunya kenyamanan, jika pembelajaran itu nyaman maka dirasa
akan indah. Seperti misalnya tata ruang belajar, konsep, desain lingkungan sekolah.
Multilingual artinya yaitu pengembangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara
kreatif, semisal dengan bahasa, rupa, gerak, bunyi dan lainnya. Multidimensional yakni
pengembangan kompetensi, berupa konsepsi, apresiasi, dan kreasi, yaitu dengan
memadukan secara harmonis unsur dari estetika, logika, kinestetika dan etika.
Kemudian dimaksudkan multikultural adalah makna dari pendidikan seni sebagai
kesadaran dan apresiasi terhadap budaya baik budaya lokal maupun mancanegara,
dalam upaya pembentukan nilai demokratis serta toleran seorang guru pai bisa
mengupayakan sarana-sarana penunjang pembelajaran yang sangat erat dengan nilai
seni, sebagai upaya pembelajaran yang inovatif-kreatif serta meningkatkan kesadaran
beragama.
6. Seni Sebagai Imitasi
Seni sebagai imitasi adalah bentuk peniruan alam, dan segala bantuk seni maupun
budaya haruslah tiruan dari alam. Pembelajaran akan sangat efektif jika itu adalah
sebuah fenomena alam, akan mudah dilihat, dirasakan, dan bisa dianalisis. Dengan
menyangkutpautkan alam di sekitar maka akan sangat efektif sebuah pembelajaran.
Dalam pebelajaran pai akan bisa dipadukan dengan metode belajar yang sifanya
kembali pada alam, seperti latihan alam yang dilakukan para aktor teater, pecinta alam,
pramuka dan lain sebagainya, pelatihan rasa akan dilakukan di alam, bisa berlokasi di
gunung, laut, sungai, maka akan lebih dekat dengan sang pencipta.
Selain seni budaya dapat dijadikan sarana olah rasa dan pengendalian diri, ia juga
dapat dijadikan sarana mengasah kecerdasan spiritual anak didik. Syekh abdulhalim
mahmud menyatakan bahwa bukti terkuat tentang wujud tuhan terdapat dalam rasa
manusia, bukan pada akatnya." hal ini bukan berarti pemikiran logis tidak mengambil
peran dalam pendidikan agama, akan tetapi persoalan keyakinan lebih banyak
didominasi fungsi rasa/afeksi.
Oleh karenya, al-qur'an menegaskan bahwa untuk mencetak manusia paripurna dalam
hal kecerdasannya perlu mengembangkan 3 hal pokok, yaitu rasa, akal dan iman. Proses
kreatif yang dapat menghantarkan seorang muslim mencapai kualitas tertinggi sebagai ulul
albab (manusia cerdas),yaitu yang telah berhasil mengolah rasa dengan kontemplatif, akal
dengan berfikir logis dan didasarkan pada keimanan (tunduk, syukur). Sebagaimana firman-
nya dalam qs. Ah imran: 191."
Artinya : (yaitu) orang orang yang mengingat allah sambil berdiri atau duduk dalam
keadaaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata :) “ ya tuhan kami. Tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia sia . Maha suci
engkau , maka peliharalah kami dari siksa neraka
Lebih jauh muhammad 'athiyyah al- abrosyi menyatakan bahwa, mengajarkan seni
khususnya syair dan puisi sangatlah berguna untuk pembentukan akhlaq dan perilaku anak
didik. Apalagi apabila tema syair dan puisi yang dipilih berkaitan langsung dengan tema
akhlaqul karimah. Anak didik dapat merasakan pengaruh keindahan dari isi maupun bunyi
dari sajak syair atau puisi yang dibaca dan dihafalkannya. Dalam jiwa mereka akan tertanam
rasa seni yang mudah dan secara instinktif hati mereka tertarik dengan kelembutan sajak
dan musikalisasi dalam syair ataupun puisi."
Pembinaan rasa agama juga sangat efektif menggunakan seni suara dan musik. Secara
ontologis, musik merupakan perpaduan antara unsur material dengan immaterial; ia tersusun
dari elemen-elemen yang bersifat jasmanjah dan rohaniah. Karenanya, musik memliiki
kekuatan untuk menspirituaikan hal yang materi dan sebatiknya, mematerikan hal yang
spiritual.
Adapun esensi musik itu berupa substansi ruhaniyah, yaitu jiwa pendengar. Musik dapat
digunakan sebagai alat untuk melintasi tingkatan spiritualitas sebab ia dapat menspiritualkan
sesuatu yang materi dan disamping itu musik memiliki jiwa yang selevel dengan jiwa
manusia.
Secara rinci, ahmad al-ghazali dalam kitabnya yang berjudul rawariq al'ilma'fi at-rad 'ala
man yuharrim al-sama' bi al ijma 'menyatakan bahwa:
Pertama, mendengarkan musik dapat menyebabkan pendengarnya masuk ke dalam
proses takballi (menghilangkan sampah batin) dan sekaligus menghantarkan pendengarnya
pada tingkatan yang hampir mendekati musyahadat (merasa bertemu allah).
Kedua, mendengarkan musik dapat menguatkan qalb dan sir, sebab musik memiliki
isyarat al-ruhiyah, atau dalam bahasa dzu al-nun al-mishri, musik merupakan warid haqq
yang dapat menggetarkan roh. Ketiga musik dapat membuat seorang sufi semakin fokus
dalam mencintai allah. Dengan demikian, sufi yang bersangkutan siap menerima iluminasi
dan berbagai cahaya ilahiah yang bersifat batin (suci). Keempat, musik dapat menyebabkan
seorang sufi mengalami ekstasi terhadap allah yang disebabkan oleh keterpesonaannya
terhadap rahasia-rahasia ilahiah.
Kelima musik dapat menghantarkan seorang sufi ke derajat yang tidak mungkin bisa
dicapai melalui proses mujahadah.
Keenam, musik juga dapat menghantarkan manusia ke derajat al-ma'iyah al-dzatiyah al-
ikhiyah (merasa bersama tuhan secara dzatiyah). Dalam wilayah pai tentu tidak diragukan
lagi pengajaran agama melalui nyanyian dan musik adalah sangat efektif untuk
meningkatkan rasa agama. Tidak mengherankan apabila banyak da'i dan pendidik di
tpq/madrasah diniyah banyak memanfaatkan syair dan lagu untuk sarana belajar
C. Kontribusi PAI Daiam Pengembangan Seni Budaya Islam
Dalam pandangan ali ashraf, pendidikan agama islam bertujuan menimbulkan
pertumbuhan seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelektual,
rasional, perasaan dan kepekaan , yang tujuan akhirnya adalah penyerahan mutlak kepada
allah, baik secara individu maupun dalam tataran kolektif di masyarakat dan umat seluruh
jagad. Dengan kata lain, dalam pendidikan islam tidak semata-mata urusan plkiran akan
tetapi melibatkan seluruh perangkat hidup manusia, yaitu pikiran, perasaan, dan nurani
(spiritual).
Dalam bahasa ilmu, manusia dalam pendidikan islam dikembangkan dengan melibatkan
4 jalur secara harmonis. Yaitu melalui thinking (pemikiran), seeming (tampak/nyata), feeling
(perasaan) dan believing (mempercayai), untuk memahami, menghayati dan menguasai
persoalan.
Pengembangan seni budaya islam dilakukan budaya religius dalam lembaga pendidikan
meliputi:
1. Kegiatan keagamaan yang beraneka ragam seperti melakukan kegiatan rutin
keagamaan
2. Membangun wadah sebagai penyaluran pembelajaran agama demi menciptakan akhlak
teladan serta kebiasaan-kebiasaan baik yang tertanam pada pribadi masing-masing
3. Memberikan pembelajaran melalui kegiatan intra maupun ekstra sekolah
4. Guru berhak menegur apabila mendapati perilaku yang kurang baik pada siswa sebagai
bentuk pembelajaran.
5. Mengadakan event untuk memberikan kesempatan bagi siswa menyalurkan bakatnya
dibidang agama seperti tilawah, cerdas cermat, adzan, membaca al-qur’an dan kegiatan
keagamaan lainnya. Hal demikian direalisasikan demi terciptanya siswa yang memiliki
keberanian, ketepatan dan kecepatan dibidang agama. Selain bidang agama, bidang
seni dan budaya juga memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam terciptanya kader
agama yang unggul. Untuk mewudkan itu semua.
6. Pelaksanaan perlombaan yanga memiliki keterkaitan dengan bidang seni dan budaya
seperti seni music, tari. Wujud pelaksanaan tindakan sistematisasi sekolah atas dasar
nilai agama termasuk kedalam budaya religius sekolah yang melaksanakan syariat
agama secara keseluruhan. Melatih perilaku teladan serta menanamkan kedisiplinan
merupakan siasat yang dilaksanakan demi mencetak budaya religius di sekolah
D. Penanaman Nilai Religius
Dalam kamus kebahasaan inggris, nilai adalah value didefinisikan sebagai berguna,
berdaya, berlaku, kuat dan mampu. Kadar terbaik yang diterapkan sebagai poin yang
diinginkan, dihargai, atau disukai itu disebut dengan nilai.
Pakar steemen mengungkapkan bahwa nilai merupakan hal berkedudukan tinggi
diwarnai dan dijiwai oleh perilaku insan. Sedangkan untuk religius sendiri yaitu suatu hal
yang kerap dikaitkan oleh tuhan serta agama. Bagi penganut keagamaan, agama diibaratkan
sekelompok pembelajaran yang berisi poin-poin kehidupan. Religius merupakan
penghayatan terhadap kegiatan keagamaan di kesehariannya.
Nilai religius memiliki kebermanfaatan bagi tingkah laku teladan yang dianjurkan oleh
syariat agama bagi pemeluknya. Kedudukan penanaman religius memegang peran
berpengaruh terhadap terciptanya budaya religius. Sebab penanaman religius menjadikan
siswa memahami akan utamanya menerapkan nilai religius dikesehariannya. Sebagaimana
dikutip oleh asmaun sahlun dalam bukunya yang berjudul “mewujudkan budaya religius di
sekolah” ilmuan gay handrick dan kate ludeman berargumen terkait keberagaman perilaku
religius yang terasa pada pribadi masing-masing yang sedang melaksanakan
kewenangannya. Perilaku yang dimaksudnya ialah tentang jujur, adil, serta daya guna untuk
orang lain dan pribadi. Menurut mereka kunci dalam sebuah kesuksesan dapat dilihat dari
bagaimana seseorang tersebut dapat berkata jujur. Setiap perbuatan yang akan dilakukan
jika dilandasi oleh sebuah kejujuran maka perbuatan tersebut akan membuahkan hasil yang
baik. Apabila kita menerapkan kejujuran didalam diri kita maka kita akan memberikan
kebermanfaatan untuk sesama. Hal tersebut sesuai dengan ajaran syaria nabi saw dimana
dikatakan bahwa manusia yang baik ialah manusia yang memberikan kebermanfaat untuk
insan lain. Tak hanya soal kejujuran saja, hati yang jauh dari kedengkian dan kesombongan
juga dapat meningkatkan penanaman nilai keagamaan yang ada pada pribadi seseorang.
E. Tahap Perwujudan Budaya Religius Di Sekolah
Penumbuhan situasi religius di area sekolah dapat diinplementasikan melalui kegiatan-
kegiatan berikut:
1. Menyelenggarakan aktivitas harian seperti membaca al-qur’an, membaca asmaul husna
pada saat Pra maupun pasca proses belajar mengajar terlaksana.
2. Menjadikan proses belajar mengajar agama tidak hanya intra sekolah namun dapat
terjadi di ekstra Sekolah melalui kesehariannya.
3. Membangun kondisi bernuansa relgius. Dapat diwujudkan melalui memberikan fasilitas
ibadah, seperti peralatan sholat dan pendistribusian al-qur’an dan kaligrafi di setiap
kelas. Hal tersebut Bertujuan guna memperkenalkan budaya religius dikeseharian
siswa.
4. Menyalurkan peluang untuk siswa dalam menciptakan keterbukaan terhadap bakat
siswa dibidang Keagamaan seperti mengadakan perlombaan dibidang keagamaan
contoh adzan, sari tilawah, Menulis serta memahami kandungan al-qur’an dan kegiatan
keagamaan lainnya.
5. Mengadakan perlombaan dibidang seni.
REFERENSI:
1. Abduuah, M. Amin, "Pandangan Islam Terhadap Kesenian (Sudut Pandang Falsafah)",
Dalamjabrohim Dan Saudi Berhan (Ed.), Iskm Dan Kesenian, Yogyakarta: MKM UAD
Lembaga Litbang PP Muhammadiyah, 1995.
2. Anwar, Syamsul, "Pandangan Islam Terhadap Kesenian" Dalam Jabrohim Dan Saudi
Berlian (Ed.), Lslam Dan Kesenian, Yogyakarta: MKM UAD Lembaga Litbang PP
Muhammadiyah, 1995.
3. Asmaun,Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius Di Sekolah: Upaya Mengembangkan PAI
Dari Teori Ke Aksi.(Malang UIN-Maliki Press, 2010)
4. Danim, Sudarwan, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, Cet. 1, 2003. Ensiklopedia Nasiona/Indofiesia,)Akzrta. : PT Cipta Adi Pustaka,
1989,Jilid 4. .
5. Hernowo, Menjadi Guru Yang Mau Dan Mampu Mengajar Secara Kreatif, Bandung:
MLC Mizan, 2006.
6. Leaman, Ohver, "Estetika Islam: Menafsirkan Seni Dan Keindahan", Terj. Irfan
Abubakar, Lslamic Aesthetics, Bandung: Mizan, 2005. .
7. Muhaimin, Dkk., Kawasan Dan Wawasan Stadi Islam,]Akarta: Prenada Media, 2005.
8. Muhaya, Abdul, Bersufi Melalui Musik, Sebuah Pembekan Musik Sufi Oleh Ahmad Al-
Ghazali, Yogyakarta: Gama Media, 2003.
9. Naim,Ngainun, Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam
Pengembangan Ilmu Dan Pembentukan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
2012).

10. Nasr, Seyyed Hossein, "Spirituautas Dan Seni Islam", Terj. Sutejo, Islamic Art And
Spirituality, Bandung: Mizan, 1993.
11. Shihab, M. Quraish, "Islam Dan Kesenian", Dalam Jabrohim Dan Saudi Berhan (Ed.),
Lslam Dan Kesenian, Yogyakarta: MKM UAD Lembaga Litbang PP Muhammadiyah,
1995.
12. Sriharini, "Pendidikan Anak Prasekolah Dalam Islam", Dalam ]Urnal Penelitian Agama
Vol. XI, No. 3 September - Desember 2002, Yogyakarta: Pusat Peneutian IAIN Sunan
Kalijaga , 2002.
13. Tasmuji, Dkk, Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press, 2011).
14. Tilaar, H.A.R., Pendidikan, Kebudajaan, Dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung:
Remaja Rosda Karya,Cet. 3, 2002.
15. Wonohito, Soemadi M., "Menyelaraskan Agama Dan Budaya", Pengantar) Dalam
Nasruddin Anshory Dan Zaenal Arifm Thoha, Eerguru Pada Yogya, Yogyakarta: Kutub,
2005.
16. Wuryadi, "Eksistensi Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Dalam Perspektif
Pendidikan", Makalah Dalam Semlloka Revitabsasi Pengembangan Kepribadian Dalam
Memperkokoh Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara, 14 Agustus 2008,
17. Ngainun Naim, Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam
Pengembangan Ilmu Dan Pembentukan Karakter Bangsa (Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
2012).

Anda mungkin juga menyukai