Anda di halaman 1dari 270

i

ii
MODUL
MATA KULIAH KE-NWDI-AN

Tim Penyusun
Tim Penyusun Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an
Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan

Pengarah:
Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd

Penanggungjawab:
Dr. Abdullah Muzakar, M.Si
Hj. Dukha Yunitasari, M.Pd
Dr. H. Musifuddin, M.Pd

Ketua
Dr. Muhammad Khairul Wazni, M.Pd

Sekretaris:
Doni Septu Marsa Ibrahim, M.Pd

Penulis:
Dr. Khirjan Nahdi, M.Hum. ⃦ Dr. Abd. Hayyi Akrom, M. M.Pd.
Ahmad Tohri, S.Pd., M.Pd. ⃦ Abdul Hafiz, S.H., M.Pd. ⃦ Muh. Taufiq, M.Pd.
Samiin Hadi Harianto, Lc., M.A. ⃦ M. Roni Amrullah, S.Pd., M.Hum.
M. Shulhan Hadi. M.Pd. ⃦ Lalu Murdi, M.Pd. ⃦ Munawir Alwi, S.Ag., M.A.
Dr. Abdul Latif, M.Pd. ⃦ Mohammad Syarif Hidayatullah, M.Hum

Editor:
Habibuddin

Penelaah/Penyelaras:
Dr. H. Khirjan Nahdi, M.Hum

Desain Cover:
Toriq

Penerbit:
Hamzanwadi Press

Alamat:
Jln. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid No. 132 Pancor-Selong
Lombok Timur NTB 83612; Telp./Fax.: (0376) 21394/22954
Website: www.hamzanwadi.ac.id; E-mail: universitas@hamzanwadi.ac.id

iii
Pengantar
Rektor Universitas Hamzanwadi

Puji syukur ke hadiran Allah Swt atas segala limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah, serta karunia-Nya, penulisan modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini dapat
diselesaikan. Kehadiran modul ini untuk memperkuat pengetahuan, pemahaman, dan
wawasan ke-NWDI-an mahasiswa sebagai guru profesional di lingkungan Universitas
Hamzanwadi.
Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini berisi tentang sejarah sosial Lombok dan
sistem pendidikan masa kolonial, biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, lahirnya
madrasah NWDI, NBDI, dan NW, gerakan NW dalam bidang dakwah, pendidikan, dan
sosial, pemikiran dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi dan dakwah nusantara.
Pewarisan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid hakikatnya
sebuah ikhtiar dalam rangka menumbuhkan, mengembangkan, dan mewujudkan cita-
cita atau pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Pewarisan nilai-
nilai perjuangan tersebut sekaligus sebagai wadah menata peradaban umat manusia,
yang dewasa ini tidak lepas dari peran dan fungsi lembaga pendidikan. Selain itu,
melalui pembelajaran Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini diharapkan mahasiswa mampu
menjadi guru yang profesional.
Guru profesional sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 disampaikan guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidkan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya Pasal 8
dijelaskan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta mampu mewujudkan tujuan pendidkan nasional.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Pasal 7 dinyatakan pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program
sarjana yang menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan
keahlian khusus.
Penulisan modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini dalam rangka membekali
mahasiswa sebagai guru profesional melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Prajabatan agar memiliki kualitas dan memenuhi kondisi ideal guru Indonesia, baik
aspek kuantitas, distribusi, dan kualifikasi, serta kompetensi. Pembelajaran Mata
Kuliah Ke-NWDI-an dalam PPG Prajabatan bertujuan menghasilkan guru profesional
yang mengamalkan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, dengan
spirit dan semboyan perjuangan, seperti: “Yakin, Ikhlas, dan Istiqomah”, serta dapat
iv
mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini disusun sesuai dengan alur Merdeka Belajar,
pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered learning), dan mahasiswa
sebagai guru profesional memiliki komitmen menjadi teladan, motivator, fasilitator,
dan pembelajar sepanjang hayat. Upaya mencapai tujuan tersebut, PPG Prajabatan
mengedepankan penguatan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional,
dan bermakna yang nantinya bermanfaat saat mereka mengajar di kelas. Hal ini
dilaksanakan dengan perkuliahan berbasis kegiatan dan reflektif dikombinasikan
dengan praktik lapangan, termasuk di sekolah tempat guru pemula akan ditugaskan.
Pelaksanaan PPG Prajabatan di Universitas Hamzanwadi melibatkan pengajar
dari unsur akademisi, praktisi pendidikan, dan guru penggerak. Keterlibatan pengajar
dari berbagai unsur ini bertujuan untuk menjembatani teori dan praktik. Modul Mata
Kuliah Ke-NWD-an ini digunakan dalam perkuliahan yang dilaksanakan melalui tiga
kelompok mata kuliah, yaitu mata kuliah inti, mata kuliah pilihan selektif, dan mata
kuliah pilihan eklektif. Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an mencakup komponen Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan asesmen, perangkat pembelajaran, dan isi
modul. Asesmen ketercapaian CPMK dilaksanakan di antaranya melalui projek, studi
kasus, portofolio, dan tes. Perangkat pembelajaran meliputi lembar kerja (LK), media,
dan sumber belajar lainnya sebagai pengayaan.
Isi modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini disusun berdasarkan alur MERDEKA, yaitu
Mulai dari diri (M), Eksplorasi konsep (E), Ruang kolaborasi (R), Demonstrasi
kontekstual (D), Elaborasi pemahaman (E), Koneksi antar materi (K), dan Aksi nyata
(A). Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an dengan alur MERDEKA ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa mempersiapkan diri dalam mencapai tuntutan profesi sebagai
agen yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan mampu mencetak generasi yang
membawa perubahan ke hal yang lebih baik.
Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim
penulis dan berbagai pihak yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif
mewujudkan penyelesaian modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini serta membantu
terlaksananya PPG Prajabatan. Semoga Allah Swt., senantiasa memberkahi upaya yang
kita lakukan demi pendidikan Indonesia. Aamiin.

Selong, Februari 2023


Rektor Universitas Hamzanwadi,

Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd


NIDN. 0829116801

v
Pengantar Penulis

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt atas kuasa dan izin-
Nya, modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu tanpa kendala apapun yang berarti.
Bapak/Ibu Dosen, tujuan Mata Kuliah Ke-NWDI-an untuk membekali calon guru
agar memiliki kemampuan, pengetahuan, pemahaman dalam mengeksplorasi, dan
mengintegrasikan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
menganalisis maupun merefleksikan isu-isu pendidikan dalam pembelajaran pada
era kekinian. Calon guru diharapkan dapat mengembangkan kesadaran moral dan
kultural kebangsaan tentang pendidikan di Indonesia sebagai guru yang berorientasi
pada peserta didik.
Mata kuliah ini dapat melibatkan dosen, instruktur, guru penggerak, dan praktisi
pendidikan. Bobot Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini sebanyak 2 sks dengan 6 topik atau
pokok bahasan sebagai berikut: (1) sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan
masa kolonial; (2) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan kelahiran NWDI, NBDI, dan
NW; (3) NW sebagai gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial; (4) pemikiran
kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid; (5) TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, dan (6) TGKH. M. Zainul Majdi dan dakwah nusantara
Bapak/Ibu dosen yang berbahagia, metode pembelajaran yang diterapkan pada
Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini, yaitu student centered learning, dengan alur MERDEKA,
apa itu merdeka?
M: Mulai dari diri
E: Eksplorasi konsep
R: Ruang kolaborasi
D: Demonstrasi kontekstual
E: Elaborasi pemahaman
K: Koneksi antar materi
A: Aksi nyata
Penjelasan umum mengenai alur MERDEKA dalam Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini,
sebagai berikut.
Topik pertama, sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial,
calon guru menguraikan pandangan, mengajukan pertanyaan, menganalisis sejarah
sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial dalam diskusi dan eksplorasi,
presentasi kelompok, serta menyimpulkan pemahaman, mengaitkan pembelajaran
dan diakhiri dengan aksi nyata tertulis dalam refleksi pada blog menggunakan alur
MERDEKA.

vi
Topik kedua, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan kelahiran Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW, calon guru menguraikan, mengajukan pertanyaan, mempelajari
proses lahirnya konsep dasar dan proses lahirnya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW,
diskusi, analisis, presentasi, dan menyimpulkan pembelajaran, serta diakhiri dengan
menulis refleksi dalam blog menggunakan alur MERDEKA.
Topik ketiga, merupakan kelanjutan topik sebelumnya, tentang NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan atau jargon perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, calon guru akan menguraikan pandangan, mengajukan
pertanyaan, mempelajari materi, menemukan referensi, diskusi, analisis,
argumentasi, dan artikulasi hasil kelompok dilanjutkan dengan presentasi kelompok,
menyimpulkan pemahaman dan menulis refleksi dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Topik keempat, nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, calon
guru akan merefleksikan, menguraikan pandangan, mengajukan pertanyaan,
menganalisis, mempelajari materi, menyimpulkan, melakukan analisis, argumen
dalam presentasi kelompok dan diskusi, serta menyimpulkan pembelajaran dengan
menulis refleksi tentang pengalaman terkait dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Topik kelima, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, calon guru akan merefleksikan,
menguraikan, mengajukan pertanyaan, menganalisis, menguraikan pandangan,
diskusi kelompok, merancang, materi mengajar, artikulasi, presentasi kelompok, dan
menyimpulkan pembelajaran, menulis refleksi dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Topik terakhir, yakni TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan dakwah nusantara,
calon guru merefleksikan, menguraikan, mengajukan pertanyaan, menganalisis studi
kasus, menyimpulkan pandangan, menilai diri, diskusi kelompok, visualisasi hasil
kelompok, presentasi kelompok, analisis studi kasus, serta menyimpulkan
pembelajaran proses diakhiri dengan menulis refleksi dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Bapak/Ibu dosen yang berbahagia, evaluasi pembelajaran pada Mata Kuliah Ke-
NWDI-an ini dilakukan dengan cara evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan pada masing-masing topik pembelajaran dalam bentuk penilaian unjuk
kerja, portofolio dalam pembelajaran, dan blog dengan alur MERDEKA, sedangkan
untuk evaluasi sumatif dilakukan melalui ujian tengah semester (UTS) dan ujian
akhir semester (UAS) dalam bentuk project-based.
Projek tengah semester berupa riset tentang penerapan pembelajaran di sekolah
pada mata pelajaran tertentu yang menerapkan pemikiran kebangsaan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Akhir semester, calon guru akan
membuat projek “Kampanye Praktik Baik” menggunakan hasil riset pada projek
vii
tengah semester. Projek akhir semester ini berupa hasil refleksi dan rancangan
praktik baik yang dipresentasikan melalui media kreatif terkait dengan Ke-NWDI-an
dan karakter kebangsaan.

Demikian perjumpaan kita kali ini Bapak/Ibu Dosen hebat.

Kita perlu menganalisis kembali perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid,


nilai-nilai perjuangan, semboyan perjuangan, dan dilanjutkan oleh TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi yang turut mempengaruhi pendidikan di Indonesia sejak masa kolonial
hingga masa kini untuk menghadapi tantangan tersendiri dalam proses belajar
mengajar terjadi di sekolah serta dalam merancang pembelajaran. Mata Kuliah Ke-
NWD-an ini, selain untuk memahami, mengimplementasikan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majid, M.A., ini akan
mengembangkan kesadaran moral dalam keberagaman bangsa Indonesia, kita dapat
mempersiapkan calon guru sebagai guru yang berorientasi pada peserta didik dalam
mengembangkan karakter kebangsaan Indonesia.

Semangat untuk Bapak/Ibu Dosen hebat.

Selong, Februari 2023


Tim Penulis

viii
Daftar Isi

Pengantar Rektor Universitas Hamzanwadi — iv


Pengantar Penulis — vi
Daftar Isi — ix
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah dan Asesmen — 1
A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) — 1
B. Asesmen — 1
Alur Isi Modul — 3
Topik 1
Sejarah Sosial Lombok dan Sistem Pendidikan Masa Kolonial — 20
A. Pengantar — 20
B. Mulai dari Diri — 20
C. Eksplorasi Konsep — 22
1. Sejarah Sosial Lombok — 23
2. Masuk dan Berkembangnya Islam d Lombok — 46
3. Hubugan Sejarah Sosial Lombok dan Kelahiran NWDI dan NBDI: Perspektif
Sosiologis — 52
4. Sistem Pendidikan Masa Kolonial — 56
D. Ruang Kolaborasi — 63
E. Demonstrasi Kontekstual — 62
F. Elaborasi Pemahaman — 66
G. Koneksi Antar Materi — 69
H. Aksi Nyata — 69
Topik 2
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan Kelahiran NWDI, NBDI, dan NW
— 72
A. Pengantar — 72
B. Mulai dari Diri — 73
C. Eksplorasi Konsep — 74
1. Biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid — 74
a. Kelahiran, Keluarga, dan Silsilah — 74
b. Pendidikan — 77
c. Guru-guru — 81
d. Kepribadian dan Kepemimpinan — 84
e. Karya, Perjuangan, Jasa, dan Penghargaan — 85
2. Perkembangan NWDI, NBDI, dan NW — 99
a. Pesantren al-Mujahidin — 99
b. Madrasah NWDI: Sejarah, Sistem Pendidikan, dan Dinamika Madrasah
NWDI dan NBDI — 102
c. Implikasi Madrasah NWDI dan NBDI bagi Pendidikan Islam di Lombok —
113
D. Ruang Kolaborasi — 115
E. Demonstrasi Kontekstual — 116
F. Elaborasi Pemahaman — 116
G. Koneksi Antar Materi — 117
H. Aksi Nyata — 117
ix
Topik 3
NW: Gerakan Dakwah, Pendidikan, dan Sosial, serta Semboyan
Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid — 120
A. Pengantar — 120
B. Mulai dari Diri — 120
C. Eksplorasi Konsep — 122
1. NW: Gerakan Dakwah, Pendidikan, dan Sosial — 122
a. Gerakan Dakwah — 122
b. Gerakan Pendidikan — 127
c. Gerakan Sosial — 134
d. Karakter dan Identitas Warga NW dalam Aspek Fikih — 136
2. Semboyan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid — 136
3. Implikasi Gerakan Dakwah, Pendidikan, dan Sosial, serta Perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dalam Pembelajaran — 140
D. Ruang Kolaborasi — 147
E. Demonstrasi Kontekstual — 147
F. Elaborasi Pemahaman — 148
G. Koneksi Antar Materi — 148
H. Aksi Nyata — 149
Topik 4
Pemikiran Kebangsaan dan Nilai-nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid — 152
A. Pengantar — 152
B. Mulai dari Diri — 152
C. Eksplorasi Konsep — 153
1. Pemikiran Kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid — 153
a. Gerakan Kebangsaan — 153
b. Karakteristik Gerakan Kebangsaan — 156
c. Partisipasi Masyarakat dalam Gerakan Kebangsaan — 163
2. Nilai-nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam Multiaspek
Kehidupan — 165
3. Implikasi Nilai-nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
Membentuk Karakter Kebangsaan Peserta Didik — 172
Ujian Tengah Semester — 173
D. Ruang Kolaborasi — 175
E. Demonstrasi Kontekstual — 176
F. Elaborasi Pemahaman — 177
G. Koneksi Antar Materi — 177
H. Aksi Nyata — 177
Topik 5
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., Penerus Estafet Perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid — 181
A. Pengantar — 181
B. Mulai dari Diri — 181
C. Eksplorasi Konsep — 183
1. Profil Singkat TGB. Dr. H. M. Zainul Majid, M.A. — 183
a. Kelahiran, Keluarga, Silsilah, Pendidikan, dan Guru — 183
b. Perjuangan, Kepemimpinan, Karya, Prestasi, dan Tanda Jasa — 185
x
c. Aktivitas Dakwah dan Politik — 193
2. NWDI: Organisasi Massa dan Wadah Perjuangan — 194
a. NWDI sebagai Organisasi Masa — 194
b. NWDI sebagai Wadah Perjuangan — 199
3. NWDI: Modal Spiritual, Sosial, dan Kultural — 202
a. Modal Spiritual — 203
b. Modal Sosial — 203
c. Modal Kultural — 208
4. Implikasi NWDI sebagai Modal Spiritual, Sosial, dan Kultural dalam
Membentuk Karakter Kebangsaan Peserta Didik — 209
D. Ruang Kolaborasi — 211
E. Demonstrasi Kontekstual — 212
F. Elaborasi Pemahaman — 213
G. Koneksi Antar Materi — 213
H. Aksi Nyata — 214
Topik 6
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara — 217
A. Pengantar — 217
B. Mulai dari Diri — 217
C. Eksplorasi Konsep — 219
1. TGB. Dr. H. M. Zainul Majid, M.A., dan Dakwah Nusantara — 219
a. Islam dan Negara — 219
b. Dakwah Nusantara — 224
2. Moderasi Ajaran Islam dan Moderasi Kehidupan Beragama dalam Islam —
226
a. Islam Rahmatan Lil Alamin — 226
b. Moderasi Beragama — 228
c. Ukhuwah dalam Islam —231
3. Implikasi Pemikiran Kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dalam
Membentuk Karakter Kebangsaan Peserta Didik — 232
D. Ruang Kolaborasi — 234
E. Demonstrasi Kontekstual — 235
F. Elaborasi Pemahaman — 236
G. Koneksi Antar Materi — 236
H. Aksi Nyata — 236
Ujian Akhir Semester — 239
Penutup — 242
Daftar Pustaka — 244
Daftar Singkatan — 250
Biodata Penulis — 253

xi
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
dan Asesmen

A. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


1. Memahami pentingnya sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa
kolonial di Lombok.
2. Memahami profil TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai figur perintis
lahirnya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW.
3. Memahami NW sebagai gerakan dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial.
4. Memahami pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
5. Memahami profil TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
6. Memahami pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., melalui
Dakwah Nusantara dan Islam Rahmatan Lilalamin dalam keberagaman bangsa
Indonesia.
7. Merefleksikan, merancang, dan mempresentasikan penerapan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,
M.A., dalam pembelajaran di sekolah.

B. Asesmen
Asesmen terdiri atas tugas, UTS, UAS dan partisipasi.
No. Jenis Tugas Bobot CPMK Catatan
1 Menulis refleksi dan diupload ke 20 1, 2, 3, 4, Individual
dalam blog (tiap topik satu 5, 6, 7
refleksi).
Mahasiswa diharapkan
mempunyai blog (wordpress),
youtube, facebook, dan lain-lain)
2 Tugas: lembar kerja mahasiswa 20 Individual atau
dalam setiap modul/topik kelompok
3 UTS: Riset tentang penerapan 25 Ujian Tengah
pembelajaran di sekolah pada Semester
mata pelajaran tertentu yang
menerapkan perjuangan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A dalam
mengembangkan karakter
kebangsaan.
4 UAS: Projek “Kampanye Praktik 25 Ujian Akhir
Baik” dengan menggunakan hasil Semester
riset pada projek tengah semester.
1
Projek akhir semester berupa hasil
refleksi dan rancangan praktik
baik yang dipresentasikan melalui
media kreatif.
5 Partisipasi 10 Dikembangkan
oleh masing-
masing dosen
(contoh
disediakan)

Catatan:
Di luar asesmen tersebut, dan bukan bagian dari penilaian capaian mahasiswa,
diharapkan lahir kompilasi referensi, hasil riset mengenai penerapan pemikiran,
perjuangan, dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M. A., dalam membangun karakter kebangsaan melalui
Madrasah NWDI, serta ‘Kampanye Praktik Baik’ bagi pengajaran dalam penerapan
pemikiran kebangsaan, nilai-nilai perjuangan, dan karakter kebangsaan TGKH. M.
H. Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M. A., yang dikelola oleh
mahasiswa sendiri sebagai projek bersama.

2
Alur Isi Modul

Judul Jumlah Pertemuan Alur Rincian


No. Kebutuhan
Topik Pertemuan Ke- MERDEKA Kegiatan
1 Sejarah Sosial 2 1 (M) Peserta menguraikan pandangan Upload contoh
Lombok dan Mulai dari Diri tentang sejarah sosial Lombok dan pengalaman pribadi
Sistem sistem pendidikan masa kolonial LK 1
Pendidikan yang mempengaruhi proses lahirnya
Masa Kolonial Madrasah NWDI, NBDI, dan NW.
Peserta mengajukan pertanyaan
tentang apa yang ingin diketahui
terkait sejarah sosial Lombok dan
sistem pendidikan masa kolonial
yang mempengaruhi proses lahirnya
madrasah NWDI, NBDI, dan NW
1 (E) Peserta mempelajari sejarah sosial LK 2
Eksplorasi Lombok dan sistem pendidikan di
Konsep Lombok mulai dari masa penjajahan
hingga lahirnya Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW.
Peserta menguraikan pandangannya
tentang faktor sosial yang
mempengaruhi proses lahirnya
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW di
Lombok berdasarkan uraian materi.
1 (R) Dalam kelompok (tugas) melakukan LK 3
Ruang eksplorasi lebih lanjut mengenai (Kelompok)
Kolaborasi faktor sosial yang mempengaruhi
proses lahirnya Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW di Lombok hingga
3
sekarang.
Dalam kelompok mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan reflektif dan
analitis yang telah disediakan.
1 (D) Presentasi setiap kelompok Upload
Demontrasi mengenai hasil diskusi eksplorasi LK 3
Kontekstual
2 (E) Peserta mendiskusikan isu-isu yang LK 4
Elaborasi muncul dalam presentasi kelompok.
Pemahaman
Peserta menyimpulkan tujuan dan
manfaat mempelajari sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan
masa kolonial dengan melihat
faktor-faktor sosial yang melatari
lahirnya Madrasah NWDI, NBDI, dan
NW di Lombok NTB bagi guru.
2 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 5
Koneksi antar dari MK lain untuk menguatkan
Materi pentingnya mempelajari sejarah
sosial Lombok dan sistem
pendidikan masa kolonial yang
melatari lahirnya Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW
2 (A) Peserta menuliskan refleksinya Blog (panduan
Aksi Nyata dalam blog (individu) terkait proses menulis blog)
pembelajaran Topik 1 dengan alur
MERDEKA.
2 TGKH. M. 2 3 (M) Peserta merefleksikan dan LK 6
Zainuddin Mulai dari Diri menguraikan profil TGKH. M.
Abdul Majid Zainuddin Abdul Majid sebagai
4
dan kelahiran perintis sistem pendidikan modern
NWDI, NBDI, di Lombok yang diketahuinya.
dan NW
Peserta mengajukan pertanyaan
esensial terkait profil TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sebagai
perintis sistem pendidikan modern
di Lombok.
3 (E) Peserta mempelajari profil TGKH. M. Link video
Eksplorasi Zainuddin Abdul Majid sebagai Upload gambar/
Konsep perintis sistem pendidikan modern tulisan
melalui Madrasah NWDI, NBDI, dan LK 7
NW di Lombok.
Peserta menguraikan poin-poin
penting yang telah dipelajarinya
3 (R) Diskusi kelompok membahas profil Upload gambar
Ruang TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid LK 8
Kolaborasi sebagai perintis sistem pendidikan Kelompok
modern melalui Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW di Lombok
Dalam kelompok, peserta
menganalisis figur TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sebagai
perintis pendidikan modern melalui
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW di
Lombok.
Dalam kelompok, peserta
mengartikulasikan hasil analisis
dalam presentasi.

5
4 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 8
Kontekstual
4 (E.) Peserta mendiskusikan poin-poin LK 9
Elaborasi penting dalam presentasi semua
Pemahaman kelompok.
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait konsep dasar.
4 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 10
Koneksi antar dari Topik 1 dengan Topik 2 untuk
Materi menyimpulkan bagaimana sejarah
sosial Lombok dan sistem
pendidikan masa kolonial dari
pengalaman pribadi maupun kajian
tentang figur TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sebagai perintis sistem
pendidikan modern melalui
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW.
4 (A) Peserta menuliskan refleksinya Blog
Aksi Nyata dalam blog (individu) terkait proses (panduan menulis
pembelajaran Topik 2 dengan alur blog)
MERDEKA
3 NW: Gerakan 2 5 (M) Peserta merefleksikan dan LK 11
dakwah, Mulai dari Diri menguraikan NW sebagai gerakan
pendidikan, dan dakwah, pendidikan, dan sosial,
sosial, serta serta semboyan perjuangan TGKH.
semboyan M. Zainuddin Abdul Majid yang
perjuangan diketahuinya.
TGKH. M.
Peserta mengajukan pertanyaan
Zainuddin esensial terkait NW sebagai gerakan
6
Abdul Majid. dakwah, pendidikan, dan sosial,
serta semboyan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid.
5 (E) Peserta mempelajari NW sebagai Upload gambar/
Eksplorasi gerakan dakwah, pendidikan, dan tulisan
Konsep sosial, serta semboyan perjuangan LK 12
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Peserta menguraikan poin-poin
penting yang telah dipelajarinya.
Peserta menemukan referensi NW
sebagai gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
5 (R) Diskusi kelompok untuk Upload gambar
Ruang menganalisis NW sebagai gerakan LK 13
Kolaborasi dakwah, pendidikan, dan sosial, Kelompok
serta semboyan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dari
berbagai referensi dan praktik yang
ada dalam kelompok.
Peserta menganalisis NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta semboyan perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Peserta memberikan argumen
dalam diskusi mengenai NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta perjuangan TGKH. M.
7
Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran dari berbagai
referensi dan praktek yang ada
dalam kelompok.
Peserta mengartikulasikan hasil
analisis dalam presentasi.
6 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 13
Kontekstual

6 (E.) Peserta mendiskusikan poin-poin LK 14


Elaborasi penting dalam presentasi semua
Pemahaman kelompok.
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta semboyan perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
6 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 15
Koneksi antar dari topik-topik sebelumnya untuk
Materi menyimpulkan bagaimana
penerapan pendidikan dari
pengalaman pribadi maupun kajian
mengenai NW sebagai gerakan
dakwah, pendidikan, dan sosial,
serta semboyan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid.
6 (A) Peserta menyimpulkan pentingnya Blog (panduan
Aksi Nyata menerapkan gerakan dakwah, menulis blog)
pendidikan, dan sosial perjuangan
8
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Peserta menuliskan refleksinya
dalam blog (individu) terkait NW
sebagai gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dengan alur
MERDEKA.
UJIAN TENGAH 1 8 Projek tengah semester berupa
SEMESTER observasi tentang penerapan
pembelajaran di sekolah pada mata
pelajaran tertentu yang menerapkan
pemikiran kebangsaan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dalam
bidang dakwah, pendidikan, dan
sosial yang ditulis dalam bentuk
paper.
Projek kelas, seluruh peserta
mengumpulkan hasil tugasnya
dalam Portofolio kelas
4 Nilai-nilai 3 7 (M) Peserta merefleksikan dan LK 16
perjuangan Mulai dari Diri menguraikan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
Zainuddin yang diketahui.
Abdul Majid
Peserta mengajukan pertanyaan
esensial terkait nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.

9
Peserta menganalisis rencana dan
materi pembelajaran yang sesuai
dengan nilai-nilai perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid.
7 (E) Peserta mempelajari pembelajaran Upload gambar/
Eksplorasi nilai-nilai perjuangan TGKH. M. tulisan
Konsep Zainuddin Abdul Majid LK 17
Peserta menguraikan poin-poin
penting yang telah dipelajarinya.
Peserta menyimpulkan
pemahamannya terkait
pembelajaran nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
9 (R) Diskusi kelompok, peserta
Ruang menganalisis dan membahas studi
Kolaborasi kasus terkait pembelajaran nilai-
nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
Dalam kelompok, peserta
mengartikulasi hasil analisis dalam
presentasi.
Peserta berargumen dalam diskusi
9 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 18
Kontekstual
10 (E.) Peserta mendiskusikan poin-poin LK 19
Elaborasi penting dalam presentasi semua
Pemahaman kelompok.

10
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait pembelajaran
nilai-nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
Peserta menyimpulkan
pendekatan, strategi, dan metode,
serta teknis pembelajaran yang
sesuai dengan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
10 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 20
Koneksi antar dari topik-topik sebelumnya untuk
Materi menyimpulkan bagaimana
penerapan pendidikan dari
pengalaman pribadi maupun studi
kasus pengamalan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.
10 (A) Peserta menuliskan refleksinya Blog (panduan
Aksi Nyata dalam blog (individu) terkait proses menulis blog)
pembelajaran dengan alur
MERDEKA
5 TGB. Dr. H. M. 3 11 (M) Peserta merefleksikan dan Link Video
Zainul Majdi, Mulai dari Diri menguraikan profil TGB. Dr. H. M. Lk 21
M.A., sebagai Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus
Penerus Estafet estafet perjuangan TGKH. M.
Perjuangan Zainuddin Abdul Majid melalui NWDI
TGKH. M. sebagai organisasi masyarakat dan
Zainuddin wadah perjuangan, dan NWDI sebagai
Abdul Majid. modal spiritual, sosial, dan kultural.
Peserta mengajukan pertanyaan

11
esensial terkait perjuangan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid melalui
NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan NWDI sebagai modal spiritual,
sosial, dan kultural.
Peserta mampu menganalisis dan
menguraikan perjuangan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid melalui
NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan NWDI sebagai modal spiritual,
sosial, dan kultural.
11 (E) Peserta mempelajari perjuangan Upload gambar/
Eksplorasi TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., tulisan
Konsep sebagai penerus estafet perjuangan LK 22
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
melalui NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan NWDI sebagai modal spiritual,
sosial, dan kultural yang diterapkan
dalam materi pembelajaran.
Peserta menguraikan poin-poin
penting yang telah dipelajarinya.

12
12 (R) Diskusi kelompok membahas Upload gambar
Ruang perjuangan TGB. Dr. H. M. Zainul LK 23
Kolaborasi Majdi, M.A., sebagai penerus estafet Kelompok
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid melalui NWDI sebagai
organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan, dan NWDI sebagai
modal spiritual, sosial, dan kultural.
yang diterapkan dalam
keberagaman hidup berbangsa.
Peserta merancang dan
memodifikasi perjuangan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, NWDI sebagai
organisasi masyarakat dan
wadah perjuangan, dan sebagai
modal spiritual, sosial, dan
kultural yang diterapkan dalam
pembelajaran atas
keberagaman hidup berbangsa
di Indonesia (tugas).
Dalam kelompok, peserta
merancang materi ajar yang
menerapkan perjuangan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid melalui
NWDI sebagai organisasi
13
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.
Peserta mengartikulasikan hasil
analisis dalam presentasi
12 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 23
Kontekstual
Mengembangkan
pemikiran
kebangsaan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi,
M.A., diterapkan
dalam materi
pembelajaran atas
keberagaman
bangsa Indonesia.
13 (E) Peserta mendiskusikan poin-poin LK 24
Elaborasi penting dalam presentasi semua
Pemahaman kelompok.
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait perjuangan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid melalui NWDI sebagai
organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan, dan sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural yang
diterapkan dalam materi
pembelajaran atas keberagaman
14
bangsa di Indonesia
Peserta menganalisis dan
menyimpulkan perjuangan
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid melalui NWDI
sebagai organisasi masyarakat
dan wadah perjuangan, dan
sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural, yang diterapkan
dalam materi pembelajaran.
13 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 25
Koneksi antar dari topik-topik sebelumnya untuk
Materi menyimpulkanbagaimana
penerapan perjuangan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus
estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid melalui NWDI
sebagai organisasi masyarakat dan
wadah perjuangan, dan sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural. yang
diterapkan dalam materi
pembelajaran.
13 (A) Peserta menuliskan refleksinya Blog (panduan
Aksi Nyata dalam blog (individu) terkait proses menulis blog)
pembelajaran Topik 2 dengan alur
MERDEKA.
Peserta berargumentasi dalam
tulisan blog.
15
6 TGKH. M. Zainul 2 14 (M) Peserta menguraikan refleksinya LK 26
Majdi dan Mulai dari Diri atas pemikiran kebangsaan TGB. Dr.
Dakwah H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara Nusantara dengan menegakkan
Islam rahmatan lil alamin dalam
penyelenggaraan pendidikan yang
dekat dengan pengalaman sehari-
hari.
Peserta mengajukan pertanyaan
esensial terkait isu-isu sosial,
ekonomi, budaya dan politik dengan
pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara dengan menegakkan Islam
rahmatan lil alamin atas
keberagaman bangsa Indonesia
dalam penyelenggaraan pendidikan.
14 (E) Peserta menganalisis studi kasus LK 27
Eksplorasi mengenai penyelenggaraan
Konsep pendidikan dan pembelajaran
dengan pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan
Dakwah Nusantara dengan
menegakkan Islam rahmatan lil
alamin.
Peserta menyimpulkan pengaruh
pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara dalam menegakkan Islam
rahmatan lil alamin terhadap
16
penyelenggaraan pendidikan dan
pembelajaran atas keberagaman
bangsa Indonesia di sekolah
14 (R) Peserta menilai diri dalam hal LK 28
Ruang kesadaran moral dan kulturalnya
Kolaborasi sebagai guru yang berorientasi pada
peserta didik, dengan menjawab
pertanyaan yang disediakan
Dalam kelompok, peserta berbagi
penilaiannya dan pembelajarannya
15 (D) Dalam kelompok (tugas), peserta Upload
Demontrasi membuat visualisasi penilaian diri LK28/visual
Kontekstual tersebut dalam kelompok, peserta
mempresentasikan hasil
visualisasi penilaian diri
15 (E.) Peserta menganalisis studi kasus LK 29
Elaborasi yang sama pada pertemuan 7
Pemahaman dengan pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan
Dakwah Nusantara dengan
menegakkan Islam rahmatan lil
alamin
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait pemikiran
kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara
dengan menegakkan Islam
rahmatan lil alamin.
15 (K) Dalam kelompok, peserta Upload gambar
Koneksi antar mengaitkan dan menyimpulkan LK 30
17
Materi seluruh proses pembelajaran yang
dilalui dengan tujuannya sebagai
guru, dengan membuat peta konsep.
15 (A) - Dalam kelompok, peserta melihat Upload
Aksi Nyata kembali visualisasi penilaian diri visual blog
yang dibuat dan menambahkan
setelah menjalani pembelajaran 1
semester.
- Peserta menuliskan refleksinya
dalam blog (individu) terkait
prosespembelajaran Topik 6
UJIAN AKHIR 1 16 Projek akhir semester berupa
SEMESTER pengembangan ‘Kampanye Praktik
Baik’ dengan menggunakan hasil
observasi pada projek tengah
semester yang diimplementasikan
ke dalam ‘Praktik Baik’ sesuai
dengan pengetahuan yang telah
mereka dapatkan pada mata kuliah
ini.
Selain menjelaskan praktik baik
yang ada, mahasiswa memberikan
alternatif strategi, teknik dan
metode pembelajaran sesuai dengan
pemikiran kebangsaan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi dalam
membangun karakter kebangsaan.

18
Mahasiswa menyajikan dalam media
kreatif seperti video projek kelas,
seluruh peserta mengumpulkan
hasil tugasnya dalam portofolio
kelas.

19
Topik 1
Sejarah Sosial Lombok
dan Sistem Pendidikan Masa Kolonial

A. Pengantar

Durasi : 2 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, calon guru dapat:
1. Menjelaskan dan menganalisis sejarah sosial
Lombok masa kolonial.
2. Menguraikan & menganalisis sistem pendidikan di
Lombok masa kolonial.
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan dan menganalisis sejarah
sosial Lombok.
2. Ketepatan menguraikan dan menganalisis sistem
pendidikan di Lombok masa kolonial.
Kriterai Penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk Penilaian : Non-tes (unjuk kerja dan portofolio)
Metode Pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 2 x 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
• Tugas 2: Laporan analisis sejarah sosial dan sistem
pendidikan di Lombok masa kolonial (2 x 60’)
Materi Pembelajaran : 1. Fakta sejarah sosial masyarakat Lombok pada masa
kolonial;
2. Perkembangan sistem pendidikan di Lombok pada
masa kolonial.

Pertemuan 1

B. Mulai dari Diri

Mahasiswa PPG Prajabatan yang berbahagia

Selamat datang pada topik pertama ini, tentang: “Sejarah Sosial Lombok dan Sistem
Pendidikan Masa Kolonial”. Topik ini penting untuk mengantarkan Anda mengenali
terlebih dahulu apa yang diketahui dan dipahami tentang sejarah sosial Lombok
dan sistem pendidikan masa kolonial, serta bagaimana segi sosiologis, antropologis,
ekonomi, dan politik (kekuasaan) yang turut mempengaruhi sistem pendidikan,
khususnya pendidikan Islam di Lombok pada masa kolonial.

Setelah mempelajari topik ini, Anda diharapkan mampu:


1. Mendeskripsikan sejarah sosial (baik segi sosiologis, antropologis, ekonomi, dan
politik) Lombok.
2. Menguraikan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok yang mempengaruhi
sistem pendidikan Islam di Lombok.
20
3. Mengaitkan dan menyimpulkan pentingnya mempelajari sejarah sosial Lombok
dan sistem pendidikan masa kolonial yang turut mempengaruhi kelahiran
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW.
4. Mengartikulasikan harapan dan pertanyaan tentang pengalaman belajar sejarah
sosial Lombok dan sistem pendidikan atau pembelajaran Islam di Lombok.
5. Memberikan argumen dalam diskusi sejarah sosial Lombok terkait sistem
pendidikan Islam di Lombok yang turut mempengaruhi kelahiran Madrasah
NWDI, NBDI, dan NW.

Kita akan mulai pembelajaran tentang: “Sejarah Sosial Lombok dan Sistem
Pendidikan Masa Kolonial” dengan mengingat dan melihat pengalaman pribadi
masing-masing. Mari kita identifikasi sejarah sosial Lombok, baik segi sosiologis,
antropologis, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi sistem pendidikan di
Lombok pada masa kolonial.

Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan reflektif berikut ini:


1. Bagaimana pandangan Anda terhadap sejarah sosial Lombok melalui sudut
pandang Anda sebagai seorang pendidik?
…………………………………………………………….…………………………………………………………
2. Dari pengalaman pribadi Anda, apakah sejarah sosial Lombok berpengaruh pada
salah satu momentum penting dalam perjalanan pendidikan Anda, bisa dalam
konteks keberhasilan maupun hambatan?
……………………………………………………………………………………………………………………….
3. Menurut Anda sejauh mana sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa
kolonial berpengaruh terhadap lahirnya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW?
……………………………..…………………………………………………………………………………………
4. Apa pertanyaan penting yang ingin Anda ajukan terkait sejarah sosial Lombok
dan sistem pendidikan masa kolonial berdasarkan pengetahuan atau
pemahaman yang anda miliki?
a. ………………………………………………………………………………………………………………….
b. …………………………………………………………………………………………………………………
c. …………………………………………………………………………………………………………………
d. …………………………………………………………………………………………………………………

5. Apa yang ingin anda dapatkan dari mempelajari Mata Kuliah Ke-NWDI-an dalam
pendidikan-pembelajaran ini?
a. …………………………………………………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………………………………………………
c. …………………………………………………………………………………………………………………
d. …………………………………………………………………………………………………………………

21
C. Eksplorasi Konsep
Selanjutnya mari kita eksplorasi lebih lanjut berkaitan dengan pentingnya
mempelajari sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial yang
melatari kelahiran Madrasah NWDI, NBDI, dan NW. Sebelum membahas konsep
dasar teori struktural fungsional pada topik ini, sebagai salah satu pendekatan
dalam mempelajari sejarah panjang perjuangan berdirinya Madrasah NWDI, NBDI
dan NW.

Mari perhatikan beberapa gambar di bawah ini.

Gambar 1 Gambar 2

Gambar 3 Gambar 4

Gambar 5 Gambar 6

22
Setelah mencermati gambar di atas, berikan tanggapan Anda dan diskusikan
bersama di dalam kelas!

1. Sejarah Sosial Lombok


a. Geografis
Pulau Lombok terletak antara 80 12’ dan 90 1’ LS, dan antara 1150 44’-1160 40’
BT. Luasnya dengan pulau-pulau kecil sekitarnya mencapai 5.435 km²
menempatkannya pada peringkat 108 dari daftar pulau berdasarkan luasnya di
dunia, terdiri atas dataran rendah dan dataran tinggi dengan puncak tertinggi
Gunung Rinjani ±3726 meter di atas permukaan laut (mdpl) dan gunung ketiga
tertinggi di Indonesia. Pulau Lombok adalah sebuah pulau di kepulauan Sunda
Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di
sebelah barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau ini kurang
lebih berbentuk bulat dengan semacam "ekor" di sisi barat daya yang
panjangnya kurang lebih 70 km. Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.
Lombok Timur merupakan kabupaten paling luas dengan wilayah 1.605,55 km2,
setara dengan 33,88% dari luas Pulau Lombok dibanding kabupaten/kota yang
ada di Pulau Lombok.
Pulau Lombok memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar antara 190c-
350c. Suhu terendah di Lombok terjadi bulan Juli-Agustus dan malam hari bisa
mencapai 180c. Saat puncak kemarau, umumnya suhu udara lebih dingin dan
permukaan bumi lebih kering. Selain itu, adanya pola tekanan udara yang relatif
tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju
Indonesia semakin signifikan sehingga berimplikasi pada penurunan suhu udara
yang cukup signifikan pada malam hari. Suhu tertinggi tahun 2021 terjadi bulan
Oktober-November, yakni mencapai 350c. Suhu udara bulan tersebut terasa
lebih panas karena matahari berada tepat di atas wilayah NTB akibat gerak
semu matahari. Perubahan cuaca juga bisa menyebabkan cuaca ekstrem, seperti
hujan lebat, angin kencang atau petir.
Selat Lombok menandai batas flora dan fauna Asia. Mulai dari Pulau Lombok
ke arah timur, flora dan fauna lebih menunjukkan kemiripan dengan flora dan
fauna yang dijumpai di Australia daripada Asia, yang dikenal dengan Garis
Wallace. Topografi pulau Lombok didominasi oleh gunung berapi Rinjani yang
ketinggiannya mencapai 3.726 meter di atas permukaan laut. Gunung ini
terakhir meletus pada bulan Juni-Juli 1994. Tahun 1997 kawasan gunung dan
danau Segara Anak dinyatakan dilindungi oleh pemerintah. Daerah selatan pulau
ini sebagian besar terdiri atas tanah subur yang dimanfaatkan untuk pertanian.

23
b. Penduduk
Secara demografis, sekitar 80% penduduk Pulau Lombok beretnis suku
Sasak, kemudian yang relatif banyak datang dari suku Bali sekitar 15%.
Selebihnya penduduk Lombok adalah orang yang berlatar belakang suku; Jawa,
Tionghoa, Arab, dan beberapa suku yang berasal dari kawasan Sulawesi. Jumlah
penduduk yang menghuni Pulau Lombok berdasarkan catatan BPS NTB
sebanyak 3.758.632 jiwa, dengan penduduk terbesar ada Lombok Timur
sebanyak 1.326.240 jiwa.
Penduduk asli yang mendiami Pulau Lombok disebut suku Sasak. Istilah
“sasak” berasal dari Bahasa Sansakerta, yakni “sahsaka”, terdiri dari kata “sah”
artinya pergi, “saka” artinya asal, sehingga “sahsaka” diartikan pergi
meninggalkan tanah asal dan menggunakan rakit sebagai kendaraan, kemudian
berdiam di Lombok, sehingga Lombok dikenal dengan nama Gumi Sasak atau
Pulau Sasak. Gumi Sasak dalam naskah kuno disebutkan dengan adanya nama
Negareng Sasak atau Negeri Sasak. Nama ini diambil dari sebuah kerajaan yakni
Kerajaan Sasak, letaknya dikuatkan beberapa pendapat, seperti Kerajaan Sasak
berada di bagian barat daya Pulau Lombok tepatnya di kaki Gunung Sasak
(Faille, 1918: 135-140, van der Kraan, 2009: 1). Pendapat berbeda menduga
letak Kerajaan Sasak berada di bagian tenggara Lombok, bahkan Kerajaan Sasak
ini mungkin pernah mempunyai pengaruh di seluruh Pulau Lombok (Teeuw,
1958: 19).
Suku Sasak telah mendiami Pulau Lombok sejak ribuan tahun lalu dan
tersebar di seluruh wilayah Pulau Lombok, seperti Lombok Timur, Lombok
Tengah, Lombok Barat, Lombok Utara, dan Kota Mataram. Persebaran suku
Sasak tersebut memiliki pengalaman sejarah sangat panjang dan berbeda-beda,
mulai dari dasan (dusun) dan desa, hal demikian menghadirkan beragamnya
peninggalan kebudayaan suku Sasak. Peninggalan kebudayaan suku Sasak,
seperti tradisi lisan, manuskrip, bahasa dan dialek yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari, ritus, adat istiadat, kesenian (seni kerajinan, musik,
suara, rupa, dan pertunjukan), sistem teknologi, sistem pengetahuan, permainan
rakyat, olahraga tradisional, dan lain-lain.

c. Sistem Sosial dan Ekonomi


Sebelum datangnya orang Bali secara berkelompok dan bertahap di bagian
barat Lombok, sudah ada bentuk pelapisan sosial masyarakat pada setiap desa,
yaitu: (1) perwangsa (aristokrasi) Sasak awal mulanya merupakan penduduk
desa terkemuka, seperti tokoh adat dan pemuka masyarakat, (2) kawulabala
atau petani bebas, dan (3) panjak atau buruh tani. Stratifikasi sosial masyarakat
Sasak di desa masing-masing, menentukan hak kepemilikan atau pengolahan
atas tanah desa secara perorangan dan kolektif (van der Kraan, 2009).
24
Setelah Kerajaan Mataram-Karangasem berhasil menguasai Lombok secara
penuh, hak masyarakat desa dan para anggotanya bebas menggunakan tanah
yang tak diolah di dalam daerah pemilikan desa telah ditarik menjadi hak raja.
Ini berarti para petani yang ingin mengolah tanah yang belum diolah harus
memperoleh izin dari raja. Raja dapat mengatur penggunaan tanah yang belum
diolah sesuai kehendaknya. Banyak daerah hutan ditetapkan sebagai daerah
perburuan (larangan) untuk digunakan hanya oleh keluarga istana dan para
punggawa. Daerah yang lain ditetapkan sebagai tempat menggembalakan ternak
raja yang sangat banyak. Berburu di daerah perburuan (hutan larangan) dan
menggembala ternak di tempat tersebut tanpa izin dari raja merupakan suatu
pelanggaran yang dapat dihukum.
Untuk tanah yang diolah, ada dua kategori utama, yakni tanah druwe dalem
dan tanah druwe jabe. Tanah druwe dalem adalah tanah-tanah yang dikuasai oleh
raja secara langsung, dengan kekuasaan di dalam (dalem) istana. Menurut van
der Kraan (2009), tanah ini terdiri dari tiga kategori yang paling penting: (1)
tanah-tanah pengayah. Tanah-tanah yang diolah oleh petani (pengayah) dengan
syarat pembayaran pajak tanah (pajeg upeti) yang teratur dan melaksanakan
kerja korve. Pelepasan hak atas tanah-tanah ini dilarang; (2) ladang-ladang
pecatu. Tanah-tanah upeti kecil, bebas pajak tanah tetapi tidak bebas dari kerja
korve, Tanah ini diberikan oleh raja kepada sejumlah rakyat yang disenanginya,
petani-petani Bali (sudra) dan orang-orang Sasak yang dipercaya. Tanah ini
dimanfaatkan oleh sejumlah kecil pejabat yang terdiri dari para pengawal raja
dan pekerja istana. Pelepasan tanah ini untuk lebih dari satu tahun dilarang, dan
(3) ladang-ladang wakaf. Tanah-tanah upeti kecil yang bebas dari pajak tanah
dan kerja korve. Raja memberikan tanah-tanah ini kepada lembaga-lembaga
seperi kuil-kuil, masjid-masjid dan perkumpulan-perkumpulan pengairan. Hasil
dari tanah ini digunakan untuk pemeliharaan lembaga tersebut. Pelepasan hak
dari tanah-tanah ini dilarang.
Tanah druwe jabe merupakan tanah yang tidak dikuasai secara langsung oleh
raja, tetapi oleh orang-orang di luar istana. Tanah ini terdiri dari dua bentuk: (1)
druwe jabe Bali, tanah ini merupakan tanah upeti yang luas dan kepemilikannya
diberikan oleh raja pada ningrat Bali. Raja tidak mengutip pajak tanah atau
menggunakan kerja korve dari para petani (sepangan) yang mengolah tanah ini.
Sebaliknya ningrat Bali itulah yang mengutip pajak dan menggunakan kerja
korve dari para sepangan untuk keperluan-keperluannya sendiri, dan (2) druwe
jabe Sasak, tanah ini adalah tanah-tanah yang dimiliki oleh para perwangsa
Sasak dengan persetujuan raja. Atas tanah-tanah ini raja tidak mengutip pajak
tanah atau menggunakan kerja korve dari para sepangan. Pajak tanah dan kerja
korve itu menjadi keuntungan ningrat Sasak (van der Kraan, 2009).

25
Sistem kepemilikan tanah di Lombok seperti deskripsi di atas mempunyai
tiga konsekuensi yang penting bagi masyarakat Sasak, yaitu: (1) merongrong
otonomi desa Sasak dalam arti suatu hal yang sangat menentukan bagi satu desa
sebagai organisasi sosial-politik swatantra yakni hak kepemilikan bersama atas
tanah di dalam wilayah hukum desa tersebut; (2) sistem kepemilikan tanah ini
berdampak kepada penurunan status yang besar dalam kedudukan sosial petani
Sasak; (3) sistem kepemilikan tanah ini dengan jelas menempatkan orang Bali
lebih tinggi dari pada orang Sasak.
Sebelum migrasi besar-besaran orang Bali ke Lombok, kondisi dan keadaan
Lombok merupakan daerah persawahan dan menjadi lumbung padi atau gudang
beras di daerah Nusa Tenggara, bahkan beras Lombok termasuk beras terbaik
dunia pada zaman itu. Masyarakat Sasak dan orang-orang Bali yang menetap di
Lombok merupakan para petani yang giat dalam mengolah sawah. Tanah-tanah
subur penghasil beras tersebut berada di bagian tengah dan utara yang
berbatasan dengan Gunung Rinjani. Kepemilikan tanah persawahan di Lombok
tidak merata dimiliki penduduk, karena ada beberapa orang dari sekian banyak
tuan tanah memiliki sawah sampai hampir 1.000 ha., dan mereka ini secara
langsung mengeksploitir para petani desa yang miskin (Hakim, 1961).
Masyarakat Sasak sebagian besar menjadi petani, sedangkan sebagiannya
bertempat tinggal di pesisir pantai bekerja sebagai nelayan, dan sebagian kecil
lagi bekerja sebagai pedagang. Perdagangan dalam masyarakat Lombok
dilakukan dalam sistem ekonomi yang tertutup dalam arti berlangsung di
kalangan internal mereka. Jual beli tidak selalu menggunakan alat tukar uang,
tapi juga dilakukan dengan barter (tukar menukar barang) sebelum ada uang
kepeng. Uang kepeng digunakan saat itu setelah terjadinya hubungan dagang
dengan dunia luar di Nusantara dan juga dunia. Pedagang dari berbagai wilayah,
seperti Bali, Jawa, Sumbawa, Makassar, Kalimantan, Sumatera dan pulau-pulau
lainnya di wilayah Nusantara dilakukan karena mengandalkan hasil pertanian
terutama beras Lombok. Zaman dahulu berdasarkan Babad Selaparang, di
Lombok terkenal jenis pare bulu atau pare beaq ganggas. Produksi jenis padi ini
mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Sasak, bahkan mengalami
surplus sehingga para pedagang mengeksportnya ke luar negeri, seperti Cina,
Champa, hingga ke Mauritania (Azhar, et al., 1996).
Selain ekspor beras, masyarakat Lombok juga melakukan hubungan dagang
ke luar daerah dengan mengeksport ternak, seperti lembu, kerbau dan kuda.
Pedagang-pedagang besar yang sebagian besar terdiri atas bangsa asing
mengirimkan ternak terutama kuda dari Lombok di antaranya ke Jawa dan
Singapura. Kuda Lombok lebih besar dan lebih elok dari jenis kuda Bali.
Masyarakat Lombok, orang-orang yang beternak hewan menyerahkan
pemeliharaan ternak pada penggembala, dengan perjanjian dalam pembagian
26
hasil ternak di Lombok dinamakan ngadas atau mekadasang. Perjanjian itu
berlaku untuk waktu yang tidak tentu menetapkan bahwa si pengembala
mendapat bagian dari hasilnya, biasanya separuh dari anak-anak ternak tersebut
(Hakim, 1961).
Masyarakat Sasak sejak zaman Kerajaan Selaparang dan dilanjutkan dengan
Kerajaan Pejanggik, penghidupan penduduk Lombok melalui pertanian, begitu
juga masa berkuasanya keturunan raja Karangasem Bali di sebagian Lombok,
terutama daerah Lombok Barat. Salah satu motivasi Raja Karangasem
menguasai Lombok sampai terjadi berkali-kali peperangan yaitu menguasai
ekonomi, di samping memperluas wilayah penyebaran agama Hindu yang mulai
terdesak oleh Islam dari Jawa. Hasil bumi Lombok yang diperdagangkan waktu
itu beras dan ternak kuda dan sapi, kacang hijau, telor dan sarang burung, serta
tembakau dan tarum sebagai komoditi utama. Barang impor yang memenuhi
pasar-pasar di Lombok adalah barang industri, seperti kain sutra (yang istimewa
disebut sutra Cina dan ada sutra istimewa yang hanya ada di Lombok disebut
sutra Sasak), porselin, garam, minuman keras, candu dan senjata api (Agung,
1992). Menurut catatan pemerintah kolonial Belanda, pada masa kekuasaan Bali
antara tahun 1870-1940, hasil perdagangan baik ekspor maupun impor yang
menjadi penghasilan Raja Mataram Karangasem tercatat tahun 1890 menjelang
perlawanan besar-besaran dari Sasak Timur berjumlah 50.650 rijksdaalder
(ringgit) setahun.
Potensi alam bumi Lombok yang paling besar pengaruhnya terhadap kondisi
sosial-ekonomi dan nasib masyarakat Sasak adalah pertanian dengan basis
produksinya tanah, yang tidak saja sangat subur sebagai lahan pertanian, tetapi
juga sangat potensial untuk perkebunan dan peternakan. Tanah memang telah
menulis sejarah panjang banyak bangsa di seluruh dunia melalui revolusi hijau
dan revolusi agraria dalam dinamika sosial perjuangan kelas, apapun ideologi
yang melandasinya atau tradisi yang melegitimasinya, tidak terkecuali
masyarakat Sasak di bawah kekuasaan Hindu-Karangasem dan Belanda. Kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat Sasak masa penindasan penguasa Hindu-
Karangasem yang berlanjut pada masa eksploitasi kekuasaan penjajah Belanda.
Instrumen penindasan dan penghisapan tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: (1) sistem kepemilikan tanah jajahan, dan (2) sistem pajak
masyarakat terjajah. Sistem sosial dan ekonomi masyarakat Lombok secara
umum dikategorikan ke dalam masyarakat tradisional dan perdagangan.
1) Masyarakat Tradisional
Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Lombok akhir abad ke-19
masih berpola pada tatanan kehidupan masyarakat tradisional, artinya unsur-
unsur pengaruh kebudayaan luar belum tampak. Secara umum corak
kehidupan masyarakat tradisional Lombok dapat digolongkan dalam dua tipe,
27
yaitu masyarakat agraris dan masyarakat pesisir atau pantai. Masyarakat
pedesaan Lombok sebagai masyarakat agraris telah memiliki sistem irigasi
yang dikenal dengan sistem subak. Organisasi subak bertugas mengatur
perairan sawah dan memiliki peraturan sendiri, baik tertulis maupun tidak
tertulis disebut awig-awig subak atau sima. Organisasi subak di Lombok
Timur umumnya mempunyai kepengurusan terdiri atas keliang subak atau
pekaseh yang berkewajiban mengatur pembagian air di lahan pertanian
warga. Keliang subak dibantu oleh: (a) penyarikan bertugas sebagai
sekretaris; (b) sedahan tembuku bertugas mengurus pajeg dan berstatus
sebagai bendahara, dan (c) juru arah mempunyai tugas memanggil krama
(anggota, warga) subak saat sangkep atau gundem (pertemuan, musyawarah).
Tugas dan kewajiban krama subak antara lain membuat bendungan,
membagi air melalui selokan, menjaga air. Penghasilan subak didapat dari
hasil denda pencurian air, denda warga apabila ada yang melanggar awik-
awik. Masyarakat pedesaan di Lombok dengan kebudayaan agraris dalam
mengolah tanah pertanian dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat
setempat. Setiap memulai penanaman benih atau pengolahan tanah pertanian
senantiasa didahului dengan suatu ritual atau penentuan diwasa (hari baik).
Sistem kehidupan masyarakat desa di Lombok dapat memberi corak pada
sistem perekonomian masyarakat, karena menggantungkan diri pada hasil
pertanian. Kehidupan masyarakat desa masih dalam lingkungan terbatas dan
hasil pertanian umumnya hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Hal ini bukan berarti antara desa yang satu dengan desa yang lain tidak
ada interaksi maupun komunikasi, namun terjadi barter untuk memenuhi
kebutuhan dalam bentuk perdagangan antar penduduk desa.
Komunitas desa sebagai satu unit dari masyarakat mempunyai ikatan
emosional sosial yang kuat. Setiap warga masyarakat tunduk pada awik-awik
yang berlaku, baik menyangkut masalah adat istiadat atau tradisi-tradisi, hal
ini tampak dalam sistem beriuq tinjal atau ngayahang desa (gotong royong).
Setiap orang berkewajiban berpartisipasi dalam ngayahang desa sewaktu
tenaganya diperlukan untuk desa, seperti pembangunan desa, pelaksanaan
ritual dan begawe desa (hajatan desa). Ngayahang desa ini memunculkan
suatu organisasi sosial, seperti seka subak, seka memula (perkumpulan
penanam padi), seka mederep (perkumpulan pengetam padi), dan lain-lain.
Seorang kepala desa dan aparaturnya memegang peranan penting, segala
hal menyangkut kesejahteraan maupun keamanan desa diurus oleh kepala
desa dibantu keliang (kepala dusun), sedangkan kas desa didapatkan dari
hasil pajeg tanah disebut tigasana carik. Tigasana carik terdiri dari pajeg dan
suwinih. Pajeg merupakan upeti yang telah ditetapkan dari hasil bruto dan
diambil dari hasil panen pertama, dihitung atas kesatuan produksi tanah
28
disebut tenah winih. Kesatuan ini merupakan satu bidang tanah sawah pada
panen yang baik menghasilkan 50 ikat padi. Penentuan besarnya tenah winih
ditetapkan oleh sedahan tembuku dengan persetujuan keliang subak dan
anggota subak.
Sementara itu, suwinih merupakan pajeg atas dasar ketentuan banyaknya
winih yaitu benih padi dan tiap pembayaran pajeg dicatat di atas pipil yaitu
catatan hak milik tanah yang ditulis di atas lontar memakai bahasa dan huruf
kawi. Besarnya pajeg tanah yang berlaku dan setiap daerah berbeda, ada yang
menetapkan ⅙ (seperenam) dari hasil panen, ada yang menetapkan ⅛
(seperdelapan) dari hasil panen, serta sebagian besar pajeq waktu itu dibayar
in natura, tetapi ada juga yang dibayar dalam bentuk alat tukar (uang).

2) Perdagangan
Sejak permulaan abad ke-19 perdagangan di Lombok makin ramai, antara
Lombok, Bali, dan Batavia. Beberapa kapal dari Lombok membawa muatan
berupa beras, gula, asam, minyak kelapa, pinang, malam, kayu, garam, itik
untuk diangkut ke Batavia, sebaliknya dari Batavia kapal barang-barang
dikirim ke Bali dan Lombok, seperti barang-barang pecah-belah porselin,
kain, besi tua, obat-obatan, ikan asin, benda tembaga, dan barang-barang dari
negeri Cina, seperti menyan dan ketumbar. Perdagangan hasil bumi pada
abad tersebut di Bali dan Lombok masih dijumpai aktivitas perdagangan
budak yang berakhir pada permulaan abad ke-20. Salah satu perusahaan
dagang milik Belanda yakni Nederlandsch Handel Maatschappij (NHM) tahun
1839 memiliki cabang di Surabaya. Perusahaan dagang tersebut tidak banyak
melakukan kontak langsung dengan kedatuan (kerajaan) Lombok, karena
kedatuan tersebut memiliki subandar yang bertugas mengurus sesuatu
berhubungan dengan orang asing, terutama bidang perdagangan.
Sekitar tahun 1845 telah disebutkan salah satu jalur perdagangan di
Lombok, yakni Pelabuhan Pijot. Menurut Zollinger dalam Parimartha (2016)
bahwa Pelabuhan Pijot merupakan tempat yang baik setiap musim untuk
kapal-kapal berlabuh, airnya cukup dalam, sehingga kapal-kapal besar dapat
berlabuh. Bersamaan dengan itu, ekspedisi militer Belanda yang ingin
menaklukkan daerah-daerah strategis sebagai daerah jajahan untuk
kepentingan kekuasaan, maka dilakukan penaklukan, seperti Timor tahun
1891, 1822, utusan Belanda dikirim ke Bali untuk mendekati raja-raja (1826)
dengan melakukan kontak perdagangan (untuk mendapat budak), sedangkan
Lombok tampak sulit didatangi karena keadaannya yang kacau, karena
adanya konflik antarkekuatan.

29
Saat itu, Lombok Timur lebih memungkinkan sebagai pusat perdagangan
dengan memiliki lima pelabuhan alam, yaitu Padangrea, Sugian, Labuhan
Lombok, Labuhan Aji (Labuhan Haji) dan Pijot. Tempat-tempat ini menjadi
persinggahan kapal-kapal dan perahu-perahu yang berlayar dari wilayah
timur, seperti Makassar, Sumba, Ende, Bima, Sumbawa, dan pulau-pulau kecil
di Nusa Tenggara, sedangkan dari wilayah barat, seperti Batavia, Surabaya,
Madura, dan Bali (Parimartha, 2016). Akibat ramainya perdagangan
menyebabkan corak masyarakat Lombok bagian Timur agak berbeda dengan
corak masyarakat Lombok bagian barat. Lombok bagian timur mewakili
corak masyarakat yang multikultural. Sejak ramainya perdagangan tersebut,
banyak pendatang bermukim di Lombok Timur, seperti di Labuhan Lombok,
Labuhan Haji, Pijot-Tanjung Luar, dan sekitarnya, ada juga yang menetap
dengan membangun perkampungan berbagai suku bangsa, antara lain
Kampung Bugis, Kampung Mandar, Kampung Melayu, dan Kampung Jawa.
Sejak Singaraja menjadi ibukota Karesidenan Bali dan Lombok tahun 1882,
pemerintah Belanda memberikan perhatian dengan menertibkan orang-
orang Cina dan Arab di Lombok, khususnya Lombok Timur.
Peranan orang Cina dan Arab dalam hubungannya dengan perkembangan
perdagangan di Lombok sangat penting. Kontak perdagangan masyarakat
pantai dengan masyarakat pedesaan melalui perantara orang-orang Cina dan
Arab. Dampaknya masyarakat dapat menerima ide-ide baru dalam
perdagangan dan menjadi kebiasaan masyarakat desa di Lombok Timur,
setiap keluarga mengerjakan produksi kerajinan sebagai pengisi waktu luang
seusai mengerjakan lahan pertanian, seperti anyaman bambu, menganyam
tikar, nyesek (menenun), membuat gerabah, dan kerajinan lainnya sebagai
home industry. Setelah timbul kontak perdagangan dengan pedagang asing
terutama pedagang Cina, timbul usaha untuk meluaskan industri keluarga
serta mencari tempat pemasaran hasil industrinya, sedangkan dalam bidang
permodalan, masyarakat mengenal sistem panjar (uang muka) didapat dari
pedagang Cina, dengan demikian sistem permodalan dalam jumlah kecil
sudah diterapkan. Pemeliharaan hewan ternak, seperti sapi, kerbau, kambing,
dan lain-lain diintensifkan untuk dijual pada toke (pedagang perantara) Cina.

d. Alam Pikir dan Sistem Kepercayaan


Orang Sasak telah mempunyai agama asli (nenek moyang) bersifat monoteis,
mengakui adanya Tuhan Yang Mahasa Esa disebut Nēnēk. Nēnēk merupakan
terminologi orang Sasak untuk menyebut Tuhan Yang Maha Tunggal. hingga saat
ini dalam kehidupan sehari-hari orang Sasak sering menyebut dengan nama
Nēnēk dē Kaji, maksudnya tertuju pada Allah Swt. Kata Nēk artinya “Yang Maha
Kuasa”. Kata Nēk tersebut sudah digunakan sebelum agama Hindu-Buddha
30
masuk ke Lombok, bahkan kata Nēk ditemukan dalam Kitab Urat Sari, yakni
kitab orang Sasak yang sudah ada sebelum Islam masuk ke Lombok, orang Sasak
menyebutnya dengan keyakinan Urat Sari. Basis keyakinan monoteis ini
menyebabkan etnis Sasak tidak pernah memeluk agama politheis atau agama
dengan keyakinan Tuhan yang tidak tunggal. Keyakinan itu pula menyebabkan
Islam dapat diterima dengan mudah, cepat, dan meluas yang dipegang teguh
sebagai simbol Sasak (Jamaludin, et al., 2011).
Keyakinan Urat Sari (agama kuno) orang Sasak bersifat monoteis sebelum
masuknya agama-agama besar di Lombok, telah mempermudah jalan bagi
masuk dan berkembangnya Islam yang bersifat monoteis. Agama monoteis
meyakini bahwa hanya ada satu Tuhan Yang Maha Kuasa mengendalikan
seluruh alam beserta segenap isi dan kehidupan di dalamnya. Konsekuensi
ketauhidan orang yang mengimani monoteis adalah kepasrahan total dan
ketundukan mutlak manusia kepada Allah Swt Sang Pencipta. Konsepsi ini
sesungguhnya merupakan salah satu makna substansi dari Islam itu sendiri,
sehingga sikap pasrah dan tunduk kepada selain Tuhan Yang Esa bertentangan
secara filosofis dengan sifat monoteisme agama Islam. Doktrin Islam menyebut
hal ini sebagai ‘syirik’, merupakan pelanggaran berat dengan ancaman dosa yang
sangat besar, dan dapat menghapus nilai-nilai ibadah serta mu’amallah yang
telah dilakukan selama hidup seseorang.
Sebelum agama Hindu datang dari Jawa dan Bali, masyarakat Sasak sudah
memiliki alam pikir atau pandangan dan sistem kepercayaan atau agama dalam
kehidupan sehari-hari, seperti pandangan tentang kosmos. Masyarakat Sasak
percaya, dalam hidup ada satu kekuatan yang memisahkan hidup dari suatu
alam ghaib yang menakjubkan, mengancam, melarang yang menimbulkan
ketakutan. Alam gaib dengan segala isinya yang gaib pula, bagi masyarakat
sederhana tidak terjangkau oleh akar pikirannya, sehingga meliputi jiwa dan
kehidupannya yang akhirnya mereka percaya dari padanya akan dapat rahmat,
keselamatan, atau sebaliknya kutukan maupun kesengsaraan (Wacana, 1988).
Menurut kepercayaan masyarakat Sasak saat itu, antara Zat Yang Maha Kuasa
dengan dunia arwah dan alam semesta dengan isinya ini tidak terpisah. Manusia
sebagai mahluk termasuk dirinya sendiri sebagai salah satu bagian dari alam
semesta. Perubahan-perubahan yang terjadi di alam semesta ini selalu ikut
mempengaruhi hidup dan kehidupan manusia. Masyarakat Sasak berusaha
menjaga keselarasan dan keserasian dengan alam semesta agar terjamin
ketenangan, ketentraman, dan kesejahteraan baik di dunia maupun di akhirat.
Kehidupan beragama masyarakat Sasak masih diwarnai budaya pra-Islam, hal
ini keharusan adat dan agama hampir tidak dapat dibedakan dalam kehidupan
sehari-hari. Masyarakat Sasak masih mempercayai adanya kekuatan gaib yang
mempengaruhi seseorang. Mereka percaya bahwa seseorang bisa tēsapaq
31
(disapa) oleh roh leluhurnya. Sapaan roh leluhur ini dapat menyebabkan
seseorang sakit yang berkepanjangan. Peristiwa ini dalam bahasa Sasak disebut
dengan kētēmuq (bertemu), mereka yang kētēmuq akan diobati oleh seorang
dukun yang disebut dengan bēlian (dukun).
Sebelum agama Islam masuk di Lombok, masyarakat Sasak merupakan
komunitas yang telah memiliki kepercayaan lama, seperti kepercayaan pada roh
nenek moyang (animisme), kepercayaan terhadap kekuatan gaib, benda-benda
dan tempat-tempat yang dianggap memiliki kekuatan (dinamisme) merupakan
sistem religi pra-Islam. Selain itu, hubungan politik dengan Majapahit juga telah
menyebabkan beberapa masyarakat yang tinggal di Lombok telah memeluk
agama Hindu, ada juga yang memeluk agama Boda (bukan Buddha). Reaksi dari
gagasan lokal terhadap Islam mau tidak mau ikut memberikan corak dari bentuk
Islamisasi yang ada, misalnya munculnya sinkritisme antara Islam dengan religi
lokal yang telah berakar kuat.
Kepercayaan masyarakat Sasak pra-Islam, terdapat kepercayaan animisme
berkembangan sedemikian rupa di kalangan masyarakat primitif Sasak, memuja
roh nenek moyang berdasarkan keyakinan meskipun jasad leluhur mereka yang
telah tiada, karena sudah meninggal dunia, namun roh-rohnya masih ada,
mereka menginginkan agar hubungan mereka dengan roh nenek moyang
tersebut tetap berlanjut dan tidak terputus sepanjang masa (Wacana, et al.,
1988). Mereka umumnya senang bila jenazah para leluhur, bahkan kerabat
mereka dimakamkan di kampung mereka sendiri, agar mereka dan roh-roh para
leluhur senantiasa berada dalam ikatan keluarga (Gani, 1971).
Selain itu, roh-roh tersebut masih berkeliaran di alam ini meskipun telah
berpisah dari jasad pemiliknya dan dapat dipanggil serta dimintai pertolongan
untuk menolak timbulnya musibah dan bencana, atau untuk mengusir roh-roh
jahat. Roh-roh tersebut dapat pula dimintai restu untuk mensukseskan suatu
program yang direncanakan oleh keluarga yang masih hidup. Roh-roh tersebut
biasanya bersemayam di gunung-gunung, pada arca-arca di dalam candi, kuil,
pura, pada mummi orang yang telah meninggal, atau pada tubuh orang yang
masih hidup. Oleh karena itu, adanya anggapan di kalangan masyarakat Sasak di
sekeliling mereka terdapat roh orang-orang yang telah meninggal dunia, karena
itu wajar bila di dalam kehidupan masyarakat Sasak, terutama pada masa
lampau terdapat berbagai macam upacara dan adat-istiadat yang diterapkan
untuk menghadapi orang yang telah meninggal dunia tersebut.
Di samping itu, kepercayaan masyarakat Sasak pada benda atau binatang atau
disebut dinamisme Kepercayaan ini diyakini dapat menghindarkan mereka dari
gangguan mahluk halus yang jahat, menghindarkan mereka dari malapetaka,
dan kesengsaraan, seperti sakit dan musibah lainnya. Benda tersebut dianggap
dapat mendatangkan kebahagian, rizki, panjang umur, disenangi orang dan lain
32
sebagainya. Benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan gaib tersebut
cukup banyak, di antaranya batu akik yang dipergunakan pada cincin, besi yang
dibentuk sebagai keris, air yang diyakini mempunyai manna oleh para dukun.
Menurut keyakinan mereka, hujan berkuasa atas kemarau, untung-mujur serta
malangnya nasib, dan lain sebagainya yang mengandung manna tidak hanya
benda-benda, tetapi juga manusia, seperti: para dukun, kepala suku, pimpinan
perang, raja, dan lain-lain (Nasution, 1974, Pringgodigdo, 1977).
Perkembangan selanjutnya masyarakat Sasak memandang dalam hidup ini
terdapat kekuatan gaib yang maha dahsyat yang memisahkan mereka dari alam
lain yang sangat menakjubkan, yaitu Zat Tuhan Yang Maha Kuasa mempunyai
larangan serta ancaman sangat menakutkan, sebagian besar masyarakat Sasak
meyakini tidak ada pemisahan antara Zat Tuhan Yang Maha Kuasa dengan alam
arwah dalam alam semesta beserta segala isinya. Perubahan yang sering terjadi
di alam ini sangat dipengaruhi kekuatan gaib tersebut, selanjutnya akan
berpengaruh pada hidup dan kehidupan mereka pada umumnya.
Masyarakat Sasak senantiasa berusaha menciptakan keselarasan dan
keserasian hidup dengan alam semesta, agar kehidupan mereka terjamin dalam
ketenangan, ketenteraman, dan kesejahteraan, baik di alam dunia maupun di
alam gaib. Mereka tidak berusaha menguasai alam ini, namun kalau hal ini
terpaksa mereka lakukan, maka mereka terlebih dahulu memohon izin Yang
Maha Kuasa dengan cara menyelenggarakan kegiatan keagamaan berupa
upacara sesajen yang dipimpin oleh pemangku daerah setempat yang dikenal
dengan sebuatan toaq lokaq.
Selain itu, agama Buddha juga cukup berkembang di Lombok, namun sejarah
kedatangan agama Buddha tidak begitu jelas, apakah dari Bali ataukah dari Jawa.
Kaitannya dengan ini, pengaruh agama Hindu dan Buddha di Bali sebenarnya
sudah ada sejak abad ke-8 Pendapat tersebut didasarkan pada kenyataan
terdapatnya stupika-stupika yang bertuliskan mantra agama Buddha yang
persamaannya dengan yang terdapat di Candi Kalasan-Yogyakarta. Penganut
agama Buddha diperkirakan telah ada di Lombok sekitar abad ke-8 atau ke-9 M.
Perkiraan ini didasarkan pada penemuan 4 (empat) buah arca perunggu di Batu
Pandang, Desa Sapit Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur pada
tahun 1960 diduga peninggalan abad ke-8 atau ke-9 M (Wacana, et al, 1987).
Penganut agama tersebut kemungkinan penganut agama Buddha Mahayana,
sebab salah satu di antara arca-arca tersebut mirip dengan arca-arca yang
terdapat pada Candi Borobudur-Jawa Tengah, sedangkan dua buah arca lainnya
terdiri atas arca Dewi Tara dan Arca Awalokiteswara. Istilah lain terkait agama
Buddha, yaitu Buddha-Buddhi. Kekuasaan tertinggi dalam kepercayaan ini
disebut Batara Guru, sedangkan kitab sucinya disebut pelukatan, dan pemimpin
agamanya disebut dukuh. Penganut kepercayaan Buddha-Buddhi tidak mengenal
33
pembakaran mayat, tetapi mayat tersebut dikuburkan (Wacana, 1991),
sebagaimana terjadi di kalangan masyarakat Islam Sasak umumnya. Mereka
merupakan bagian dari penduduk Lombok yang pada permulaan datangnya
Islam tidak mau memeluk agama ini, bahkan lari ke gunung-gunung dan
selanjutnya mereka menetap, seperti di Deliman Ireng yaitu suatu desa yang
terkenal dengan sebutan Tebango atau Pemenang (Wacana, 1993) terdapat di
Lombok Utara sekarang. Selain itu, di antara masyarakat Sasak terdapat
penganut kepercayaan lama disebut dengan Buddha-Keling. Setelah kedatangan
Islam kebanyakan bertempat tinggal di Pajarakan, Parwa, Pengantap, Tawun,
dan Tebango (Wacana, 1977), Dusun Pemenang serta di Karang Panasan
Kecamatan Tanjung Kabupaten Lombok Utara, sebagian di antara mereka
bertempat tinggal di Tendaundan Ganjar Kecamatan Sekotong Lombok Barat.
Perkembangan selanjutnya, sebagian dari pengikut agama Buddha tersebut
telah berpindah keyakinan untuk menganut agama Hindu (Wiratsari), kaitannya
dalam Babad Lombok dijelaskan bahwa akibat adanya pergantian keyakinan
tersebut, timbullah kutukan dari Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap masyarakat
etnis Sasak. Kutukan tersebut berupa meletusnya Gunung Rinjani yang
mengakibatkan hancurnya sawah, ladang, berikut kampung halaman mereka.
Peristiwa ini menyebabkan terpencar-pencarnya masyarakat Sasak ke berbagai
penjuru Pulau Lombok. Mereka mulai membangun kampung halaman yang baru
letaknya berpencar-pencar. Beberapa di antara mereka berlokasi pada tempat-
tempat yang berdekatan, namun ada pula di antara mereka yang berjauhan
dipisahkan oleh hutan belantara dan semak belukar. Lambat laun, kampung-
kampung tersebut menjadi semacam ke-datu-an kecil, kemudian di antaranya
berkembang menjadi kerajaan-kerajaan, seperti Kerajaan Langko, Bayan,
Pejanggik, Lombok, dan lain sebagainya.
Agama Buddha sebagaimana agama-agama lainnya di Lombok mempunyai
pengaruh cukup besar dalam membentuk budaya masyarakat Sasak. Pengaruh
tersebut tidak hanya menyangkut masalah tata cara peribadatan, namun juga
terhadap tata cara hidup dan kehidupan sehari-hari masyarakat Sasak, termasuk
adat istiadat, norma-norma, dan tata pergaulan. Seiring perubahan waktu,
pengikut agama Buddha semakin berkurang, karena banyak pengikutnya yang
berpindah keyakinan dan memeluk agama Islam yang mayoritas dianut oleh
masyarakat Sasak.
Perkembangan agama Hindu di Lombok diperkirakan telah mulai masuk
sekitar abad ke-9. Agama Hindu diperkenalkan oleh pendatang dari Bali,
khususnya Pangeran Sangupati. Setelah runtuhnya Kerajaan Singosari muncul
Kerajaan Majapahit, para pemimpin dan rakyatnya menganut agama Hindu,
zaman keemasannya di bawah Hayam Wuruk, Majapahit menguasai Lombok
setelah terlebih dahulu mengalahkan Kerajaan Selaparang yang notabene
34
masyarakatnya telah menganut agama Hindu. Takluknya Selaparang di bawah
kekuasaan Majapahit berawal dari adanya pengiriman ekspedisi ke Lombok dan
Dompu di Sumbawa tahun 1357 M oleh Kerajaan Majapahit di bawah pimpinan
Gajah Mada dan Mpu Nala. Ekspedisi ini merupakan lanjutan dari pengiriman
ekspedisi ke Bali tahun 1343 dilakukan dengan tujuan untuk menaklukkan
Kerajaan Selaparang dan sekitarnya. Takluknya Kerajaan Selaparang di bawah
kekuasaan Majapahit menyebabkan makin berkembangnya agama Hindu,
terutama di sekitar wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya, di antaranya
wilayah Lombok Utara sekarang.
Diterimanya agama Hindu oleh masyarakat Lombok sangat wajar terjadi,
sebab ajaran agama Hindu berpusat pada penyembahan roh nenek-moyang dan
kekuatan alam, sebagaimana kepercayaan masyarakat Sasak yang mengarah
pada animisme dan dinamisme pada masa itu. Perbedaan antara ajaran agama
Hindu dan kepercayaan masyarakat setempat pada prinsipnya sangat kecil,
hanya pada implementasi ajaran-ajaran agama atau kepercayaan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Keberadaan dan berkembangnya agama Hindu di
Lombok dibuktikan dengan terdapatnya peninggalan sejarah agama Hindu yang
tersebar di beberapa tempat, seperti di Batu Cangku dan Batu Pandang
Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur serta di Orong Panggungan Desa
Wanasaba yang terletak di bagian utara Lombok Timur, berupa arca diduga
sebagai peninggalan dari Kerajaan Selaparang (Hindu).
Secara umum, bukti tersebut dapat dilihat bagaimana agama Hindu dahulu
mempengaruhi budaya masyarakat Sasak, meskipun pengaruhnya kemungkinan
belum begitu mendalam, seperti yang terjadi di kalangan masyarakat Bali pada
umumnya dewasa ini. Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit tahun Jawa 1400
(1478 M), diperingati dengan kata-kata candrasengkala: sirna ilang kartaning
bumi, artinya hilang lenyap kemegahan kerajaan itu, maka antara abad ke-15
sampai 18 berdirilah beberapa kerajaan kecil merdeka di Pulau Lombok, seperti
kerajaan Lombok, Pejanggik, Langko, Sokong, Parwa, Bayan, dan beberapa
kerajaan yang lebih kecil lagi dalam bentuk desa-desa, seperti Pujut, Kedaro,
Kuripan, Tempit, Batu Dendeng, dan Kentawang, yang paling menonjol di antara
kerajaan tersebut adalah Kerajaan Lombok berpusat di Labuhan Lombok.
Sama halnya penganut agama Hindu di Bali, penganut agama Hindu di
Lombok juga memuja Tri-Murti terdiri dari Dewa Brahmana, Wisnu, dan Syiwa.
Mereka mengenal dan memuja dewa-dewa lainnya, namun yang paling mereka
hormati adalah Dewa Gunung Rinjani, oleh karena itu, pada umumnya setiap
tahun mereka mendaki gunung Rinjani untuk mengadakan upacara pujawali
yang dipimpin oleh pedanda. Penganut agama Hindu di Pulau Lombok semakin
banyak, hal ini disebabkan kedatangan orang-orang Bali yang rata-rata
beragama Hindu dan menetap di sana. Mereka datang ke Lombok secara
35
bertahap sejak tahun 1694. Beberapa informasi mengatakan sejak akhir abad ke-
17 sampai dengan akhir abad ke-19 kekuasaan Bali di Lombok dipegang oleh
raja-raja Bali yang beragama Hindu, tentu saja hal ini berdampak pada
perkembangan agama tersebut di Lombok.
Umumnya masyarakat Bali tersebut tersebar di sekitar Cakranegara,
Narmada, Mataram, dan Tanjung (Lombok Utara sekarang), sedangkan untuk
keperluan ibadah mereka telah membangun beberapa pura, seperti Pura
Suranadi, Pura Meru, Pura Narmada, Pura Lingsar Timur, dan Pura Lingsar
Barat. Banyaknya pura (tempat ibadah masyarakat Hindu) yang bertebaran-
khususnya di Lombok Barat dan Kota Mataram sekarang, merupakan bukti kuat
bagi perkembangan agama Hindu masa lampau di Lombok. Pengaruh agama
Hindu di Lombok ternyata tidak merata, hal ini dapat dilihat dari tradisi dan
adat-istiadat yang berkembang di masyarakat, khususnya yang menyangkut
budaya masyarakat Sasak pada era sekarang ini. Meski demikian, masih ada di
antara upacara tersebut yang berlaku, bahkan membudaya di kalangan
masyarakat Sasak, seperti merariq, menggunakan pembayun, dan lain-lain, tetapi
ada juga yang sudah hilang dan tidak berlaku sama sekali, walaupun ada yang
masih berlaku dan membudaya tampaknya hal tersebut hanya terjadi di
beberapa desa yang masyarakatnya masih kuat menerapkan adat-istiadat para
leluhur, seperti kalangan Islam wetu telu di Bayan.
Selain itu, telah disinggung sebelumnya, stratifikasi sosial dikenal dengan
istilah kasta, yaitu kasta Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Di kalangan
masyarakat Sasak juga terdapat stratifikasi sosial dengan istilah berbeda, namun
stratifikasi sosial yang terdapat di kalangan masyarakat Sasak lama kelamaan
kurang mendapat perhatian, hal ini disebabkan pengaruh ajaran Islam yang
dianut oleh mayoritas masyarakat Sasak, tetapi ada di daerah tertentu
masyarakatnya masih patuh pada aturan strata sosial ini. Di samping keempat
kepercayaan tersebut, masih ada kepercayaan yang dianggap sebagai agama
oleh orang-orang Sasak asli, yaitu agama Boda. Ritual agama Boda ditandai
dengan pemujaan dan penyembahan oleh dengan Bude (orang-orang Boda)
terhadap roh-roh para leluhur dan berbagai dewa lokal. Kepercayaan ini
cenderung pada animisme dan panteisme. Orang-orang Boda umumnya
bertempat tinggal di Kecamatan Tanjung dan Gangga Lombok Utara.
Keberadaan varian Islam Sasak dikenal dengan Islam Wetu Telu merupakan
sistem kepercayaan sinkretik hasil saling-silang ajaran Islam, Hindu, unsur
animisme dan antropomorfisme (Boda). Haris, (2002), menyatakan sinkretisme
semacam itu tercermin pula pada sejumlah lontar yang ditemukan di Lombok.
Banyak diantara lontar tersebut dimulai dengan lafal "Bismillah" tapi selanjutnya
memberikan ajaran yang jelas jelas berdasarkan filsafat Hindu dan Buddha. Oleh
karena itu, mungkin ada benarnya juga ketika Vogellaesang mengatakan bahwa
36
Islam Waktu Telu adalah agama Majapahit (Hindu dan Buddha) yang sudah
dibalut dengan ajaran Islam.
Hingga saat ini, komunitas Islam Wetu Telu masih terdapat di kawasan
Tanjung dan beberapa desa di Kecamatan Bayan, seperti Loloan, Anyar, Akar-
Akar, dan Mumbul Sari. Sedangkan dusun-dusunnya memusat di Senaru, Barung
Birak, Jeruk Manis, Dasan Tutul, Nangka Rempek, Semokan dan Lendang Jeliti.
Kemunculan Islam Waktu Telu disebabkan oleh hal-hal berikut:
1) Akibat dari proses Islamisasi yang belum tuntas sebagai penyebab utama
munculnya Islam Waktu Telu, sebagai berikut: (a) kedatangan Islam pada
saat kuatnya kepercayaan tradisional seperti animisme, dinamisme, antro-
pomorlisme atau disebut Boda; (b) dominasi ajaran Hindu Majapahit telah
berakar kuat di masyarakat; (c) para mubaligh menyampaikan ajaran
agama Islam terburu meninggalkan tempat tugasnya untuk menyebarkan
agama Islam ke tempat lain seperti Sumbawa, Dompu, dan Bima,
sementara para murid yang diserahi tugas melanjutkan pengajaran agama
Islam belum tuntas atau belum cukup memiliki wawasan keilmuan tentang
Islam secara mendalam, dan (d) keengganan dan ketidakmampuan
menafsirkan ajaran Islam dengan lebih sistematis, rasional dan aktual.
2) Metode Dakwah yang sangat toleran dengan komitmen untuk tidak
merusak adat istiadat setempat. Sikap toleran para mubaligh terhadap
kepercayaan lokal tradisional ini menimbulkan persepsi tersendiri di
kalangan masyarakat Sasak bahwa sejatinya ajaran Islam tidak berbeda
dengan kepercayaan leluhumya. Bahkan terjadi perundingan antara Sunan
Prapen dengan para pemuka di Bayan yang melahirkan kesepakatan
bahwa masyarakat akan memeluk agama Islam dengan syarat mereka
tetap dibiarkan memertahankan adat budaya nenek moyang serta institusi
sosialnya.
3) Secara umum kebijakan politik keagamaan para penguasa Hindu-Bali di
Lombok memang cukup menghambat proses pembinaan keagamaan umat
Islam. Hal-hal tersebut di antaranya: (a) menghalang-halangi umat Islam
yang berangkat menunaikan ibadah haji; (b) para tokoh masyarakat dan
agama diadu domba melalui pola-pola sistematis seperti perempuan Sasak
yang kawin dengan laki-laki Hindu dipaksa pindah ke agama suami atau
mencampuradukkan keyakinannya; (c) mobilisasi judi di setiap desa.
Kenyataan ini seringkali menimbulkan kerancuan dan secara simultan
menyuburkan berkembangnya Islam waktu telu.
4) Penyebaran agama Hindu secara aktif dilangsungkan menyusul semakin
pudarnya keislaman pada masyarakat Sasak. Ada seorang "misionaris"
bernama Danhyang Nirartha (Dangkian Niraka), seorang pendeta berkasta
Brahmana yang aktif berusaha menyebarkan Hindu berdasar mandat dari
37
raja Gelgel Bali pada tahun 1530 (Budiwanti, 2000). Dalam praktiknya, ia
mencoba meramu antar unsur dalam ajaran Islam, Hindu, dan aliran
kepercayaan tradisional (Boda) di masyarakat Islam Sasak.
5) Usaha Belanda dalam mewujudkan pertentangan antara kaum muslim
Lombok. Setelah menguasai pulau Lombok pada tahun 1894, Belanda
berusaha mencari taktik (politik pecah-belah) untuk bisa menguasai
orang-orang Sasak selaku penganut Islam Wetu Lima. Untuk itulah
diciptakanlah Islam Wetu Telu (Depdikbud, 1983)

e. Sistem Kekuasaan
Secara prinsip, kekuasaan dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang
dimiliki oleh individu atau kelompok untuk memengaruhi orang lain. Oleh sebab
itu, bagi pemegang kuasa bisa dibilang memiliki tanggung jawab yang besar
karena bukan hanya memberikan pengaruh terhadap seseorang, tetapi juga bisa
memberikan pengaruh terhadap lingkungan. Selain itu, pengaruh yang diberikan
dari pemegang kuasa bisa berdasarkan keinginannya atau kepentingan untuk
bersama. Kekuasaan itu sendiri bisa berasal dari jabatan pribadi atau dari garis
keturunan, dalam hal ini, jabatan pribadi bisa didapatkan ketika menjabat atau
memimpin suatu organisasi atau lembaga.
Sementara itu, kekuasaan yang didapatkan melalui garis keturunan biasanya
terjadi pada keturunan-keturunan raja. Kekuasaan seperti ini dapat dilihat pada
negara atau bangsa yang menganut sistem pemerintahan kerajaan. Setiap
keputusan dari kekuasaan raja akan memengaruhi kondisi dan kesejahteraan
rakyatnya. Konteks pemerintahan raja-raja ini sistem kekuasaan tradisional
yang pernah lahir dan runtuh silih-berganti di Lombok sejak berabad-abad yang
lampau, selama masa penjajahan sampai Indonesia memproklamirkan diri
menjadi menjadi negara republik dengan sistem pemerintahan modern.
Menjelaskan sistem kekuasaan di Lombok, terutama masa penjajahan, maka
hal penting yang perlu dipahami, yaitu aspek-aspek yang berkorelasi langsung
dan berpengaruh determinan, seperti sistem kepemimpinan masyarakat Sasak.
Kepemimpinan pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki
karakteristik fisik, mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada
individu lain dalam suatu kelompok sehingga individu yang bersangkutan dapat
mempengaruhi individu lain dalam kelompok tersebut untuk bertindak ke arah
pencapaian suatu tujuan.
Dinamika sejarah peradaban masyarakat Sasak baik sebelum maupun setelah
masuk dan berkembangnya Islam di Lombok, kepemimpinan dalam masyarakat
Sasak mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial,
budaya, dan agama yang menjadi basis pengetahuan dan tindakan setiap
individu sebagai anggota masyarakat. Kepemimpinan dalam masyarakat Sasak
38
sepertinya tidak dapat dipisahkan dari silih bergantinya kekuasaan dan
pengaruh kebudayaan penguasa dalam setiap penggalan sejarah di Lombok, baik
itu penguasa kerajaan-kerajaan kuno atau awal di Lombok, maupun kerajaan-
kerajaan yang ditimbulkan oleh ekspansi kekuasaan Hindu-Karangasem dan
Belanda.
Konteks sejarah, kekuasaan politik dan kekuasaan (pemerintahan) di Lombok
sebelum kemerdekaan Indonesia, ada tiga jenis kepemimpinan dalam
masyarakat Sasak yang tumbuh, berkembang dan berganti sesuai konteks
sosiokultural komunitas yang melingkupinya, yaitu: (1) kepemimpinan adat, (2)
kepemimpinan perkanggo, dan (3) kepemimpinan agama. Jenis kepemimpinan
ini memiliki landasan sendiri yang berbeda-beda, sehingga berpengaruh
terhadap tipologi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang
pemimpin terhadap masyarakat Sasak yang dipimpin.
1) Kepemimpinan Adat
Kepemimpinan adat atau tradisional pada komunitas-komunitas adat
dalam masyarakat Sasak atau kelompok masyarakat adat seperti Bayan
memiliki kepemimpinan yang lebih variatif. Para pemimpin adat (tradisi)
mempunyai hubungan kuat dengan kepercayaan setempat yang mistis, magis,
spiritual, serba animistis dan antropormorfis. Model kepemimpinan adat
masyarakat Sasak, terdiri atas dua bentuk, yaitu: (a) pemangku, perumbak,
dan toaq lokaq (berperan sebelum masuknya Islam), dan (b) kiai, ketip, dan
modim (figur yang berperan setelah Islam masuk).
Kepemimpinan adat Sasak biasanya bersifat turun-temurun yang ditarik
dari garis keturunan patrilineal yang menentukan pengangkatan seseorang
untuk menjadi pemimpin adat. Kekuasaan turun-temurun ini mencegah orang
luar menduduki jabatan-jabatan dalam masyarakat. Mereka yang ditetapkan
untuk menduduki jabatan pemangku tidak akan memegang peranan sebagai
kiai, begitupun sebaliknya. Mereka yang secara patrilineal mewarisi status
kiai santri tidak akan pernah menduduki jabatan kiai kagungan, meskipun
kiai kagungan setelah menyelesaikan tugasnya akan menjadi kiai santri.
Kekuasaan turun-temurun ini diperkuat dengan sanksi supranatural. Siapa
saja yang berani melanggar aturan ini akan mendapatkan hukuman
supranatural yang tak terlihat dan tak terduga seperti sakit keras, kecelakaan,
kematian mendadak dan berbagai nasib buruk lainnya.
Konteks kepemimpinan lingkup desa, setelah masyarakat Sasak mengenal
sistem pemerintahan sejak masa kerajaan-kerajaan kuno di pulau Lombok, di
setiap desa-dasan selain kepala desa sebagai kepala pemerintahan dikenal
juga pemimpin adat yang disebut mangkubumi atau pemangku adat atau
jintaka. Kepala desa dalam melaksanakan tugas sehari-hari dibantu krama
desa, yaitu orang-orang terkemuka dari setiap kelompok sorohan (kadang
39
waris) dalam desa. Adapun pembantu tetap kepala desa adalah jaksa (juru
tulis), keliang (penghubung), langlang (kepala keamanan), dan wakil keliang
(juru arah). Setiap kepala desa memperoleh santunan dari warganya,
misalnya bantuan tenaga untuk mengerjakan sawah atau ladang kepala desa
yang disebut najen.
Keberadaan suatu wilayah kekuasaan dan sistem pemerintah secara
otonom mengatur dirinya sendiri, ada tiga kategori umum yang sering
digunakan oleh para pengkaji sejarah kuno atau klasik tentang Lombok
sebelum dan sesudah Majapahit serta pra-Bali. Seperti:
a) Kerajaan-kerajaan besar, seperti Desa Laek dalam Babad Lombok
dianggap tertua atau pertama kali berdiri di Lombok, Kerajaan Suwung
(dalam Babad Suwung juga dianggap tertua dan pertama kali berdiri di
Lombok), kemudian menjadi kerajaan Lombok, kerajaan Selaparang
Hindu dan Selaparang Islam;
b) Kerajaan-kerajaan sedang, seperti Kerajaan Mumbul, Kedaro, Pejanggik,
Langko, Parwa, Suradadi, Pujut, Kahuripan, Memelak dan lain-lain.
Kerajaan-kerajaan yang termasuk kategori ini sering juga disebut
dengan istilah kedatuan;
c) Kerajaan-kerajaan kecil, seperti Berangbantun, Brenga, Medayin, Bayan,
Sokong (pada era Selaparang Hindu), Sakra, Praya, Kopang, Mantang,
Batukliang dan lain-lain (pada era Selaparang Islam) merupakan desa-
desa otonom (sejenis perdikan di Jawa) diberikan kebebasan untuk
mengatur desanya masing-masing secara mandiri oleh raja. Setiap desa
otonom memiliki para pemuka yang membawahi petani bebas dan
buruh tani. Desa otonom ini tidak terlalu luas. Artinya, tidak seluas
”kerajaan” dalam bayangan orang Sasak saat ini tentang masa lalu
mereka. Sebuah desa otonom bisa seluas kelurahan dalam konteks
sekarang mungkin lebih kecil lagi.

2) Kepemimpinan Perkanggo
Kepemimpinan perkanggo (bangsawan) dalam masyarakat Sasak terkait
erat dengan struktur dan sistem sosial pada masa lalu secara sosial-politik
digolongkan dalam dua tingkatan sosial utama, yaitu golongan bangsawan
disebut perwangsa dan bangsa ama’ atau amaq atau jajar karang sebagai
golongan masyarakat kebanyakan. Golongan perwangsa terbagi atas dua
tingkatan, yaitu perwangsa (bangsawan tinggi) sebagai penguasa, dan
triwangsa (bangsawan rendahan). Bangsawan penguasa (perwangsa)
umumnya menggunakan gelar datu, selain itu mereka disebut raden untuk
kaum laki-laki dan denda untuk perempuan.

40
Seorang raden jika menjadi penguasa maka berhak memakai gelar datu.
Perubahan gelar dan pengangkatan seorang bangsawan penguasa itu
umumnya dilakukan melalui serangkaian upacara kerajaan. Bangsawan
rendahan (triwangsa) biasanya menggunakan gelar lalu untuk kaum laki-laki
dan baiq untuk kaum perempuan. Tingkatan terakhir disebut jajar karang
atau masyarakat biasa. Panggilan untuk kaum laki-laki adalah lo’ atau loq dan
untuk perempuan adalah le’ atau laq. Golongan bangsawan baik perwangsa
dan triwangsa disebut permenak. Kehadiran menak Sasak merupakan
representasi atas golongan aristokrasi yang mengaktualisasi sikap politik
kekuasaan yang bersandarkan pada peta genealogis. Sistem kekuasaan dan
prestise seringkali menghubungkan atau menyusun silsilah dirinya dengan
kerajaan pada masa lampau yang pernah memerintah negeri atau suku
bangsanya dan terkadang membuat silsilah keturunan bersifat khayali. Untuk
membentuk struktur kekuasaan masyarakat Sasak sendiri telah memasukkan
sebuah ideologi yang berperan menjadi semacam kekuatan sebagai perekat
yang akan mengikat berbagai kelas dan strata yang berbeda.
Para permenak ini biasanya menguasai sejumlah sumber daya dan juga
tanah. Ketika Hindu-Karangasem berkuasa di Lombok, permenak kehilangan
haknya dan hanya menduduki jabatan pembekel (pejabat pembantu
kerajaan). Di dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembekel, triwangsa
menguasai masyarakat Sasak dengan mengikat para perwangsa, dan
memberikan kepada mereka hak-hak atas tanah. Hal ini bisa dimaknai
sebagai kelompok ”kolaborator” di kalangan masyarakat Sasak yang berperan
serta dalam melanggengkan kekuasaan Hindu-Karangasem Lombok.
Masyarakat Sasak sangat menghormati permenak baik berdasarkan ikatan
tradisi dan berdasarkan ikatan kerajaan. Sejumlah desa, seperti wilayah Praya
dan Sakra terdapat hak tanah perdikan (wilayah pemberian kerajaan yang
bebas dari kewajiban pajak).
Pola kepemimpinan masyarakat Sasak yang sudah terbentuk pada masa
kerajaan-kerajaan kuno di pulau Lombok dan ditambah dengan masuknya
pengaruh kerajaan Majapahit dan Karangasem Bali tampak lebih teratur.
Keteraturan yang dimaksud dalam hal ini adalah kekuasaan semakin
hierarkis dan birokratis yang berdampak kepada semakin tegasnya
stratifikasi sosial serta semakin lebarnya jarak antara pemimpin (raja)
dipimpin (kawula bala). Raja menjadi pusat dari kekuasaan yang memerintah
kemudian dibantu oleh dewan kerajaan, pembagian kekuasaan pada daerah
dipercayakan kepada perwakilan dari raja yang mendapatkan otoritas
turunan atas nama raja, biasanya orang-orang yang dipilih itu adalah orang-
orang yang masih memiliki hubungan darah dengan raja, atau orang-orang
yang loyal dan mendapat penghargaan dari raja. Orang-orang yang memiliki
41
hubungan darah dengan raja ini umumnya merupakan keturunan raja dan
keluarga raja beserta keturunannya, yang kemudian menjelma menjadi
kelompok bangsawan Sasak (perwangsa atau permenak) dikemudian hari,
bahkan sampai saat ini.
Di bawah otoritas keturunan raja atau keluarga raja dan keturunannya,
serta orang-orang kepercayaan raja sebagai wakil yang diutus ke setiap
wilayah kekuasaan kerajaan merupakan perpanjangan tangan dari
pemerintahan pusat, menjadi ketua, kepala-kepala yang sesungguhnya lebih
berkuasa di lingkungannya sendiri. Hirarki kekuasaan ini dapat ditemukan
dalam gambaran tentang konsep-konsep Max Weber mengenai sistem politik
patrimonial. Sistem politik patrimonial masa penjajahan Belanda dikuasai
oleh elit lokal masyarakat Sasak dari kelompok bangsawan (perwangsa/
golongan menak), terutama yang menduduki posisi sebagai kepala-kepala
distrik.
Saat Belanda datang ke Lombok (sekitar 1894), para perwangsa datang ke
kepala pasukan Belanda setiap hari di Cakranegara, untuk mencari muka agar
mendapatkan posisi penting pada masa penjajahan Belanda. Para perwangsa
datang untuk meminta “jatah” kepada Belanda. Hal yang sama juga dilakukan
oleh para triwangsa. Sempitnya motif politik para perwangsa berdampak
buruk dengan dikembalikannya seluruh tanah orang Bali yang sempat
diambil oleh para petani yang dulunya menggarap tanah-tanah druwe jabe
Sasak milik perwangsa. Hal itu terjadi tahun keempat penjajahan Belanda di
Lombok pada masa Residen Liefrinck.

3) Kepemimpinan Agama
Kepemimpinan agama dalam masyarakat Sasak berada pada otoritas
keulamaan seseorang yang dikenal dengan sebutan tuan guru. Tuan guru
sebagai fungsionaris agama, yakni orang-orang yang menjalankan fungsi-
fungsi kepemimpinan agama, memimpin dan mengarahkan pemeluk agama,
seperti dalam hal keimanan, ibadah, ritual dan lain sebagainya, baik secara
individual maupun kolektif. Fungsi-fungsi kepemimpinan agama tidak hanya
dalam urusan agama yang sakral (transenden), tetapi juga dalam urusan
keduniawian yang profan.
Tuan guru dalam pandangan masyarakat Sasak dimaknai berbeda dengan
tokoh masyarakat lainnya, seperti tokoh adat, bangsawan, pemerintahan,
maupun tokoh-tokoh lainnya, karena memiliki karakteristik tersendiri dan
tanggungjawab berbeda. Tuan guru memiliki fungsi dan tanggungjawab yang
kompleks terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, tuan guru lebih dikenal
sebagai tokoh atau pemuka agama, karena setiap perilakunya didasarkan
pada ajaran agama, yaitu al-Qur’an dan sunnah, kemudian membantu
42
masyarakat untuk mengatasi setiap persoalan hidup yang berpegang pada
kitab suci umat Islam dan sunnah rasul.
Eksistensi seorang tuan guru diperkuat dengan pemberian status yang
tinggi oleh masyarakat Sasak, karena tuan guru (ulama) dalam perspektif
orang Sasak kebanyakan, memiliki aura sakralitas yang pada gilirannya
terjawantahkan dalam kekuatan kharisma tertentu dan tuan guru sendiri
cukup waspada untuk memelihara dan melanggengkan aura kesucian yang
mereka pegang. Cara untuk melanggengkan kharisma atau aura kesucian
tersebut antara lain dengan tidak terlalu terlibat dalam urusan-urusan yang
bersifat profan (keduniawian). Inilah yang melestarikan kewibawaan,
otoritas, dan kharisma tuan guru dihadapan umat umumnya.
Keberadaan tuan guru sebagai moral force, pada dasar dan mulanya tugas
tuan guru bisa dikatakan hanya terbatas dalam hubungan dengan hukum-
hukum syara’ seperti perkawinan, perceraian, ibadah dan muamalah serta
tugas-tugas yang berhubungan dengan alam metafisik. Menurut sebagian
masyarakat, tuan guru adalah orang yang dalam kehidupan sehari-harinya
memelihara kebersihan jasmani dan rohaninya, mengikuti segala peraturan
yang telah ditetapkan, bersikap tenang, sabar, dan menjauhi perbuatan-
perbuatan yang terlarang.
Dewasa ini, tuan guru dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan
politik masyarakat Sasak melahirkan fenomena baru terkait asal mula
konsep, peran, status, fungsi dan tanggungjawab yang diemban oleh seorang
tuan guru. Secara umum dalam pandangan masyarakat Sasak, tuan guru
setidaknya memenuhi beberapa syarat antara lain: memiliki pengetahuan
cukup tentang ilmu-ilmu keislaman, pernah belajar pada ulama tersohor di
Timur Tengah, mendapat pengakuan dari masyarakat, memiliki potensi
perubahan yang bermanfaat bagi orang banyak, dan memiliki kemampuan
menggerakkan dan mengarahkan massa, sehingga posisi tuan guru di
samping yang utama sebagai pemimpin spiritual juga menjadi panutan
masyarakat, terutama jamaahnya.
Sehubungan dengan kiprah tuan guru dalam dunia gerakan sosial, maka
secara sepintas dalam rangka mengonseptualisasi dan merespons realitas
yang ada, selain mempergunakan al-Qur’an, al-Sunnah, ijma’ sahabat, dan
tabi’in, juga merujuk pada nilai-nilai universal seperti semangat egalitarian,
musyawarah, keadilan, dan amanah. Nilai-nilai yang dirujuk itu sesungguhnya
merupakan konsep generik dari al-Qur’an sebagai acuan dan dipraktekkan
secara baik dan konsisten oleh Nabi Muhammad Saw dalam mengembangkan
kepemimpinan moral politiknya.

43
Kepemimpinan moral yang mewarnai seluruh perilaku kepemimpinan
tuan guru merupakan respons yang tepat dalam menghadapi struktur
masyarakat pra-Islam yang feodalistik dan represif. Konsep keadilan dan
amanah juga merupakan dua prinsip dasar politik Islam yang dijadikan
sebagai titik pijak dalam membangun sebuah tatanan kehidupan
bermasyarakat di Lombok. Tuan guru juga berusaha mengaktualisasikan
peran politiknya melalui pendekatan siyasah al-syari’ah. Secara politik tuan
guru sering mengimbau para pemegang otoritas kekuasaan, baik yang berada
dalam lingkup lokal maupun nasional untuk senantiasa menebarkan rasa
keadilan dan melaksanakan amanah dalam menjalankan pemerintah.
Sejalan dengan transisi kekuasaan Islam Makassar dan Hindu Bali, pada
tahun 1740-1935 tumbuh otoritas baru yang timbul dari rakyat yaitu para
tuan guru, baik melalui para mubaligh Jawa Timur (Sunan Prapen) maupun
Islamisasi Makassar. Otoritas ini yang oleh banyak ahli disebut sebagai
otoritas karismatik, karena ia hadir sebagai ratu adil, penolong bagi para
golongan yang tak berkasta, pioner dalam berperang, pemberi nasehat bagi
sesamanya. Namun dari proses panjang pergantian kekuasaan itu
mengakibatkan terlahirnya kaum panjak (pengikut, pesuruh) dalam
masyarakat Sasak. Hal ini pula terjadi pada era tuan guru, sampai datangnya
Belanda yang diundang oleh kaum bangsawan Sasak untuk mengusir
Kolonialisme Bali, dibantu oleh para tuan guru namun Belanda ibarat “ular
yang mematok tuannya”, mengambil alih kekuasaan Bali dan menjajah
Lombok. Di masyarakat Sasak otoritas informal tuan guru semakin kuat
sedang otoritas para bangsawan semakin mengikis sebelum kekuasaan Bali
berkuasa, para bangsawan Sasak memegang kedudukan tinggi.
Selanjutnya para tuan guru berhadapan dengan persoalan etis, teologis,
dan sosiologis yang dijadikan refleksi untuk perubahan sosial masyarakat
Lombok melalui jalur dakwah dan pendidikan, yaitu: (1) dari refleksi etis
dinyatakan bahwa tidaklah etis bagi seorang yang memiliki kemampuan ilmu
dan keterampilan membiarkan saudara sebangsanya tetap berkubang dalam
lumpur kebodohan dan keterbelakangan. Kesadaran moral dan kepedulian
sosial tersebut tumbuh subur dalam jiwa para tuan guru saat itu, karena itu,
perubahan sosial yang didasari oleh ajaran Islam bukan hanya kewajiban,
tetapi juga kebutuhan; (2) dalam refleksi teologis dan sosiologis, tampak
dalam anjuran bahwa jihad harus seimbang dengan ijtihad. Dalam sebuah
ayat al-Qur’an disebutkan tidak sepatutnya semua orang pergi ke medan
perang, sebagiannya harus mendalami ilmu agama (liyatafaqqah fī al-dīn).
Pembacaan teologis serta sosiologis yang mendalam tampak dalam apa
yang didakwahkan oleh tuan guru. Sebagai seorang yang ahli dalam ilmu
agama, para tuan guru memilih balik ke kampung halamannya untuk
44
memberi pendidikan (tarbiyah), pengajaran (ta’līm), petunjuk (irsyād) atau
cara membersihkan hati (tazkiyah) demi terwujudnya masyarakat yang
beretika. Kembalinya para tuan guru ke kampung halamannya adalah
manifestasi dari semangat berkobar untuk menegakkan ajaran agama Islam
demi perubahan sosial masyarakat Sasak yang masa itu berada di bawah
kolonialisme-imperialisme. Para tuan guru seolah-olah ingin memberikan
teladan pada masyarakat Sasak bahwa: “bunga sejati bukanlah bunga yang
mekar dan tegar di lahan subur, tetapi yang tumbuh subur di lahan tandus”.
Kondisi lahan tandus adalah simbol yang disematkan pada Lombok pada
waktu itu, yang tandus bukan tanahnya secara geografis, tetapi ketandusan
umat baik dari segi pengetahuan agama, pemahaman agama lebih-lebih
praktiknya. Jadi, masalah yang dihadapi pada masa itu bukan hanya
bagaimana orang memiliki agama (having religion), tetapi juga bagaimana
menjadi agamis (to be religious).
Masyarakat Sasak memandang sosok tuan guru sebagai pemimpin yang
“serba bisa”, dan berpengaruh. Menguatnya posisi tuan guru berawal dari
kehadiran orang-orang Bali dari Karangasem menduduki daerah Lombok
bagian barat sekitar tahun 1740 yang menekan masyarakat Sasak. Tekanan
tersebut telah memunculkan reaksi keras dari kalangan bangsawan Sasak dan
para tuan guru, mereka bergabung untuk memimpin banyak peperangan
untuk mengusir penguasa Bali di Lombok. Gerakan pemberontakan dipimpin
oleh para tuan guru memperoleh pengikut yang meningkat, dan lambat laun
mengurangi pengaruh tokoh adat yang sebagian besar mendasarkan otoritas
mereka dari warisan tradisi lokal.
Konteks ini otoritas tuan guru sebagai tokoh, pemuka, dan figur
masyarakat dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar mempunyai tugas
yang amat serius, yaitu menjadi pusat orientasi nilai dan moral (moral and
value center oriented). Terkait perubahan sosial masyarakat yang terjadi telah
membawa gejala negatif terhadap struktur sosial kehidupan masyarakat
Sasak. Tuan guru dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam
masyarakat setidaknya harus mampu memenuhi tuntutan kehidupan
masyarakat dilandaskan pada kemampuan moral keagamaan, kemampuan
moral kultural, menempatkan diri di tengah-tengah pergaulan bersama
dengan mengupayakan penanaman nilai-nilai agama, kemudian dijadikan
landasan setiap aspek kehidupan.
Akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 tuan guru di Lombok tidak saja
menunjukkan eksistensinya, tetapi membuktikan peran dan tanggung jawab
mereka terhadap masa depan agama, nusa, dan bangsa. Mereka memainkan
peran sentral dan strategis menggerakkan dan mengomandani perlawanan
atau perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme yang merongrong
45
nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sesuai dengan ajaran Islam sebagai
agama bersifat rahmatal lil alamin. Para tuan guru tersebut merupakan
generasi awal yang menanamkan ideologi ketauhidan dan semangat
nasionalisme, di samping aktif mengadakan dakwah dalam rangka
memperbarui paham yang dianggap “belum sempurna” dalam masyarakat,
juga paling berjasa sebagai arsitek intelektual dan agen gerakan sosial para
tuan guru pada generasi berikutnya.

2. Masuk dan Berkembangnya Islam di Lombok


Sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Lombok pada dasarnya hasil kontak
perdagangan para pedagang muslim dengan pedagang dari berbagai kerajaan di
Nusantara sekitar abad ke-13 hingga abad ke-18. Secara umum, masuk dan
berkembangnya Islam di Lombok dilakukan oleh dua kelompok Islam. Kelompok
tersebut, yakni kelompok Islam-eksoteris, sebelum adanya modernisasi
transportasi ibadah haji dan kelompok Islam-esoteris setelah adanya modernisasi
transportasi haji. Masuk dan berkembangnya Islam ke Lombok sekitar abad ke-15
dan ke-16, disebarkan melalui para mubaligh Islam dari kalangan penganut Islam-
esoteris atau Islam Sufi (tasawuf). Masa ini para mubaligh yang menyebarkan Islam
di Lombok adalah para pedagang muslim dari luar Lombok yang datang berdagang
melalui pelabuhan Lombok, seperti pedagang dari Jawa, Palembang, Banten, Gresik
dan Sulawesi. Pedagang muslim ini merupakan para pengikut ajaran sufi yang pada
abad ke-13 hingga ke-16 merupakan ajaran Islam yang dominan di Nusantara dan
dunia Islam.
Kehadiran ajaran sufi berikut komunitas-komunitas tarekatnya di Nusantara,
sama tuanya dengan kehadiran Islam itu sendiri sebagai agama yang masuk ke
Nusantara. Sebagian ulama yang menyebarkan Islam di Nusantara telah menguasai
ajaran Islam dalam kapasitas mereka sebagai guru-guru sufi. Tradisi tasawuf atau
tarekat telah menanamkan akar yang fundamental dalam pembentukan karakter
dan mentalitas kehidupan sosial masyarakat Islam di Nusantara (Dhofier, 2011).
Tujuan mereka datang ke Lombok tidak hanya untuk berdagang, tapi misi
menyebarkan Islam, maka banyak di antara mereka yang menetap, mendirikan
perkampungan dan menikah dengan warga lokal. Di antara perkampungan yang
mereka dirikan, yakni perkampungan muslim di Labuhan Lombok atau Labuhan
Kayangan (Lombok Timur), dan perkampungan muslim di Labuhan Carik (Lombok
Utara), meskipun ada kesamaan persepsi bahwa para mubaligh awal yang
menyebarkan Islam di Lombok merupakan pedagang muslim yang menganut dan
mempraktekkan ajaran-ajaran sufi. Asal dari para mubaligh tersebut adalah dari
Jawa dan non-Jawa.

46
Menjelaskan sufisme dalam konteks kehidupan duniawi seperti gerakan sosial
masyarakat tidak akan pernah lengkap tanpa menghadirkan dunia tarekat. Sejak
zaman para Wali Songo di Jawa, Abdurrauf as-Sinkili, Nuruddin ar-Raniri,
Syamsuddin as-Sumatrani, Hamzah Fansuri, Syekh Yusuf al-Makassari, empat
sekawan (Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdul Wahab al-Bugisi,
Syekh Abdussamad al-Palimbani, dan Syekh Abdurrahman al-Misri Betawi), Syekh
Ahmad Khatib Sambas, Syekh Abdul Karim Banten, kelompok-kelompok tarekat
berkembang sangat cepat di seluruh wilayah Nusantara dengan segenap dinamika
yang menyertainya, tidak terkecuali Pulau Lombok yang mendapat pengaruh dari
proses dinamis Islam-Sufisme-Tarekat di dunia Islam secara umum.
Sejak awal Islam masuk di Lombok sampai dewasa ini, sufisme (kelompok-
kelompok tarekat) telah menjadi warna dominan dan ciri khas Islam-Sasak. Di
Lombok Timur, ada dua tarekat yang dominan, yaitu: (1) tarekat Naqsabandiyah
yang dinisbatkan pada Tuan Guru Ali Batu Sakra sebagai mursyid utama sekaligus
tokoh gerakan revolusi sosial masyarakat Sasak, tumbuh subur dan lestari sampai
hari ini, dan (2) tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang mengambil silsilah dari
TGH. Muhammad Ali Mertasari Labuhan Haji dan TGH. Ibrahim Tanjung Luar
Keruak tetap eksis hingga saat ini.
Di Lombok Tengah tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah berkembang pesat
hingga saat ini melalui jalur Guru Bangkol Praya (pimpinan Perang Praya), TGH.
Ma’mun Karang Lebah Praya (salah seorang pahlawan Perang Praya), dan TGH.
Umar Safi’i Gerantung Lombok Tengah, dengan silsilahnya dinisbatkan kepada TGH.
Siddiq Karang Kelok. Di Lombok Barat berkembang tarekat Qadiriyah-Khalwatiyah
dibawa dan diajarkan oleh TGH. Muhammad Saleh Hambali Bengkel. Di Mataram
tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang dominan berkembang sampai hari ini
melalui jalur kemursyidan TGH. Siddiq Karang Kelok, TGH. Muhammad Amin
Pejeruk, dan belakangan TGH. Abhar Muhyidin Pagutan yang mendapat ijazah dari
Kiyai Ramli Tamim Jombang Jawa Timur.
Masuknya Islam ke Lombok dari barat melalui jalur pulau Jawa merupakan
bagian dari proses penyebaran Islam yang dilakukan Wali Songo dan kerajaan
Islam Demak (1500-1550). Wali Songo menyebarkan Islam ke Lombok dengan
mengutus Sunan Giri IV (Raden Fatihal). Islam diperkenalkan ke Lombok pada awal
abad ke-16 (Haris, 2002). Setelah pengaruh kerajaan Majapahit terus menurun dan
berakhir pada keruntuhannya. Salah seorang sunan dari Wali Songo yang menjadi
penguasa Islam Jawa, Sunan Giri III mengirimkan murid-muridnya ke berbagai
daerah di wilayah Nusantara.
Murid-murid yang diutus ke Lombok dan Sumbawa, yakni Sunan Prapen, ketika
datang pertama kali ke Lombok, Sunan Prapen mendatangi Labuhan Carik
(Pelabuhan Anyar). Ketika Sunan Prapen mendatangi Labuhan Carik, sudah ada
pedagang-pedagang muslim yang bermukim dan berdagang di Lombok sebelah
47
timur yaitu di Labuhan Lombok. Penyebaran Islam di wilayah Labuhan Carik oleh
Sunan Prapen dan pengikutnya tanpa menentang adat-istiadat, tapi menggunakan
adat-istiadat sebagai alat untuk menyebarkan Islam di Lombok. Sunan Prapen
menyebarkan agama Islam ke Lombok sebelum menjadi sultan. Usia beliau ketika
ke Lombok kurang lebih 35 tahun, sebelum dilantik menjadi Sultan pada usia 40
tahun. Beliau ke Lombok menggunakan kapal laut dari Gresik. Selama di Lombok, ia
sebagian Raja ada yang membantunya untuk berdakwah. Sunan Prapen berada
Lombok selama kurang lebih lima tahun dibantu oleh raja Lombok menyebarkan
agama Islam.
Setelah berhasil diislamkan oleh Sunan Prapen, desa-desa di sekitar wilayah
Labuhan Carik berubah namanya menjadi Bayan. Mengenai Sunan Prapen dan
perannya dalam menyebarkan di Lombok, (Faille, 1918). berpendapat bahwa
setelah Sunan Prapen mendarat dari kapalnya, dengan sukarela raja Lombok
memeluk agama Islam. Meskipun raja Lombok memeluk Islam, rakyatnya menolak
untuk memeluk Islam dan melakukan perlawanan, pihak Sunan Prapen
memenangkan perlawanan ini, setelah rakyat raja Lombok memeluk Islam, masjid
pun dibangun dan rakyat dikhitan. Selain Sunan Prapen, menurut sumber lain,
Islam masuk ke Lombok melalui sebelah utara (Bayan) atas peran Sunan Pengging
yang berasal dari Jawa Tengah kira-kira pada permulaan abad ke-16.
Sunan Pengging merupakan pengikut Sunan Kalijaga yang datang ke Lombok
untuk menyebarkan ajaran sufi, karena ia menikahi putri dari Kerajaan Parwa yaitu
putri yang akan dinikahkan dengan pangeran dari Kerajaan Gowa, sehingga
menimbulkan kekecewaan raja Gowa. Akibatnya, kerajaan Gowa menduduki
sebagian wilayah Lombok dan Sunan Pengging lari ke Bayan dan menyebarkan
Islam Sufi di Bayan. Setelah tinggal di Bayan, Sunan Pengging lebih dikenal dengan
nama Pangeran Mangkubumi. Di Bayan juga masa itu terkenal seorang mubaligh
bernama Titi’ Kumendur, sedangkan yang mengembangkan agama Islam di
Sembalun bernama Titi’ Selamin (TPMD-NTB, 1977).
Berhasilnya penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Songo tidak terlepas
dari dukungan kerajaan Islam Demak (1500-1550) dipimpin oleh Raden Fatah
dalam memelopori perkembangan dan penyebaran Islam di Indonesia, baik melalui
Labuhan Carik atau melalui Labuhan Lombok. Kerajaan Islam Demak melibatkan
para sunan, murid dan pengikutnya dalam melaksanakan program penyebaran
Islam yang direncanakan kerajaan Islam Demak. Mengenai hal ini, dalam kisah-
kisah etnis Sasak dalam Babad Lombok, disebutkan tentang peranan Sunan Prapen
dalam penyebaran Islam. Kutipan dalam Babad Lombok (Suparman, 1994) tersebut
berbunyi:

48
Hana malih putra lor sangaji, kanging ngandel, wiweka digjaya, nama Pengeran
Parapen, punika kang hing ngutus, hanglelana hing Lombok-Adi, Sumbawa, Bali,
Blata, nyelami den luhung. “Yen nan bangga tan narsa den situtur kala mullah
hing hadil, kang sinelir hing Qu’ngan”.
Ada lagi putra Sang Sunan, yang menjadi andalan, arif bijaksana sakti, bernama
Pangeran Parapen, itulah yang diutus, berlayar ke Lombok Adi, Sumbawa, Bali,
Blata, mengislamkan agar tinggi suci. “Bila ada yang ingkar membangkang akan
wahyu Allah yang adil, yang termaktub dalam Qur’an.

Melihat kaitan erat antara Wali Songo dengan Kerajaan Demak dalam Islamisasi
yang dilakukan para sunan, pengislaman yang dilakukan oleh orang-orang dari
Jawa adalah cukup otentik. Proses ini dikaitkan dengan ekspedisi militer Sultan
Trenggana dari Demak, yang memerintah dari tahun 1521 sampai tahun 1550.
Selain Sunan Prapen, proses Islamisasi juga dilakukan oleh Pangeran Sangepati.
Berbeda dengan utusan para sunan yang menggunakan pendekatan sufistik dalam
menyebarkan Islam, Pangeran Sangepati dari Kudus (Jawa Tengah) membawa dan
menggunakan pendekatan mistik saat menyebarkan Islam ke Lombok dengan
memulai dakwahnya dari Bayan, ia memperkenalkan bentuk mistik dalam Islam.
Islam mistik yang dibawa pada dasarnya merupakan perpaduan antara unsur-
unsur Hindu dengan Islam (sufisme) dan melahirkan aliran tarekat yang
mengakulturasikan antara spiritualitas dalam tradisi Sasak dengan spiritualitas
dalam Islam sufi.
Mubaligh Islam dari kalangan non-Jawa, menyebarkan Islam melalui dua tahap,
yaitu: pertama, memperkenalkan Islam pada masyarakat Lombok dan tahap kedua,
memantapkan keislaman masyarakat Lombok melalui media santren dan penulisan
kembali (penyaduran) teks-teks oleh masyarakat Lombok sendiri. Di antara para
mubaligh ini adalah mubaligh dari wilayah Sumatera yang menyebarkan Islam
melalui Makassar atau langsung ke Lombok, diperkirakan antara abad ke-15 hingga
abad ke-16. Di antara orang-orang Sasak, seringkali mubaligh ini dikenal dengan
nama Tuan Lebe (Moestoko, 1979).
Ketangga Selaparang sebagai salah satu daerah yang menyebut penyebar Islam
di daerah ini dengan Tuan Lebe, melalui pengajaran ajaran-ajaran sufi dan fiqh
secara lisan dan tekstual dari rumah ke rumah dan berpusat pada Masjid Ketangga.
Tuan Lebe menyebarkan Islam di Ketangga dan beberapa wilayah di Lombok
bagian timur. Selain Tuan Lebe, mubaligh yang berperan dalam dakwah Islam di
wilayah Lombok bagian timur adalah mubaligh yang diutus dari kerajaan Gowa.
Kerajaan Gowa diislamkan oleh para mubaligh Minangkabau (Dato’ Ri Bandang,
Dato’ Ri Patimang, dan Dato’ Ri Tiro) tahun 1600, menyebarkan Islam ke Bima
(1616-1618 dan 1623), Sumbawa (1618 dan 1626) dan Pula Buton (1626).

49
Penyebaran Islam dari Timur sebelumnya terjalin melalui hubungan kerajaan
Selaparang dengan Makassar (Gowa-Tallo). Hubungan tersebut dibangun melalui
sistem perkawinan. Secara kekerabatan, raja Tallo ke-9 Sultan Harun al-Rasyid
memiliki saudara perempuan bernama Karaenta Maleka yang dikawini oleh
keluarga dari Sumbawa dan ada pertalian darahnya dengan Selaparang. Jadi
saudara perempuan cucu raja Tallo yang pertama masuk Islam yaitu Sultan Harun
al-Rasyid meninggal dalam pertempuran Makassar melawan Belanda di perairan
Lombok yang gugur di Selaparang, dan saudara perempuannya kawin dengan
orang Selaparang. Perkawinan ini dilakukan untuk mengembangkan sistem
kekerabatan dan lebih menguatkan Islam di samping mempertahankan legitimasi
kekuasaan Kerajaan Tallo. Posisi Kerajaan Selaparang terhadap Gowa merupakan
mitra kerajaan bukan wilayah vatsal (bawahan) yang pernah ditaklukkan. Berbeda
dengan daerah-daerah lain di Kawasan Timur Nusantara sampai Australia Utara
pernah menjadi palili (daerah jajahan) Gowa mulai sejak tahun 1512.
Eksistensi Kerajaan Selaparang yang tidak dijadikan daerah vatsal, tetapi masuk
dalam garis peta yang dibuat Gowa berdasarkan pertimbangan posisi strategis
secara geopolitik untuk membendung ekspansi dari barat yaitu kerajaan-kerajaan
besar di Bali, sehingga Kerajaan Selaparang tetap dihargai sebagai kerajaan yang
berdaulat. Legitimasi kekuasaan berada pada payung Kerajaan Gowa direkatkan
oleh hubungan ideologi Islam, karena Lombok sebagai ring pertengahan wilayah
timur bagi Gowa, sehingga tidak mengherankan kalau dilihat pada bulan Mei 1700,
putri Tumailalang (Karaeng Jarannika) meninggal di Kerajaan Salaparang dalam
medan perang pada saat melawan Bali di perairan Selaparang (Depdikbud, 1985).
Penyebaran Islam di Lombok dipengaruhi oleh ajaran sufi yang dibawa Syeikh
Yusuf Makassar dan mengirim ulama-ulama untuk berdakwah di Lombok,
Sumbawa sampai Taliwang dan sekitarnya (Mattulada, 1996). Salah seorang
keturunan Syeikh Yusuf yaitu Syeikh Maulana Abdullah diperintahkan oleh ayahnya
untuk menyebarkan agama Islam ke Lombok atau sekitarnya baik ke Bima dan
Sumbawa. Hubungan Islam Lombok dengan Islam Makassar bersifat timbal-balik,
misalnya seniman dari Lombok dibawa ke Makassar untuk dibina dan dibimbing,
setelah mahir diantar kembali ke Lombok yang ditemani oleh seorang pembina.
Pembina inilah yang bersentuhan darah dengan orang-orang Lombok dengan cara
kawin dan dengan catatan bahwa ada keturunanya yang bisa meneruskan
termasuk juga menguatkan pemahaman simbol-simbol Makassar.
Tidak terlalu banyak formulasi hubungan keagamaan Kerajaan Selaparang
dengan Kerajaan Gowa, yang dominan adalah penguatan pemahaman melalui jalur
tasawuf, tapi selalu diawali oleh syariat. Hubungan Gowa-Makassar dengan daerah-
daerah lain, seperti: Kalimantan diawali melalui perkawinan Pangeran Daeng
Kamaseng dengan perempuan keturunan Sambas. Hasil perkawinan ini yang
menurunkan sultan-sultan di Kalimantan Barat (Pontianak, Mempawah, termasuk
50
Sambas). Seorang ulama di Gowa, dulu sebutannya tuan guru (pemuka agama) yang
tidak mau jadi raja dan lebih suka melakukan hubungan keagamaan berdasarkan
kekerabatan sesuai dengan tradisi leluhur mereka yang suka mengembara ke
seluruh penjuru Nusantara.
Diperkirakan pada abad ke-17, para mubaligh dari Kerajaan Samawa di Pulau
Sumbawa yang telah ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa, mengutus para mubalighnya
untuk menyebarkan Islam ke selat Alas dan Lombok, serentak dengan penyebaran
Islam di wilayah Lombok bagian timur, Islam juga disebarkan secara langsung di
wilayah Lombok bagian selatan. Islam masuk ke wilayah Lombok bagian selatan
melalui mubaligh dari Arab. Mubaligh ini bernama Syeikh Nurur Rasyid dan beliau
menyebarkan Islam di wilayah Lombok bagian selatan bersama rombongannya.
Syeikh Nurur Rasyid pada dasarnya berniat menyebarkan Islam ke Australia,
namun karena satu dan lain hal, mereka singgah di Pulau Lombok dan selanjutnya
menetap di Lombok bagian Utara, yakni Bayan.
Penyebaran Islam yang dilakukan oleh para mubaligh tersebut, pada tahap
pertama memperkenalkan ajaran-ajaran Islam pada masyarakat Lombok, melalui
media kontak perdagangan sarung yang sedang berkembang di pesisir timur pulau
Lombok. Melalui kontak perdagangan ini juga, mereka memperkenalkan ajaran-
ajaran sufi dan fiqh pada masyarakat Lombok, baik itu secara lisan maupun dengan
meninggalkan kitab-kitab sastra yang bernafaskan Islam, seperti: Roman Yusuf dan
Serat Menak, dan kitab-kitab fiqh-sufi, seperti Tapel Adam, Bayan al-Tasdiq, Insan
Kamil dan Ma’rifat al-Jabbar.
Perkenalan Islam yang berbasis pada teks oleh para mubaligh tersebut,
meskipun tidak terlalu mendalam telah membentuk karakter Islam masyarakat
Lombok di wilayah Timur. Karakter ini secara jelas tampak pada praktek
keberislaman masyarakat Lombok wilayah Timur yang memadukan ajaran-ajaran
sufi dan fiqh dalam Islam dan tidak terlalu berorientasi pada mistik. Intensitas
hubungan berbagai kerajaan Lombok yang telah memeluk Islam dengan kerajaan-
kerajaan lain di Indonesia mengalami peningkatan pada abad ke-16 hingga abad
ke-18, baik dalam bentuk hubungan perdagangan, maupun dalam bentuk
pertukaran guru dan murid dalam bidang pengajaran Islam. Perkembangan Islam
pada masyarakat Lombok di wilayah Timur, bahkan pada wilayah lain di Lombok
terus meningkat dan pemahaman Islam masyarakat Lombok semakin mendalam.
Islam di Lombok cenderung pada ketarekatan mengalami perubahan secara
nyata pada era modernisasi transportasi haji. Hal ini terjadi setelah banyaknya
masyarakat Lombok pergi menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di Makkah.
Diketahui kapal dagang yang merapat ke Lombok sebagai alat transportasi dalam
menunaikan ibadah haji dengan kapal uap pada tahun 1860-an disebut “Kapal
Dinês” berdampak pada makin banyaknya masyarakat Indonesia termasuk dari
Lombok menunaikan ibadah haji dan juga menuntut ilmu agama di Makkah dan
51
Madinah. Sekalipun saat itu menyebar informasi tentang wabah penyakit di tanah
Hijaz dianggap sebagai cara pemerintah Hindia Belanda membatasi jumlah calon
haji dari Indonesia.

3. Hubungan Sejarah Sosial Lombok dan Kelahiran NWDI dan NBDI:


Perspektif Sosiologis
Perjalanan sejarah Lombok dengan segenap dinamika, pasang-surut, silih-
bergantinya berbagai peristiwa yang terjadi, secara sosiohistoris menyebabkan
konsekuensi logis adanya perubahan bersifat revolusioner maupun evolusioner,
baik yang berskala besar maupun kecil, terutama pada aspek-aspek sosial-ekonomi,
sosial-politik, sosial-budaya, dan sosial-religi sebagaimana telah diuraikan di atas.
Aspek-aspek tersebut dalam kajian sosiologi dikenal sebagai subsistem-subsistem
yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi secara struktural-fungsional di
dalam konstruksi sistem sosial pembentukan masyarakat (social order) Lombok.
Beberapa teori dan konsep sosiologis yang memiliki relevansi untuk mengkaji
latar belakang kelahiran Madrasah NWDI dan NBDI dalam konteks sejarah sosial
Lombok, khususnya yang berkaitan dengan sistem pendidikan masa penjajahan.
Teori-teori dan konsep, seperti pertukaran sosial, perubahan sosial, stratifikasi
sosial, interaksi, konflik, kooperatif, integrasi, patron-klien, sampai strukturasi,
dapat digunakan untuk menganalisis, menjelaskan, dan memahami fakta-fakta
historis dari realitas sosial, namun pada kesempatan ini lebih difokuskan pada
pendekatan struktural fungsional.
Paradigma dan perspektif teori struktural-fungsional melihat masyarakat dan
lembaga sosial sebagai suatu sistem yang seluruh bagiannya saling tergantung satu
sama lain dan bekerja sama menciptakan keseimbangan (equilibrium), tidak
menolak keberadaan konflik di dalam masyarakat, akan tetapi percaya betul bahwa
masyarakat itu sendiri akan mengembangkan mekanisme yang dapat mengontrol
konflik yang timbul. Menurut teori ini, masyarakat merupakan suatu sistem sosial
yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling
menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan
membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain (Ritzer, 1992). Asumsi dasar
dari teori ini adalah setiap struktur dalam sistem social, fungsional terhadap yang
lain. Sebaliknya, jika tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan
hilang dengan sendirinya. Secara ekstrem pendukung teori ini beranggapan bahwa
semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi suatu masyarakat
(Ritzer, 1992).
Menurut Lawer, teori ini mendasarkan pada tujuh asumsi, yaitu: (1) masyarakat
harus dianalisis sebagai satu kesatuan yang utuh yang terdiri atas bagian-bagian
yang saling berinteraksi; (2) hubungan yang ada bisa bersifat satu arah atau
hubungan yang bersifat timbal balik; (3) sistem sosial yang ada bersifat dinamis;
52
penyesuaian yang ada tidak perlu banyak mengubah sistem sebagai satu kesatuan
yang utuh; (4) integrasi yang sempurna di masyarakat tidak pernah ada, sehingga
di masyarakat senantiasa timbul ketegangan-ketegangan dan penyimpangan-
penyimpangan, tetapi ketegangan dan penyimpangan ini akan dinetralisasi lewat
proses pelembagaan; (5) perubahan-perubahan akan berjalan secara gradual dan
perlahan-lahan sebagai suatu proses adaptasi dan penyesuaian; (6) perubahan
merupakan hasil penyesuaian dari luar, tumbuh oleh adanya diferensiasi dan
inovasi; dan (7) sistem diintegrasikan lewat pemilikan nilai-nilai yang sama
(Zamroni, 1988).
Horton & Chester L. Hunt (1987) menjelaskan kalangan fungsional memandang
masyarakat manusia itu sebagai berikut:
a) Masyarakat dipandang sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerja sama
secara terorganisasi yang bekerja dalam suatu cara yang agak teratur
menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh sebagian besar
masyarakat tersebut.
b) Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang stabil dengan
kecenderungan ke arah keseimbangan, yaitu suatu kecenderungan untuk
mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang.
c) Setiap kelompok atau lembaga melaksanakan tugas tertentu dan terus-
menerus, karena hal itu fungsional. Contoh sekolah, mendidik anak-anak,
mempersiapkan para pegawai, mengambil tanggung jawab orangtua murid
terutama pada siang hari, dan sebagainya.
d) Corak perilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat. Dicontohkan
bahwa, di daerah perbatasan Amerika terdapat beberapa penginapan dan
hanya sedikit orang yang mampu menyewanya, timbullah suatu pola sikap
yang penuh keramahtamahan. Keluarga yang tengah bepergian pada waktu
malam merupakan tamu yang disambut hangat oleh setiap penduduk. Mereka
membawa berita-berita dan pelipur kebosanan, sementara itu tuan rumah
menyediakan makanan dan penginapan. Tetapi dengan semakin bertambah
mantapnya daerah perbatasan, pola keramahtamahan tidak lagi penting,
sehingga kadarnya menurun. Jadi, pola-pola perilaku timbul untuk memenuhi
kebutuhan dan akan hilang apabila kebutuhan itu berubah.
Pandangan teori struktural fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem
memiliki struktur yang terdiri atas banyak lembaga. Masing-masing lembaga
memiliki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi dengan kompleksitas yang
berbeda-beda ada pada setiap masyarakat, baik masyarakat modern maupun
masyarakat primitif. Misalnya, lembaga sekolah mempunyai fungsi mewariskan
nilai-nilai yang ada kepada generasi baru. Lembaga keluarga berfungsi menjaga
kelangsungan perkembangan jumlah penduduk. Lembaga politik berfungsi menjaga
tatanan sosial agar berjalan dan ditaati sebagaimana mestinya. Semua lembaga
53
tersebut akan saling berinteraksi dan saling menyesuaikan yang mengarah pada
keseimbangan. Bila terjadi penyimpangan dari suatu lembaga masyarakat, maka
lembaga yang lainnya akan membantu dengan mengambil langkah penyesuaian
(Zamroni, 1988).
Struktur yang bersifat fungsional dijelaskan oleh salah satu penganut teori
struktural-fungsional Parsons (1951) dalam konsep adaptation, goal attainment,
integration, laten pattern maintenance (AGIL). Adaptasi, berarti keharusan bagi
sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungan dengan baik. Goal attainment,
berarti persyaratan fungsional yang muncul dari pandangan bahwa tindakan itu
diarahkan pada tujuan-tujuannya. Integrasi, berarti persyaratan yang berhubungan
dengan interelasi antarpara anggota dalam sistem sosial. Laten pattern
maintenance (pola pemeliharaan) merupakan konsep latensi yang menunjukkan
berhentinya interaksi. Paradigma utama dari sistem tindakan menurut Parsons,
antara lain: kognitif, cathetic, evaluatif dari orientasi motivasional. Argumentasi
Parsons tentang sistem sosial meliputi: (1) sistem kekerabatan; (2) stratifikasi
sosial; (3) teritorial dan tekanan; dan (4) agama dan integrasi nilai.
Mengacu pada paparan teori struktural fungsional di atas sebagai alat analisis
untuk membaca hubungan saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara
sistem sosial dan ekonomi, sistem kepercayaan (religi), sistem kekuasaan atau
kepemimpinan dengan sistem pendidikan sebelum Indonesia merdeka dalam
konteks masyarakat di Lombok yang multikultural, serta mayoritas penduduknya
Islam-Sasak, dapat dideskripsikan beberapa pokok pikiran di bawah ini.
a) Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh para tokoh agama Lombok
(tuan guru) pada masa penguasaan raja-raja Bali waktu itu bercorak Islam
melalui pesantren. Pesantren yang cukup terkenal masa itu, antara lain di
Pancor, Kelayu, Tanjung, Kopang, Praya, Kediri, Bengkel dan Pagutan.
Pesantren didirikan dengan maksud memenuhi kebutuhan pendidikan agama
bagi anak-anak dalam rangka usaha menegakkan dan meninggikan mutu
agama Islam. Pelajaran diberikan selain membaca dan menulis Arab,
diajarkan juga aqidah, tauhid, ushul, fiqh, nahwu, dan syaraf. Pesantren tertua
antara lain terdapat di Pagutan, tahun 1919 di Kopang didirikan oleh Sayyid
Alwi, tahun 1924 di Kediri didirikan oleh TGH. Abdul Karim. Pelajaran yang
diberikan ilmu agama dan sejarah Nabi Muhammad Saw (Wacana, 1991).
b) Setelah Belanda mengambil alih dan berkuasa penuh atas Pulau Lombok,
untuk mewujudkan politik etis dalam bidang pendidikan di Lombok, maka
didirikan lembaga pendidikan formal atau dengan pola klasikal, dan sekolah
pertama didirikan tahun 1896 di Mataram. Setelah itu didirikan juga sekolah
di Pringgabaya, Masbagik, dan Selong. Materi pembelajaran yang diberikan
berhitung, menulis, membaca, dan bahasa Melayu. Selain itu, diajarkan
membaca dan menulis huruf Arab-Melayu dan huruf daerah (Jejawan). Guru-
54
guru didatangkan dari Jawa dan Bali, serta seorang guru hanya mengajar satu
sekolah. Setelah abad ke-20, pemerintah Belanda mengadakan Kursus Guru
Bantu yang dibina dari tamatan Vervolgschool (Wacana, 1991).
c) Masa pendudukan Jepang sekolah dijadikan sebagai tempat pendidikan
militer dan propaganda sesuai konsepsi Jepang, maka pemerintah Jepang
melatih guru-guru di Mataram dan Selong sebagai pelaksana propaganda
yang harus mampu meyakinkan murid-muridnya, bahwa kedatangan Jepang
bukan untuk menjajah, tetapi untuk membebaskan bangsa Indonesia dari
penjajahan Belanda. Musuh utama adalah Inggris dan Amerika. Tenno Haika
adalah mahadewa keturunan Amaterasu Omikami. Kedatangan Jepang untuk
membina kemakmuran bersama di Asia Timur Raya. Jepang dan Indonesia
sama atau Jepang adalah saudara tua, maka untuk memenangkan Perang Asia
Timur Raya seluruh rakyat harus membantu Jepang. Guru-guru diharuskan
mengadakan propaganda pada masyarakat di sekitarnya, dan alat-alat
propaganda lainnya yang digunakan yakni radio dan surat kabar. Surat kabar
yang banyak beredar saat itu, seperti Balishinbun dan Rinjanishinbun.
Lembaga pendidikan, khususnya pendidikan swasta masa pendudukan Jepang di
Lombok banyak dipelopori oleh para tokoh-tokoh agama, seperti Muhammadiyah
tahun 1937 di bawah pimpinan Asmo mendirikan Sekolah Muallimin di Pancor.
Tahun itu juga Muhammadiyah mendirikan Sekolah Kemajuan Islam di Pancor di
bawah pimpinan Haji Muhammad Sedek. Untuk keperluan pendidikan anak-anak
pegawai tahun 1937 di Selong didirikan TK oleh Nyonya Nyoman Tahir dan di
Mataram didirikan oleh Nyoman Subali. Selain itu, Muhammadiyah di Lombok pada
bulan Juli 1939 mendirikan sekolah di Mataram, di samping itu Muhammadiyah,
lembaga-lembaga pendidikan didirikan oleh tokoh-tokoh agama dari NW tahun
1935 di bawah pimpinan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan Madrasah
Ibtidaiyah (MI) di Pancor (Wacana, et al, 1991).
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikenal sebagai tokoh pembaru pendidikan di
NTB. Setelah kembali ke Indonesia tahun 1934, ia mendirikan Pesantren al-
Mujahidin, tahun 1936 mendirikan Madrasah NWDI, dan juga NBDI. Latar belakang
pendirian madrasah/sekolah tersebut yakni, keadaan umum umat Islam yang
terbelakang dan berada dalam kebodohan dan sistem pendidikan halaqah dan
pengajian tradisional yang lama berkembang di Lombok dianggap kurang efektif
dan efisien untuk memajukan masyarakat dalam bidang agama dan ilmu
pengetahuan. Keadaan demikian mendorong TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
berupaya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal sebagai tempat
mendalami ilmu agama, ilmu umum, dan meningkatkan mutu pendidikan, serta
menghasilkan lulusan yang berkemampuan tinggi dan memiliki semangat
perjuangan yang dilandasi iman dan taqwa. Pertimbangan lain pendirian madrasah
tersebut, bermula dari pandangan bahwa mengembangkan Islam melalui
55
pendidikan hukumnya fardlu’ain dan mendidik masyarakat utamanya dalam bidang
agama sebagai tugas mulia, melalui pendidikan lahir pribadi yang mampu
mengembangkan diri, keluarga, dan masyarakat bangsanya.
Pondok pesantren yang dibangun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid relatif
berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya yang ada di Indonesia. Penciri
dan pembeda pondok pesantren yang dibangun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dengan mengambil lokus Pancor terletak pada menyatu dan meleburnya elemen
pondok pesantren dengan masyarakat di lingkungan sekitar pondok pesantren.
Menyatu dan melebur baik dalam arti geografis, sosiologis, maupun kultural.
Konsekuensinya Ponpes NW sampai hari ini tidak membangun komunitas baru
yang berbeda dan terpisah dari masyarakat luas. Asumsi analitis yang dapat
diajukan adalah pilihan realistis sang pendiri atas pertimbangan rasional bahwa
Ponpes berikut madrasahnya berfungsi sebagai basis perjuangan, dakwah, gerakan
sosial, dan pusat pendidikan agen-agen perubahaan sosial.
Upaya integrasi sosial masyarakat Lombok melalui gerakan dakwah dan sosial,
tercermin dari makna filosofis NW. Integrasi ilmu agama dengan ilmu umum
melalui gerakan pembaruan pendidikan dengan mendirikan pondok pesantren
yang menerapkan sistem halaqah (tradisional) dan membangun madrasah yang
menerapkan sistem klasikal (modern), tercermin dari makna filosofis “Diniyah
Islamiyah”. Proposisi-proposisi pada poin keenam ini sangat kuat mengindikasikan
terjadinya proses interseksi antarsub-sistem, antarlini, antara struktur dengan
agen, bahkan antargenerasi.

4. Sistem Pendidikan Masa Kolonial


a. Masa Hindia Belanda
Lembaga pendidikan formal di Lombok pada masa Hndia-Belanda pertama
kali didirikan pada tahun 1898. Sekolah Kelas II tersebut didirikan di Pajang
Mataram. Murid-murid yang dapat mengakses pendidikan di sekolah ini
diutamakan anak-anak bangsawan dan tokoh-tokoh terkemuka di masyarakat.
Sedangkan guru-gurunya didatangkan dari luar daerah seperti Jawa, dan Bali
(Depdikbud, 1984: 38).
Bentuk sekolah dasar yang didirikan pada masa Hindia Belanda ada tiga jenis,
yaitu: (a) Hollandsch-Indische School (Sekolah Belanda di Indonesia), dihadiri
oleh anak-anak dari pejabat-pejabat Eropa, Bali dan Sasak, tuan-tuan tanah
terkemuka dan sebagainya. Sekolah ini memberikan masa belajar tujuh tahun
dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar; (b) Sekolah Inlandsche
Gouvernement (Sekolah Pribumi Pemerintah), dihadiri oleh anak-anak dari
kepala desa, pejabat-pejabat rendah, tuan-tuan tanah dan lain sebagainya,
memberikan masa belajar lima tahun dengan Bahasa Melayu (Indonesia) sebagai
bahasa pengantar; (c) Sekolah Desa (Volkschol), dihadiri oleh anak-anak dari
56
petani-petani, memberikan masa belajar tiga tahun dengan bahsa setempat (Bali
atau Sasak) sebagai bahasa pengantar (van der Kraan, 2009: 184).
Minimnya lembaga pendidikan di Lombok pada masa penjajahan Kolonial
Belanda digambarkan van der Kraan (2009: 184-185) sebagai berikut: “haruslah
jangan dilupakan bahwa dalam suatu masyarakat di Asia seperti Lombok, anak-
anak umur sekolah (antara umur 6 dan 12 tahun) merupakan paling sedikit 17%
dari jumlah seluruh penduduk. Ini berarti bahwa dalam tahun 1920 hanya 2%,
dalam tahun 1930 hanya 4,1%, dan dalam tahun 1940 tidak lebih dari 7,1% dari
anak-anak usia sekolah yang menerima pendidikan dasar sekedarnya”.Catatan
lain yang penting bahwa pada masa Belanda di Lombok, satuan pendidikan yang
didirikan sebatas pada pendidikan dasar, karena sampai pada tahun 1942 tidak
ada satu pun sekolah menengah (SMP) yang dibangun sebagai lanjutan dari
Sekolah Rakyat dan sejenisnya (Lukman, 2008: 113).
Terbatasnya lembaga pendidikan yang didirikan oleh kolonial Belanda dan
tentu saja proses pendidikan yang diberikan tidak lepas dari adanya misi untuk
menguatkan posisinya sebagai penjajah menyebabkan adanya rasa prihatin, dan
inilah yang menyebabkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid setelah tidak lama
pulang dari Makkah tanpa kenal lelah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tahun
1934 mendirikan Pesantren al-Mujahidin dua tahun kemudian tepatnya tahun
1936 bertransformasi menjadi NWDI (Mashuri, 2021: 47). NWDI yang sudah
resmi diizinkan berdiri pada tanggal 17 Agustus tahun 1936 sebagai lembaga
pendidikan Islam ini baru beroprasi karena diresmikan pada tanggal 15 Jumadil
Akhir 1356 H, tepatnya tanggal 22 Agustus 1937. Bukan secara kebetulan, NBDI
berdiri tanggal 17 Agustus. Bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memiliki
makna yang signifikan dan monumental, sembilan tahun kemudian, tepatnya
tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Kondisi ini merupakan hikmah tersendiri dalam perjalanan sejarah Madrasah
NWDI (Noor, et al., 2014: 170).
Nama Madrasah NW sarat dengan nilai-nilai perjuangan yang memiliki nilai
futuristik, dinamakan “Nahdlatul Wathan” berarti “Pergerakan Tanah Air”
sebagai bentuk sikap dan visi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang sudah
meletakkan perjuangannya ke dalam konteks negara dan bangsa. Pemilihan kata
Nahdlatul Wathan dalam pengembangan pendidikan Pesantren al-Mujahidin,
adalah wujud Zainuddin muda meletakkan konteks perjuangan dalam skala
lebih luas. Meletakkan, perjuangan yang dilakukan di Lombok, sebagai bagian
dari apa yang sedang diperjuangkan seluruh rakyat Nusantara (TP2GD, 2017: 2).
Tujuan praktis untuk mendukung penjajahan laten Belanda terutama
beberapa sekolah umum yang sudah dijelaskan tidak serta merta menyebabkan
masyarakat pada umumnya tertarik, maka keberadaan madrasah yang didirikan
oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tersebut merupakan alternatif yang tidak
57
akan didapatkan pada sekolah umum. Didirikannya madrasah dengan sistem
pendidikan klasikal sekaligus sebagai cara untuk membongkar kecendrungan
pendidikan pesantren pada umumnya menggunakan pendekatan tradisional,
maka saat para tokoh agama sibuk dengan dunia pesantren, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid justru meninggalkan pesantren dan membangun madrasah. Ia sadar
bahwa madrasah jauh lebih efektif, modern, sistematis dan outputnya dapat
bersaing di pasar kerja. Madarasah menjadi lembaga pendidikan alternatif untuk
mempertemukan antara nilai-nilai keislaman dan konteks zaman lebih maju dan
adaptif (Hamdi, 2018: 108).
Kurikulum pendidikan di NWDI meskipun pada masa Belanda sudah menjadi
sekolah formal tidak menggunakan struktur kurikulum seperti halnya sekolah
umum negeri, karena pada saat itu memang pemerintah belum mengatur secara
jelas kurikulum yang harus dikembangkan oleh sekolah swasta termasuk di
NWDI. Namun satu hal yang dikembangkan adalah pembelajaran klasikal penuh,
artinya proses pembelajaran dilakukan di dalam kelas dan sudah ditentukan,
lama masa belajar pun ditentukan dari tingkat pendidikan, dan pemberian ijazah
sebagai tanda tamat belajar (Mashuri, 2021: 76).
Artinya madrasah dengan nuansa modern yang dikembangkan di NWDI dapat
dikatakan dalam konteks tertentu tidak berkiblat pada model pendidikan yang
dikembangkan Belanda, namun sisi lain dipengaruhi oleh adanya pembaruan
sistem pendidikan di Madrasah ash-Syaulatiyyah Makkah, misalnya hal ini dapat
diperhatikan dengan pembagian kelas menjadi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1)
Tingkat Ilzamiyyah (persiapan) dengan masa belajar 1 tahun bagi anak-anak
yang masih buta huruf al-Qur’an; (2) Tingkat Tahdhiriyyah, dengan lama belajar
3 (tiga) tahun bagi anak yang sudah membaca dan memberikan pembelajaran
mubtadi’, seperti tauhid, fiqih dan pengetahuan dasar tentang qawa’id, dan (3)
Tingkat Ibtidaiyyah, dengan lama belajar 4 (empat) tahun bagi pala pelajar atau
santri yang sudah bisa membaca kitab kuning dan menguasai nahwu sharaf
(Masnun, 2017: 61).
Pembaruan sistem pendidikan yang dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid pada masa ini merupakan sebuah maha karya yang orisinil karena hanya
satu satunya madrasah yang mempertemukan pendidikan Islam dengan nuansa
modern. Hal ini dapat dispesifikkan yaitu: (1) memasukkan pengetahuan umum;
(2) memodernisasi sistem pengajaran. Orisinalitas ini menjadi jelas karena pada
saat itu tidak ada institusi Islam yang mengajarkan pengetahuan umum dengan
menjadikan Bahasa Arab dan Inggris sebagai bahan pengantar (Masnun, 2017:
64). Meminjam istilah Jan Romein, hal ini disebut sebagai bagian dari suatu
keadaan “keluar dari pola umum”, yaitu keluar untuk mendobrak tradisi demi
kemajuan.

58
Keberadaan alumni Madrasah NWDI juga perlu mendapatkan perhatian,
dimana setelah enam tahun berjalan, Madrasah Nahdlatul Wathan menamatkan
murid yang pertama sebanyak 5 (lima) orang, yaitu Ustadz Mas’ud Kelayu
Lombok Timur, Ustadz Abu Syahuri Alyas Najamuddin, Pancor, Ustadz Abdul
Manaf Alyas H. Abdul Manan, Pancor-Bermi, dan Ustadz Hasan Rumbuk
(Masnun, 2017: 62). Jumlah tersebut secara kuantitas tergolong kecil, tetapi
secara kualitas memiliki kualifikasi keilmuan dan militansi pergerakan yang
tinggi sebagai kader perjuangan pengembangan madrasah NWDI (Noor, et al.,
2014: 171).
Periode selanjutnya karena jumlah siswa yang bertambah signifikan, tahun
1942 Madrasah NWDI meluluskan sebanyak 55 orang santri. Diantara mereka,
antara lain Haji Muhammad Yusri Muhsi Aminullahh dari Kelayu, TGH. Lalu
Muhammad Faisal dari Praya, TGH. Lalu Surbakti dari Praya, dan lain-lain (Noor,
et al., 2014: 172). Perkembangan madrasah dalam nuansa kolonial tidak mudah,
apalagi semboyan yang melekat di dalamnya, sehingga Kolonal Belanda tetap
melakukan pengawasan yang ketat sebagai bagian dari antisipasi, bahkan
madrasah ini sempat mau ditutup karena dianggap dapat membahayakan,
namun upaya diplomasi dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sehingga
Madrasah NWDI tetap beroperasi seperti biasa.

b. Sistem Pendidikan Masa Pendudukan Jepang


Tanggal 12 Mei 1942 Angkatan Darat Jepang mendarat di Labuhan Haji,
tanggal 18 Mei 1942 Angkatan Laut Jepang dengan dilindungi pesawat-pesawat
tempur mendarat di Ampenan. Sejak saat itu pemerintahan Belanda berakhir
pula di Lombok, dengan demikian sistem pendidikan secara berangsur
mengikuti pola pemerintahan Jepang (Murdi, 2015: 17). Sebagai gambaran
umum di Hindia Belanda, sekolah dasar menurun dari 21.500 menjadi 13.500,
sekolah lanjutan dari 850 menjadi 20, perguruan tinggi/fakultas terdiri dari 4
buah, dapat dikatakan untuk beberapa lama belum dapat melakukan kegiaan-
kegiatannya. Jumlah murid sekolah merosot 30%, murid sekolah menengah
merosot 90%, guru-guru sekolah dasar berkurang 35%, guru sekolah menengah
yang aktif tinggal kira-kira 5% (Poesponegoro & Notosusanto, 1993: 51).
Menurunnya jumlah sekolah di atas, sisi lain semakin menguatkan eksistensi
dari Madrasah NWDI. Perjalanan Madrasah NWDI pada masa Jepang juga hampir
sama dengan masa kolonial Belanda, aktivitas yang dilakukan selalu dicurigai
namun sekali lagi kecerdasan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk melakukan
diplomasi, maka madrasah ini tetap bisa bertahan dan beroperasi. Salah satunya
dengan alasan sehingga madrasah ini tidak ditutup pada masa Jepang adalah
karena adanya kebutuhan imam dan penghulu bagi masyarakat Islam yang ada
di Lombok, akhirnya ororitas pemerintah Jepang di Lombok tetap membiarkan
59
madrasah ini beroperasi, tetapi dengan syarat sekolah ini dirubah sebutan
menjadi “Sekolah Penghulu dan Imam” (TP2GD, 2017: 4).
Terlepas dari adanya kontrol yang ketat dari Jepang terhadap aktivitas TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid atau Madrasah NWDI secara kelembagaan, masa ini
juga merupakan priode yang sangat menarik dalam perkembangan emansipasi
pendidikan perempuan di Lombok. Tanggal 15 Rabi’ul Akhir 1362 H, bertepatan
dengan tanggal 21 April 1943 resmilah berdiri sebuah madrasah khusus bagi
kaum perempuan yang diberi nama Madrasah NBDI, materi pelajarannya
mengacu pada kurikulum madrasah NBDI (Noor, et al., 2004: 192). NBDI
menamatkan pelajarnya tahun 1949 (Adnan, 1983: 26).
Kelahiran NBDI seperti halnya NWDI memiliki makna yang istimewa, karena
tanggal dan bulan berdirinya di kemudian hari dikenal sebagai Hari Kartini,
yaitu sebagai tonggak bagi kebangkitan peran aktualisasi perempuan di
Indonesia, dan jelas ini merupakan hikmah yang kuat dari pandangan futuristik
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Hampir sama dengan NWDI, pendirian NWDI
juga tidak lepas dari berbagai tantangan, selain Jepang, yang menjadi tantangan
pada saat itu sekaligus berasal dari tradisi masyarkat Sasak sendiri yang
cendrung paternalistik. Dalam hal ini mereka menganggap bahwa mendidik
wanita sama halnya dengan menjadikan mereka sebagai orang-orang yang
kurang sopan (tidak berakhlak) dan menjual ilmu. Terlebih kemudian, NBDI
mengajarkan wanita tulis menulis, khitabah dengan berdiri di muka umum dan
lainnya (Haramain, 2012: 57).
NBDI sebagai madrasah dengan pendekatan klasikal, terdiri dari dua tingkat,
yaitu: (1) Tingkat Tahdhiriyyah, lama belajar 3 (tiga) tahun. Kegiatan belajar
mengajar dilaksanakan pada pagi hari dari pukul 07.30 sampai dengan 13.00.
Penerimaan murid baru di madrasah ini dikhususkan bagi mereka yang masih
buta huruf latin atau sudah menamatkan sekolah rakyat 3 tahun tapi belum
mampu baca tulis al-Qur’an, dan (2) Tingkat Ibtidaiyyah, tingkat ini sudah
mampu membaca kitab kuning sebab bahasa Arabnya tergolong fasih (Masnun,
2017: 63).
Alumni pertama Madrasah NBDI di antaranya Abidah dari Selong, Fauziah A.
Aziz dari Kelayu, Rahma dari Pancor; Hj. Zahrani, Zakiyah dari Pancor, dan lain-
lain. Tahun berikutnya, Madrasah NWDI menamatkan nama-nama, seperti Hj.
Siti Rahmatullah, Hj. Baiq Zuhriyah Mukhtar, Baiq Fahriah, Hj. Hudusiah, dan
lain-lain (Noor, et al., 2014: 174). Seiring perjalanan waktu untuk memperluas
pendidikan perempuan dirikan beberapa cabang NBDI, antara lain Madrasah
Sullam al-Banat di Sakra, Madrasah al-Banat di Wanasaba, Madrasah Is’af di
Perian, Madrasah Sa’adah al-Banat di Praya, dan Madrasah Tanbil al-Muslimat di
Praya, dan madrasah-madrasah lain di berbagai tempat (Nahdi, 2012: 87).

60
Perluasan pendidikan baik bagi laki-laki melalui Madrasah NWDI maupun
perempuan melalui NWDI pada masa Jepang sekaligus senagai bom waktu yang
menguatakan dan menyadarkan akan pentingnya menjadi sebuah bangsa yang
merdeka, sesuatu yang disadari betul oleh para penjajah pada dasarnya bahwa
memberikan akses pendidikan pada masyarkat pribumi dalam hal ini Lombok
melalui madrasah NWDI dan NBDI yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid ini menjadi bomerang tersendiri bagi Jepang. Bersamaan dengan
pendudukan Jepang di Lombok, sejak tahun 1942 sampai tahun 1945, tercatat
cabang Madrasah NWDI di Lombok, yakni Madrasah as-Sa’adah di Kelayu, tahun
1942, Madrasah Nurul Yaqin di Praya, tahun 1942, Madrasah Nurul Iman, di
Mamben, tahun 1943, Madrasah Shirat al-Mustaqin, di Rempung, tahun 1943,
Madrasah Hidayah al-Islam, di Masbagik, tahun 1943, Madrasah Nurul Iman, di
Sakra, tahun 1944, Madrasah Nurul Wathan, di Mbung Papak, tahun 1944,
Madrasah Tarbiyah al-Islam di Wanasaba, tahun 1944, dan Madrasah Far’iyyah,
di Pringgasela, tahun 1945 (Noor, et al., 2014: 172).

c. Sistem Pendidikan Pasca Kemerdekaan


Lembaga pendidikan umum berdiri sejak Indonesia merdeka sampai
penyerahan kedaulatan (1945-1949) telah dibuka 70 buah Sekolah Rakyat (SR)
yang baru, tersebar di seluruh Nusa Tenggara Barat. Jumlah ini tidak bisa
mengakomodir antusias masyarakat yang sudah merdeka, maka dalam hal ini
peran sekolah swasta, seperti NWDI dan NBDI pada awal kemerdekaan
Indonesia sangat penting. Perkembangan madrasah NWDI dan NBDI setelah
kemerdekaan beberapa tahun kemudian terutama tahun ajaran 1949 setidaknya
Madrasah NWDI dan NBDI telah mempunyai cabang sebanyak 24 Madrasah,
yaitu terdiri atas 19 buah madrasah disediakan untuk kaum pria 5 buah
madrasah lainnya disediakan bagi kaum wanita (Adnan, 1983: 26).
Jumlah madrasah NWDI dalam perjalanannya sangat signifikan, bahkan
dalam kurun waktu 16 tahun sudah melebihi pencapaian Belanda yang cukup
lama menguasai Lombok. Bagaimana tidak dalam kurun waktu 16 tahun (1937-
1953), lembaga pendidikan Pesantren NW berkembang menjadi 68 buah
madrasah, dan tersebar di seluruh Pulau Lombok, seperti Lombok Timur,
Lombok Tengah, dan Lombok Barat. Rata-rata setiap tahun berdiri empat
madrasah pada tempat yang berbeda. Perkembangan dan persebaran madrasah
ini terkait dengan dua hal, yaitu periode lulusan santri di madrasah induk yang
berpusat di Pancor dan di daerah asal lulusan (Nahdi, 2013: 386).
Wilayah Pancor dan sekitarnya, perkembangan kedua madrasah ini semakin
eksis di tengah masyarakat Lombok, sehinga tahun ajaran 1952/1953 kedua
Madrasah NWDI & NBDI sudah mempunyai cabang sebanyak 66 madrasah/
Sekolah. Kepesatan pertumbuhan madrasah/sekolah tersebut, yang terbesar di
61
Nusa Tenggara merupakan motif yang mendorong berdirinya suatu badan
(organisasi) berfungsi mengkordinir, membina, dan memelihara semua kegiatan
madrasah/sekolah. Wadah pendidikam sosial dakwah tersebut bernama NW.
Organisasi NW didirikan pada tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H/1 Maret 1953 di
Pancor, Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur, dengan Akte Notaris
Nomor 48 yang dibuat untuk pertama kalinya dihadapan pembantu jabatan
sekertaris daerah Lombok Hendrik Alexander Malada sebagai notaris di
Mataram (Haramain, 2012: 60).
Selain perluasan pembangunan lembaga pendidikan, tahun 1951 diadakan
perubahan kurikulum baik pada Madrasah NWDI, maupun Madrasah NBDI.
Dimana tingkat Tahdiriyah ala Makkah direformasi menjadi Ibtidaiyah ala
Indonesia yang menempuh waktu belajar selama enam tahun, dengan komposisi
60% pengetahuan agama dan 40% pengetahuan umum (Noor, et al., 2014: 175).
Tahun 1952 sampai tahun 1959 didirikan sekolah lanjutan, misalnya pada
tanggal 2 November Sekolah Menengah Islam (SMI), dan Madrasah Muallimin,
serta Pendidikan Guru Agama Pratama (PGAP) pada tahun yang sama.
Tahap selanjutnya, cukup banyak banyak perubahan juga dilakukan untuk
menyesuaikan dengan kondisi saat itu, misalnya pada tahun 1955/1956 dibuka
Madrasah Muallimin dan Madrasah Muallimat dengan lama sekolah enam tahun.
Keduanya merupakan perubahan dari Madrasah NWDI dan NBDI. Dua tahun
kemudian, tahun 1959, diresmikan berdirinya madrasah Menengah Atas (MMA),
Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan Pendidikan Guru
Agama Lengkap (PGAL) (Noor, et al., 2014: 175).
Peningkatan lembaga pendidikan sejak tahun 1950-an, terutama semenjak
tahun 1953 dengan didirikannya organisasi induk Nahdlatul Wathan menaungi
madrasah-madrasah tersebut semakin menguatkan peran lembaga pendidikan
yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tersebut. Tahun 1956 NW
sudah memiliki perguruan tinggi pertama, yaitu Akademi Pedagogik NW, dua
tahun kemudian, tahun 1956 dibuka Ma’had Darul Qur’an wal Hadits (MDQH) al-
Majidiyah Asy-Syafi’iyah untuk laki-laki, dan Ma’had li al-Banat untuk
perempuan tahun 1974. Tidak berselang lama, tahun 1977 didirikan Universitas
Hamzanwadi. Universitas Hamzanwadi pada mulanya membua dua fakultas,
yakni Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Ilmu Pendidikan. Dalam perkembangan
selanjutnya Fakultas Ilmu Pendidikan berubah menjadi Sekolah Tinggi Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Hamzanwadi (saat ini Universitas Hamzanwadi)
dan Fakultas Tarbiyah menjadi Sekolah Tinggi Tarbiyah (Noor, et al., 2014: 177).
Secara keseluruhan, kurun waktu 1965-1973, 1973-1975 (Fase II dan III,
selama 10 tahun), lembaga pendidikan Pesantren NW berkembang menjadi 360
buah madrasah. Selanjutnya, pada kurun waktu 1982-1986 tercatat 407
madrasah, pada kurun waktu 1986-1994 (Fase IV) tercatat 675 madrasah, dan
62
pada kurun waktu 1995-2000 (Fase V) tercatat 565 madrasah (fase V ini terjadi
penurunan akibat kekurangan santri karena keberhasilan KB, atau berdiri
sekolah dasar sebagai implementasi Inpres SD tahun 1974) (Nahdi, 2013: 387).
Berpijak dari sejarah panjang madrasah NWDI dan NBDI, kemudian menjadi
embrio lahirnya organisasi NW, secara konseptual menurut Nahdi (2013: 389),
dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:
▪ Fase I masih merupakan babak sejarah awal karena masih diwarnai oleh
keaslian pikiran dan cita-cita awal pendirian Pesantren NW cenderung
mementingkan keberadaan struktur, bukan variasinya;
▪ Fase II hingga IV masuk babak perubahan karena pada ketiga fase ini
Pesantren NW mengalami berbagai perubahan untuk maksud penyesuaian
dinamika pendidikan yang terjadi dalam konteks yang lebih luas
(nasional);
▪ Fase V masuk babak pengembangan karena Pesantren NW dengan semua
komponen strukturnya sudah memiliki bentuk dan pola yang mapan.
Perkembangan pendidikan yang digagas oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid menunai kesuksesan yang cukup signifikan, hampir disetiap desa di
Lombok memiliki madrasah berafiliasi dengan NW. Lembaga pendidikan
yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sangat banyak mulai
dari Raudatul Atfal (RA) hingga perguruan tinggi (Murdianto, 2021: 57).
Mengacu dari sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial
tersebut, bahwa pendidikan, khususnya pendidikan Islam diselenggarakan secara
terbatas, baik akses maupun tujuan pembelajarannya, bahkan dapat dikatakan
hanya untuk kepentingan untuk membantu bisnis kolonial. Di samping itu,
munculnya lembaga-lembaga pendidikan, seperti lembaga pendidikan Islam turut
mewarnai sistem pendidikan masyarakat suku Sasak di Lombok, terutama dalam
membebaskan mereka dari cengkeraman, kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan
yang sangat panjang.

D. Ruang Kolaborasi

Lembar Kerja 1
▪ Diskusikan dalam kelompok pertanyaan-pertanyaan berikut:
Dari uraian sejarah sosial Lombok, sistem pendidikan masa kolonial, dan latar
belakang berdirinya NWDI, NBDI, dan NW yang sudah dipelajari di atas. Silahkan
diskusi dan presentasikan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Deskripsikan terkait sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa
kolonial berdasarkan pengetahuan atau pemahaman yang Anda didapatkan
dari materi di atas?

63
2. Buatlah kesimpulan kelompok anda tentang kelahiran Madrasah NWDI, NBDI,
dan NW dikaitkan dengan sejarah sosial lombok dan sistem pendidikan masa
kolonial?
▪ Hasil diskusi dan kerja kelompok dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.
▪ Tugas kelompok yang sudah dipresentasikan dan diskusikan kemudian diupload
ke dalam LMS.

Pertemuan 2

E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda. Setiap kelompok memperhatikan
kelompok lain yang melakukan presentasi, dan memberikan apresiasi dengan
melakukan penilaian.

Selanjutnya, jika di bagian sebelumnya Anda telah belajar pentingnya sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok sehingga mempengaruhi
bagaimana pendidikan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW berdiri, misalnya
pendidikan hanya diberikan pada kalangan perwangsa (bangsawan), sedangkan
kalangan jajar karang (rakyat jelata) tidak diberikan, maka aspek tersebut juga
mempengaruhi bagaimana pembelajaran hanya difokuskan untuk tujuan praktis
kepentingan penjajah sehingga yang diajarkan membaca dan menulis dasar saja.

Kemudian dari hasil diskusi di kelas, Anda dapat belajar bagaimana perubahan
penyelenggaraan pendidikan saat ini, dimana akses sudah terbuka untuk siapa saja
belajar hingga setinggi mungkin. Bila melihat secara makro, aspek sosial, budaya,
ekonomi, dan politik dimana bangsa ini sudah merdeka, sejahtera, dan damai
dibanding masa kolonial atau penjajahan, mempengaruhi bagaimana akses
pendidikan sudah terbuka dan partisipasi untuk sekolah sudah tinggi.

Pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi secara lebih mikro atau lebih


implementatif, apakah di kelas-kelas telah terlihat proses belajar yang
memerdekakan peserta didik? Apakah semua peserta didik dimana saja telah
mengalami kemerdekaan tersebut? Ingat bahwa peserta didik Anda berasal dari
ragam latar belakang, tidak hanya secara geografis tersebar di semua penjuru
negara namun juga latar belakang budaya, sosial, ekonomi, dan politik yang
beragam. Aspek sosial, budaya, ekonomi, dan politik menjadi penting untuk
dipahami sebagai latar atau konteks bagaimana pendidikan dan pembelajaran
diterapkan dan menghasilkan capaian yang diinginkan. Sebagai guru, bagaimana
Anda mempersiapkan diri? Bagaimana belajar sejarah sosial dapat membantu
mempersiapkan diri?
64
Untuk memulainya, silakan secara kolaboratif Anda mempelajari sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok dari peserta didik di
beberapa daerah saat ini. Kemudian diskusikan pertanyaan yang ada dan siapkan
presentasi hasil diskusi dengan kreatif. Aktivitas ini dikerjakan di luar kelas.
Silahkan Anda pelajari LK berikut.

Lembar Kerja 2
Melalui kelompok kecil yang sudah ada bentuk, silahkan diskusikan pertanyaan-
pertanyaan berikut:
1. Apa saja aspek-aspek sosial yang mempengaruhi sejarah Lombok dan
penyelenggaraan sistem pendidikan pada masa penjajahan Belanda dan
pendudukan Jepang?
2. Apabila ditarik pada masa sekarang, menurut Anda, aspek-aspek penting apa
yang berpengaruh terhadap lahir dan berdirinya madrasah NWDI, NBDI, dan
NW?
3. Bagaimana analisis kelompok anda terhadap dunia pendidikan dewasa ini jika
dikaitkan dengan cita-cita TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid?
4. Dari sudut pandang pendidikan, apa arti penting mempelajari sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok dalam pendidikan
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW?
5. Apa semangat yang anda dapatkan sebagai calon guru dari mempelajari sejarah
sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok tersebut?

Catatan: peran dosen di sini adalah memfasilitasi diskusi di kelas sehingga


mendapatkan pembelajaran yang bermakna.

Penilaian Tugas Kelompok:


▪ Tugas kelompok ini akan dinilai, baik oleh dosen maupun oleh kelompok
lainnya.
▪ Tiap kelompok menilai presentasi dari kelompok lainnya, dengan panduan yang
disediakan. Tuliskan penilaian kepada kelompok lain dengan menyebutkan hasil
penilaian (A/B/C/D) beserta komentar tentang apa yang paling membuka mata
dari presentasi tersebut.
▪ Panduan penilaian dapat dilihat dalam rubrik berikut. Kolom A adalah hasil ideal
yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.

A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi kurang
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan

65
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
memberikan Visualisasi mendeskripsikan
insight atau menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
pembelajaran kreatif. kurang kreatif
terkait topik Visualisasi cukup dan menarik.
bahasan. menarik dan
kreatif
Visualisasi sangat
menarik dan
kreatif

F. Elaborasi Pemahaman
Di bagian ini kita akan mengelaborasi pemahaman yang sudah didapatkan dari
proses pembelajaran. Setelah Anda mempelajari materi yang telah dipaparkan dari
dosen tentang relevansi mempelajari teori struktural fungsional dengan sejarah
sosial dan sistem pendidikan masa kolonial serta berdirinya Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW.

Elaborasi pemahaman dimulai dengan langkah-langkah berikut: (1) memahami


konsep dasar atau istilah kunci teori sosiokultural fungsional; (2) menemukan poin
inti atau pokok pikiran tentang sejarah sosial dan sistem pendidikan masa kolonial
di Lombok serta berdirinya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW; (3) mengkaji relevansi
teori sosiokultural fungsional dengan sejarah sosial dan sistem pendidikan masa
kolonial serta berdirinya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW, dan (4) menganalisis
sejarah sosial dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok dalam hubungan
atau pengaruhnya terhadap berdirinya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW, dengan
menggunakan teori sosiokultural fungsional.

Kesimpulan
Mari kita tinjau beberapa pelajaran yang dapat diambil dari materi sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok dalam hubungan atau
pengaruhnya terhadap berdirinya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW, dengan
menggunakan teori struktural fungsional.
1. Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh tokoh agama atau tuan guru
Lombok masa penguasaan raja-raja Bali waktu itu bercorak Islam bersifat non
formal dalam bentuk pesantren. Pesantren yang cukup terkenal masa itu, antara
lain di Pancor, Kelayu, Tanjung, Kopang, Praya, Kediri, Bengkel dan Pagutan.
Pesantren didirikan dengan maksud memenuhi kebutuhan pendidikan agama
bagi anak-anak dalam rangka usaha menegakkan dan meninggikan mutu agama
Islam. Pelajaran diberikan selain membaca dan menulis Arab, diajarkan juga
66
aqidah, tauhid, ushul, fiqh, nahwu, dan syaraf. Pesantren tertua antara lain
terdapat di Pagutan, tahun 1919 di Kopang didirikan oleh Sayyid Alwi, dan tahun
1924 di Kediri didirikan oleh TGH. Abdul Karim. Pelajaran yang diberikan ilmu
agama dan sejarah Nabi Muhammad Saw.
2. Masa Belanda berkuasa penuh atas Pulau Lombok, didirikan lembaga
pendidikan formal dengan pola klasikal, dan sekolah pertama didirikan tahun
1896 di Mataram. Setelah itu didirikan juga di Pringgabaya, Masbagik, dan
Selong. Materi pembelajaran yang diberikan berhitung, menulis, membaca, dan
bahasa Melayu. Selain itu, diajarkan membaca dan menulis huruf Arab-Melayu
dan huruf daerah (Jejawan). Guru-guru didatangkan dari Jawa dan Bali, serta
seorang guru hanya mengajar satu sekolah. Setelah abad ke-20, pemerintah
Belanda menyelenggarakan Kursus Guru Bantu (KGB) dibina dari tamatan
Vervolgschool.
3. Masa pendudukan Jepang sekolah-sekolah dijadikan sebagai tempat pendidikan
militerisme dan propaganda sesuai konsepsi Jepang, maka pemerintah Jepang
melatih guru-guru di Mataram dan Selong sebagai pelaksana propaganda yang
harus mampu meyakinkan murid-muridnya, bahwa kedatangan Jepang bukan
untuk menjajah, tetapi untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda. Guru-guru diharuskan mengadakan propaganda pada masyarakat di
sekitarnya, dan alat-alat propaganda lainnya yang digunakan, yakni radio dan
surat kabar. Surat kabar yang banyak beredar saat itu, yakni Surat Kabar
Balishinbun dan Rinjanishinbun.
4. Lembaga pendidikan, khususnya pendidikan swasta masa pendudukan Jepang di
Lombok banyak dipelopori oleh para tokoh agama, seperti Muhammadiyah
tahun 1937 di bawah pimpinan Asmo mendirikan Sekolah Muallimin di Pancor.
Tahun itu juga Muhammadiyah mendirikan Sekolah Kemajuan Islam (SKI) di
Pancor di bawah pimpinan Haji Muhammad Sedek. Untuk keperluan pendidikan
anak-anak pegawai tahun 1937 di Selong didirikan TK oleh Nyonya Nyoman
Tahir dan di Mataram didirikan oleh Nyoman Subali. Selain Muhammadiyah,
lembaga-lembaga pendidikan didirikan oleh tokoh-tokoh agama dari NW tahun
1935 di bawah pimpinan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan MI di
Pancor.
5. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai tokoh pembaru pendidikan di Nusa
Tenggara Barat, mendirikan Pesantren al-Mujahidin, mendirikan Madrasah
NWDI, dan NBDI, serta ormas NW. Latar belakang pendirian madrasah (sekolah)
tersebut yakni, keadaan umum umat Islam yang terbelakang dan berada dalam
kebodohan dan sistem pendidikan halaqah dan pengajian tradisional yang lama
berkembang di Lombok dianggap kurang efektif dan efisien untuk memajukan
masyarakat dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan.

67
6. Pesantren yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid relatif berbeda
dengan pondok pesantren pada umumnya yang ada di Indonesia. Penciri dan
pembeda pondok pesantren yang dibangun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dengan mengambil lokus Pancor terletak pada menyatu dan meleburnya elemen
pondok pesantren dengan masyarakat di lingkungan sekitar ponpes. Menyatu
dan melebur baik dalam arti geografis, sosiologis, maupun kultural. Sehingga
pesantren beserta madrasah-madrasah yang didirikan dimaksudkan sebagai
basis perjuangan, dakwah, gerakan sosial, dan pusat pendidikan putra-putri
daerah yang akan menjadi agen-agen perubahaan sosial.
7. Upaya integrasi sosial masyarakat Lombok melalui gerakan dakwah dan sosial,
tercermin dari makna filosofis NW. Integrasi ilmu agama dengan ilmu umum
melalui gerakan pembaruan pendidikan dengan mendirikan pesantren yang
menerapkan sistem khalaqah (tradisional) dan membangunan madrasah yang
menerapkan sistem klasikal (modern), tercermin dari makna filosofis “Diniyah
Islamiyah”. Proposisi pada poin ketujuh ini sangat kuat mengindikasikan
terjadinya proses inter-seksi antarsub-sistem, antarlini, antara struktur dengan
agen, serta antargenerasi.

Dari seluruh proses belajar sebelumnya, buatlah simpulan dengan menjawab


beberapa pertanyaan berikut:
1. Apa yang Anda pahami setelah mempelajari sejarah sosial dan sistem
pendidikan masa kolonial serta berdirinya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW? Apa
pentingnya hal ini bagi Anda?
2. Apa yang Anda pahami terkait dua konsep utama teori struktural, yaitu saling
berhubungan dan saling mempengaruhi antar subsistem, dan integrasi antar
subsistem yang ada dalam struktur sosial masyarakat Lombok, serta bagaimana
konsep-konsep ini selanjutnya dapat berkontribusi pada teori pembelajaran dan
pengajaran?
3. Bagaimana menurut Anda penerapan konsep tersebut dalam pendidikan di
Lombok? Silahkan berdiskusi dengan mencari referensi yang ada dalam konteks
pengajaran serta pembelajaran di Lombok.
4. Apa saja yang dapat Anda terapkan nantinya sebagai guru terkait pemahaman
Anda?
5. Bagaimana Anda memandang kesiapan Anda sebagai guru dengan memahami
konsep tersebut?
6. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut?

68
G. Koneksi Antar Materi
Buatlah koneksi antar materi dari pembelajaran mengenai topik bahasan tersebut
dengan pembelajaran yang sudah, sedang, atau akan Anda pelajari di mata kuliah
PPG lainnya. Selain menyebutkan topik/materi dalam mata kuliah ini dengan topik/
materi dalam mata kuliah lain, sebutkan juga keterkaitannya. Buatlah koneksi
tersebut dalam bentuk visual untuk memudahkan kita semua dalam memahami,
bisa dalam bentuk mindmap, diagram, bagan, atau lainnya. Selanjutnya, Anda dapat
berdiskusi bersama terkait koneksi antarmateri dalam mata kuliah ini dengan mata
kuliah lainnya.

H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda dengan caranya
masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual, ataupun narasi saja, atau model
kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan yang dapat membantu Anda
menuliskan blog.
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan-rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami tentang
topik ini? Apa hal baru yang Anda pahami atau
yang berubah dari pemahaman di awal sebelum
pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar materi
baik di dalam mata kuliah yang sama maupun
dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat ini,
dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

69
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.

A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam blog refleksi dalam blog refleksi dalam blog refleksi dalam blog
dengan alur yang dengan alur yang dengan cukup dengan kurang
jelas dan mudah jelas dan mudah mudah dipahami. jelas dan sulit
dipahami, serta dipahami. dipahami.
kreatif. Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan secara mendalam, menguraikan
menguraikan secara mendalam namun kurang secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan tajam dalam pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam mengaitkan topik bahasan, dan
secara tajam pandangan pandangan tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik mengenai topik pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari bahasan. mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan.
dirinya dan kelompoknya. Mahasiswa
kelompoknya, menyimpulkan Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa secara sederhana atau kurang jelas
dengan materi dari menyimpulkan pemahamannya dalam
MK lain. pemahaman mengenai topik menyimpulkan
mengenai topik bahasan. pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara mengenai topik
menyimpulkan jelas. Mahasiswa secara bahasan.
pemahaman singkat mengaitkan
mengenai Mahasiswa pembelajaran dari Mahasiswa tidak
topik bahasan mengaitkan modul ini dengan mengaitkan
secara tajam. pembelajaran dari kesiapannya pembelajaran dari
modul ini dengan mengajar sebagai modul ini dengan
Mahasiswa kesiapannya guru. kesiapannya
mengaitkan mengajar sebagai mengajar sebagai
pembelajaran dari guru. guru.
modul ini dengan
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.

Catatan untuk Dosen Pengampu


▪ Modul ini disusun untuk menggali pengalaman dan wawasan para calon guru
terkait proses mendidik yang sesuai.
▪ Modul ini dapat dimodifikasi oleh dosen pengampu.
▪ Dosen pengampu dapat menambah materi terkait topik bahasan.
70
▪ Selain penilaian tugas kelompok (LK) dan blog, dosen pengampu juga perlu
menilai partisipasi dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rubrik
penilaian partisipasi dan sikap ini bisa digunakan, namun dipersilahkan untuk
dimodifikasi, atau mengembangkan sendiri. Kolom A adalah kondisi ideal yang
diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.

A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa
memberikan memberikan terlihat tidak terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa kurang Mahasiswa
pemahaman klarifikasi. menunjukkan tidak
seluruh mahasiswa. perilaku menunjukkan
Mahasiswa cukup memfasilitasi perilaku
Mahasiswa menunjukkan rekan memfasilitasi
menunjukkan perilaku mahasiswanya rekan
perilaku memfasilitasi dalam proses mahasiswanya
memfasilitasi rekan rekan pembelajaran baik, dalam proses
mahasiswanya mahasiswanya di kelompok pembelajaran
dalam proses dalam proses maupun di kelas baik, di
pembelajaran baik, pembelajaran secara kelompok
di kelompok baik, di kelompok keseluruhan. maupun di kelas
maupun di kelas maupun di kelas secara
secara keseluruhan. secara Mahasiswa keseluruhan.
keseluruhan. mengumpulkan
Mahasiswa tugas melebihi Mahasiswa
mengumpulkan Mahasiswa dengan tenggat tidak
tugas sebelum mengumpulkan waktu yang mengumpulkan
tenggat waktu yang tugas sesuai ditentukan. tugas.
ditentukan. dengan tenggat
waktu yang
ditentukan.

71
Topik 2
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dan Kelahiran Madrasah NWDI, NBDI, dan NW

A. Pengantar

Durasi : 2 pertemuan
Capaian Pembelajaran : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. Memahami biografi dan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid;
2. Memahami perkembangan Madrasah NWDI, NBDI,
dan NW yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid;
3. Merefleksikan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dan perkembangan Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW;
Sub-CPMK : 1. Menguasai pemahaman konseptual tentang
biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid;
2. Mampu menganalisis karakteristik perjuangan
TGKH M. Zainuddin Abdul Majid;
3. Memahami perkembangan Madrasah NWDI, NBDI,
dan NW;
4. Mempraktikan kemampuan pedagogik dengan
merefleksikan perjuangan TGKH M Zainuddin
Abdul Majid.
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan biografi TGKH M
Zainuddin Abdul Majid;
2. Ketepatan analisis karakteristik perjuangan TGKH
M Zainuddin Abdul Majid;
3. Ketepatan memahami perkembangan NWDI,
NBDI, dan NW;
4. Ketepatan implementasi dalam pembelajaran.
Kriteria Penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk Penilaian : Non-tes: Unjuk kerja & Portofolio
Metode Pembelajaran : • Kuliah & diskusi (TM: 2 x 60’);
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’);
• Tugas 2: laporan analisis karakteristik peserta
didik abad 21 (2 x 60’);
Materi Pembelajaran : 1. Biografi dan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.
2. Perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW
3. Refleksi perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid.

72
Pertemuan 3

B. Mulai dari Diri

Mahasiswa PPG Prajabatan yang berbahagia

Selamat datang di topik kedua ini, yaitu kita akan membahas biografi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sebagai tokoh utama, sekaligus pendiri Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW. Topik ini penting untuk mengantarkan Anda memahami kelahiran
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW yang turut mempengaruhi sistem pendidikan di
Lombok Nusa Tenggara Barat.

Setelah mempelajari topik ini, Anda diharapkan mampu:


1. Menguraikan biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid selaku pendiri Madrasah
NWDI, NBDI, dan NW.
2. Menganalisis perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW, serta sistem atau
pola pembelajaran yang diterapkan.
3. Memberikan argumen dalam mendiskusikan biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid selaku pendiri NWD, NBDI, dan NW.
4. Memberikan simpulan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang turut
mempengaruhi perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW

Kita akan mulai pembelajaran tentang biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dan pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dalam mengembangkan sistem
pendidikan di Lombok Nusa Tenggara Barat mengingat apa yang sudah Anda
pahami dari pembelajaran sebelumnya dan dari pengalaman lain.

Mari lihat video singkat berikut:


https://www.youtube.com/watch?v=lmStffWrMEI

Silahkan jawab pertanyaan reflektif berikut:


1. Apa yang membuat aspek sosial menjadi penting dalam perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW untuk
mengembangkan pendidikan di Lombok Nusa Tenggara Barat?
2. Apa konsep yang sudah dipelajari sebelumnya terkait aspek sosial dalam
mengembangkan pendidikan di Madrasah NWDI, NBDI, dan NW?
3. Apa yang bisa dilakukan oleh pendidik untuk mendapatkan informasi dan
mempelajari aspek sosial penting dalam perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dan pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dari peserta didik dan
masyarakat tempat Anda bertugas?
4. Apa pertanyaan yang ingin Anda ajukan terkait perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dan pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW untuk
mengembangkan pendidikan di Lombok Nusa Tenggara Barat?
73
Kita mulai pembelajaran tentang perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan
pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dalam mengembangkan pendidikan di
Lombok Nusa Tenggara Barat dengan melihat pengalaman pribadi masing-masing.

Dari pengalaman tersebut, aspek sosial yang mendukung berdirinya Madrasah


NWDI, NBDI, dan NW untuk ………………………………………..……………………………………….

Selanjutnya, silahkan Anda menjawab pertanyaan reflektif berikut ini:


1. Dari sudut pandang Anda, bagaimana bentuk perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sehingga dapat menjalankan pendidikan masa itu, dan apa dampak
pendidikan yang diperoleh? …………………………………………………………………………..
2. Apa pertanyaan penting yang ingin Anda ajukan terkait dengan aspek sosial
dalam pendidikan di Madrasah NWDI, NBDI, dan NW?
a. …………………………………………………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………………………………………………
c. …………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang ingin Anda dapatkan dari mempelajari biografi dan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dalam mendirikan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW
untuk mengembangkan pendidikan di Lombok Nusa Tenggara Barat?
a. …………………………………………………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………………………………………………
c. …………………………………………………………………………………………………………………
Mari berproses bersama dalam rangkaian pembelajaran selanjutnya untuk semakin
memahami biografi perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan pendirian
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dalam membangun dan mengembangkan
pendidikan di Lombok Nusa Tenggara Barat.

C. Eksplorasi Konsep
Bagian ini Anda akan mempelajari biografi perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dan pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dalam membangun dan
mengembangkan pendidikan yang dapat membantu Anda menjalankan peran Anda
sebagai pendidik dengan lebih baik. Pelajari materi yang disampaikan berikut ini.

1. Biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid


a. Kelahiran, Keluarga dan Silsilah
Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Majid dilahirkan
pada hari Rabu, 18 Rabiul Awal 1316 H. bertepatan dengan 20 April 1908.
Dilahirkan di Kampung Bermi, Desa Pancor, Kecamatan Kecamatan Selong
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Semasa kecil, ia diberi nama Muhammad
Saggaf. Nama Muhammad Zainuddin merupakan pengganti nama Muhammad
Saggaf. Perubahan ini dilakukan setelah berhaji pada usia tiga belas tahun. Nama
74
ini diambil dari nama seorang ulama di Masjidil Haram, yaitu Syeikh Muhammad
Zainuddin Sarawak (Noor, et al., 2014: 100). Orangtuanya bernama Abdul Majid
(1359 H/1940 M), atau lebih populer disebut dengan Guru Mukminah, ibunya
bernama Inaq Syam atau dikenal dengan nama Hj. Halimatussa’diyah, wafat di
Makkah dan dimakamkan di Mualla. Kelahiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
terdapat sejumlah peristiwa besar di Nusantara maupun di Lombok, sebelum
maupun sesudahnya (Noor, et al, 2014: 100).
Peristiwa dmaksud, seperti dua tahun sebelum kelahiran TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, kebijakan pertanahan kolonial di Lombok atau dikenal
dengan Peraturan Agraria Lombok diberlakukan efektif, yakni tahun 1906.
Melalui regulasi ini, pemerintah kolonial memberikan sentra pemilikan tanah
yang semakin bertambah ke tangan tuan-tuan tanah Bali dan Sasak, sebagai
akibatnya semakin memperburuk situasi pangan rakyat Lombok secara
keseluruhan. Sehingga lengkaplah keterjajahan dan penderitaan masyarakat
Lombok.
Tahun 1908 tahun berdirinya Budi Oetomo yang sekarang dikenal sebagai
Hari Kebangkitan Nasional. M. Zainuddin Abdul Majid remaja menerima
pendidikan formal di Sekolah Desa (Volkscholen) sampai Kelas III. Sekolah Desa
ini mulai didirikan Pemerintah Hindia Belanda semenjak menerapkan politik
etis memasuki abad ke-20. Masa ini juga, ada sekolah lanjutan, yaitu The
Gouvernement-Indlandsche School (GIS), syarat ekonomi keluarga Abdul Majid
yang relatif baik, membuat Zainuddin termasuk beruntung mampu mengenyam
pendidikan. Satu dari 845 anak yang bisa bersekolah di seluruh Lombok waktu
itu. Di samping dua bentuk sekolah di atas, ada juga SD berbahasa Belanda yang
dikelola sang partikelir, yakni forum Anjah Sasak di bawah asuhan dr. Soedjono,
namun sekolah ini hanya diperuntukkan bagi golongan bangsawan (Ikroman,
2017: 73-74).
Silsilah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, tidak banyak ditemukan, sebab,
data-data tertulis yang dapat memberikan gambaran runutan silsilah ikut
terbakar saat musibah kebakaran yang menimpa Kampung Bermi, termasuk
kediaman TGH. Abdul Majid pada tahun 1940-an. Mengenai silsilah keluarga
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dapat dirunut sebagai berikut:
1) Keturunan Kerajaan Selaparang. Kerajaan Islam yang pernah berkuasa di
Pulau Lombok, bahkan oleh Sven Cederroth, seorang antropolog dari
Swedia menyebutkan sebagai keturunan Kerajaan Selaparang yang ke-
17. Pendapat ini mengemuka atas pandangan yang merujuk pada
kegiatan ziarah yang dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid ke
Makam Selaparang pada tahun 1971 (Husni, 1982: 12);
2) Keluarga TGH. Abdul Majid sebagai bagian keturunan Bugis-Makassar
dengan Sasak, saat Kerajaan Gowa Makassar menguasai Lombok.
75
Kerajaan Gowa menjadi penyebar Islam di Lombok bagian timur.
Pendekatan ini, dirujuk karena tidak adanya gelar tertentu seperti halnya
aristokrasi Sasak maupun tokoh Sasak pada umumnya, seperti raden,
lalu, gede, ataupun jero. Versi ini diperkuat informasi dari pihak keluarga
Bani Abdul Majid, seperti disampaikan H. Machsun Ainy, salah satu putra
Guru Mukminah. Nenek moyang orang tuanya berasal dari luar Pulau
Lombok, konon dari Makassar, Sulawesi Selatan. Beberapa nama silsilah
yang beredar seperti Papuq Kowar, Baloq Andia, Baloq Lendang, dan
Papuq Jumlah yang merupakan orang tua dari TGH. Abdul Majid. Nama-
nama seperti Kowar dan Andia tidak lazim digunakan sebagai nama-
nama suku Sasak (Noor, et al., 2014).
3) Keluarga TGH. Abdul Majid berasal dari keturunan Lebe atau tokoh kunci
Kerajaan Selaparang yang membidangi urusan yang terkait keagamaan
dari Kerajaan Selaparang. Di setiap wilayah, kerajaan menunjuk tokoh
agama setempat atau tokoh dari luar yang memiliki pengetahuan agama
untuk bertugas sebagai Lebe. Dilihat mendalam, figur TGH. Abdul Majid
sebagai TGKH M. Zainuddin Abdul Majid dengan sebutan Guru
Mukminah, hal ini menunjukkan TGH Abdul Majid merupakan orang yang
ahli tentang agama.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merupakan anak bungsu dari 5 (lima)
bersaudara, yaitu Siti Sarbini, Siti Cilah, Hj. Saudah, H. Ahmad Shabur, dan Hj.
Masyitah. Di samping itu, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mempunyai beberapa
orang saudara sebapak di antaranya: (1) H. Muhammad Faisal, (2) H. Ahmad
Rifa’i, (3) Muhammad Badil, dibuang pada masa pemerintahan Belanda dan
hilang entah ke mana; (4) H. Maksum, dan (5) Maksud. Hasil dari pernikahannya,
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, hanya mendapat dua orang putri, yakni Hj. Siti
Rauhun dari hasil pernikahannya dengan Hj. Siti Jauhariyah, dan Hj. Siti
Raihanun lahir dari pernikahannya dengan Hj. Siti Rahmatullah. Dari kedua putri
ini lahir cucu, seperti Hj. Siti Rauhun ada enam cucu, yaitu: (1) Hj. Sitti Rohmi
Djalilah; (2) H. Muhammad Syamsul Lutfi; (3) H. Muhammad Zainul Majdi; (4)
Muhammad Jamaluddin; (5) Siti Suraya; dan (6) Siti Hidayati. Cucunya yang lahir
dari Hj. Siti Raihanun, delapan orang putra dan putri, yaitu: (1) H. L. G.
Muhammad Ali Wirasakti Amir Murni; (2) Lale Laksmining Puji Jagat; (3) Lale
Yaqutunnafis; (4) H. L. G. Syamsul Mujahidin; (5) Hj. Lale Syifa’unnufus; (6) L. G.
Muhammad Zainuddin Tsani, (7) L. G. Mas Panji Mulie (alm), dan (8) L. G.
Muhammad Khairul Fatihin.
Tanggal 20 Jumadil Akhir 1418 H/21 Oktober 1997 M, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid wafat di kediamannya di kompleks Musalla al-Abror, yang berada di
kompleks Pondok Pesantren Darunnahdlatain Pancor Lombok Timur. Tempat
pemakaman juga di kompleks halaman Musalla Al-Abror.
76
b. Pendidikan
Sebelum berangkat ke Makkah untuk mendalami ilmu agama, M. Zainuddin
Abdul Majid muda belajar secara sistem halaqah pada sejumlah tuan guru, di
antaranya TGH. Syarafuddin, TGH. Muhammad Sa’id Pancor, TGH. Abdullah bin
Amaq Duladji dari Kelayu, dan lainnya. Dari guru-guru inilah M. Zainuddin Abdul
Majid muda belajar mengaji, ilmu Bahasa Arab (nahwu dan sharaf), dan
mempelajari kitab-kitab Arab Melayu (Noor, et al., 2014: 123). TGH. Abdul Majid
juga turut menggembleng M. Zainuddin Abdul Majid, bersama ayah, ibu dan
saudara-saudaranya yang lain ibu, yaitu Muhammad Faisal, Ahmad Rifa’i, dan
seorang keponakan, M. Zainuddin Abdul Majid berangkat ke tanah suci Makkah,
tepatnya tahun 1923, dalam rombongan tersebut ikut pula seorang gurunya,
yaitu TGH. Syarafuddin dan beberapa anggota keluarga dekat. Keberangkatan
rombongan menjelang musim haji tahun 1341 H. Masa awal di Makkah, mulai
belajar halaqah selama hampir dua tahun pada Syeikh Marzuki, salah satu ulama
yang mengajar di Masjidil Haram (Noor, et al., 2014).
Selama hampir dua tahun proses belajar yang dijalani di Makkah berpindah-
pindah dari satu guru ke guru lainnya dengan sistem halaqah, hingga pada
akhirnya tahun 1345 H/1927 M, pengembaraan ilmu berlanjut di Madrasah al-
Shaulatiyah. Madrasah ini merupakan madrasah pertama sebagai permulaan
sejarah baru dalam pendidikan di Arab Saudi. Madrasah al-Shaulatiyah saat itu
dipimpin cucu dari pendirinya, yaitu Syeikh Salim Rahmatullah. Madrasah ini
sangat legendaris dan telah menghasilkan ulama-ulama besar di Nusantara dan
dunia, seperti KH. Hasyim Asyari (Pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (Pendiri
Muhammadiyah), dan ratusan ulama di wilayah Asia Tenggara. Madrasah ini
didirikan oleh Syeikh Muhammad Rahmatullah berasal dari India.
M. Zainuddin Abdul Majid, dikenal sebagai santri yang cerdas. Para guru
yang mengajar di Madrasah al-Shaulatiyah mengakuinya sebagai murid yang
memiliki tingkat kecerdasan yang istimewa, bahkan Mudir al-Shaulatiyah Syeikh
Salim Rahmatullah lazim memercayakan Zainuddin muda ikut menghadapi
penilik Madrasah Pemerintah Saudi Arabia yang sering kali datang ke madrasah.
Setelah Hijaz dikuasai King Abdul Aziz yang membawa aliran Wahabi, sehingga
madrasah yang mengajarkan aliran berbeda diawasi. Saat itu, M. Zainuddin
Abdul Majid muda sebagai salah satu murid Madrasah al-Shaulatiyah dianggap
menguasai paham Wahabi.
Kecerdasan M. Zainuddin Abdul Majid juga diakui oleh salah sorang teman
sekelasnya di Madrasah ash-Shaulatiyah, yaitu Syeikh Zakaria Abdullah Bila,
seorang ulama besar di tanah suci Makkah. Ia mengatakan:
Saya teman seangkatannya Syeikh Zainuddin, saya telah bergaul dekat
dengannya beberapa tahun. Saya sangat kagum padanya. Dia sangat cerdas,
akhlaknya mulia. Ia sangat tekun belajar, sampai–sampai jam keluar
77
mainpun diisinya menekuni kitab pelajaran dan berdiskusi dengan kawan-
kawannya.
Prestasi akademiknya sangat membanggakan, selalu meraih peringkat
pertama dan juara umum. Kecerdasan yang luar biasa, ia berhasil menyelesaikan
studinya dalam kurun waktu 6 tahun dari waktu normal belajar 9 tahun. Masa
belajar di madrasah al-Shaulatiyah selesai tahun 1351 H/1933 M, dengan
predikat istimewa (mumtâz). Ijazahnya ditulis tangan langsung oleh seorang ahli
khath terkenal di Makkah saat itu, yaitu al-Khaththath Syeikh Dawud ar-Rumani
atas usul dari Mudir Madrasah al-Shaulatiyah, kemudian ijazah tersebut
diserahterimakan tanggal 22 Dzulhijjah 1353 H (Noor, et al., 2014: 126).

al-Allamah Syeikh Zakaria Abdullah


Bila saat berziarah ke Maulana Syeikh
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid di
Pancor Lombok Timur. Yang berdiri
di tengah H. Saparwadi (Bupati
Kepala Daerah Tingkat II Lombok
Timur saat itu).

Ijazah ini tidak lazim, karena tertulis “Diberikan gelar yang melekat pada
pemilik Ijazah ini: al-Akh al-Fadhil al-Mahir al-Kamil al-Syeikh Muhammad
Zainuddin Abdul Majid”, terjemahannya
“Saudara yang mulia, sang genius
sempurna, guru terhormat Zainuddin
Abdul Majid”. Bahkan sebagian guru besar
menyebutnya sibawaihi zamaanihi (yang
tak tertandingi). Nilai ijazah ini tidak ada
yang tidak bernilai 10 dalam semua mata
pelajaran. Ijazah M. Zainuddin Abdul
Majid ditandatangani oleh 8 (delapan)
guru besar madrasah tersebut. Tertanda
tangan dalam Ijazah syahadah ma'a
addarajah assyaraf al-ulaa atau lebih
tinggi dari predikat summa cumlaude. Mudir al-Shaulatiyah Maulana Syeikh
Salim Rahmatullah (cucu pendiri Madrasah ash-Shaulatiyah Syeikh Muhammad
Rahmatullah ibn khalil al-Rahman al-Kiranawy al-Utsmany) dan Syeikh
Muhammad Said merupakan keponakan pendiri Madrasah al-Shaulatiyah
mengungkapkan. “Cukup satu saja murid Madrasah ash-Shaulatiyah asalkan
seperti Zainuddin yang semua jawabannya menggunakan syair termasuk ilmu
falak yang sulit sekalipun” (Nu’man, 1988: 152).

78
Sayyid Muhammad Alawi Abbas al-Māliki al-Makki, seorang ulama
terkemuka di kota suci Makkah pernah mengatakan bahwa tak ada seorang pun
ahli ilmu di tanah suci Makkah baik thullāb maupun ulama yang tidak mengenal
kehebatan dan ketinggian ilmu Syeikh Zainuddin. Syeikh Zainuddin adalah
ulama besar bukan hanya milik umat Islam Indonesia tetapi juga milik umat
Islam sedunia. Setelah tamat di Madrasah al-Shaulatiyah, ia menetap selama dua
tahun di Makkah sambil menunggu adiknya yang masih belajar yaitu Haji
Muhammad Faisal. Dua tahun ini dimanfaatkannya untuk belajar, antara lain
belajar ilmu fiqih pada Syeikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan
demikian, waktu belajar yang ditempuh di tanah suci Makkah adalah selama 13
kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun (Sukarnawadi, 2017: 14).
Pujian tersebut diungkapkan dengan syair berbahasa Arab yang berbunyi
sebagai berikut:
ِ‫لل‬
ُ ‫ارفُ بِا‬ِ َ‫اَ ْلعَالَّ َمةُ اَ ْلع‬
ُِ ْ‫س ِي ُِّد م َح َّم ُد أَمِ يْنَُ ْالكت‬
‫ب‬ َّ ‫اَل‬
ُِ ‫ض ِل ُِه‬ ْ َ‫ْن فِى ف‬ ُِ ‫لل زَ يْنُ ال ِدِّي‬ ُِ ‫ي ن ْب ِل ُِه‬ ُْ ‫َّام َو ِف‬
ُِ ‫فِى َمجْ ِدُِه الس‬
‫ى‬
ُ ‫عل‬ َ َ ‫ت‬ َّ
ُْ ‫ضاءدَل‬ َ ‫لهُ يَ ُد بَ ْي‬ َ ‫ص ِل ُِه‬ ْ َ‫ى ُا‬ ُ ِ‫ن ف‬ ُِ ‫َج ْوه ََرةِ ْال َم ْكن ْو‬
‫الربَُا‬ ُّ ‫ْف كَزَ ْه ِر‬ ِّ
ُ ‫لَهُ تَا َ ِلي‬ ‫ش ْك ِل ُِه‬ َ ‫ل اِلَى‬ َُ ‫ش ْك‬ َّ ‫ت ال‬ ُِ ‫ض َّم‬ َ ْ‫قَد‬
‫سا َح ُِة ْالع ِْل ُِم لَهُ َم ْع َه ُد‬ َ ‫ِى‬ ‫ف‬ ‫ه‬ُ ِ ِّ ‫ل‬ ِ ِ‫ظ‬ ‫ِى‬ ‫ف‬ ‫ب‬
ُ َّ ‫ال‬ ُّ
‫الط‬ ‫ح‬
ُ َ ‫الَ َيب‬
‫ْر‬
ُ ‫شءِ اِلى م ْست ََو‬
‫ى‬ َ َّ
ْ ‫يَن َهضُ بِالن‬ ْ ‫ن ق ْو ِل ُِه‬ َ ْ ْ
ُ ِ‫بِذَلِكَُ المِ ْع َراجُِ م‬
‫فَاللُ يـبْـقِـ ْي ُِه َوي ْعلِى بُِ ُِه‬ ‫ى اَ ْه ِل ُِه‬ ُ ِ‫َان ْالع ِْل َُم ف‬ ُِ ‫فِى اَ ْنفَن‬
‫تَحِ يَّةُ ك َْالمِ سْكُِ َم ْنش ْو َرُة‬ ‫ن اِلَى حِ ِِّل ُِه‬ ُِ ‫ن َح َر ُِم ْالك َْو‬ ُْ ِ‫م‬
Demi Allah, saya kagum pada Zainuddin
kagum pada kelebihannya atas orang lain
pada kebesarannya yang tinggi
dan kecerdasannya yang tiada tertandingi
Jasanya semerbak-di mana-mana
menunjukkan satu-satunya permata
yang tersimpan pada moyangnya
Buah tangannya indah lagi menawan
penaka bunga-bungaan yang tumbuh
teratur di lereng pegunungan
Di halaman ilmunya berdiri Ma’had
Selalu dibanjiri Tullab dan Thalibat
Menuntut ilmu mengkaji kitab
Ia kobarkan semangat pemuda
Dengan karyanya setinggi Mustawa
Mikrojus Sibyan Ila Sama’il Ilmi Bayan
Semoga Alloh Memanjangkan usianya
Dan semoga pula dengan perantaraannya
Tersebar ilmu Tuhan dibumi selaparang
Terkirim untuknya salam penghormatan
Harum semerbak bagai kasturi
Dari Tanah Suci menuju Rinjani
79
Pujian juga disampaikan oleh maha gurunya
yang lain, yaitu al-Allamah asy-Syeikh Salim
Rahmatullah, mudir (direktur) Madrasah ash-
Shaulatiyah dengan ucapannya “Madrasah ash-
Shaulatiyah tidak perlu memiliki murid banyak,
cukup satu orang saja, asalkan memiliki prestasi
dan kualitas seperti Zainuddin”. Pujian dari kawan
sekelasnya diberikan oleh Syeikh Zakaria Abdullah
Bila. Ia mengatakan “Syeikh Zainuddin adalah saudaraku, karibku, kawan
Sekelasku. Saya belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah
menang dalam berprestasi, di kala saya dan dia bersama-sama dalam satu kelas
di Madrasah Ash-Shaulatiyah Makkah. Saya sungguh menyadari akan hal ini.
Syeikh Zainuddin adalah manusia ajaib di kelasku karena kegeniusannya yang
sangat tinggi. Syeikh Zainuddin adalah ulama dan
mujahid (pejuang) agama, nusa dan bangsanya.
Saya tahu, telah berapa banyak otak manusia
diukirnya, telah berapa banyak kader penerus
agama, nusa bangsa yang dihasilkannya. Saya
tahu, dia adalah mukhlis (orang ikhlas) dalam
berjuang menegakkan Iman dan taqwa di
negerinya, rela berkorban, cita-citanya luhur. Dia
memiliki kelebihan di kalangan teman-teman
segenerasinya. Kelebihan yang ia miliki selain yang saya sebutkan tadi, yaitu dia
selalu mendapat doa restu dari guru-guru kami, ulama-ulama besar di tanah suci
Makkah al-Mukarramah, utamanya Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath”.
Pujian Syeikh Zakaria Abdullah Bila seperti di atas, dikuatkan lagi oleh
mahagurunya yang paling dicintai dan paling banyak memberikan doa dan
inspirasi dalam perjuangannya, yaitu Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath. Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath mengatakan: “Ma
da’autu illa wa asyraktu Zainuddin ma’i”, artinya: “Saya tidak akan berdoa ke
hadlirat Allah Swt., kecuali kalau Zainuddin itu, sudah nampak jelas di depanku
dan bersamaku”. Ia juga mengatakan bahwa beliau mencintai setiap orang yang
cinta kepada Syeikh Zainuddin dan tidak mencintai orang yang tidak cinta
kepada beliau.
Syeikh Isma’il Zain al-Yamani, seorang ulama besar kota suci Makkah al-
Mukarramah, sangat kagum kepada Syeikh Zainuddin, kagum pada ketinggian
ilmu dan keberhasilan perjuanannya. Dengan penuh keikhlasan ulama besar
kota suci itu mengatakan bahwa beliau mencintai siapa saja yang cinta kepada
Syeikh Zainuddin dan membenci siapa saja yang benci padanya. Fadlilatul
80
‘Allamah Prof. Dr. Sayyid Muhammad ‘Alawi ‘Abbas al-Maliki al-Makki, seorang
ulama terkemuka kota suci Makkah pernah mengatakan bahwa tak ada seorang
pun ahli ilmu di tanah suci Makkah Al Mukarramah baik thullab maupun ulama’
yang tidak kenal akan kehebatan dan ketinggian ilmu Syeikh Zainuddin. Syeikh
Zainuddin adalah ulama’ besar bukan hanya milik ummat Islam Indonesia tetapi
juga milik ummat Islam sedunia. Demikianlah pujian yang telah diberikan secara
ikhlas dan jujur baik oleh kawan seperguruannya maupun muhaguru dan ulama-
ulama lainnya.

c. Guru-guru
Ulama-ulama besar yang telah berjasa besar dalam mengajar dan mendidik
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, khususnya di Masjidil Haram dan Madrasah
Ash- Shaulatiyah sebagai berikut: (1) al-‘Alimul ‘Allamah Asy Shaikhul Kabir al-
‘Arifubillah Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath; (2) al-‘Alimul
‘Allamah al-Faqih Maulanasy Syeikh Umar Bajunaid Asy-Syafi’I; (3) al-‘Alimul
‘Allamah al-Faqih Maulanasy Syeikh Muhammad Said al-Yamani Asy-Syafi’i; (4)
al-‘Alimul ‘Allamah al-Mutafannin Sibawaihi Zamanihi Maulanasy Syeikh Ali al-
Maliki; (5) Maulanasy Syeikh Marzuqi al-Falimbani; (6) Maulanasy Syeikh Abu
Bakar al- Falimbani; (7) Maulanasy Syeikh Hasan Jambi asy-Syafi’i; (8) al-‘Alimul
‘Allamah al-Mufassir Maulanasy Syeikh Abdul Qadir al-Mandili asy-Syafi’i; (9) al-
‘Alimul ‘Allamah ash-Shufi Maulanasy Syeikh Mukhtar Betawi Asy-Syafi’i; (10)
al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh Abdullah al-Bukhari asy-
Syafi’i; (11) al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh Umar Hamdan
al-Mihrasi al-Maliki; (12) al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh
Abdus Sattar ash-Shiddiqi Abdul Wahab al-Kuthi al-Maliki; (13) al-‘Alimul
‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh Abdul Qadir asy Syibli al-Hanafi; (14)
al-‘Alimul ‘Allamah al-Adib ash-Shufi Maulanasy Syeikh as-Sayyid Muhammad
Amin al-Kutbi al-Hanafi; (15) al-‘Alimul ‘Allamah Maulanasy Syeikh Muhsin al-
Musawa asy-Syafi’i; (16) al-‘Alimul Allamah al-Falaki Maulanasy Syeikh khalifah
al-Maliki; (17) al-‘Alimul ‘Allamah Maulanasy Syeikh Jamal al-Maliki; (18)
Maulanasy Syeikh ash-Shalih Muhammad Shalih al-Kalantani asy-Syafi’i; (19) al-
‘Alimul ‘Allamah ash-Sharfi Maulanasy Syeikh Mukhtar Makhdun al-Hanafi; (20)
Maulanasy Syeikh Salim Gianjur asy-Syafi’i; (21) Maulanasy Syeikh as-Sayyid
Ahmad Dahlan Shadaqah asy-Syafi’i; (22) al-Alimul ‘Allarnah al-Mu’arrikh
Maulanasy Syeikh Salim Rahmatullah al-Maliki; (23) Maulanasy Syeikh Abdul
Gani al-Maliki; (24) Maulanasy Syeikh as-Sayyid Muhammad Arabi at-Tubani al-
Jazairi al-Maliki; (25) Maulanasy Syeikh Umar al-Faruq al-Maliki; (26) Maulanasy
Syeikh al-Wa’idh asy-Syeikh Abdullah al-Farisi; (27) Maulanasy Syeikh Malla
Musa, dan dan lain-lain.

81
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa sewaktu belajar di Madrasah Ash-
Shaulatiyah Makkah, M. Zainuddin Abdul Majid muda belajar dengan amat tekun.
“Tiada waktu tanpa belajar”. Begitulah falsafahnya waktu itu, ia belajar dan terus
belajar menekuni berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan agama Islam pada
ulama-ulama besar tersebut. Ilmu tajwid, al-Qur’an dan Qira’at Sab’ah, ia belajar
pada: (1) asy-Syeikh Jamal Mirdad (Imam di Makam Imam Hanafi di Masjidil
Haram); (2) asy-Syeikh Umar Arbain (Ahli Al-Qur’an dan Qasidah yang sangat
terkenal waktu itu); (3) asy-Syeikh Abdul Latif Qari’ (Guru besar Qiraat Sab’ah di
Madrasah ash-Shaulatiyah); (4) asy-Syeikh Muhammad ‘Ubaid (kepala guru/
guru besar dalam bidang tajwid dan qiraat yang sangat terkenal di Makkah), dan
beberapa guru besar Al-Qur’an lainnya.
Ilmu fiqh, tasawwuf, tauhid, ushulul fiqh dan tafsir, M. Zainuddin Abdul Majid
muda belajar pada: (1) al-Allamah asy-Syeikh Umar Bajunaid asy-Syafi’i; (2) al-
‘Allamah asy-Syeikh’Muhammad Said al-Yamani; (3) al-‘Allamah asy-Syeikh
Mukhtar Betawi; (4) al-‘Allamah asy-Syeikh Abdul Qadir al-Mandili (murid
khusus al-‘Allamah asy-Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau, Sumatera Barat);
(5) al-‘Allamah al-Faqieh asy-Syeikh Abdul Hamid Abdur Rabb al-Yamani; (6) al-
Mutafannin al-‘Allamah as-Sayyid Muhsin al-Musawa (Muassis/ Pendiri Darul
‘Ulum ad-Diniyah, Makkah al-Mukarramah), dan (7) al-‘Allamah al- Adieb asy-
Syeikh Abdullah al-Lahaji al-Farisi (Pengarang yang sangat terkenal).
Ilmu ‘Arudl (Syair Bahasa Arab) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid belajar
pada: (1) al-‘Allamah Asy-Syeikh Abdul Gani al-Qadli, dan (2) Al ‘Allamah Al
Adieb As Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi. Ilmu Falak, ia belajar pada: (1)
Maulanasy Syeikh Salim Cianjur (Jawa Barat); (2) al-‘Alimul ‘Allamah al-Falaki
Maulanasy Syeikh khalifah al-Maliki, dan (3) al-‘Allamah as-Sayyid Ahmad
Dahlan Shadaqah asy-Syafi’i.
Ilmu hadits, mushthalahul hadits, mushthalahut tafsir ilmu fara’idl, sirah
(tarikh) dan berbagai ilmu alat (nahwu-sharf), TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
belajar pada: (1) al-‘Allamah al-Kabir Sibawaihi al-Mutafannin Sibawaihi
Zamanihi asy-Syeikh Au al-Maliki; (2) al-‘Allamah al-Jalil Asy Syeikh Jamal Al
Maliki; (3) Al ‘Alimul ‘AllamahAl Kabier Al Muhaddits Maulanasy Syeikh Umar
Hamdan al-Mihrasi Asy Syafi’I; (4) al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy
Syeikh Abdullah Al Bukhri Asy-safi’i (Mufti Istambul); (5) Maulana wa Murabbi
Abil Barakat Al ‘Alimul ‘Allamah Al Ushuli Al Muhaddits Ash Shufi Al ‘Arifu Billah
Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad Al Masysyath Al Maliki; (6) Al ‘Alimul
‘Allamah Ash Shorfi Maulanasy Syeikh Mukhtar Machdum Al Hanafi; (7) Al
‘Ailmul ‘Allamah Maulanasy Syeikh As Sayyid Muhsin Al Musawa; (8) Al. ‘Alimul
‘Allamah Al Adieb Ash Shufi Maulanasy Syeikh As Sayyid Muhammad Amin Al
Kutbi Al Hanafi; (9) Al ‘Allamah Asy Syeikh Umar Al Faruq Al Maliki; (10) Al
‘Allamah Al Kabier Asy Syeikh Abdull Qadir Asy Syalabi Al Hanafi, dan lain-lain.
82
Ilmu awrad (ahzab), TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid belajar pada: (1) al-
Allamah (Kyai) Falak (Bogor Jawa Barat); (2) Maulanasy Syeikh Malla Musa al-
Magribi. al-Khath (Kaligrafi), ia belajar pada: (1) al-Khatthath Asy Syeikh Abdul
Aziz Langkat; (2) al-Khatthath Asy Syeikh Muhammad al-Rais al-Maliki; dan (3)
al-Khatthath asy-Syeikh Daud al-Rumani al-Fatharil.
Diketahui, guru-guru besar TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tersebut dan
yang lainnya, semuanya menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Tegasnya
tidak ada satu pun yang menganut paham selain itu, seperti Mu’tazilah, Wahabi
dan lain-lain. Kenyataan ini membuktikan kebenaran ucapan dan pesan-pesan
beliau kepada seluruh muridnya yang sering disampaikan pada banyak
kesempatan, yaitu:
Hati-hatilah mencari dan memilih guru, jangan sembarang pilih. Pilihlah
guru yang memenuhi syarat, karena guru merupakan sumber ilmu dan
kebenaran serta panutan bagi murid untuk mencapai kebahagiaan baik di
dunia-maupun di akhirat. Syarat menimal bagi seorang guru adalah berbakti
kepada kedua orang tua, taat kepada guru, berakhlaq baik dan memlilki
kemampuan ilmu.

Kata pengantar yang ditulis oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk
kitab Bugyatul Mustarsyidin karya Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath antara lain ia menulis dalam Bahasa Arab, artinya: “Bahwa Nabi
Muhammad Saw telah menasihati ummatnya dalam hadits yang diriwayatkan Al
Hakim dan Anas ra. sabda beliau:
ُ ‫ن تَأْخذ ْو‬
‫ن ِد ْينَك ُْم‬ َ ‫االع ِْل َُم ِديْنُ فَا ْنظُر ْوا‬
ُْ ‫ع َّم‬ ْ َ‫ِن َهذ‬
َُّ ‫ا‬
Artinya: “Sesungguhnya ilmu ini (yaitu tentang halal, haram) adalah agama,
maka perhatikan dari siapa kalian mempelajari agama kalian”.

Dimaksud dengan “al-Ilmu” dalam hadits tersebut adalah ilmu syari’at meliputi
tafsir, hadits dan fiqh. Hadits ini TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tafsirkan
dengan sabda beliau yang diriwayatkan Ibnu ‘Asakir dari Malik r.a. yaitu:
ُِ ‫َان فِى َح ِد ْي‬
‫ث‬ ُْ ‫اس َوا‬
َُ ‫ِن ك‬ ُ ِ َّ‫ث الن‬
ُِ ‫ى َح ِد ْي‬ ُ ‫ن َي ْكذ‬
ُ ِ‫ِب ف‬ ُْ ‫ع َُّم‬
َ َُ‫ب َوال‬ َّ ‫ف ِب‬
ُِ َ‫الطل‬ ُْ ‫ن لَ ُْم ي ْع َر‬ َ ‫ع َوالَُ تَحْ مِ ْل ُه‬
ُْ ‫ع َّم‬ ُِ َ‫ل ْال ِبد‬ُِ ‫ن أَ ْهـ‬ َ ‫ل ْالع ِْل َُم‬
ُْ ‫ع‬ ُِ ِ‫الَُ تَحْ م‬
ُ‫سلَّ ُْم الَيَ ْكذِب‬
َ ‫علَ ْي ُِه َو‬ َ ُ‫صلَّى للا‬ َ ُِ‫ َرس ْولُ للا‬.
Artinya: “Janganlah engkau belajar ilmu syari’at pada ahli bid’ah, jangan pula
mempelajarinya pada orang yang tidak diketahui pernah lama belajar, juga
pada orang yang suka berbohong dalam menceriterakan ucapan, perbuatan
dan persetujuan seseorang manusia, walaupun dalam menceriterakan
hadits Rasulullah Saw dia tidak pernah berdusta”.

Berkata Imam Al Azizi dalam menjelaskan hadits yang pertama :


ُ‫س ِري َْرت ُه َوتَ َحقَّـ ْقـت ُْم اَ َمانَـتَه‬ َ ‫ن‬
ُْ َ‫طاب‬
َ ‫ت ِسي َْرت ُه َو‬ َ َّ‫ال‬
ُْ ‫ع َّم‬ ُ ِ‫ي )ا‬ َّ ‫الَُ تَأْخذ ْوهُ ( ْالع ِْل َُم ال‬.
َُّ ‫ش ْر ِع‬
Artinya: “Janganlah kalian mempelajari ilmu syari’at kecuali pada orang
yang baik riwayat hidupnya dan baik pula bathinnya serta kalian yakini
kejujurannya”.
83
Berdasarkan uraian di atas, maka jelas silsilah, sanad, dan sumber ilmu
agama yang tumbuh dan hidup subur di Madrasah NWDI dan NBDI merupakan
sumber jiwa dan semangat perjuangannya dalam membina ummat dari sejak
lahir, sekarang dan untuk seterusnya adalah paham Ahlussunnah wal Jama’ah.

d. Kepribadian dan Kepemimpinan


Kepemimpinan sering muncul saat seseorang memiliki kemampuan
mengetahui, mempengaruhi perilaku orang lain, mempunyai kepribadian khas,
dan kecakapan tertentu yang jarang didapatkan oleh orang lain. Ciri-ciri tersebut
dikaitkan dengan kegiatan mobilisasi massa, maka lahirlah sebutan pemimpin
massa (populis leader). Konteks ini, dimaksud dengan kepemimpinan adalah seni
memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada dalam diri TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam mencapai suatu tujuan. Mastuhu (1990) memandang
kepemimpinan seorang tokoh, seperti tuan guru atau kyai menjadi dua, yaitu
kepemimpinan kharismatik dan kepemimpinan kolektif.
Kepemimpinan kharismatik menekankan suatu kekuatan, keyakinan diri
yang tinggi, hukuman di dalam kepercayaan mereka sendiri dan ideal baik (Yukl,
1981). Kepemimpinan seorang tokoh disandarkan pada kharisma merupakan
suatu keyakinan dengan pandangan masyarakat bahwa ia menjadi pemimpin
dalam masyarakat didasarkan atas kualitas yang “luar biasa”. Kata “luar biasa”
dilihat dari sisi teologis mengindikasikan pada daya tarik pribadi yang sudah
melekat padanya, sehingga diasumsikan sebagai kemantapan dan kualitas
pribadi yang dimiliki bersumber dari kekuatan Tuhan, atau dengan kata lain
kharisma adalah suatu kemampuan lebih yang dimiliki seseorang karena sudah
ditunjuk oleh Allah (Mastuhu, 1990).
Kepemimpinan kolektif bersandar pada pembagian tugas dan otoritas dalam
memimpin suatu lembaga, meskipun tidak lepas dari kharisma, kekuasaan tidak
terpusat pada seorang tokoh, melainkan pada setiap pemegang jabatan,
mempunyai tugas, fungsi, dan kewenangan yang telah ditetapkan lingkupnya.
Tarrow (1996) mengungkapkan: “The most effective organization collective
action draws on social networks in which people normally live work, because their
mutual trust and interdependence can easily be into solidarity”. Kepemimpinan
kolektif merupakan usaha bersama yang lahir disebabkan karena tuntutan
penyesuaian pengaruh luar (misalnya permasalahan kebutuhan yang dihadapi
oleh masyarakat) atau sebagai langkah antisipatif terhadap komunitas ke depan
dalam mengatasi permasalahan masyarakat atau kepemimpinan setelah seorang
figur kharismatik meninggal dunia.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, strategi kepemimpinan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sangat menentukan keberhasilannya sebagai seorang
tokoh dalam mewujudkan suatu tujuan atau perjuangannya. Kepemimpinan dan
84
perjuangan merupakan dua hal yang saling mengikat satu dengan yang lainnya.
Kepemimpinan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam sosial kemasyarakatan,
strategi, dan pendekatan yang dilakukan sangat menentukan keberhasilannya
dalam berjuang mewujudkan tujuan yang ingin diraih, sehingga tidak sedikit
gaya kepemimpinannya dijadikan rujukan dalam kehidupan berbangsa. Hal ini
tercermin dari ungkapan terima kasih dan penghargaan yang diberikan pada
guru-gurunya yang banyak berjasa dalam membentuk kepribadiannya.
Satu dari sekian hal yang dilakukan sebagai bentuk penghargaan dengan
mendirikan pondok pesantren yang diberikan nama sesuai nama gurunya,
misalnya Pondok Pesantren al-Hasaniyah, di Jenggik, Lombok Timur, Ponpes al-
Aminiyah, Bonjeruk, Lombok Tengah, merupakan nama dari guru-gurunya,
seperti Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath dan Syeikh Sayyid Muhammad
Amin al-Kutbi. Pola kepemimpinan ini menunjukkan luasnya wawasan dan
tingginya kearifan yang dimiliki TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Begitu juga
dalam interaksi kepada para murid-muridnya selalu mengedepankan nilai-nilai
pendidikan. Selalu menghadirkan kearifan di tengah-tengah masyarakat atau
jamaah, mampu menempatkan diri sesuai kebutuhan dan memberikan nasihat-
nasihat kebaikan sesuai dengan tingkat kemampuan santri dan jamaahnya.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menyiapkan estafet
kepemimpinan pada generasi berikutnya. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid,
melalui wadah organisasi NW, memberi dukungan bagi para santri menambah
wawasan, bobot keilmuan, dan loyalitas dalam mengembangkan organisasi. Hal
demikian tercermin dari harapan yang disampaikan dalam setiap pengajiannya.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, tidak pernah pilih kasih atau membeda-
bedakan santri dan jamaahnya. Semua diperlakukan sama. Cinta kasih diberikan
sama. Baginya, yang membedakan adalah bentuk sikap yang ditunjukkan dalam
berjuang, sebagaimana disampaikan dalam setiap pengajiannya, seperti; “Sebaik-
baikmu disisiku adalah yang paling banyak memberikan kebaikan pada
perjuangan, begitu pun sebaliknya”.

e. Karya, Perjuangan, Jasa dan Penghargaan


1) Karya
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, selain tergolong ulama dengan bobot
keilmuan yang dalam, ia juga seorang penulis dan pengarang yang produktif.
Bakat dan kemampuannya sebagai pengarang ini, tumbuh dan berkembang
dari sejak masih belajar di Madrasah ash-Shaulatiyah. Namun karena padat
dan banyaknya acara kegiatan keagamaan dalam masyarakat yang harus diisi,
peluang dan kesempatan untuk memperbanyak tulisan dan karangannya
tampaknya tidak pernah ada. Hal demikian menyebabkannya pada beberapa
kesempatan, ia mengungkapkan keadaan seperti ini pada muridnya, apabila
85
ia teringat kawan seperjuangannya di Madrasah ash-Shaulatiyah Makkah
yang juga telah tergolong ulama besar dan pengarang terkenal, seperti
Maulanasy Syeikh Zakaria Abdullah Bila, Maulanasy Syeikh Yasin Padang, dan
lain-lain. Mereka memiliki karya-karya besar dalam bidang tulis menulis dan
karang-mengarang.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak pernah berkecil hati, walaupun
kawan seperguruannya menonjol dalam bidang tersebut. Ia menyadari akan
hal tersebut, karena situasi dan kondisi kehidupan ummat dan masyarakat
yang dihadapi sangat jauh berbeda, yaitu masyarakat Makkah di satu pihak
dan masyarakat Indonesia di pihak lain. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
pernah mengatakan: “Seandainya aku mempunyai waktu dan kesempatan
yang cukup untuk menulis dan mengarang, niscaya aku akan mampu
menghasilkan karangan dan tulisan-tulisan yang lebih banyak, seperti yang
telah dimiliki Syeikh Zakaria Abdullah Bila, Syeikh Yasin Padang, Syeikh
Ismail dan ulama-ulama, lain tamatan Madrasah asy-Shaulatiyah Makkah.”

al-Alamah Syeikh Yasin al-Padangi


ketika berziarah pada Maulana
Syeikh TGKH. M Zainuddin Abdul
Majid Pancor Lombok Timur

TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tampaknya memang tidak cukup waktu


dan kesempatan untuk mengarang dan menulis, karena sebagian besar dan
bahkan seluruh waktu dan kehidupan beliau hanya dipakai dan dimanfaatkan
untuk mengajar dan terus mengajar, berdakwah keliling untuk membina
umat dalam upaya menanamkan iman dan taqwa. Kendati demikian, di
tengah kesibukan itu, ia masih menyempatkan diri mengembangkan bakat
dan kemampuannya. Menurut pandangannya, mengarang dan tulis menulis,
bukanlah suatu tugas dan pekerjaan yang sulit, karena hal ini merupakan
bakat dan kemampuan dasar yang dianugrahkan oleh Allah kepadanya. Bakat
dan kemampuan dasar ini terus tumbuh dan berkembang sejak ia masih
belajar di Madrasah as-Shaulatiyah sehingga tidak mengherankan ia
mendapat pujian dari seorang maha gurunya, seorang penyair dan pujangga
besar Arab, yaitu Maulanasy Syeikh as-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi.

86
Bahasa Arab. Karya tulis dan karangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid,
yaitu: (1) Risalatut Tauhid dalam bentuk soal jawab (ilmu tauhid); (2)
Sullãmul Hija Syarah Safinatun Naja (ilmu fiqih); (3) Nahdlatuz Zainiyah
dalam bentuk nadham (ilmu faraid); (4) at-Tuhfatul Ampenaniyah Syarah
Nahdlatuz Zainiyah (ilmu faraid); (5) al-Fawakihul Ampenaniyah dalam
bentuk soal jawab (ilmu faraid); (6) Mi’rajush Shibyan ila Sama-i Ilmil Bayan
(ilmu balaghah); (7) an-Nafahat ‘alat Taqriratis, Saniyah (ilmu mushtalah
hadits); (8) Nailul Anfal (ilmu tajwid); (9) Hizbu NahdlatuI Wathan (doa dan
wirid); (10) Hizbu Nahdlatul Banat (doa dan wirid kaum wanita); (11)
Shalawat Nahdlatain (Shalawat Iftitah dan Khatimah); (12) Thariqat Hizib
Nahdlatul Wathan (Wirid Harian); (13) Ikhtisar Hizib Nahdlatul Wathan
(Wirid Harian); (14) Shalawat Nahdlatul Wathan (shalawat iftita); (15)
Shalawat Miftahi Babirahmatillah (wirid dan do’a); (16) Shalawat Mab’utsi
Rahmatan lil ‘Alamin (wirid dan do’a), dan lain-lain.
Bahasa Indonesia dan Sasak. Karya-karya TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, yaitu: (1) Batu Ngompal (Ilmu Tajwid); (2) Anak Nunggal Taqrirat Batu
Ngompal (Ilmu Tajwid), dan (3) Wasiat Renungan Masa I & II (Nasihat dan
petunjuk perjuangan untuk warga NW).
Lagu-lagu Perjuangan dan Dakwah. Nasyid atau lagu-lagu perjuangan
dan dakwah dalam Bahasa Arab, Indonesia, dan Sasak, yaitu: (1) Ta’sis NWDI
(Anti ya Pancor biladi); (2) Imamunasy Syafi’i; (3) Ya Fata Sasak; (4) Ahlan bi
wafdizzairin; (5) Tanawwar; (6) Mars Nahdlatul Wathan; (7) Bersatulah
Haluan; (8) Nahdlatain; (9) Pacu gama’, dan lain-lain.

2) Perjuangan
Kesuksesan perjuangan seseorang tokoh (pemimpin) banyak ditentukan
oleh pola kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan
perjuangannya. Perjuangan dan kepemimpinan merupakan dua hal yang
saling terkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola
pendekatan yang digunakan dalam kepimpinan itu baik, dan kepemimpinan
yang arif dan bijaksana akan melahirkan keberhasilan perjuangan
(https://bpsdmd.ntbprov.go.id/).
Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam menegakkan agama
serta membangun nusa dan bangsa dan bagaimana pola pendekatan dan tipe
kepemimpinan beliau. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, selain menjadi tokoh
pendidikan dan tokoh ulama juga pejuang agama, nusa dan bangsa dengan
semangat dan militansi yang tidak pernah pudar. Ia adalah perintis
kemerdekaan di NTB dengan Gerakan al-Mujahidin yang bergabung dengan
gerakan-gerakan rakyat pembela kemerdekaan.
87
a) Pelopor dan Perintis Sistem Pendidikan dan Pengajaran
Agama Islam dengan Sistem Sekolah/Madrasah
Masnun (2007) dan Muslim, et al, (2009) menyampaikan bahwa TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid, selain dikenal sebagai pejuang dan perintis
kemerdekaan, juga dikenal sebagai tokoh pembaharu dalam bidang
pendidikan di Nusa Tenggara Barat. Setelah kembali ke Indonesia dan
menamatkan studinya di Madrasah ash-Shaulatiyah Makkah tahun 1934
M/1352 H, mula-mula ia mendirikan Pesantren al-Mujahidin (1934 M),
kemudian tahun 1936 mendirikan Madrasah NWDI. Beberapa faktor yang
melatari pendirian madrasah/sekolah, yaitu keadaan umum umat Islam
yang terbelakang dan berada dalam kebodohan dan sistem pendidikan
halaqah dan pangajian tradisional sejak lama berkembang di Pulau
Lombok dianggap kurang efektif dan efesien untuk memajukan
masyarakat dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan.
Keadaan ini mendorong TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid berupaya
mendirikan lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah sebagai
tempat mendalami pengetahuan agama, umum, dan meningkatkan mutu
pendidikan, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkemampuan
tinggi dan memiliki semangat perjuangan yang dilandasi iman dan taqwa.
Dasar pertimbangan lainnya yang mendasari beliau mendirikan madrasah
yaitu pendapat beliau bahwa mengembangkan Islam melalui pendidikan
adalah fardlu‘ain dan mendidik masyarakat utamanya dalam bidang agama
adalah tugas mulia. Karena dengan pendidikan lahirlah manusia yang
mampu mengembangkan diri dan keluarga serta masyarakat bangsanya.
Walaupun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendapat reaksi dari
masyarakat atas perjuangannya, namun sebagai pejuang, ia tetap tenang
dan tegar menghadapi segala macam rintangan dan cobaan. TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid berprinsip: “Seorang pejuang harus rela berkorban,
karena perjuangan adalah pengorbanan. Seorang pejuang hendaklah dapat
menempatkan diri sebagai figur yang tidak takut terhadap ancaman dan
caci maki orang.” Ketekunan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
bidang pendidikan dengan bantuan doa dari para guru-gurunya serta
bantuan tenaga dari santri dan jemaahnya, maka madrasah atau sekolah
NW tumbuh dan berkembang hingga perguruan tinggi.

b) Pejuang Kemerdekaan
Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid membebaskan bangsa dan
rakyat Indonesia dari cengkeraman penjajah Belanda dan Jepang, ia
menjadikan Madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan
kemerdekaan. Jiwa perjuangan, patriotisme dan semangat pantang
88
menyerah tetap ia kobarkan di dada para murid, santri, dan guru-guru
Madrasah NWDI dan NBDI, karena itu, tidak mengherankan kalau kedua
bangsa penjajah itu selalu berusaha untuk menutup dan membubarkan
Madrasah NWDI dan NBDI (TP2GD, 2017).
Zaman penjajahan Jepang, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid berkali-kali
dipanggil untuk segera menutup kedua madrasah tersebut, alasannya
kedua madrasah ini dipergunakan sebagai tempat menyusun taktik dan
strategi untuk menghadapi bangsa penjajah tersebut, di samping dianggap
sebagai wadah yang berindikasi bangsa asing, karena diajarkannya Bahasa
Arab di kedua madrasah ini. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid kepada
pemerintah Jepang, mengemukakan beberapa penjelasan. Di antaranya
bahwa Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an, bahasa Islam dan bahasa
Umat Islam, bahasa yang dipakai dalam melaksanakan ibadah. Ibadah
umat Islam menjadi rusak kalau tidak menggunakan Bahasa Arab. Itulah
sebabnya Bahasa Arab diajarkan di Madrasah NWDI dan NBDI. Di kedua
Madrasah ini juga dididik calon-calon “Penghulu dan Imam”. yang sangat
diperlukan untuk mengurus dan mengatur peribadatan dan perkawinan
ummat Islam (Yusuf, 1979).
Setelah mendengar penjelasan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, pihak
pemerintah Jepang yang ada di Lombok mengirim laporan ke pihak
atasannya di Singaraja Bali. Tidak lama kemudian terbit surat keputusan di
Singaraja dalam bentuk kawat surat, berisi antara lain bahwa Madrasah
NWDI dan NBDI dibenarkan untuk tetap dibuka dengan ketentuan supaya
nama madrasah ini diubah menjadi “Sekolah Penghulu dan Imam”.
Beberapa bulan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan,
mendarat tentara Netherlands Indies Civil Administrations (NICA) di
Lombok. NICA merupakan pemerintah sipil Belanda yang tergabung dalam
angkatan bersenjata Sekutu di masa Perang Dunia II (Yusuf, 1979).
Kebiadaban dan keganasan tentara NICA sangat terkenal itu
menimbulkan kemarahan bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia
bangkit dan melakukan perlawanan di mana-mana. TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid bersama murid, santri, dan guru-guru di Madrasah NWDI dan
NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama “Gerakan al-Mujahidin”.
Gerakan al-Mujahidin ini selanjutnya bergabung dengan gerakan-gerakan
rakyat pembela kemerdekaan Indonesia yang ada di Lombok, seperti
Laskar Banteng Hitam, Laskar Bambu Runcing, BKR, API, dan lain-lain
untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan
keutuhan bangsa.

89
Masa itu, akibat perbuatan yang dilakukan pengkhianat bangsa dan
negara yang berjiwa budak dan menjadi kaki tangan NICA, Madrasah
NWDI dan NBDI diblacklist sebagai markas gelap yang menentang
penjajah. Beberapa orang guru NWDI dan NBDI ditangkap dan dijebloskan
ke dalam penjara, antara lain TGH. Ahmad Rifa’i Abdul Majid (adik
kandung TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid) dipenjarakan di Ambon
Maluku, TGH. M. Yusi Muhsin Aminullah dipenjarakan di Praya Lombok
Tengah dan beberapa orang lainnya dikirim ke penjara di Bali. Di samping
itu, dalam suatu sidang resmi yang diadakan NICA, Madrasah NWDI dan
NBDI diputuskan untuk ditutup. Sebelum keputusan itu dilaksanakan,
terjadi Peristiwa 7 Juni 1946, yaitu penyerbuan tanksi militer NICA di
Selong di bawah pimpinan adik TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, yaitu
TGH. Muhammad Faisal Abdul Majid. Peristiwa ini mengugurkan TGH.
Muhammad Faisal Abdul Majid dan dua orang santri, yaitu Sayyid
Muhammad Shaleh dan Abdullah sebagai syuhada kusuma bangsa (Dewan
Harian Cabang Angkatan 45 Lombok Timur, 1994).
Dampak Peristiwa 7 Juni 1946 tersebut, NICA awalnya NICA mengambil
keputusan untuk menutup Madrasah NWDI dan NBDI akhirnya tidak
dilakukan, namun ancaman dan intimidasi pihak NICA bersama kaki
tangannya semakin gencar dan langsung ditujukan pada pribadi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, atas perlindungan dan pertolongan Allah Swt,
semua perbuatan biadab itu gagal total, sesuai dengun penegasan Allah
Swt di dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 54:
َُ ‫للا َخيْر ْال َمك ِِري‬
‫ْن‬ ُ ‫للا َو‬
ُ ‫َو َمكَر ْوا َو َمك ََر‬
Artinya: Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya
mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.

Upaya menghadapi setiap ancaman dan tantangan yang datang bertubi-


tubi itu, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, sebagai pejuang tidak pernah
gentar dan tidak pernah mundur walaupun setapak dari gelanggang
perjuangan, ia tetap tegak dan tegar dengan semangat yang berkobar-
kobar.

c) Periode Proklamasi Kemerdekaan Tahun 1945


Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, diikuti dengan
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta, 17
Agustus 1945, disambut masyarakat Lombok, termasuk TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dengan santri dan jamaahnya. Informasi mengenai
kemerdekaan ini baru diterima masyarakat Lombok bulan Oktober 1945.
Pasca berita kemerdekaan, penyerangan pos militer Jepang berlangsung di

90
Lombok Timur dengan aksi penyerangan kamp militer Jepang di Labuhan
Haji pada penghujung tahun 1945. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid turut
serta menyiapkan barisan para santri dan jamaahnya untuk melakukan
penyerangan dipimpin oleh Sayyid Saleh (Jamaluddin, et al, 2016).
Masa proklamasi kemerdekaan, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
menyampaikan kemerdekaan kepada seluruh santri dan kolega sehingga
kemudian diteruskan kembali pesan-pesan mengenai kemerdekaan
Indonesia baik melalui mulut ke mulut atau disiarkan langsung pada setiap
pengajian. Kekalahan Jepang, kemudian berbuah proklamasi kemerdekaan
RI, tidak berlangsung lama dinikmati di Lombok. Sebab, pasukan Australia
merupakan bagian dari pasukan Sekutu, justru membawa kepentingan
Hindia Belanda untuk menancapkan kembali kekuasaannya, yakni dengan
hadirnya pasukan Hindia Belanda dengan berkedok NICA, yakni
pemerintahan administrasi sipil. NICA memulai kekuasaannya dengan
menangkap para pejuang dan pemimpin daerah, hal ini disambut dengan
pembentukan laskar-laskar perjuangan rakyat, yang bergabung bersama
Badan Keamanan Rakyat (BKR) kemudian diubah menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) (Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Lombok
Timur, (1994).

d) Pengggempuran Tangsi Militer NICA di Selong Tahun 1946


TGKH M. Zainuddin Abdul Majid juga mendirikan Laskar “al-Mujahidin”,
kemudian menunjuk adik kandungnya TGH. Muhammad Faisal sebagai
pemimpin. Laskar al-Mujahidin terdiri dari para santri Madrasah NWDI
dan jamaah pengajian TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Laskar ini bersatu
bersama laskar rakyat lainnya, seperti Laskar Banteng Hitam, kemudian
berujung pada penyerangan tangsi militer “Brigade Y” NICA di Selong
Lombok Timur. Penyerangan ini berlangsung tanggal 7 Juni 1946 tengah
malam hingga tanggal 8 Juni 1946 dini hari, dan aksi ini berakhir gagal,
tujuh pejuang gugur, termasuk TGH. Muhammad Faisal adik kandung
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Saat ini, makam para pejuang yang gugur
ini berada dalam kompleks Taman Makam Pahlawan Nasional Rinjani
Lombok Timur (Jamaluddin, et al, 2016).
Penyerangan ini membuat pasukan NICA makin agresif, seperti
melakukan penangkapan besar-besaran tokoh-tokoh dan pejuang yang ada
di Lombok, termasuk santri dan keluarga TGKH. Muhammad Zainuddin
Abdul Majid juga ikut ditangkap dan dipenjarakan NICA. Dua madrasah
yang didirikan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, yakni Madrasah NWDI
dan Madrasah NBDI ditutup pemerintah kolonial dan kembali diizinkan
beroperasi setelah NICA benar-benar meyakini telah menguasai situasi
91
politik di Lombok. Penyerangan ini merupakan akhir dari perjuangan fisik
bersenjata di Lombok.
Pasca penyerangan tangsi militer NICA di Selong Lombok Tmur, TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid tetap menanamkan dalam setiap dakwahnya
saat berkeliling ke desa-desa dengan semboyan “Sekali Merdeka Tetap
Merdeka”. Selain itu, salah satu yang menonjol yang dilakukan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sejak memulai aktivitas Madrasah NWDI, yaitu
memperkenalkan Bahasa Indonesia dan semangat kebangsaan melalui
lagu-lagu perjuangan yang diciptakan, sehingga menjadi media baru dalam
pengenalan bahasa dan semangat kebangsaan di tengah masyarakat.
Hindia Belanda kemudian memulai strategi pecah belah dengan Konferensi
Malino yang digelar sebulan pasca penyerangan tangsi NICA di Selong
(Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Lombok Timur, 1994).
Pasca Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani di Istana Merdeka
Jakarta tanggal 15 November 1946, pemerintah Hindia Belanda semakin
agresif, bahkan bersamaan dengan deklarasi Negara Indonesia Timur
(NIT) yang memanfaatkan sisa-sisa kekuasaan feodal yang ada di daera-
daerah. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan isi perjanjian Linggarjati,
antara lain berisi pengakuan Hindia Belanda terhadap wilayah Republik
Indonesia di Jawa, Sumatera, Madura, dan kesepakatan membentuk
Negara Indonesia berbentuk federasi atau serikat.

e) Dewan Syuriah Ummat Islam Lombok (PUIL)


Tahun 1946, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mengokohkan posisi dan
barisannya bersama para pejuang lainnya. Salah satunya dengan tokoh
muda nasionalis, yaitu Saleh Sungkar, sebagai salah satu tokoh yang turut
mendirikan Persatuan Umat Islam Lombok (PUIL). Melalui organisasi ini,
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melakukan aktivitas politik kebangsaan,
termasuk meneruskan propaganda para mukimin Indonesia di Makkah,
dalam menentang Hindia Belanda usai menjalani misi kehormatan haji ke
tanah suci Makkah penghujung tahun 1947 (TP2GD, 2017).
PUIL didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bersama Saleh
Sungkar sebagai wadah perjuangan yang dilakukan dalam berjuang
melalui politik setelah penyerangan markas NICA. PUIL yang sifatnya
politik ini merupakan sarana berjuang dan memajukan masyarakat.
Sehingga, sejak TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan PUIL bersama
Saleh Sungkar menjadikan keduanya dikenal sebagai dwi tunggal dalam
bidang politik kebangsaan (Ikroman, 2017).

92
f) Dewan Suriah Partai Masyumi Lombok
Pasca penyerahan kedaulatan penuh dari Hindia Belanda melalui
Konferensi Meja Bundar (KMB), dengan bentuk negara serikat. Republik
Indonesia Serikat (RIS) terdiri dari Negara Republik Indonesia (RI), Negara
Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura,
Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan. Ada juga wilayah
otonom yang tidak tergabung dalam federasi, yaitu Jawa Tengah, Riau,
Bangka dan Belitung, serta lima daerah di Pulau Kalimantan (TP2GD-
2017).
Setelah KMB, dilakukan permufakatan semua pihak dalam RIS untuk
tetap membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mulai dari
penerbitan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata
Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS, sejumlah daerah digabung ke RI,
sehingga RIS hanya terdiri dari RI, NIT, dan Negara Sumatera Timur,
melalui proses perundingan, dihasilkan kesepakatan bersama yang
dituangkan dalam piagam persetujuan RIS dan RI bersepakat membentuk
negara kesatuan berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945. Untuk menyusun konstitusi negara kesatuan, dibentuklah
panitia gabungan RIS-RI pada tanggal 14 Agustus 1950, Parlemen RI dan
Senat RIS mengesahkan rancangan UUD Negara Kesatuan menjadi Undang
Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950). Presiden Soekarno
membacakan piagam terbentuknya NKRI dan dinyatakan mulai berlaku
tanggal 17 Agustus 1950, sekaligus pembubaran RIS (TP2GD, 2017).

g) Konsulat NU Sunda Kecil


Sejarah perkembangan Nahdlatul Ulama (NU) di Sunda Kecil tidak bisa
dilepaskan dari peran sentral TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid. Sejak
tahun 1950, TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid tercatat sebagai Konsulat
NU Provinsi Sunda Kecil, meneruskan estafet pengembangan NU yang kala
itu dibawa Syeikh Abdul Manan. Posisi TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid
sebagai pimpinan NU yang juga ikut mengantarkannya menjadi pimpinan
Dewan Suriah Partai Masyumi, dan saat itu NU masih tergabung dalam
Partai Masyumi.
Tahun 1952, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid diangkat menjadi Ketua
Badan Penasihat Partai Masyumi untuk daerah Lombok. Oktober tahun
1952 NU memiliki basis terbesar di Jawa Timur dan Jawa Tengah keluar
dari Partai Masyumi dan menyatakan diri sebagai partai politik. TGKH. M.
Zainuddin Abdul Madjid tetap bergabung di Partai Masyumi sebagai wadah
untuk menyalurkan aspirasi politiknya. Ia kemudian meminta salah
seorang muridnya, alumni Madrasah NWDI, yakni TGH. Lalu Faisal Abdul
93
Manan untuk menggantikan posisinya sebagai Konsulat NU Sunda Kecil.
Para santri dan jamaahnya juga tetap diminta untuk berkhidmat di NU
(TP2GD, 2017).
Strategi ini diambil seiring konstelasi politik saat itu, agar bisa secara
optimal pemerintahan di Sunda Kecil, khususnya Lombok- Sumbawa untuk
kemajuan masyarakat. Bagi Abdurrahaman Wahid atau lebih akrab disapa
Gus Dur, menyampaikan ini adalah bentuk kerjasama yang sangat baik
antara Masyumi dan NU di tengah-tengah rivalitas tinggi keduanya. Sikap
ini menunjukkan kedewasaan politik TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
yang memiliki visi jauh ke depan. Pertentangan kelompok Islam dalam
Masyumi dengan keluarnya NU, bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
bukan hal baik bagi negara. Sikap ini juga sesuai prinsip dalam
menjalankan dakwah yang selalu disampaikan ke murid muridnya, yaitu:
(1) ahlak mulia; (2) tidak saling menyudutkan pandangan dai yang lain; (3)
saling menghormati sesama mubaligh; (4) menghormati objek dakwah;
dan (5) hal ini akan lebih berhasil bila para dai berpartisipasi aktif dalam
politik (dakwah sambil menyampaikan pesan politik dan menyampaikan
pesan politik bermuatan pesan dakwah) (TP2GD, 2017).
Prinsip-prinsip yang dijalankan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
ini menjadi kunci, dalam menghadapi pertentangan dengan wetu telu agar
tidak menimbulkan kegaduhan, bahkan dakwah TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dengan organisasi NW yang didirikan mendapat tempat di
masyarakat. Sikap ini juga yang menjadikan Lombok terbebas dari debat
furu’iyah atau khilafiyah yang dapat menimbulkan konflik antarsesama
umat Islam di Pulau Jawa (antara ulama Perserikatan Muhammadiyah,
Persatuan Islam, Al-Irsyad dengan Persatuan dengan Persatuan Umat
Islam, NU, dan Miftahul Anwar) (TP2GD, 2017).
Bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam berpolitik memberikan
kebebasan pada murid-muridnya untuk menyalurkan aspirasi politiknya
terhadap partai politik mana saja asal partai atau lembaga tersebut
memperjuangkan dan menegakkan Islam. Saat Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII) dan Persatuan Islam Tarbiyah (Perti) mendirikan cabang
di Lombok, termasuk ketika NU keluar dari Partai Masyumi, TGKH. M.
Zainuddin Abdul Madjid ikut memberikan restu. Hal ini diakui oleh
Presiden Abdurrahman Wahid saat Ketua Dewan Tanfidziyah Pengurus
Besar NWDI TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., (cucu TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid) bertamu di Istana Negara, tanggal 18 Desember 1999. Ia
menyampaikan: “Kiyai Hamzanwadi adalah guru saya. Saya banyak belajar
terhadap cara berpolitik Hamzanwadi” (TP2GP, 2017).

94
Tanggal 1 Maret 1953, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan
organisasi NW. Ia menyatakan NW menganut “politik bebas”, namun hanya
dari tahun 1953-1955. Tahun 1955, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
memasukkan NW ke dalam Partai Masyumi. Masuknya NW menambah
kekuatan Partai Masyumi, selain dari organisasi Islam lokal dan Nasional,
juga masih banyaknya orang NU, dalam bidang politik berkiblat ke Partai
Masyumi, dikarenakan berpegang pada fatwa KH. Hasyim Asy’ari bahwa
Masyumi satu-satunya partai Islam Indonesia yang sah.

TGKH. M. Zainuddin Abdul


Majid saat menjadi Anggota
Konstituante (DPR-MPR RI).

Berafiliasinya NW dengan Partai Masyumi membuat TGKH. M.


Zainuddin Abdul Majid diangkat menjadi Anggota Konstituante periode
1955-1959, dari hasil Pemilihan Umum (Pemilu) pertama yang
dilaksanakan tahun 1955. Selama menjadi anggota konstituante, TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid aktif ikut bersidang dan berdinamika, berkantor di
Bandung, Jawa Barat. Berbagai hal terkait sidang dan pengalamannya
selama menjadi Anggota Dewan Konstituante, sering kali diceritakan pada
para muridnya, sebagai bahan pembelajaran. Selain ikut dalam
memperjuangkan asas dasar negara, terpilihnya TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid menjadi Anggota Konstituante juga untuk mengakomodir aliran
kepercayaan yang ada di Lombok.

h) Pasca Masyumi Dibubarkan


Pasca Masyumi dibubarkan, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terus
fokus mengembangkan organisasi NW, bahkan memulainya secara
nasional dengan perubahan badan hukum dan pendirian cabang-cabang di
sejumlah wilayah. Jelang berakhirnya orde lama, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid juga tercatat sebagai peserta Konferensi Islam Asia Afrika
(KIAA) di Bandung tahun 1964. Pergolakan bangsa pada era 1960-an,
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga berperan aktif dalam melawan
paham komunisme yang terus berkembang.
Pergerakan yang dimotori oleh pelajar dan mahasiswa juga ikut
digelorakan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Seiring dengan lahirnya
gerakan dan organisasi pelajar mahasiswa skala nasional, seperti Kesatuan
95
Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
(KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga mengambil peran melalui organisasi
NW yang menaungi puluhan madrasah dan sekolah. TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid kemudian mendirikan Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan (IP-
NW) dan Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan (Himmah-NW), sebagai
bentuk jawaban atas situasi negara yang kian tidak kondusif.
Setelah pergantian kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Presiden
Soeharto, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bergabung bersama Sekretariat
Bersama Golongan Karya (Golkar) termasuk saat Golkar sebagai lembaga
politik peserta Pemilu. Selama bergabung di Golkar, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid tercatat sebagai anggota MPR RI selama dua periode, yakni
periode 1972-1982, hasil Pemilu II dan Pemilu III. Ketokohan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid di pentas nasional mengemuka di era tersebut,
salah satunya dengan posisi sebagai Penasihat Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Pusat, tahun 1971-1982.

TGKH. M. Zainuddin Abdul


Majid bersama Presiden ke-
2 RI, Bapak Suharto saat
Berkunjung ke Lombok

Melalui NW dengan jaringan Ponpes dan madrasah atau sekolah yang


didirikan, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tetap memberikan peran
signifikan dalam membangun daerah. Selain bidang pendidikan, TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid juga dikenal menjadi suksesor program strategis
pemerintah, seperti program Keluarga Berencana (KB), transimigrasi,
pemberantasan Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI), bahkan
program imunisasi, termasuk juga menyukseskan Gerakan Ketahanan
Pangan Gogo Rancah (GORA) yang berhasil menjadikan NTB swasembada
pangan.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid ikut bahu membahu bersama murid,
santri, dan guru-guru di Madrasah NWDI, NBDI, dan NW sudah banyak
menjadi tuan guru dan mengelola pondok pesantren, menyukseskan
program strategis pemerintah, sebagai peran dalam mengangkat derajat
kehidupan masyarakat NTB yang masih rendah. Misalnya program KB, laju
pertumbuhan penduduk di NTB sangat tinggi, padahal sejak era tahun 70-

96
an terjadi kekurangan pangan, sehingga memicu kejadian busung lapar di
sejumlah wilayah Jawa dan Lombok. Menekan laju pertumbuhan
penduduk merupakan kebutuhan dasar untuk mencegah masyarakat
terjebak dalam kemiskinan. Awalnya program KB mendapat penolakan
dari masyarakat, sehingga jumlah akseptor KB hanya 12.906, dari 103.683
Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada, atau dengan angka prevalensi/1000
PUS, hanya 124,47. Setelah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dilibatkan,
target 300 ribu akseptor bisa tercapai 84 % (https://www.banjarsari-
labuhanhaji.desa.id/).
Demikian juga program transmigrasi secara paralel dikampanyekan, hal
ini terdorong oleh tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, berakibat pada
kepemilikan lahan yang berkurang. Era tahun 80-an, Lombok yang hanya
memiliki luas 4.738 km2 dihuni oleh 1.957.128 jiwa penduduk, dan setiap
kelompok transmigrasi yang berangkat ke Sumatera, Sulawesi, Kalimantan
dan lain-lain, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid selalu menempatkan
santrinya dalam rombongan. Para santri TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
ini kemudian menjadi pioner lembaga pendidikan di daerah terpencil
transmigrasi yang hingga saat ini masih eksis, bahkan berkembang pesat.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga fokus dalam bidang kesehatan
masyarakat. Kondisi kesehatan ibu dan anak menjadi hal yang
diperhatikan khusus, sehingga program imunisasi yang memiliki resistensi
di kalangan masyarakat, dibukakan jalan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, pengajian-pengajian diselingi dengan imunisasi, bahkan ia ikut
langsung memberikan vaksin imunisasi pada balita. Hal serupa juga
dilakukan dalam memberantas GAKI, isi pengajian dari TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid juga menyuarakan kampanye penggunaan garam
beriodium, sebab masyarakat waktu itu, hanya 10-16% masyarakat yang
menggunakan garam beriodium dalam pengolahan makanan sehari-hari,
sehingga tingkat penderita gondok cukup tinggi. Selain itu, TGKH M.
Zainuddin Abdul Majid memberikan dukungan penuh terhadap pendirian
Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar Mataram, yang didirikan salah satu
muridnya, bahkan, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menduduki posisi
sebagai Ketua Dewan Syara’ di RSI tersebut hingga akhir hayatnya.

3) Jasa dan Penghargaan


TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai ulama pemimpin umat, dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa telah mengemban berbagai jabatan
dan menorehkan berbagai jasa pengabdian. Peran dan jabatan yang pernah
diemban oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, secara kronologis sebagai
berikut:
97
No. Tahun Jasa dan Penghargaan
1 1934 Mendirikan Pesantren al-Mujahidin
2 1937 Mendirikan Madrasah NWDI
3 1943 Mendirikan Madrasah NBDI
4 1945 Pelopor kemerdekaan RI untuk Daerah Lombok
5 1946 Pelopor penggempuran NICA di Selong Lombok
Timur
6 1947-1948 Menjadi amirul haji dari Negara Indonesia Timur
(NIT)
7 1948-1949 Menjadi anggota delegasi NIT ke Arab Saudi
8 1950 Konsulat NU Sunda Kecil
9 1952 Ketua Badan Penasihat Masyumi Daerah Lombok
10 1953 ▪ Mendirikan Organisasi NW;
▪ Ketua Umum PB-NW Pertama;
▪ Merestui terbentuknya Partai NU dan PSII di
Lombok
11 1954 Merestui terbentuknya PERTI Cabang Lombok
12 1955 Menjadi anggota Konstituante RI Hasil Pemilu I
(1955)
13 1964 ▪ Mendirikan Akademi Paedagogik NW;
▪ Menjadi peserta Konferensi Islam Asia Afrika
(KIAA) di Bandung;
14 1965 Mendirikan Ma’had Dar al-Qur’an wa al-Hadits
(MDQH) al-Majidiyah asy-Syafi’iyah NW.
15 1971-1982 Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
16 1972-1982 Anggota MPR RI hasil Pemilu II dan III
17 1974 Mendirikan Ma’had Li al-Banat
18 1975-1977 Ketua Penasihat Bidang Syara’ Rumah Sakit Islam
Siti Hajar Mataram.
19 1977 ▪ Mendirikan Universitas Hamzanwadi;
▪ Menjadi Rektor Universitas Hamzanwadi;
▪ Mendirikan Fakultas Tarbiyah Universitas
Hamzanwadi
20 1978 ▪ Mendirikan STKIP Hamzanwadi;
▪ Mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS)
Hamzanwadi
21 1982 Mendirikan Yayasan Pendidikan Hamzanwadi (YPH)
22 1987 ▪ Mendirikan Universitas Nahdlatul Wathan
Mataram;
▪ Mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH)
Hamzanwadi
23 1990 Mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID)
Hamzanwadi
24 1994 Mendirikan Madrasah Aliyah Keagamaan (MAK)
Putra-Putri;
25 1995 Dinugerahi piagam penghargaan dan medali
pejuang pembangunan oleh pemerintah.
26 1996 Mendirikan Institut Agama Islam Hamzanwadi
98
(IAIH) Pancor.
27 2017 Tanggal 6 November 2017 berdasarkan Surat
Keputusan Presiden RI Nomor 115/TK/Tahun 2017
dianugerahi gelar Pahlawan Nasional sebagai
bentuk penghargaan pemerintah atas jasa-jasanya
oleh Presiden RI Joko Widodo.
(Sumber: TP2GD, 2017).

2. Perkembangan NWDI, NBDI, dan NW


a. Pesantren al-Mujahidin
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menuntut ilmu selama 12 tahun di tanah
suci Makkah, yaitu Madrasah ash-Shaulatiyah. Setelah menamatkan pendidikan
di Madrasah ash-Shaulatiyah Makkah, ia secara pribadi ingin mengikuti jejak
para ulama asal Nusantara yang datang lebih awal, seperti Syeikh Nawawi
Bantani, Syeikh Mahfuz Tirmisi, Syeikh
Zainudin al-Sumbawi, dan lain-lain
menjadi ulama pendidik di tanah suci
Makkah. Menetap dan tinggal di
Makkah dengan mengajar dan menulis
kitab-kitab tentang berbagai kajian
agama Islam (tauhid, fiqih, akhlak).
Alasan ini cukup beralasan, mengingat
kemampuan dan prestasi keilmuan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid cemerlang
pada zamannya. (Baharuddin, 2007: 107).
Perjalanan keilmuan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid di Makkah dalam
waktu yang lama telah mengantarkannya menguasai berbagai disiplin ilmu,
yaitu ilmu fiqih, al-Qur’an, hadits, tasawuf, tauhid, Sastra Arab, dan lain-lain.
Kedalaman dan keluasan ilmu yang dimilikinya telah membuatnya memiliki
tempat tersendiri pada diri guru-guru yang telah mengajarkannya. Maulana
Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath, Syeikh Sayyid Amin al-Kutbi, Syeikh
Salim Rahmatullah merupakan guru-guru TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang
memiliki hubungan dan tempat istimewa dalam dirinya.
Setelah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tamat dari Madrasah ash-
Shaulatiyah, ia menghadap ke gurunya, yaitu Maulana Syeikh Hasan Muhammad
al-Masysyath untuk meminta pertimbangan rencana selanjutnya, yakni menetap
mengikuti jejak pengajaran, seperti ulama-ulama lainnya di Makkah. Namun
Maulana Syeikh Hassan Muhammad al-Masysyath justru memintanya untuk
kembali ke kampung halaman di Lombok. Memulai dakwah dan mendidik
masyarakat berdasarkan tatanan nilai-nilai agama Islam yang telah dipelajarinya
untuk masyarakat di Lombok. Sang guru mengatakan, ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menuntut ilmu di Makkah sangat dibutuhkan oleh masyarakat
99
Nusantara, sedangkan di Makkah telah banyak ulama-ulama berpengaruh yang
menjalankan dakwah melalui jalur pendidikan Islam. Rasa hormat dan adab
pada sang guru, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menuruti keinginan dan
harapan sang guru untuk kembali dan memulai dakwah di tanah kelahirannya.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid berangkat pulang ke tanah kelahirannya di
Pancor. Berbulan-bulan lamanya dalam perjalanan pulang dari Makkah ke
Lombok menempuh perjalanan laut.
Setelah tiba di kampung halamannya, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dengan membaca situasi masyarakat Lombok. Awal kepulangannya, masyarakat
Lombok saat itu tertinggal dalam banyak bidang kehidupan, seperti tahun 1934,
saat baru sampai Pancor, Indonesia belum terbentuk sebagai sebuah bangsa,
bahkan masih dalam kekuasaan penjajah. Sehingga dari banyak sisi kehidupan
masyarakat sangat tertinggal, terlebih masyarakat Lombok masih terbelakang,
baik pemahaman agama, ekonomi, sosial dan budaya. Inilah situasi dan medan
dakwah yang dihadapi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Realitas yang terjadi pada saat itu, maka TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
menyimpulkan mundur dan terbelakangnya masyarakat Lombok disebabkan
minimnya kegiatan ilmu, serta keberadaan penjajah menjadi penghalang utama
kemajuan masyarakat Lombok. Ditambah paham animisme dan dinamisme di
tengah-tengah masyarakat semakin memperburuk keadaan masyarakat
Lombok. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memulai dakwah dengan langkah,
pola dan gayanya sendiri. Tampil sebagai tokoh muda dengan kedalaman dan
keluasan ilmu agama Islam menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Di
tengah-tengah masyarakat segera tersebar berita tentang kepulangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sebagai sosok muda yang berilmu tinggi. Undangan
mengisi pengajian mulai datang dari berbagai tempat. Sekuat tenaga TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid memenuhi permintaan pengajian tersebut sambil terus
berpikir langkah dan strategi yang akan ditempuh untuk merubah keadaan
masyarakat.
Pendidikan menjadi jalan paling yang tepat dan penting untuk merubah
situasi masyarakat. Pendidikan dipandang mampu menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk memajukan kehidupannya. Berdasarkan pemikiran ini, TGKH.
M. Zainuddin menyampaikannya pada keluarga terdekat, terutama ayahnya
TGH. Abdul Majid dan saudara kandungnya, yaitu TGH. Ahmad Rifa’i dan TGH.
Muhammad Faisal tentang rencana membangun fasilitas pembelajaran ilmu
agama Islam bagi masyarakat. Pemikiran mengenai pendidikan mendapat
respons positif dari keluarga terdekat.
Tindak lanjut dari dukungan ini, tahun 1934 M, TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid memprakarsai berdirinya Pesantren al-Mujahidin sebagai basis
pembelajaran ilmu agama, sekaligus pusat pengkaderan pejuang kemerdekaan
100
di Lombok. Santri awal yang belajar di Pesantren al-Mujahidin adalah
masyarakat sekitar Pancor, terdiri dari orang tua, kaum muda, anak-anak, laki,
perempuan. Sarana prasarana Pesantren al-Mujahidin berupa bangunan dari
pagar bambu, lebih tepat disebut musalla didirikan tidak jauh dari rumah orang
tua TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Di pesantren ini, ia mulai menjalankan
perannya sebagai pendidik, pendakwah, dan pejuang, serta guru para pejuang.
Penekanan gerakan pendidikan di Pesantren al-Mujahidin menanamkan
pemahaman dasar-dasar keislaman, meliputi tauhid, syariah, muamalah dan
cinta tanah air. Gerakan dakwah yang dirintis ditandai dengan semangat
menyebarkan Islam yang benar berdasarkan jalur ilmu yang benar pula.
Perjuangannya diawali pemberian kesadaran dan rasa cinta yang tinggi
terhadap tanah air, sehingga dalam perjalanannya, Pesantren al-Mujahidin
menjelma menjadi pusat pendidikan, dakwah, dan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid. Semua proses pembelajaran di Pesantren al-Mujahidin
dikendalikan sepenuhnya oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Keberadaan
pesantren ini menjadi awal kiprah keagamaan, kemasyarakatan dan kebangsaan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid di Lombok dan Nusantara.
Pola pendidikan yang diselenggarakan di Pesantren al-Mujahidin adalah
sistem halaqah. Di mana semua orang yang berminat dalam mengkaji ilmu
agama Islam bisa datang dan mengikuti pengajian yang disampaikan oleh TGKH.
Zainuddin Abdul Majid, tanpa melihat usia. Baik laki-laki maupun perempuan.
Masyarakat yang berminat mengkaji ilmu agama Islam pada TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid datang pada jam tertentu yang telah ditentukan. Seperti mulai pukul
05.00-07.00. Hanya saja pesantren ini telah menggunakan kitab-kitab berbahasa
arab, menggunakan papan tulis, kapur tulis, tidak memberikan ijazah dan
mengajarkan ilmu umum (huruf latin) kepada para santrinya sehingga
membuatnya berbeda dengan pengajian yang diselenggarakan oleh para tokoh
agama pada umumnya di Lombok saat itu. Kitab-kitab yang menjadi rujukan
pada Pesantren al-Mujahidin, antara lain Minhaj at-Talibin, Tafsir Jalalain, dan
lain-lain.
Di samping mengajar di pesantren yang baru dirintis, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sibuk mengajar di masjid-masjid besar, seperti di Masjid Jami
Pancor, Masbagik, dan lain-lain. Kedalaman dan keluasan ilmu yang dimiliki oleh
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menjadi daya tarik bagi masyarakat luas untuk
menjadikannya narasumber pada majelis-majelis ilmu. Mayoritas pangajaran
agama Islam diselenggarakan oleh para tuan guru saat itu masih bersifat
tradisional dalam arti metode pembelajaran menggunakan halaqah dan
menggunakan kitab-kitab Bahasa Melayu Arab. Tidak mengenal sistem kelas,
tidak memiliki kurikulum, tidak menggunakan papan tulis, tidak menggunakan

101
kursi, yang digunakan pergantian kitab-kitab yang digunakan ketika yang
lainnya sudah selesai (tamat) (Syakur, 2006: 167).
Proses pendidikan ini tidak membuat TGKH. Zainuddin Abdul Majid puas,
sehingga ia mulai melakukan pembaruan dalam pelaksanakan pengajaran, yakni:
(1) memisahkan para santri yang menuntut ilmu berdasarkan kemampuan; (2)
membagi pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada jam tertentu, dan (3)
memberi materi pelajaran agama berbasis kitab-kitab dasar berbahasa Arab.
Menggunakan papan tulis untuk pelaksanaan pembelajarannya. Praktek ini
mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Setelah itu, Pesantren al-
Mujahidin menjadi pembicaraan masyarakat, karena pembaruan sistem
pembelajaran yang diselenggarakan, sehingga para santri yang belajar secara
tidak langsung menjadi informan tersendiri bagi Pesantren al-Mujahidin.
Dukungan dari pihak keluarga, saudara dan masyarakat terutama sang ayah
(TGH. Abdul Majid), kedua saudaranya TGH. Ahmad Rifai’i, TGH. Muhammad
Faisal memberi sumbangan besar bagi perkembangan madrasah yang dirintis
sang putra. Dengan dukungan materi yang dimiliki, TGH. Abdul Majid
membangun berbagai fasilitas pembelajaran dan tempat tinggal bagi para santri
di sekitar rumahnya. Meski pendidikan yang telah dirintis berjalan dan sangat
maju di zamannya, namun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak merasa puas
atas capainnya itu. Oleh karena itu, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merubah
bentuk, sistem, pola pembelajaran yang telah didirikan dalam bentuk dan model
baru yakni berbentuk madrasah.

b. Sejarah, Sistem Pendidikan, dan Dinamika Madrasah NWDI,


NBDI, dan NW
1) Madrasah NWDI
Tahun 1937, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melakukan pengembangan
pola pendidikan yang dirintis pada Pesantren al-Mujahidin. Pola pendidikan
atau pembelajaran yang diselenggarakan masih menggunakan sistem
halaqah, seperti pembelajaran dengan sistem non-kelas, papan tulis, kapur
tulis dan disesuaikan dengan kebutuhan materi pada saat pembelajaran
berlangsung, namun masih tanpa membedakan usia, jenis kelamin antara
santri yang belajar. Pembelajaran dengan pola ini dipandang tidak efektif oleh
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, maka muncul gagasan untuk mendirikan
lembaga pendidikan yang lebih formal dan sistematis dalam proses
pembelajarannya.

102
Masyarakat bergotong
royong mengangkat
material (seperti pasir,
krikil, dan lain-lain) dalam
pembangunan Madrasah
NWDI

Bentuk madrasah adalah pilihan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk


pengembangan Pesantren al-Mujahidin. Atas berbagai pertimbangan dan
isyarat langit tentunya, maka berdirilah pembelajaran sistematis dan formal
yang diberi nama Madrasah
Nahdhatul Wathan Diniyah
Islamiyah (NWDI). Setelah
selesai mempersiapkan segala
hal persyaratan pendirian
madrasah, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid mengajukan izin
pendirian pada Pemerintah
Hindia Belanda, yakni Controlier Oost Lombok di Selong, Lombok Timur.
Tanggal 17 Agustus 1936 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan izin
pendirian madrasah, kemudian tanggal 22 Agustus 1937 Madrasah NWDI
diresmikan (Nahdi, 2012: 85).
Madrasah NWDI merupakan
madrasah pertama di Lombok,
sekaligus sebagai pembaruan
dan modernisasi pendidikan
Islam. Madrasah NWDI meniru
sistem klasikal madrasah ash
Shaulatiyah Makkah (Masnun,
2007: 50), tempat TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pernah menuntut ilmu.
Kurikulum pembelajaran agama mengadopsi dari kurikulum madrasah ash-
Shaulatiyah Makkah.
Penyelenggaraan pembelajaran di Madrasah NWDI menggunakan sistem
klasikal, kurikulum, dengan standar tertentu dan menggunakan kitab-kitab
berbahasa Arab dan memberi ijazah pada lulusannya. Selain itu, mengajarkan
mata pelajaran umum dengan jenjang tertentu, waktu tertentu dengan masa
belajar tertentu. Proses pendidikan yang diselenggarakan Madrasah NWDI
103
merupakan pembaruan awal pendidikan Islam di Lombok, karena pembaruan
yang dilakukan, muncul banyak perlawanan dan tantangan terhadap TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid, terutama dari kalangan pemuka agama tradionalis
yang masih memertahankan pola pembelajaran halaqah.

Kantor
Madrasah NWDI

Pelaksanaan pembelajarannya, madrasah NWDI, dikelompokkan menjadi


tiga tingkatan, yaitu: (1) Tingkat Ilzamiyah. Tingkat ini diperuntukkan untuk
masa persiapan. Tingkat ini dikhususkan untuk santri-santri yang belum
mengenal huruf Arab dan Latin. Masa yang ditempuh pada tingkat ini selama
1 tahun; (2) Tingkat Tahdiriyah. Masa tempuh tingkat ini selama 3 tahun dan
setelah menyelesaikan tingkat Ilzamiyah. Materi yang ditempuh tingkat ini
yaitu tauhid, fiqih, qawaid lughoh, dan lain-lain; (3) Tingkat Ibtidaiyah.
Ditempuh selama 4 tahun. Materi yang ditempuh adalah nahwu, sharaf,
balagah, bayan, mantiq, ushul figh, tasawuf, dan lain-lain. Tingkat Ibtidaiyah
ini, kurikulum Madrasah NWDI mengadopsi kurikulum Madrasah ash-
Shaulatiyah. Aktivitas pembelajaran dilaksanakan mulai pukul 07.30-13.00
Wita (Noor, et al., 2014: 171). Pelaksanaan pembelajaran di madrasah NWDI
tidak hanya dilaksanakan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sendiri.
Tetapi dibantu oleh guru-guru yang berasal dari keluarga dan para tokoh
agama yang mendukung keberadaan Madrasah NWDI. Di antara pendidik
masa awal Madrasah NWDI, yaitu TGH. Ahmad Rifa’i, TGH. Muhammad Faisal,
TGH. Muhibuddin, TGH. Sahabuddin, TGH. Abdurrahim dan Ustadz Said.
Selain materi keagamaan, di Madrasah NWDI juga memberikan materi
pelajaran umum kepada santri-santrinya, seperti al-Jabar, Bahasa Inggris, dan
lain-lain. Karena pemberian materi umum ini, tudingan miring sering
dialamatkan pada madrasah NWDI. Bahkan tidak hanya tudingan, tetapi
pengrusakan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak suka dengan
keberadaan madrasah NWDI. Berbagai tuduhan negatif banyak ditujukan
pada TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, seperti penyebar paham Wahabi dan
penganut aliran mu’tazilah. Tuduhan-tuduhan itu tidak menyurutkan
semangat, perjuangan, dan kuat dalam pendiriannya, ia sempat tidak
diberikan melaksanakan salat Jumat di desa kelahirannya, dan diberhentikan
menjadi imam salat Jumat dan khatib dari masjid tempat Ia mengadakan
104
pengajian. Meski keadaan sulit belum berhenti. Namun di sisi lain, antusias
masyarakat terhadap madrasah NWDI semakin meningkat. Tahun 1940/
1941, untuk pertama kali Madrasah NWDI menamatkan santri sebanyak 5
orang berasal dari Pancor (Abdul Hamid, Abdul Manan, Abu Syahuri), Kelayu
(Mas’ud), dan Rumbuk (Hasan). Tahun 1942, madrasah NWDI menamatkan
santri sebanyak 55 orang santri di mana para santri tersebut berasal dari
Lombok Timur dan Praya (Noor, et al., 2014).
Santri yang telah lulus dari Madrasah NWDI diminta untuk mengikuti jejak
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, yakni mendirikan madrasah di desa-desa
tempat mereka berasal untuk menghidupkan ajaran Islam di tengah-tengah
masyarakat. Kurun waktu yang tidak terlalu lama, dimotori oleh para santri-
santri yang lulus dari Madrasah NWDI Pancor telah berdiri banyak cabang di
berbagai tempat. Sehingga pada tahun 1945, telah berdiri sebanyak 9
madrasah NWDI di Pulau Lombok, yaitu Madrasah as-Saadah di Kelayu tahun
1942; Madrasah Nurul Yaqin di Praya tahun 1942; Madrasah Nurul Iman di
Mamben tahun 1943; Madrasah Shirat al-Mustaqim di Rempung tahun 1943;
Madrasah Hidayah al-Islam di Masbagik tahun 1943; Madrasah Nurul Iman di
Sakra tahun 1944; Madrasah Nurul Wathan di Mbung Papak tahun 1944;
Madrasah Tarbiyah al-Islam di Wanasaba tahun 1944; Madrasah Fariyah di
Pringgasela tahun 1945 (Noor, et al., 2014).
Praktek dan proses pembelajaran madrasah NWDI berjalan sesuai dengan
idealisme, pemikiran, harapan TGKH. Zainuddin Abdul Majid, meskipun pada
faktanya rintangan dan hambatan terus mengikuti, terutama dari tokoh-tokoh
agama tua yang masih berpikir cara lama. Namun rintangan demi rintangan
dapat diatasi dan NWDI semakin maju dan besar. Kemajuan dan
perkembangan tersebut ditandai dengan terus bertambahnya jumlah santri
dan berdirinya cabang-cabang NWDI di berbagai tempat di Lombok saat itu.
Sebagai tokoh utama dalam pendirian Madrasah NWDI, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid terus melakukan perbaikan dalam pendidikan atas madrasah
yang didirikan. Perbaikan itu dilaksanakan sesuai kebutuhan dan keadaan
zaman. Di antara perubahan dilakukan, yaitu merubah jenjang pendidikan
tahdiriyah menjadi MI dengan menerapkan muatan kurikulum agama dengan
porsi 70% dan muatan pendidikan umum 30%. Perubahan ini dilakukan pada
kisaran tahun 1951.
Madrasah NWDI telah berkembang dan memiliki banyak cabang di
Lombok, namun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melihat perjuangannya
dalam bidang pendidikan belum sempurna. Sebab Madrasah NWDI hanya
fokus memberi pendidikan pada kaum laki-laki. TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid meyakini, bahwa kemajuan sebuah bangsa meniscayakan partisipasi
kaum perempuan. Tidak hanya itu, landasan utama pentingnya pendidikan
105
bagi kaum perempuan adalah hadits Nabi yang menyatakan, bahwa menuntut
ilmu adalah kewajiban bagi orang Islam baik laki dan perempuan.

2) Madrasah NBDI
Perjalanan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang pendidikan juga
dilakukan dengan mendirikan pendidikan khusus untuk kaum perempuan
yang diberi nama Nahdhatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) tanggal 21 April
1943. Setelah didirikan, antusias masyarakat semakin tidak terbendung
dengan jumlah santriwati yang terus bertambah dari tahun ke tahun. TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid membaca pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi
kaum perempuan adalah hal terpenting dalam perjuangan dan perjalanan
sebuah bangsa. Sebab tanpa partisipasi kaum perempuan dalam perjuangan
dan perjalanan sebuah bangsa, maka akan menyebabkan kesenjangan
perjalanan bagi sebuah bangsa.
Proses pembelajaran di Madrasah NBDI diselenggarakan pada Pesantren
al-Mujahidin, yakni bangunan terdiri dari tiga lokal yang dibangun pada awal
kepulangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dari Makkah. Kurikulum yang
diterapkan sama dengan kurikulum Madrasah NWDI. Waktu pembelajaran
dimulai pukul 13.30-17.00 Wita. Perkembangannya, Madrasah NBDI
mengalami kemajuan, yakni ditandai dengan berdirinya madrasah-madrasah
cabang, yaitu Madrasah Sullam al-Banat di Sakra; Madrasah al-Banat di
Wanasaba; Madrasah Is’af al-Banat di Perian; Madrasah Sa’adah al-Banat di
Praya, dan Madrasah Tanbib al-Muslimat di Praya (Noor, et al., 2014: 174).

TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid


bersama Guru-guru Madrasah
NBDI

Pembaruan dan pengembangan penyelenggaraan pendidikan terus


dilakukan, tidak hanya berhenti sampai perubahan model madrasah saja.
Setahun setelah perubahan dalam bentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid membuka jenjang pendidikan baru yang diberi nama
Sekolah Menengah Islam (SMI). Jenjang pendidikan ini, para santri
menempuhnya selama 3 tahun masa belajar. Tahun yang sama, yaitu 1952
kemudian membuka madrasah Muallimin dan Madrasah Muallimat 4 tahun.
Sebagai orang yang sangat visioner, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
mendirikan Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP). Tahun 1957, ia
106
membuka madrasah Muallimin dan Muallimat 6 tahun. Pendirian dua
madrasah ini menjadi tonggak perubahan Madrasah NWDI dan NBDI. Setelah
itu, TGKH. Zainuddin Abdul Majid terus melakukan perubahan dan pendirian
pada satuan pendidikan yang telah dididirikannya, yaitu mendirikan
Madrasah Menengah Atas (MMA), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah
Aliyah (MA), dan Pendidikan Guru Agama Lengkap (PGAL). Keadaan dan
kebutuhan zaman terus dibaca oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Tahun
1964 mendirikan Akademi Pedagogik Nahdhatul Wathan, dan tahun 1965
mendirikan MDQH al-Majidiyah as-Safi’iyah NW Pancor.

TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid


bersama santri (murid-murid)
senior dan Masyaikh MDQH.

Pengalaman menjadi anggota konstituante telah mengantarkan TGKH. M.


Zainuddin Abdul Majid berinteraksi dengan banyak kalangan dari berbagai
elemen bangsa. Baik tokoh tua maupun tokoh muda yang intens dalam
gerakan dan pemikiran kebangsaan. Tokoh muda banyak berasal dari
kampus-kampus. Era tahun 1970-an, tepatnya tahun 1974, TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid mendirikan lembaga pendidikan umum dan
perguruan tinggi, yaitu membuka pendidikan jenjang pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah
Pendidikan Guru (SPG). Beberapa tahun kemudian, yaitu tahun 1977
mendirikan Universitas Hamzanwadi dengan dua Fakultas, yaitu Fakultas
Tarbiyah dan Fakultas Ilmu Pendidikan. Perjalanannya, Fakultas Tarbiyah
menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) dan Fakultas Ilmu Pendidikan
menjadi Sekolah Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP). Tanggal 27
Desember 1982, lembaga pendidikan yang telah didirikan diformalkan dalam
bentuk Badan Hukum Yayasan, kemudian dikenal menjadi Yayasan
Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren Darunnahdhatuain Nahdhatul
Wathan (YPH-PPDNW) Pancor (Nahdi, 2012: 89).
Memperhatikan perjalanan pendirian berbagai lembaga pendidikan yang
didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sejak awal, konsep dan
implementasi integrasi ilmu, yaitu antara ilmu agama dan ilmu umum telah
lama diterapkan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Jauh sebelum wacana
dan diskursus integrasi ilmu di kalangan para cendekiawan muslim tanah air
membahasnya. Sampai saat ini, jika melihat kurikulum dan materi ajar pada
107
lembaga pendidikan yang telah didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid ditemukan dengan jelas, bahwa pemikiran ilmu TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid tidak memisahkan ilmu agama dan umum. Meski berlatar
belakang ilmu agama yang luas dan mendalam, TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid sangat menekankan pada para santrinya untuk mempelajari dan
menguasai segala ilmu. Keberadaan madrasah-madrasah NBDI menjadi bukti
nyata perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam gerakan kemajuan
kaum perempuan di Indonesia. Madrasah NBDI menambah kepeloporan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam dunia pendidikan. Zamannya, lebih-
lebih di Lombok, tokoh-tokoh agama belum ada yang menyelenggarakan
pendidikan khusus untuk kaum perempuan selain TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid.

3) Nahdlatul Wathan
Tahun 1947, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendapat tugas menjadi
amirul haj dari Indonesia bagian timur (NIT). Perjalanan ke Tanah Suci ini
mengantarkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bertemu dengan guru yang
paling berpengaruh pada dirinya, yakni Maulana Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath. Kesempatan pertemuan guru-murid tersebut, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid menyampaikan perkembangan madrasah yang dirintisnya pada
sang guru. Dengan mata berkaca-kaca sebagai tanda syukur dan bangga atas
prestasi perjuangan sang murid. Pertemuan itu menjadi bukti hubungan yang
sangat erat antara guru dengan murid. Maulana Syeikh Hassan Muhammad
al-Masysyath bersyukur dan terharu mendengar penjelasan Sang Murid pada
pencapaian dakwah dan pendidikan yang dirintisnya.

TGKH. M. Zainuddin Abdul


Majid sewaktu menjadi Amirul
Hajj.

Akhir pertemuan tersebut, Maulana Syeikh Hassan al-Masysyath meminta


pada TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk mendirikan organisasi untuk
menaungi keberadaan Madrasah NWDI dan NBDI yang terus berkembang
pesat sehingga dalam banyak kesempatan, ia sering menyampaikan

108
organisasi kemasyarakatan yang didirikannya merupakan amanah dari sang
guru tercinta.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid membutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk melaksanakan perintah sang guru. Setelah melalui berbagai macam
proses, baik pemikiran dan spiritual, maka tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H,
tepatnya tanggal 1 Maret 1953, ia mendirikan organisasi NW di Pancor,
Lombok Timur bergerak di bidang pendidikan, sosial dan dakwah.
Pemikirannya mengenai organisasi NW merupakan wadah yang menaungi
segala kegiatan pendidikan, sosial, dan dakwah yang telah dibangunnya.
Karena itu, organisasi NW perlu pengelolaan profesional yang memenuhi
standar sebuah organisasi. Untuk kepentingan itu, ia meminta beberapa
orang muridnya untuk menyusun dan mendesain segala perangkat dan
kebutuhan organisasi NW. Murid-murid yang diminta untuk melaksanakan
tugas itu adalah H. Muhammad Yusi Aminullah, H. Abdul Kadir Ma’arif, H.
Abdurrahim, SH., H. Busyairi, H. Muhammad Sam’an Hafs. Murid-murid inilah
yang menyusun anggaran rumah tangga dan lambang-lambang organisasi NW
(Noor, et al, 2014: 189).
Satu tahun setelah mendirikan organisasi NW, yakni tahun 1954, untuk
pertama kalinya melaksanakan kegiatan besar organisasi yaitu muktamar I di
Pancor. Muktamar ini menghasilkan kepengurusan pertama TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar NW
masa bakti 1953-1958. Susunan kepengurusan hasil Muktamar pertama,
yaitu:
1. Ketua Umum : TGKH. Zainuddin Abdul Majid
2. Wakil Ketua : H.M. Yusi Muhsin Aminullah
3. Sekretaris Jenderal : H. Abdul Kadir Ma’arif
4. Wakil Sekjen : H. Muhammad Busyairi
5. Bendahara : TGH. M. Saleh Yahya
6. Wakil Bendahara : TGH. Alimuddin.

Sejak didirikan, organisasi NW melaksanakan muktamar sebanyak 10 kali,


dengan rincian 8 (delapan) kali di Pancor dan 2 (dua) kali di Mataram. Hasil
dokumentasi TP2GD (2017), kesepuluh kali muktamar tersebut dirincikan
sebagai berikut:
1. Muktamar I tanggal 22-24 Agustus 1954 di Pancor
2. Muktamar II tanggal 23-26 Maret 1957 di Pancor
3. Muktamar III tanggal 25-27 Januari 1960 di Pancor
4. Muktamar IV tanggal 10-14 Agustus di Pancor
5. Muktamar V tanggal 29 Juli – 1 Agustus 1966 di Pancor
6. Muktamar VI tanggal 24-27 September 1969 Mataram
7. Muktamar VII tanggal 30 November-3 Desember 1973 di Mataram
109
8. Muktamar Kilat Istimewa 28-30 Januari 1977 di Pancor.
9. Muktamar VIII tanggal 24-25 Februari 1986 di Pancor.
10.Muktamar IX tanggal 3-6 Juli 1991 di Pancor.

Hasil muktamar tersebut, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sewaktu masih


hidup menempati posisi sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul
Wathan (PB-NW) sebanyak enam periode, tercatat sejak tahun 1953-1973,
kemudian digantikan oleh Haji Jalaluddin periode 1973-1978. Periode ini
tidak ditutup sempurna akibat adanya gejolak internal, sehingga dilakukan
Muktamar Kilat Istimewa tanggal 28-30 Januari 1977 di Pancor dengan
mengembalikan posisi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Selanjutnya,
Muktamar 1986, posisi Ketua Umum PB-NW digantikan oleh Haji Lalu Gde
Wiresantane, sedangkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menempati posisi
sebagai Ketua Dewan Mustasyar, dengan jajaran anggota para tuan guru
sepuh lainnya (TP2GD, 2017).
Muktamar sendiri menjadi forum tertinggi dalam tubuh NW dalam
mengambil keputusan untuk masa depan organisasi, termasuk pemilihan
ketua umum dan penetapan program-program strategis nasional. Secara
aturan organisatoris, legalitas organisasi NW didasarkan pada Akte Nomor 48
Tahun 1953 disahkan oleh seorang notaris bernama Hendrix Alexander
Malada di Mataram. Legalitas ini masih bersifat lokal sehingga pengembangan
organisasi hanya bisa di Lombok saja. Untuk kepentingan pengembangan
organisasi NW agar lebih luas, pada tanggal 25 Juli 1960 menghasilkan Akte
Nomor 50 di hadapan notaris Sie Lk Tiong di Jakarta. Tahun yang sama, NW
mendapat pengakuan dan penetapan dari Menteri Kehakiman Republik
Indonesia Nomor J.A.5/105/5 tanggal 17 Oktober 1960 dan dibuatkan dalam
berita negara nomor 90 tanggal 8 November 1960 (Noor, et al, 2014: 191).
Berdasarkan ketetapan ini, NW bebas melaksanakan pengembangan di
seluruh wilayah NKRI.
Nama Nahdhatul Wathan terdiri dari dua kata, yaitu Nahdhah berarti
kebangkitan, dan Wathan berarti tanah air. Fokus gerakan organisasi NW
adalah pada bidang pendidikan, sosial dan dakwah. Secara organisatoris, NW
berasaskan Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imam as-Syafi’i.
Berdasarkan asasnya, bagi kalangan warga NW, Ahlus Sunnah dipahami
sebagai kelompok yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad Saw. Kalimat Wal
Jama’ah dipahami sebagai pengikut sahabat nabi. Untuk rujukan aqidah, NW
berpegang pada paham Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansyur al-
Maturidi (Syakur, 2006: 137). Sumber hukum yang digunakan oleh jam’iyah
NW adalah al-Qur’an, al-Hadits, ijma, dan qiyas.

110
Tujuan organisasi NW adalah Lil’ila Kalimatillah wa Izzil al-Islam wa al-
Muslimin (menegakkan dan meninggikan kalimat Allah dan memuliakan
Islam dan kaum muslimin). Muara dari semua gerakan dan aktivitas NW
adalah untuk menggapai keselamatan dan kebahagian kehidupan dunia dan
akhirat berdasarkan ajaran Islam Ahlussunnah wa al-jama’ah ‘ala Mazhabil
Imam as-Syafi’i (Burhanuddin, 2007: 244). Untuk mencapai tujuan organisasi,
NW telah menetapkan lingkup usaha sebagaimana yang tertuang dalam
anggaran rumah tangganya, yaitu: (1) menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran melalui pondok pesantren, diniyah, madrasah/sekolah dari
tingkat TK sampai dengan perguruan tinggi; (2) menyelenggarakan kegiatan
sosial, seperti panti asuhan, asuhan keluarga, rubbath/pondok/asrama,
asrama pelajar, asrama mahasiswa, poskestren, pusat pengobatan, kesehatan
ibu dan anak, klinik-klinik, dan rumah sakit; (3) melaksanakan dakwah
Islamiyah melalui pengajian (majelis dakwah/majelis ta’lim) tabligh,
penerbitan, pengembangan pusat informasi pondok pesantren; dan (4)
menyelenggarakan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam dan tidak merugikan NW dan sesuai dengan peraturan NKRI.
NW menjadi bagian dari organisasi kemasyarakatan formal di Tanah Air.
Sebagai organisasi formal, NW memiliki lambang-lambang sebagai bagian
dari identitas dan tanda dalam menjalankan perjuangan-perjuangannya di
Tanah Air. Berikut ini adalah lambang-lambang NW, yaitu: (1) bulan
melambangkan Islam; (2) bintang melambangkan Iman dan Taqwa; (3) sinar
lima melambangkan rukun Islam; (4) warna gambar putih melambangkan
ikhlas dan istiqamah, dan (5) warna dasar hijau melambangkan keselamatan
di dunia dan akhirat. Sisi kesejarahannya, NW telah melaksanakan
perjuangan dalam lingkup yang sangat luas. Untuk mendukung segala
perjuangan pendidikan, dakwah dan sosial yang dijalankan, NW membentuk
banyak badan-badan otonom sebagai bagian dari sayap perjuangannya.
Badan-badan otonom NW, yaitu Muslimat NW, Pemuda NW; Ikatan Pelajar
NW; Himmah NW; Persatuan Guru NW; Jam’iyatul Qura’ wal Huffaz NW;
Ikatan Sarjana NW; Ikatan Putri NW, dan Badan Pengkajian, Penerangan dan
Pengembangan Masyarakat (BP3M) NW.
Melalui organisasi NW, perjuangan dakwah dan pendidikan dilaksanakan
oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terus membara. Perkembangan dakwah
pendidikan yang dijalaninya membuktikan, bahwa saran dan harapan sang
guru terbukti benar. Sehingga ia tetap mengingat pesan dan saran sang guru.
Sampai tahun 1953, Madrasah NWDI telah memiliki 66 cabang yang tersebar
di Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Barat. 66 Madrasah tersebut
yaitu:

111
No. Kabupaten Madrasah
1 Lombok 1. Madrasah NWDI dan NBDI di Pancor
Timur 2. Madrasah Sa’adah I di Kelayu
3. Madrasah Sa’adah II di Kelayu
4. Madrasah Nurul Wathan I di Selong
5. Madrasah Nurul Wathan II di Selong
6. Madrasah Shirotol Mustaqim di Rempung
7. Madrasah Sullamul Banat di Sakra
8. Madrasah Nahdhatus Shibyan di Lepak
9. Madrasah Sulllamussalam di Kotaraja
10. Madrasah Darusshibyan di Aikmell
11. Madrasah Nurul Iman di Mamben
12. Madrasah Tarbiyatul Islam di Wanasaba
13. Madrasah Hujjatul Wathan Lendang Nangka
14. Madrasah Is’aful Wathan di Perian
15. Madrasah Sullamuddiyanah di Lepak
16. Madrasah Sa’adatuddarain di Kalijaga
17. Madrasah Sullamuddiyanah di Rarang
18. Madrasah Ittihadul Islam di Korleko
19. Madrasah Far’iyah di Pringgasela
20. Madrasah Diniyah Islamiyah di Sukarteja
21. Madrasah al-Banat di Wanasaba
22. Madrasah Raudhatul Anfal di Pringgajurang
23. Madrasah Sa’adatul Islam di Tembeng Putek
24. Madrasah Raudhatul Awwam di Jerowaru
25. Madrasah Unwanul Fallah di Paok Lombok
26. Madrasah Diniyah Islamiyah di Jorong
Pancor
27. Madrasah Hidayatul Islam di Masbagik
28. Madrasah Diniyah Islamiyah I di Bermi
Pancor
29. Madrasah Diniyah Lauk Masjid di Pancor
30. Madrasah Raudhatul Iman di Apitaik
31. Madrasah Hidayatul Ikhwan di Bungtiang
32. Madrasah Is’aful Banat di Perian
33. Madrasah Diniyah Islamiyah di Bagiklonggek
34. Madrasah Diniyah Islamiyah di
Pringgajurang
2 Lombok 1. Madrasah Nurul Yaqin di Praya
Tengah 2. Madrasah Nahdhatuttullab di Kopang
3. Madrasah Nahdhatussyariah di Serengat
4. Madrasah Nurul Huda di Batu Nyale
5. Madrasah Najahuta’lim di Pengadang
6. Madrasah Sa’adatul Banat di Praya
7. Madrasah Nahdhatushibyan di Darmaji
8. Madrasah Hidayatul Wathan di Kopang
9. Madrasah Sullamussa’adatain di Kopang
10. Madrasah Nasy’riah di Sekunyit
11. Madrasah al Hidayah di Sengkrit
112
12. Madrasah Falahuddin di Lendang Batah
13. Madrasah al-Khairiyah di Mujur
14. Madrasah Hidayatul Wathan di Janapria
15. Madrasah al-Busyro di Mantang
16. Madrasah Nurul Islam di Kopang
17. Madrasah Tanbihul Muslimat di Praya
18. Madrasah Sa’adah di Tongge
3 Lombok Barat 1. Madrasah Nahdhatul Awlad di Kapek
2. Madrasah Nurul Huda di Narmda
3. Madrasah Raudhatul Anfal di Dasan Tapen
4. Madrasah Raudhatul Anfal di Tanak Beak
5. Madrasah Nahdhatus Shibyan di Belencong
6. Madrasah Haqqul Yaqin di Sayang-Sayang
7. Madrasah Raudhatul Muslimat di Kayangan
8. Madrasah Nurul Hidayah di Bangket Bawak
9. Madrasah Nurul Huda di Gondang
10. Madrasah Nahdhatul Mujahidin di Jempong
(Sumber: Noor, et al, 2014: 187-188, lihat juga TP2GD, 2017).

Sejak didirikan organisasi NW oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terus


mengalami perkembangan. Murid-muridnya menjadi kader utama pendirian
cabang NW di berbagai tempat. Sejak itu, semua Madrasah NWDI dan NBDI
berada di bawah naungan organisasi NW. Perjalanan sejarahnya, khususnya
di NTB, organisasi NW menjadi organisasi keagamaan terbesar. Jumlah
madrasah dengan berbagai tingkat dan jenjang pendidikan terus bertambah.
Bahkan di Lombok ditemukan di setiap desa terdapat jejak pendidikan dan
dakwah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid berupa madrasah-madrasah yang
berada di bawah naungan organisasi NW, sedangkan jumlah panti asuhan
yang telah didirikan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tersebar di berbagai
tempat dan daerah.

c. Implikasi Madrasah NWDI dan NBDI bagi Pendidikan Islam di


Lombok
Eksistensi Madrasah NWDI dan NBDI telah menjadi pelopor pembaruan dan
modernisasi pendidikan Islam di Lombok. Sebelum Madrasah NWDI dan NBDI
didirikan, praktek pendidikan Islam oleh para tokoh agama dilaksanakan dengan
sistem halaqah. Sistem halaqah dimaksud seorang guru membaca, mengartikan
atas kitab-kitab yang diajarkan, di samping itu untuk santri yang mengaji hanya
mendengar dan mencatat apa yang menurut mereka penting. Sistem dan pola
pendidikan sebelum Madrasah NWDI dan NBDI di Lombok tidak mengenal
sistem klasikal, masa belajar, sistem evaluasi, dan kurikulum, dan lain-lain,
sehingga tidak dapat diketahui secara pasti tingkat keberhasilan dari proses
pendidikan yang dilaksanakan.

113
Sejak madrasah NWDI dan NBDI didirikan dan menjalankan kiprahnya dalam
dunia pendidikan, sistem pendidikan Islam di Lombok mengalami perubahan.
Penggunaan sistem madrasah hingga saat ini, keberadaan lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Lombok menganut sistem madrasah. Penyelenggaraan
jenjang pendidikan formal dengan sistem madrasah, bahkan saat ini, tidak
ditemukan pondok pesantren di Lombok yang tidak menggunakan sistem
madrasah dalam pendidikannya. Jejak-jejak pendidikan yang diselenggarakan
Madrasah NWDI dan NBDI sangat terasa di Lombok, hal ini dapat dilihat dari
keberadaan ribuan madrasah NWDI berbagai jenjang yang tersebar dan
mendominasi sistem pendidikan Islam di Lombok, serta masih eksis. Hal
demikian menjadi pembeda pendidikan Islam di Lombok dengan pendidikan
Islam di daerah lain. Seperti di Jawa, di mana sistem pendidikan Islam identik
dengan keberadaan pondok pesantren yang pada awal keberadaannya tidak
menganut sistem madrasah.

Kesimpulan
Setelah Anda memahami lebih dalam mengenai perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW, silahkan Anda
membuat suatu simpulan, kemudian simpulan tersebut untuk menjawab beberapa
pertanyaan reflektif berikut ini:
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
Dari seluruh proses belajar sebelumnya, dari simpulan yang telah Anda lakukan
jawablah beberapa pertanyaan berikut:
1. Apa yang Anda pahami setelah mempelajari biografi perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW? Apa
pentingnya hal ini bagi proses pengajaran yang Anda jalani?
2. Apa yang Anda pahami terkait konsep utama teori struktural fungsional, yaitu
sebagai alat sosialiasasi dan ………………., dan bagaimana hubungan konsep
tersebut dengan sistem pendidikan yang diterapkan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid selanjutnya berkontribusi dalam pembelajaran dan pengajaran?
3. Bagaimana menurut Anda penerapan konsep pembelajaran di Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW tersebut dalam pendidikan di Indonesia? Silahkan berdiskusi
dengan mencari referensi yang ada dalam konteks pengajaran serta
pembelajaran di Indonesia.
4. Apa saja yang dapat Anda terapkan nantinya sebagai guru terkait dengan
pemahaman Anda?
5. Bagaimana Anda memandang kesiapan Anda sebagai guru dengan memahami
konsep tersebut?
114
6. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut?

D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan perjuangannya
dalam membangun Madrasah NWDI, NBDI, dan NW sebagai perintis pembaruan
dan pendidikan modern di NTB yang mempengaruhi proses pendidikan dan
merefleksikan dalam pembelajaran, silakan bekerja dalam kelompok yang terdiri
dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan tugas berikut.

Lembar Kerja 2: Kelompok


Tugas kali ini, silahkan Anda bergabung dalam kelompok. Anda akan mempelajari
biografi perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan perkembangan Madrasah
NWDI, NBDI, dan NW dalam penerapan pendidikan di Indonesia dalam kelompok:
1. Berikut penerapan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan
perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dalam pembelajaran sebagai
bahan untuk dikaji:
a. Belajar berdemokrasi, dari buku: Visi Kebangsaan Religius: TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid 1904-1997, disusun oleh Mohammad Noor, dkk,
tahun 2014.
b. Pendidikan multikultural: dari buku TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid:
Gagasan dan Gerakan pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat, disusun
oleh H. Masnun, tahun 2007.
c. Literasi sosial-budaya, dari buku: Nahdlatul Wathan Organisasi Pergerakan
Keagamaan dan Kebangsaan: Potret dan Peran NW pada Aspek Pendidikan,
Hukum Islam, Dakwah, Tarekat, Politik, dan Pengkaderan, disusun oleh
Muslihun Muslim, dkk, tahun 2009.
d. dan referensi lainnya yang relevan.
2. Dengan menggunakan konsep yang sudah dipelajari, setiap kelompok dapat
menganalisis:
a. Aspek-aspek sosial yang penting dalam sajian tersebut
b. Bagaimana guru/pengajar tersebut mempertimbangkan biografi perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan perkembangan Madrasah NWDI, NBDI,
dan NW dalam caranya mengajar.
c. Pembelajaran yang diperoleh dari menganalisis proses pembelajaran dalam
madrasah NWDI, NBDI, dan NW dan pembelajaran pada Mata Kuliah lain
yang terkait.
3. Hasil analisis kelompok akan dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.
Silakan membuat presentasi sebaik dan sekreatif mungkin.

115
Pertemuan 4

E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.

Penilaian Tugas Kelompok:


▪ Tugas kelompok ini akan dinilai, baik oleh dosen maupun oleh kelompok
lainnya.
▪ Tiap kelompok menilai presentasi dari kelompok lainnya, dengan panduan yang
disediakan. Tuliskan penilaian kepada kelompok lain dengan menyebutkan hasil
penilaian (A/B/C/D) beserta komentar tentang apa yang paling membuka mata
dari presentasi tersebut.
▪ Panduan penilaian dapat dilihat dalam rubrik berikut. Kolom A adalah hasil ideal
yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.

A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. kurang jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
memberikan Visualisasi mendeskripsikan
insight atau menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
pembelajaran kreatif. kurang kreatif
terkait topik Visualisasi cukup dan menarik.
bahasan. menarik dan
kreatif
Visualisasi sangat
menarik dan
kreatif

F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, dipandu oleh dosen silahkan buat suatu kesimpulan
berikut:

116
1. Apa pembelajaran terpenting yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan ini?
2. Apa pandangan Anda sebagai calon guru tentang biografi perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan pembelajaran di Madrasah NWDI, NBDI, dan NW?
Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan ini
dalam profesi Anda sebagai guru?
3. Tantangan apa yang Anda bayangkan akan dihadapi dalam hal menggunakan
perspektif ini dalam mengajar? Bagaimana Anda akan mengatasinya?
4. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan ini?

G. Koneksi Antar Materi


Pada topik ini, Anda sudah membuat koneksi antar materi dari pembelajaran mata
kuliah Ke-NWDI-an dengan pembelajaran yang sudah, sedang atau akan dipelajari
di mata kuliah PPG lainnya. Silakan Anda lanjutkan proses membuat koneksi
tersebut.

H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda dengan caranya
masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual, ataupun narasi saja, atau model
kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan yang dapat membantu Anda
menuliskan blog.
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami
tentang topik ini? Apa hal baru yang Anda
pahami atau yang berubah dari pemahaman di
awal sebelum pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar
materi baik di dalam mata kuliah yang sama
maupun dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
117
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat
ini, dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam
blog dengan alur blog dengan alur blog dengan blog dengan
yang jelas dan yang jelas dan cukup mudah kurang jelas dan
mudah dipahami, mudah dipahami. dipahami. sulit dipahami.
serta kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara mendalam, secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan namun kurang pandangan
dan mengaitkan secara tajam tajam dalam tentang topik
secara tajam pandangan mengaitkan bahasan, dan tidak
pandangan mengenai topik pandangan mengaitkan
mengenai topik bahasan, baik dari mengenai topik pandangan
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan. mengenai topik
dirinya dan kelompoknya. bahasan.
kelompoknya, Mahasiswa Mahasiswa
serta kaitannya menyimpulkan menyimpulkan Mahasiswa tidak
dengan materi pemahaman secara sederhana atau kurang jelas
dari MK lain. mengenai topik pemahamannya dalam
bahasan secara mengenai topik menyimpulkan
Mahasiswa jelas. bahasan. pemahamannya
menyimpulkan mengenai topik
pemahaman Mahasiswa Mahasiswa secara bahasan.
mengenai mengaitkan singkat
topik bahasan pembelajaran dari mengaitkan Mahasiswa tidak
secara tajam. modul ini dengan pembelajaran dari mengaitkan
kesiapannya modul ini dengan pembelajaran dari
Mahasiswa mengajar sebagai kesiapannya modul ini dengan
mengaitkan guru. mengajar sebagai kesiapannya
pembelajaran dari guru. mengajar sebagai
modul ini dengan guru.
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.

118
Catatan untuk Dosen Pengampu
▪ Modul ini disusun untuk menggali pengalaman dan wawasan para calon guru
terkait proses mendidik yang sesuai.
▪ Modul ini dapat dimodifikasi oleh dosen pengampu.
▪ Dosen pengampu dapat menambah materi terkait topik bahasan.
▪ Selain penilaian tugas kelompok (LK) dan blog, dosen pengampu juga perlu
menilai partisipasi dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rubrik
penilaian partisipasi dan sikap ini bisa digunakan, namun dipersilakan untuk
dimodifikasi, atau mengembangkan sendiri. Kolom A adalah kondisi ideal yang
diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa tidak
memberikan memberikan terlihat terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa Mahasiswa tidak
pemahaman klarifikasi. kurang menunjukkan
seluruh mahasiswa. menunjukkan perilaku
Mahasiswa cukup perilaku memfasilitasi
Mahasiswa menunjukkan memfasilitasi rekan
menunjukkan perilaku rekan mahasiswanya
perilaku memfasilitasi mahasiswanya dalam proses
memfasilitasi rekan rekan dalam proses pembelajaran
mahasiswanya mahasiswanya pembelajaran baik, di kelompok
dalam proses dalam proses baik, di kelompok maupun di kelas
pembelajaran baik, pembelajaran maupun di kelas secara
di kelompok baik, di kelompok secara keseluruhan.
maupun di kelas maupun di kelas keseluruhan.
secara keseluruhan. secara Mahasiswa tidak
keseluruhan. Mahasiswa mengumpulkan
Mahasiswa mengumpulkan tugas.
mengumpulkan Mahasiswa tugas melebihi
tugas sebelum mengumpulkan dengan tenggat
tenggat waktu yang tugas sesuai waktu yang
ditentukan. dengan tenggat ditentukan.
waktu yang
ditentukan.

119
Topik 3
NW: Gerakan Dakwah, Pendidikan, dan Sosial,
serta Semboyan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid

A. Pengantar

Durasi : 2 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. Memahami gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial NW;
2. Memahami semboyan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid;
3. Memahami pentingnya gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial NW, serta semboyan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dalam pembelajaran.
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan NW sebagai serakan
dakwah, pendidikan, dan sosial.
2. Ketepatan menjelaskan semboyan perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
3. Ketepatan mengeksplorasi pentingnya NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid.
Kriteria penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk penilaian : Nontes (unjuk kerja dan portopolio)
Metode pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 2 X 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
• Tugas 2: Laporan analisis NW sebagai sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid.
Materi pembelajaran : 1. NW sebagai gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial NW;
2. Refleksi atas semboyan atau jargon perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.

Pertemuan 5

B. Mulai dari Diri

Mahasiswa PPG Prajabatan yang berbahagia

Selamat datang di topik ketiga yaitu: “NW: Gerakan bidang dakwah, pendidikan,
dan sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.” Topik ini
penting untuk Anda memahami gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan
120
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang turut mempengaruhi pendidikan
di Lombok-Indonesia.

Setelah mempelajari topik ini, Anda diharapkan mampu:


1. menemukan referensi konsep metode, dan sasaran dakwah, pendidikan, dan
sosial TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
2. menganalisis semboyan perjuangan dakwah, pendidikan, dan sosial TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dari berbagai referensi dan praktik yang ada.
3. memberikan argumen dalam diskusi mengenai metode dakwah, pendidikan,
sosial, dan semboyan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran
dari berbagai referensi dan praktek yang ada.
4. menyimpulkan pentingnya menerapkan gerakan dakwah, pendidikan, sosial,
dan semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran

Kita akan mulai pembelajaran tentang: “NW: Gerakan bidang dakwah, pendidikan,
sosial, dan semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran dengan melakukan pengamatan video berikut ini.
https://www.youtube.com/nwdi.chanel
https://www.youtube.com/hamzanwadi

Setelah mengamati video tersebut, silakan menjawab pertanyaan berikut ini:

Lembar Kerja 9
Dari pengamatan tentang kondisi daerah tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama dan
berbeda yang Anda temui?
……….…………………….…………………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi dakwah, pendidikan, dan
sosial tersebut?
………………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang dakwah, pendidikan, sosial masa itu?
………………………………………………………………………………………………………………………

Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan reflektif berikut ini:


1. Bila Anda mendapatkan tugas mengajar bagaimana Anda memperhatikan dan
mengimplementasikan gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran?
……………………………………………………………………………………………………………………….

121
2. Siapkah Anda mengajar dengan memperhatikan bidang dakwah, pendidikan,
sosial, dan semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran? Apa alasannya?
……………………………………………………………………………………………………………………..

Mari berproses bersama dalam rangkaian pembelajaran selanjutnya untuk semakin


memahami tentang NW sebagai gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran.

C. Eksplorasi Konsep
NW sebagai gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid

1. NW: Gerakan Dakwah, Pendidikan, dan Sosial


a. Gerakan Dakwah
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NW menegaskan
bahwa NW adalah organisasi pendidikan, sosial dan dakwah Islamiyah. Berpijak
dari AD/ART ini, NW juga memusatkan kegiatannya dalam bidang dakwah
dalam arti luas, di samping pendidikan dan sosial. Secara prinsip, NW sebagai
organsiasi dakwah telah mengakar di kalangan masyarakat karena banyaknya
majelis Ta’lim yang dikelola dan terus tumbuh dan berkembang hingga ke luar
Nusa Tenggara Barat, seperti Bali, Sulawesi, Jawa, Kalimantan, Riau dan lain-lain.
Diketahui, bahwa kegiatan NW dalam bidang dakwah selain majelis dakwah dan
majelis taklim, juga dilakukan dalam bentuk peringatan hari-hari besar Nasional,
Islam, NW, Lailataul ijtima', hiziban, wiridan, pembacaan barzanji, tahfizul
Qur'an, syafa'ah, kesenian yang bernafaskan Islam, penerbitan, dan lain-lain.
Pondok Pesantren Darunnahdlatain NW Pancor diselenggarakan pengajian
umum yang dipimpin oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, yaitu tanggal 6
Syawal dikenal dengan silaturrahmi pendidikan, 1 Muharram untuk menyambut
Tahun Baru Islam, 12 Rabiul Awal untuk memperingati maulid Nabi Muhammad,
15 Jumadil Akhir untuk memperingati lahir NWDI dan NBDI dan hari besar
lainnya. Selain mengadakan pengajian, juga mendirikan penerbitan majalah
bulanan melalui BP3M-NW dinamakan "Koran Gema Nahdlatul Wathan", dan
Perwakilan NW di Jakarta menerbitkan "Majalah Sinar Lima" tiga bulan sekali.
Keikutsertaan NW dalam bidang pers dan publikasi ini, selain berupaya
meningkatkan kemampuan literasi (membaca, menulis) di kalangan santri,
pemuda, pelajar dan mahasiswa. Upaya ini juga untuk meningkatkan kreativitas
dan dinamisasi masyarakat NW untuk menyongsong pembangunan nasional dan
menjadi media komunikasi, terutama keberadaan NW, perkembangan dan
perjuangannnya pada masa kini dan masa mendatang.
122
Kegiatan dakwah lain dilakukan melalui rekaman, kemudian kasetnya di jual
ke seluruh lapisan masyarakat. Kaset tersebut berisi ceramah agama, lagu
qasidah dan lagu-lagu perjuangan NW yang diciptakan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sehingga ia dikenal memiliki pola atau metode tersendiri dalam
melakukan dakwah Islamiyah. Setelah kembali dari tanah suci Makkah, dalam
dakwahnya mengalami tantangan dahsyat dari masyarakat hanya, karena
berusaha membuka pendidikan dengan sistem klasikal (sistem madrasi) di
samping tetap memertahankan sistem halaqah atau sorogan. Kebiasaannya
menjadi imam dan khatib terpaksa ditinggalkan, karena harus memilih tetap
menjalankan pendidikan sistem klasikal, yang menurut masyarakat Pancor saat
itu disebut sebagai bagian dari ajaran Wahabiyah dan Mu'tazilah. Namun dalam
perjalanannya, meski klasikal tetap berjalan, sistem sorogan juga diterapkan
pada jenis pendidikan tertentu seperti model yang dikembangkan di MDQH.
Selain dakwah melalui pendidikan formal, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
(saat itu dikenal dengan Tuan Guru Bajang) melakukan dakwah dalam bentuk
pengajian umum. Pengelolaannya, pengajian umum dikenal ada dua, yakni
Majelis Dakwah Hamzanwadi dan Majelis Ta'lim Hamzanwadi, yang pertama
dipimpin langsung oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, dan yang kedua
dipimpin oleh murid-muridnya. Secara substansi, ia mulai memperkenalkan dua
model pengajian, yakni pengajian umum tanpa kitab dan pengajian umum
menggunakan kitab, dan tentu saja model Majelis Ta'lim Hamzanwadi ini sangat
bermanfaat dalam rangka regenerasi pasca TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Sejak pulangnya dari Makkah, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid telah
menabuh “genderang” dakwah dan perjuangan membangun bangsa dan negara.
Berbagai pelosok desa dikunjunginya dalam rangka bertabligh dan membangun
madrasah. Sebagaimana layaknya suatu perjuangan amar ma’rūf nāhi mungkar,
ia tidak pernah luput dari hambatan dan tantangan, baik yang datang dari
kalangan masyarakat Islam sendiri maupun yang datang dari penjajah Jepang.
Terdapat perbedaan dalam melaksanakan dakwah pada Wetu Telu oleh TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dan tuan guru lainnya di Lombok. TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid melakukan langkah-langkah, seperti: (1) mengirim murid-muridnya
untuk melakukan dakwah; (2) menarik perhatian orang-orang Wetu Telu agar
bersedia menyekolahkan putra-putrinya di pondok pesantrenya; (3) berusaha
membangun madrasah, setelah dinilai memiliki cukup kader; dan (4) secara
langsung turun untuk memberi pengajian umum pada masyarakat.
Hal yang sama dilakukan oleh TGH. Hazmi Hamzar (pengasuh Pondok
Pesantren Maraqit Ta’limat Mamben Lombok Timur). TGH. Mutawalli (pendiri
Pondok Pesantren Darul Yatama wal Masakin Jerowaru Keruak Lombok Timur)
melakukan dakwah pada Wetu Telu dengan langkah-langkah: (1) menampakkan
kekuatan-kekuatan magis yang dimiliki untuk menarik perhatian penganut Wetu
123
Telu agar menerima ajakan dakwahnya; (2) mendidik para kyai dan penghulu
penganut Wetu Telu dengan ajaran Islam yang sempurna, karena mereka dinilai
berpengaruh di kalangan penganut Wetu Telu; (3) melakukan pembauran
dengan kalangan Wetu Telu, dengan menggagas transmigrasi lokal para
penganut Wetu Lima ke basis-basis Wetu Telu.
Berbeda dengan ketiga tersebut, TGH. Safwan Hakim (pengasuh Pondok
Pesantren Nurul Hakim Kediri Lombok Barat) melakukan dakwah dengan
mengirim santri-santrinya ke wilayah-wilayah basis Wetu Telu untuk berdakwah
sekaligus melakukan peningkatan kualitas ekonomi penganut Wetu Telu,
elanjutnya membuat embrio bagi lahirnya masjid dan sekolah. TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sebagai seorang pemikir telah menerapkan strategi
dalam mengefektifkan misi dakwahnya pada masyarakat terutama penganut
Waktu Telu. Langkah awal yang dilakukan dengan memanfaatkan kader-kader
NW yang telah memperoleh pendidikan di madrasah-madrasah NW. Langkah-
langkah yang dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, yakni: (1) mengirim
murid-muridnya melakukan dakwah; (2) menarik perhatian orang-orang Wetu
Telu agar bersedia menyekolahkan putra-putrinya di pondok pesantrennya; (3)
berusaha membangun madrasah, setelah dinilai memiliki cukup kader; dan (4)
secara langsung turun untuk memberikan pengajian-pengajian umum kepada
masyarakat.
1) Dakwah bil-al-Lisan (Pengajian Umum)
Prinsip utama dalam dakwah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid adalah
“filsafat matahari”. Dakwah baginya tak ubah seperti berputarnya matahari.
Terbit dari timur terus berputar ke barat dan tenggelam, namun terbit lagi
tanpa berhenti. Jiwa boleh masuk tanah tetapi perjuangan/dakwah tetap
harus dilanjutkan sehingga tidak mengherankan jika sampai akhir hayatnya
pada usia 100 tahun masih aktif berdakwah ke segala pelosok desa dan kota.
Upaya merealisasikan misi dakwah NW. Dakwah TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dilakukan dengan dua macam media dakwah, yakni: (a) dakwah yang
langsung dipimpin sendiri dikenal dengan istilah Majelis Dakwah
Hamzanwadi, dan (b) dakwah yang dipimpin oleh murid-muridnya dan para
tuan-guru yang tersebar di seluruh pelosok Lombok yang disebut Majelis
Ta'lim Hamzanwadi (Muslim, et al, 2009).
Kegigihan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sehingga ia dikenal dengan
gelar Abu al-Mādāris wa al-Māsājid (Bapak atau pengayom masjid dan
madrasah). Gelar abu al-Mādāris disebabkan ia perintis madrasah dengan
sistem klasikal (madrasi) di Lombok, saat itu masih dianggap sebagai sesuatu
yang haram (bid’ah sayyi’ah), sementara abu al-māsājid, sebagai gelar atas
rutinitas sehari-harinya di masjid selain di madrasah dalam rangka
berdakwah. Kedua tempat dakwah tersebut merupakan bagian yang tidak
124
terpisahkan dengan tiga elemen, yakni kyai (TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
sendiri), santri, dan pengajaran kitab klasik.
Kelima elemen tersebut merupakan elemen dasar dari tradisi pesantren.
Mengingat jasa-jasanya dalam berdakwah, pada suatu acara Hari Ulang Tahun
(Hultah) NWDI dan NBDI, Alamsyah Ratu Perwira Negara dalam kapasitasnya
sebagai Menteri Agama saat itu pernah berkomentar: ”Pulau Lombok Tanpa
kehadiran Nahdlatul Wathan, masih akan berada pada alam kejahiliyahan”.
Upaya mengefektifkan dua media dakwah di atas, TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid senantiasa mensosialisasikan prinsip dakwah/ perjuangannya. Prinsip-
prinsip dimaksud: (1) Li i’lāi kalimatillāh wa ‘izzil Islām wa al-Muslimīn,
artinya: ”Untuk meninggikan titah Allah swt., dan memuliakan agama Islam
dan umatnya”, (2) “Pokoknya NW, Pokok NW Iman dan Taqwa”; dan (3) Inna
akromakum ‘indiy anfaukum linahdlatil wathān wa inna syarrokum ‘indiy
adlarrukum binahdlatil wathān, artinya Semulia-muliamu di hadapanku
adalah yang paling banyak manfaatnya bagi NW, dan sejahat-jahatmu adalah
yang paling banyak mendatangkan mudlarat bagi NW.

2) Dakwah Melalui Sistem Pendidikan Madrasah


TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pernah diadili oleh ketua adat (sekarang
lurah) Pancor Lombok Timur, agar menghentikan upaya mendirikan
madrasah yang memakai sistem klasikal (sistem madrasi). Sistem klasikal
(madrasi) memang merupakan sistem pengajaran yang dianggap asing masa
itu. Sistem yang sangat terkenal di dunia pesantren adalah sistem weton dan
sorogan (Muslim, et al, 2007). Metode ini sudah sangat panjang dan secara
agak seragam digunakan di pondok tardisional. Di NWDI sendiri, di samping
sistem klasikal, sistem sorogan tetap dipraktekkan hingga sekarang. Metode
sorogan tersebut berupa santri menghadap guru seorang demi seorang
dengan membawa kitab yang akan dipelajarinya.
Kyai membacakan pelajaran berbahasa Arab setiap kalimatnya, kemudian
menerjemahkannya dan menerangkan maksudnya. Santri menyimak dan
ngesahi (mengesahkan) dengan memberi catatan pada kitabnya, untuk
mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kyai. Istilah sorogan itu
berasal dari kata sorog berarti menyodorkan, sedangkan metode weton
adalah metode kuliah/ceramah (lectering), para santri mengikuti pelajaran
dengan duduk di sekeliling kyai menerangkan pelajaran secara kuliah. Santri
menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah weton
ini berasal dari kata waktu (Jawa) berarti waktu, sebab pengajian tersebut
diberikan pada waktu tertentu, yaitu sebelum dan sesudah melakukan salat
fardlu. Di Jawa Barat, metode ini disebut bendungan, sedang di Sumatera
dipakai istilah halaqah.
125
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid diultimatum oleh tokoh adat atau krama
Desa Pancor agar memilih salah satu di antara dua alternatif, yaitu terus
mendirikan madrasah dengan sistem klasikal (madrasi) atau menjadi imam
dan khatib di Masjid at-Taqwa Pancor. Dialog antara TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dengan tokoh adat atau krama Desa Pancor saat itu sebagaimana
disebutkan dalam dokumentasi TP2GD (2017) sebagai berikut:
Krama : Kami persilahkan kepada Tuan Guru untuk
Desa Pancor memilih, apakah tetap tuan guru mendirikan
madrasah atau apakah tetap menjadi imam
dan khatib di Masjid Jami’ Pancor. Jika tuan
guru bersikeras ingin mendirikan madrasah,
maka tuan guru dilarang menjadi imam dan
khatib
M. Zainuddin Abdul : Saudara, saya tetap memilih untuk untuk
Majid mendirikan madrasah, sebab tugas itu adalah
fardhu ‘ain, karena setap orang yang berilmu
merupakan kewajibannya untuk mengajarkan
ilmu yang dimilikinya, sedangkan menjadi
imam dan khatib di masjid itu adalah fardhu
khifayah, artinya siapapun bisa untuk menjadi
imam dan khatib. Nah, sudah jelas sekali hal
ini, dan saya akan memilih yang fardhu ‘ain.

Hasil dialog tersebut, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memilih alternatif


pertama, yakni mendirikan madrasah. Konsekuensinya selama beberapa
tahun ia tidak diperkenankan salat Jum’at di Masjid Pancor. Alternatif
tersebut dengan yaitu mendirikan madrasah hukumnya fardlu‘aīn baginya,
sedangkan menjadi imam dan khatib adalah fardlu kifāyah, karena masih
banyak orang lain yang mampu. Alasan penolakan masyarakat saat itu untuk
menyelenggarakan pendidikan secara klasikal, karena hal tersebut dianggap
sebagai perbuatan bid’ah yang jelek (bid’ah sayyi’ah) dan dianggap sebagai
perpanjangan tangan gerakan Wahabiyah Makkah.
Sementara itu, penjajah Jepang menganggap pendidikan yang didirikan
oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai basis para pejuang untuk
melawan penjajah. Kemudian Jepang melarang beroperasinya madrasah
tersebut. Namun ketika pasukan Jepang datang untuk melarang, TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid bernegosiasi kepada serdadu Jepang dengan
argumentasi bahwa: ”Pendirian madrasah ini hanyalah untuk mendidik para
kyai atau tuan guru yang dipersiapkan memimpin tahlil dan wirid”; suatu
siyasah syari’ah jitu telah dimainkan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Akhirnya, tentara Jepang tersebut manggut-manggut, dan tidak jadi melarang
beroperasinya madrasah tersebut.

126
b. Gerakan Pendidikan
Pembangunan di berbagai bidang yang digalakkan bangsa Indonesia,
terutama bidang pendidikan akan berhasil dengan baik jika pemerintah
mengikutsertakan seluruh potensi yang ada dalam masyarakat, utamanya
organisasi dan badan-badan swasta terkait langsung dalam masalah pendidikan
dan pengembangan masyarakat. NW telah memberikan andil pada agama, nusa
dan bangsa dalam mengembangkan pendidikan. NW berusaha mengembangkan
diri dalam mengelola pendidikan. Pertumbuhan dan perkembangan pondok
pesantren, madrasah, dan sekolah di lingkungan NW terus mengalami
peningkatan, baik jumlah, jenis sekolah dan madrasah, jenjang pendidikannya
maupun kurikulum yang digunakan terutama yang berada di komplek NWDI dan
NBDI.
Tanggal 5 Oktober 1953 diresmikan Madrasah Muallimin 4 tahun, Muallimat
4 tahun, Pendidikan Guru Agama (PGA) Pertama, Madrasah Tsanawiyah (MTs) 4
tahun, sekolah Sekolah Rakyat Negeri (SRN) 6 tahun. Tahun 1964 didirikan
Pendidikan Guru Agama Lengkap (PGAL) dan Madrasah Menengah Atas (MMA),
kemudian tahun 1964 didirikan Akademi Paedagogik Nahdlatul Wathan.
Akademi ini hanya berjalan beberapa tahun. Tahun 1965 dibuka perguruan
tinggi Ma'had Darul Qur'an wal-Hadis (MDQH) al-Majidiyah Assyafi'iyah NW
untuk santri laki-laki dan Ma'had lil-Banat khusus untuk prempaun dibuka tahun
1974. Tahun 1977 didirikan Universitas Hamzanwadi. Hamzanwadi singkatan
dari H. Muhammad Zainuddin Abdul Majid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah.
Universitas Hamzanwadi awalnya membuka dua fakultas, yaitu Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan. Perkembangan selanjutnya fakultas pendidikan
ini berubah menjadi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Hamzanwadi.
Begitu juga dengan halnya dengan Fakultas Tarbiyah berubah menjadi
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Hamzanwadi. Tahun 1981 dibuka Fakultas
Ilmu Syari'ah universitas Hamzanwadi selanjutnya berubah menjadi Sekolah
Tinggi Ilmu Syari'ah (STIS), dan tahun1990 dibuka Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah
(STID) Hamzanwadi. Selanjutnya tahun 1996 tiga sekolah tinggi ilmu agama
masig-masing diubah menjadi Fakultas Tarbiyah, Syari'ah dan Dakwah, dan
digabung menjadi Institut Agama Islam Hamzanwadi. Semua perguruan tinggi
tersebut berada di tempat kelahiran NWDI, NBDI, dan NW Pancor Lombok
Timur Nusa Tenggara Barat. Upaya pengembangan perguruan tinggi di
lingkungan NW tahun akademik 1987-1988 didirikan Universitas Nahdlatul
Wathan berkedudukan di Mataram. Tahap pertama dibuka empat fakultas yaitu,
Fakultas Teknologi Pertanian, Perkebunan, Ketatanegaraan dan Ketataniagaan
(FKK) dan Sastra (Arab, Indonesia, Inggris). Selanjutnya fakultas-fakultas itu

127
berubah menjadi Fakultas Pertanian, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA), Fakultas Ilmu Administerasi (FIA), dan Fakultas Sastra.
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam persoalan pendidikan
sangat maju, terlebih dikaitkan dengan situasi saat pemikiran itu dimunculkan.
Banyak sekali rintangan dan cobaan yang ia dapatkan saat mulai menyampaikan
pemikirannya. Di antara pemikirannya berkaitan dengan pendidikan di Nusa
Tenggara Barat, yaitu: (a) menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Agama
Islam di NTB dengan sistem madrasi di samping memertahankan sistem
sorogan; (b) membuka lembaga pendidikan khusus bagi perempuan; (c)
membuka sekolah umum di samping madrasah di Nusa Tenggara Barat; (d)
melakukan integrasi ilmu agama dan ilmu umum; (e) menetapkan pentingnya
memilih kriteria pendidik, dan (f) menjalankan pendidikan multikulturalisme di
NTB.
1) Sistem Madrasah
Metode pendidikan yang dipraktekkan masa awal Islam datang di
Indonesia, yakni sistem sorogan dan wetonan. Kata sorogan berasal dari kata
sorog (Jawa) berarti menyodorkan. Metode sorogan tersebut berupa: santri
menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan
dipelajarinya. Sedangkan metode weton adalah metode kuliah/ceramah
(lectering), santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang
menerangkan pelajaran secara kuliah. Metode ini dikenal juga dengan istilah
halaqah. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menganggap kedua metode
pendidikan tersebut perlu dilengkapi dengan mengembangkan model
madrasi.
Selanjutnya, dalam sistem klasikal, NWDI dibagi tiga tingkat, yaitu tingkat
Ilzamiyah, Tahdliriyah, dan Ibtidaiyah. Tingkat Ilzamiyah adalah tahap
persiapan dengan lama belajar satu tahun. Murid di tingkat ini terdiri dari
anak-anak yang belum mengenal huruf Arab dan huruf latin. Tingkat
Tahdliriyah adalah lanjutan dari Tingkat Ilzamiyah. Lama belajarnya tiga
tahun. Untuk tingkat ini diterima pula lulusan SD (Volgschool). Tingkat akhir
adalah Ibtidaiyah. Lama belajar empat tahun. Murid untuk Tingkat Ibtidaiyah
selain lulusan Tahdliriyah, juga diterima tamatan SD telah memperoleh
pelajaran agama dan Bahasa Arab. Mata pelajaran hampir semuanya agama,
kecuali menulis huruf latin yang diberikan pada Tingkat Ilzamiyah dan
Tahdliriyah.

2) Pendidikan Kesetaraan
Membuka lembaga pendidikan khusus bagi perempuan juga mengalami
hambatan yang tidak kalah serunya dibanding reaksi ketika membuka
Madrasah al-Mujahidin dan Madrasah NWDI. Isu yang dihembuskan para
128
penentangnya sangat berbau diskriminatif terhadap perempuan. Banyak
orang saat itu menilai tidak wajar menyekolahkan anak perempuan karena
mendidik anak perempuan berarti mendidik wanita karier. Ia akan berani
tampil di depan khalayak dan akan bertingkah laku kurang sopan, walaupun
reaksi masyarakat itu ada, NBDI sebagai madrasah khusus perempuan tetap
berdiri tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/tanggal 21 April 1943. Secara
kebetulan tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Kartini, madrasah ini
berhasil menamatkan siswinya untuk pertama kali pada tahun 1949.

3) Sekolah Umum
Upaya membuka sekolah umum di samping sekolah agama bagi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid merupakan keharusan, hal ini merupakan salah satu
strategi dakwahnya dengan mengkader santrinya memiliki kemampuan yang
mumpuni di ilmu umum. Masnun (2007) menjelaskan bahwa berdasarkan
penuturan beberapa pelaku sejarah NW, seperti TGH. Fihiruddin, TGH.
Marjan Umar, Lalu Jelenge, H. Nuruddin, saat TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
mendirikan Madrasah NWDI dan NBDI, di NTB belum ada satu pun institusi
Islam mengajarkan mata pelajaran umum seperti ilmu falak dan lain
sebagainya. Semuanya masih tradisional. Lembaga pendidikan Islam yang ada
hanya santren (Sasak), surau (Sumatera Barat), mushallah (Jawa), dan
rangkang (Aceh).
Pemikiran untuk mengembangkan kemampuan bidang ilmu umum
sebenarnya bagian dari perlunya integrasi ilmu agama dengan ilmu umum.
Pemikiran ini kemudian oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dijadikan
sebagai kebijakan dalam lembaga pendidikan yang dikelolanya, hal ini juga
termasuk satu di antara modernisasi pendidikan yang digalakkannya.
Menurut Masnun (2007) ada dua bentuk respons NW terhadap modernisasi
pendidikan, yaitu (1) merevisi kurikulumnya dengan memperbanyak mata
pelajaran umum atau keterampilan umum; (2) membuka kelembagaan
berikut fasilitas-fasilitas pendidikannya untuk kepentingan umum. Hal ini
dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi bagi warga NW tahun 1960-an. Akhirnya
madrasah-madrasah NW banyak memberikan kursus-kursus keterampilan
dalam bidang pertanian, menjahit, perkoperasian, perbengkelan, dan
sebagainya. Tujuannya agar santri memiliki keterampilan khusus dalam
bidang tertentu. Upaya tersebut segera direspons masyarakat dengan
memasukkan putra-putranya ke Madrasah NW.
Selain itu, NW tidak cukup hanya dengan eksperimen madrasahnya, TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid terus mencoba mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan umum yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas). Kemampuan ilmu umum di madrasah/sekolah NW tidak harus
129
ditempuh di sekolah umum karena di madrasah pun diajarkan pula ilmu
umum sejak dulu meskipun dalam persentasi yang masih minim. Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan kurikulum, sejak perubahan di tingkat tahdliriyyah
NWDI terus berlangsung, sehingga terbentuk komposisi sebagai berikut: (1)
Madrasah dan PGA mengikuti kurikulum Departemen Agama (Depag); (2)
Sekolah umum mengikuti kurikulum yang ditetapkan Dartemen Pendidikan
dan Kebudayaan (Depdikbud); (3) Madrasah Muallimin dan Muallimat
menggunakan kurikulum agama 55 % dan umum 45 %; (4) Perguruan projek
khusus NW memakai kurikulum agama 90 % dan umum 10 %, dan (5)
perguruan tinggi mengacu pada kurikulum yang ditetapkan pleh Direktorat
Pendidikan Tinggi Depdikbud dan kurikulum yang ditetapkan oleh Direktorat
Kelembagaan Agama Islam (Bagais) Depag.
Bidang kurikulum, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid beranggapan bahwa
menguasai bidang studi agama seperti tauhid, fiqh, akhlak, ushul fiqh, ilmu
mantiq, dan lain-lain baru tampil pada bidang moral, tetapi tidak profesional
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, dengan menguasai
ilmu pengetahuan agama seseorang hanya mampu berperan sebagai
pembimbing spiritual dan belum sanggup memerankan diri dalam dunia
birokrasi dan teknologi sebab tidak memiliki keterampilan dalam bidang
tertentu. Menurut TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak ada dikotomi ilmu
(ilmu umum dan ilmu agama), keduanya penting untuk meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat. Di sinilah kemudian timbul pemikirannya tentang integrasi
ilmu agama dan umum.

4) Integrasi Ilmu Agama dan Umum


Integrasi ilmu agama dan umum (sains) merupakan kelanjutan dari misi
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam mengembangkan sekolah umum,
bahkan di sekolah agama pun, NW mengikuti kurikulum pemerintah dengan
memberi muatan pelajaran umum di samping pelajaran agama.
Fathurrahman Mukhtar telah melakukan kajian terhadap Kitab Tuhfatul
Ampenaniyah Syarah Nahdlatuzzainiyyah karya TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid berisi pemikirannya tentang integrasi ilmu pengetahuan, ia
mengatakan:
Tuntutlah wahai orang-yang senang menggerakkan keadilan yang
berfaedah dari ilmu ini (ilmu faraidl) dan ilmu lainnya dari beragam ilmu
yang bermanfaat. Jangan engkau pisahkan ilmu engkau anggap baru dan
jangan engkau permasalahkan ilmu yang tidak engkau ketahui dan jangan
engkau anggap sempurna dirimu dengan imu yang satu. Ilmu itu tidak
mengenyangkan dan mengkayakan dari kehausan, dan ilmu itu seluruhnya
bagaikan bangunan.

130
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menekankan untuk memisahkan ilmu
yang dianggap baru dan tidak mempermasalahkan ilmu yang tidak diketahui.
Fenomena ini disebabkan karena adanya kecenderungan umat Islam yang
lebih memokuskan dirinya hanya dalam ilmu-ilmu agama an sich dan
menganggap tidak penting mempelajari sains (ilmu-ilmu sekuler) berasal dari
Barat. Terkait sikap dikotomis umat Islam, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
mengkritisi tndakan umat Islam sebagai tindakan yang tidak dibenarkan
dalam Islam. Pendapat yang demikian dapat dijumpai dalam tulisannya
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam Kitab Tuhfatul Amfenaniyah (hal. 117)
sebagaimana dikutip oleh Fathurrahman:
Wahai pemuda ilmu adalah cahaya
Disinarinya orang yangmenuntut
Tuntutlah bermacam ilmu dengan tekun
Walau sampai ke negeri Cina
Sesungguhnya semua macam ilmu
Saling menguatkan satu sama lain
Jangan engkau cerai beraikan
Jika ilmu itu tidak engkau ketahui
Karena sesungguhnya hal itu tanda orang
Yang dalam agamanya telah melakukan penyimpangan

TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga menegaskan tidak melakukan


integrasi ilmu pengetahuan akan berakibat pada keterbelakangan agama dan
negara dan merupakan dosa yang akan membawa kepada kekufuran, dalam
Kitab Tuhfatul Ampenaniyah (hal. 117), beliau juga mengatakan:
Barang siapa yang mempertentangkan sesuatu yang tidak diketahui, maka
peliharalah dirimu wahai saudaraku di dalam pangkuan Islam.
Sesungguhnya orang yang mempertentangkan sains dan agama, ia adalah
bapak kebodohan pada zamannya. Dan engkau akan menjadi penyebab
keterbelakangan agamamu dan negaramu yang engkau cintai dan
kemunduran kaummu di antara bangsa yang telah engkau bangun, maka
zalimlah dirimu dan selainmu dengan dosa dan kufur, nauzubillah."

Semangat integrasi dari pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid


tersebut tidak lepas dari realitas sejarah Islam pada abad 7-13 H saat
operasionalisasi pendidikan Islam masih concern dan intens pada dasar-dasar
agama. Umat Islam mampu menciptakan taraf kultur dan peradaban yang
sangat brilian dan masa supremasi kejayaan dengan predikat The Golden Age
of Science of Islam. Dunia Islam saat itu menjadi simbol kejayaan keilmuan
bagi masyarakat dunia. Masa itu ilmu integral dan holistik antara yang
sekularistik dan yang religius, antara yang material dan yang spiritual, antara
yang duniawi dan ukhrawi berjalan beriringan. Namun, ilmu yang integral
dan holistik itu telah berubah menjadi dikotomid. Hal ini berawal dari
tatakala Eropa memasuki zaman renaisance dan umat Islam mulai menurun
131
dan terjerembab dalam kemunduran. Ilmu pengetahuan dan filsafat yang
sudah sekian lama bertahta di dunia Islam, kini memperoleh lahan subur
untuk berkembang pesat di bumi Eropa. Namun, dalam perkembangannya
baru yang terjadi di Eropa justru menimbulkan persoalan, yakni ilmu
pengetahuan dan filsafat memisahkan diri dari agama.

5) Kriteria Pendidik
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik
banyak dipengaruhi ajaran Kitab Ta'lim al-Muta'allim. Kitab ini mengajarkan
agar mempelajari akhlak terlebih dahulu baru mengajarkan ilmu-ilmu lain.
Secara detail ada lima pokok materi yang dibahas dalam kitab ini, yakni faktor
tujuan pendidikan, anak didik, pendidik, alat pendidikan, dan lingkungan.
Munculnya kata pendidik, tidak lepas dari kata pendidikan. Umumnya kata
pendidikan dibedakan dari kata pengajaran, sehingga muncul kata pendidik
dan pengajar.
Konteks pengutamaan akhlak, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
menceritakan bahwa Ibu Imam Malik sewaktu menyerahkan Imam Malik
berpesan kepada gurunya agar: pertama, ajarkanlah anakku akhlak terlebih
dahulu agar bisa membawa diri dan bisa memegang ilmunya setelah alim.
Kedua, hendaklah anak saya ini selalu memakai sorban. Selanjutnya, TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid mengatakan bahwa guru adalah orang yang
membuat jalan ke surga. Oleh karena itu, seorang murid yang baik adalah jika
telah mengamalkan ilmunya sehingga gurunya merasa bangga dengannya.
َ ِ‫ن يَ ْفتَخِ رُ ب‬
‫شيْخِ ُِه‬ ُْ ‫الَ َم‬ َ ُ‫ن يَ ْفتَخِ ر‬
ُ ‫شيْخ ُه َو‬ ُْ ‫لرجلُ َم‬
َّ َ‫ا‬
Artinya: “Sebenar-benar lelaki adalah orang yang gurunya bermegah
karena dirinya (santrinya) itu, bukan orang yang bermegah dengan
gurunya”.

Pokok-pokok pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria


pendidik yang baik untuk dipilih dalam belajar dikemukakan dalam bentuk
syair yang sangat indah.
Aduh sayang
Wahai anakku rajin berguru
Pilih yang mursyid menjadi guru
Lagipun mukhlis taat selalu
Aduh sayang
Serta amanah, berakhlak guru
Jangan sekali nakku mengaji
Pada orang yang akhlaknya keji
Karena ilmunya ilmu iblisi
Dunia akhirat bahayanya pasti

132
Kalau umum yang memang dicari
Cukup syaratnya gurunya menegerti
Pandai mendidik, berhati-hati
Sekalipun bukan muslim sejati

Syair ini menyebutkan kriteria yang hendaknya menjadi acuan dalam


memilih seorang pendidik dalam ilmu agama, yaitu mursyid (cerdas), mukhlis
(ikhlas), taat agama, amanah, dan berakhlak guru. Berdasarkan syair di atas,
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga menegaskan untuk ilmu umum tidak
dipersoalkan apakah gurunya beragama Nasrani, Yahudi, Hindu atau Buddha.
Pentingnya kriteria pendidik di era sekarang ini karena tugas orangtua dalam
mendidik anak telah dialihkan pada pendidik saat anak didik berada di
sekolah. Awalnya, tugas mendidik murni tugas orang tua. Rasulullah
bersabda:
َ ‫ص َرانِ ُِه اَ ُْو ي َم ِ ِّج‬
‫سا نِ ُِه‬ ْ ‫لى اْلف‬
ِّ ِ َ‫ِط َرةُِ فَأَبَ َواهُ ي َه ِّ ِودَانِ ُِه اَ ُْو ين‬ َ ُ‫ل َم ْول ْودٍي ْولَد‬
َُ ‫ع‬ ُُّ ‫ك‬
Artinya: “Anak itu dilahirkan atas bakat keagamaan (Islam), orang
tuanyalah yang dapat menjadikannya beragama Yahudi, atau Nasrani atau
beragama Majusi”.

Perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap dan kebutuhan hidup


sudah sedemikian luas, dalam dan rumit, maka orangtua tidak mampu lagi
melaksanakan sendiri tugas-tugas mendidik anaknya. Apalagi berdasarkan
hadist di atas, suatu hal yang tidak bisa diragukan bahwa Islam adalah agama
yang sesuai fitrah manusia. Arti fitrah ini ialah watak hakiki dan asli tiap-tiap
manusia, dengan demikian secara fitrahnya manusia telah mengakui bahwa
Islamlah satu-satunya agama yang merupakan kepercayaan asli manusia,
maka untuk mewujudkan fitrahnya yang asli yakni Islam diperlukan guru-
guru yang berkualifikasi pendidik sebagaimana syarat disebutkan oleh Syeikh
Azzarnuji dalam Kitab Ta'lim al-Muta'allim maupun TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam Wasiat Renungan Masa.

6) Pendidikan Multikultural
Diakui dalam perjalanan karier TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
merintis dan menjalankan pendidikan di Pondok Pesantren NWDI, para santri
yang menimba ilmu berasal dari berbagai elemen masyarakat. Ada yang
berasal dari pulau Lombok, Sumbawa, Bali, Jawa, dan lain-lain. Mereka
berasal dari beragam latar belakang suku, golongan, status sosial. Artinya,
pendidikan yang dikembangkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bervisi
multikuturalisme.
Masa awal, santri yang paling banyak berasal dari Lombok Tengah, baru
Lombok Timur, dan terakhir Lombok Barat. Generasi berikutnya, santri
Madrasah NW banyak juga berasal dari luar Lombok, seperti Bali, Sumbawa,
133
Bima, NTT, Kalimantan, bahkan Jakarta. Ini menunjukkan bahwa terdapat
latar belakang suku, golongan, dan status sosial yang sangat beragam
melanjutkan studinya di madrasah maupun perguruan NW. Diakui Masdar
Hilmi bahwa harus jujur diakui, multikulturalisme kebangsaan Indonesia
belum sepenuhnya dipahami oleh segenap masyarakat sebagai sesuatu yang
given, takdir Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia. Setiap manusia
terlahir berbeda baik secara fisik maupun nonfisik, hal itu sepenuhnya telah
dipahami oleh masyarakat, tetapi nalar kolektif masyarakat belum bisa
menerima realitas bahwa setiap individu dan/atau kelompok individu
tertentu memiliki sistem keyakinan, budaya, adat, agama, dan tata cara ritual
yang berbeda. Nalar kolektif tentang multikulturalisme kebangsaan masih
terkooptasi oleh logosentrisme tafsir hegemonik yang syarat angka
prasangka, kecurigaan, bias, kebenciaan, dan reduksi terhadap kelompok
yang berada di luar dirinya.
Pendidikan sebagai wahana yang tepat untuk membangun kesadaran
multikulturalisme dimaksud, karena dalam tataran ideal, pendidikan
seharusnya bisa berperan sebagai juru bicara bagi terciptanya fundamental
kehidupan multikulturalisme yang bebas dari kooptasi kekuasaan negara. Hal
ini dapat berlangsung bila ada perubahan paradigma pendidikan, yakni
dimulai dari penyeragaman menuju identitas tunggal, lalu ke arah penegakan
dan penghargaan keragaman identitas dalam kerangka penciptaan
harmonisasi kehidupan. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid telah memulai
menerapkan konsep multikulturalisme itu melalui pendidikan, bahkan dalam
perjalanan sejarah pendidikan yang dikembangkan, ia sering menggunakan
prinsip akomodasi dengan menggunakan kader dari luar Desa Pancor sebagai
asistennya dalam mengelola madrasah dan organisasi NW.

c. Gerakan Sosial
NW sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, menempatkan dirinya sebagai
salah satu komponen pembangunan yang secara nyata telah berbuat banyak
bagi peningkatan kesejahteraan lahir batin masyarakat. NW di bawah pimpinan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak hanya berperan dalam bidang
pendidikan, dan dakwah, tetapi juga dalam sosial. Sebagai organisasi keagamaan,
NW berfungsi sebagai motivator dan dinamisator yang mengatur pola hubungan
antarwarga di tengah komunitas tertentu di dalam pengembangan nilai
keislaman dalam kehidupan, yaitu amal jariyah, gotong royong, keikhlasan
berjuang, pemberian santunan kepada fakir miskin, yaitu yatim piatu, anak-anak
terlantar, orang-orang jompo, penderita cacat, melaksanakan pembangunan,
pemeliharaan tempat ibadah.

134
Kegiatan nyata dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melalui NW dalam
bidang sosial kemasyarakatan, antara lain mendirikan pantai asuhan, program
Kependudukan dan KB. Di dalam mendidirikan pantai asuhan NW bekerja sama
dengan lemabaga-lembaga lain, seperti Yayasan Dharmais Jakarta dan
Departemen Sosial, sedangkan dalam program keluarga berencana (KB) NW
bekerja sama dengan Badan Koordiansi Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Untuk mejalankan kegiatannya dalam program KB ini, NW
mendirikan klinik yang dinamakan Klinik Keluarga Sejahtera (KKS) NW
bertujuan memberikan pelayanan kesehatan pada warga NW dan masyarakat
pada umumnya.
Melihat perkembangan yang dicapai KKS-NW cukup berhasil, maka BKKBN
Provinsi NTB melalui BKKBN Pusat meminta bantuan dana pada Donor Agency
Pathfinder Fund Boston USA sejak 1979 hingga 1983. Selama kerja sama tersebut
telah diperoleh hasil berupa penataran guru-guru di lingkungan Madrasah NW,
perolehan akseptor baru yang aktif, kunjungan klinik, penerangan motivasi,
latihan tenaga home visitor, dan supervisor, memasukkan materi kependudukan
dan KB dalam bentuk implementasi di sekolah lingkungan NW diintegrasikan
dengan mata pelajaran yang terkait, penyelenggaraan seminar pembentukan
kelompok-kelompok pertemuan dengan memberikan informasi tentang masalah
kependudukan dan KB, makanan bergizi, keterampilan, kesehatan lingkungan
dan pemeliharaan anak.
Erat kaitannya dengan program kependudukan dan KB ini, NW melalui
BP3M-NW, telah ditunjuk oleh pemerintah c.q. Departemen Agama untuk
melaksanakan salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan, yaitu
Program Kelangsungan Hidup Anak yang merupakan kerja sama anatara
pemerintah Indonesia dan UNICEF, yaitu badan kesehatan dunia (PBB) untuk
anak-anak. NW juga ikut aktif dalam pelestarian lingkungan hidup, hal ini
ditandai dengan penandatanganan bekerja sama dengan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora) di Pondok Pesantren Darunnahdlatain Pancor tanggal 24 Agustus
1992. Kerjasama ini diwujudkan dalam bentuk program penghijauan, program
kali bersih, dan lain-lain. Di samping itu, NW juga aktif dalam bidang pertanian,
transmigrasi, koperasi dan berbagai kegiatan sosial lainnya. Bidang pertanian
dan transmigrasi, NW aktif memberi penerangan, dan motivasi pada warga
untuk menyukseskan program tersebut, bahkan pengembangan organisasi NW
di luar NTB dimotori warga NW, di samping dai-dai secara terprogram
disebarkan ke seantero Nusantara.

135
d. Karakter dan Identitas Warga NW dalam Aspek Fiqih
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memiliki corak pemikiran keagamaan yang
tegas dan menjadi acuan pandangan keagamaan masyarakat. Pemikiran
keislamannya terbentuk saat menuntut ilmu di Makkah. Meskipun TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid banyak mengetahui pandangan keagamaan kaum
Wahabi, hal tersebut tidak menarik baginya, sebaliknya corak keagamaan
ahlussunnahlah dipandang paling relevan, karena semua guru-gurunya adalah
pengikut setia paham Sunni yang turut mempengaruhi corak dan model paham
keagamaannya. Fattah, et al., (2017) mencatat dari 28 guru TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid berasal dari Arab dan 3 dari Palembang, mereka kesemuanya
adalah penganut Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Label Ahlussunnah Wal Jamaah ini dituangkan dalam anggaran dasar
organisasi NW menyatakan bahwa NW berasaskan Islam Ahlussunnah Wal
Jama’ah ‘ala Madzhabil Imam as-Syafi’i. Label ini NW memiliki identitas yang
sangat jelas, yang membuat nyaman bagi para pengikutnya. Menurut Harun
Nasution dikutip oleh Aziz (2011: 33) menyebutkan satu hal menarik adalah
penggabungan Ahlussunnah dengan Syafi’iyah. Jikalau ditelaah lebih lanjut,
sebenarnya kedua term ini berbeda lingkupnya. Ahlussunnah merupakan aliran
teologi yang muncul pada abad ke-3 dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari
(260H/873M-324H/934M), sebagai respons atas aliran teologi sebelumnya.
Term Ahlussunnah wal Jama’ah timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham
golongan Mu’tazilah menghebohkan waktu itu, disinyalir pemikirannya kurang
setia berpegang pada sunnah Nabi, karena terlalu rasional sehingga diikuti oleh
kelompok elit minoritas. Jadi disebut golongan Ahlussunnah wal Jama’ah ‘ala
karena merupakan paham yang dipegangi mayoritas ummat, sedangkan
Syafi’iyah merupakan aliran dalam bidang fiqih dimotori oleh Imam Syafi’i (204
H/819 M), satu abad sebelumnya Imam al-Asy’ari merumuskan pandangan
teologinya. Syafi’i merupakan satu dari empat serangkai imam madzhab yang
dijunjung tinggi di dunia Islam. Ketiga lainnya ialah Hanafi (150 H/676 M),
Maliki (179 H/795 M), dan Hambali (241 H/855 M).

2. Semboyan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid


Refleksi atas perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, sang cucu TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., menegaskan bahwa perjuangan sang kakek tidak bisa
dianggap sekedarnya, tetapi perjuangan yang dilakukan dengan mengeluarkan
banyak tenaga, pikiran, dan pengorbanan. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dalam
Muslim, et al, (2009: 14) menyatakan:
Keberhasilan al-Magfurullah dalam perjuangan ditunjukkan dengan usianya
yang panjang dalam berjuang. Perjuangan beliau tidak bisa dianggap
sekedarnya. Telah banyak pengorbanan dalam perjuangan seperti pengorbanan

136
hati, jiwa, raga, dan berbagai cobaan. Semua itu dilewatinya dengan ikhlas.
Perjalanan al-Magfurullah ini banyak mengambil ibrah dari perjalanan
rasulullah seperti tertuang pada surat kemenangan (al-Fath). Kisah ayat itu
terdapat 1400 sahabat yang ingin datang ke Makkah dengn niat menunaikan
haji. Setelah sampai di Hudaibiyah, rombongan Nabi distop rombongan Quraisy
agar jangan datang ke Makkah, karena niat sudah kokoh, nabi kemudian tetap
maju dan mengikat para sahabat dengan bai'at ar-ridwan'. Namun, karena ada
perjanjian Hudaibiyah (sulh Hudaibiyah), akhirnya nabi dan para sahabat
kembali ke Madinah. Dua Tahun kemudian nabi kembali datang ke Makkah
sebanyak 10 ribu orang yang dikenal dengan 'fath Makkah'.

TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dilihat dari sisi usia memang tergolong panjang
dibanding umat Nabi Muhammad biasanya sekitar 60 tahun. Usianya sampai
meninggal 91 tahun menurut hitungan masehi dan 102 tahun menurut hitungan
tahun hijriyah. Lama pengabdiannya 63 tahun dihitung sejak mendirikan Pondok
Pesantren al-Mujahidin tahun 1934 M sampai wafatnya tahun 1997 M. Di samping
semangat yang kuat menjadi spirit TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, prinsip
perjuangannya adalah: (1) Li i’la’i kalimatillah wa ‘izzi al-Islam wa al-Muslimin”,
artinya: ”Untuk meninggikan titah Allah swt., dan memuliakan agama Islam dan
umatnya”; (2) Pokoknya NW, Pokok NW Iman dan Taqwa; (3) Inna akromakum
‘indiy anfaukum li nahdlati al-wathan wa inna syarrokum ‘indiy adlarrukum bi
nahdlati al-wathan”, artinya: ”Semulia-muliamu di hadapanku adalah yang paling
banyak memberikan manfaat bagi NW, dan sejahat-jahatmu adalah yang paling
banyak mendatangkan mudlarat bagi NW”, dan (4) yakin, ikhlas, dan istiqomah
(Muslim, et al, 2009).
Prinsip atau semboyan tersebut banyak mengistilahkannya dengan jargon NW,
karena seringnya diucapkan pada setiap pengajian atau pertemuan formal dan
nonformal NW. Jargon pertama merupakan tujuan utama NW, jargon yang kedua
merupakan semboyan NW, sedangkan jargon yang ketiga adalah fatwa seorang
guru (TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid) pada para santrinya untuk mengingat
betapa pentingnya melanjutkan perjuangan menegakkan agama Islam di bumi
persada ini.
Jargon atau semboyan tersebut dalam penjelasan Muslim, et al., (2009) sebagai
berikut:
a) Semboyan ke-1: ‫ن‬ ‫لإكلمةإهللاإوعزاالءسالمإوالمسلمي إ‬
‫لإع إ‬
‫إ‬
Organisasi NW adalah organisasi keagamaan yang bergerak dalam bidang
pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid tanggal 15 Jumadil Akhir 1372, bertepatan dengan tanggal 1 Maret
1953, merupakan perpanjangan tangan dari dua madrasah yang telah didirikan
jauh sebelum masa kemerdekaan, yaitu Madrasah NWDI untuk laki-laki, dan
Madrasah NBDI untuk kaum perempuan. Madrasah NWDI didirikan tanggal 15
Jumadil Akhir 1356. bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 1936, sedangkan
137
Madrasah NBDI didirikan tanggal 15 Jumadil Akhir 1362., bertepatan dengan
tanggal 21 April 1943. Urgensi didirikannya kedua madrasah tersebut adalah
dalam rangka meninggikan titah Allah dan memuliakan agama Islam dan
umatnya, sebagaimana makna semboyan di atas.
Realisasi misi dakwah NW tersebut pada semboyan, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid selalu berdakwah dengan memegang prinsip “Filsafat Matahari”,
yang tak pernah mengenal istirahat. Media dakwah TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dilakukan dengan dua macam, yaitu: (1) dakwah yang langsung dipimpin
sendiri dikenal dengan istilah Majelis Dakwah Hamzanwadi, dan (2) dakwah
yang dipimpin oleh murid-muridnya, yakni para tuan-guru yang yang tersebar di
seluruh pelosok Lombok dikenal Majelis Ta'lim Hamzanwadi. Kegigihannya
berdakwah tersebut, maka Dia terkenal dengan gelar Abu al-Madaris wa al-
Masajid. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikenal sebagai bapak perintis
madrasah dengan sistem klasikal di Lombok, saat itu masih dianggap suatu yang
haram (bid’ah sayyi’ah). Upaya melanjutkan girah perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, ia berpesan dalam Wasiat Renungan Masa: ”Kalau nanda
memang setia; Pasti Selalu siap sedia; Membantu ayahda membela agama; Di
“Bulan Bintang bersinar lima”.

b) Semboyan ke-2: ”Pokoknya NW, Pokok NW Iman dan Taqwa”


Sadar atau tidak, warga NW sering keliru dalam memahami semboyan ini,
banyak di antara mereka yang lebih mengutamakan kalimat “Pokoknya NW”
dari kalimat “Pokok NW Iman dan Taqwa”. Secara epistemologi kalimat
“Pokoknya NW” sesungguhnya berada di bawah kalimat “Pokoknya NW Iman
dan Taqwa”. Tegasnya, kalau tidak ada iman dan taqwa maka tidak ada artinya
membanggakan organisasi. Keberadaan suatu organisasi keagamaan dalam
Islam, tak lebih dari upaya menjaga iman dan taqwa tersebut. Hal ini pada
tataran praktek akan dikembangkan ke dalam berbagai aspek kehidupan.
Sehingga, urgensi kehadiran organisasi NW dalam rangka menjaga kekuatan
iman dan taqwa semua warganya dan umat Islam pada umumnya.
Keutamaan iman dan taqwa ini dilukiskan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dalam bait Wasiat Renungan Masa: ”Bila nanda mencari muka; Janganlah
cari di manusia; Tetapi carilah di robbal baroya; Dengan iman dan taqwa”. Hal ini,
tidak disangsikan lagi bahwa ciri kuatnya iman dan taqwa seseorang sangat
ditentukan oleh sikap persaudaraan, sikap saling mema’afkan dan selalu
menjauhkan perbuatan yang tidak bermanfaat (tarkuh ma la ya’nih). Ada sebuah
kisah menarik dari kedua cucu Rasulullah, pada suatu ketika pernah terjadi
perselisihan antara kedua cucu Rasulullah, yakni antara Sayidina Hassan dan
Sayyidina Husein. Lantas Sayyidina Husein (sang adik) berkata: ”Saya tidak akan
meminta maaf kepada kakakku (sayyidina Hassan) lebih dahulu, karena aku tidak
138
mau mendahului kakakku masuk surga kelak”. Upaya menunjang semboyan
pertama, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan organisasi NW. NW
adalah organisasi keagamaan bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan
dakwah Islamiyah. Organisasi ini didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
tanggal 15 Jumadil Akhir 1372, bertepatan dengan tanggal 1 Maret 1953,
merupakan perpanjangan tangan dari dua madrasah yang telah didirikan jauh
sebelum masa kemerdekaan, yaitu Madrasah NWDI dan Madrasah NBDI.

c) Semboyan ke-3: ‫ن‬ ‫ىإاضركمإبنهض إةإالوط إ‬


‫نإوانإشركمإعند إ‬
‫ىإانفعك إمإلنهضةإالوط إ‬
‫انإاكرمكمإعند إ‬
Semboyan ketiga, nampaknya nilai manfaat menjadi tolok ukur yang
signifikan dalam menentukan nilai kemulian seorang murid di hadapan gurunya.
Sementara untuk meraih predikat “kemanfaatan” itu harus melewati tiga jenjang
secara hirarkis, yakni ahlul ‘ilmī, ahlul amâl, dan ahlul ibādah. Harus disadari
bahwa sesungguhnya ilmu itu untuk diamalkan (innamal ‘ilmu li al-‘amal) dan
ilmu tanpa diamalkan laksana pohon yang tidak berbuah (al-Ilmu bilā amalin
kasysyajari bilā tsamarin). Suatu amalan harus memiliki esensi Ilahiyah (ibadah)
dengan memasang niat untuk bertadlarru’ dan ta’abbud kepada Tuhan. Namun,
jangan lupa bahwa manfaat maksimal hanya akan dapat diperoleh dengan
suasana utuh, kompak, dan bersatu. Hal ini TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
pernah berpesan: (1) Dasar selamat bersatu kalimah; Bersatu derap bersatu
langkah; Dasar bahaya berpecah belah; Terkadang membawa su’ul khotimah; (2)
Kalau anakku kompak selama; Di satu barisan selama-lama; Pastilah NW jayanya
lama; karena syaitan tak dapat nggrama.

d) Semboyan ke-4: “Yakin, Ikhlas, dan Istiqamah”


Semboyan keempat ini merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh
seorang kader dalam mengemban tugas dan misi NW terutama pada aspek
pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Berkaitan dengan semboyan ini,
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mengatakan ada tiga kunci keselamatan dunia
akhirat, yakni: “Yakin, Ikhlas, dan Istiqamah” sebagaimana makna yang
terkandung pada surat al-Fatihah. Ia juga menjelaskan bahwa iman adalah
pokok dari segala pokok, buah dari segala pokok itu adalah taqwa. Baru bisa
terjalin sikap istiqamah apabila antara tiga unsur lainnya saling koheren (kerja
sama), yakni antara yakin, ikhlas, dan istiqamah itu sendiri. Kesempatan lain,
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga menandaskan bahwa kalau benar kamu
anggota NW, maka haruslah kamu tanam iman dan taqwa itu di dalam hatimu.
Ikhlas dalam ibadah adalah melakukan ibadah karena perintah, bukan karena
ganjaran syurga dan menjauhi larangan karena larangan Allah bukan karena
takut neraka. Ikhlas adalah sikap yang sama sewaktu dicela dan di puji (al-istiwa
bain az-zammi wa al-madh).

139
Berkaitan dengan ciri-ciri orang ikhlas, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
menjelaskan dalam syairnya:
Manusia ikhlas ada tandanya
Tetap berjuang dengan setia
Dimana saja mereka berada
Tidak tergantung menjadi pemuka
Contohnya Khalid dipecat Umar
Di Perang Yarmuk sedang berkobar
Jiwa beliau bertambah besar
Bertambah ikhlas berjuang besar

Prinsip ikhlas ini sangat berkaitan dengan prinsip keridlaan dan


kemanfaatan. Jika kita ridla terhadap apapun yang dipercayakan pada kita, maka
akan memberi manfaat yang positif pada pribadi kita, sehingga sampai di sini,
yang menjadi persoalan adalah bukan kita harus menjadi pemimpin atau
menjadi pejabat, tetapi yang paling adalah menikmati qadla dan qadar Tuhan
secara ikhlas dan mensyukurinya sebagai karunia-Nya.

3. Implikasi Gerakan Dakwah, Pendidikan, dan Sosial, serta


Semboyan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
Pembelajaran
Implikasi gerakan dakwah, pendididkan, dan sosial, serta semboyan perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam proses pembelajaran.
a) Gerakan Dakwah
Dakwah adalah kewajiban bagi setiap muslim, tujuannya supaya tercapainya
kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak nanti. Untuk mewujudkan
kerja dakwah, Islam memberikan berbagai macam metode yang dapat
digunakan para aktivis dakwah sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi dalam
berdakwah.
1) Dakwah secara Lisan
Metode dakwah yang paling utama dan baik adalah dengan menggunakan
lisan atau ucapan dalam bentuk nasehat yang baik. Dakwah secara lisan atau
sering disebut ceramah merupakan metode yang paling awal dikenal. Para
Rasul menyampaikan risalah kenabian pada umatnya melalui media ini.
begitu juga, Nabi Muhammad Saw., menggunakannya untuk berdakwah
menyampaikan wahyu Allah maupun pesan agama yang lain. TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid memulai kegiatan dakwah bi al-lisan senjak
kepulangannya dari Makkah. Saat itu di Masjid Pancor ia mulai memberikan
wawasan keagamaan masyarakat sekitar, dengan menjadi imam dan khatib
serta menyampaikan pengajian umum di majelis taklim.

140
Masnun (2007) menyebutkan konsentrasi dakwah TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid pertama-tama di Pancor dan sekitarnya. Berikutnya berkembang
ke wilayah Praya dan Mataram, lalu ke wilayah kecamatan bahkan desa
hingga pelosok-pelosok Lombok. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak
hanya menghadiri undangan ceramah yang padat dari hari ke hari, namun ia
juga mendirikan atau meresmikan majelis ta’lim di setiap masjid yang
dikunjunginya. Tahun pertamanya tercatat sebanyak 58 majelis ta’lim yang
didirikan, dan jumlah itu meningkat hampir dua kali pada dua tahun
kemudian. Semua majelis tersebut dibina oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, sehingga dalam sehari bisa menghadiri undangan 3 hingga 5 kali untuk
berbagai hajat jamaah. Hal semacam ini terus berlanjut sehingga menjadi
bagian penting sisi kehidupan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.

2) Dakwah melalui Sistem Pendidikan Madrasah


Membangun masyarakat dari kebodohan dan keterbelakangan menuju
masyarakat yang bermartabat, maju, dan keberadaannya diperhitungkan oleh
masyarakat lainnya, baginya tentu bukan pekerjaan mudah, semudah
membalik telapak tangan. Untuk merealisasikan obsesinya tersebut, ia
mendirikan Pesantren al-Mujahidin tahun 1934, sebagai tempat
pembelajaran agama secara langsung bagi kaum muda. Pendirian pesantren
ini dilatarbelakangi oleh keinginan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk
memberikan pelajaran agama yang lebih bermutu pada masyarakat, dari sini
ia mulai menerapkan sistem pendidikan klasikal atau yang populer dengan
sebutan sistem pendidikan madrasah (Zulkarnaen, 2014: 146). Seiring
meningkatnya jumlah santri yang belajar di pesantren ini, mendorong TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan madrasah sebagai lembaga pendiikan
Islam di Lombok. Keinginan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan
Madrasah NBDI dipandang lebih efesien dan efektif dalam mencapai tujuan
pendidikan. Madrasah ini kemudian didirikan tanggal 15 Jumadil Akhir 1356
H/22 Agustus 1937 M).
Baharuddin (2007) menulis bahwa sistem pendidikan Madrasah NWDI,
awalnya dibagi menjdai tiga tingkat, yaitu: (1) Tingkat Ilzhamiyah,
merupakan tingkat pendahuluan atau persiapan. Tingkat ini biasanya
diperuntukkan bagi anak-anak kecil. Lama belajar dalam tingkat ini setahun;
(2) Tingkat Tahdhiriyah, lama belajar pada tingkat ini selama 3 tahun; dan (3)
Tingkat Ibtidaiyah, santri diterima pada tingkat ini adalah mereka yan telah
lulus dari tingkat sebelumya. Lama belajar 4 tahun. Sistem yang dipakai di
madrasah tersebut meniru model yang berlaku di Madrasah ash-Shaulatiyah
Makkah. Tingkat Thahdliriyah, yang dijarkan meliputi membaca al-Qur’an,
ibadah, tauhid, sirah dan Bahasa Arab. Selanjutnya tingkat ibtidaiyah,
141
pelajaran lebih luas dan mendalam meliputi; nahwu-sharaf, balaghah, tauhid,
fiqih, ushul fiqh, manthiq, taswuf, dengan menggunakan kitab-kitab standar,
bahkan juga kitab syarah dan hasyiah (Aziz, 2011: 57).

b) Gerakan Pendidikan
Pendidikan memiliki arti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak, supaya
dapat memajukan kesempurnaan hidup, selaras dengan dunianya. Pendidikan
yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak. Artinya pendidikan menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya (Dewantara, 1977). Asas pendidikan adalah pengalihan
kebudayaan (cultural transmission) dari satu generasi ke generasi berikutnya
dan pembangunan manusia (human development) (Barnadib, 2002). Berkaitan
dengan penjelasan tersebut, gerakan pendidikan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, dilakukan melalui:
1) Sistem Pendidikan dan Pengajaran
Sistem ini merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan
sistem yang berlaku pada sekolah modern. Proses perpaduan tersebut
berlangsung secara berangsur-angsur mulai dari mengikuti sistem klasikal.
Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu,
walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat
ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran tertentu.
Perkembangannya, kurikulum pada madrasah dari waktu ke waktu
senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan
kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah dengan tujuan peningkatan
kualitas madrasah, agar keberadaanya tidak diragukan dan sejajar dengan
sekolah-sekolah lainnya.
Upaya tersebut mulai terealisasi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Bersma (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1975, tentang peningkatan
mutu pendidikan pada madrasah. Hal tersebut menurut Nahdi, et al., (2018:
108) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sudah memikirkan dan melakukannya
sejak tahun 1943. Berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut, dimaksud dengan
madrasah ialah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran dasar,
yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajran umum.
Madrasah dalam hal ini memiliki 3 jenjang/tingkatan, yaitu ibtidaiyah,
tsanawiyah dan aliyah yang masing-masing sejajar dengan SD, SMP dan SMA.

142
2) Pendidikan Kesetaraan bagi Perempuan
Aziz (2011: 57) menyampaikan pendirian NBDI adalah bukti kepedulian
dan kesadaran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terhadap kondisi sosial
perempuan masa itu amat tersubordinasi oleh hegemoni kaum laki-laki,
padahal keberadaan perempuan memiliki peranan amat penting dan memang
tidak kalah penting dengan laki-laki dalam kehidupan masyarakat. Aziz
melanjutkan, tahun ajaran 1955 pernah dibuka Madrasah Mubaligh, namun
hanya berjalan 2 tahun. Tahun 1957 Muallimin dan Muallimat (4 tahun)
dijelmakan menjadi NWDI dan NBDI lanjutan (6 tahun). Tahun 1959
diresmikan berdirinya MMA sebagai lanjutan dari tsanawiyah dan Muallimin
(4 tahun), selanjutnya NWDI dan NBDI lanjutan (6 tahun). Tahun 1964 PAP
diganti menjadi PGAL dan tsnawiyah (4 tahun) diubah menjadi tsanawiyah (6
tahun). Tahun 1965 didirikan MDQH al-Majidiyah As-Syafi’iyah, sedang untuk
putri disebut Ma’had Lil Banat dimulai tahun 1974.

3) Sekolah umum
Upaya membuka sekolah umum di samping sekolah agama, bagi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid merupakan keharusan. Hal ini juga merupakan salah
satu strategi dakwahnya dengan mengkader santrinya memiliki kemampuan
yang mumpuni di ilmu umum (Muslim, 2014: 79). Masnun seperti dikutip
oleh Muslim (2014:75) menyebutkan bahwa dalam bidang kurikulum, TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid beranggapan bahwa menguasai bidang studi agama
seperti tauhid, fiqh, akhlak, ushul fiqh, ilmu mantiq, dan sebagainya baru
tampil pada bidang moral, tetapi tidak professional dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Artinya, dengan menguasai ilmu pengetahuan
agama seseorang hanya mampu berperan sebagai pembimbing spiritual dan
belum sanggup memerankan diri dalam dunia birokrasi dan teknologi sebab
tidak memiliki keterampilan dalam bidang tertentu, oleh karena itu menurut
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak ada dikotomi ilmu (ilmu umum dan
ilmu agama), keduanya penting untuk meraih kebahaiaan dunia dan akhirat.

4) Integasi Ilmu Agama dan Umum


Integrasi ilmu agama dan umum (sains) merupakan kelanjutan misi TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dalam mengembangkan sekolah umum, bahkan
sekolah agama, NW mengikuti kurikulum pemerintah dengan memberikan
muatan pelajaran umum di samping pelajaran agama. Madrasah induk di
Pancor di bawah pimpinan langsung TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak
lupa mengikuti perkembangan zaman sesuai konteks keindonesiaan. Setelah
sistem Makkah lama dipakai, tahun 1951 tingkat tahdliriyah dan ibtidaiyah
ala as-Shaulatiyah disesuaikan dengan perkembangan madrasah umumnya di
Indonesia, dengan mengintegrasikan keduanya menjadi ibtidaiyah (6 tahun).
143
Tahun yang sama, tepatnya 5 Oktober 1953 diresmikan Madrasah Muallimin
(4 tahun), Madrasah Muallimat (4 tahun), PGAP, di samping itu didirikan pula,
MTs (3 tahun) kemudian dijadikan 4 tahun. Madrasah lanjutan tingkat
menengah ini dibuka dengan tujuan menampung lulusan ibtidaiyah (6 tahun)
dan Sekolah Rakyat Negeri (SRN) 6 tahun (Aziz, 2011: 58).
Semangat integritas dari pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
tersebut tidak lepas dari realitas sejarah Islam pada abad 7-13 H ketika
operasionalisasi pendidikan Islam masih konsern dan intens pada dasar-
dasar agama. Umat Islam mampu menciptakan taraf kultur dan peradaban
yang sangat brilian dan masa supermasi kejayaan dengan predikat The Golden
Age of Science of Islam. Dunia Islam saat itu menjadi simbol kejayaan
keilmuan bagi masyarakat dunia. Masa itu ilmu integral dan holistik antara
yang sekularistik dan yang religius, antara yang material dan spiritual, antara
duniawi dan ukhrawi berjalan beriringan (Muslim, 2014: 84).

5) Pendidikan Multikultural
Mencermati gerakan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang
pendidikan, pada dasarnya telah menerapkan konsep multikulturalisme
melalui pendidikan, bahkan dalam perjalanan sejarah pendidikan yang
dikembangkan, ia sering menggunakan prinsip-prinsip akomodasi dengan
menggunakan kader dari luar Pancor sebagai pembantunya dalam mengelola
madrasah dan organisasi NW (Muslim, 2014: 89). Pendidikan multikultural
dikembangkan ini tidak lepas dari misinya menyebarkan ajaran Islam yang
dipahaminya secara inklusif lewat organisasi NW yang didirikan.
Pemahaman multikutural ini terus dikembangkan dan disebarkan pada
umat lewat pengajian dan pendidikan. Upaya menyebarkan panji-panji NW
merupakan visi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk disebarkan bukan
hanya di Lombok atau Indonesia bahkan sampai ke seluruh penjuru dunia
sebagaimana dapat dijumpai dari beberapa karyanya, di antaranya dalam
Hizib NW: “Wansyur liwaanahdlatil Wathan fi al-a’lamin” (sebarkanlah panji-
panji/bendera Nahdlatul Wathan di segala penjuru dunia), “wansyur wahfazh
wa ayyid nahdlatul wathan” (sebarkan, jagalah, dan perkuat perjuangan NW).

6) Kriteria Pendidik
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik
banyak dipengaruhi oleh Kitab Ta’lim al-Muta’allim yang dikarang oleh Imam
Az-Zarnuji. Catatan Muslim (2014: 85-86) setidaknya ada 6 sifat yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik menurut Syeikh Az-Zarnuji, yaitu berilmu yang
luas, wara; berwibawa, santun, dan pnyabar. Semua syarat di atas
dititikberatkan pada segi moral dan kepribadian. Bagi seorang guru masih

144
diperlukan sifat-sifat lainnya seperti punya perhatian pada anak didik dan
pendidikan, kecakapan mengransang anak untuk belajar berpikir.

c) Gerakan Sosial
NW sebagai organisasi sosial keagamaan berdiri tahun 1953, mengarahkan
kegiatan pemurnian praktek keagamaan masyarakat Sasak, terutama terhadap
penganut Islam Wetu Telu. Gerakan itu dilakukan melalui pendidikan keagamaan
pada cabang Madrasah NW, gerakan sosial dan dakwah Islamiyah. Perubahan
sosial keagamaan masyarakat Wetu telu ke Islam Waktu Lima terjadi di
Narmada, merupakan suatu realitas sosial yang riil. Terjadinya tindakan
perubahan keagamaan tersebut, tidak dapat dipisahkan dari peran strategis
organisasi sosial NW. NW berupaya semaksimal mungkin untuk terus
mendorong masyarakat, terutama orang-orang Wetu Telu, untuk mengamalkan
ajaran Islam yang sebenarnya dan yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan
hadist. Keberhasilan NW dalam mendorong terjadinya perubahan keagamaan
orang-orang Wetu Telu di wilayah Narmada tidak dapat dilepaskan dari kuatnya
modal sosial (social capital) yang dimiliki NW, yaitu pertama, norma dasar
warga NW; kedua, adanya hubungan sosial dan kerjasama; ketiga, kuatnya rasa
kebersamaan di antara waga NW (Baharuddin, 2007: 129).

d) Semboyan Perjuangan
Implikasi semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddn Abdul Majid tentunya
berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti yakin, ikhlas,
istiqomah. Yakin sebagai cara pandang, berperilaku, dan berbuat tidak ragu pada
sesuatu yang telah menjadi ketetapan Allah; melakukan suatu pekerjaan tanpa
mengharap imbalan dari sesama (manusia); semata-mata mengharap ridha
Allah; patuh atau taat melaksanakan ajaran agama (islam); dan toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain; serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Ikhlas merupakan cara berpikir, perilaku, dan berbuat rela terhadap sesuatu
yang dianggap paling baik dengan harapan mendapatkan ridha Allah Swt. Ikhlas
sebagai dalam perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid ditunjukkan dengan
berjuang mengatasi segala keadaan, meninggalkan keluarga, meninggalkan
kampung halaman dan pekerjaan namun tetap berserah diri pada Allah.
Keikhlasan ini sebagai ekspresi atas kebesaran dan kekuasaan Allah dengan cara
melaksanakan syariat Islam secara sungguh-sungguh; mempraktikkan ajaran
Islam dalam semua aspek kehidupan; berjuang melawan kolonialisme-
imperialisme; dan mengingat nama Allah dalam setiap nafas perjuangan.
Istiqomah dapat dimaknai sebagai perilaku dan perbuatan sabar, tabah, dan
tegar menghadapi segala sesuatu yang dihadapi. Istiqomah sebagai perilaku dan
perbuatan tidak mengeluh saat mengalami kesulitan atau musibah; menahan

145
diri dari amarah (emosi); ikhlas dalam berjuang; bijaksana menghadapi setiap
permasalahan yang dihadapi.

Kesimpulan
NW didirikan semata-mata dalam rangka dakwah (li i’lâ’i kalimat al-Islâm wa al-
muslimîn). Suatu misi dakwah tidak akan sukses kecuali dengan metode-metode
tertentu (bi al-hikmāh). Tidak ada suatu pola atau metode yang paling baik kecuali
metode yang telah dilakoni oleh aktornya dalam dunia dakwah realitas secara baik
dan efektif. Sebaik-baiknya metode dakwah yang telah teruji tersebut, akan menjadi
romantisme sejarah belaka kalau tidak diwarisi oleh generasi berikutnya.

Di NW, berdasarkan uraian sebelumnya, perjuangan yang dilakukan atau dilakoni


oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melalui gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta semboyan perjuangan sampai akhir hayatnya dilakukan melalui
dakwah lisan, pendidikan formal, pengajian umum (da'wah bil-lisân/bil hâl).
Gerakan pendidikan dilakukan melalui sistem pendidikan dan pengajaran, sekolah
umum, integrasi ilmu agama dan umum, menyelengarakan pendidikan kesetaraan,
pendidikan multikultural, dan menetapkan kriteria pendidik. Sementara itu,
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dapat dilakukan dengan
menanamkan nilai-nilai perjuangan, seperti yakin, ikhlas, dan istiqomah. Nilai-nilai
tersebut dapat diterjemahkan dalam proses pendidikan dan pembelajaran pada
peserta didik agar memiliki kekuatan dalam berjuangn untuk bangsa dan negara.

Setelah Anda memahami lebih dalam mengenai NW sebagai gerakan dakwah,


pendidikan, dan sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid yang turut mewarnai perkembangan pendidikan di Indonesia, silahkan
menjawab beberapa pertanyaan reflektif berikut ini.

Lembar Kerja 10
Apa pandangan yang Anda miliki saat ini tentang gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
mengembangkan pendidikan di Indonesia?
1. Saya merasa ……………... apabila ditugaskan mengajar dengan memahami gerakan
dakwah, pendidikan, dan sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam pembelajaran pada peserta didik.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. Pandangan saya tentang gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran
di Indonesia yaitu ………………………………………………………………………………………
b. Pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ……….
c. Pandangan saya lainnya yang ……………………………………………………………………
146
d. Keyakinan saya bahwa ……………………………………………………………………………..
e. Pengalaman dan memori saya bahwa ……………………………………………………….

D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari tentang gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran mempengaruhi
proses pendidikan dan merefleksikan dalam pembelajaran, silakan bekerja dalam
kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan
tugas berikut.

Lembar Kerja 11 – Kelompok


1. Silahkan berbagi pemikiran mengenai gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial,
serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran yang mempengaruhi proses pendidikan pada rekan sekelompok.
Kemudian diskusikan pertanyaan berikut ini:
a. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses pendidikan?
b. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang kesiapannya
mengajar dengan memperhatikan gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial,
serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran pada peserta didik?
c. Apa persamaan dan perbedaan pandangan tentang gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam pembelajaran yang turut mempengaruhi proses
pendidikan yang dimiliki?
d. Apa persamaan dan perbedaan pandangan tentang mengajar dengan
memperhatikan gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta semboyan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran pada
peserta didik yang dimiliki?
2. Presentasikan hasil diskusi kelompok dalam bentuk visualisasi yang kreatif.

Pertemuan 6

E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda. Silakan memperhatikan presentasi
dari kelompok lainnya, dan berikan apresiasi dengan saling memberikan penilaian.

147
Penilaian Tugas Kelompok:
▪ Tugas kelompok ini akan dinilai, baik oleh dosen maupun oleh kelompok
lainnya.
▪ Tiap kelompok menilai presentasi dari kelompok lainnya, dengan panduan yang
disediakan. Tuliskan penilaian kepada kelompok lain dengan menyebutkan hasil
penilaian (A/B/C/D) beserta komentar tentang apa yang paling membuka mata
dari presentasi tersebut.
▪ Panduan penilaian dapat dilihat dalam rubrik berikut. Kolom A adalah hasil ideal
yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.

A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. kurang jelas.
dipahami. Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
Visualisasi
memberikan insight mendeskripsikan
menarik dan Visualisasi
atau pembelajaran keterkaitannya.
kreatif. kurang kreatif
terkait topik
bahasan. Visualisasi cukup dan menarik.
menarik dan
Visualisasi sangat kreatif
menarik dan kreatif

F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:

Lembar Kerja 12
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut

G. Koneksi Antar Materi


Buatlah koneksi antar materi dari pembelajaran mengenai topik bahasan tersebut
dengan pembelajaran yang sudah, sedang, atau akan Anda pelajari di mata kuliah
PPG lainnya. Selain menyebutkan topik dalam mata kuliah ini dengan topik dalam
148
mata kuliah lain, sebutkan juga keterkaitannya. Buatlah koneksi tersebut dalam
bentuk visual untuk memudahkan kita semua dalam memahami, bisa dalam bentuk
mindmap, diagram, bagan, atau lainnya.

Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya

H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.

No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi


1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami
tentang topik ini? Apa hal baru yang Anda
pahami atau yang berubah dari pemahaman di
awal sebelum pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar
materi baik di dalam mata kuliah yang sama
maupun dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat
ini, dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

149
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam blog refleksi dalam blog
blog dengan alur blog dengan alur dengan cukup dengan kurang
yang jelas dan yang jelas dan mudah dipahami. jelas dan sulit
mudah dipahami, mudah dipahami. dipahami.
serta kreatif. Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan secara mendalam, menguraikan
menguraikan secara mendalam namun kurang secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan tajam dalam pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam mengaitkan topik bahasan, dan
secara tajam pandangan pandangan tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik mengenai topik pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari bahasan. mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan.
dirinya dan kelompoknya. Mahasiswa
kelompoknya, menyimpulkan Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa secara sederhana atau kurang jelas
dengan materi menyimpulkan pemahamannya dalam
dari MK lain. pemahaman mengenai topik menyimpulka
mengenai topik bahasan. pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara mengenai topik
menyimpulkan jelas. Mahasiswa secara bahasan.
pemahaman singkat
mengenai Mahasiswa mengaitkan Mahasiswa tidak
topik bahasan mengaitkan pembelajaran dari mengaitkan
secara tajam. pembelajaran dari modul ini dengan pembelajaran dari
modul ini dengan kesiapannya modul ini dengan
Mahasiswa kesiapannya mengajar sebagai kesiapannya
mengaitkan mengajar sebagai guru. mengajar sebagai
pembelajaran dari guru. guru.
modul ini dengan
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.

Catatan untuk Dosen Pengampu


▪ Modul ini disusun untuk menggali pengalaman dan wawasan para calon guru
terkait proses mendidik yang sesuai.
▪ Modul ini dapat dimodifikasi oleh dosen pengampu.
▪ Dosen pengampu dapat menambah materi terkait topik bahasan.
150
▪ Selain penilaian tugas kelompok (LK) dan blog, dosen pengampu juga perlu
menilai partisipasi dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rubrik
penilaian partisipasi dan sikap ini bisa digunakan, namun dipersilakan untuk
dimodifikasi, atau mengembangkan sendiri. Kolom A adalah kondisi ideal yang
diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa tidak
memberikan memberikan terlihat terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa kurang Mahasiswa tidak
pemahaman klarifikasi. menunjukkan menunjukkan
seluruh mahasiswa. perilaku perilaku
Mahasiswa cukup memfasilitasi memfasilitasi
Mahasiswa menunjukkan rekan rekan
menunjukkan perilaku mahasiswanya mahasiswanya
perilaku memfasilitasi dalam proses dalam proses
memfasilitasi rekan rekan pembelajaran baik, pembelajaran
mahasiswanya mahasiswanya di kelompok baik, di kelompok
dalam proses dalam proses maupun di kelas maupun di kelas
pembelajaran baik, pembelajaran secara secara
di kelompok baik, di kelompok keseluruhan. keseluruhan.
maupun di kelas maupun di kelas
secara keseluruhan. secara Mahasiswa
mengumpulkan Mahasiswa tidak
keseluruhan. mengumpulkan
Mahasiswa tugas melebihi
Mahasiswa dengan tenggat tugas.
mengumpulkan
tugas sebelum mengumpulkan waktu yang
tenggat waktu yang tugas sesuai ditentukan.
ditentukan. dengan tenggat
waktu yang
ditentukan.

151
Topik 4
Pemikiran Kebangsaan dan Nilai-Nilai Perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid

A. Pengantar

Durasi : 3 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. menganalisis pemikiran kebangsaan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid
2. mendiskusikan nilai-nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran.
Indikator : 1. Ketepatan menganalisis pemikiran kebangsaan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
2. Ketepatan mengidentifikasi nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Kriteria penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk penilaian : Nontes (unjuk kerja dan portopolio)
Metode pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 3 X 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’);
• Tugas 2: Laporan analisis pemikiran kebangsaan
dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.
Materi pembelajaran : 1. Pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid;
2. Refleksi atas nilai-nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.

Pertemuan 7

B. Mulai dari Diri

Mahasiswa PPG Prajabatan yang berbahagia

Selamat datang di topik ini, yaitu pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Topik ini penting untuk mengantarkan Anda
memahami pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.

Setelah mempelajari topik ini, Anda diharapkan mampu:


1. menganalisis pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
2. menyimpulkan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
diskusi dan tulisan blog.

152
Kita akan mulai pembelajaran tentang pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan mencermati deskripsi uraian
materi di bawah ini.

Setelah mencermati deskripsi tentang pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai


perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, silakan Anda menjawab pertanyaan
berikut ini:

Lembar Kerja 10
Dari pengamatan tentang kondisi daerah tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama
dan berbeda yang Anda temui?
……….…………………….……………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi bangsa dan pendidikan
tersebut?
……………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang bangsa dan pendidikan pada masa itu?
……………………………………………………………………………………………………………………

Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan reflektif berikut ini:


1. Bila Anda mendapatkan tugas mengajar bagaimana Anda membangun
pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan?
……………………………………………………………………………………………………………………
2. Siapkah Anda mengajar dengan memperhatikan pemikiran kebangsaan dan
nilai-nilai perjuangan? Apa alasannya?
……………………………………………………………………………………………………………………

Mari berproses bersama dalam rangkaian pembelajaran selanjutnya untuk semakin


memahami pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.

C. Eksplorasi Konsep
Selanjutnya mari kita eksplorasi lebih lanjut terkait pentingnya mempelajari
pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.

1. Pemikiran Kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid


a. Gerakan Kebangsaan
1) Kebangsaan sebagai Kesadaran
Kebangsaan merupakan kesadaran individu dan kolektif tentang bangsa
terkait kemerdekaan, ideologi, kesejahteraan, persatuan, kebudayaan, dan
aspek kecerdasan lainnya (Muladi, 2006). Kesadaran, berkebangsaan dalam

153
konteks keindonesiaan dewasa ini mengalami berbagai tantangan, seperti
yang terjadi banyaknya pengingkaran atas hak dasar berketuhanan dan
berkemanusiaan; menguatnya identitas individual dan menafikan
kebhinnekaan; kecenderungan menguasai sumber daya secara individual
dengan mengabaikan kepentingan massal, dan cenderung menggangu cita-
cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 1945.
Friedman dalam buku The World is Flat dikutip Tilaar (2005), mengatakan
abad ke-21 telah mengubah wajah dunia, bukan lagi dunia yang bulat
melainkan dunia yang rata. Pernyataan Friedmman tidak berlebihan dengan
realitas terbuka dan luasnya berbagai akses yang menjelma menjadi budaya
global. Bahasa dan modal global, secara perlahan namun pasti telah
mengaburkan identitas genuine dalam konteks Indonesia sebagai suatu
bangsa. Kondisi demikian, merefleksi, memahami, dan menransformasi
kembali nilai kebangsaan sebagai kesadaran individu dan kolektif niscaya
dilakukan sebagai upaya mengembalikan kesadaran dan tindakan kolektif
dalam memulihkan keadaan, mengisi dan melanjutkan cita-cita luhur
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu agenda strategis adalah membumikan nilai-nilai kebangsaan
dalam sejarah NW sebagai khasanah lokal bermatra nasional, yang memenuhi
kebutuhan universal masyarakat Indonesia dalam memahami konsep dan
tindakan kebangsaannya. Historical reason-nya adalah kelahiran organisasi
NW-NWDI bermula dari NWDI dan NBDI sebagai lembaga pendidikan
merupakan gerakan, berdinamika membentuk organisasi, bergumul dengan
pemikiran dan gerakan, hingga survivalitas dewasa ini tidak lepas dari entitas
berkebangsaan dengan tetap ber-Pancasila, ber-Bhinneka Tunggal Ika, ber-
NKRI, dan berdasarkan UUD 1945.

2) Nama, Pilar, dan Semboyan sebagai Simbol Gerakan


NW sebagai organisasi massa Islam, lahir di Lombok Nusa Tenggara Barat,
tahun 1934. NW lahir dalam kondisi bangsa belum mengenal indentitas
Indonesia, sehingga ide kelahirannya tidak lepas dari kesadaran dan
keinginan untuk merdeka. Fase awal berdirinya, NW sangat kental dengan
jiwa dan perjuangan kemerdekaan. Fase selanjutnya pada era kemerdekaan,
melalui instrumen pendidikan (pengetahuan Islam dan umum), dakwah,
sosial, dan pengembangan ekonomi, NW tetap konsisten membangun
kesadaran dan praktek kebangsaan Indonesia, hingga era globalisasi.
Nama NW berawal dari Pesantren al-Mujahidin (1934). Izin pendirian dan
pembukaan madrasah dikeluarkan oleh Oost Controlier Hindia Belanda di
Selong, Lombok Timur (1937) dengan nama resmi Madrasah NWDI.
Madrasah ini bertujuan memberikan pelajaran agama islam yang lebih
154
bermutu kepada masyarakat sebagai respons kondisi masyarakat Lombok
yang diwarnai kebodohan dan keterbelakangan (Dinsos NTB, 2017). Secara
etimologis Arab, nahdah berarti perjuangan, kebangkitan, dan pergerakan.
Wathan berarti tanah air, bangsa atau negara. Sedangkan Diniyyah Islamiyyah
berarti agama Islam. Nama tersebut merefleksikan suasana psikologis dan
kondisi sosial pada saat itu, terutama terkait jargon atau semboyan jihad
(perjuangan) menggelorakan semangat patriotisme dalam melakukan
perlawanan terhadap penetrasi kolonialisme Belanda dan Jepang, serta upaya
memberdayakan pendidikan untuk kecerdasan masyarakat yang sedang
terpuruk dan terbelakang (Yusuf, 1976, Nahdi, 2012).
Semboyan “Yakin, Ikhlas, Sabar, dan Istiqomah” sebagai landasan pikiran
perjuangan keagamaan dan kebangsaan, memiliki makna bahwa: (1) yakin;
sebagai pilar strategis perjuangan NW merupakan sikap percaya pada iradah
Allah. Yakin merupakan modal spiritual sebagai komitmen hati dan moral
dalam menegakkan ajaran tauhid. Yakin sebagai pilar strategis perjuangan
NW menjadi menyejarah dalam mewarnai kelahiran NW/NWDI. Yakin
berkaitan dengan kepercayaan hati dan pikiran atas kebenaran berdasarkan
pertimbangan nalar dan pengalaman empirik; (2) ikhlas; mengacu pada
kerelaan dan kesungguhan hati membela dan memperjuangkan kebenaran
yang menjadi keyakinannya. Jika ikhlas semata-mata bersumber dari
kerelaan yang dikuatkan rasionalitas, (jiwa); (3) sabar; berurusan dengan
penerimaan secara teguh dengan sentuhan emosi yang kokoh, dan (4)
istiqomah berhubungan dengan kedisiplinan atau konsistensi sikap seorang
dalam mengembangkan kebenaran yang diyakininya. Keempatnya (yakin,
ikhlas, sabar, dan istiqomah) merupakan tiga entitas yang hierarkis, bersiklus,
dan integral dalam membentuk keteguhan hati dan pikiran atas kebenaran,
bersungguh-sungguh dalam melakukannya dalam kehidupan nyata, dan
konsisten atas pilihan itu (Nahdi, 2012).
Semboyan “Kompak, Utuh, Bersatu” sebagai nuansa kultural perjuangan
keagamaan dan kebangsaan. Setelah pilar “Yakin, Ikhlas, Sabar, dan
Istiqamah” menjadi nilai dasar perjuangan NWDI, semboyan “Kompak, Utuh,
dan Bersatu” sebagai nilai kultural pada tingkat transformasi. Ketiga
semboyan ini selalu digelorakan pada kegiatan pengajian dan pembelajaran
di Madrasah NWDI (Nahdi, 2012). Keyakinan, keikhlasan, kesabaran, dan
keistiqamahan merupakan khazanah individual, ketika bermuara pada
gerakan, harus merupakan khazanah yang terstrukturisasi dalam tindakan
kolektif. Kompak bermakna penyatuan suara untuk satu cita-cita, harapan
dan tindakan. Utuh berarti kokoh berarti tidak ada yang berpaling dan
tercecer dalam agenda menuju cita-cita dan harapan. Atau sama-sama bekerja
dan bekerja sama untuk cita-cita dan harapan yang sama. Bersatu, bermakna
155
menjadi satu lagi sesampai di tujuan akhir, apakah tujuan itu merupakan titik
tuju bersama-sama. Jika berhasil adalah sukses bersama, jika gagal adalah
kegagalan semua.

b. Karaketristik Gerakan Kebangsaan


1) Representasi Negara (Anggota Delegasi Kehormatan Haji NIT)
Kembali pada tahapan salah satu tahapan sejarah menurut Feith dan
Castle; internal dialectics dan kesinambungan pemikiran, bahwa merdeka
menjadi syarat pertama dan utama berlangsungnya proses berideologi,
berpolitik, berekonomi, bersosialisasi sebagai bangsa dan bagian dunia,
berbudaya dalam konteks lokal yang beraneka tetapi menjadi kesatuan, dan
menjaga keamanan internal dan eksternal. Pada fase ini, walaupun Indonesia
sudah merdeka tapi masih mencari bentuk ideal sebagai suatu negara.
Kondisi saat itu (1947) masih nuansa negara-negara boneka sebagai bentuk
negara oleh Hindia Belanda melalui politik devide et impera.
Lombok sebagai salah pulau dalam gugusan Sunda Kecil masuk dalam 13
daerah dalam NIT. Salah satu agenda untuk menemukan bentuk Indonesia
sebagai negara, tokoh-tokoh lokal daerah bagian NIT, termasuk TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid menyetujui dibubarkan NIT (1949), dan menyatakan
kembali pada NKRI. Fase sebelumnya (sebelum 1949) dimanfaatkan untuk
mendeklarasikan NKRI kepada seluruh penjuru dunia, termasuk misi
diplomasi pengakuan NKRI yang dilakukan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid selaku anggota kehormatan haji NIT tahun 1947.
Frasa kunci bagian ini adalah kelanjutan pikiran dan penyadaran merdeka
sebagai internal dialects dan kesinambungan sejarah dalam bentuk mengisi
agenda berbangsa Indonesia, yakni meninggalkan bentuk negara peninggalan
Hindia Belanda dan menggalang dukungan de facto NKRI melalui proses
diplomasi. Matra kebangsaan strategis dikandung dalam maksud NKRI adalah
beberapa pasal dalam UUD 1945; Pasal 1 (1); Pasal 18 (1); Pasal 18 B (1);
Pasal 18 B (2); Pasal 25A; dan Pasal 37 (5), (Sekretariat Jenderal MPRRI,
2016). Selain tersurat tentang pasal-pasal dalam UUD 1945, rumusan pasal-
pasal tersebut menyiratkan penjelmaan dari sila ketiga Pancasila, “Persatuan
Indonesia”. “Persatuan Indonesia” dalam makna ini dipahami sebagai unity
dari berbagai perbedaan ‘diveristy’ yang mewarnai unsur-unsur pembentuk
keindonesiaan: perbedaan etnis, suku, agama, bahasa, budaya, dan adat
istiadat. Karena itu, selain matra Persatuan Indonesia dalam sila ketiga
Pancasila, konteks ini kental dengan matra “Bhinneka Tunggal Ika” (unity in
diversity).

156
2) Menghimpun Sumber Daya Lokal (TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid sebagai Dewan Syuriah PUIL, Masyumi, dan Konsulat
NU)
Perjuangan Indonesia merdeka, diplomasi untuk pengakuan, dan
mengisinya dengan beragam agenda pembangunan tentunya membutuhkan
wadah untuk menghimpun sumber daya lokal yang memiliki cita-cita dan
tujuan bersama setelah Indonesia merdeka. PUIL, Masyumi, dan Konstituante
adalah wadah pergerakan mengisi kemerdekaan Indonesia untuk berbagai
agenda, seperti politik, ideologi, agama, sosial-ekonomi, dan kebudayaan,
unsur-unsurnya berasal dari tokoh-tokoh pergerakan-perjuangan daerah
(lokal). Dipahami bahwa keberadaan wadah tersebut sebagai instrumen
gerakan mengisi kemerdekkaan Indonesia.
Melalui wadah tersebut, para tokoh pejuang atau pergerakan daerah
menyampaikan aspirasinya untuk berbagai agenda mengisi kemerdekaan
Indonesia dalam satu sistem ketatanegaraan Indonesia. Melalui fakta sejarah
ini, matra kebangsaan strategis yang ditawarkan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid sebagai refresentasi NWDI, NBDI, NW dan salah seorang tokoh
perjuangan pergerakan dari daerah adalah “Persatuan Indonesia”. “Persatuan
Indonesia”, maknaya satu cita-cita, yakni mengisi Indonesia merdeka dengan
agenda-agenda kebangsaan, karena hal yang sama juga sedang digerakkan
oleh putra-putra Indonesia dari daerah lain di Indonesia.
Sebagai wadah instrumen ide dan gagasan mengisi kemerdekaan
Indonesia, agenda TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menyiratkan matra
“Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan
Perwaakilan”, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, yang tidak
memungkinkan seluruh rakyat untuk menyampaikan ide dan gagasan
mengisi kemerdekaan hadir bersama dalam satu proses pengambilan
keputusan, karena itu dibutuhkan sistem perwakilan. Selanjutnya, perwakilan
masing-masing daerah memiliki berbagai perbedaan, tetapi perbedaan itu
diikat oleh satu agenda, yakni mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena itu,
matra kebangsaan strategis dalam konteks sejarah ini adalah Bhinneka
Tunggal Ika dengan makna berbeda-beda, satu tujuan.

3) NW sebagai Aset Negara-Bangsa


Bulan Mei 2016, pada acara sarasehan penyiapan dokumen usulan gelar
pahlawan nasional bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, mengacu narasi
sejarah colligation, plot, dan struktur, oleh W.H. Walsh, penulis sekaligus
peneliti sebagai memandu acara tersebut menyampaikan pengantar, bahwa:

157
…berdiskusi tentang NW, tentu berdiskusi tentang TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sebagai tokoh sentral pada fase sejarah awal, perubahan, dan
pengembangannya, sesungguhnya kita sedang berdiskusi tentang
kebangsaan Indonesia.

Pernyataan pengantar di atas cukup beralasan mengingat cita-cita NW


pada fase awal sejalan dengan cita-cita kebangsaan Indonesia, yakni
Indonesia merdeka, lalu memertahankan kemerdekaan Indonesia, berikut
mengisinya dengan agenda-agenda pembangunan pada fase perubahan dan
pengembangan. Terjadi semacam linieritas dalam cita-cita dan agenda antara
Indonesia sebagai bangsa dan NW sebagai organisasi pergerakan kebangsaan.
Acuan dokumentatif yang dapat memperkuat argumentasi tersebut bahwa
NW, berikutnya NWDI, dan NBDI lahir sebagai organisasi/wadah perjuangan
masyarakat Lombok NTB untuk bangsa, negara, dan agama mengakomodasi
konteks lokal sejalan dengan konteks negara dan berada dalam lingkup NKRI.
Matra strategis dalam fase sejarah ini adalah mengakomodasi berbagai
perbedaan dengan satu tujuan, yakni mengisi kemerdekaan Indonesia
Bhinneka Tunggal Ika, dan dalam satu wadah negara Kesatuan Indonesia,
“Persatuan Indonesia”.
Proses penyatuan pikiran yang berbeda-beda tersebut memerlukan proses
permusyawaratan melalui organisasi NW, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan Permusywaratan Perwakilan”. Mengingat wadah NW
adalah wadah menghimpun agenda-agenda perjuangan mengisi kemerdekaan
Indonesia, sangatlah tepat jika NW menjadi bagian aset penting negara dan
bangsa Indonesia. Diresmikannya NW sebagai organisasi massa tahun 1953
berdasarkan ketentuan legalitas di tingkat negara berarti negara memenuhi
tanggung jawab melegalkan aset negara untuk kepentingan kebangsaan.

4) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid: Dialektika Ulama-Umara


Kembali mengacu pada rangkaian sejarah sebagai teks naratif menurut
Walsh, pada colligation yang membangun inner connection antara ilmu
keagamaan (Islam) yang dipelajari TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid di
Madrasah ash-Shaulatiyah yang menjadikannya sebagai ulama dan tanggung
jawab sosial kemasyarakatan, sebagai masyarakat maupun sebagai pemimpin
(umara’). Terdapat hubungan antara dua kompetensi berbeda, namun
keduanya berkaitan dalam bentuk saling mereferensi dalam membangun dua
kapasitas pada satu personalitas TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Lalu
terdapat inner connection antara jaringan ilmu di Madrasah ash-Shaulatiyah
dengan kondisi di Indonesia saat bersamaan. Dua inner connection ini
membantu kita memahami lebih jauh penjelasan Azra (1994) “Jaringan Ulama

158
Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII”, yang generasinya
sampai pada sosok TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid di Lombok.
Piranti sejarah yang penting dipahami adalah latar belakang para ulama
Timur Tengah masa itu dan kondisi Indonesia yang menuntut para ulama
juga terjun dalam agenda kebangsaan. Inner connection tersebut
mengharuskan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mengambil peran sebagai
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kurun waktu 1971-
1982. Saat bersamaan, ia juga sebagai Anggota Konstituante MPR RI. Jelas
tergambar bahwa ada tanggung jawab ganda yang diperankan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, sebagai ulama sekaligus umara. Tentu kedua peran
tersebut tidak semata untuk simbol sosial, namun substansi tanggung jawab
sejarah yang melingkupinya. Dipahami bahwa peran ganda sebagai ulama dan
umara TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam memperkuat pengkhidmatan
terhadap bangsa, negara, dan agama. Melalui peran ganda tersebut, TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid memainkan fungsi katalis masyarakat yang
diwakilinya dalam konteks pembangunan nasional.
Pembuktian atas peran ganda ulama dan umara oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, bahwa dalam majelis-majelis taklim yang difasilitasinya, selain
menyampaikan substansi ajaran dan prakteks keislaman, ia juga
menyampaikan substansi ketatanegaraan. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
melakukan content knowledge transmission tentang relasi hirarkis beberapa
dokumen legal negara sebagai bagian tidak terpisahkan dari matra UUD 1945.
Sebagai contoh, pidato TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada satu majelis
ta’lim tahun 1970-an, intinya adalah “tanggung jawab seorang pemimpin
(pemimpin negara) dengan berbagai persyaratan, proses pemilihan, dan
aturan-aturan hukum yang harus dipatuhinya.
Kajian ini tergambar dengan jelas relasi hirarkis antara UUD 1945 sebagai
hukum dasar, Undang-Undang (UU) sebagai turunannya, dan Peraturan-
Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjukan tekninya. Sebagai ulama,
tentu kiprah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sudah sangat jelas sebagai
transmission agent of Islamic Knowledge Content, sedangkan kiprah sebagai
umara dapat ditelusuri pada agenda-agenda pembangunan di era
pemerintahan saat TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mengemban peran ganda
tersebut.

5) NWDI, NBDI, NW, dan Kontekstualisasi Dinamika Sejarah


Bangsa
Sejarah adalah teks, konteks, dan hubungannya dengan masyarakat dalam
proses menyejarah. Menyejarah dipahami sebagai suatu kontinuitas dinamik
sebagai kelanjutan pemikiran, penyadaran, dan melaksanakan agena
159
kebangsaan setelah Indonesia merdeka. Untuk memenuhi dinamika dan
kontinuitas tersebut, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melakukan dinamisasi
struktural dan kultural. Secara struktural, organisasi NW dikonstruksi
mengikuti kebutuhan kontekstual pembangunan, sesuai misi pendidikan,
sosial, dakwah Islam, dan pengembangan ekonomi ummat.
Unit-unit kerja yang berada di bawah koordinasi NW dibentuk untuk
bertanggung jawab terhadap pencapaian misi pendidikan melalui sekolah-
madrasah, lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan, serta lembaga kursus
vokasi. Untuk pencapaian misi dakwah, dibentuk lembaga dakwah dan
lembaga kajian keislaman. Untuk mendukung pencapaian misi sosial,
dibentuk lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan yang bersifat carity
kepada masyarakat yang membutuhkan. Untuk pengembangan misi ekonomi,
dibentuk beberapa lembaga keuangan mikro, dan biro-biro layanan ekonomi
lain. Secara kultural, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menginisiasi
penyesesuaian pada semua capaian misi, bidang kerja, dan uni kerja. Unit
kerja pendidikan disesuaikan dengan standar nasional pendidikan. Unit kerja
bidang sosial disesuaikan dengan substansi kerja-kerja bidang sosial
kemasyarakatan. Unit kerja bidang pengembangan ekonomi disesuaikan
dengan substansi agenda pembangunan bidang ekonomi.
Jika boleh menambah atribut pada personalitas TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, selain sebagai “Bapak Madrasah dan “Tokoh Masjid” karena ia
mendorong pendirian dan membina banyak madrasah, menginisiasi
pendirian masjid dan mengisinya dengan majelis-majelis pengajian, ia layak
digelari beberapa atribut lain. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid layak disebut
sebagai bapak “modernisasi pendidikan”, karena melakukan perubahan dan
penyesuaian mendasar terhadap bentuk dan sistem pendidikan di tingkat
lokal sesuai kebutuhan nasional. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid layak
disebut sebagai “pelopor kesejahteraan keluarga dan kesehatan anak”, karena
ia satu-satunya ulama yang memberikan fatwa syar’i untuk program KB dan
imunisasi, dan NW menjadi salah satu penggerakan penting di NTB.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sangat layak digelari “Tokoh
Transmigrasi, Intensifikasi-Ekstensifikasi Pertanian”, karena ia melalui
majelis pengajian terus mendorong pemerataan kesejahteraan melalui
program transmigrasi, serta menggiatkan pola pertanian dengan sistem gogo
rancah (Gora). Agenda-agenda penyesuaian struktural dan kultural yang
dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak lain hanya untuk memenuhi
hajatan dalam Pembukaan UUD 1945, “mencerdaskan kehidupan bangsa”,
cerdas spiritual, cerdas akademis, cerdas sosial, cerdas ekonomi, dan cerdas
budaya. Jika seluruh aspek kecerdasan terpenuhi, barulah kita sebagai bangsa
menjadi bangsa berkebangsaan yang memenuhi matra “kemanusiaan yang
160
adil dan beradab” dalam rangka “keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”, karena matra-matra kebangsaan yang dipenuhi mencakup seluruh
elemen bangsa; anak-anak, remaja, dewasa, pranata keluarga, pria-wanita,
tidak terlupakan mereka yang berkebutuhan khusus.

6) NW Menjawab Sejarah
Frasa ini penting diulang: menyejarah dipahami sebagai suatu kontinuitas
dinamik sebagai kelanjutan pemikiran, penyadaran, dan melaksanakan
agenda kebangsaan setelah Indonesia merdeka. Mengakomodasi pikiran
frasa di atas, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai peletak sejarah,
generasi berikut melanjutkan estafet sejarah. Disadari atau tidak disadari,
disengaja atau tidak disengaja pikiran dan tindakan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sebagai peletak sejarah, dan generasi berikut sebagai pelanjut
estafet sejarah senada dengan konsep Ernest Renan (1823-1892, dalam
Prisma, 13/2/3/2013), bahwa “bangsa itu adalah suatu nyawa, suatu asas-
akal” yang terjadi dari dua hal: rakyat yang dulunya menjalani satu riwayat;
dan sekarang mempunyai kemauan hidup menjadi satu (menyatu).
Demikian juga Bung Karno menguti Renan (Prisma, 13/2/3/2013), bangsa
adalah le desir d’etre ensemble (kehendak akan bersatu), satu jiwa dan
memiliki rasa kesetiakawanan. Sebagai peletak sejarah, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid menginisiasi gerakan kebangsaan bersamaan dengan lahirnya
NWDI dan NW (fase the genuine sejarah NW), lalu mengisi dan
mengembangkan kebangsaan fase berikutnya (fase the change dalam sejarah
NW), berikutnya dilanjutkan fase sekarang (fase the development dalam
sejarah NW) oleh generasi penerus TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Peran
ulama-umara yang diemban TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, berlanjut pada
peran ganda TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai salah satu penerus
strategis fase ini.
Sebagai ulama diemban TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan
mengambil peran sebagai pengasuh Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan (YPH-PPD NW Pancor)
dan agenda safari dakwah sebagai transmission agent of Islamic knowledge
content ke seluruh penjuru tanah air Indonesia dan mancanegara. Sebagai
umara, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., berkiprah dalam kancah politik
nasional sebagai Anggota DPR RI (2004-2008). Kiprah itu diperluas lagi
dalam agenda-agenda eksekusi pembangunan mengisi pembangunan dengan
menjadi Gubernur NTB (2008-2013 dan 2013-2018), dan peran-peran lain
yang tidak kalah strategis dalam mengisi pembangunan kebangsaan di era
reformasi ini.

161
Sebagai anggota legislatif, eksekutif, dan peran strategis lainnya, TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., menganut prinsip “kecintaan terhadap daerah adalah
kecintaan terhadap Bangsa Indonesia”, karena itu visi personal-individual
harus ditranformasikan menjadi visi kolektif-institusional di tingkat daerah
dan negara. Perwujudan rasa cinta dan visi tersebut menurut TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., bertransformasi dalam bentuk tanggung jawab
menegakkan nilai-nilai ketuhanan dan memaksimalkan sumber daya yang
dikaruniakan Tuhan di bumi Indonesia. Cinta-visi dan tanggung jawab ini
tidak lain untuk maksud “mencerdasakan kehidupan bangsa”, untuk sampai
pada terpenuhinya rasa keadilan bagi semua, sebagaimana “keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.

7) Narasi Sejarah NW adalah Sejarah Bangsa


Sejarah NW dan sejarah kebangsaan Indonesia sebagai narasi sejarah
memiliki rangkaian pararel dalam hal tujuan, yang dibentuk melalui
colligation, plot, dan struktur. Melalui colligation, nilai kebangsaan Indonesia
juga tampak dalam pikiran-penyadaran, dan agenda kebangsaan oleh TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid melalui NW. Keduanya menjadi satu inner
connection, yakni kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan Indonesia, yang
bersumber dari empat matra kebangsaan Indonesia: Pancasila, UUD 1945,
NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, karena dibentuk oleh berbagai perbedaan
dalam Bhinneka Tunggal Ika, dan proses colligation membentuk inner
connection tersebut terjadi melalui NW di Nusa Tenggara Barat, maka
kebangsaan dimaksud kebangsaan Indonesia.
Melalui plot dipahami bahwa terjadi relasi atraktif antara peristiwa sejarah
kebangsaan Indonesia dan sejarah NW sebagai teks, lalu teks dari konteks,
dan konteks berpengaruh pada masyarakat sewaktu teks sejarah terbentuk.
Dua peristiwa sejarah berbeda dengan tujuan sama ini membentuk suatu
ranagkaian peristiwa yang kita pahami sebagai peristiwa sejarah kebangsaan.
Melalui struktur dipahami bahwa setiap fase sejarah kebangsaan Indonesia,
juga terjadi pada sejarah NW, keduanya memunculkan warna matra
kebangsaan: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
perbedaan dalam hal struktur hanya tampak pada bentuk strukturnya, tetapi
nilai struktur tetap pararel dan memiliki inner connection, yakni kebangsaan
Indonesia. Memahami maksud analisis ini, mengakomodasi Gadamer (1972),
narasi tentang sejarah NW sejajar dengan narasi kebangsaan Indonesia.

8) Tokoh NW dan Pengakuan Negara


Kajian Sejarah dengan hermeneutika sebagai alat analisis, sehingga bukan
biografi atau otobiografi, yang bertanggungjawab melakukan proses evidensi
162
teori, yakni menemukan fakta dan relasi fakta dengan fakta lain dalam proses
sejarah, yang tidak saja memperkuat posisi teori tapi menjadikan suatu teori
menjadi sangat dialektis memandu proses kajian. Melalui proses evidensi
teori dan fakta sejarah dalam kajian ini, tidak menutup kemungkinan
bersinggungan dengan tokoh strategis dalam proses dan peristiwa sejarah.
Berdasarkan bantuan Hermeneutika, proses kajian ini memandang dan
memahami (understand and verstehen) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dari
luar dirinya secara subjektif dengan melihat hubungan kausal antara dirinya
dengan peristiwa sejarah yang dilaluinya (Dilthey, 1962).
Dipahami, bahwa TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, dalam pikiran,
tindakan, dan makna serta akibat pikiran dan tindakannya memiliki
sumbangan besar terhadap terbentuknya Indonesia merdeka dan Indonesia
yang berkebangsaan, melalui wadah kultural-struktural NW. TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid bagi dirinya adalah pribadi yang sudah selesai; sudah
melahirkan pikiran, sudah melakukan penyadaran, sudah mengagendakan
pikirannya dalam tindakan nyata, Indonesia sudah merdeka, dan sudah
menjadi bangsa yang berkebangsaan. Generasi hari ini dan masa depan
membutuhkan panutan dan teladan dalam mengisi tantangan masa depan.
Tahun 2017, Pemerintah Republik Indonesia menganugrahkan gelar
pahlawan nasional sebagai Pahlawan Nasional kepada Hamzanwadi dengan
sebutan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Pahlawan
Nasional.

c. Partisipasi Masyarakat dalam Gerakan Kebangsaan


Sejarah dengan berbagai aspeknya adalah sekumpulan pengetahuan dan nilai
yang perlu diwariskan kepada generasi masa depan melalui proses pendidikan.
Sejarah kebangsaan dalam sejarah NW, tujuan akhir proses pendidikan
pengetahuan dan nilai adalah terbentuknya generasi yang sadar akan sejarah
bangsanya, yang dengannya memiliki apresiasi yang sama dengan generasi
pencipta sejarah sebelumnya dalam konteks bangsa yang menyejarah. Tahapan
awal yang dilakukan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk maksud adalah
transfer atau alih pengetahuan dan nilai melalui berbagai proses pendidikan dan
pengajaran, formal maupun informal, kultural dan struktural. Melalui tahapan
transfer ini, generasi selanjutnya diharapkan memiliki kemampuan
mengidentifikasi (identfication) nilai-nilai luhur sejarah kebangsaannya, secara
khusus yang dipikirkan dan diagendakan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
melalui NW.
Hasil proses identification, para generasi diharapkan memiliki sikap;
menerima atau menolak, mengikuti atau melawan, mengembangkan atau
menghalangi sebagai suatu pilihan bagi dirinya sebagai individu atau kolektif.
163
Sikap melalui proses identification, generasi akan menjadi individu atau
kelompok yang memiliki identitas sejarah yang inner dengan dirinya, dan
dengannya akan memiliki tanggung jawab sejarah (admission), termasuk
tanggung jawab terhadap sejarah bangsa. Setelah knowledge content, sejarah
dengan sejumlah pengetahuan dan nilai harus dipahami melalui proses
dialektika sejarah. Dialektika sejarah dimaksud adalah pengetehuan dan nilai
kebangsaan NW oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada masing-masing fase
sejarah kebangsaan Indonesia menjadi acuan nilai, sumber pemikiran, dan
referensi tindakan dalam rangka kebangsaan. Sebagai sebuah nilai, sumber
pemikiran, dan referensi tindakan kebangsaan, nilai-nilai kebangsaan Indonesia
yang ditawarkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melalui NW memiliki relasi
dipengaruhi dan mempengaruhi (influence).
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan NW berada di tengah antara pengaruh
sebelumnya: pengaruh pergumulan pendidikan dan konteks sejarah, dan
pengaruh sesudah nilai, pemikiran dan tindakan dicetuskan. Pendidikan, kondisi
daerah dan bangsa menjadikan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sadar bahwa
Indonesia harus merdeka, harus menjadi bangsa, dan harus menyejahterakan
bangsanya. Kesadaran itu diwujudkan dengan mendirikan NW dan berkiprah
melalui NW. Saat berikutnya, wujudnya dalam bentuk ide dan tindakan itu
mampu menggugah kalangan lain di sekitarnya yang memiliki kesadaran yang
sama, lalu berjuang bersama-sama. Tidak mengherankan pada masa awal, semua
agenda perjuangan pergerakan kebangsaan Indonesia dilakukan kolektif
bersama masyarakat dan para murid-muridnya. Nilai kebangsaan ditawarkan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melalui NW mampu mempengaruhi
personalitas maupun kolektivitas lain dalam memperjuangkan dan mengisi
Indonesia merdeka sebagai bangsa. Bentuk pengaruh itu melalui agenda
bersama mengimplementasikan (implementation) secara produktif nilai-nilai
kebangsaan dalam mengisi Indonesia merdeka pada masing-masing fase
kebangsaan.
Munculnya pengaruh dari pikiran dan agenda-agenda kebangsaan melalui
NW bukan satu hal yang sekali jadi. Semuanya membutuhkan perjuangan keras
tanpa batas. Majelis-majelis pengajian yang difasilitasi TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid selaku ulama yang menguatkannya sebagai tokoh masjid dalam
rangka transmission of Islamic knowledge content merupakan ruang-ruang untuk
proses diseminasi (dissemination) atau penyebarluasan pikiran dan agenda
kebangsaan secara natural, maka tidak berlebihan, setiap memulai majelis,
selalu diingatkan inner values: Yakin, Ikhlas, Sabar, dan Istiqamah, serta
collectivity values: Kompak, Utuh, dan Bersatu, termasuk juga menyampaikan
pesan pembangunan untuk kesejahteraan sebagai bangsa, sehingga tidak jarang
pengajian disertai informasi tentang kesehatan reproduksi, kesehatan keluarga
164
dan balita, kerukunan rumah tangga, kependudukan, pertanian, ketaatan pada
hukum agama dan negara, dan aspek-aspek lain dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Media-media strategis untuk maksud ini adalah kumpulan doa (hizib), syair
(wasiat), lagu (nasyid), dan dokumen penguatan komitmen (bai’at). Tidak
sampai di situ saja, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga menguatkan ide dan
agenda kebangsaan secara terstruktur (socialization) melalui lembaga-lembaga
pendidikan (sekolah, madrasah) dengan memberikannya label NW. Demikian
juga, kelompok-kelompok lain yang bertangungjawab sebagai pemegang tongkat
estafet perjuangan pergerakan kebangsaan melalui NW dilabeli dengan NW:
Muslimat NW, Pelajar NW, Pemuda NW, Mahasiswa NW, Sarjana NW, Satuan
Tugas NW, dan Majelis-Majelis Ta’lim NW. Jadi, jangan terlalu cepat curiga kalau
semua dilabeli NW, tidak untuk sekadar berbeda dengan label-label lain, tetapi
label NW adalah simbol, substansi, dan spirit perjuangan-pergerakan
kemerdekaan dan kebangsaan Indonesia melalui NW. Jadi, dialektika sejarah NW
sebagai tanggung jawab sejarah dalam sejarah kebangsaan Indonesia mengikuti
tahapan mempengaruhi (influence), diterapkan/diwujudkan (implementation),
disampaikan secara alamiah (dissemination), dan disampaikan secara
terstruktur (socialization).

2. Nilai-nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam


Multiaspek Kehidupan
Sistem nilai yang ada dalam suatu masyarakat umumnya dijadikan sebagai
orientasi dan rujukan dalam bertindak. Nilai diyakini oleh seseorang dalam
mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara-cara, alat-alat dan tujuan-
tujuan yang ingin dicapainya (Koentjaraningrat, 1987: 85). Nilai merupakan suatu
yang diyakini kebenarannya dan dianut serta dijadikan sebagai acuan dasar
individu dan masyarakat dalam menentukan suatu yang dipandang baik, benar,
bernilai maupun berharga. Nilai merupakan daya pendorong dalam hidup yang
memberi makna dan pengabsahan pada tindakan seseorang. Nilai dalam setiap
individu dapat mewarnai kepribadian kelompok atau kepribadian bangsa (Hakim,
2012: 69).
Menurut Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (1987), ada lima masalah dasar
dalam kehidupan manusia yang menjadi landasan bagi variasi sistem nilai budaya,
yaitu: (1) masalah hakikat dari hidup manusia; (2) masalah hakikat dari karya
manusia; (3) masalah hakikat dari kedudukan manusia yang berhubungan dengan
ruang waktu; (4) masalah hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya,
dan (5) masalah hakikat dari hubngan manusia dengan sesamanya. Kelima masalah
tersebut sering disebut sebagai orientasi nilai budaya (value orientation). Meskipun
dikonsepsikan sebagai nilai budaya, namun dalam prakteknya hal ini dapat
165
dijadikan landasan untuk menentukan kedudukan nilai-nilai yang dapat diambil
dari perjalanan hidup TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
a. Nilai Religiusitas
Iman dan ketakwaan menurut TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memiliki
fungsi strategis yang sangat kuat dalam menjembatani nilai-nilai multi aspek
kehidupan yang lain. Sebagai bagian dari penguatan nilai keimanan dan
ketakwaan secara verbal selalu dikomunikasikan beliau di awal ceramahnya
(pengajian), misalnya dengan mengatakan Pokoknya NW, Pokoknya NW Iman
dan Takwa sebanyak tiga kali dan hal ini sudah menjadi bagian yang integral
dalam setiap dakwah beliau.
Beberapa syair yang beliau buat menunjukkan bahwa iman dan ketakwaan
pada dasarnya merupakan faktor internal (indirect couse) secara tidak langsung
dapat diperhatikan namun merupakan kekuatan yang paling mempengaruhi
gerak langkah seseoarang baik sebagai individu, masyarakat, bahkan sejauh
mana mereka menjadi bagian dari mencintai dirinya dan tanah airnya sendiri.
Kesadaran ini menurut Noor, et al., (2014: 300), dapat diperhatikan pada syair
karya beliau di bawah ini:
Hidupkan iman hidupkan taqwa
Agar hiduplah semua jiwa
Cinta teguh pada agama
Cinta kokoh pada Negara
Sangat durhaka seorang hamba
Menjual iman melelang taqwa
Membuang diri dan ibu bapa
Mengejar bayangan kursi dunia
Berikan andilmu terhadap Islam
Diabad bangkitnya seluruh iman
Iman taqwa jadikan Iman
Menghadap Ka’bah Masjidil Haram
Syair di atas hanya sedikit dari contoh kecil bagaimana TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid menanamkan kekuatan iman dan taqwa yang dapat menjadi
kekuatan dalam memaksimalkan potensi hidup manusia untuk menjadi manusia
yang bermanfaat baik untuk dirinya sendiri, masyarakat, agama dan bangsa.

b. Nilai Kebangsaan
Pandangan kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid hampir sama kuat
dengan nilai religiusitasnya, karena kedua hal ini sering disandingkan tanpa
adanya dikotomi di dalamnya sehingga wajar apabila belau sering dikenal
sebagai tokoh “nasionalis-religius”. Bagaimana ia begitu kuat pemahamannya
mengenai kebangsaan ini bahkan jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dikumandangkannya sudah begitu kuat memberikan pemahaman

166
mengenai kecintaan terhadap tanah air yang meskipun pada saat ini belum
secara de jure bernama Indonesie. Syair yang beliau tulis sekitar tahun 1934
dikenal dengan “Ya Fata Sasak” merupakan syair dengan bait-bait yang secara
spesifik mengandung nilai kebangsaan.
Sebagai seorang negarawan yang religius, selain pemahaman kebangsaannya
tersurat dalam syair-syair yang dibuat, di samping melekat dalam tindakan,
militansi sebagai warga negara Indonesia sebagian besar disampaikan dalam
dakwah belaiu terutama untuk memberikan penguatan kepada masyarakat
Sasak pada khususnya dan masyarakat Indonesia secara umum bahwa
organisasi NW yang didirikan merupakan bentuk konkrit dari perjuangan dalam
mendukung tercapainya semangat keindonesiaan yang rahmatan lil alamin.

c. Nilai Keilmuan
Bagaimana TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menuntut ilmu ke Madarsah ash-
Asshaulatiyah di Makkah dengan meninggalkan kenikmatan masa remaja, jauh
dari orang tua bukan merupakan perkara mudah masa itu, karena di samping
keterbatasan transportasi dan alat komunikasi yang perlu diperhatikan juga
adalah kondisi sosial dan budaya masyarakat. Apa yang dilakukan oleh beliau
meminjam bahasanya Jan Romein “keluar dari pola umum” yang nantinya dapat
menjadi contoh dan penggagas kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Setidaknya ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi untuk menguatkan
pemahaman generasi muda berkaitan dengan nilai-nilai keilmuan yang
diwariskan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, sebagai berikut:
1) Kegigihan dalam belajar dan Prestasi Akademik
Dorongan internal TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam menguatkan
dasar keilmuan ini dapat diperhatikan dari kegigihan, keuletan dan prestasi
dalam belajar. Prestasi akademiknya sangat membanggakan, selalu meraih
peringkat pertama dan juara umum. Karena kecerdasanya yang luar biasa, ia
berhasil menyelesaikan studinya dalam kurun waktu 6 tahun dari waktu
normal belajar 9 tahun. Studi di Madrasah ash-Shaulatiyah, tuntas tahun 1351
H/ 1933 M, dengan predikat istimewa (Mumtaz). Ijazahnya ditulis tangan
langsung oleh seorang ahli Khat terkenal di Makkah saat itu, yaitu al-
Khaththath Syaikh Dawud ar-Rumani atas usul dari Mudir Madrasah ash-
Shaulatiyah, kemudian ijazah tersebut diserahterimakan tanggal 22 Djulhijjah
1353 H (Abdullah 2018: 38 – 39).
2) Membangun Lembaga Pendidikan
Refleksi dari nilai-nilai keilmuan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dapat
juga diperhatikan dari kegigihannya membangun lembaga-lembaga
pendidikan untuk melahirkan orang-orang yang terdidik baik untuk
memahami ilmu agama maupun umum. Keberadaan Madrasah NWDI yang
167
didirikan pada masa Kolonial Belanda tahun 1936, dan Madrasah NBDI
didirikan pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 merupakan refleksi
futuristik beliau untuk menguatkan nilai-nilai keilmuan tersebut.
3) Memberikan tempat pada Ilmu Agama dan Umum
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak pernah mendikotomi antara ilmu
agama dengan ilmu umum. Lebih dekat hal ini dapat diperhatikan dari
keluarga besar beliau yang tidak pernah dipaksakan apakah akan menjadi
ahli agama seperti belau atau memperdalam ilmu-ilmu umum.

d. Nilai Persaudaraan
Nilai-nilai persaudaraan yang dapat dijadikan pedoman dari TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid cukup banyak, berikut beberapa contoh nilai-nilai
persaudaraan yang dilakukan:
1) Menguatkan sistem gotong royong pada masyarakat. Suatu alasan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid tidak mengajukan proposal ke pemerintah
untuk membangun madrasah adalah untuk meningkatkan dan
menginternalisasikan nilai-nilai gotong royong dan persaudaraan
masyarakat. Nilai-nilai kebersamaan dalam bentuk gotong royong sudah
tertanam pada masyarakat Lombok secara khusus pada waktu itu semakin
diperkuat dengan cara bersama-sama membangun madrasah dan hal ini
sekaligus dapat menjadi momentum untuk memperkuat nilai
persaudaraan dan silaturrahmi.
2) Membangun kerjasama dan kekeluargaan dengan organisasi Islam lainnya.
Menguatkan hubungan keislaman, hubungan kenegaraan, dan hubungan
kemanusiaan dengan organisasi Islam lainnya seperti NU, Muhammadiyah
dan lain sebagainya bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merupakan
suatu keniscayaan untuk menguatkan syiar Islam yang rahmatan lil
alamin.
3) Kunjungan kekeluargaan untuk menguatkan persaudaraan dengan tokoh
Islam dunia. Sampai saat ini keberadaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
sangat dikagumi oleh tokoh-tokoh Islam dunia terutama karena
kecerdasan dan kearifannya merupakan salah satu contoh yang luar biasa.
Banyak sekali tokoh Islam dunia yang bersilaturrahmi ke Lombok karena
keberadaan beliau, dan bukan hanya itu untuk menguatkan rasa
persaudaraan beliau akan mengunjungi balik apabila ada kesempatan.
4) Kampung masyarakat sebagai asrama santri. Berbeda dengan pondok
pesantren lain yang terkenal dengan kehidupan santri yang harus tinggal
di asrama tertentu. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak mewajibkan
para santri untuk tinggal dan membuat asrama yang besar, namun santri
diberikan kebebasan untuk tinggal di masyarkat sekitar madrasah, hal ini
168
bertujuan membangun nuansa kekeluargaan antara masyarakat yang
menyekolahkan anaknya dari berbagai penjuru dengan masyarakat di
sekitar. Hal ini juga dapat dilihat sebagai cara untuk menghidupkan
ekonomi masyarakat sekitar.

e. Nilai Kepemimpinan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikenal sebagai pemimpin dan pejuang
kemerdekaan. Banyak nilai yang bisa diteladani dan diwariskan, baik secara
langsung dengan verbal maupun dengan tindakan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya dalam hal kepemimpinan, ia sebagai pemimpin umat, selalu bersikap
tegas, sportif, dan konsekuen terhadap apa yang sudah diputuskan, serta prinsip
musyawarah dalam pengambilan keputusan tetap dijunjung tinggi.
Pelaksanaan misi dan tugas organisasi, selain memberikan bimbingan beliau
selalu menganjurkan agar murid-murid dan santrinya selalu bersifat ikhlas,
istiqamah, amanah dan syaja’ah (keberanian) dan rela berkorban demi
kepentingan umat. Sebaliknya TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid benci santri atau
muridnya yang bersifat pesimistis, apatis, pengecut, cari muka dan ingkar janji.
Fokus perjuangan dan kepemimpinannya diorientasikan pada kepentingan umat
yang lebih besar agar memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Sikap dan tekad hidupnya tergambar pada syair-syair nasyidnya diwariskan oleh
para santri dan murid-muridnya sebagai penerus perjuangan NW.

f. Nilai Kemandirian
Mandiri bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bukan berarti dilakukan
sendiri. Misalnya dalam pembangunan gedung madrasah atau Birrul Walidain, ia
tidak pernah sekalipun meminta bantuan dari pemerintah dengan menggunakan
proposal untuk mendapatkan suntikan dana, kecuali ada sumbangan dari
perorangan yang memberikan langsung. Saat banyak pejabat publik datang ke
Pancor ia sering diminta untuk mengajukan proposal sekedar sebagai formalitas
untuk diberikan bantuan dana pembangunan madrasah, hanya saja beliau selalu
menolak untuk melakukan itu, namun tetap memberikan kesempatan atas nama
perorangan, sehingga pejabat publik bukan memberikan bantuan atas nama
lembaga pemerintah namun lebih pada pemberian atau bantuan atas nama
pribadi. Contoh lain nilai-nilai kemandirian yang dapat dijadikan rujukan, hal
lain misalnya berkaitan dengan pengembangan kurikulum dalam pendidikan
yang dikembangkan, meskipun menggunakan pembelajaran klasikal tidak serta
merta mengikuti kurikulum Kolonial Belanda, dan tidak semuanya mengikuti
kurikulum yang dikembangkan di Madarasah ash-Assaulatiyah Makkah.
Kurikulum yang dikembangkan disesuaikan dengak kebuntuan masyarakat pada
waktu itu.

169
g. Nilai Inovasi dan Kreativitas
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid banyak sekali membuat gagasan dan inovasi
baru terutama pada perkembangan sistem sosial dan dakwah di Nusa Tenggara
Barat. Gagasan baru dan kreatif inilah yang membawa beliau sehingga dikenal
sebagai tokoh pembaharu bagi masyarakat NTB khususnya di Lombok. Berbagai
gagasan baru dan kreasi yang ia cetuskan bertujuan untuk menciptakan sebuah
tatanan dan sejarah yang baik bagi generasi sesudahnya. Gagasan dan ide kreatif
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merupakan bentuk dari inovasi yang futuristik,
dimana blum ada yang memikirkan hal tersebut pada waktu yang bersamaan,
kalaupun ada mungkin hanya sebatas ide namun tidak dalam tindakan.
Beberapa contoh dari gagasan-gagasan atau pandangan-pandangan baru yang
dimaksud sebagai berikut:
1) Menggagas sistem pendidikan agama Islam secara klasikal di sekolah. Hal
ini bukan hanya sekedar baru namun penuh dengan inovasi intelektual
yang futuristik. Mempertemukan antara kurikulum dengan muatan mata
pelajaran Islam dengan mata pelajaran umum pada masa itu khususnya di
NTB adalah kebaruan tersendiri yang tidak ditemukan di lembaga
pendidikan Islam lainnya termasuk pesantren-pesantren yang sudah ada,
maka wajar apabila hal ini dianggap sebagai salah satu inovasi dalam
bidang pendidikan.
2) Mendirikan madrasah khusus untuk kaum perempuan. Gagasan yang
merupakan inovasi lain dari TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid adalah
mendirikan madrasah khusus untuk perempuan yang pada saat itu dalam
konteks kultural sebagian masyarkat masih menganggapnya tabu. Saat
orang baru-baru ini berbicara tentang feminisme, ia sudah
memperjuangkan pendidikan perempuan sejak masa Jepang. Jelas
merupakan suatu bentuk gagasan untuk membedah nilai kultural yang
tidak baik untuk perkembangan manusia seutuhnya.
3) Mengadakan silaturrahmi umum idul fitri dan idul adha dengan
mendatangi dan bukan didatangi.
4) Mengadakan pengajian umum secara bebas (tanpa batas umur). Pengajian
umum bukan suatu yang biasa pada saat sebelum TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, karena bisa saja dianggap sebagai ajang untuk menghasut
masyarakat banyak oleh Belanda, namun ia coba melakukan hal ini dan
berhasil.
5) Mengadakan gerakan doa dengan berhizib
6) Mengadakan thariqat yang disebut thariqat hizib NW.
7) Menyusun nadzam berbahasa Arab bercampur Bahasa Indonesia, seperti
batu ngompal.

170
Selain inovasi di atas, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga merambah bidang
kesenian khususnya kesenian musik sebagai media dakwah. Gagasan
menjadikan seni musik sebagai media dakwah merupakan sesuatu yang baru
khususnya di Lombok, apalagi dilakukan oleh orang yang berstatus kyai atau
tuan guru. Kemampuan ini sekaligus mentahbiskannya sebagai seorang yang
mempunyai sense of music yang piawai.

h. Nilai Kewirausahaan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada zamannya dikenal sebagai sosok yang
memiliki perhatian besar terhadap ekonomi ummat. Perhatian tersebut
kemudian menjadi magnet bagi murid-muridnya untuk terus mengembangkan
ekonomi ummat yang dimulai dari membangun kesejahteraan berbasis pondok
pesantren. Diketahui, setelah mengaji di Pancor sebagai pusat dakwah TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, murid-muridnya kemudian kembali ke asal daerah
masing- masing. Melalui muridnya mulai membangun nilai nilai kewirausahaan
di masing-masing madrasah dan yayasan yang didirikan sebagai bentuk turunan
dari sang guru. Dengan demikian produktivitas ekonomi ummat melalui
kegiatan tersebut semakin membaik.
Beberapa contoh nyata nilai kewirausahaan di berbagai pondok pesantren
binaan adalah munculnya UMKM berbasis pondok pesantren, seperti usaha
ternak, koperasi, perikanan, pertanian, perkebunan, dan bidang-bidang lain,
yang tentunya bisa menjadi penggerak ekonomi umat, terutama warga
nahdhiyin. Usaha-usaha ini terus berkembang hingga masa sekarang terbukti
dengan banyaknya bidang usaha lainnya seperti fotocopy, percetakan, travel
umroh, dan lainnya. Hal ini menunjukkan organisasi yang didirikan oleh TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid memiliki perhatian besar terhadap kebangkitan
ekonomi umat.

i. Nilai Kesehatan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai seorang negarawan di samping
sebagai tokoh agama, ia juga konsen terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan kesehatan. Dukungan beliau dalam program KB
merupakan bagian dari kegiatan kesehatan produksi perempuan merupakan
salah satu contoh tersendiri. Ia sangat akrab dan sering menyatakan
dukungannya serta kadang menemani para petugas BKKBN, baik dari Provinsi
maupun pusat. Ia juga yang menjadi penyambung sosialisasi KB dengan pondok
pesantren di bawah NW (Masnun.2008). selain itu bebrapa program lain
sepertui imunisasi dan pengenalan garam beryodium menjadi bagian yang
beliau sering sampaikan ke jamaah atau publik sebagai bagian dari cara untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat.

171
3. Implikasi Nilai-nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dalam Membentuk Karakter Kebangsaan Peserta Didik
Konstruksi yang bisa dibangun khususnya dalam memahami implikasi
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dianalisa dari aspek teoretis maupun
praktis dalam hal ini direkonstruksi dari lima dasar yang menjadi landasan dalam
memahami nilai-nilai perjuangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Nilai kesadaran hakikat perjuangan dalam hidup. Implikasi teoretis dalam hal
ini merujuka pada catatan sejarah dan perjalanan hidup dengan dinamika
yang dihadapi oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan lintasan periode
yang dinamis mulai dari zaman Belanda, Jepang, perjuangan revolusi fisik,
Orde Baru, semuanya bisa dikaji dalam konteks ilmiah. Adapun implikasi
praktisnya dapat dimaknai dalam konteks kesadaran berjuang sesuai dengan
bakat, kemampuan pada masyarakat dan generasi muda dewasa ini yang
tidak kenal menyerah, kuat, dan berani dalam menghadapi tantangan hidup
yang lebih kompleks.
b. Nilai kesadaran dalam berkarya. Perjuangan tidak hanya mengangkat senjata,
namun dapat dilakukan melalu berbagai cara termasuk menguatkan
masyarakat baik melalui pembentukan kesadaran melalui pendidikan,
kesadaran dalam karya-karya tulis, kesadaran melalui dakwah lisan maupun
tindakan dan lain sebagainya. Keberadaan madrasah-madrasah yang beliau
dirikan mulai zaman Belanda, zaman Jepang dan berkembang sampai saat ini
telah memberikan pemahaman bahwa nilai perjuangan tidak satu dimensi
namun dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan lebih yang kita miliki.
Implikasi praktis dari nilai hidup yang dapat dirujuk tidak lepas dari
kesadaran tersebut bahwa setiap generasi haru menghasilkan karya yang
dapat memberi manfaat pada orang lain.
c. Nilai kesadaran ruang dan waktu. Tataran teoretis, pemahaman sejarah
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sekaligus berimplikasi pada perjuangan
beliau dapat dikaji dalam konteks filsafat sejarah tokoh nasional Indonesia.
Namun dalam konteks yang lebih praktis, pemahaman mengenai kesadaran
ruang dan waktu memiliki implikasi yang sangat strategis. Kesadaran runag
seperti memahami kondisi zaman dan memberikan warna dalam memecahan
masalah-masalah sosial budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Kesadaran
ruang ini juga setidaknya akan berpengaruh terhadap kesadaran waktu yang
berimplikasi pada ketelatenan, rajin belajar, dan lain sebagainya.
d. Nilai kesadaran hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sudah cukup
banyak kajian-kajian yang membedah bagaimana spiritualitas yang dibangun
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan bisa jadi kajian yang akan tetap menarik
sesuai dengan perkembangan jaman. Adapun implikasi praktisnya bahwa
setiap generasi sejak dini harus dikuatkan selain dengan pengetahuan umum
172
yang jauh lebih penting adalah pengetahuan tentang Ketuhanan yang hal ini
dapat dikuatkan melalui lembaga pendidikan, baik formal, nonformal,
maupun informal. Inilah nilai dasar yang menjadi acuan beliau dalam
pengembangan aspek yang lain.
e. Nilai kesadaran hubungan antara manusia dengan sesama manusia dan alam
semesta. Kesadaran dalam menjalin hubungan sesama manusia dengan
sebaik mungkin yang dapat menghasilkan sinergi dalam membangun
masyarakat yang lebih baik dan kompleks merupakan salah satu pokok
kesadaran yang diwariskan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.

Setelah Anda memahami lebih dalam mengenai pemikiran kebangsaan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, silahkan Anda menjawab
beberapa pertanyaan reflektif berikut ini.

Lembar Kerja 10
1. Apa pandangan yang Anda miliki saat ini tentang pemikiran kebangsaan dan
nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.? Saya merasa ……………..
apabila ditugaskan mengajar dengan memahami pemikiran kebangsaan dan
nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. dalam pembelajaran
pada peserta didik.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. Pandangan saya tentang pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran di Indonesia yang ………
b. Pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ……….
c. Pandangan saya lainnya yang ……………………………………………………………………
d. Keyakinan saya bahwa …………………………………………………………………………….
e. Pengalaman dan memori saya bahwa ………………………………………………………

Pertemuan 8

UJIAN TENGAH SEMESTER

Panduan Ujian Tengah Semester

Ujian Tengah Semester (UTS) ini merupakan aksi nyata penerapan pembelajaran
berupa observasi tentang penerapan pembelajaran di sekolah pada mata pelajaran
tertentu yang menerapkan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial yang ditulis
dalam bentuk paper, dengan ketentuan sebagai berikut:

173
▪ Gunakan Kelas PPL yang sedang Anda jalani, di mana Anda mengajar dan
mengobservasi penerapan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Jelaskan konteks tersebut sebagai latar
belakang kelas, konteks, deskripsi mata pelajaran, serta informasi penting
lainnya yang mempengaruhi penerapan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. bagi kelas tertentu.
▪ Berdasarkan analisis tersebut, susunlah sebuah paper untuk penerapan
pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid. pada satu mata pelajaran di kelas tertentu. Diharapkan satu kelompok
dapat bervariasi dalam memilih mata pelajaran dan tingkatannya.

Paper memuat:
▪ Judul
▪ Pendahuluan
- Latar Belakang
- Rumusan Masalah
- Tujuan
▪ Pembahasan
▪ Penutup
▪ Daftar Pustaka

Untuk referensi, Anda dapat mempelajari Hamzanwadi Channel atau NWDI chanel
atau sumber lain yang sudah banyak tersedia di internet.
o Tugas dikumpulkan pada pertemuan ke-8.
o Seluruh paper yang disusun didokumentasikan dalam satu folder, sebagai
portofolio kelas, beserta semua tugas dan referensi lainnya.
o Rubrik penilaian
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
kurang/tidak menganalisis menganalisis menganalisis
menganalisis secara singkat konteks penerapan secara tajam
konteks daerah konteks penerapan pemikiran konteks
yang melatari penerapan kebangsaan dan penerapan
penerapan pemikiran nilai-nilai pemikiran
pemikiran kebangsaan dan perjuangan TGKH. kebangsaan dan
kebangsaan dan nilai-nilai M. Zainuddin Abdul nilai-nilai
nilai-nilai perjuangan TGKH. Majid. perjuangan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul TGKH. M.
M. Zainuddin Majid. Mahasiswa Zainuddin
Abdul Majid. merancang Abdul Majid.
Mahasiswa penerapan
Mahasiswa merancang pemikiran Mahasiswa
merancang rencana penerapan kebangsaan dan merancang
174
penerapan pemikiran nilai-nilai penerapan
pemikiran kebangsaan dan perjuangan TGKH. pemikiran
kebangsaan dan nilai-nilai M. Zainuddin Abdul kebangsaan dan
nilai-nilai perjuangan TGKH. Majid., dengan alur nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul yang sistematis perjuangan
M. Zainuddin Majid), dengan alur TGKH. M.
Abdul Majid., yang kurang Mahasiswa Zainuddin
dengan alur yang sistematis menyertakan Abdul Majid.
kurang sistematis beberapa referensi dengan alur
Mahasiswa tidak yang mendukung yang sistematis
Mahasiswa tidak menyertakan penerapan
menyertakan referensi yang pemikiran Mahasiswa
referensi yang mendukung kebangsaan dan menyertakan
mendukung penerapan nilai-nilai referensi yang
penerapan pemikiran perjuangan TGKH. lengkap untuk
pemikiran kebangsaan dan M. Zainuddin Abdul mendukung
kebangsaan dan nilai-nilai Majid.). penerapan
nilai-nilai perjuangan TGKH. pemikiran
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Mahasiswa kebangsaan dan
M. Zainuddin Majid. menyelesaikan nilai-nilai
Abdul Majid. tugas tepat waktu. perjuangan
Mahasiswa TGKH. M.
Mahasiswa menyelesaikan Zainuddin
menyelesaikan tugas tepat waktu Abdul Majid.
tugas
melebihi tenggat Mahasiswa
waktu. menyelesaikan
tugas tepat
waktu

Pertemuan 9

D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari tentang pembelajaran pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. yang mempengaruhi proses
pendidikan dan merefleksikan dalam pembelajaran, silahkan bekerja dalam
kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan
tugas berikut:
1. Susunlah peta konsep tentang pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. yang mempengaruhi proses pendidikan.
2. Silakan berbagi pemikiran mengenai pandangan mengenai pemikiran
kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang
mempengaruhi proses pendidikan serta pembelajaran kepada rekan
sekelompok. Kemudian diskusikan pertanyaan berikut ini:
175
a. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang pembelajaran
pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid yang mempengaruhi proses pendidikan serta pembelajaran?
b. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang kesiapannya
mengajar dengan memperhatikan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada peserta didik?
c. Apa persamaan dan perbedaan pandangan tentang pemikiran kebangsaan
dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang
mempengaruhi proses pendidikan yang dimiliki?
d. Apa persamaan dan perbedaan pandangan tentang mengajar mengajar
dengan memperhatikan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada peserta didik yang dimiliki?
3. Presentasikan hasil diskusi kelompok dalam bentuk visualisasi yang kreatif.

E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.

Penilaian Tugas Kelompok:


▪ Tugas kelompok ini akan dinilai, baik oleh dosen maupun oleh kelompok
lainnya.
▪ Tiap kelompok menilai presentasi dari kelompok lainnya, dengan panduan yang
disediakan. Tuliskan penilaian kepada kelompok lain dengan menyebutkan hasil
penilaian (A/B/C/D) beserta komentar tentang apa yang paling membuka mata
dari presentasi tersebut.
▪ Panduan penilaian dapat dilihat dalam rubrik berikut. Kolom A adalah hasil ideal
yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. kurang jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
memberikan insight Visualisasi mendeskripsikan
atau pembelajaran menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
176
terkait topik kreatif. kurang kreatif
bahasan. Visualisasi cukup dan menarik.
menarik dan
Visualisasi sangat kreatif
menarik dan kreatif

Pertemuan 10

F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:

Lembar Kerja
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut

G. Koneksi Antar Materi


Buatlah koneksi antar materi dari pembelajaran mengenai topik bahasan tersebut
dengan pembelajaran yang sudah, sedang, atau akan Anda pelajari di mata kuliah
PPG lainnya. Selain menyebutkan topik dalam mata kuliah ini dengan topik dalam
mata kuliah lain, sebutkan juga keterkaitannya. Buat koneksi tersebut dalam
bentuk visual untuk memudahkan kita semua dalam memahami, bisa dalam bentuk
mindmap, diagram, bagan, atau lainnya.

Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya.

H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.

177
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang
Anda pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Kontekstual Apa hal penting yang Anda pelajari dari
proses demonstrasi kontekstual yang Anda
jalani bersama kelompok (bisa tentang
materi, rekan, dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami
tentang topik ini? Apa hal baru yang Anda
pahami atau yang berubah dari pemahaman
di awal sebelum pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar
materi baik di dalam mata kuliah yang sama
maupun dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk
kesiapan Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat
ini, dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam blog refleksi dalam blog refleksi dalam refleksi dalam
dengan alur yang dengan alur yang blog dengan blog dengan
jelas dan mudah jelas dan mudah cukup mudah kurang jelas dan
dipahami, serta dipahami. dipahami. sulit dipahami.
kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara mendalam, secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan namun kurang pandangan
dan mengaitkan secara tajam tajam dalam tentang topik
secara tajam pandangan mengaitkan bahasan, dan tidak
pandangan mengenai topik pandangan mengaitkan
mengenai topik bahasan, baik dari mengenai topik pandangan
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan. mengenai topik
dirinya dan kelompoknya. bahasan.
kelompoknya, Mahasiswa
serta kaitannya menyimpulkan Mahasiswa tidak
178
dengan materi dari Mahasiswa secara sederhana atau kurang jelas
MK lain. menyimpulkan pemahamannya dalam
Mahasiswa pemahaman mengenai topik menyimpulka
menyimpulkan mengenai topik bahasan. pemahamannya
pemahaman bahasan secara mengenai topik
mengenai jelas. Mahasiswa secara bahasan.
topik bahasan singkat
secara tajam. Mahasiswa mengaitkan Mahasiswa tidak
mengaitkan pembelajaran dari mengaitkan
Mahasiswa pembelajaran dari modul ini dengan pembelajaran dari
mengaitkan modul ini dengan kesiapannya modul ini dengan
pembelajaran dari kesiapannya mengajar sebagai kesiapannya
modul ini dengan mengajar sebagai guru. mengajar sebagai
kesiapannya guru. guru.
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.

Catatan untuk Dosen Pengampu


▪ Modul ini disusun untuk menggali pengalaman dan wawasan para calon guru
terkait proses mendidik yang sesuai.
▪ Modul ini dapat dimodifikasi oleh dosen pengampu.
▪ Dosen pengampu dapat menambah materi terkait topik bahasan.
▪ Selain penilaian tugas kelompok (LK) dan blog, dosen pengampu juga perlu
menilai partisipasi dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rubrik
penilaian partisipasi dan sikap ini bisa digunakan, namun dipersilakan untuk
dimodifikasi, atau mengembangkan sendiri. Kolom A adalah kondisi ideal yang
diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa Mahasiswa tidak
memberikan memberikan jarang terlihat terlihat
pendapat, menjawab pendapat, memberikan memberikan
pertanyaan dari menjawab pendapat atau pendapat atau
dosen/modul, dan pertanyaan dari menjawab menjawab
mengajukan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
pertanyaan yang mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
memperkaya pertanyaan untuk
pemahaman seluruh konfirmasi atau Mahasiswa Mahasiswa tidak
mahasiswa. klarifikasi. kurang menunjukkan
menunjukkan perilaku
Mahasiswa Mahasiswa cukup perilaku memfasilitasi
menunjukkan menunjukkan memfasilitasi rekan
perilaku memfasilitasi perilaku rekan mahasiswanya
rekan mahasiswanya memfasilitasi mahasiswanya dalam proses
179
dalam proses rekan dalam proses pembelajaran
pembelajaran baik, di mahasiswanya pembelajaran baik, di kelompok
kelompok maupun di dalam proses baik, di maupun di kelas
kelas secara pembelajaran kelompok secara
keseluruhan. baik, di kelompok maupun di kelas keseluruhan.
maupun di kelas secara
Mahasiswa secara keseluruhan. Mahasiswa tidak
mengumpulkan tugas keseluruhan. mengumpulkan
sebelum tenggat Mahasiswa tugas.
waktu yang Mahasiswa mengumpulkan
ditentukan. mengumpulkan tugas melebihi
tugas sesuai dengan tenggat
dengan tenggat waktu yang
waktu yang ditentukan.
ditentukan.

180
Topik 5
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.:
Penerus Estafet Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid

A. Pengantar

Durasi : 3 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. menjelaskan biografi TGB. Dr. H. M. Zainul Majid, M.A
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
2. menjelaskan NWDI sebagai organisasi masyarakat
dan wadah perjuangan.
3. mendiskusikan NWDI sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.
Indikator : 1. ketepatan menjelaskan biografi TGB. Dr. H. M. Zainul
Majid, M.A sebagai penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid;
2. ketepatan menjelaskan NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan;
3. ketepatan dan penguasaan mendiskusikan NWDI
sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural.
Kriteria penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk penilaian : Non-tes (unjuk kerja dan portopolio)
Metode pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 3 x 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
• Tugas 2: Laporan analisis hubungan biografi TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, NWDI
sebagai organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan, dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.
Materi pembelajaran : 1. Figur dan ketokohan TGB. Dr. H. M. Zainul Majid, M.A
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid;
2. NWDI sebagai organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan;
3. NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural.

Pertemuan 11

B. Mulai dari Diri

Mahasiswa PPG Prajabatan yang berbahagia

Selamat datang di topik yang kelima, yaitu biografi TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Topik ini
181
penting untuk mengantarkan Anda memahami NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan, serta sebagai modal spiritual, sosial, dan
kultural.

Setelah mempelajari topik ini, Anda diharapkan mampu:


1. Menganalisis dan menguraikan biografi TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
2. Menjelaskan dan memahami NWDI sebagai organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan (tugas).
3. Menganalisis dan menyimpulkan NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan
kultural.
4. Berargumentasi dalam diskusi dan tulisan blog

Kita akan mulai pembelajaran tentang biografi TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Topik ini
penting untuk mengantarkan Anda memahami NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan
kultural dalam pendidikan di Lombok-Indonesia dengan melakukan pengamatan
terhadap link berikut ini:
https://eprints.hamzanwadi.ac.id/5124/
https://www.youtube.com/watch?v=Z8A4tHEH7f0
https://www.youtube.com/watch?v=q2yN9u6pKhI

Setelah membaca dan mengamati video tersebut, silahkan Anda menjawab


pertanyaan berikut ini:

Lembar Kerja 10
Dari pembelajaran tentang materi tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama dan
berbeda yang Anda temui?
……….…………………….…………………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi pendidikan tersebut?
………………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang pendidikan di masa itu?
………………………………………………………………………………………………………………………
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan reflektif berikut ini:
1. Bila Anda mendapatkan tugas mengajar bagaimana Anda memperhatikan
pendekatan, strategi, metode, dan materi pembelajaran yang diterapkan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi dalam proses
pembelajaran?
………………………………………………………………………………………………………………………

182
2. Siapkah Anda mengajar dengan memperhatikan pendekatan, strategi, metode,
dan materi pembelajaran yang diterapkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi pada proses pembelajaran? Apa alasannya?
………………………………………………………………………………………………………………………

Mari berproses bersama dalam rangkaian pembelajaran selanjutnya untuk semakin


memahami tentang Ke-NWDI-an.

C. Eksplorasi Konsep
Selanjutnya mari kita eksplorasi lebih lanjut terkait pentingnya mempelajari mata
kuliah ke-NWDI-an dengan melihat figur dan ketokohan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,
M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
bidang dakwah, pendidikan, dan sosial dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.

1. Profil Singkat TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.


a. Kelahiran, Keluarga, Silsilah, Pendidikan, dan Guru
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., memiliki nama lengkap Muhammad Zainul
Majdi, atau lebih akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB). TGB merupakan sebuah
panggilan masyarakat Sasak terhadap ulama
muda, seperti Tuan Guru Muhammad Zainul Majdi.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., lahir di Pancor,
Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur,
NTB, tanggal 31 Mei 1972. Ia merupakan anak
ketiga dari pasangan H. M Djalaluddin dan Hj. Siti
Rauhun Zainuddin Abdul Majid. Ayahnya seorang
pensiunan birokrat Pemerintah Daerah NTB, dan
kakeknya TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
seorang ulama besar di Lombok NTB pendiri
Madrasah NWDI, NBDI, dan organisasi NW.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., menikah dengan Hj. Robiatul Adawiyah, SE,
putri KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, pemimpin Pondok Pesantren as-
Syafiiyah, Jakarta, tahun 1997. Hasil pernikahan tersebut ia dikaruniai 1 putra
dan 3 putri, yaitu Muhammad Rifki Farabi, Zahwa Nadhira, Fatima Azzahra, dan
Zayda Salima. Tanggal 31 Mei 2013, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi mengajukan
berkas permohonan talak terhadap istrinya di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan, dan tahun 2013, ia menikah dengan Dr. Hj. Erica L. Panjaitan dan
dikaruniai 2 orang putri, yaitu Azzadina Johara Majdi dan Khadija Hibbaty Majdi.

183
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai keturunan tuan guru (ulama) besar
di Lombok, maka tidak mengherankan jika pendidikannya tidak terlepas dari
pendidikan agama yang dijadikan prioritas utama. Ia pernah belajar ilmu agama
secara langsung dari sang kakek, yakni TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Pendidikan formal pernah ditempuh mulai dari jenjang pendidikan dasar di SD
Negeri 3 Mataram (saat ini berganti nama menjadi SD Negeri 6 Mataram) dan
lulus tahun 1986. Setelah itu, ia melanjutkan ke MTs Muallimin NW Pancor yang
diselesaikan selama 2 tahun, karena kecerdasan yang dimiliki. Setelah itu,
melanjutkan pendidikan di MA pada yayasan yang sama, dan lulus pada tahun
1991.
Setelah lulus dari MA, ia sempat mendalami ilmu agama selama satu tahun
(1991-1992) untuk menghafal 30 juz al-Qur’an di MDQH NW Pancor. Setelah itu,
ia berangkat ke Kairo-Mesir dengan tujuan menimba ilmu dan melanjutkan
studinya di Universitas al-Azhar Kairo pada Fakultas Ushuluddin dengan Jurusan
Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, ia lulus dengan tahun 1995 dengan gelar License
(Lc). Setelah itu, ia melanjutkan program magister dan mendapatkan gelar
Master of Arts (M.A) dengan predikat Jayyid Jidan lulus tahun 2000. Kemudian
setelah menyelesaikan pendidikan S1 & S2 di Universitas al-Azhar Kairo selama
10 tahun, ia melanjutkan pada program doktor pada universitas yang sama
dengan jurusan yang sama juga.
Berkat kerja kerasnya, bulan Oktober 2002, proposal disertasinya diterima
dengan judul: “Studi dan Analisis terhadap Manuskrip Kitab Tafsir Ibnu Kamal
Basya dari Awal Surat An-Nahl sampai Akhir Surat Ash-Shoffat” di bawah
bimbingan Prof. Dr. Said Muhammad Dasuqi dan Prof. Dr. Ahmad Syahaq Ahmad,
ia berhasil meraih gelar doktor dengan predikat Martabah EL-Syaraf El Ula Ma`a
Haqqutba atau Summa Cumlaude pada hari Sabtu, tanggal 8 Januari 2011 dalam
munaqosah (sidang) dengan dosen penguji Prof. Dr. Abdul Hay Hussein al-
Farmawi dan Prof. Dr. al-Muhammady Abdurrahman Abdullah Ats-Tsuluts.

TGB. Dr. H.M. Zainul Majdi,


M.A., menerima Penghargaan
dari Universitas al_Azhar
Kairo-Mesir, diserahkan oleh
Grand Syaikh Al-Azhar Prof Dr
Ahmed el-Tayeb, tanggal 17
Oktober 2019.

(Sumber: https://lombokpost.jawapos.com.)

184
b. Perjuangan, Kepemimpinan, Karya, Prestasi, dan Tanda Jasa
Setelah kembali ke tanah air, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh dari Kairo-Mesir dengan mengabdikan diri untuk
membangun bangsa. Pengabdian ini tampak dari perjuangan, kepemimpinan,
karya, prestasi, dan tanda jasa yang pernah diperoleh.
1) Menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat
Alasan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., menerima pencalonan dirinya
menjadi Gubernur NTB periode 2008-2013. Secara lebih mendalam dapat
ditemukan dalam sebuah buku berjudul Laa Takhaf Walaa Tahzan, berisi
alasan dan tabayyun (penjelasan) terhadap berbagai pertanyaan masyarakat
yang berkembang terkait dengan pencalonannya sebagai Gubernur NTB. TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., memberikan beberapa ulasan penting mengenai
kesediaan dirinya dicalonkan sebagai gubernur sebagai berikut:
a) Lahan Dakwah
Berkaitan dengan ini, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A secara tegas
menyatakan:
Sesungguhnya seluruh wilayah kehidupan adalah lahan dakwah,
termasuk wilayah politik. Apabila kemaslahatan dakwah menurut kita
untuk memanfaatkan politik, maka terjun ke politik adalah suatu
keniscayaan. Ketika kita melihat peluang untuk ishlahul ummah
(memperbaiki umat) maka dilakukan melalui jalur politik, maka hal itu
harus dilakukan. Hal ini sebagaimana dulu al-Magfurullah Maulana
Syeikh (Kyai Hamzanwadi) maju menjadi anggota konstituante pada
zaman orde lama dan menjadi anggota MPR-RI pada zaman orde baru.
Selama ini kita merasakan bahwa banyak hal yang kita suarakan,
harapan-harapan umat tidak dapat ditunaikan karena kita tidak
memiliki otoritas (kewenangan) untuk itu, maka apabila nanti Allah
swt. memudahkan, jabatan yang diperoleh kita manfaatkan untuk
kemaslahatan umat (Majdi, 2008:2-3).

b) Mendesakralisasi Jabatan Gubernur


Mendesakralisasi jabatan gubernur dimaksud yaitu ingin menunjukkan
bahwa jabatan gubernur bukanlah jabatan yang istimewa, sehingga dapat
dikontrol oleh masyarakat luas. Terkait dengan alasan ini, TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., menegaskan:
NW sebagai organisasi sosial dan keagamaan tidak mengenal dikotomi
antara wilayah agama dan negara (politik). Bagi NW, politik harus
diwarnai dengan moralitas agama. Negara adalah wilayah yang dapat
dijadikan sebagai lahan dakwah bagi NW terutama dengan mendorong
jihad intelektual dan jihad sosial. Dengan jihad intelektual kita dapat
menetapkan ideologi pembangunan yang selaras dengan Islam,
demikian juga dengan jihad sosial kita dapat berbuat lebih banyak
untuk mengentaskan kemiskinan terutama di daerah terpinggirkan.

185
Pandangan TGB. Dr. H. M Zainul Majdi, M.A., terhadap politik (siyasah)
merupakan suatu keniscayaan dalam Islam sehingga perlu diwarnai
dengan etika Islam. Ia mengatakan:
Politik (siyasah) dalam pandangan Islam adalah salah satu instrumen
atau alat perjuangan, maka dalam Islam dikenal as-siyasah asy-
syar'iyyah yang menerangkan posisi politik sebagai alat dakwah. Politik
dalam Islam adalah politik etis yang mengedepankan cara-cara yang
positif dalam mencapai tujuan. Politik dalam Islam tidak dan bukanlah
politik yang menghalalkan segala cara. Para nabi, seperti Nabi
Sulaiman, Nabi Yusuf bahkan Nabi Muhammad Saw. berpolitik. Mereka
menjadi pemimpin (raja). Itu tidak menyebabkan mereka berkurang
derajat, justru semakin mulia di sisi Allah Swt. Zaman sekarang politik
sering dianggap kotor karena banyak diisi oleh orang-orang yang
berpolitik dengan cara kotor, walaupun tentu tidak semuanya. Politik
bisa menjadi baik apabila diisi oleh orang-orang yang baik. Politik itu
seperti wadah atau gelas. Diisi racun menjadi mudharat. Diisi madu
menjadi bermanfaat.

Anggapan terhadap TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., tidak pernah


memiliki pengalaman birokrasi, ia menjawab dengan menyampaikan:
Jabatan presiden, gubernur, bupati, walikota adalah jabatan politik,
bukan jabatan birokrasi, sehingga tidak perlu harus memiliki
pengalaman birokrasi. Bung Karno seorang insinyur bangunan, tidak
memiliki pengalaman birokrasi tetapi mampu menjadi presiden yang
hebat. Pak Harto seorang prajurit, Pak Habibie ahli rancang bangun
pesawat, Ibu Megawati seorang ibu rumah tangga, Pak SBY seorang
prajurit, demikian juga Gus Dur. Tidak ada seorang pun di antara
mereka yang memiliki pengalaman birokrasi tetapi dapat menjadi
pemimpin. Dr. Mahatir mantan perdana menteri Malaysia adalah
seorang dokter gigi, tapi tak ada yang meragukan kualitas
kepemimpinan beliau sehingga Malaysia menjadi negara yang sangat
maju.

TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., secara tegas menolak bahwa


komitmennya untuk maju menjadi calon gubernur lalu dianggap lebih
mementingkan dunia dari pada akhirat. Ia menyatakan:
…bahwa 'innamal a'malu binniyat. Sesungguhnya semua amal itu
tergantung niat. Menjadi pemimpin dengan niat membangun umat
adalah satu bentuk ibadah yang mulia di sisi Allah swt., bahkan dalam
hadist Nabi disebutkan, bahwa kelompok yang paling pertama
memperoleh naungan Allah swt. di hari kiamat kelak adalah imamun
adil, pemimpin yang adil.

Ijtihad politik TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan Bismillah untuk
maju dalam pencalonan dirinya sebagai Gubernur NTB tahun 2008 sangat
tepat. Alasan yang dikemukakannya, yaitu:

186
(1) Indonesia secara umum dan NTB khususnya, di masa depan sangat
membutuhkan pemimpin-pemimpin muda berbakat, intelek,
memiliki kecakapan politik dan memiliki integritas moral-religius,
dan kualitas yang sangat menonjol dimiliki oleh TGB;
(2) Pluralitas masyarakat NTB baik secara ras dan agama
membutuhkan figur pemimpin yang bisa mengayomi semua pihak
dalam konteks warga negara. Ada tiga kualitas yang dimiliki TGB
dalam hal ini, yaitu (a) seorang muslim yang moderat, (b)
demokratis dalam membuat keputusan, dan (c) diplomatis dalam
bertutur;
(3) Program yang dicanangkan TGB untuk maju dalam pencalonan
Gubernur sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat NTB saat
ini, yakni penegakan good governance dan demokratisasi di tingkat
lokal dengan cara memperkuat civil society. (Zulkarnaen, 2008: 11).
Spirit yang ingin dihembuskan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., setelah
terpilih menjadi gubernur adalah memimpin dan membangun NTB dengan
semangat "berkhidmat" dan "amar ma'ruf nahi munkar". Melayani umat
dengan baik dan merumuskan serta melaksanakan kebijakan yang
berpihak pada rakyat. Maju untuk semua (Majdi, 2008: 11). Selain itu,
Zulkarnaen (2008) menguatkan bahwa dilihat dari tipologi pemikirannya,
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dapat dikategorikan sebagai sosok yang
moderat transformatif dengan beberapa alasan:
(1) Visi politik yang dibangunnya untuk memimpin NTB adalah
memimpin dan membangun NTB dengan semangat berkhidmat dan
amar ma'ruf nahi mungkar. Kata berkhidmat dapat diartikan dalam
dua aspek, yakni pemikiran dan tindakan. Dalam ranah pemikiran,
selain dikenal menguasai khasanah klasik dari pondok pesantren,
beliau juga seorang cendekiawan muda yang telah menempuh
pendidikan hingga doktoral di luar negeri, tentunya banyak
menguasai ilmu-ilmu baru yang lebih modern. Penyatuan dua
khazanah keilmuan klasik dan modern inilah yang umumnya
mampu membentuk kepribadian yang moderat, sangat menghargai
pendapat orang lain, tidak merasa benar sendiri, mau menerima
ide-ide yang konstruktif, terbuka terhadap berbagai kritik,
menyelesaikan konflik dengan jalan damai dan bukan kekerasan,
serta menganggap musyawarah dan diplomasi adalah langkah yang
lebih baik dalam menyelesaikan masalah.
(2) Sikap moderat bukan berarti tidak memiliki prinsip. Inilah yang
ditunjukkan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan visi
berikutnya, yakni amal ma'ruf dan nahi mungkar. Pancaran dari
187
sikap ini adalah bagaimana melakukan tindakan sosial
kemasyarakatan dalam kerangka amar ma'ruf nahi mungkar.
(3) Amar ma’ruf nahi mungkar inilah yang dimaksud transformatif
dengan menjadikan komitmen amar ma'ruf nahi mungkar menjadi
pijakan dasar untuk melayani umat dengan baik dan merumuskan
serta melaksanakan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., menandaskan bahwa umat Islam
telah diberikan atribut oleh Allah swt., sSebagai khaira ummah
(umat yang terbaik) yang memiliki tugas menyeru kepada kebaikan
dan mencegah yang mungkar. Gelar khaira ummat, menurutnya,
hanya akan menjadi slogan kosong tanpa makna jika tidak diiringi
dengan semangat bekerja, kesadaran berkreasi, berinovasi, dan
kemampuan berproduksi. Harus ada upaya nyata untuk
mentransformasikan atau membumikan ajaran Islam ke dalam
berbagai aspek, baik sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lainnya
agar dapat menjawab masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang
berorientasi pada keadilan sosial.
Melalui semangat yang tinggi, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan
timnya ia berhasil memenangkan pemilihan gubernur (Pilgub) NTB
dengan tidak mengandalkan kekuatan uang sebagai alat utama
pemenangan. Menurut TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., uang memang
penting tetapi uang bukanlah segala-galanya. Saat ini masyarakat sudah
cerdas, sudah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Masyarakat sudah paham bahwa orang yang mencari kemenangan dengan
cara membeli maka setelah menang dia pasti akan melakukan korupsi
untuk mengambil uang yang sudah dikeluarkan, serta masyarakat yang
memilih calon tertentu karena diberi uang, artinya menghargakan dirinya
seharga uang yang diterima.
Terpilihnya TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai Gubernur NTB,
kemudian Museum Rekor Indonesia
(MURI) memberikan sertifikat rekor MURI
kepada TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai gubernur termuda se-Indonesia.
Rekor MURI tersebut diserahkan oleh
Senior Manajer MURI Paulus Pangka
mewakili Dr. Jaya Suprana bertepatan
dengan hari Sumpah Pemuda yang
diperingati di halaman Kantor Gubernur
NTB tanggal 28 Oktober 2009. TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., menang dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada)
188
NTB dengan total perolehan suara sekitar 847.976. Usia TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., saat dilantik menjadi Gubernur NTB tanggal 17
September 2008 dalam usia 36 tahun 3 bulan 17 hari.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., selama memimpin Provinsi Nusa
Tenggara Barat, dapat dikatakan sukses memajukan Nusa Tenggara Barat.
Misalnya dalam bidang pertanian, pendidikan, pariwisata, pengelolaan
keuangan, dan pemerintahan yang baik membuat TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A., diberikan penghargaan Leadership Award oleh Menteri Dalam
Negeri tahun 2012. Selesai masa jabatannya tahun 2013, TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., kembali terpilih sebagai Gubernur NTB periode 2013-
2018. Kepemimpinannya pada masa ini, berhasil mengurangi tingkat
kemiskinan dan meningkatkan produksi atau ketahanan pangan di
daerahnya sehingga membuat NTB keluar sebagai provinsi terbaik dalam
hal tingkat pembangunan manusia.
Tahun 2017, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., kembali menerima
penghargaan Leadership Award dari Menteri Dalam Negeri. Selain itu, ada
banyak penghargaan yang diterima selama menjabat Gubernur Nusa
Tenggara Barat. Banyaknya prestasi serta kesuksesan selama periode
kedua kememimpinannya membuat ia dilirik oleh beberapa partai sebagai
salah satu kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019,
bahkan berdasarkan survei PolCoMM, elektabilitasnya mengalahkan
beberapa tokoh yang sudah terkenal, antara laian seperti Anies Rasyid
Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai seorang pemimpin (umara)
dan ulama, visi keislaman tidak pernah tertinggal dalam setiap kebijakan
yang dibuatnya, seperti dirubahnya slogan NTB dari “Bumi Gora” menjadi
“Bumi Quran”. Gubernur sekaligus hafidz Quran ini juga aktif menggiatkan
anak-anak untuk membumikan Qur’an melalui pendidikan. Bahkan sempat
ada dua anak penghafal Qur’an dari Ghaza Palestina yang sempat
berkunjung ke kediaman TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.. Selain itu, ia
aktif dalam dunia keislaman dengan menghadiri Konferensi Dunia Islam
Internasional di Arab Saudi yang diselenggarakan World Moslem League,
dan menghadiri Konferensi Ulama Internasional diadakan di Situbondo
Jawa Timur.

2) Pemimpin dan Prinsip Kepemimpinan dalam Fiqh Siyasah


Secara umum dapat digambarkan, bahwa persyaratan yang harus dimiliki
seorang pemimpin adalah memiliki pemahaman Islam secara mendalam.
Orang yang mendalam pemahaman agamanya adalah ulama, kyai, atau tuan
guru. Beberapa alasan syar’i sebagai dasar seseorang yang memiliki
189
pengetahuan agama sebagai pemimpin di NTB: (1) al-Qur'an Surat al-Baqarah
(2): 30 tentang kepemimpinan (khalifah): ”Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”; (2) al-Qur'an Surat Ali Imran
(3): 104 tentang perintah agar selalu ada sekelompok manusia yang menyeru
pada amar ma’ruf dan nahi munkar, dan (3) hadist Rasulullah Saw., tentang
tanggung jawab: “Kamu sekalian adalah pengembala (pemimpin), dan akan
dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.”
Eksistensi seorang tuan guru merupakan seorang ulama sejati, ia
merupakan seorang yang tidak hanya bisa mendakwahkan aspek ubudiyah
saja, namun juga harus mampu mendakwahkan ajaran agama bi al-lisan dan
bi al-hal sekaligus, terutama bagaimana mengelola ekonomi, pendidikan, dan
kesehatan, sehingga diharapkan tercapai khasanah di dunia dan akhirat
sekaligus. Seorang ulama sejati yang memahami agama secara mendalam
sudah bisa dipastikan juga paham betul bagaimana mengelola kehidupan
duniawi secara baik, karena dalam Islam tidak dikenal dikotomi antara ilmu-
ilmu duniawi dan ukhrawi. Ulama Islam awal telah membuktikan hal ini,
mereka tidak hanya mahir dalam ilmu fiqh dan tasawuf, tetapi mahir juga
dalam ilmu kedokteran, sosiologi, filsafat, dan sains lainnya.
Berlandaskan pada sifat Islam sebagai agama universal dan mampu
memberikan solusi bagi seluruh masalah yang dihadapi manusia. Fiqh Siyasah
menawarkan beberapa prinsip dari nash al-Qur’an dan hadist:
a) Prinsip kedudukan manusia di muka bumi QS. al-Baqarah (30):
”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi”;
b) Prinsip kepemimpinan QS. al-Syuara’ (26): "Maka bertakwalah kepada
Allah dan taatlah kepadaku, dan janganlah kamu mentaati orang-orang
yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak
mengadakan perbaikan”;
c) Prinsip musyawarah QS. Ali Imran (3): “…dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang bertawakal kepada-Nya”;
d) Prinsip tanggung jawab HR. Bukhari Muslim: ”Tiap-tiap kamu adalah
pemimpin dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya….” Al-
Ghazali juga menegaskan bahwa politik itu harus bersendikan agama
dan moral, karena menurutnya kepemimpinan itu setingkat di bawah
kenabian;
e) Prinsip hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin berdasarkan
persaudaraan: HR. Ahmad: ”Pemimpin-pemimpin kamu yang baik
adalah pemimpin yang mencintai mereka (rakyat) dan mereka
190
mencintai kamu, mereka mendoakan kamu dan kamu mendoakan
mereka. Sedangkan pemimpin-pemimpin kamu yang tidak baik adalah
pemimpin yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu
melaknat mereka dan mereka melaknat kamu” al-Ghazali menyebutkan
pemimpin yang bisa dicintai rakyatnya adalah pemimpin yang
mengutamakan pelayanan terhadap orang yang membutuhkan
terutama dengan melihat bagaimana harus melayani, bukan melihat
orang yang dilayani;
f) Prinsip tolong menolong terhadap yang lemah: HR. Abu Dawud:
”Barang siapa memiliki kelebihan berupa kemampuan, maka hendaklah
ia membantu dengan kelebihannya itu atas orang yang tidak memiliki
kemampuan, dan barang siapa memiliki kelebihan bekal maka
hendaklah ia memberikan kelebihannya itu kepada orang yang
kekurangan bekal”.
g) Prinsip dalam mengangkat para pejabat negara: “Barang siapa
memegang kekuasaan mengurus urusan kaum muslimin, kemudian ia
mengangkat seseorang padahal ia menemukan orang yang lebih pantas
bagi kaum muslimin daripada orang itu, maka sungguh ia telah
mengkhianati Allah dan Rasul-Nya”.

3) Prestasi dan Karya


a) Tanda Kehormatan Tertinggi dari Presiden
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., selama menjabat sebagai Gubernur
NTB periode 2008-2018, menerima penghargaan tanda kehormatan dari
Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., diberikan
penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha, merupakan
penghargaan tertinggi dari Presiden Indonesia dalam pengelolaan
manajemen pemerintahan. Penghargaan ini diberikan atas tata kelola
pelayanan publik dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan selama
memimpin NTB.

TGH. M. Zainul Majdi


menerima penghargaan
Satyalancana Karya Bhakti
Praja Nugraha dari Presiden
RI, Ir. H. Joko Widodo, di
Jakarta, 17 Juli 2019.

(Sumber: https://www.suarantb.com)

191
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., berhasil menjadikan NTB sebagai
provinsi yang terkenal dengan branding wisata halal di Indonesia bahkan
dunia, sehingga, NTB pernah mendapat predikat The Best Halal Tourism
Destination di dunia. Selain mendapatkan penghargaan ini, sebelumnya,
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., juga pernah meraih penghargaan
tertinggi dari Presiden Indonesia, yaitu Bintang Mahaputra Utama dari
Presiden ke-6 Indonesia, H. Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan
diberikan atas prestasi menonjol dalam pembangunan daerah saat
memimpin Nusa Tenggara Barat. Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti
Praja Nugraha ini menambah puluhan penghargaan yang diterima oleh
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, sebelumnya.

b) Karya dan Gagasan


Peringatan hari otonomi daerah tahun 2017, majalah keuangan negara
yang konsen dalam bidang kajian pelaksanaan otonomi daerah melakukan
wawancara terhadap 22 kepala daerah, yaitu gubernur dan bupati/
walikota se-Indonesia dinilai memiliki kiat-kiat sukses untuk memajukan
daerahnya. Salah satunya Gubernur NTB, yaitu TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,
M.A., dinilai sebagai gubernur paling sukses mengantarkan NTB sebagai
provinsi top mover dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Karya monumental itu berpuncak pada ditetapkannya NTB sebagai
daerah yang paling progresif dalam capaian program menurunkan angka
kemiskinan. Tercatat, jumlah penduduk miskin di NTB tahun 2008 masih
mencapai 1.080.610 jiwa (23,81 %). Namun tahun 2016, jumlah itu
berhasil diturunkan menjadi 786.580 jiwa (16,02 %). Artinya setiap tahun
angka kemiskinan rata-rata dapat diturunkan sebesar 1-2 %, padahal
secara nasional dengan fiskal yang besar, upaya menurunkan angka
kemiskinan 1 % saja membutuhkan waktu 5 sampai 6 tahun.
Perekonomian Provinsi NTB juga terus mengalami pertumbuhan yang
sangat berkualitas di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Misalnya, tingkat pertumbuhan tahun 2016 sebesar 5,82 % tahun 2015,
sedangkan tanpa pertambangan biji logam, ekonomi NTB tumbuh 5,71 %.
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dibuktikan dari 3 (tiga) indikator
utama, yakni penurunan kemiskinan, peningkatan kesempatan kerja dan
makin banyak masyarakat yang terlibat dalam pengembangan usaha
ekonomi produktif.
Artinya pertumbuhan ekonomi NTB yang berkualitas juga telah berhasil
mengurangi angka pengangguran sekaligus merangsang tumbuhnya
semangat wirausaha ekonomi produktif, sehingga berhasil menekan angka
rasio gini menjadi 0,36 %. Selain itu, konsistensi mengawal program
192
pencapaian indikator Millenium Development Goals (MDGs), kini berhasil
mencatatkan rekor NTB sebagai juara terbaik nasional. Keberhasilan ini
mendapat apresiasi dari dunia internasional. Sejumlah negara pun berniat
mereplikasi success story NTB dalam pencapaian indikator MDGs tersebut,
sehingga PBB dalam sidang tahunan di AS, mengundang Gubernur TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., mempresentasikan capaiannya di depan sidang
badan dunia yang terhormat itu. Sejumlah keberhasilan tersebut
merupakan refleksi kepemimpinan yang mampu memaknai hakikat
otonomi daerah.

c. Aktivitas Dakwah dan Politik


TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dikenal sebagai seorang da’i dan pengajar
sejak tahun 1999. Ia seorang santri yang tumbuh dan berkembang di lingkungan
ormas Islam NW. Ia tidak hanya berhadapan dengan jamaah NW, namun juga
banyak jamaah yang berafiliasi ke NU dan Muhammadiyah. Selain terjun dalam
dakwah dan pendidikan, ia juga terjun ke dunia politik, seperti tahun 2004
bergabung dengan Partai Bulan Bintang (PBB), dan menjadi anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2004-2009. Terjun ke dunia politik mungkin
sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
karier politiknya berawal karena ia akrab dengan tokoh reformis Prof. Dr. Yusril
Ihza Mahendra mengajaknya untuk maju sebagai anggota DPR-RI dari PBB,
kemudian ia terpilih sebagai Anggota Legislatif periode 2004-2009.
Belum genap masa jabatan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai Anggota
DPR-RI, tahun 2008 ia maju pada pilgub NTB setelah mendapat restu dari
Dewan Syuro PBB dengan pasangan Badrul Munir (seorang birokrat). Banyak
calon yang meminangnya untuk dijadikan calon gubernur. Namun, Yusril Ihza
Mahendra kembali meyakinkannya untuk maju sebagai calon Gubernur Nusa
Tenggara Barat. Pencalonan tersebut diusung oleh PBB dan PKS, hingga
akhirnya TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sukses terpilih menjadi Gubernur
NTB periode 2008-2013. Pilihannya masuk ke dalam politik bukan tanpa alasan,
menurutnya dalam pengalamannya selama berdakwah, banyak sisi dakwah yang
tidak bisa disentuh dengan kultural saja, tapi harus secara sistem melalui
struktur politik. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., yang sangat concern dengan
pendidikan, juga bercita-cita untuk memajukan pendidikan di NTB dan juga
menggratiskan pendidikan.
Istilah politik (siyasah) tidak selalu identik dengan hal negatif. Pemahaman
negatif terhadap politik biasanya disebabkan karena pengalaman yang pernah
terjadi saat TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., terjun ke dunia politik praktis.
Persoalan politik dalam Islam sangat berkaitan langsung dengan substansi
agama secara menyeluruh, sehingga agama menganggap bahwa persoalan
193
politik merupakan persoalan yang perlu diperhatikan secara serius. Catatan
sejarah yang dapat mendukung argumentasi ini, yaitu: (1) Islam awal dengan
tampilnya Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin, telah memberikan torehan
tinta emas dalam masa kepemimpinannya; (2) pengalaman Partai Masyumi pada
masa orde lama telah memberikan contoh kegigihan umat Islam dalam
memperjuang aspirasinya, (3) pengalaman Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
dalam perjalanan politiknya telah memberikan warna tersendiri dalam politik
nasional, dengan selalu menyuarakan aspirasi Islam dengan cara yang
bermartabat, dan (4) pengalaman beberapa partai Islam lainnya yang telah
memperlihatkan kegigihannya dalam menyuarakan aspirasi umat Islam yang
mayoritas di Indonesia.

2. NWDI: Organisasi Masa dan Wadah Perjuangan


a. NWDI sebagai Organisasi Massa
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) pada dasarnya merupakan
salah satu bagian dari madrasah-madrasah NW. NWDI didirikan oleh TGKH. M.
Zainuddin Abdul Madjid dengan nama Pesantren al-Mujahidin tahun 1934.
Pesantren al-Mujahidin pada awalnya menerapkan sistem pembelajaran dengan
metode halaqah, namun dalam evaluasi yang dilakukan sistem tersebut kurang
efektif sehingga dibentuk sistem klasikal yang menjadi cikal-bakal berdirinya
Madrasah NWDI.
Dinamika dan perkembangan Madrasah NWDI dan NBDI, kemudian TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid mendirikan organisasi NW. Organisasi NW merupakan
organisasi sosial kemasyarakatan dalam bidang pendidikan, sosial, dan dakwah
yang berdiri tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H, tepatnya tanggal 1 Maret 1953 M.
Dideklarasikan di Pancor, dihadiri oleh pejabat pemerintah daerah Lombok,
Pimpinan Partai Masyumi daerah Lombok, pengurus-pengurus cabang madrasah
NWDI dan NBDI se-Pulau Lombok, dan alumni dan santri Madrasah NWDI dan
NBDI (Noor, et al., 2014).
Pendirian NW sebagai fase lanjutan bagi perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Madjid, sebagai sebuah pembentukan identitas dan ideologi kolektif.
Secara ideologi dan filosofis, nama ini sama dengan nama madrasah yang
didirikan, yakni Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah. Melalui organisasi ini,
kemudian menunjukkan bentuk dan upaya unity atau penyatuan terhadap
common sense masyarakat Islam Nusantara dalam NKRI. Hal ini juga sebagai visi
futuristik TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid, meletakkan konteks perjuangan
pada level nasional, dari Lombok untuk Indonesia (Ikroman, 2016).
Sejumlah faktor yang menjadi faktor pendirian organisasi NW, di antaranya:
(1) perkembangan perjuangan dan cabang-cabang Madrasah NWDI dan NBDI,
tahun 1953 tercatat kedua madrasah tersebut telah memiliki 66 cabang yang
194
tersebar di wilayah Pulau Lombok (Noor, et al, 2014: 189). Meninggalnya Saleh
Sungkar membuat TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, kehilangan sparing partner
dalam perjuangan, namun sekaligus kian matang dalam politik, sehingga
menjadi babak baru bagi perjuangan dan eksistensi politik nasional TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, organisasi yang didirikan tidak lagi menggunakan
embel-embel nama daerah bahkan tidak lagi menaruh kata “Islam”; (3) adanya
desakan para petinggi Partai Masyumi di Jawa yang khawatir melihat gelagat
Nahdlatul Ulama yang mulai menyatakan ketidakpuasan, jika Nahdlatul Ulama
keluar dari Masyumi, maka dikhawatirkan massa pendukung yang ada di
Lombok juga akan ikut tercerai berai, sehingga massa pendukung yang sebagian
besar berada di bawah pengaruh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menjadi
epicentrum politik, harus segera diikat dalam organisasi selain NU, untuk
menjadi anggota istimewa (TP2GD, 2017: 50).
Organisasi NW mendapatkan legalitas yuridis berdasarkan Akte Nomor 48
tahun 1957 yang dibuat dan disahkan Notaris Pembantu Hendrix Alexander
Malada di Mataram (Noor, et al, 2014: 211). Wilayah yuridiskinya hanya di Pulau
Lombok, sehingga pada tahap berikutnya, tanggal 25 Juli 1960 dibuat Akte
Nomor 50, di hadapan Notaris Sie Ik Tiong di Jakarta. Termasuk memproses
pengakuan dan penetapan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia, dengan
Nomor J.A.5/105/5 tanggal 17 Oktober 1960, dan dibuat dalam Berita Negara
Republik Indonesia Nomor 90, tanggal 8 November 1960 (Noor, et al, 2014:
231). Pasca proses legalitas yang disempurnakan ini, NW mempunyai kekuatan
hukum tetap untuk mengembangkan organisasinya ke seluruh wilayah NKRI
dari Sabang sampai Merauke. Sejak itu, mulai terbentuk Pengurus Wilayah NW
sejumlah provinsi, seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, Riau, dan lainnya (Noor, et
al, 2014: 211).
Penyesuaian legalitas kembali dilakukan dengan terbitnya UU Nomor 8 tahun
1985 tentang Keormasan. Salah satu isi yang disesuaikan adalah penerapan Asas
Tunggal bagi semua organisasi kemasyarakatan, maka NW dalam Muktamar ke-
8 di Pancor, Lombok Timur mengadakan peninjauan dan penyempurnaan AD
dan ART ini kemudian dilakukan dengan Akte Nomor 31 tanggal 15 Februari
1987 dan Akte Nomor 32, juga tanggal 15 Februari 1987, yang dibuat dan
disahkan oleh Wakil Notaris sementara Abdurrahim, SH. di Mataram (Noor, et al,
2014: 211). Sebelumnya, sejak awal berdirinya asas yang dicantumkan Islam
dan Kekeluargaan. pada Muktamar ke-8, para muktamirin memprotes
penerapan asas tunggal oleh pemerintah ini, mereka menghendaki agar asas
organisasi terdahulu tidak dihilangkan dengan adanya ketentuan Asas Tunggal.
Kompromi yang dapat dilakukan adalah memindahkan pernyataan tentang asas
Islam tersebut ke dalam tujuan organisasi, sehingga makna esensial asas
195
tersebut tidak hilang (Noor, et al, 2014) dalam AD ditulis NW paham aqidah
Islam Ahlussunnah wal Jamaah dengan Mazhab Imam Syafi’i.
Tujuan organisasi NW adalah Li I’lâi Kalimatillah waIzzi al-Islâm wa al-
Muslimîn (untuk meninggikan kalimat Allah dan memuliakan Islam dan kaum
muslimin) dalam rangka mencapai keselamatan serta kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Sedangkan lambang atau logo organisasi NW adalah “Bulan
Bintang Bersinar Lima”, dengan warna gambar putih dan warna latar belakang
hijau. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid langsung sebagai pencipta logo ini.
Lambang ini memiliki makna, bahwa: (1) bulan melambangkan Islam; (2)
bintang melambangkan iman dan taqwa; (3) sinar lima melambangkan rukun
iman; (4) warna gambar putih melambangkan ikhlas dan istiqamah, dan warna
dasar hijau melambangkan selamat bahagia dunia akhirat (TP2GD, 2017: 52).
Seiring dengan berjalannya waktu, pasca wafatnya TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid tahun 1997, sekolah atau madrasah dan pondok pesantren di bawah
organisasi NW mengalami dinamika dan tercipta perseteruan, konflik, dan
dualisme kepengurusan, yaitu kubu NW Pancor dan NW Anjani berlangsung
selama hampir 23 tahun sejak tahun 1997 (https://lomboktvnews.com). Konflik
tersebut agar tidak berlarut-larut, difasilitasi oleh Kantor wilayah Kementerian
Hukum dan HAM NTB, sekaligus menjadi saksi penandatangan kesepakatan
bersama antara Pengurus Besar NW dan NWDI di Hotel Lombok Astoria
Mataram (https://ntb.kemenkumham.go.id). Kesepakatam ini ditandatangani
hari Selasa tanggal 23 Maret 2021 oleh dua cucu TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, yaitu RTGB. KH. Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani dan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A. Keduanya bertemu dan bersepakat untuk islah dan
sepakat melanjutkan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Kesepakatan tersebut dikenal dengan nama “Astoria Agreement”, berisi 7
(tujuh) poin kesepakatan, yaitu:
1. RTGB. Lalu Gede Muhammad Zainudin Atsani tetap melanjutkan NW yang
didirikan oleh Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid
berkedudukan di Mataram Nusa Tenggara Barat,
2. Sementara TGB. Muhammad Zainul Majdi mendirikan perkumpulan baru
bernama Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah atau NWDI berkedudukan
di Pancor Lombok Timur.
3. Kedua pihak memiliki kesetaraan dalam melanjutkan perjuangan di bidang
pendidikan, sosial, dan dakwah yang dilakukan Nadlatul Wathan
4. RTGB. Lalu Gede Muhammad Zainudin Atsani menggunakan lambang dan
bendera Nahdlatul Wathan sedangkan TGB. M. Zainul Majdi menggunakan
lambing dan bendera yang berbeda.
5. Kedua belah pihak harus saling menjaga hubungan baik, saling
menghormati, dan mengakui legalitas dan keabsahan masing-masing
196
dalam mewujudkan cita-cita Tuan guru Kyai Haji Muhammad Zainudin
Abdul Majid Pendiri perkumpulan Nahdlatul Wathan.
6. Kedua pihak juga bersepakat untuk saling menghindari sengketa atau
perselisihan dan mencabut laporan pidana, Gugatan Perdata dan atau Tata
Usaha Negara serta saling menghentikan semua tindakan diskriminasi,
penghinaan atau bullying dan persekusi dalam bentuk apapun.
7. Bahwa terhadap sekolah, madrasah, lembaga sosial, dan dakwah lainnya
seperti panti asuhan, asuhan keluarga, majelis taklim yang bernaung dalam
yayasan pendidikan yang dibentuk oleh kader, santri dan jamaah
Nahdlatul Wathan diberikan hak sepenuhnya untuk bebas memilih
bergabung dengan kepengurusan organisasi yang dipimpim pihak pertama
atau pihak kedua tanpa adanya intimidasi atau paksaan.
Kesepakatan tersebut ditandatangani dengan saksi-saksi terdiri atas
Gubernur NTB, Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kemenkumham RI,
Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, Kepala Polisi Daerah (Polda) NTB, dan Komando
Resort Militer 162/WB. Selain itu, kesepakatan Bersama ini melanjutkan
keputusan Kemenkumham dengan SK Kemenkumham nomor AHU 00012
69.AH.0108 tertanggal 30 November 2020 yang diterbitkan mengacu pada
putusan Mahkamah Agung dalam pemeriksaan Peninjauan Kembali No. 278
pk/pdt/2020, tertanggal 15 Mei 2020 yang mengakui dan memperkuat
legitimasi NW (https://ntb.kemenkumham.go.id).

Penandatangan Kesepakatan
(Sumber: https://ntb.kemenkumham.go.id)

Terlepas dari konflik yang terjadi, menurut Nahdi (2012) dinamika madrasah
dan pondok pesantren di bawah naungan organisasi NW, kelembagaan
pendidikan NW dapat dipetakan dalam lima fase, yakni fase pendirian dan fase I
merupakan babak awal (genuine), selanjutnya fase II, III, dan IV sebagai babak
perubahan (change), dan fase V hingga saat ini sampai seterusnya adalah babak
pengembangan (development). Gambaran atas fase-fase tersebut dapat dilihat
sebagai berikut:
197
(Sumber: Khirjan Nahdi, Dinamka Pesantrean NW
dalam Pendidikan, Sosial, dan Modal, 2013: 328).

Fase pendirian hingga fase pertama masih merupakan babak sejarah awal
karena masih diwarnai keaslian pikiran dan cita-cita awal pendirian Pesantren
NW, cenderung mementingkan keberadaan struktur, bukan variasi. Fase II
hingga IV masuk babak perubahan karena pada ketiga fase ini Pesantren NW
mengalami berbagai perubahan untuk maksud penyesuaian dengan dinamika
pendidikan yang terjadi dalam konteks yang lebih luas (nasional). Fase V masuk
babak pengembangan karena Pesantren NW dengan semua komponen
strukturnya sudah memiliki bentuk dan pola yang mapan. Fase perkembangan
NWDI sebagai madrasah pada awalnya berada di bawah naungan organisasi NW,
maka dalam fase perkembangannya NWDI sebagai madrasah bermetamorfosis
menjadi organisasi massa (ormas) Islam bergerak dalam bidang pendidikan,
sosial, dan dakwah.
Eksistensi NWDI sebagai ormas Isalam diperkuat dengan dilaksanakannya
Muktamar Perdana tanggal 26-28 Jumadil Akhir 1443 H/29-31 Januari 2022
bertempat di Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren
Darunnahdlatain (YPH-PPD) NWDI Pancor, dengan mengusung tema “Khidmat
kepada Umat, Bangun Indonesia Maju”. Hasil muktamar tersebut, NWDI hadir
sebagai organisasi massa (ormas) Islam yang mewadahi madrasah-madrasahnya
tersebar di seluruh Indonesia. Tujuannya untuk berkhidmat kepada umat.
Berkhidmat memiliki arti sebagai pengabdian.
Berkhidmatnya NWDI sebagai organisasi masyarakat, tentu dilakukan dengan
langkah-langkah struktural sehingga fungsi organisasi NWDI sebagai ormas
dapat terlaksana. Hal tersebut dilakukan organisasi NWDI melalui pembentukan
badan-badan atau bagian-bagian organisasi di antaranya Pengurus Wilayah
(PW) berkhidmat di Provinsi, Pengurus Daerah (PD) berkhidmat di
Kabupaten/Kota, Pengurus Cabang (PC) berkhidmat di Kecamatan dan Pengurus
Anak Cabang (PAC) berkhidmat di desa/kelurahan. Organisasi NWDI dalam
198
menjangkau masyarakat pemuda dan pelajar, menetapkan badan otonom
(Banom) termuat di dalamnya adalah Ikatan Pelajar NWDI (IP-NWDI) dan
Pemuda NWDI terstruktur berdasarkan organisasi NWDI yang terdiri dari PB
Pemuda NWDI, PW Pemuda NWDI, PD Pemuda NWDI, PC Pemuda NWDI, dan
PAC Pemuda NWDI. Tidak hanya itu, dalam kemahasiswaan, terdapat organisasi
yang aktif yakni Himpunan Mahasiswa NWDI (Himmah-NWDI) yang aktif di
kampus-kampus yang tersebar di Indonesia.
Berdasarkan upaya struktural tersebut, organisasi NWDI hadir sebagai
organisasi kemasyarakatan yang di dalam terdapat ruang lingkup bagi
masyarakat untuk berkhidmat. Pelaksanaan berkhidmat tersebut, jamaah NWDI
baik yang tergabung dalam organisasi maupun jamaah NWDI yang tersebar
selalu menjadikan instruksi organisasi melalui semboyan atau jargon yang
senantiasa digaungkan, yakni: “NWDI, fastabiqul khairat”, secara harfiah
memiliki arti berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Kehadiran NWDI
sebagai sebagai ormas tidak serta merta berkhidmat melalui jalur pendidikan
dan dakwah, tetapi dari segala sisi hidup masyarakat melalui jargon yang
diusung. Makna fastabiqul khairat, yaitu luas yang menjadikan setiap sisi dari
para anggota organisasi dan jamaah dalam koridor kebaikan.
NWDI sebagai ormas memiliki siratan makna bahwa kehadirannya di tengah-
tengah masyarakat sebagai wadah bagi masyarakat dan sebagai salah satu
kontrol yang menjaga masyarakat dari kesesatan hidup. NWDI di dalamnya
terdapat lembaga pendidikan formal maupun nonformal, lembaga dakwah, dan
lembaga kemasyarakatan yang terwakili dengan adanya Satgas NWDI
menunjukkan langkah pasti dalam memasyarakatkan NWDI. Hal ini
menunjukkan bahwa organisasi NWDI terbuka sebagai organisasi dengan basis
ilmu pengetahuan dan keagamaan tanpa pandang usia. Adanya lembaga
pendidikan formal yakni madrasah-madrasah yang tersebar di berbagai daerah
Indonesia sebagai wadah bagi para penerus bangsa dalam mempersiapkan diri
menjadi generasi penerus yang insani serta islami. Selain itu, adanya lembaga
dakwah-dakwah yang dinisbatkan kepada para tuan guru yang tersebar di
berbagai pelosok dan melakukan gerilya dakwah juga merupakan salah satu
bentuk upaya menjadikan NWDI sebagai organisasi berbasis kemasyarakatan.

b. NWDI sebagai Wadah Perjuangan


Organisasi merupakan sebuah wadah untuk sekumpulan orang yang bekerja
sama secara rasional serta sistematis yang terpimpin atau terkendali untuk
mencapai tujuan tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di
dalamnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa adanya organisasi memiliki
tujuan yang sama pada setiap orang yang berada di dalamnya, hal tersebut juga
dilakukan ormas NWDI.
199
Masa kemerdekaan, selain melalui pembinaan terhadap generasi bangsa,
NWDI menjadi wadah perjuangan dalam mengusir penjajah dari tanah air, hal
tersebut dilakukan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan mendirikan
Laskar “al-Mujahidin”, kemudian menunjuk adik kandungnya TGH. Muhammad
Faisal sebagai pemimpin. Laskar al-Mujahidin terdiri dari para santri Madrasah
NWDI dan jamaah pengajian TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid. Laskar ini
bersatu bersama laskar-laskar rakyat, seperti Laskar Banteng Hitam, kemudian
berujung pada penyerangan Tangsi Militer “Brigade Y” NICA di Selong Lombok
Timur. Penyerangan ini berlangsung tanggal 7 Juni 1946 tengah malam hingga
tanggal 8 Juni 1946 dini hari. Aksi ini berakhir gagal, tujuh pejuang gugur,
termasuk TGH Muhammad Faishal, yang merupakan adik kandung TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid. Saat ini, makam para pejuang yang gugur ini berada di
Taman Makam Pahlawan Nasional Rinjani Lombok Timur. Peristiwa tersebut
merupakan salah satu bagian dari NWDI sebagai wadah perjuangan.
NWDI sebagai ormasa Islam yang berbasis di Pancor, Kabupaten Lombok
Timur. Merujuk pada buku Visi Kebangsaan Religius TGKH. M. Zainuddin Abdul
Madjid, ditulis oleh Mohammad Noor, et al., (2014) dijelaskan bahwa TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid selaku pendiri dari NWDI, NBDI, dan NW telah memiliki
pemikiran dan perjuangan yang mengarah pada tercapainya visi kebangsaan
religius atau visi keindonesiaan dan keislaman. Hal ini dilakukan NWDI, karena
bentuk perjuangan masa kini sudah berubah. Perjuangan tidak lagi dilakukan
dengan mengangkat senjata, akan tetapi perjuangan saat ini adalah dengan
melawan kebodohan. Hal tersebut menjadikan organisasi NWDI membangun
visi kebangsaan religius atau visi keindonesiaan dan keislaman.
Pemaknaan didirikannya organisasi-organisasi tersebut memiliki dua makna
filosofis, yakni membangun agama dan membangun negara. Organisasi-
organisasi yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merupakan ikon
perjuangan yang memiliki orientasi pada upaya-upaya dan menyinergikan
antara membangun agama dan negara. Melalui organisasi tersebut, menjadikan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid beserta jamaah untuk tegak lurus maju ke
depan, pantang mundur kebelakang untuk menyerah tanpa mengenal lelah
memperjuangkan agama dan negara.
Hal demikian telah diwariskan kepada nahdliyin dengan role model jamaah
berdasarkan pada apa yang dilakukan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
pada zaman dahulu. Ketika berbagai cobaan, halangan, dan tantangan, serta
gangguan yang diterima TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, datang
seorang keluarga, yakni Haji Syazali untuk menawarkan tanahnya menjadi
tempat pendirian madrasah, sehingga, hal tersebut mendorong TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid untuk membentuk panitia pembangunan madrasah yang
berjumlah 15 orang. Madrasah-madrasah tersebut terus mengalami kemajuan
200
dan mendorong terbentuknya madrasah baru di berbagai tempat terutama di
Pulau Lombok (Noor., et al, 2014).
Refleksi historis atas perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan para
pendahulu NWDI merupakan salah satu bentuk dari organisasi NWDI
merupakan wadah perjuangan dalam membangun agama dan bangsa.
Perjuangan ini kemudian terus dilanjutkan oleh para masyaikh, tuan guru,
tenaga pendidik, santri dan seluruh jamaah yang ada di lingkungan NWDI. Upaya
mewadahi perjuangan nahdliyin, organisasi NWDI senantiasa memberikan ruang
kepada seluruh khalayak untuk ikut andil dalam memperjuangkan agama dan
bangsa. Hal tersebut terbukti dengan adanya beberapa penghibahan tanah untuk
didirikannya madrasah-madrasah NWDI sebagai ujung tombak pelaksana
pembangunan agama dan bangsa. Hibah-hibah yang diberikan pada NWDI
tersebut datang dengan sendirinya tanpa pernah ada tawaran yang sifatnya
memaksa. Hal ini merupakan bentuk karomah dari perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan para pendahulu sehingga masyarakat nahdliyin
tergerak ikut berjuang ber-fastabiqul khairat sebagaimana jargon NWDI yang
memiliki arti berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Jargon tersebut
merupakan salah satu wujud usaha ketercapaian visi membangun agama dan
bangsa melalui NWDI.
Selain itu, perjalanan dalam mencerdaskan agama dan bangsa, salah satu
bentuk program unggulan dilaksanakan dari institusi pendidikan MDQH NWDI
melalui program ”Guru Pejuang”. Para santri MDQH NWDI dikirim ke berbagai
daerah Indonesia yang minim pengetahuan agama dan kebangsaan untuk
dilakukan pengabdian demi mencapai upaya perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, seperti yang dijelaskan sebelumnya. program ini merupakan salah
satu langkah konkret yang dilakukan oleh organisasi NWDI dan menjadikan
NWDI sebagai wadah perjuangan.
Tidak hanya pada institusi MDQH NWDI, beberapa tahun terakhir, kampus-
kampus yang bernaung di YPPH-NWDI Pancor secara aktif melakukan
pengabdian dilakukan oleh para mahasiswa pada setiap program studi di luar
dari program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) merupakan produk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemendibudristekdikti), hal ini
dilakukan yayasan atas dasar melanjutkan perjuangan yang telah dilakukan oleh
pendiri NWDI, yakni TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk menjadikan
organisasi sebagai wadah perjuangan dalam membangun agama dan bangsa.
NWDI sebagai wadah perjuangan juga tertuang dalam wasiat-wasiat yang
disampaikan oleh pendirinya, yakni TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
wasiat renungan masa, salah baitnya berbunyi:

201
Karena setia menjunjung perintah
Menghidupkan Qur’an menghidupkan Sunnah
Banyak terhulur butiran hikmah
Alhamdulillah Wasyukurillah

Kutipan wasiat di atas, bait pertama dan kedua disampaikan mengenai “setia
menjunjung perintah” yang menjurus pada perintah organisasi untuk nahdliyin
agar selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan (fastabiqul khairat),
kemudian dilanjutkan dengan bait kedua merupakan cara yang dilakukan untuk
ber-fastabiqul khairat, yakni melalui menghidupkan Al-Qur’an dan Sunnah. Isi
dari bait syair termuat dalam wasiat renungan masa yang menunjukkan bahwa
eksistensi berdiri kokohnya NWDI terletak pada perjuangan bagaimana agar
tegaknya Al-Qur’an dan Sunnah sehingga visi mencerdaskan agama dan bangsa
dapat tercapai. Oleh karena itu, organisasi NWDI lahir atas dasar perjuangan
sehingga jargon berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan merupakan perintah
untuk kita sama-sama berjuang melalui NWDI.

3. NWDI: Modal Spiritual, Sosial, dan Kultural


Kekuatan spiritual dipahami sebagai kekuatan yang muncul dari adanya modal
spiritual. Istilah spiritual dalam KBBI dipahami sebagai fenomena kejiwaan, rohani,
batin, mental, dan moral (Dikbud, 1993: 857). Sebagaimana modal pada umumnya,
modal spiritual merupakan modal yang dapat menghasilkan atau melahirkan
modal-modal lain dalam menjaga dan melanggengkan eksistensi suatu organisasi
atau kelompok dalam masyarakat, termasuk masyarakat pesantren. Kekuatan
spiritual yang lahir karena adanya modal spiritual, kekuatan sosial dan budaya
pesantren dalam kajian ini dipahami melalui keberadaan modal sosial dan modal
budaya yang mendasarinya
Istilah modal sosial dan modal budaya dalam kajian ini tidak dipisahkan satu
sama lain, atau sebagai kesatuan (unity) dan pembahasannya tidak tampak secara
eksplisit melekat sebagai kekuatan sosial dan budaya pesantren karena menjadi
bagian integral dalam temuan dan bahasan. Asumsi yang mendasari pertimbangan
ini, yaitu: (1) modal sosial merupakan fenomena empirik dalam sistem sosial yang
kehadirannya dapat melahirkan modal-modal lain untuk terjaganya keseimbangan
sistem sosial. Namun, modal sosial-modal sosial yang dapat melahirkan modal
sosial lain, bila telah menjelma menjadi semacam pola perilaku, nilai, dan sistem
keyakinan bersama dari semua pemilik modal sosial itu. Dengan kata lain, modal
sosial-modal sosial tersebut sudah menjadi modal budaya dalam sistem sosial; (2)
dari sudut proses dan ketahanan dalam sistem sosial, sebagaimana dinyatakan oleh
Suyata (2008), bahwa modal sosial lebih cepat dibangun namun memiliki daya
tahan yang tidak lama, sedangkan modal budaya, karena harus melalui bangunan-
bangunan modal sosial, modal budaya lebih sulit dibangun namun memiliki daya
202
tahan yang lama. Modal sosial muncul lebih dulu dalam sistem sosial dibanding
modal budaya, namun dalam bahasa yang agak berbeda, namun dapat membantu
pemahaman tentang keberadaan modal sosial dan modal budaya dijelaskan oleh
Malinowsky (Fedyani, 2006:167), bahwa kebudayaan dan organisasi sosial
merupakan respon-respon terhadap kebutuhan biologis dan psikologis yang
berbeda-berbeda.
Selanjutnya, Malinowsky memberikan gambaran dalam bagan hubungan pola
hubungan budaya dan organisasi sosial sebagai kebutuhan dasar (biologis dan
psikologis). Kebudayaan atau dimaknai sebagai modal budaya berada lebih tinggi
dibanding organisasi sosial yang di dalamnya terdapat berbagai modal sosial.
Karena itu, dalam kajian teori ini, pembahasan akan diawali dengan pembahasan
modal sosial, berikutnya bagaimana modal-modal sosial membangun pola perilaku
sebagai modal budaya.
a) Modal Spiritual
Secara leksikal, spiritual merupakan fenomena kejiwaan, rohani, batin,
mental, dan moral, maka modal spiritual merupakan kekuatan yang bersumber
dari keyakinan atas fenomena metafisik yang menjadi penggerak segala sesuatu
yang bersifat fisik. Secara etimologis, spiritual (Latin) berasal dari kata spiritus,
bermakna memberikan kehidupan atau vitalitas pada sebuah sistem (Zohar et.al,
2005:61). Spiritual dalam hal ini dipandang sebagai peningkatan kualitas
kehidupan di dunia sebagai titik berat bagi para pemuka agama, termasuk Islam
untuk kepentingan kehidupan akhirat.
Zohar, et al (2005:63) menjelaskan bahwa modal spiritual merupakan suatu
kesadaran tentang nilai-nilai kemanusiaan yang fundamental dan kesadaran
mendalam akan adanya tujuan yang lebih luas dan lebih jauh dari sekadar apa
yang tampak dan dicita-citakan secara fisik, namun lebih jauh dari itu adalah
cita-cita ketuhanan yang dibebankan dalam hidup manusia. Kekuatan-kekuatan
spiritual dalam diri manusia semakin menyadarkannya secara mendalam
tentang tujuan dan arah hidup dan perbuatannya, baik sebagai individu maupun
sebagai masyarakat. Karena itu, kekuatan spiritual yang lahir dari adanya modal
spiritual selalu mendorong seseorang untuk bertanya mengapa, untuk apa, dan
bagaimana dia melakukan sesuatu dalam hidupnya. Akhirnya, pada titik tertentu
seorang individu atau masyarakat akan menafsirkan setiap aktivitas dan
tindakannya merupakan dimensi pengabdian kepada kekuatan yang Maha di
luar diri dan kelompoknya.

b) Modal Sosial
Modal sosial merupakan istilah ilmu sosial yang terkait dengan kemiskinan,
organisasi sosial, dan partisipasi masyarakat. Istilah ini mengacu pada modal
di luar kekayaan dan uang yang bermanfaat dalam mengembangkan modal-
203
modal lain. Melalui The Rural School Community Centre (American Journal of
Sociology), Hanifah (1916) menjelaskan modal sosial adalah kemauan baik, rasa
bersahabat, saling empati, serta hubungan sosial dan kerja sama yang erat
antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial. Bourdieu,
dalam buku The Forms of Capital (1986) mengemukakan bahwa pemahaman
atas struktur dan fungsi dunia sosial, perlu dipahami berbagai bentuk modal.
Tidak cukup memahami modal immaterial dalam teori ekonomi yang dianggap
sebagai non-ekonomi tidak menambah keuntungan material secara langsung.
Setiap transaksi modal ekonomi disertai modal immaterial dalam bentuk
modal budaya dan modal sosial. Demikian pentingnya modal sosial dalam
memproduksi modal-modal lain, termasuk modal ekonomi, Coleman, dalam
“Social Capital in The Creation of Human Capital”, (1988) memandang modal
sosial sebagai sarana kapital untuk memahami orientasi teoritis tindakan sosial.
Menurutnya, ada dua fungsi utama modal sosial, yakni (1) modal sosial sebagai
pencakup sejumlah aspek struktur sosial, dan (2) modal sosial yang
memberikan kemudahan bagi orang untuk melakukan sesuatu dalam kerangka
struktur sosial.
Lebih lanjut, dalam buku “The Foundation of Social Theory”, Coleman (1990:
368-393) mengidentifikasi tiga unsur pokok modal sosial. Pertama, kewajiban
dan harapan yang timbul dari rasa percaya dalam lingkungan sosial. Kedua, arus
informasi yang lancar dalam struktur sosial akan mendorong berkembangnya
kegiatan masyarakat. Arus informasi yang tidak lancar menjadikan orang tidak
tahu dan ragu, bahkan tidak berani melakukan sesuatu. Ketiga, norma-norma
yang harus ditaati dengan sanksi yang jelas dan efektif. Tanpa norma yang
disepakati dan dipatuhi bersama akan muncul kondisi anomie, di mana setiap
orang cenderung berbuat menurut kemauan sendiri tanpa merasa terikat oleh
orang lain.
Ahli lain, seperti Putnam dalam buku “Making Democracy Work: Civic
Traditions in Modern Italy” (1993:167) menyebutkan beberapa ciri organisasi
sosial, seperti jaringan, norma-norma, dan kepercayaan yang memudahkan
koordinasi dan kerja sama untuk mendapatkan manfaat bersama. Dengan
semuanya, masyarakat dapat meningkatkan efisiensi dengan cara memfasilitasi
tindakan-tindakan terkoordinasi. Masih dari sumber yang sama, Putnam
memberi tiga alasan atas pandangannya tentang pentingnya modal sosial,
sebagai berikut: (1) jaringan sosial memungkinkan adanya koordinasi dan
komunikasi yang menumbuhkan saling percaya sesama anggota masyarakat; (2)
kepercayaan (trust) berimplikasi positif dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dapat dibuktikan melalui bagaimana orang-orang yang memiliki rasa saling
percaya (mutual trust) dalam suatu jaringan sosial akan memperkuat norma
dengan keharusan saling membantu, dan (3) keberhasilan yang dicapai oleh
204
jaringan sosial dalam waktu sebelumnya akan mendorong keberhasilan pada
waktu-waktu berikutnya.
Lebih jauh, Putnam mengatakan modal sosial bahkan dapat menjadi jembatan
bagi jurang yang memisahkan kelompok-kelompok yang berbeda ideologi dan
memperkuat kesepakatan tentang pentingnya pemberdayaan masyarakat.
Sebagaimana Coleman et. al, dalam Portes (1998: 24), mengemukakan modal
sosial bukan hanya sekumpulan institusi yang menyangga masyarakat melalui
social trust dan social norm, namun sebagai perekat yang menggerakkan
masyarakat untuk bersama-sama. Melalui aneka ikatan horizontal, modal sosial
berperan dan dibutuhkan untuk memberi masyarakat suatu sense identitas dan
tujuan bersama. Modal sosial merangkai berbagai aset sosial, psikologis,
kultural, kognitif, dan institusional yang dapat meningkatkan perilaku kooperatif
yang saling menguntungkan. Bahkan tidak saja menjadi perekat, sebagaimana
Portes, modal sosial dengan social trust dan social norm dalam jaringan sosial
dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah (common problem)
secara bersama dalam pola hubungan timbal balik (reciprocity), sebagaimana
dikatakan oleh Dasgupta (1997:1-2).
Pendapat ahli lainnya, seperti Fukuyama dalam bukunya “Trust the Social
Virtues and the Creation of Property”, menyoroti pentingnya kepercayaan dalam
mencapai kesejahteraan ekonomi. Fukuyama mengatakan kondisi kesejahteraan
dan demokrasi serta daya saing masyarakat ditentukan oleh tingkat
kepercayaan antarsesama warga (1995: 16). Melalui bukunya yang lain,
Fukuyama (1999) mengungkapkan:
Social capital can be defined simply as a set of informal values or norm shared
among members of group that permits cooperation among them. If a members
of the group came to expect that others will be have reliably and honestly. Trust
is like lubricant that makes the running of any group or organization more
efficient.

Fukuyama berpendapat, modal sosial akan semakin kuat dalam masyarakat


yang berlaku norma saling bantu membantu dan kerja sama yang kompak dalam
satu ikatan jaringan hubungan kelembagaan sosial. Kepercayaan berkaitan
dengan budaya, terutama etika dan moral. Akhirnya, Fukuyama berkesimpulan,
“tingkat saling percaya dalam suatu masyarakat berkaitan erat dengan nilai-nilai
budaya yang dimiliki masyarakat bersangkutan.
Perbincangan mutakhir tentang modal sosial, seringkali bahkan dominan
dihubungkan dengan masyarakat perkotaan. Sebagaimana dikatakan Nahapiet
dan Ghoshal (dalam Academy of Management Review, 23/2, 1998), bahwa dalam
konteks, modal sosial banyak menyoal masyarakat modern di perkotaan, dan
relatif tidak sebanding dengan perbincangan pada masyarakat tradisional yang
cenderung miskin, terbelakang, terpinggirkan, dan umumnya di pedesaan. Modal
205
sosial dalam konteks ini justru menjadi modal pokok ketika mereka tidak
memiliki human capital dan physical capital. Definisi-definisi modal sosial yang
berbau manajerial, yang cenderung dimanfaatkan untuk konteks perkotaan
dikemukakan, antara lain oleh Bank Dunia (1999), Cohen et.al (2001), dan Cook
(1995). Bank Dunia mendefinisikan:
Modal sosial sebagai sesuatu yang merujuk pada dimensi institusional,
terciptanya hubungan-hubungan, dan norma-norma yang membentuk
kualitas dan kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal sosial bukan
sekadar deretan jumlah institusi atau kelompok yang menopang kehidupan
sosial, melainkan dengan spektrum yang lebih luas sebagai perekat yang
menjaga kesamaan secara bersama-sama.

Sementara itu, bagian lain Cohen dan Prusak memberikan arti tentang modal
sosial berikut ini:
Modal sosial sebagai stok dari hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap
pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust), saling pengertian
(mutual understanding), dan nilai bersama (shared value) yang mengikat
anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.

Modal sosial lebih spesifik dimaknai oleh Eva Cook, yaitu modal sosial sebagai
suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan,
norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan
efektifnya koordinasi dan kerja sama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.
Beberapa pengertian dan makna modal sosial dari berbagai ahli tersebut, dapat
diidentifikasi beberapa unsur modal sosial, yaitu: (1) partisipasi, (2) hubungan
timbal balik (reciprocity), (3) rasa saling percaya (trust), (4) norma sosial (social
norm), dan nilai-nilai (values).
Modal sosial tidak hanya dibangun oleh individu, namun kecenderungannya
tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari
nilai-nilai yang melekat. Masyarakat akan selalu berhubungan dengan
masyarakat lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan
atas prinsip sukarela (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan
keadaban (civility). Jaringan hubungan sosial biasanya diwarnai oleh tipologi
yang khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok, yang secara
tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan (lineage), pengalaman sosial
yang turun temurun (repeated social experiences), dan kesamaan kepercayaan
pada dimensi ketuhanan (religious beliefs).
Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan
antarindividu dalam kelompok, atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran
ini bukanlah suatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti jual beli,
namun sebagai kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa

206
altruisme (semangat membantu dan mementingkan kepentingan orang lain).
Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil
resiko dalam hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang
lain akan melakukan sesuatu sebagaimana yang diharapkan dan senantiasa akan
bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kepercayaan pada
tingkat individual muncul dari adanya nilai yang bersumber dari kepercayaan
yang dianut, kompetensi seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi norma
di masyarakat (Nahapiet & Ghoshal, 1998: 12). Tingkat komunitas, kepercayaan
dari norma sosial yang memang melekat pada struktur sosial itu (Coleman,
1994). Tingkat institusi, kepercayaan bersumber dari karakteristik sistem
tersebut yang memberi nilai tinggi pada rasa tanggung jawab sosial setiap
anggota kelompok.
Norma-norma sosial akan akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk
perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma sebagaimana halnya nilai
senantiasa memiliki implikasi yang ambivalen. Adakalanya norma menciptakan
kekhidmatan dalam relasi dalam masyarakat. Namun adakalanya norma
melahirkan kekakuan, karena terkesan formal dalam masyarakat tertentu.
Karena itu, efek negatif dari sifat ambivalen norma ini perlu diwaspadai dan
dihindari sehingga tidak mengganggu keberadaan norma sebagai salah satu
modal sosial yang penting.
Nilai adalah suatu ide yang turun temurun, dianggap benar oleh setiap
anggota masyarakat. Harmoni, prestasi, kerja keras, ikhlas, kompetisi,
kebersamaan, tenggang rasa, penghormatan, dan lainnya merupakan contoh
nilai yang umum dalam masyarakat. Ada keinginan dari kelompok masyarakat
untuk tidak saja ikut berpartisipasi, tetapi mencari alternatif bagi keterlibatan
dalam suatu masyarakat. Ide proaktif semacam ini memiliki kandungan modal
sosial yang cukup penting dalam hubungan sosial. Inisiatif untuk menjaga ruang
publik dari sampah, suara bising dan ribut, menjaga keamanan bersama, peduli
terhadap kelompok lemah, mengunjungi teman dan keluarga (silaturrahim),
mencari informasi, memperkaya ide, baik secara individu dan kelompok,
merupakan suatu modal sosial yang sangat berharga untuk terciptanya
masyarakat ideal yang diharapkan.
Mengacu pada bentuk modal sosial di atas, tergambar pula sumber-sumber
modal sosial dalam masyarakat. Secara garis besar, ada dua sumber modal
sosial, yakni: (1) modal sosial yang bersumber dari individu (modal sosial
individual), dan (2) modal sosial yang bersumber dari kelompok (modal sosial
kelompok). Modal sosial individual memang bersumber dari seorang (tokoh,
pemimpin, atau orang yang dituakan dalam kelompok masyarakat). Dikatakan
individual, karena dalam kurun tertentu modal sosial itu menjadi khazanah

207
individualnya, yang dimanfaatkan sebagai modal sosial adalah manfaat positif
dari khasanah itu untuk kepentingan bersama dalam kelompok masyarakat.
Cntohnya khasanah intelektual seseorang dapat menjadikannya dihormati
dan dikagumi. Kekaguman itu menjadikan masyarakat dalam kelompok itu
tergerak untuk belajar berbagai ilmu dari individu bersangkutan. Modal sosial
kelompok, bisa saja muncul dari individu lalu dikembangkan menjadi milik
bersama, atau muncul sebagai kesadaran bersama berdasarkan nilai yang
diyakini bersama. Sebagai contoh: kebiasaan memberi sumbangan pada suatu
kegiatan sosial, bisa saja merupakan kebiasaan individu. Tetapi karena dianggap
memiliki manfaat sosial, individu lain tergerak untuk melakukan hal yang sama,
sehingga akhirnya menjadi kebiasaan seluruh masyarakat dalam kelompok
sosial itu. Bahkan, pola itu dikembangkan sebagai suatu keharusan yang
mengikat bagi semua anggota kelompok dalam masyarakat itu.

c) Modal Kultural
Upaya menjembatani pemahaman tentang modal budaya yang sebelumnya
dibangun melalui modal sosial-modal sosial, diperlukan pemahaman tentang
konsep umum dari budaya (kebudayaan). Beberapa pendapat ahli antropologi
tentang kebudayaan perlu dikemukakan, antara lain Tylor (1971), Glazer et.al
(1988), Keesing (1981), dan Hofstede et.al, (2005). Taylor mengatakan
kebudayaan adalah penjumlahan total dari apa yang dicapai oleh individu dari
masyarakatnya berupa keyakinan-keyakinan, adat istiadat, norma-norma
artistik, kebiasaan, yang dimiliki sebagai warisan yang disampaikan melalui
pendidikan formal atau tidak formal. Glazer et.al memandang kebudayaan
sebagai suatu totalitas pengalaman manusia. Kebudayaan diambil dari istilah
etnografi yang luas dan kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni,
moral, hukum, adat istiadat, kapabilitas, dan kebiasaan lain yang dimiliki
manusia sebagai anggota masyarakat.
Keesing, menjelaskan kebudayaan dalam empat sudut pandang. Pertama,
kebudayaan sebagai sistem adaptif, terdiri atas keyakinan dan perilaku yang
dipelajari dan berfungsi primer dalam menyesuaikan masyarakat manusia dan
lingkungannya. Kedua, kebudayaan sebagai sistem kognitif, yang tersusun dari
apa pun yang diketahui dalam berpikir menurut cara tertentu yang diterima oleh
masyarakat. Ketiga, kebudayaan sebagai sistem struktur dari simbol-simbol
yang dimiliki bersama memiliki analogi dengan struktur pemikiran manusia.
Keempat, kebudayaan sebagai sistem simbol yang terdiri atas simbol-simbol dan
makna-makna yang dimiliki bersama dan bersifat publik. Hofstede (1991)
menjelaskan "kebudayaan" sebagai seperangkat kepercayaan, nilai, ideologi dan
perilaku abadi yang membedakan suatu kelompok orang dengan kelompok
lainnya.
208
Berdasarkan keempat pendapat tentang kebudayaan (budaya) di atas,
terdapat beberapa unsur yang sama, antara lain: nilai, keyakinan, norma,
disampaikan/ dipelajari, perilaku, miliki bersama, dan masyarakat. Sesuatu akan
bernilai bila diberi nilai oleh orang atau sekelompok orang dalam masyarakat.
Jika nilai menjadi dasar tindakan kolektif dalam masyarakat, nilai itulah sebagai
salah satu modal sosial. Keyakinan biasanya berkaitan dengan harapan-harapan.
Jika keyakinan dengan berbagai harapan menjadi milik kolektif, maka keyakinan
itulah sebagai salah satu modal sosial. Nilai-nilai yang diyakini agar memiliki
nilai produktif, biasanya dijadikan norma. Norma akan mengatur keseluruhan
kolektif dalam kelompok masyarakat. Jika itu terjadi, itulah salah satu modal
sosial. Nilai yang diyakini menjelma menjadi norma-norma kolektif tidak akan
pernah dipahami tanpa pewarisan (dipelajari). Oleh karena itu, terjadi proses
pengembangannya menjadi milik kolektif. Melalui proses belajar,
keseluruhannya akan membentuk pola perilaku kolektif dalam konteks yang
disebut masyarakat. Akhirnya, jika keseluruhan itu terjadi dalam proses
integrasi sosial antara struktur-struktur dalam sistem sosial (agen-struktur),
itulah sesungguhnya merupakan modal budaya bagi masyarakat dalam sistem
sosial tertentu.
Apabila masyarakat dalam sistem sosial yang dimaksud adalah pesantren,
maka terbangunnya budaya yang berbentuk pola perilaku, nilai, keyakinan,
norma-norma, dan mungkin institusi-institusi pendukung dalam sistem sosial
pesantren tidak lepas dari kehadiran berbagai modal sosial dan modal budaya
dalam sistem sosial pesantren. Modal sosial dan modal budaya dimaksud
berkaitan dengan bagaimana keduanya dengan berbagai bentuk dan variabelnya
dilahirkan, dikelola/ dimanfaatkan/dipelihara, dan dimaknai sebagai kekayaan
yang dapat diproduksi untuk melahirkan sumber daya lain yang bermanfaat bagi
eksistensi dan dinamika sistem sosial pesantren.

4. Implikasi NWDI sebagai Modal Spiritual, Sosial, dan Kultural


dalam Membentuk Karakter Kebangsaan Peserta Didik
NW sebagai organisasi, berawal dari Madrasah NWDI, dan selanjutnya hadir
NWDI sebagai organisasi selain sebagai lembaga pendidikan merupakan instrumen
perbaikan adab dalam kehidupan beragama dan bernegara. Sebagai instrumen,
kehadirannya berawal dari ide, pikiran, dan tindakan yang terakumulasi secara
struktural menjadi NWDI (madrasah), NW (organisasi), dan NWDI (organisasi). Ide,
pikiran, dan tindakan awal hingga kini dan seterusnya tidak lepas dari pergumulan
konteks internal dan eksternal. Pergumulan tersebut, tentu dibutuhkan adanya
sejumlah modal yang menguatkan eksistensi ketiganya.

209
Sebagai umat beragama, bersosialisasi, dan berbudaya, tentu modal yang
penting adalah modal spiritual, sosial, dan kultural, sebagaimana yang
bertransformasi dalam ketiga jenis modal dalam ketiga lembaga ini. Kontinuitas
dan penguatan modal tersebut berimplikasi pada beberapa agenda, yakni
pendidikan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, yaitu: (1) implikasi pendidikan
menuntut agenda strategis dalam bentuk penyiapan substansi pembelajaran dan
proses instruksionalnya berkaitan keberadaan organisasi dan lembaga pendidikan;
(2) implikasi kemasyarakatan dalam bentuk sosialisasi, diseminasi dan
pemutakhiran nilai-nilai perjuangan yang dikuatkan dengan ketiga jenis modal, dan
(3) konteks negara dan bangsa perlu mendorong dan terus menguatkan
keberadaan modal tersebut, karena ketiganya menjadi bagian penting dalam
kehadiran negara bangsa yang ber-Pancasila, ber-UUD 45, berbhinneka, dan ber-
NKRI.

Kesimpulan
NW merupakan nama organisasi massa Islam, dan selanjutnya dikenal NWDI,
yang keduanya lahir dari madrasah NWDI. Dikenal juga NBDI untuk kalangan
perempuan sebagai bentuk keadilan kesetaraan, dan demokrasi bidang pendidikan.
Kehadiran NW, NWDI, dan NWDI sebagai embrio awal merupakan kumpulan ide,
pikiran, dan tindakan perjuangan agama dan negara, yang lahir pada zaman pra
kemerdekaan Indonesia. keberadaannya hingga saat ini dan seterusnya merupakan
proses yang berkelanjutan dan terus berkembang dinamis. Dua hal penting dapat
dikemukakan sebagai simpulan dalam konteks ini, yakni keberlanjutan pemikiran,
ide, dan tindakan dan keberlanjutan NW, NWDI dan NWDI (madrasah) sebagai
lembaga dengan kehadiran berbagai modal.
Keberlanjutan ide, diawali dengan genuinitas pemikiran, ide, dan tindakan
Hamzanwadi. Hamzanwadi melahirkan ide, pikiran, dan tindakan tersebut sebagai
bentuk kesadaran atas kondisi nyata masyarakat Sasak di Lombok pada zamannya.
Instrumentasi ide, pikiran, tindakan tersebut melahirkan NW, NWDI, dan NWDI
(madrasah). Tentu saja, semuanya membutuhkan kelanjutan dalam ide, pikiran,
dan tindakan. Semuanya berproses dan berkelanjutan melalui pendidikan dari
generasi ke generasi. Dalam konteks ini, pada fase ketiga dewasa ini, ide, pikiran,
dan tindakan tersebut dikembangkan dan dilanjutkan oleh cucu Hamzanwadi, yang
sebagian besar dikenal dengan sebutan TGB Zainul Majdi.
Ide, pikiran, dan tindakan Hamzanwadi dilanjutkan dan dikembangkan oleh TGB
dalam konteks kekinian dan futuristik dengan tetap mempertahankan dan
menguatkan ketiga modal yang hadir dalam visi, misi, tujuan, wasiat, nasyid, dan
petunjuk petunjuk moral bagi jamaah secara khusus, dan generasi bangsa secara
keseluruhan. Setelah Anda memahami lebih dalam mengenai figur TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
210
Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial dan NWDI sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural, silahkan menjawab beberapa pertanyaan reflektif
berikut ini:

Lembar Kerja
Apa pandangan yang Anda miliki saat ini mengetahui dan memahami figur TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial, NWDI sebagai
organisasi masyarakat (ormas) Islam, dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan
kultural?
1. Saya merasa …………… bila ditugaskan mengajar dengan memahami figur TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial, NWDI
sebagai organisasi masyarakat (ormas) Isalam, dan NWDi sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. pandangan saya tentang figur TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang
dakwah, pendidikan, dan sosial, NWDI sebagai ormas Isalam, dan NWDI
sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural. dalam pendidikan di Indonesia
yang ……………………
b. pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ………
c. pandangan saya lainnya ……………………………………………………………………………..
d. keyakinan saya bahwa ………………………………………………………………………………..
e. pengalaman dan memori saya bahwa ………………………………………….......................

Pertemuan 12

D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari tentang figur TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus
estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang dakwah,
pendidikan, dan sosial dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural yang
mempengaruhi proses pendidikan dan merefleksikan dalam pembelajaran, silakan
bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan
menyelesaikan tugas berikut.

Lembar Kerja - Kelompok


1. Silakan berbagi pemikiran mengenai pandangan Anda tentang figur TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin
211
Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial, dan NWDI sebagai
ormas Islam, serta NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural.
a. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang figur TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial
b. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang NWDI sebagai
ormasa Isalam yang mempengaruhi proses pendidikan serta pembelajaran?
c. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang NWDI sebagai
modal spiritual, sosial, dan kultural yang mempengaruhi proses pendidikan
serta pembelajaran?
d. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang kesiapannya
mengajar dengan memperhatikan modal sprititual, sosial, dan kultural pada
peserta didik?
e. Apa persamaan pandangan pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., terkait gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial yang mempengaruhi proses pendidikan?
f. Apa persamaan metode dakwah, pendidikan, dan sosial TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., tentang mengajar mengajar
dengan memperhatikan pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran yang diterapkan pada peserta didik yang dimiliki?
2. Presentasikan hasil diskusi kelompok dalam bentuk mind map atau PPT.

E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.

Penilaian Tugas Kelompok:


▪ Tugas kelompok ini akan dinilai, baik oleh dosen maupun oleh kelompok
lainnya.
▪ Tiap kelompok menilai presentasi dari kelompok lainnya, dengan panduan yang
disediakan. Tuliskan penilaian kepada kelompok lain dengan menyebutkan hasil
penilaian (A/B/C/D) beserta komentar tentang apa yang paling membuka mata
dari presentasi tersebut.
▪ Panduan penilaian dapat dilihat dalam rubrik berikut. Kolom A adalah hasil ideal
yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.

212
A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi kurang
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
memberikan Visualisasi mendeskripsikan
insight atau menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
pembelajaran kreatif. kurang kreatif
terkait topik Visualisasi cukup dan menarik.
bahasan. menarik dan
kreatif
Visualisasi sangat
menarik dan
kreatif

Pertemuan 13

F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:

Lembar Kerja
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut

G. Koneksi Antar Materi


Buatlah koneksi antar materi dari pembelajaran mengenai topik bahasan tersebut
dengan pembelajaran yang sudah, sedang, atau akan Anda pelajari di mata kuliah
PPG lainnya. Selain menyebutkan topik/materi dalam mata kuliah ini dengan
topik/materi dalam mata kuliah lain, sebutkan juga keterkaitannya. Buat koneksi
tersebut dalam bentuk visual untuk memudahkan kita semua dalam memahami,
bisa dalam bentuk mindmap, diagram, bagan, atau lainnya.

213
Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya

H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.

No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi


1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami tentang
topik ini? Apa hal baru yang Anda pahami atau
yang berubah dari pemahaman di awal sebelum
pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar materi
baik di dalam mata kuliah yang sama maupun
dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat ini,
dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasika mengartikulasikan
refleksi dalam refleksi dalam n refleksi dalam refleksi dalam blog
blog dengan alur blog dengan alur blog dengan dengan kurang
yang jelas dan yang jelas dan cukup mudah jelas dan sulit
214
mudah dipahami, mudah dipahami. dipahami. dipahami.
serta kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan mendalam, pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam namun kurang topik bahasan, dan
secara tajam pandangan tajam dalam tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik mengaitkan pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari pandangan mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan mengenai topik bahasan.
dirinya dan kelompoknya. bahasan.
kelompoknya, Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa Mahasiswa atau kurang jelas
dengan materi menyimpulkan menyimpulkan dalam
dari MK lain. pemahaman secara sederhana menyimpulka
mengenai topik pemahamannya pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara
menyimpulkan mengenai topik mengenai topik
jelas. bahasan. bahasan.
pemahaman
mengenai Mahasiswa
topik bahasan mengaitkan Mahasiswa Mahasiswa tidak
secara tajam. pembelajaran dari secara singkat mengaitkan
modul ini dengan mengaitkan pembelajaran dari
Mahasiswa kesiapannya pembelajaran modul ini dengan
mengaitkan mengajar sebagai dari modul ini kesiapannya
pembelajaran dari guru. dengan mengajar sebagai
modul ini dengan kesiapannya guru.
kesiapannya mengajar sebagai
mengajar sebagai guru.
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.

Catatan untuk Dosen Pengampu


▪ Modul ini disusun untuk menggali pengalaman dan wawasan para calon guru
terkait proses mendidik yang sesuai.
▪ Modul ini dapat dimodifikasi oleh dosen pengampu.
▪ Dosen pengampu dapat menambah materi terkait topik bahasan.
▪ Selain penilaian tugas kelompok (LK) dan blog, dosen pengampu juga perlu
menilai partisipasi dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rubrik
penilaian partisipasi dan sikap ini bisa digunakan, namun dipersilakan untuk
dimodifikasi, atau mengembangkan sendiri. Kolom A adalah kondisi ideal yang
diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.

215
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa
memberikan memberikan terlihat tidak terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa kurang Mahasiswa
pemahaman klarifikasi. menunjukkan tidak
seluruh perilaku menunjukkan
mahasiswa. Mahasiswa cukup memfasilitasi perilaku
menunjukkan rekan memfasilitasi
Mahasiswa perilaku mahasiswanya rekan
menunjukkan memfasilitasi dalam proses mahasiswanya
perilaku rekan pembelajaran baik, dalam proses
memfasilitasi mahasiswanya di kelompok pembelajaran
rekan dalam proses maupun di kelas baik, di
mahasiswanya pembelajaran baik, secara kelompok
dalam proses di kelompok keseluruhan. maupun di kelas
pembelajaran baik, maupun di kelas secara
di kelompok secara Mahasiswa keseluruhan.
maupun di kelas keseluruhan. mengumpulkan
secara tugas melebihi Mahasiswa
keseluruhan. Mahasiswa dengan tenggat tidak
mengumpulkan waktu yang mengumpulkan
Mahasiswa tugas sesuai ditentukan. tugas.
mengumpulkan dengan tenggat
tugas sebelum waktu yang
tenggat waktu ditentukan.
yang ditentukan.

216
Topik 6
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
dan Dakwah Nusantara

A. Pengantar

Durasi : 2 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. Mendiskusikan pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majid, M.A.
2. Merefleksikan Dakwah Nusantara: Islam rahmatan
lil alamin dalam keberagaman bangsa Indonesia
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majid, M.A.
2. Ketepatan menguraikan dan menganalisis dakwah
Nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam
keberagaman bangsa Indonesia
Kriterai Penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk Penilaian : Non-tes (unjuk kerja dan portofolio)
Metode Pembelajaran : ▪ Kuliah dan diskusi (TM: 2 x 60’)
▪ Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
▪ Tugas 2: Laporan analisis pemikiran kebangsaan
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam
keberagaman bangsa Indonesia (2 x 60’)
Materi Pembelajaran : 1. Pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majid,
M.A.
2. Dakwah nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam
keberagaman bangsa Indonesia

Pertemuan 14

B. Mulai dari Diri

Mahasiswa PPG Prajabatan yang berbahagia

Selamat datang di topik yang keenam ini, yaitu pemikiran TGB. Dr. H. M. Zainul
Majid, M.A., dan Dakwah Nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam keberagaman
bangsa Indonesia. Topik ini penting untuk memahami pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara: Islam rahmatan lil alamin
dalam keberagaman bangsa Indonesia.

Setelah mempelajari topik ini, Anda diharapkan mampu:


1. mengaitkan dan menyimpulkan pembelajaran yang didapatkan selama
pertemuan sebelumnya.
217
2. mengaitkan dan menyimpulkan isu-isu atau persoalan-persoalan kebangsaan
dengan pendekatan, strategi, metode, dan materi pembelajaran yang diterapkan
dalam keberagaman hidup berbangsa.
3. menilai pendekatan, strategi, metode, dan materi pembelajaran yang diterapkan
sebagai wujud untuk mewujudkan pendidikan yang berorientasi pada peserta
didik.

Kita akan mulai pembelajaran tentang isu-isu kebangsaan dan keberagaman bangsa
Indonesia di sekolah melalui pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,
M.A., dan Dakwah Nusantara-Islam rahmatan lil alamin dalam pendidikan di
Indonesia dengan melakukan pengamatan terhadap video berikut ini.

Mari lihat video singkat berikut:


http://youtube/hamzanwadi.channel

Setelah mengamati video tersebut, silakan menjawab pertanyaan berikut ini:

Lembar Kerja
Dari pengamatan tentang pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
dan dakwah nusantara tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama
dan berbeda yang Anda temui?
……….…………………….………………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi pendidikan dalam
suasana keberagaman tersebut?
……………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang pendidikan dalam keberagaman bangsa
Indonesia?
………………………………………………………………………………………………………………………

Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan reflektif berikut ini:


1. Bila Anda mendapatkan tugas mengajar bagaimana Anda memperhatikan isu-
isu atau persoalan-persoalan keberagaman bangsa terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran di sekolah dalam ……………..…?
2. Siapkah Anda mengajar dengan memperhatikan isu-isu atau persoalan-
persoalan keberagaman bangsa Indonesia terkait dengan penyelenggaraan
pendidikan dan pembelajaran di sekolah dalam……………………...? Apa alasannya?
………………………………………………………………………………………………………………………

218
Mari berproses bersama dalam rangkaian pembelajaran selanjutnya untuk semakin
memahami pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A melalui Dakwah
Nusantara dengan menegakkan Islam rahmatan lil alamin untuk membangun
pendidikan dalam keberagaman hidup berbangsa di Indonesia.

C. Eksplorasi Konsep
Indonesia terdiri dari beragam latar belakang suku, agama, ras, golongan, bahasa,
adat istiadat, dan status sosial, serta pulau/daerah sehingga keberagaman ini
Indonesia dikenal sebagai negara multikultural.

1. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara


a. Islam dan Negara
1) Islam dan Pancasila
Konteks ajaran Islam, antara agama dan kehidupan sosial-budaya
merupakan dua hal yang integral tidak bisa dilepaskan dari aturan yang
mengatur urusan masyarakat dan negara, sebab Islam bukan agama yang
hanya mengatur ibadah secara individu, namun Islam juga mengajarkan
bagaimana bentuk kepedulian kaum muslimin dengan segala urusan umat
yang menyangkut kepentingan dan kemaslahatan mereka (Abdillah, 2011: 9).
Secara sosiologis, pandangan atau pemikiran TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,
M.A., sejak awal para pendiri negara dalam membangun entitas bernegara
sangat mengakui dan mengutamakan nilai-nilai agama sebagai landasan
hidup bernegara, meski tidak mengambil salah satu agama sebagai ideologi
negara, namun nilai-nilai diwujudkan dalam bentuk konsensus dalam
bernegara dan bermasyarakat, yaitu negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha
Esa diwujudkan dalam Pancasila sebagai dasar negara. Para founding father
sejak awal telah memiliki konsensus yang kuat, mengutamakan kedewasaan
dan semangat nyata untuk mencari titik temu dari keberagaman nusantara ini
(https://diskominfotik.ntbprov.go.id/).
Para founding father sejak awal ingin menjadikan keberagaman itu sebagai
kearifan Indonesia, bahkan sebelum Islam menjadi agama mayoritas dianut
oleh penduduk nusantara, hidup berketuhanan telah melekat dan mengakar
dalam kehidupan bermasyarakat. Artinya, nusantara ini telah memiliki
semangat spiritualitas yang kuat. Bagi, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A,
mendiskusikan spiritualitas memiliki arti merangkum nilai-nilai ketuhanan
dari semua agama yang ada. Pandangannya mengenai ''Titik Temu
Ketuhanan'' dan bukan kesekuleran. Ia menambahkan entitas negara selalu
terkait dengan infrastruktur dan suprastruktur. Jika Infrastruktur terkait
dengan instrumen struktural yang diperlukan dalam bernegara, mulai dari

219
Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang (UU), lembaga-lembaga pemerintahan,
dan kemasyarakatan (https://diskominfotik.ntbprov.go.id/).
Infrastruktur dimaksud harus ditunjang oleh nilai-nilai yang hidup dan
diyakini sebagai kekuatan atau spirit dalam bernegara. Spirit dari semua itu
adalah nilai-nilai Ketuhanan. Semua agama memiliki sumbu Ketuhanan yang
sama, di sinilah titik temu nilai ketuhanan itu, sedangkan sekularitas, tidak
cocok dan bahkan bertentangan dengan jiwa masyarakat karena bukan
merupakan spiritualitas Nusantara. Infrastruktur negara, terdiri atas
Pancasila, UUD 1945, UU, dan NKRI, kemudian ada Bhinneka Tunggal Ika,
ditopang oleh suprastruktur yang ada nilai di bawah yang menjaga ini semua
supaya tetap operasional. Keempat nilai ini ditopang oleh ketuhanan, yaitu
spritualitas sehingga kalau berbicara Pancasila tetapi pondasi ketuhanan atau
spritualitas itu tidak ada, ini sesuatu yang sulit juga. Misalnya secara
sederhana mau menjelaskan tentang Pancasila pada pondok pesantren, tentu
tidak bisa serta merta mengatakan bahwa Pancasila, pegang kemudian lima
prinsip ini diimani dan dilaksanakan, tteapi harus ada substansi pondasi
utama yang lebih substansial, yang lebih utama adalah ketuhanan itu
(Muta’ali, et al, 2017. 12).
Berkaitan dengan posisi agama Islam yang bukan hanya sebagai agama
mayoritas, tetapi juga majority creator kemerdekaan Indonesia, TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A, berpandangan bahwa masyarakat tumbuh dalam ruang
dan waktu, dan ruang itu adalah NKRI. Ia menegaskan berislam itu ada ruang
dan waktu, jadi tidak mungkin berislam pada ruang yang hampa dan waktu
yang hampa. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, menyatakan:
Ruang bagi kita di Indonesia adalah nusantara dan waktunya kapan adalah
sekarang atau masa yang akan datang. Jadi kalau memaknakan seperti itu,
maka Indonesia itu bagian tidak dapat dipisahkan dari keislaman. Oleh
karena itu, semua ekspresi keislaman di republik ini harus berkontribusi
untuk menguatkan Indonesia. Jadi tidak boleh ada ekspresi keislaman yang
menggerogoti apalagi menggergaji pilar-pilar utama dalam bernegara. Poin
pertama, berislam tidak bisa lepas dari ruang dan waktu, kedua menjaga
Indonesia dengan mengisinya dengan hal-hal yang konstruktif, bekerja
dengan sungguh-sungguh untuk membangun adalah bagian dari berbakti
kepada para ulama dan pendahulunya.

Pandangan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, tentang Pancasila merupakan


konsep kemanusiaan yang berketuhanan. Tafsir ini berangkat dari landasan
bahwa kemanusiaan itu merupakan satu-satunya ranah atau tempat menguji
rasa ketuhanan, sedangkan Ir. Soekarno menafsirkan Pancasila ke dalam Tri
Sakti, Soeharto ke dalam pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila
(P4), Gusdur ke dalam pluraisme, dan Jokowi dengan revolusi mental.

220
2) Eksistensi Negara
NKRI memiliki keragaman dengan kekhasan yang berbeda-beda satu sama
lain, dan keanekaragaman dan kekayaan itu menyatu menjadi sebuah
keindahan yang utuh menjadi sebua bangsa yang besar, merawat
keragaman itu perlu strategi yang didasarkan pada pedoman hidup
bernegara, yaitu Pancasila. Negara Indonesia mengakui 6 (enam) agama
resmi, artinya Indonesia adalah negara yang berketuhanan, bukan
sekuler. Namun bukan pula bangsa yang menjadikan agama tertentu
sebagai ideologi, hukum dan sistem politik pemerintahan.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, memiliki pandangan bahwa
keberagaman Nusantara merupakan blessing atau karunia dari Allah
Swt. Lebih lanjut ia menyampaikan:
Karunia dari Allah Swt ini, meyebabkan kita terhindar dari banyak
hal yang tidak baik dibandingkan negara-negara yang baru lahir.
Manusia bergerak dan berfikir serta dapat mengarahkan fikirannya
itu karena petunjuk dari Allah SWT. Ini merupakan sebuah
keberkahan yang harus disyukuri dan harus dirawat saat sekarang
ini (Putra, 2020).

Karunia dari Allah Swt tersebut, tentunya harus disyukuri dan


dirawat bersama, itulah hal mendasar bagi pendiri bangsa membangun
konsep berketuhanan tanpa referensi kepada agama-agama tertentu.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, menambahkan:
….konstruksinya sudah jelas sesuai dengan apa yang diajarkan oleh
Rasul sebagai akhlak kita sebagai seorang manusia. Apalagi dalam
satu lingkungan atau entitas politik dalam suatu negara atau bangsa,
dengan kata lain berkontribusi untuk Indonesia adalah bagian dari
ibadah. Hal ini yang harus selalu kita sampaikan kepada seluruh
ummat bahwa kontribusi anda kepada Indonesia adalah bagian dari
ibadah kepada Allah SWT. Sebenarnya kalau kita jujur terhadap
sejarah itulah yang terjadi selama ini. Dengan sedikit pengecualian
karena ada beberapa isu-isu terakhir, tetapi selama ini tidak pernah
ada yang mempertanyakan tentang yang mencuri teater ini (Putra,
2020, 153).

Pandangan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., tentang komunitas


beragama yang paling besar, umat islam tetap menjadi komponen yang
paling aktif dalam merawat negeri ini, dalam situasi apapun, bahkan
ketika mereka tidak memiliki penguasaan terhadap sumber -sumber
daya ekonomi, bahkan ketika mereka berada satu posisi represi politik
tertentu di suatu masa, tetapi kontribusi mereka tidak pernah surut.
Contohnya, subsistem yang menjadi penopang pendidikan Islam dalam
republik ini adalah pesantren.

221
Pesantren tidak pernah ada surutnya, jika dilihat grafik secara
kuantitas pesantren dari zaman ke zaman di Indonesia, bahkan pada
zaman umat Islam tidak mendapatkan posisi politik yang proporsional
atau berada dalam situasi ekonomi yang tidak menguntungkan, tren
pesantren meningkat secara kuantitatif, baik dari sisi lembaga maupun
anak-anak bangsa yang belajar. Jika subsistem pesantren mendapat
perhatian yang cukup, tidak bisa dibayangkan bagaimana pelipatan
kontribusinya pada republik atau negara ini.
Upaya menghindari keretakan dalam berbangsa dan bernegara,
secara eksplisit dalam menjaga eksistensi bernegara, TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A, berpikiran bahwa semua pihak harus memiliki
pendinginan kolektif pada semua peristiwa yang berdampak pada
tergerusnya kesatuan bangsa. Semua pihak harus cooling down, dengan
mengelaborasi nilai-nilai yang menyatukan atau memperkuat dengan
cara: (1) ketegangan urat syaraf harus diturunkan, dimana seluruh
aktor harus melakukan pendinginan kolektif; (2) harus ada pesan yang
kuat dari kepala pemerintahan, menegaskan dan memberi pengarahan
yang pasti dan tegas, agar semua pihak menghentikan saling hujat,
saling fitnah antarkelompok atau antar golongan atau sikap saling
merendahkan lainnya, dan (3) upaya-upaya kultural dari semua pihak
terus dilakukan dan dikuatkan, dalam merawat nilai-nilai ke-
Indonesiaan

3) Politik sebagai Media Dakwah


TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, sebagai seorang ulama (tokoh agama) dan
menjadi politisi menggabungkan antara dakwah dan politik sebagai medan
perjuangan identitasnya sarat dengan narasi-narasi retorika dakwah mengenai
pesan moderasi, ukhuwah islamiah, dan toleransi, bahkan dia sering mengulas
mengenai nilai-nilai kebaikan Islam yang harus diaplikasikan dalam
kehidupan, bahkan namanya popular terdengar dalam perhelatan bursa
pemilihan calon presiden tahun 2019. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, menjadi
tokoh yang dielu-elukan untuk maju pada pemilihan presiden (Pilpres) tahun
2019 sebagai tokoh perubahan, bahkan namanya digaungkan pada
pertarungan politik nasional sebagai pemimpin yang religius. Namanya muncul
dalam kancah perpolitikan nasional yang tidak lepas dari kesuksesannya
selama 2 (dua) periode memimpin Provinsi Nusa Tenggara Barat, baik dalam
pembangunan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan kebijakan-
kebijakan yang berorientasi pada nilai-nilai keislaman.

222
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, dalam usia yang tergolong masih sangat
muda, yaitu 36 tahun telah mampu berkarya dan mengabdi untuk masyarakat,
hal ini ia sampaikan bahwa:
Dakwah dan politik itu selalu berkaitan satu dengan yang lain, karena
Islam tidak memisahkan antara agama dan politik, karena sesungguhnya
seluruh wilayah kehidupan adalah wahana untuk dakwah, termasuk
wilayah politik adalah wilayah yang amat penting dalam berdakwah,
karena di dalamnya terdapat kebijakankebijakan yang berkaitan dengan
umat Islam (Sumber: Program “Satu Indonesia bersama Muhammad Zainul
Majdi”, dalam https://www.youtube.com/watch?v=nKRVs9).

Ungkapan tersebut dapat dimaknai, bahwa pendekatan politik sebagai


medium dakwah TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, mempunyai peran yang amat
kuat dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah yang universal, karena pesan
dakwah, adalah pesan kebaikan menerapkan amar ma’ruf nahi munkar yang
diaplikasikan melalui hal-hal yang nyata, karena inti pesan dakwah adalah
pesan kebaikan yang diamalkan bersama, dengan niat dan ketulusan untuk
sama-sama membangun masyarakat, dan menciptakan kemaslahatan untuk
orang banyak, walaupun beberapa orang menjadikan dakwah hanya dilakukan
sebatas wacana dan retorika saja, namun berbeda dengan TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, menyampaikan bahwa retorika sebagai
sesuatu hal penting karena terkait dengan penyampaian suatu wacana dan
gagasan seorang pemimpin dalam berkomunikasi dengan masyarakat, akan
tetapi karya nyata dan pengabdian untuk umat itu yang lebih penting. Bagian
lain, ia menyampaikan kebijakan politik adalah suatu legitimasi yang kuat
dalam bentuk hukum untuk kepentingan orang banyak. Atas dasar ini, ia
memilih politik sebagai medium dakwah, alasannya dengan memegang suatu
kekuasaan melalui kebijakan politik akan dapat membuat perubahan yang
cepat di masyarakat, tidak hanya dalam bentuk kesadaran, namun meliputi
sikap, perilaku masyarakat dan tatanan hidup masyarakat.
Pendekatan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, dengan masyarakat melalui
retorika melalui pesan-pesan dakwah, meliputi, pidato, ceramah maupun
acara-acara keagamaan, karena memang pendekatan melalui retorika memiliki
hubungan yang erat dengan masyarakat, berkaitan dengan penyampaian ide,
gagasan, ajakan, maupun sosialisasi kebijakan, itu yang digunakan oleh TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, dalam berkomunikasi dengan masyarakat (Bakti,
2015).

223
b. Dakwah Nusantara
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, dengan latar belakang sebagai pendidik dan
pendakwah memiliki cara tersendiri dalam mencintai Indonesia, yakni
berkeliling Nusantara, berdakwah, menyampaikan pesan kebaikan pada umat.
Meskipun pada awalnya diliputi keraguan untuk menerima undangan dakwah
diberbagai tempat karena amanah menyelesaikan tugas sebagai Gubernur Nusa
Tenggara Barat. Baginya, jalan dakwah yang ditempuh bukan hanya sebagai
medium silaturrahmi dengan sesama muslim, tetapi, sebagai jalan mempererat
jalinan kebangsaan sebagai jalan pembuka kebaikan, dalam perjalannya, pesan
dakwah tersebut kuat dengan nilai wasathiyah. Di NU biasa dikenal tawasuth,
tasammuh, dan tawazun (https://www.jawapos.com/dakwah-nusantara).
Dakwah yang dilakukan oleh TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, cenderung
memiliki kekhasan, seperti menggunakan komunikasi dengan mengemas
retorika agama dikombinasikan dengan nilai-nilai dakwah. Komunikasi tersebut
tampak ketika berbicara pada lawan bicaranya atau dalam komunikasi politik. Ia
juga rutin menyampaikan ceramah atau kajian di radio, masjid-masjid atau
stasiun TV. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, selaku seorang pendakwah mampu
mengemas pesan dakwah lebih menarik dengan memahami konteks dan situasi
dalam berdakwah, kemasan retorika dakwahnya. Figur TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A, sebagai seorang tokoh banyak menarik perhatian masyarakat, bukan
hanya masyarakat NTB, namun juga masyarakat Indonesia secara umum. Ia
dikenal sebagai tuan guru muda yang aktif berdakwah. Dakwahnya diterima
oleh masyarakat karena ketepatannya membawa pesan dakwah sehingga ia bisa
dikenal dan diterima oleh semua lapisan masyarakat. Ia selalu menyampaikan
pesan-pesan moderasi Islam pada masyarakat tentang nilai-nilai ajaran agama
yang mulia dalam menata suatu kehidupan masyarakat agar menjadi lebih baik
(Ziaulhaq, 2020).
Nilai-nilai ajaran Islam sering didakwahkan, yaitu konsep ummah menghargai
keberagaman, kebersamaan, sebagai konsep terbaik yang dihadirkan Islam
dengan ukhuwah islamiyah melalui persatuan membangun masyarakat yang
berintegritas. Suatu prinsip membangun masyarakat harus berbasis pada
integritas keteladanan, kejujuran, kebaikan, dan keberagaman, serta mampu
menjaga suatu amanah, dan menanamkan dakwah dalam setiap aktivitasnya, hal
tersebut menjadi prinsip hidup umat Islam, dan politik bagian dari instrumen
yang tetap mengikuti dengan nilai-nilai dakwah, jadi semua aktivitas kehidupan
harus diniatkan untuk dakwah Islam. Aktivitas dakwah tersebut, misalnya
mengisi acara-acara program TV “Satu Indonesia bersama Muhammad Zainul
Majdi” (https://www.youtube.com/watch?v=nKRVs9BzyVE).

224
Tingginya tingkat keberhasilan dakwah TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A,
menjadikan dakwah-dakwahnya selalu menarik untuk disimak, baik melalui
penyampaian bahasa yang sangat ringan mampu mengajak masyarakat dari
segala golongan. Ketika ia berbicara pesannya mudah dipahami dengan
penyampaian yang begitu menarik. Latar belakang pendidikan turut berperan
dalam menunjang keberhasilan dakwahnya dimana orang dengan pendidikan
yang mumpuni dalam bidang agama akan lebih didengar dan dipercaya
masyarakat. Materi dakwah yang disampaikan banyak mengulas berbagai
macam pesan toleransi, moderasi Islam melalui kajian tafsir dan hadist.
Materi dakwah yang disampaikan banyak membahas atau mengulas Islam
dan nasionalisme yang berpegang teguh pada ajaran Islam moderat. Pesan
dakwahnya identik dengan moderasi Islam, di antaranya tabligh (informasi),
taghyir (perubahan sosial), khairu ummah (keteladanan umat), dan mampu
mencerminkan akhlak yang terbaik dari setiap individu, dan membangun
kepekaan sosial, dengan mempromosikan ajaran-ajaran Islam yang relevan
dengan nilai-nilai universal (Bhakti, 2015).
Dakwah TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, terkait dengan Islam dan
nasionalisme dinyatakan sebagai berikut:
Mencintai negara atau hubbul wathan merupakan bagian dari ajaran Islam.
Negara Indonesia ini adalah karunia dari Allah Swt dan cara mencintai
karunia Allah Swt adalah dengan menjaganya. Kebangsaan dan keislaman di
Indonesia tidak dapat dipisahkan karena keduanya berjalan seiringan.
Kebangsaan dan keislaman kita tidak dapat dipisahkan, semua pihak memiliki
kewajiban menerangkan antara keislaman dan kebangsaan tidak ada
pertentangan. Islam tidak datang di ruang kosong, namun hadir dalam
sejarah. Kebenaran dalam sejarah itu kebenaran dari Allah Swt. Cinta pada
tanah air itu bagian dari naluri, tak mungkin bertentangan dengan agama
(http://republika.co.id, 2023).

TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, dalam berdakwah mendeskripsikan materi


berdasarkan metode retorika dakwah. Komposisi struktur materi disampaikan
meliputi tiga metode retorika dakwah, yakni metode hikmah, berupa pernyataan
logis, faktual, dan kebenaran mutlak dengan dalil dan penjelasan yang baik, dan
metode mauidzah hasanah berupa pesan melalui kisah-kisah meliputi para nabi
dan sahabat yang mengandung makna dan pelajaran di dalamnya, dan dengan
metode wajadilhum billati hiya ahsan dengan cara berdiskusi dan berdebat
dengan cara yang baik dalil-dalil yang kuat (Anwar, et al., 2020).

225
2. Moderasi Ajaran Islam dan Moderasi Kehidupan Beragama dalam
Islam
a. Islam Rahmatan Lil Alamin
Secara terminologi Bahasa Islam rahmatan lil aalamin terdiri atas Islam dan
rahmatan lil alamin. Islam berasal dari kata salama/salima yang berarti damai,
keamanan, kenyamanan, dan perlindungan. Fatwa tentang terorisme dan bom
bunuh diri yang disampaikan oleh Tahir-ul-Qadri (2014: 74) menyatakan:
…seperti makna literalnya, Islam adalah pernyataan absolut tentang
perdamaian. Agama Islam adalah manifestasi damai itu sendiri. Islam
mendorong manusia untuk menciptakan hidup proporsional, damai, penuh
kebaikan, keseimbangan, toleransi, sabar dan menahan marah.

Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, humanis,


dinamis, kontekstual, dan abadi sepanjang masa. Selain itu agama Islam
merupakan agama yang telah Allah Swt sempurnakan untuk menjadi pedoman
hidup manusia yang terdapat dalam al-Qur’an yang di turunkan kepada Nabi
Muhammad Saw sebagai rasul terakhir dan penutup para nabi sebelumnya
melalui malaikat jibril sebagaimana tertuang dalam (QS. al-Ahzab, 33:40)
(Makmun, 2016).
Indonesia dan Islam adalah gambaran gagasan dan kebenaran yang harus
dikuatkan pondasinya, mengingat sejarah masuknya Islam ke Indonesia pada
abad ke-7 Masehi silam. Islam menjadi agama yang diakui dan menjadi agama
yang mayoritas di Indonesia. Penyebaran Islam ke pelosok-pelosok nusantara
menggunakan beragam metode dan penyebaran menyebabkan banyak
perbedaan budaya merupakan perwujudan dalam beberapa amalan, seperti
peyebaran dengan wayang oleh beberapa wali di daerah Jawa, atau melalui
musik-musik. Perbedaan penyebaran tersebut, bukan merupakan halangan
mewujudkan kesatuan dalam ketaqwaan kepada Allah Swt melalui Islam, karena
rahmatan lil alamin bukan merupakan milik suatu golongan melainkan milik
seluruh alam.
Islam rahmatan lil alamin senantiasa selalu menerapkan nilai-nilai
perdamaian, persaudaraan, toleransi, kesantunan dan keseimbangan dalam
kehidupan di dunia, khususnya di Indonesia. Adapun hubungannya dengan
perwujudan cita-cita Islam dalam kebangsaan Indonesia adalah Islam rahmatan
lil alamin yang diharapkan dapat menjadi rahmat bagi seluruh alam, termasuk
salah satunya kehidupan manusia. Manusia sebagai warga negara yang memiliki
kehidupan berbangsa dan bernegara tentu di dalamnya mempunyai perbedaan
meliputi perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan. Namun, hal ini dapat
dipersatukan dengan Bhineka Tunggal Ika, yang bermakna bahwa satu
persatuan dalam perbedaan, dan perbedaan untuk persatuan di NKRI.

226
Konsep Islam rahmatan lil alamin melalui operasionalisasi, yaitu menurut
Nur Syam dalam blognya http://nursyam.winsby.ac.id, menyatakan bahwa
konsep dan upaya orang Islam di dunia umumnya, khususnya di Indonesia
dalam mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam itu berarti bukan
hanya keselamatan dan kedamaian untuk semua manusia tetapi juga untuk
alam, meliputi hablumminallah, hablumminannas, dan juga hablum minal alam.
Artinya keselamatan manusia tidak ada artinya jika alam dan sekitarnya tidak
dalam keselamatan.Islam yang menyelamatkan adalah Islam yang memberikan
keselamatan bagi semuanya, sehingga terwujud perdamaian dan kesejukan bagi
seluruh alam.
Nur Syam dalam blognya http://nursyam.winsby.ac.id, menegaskan bahwa
konsep Islam rahmatan lil alamin berupaya untuk meningkatkan hubungan yang
terjadi antara manusia baik yang humanis, dialogis, toleran, bahkan pluralis, hal
tersebut dilakukan dengan pengelolaan, pemanfaatan dan pendayagunaan alam
dengan penuh rasa kasih sayang. Pluralis dalam arti memiliki relasi tanpa
memandang suku, bangsa, agama, ras, ataupun titik lainnya yang membedakan
antara satu orang dengan orang lain. Humanis dalam arti menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan menghargai manusia sebagai manusia. Dialogis dalam arti
semua persoalan yang muncul sebagai akibat interaksi sosial didiskusikan
secara baik dan akomodatif terhadap berbagai pemikiran. Toleran dalam arti
memberi kesempatan kepada yang lain untuk melakukan sebagaimana yang
diyakininya, dengan penuh rasa damai.
Bentuk konsep Islam rahmatan lil alamin ditunjukkan oleh pendiri NWDI
adalah menghadirkan dakwah yang humanis, dialogis dan toleran. Murid-murid
TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid dikirim ke berbagai penjuru negeri ini untuk
berdakwah di tengah-tengah masyarakat, dan di tengah-tengah komunitas pada
saat itu belajar Islam tidak seperti yang diajarkan oleh para salafus sholeh, yang
mereka menyebut komunitas mereka itu dengan komunitas ngaji dalem, ngaji
kebatinan, atau ngaji tarekat dan komuitas masyarakat nonmuslim. Murid-murid
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan dakwahnya yang humanis, dialogis dan
toleran mampu diterima oleh komunitas tersebut, walaupun memang ada
pertentangan dari sebagian kecil orang, tapi secara keseluruhan dakwah mereka
sangat diterima. Salah satu contoh murid TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid,
yaitu TGH. M. Juaini Mukhtar berdakwah dan menyebarkan paham ahlussunah
wal jamaah di tengah-tengah masyarakat dan komunitas Hindu di Narmada.
Dakwahnya diterima oleh masyarakat dan mendirikan salah satu Madrasah
NWDI, yaitu Pondok Pesantren Nurul Haramain NWDI Narmada.

227
b. Moderasi Beragama
Moderasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu moderatio, berarti ke-sedang-an
(tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri
(dari sikap sangat berlebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) (Depdikbud, 1993) menyebutkan dua pengertian kata moderasi, yakni:
(1) pengurangan kekerasan, dan (2) penghindaran keesktreman. Jika dikatakan,
“orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap
wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrim.
Kata moderation dalam Bahasa Inggris sering digunakan dalam pengertian
average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-oligned (tidak
berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam
hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai
individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara. Sedangkan dalam
Bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang
memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), I’tidal (adil),
dan tawazun (berimbang). orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa
disebut wasith. Dalam Bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai
”pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna
yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan
tengah di antara berbagai pilihan ekstrim. Kata wasith bahkan sudah diserap ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi kata ‘wasit’ memiliki tiga pengertian, yaitu: (1)
penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); (2) pelerai
(pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan (3) pemimpin di pertandingan.
Menurut para pakar Bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti “segala
yang baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata “dermawan”, yang berarti
sikap di antara kikir dan boros, atau kata “pemberani”, yang berarti sikap di
antara penakut (al-jubn) dan nekat (tahawur), dan masih banyak lagi contoh
lainnya dalam Bahasa Arab. Kalau di analogikan, moderasi adalah ibarat gaya
sentripetal, yaitu gaya yang arahnya melaju ke titik pusat lintasan melingkar
sedangkan lawan dari moderasi adalah ekstrimisme di ibaratkan seperti gaya
sentrifugal yaitu gaya ketika benda bergerak melingkar dengan arah yang
menjauh atau keluar dari lintasan lingkaran. Meminjam analogi ini dalam
konteks beragama, sikap moderat adalah cara pandang dalam beragama yang
tidak ekstrim baik ekstrim kanan ataupun ekstrim kiri, yaitu cara pandang,
sikap,dan prilaku di tengah-tengah bertindak adil.
Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang
antara pengamalan agama sendiri (ekslusif) dan penghormatan kepada praktik
beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Keseimbang aatau jalan
tengah dalam praktek beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap
ekstrim berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama. Moderasi
228
beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan,
baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan
menolak ekstrimisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci
keseimbang, demi terperiharanya pradaban dan terciptanya perdamaian.
Dengan cara inilah masing-masing umat bragama dapat memperlakukan orang
lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai
dan harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi
beragama bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan.
Salah satu prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga
keseimbangan diantara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu,
antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara kepentingan
individual dan kemaslahatan komunal, antara keharusan dan kesukarelaan,
antara teks agama dan ijtihad tokoh agama, antara gagasan ideal dan kenyataan,
serta keseimbangan antara masa lalu dan masa depan. Begitulah, inti dari
moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam memandang, menyikapi,
dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan di atas.
Menurut KBBI (Depdkbud, 1993), kata “adil” diartikan: (1) tidak berat
sebelah; (2) berpihak kepada kebenaran; dan (3) sepatutnya atau tidak
sewenang-wenang. Adil dalam konteks ini dimaknai dalam pengertian yakni
seorang yang tidak berat sebelah, melainkan lebih berpihak pada kebenaran.
Prinsip yang kedua keseimbangan adalah istilah untuk menggambarkan cara
pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpihak pada keadilan,
kemanusiaan, dan persamaan. Kecenderungan untuk bersikap seimbang bukan
berarti tidak punya pendapat. Mereka yang punya sikap seimbang berarti tegas,
tetapi tidak keras karena selalu berpihak kepada keadilan, hanya saja
keberpihakannya itu tidak sampai merampas hak orang lain sehingga
merugikan. Keseimbangan dapat dianggap sebagai satu bentuk cara pandang
untuk mengerjakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan tidak kurang,
tidak konservatif dan juga tidak liberal.
Muhammad Hasyim Kamali, bahwa prinsip keseimbangan (balance) dan adil
(justice) dalam konsep moderasi (wasathiyah) berarti bahwa dalam beragama,
seseorang tidak boleh ekstrim pada pandangannya, melainkan harus selalu
mencari titik temu. Bagi Kamali, wasathiyah merupakan aspek penting dalam
Islam yang sering dilupakan oleh ummatnya, padahal, wasathiyah merupakan
esensi ajaran Islam. Moderasi bukan hanya diajarkan oleh Islam, tetapi juga oleh
agama lain. Lebih jauh, moderasi merupakan kebijakan yang mendorong
terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara personal,
keluarga dan masyarakat hingga hubungan antar manusia yang lebih luas. Kedua
nilai ini, adil dan berimbang, akan lebih mudah terbentuk jika seorang memiliki
tiga karakter utama dalam dirinya: kebijaksanaan (wisdom), ketulusan (purity),
229
dan keberanian (courage). Dengan kata lain, sikap moderat dalam beragama
selalu memilih jalan tengah, akan lebih mudah diwujudkan apabila seseorang
memiliki keluasan pengetahuan agama yang memadai sehingga dapat bersikap
bijak, tahan godaan sehingga bisa bersikap tulus tanpa beban, serta tidak egois
dengan tafsir kebenarannya sendiri, sehingga berani mengakui tafsir kebenaran
orang lain dan berani menyampaikan pandangannya yang berdasarkan ilmu.
Rumusan lain, dapat dikatakan bahwa ada tiga syarat terpenuhinya sikap
moderat dalam beragama, yakni memiliki pengetahuan yang luas, mampu
mengendalikan emosi untuk tidak melebihi batas, dan selalu berhati-hati. Jika
disederhanakan, rumusan tiga syarat moderasi beragama ini diungkapkan dalam
tiga kata, yakni harus: berilmu, berbudi, dan berhati-hati (Kemenag RI, 2019:
15-20). Islam dan para ulama dalam membangun rumusan yaitu syariat dan akal
itu saling memiliki keterkaitan satu sama lain, seperti kata Imam Ghazali yaitu
syariat itu adalah akal yang datang dari luar sedangkan akal itu adalah syariat
yang ada di dalam, artinya antar teks-teks agama tuntunan syariat dengan akal
budi dan dengan rasio manusia itu tidak boleh dipertentangkan, dari akal budi
dan rasio inilah lahir kebudayaan dan peradaban.
Salah satu pondasi moderasi beragama adalah kita menyakini antara teks-
teks agama dengan akal budi yang melahirkan peradaban yang baik, tata nilai
bermasyarakat yang baik tidak boleh ada pertentangan, jikalau kita berbicara
dalam konteks bernegara yaitu konsensus bernegara kita adalah Pancasila hasil
kesepakatan bersama tidak boleh ada pertentangan, karena semua yang baik ini
adalah ciptaan dari Allah Swt. Semua makhluk Allah di ciptakan adalah untuk
membangun kemaslahatan menghadirkan kebaikan. Nabi Muhammad Saw
dalam sabdanya: “khairunnas anfa’uhum linnas” sebaik-baik manusia adalah
yang memberikan manfaat kepada manusia yang lain. Di samping al-Qur’an
menjelasakan posisi umat Islam sebagi umat penengah yang menjadi
penyeimbang dari sikap keberagamaan umat Yahudi dan Nasrani, hakikat ajaran
Islam itu sendiri sejatinya telah mencerminkan “moderasi” dalam seluruh
ajarannya. Sebagai contoh dalam aspek akidah; ajaran Islam menjadi penengah
antara keyakinan kaum musyrikin yang tunduk pada khurafat dan mitos, dan
keyakinan sekelompok kaum yang mengingkari segala yang berwujud metafisik.
Seseorang disebut sebagai muslim moderat yaitu sejauh dia biasa mendeteksi
bahwa pemikiran, prilaku, sudah sesuai dengan Maqasid syariah. Konsep
Maqasid Syariah yang diartikan sebagai tujuan atau rahasia Allah yang ada
dalam hukum syariat, yang di mana konsep ini banyak dikemukan oleh para
ulama salah satunya adalah Imam asy-Syatibi yang dimana konsep ini di ambil
dari kaidah yang mengatakan “Sesungguhnya syariat bertujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat”. Menurut Imam Asy-Syatibi, ada

230
lima bentuk maqasid syariah, atau lima prinsip umum kulliat al-khamsah
(http://ponpes.alhasanah.sch.id).
1) Maqasid syariah untuk melindungi agama. Bentuk maqasid syariah untuk
melindungi agama merupakan hak memeluk dan meyakini seseorang
boleh dan berhak memeluk agama yang di yakin secara bebas dan tanpa
gannguan. Contoh penjagaannya dengan melaksanakan salat, zakat, dan
lain-lain.
2) Maqasid syariah untuk melindungi jiwa. Bentuk maqasid syariah untuk
melindungi jiwa merupakan landasan dan alasan yang menyatakan bahwa
seorang manusia tidak boleh disakiti, dilukai apalagi dibunuh. Contoh
penerapannya adalah dengan makan dan minum.
3) Maqasid syariah untuk melindungi pikiran. Bentuk maqasid syariah unuk
melindungi pikiran atau akal. Berangkat dari hal ini maka segala hal yang
menyebabkan hilangnya akal menjadi tidak boleh. Termasuk didalamnya
mengkonsumsi narkoba atau minuman keras, termasuk dalam hal ini juga
adalah kebebasan berpendapat secara aman bagi setiap orang.
4) Maqasid syariah untuk melindungi harta. Maqasid syariah untuk
melindungi harta menjamin bahwa setiap orang berhak memiliki
kekayaan harta benda dan merebutnya dari orang lain merupakan hal
yang dilarang baik dalam bentuk pencurian, korupsi, dan lain sebagainya.
Contoh penerapan hal ini dilakukan dengan cara melaksanakan jual beli
dan mencari rezeki.
5) Maqasid syariah untuk melindungi keturunan. Maqasid syariah untuk
melindungi keturunan yaitu membuat perzinahan menjadi terlarang
karena dapat memberikan dampak negatif baik secara biologis, psikologis,
ekonomi, sosial, nasab, hukum, waris, dan lain sebagainya.

c. Ukhuwah dalam Islam


Kata ukhuwah berasal dari kata akhun berarti saudara. Kata ukhuwah secara
Bahasa berarti persaudaraan. Secara istilah ukhuwahi sikap terpuji dimana
menumbuhkan perasaan kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, dan rasa saling
percaya terhadap orang lain. Allah Swt. berfirman:
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah
agar kamu mendapat rahmat (QS. al-Hujarat: 10).

Ukhuwah dalam Islam sangatlah esensial, bahkan jika ada perselisihan kita
diperintahkan untuk mendamaikannya bukan memperkeruh suasananya.
Ukhuwah dalam al-Qur’an diperkenalkan beberapa macam, yaitu: Ukhuwah
wathaniyah yaitu sebuah hubungan antarsesama anak bangsa dan ukhuwah

231
Islamiyah yaitu hubungan antar sesama pemeluk agama Islam dan ukhuwah
basyariyah yaitu hubungan antar sesama manusia.
Ketiga ukhuwah ini memerlukan beberapa aspek untuk saling berkaitan satu
sama lain. Aspek yang petama adalah ta’aruf yaitu saling mengenal satu sama
lain pada akhirnya terjalin ukhuwah baik itu ukhuwah basyariyah, ukhuwah
Islamiyah, maupun ukhuwah wathaniyah sehingga dengan proses ta’aruf ini
nantinya akan saling mengetahui hak dan kewajiban masing-masing, baik
hubungannya dengan agama, kemanusiaan, dan bernegara. Aspek kedua adalah
takaful yaitu proses saling menjaga antara satu manusia dengan manusia yang
lain, antara anak bangsa satu dengan yang lain, antara muslim yang satu dengan
muslim yang lain sehingga terjalin ukhuwah yang baik. Aspek ketiga adalah
ta’aluf yaitu persatuan baik itu persatuan antar ummat manusia dalam bingkai
kemanusiaan, persatuan dalam bingkai kebangsaan dan persatuan dalam
bingkai keagamaan. Aspek keempat adalah ta’awun yaitu saling tolong menolong
dalam berbagai aspek kehidupan baik itu tolong menolong sesama manusia,
tolong menolong sesama anak bangsa maupun tolong menolong sesama muslim.
Kelima, tafahum yaitu saling memahami satu sama lain, memahami hak asasi
manusia, memahami hak beragama, memahami hak bernegara.

3. Implikasi Pemikiran Kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,


M.A., dalam Membentuk Karakter Kebangsaan Peserta Didik
Pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A. mengenai hubungan
antara agama dan negara, atau tepatnya hubungan Islam dan Pancasila adalah
bagian dari upaya seorang intelektual sekaligus negarawan untuk memberi
pendasaran rasional atas hubungan di antara keduanya. Melepaskan agama dari
negara (sekuler) atau mengintegrasikan agama ke dalam negara bukan jalan
terbaik sebab ketika corak hubungannya bersifat terpisah, maka agama akan
terpinggirkan dan ketika agama tersudut maka akan muncul fundamentalisme
agama. Sebaliknya jika agama dijadikan landasan negara (integrasi), maka akan
terlalu rawan terjadi politisasi agama guna memperoleh kekuasaan. Jalan tengah
yang diambil tersebut setidaknya menegaskan sikap moderat, terbuka dan terlebih
lagi pemahaman mendalam akan karakter ke-Indonesia-an yang beragam tidak bisa
dipaksakan dalam suatu ideologi tertentu yang disinyalir lebih berpihak pada
kelompok tertentu.
Setelah mempelajari dan memahami pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A., maka diharapkan dalam diri peserta didik menumbuhkan hal-hal
sebagai berikut: (a) pengamalan nilai-nilai agama yang kuat (religius); (b) cinta
pada agama, tanah air dan bangsa; (c) berkonstribusi memberi kemajuan bangsa;
(d) pribadi yang toleran, terbuka dan menghargai perbedaan, dan (e) aktif dalam
kehidupannya merawat persaudaran seagama (ukhwah islamiyah), persaudaran
232
sebangsa (ukhwan wathoniyah), persaudaraan sesama manusia (ukhwah basyariah)
dan persaudaraan sesama makhluk (ukhwah kholqiyah).

TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi


saat mengikuti Konferensi
Internasional al-Azhar
tentang Pembaharuan
Pemikiran Islam tanggal 27-
28 Januari 2020 di Gedung
Pusat Konferensi al-Azhar,
Nasr City, Kairo-Mesir.

(Sumber: https://sinar5news.com/6739-2/).

Kesimpulan
Berdasarkan perkuliahan yang sudah kita lalui mengenai TGKH. M. Zainul Majdi
dan dakwah nusantara dan materi-materi sebelumnya, perlu mengambil
kesimpulan agar perkuliahan menjadi terarah. Perspektif moderasi beragama
menjadi penting untuk digunakan untuk melihat tema ini.
1. Keislaman dan keindonesiaan merupakan ruang sejarah yang telah terisi dengan
kemajemukan. Indonesia menjadi bagian ruang sejarah keislaman yang
menghargai kemajemukan, baik agama, ras, suku, budaya yang ada di Indonesia.
Islam mendorong partisipasi pemeluknya untuk menghadirkan Islam pada
semua ruang kehidupan. Termasuk dalam bernegara, karena Islam tidak
memisahkan urusannya dengan negara. Dengan kata lain, Islam mengatur
urusan negara.
2. Melalui dakwah nusantara, Islam dihadirkan dengan mengedepankan prinsip-
prinsip ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah basyariyah, dan
ukhuwah kholkiyah. Dakwah merupakan jalan Islam yang ditempuh untuk
merawat persaudaraan-persaudaraan dengan menghadirkan Islam yang penuh
dengan toleransi, inklusif, dengan pondasi moderasi, sejalan dengan tujuan
maqasidussyariah.
3. Islam rahmatan lil alamin adalah cita-cita keislaman yang penting untuk
diperjuangkan melalui dakwah dan dakwah nusantara yang ditempuh oleh TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., bagian dari menghadirkan Islam rahmatan lil alamin.
Tentunya dalam dakwah, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., untuk mengangkat
keislaman dan keindonesiaan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, maka dapat diambil pelajaran penting, bahwa berislam secara benar
dapat sejalan dengan partispasi dalam bernegara.

233
Setelah Anda memahami lebih mendalam mengenai pemikiran kebangsaan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A, dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin dalam
keragaman bangsa Indonesia, silahkan menjawab beberapa pertanyaan reflektif
berikut ini.

Lembar Kerja
Apa pandangan yang Anda miliki saat ini tentang pemikiran kebangsaan TGB. M.
Zainul Majid, dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin dalam keragaman
bangsa Indonesia?
1. Saya merasa …………… bila ditugaskan mengajar dengan memahami pemikiran
kebangsaan dan dakwah Nusantara TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi M.A dalam
membangun kesadaran hidup berbangsa dan bernegara yang beragam
(multikultural) pada peserta didik.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. Pandangan saya tentang Islam rahmatan lil alamin yang diterapkan dalam
kehidupan berbangsa dalam pendidikan di Indonesia yang ……………
b. Pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ……….
c. Pandangan saya lainnya yang ………………………….
d. Keyakinan saya bahwa ………………………
e. Pengalaman dan memori saya bahwa ……………………

D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari pemikiran kebangsaan dan dakwah Nusantara TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., turut mempengaruhi proses pendidikan dalam keberagaman
hidup dan merefleksikan dalam pembelajaran, silakan bekerja dalam kelompok
yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan tugas
berikut.

Lembar Kerja - Kelompok


1. Silakan berbagi pemikiran mengenai pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., tentang Islam rahmatan lil alamin yang mempengaruhi proses
pendidikan serta pembelajaran pada rekan sekelompok. Kemudian diskusikan
pertanyaan berikut ini:
a. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang pemikiran
kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., tentang Islam rahmatan lil
alamin diterapkan sebagai landasan membangun kehidupan berbangsa yang
beragam yang turut mempengaruhi proses pendidikan serta pembelajaran?
b. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang kesiapannya
mengajar dengan memperhatikan pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M.

234
Zainul Majdi, M.A., tentang Islam rahmatan lil alamin yang diterapkan sebagai
upaya membangun keberagaman bangsa Indonesia pada peserta didik?
c. Apa persamaan pandangan atau pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dengan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dalam perjuangan
membangun semangat kebangsaan yang mempengaruhi proses pendidikan
yang dimiliki?
d. Apa persamaan pemikiran kebangsaan dalam dakwah dan pendidikan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dengan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan
memperhatikan pendekatan, strategi, metode, dan dakwah yang diterapkan
dalam membangun semangat kebangsaan pada peserta didik yang dimiliki?
2. Presentasikan hasil diskusi kelompok dalam bentuk visualisasi yang kreatif.

Pertemuan 15

E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.

Penilaian Tugas Kelompok:


▪ Tugas kelompok ini akan dinilai, baik oleh dosen maupun oleh kelompok
lainnya.
▪ Tiap kelompok menilai presentasi dari kelompok lainnya, dengan panduan yang
disediakan. Tuliskan penilaian kepada kelompok lain dengan menyebutkan hasil
penilaian (A/B/C/D) beserta komentar tentang apa yang paling membuka mata
dari presentasi tersebut.
▪ Panduan penilaian dapat dilihat dalam rubrik berikut. Kolom A adalah hasil ideal
yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi kurang
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
pandangan pandangan menjelaskan memberikan
mengenai topik mengenai topik pandangan pandangan
bahasan secara bahasan secara mengenai topik mengenai topik
mendalam, serta mendalam. bahasan, namun bahasan serta
memberikan kurang dalam keterkaitannya.
insight atau Visualisasi mendeskripsikan
235
pembelajaran menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
terkait topik kreatif. kurang kreatif
bahasan. Visualisasi cukup dan menarik.
menarik dan
Visualisasi sangat kreatif
menarik dan
kreatif

Pertemuan 16

F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:

Lembar Kerja
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut

G. Koneksi Antar Materi


Buatlah koneksi antar materi dari pembelajaran mengenai topik bahasan tersebut
dengan pembelajaran yang sudah, sedang, atau akan Anda pelajari di mata kuliah
PPG lainnya. Selain menyebutkan topik dalam mata kuliah ini dengan topik dalam
mata kuliah lain, sebutkan juga keterkaitannya. Buat koneksi tersebut dalam
bentuk visual untuk memudahkan kita semua dalam memahami, bisa dalam bentuk
mindmap, diagram, bagan, atau lainnya.

Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya.

H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.
236
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami tentang
topik ini? Apa hal baru yang Anda pahami atau
yang berubah dari pemahaman di awal sebelum
pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar materi
baik di dalam mata kuliah yang sama maupun
dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat ini,
dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?

Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam blog refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam blog
dengan alur yang blog dengan alur blog dengan dengan kurang
jelas dan mudah yang jelas dan cukup mudah jelas dan sulit
dipahami, serta mudah dipahami. dipahami. dipahami.
kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara mendalam, secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan namun kurang pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam tajam dalam topik bahasan, dan
secara tajam pandangan mengaitkan tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari mengenai topik mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan. bahasan.
dirinya dan kelompoknya.
kelompoknya, Mahasiswa Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa menyimpulkan atau kurang jelas
237
dengan materi dari menyimpulkan secara sederhana dalam
MK lain. pemahaman pemahamannya menyimpulka
mengenai topik mengenai topik pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara bahasan. mengenai topik
menyimpulkan jelas. bahasan.
pemahaman Mahasiswa secara
mengenai Mahasiswa singkat Mahasiswa tidak
topik bahasan mengaitkan mengaitkan mengaitkan
secara tajam. pembelajaran dari pembelajaran dari pembelajaran dari
Mahasiswa modul ini dengan modul ini dengan modul ini dengan
mengaitkan kesiapannya kesiapannya kesiapannya
pembelajaran dari mengajar sebagai mengajar sebagai mengajar sebagai
modul ini dengan guru. guru. guru.
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.

Catatan untuk Dosen Pengampu


▪ Modul ini disusun untuk menggali pengalaman dan wawasan para calon guru
terkait proses mendidik yang sesuai.
▪ Modul ini dapat dimodifikasi oleh dosen pengampu.
▪ Dosen pengampu dapat menambah materi terkait topik bahasan.
▪ Selain penilaian tugas kelompok (LK) dan blog, dosen pengampu juga perlu
menilai partisipasi dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rubrik
penilaian partisipasi dan sikap ini bisa digunakan, namun dipersilakan untuk
dimodifikasi, atau mengembangkan sendiri. Kolom A adalah kondisi ideal yang
diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa tidak
memberikan memberikan terlihat terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
dan mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa kurang Mahasiswa tidak
pemahaman klarifikasi. menunjukkan menunjukkan
seluruh perilaku perilaku
mahasiswa. Mahasiswa cukup memfasilitasi memfasilitasi
menunjukkan rekan rekan
Mahasiswa perilaku mahasiswanya mahasiswanya
menunjukkan memfasilitasi dalam proses dalam proses
238
perilaku rekan pembelajaran baik, pembelajaran
memfasilitasi mahasiswanya di kelompok baik, di kelompok
rekan dalam proses maupun di kelas maupun di kelas
mahasiswanya pembelajaran secara secara
dalam proses baik, di kelompok keseluruhan. keseluruhan.
pembelajaran maupun di kelas
baik, di kelompok secara Mahasiswa Mahasiswa tidak
maupun di kelas keseluruhan. mengumpulkan mengumpulkan
secara tugas melebihi tugas.
keseluruhan. Mahasiswa dengan tenggat
mengumpulkan waktu yang
Mahasiswa tugas sesuai ditentukan.
mengumpulkan dengan tenggat
tugas sebelum waktu yang
tenggat waktu ditentukan.
yang ditentukan.

UJIAN AKHIR SEMESTER

Panduan Ujian Akhir Semester


Ujian Akhir Semester ini merupakan aksi nyata penerapan pembelajaran berupa
pengembangan ‘Kampanye Praktik Baik’, dengan ketentuan sebagai berikut:
▪ Gunakan hasil observasi pada projek tengah semester yang diimplementasikan
ke dalam ‘Praktik Baik’ sesuai dengan pengetahuan yang telah Anda dapatkan
pada mata kuliah ini.
▪ Selain menjelaskan praktik baik yang ada, silahkan Anda memberikan alternatif
strategi, teknik dan metode pembelajaran yang sesuai dengan ke-NWDI-an.
▪ Silahkan Anda sajikan ‘Kampanye Praktik Baik’ dalam media kreatif seperti
video, film dokumenter, dan lain sebagainya yang dapat dipublikasikan melalui
berbagai media sosial yang ada.
▪ Silahkan mengupload ‘Kampanye Praktik Baik’ Anda pada Portal Praktik Baik
Liga Kampanye Penguatan Karakter adalah wadah apresiasi bagi berbagai
pemangku kepentingan termasuk para guru, tenaga kependidikan, maupun
praktisi pendidikan yang memiliki perhatian yang tinggi terhadap penerapan
dan penyebaran praktik baik penguatan karakter kebangsaan di tempat tugas
masing-masing, baik berupa karya maupun kegiatan. Dikemas melalui sebuah
aplikasi dengan konsep gamifikasi (gamification) menarik dimana setiap sahabat
karakter (sebutan bagi pengguna portal berbagi praktik baik) yang membagikan
praktik baiknya berupa kegiatan atau karya kreatif akan mendapatkan poin dan
masuk dalam papan peringkat (leaderboard).

239
Kampanye Praktik Baik memuat:
▪ Judul
▪ Ringkasan Intervensi terkait penerapan pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi,M.A, dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin.
▪ Hasil yang dicapai terkait penerapan penerapan pemikiran kebangsaan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi,M.A, Dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin
▪ Pembelajaran dan Replikasi terkait penerapan penerapan pemikiran
kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,M.A, dakwah Nusantara, dan Islam
rahmatan lil alamin

Untuk referensi, Anda dapat mempelajari link http://youtube/hamzanwadi


channel, atau http://youtube/nwdi channel.
▪ Tugas dikumpulkan pada pertemuan ke-16.
▪ Seluruh ‘Kampanye Praktik Baik’ yang disusun didokumentasikan dalam satu
folder, sebagai portofolio kelas, beserta semua tugas dan referensi lainnya.
▪ Rubrik penilaian
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
kurang/tidak menganalisis menganalisis menganalisis
menganalisis secara singkat konteks secara tajam
konteks daerah konteks penerapan konteks
yang melatari penerapan penerapan penerapan
penerapan pemikiran pemikiran pemikiran
pemikiran kebangsaan TGB. kebangsaan TGB. kebangsaan TGB.
kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Dr. H. M. Zainul Dr. H. M. Zainul
Dr. H. M. Zainul Majdi,M.A, dakwah Majdi,M.A, Majdi,M.A,
Majdi,M.A, dakwah Nusantara, dan dakwah dakwah
Nusantara, dan Islam rahmatan lil Nusantara, dan Nusantara, dan
Islam rahmatan lil alamin Islam rahmatan Islam rahmatan
alamin lil alamin lil alamin
Mahasiswa
Mahasiswa merancang Mahasiswa Mahasiswa
merancang rencana merancang merancang
penerapan penerapan penerapan penerapan
pemikiran pemikiran pemikiran pemikiran
kebangsaan TGB. kebangsaan TGB. kebangsaan TGB. kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Dr. H. M. Zainul Dr. H. M. Zainul Dr. H. M. Zainul
Majdi,M.A, dakwah Majdi,M.A, dakwah Majdi,M.A, Majdi,M.A,
Nusantara, dan Nusantara, dan dakwah dakwah
Islam rahmatan lil Islam rahmatan lil Nusantara, dan Nusantara, dan
alamin dengan alur alamin, dengan Islam rahmatan Islam rahmatan
yang kurang alur yang kurang lil alamin, dengan lil alamin dengan
sistematis. sistematis. alur yang alur yang
sistematis. sistematis.
Mahasiswa tidak Mahasiswa tidak
menyertakan menyertakan Mahasiswa Mahasiswa
240
referensi yang referensi yang menyertakan menyertakan
mendukung mendukung beberapa referensi yang
penerapan penerapan referensi yang lengkap untuk
pemikiran pemikiran mendukung mendukung
kebangsaan TGB. kebangsaan TGB. penerapan penerapan
Dr. H. M. Zainul Dr. H. M. Zainul pemikiran pemikiran
Majdi,M.A, dakwah Majdi,M.A, dakwah kebangsaan TGB. kebangsaan TGB.
Nusantara, dan Nusantara, dan Dr. H. M. Zainul Dr. H. M. Zainul
Islam rahmatan lil Islam rahmatan lil Majdi,M.A, Majdi,M.A,
alamin. alamin. dakwah dakwah
Nusantara, dan Nusantara, dan
Mahasiswa Mahasiswa Islam rahmatan Islam rahmatan
menyelesaikan menyelesaikan lil alamin lil alamin
tugas melebihi tugas tepat waktu
tenggat waktu. Mahasiswa Mahasiswa
menyelesaikan menyelesaikan
tugas tepat waktu tugas tepat waktu

241
Penutup

Mengandaikan masa lalu dalam kehidupan masa kini, barangkali bukan hal
mustahil, yakni dengan menghadirkan jejak-jejak nilai-nilai masa lalu di masa kini,
seperti nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid seorang ulama besar, tokoh sejarah, dan tokoh pembaharu sistem
pendidikan di NTB dengan menorehkan tinta emas yang hingga kini masih dirasakan
oleh masyarakat. Torehan tersebut tampak dari perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, mulai dari menempuh pendidikan di Lombok hingga tanah suci Makkah.
Perjuangannya untuk menegakkan syi'ar Islam, menyejahterakan masyarakat, dan
membebaskan rakyat dari cengkraman penjajah. Upaya mencapai tujuan tersebut
dilakukan dengan mendirikan Pesantren al-Mujahidin, Madrasah NWDI dan NBDI.
Kehadiran madrasah ini sebagai wadah perjuangan, dan dalam perkembangnnya
untuk mengkoordinir eksistensi madrasah-madrasah tersebut didirikan organisasi
Nahdlatul Wathan.
Kehadiran madrasah-madrasah dan organisasi yang mewadahinya merupakan
perintah langsung dari guru-guru TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang ada di tanah
suci Makkah. Guru-gurunya yang terkenal, seperti Maulana Syeikh Hasan Muhammad
al-Masysyath, Maulana Syeikh Amin al-Kutbi, dan Maulana Syeikh Salim Rahmatullah
(Mudir atau Direktur Madrasah ash-Saulatiyah). Rasa sayang guru-guru pada TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid, seperti Maulana Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath,
diungkapkan dengan: ”Ma Da’awtu illa wa asyraktu Zainuddin ma’i” (Tidaklah aku
berdo’a kecuali aku sertakan Zainuddin bersamaku). Ia juga mengatakan: ”Ana uhibbu
man yuhibbuka” (Aku mencintai orang yang cinta kepadamu). Hubungan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan guru-gurunya selalu berlangsung korespondensi bersifat
ilmiah dan kekeluargaan dengan penuh rasa saling menyayangi dan saling
menghormati.
Rintisan dan jasa-jasa perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid telah mampu
merubah wajah Pulau Lombok NTB pada masa lalu dihinggapi kebodohan,
kemiskinan, dan penindasan oleh penjajah (kolonial). Rintisan dan jasa-jasa
perjuangan tersebut masih ada hingga saat ini sebagai bukti otentik warisan sejarah.
Pewarisan hasil perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dapat dilakukan melalui
membelajarkan nilai-nilai perjuangan, semangat perjuangan, dan memberikan makna
(meaning) atas perjuangannya, baik bidang dakwah, pendidikan, dan sosial. Pewarisan
nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada era kekinian sangat
bermanfaat bagi generasi muda, kaum milenial, yang barangkali belum mengetahui
arti dan makna perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan fase-fase
perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW.

242
Arti dan makna perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang diungkap
dalam modul ini sebagai topik atau materi pembelajaran Mata Kuliah Ke-NWDI-an
sebagian kecil dari perjuangan yang telah dilakukan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid. Topik-topik tersebut dikemas sesuai kebutuhan mahasiswa dan relevan dengan
kondisi dan perkembangan pendidikan pada era kekinian atau era Merdeka Belajar.
Topik-topik tersebut mengungkap sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan pada
masa kolonial, profil TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai pendiri Madrasah
NWDI, NBDI, dan NW. Selanjutnya menjelaskan NW sebagai wadah gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial, mengungkap pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Era kekinian, topik pada modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini dilanjutkan dengan
menyajikan topik berkaitan dengan figur TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
figur penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan menyajikan
NWDI sebagai basis perjuangan dan NWDI sebagai modal spiritual, modal sosial, dan
modal kultural. TGB. Dr. H. M. Zainul Majid sebagai penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid, disajikan dengan menghadiran pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara dengan berpijak pada Islam
Rahmatan Lil Alamin. Dakwah Nusantara untuk memperkuat ukhuwah basyariyah,
ukhuwah Islamiyah, dan ukhuwah wathaniyah.
Tentunya untuk membedah dan mengungkap pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majid sebagai penerus perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak
cukup hanya dengan satu atau dua modul, apalagi kehadirannya tidak pernah lepas
dari perjalanan Madrasah NWDI sebagai basis perjuangan untuk merubah wajah umat
di NTB dan bangsa Indonesia yang memiliki keragaman dalam multiaspek. Mahasiswa
Universitas Hamzanwadi sebagai generasi penerus berkewajiban mengambil
pelajaran dari sejarah perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dilanjutkan oleh
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, mulai dari aspek pendidikan, aqidah, hukum Islam,
akhlak, tariqat, ekonomi, sosial, dan politik. Memang benar, masa hidup masa lalu
berbeda dengan masa kini, dan telah terjadi perubahan, namun ajaran moral (nilai-
nilai) perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikemas dari sumber ajaran Islam
tentu tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman.**

243
Daftar Pustaka

Abdillah, M. (2011) Islam dan dinamika sosial politik di Indonesia, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Abdullah, T, et al. (2018). Maulanasyaikh dan Nusa Tenggara Barat. Selong:
Hamzanwadi Institute.
Adnan, A., (1983). Pelajaran Ke-NW-an untuk madrasah dan sekolah NW. Pancor: Biro
Dakwah Yayasan Pendidikan Hamzanwadi.
Agung, K.A.A., (1992). Kupu-kupu kuning yang terbang di Selat Lombok. Denpasar:
Upada Sastra.
Al-Qur’an dan terjemahnnya, Jakarta: Kementerian Agama Repubik Indonesia.
Anwar, S, et al, (2020) NW studies 2, Jakarta, LKIK & Nathan Indonesia.
as-Sampuriy, S., (2013). Manaqib Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid
(1904-1997). Tegal: t.p.
Azhar, H.L.M. et al, (1996). Pengaruh budaya asing terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat Sasak di daerah Nusa Tenggara Barat. Mataram: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Kanwil Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Aziz, A. A. (2011). Pola dakwah TGH. Muhammad Zaenuddin Abdul Majid, Mataram:
Larispa.
Babad Lombok, (1994), dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Lalu Gde Suparman,
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Baharuddin, (2007). Nahdhatul Wathan & perubahan sosial, Yogyakarta, Genta Press.
Bakti, A. F. (2004) Communication and family planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi muslim perceptions of a global development program, Laiden-Jakarta:
INIS.
Bakti, A. F., (2015). The integration of dakwah, in Journalism: Peace Journalism, Jurnal
Komunikasi Islam, 5(1).
Barnadib, I. (2002). Filsafat pendidikan. Yogyakarta: Adicita.
Biro Pusat Statistik NTB (BPS-NTB), (2021). Provinsi NTB dalam Angka 2021.
Bohannan, P. M. Glazer (ed.). (1988). High points in anthropology. New York. Alfred-
Knopf.
Bourdeu, P. (1986). “The Form of capital”, In J. Richardson (ed). Handbook of theory
and research for sociology of education. New York. Greenwood Press.
Cohen, D. & Prusak, L. (2001). In good company: How social capital makes
organizations work. Harvard: Business Press.
Coleman, J. (1988). “Social capital in the creation of human capital”, Journal of
Sociology, 94, 95-120).

244
Coleman, J. (1990). The foundation of social theory. Cambride. Belknap Press of
Harvard University Press.
Cook, E. (1995). A truly civil society. Sydney: ABC Books.
Dasgupta, P. (1997). “Economic development and the idea of social capital”, Paper,
University of Cambridge.
Depdikbud, (1985/1986). Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok (Naskah Makassar).
Projek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan LaGaligo.
Depdikbud. (1978). Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. (1984). Sejarah Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. (1991). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tengggara Barat.
Mataram: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta. Balai Pustaka.
Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Lombok Timur, (1994). Sejarah perjuangan
kemerdekaan RI di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Selong: Lombok Timur.
Dewantara, K.H., (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa Yogyakarta.
Dhofier, Z., (2011). Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES.
Faille, P., (1918). de Studie over Lomboksch adatrecht, Adat Rechtbundels. XV (Bali en
Lombok).
Fattah, A. Q, et al, (2017) Dari Nahdlatul Wathan Untuk Indonesia, Cetakan 1. Mataram:
Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Fukuyama, F. (1995). Trust: The social virtues and the creation of prosperity. New York.
Free Press.
Gani, F.A., (1971). Perbandingan Agama. Yogyakarta: Kota Kembang.
Hakim, A., (1961). Dari Pulau Bunga ke Pulau Dewa. Memperkenalkan Pulau-pulau
Nusa Tenggara. Jakarta: Pembangunan.
Hakim, L. (2012). Internalisasi nilai-nilai agama islam dalam pembentukan sikap dan
perilaku siswa sekolah dasar Islam Terpadu al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, 10(1).
Hamdi, S. (2018). Integrasi budaya, pendidikan, dan politik dalam dakwah Nahdlatul
Wathan (NW) di Lombok: Kajian biografi TGH. Zainuddin Abdul Madjid. Jurnal
Sosiologi Walisongo, 2(2), 105-122.
Haris, T., (2002). Masuk dan berkembangnya Islam di Lombok: Kajian data arkeologis
dan sejarah, Kanjian, 1(1).
Hiraswari, et al, (2010) Ringkasan laporan penelitian, dinamika peran elit lokal di
pedesaan pasca orde baru: Studi kasus peran guru di Lombok Timur, Jakarta: LIPI.

245
Hofstede, G. & Hofstede, G. J. (2005). Cultures and organizations: Software of the mind.
New York. McGrow-Hill.
Horton, B. P. & Chester, L. H. (1987). Sosiologi. Jilid 2, terjemahan Amunuddin Ram,
dkk. Jakarta: Erlangga.
Husni, I., (1982). Draf penelitan tentang sejarah Nahdlatul Wathan dan Tuan Guru Kyai
Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, (1982: 12), (tidak dipublikasikan).
Ikroman, M.N. (2017). Mengaji Hamzanwadi. Mataram: Hamzanwadi Institute.
Ikroman, M.N., (2017). Mengaji Hamzanwadi, Mataram: Hamzanwadi Institute, dan
Naskah usulan gelar pahlawan nasional TGKH M Zainuddin Abdul Majid, 2007.
Jamaluddin, et al, (2016) Sejarah Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid Pada
Aspek Pergerakan, Dewan Riset Daerah NTB, BLHP Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
Jamaludin, et al., (2011). Penyusunan sejarah Kota Mataram. Mataram: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Mataram kerjasama
dengan Alam Manik Mataram.
Jeremy, J. K. (2012) “Peacemakers or Peace-Breakers? Provicial Elections and Religiuos
Leadership in Lombok, Indonesia.
Keesing, R.M. (1981). Cultural anthropology: A contemporary perspective. New York.
Holt Reinhart and Winston.
Kementerian Agama (Kemenag) RI, (2019). Moderasi beragama. Jakarta: Kementerian
Agama.
Majdi, M. Z., (2008). Laa takhof walaa tahzan, Mataram: Tuan Guru Bajang Center.
Majdi, M.Z., (2008). Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Tuan
Guru Bajang Center.
Makmun, R. M. (2016). Islam Rahmatan Lil Alamin: Perspektif KH. Hasyim Muzadi.
Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu KeIslaman, 11(1: 94).
Makmun, R.M. (2016). Islam rahmatan lil alamin: Perspektif K.H. Hasyim Muzadi.
episteme. Jurnal Pengembangan Ilmu KeIslaman, 11(1: 94).
Mashuri, S., (2021). Pendidikan Islam di Pulau Lombok: Kiprah TGKH Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid dalam perkembangan sistem pendidikan Islam di
Nahdlatul Wathan. Malang: Literasi Nusantara.
Masnun, H., (2007). Tuan Guru K.H. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan dan
gerakan pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Pustaka al-Miqdad.
Mastuhu. (1990). Gaya dan suksesi kepemimpinan pesantren. Ulumul Qur’an , 7 (II).
Matullada, (2011), Menyusuri jejak kehadiran Makassar dalam Sejarah, Yogyakarta:
Ombak.
Mestoko, S., (1979) Pendidikan di Indonesia: Dari jaman ke jaman. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Mulyadi, L., (2014). Sejarah Gumi Sasak Lombok. Malang: Institut Teknologi Nasional.

246
Murdianto. (2021). Berawal dari kerbung dan berakhir di pesantren: Analisis terhadap
rekam jejak kelahiran pesantren di Lombok. Jurnal Pendidikan Agama Islam
(Journal of Islamic Education Studies), 9(1).
Muslim, M. (2014). Kiprah Nadlatul Wathan: Dinamika pemikiran & perjuangan dari
generasi pertama hingga generasi ketiga Jakarta: Bania Publishing.
Muslim, M., et al., (2009). Nahdlatul Wathan Pergerakan Keagamaan dan Kebangsaan:
Potret dan peran NW pada aspek pendidikan, hukum Islam, dakwah, tarekat,
politik, dan pengkaderan. Mataram.
Muta’ali, A., et al, (2017). Laporan hasil Pengabdian FIB UI.
Nahdi, K., (2012). Nahdlatul Wathan & Peran Modal: Studi Etnografi-Historis Modal
Spiritual & Sosio Kultural. Yogyakarta: Insyira.
Nahdi, K., (2013). Dinamika pesantren Nahdlatul Wathan dalam perspektif
pendidikan, sosial, dan modal dalam perspektif pendidikan, sosial, dan modal.
Jurnal Islamica, 7(2).
Nahdi, K., et al. (2018) Konstruksi nilai kebangsaan dalam sejarah Nahdlatul Wathan,
Yokyakarta: Cakrawala.
Nasution, (1974). Filsafat agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Noor, M, et al, (2014). Visi kebangsaan religius: Tuan Guru Kyai Haji Abdul Madjid 1904-
1997. Jakarta: Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta.
Noor, M., et al., (2004). Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan
Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997: Jakarta:
Logos.
Nu’man, A.H., et al, (1988). Nahdlatul Wathan organisasi pendidikan, sosial, dan
dakwah Isamiyah. Selong: PD NW Lombok Timur.
Oktara, A., (2015). Politik tuan guru di Nusa Tenggara Barat. Government: Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 8(2), 73-82.
Parimartha, I. G., (2016). Perdagangan dan politik di Nusa Tenggara 1815-1915.
Yogyakarta: Ombak
Parsons, T., (1951). The Social System. London: Routledge.
Poesponegoro & Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VII. Jakarta:
Balai Pustaka.
Portes, A. (1998). Social capital: Its origins and aplications in modern sociology.
Annual Review of Sociology, 24: 1-24.
Pringgodigdo, et al., (1977). Ensiklopedi umum, Yogtakarta: Kanisius.
Putnam, R. D, (1993). Making democracy work: Civic traditions in modern italy.
Princeton: PrincetonUniversity Press.
Putnam, R. D. (1993). The prosperous community: Social capital and public life. TAP 4
(13).
Putra, F, (2020). Dakwah Nusantara Tuan Guru Bajang Islam Wasatiyah. Jakarta,

247
Rachman, M. (2013). Pengembangan pendidikan karakter berwawasan konservasi
nilai-nilai sosial. Jurnal Forum Ilmu Sosial, 40(1).
Republik Indonesia, (1989). Undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN)
Nomor 20 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ritzer, G., (1992). Sociologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda. Jakarta: Rajawali
Press.
Riwayat Perjuangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, dalam
https://www.banjarsari-labuhanhaji.desa.id/, diakses tanggal 4 Fabruari 2023.
Sukarnawadi, A.A., (2017). al-Sabtu al-Fariid Fii Asaanidid al-Syeikh Ibnu Abdil Madjid,
Demak Jawa Tengah: Maktabah; Tuuras Ulama Nusantara.
Tahir-ul-Qadri, M, (2014). Fatwa tentang terorisme dan bom bunuh diri. Jakarta: LPPI.
Tarrow, S. (1996). Power in movement: Social movements, collective action and politics.
New York: Cambridge University Press.
Teeuw, A., (1958), Lombok: een Dialect Geografische Studie, V.K.I, Dell XXV, s-
Graventhage-Martinus Hijhoff.
TGKHM. Zainuddin Abdul Madjid, (1975). Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru.
Pancor: Toko KITA.
Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional (TPPG-PN) TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid (2017). TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai Pahlawan Nasioanl
Republik Indonesia dalam Pendidikan, Politik, dan Transformasi Sosial
Masyarakat Indonesia.
Tim Penyusun Monografi Daerah NTB (TPMD-NTB), (1977). Monografi Daerah Nusa
Tenggara Barat. Jakarta: Projek Pengembangan Media Kebudayaan Direktorat
Jenderal Kebudayaan Depdikbud RI.
TP2GD. (2017). Riwayat hidup dan data ahli waris TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Mataram: Kajian Tim
Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Provinsi NTB.
Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid-Pahlawan Nasional
Indonesia, dalam https://bpsdmd.ntbprov.go.id/, diakses tanggal 4 Februari
2023.
Tylor, E.B. (1971). Primitive culture: Researches into the development of mythology,
philosphy, relegion, language, art, custom. London. J Murray.Zuhri.
van der Kraan, A., (2009). Lombok: Penaklukan, penjajahan, dan keterbelakangan
(1870-1940). Mataram: Lengge Printikan.
Wacana, L, (1979), Babad Lombok. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wacana, L. (1987), Dapur dan alat-alat memasak tradisional daerah Nusa Tenggara
Barat. Mataram: Depdikbud.
Wacana, L., (1988) Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat, Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Wacana, L., (1991), Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat.
Mataram: Projek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya NTB.
248
Wacana, L., (1993), Bau Nyale di Lombok. Mataram: Projek Penelitian, Pengkajian, dan
Pembinaan Nilai-nilai Budaya NTB.
Wadi, H. & Indriani, F. (2014). KH. Ahmad Dahlan & TGH. Zaenuddin Abdul Majid:
Pemikiran pembaruan keislaman strategi dakwah, Yokyakarta: PBNW NTB &
Nawa Institute Kalimantan Timur.
Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru. Lombok Timur: Pengurus Besar Nahdlatul
Wathan.
Yukl, G. (1994). Leadership in organizations. Englewood Cliffs: Prentice Hall
International, INC.
Yusuf, H. M. (1979). Sejarah ringkas: Perguruan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah &
Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NWDI & NBDI) dan NW. Pancor-Selong
Lombok Tmur Nusa Tenggara Barat. (t.p).
Zamroni. (1988). Pengantar pengembangan teori sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Ziaulhaq, M. (2020). Retorika dakwah dalam politik: Studi kasus TGB. Muhammad
Zainul Majdi, Cirebon: Nusa Literas Inspirasi.
Zohar, D., & Marshal, I. (2005). Spiritual capital: Memberdayakan SQ di dunia bisnis.
Jakarta: Mizan. (Buku asli terbit tahun 2004).
Zulkarnaen, (2008) Tuan Guru Bajang: Berpolitik dengan dakwah dan berdakwah
dengan politik, Kediri: Kaysa Media.
Zulkarnaen, (2014). Sang maulana, Jakarta: Pondok Pesantren NW Jakarta.

Sumber dari internet:


http://nursyam.winsby.ac.id.
http://ponpes.alhasanah.sch.id.
http://www.republika.co.id, “TGB: Jangan Benturkan Islam dan Nasionalisme”
https://diskominfotik.ntbprov.go.id/post/merawat-nilai-nilai-keindonesiaan.
https://tgb.id/penghargaan-tuan-guru-bajang/
https://www.jawapos.com/sisi-lain/19/01/2021/dakwah-nusantara).
https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/tgb
https://www.mtsmahaduttholabah.sch.id/blog/10-sistem-pendidikan-madrasah.html
https://www.youtube.com/watch?v=nKRVs9, Program Satu Indonesia Bersama
Muhammad Zainul Majdi
https://ntb.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/kesepakatan-bersama-dua-nw.
https://lomboktvnews.com/7-butir-nota-kesepakatan-nw-anjani-dan-pancor/.

249
Daftar Singkatan

AD/ART : Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga


API : Angkatan Pemuda Indonesia
Bagais : Kelembagaan Agama Islam
Banom : Badan Otonom
BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BKR : Badan Keamanan Rakyat
BP3M : Badan Pengkajian, Penerangan dan Pengembangan Masyarakat
CPMK : Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
Depag : Departemen Agama
Depdikbud : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Depdiknas : Pepartemen Pendidikan Nasional
Dinsos : Dinas Sosial
Dr : Doktor
GAKI : Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
GIS : The Gouvernement-Indlandsche School
Golkar : Golongan Karya
Gora : Gogo Rancah
HIMMAH-NW : Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan
HIMMAH-NWDI : Himpunan Mahasiswa Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
Hultah : Hari Ulang Tahun
IAIH : Institut Agama Islam Hamzanwadi
IP-NW : Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan
IP-NWDI : Ikatan Pelajar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
IS-NW : Ikatan Sarjana Nahdlatul Wathan
IS-NWDI : Ikatan Sarjana Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia
KAPI : Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia
KAPPI : Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia
KB : Keluarga Berencana
Kemenag : Kementerian Agama
KGB : Kursus Guru Bantu
KIAA : Konferensi Islam Asia Afrika
KKN : Kuliah Kerja Nyata
KKS : Klinik Keluarga Sejahtera
KMB : Konferensi Meja Bundar
Lc : License

250
M.A. : Master of Arts
MA : Madrasah Aliyah
MAK : Madrasah Aliyah Keagamaan
Masyumi : Majelis Syuro’ Muslim Indonesia
MDGs : Millenium Development Goals
MDQH : Ma’had Darul Qur’an wal Hadist
Menpora : Menteri Pemuda dan Olahraga
MI : Madrasah Ibtidaiyah
MMA : Madrasah Menengah Atas
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
MTs : Madrasah Tsanawiyah
MUI : Majelis Ulama Indonesia
MURI : Museum Rekor Indonesia
NBDI : Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah
NICA : Netherlands Indies Civil Administration
NIT : Negara Indonesia Timur
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
NTB : Nusa Tenggara Barat
NTT : Nusa Tenggara Timur
NU : Nahdlatul Ulama
NW : Nahdlatul Wathan
NWDI : Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
P4 : Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila
PAC : Pengurus Anak Cabang
PB : Pengurus Besar
PC : Pengurus Cabang
PD : Pengurus Daerah
Pemda : Pemerintah Daerah
Pemilu : Pemilihan Umum
PERTI : Persatuan Tarbiyah Islam Indonesia
PGA : Pendidikan Guru Agama
PGAL : Pendidikan Guru Agama Lengkap
PGAP : Pendidikan Guru Agama Pratama/Pertama
PG-NW : Persatuan Guru Nahdlatul Wathan
Pilkada : Pemilihan kepala daerah
Ponpes : Pondok Pesantren
PP : Peraturan Pemerintah
PPD : Pondok Pesantren Darunnahdlataian
PPL : Praktik Pengalaman Lapangan
PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia
251
PUIL : Persatuan Umat Islam Indonesia
PUS : Pasangan Usia Subur
Puskestren : Pusat Kesehatan Pondok Pesantren
PW : Pengurus Wilayah
QS : Qur’an Surat
RA : Raudatul Athfal
RI : Republik Indonesia
RIS : Republik Indonesia Serikat
RSI : Rumah Sakit Islam
Satgas : Satuan Tugas
SD : Sekolah Dasar
SKB : Surat Keputusan Bersama
SKI : Sekolah Kemajuan Islam
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMI : Sekolah Menengah Islam
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPG : Sekolah Pendidikan Guru
SR : Sekolah Rakyat
SRN : Sekolah Rakyat Negeri
STID : Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah
STIH : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
STIS : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah
STIT : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
STKIP : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
TGB : Tuan Guru Bajang
TGH : Tuan Guru Haji
TGKH : Tuan Guru Kyai Haji
TKR : Tentara Keamanan Rakyat
TP2GD : Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
UUDS : Undang-Undang Dasar Sementara
YPH : Yayasan Pendidikan Hamzanwadi

252
Biodata Penulis

Dr. Khirjan Nahdi, M.Hum, lahir di Dasan Lekong, Kecamatan


Sukamulia, Lombok Timur Nusa Tenggara Barat, 02 April 1968.
Pendidikan jenjang S-1 ditempuh pada Program Studi
Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Mataram (tahun
1992); jenjang S-2 pada Program Studi Linguistik Universitas
Udayana (tahun 1998), dan jenjang S-3 Program Studi Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (tahun 2011).
Penulis aktif sebagai pengajar di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Bahasa, Seni, dan Humaniora (FBSH) Universitas Hamzanwadi
mengampu Mata Kuliah Linguistik, Semantik, Filsafat Bahasa, Filsafat Pendidikan.
Karya-karya berupa buku dan artikel yang telah dihasilkan dan dipublkasikan, yaitu:
(1) Bahasa Berujud Sastra, Sastra Berisi Makna; (2) Kritik Sastra; (3) Sintaksis Bahasa
Indonesia; (4) Pendidikan & Kontektualisasi Merdeka Belajar: Sebelum, Selama, dan
Pasca Pandemi; (5) TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid dan Gerakan Kebangsaan; (6)
Konstruksi Kebangsaan dalam Sejarah Nahdlatul Wathan; (7) Gender dan Muslimat
NW: Model Arus Utama dan Dinamika Sosial Kapital; (8) Refleksi Pendidikan; Seuntai
Asa untuk Kemajuan Indonesia; (9) Model Pengasuhan Suku Sasak: Analisis
Taksonomik dalam Etnoparenting melalui Hubungan Semantik Bahasa Sasak; (10)
Critical Discourse Analysis on Gender Relations: Women's Images in Sasak Song; (11)
Hamzanwadi dan Gerakan Kebangsaan melalui Pendidikan Berbasis Lokal Bermatra
Nasional. Pengalaman kerja penulis: (1) Dosen PNS DPK Universitas Hamzanwadi; (2)
Ketua Lajnah Pendidikan YPH-PPD-NWDI Pancor. Korespondensi: HP/WA:
08175707485; khirjan.nw@gmail.com.

Dr. Abd. Hayyi Akrom, M.M.Pd, lahir di Desa Pringgasela


Selatan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, tanggal 21 Maret
1980. Perjalanan pendidikan dimulai dari bangku SD Negeri 3
Pringgasela (sekarang SD Negeri 6 Pringgasela) (1987-1993),
melanjutkan ke MTs NW Pringgasela (1993-1996), MAK-Putra
NW Pancor (1996-1999).
Penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Tarbiyah, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999-2004); tahun 2007 lulus
seleksi beasiswa dari Departemen Agama untuk melanjutkan Pendidikan Strata S-2 di
Universitas Islam Nusantara Bandung dengan Konsentrasi Manajemen Pendidikan
Makro (2008-2010); tahun 2016 lulus seleksi beasiswa program 5000 Doktor dari
Kementerian Agama, dan tanggal 26 Desember 2020 menyelesaikan kuliah pada

253
program doktoral di IAIN Jember dan berhasil menyandang predikat sebagai lulusan
(wisudawan) terbaik.
Sejak tahun 2010 hingga sekarang, penulis menjadi Dosen Tetap Yayasan (DTY) di
Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) Pancor; tahun 2011 mengemban amanah
sebagai Sekretaris LPPM IAIH Pancor; tahun 2015 diamanahkan sebagai Wakil Dekan I
Fakultas Tarbiyah IAIH Pancor, sejak bulan Juni 2022 sampai sekarang menjadi Dekan
Fakultas tarbiyah IAIH Pancor. Korespondensi: e-Mail: hayyi.akrom@gmail.com.

Ahmad Tohri, S.Pd., M.Si, lahir di Penedagandor, Labuhan Haji,


Kabupaten Lombok Timur, tanggl 10 Juni 1973, pendidikan
jenjang S-1 pada Program Studi Pendidikan Sejarah di IKIP Malang
(tahun 1997), jenjang S-2 pada Program Studi Sosiologi Pedesaan
Universitas Muhammadiyah Malang (tahun 2006). Saat ini penulis
mengajar di Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ekonomi (FISE), Universitas Hamzanwadi.
Karya ilmiah yang telah dipublikasi berupa buku, yakni: (1) Tuan Guru Umar Kelayu:
Lombok Poros Makkah-Nusantara (2016); (2) Tuan Guru: Gerakan Revolusi Sosial
Masyarakat Sasak (2018); (3) Demografi Sosial: Pengantar Studi Kependudukan
Perspektif Sosiologi (2021); dan (4) Pejuang Lombok Timur: Sejarah Perjuangan dan
Konstruksi Nilai Kepahlawanan (2022). Publikasi artikel ilmiah di jurnal, yakni: (1)
The urgency of Sasak local wisdom-based character education for elementary school in
East Lombok Indonesia (2022); (2) Sasak People’s Resistance Against Mataram-
Karangasem and Dutch Colonial Rulers: The Role of Tuan Guru Umar Kelayu (2020); (3)
Tauhid View Tuan Guru Umar Kelayu: Intellectual History Study of Lombok Theologian
Central Figure (2022); (4) Relevansi Metode Pembelajaran IPS Terpadu Berbasis
Kearifan Lokal di Era Masyarakat Digital (2022).
Pengalaman organisasi yang pernah dan sedang diikuti, yaitu: Ketua Pusat Kajian
Pendidikan dan Budaya (Pusakadikdaya) Universitas Hamzanwadi, Direktur Lombok
Institut, Direktur SPM-IC, anggota AP3SI, anggota Dewan Pakar KAHMI Lombok
Timur, Pengurus Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Provinsi Nusa
Tenggara Barat. Penulis aktif sebagai insan akademisi, pencipta, dan pengabdi;
partisipatif menjadi pengamat sosial, praktisi, dan pemerhati pendidikan.
Korespondensi: tohri@hamzanwadi.ac.id, atau tohri92@gmail.com.

Abdul Hafiz, SH., M.Pd, lahir di Batu Belek Aikmel, Kecamatan


Aikmel, Lombok Timur, tanggal 20 Oktober 1968. Lulus S-1 pada
Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Hukum (FH) Universitas 45
Yogyakarta (tahun 1993), lulus S-2 pada Program Studi Teknologi
Pendidikan Universitas Adi Buana Surabaya (tahun 2008). Penulis
aktif sebagai pengajar pada Program Studi Pendidikan Sejarah,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi (FISE) Universitas Hamzanwadi.
254
Karya dalam bentuk buku yang telah dihasilkan dan dipublikasikan, yaitu: (1)
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi (2020); (2) Pendidikan
Pancasila: Filosofis dan Dasar Negara (2020), sedangkan publikasi artikel ilmiah pada
jurnal, antara lain: (1) Paradigm Civics as the Spacecraft Systemic Democracy Education
(2016); (2) Didactic and Values of Inheritance of Islamic Malay Poetry In East Lombok
1998-2014 (2017); (3) Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Kopi di Desa
Jurit Baru Kecamatan Pringgasela Kabupaten Lombok Timur Tahun 1999-2015
(2019); (4) Kemerdekaan Indonesia dalam Pandangan Tan Malaka dan Soekarno
Tahun 1949-1950 (2020); (5) The Implications of Technological Media Towards the
Social Life Field Study in Aikmel Community of Aikmel District East Lombok (2021); (6)
The Tomb of Ramban Biaq Mythology in Ramban Biaq Village, East Lombok (2021); (7)
Nasionalisme dalam Lintasan Sejarah Perjuangan Bangsa di Lombok Barat 1942-1950
(2022); (8) Relevansi Metode Pembelajaran IPS Terpadu Berbasis Kearifan Lokal di
Era Masyarakat Digital (2022).
Pengalaman organisasi yang pernah dan sedang diikuti, antara lain: (1) Pengurus
Masjid Besar At-Taqwa Aikmel Kecamatan Aikmel Lombok Timur; (2) Pengurus
Cabang Organisasi NWDI Kecamatan Aikmel; (3) Pembina HMPS Program Studi
Pendidikan Sejarah Universitas Hamzanwadi; (4) Kepala Unit MKU Universitas
Hamzanwadi sejak 2018; (5) Staf Pusat Kurikulum dan RPL Universitas Hamzanwadi
sejak 2022. Alamat korespondensi: hafizfistra68@gmail.com.

Muh. Taufiq, M.Pd, lahir di Pringgajurang tanggal 14 Januari


1980, jenjang pendidikan S-1 Fakultas Tarbiyah UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta (tahun 2004.); jenjang pendidikan S-2
Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta (2010). Saat ini, penulis mengajar di Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Bahasa, Seni
dan Humaniora (FBSH) Universitas Hamzanwadi dengan mengampu Mata Kuliah
Manajemen Pendididkan, Pendidikan Agama Islam, Ke-NWDI-an, Bahasa Arab, dan
Filsafat Ilmu.
Karya dalam bentuk buku & artikel ilmiah yang telah dihasilkan dan
dipublikasikan: (1) The Development of Indonesian Language Learning Model through
Puppet Creation Media (Proceeding International Conference Q4); (2) Critical discourse
analysis in patriarchal society: Covid-19 and increased women workload (JPPI Sinta 2);
(3) Critical discourse analysis on gender relations: women's images in Sasak song (JKP
Sinta 2); (4) Wasiat Renungan Masa-Pengalaman Baru Karya Hamzanwadi:
Pragmatisme Puisi Lama pada Era Modern Menurut Cultural Studies (Sebasa Sinta 4);
(5) Impelementasi Konsep Maksim dalam Menilai Kejujuran Komunikasi Antara Dosen
dan Mahasiswa (Sebasa Sinta 4); (6) Sintaksis: Buku Ajar Berorientasi Contextual
Instruction (Editor), (7) Konstruksi Kebangsaan dalam Sejarah Nahdlatul Wathan:
255
Verstehen & Understanding Khazanah Lokal Bermatra Nasional (Editor). Pengalaman
kerja penulis, pernah menjadi: (1) Pengajar di IAI Hamzanwadi Pancor 2010-2013; (2)
Staf Pusat Bahasa STKIP Hamzanwadi tahun 2010-2013; (3) Dosen DTY Universitas
Hamzanwadi sejak tahun 2014-sekarang. Korespondensi: muhtaufiqpbsi@gmail.com.

Samiin Hadi Harianto, Lc., MA, lahir di Kerongkong,


Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur-Nusa Tenggara
Barat, tanggal 8 Mei 1985. Penulis meraih gelar akademik
jenjang S-1 pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu
Al-Qur’an di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir (tahun 2010),
selanjutnya penulis melanjutkan studi jenjang S-2 di Universitas
Islam Oumdurman Sudan Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir
dan Ilmu Al-Qur’an (tahun 2013).
Penulis aktif sebagai pengajar pada Program Studi Fisika Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Hamzanwadi mengampu Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Ke-NWDI-an. Penulis juga aktif sebagai pengajar di
Ma’had Darul Qur’an Wal-Hadist (MDQH) NWDI Pancor dengan mengampu Mata
Kuliah Al-Qur’an. Selain mengajar, penulis menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tahfiz
Al-Qur’an Syeikh Ibrahim Muhammad Al-Batthawi NWDI Kerongkong (PP Al-
Batthawi). Sebelum mengajar di Universitas Hamzanwadi Pancor, penulis sempat
mengajar di IAIN Mataram dari tahun 2015-2017. Sembari mengajar di IAIN Mataram,
penulis saat itu juga dipercaya menjadi salah satu imam salat di Masjid At-Taqwa
Mataram dan Masjid Hubbul Wathan Islamic Center. Tahun 2017 tepatnya malam ke-6
bulan Ramadhan, ada pengalaman berkesan sekaligus kenangan yang tidak bisa
terlupakan saat penulis mendapat kesempatan mengimami Bapak Presiden Jokowi
beserta menteri & rombongannya, dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A. (saat itu
menjabat sebagai Gubernur NTB). “Hadza Min Fadli Rabbi”. Korespondensi penulis:
HP/WA: 081918229192, e-Mail: samiinhadi@hamzanwadi.ac.id

M. Roni Amrullah, S.Pd., M.Hum, lahir di Tembeng Putik


Kecamatan Wanasaba Kabupaten Lombok Timur, tanggal 3
Agustus 1983. Pendidikan jenjang S-1 ditempuh pada Program
Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Hamzanwadi sekarang
menjadi Universitas Hamzanwadi (tahun 2007); jenjang S-2
pada Program Studi Lingusitik Terapan Universitas Negeri
Yogyakarta (tahun 2010). Penulis aktif sebagai pengajar di
Program Studi Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia Fakultas Bahasa, Seni &
Humaniora (FBSH) Universitas Hamzanwadi dengan mengampu Mata Kuliah
Linguistik Umum, Retorika, dan Jurnalistik.
Karya berupa buku dan artikel ilmiah yang telah dihasilkan dan dipublikasikan,
yaitu: (1) Safir-Whorf Hypothesis in Covid-19 Isolation Policy Anthropological And
256
Religiosity Constraints of Social Distancing in Indonesia; (2) Implementation of e-
Learning Based on Learning Management System Using Discovery Learning Method for
Disabilities Students; (3) Critical Discourse Analysis in Patriarchal Society: Covid-19 and
Increased Women Workload, (4) Analisis Makna pada Mitos Pedan Kubur Dusun
Beririjarak Kec. Wanasaba Kab. Lombok Timur; (5) Mozaik Budaya Sasak. Pengalaman
kerja penulis: (1) Dosen Tetap Yayasan (DTY) Universitas Hamzanwadi; (2) Tim
Pengembang Wisata Religi Makam Pahlawan Nasional TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid; (3) Pimpinan Pusat (Pimpus) Ikatan Sarjana Nahdlatul Wathan Diniyah
Islamiyah (IS-NWDI). Korespondensi: roni2017@hamzanwadi.ac.id.

M. Shulhan Hadi. M.Pd, tempat lahir Rensing Kecamatan Sakra


Barat, Kabupaten Lombok Timur, tanggal 17 September 1988,
pendidikan jenjang S-1 ditempuh pada Program Studi
Pendidikan Sejarah STKIP Hamzanwadi sekarang Universitas
Hamzanwadi (tahun 2010), sedangkan pendidikan jenjang S-2
ditempuh pada Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas
Negeri Makasssar (UNM) (tahun 2013). Penulis aktif sebagai
pengajar di Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
(FISE) Universitas Hamzanwadi dan mengampu Mata Kuliah Sejarah Intelektual,
Sejarah Indonesia, Sejarah Agama, dan Ke-NWDI-an.
Karya-karya yang telah dihasilkan dan dipublikasikan, baik buku atau artikel
ilmiah, yaitu: (1) Kemerdekaan Indonesia dalam Pandangan Tan Malaka dan Soekarno
Tahun 1949-1950 (2020); (2) Penggunaan Media Interaktif Power Point (PPT) dalam
Pembelajaran Daring (2020); (3) Konstruksi Sosial dalam Tradisi Bebubus di Desa
Gelanggang Lombok Timur Nusa Tenggara Barat: Suatu Kajian Sejarah Budaya (2021);
(4) Pembelajaran Sejarah Terintegrasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), Literasi,
4C, dan Higher Order Thingking Skills (HOTS) (2021); (5) Citra Pembelajaran Sejarah
dalam Persepsi Siswa (2022). Pengalaman kerja: (1) Dosen Tetap Yayasan (DTY)
Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Hamzanwadi sejak tahun 2013-
sekarang. Korespondensi: e-Mail: muhammadshulhan.hadi@hamzanwadi.ac.id.

Lalu Murdi, S.Pd., M.Pd, Lahir di Sepakat Kecamatan Praya


Timur Kabupaten Lombok Tengah, tanggal 6 September 1987.
Pendidikan jenjang S-1 ditempuh pada Prodi Pendidikan Sejarah
di STKIP Hamzanwadi sekarang bernama Universitas
Hamzanwadi (selesai tahun 2010); jenjang S-2 pada Program
Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Konsentrasi
Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Makassar (selesai tahun
2013). Saat ini (2023) penulis sedang menempuh pendidikan S-3 atau Program
Doktoral pada Program Studi Ilmu Sosial Konsentrasi Antropologi di Universitas
Airlangga.
257
Penulis sebagai pengajar di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu
Sosial dan Ekonomi (FISE) Universitas Hamzanwadi sejak tahun 2013 hingga saat ini.
Karya berupa buku yang telah dihasilkan: (1) Potret Perempuan Sasak (Indie Book
Corner, 2015); (2) Napas Budaya dari Timur Nusantara, tulisan bersama Prof. Dr. Andi
Ima Kesuma (Arga Puji Press, 2015); (3) Menjahit Laut Nusantara Menguatkan
Keindonesiaan dalam Sri Margana, et al., (ed) Menemukan Historiografi
Indonesiasentris (Ombak, 2017); (4) Sejarah Publik di Luwu Timur (Literasi
Nusantara, 2020); (4) Legacy dalam Literasi (Literasi Nusantara, 2021). Artikel ilmiah
yang dipublikasikan, antara lain: (1) Spirit Nilai Gotong Royong dalam Banjar dan
Besiru Masyarkat Sasak Lombok, Jurnal Fajar Historia, 2018; (2) Dinamika Perjuangan
Kaum Muslim dalam Mencapai Kemerdekaan Indonesia, Jurnal Fajar Historia, 2018;
(3) Dynamics and Changes of Social Stratification of The Sasak Royal 1970-2000, Jurnal
Candrasengkala, 2020. Korespondensi: lalu.murdi@hamzanwadi.ac.id.

Munawir, S.Ag., M.A., tempat lahir di Aik Anyar Kecamatan


Sukamulia, Kabupaten Lombok Timur, tanggal 31 Desember
1972. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD tahun 1980-
1985; MTs tahun 19886-1988; MA tahun 1989-1991, dan
Ma’had DQH Pancor tahun 1991-1992. Pendidikan jenjang S-1
pada Program Studi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Sunan Ampel
(tahun1997) dan jenjang S-2 pada Program Studi Ilmu Agama
Islam dengan Konsentrasi Manajemen dan Kelembagaan Islam di Universitas
Muhammadiyah Malang (UMM) (tahun 2008).
Saat ini penulis mengajar Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam dan Ke-NWDI-an
di Program Studi Pendidikan Ekonomi dan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial
dan Ekonomi (FISE) Universitas Hamzanwadi. Karya dalam bentuk buku yang telah
dihasilkan, antara lain Ahmmiyatul Lugatil ‘Arobiyyah. Pengalaman kerja penulis,
antara lain sebagai Ketua MGMP Bahasa Arab Kabupaten Lombok Timur.
Korespndensi: HP/WA: 6281775232438 dan e-Mail: gamaknepacu@gmail.com.

Dr. Abdul Latif, S.Pd, M.Pd, Tempat lahir di Landah Kecamatan


Praya Timur Kabupaten Lombok Tengah, tanggal 17 Februari
1987. Pendidikan jenjang S-1 ditempuh pada Program Studi
Pendidikan Sosiologi STKIP Hamzanwadi sekarang bernama
Universitas Hamzanwadi (tahun 2006-2010); jenjang S-2 pada
Program Studi Pendidikan Sosiologi di Universitas Negeri
Makassar lulus tahun 2013, dan jenjang S-3 pada Program Studi
Sosiologi, Universitas Padjadjaran (tahun 2016-2022). Penulis saat ini aktif sebagai
pengajar di Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi
(FISE) Universitas Hamzanwadi dengan mengampu Mata Kuliah Pengantar Sosiologi,
Filsafat Pendidikan, dan Sosiologi Politik.
258
Karya berupa buku dan artikel yang telah dihasilkan: (1) Tantangan Guru dan
Masalah Sosial di Era Digital, dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan, 2020; (2) Studi
Kritis tentang Literasi Sains dan Problematikanya di Sekolah Dasar, dalam Jurnal
Basicedu, 2022; (3) Kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka di
Indonesia dan Relevansinya dengan Era Distrupsi, dalam Jurnal kewarganegaran,
2022. (4) The Domination of the Noble Political Elites in Organizing the Government’s
Policies in Central Lombok Regency, dalam International Journal of Environmental,
Sustainability, and Social Sciences, 2022. Pengalaman kerja: (1) Dosen Tetap
Universitas Hamzanwadi sejak tahun 2013-sekarang; (2) Tutor di Universitas Terbuka
dari tahun 2021-sekarang. Alamat korespondensi: HP: 087837523130 dan e-Mail:
latif17sosiologi@gmail.com.

Mohammad Syarif Hidayatullah, M.Hum, tempat lahir di


Aikmel Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur, tanggal 28
Januari 1989. Pendidikan jenjang S-1 ditempuh di Program Studi
Bahasa dan Sastra Arab Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta (tahun 2007), dan jenjang S-2 pada Program
Studi Ilmu Bahasa Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (tahun
2014). Saat ini, penulis mengajar di Program Studi Pariwisata
Fakultas Bahasa, Seni dan Humaniora (FBSH) Universitas Hamzanwadi dengan
mengampu Mata Kuliah Bahasa Arab dan Ke-NWDI-an. Pengalaman kerja penulis,
yakni: (1) Dosen Tetap Universitas Hamzanwadi sejak tahun 2020 hingga saat ini; (2)
Masyaikh Ma’had Darul Qur’an wal Hadist (MDQH) NWDI Pancor sejak tahun 2020
hingga saat ini. Alamat korespondensi: HP/WA: 087841588721, dan e-Mail:
yayatmohammed9@gmail.com.

259

Anda mungkin juga menyukai