ii
MODUL
MATA KULIAH KE-NWDI-AN
Tim Penyusun
Tim Penyusun Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an
Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan
Pengarah:
Dr. Ir. Hj. Sitti Rohmi Djalilah, M.Pd
Penanggungjawab:
Dr. Abdullah Muzakar, M.Si
Hj. Dukha Yunitasari, M.Pd
Dr. H. Musifuddin, M.Pd
Ketua
Dr. Muhammad Khairul Wazni, M.Pd
Sekretaris:
Doni Septu Marsa Ibrahim, M.Pd
Penulis:
Dr. Khirjan Nahdi, M.Hum. ⃦ Dr. Abd. Hayyi Akrom, M. M.Pd.
Ahmad Tohri, S.Pd., M.Pd. ⃦ Abdul Hafiz, S.H., M.Pd. ⃦ Muh. Taufiq, M.Pd.
Samiin Hadi Harianto, Lc., M.A. ⃦ M. Roni Amrullah, S.Pd., M.Hum.
M. Shulhan Hadi. M.Pd. ⃦ Lalu Murdi, M.Pd. ⃦ Munawir Alwi, S.Ag., M.A.
Dr. Abdul Latif, M.Pd. ⃦ Mohammad Syarif Hidayatullah, M.Hum
Editor:
Habibuddin
Penelaah/Penyelaras:
Dr. H. Khirjan Nahdi, M.Hum
Desain Cover:
Toriq
Penerbit:
Hamzanwadi Press
Alamat:
Jln. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid No. 132 Pancor-Selong
Lombok Timur NTB 83612; Telp./Fax.: (0376) 21394/22954
Website: www.hamzanwadi.ac.id; E-mail: universitas@hamzanwadi.ac.id
iii
Pengantar
Rektor Universitas Hamzanwadi
Puji syukur ke hadiran Allah Swt atas segala limpahan rahmat, taufik, dan
hidayah, serta karunia-Nya, penulisan modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini dapat
diselesaikan. Kehadiran modul ini untuk memperkuat pengetahuan, pemahaman, dan
wawasan ke-NWDI-an mahasiswa sebagai guru profesional di lingkungan Universitas
Hamzanwadi.
Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini berisi tentang sejarah sosial Lombok dan
sistem pendidikan masa kolonial, biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, lahirnya
madrasah NWDI, NBDI, dan NW, gerakan NW dalam bidang dakwah, pendidikan, dan
sosial, pemikiran dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi dan dakwah nusantara.
Pewarisan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid hakikatnya
sebuah ikhtiar dalam rangka menumbuhkan, mengembangkan, dan mewujudkan cita-
cita atau pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Pewarisan nilai-
nilai perjuangan tersebut sekaligus sebagai wadah menata peradaban umat manusia,
yang dewasa ini tidak lepas dari peran dan fungsi lembaga pendidikan. Selain itu,
melalui pembelajaran Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini diharapkan mahasiswa mampu
menjadi guru yang profesional.
Guru profesional sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 disampaikan guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidkan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya Pasal 8
dijelaskan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, serta mampu mewujudkan tujuan pendidkan nasional.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,
Pasal 7 dinyatakan pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program
sarjana yang menyiapkan mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan
keahlian khusus.
Penulisan modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini dalam rangka membekali
mahasiswa sebagai guru profesional melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG)
Prajabatan agar memiliki kualitas dan memenuhi kondisi ideal guru Indonesia, baik
aspek kuantitas, distribusi, dan kualifikasi, serta kompetensi. Pembelajaran Mata
Kuliah Ke-NWDI-an dalam PPG Prajabatan bertujuan menghasilkan guru profesional
yang mengamalkan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, dengan
spirit dan semboyan perjuangan, seperti: “Yakin, Ikhlas, dan Istiqomah”, serta dapat
iv
mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif.
Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini disusun sesuai dengan alur Merdeka Belajar,
pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered learning), dan mahasiswa
sebagai guru profesional memiliki komitmen menjadi teladan, motivator, fasilitator,
dan pembelajar sepanjang hayat. Upaya mencapai tujuan tersebut, PPG Prajabatan
mengedepankan penguatan kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, profesional,
dan bermakna yang nantinya bermanfaat saat mereka mengajar di kelas. Hal ini
dilaksanakan dengan perkuliahan berbasis kegiatan dan reflektif dikombinasikan
dengan praktik lapangan, termasuk di sekolah tempat guru pemula akan ditugaskan.
Pelaksanaan PPG Prajabatan di Universitas Hamzanwadi melibatkan pengajar
dari unsur akademisi, praktisi pendidikan, dan guru penggerak. Keterlibatan pengajar
dari berbagai unsur ini bertujuan untuk menjembatani teori dan praktik. Modul Mata
Kuliah Ke-NWD-an ini digunakan dalam perkuliahan yang dilaksanakan melalui tiga
kelompok mata kuliah, yaitu mata kuliah inti, mata kuliah pilihan selektif, dan mata
kuliah pilihan eklektif. Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an mencakup komponen Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan asesmen, perangkat pembelajaran, dan isi
modul. Asesmen ketercapaian CPMK dilaksanakan di antaranya melalui projek, studi
kasus, portofolio, dan tes. Perangkat pembelajaran meliputi lembar kerja (LK), media,
dan sumber belajar lainnya sebagai pengayaan.
Isi modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini disusun berdasarkan alur MERDEKA, yaitu
Mulai dari diri (M), Eksplorasi konsep (E), Ruang kolaborasi (R), Demonstrasi
kontekstual (D), Elaborasi pemahaman (E), Koneksi antar materi (K), dan Aksi nyata
(A). Modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an dengan alur MERDEKA ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa mempersiapkan diri dalam mencapai tuntutan profesi sebagai
agen yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan mampu mencetak generasi yang
membawa perubahan ke hal yang lebih baik.
Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim
penulis dan berbagai pihak yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif
mewujudkan penyelesaian modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini serta membantu
terlaksananya PPG Prajabatan. Semoga Allah Swt., senantiasa memberkahi upaya yang
kita lakukan demi pendidikan Indonesia. Aamiin.
v
Pengantar Penulis
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt atas kuasa dan izin-
Nya, modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an dapat diselesaikan dengan baik dan tepat
waktu tanpa kendala apapun yang berarti.
Bapak/Ibu Dosen, tujuan Mata Kuliah Ke-NWDI-an untuk membekali calon guru
agar memiliki kemampuan, pengetahuan, pemahaman dalam mengeksplorasi, dan
mengintegrasikan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
menganalisis maupun merefleksikan isu-isu pendidikan dalam pembelajaran pada
era kekinian. Calon guru diharapkan dapat mengembangkan kesadaran moral dan
kultural kebangsaan tentang pendidikan di Indonesia sebagai guru yang berorientasi
pada peserta didik.
Mata kuliah ini dapat melibatkan dosen, instruktur, guru penggerak, dan praktisi
pendidikan. Bobot Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini sebanyak 2 sks dengan 6 topik atau
pokok bahasan sebagai berikut: (1) sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan
masa kolonial; (2) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan kelahiran NWDI, NBDI, dan
NW; (3) NW sebagai gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial; (4) pemikiran
kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid; (5) TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, dan (6) TGKH. M. Zainul Majdi dan dakwah nusantara
Bapak/Ibu dosen yang berbahagia, metode pembelajaran yang diterapkan pada
Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini, yaitu student centered learning, dengan alur MERDEKA,
apa itu merdeka?
M: Mulai dari diri
E: Eksplorasi konsep
R: Ruang kolaborasi
D: Demonstrasi kontekstual
E: Elaborasi pemahaman
K: Koneksi antar materi
A: Aksi nyata
Penjelasan umum mengenai alur MERDEKA dalam Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini,
sebagai berikut.
Topik pertama, sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial,
calon guru menguraikan pandangan, mengajukan pertanyaan, menganalisis sejarah
sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial dalam diskusi dan eksplorasi,
presentasi kelompok, serta menyimpulkan pemahaman, mengaitkan pembelajaran
dan diakhiri dengan aksi nyata tertulis dalam refleksi pada blog menggunakan alur
MERDEKA.
vi
Topik kedua, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan kelahiran Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW, calon guru menguraikan, mengajukan pertanyaan, mempelajari
proses lahirnya konsep dasar dan proses lahirnya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW,
diskusi, analisis, presentasi, dan menyimpulkan pembelajaran, serta diakhiri dengan
menulis refleksi dalam blog menggunakan alur MERDEKA.
Topik ketiga, merupakan kelanjutan topik sebelumnya, tentang NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan atau jargon perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, calon guru akan menguraikan pandangan, mengajukan
pertanyaan, mempelajari materi, menemukan referensi, diskusi, analisis,
argumentasi, dan artikulasi hasil kelompok dilanjutkan dengan presentasi kelompok,
menyimpulkan pemahaman dan menulis refleksi dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Topik keempat, nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, calon
guru akan merefleksikan, menguraikan pandangan, mengajukan pertanyaan,
menganalisis, mempelajari materi, menyimpulkan, melakukan analisis, argumen
dalam presentasi kelompok dan diskusi, serta menyimpulkan pembelajaran dengan
menulis refleksi tentang pengalaman terkait dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Topik kelima, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, calon guru akan merefleksikan,
menguraikan, mengajukan pertanyaan, menganalisis, menguraikan pandangan,
diskusi kelompok, merancang, materi mengajar, artikulasi, presentasi kelompok, dan
menyimpulkan pembelajaran, menulis refleksi dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Topik terakhir, yakni TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan dakwah nusantara,
calon guru merefleksikan, menguraikan, mengajukan pertanyaan, menganalisis studi
kasus, menyimpulkan pandangan, menilai diri, diskusi kelompok, visualisasi hasil
kelompok, presentasi kelompok, analisis studi kasus, serta menyimpulkan
pembelajaran proses diakhiri dengan menulis refleksi dalam blog menggunakan alur
MERDEKA.
Bapak/Ibu dosen yang berbahagia, evaluasi pembelajaran pada Mata Kuliah Ke-
NWDI-an ini dilakukan dengan cara evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
dilakukan pada masing-masing topik pembelajaran dalam bentuk penilaian unjuk
kerja, portofolio dalam pembelajaran, dan blog dengan alur MERDEKA, sedangkan
untuk evaluasi sumatif dilakukan melalui ujian tengah semester (UTS) dan ujian
akhir semester (UAS) dalam bentuk project-based.
Projek tengah semester berupa riset tentang penerapan pembelajaran di sekolah
pada mata pelajaran tertentu yang menerapkan pemikiran kebangsaan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Akhir semester, calon guru akan
membuat projek “Kampanye Praktik Baik” menggunakan hasil riset pada projek
vii
tengah semester. Projek akhir semester ini berupa hasil refleksi dan rancangan
praktik baik yang dipresentasikan melalui media kreatif terkait dengan Ke-NWDI-an
dan karakter kebangsaan.
viii
Daftar Isi
xi
Capaian Pembelajaran Mata Kuliah
dan Asesmen
B. Asesmen
Asesmen terdiri atas tugas, UTS, UAS dan partisipasi.
No. Jenis Tugas Bobot CPMK Catatan
1 Menulis refleksi dan diupload ke 20 1, 2, 3, 4, Individual
dalam blog (tiap topik satu 5, 6, 7
refleksi).
Mahasiswa diharapkan
mempunyai blog (wordpress),
youtube, facebook, dan lain-lain)
2 Tugas: lembar kerja mahasiswa 20 Individual atau
dalam setiap modul/topik kelompok
3 UTS: Riset tentang penerapan 25 Ujian Tengah
pembelajaran di sekolah pada Semester
mata pelajaran tertentu yang
menerapkan perjuangan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A dalam
mengembangkan karakter
kebangsaan.
4 UAS: Projek “Kampanye Praktik 25 Ujian Akhir
Baik” dengan menggunakan hasil Semester
riset pada projek tengah semester.
1
Projek akhir semester berupa hasil
refleksi dan rancangan praktik
baik yang dipresentasikan melalui
media kreatif.
5 Partisipasi 10 Dikembangkan
oleh masing-
masing dosen
(contoh
disediakan)
Catatan:
Di luar asesmen tersebut, dan bukan bagian dari penilaian capaian mahasiswa,
diharapkan lahir kompilasi referensi, hasil riset mengenai penerapan pemikiran,
perjuangan, dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M. A., dalam membangun karakter kebangsaan melalui
Madrasah NWDI, serta ‘Kampanye Praktik Baik’ bagi pengajaran dalam penerapan
pemikiran kebangsaan, nilai-nilai perjuangan, dan karakter kebangsaan TGKH. M.
H. Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M. A., yang dikelola oleh
mahasiswa sendiri sebagai projek bersama.
2
Alur Isi Modul
5
4 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 8
Kontekstual
4 (E.) Peserta mendiskusikan poin-poin LK 9
Elaborasi penting dalam presentasi semua
Pemahaman kelompok.
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait konsep dasar.
4 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 10
Koneksi antar dari Topik 1 dengan Topik 2 untuk
Materi menyimpulkan bagaimana sejarah
sosial Lombok dan sistem
pendidikan masa kolonial dari
pengalaman pribadi maupun kajian
tentang figur TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sebagai perintis sistem
pendidikan modern melalui
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW.
4 (A) Peserta menuliskan refleksinya Blog
Aksi Nyata dalam blog (individu) terkait proses (panduan menulis
pembelajaran Topik 2 dengan alur blog)
MERDEKA
3 NW: Gerakan 2 5 (M) Peserta merefleksikan dan LK 11
dakwah, Mulai dari Diri menguraikan NW sebagai gerakan
pendidikan, dan dakwah, pendidikan, dan sosial,
sosial, serta serta semboyan perjuangan TGKH.
semboyan M. Zainuddin Abdul Majid yang
perjuangan diketahuinya.
TGKH. M.
Peserta mengajukan pertanyaan
Zainuddin esensial terkait NW sebagai gerakan
6
Abdul Majid. dakwah, pendidikan, dan sosial,
serta semboyan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid.
5 (E) Peserta mempelajari NW sebagai Upload gambar/
Eksplorasi gerakan dakwah, pendidikan, dan tulisan
Konsep sosial, serta semboyan perjuangan LK 12
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Peserta menguraikan poin-poin
penting yang telah dipelajarinya.
Peserta menemukan referensi NW
sebagai gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
5 (R) Diskusi kelompok untuk Upload gambar
Ruang menganalisis NW sebagai gerakan LK 13
Kolaborasi dakwah, pendidikan, dan sosial, Kelompok
serta semboyan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dari
berbagai referensi dan praktik yang
ada dalam kelompok.
Peserta menganalisis NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta semboyan perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Peserta memberikan argumen
dalam diskusi mengenai NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta perjuangan TGKH. M.
7
Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran dari berbagai
referensi dan praktek yang ada
dalam kelompok.
Peserta mengartikulasikan hasil
analisis dalam presentasi.
6 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 13
Kontekstual
9
Peserta menganalisis rencana dan
materi pembelajaran yang sesuai
dengan nilai-nilai perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid.
7 (E) Peserta mempelajari pembelajaran Upload gambar/
Eksplorasi nilai-nilai perjuangan TGKH. M. tulisan
Konsep Zainuddin Abdul Majid LK 17
Peserta menguraikan poin-poin
penting yang telah dipelajarinya.
Peserta menyimpulkan
pemahamannya terkait
pembelajaran nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
9 (R) Diskusi kelompok, peserta
Ruang menganalisis dan membahas studi
Kolaborasi kasus terkait pembelajaran nilai-
nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
Dalam kelompok, peserta
mengartikulasi hasil analisis dalam
presentasi.
Peserta berargumen dalam diskusi
9 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 18
Kontekstual
10 (E.) Peserta mendiskusikan poin-poin LK 19
Elaborasi penting dalam presentasi semua
Pemahaman kelompok.
10
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait pembelajaran
nilai-nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
Peserta menyimpulkan
pendekatan, strategi, dan metode,
serta teknis pembelajaran yang
sesuai dengan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
10 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 20
Koneksi antar dari topik-topik sebelumnya untuk
Materi menyimpulkan bagaimana
penerapan pendidikan dari
pengalaman pribadi maupun studi
kasus pengamalan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.
10 (A) Peserta menuliskan refleksinya Blog (panduan
Aksi Nyata dalam blog (individu) terkait proses menulis blog)
pembelajaran dengan alur
MERDEKA
5 TGB. Dr. H. M. 3 11 (M) Peserta merefleksikan dan Link Video
Zainul Majdi, Mulai dari Diri menguraikan profil TGB. Dr. H. M. Lk 21
M.A., sebagai Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus
Penerus Estafet estafet perjuangan TGKH. M.
Perjuangan Zainuddin Abdul Majid melalui NWDI
TGKH. M. sebagai organisasi masyarakat dan
Zainuddin wadah perjuangan, dan NWDI sebagai
Abdul Majid. modal spiritual, sosial, dan kultural.
Peserta mengajukan pertanyaan
11
esensial terkait perjuangan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid melalui
NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan NWDI sebagai modal spiritual,
sosial, dan kultural.
Peserta mampu menganalisis dan
menguraikan perjuangan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid melalui
NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan NWDI sebagai modal spiritual,
sosial, dan kultural.
11 (E) Peserta mempelajari perjuangan Upload gambar/
Eksplorasi TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., tulisan
Konsep sebagai penerus estafet perjuangan LK 22
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
melalui NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan NWDI sebagai modal spiritual,
sosial, dan kultural yang diterapkan
dalam materi pembelajaran.
Peserta menguraikan poin-poin
penting yang telah dipelajarinya.
12
12 (R) Diskusi kelompok membahas Upload gambar
Ruang perjuangan TGB. Dr. H. M. Zainul LK 23
Kolaborasi Majdi, M.A., sebagai penerus estafet Kelompok
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid melalui NWDI sebagai
organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan, dan NWDI sebagai
modal spiritual, sosial, dan kultural.
yang diterapkan dalam
keberagaman hidup berbangsa.
Peserta merancang dan
memodifikasi perjuangan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, NWDI sebagai
organisasi masyarakat dan
wadah perjuangan, dan sebagai
modal spiritual, sosial, dan
kultural yang diterapkan dalam
pembelajaran atas
keberagaman hidup berbangsa
di Indonesia (tugas).
Dalam kelompok, peserta
merancang materi ajar yang
menerapkan perjuangan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid melalui
NWDI sebagai organisasi
13
masyarakat dan wadah perjuangan,
dan sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.
Peserta mengartikulasikan hasil
analisis dalam presentasi
12 (D) Presentasi semua kelompok Upload
Demontrasi LK 23
Kontekstual
Mengembangkan
pemikiran
kebangsaan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi,
M.A., diterapkan
dalam materi
pembelajaran atas
keberagaman
bangsa Indonesia.
13 (E) Peserta mendiskusikan poin-poin LK 24
Elaborasi penting dalam presentasi semua
Pemahaman kelompok.
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait perjuangan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid melalui NWDI sebagai
organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan, dan sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural yang
diterapkan dalam materi
pembelajaran atas keberagaman
14
bangsa di Indonesia
Peserta menganalisis dan
menyimpulkan perjuangan
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid melalui NWDI
sebagai organisasi masyarakat
dan wadah perjuangan, dan
sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural, yang diterapkan
dalam materi pembelajaran.
13 (K) Peserta mengaitkan pembelajaran LK 25
Koneksi antar dari topik-topik sebelumnya untuk
Materi menyimpulkanbagaimana
penerapan perjuangan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus
estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid melalui NWDI
sebagai organisasi masyarakat dan
wadah perjuangan, dan sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural. yang
diterapkan dalam materi
pembelajaran.
13 (A) Peserta menuliskan refleksinya Blog (panduan
Aksi Nyata dalam blog (individu) terkait proses menulis blog)
pembelajaran Topik 2 dengan alur
MERDEKA.
Peserta berargumentasi dalam
tulisan blog.
15
6 TGKH. M. Zainul 2 14 (M) Peserta menguraikan refleksinya LK 26
Majdi dan Mulai dari Diri atas pemikiran kebangsaan TGB. Dr.
Dakwah H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara Nusantara dengan menegakkan
Islam rahmatan lil alamin dalam
penyelenggaraan pendidikan yang
dekat dengan pengalaman sehari-
hari.
Peserta mengajukan pertanyaan
esensial terkait isu-isu sosial,
ekonomi, budaya dan politik dengan
pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara dengan menegakkan Islam
rahmatan lil alamin atas
keberagaman bangsa Indonesia
dalam penyelenggaraan pendidikan.
14 (E) Peserta menganalisis studi kasus LK 27
Eksplorasi mengenai penyelenggaraan
Konsep pendidikan dan pembelajaran
dengan pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan
Dakwah Nusantara dengan
menegakkan Islam rahmatan lil
alamin.
Peserta menyimpulkan pengaruh
pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara dalam menegakkan Islam
rahmatan lil alamin terhadap
16
penyelenggaraan pendidikan dan
pembelajaran atas keberagaman
bangsa Indonesia di sekolah
14 (R) Peserta menilai diri dalam hal LK 28
Ruang kesadaran moral dan kulturalnya
Kolaborasi sebagai guru yang berorientasi pada
peserta didik, dengan menjawab
pertanyaan yang disediakan
Dalam kelompok, peserta berbagi
penilaiannya dan pembelajarannya
15 (D) Dalam kelompok (tugas), peserta Upload
Demontrasi membuat visualisasi penilaian diri LK28/visual
Kontekstual tersebut dalam kelompok, peserta
mempresentasikan hasil
visualisasi penilaian diri
15 (E.) Peserta menganalisis studi kasus LK 29
Elaborasi yang sama pada pertemuan 7
Pemahaman dengan pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan
Dakwah Nusantara dengan
menegakkan Islam rahmatan lil
alamin
Peserta mempelajari materi
tambahan terkait pemikiran
kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara
dengan menegakkan Islam
rahmatan lil alamin.
15 (K) Dalam kelompok, peserta Upload gambar
Koneksi antar mengaitkan dan menyimpulkan LK 30
17
Materi seluruh proses pembelajaran yang
dilalui dengan tujuannya sebagai
guru, dengan membuat peta konsep.
15 (A) - Dalam kelompok, peserta melihat Upload
Aksi Nyata kembali visualisasi penilaian diri visual blog
yang dibuat dan menambahkan
setelah menjalani pembelajaran 1
semester.
- Peserta menuliskan refleksinya
dalam blog (individu) terkait
prosespembelajaran Topik 6
UJIAN AKHIR 1 16 Projek akhir semester berupa
SEMESTER pengembangan ‘Kampanye Praktik
Baik’ dengan menggunakan hasil
observasi pada projek tengah
semester yang diimplementasikan
ke dalam ‘Praktik Baik’ sesuai
dengan pengetahuan yang telah
mereka dapatkan pada mata kuliah
ini.
Selain menjelaskan praktik baik
yang ada, mahasiswa memberikan
alternatif strategi, teknik dan
metode pembelajaran sesuai dengan
pemikiran kebangsaan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi dalam
membangun karakter kebangsaan.
18
Mahasiswa menyajikan dalam media
kreatif seperti video projek kelas,
seluruh peserta mengumpulkan
hasil tugasnya dalam portofolio
kelas.
19
Topik 1
Sejarah Sosial Lombok
dan Sistem Pendidikan Masa Kolonial
A. Pengantar
Durasi : 2 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, calon guru dapat:
1. Menjelaskan dan menganalisis sejarah sosial
Lombok masa kolonial.
2. Menguraikan & menganalisis sistem pendidikan di
Lombok masa kolonial.
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan dan menganalisis sejarah
sosial Lombok.
2. Ketepatan menguraikan dan menganalisis sistem
pendidikan di Lombok masa kolonial.
Kriterai Penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk Penilaian : Non-tes (unjuk kerja dan portofolio)
Metode Pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 2 x 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
• Tugas 2: Laporan analisis sejarah sosial dan sistem
pendidikan di Lombok masa kolonial (2 x 60’)
Materi Pembelajaran : 1. Fakta sejarah sosial masyarakat Lombok pada masa
kolonial;
2. Perkembangan sistem pendidikan di Lombok pada
masa kolonial.
Pertemuan 1
Selamat datang pada topik pertama ini, tentang: “Sejarah Sosial Lombok dan Sistem
Pendidikan Masa Kolonial”. Topik ini penting untuk mengantarkan Anda mengenali
terlebih dahulu apa yang diketahui dan dipahami tentang sejarah sosial Lombok
dan sistem pendidikan masa kolonial, serta bagaimana segi sosiologis, antropologis,
ekonomi, dan politik (kekuasaan) yang turut mempengaruhi sistem pendidikan,
khususnya pendidikan Islam di Lombok pada masa kolonial.
Kita akan mulai pembelajaran tentang: “Sejarah Sosial Lombok dan Sistem
Pendidikan Masa Kolonial” dengan mengingat dan melihat pengalaman pribadi
masing-masing. Mari kita identifikasi sejarah sosial Lombok, baik segi sosiologis,
antropologis, ekonomi, dan politik yang mempengaruhi sistem pendidikan di
Lombok pada masa kolonial.
5. Apa yang ingin anda dapatkan dari mempelajari Mata Kuliah Ke-NWDI-an dalam
pendidikan-pembelajaran ini?
a. …………………………………………………………………………………………………………………
b. …………………………………………………………………………………………………………………
c. …………………………………………………………………………………………………………………
d. …………………………………………………………………………………………………………………
21
C. Eksplorasi Konsep
Selanjutnya mari kita eksplorasi lebih lanjut berkaitan dengan pentingnya
mempelajari sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial yang
melatari kelahiran Madrasah NWDI, NBDI, dan NW. Sebelum membahas konsep
dasar teori struktural fungsional pada topik ini, sebagai salah satu pendekatan
dalam mempelajari sejarah panjang perjuangan berdirinya Madrasah NWDI, NBDI
dan NW.
Gambar 1 Gambar 2
Gambar 3 Gambar 4
Gambar 5 Gambar 6
22
Setelah mencermati gambar di atas, berikan tanggapan Anda dan diskusikan
bersama di dalam kelas!
23
b. Penduduk
Secara demografis, sekitar 80% penduduk Pulau Lombok beretnis suku
Sasak, kemudian yang relatif banyak datang dari suku Bali sekitar 15%.
Selebihnya penduduk Lombok adalah orang yang berlatar belakang suku; Jawa,
Tionghoa, Arab, dan beberapa suku yang berasal dari kawasan Sulawesi. Jumlah
penduduk yang menghuni Pulau Lombok berdasarkan catatan BPS NTB
sebanyak 3.758.632 jiwa, dengan penduduk terbesar ada Lombok Timur
sebanyak 1.326.240 jiwa.
Penduduk asli yang mendiami Pulau Lombok disebut suku Sasak. Istilah
“sasak” berasal dari Bahasa Sansakerta, yakni “sahsaka”, terdiri dari kata “sah”
artinya pergi, “saka” artinya asal, sehingga “sahsaka” diartikan pergi
meninggalkan tanah asal dan menggunakan rakit sebagai kendaraan, kemudian
berdiam di Lombok, sehingga Lombok dikenal dengan nama Gumi Sasak atau
Pulau Sasak. Gumi Sasak dalam naskah kuno disebutkan dengan adanya nama
Negareng Sasak atau Negeri Sasak. Nama ini diambil dari sebuah kerajaan yakni
Kerajaan Sasak, letaknya dikuatkan beberapa pendapat, seperti Kerajaan Sasak
berada di bagian barat daya Pulau Lombok tepatnya di kaki Gunung Sasak
(Faille, 1918: 135-140, van der Kraan, 2009: 1). Pendapat berbeda menduga
letak Kerajaan Sasak berada di bagian tenggara Lombok, bahkan Kerajaan Sasak
ini mungkin pernah mempunyai pengaruh di seluruh Pulau Lombok (Teeuw,
1958: 19).
Suku Sasak telah mendiami Pulau Lombok sejak ribuan tahun lalu dan
tersebar di seluruh wilayah Pulau Lombok, seperti Lombok Timur, Lombok
Tengah, Lombok Barat, Lombok Utara, dan Kota Mataram. Persebaran suku
Sasak tersebut memiliki pengalaman sejarah sangat panjang dan berbeda-beda,
mulai dari dasan (dusun) dan desa, hal demikian menghadirkan beragamnya
peninggalan kebudayaan suku Sasak. Peninggalan kebudayaan suku Sasak,
seperti tradisi lisan, manuskrip, bahasa dan dialek yang digunakan dalam
percakapan sehari-hari, ritus, adat istiadat, kesenian (seni kerajinan, musik,
suara, rupa, dan pertunjukan), sistem teknologi, sistem pengetahuan, permainan
rakyat, olahraga tradisional, dan lain-lain.
25
Sistem kepemilikan tanah di Lombok seperti deskripsi di atas mempunyai
tiga konsekuensi yang penting bagi masyarakat Sasak, yaitu: (1) merongrong
otonomi desa Sasak dalam arti suatu hal yang sangat menentukan bagi satu desa
sebagai organisasi sosial-politik swatantra yakni hak kepemilikan bersama atas
tanah di dalam wilayah hukum desa tersebut; (2) sistem kepemilikan tanah ini
berdampak kepada penurunan status yang besar dalam kedudukan sosial petani
Sasak; (3) sistem kepemilikan tanah ini dengan jelas menempatkan orang Bali
lebih tinggi dari pada orang Sasak.
Sebelum migrasi besar-besaran orang Bali ke Lombok, kondisi dan keadaan
Lombok merupakan daerah persawahan dan menjadi lumbung padi atau gudang
beras di daerah Nusa Tenggara, bahkan beras Lombok termasuk beras terbaik
dunia pada zaman itu. Masyarakat Sasak dan orang-orang Bali yang menetap di
Lombok merupakan para petani yang giat dalam mengolah sawah. Tanah-tanah
subur penghasil beras tersebut berada di bagian tengah dan utara yang
berbatasan dengan Gunung Rinjani. Kepemilikan tanah persawahan di Lombok
tidak merata dimiliki penduduk, karena ada beberapa orang dari sekian banyak
tuan tanah memiliki sawah sampai hampir 1.000 ha., dan mereka ini secara
langsung mengeksploitir para petani desa yang miskin (Hakim, 1961).
Masyarakat Sasak sebagian besar menjadi petani, sedangkan sebagiannya
bertempat tinggal di pesisir pantai bekerja sebagai nelayan, dan sebagian kecil
lagi bekerja sebagai pedagang. Perdagangan dalam masyarakat Lombok
dilakukan dalam sistem ekonomi yang tertutup dalam arti berlangsung di
kalangan internal mereka. Jual beli tidak selalu menggunakan alat tukar uang,
tapi juga dilakukan dengan barter (tukar menukar barang) sebelum ada uang
kepeng. Uang kepeng digunakan saat itu setelah terjadinya hubungan dagang
dengan dunia luar di Nusantara dan juga dunia. Pedagang dari berbagai wilayah,
seperti Bali, Jawa, Sumbawa, Makassar, Kalimantan, Sumatera dan pulau-pulau
lainnya di wilayah Nusantara dilakukan karena mengandalkan hasil pertanian
terutama beras Lombok. Zaman dahulu berdasarkan Babad Selaparang, di
Lombok terkenal jenis pare bulu atau pare beaq ganggas. Produksi jenis padi ini
mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Sasak, bahkan mengalami
surplus sehingga para pedagang mengeksportnya ke luar negeri, seperti Cina,
Champa, hingga ke Mauritania (Azhar, et al., 1996).
Selain ekspor beras, masyarakat Lombok juga melakukan hubungan dagang
ke luar daerah dengan mengeksport ternak, seperti lembu, kerbau dan kuda.
Pedagang-pedagang besar yang sebagian besar terdiri atas bangsa asing
mengirimkan ternak terutama kuda dari Lombok di antaranya ke Jawa dan
Singapura. Kuda Lombok lebih besar dan lebih elok dari jenis kuda Bali.
Masyarakat Lombok, orang-orang yang beternak hewan menyerahkan
pemeliharaan ternak pada penggembala, dengan perjanjian dalam pembagian
26
hasil ternak di Lombok dinamakan ngadas atau mekadasang. Perjanjian itu
berlaku untuk waktu yang tidak tentu menetapkan bahwa si pengembala
mendapat bagian dari hasilnya, biasanya separuh dari anak-anak ternak tersebut
(Hakim, 1961).
Masyarakat Sasak sejak zaman Kerajaan Selaparang dan dilanjutkan dengan
Kerajaan Pejanggik, penghidupan penduduk Lombok melalui pertanian, begitu
juga masa berkuasanya keturunan raja Karangasem Bali di sebagian Lombok,
terutama daerah Lombok Barat. Salah satu motivasi Raja Karangasem
menguasai Lombok sampai terjadi berkali-kali peperangan yaitu menguasai
ekonomi, di samping memperluas wilayah penyebaran agama Hindu yang mulai
terdesak oleh Islam dari Jawa. Hasil bumi Lombok yang diperdagangkan waktu
itu beras dan ternak kuda dan sapi, kacang hijau, telor dan sarang burung, serta
tembakau dan tarum sebagai komoditi utama. Barang impor yang memenuhi
pasar-pasar di Lombok adalah barang industri, seperti kain sutra (yang istimewa
disebut sutra Cina dan ada sutra istimewa yang hanya ada di Lombok disebut
sutra Sasak), porselin, garam, minuman keras, candu dan senjata api (Agung,
1992). Menurut catatan pemerintah kolonial Belanda, pada masa kekuasaan Bali
antara tahun 1870-1940, hasil perdagangan baik ekspor maupun impor yang
menjadi penghasilan Raja Mataram Karangasem tercatat tahun 1890 menjelang
perlawanan besar-besaran dari Sasak Timur berjumlah 50.650 rijksdaalder
(ringgit) setahun.
Potensi alam bumi Lombok yang paling besar pengaruhnya terhadap kondisi
sosial-ekonomi dan nasib masyarakat Sasak adalah pertanian dengan basis
produksinya tanah, yang tidak saja sangat subur sebagai lahan pertanian, tetapi
juga sangat potensial untuk perkebunan dan peternakan. Tanah memang telah
menulis sejarah panjang banyak bangsa di seluruh dunia melalui revolusi hijau
dan revolusi agraria dalam dinamika sosial perjuangan kelas, apapun ideologi
yang melandasinya atau tradisi yang melegitimasinya, tidak terkecuali
masyarakat Sasak di bawah kekuasaan Hindu-Karangasem dan Belanda. Kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat Sasak masa penindasan penguasa Hindu-
Karangasem yang berlanjut pada masa eksploitasi kekuasaan penjajah Belanda.
Instrumen penindasan dan penghisapan tersebut dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: (1) sistem kepemilikan tanah jajahan, dan (2) sistem pajak
masyarakat terjajah. Sistem sosial dan ekonomi masyarakat Lombok secara
umum dikategorikan ke dalam masyarakat tradisional dan perdagangan.
1) Masyarakat Tradisional
Kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Lombok akhir abad ke-19
masih berpola pada tatanan kehidupan masyarakat tradisional, artinya unsur-
unsur pengaruh kebudayaan luar belum tampak. Secara umum corak
kehidupan masyarakat tradisional Lombok dapat digolongkan dalam dua tipe,
27
yaitu masyarakat agraris dan masyarakat pesisir atau pantai. Masyarakat
pedesaan Lombok sebagai masyarakat agraris telah memiliki sistem irigasi
yang dikenal dengan sistem subak. Organisasi subak bertugas mengatur
perairan sawah dan memiliki peraturan sendiri, baik tertulis maupun tidak
tertulis disebut awig-awig subak atau sima. Organisasi subak di Lombok
Timur umumnya mempunyai kepengurusan terdiri atas keliang subak atau
pekaseh yang berkewajiban mengatur pembagian air di lahan pertanian
warga. Keliang subak dibantu oleh: (a) penyarikan bertugas sebagai
sekretaris; (b) sedahan tembuku bertugas mengurus pajeg dan berstatus
sebagai bendahara, dan (c) juru arah mempunyai tugas memanggil krama
(anggota, warga) subak saat sangkep atau gundem (pertemuan, musyawarah).
Tugas dan kewajiban krama subak antara lain membuat bendungan,
membagi air melalui selokan, menjaga air. Penghasilan subak didapat dari
hasil denda pencurian air, denda warga apabila ada yang melanggar awik-
awik. Masyarakat pedesaan di Lombok dengan kebudayaan agraris dalam
mengolah tanah pertanian dihubungkan dengan kepercayaan masyarakat
setempat. Setiap memulai penanaman benih atau pengolahan tanah pertanian
senantiasa didahului dengan suatu ritual atau penentuan diwasa (hari baik).
Sistem kehidupan masyarakat desa di Lombok dapat memberi corak pada
sistem perekonomian masyarakat, karena menggantungkan diri pada hasil
pertanian. Kehidupan masyarakat desa masih dalam lingkungan terbatas dan
hasil pertanian umumnya hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Hal ini bukan berarti antara desa yang satu dengan desa yang lain tidak
ada interaksi maupun komunikasi, namun terjadi barter untuk memenuhi
kebutuhan dalam bentuk perdagangan antar penduduk desa.
Komunitas desa sebagai satu unit dari masyarakat mempunyai ikatan
emosional sosial yang kuat. Setiap warga masyarakat tunduk pada awik-awik
yang berlaku, baik menyangkut masalah adat istiadat atau tradisi-tradisi, hal
ini tampak dalam sistem beriuq tinjal atau ngayahang desa (gotong royong).
Setiap orang berkewajiban berpartisipasi dalam ngayahang desa sewaktu
tenaganya diperlukan untuk desa, seperti pembangunan desa, pelaksanaan
ritual dan begawe desa (hajatan desa). Ngayahang desa ini memunculkan
suatu organisasi sosial, seperti seka subak, seka memula (perkumpulan
penanam padi), seka mederep (perkumpulan pengetam padi), dan lain-lain.
Seorang kepala desa dan aparaturnya memegang peranan penting, segala
hal menyangkut kesejahteraan maupun keamanan desa diurus oleh kepala
desa dibantu keliang (kepala dusun), sedangkan kas desa didapatkan dari
hasil pajeg tanah disebut tigasana carik. Tigasana carik terdiri dari pajeg dan
suwinih. Pajeg merupakan upeti yang telah ditetapkan dari hasil bruto dan
diambil dari hasil panen pertama, dihitung atas kesatuan produksi tanah
28
disebut tenah winih. Kesatuan ini merupakan satu bidang tanah sawah pada
panen yang baik menghasilkan 50 ikat padi. Penentuan besarnya tenah winih
ditetapkan oleh sedahan tembuku dengan persetujuan keliang subak dan
anggota subak.
Sementara itu, suwinih merupakan pajeg atas dasar ketentuan banyaknya
winih yaitu benih padi dan tiap pembayaran pajeg dicatat di atas pipil yaitu
catatan hak milik tanah yang ditulis di atas lontar memakai bahasa dan huruf
kawi. Besarnya pajeg tanah yang berlaku dan setiap daerah berbeda, ada yang
menetapkan ⅙ (seperenam) dari hasil panen, ada yang menetapkan ⅛
(seperdelapan) dari hasil panen, serta sebagian besar pajeq waktu itu dibayar
in natura, tetapi ada juga yang dibayar dalam bentuk alat tukar (uang).
2) Perdagangan
Sejak permulaan abad ke-19 perdagangan di Lombok makin ramai, antara
Lombok, Bali, dan Batavia. Beberapa kapal dari Lombok membawa muatan
berupa beras, gula, asam, minyak kelapa, pinang, malam, kayu, garam, itik
untuk diangkut ke Batavia, sebaliknya dari Batavia kapal barang-barang
dikirim ke Bali dan Lombok, seperti barang-barang pecah-belah porselin,
kain, besi tua, obat-obatan, ikan asin, benda tembaga, dan barang-barang dari
negeri Cina, seperti menyan dan ketumbar. Perdagangan hasil bumi pada
abad tersebut di Bali dan Lombok masih dijumpai aktivitas perdagangan
budak yang berakhir pada permulaan abad ke-20. Salah satu perusahaan
dagang milik Belanda yakni Nederlandsch Handel Maatschappij (NHM) tahun
1839 memiliki cabang di Surabaya. Perusahaan dagang tersebut tidak banyak
melakukan kontak langsung dengan kedatuan (kerajaan) Lombok, karena
kedatuan tersebut memiliki subandar yang bertugas mengurus sesuatu
berhubungan dengan orang asing, terutama bidang perdagangan.
Sekitar tahun 1845 telah disebutkan salah satu jalur perdagangan di
Lombok, yakni Pelabuhan Pijot. Menurut Zollinger dalam Parimartha (2016)
bahwa Pelabuhan Pijot merupakan tempat yang baik setiap musim untuk
kapal-kapal berlabuh, airnya cukup dalam, sehingga kapal-kapal besar dapat
berlabuh. Bersamaan dengan itu, ekspedisi militer Belanda yang ingin
menaklukkan daerah-daerah strategis sebagai daerah jajahan untuk
kepentingan kekuasaan, maka dilakukan penaklukan, seperti Timor tahun
1891, 1822, utusan Belanda dikirim ke Bali untuk mendekati raja-raja (1826)
dengan melakukan kontak perdagangan (untuk mendapat budak), sedangkan
Lombok tampak sulit didatangi karena keadaannya yang kacau, karena
adanya konflik antarkekuatan.
29
Saat itu, Lombok Timur lebih memungkinkan sebagai pusat perdagangan
dengan memiliki lima pelabuhan alam, yaitu Padangrea, Sugian, Labuhan
Lombok, Labuhan Aji (Labuhan Haji) dan Pijot. Tempat-tempat ini menjadi
persinggahan kapal-kapal dan perahu-perahu yang berlayar dari wilayah
timur, seperti Makassar, Sumba, Ende, Bima, Sumbawa, dan pulau-pulau kecil
di Nusa Tenggara, sedangkan dari wilayah barat, seperti Batavia, Surabaya,
Madura, dan Bali (Parimartha, 2016). Akibat ramainya perdagangan
menyebabkan corak masyarakat Lombok bagian Timur agak berbeda dengan
corak masyarakat Lombok bagian barat. Lombok bagian timur mewakili
corak masyarakat yang multikultural. Sejak ramainya perdagangan tersebut,
banyak pendatang bermukim di Lombok Timur, seperti di Labuhan Lombok,
Labuhan Haji, Pijot-Tanjung Luar, dan sekitarnya, ada juga yang menetap
dengan membangun perkampungan berbagai suku bangsa, antara lain
Kampung Bugis, Kampung Mandar, Kampung Melayu, dan Kampung Jawa.
Sejak Singaraja menjadi ibukota Karesidenan Bali dan Lombok tahun 1882,
pemerintah Belanda memberikan perhatian dengan menertibkan orang-
orang Cina dan Arab di Lombok, khususnya Lombok Timur.
Peranan orang Cina dan Arab dalam hubungannya dengan perkembangan
perdagangan di Lombok sangat penting. Kontak perdagangan masyarakat
pantai dengan masyarakat pedesaan melalui perantara orang-orang Cina dan
Arab. Dampaknya masyarakat dapat menerima ide-ide baru dalam
perdagangan dan menjadi kebiasaan masyarakat desa di Lombok Timur,
setiap keluarga mengerjakan produksi kerajinan sebagai pengisi waktu luang
seusai mengerjakan lahan pertanian, seperti anyaman bambu, menganyam
tikar, nyesek (menenun), membuat gerabah, dan kerajinan lainnya sebagai
home industry. Setelah timbul kontak perdagangan dengan pedagang asing
terutama pedagang Cina, timbul usaha untuk meluaskan industri keluarga
serta mencari tempat pemasaran hasil industrinya, sedangkan dalam bidang
permodalan, masyarakat mengenal sistem panjar (uang muka) didapat dari
pedagang Cina, dengan demikian sistem permodalan dalam jumlah kecil
sudah diterapkan. Pemeliharaan hewan ternak, seperti sapi, kerbau, kambing,
dan lain-lain diintensifkan untuk dijual pada toke (pedagang perantara) Cina.
e. Sistem Kekuasaan
Secara prinsip, kekuasaan dapat diartikan sebagai suatu kemampuan yang
dimiliki oleh individu atau kelompok untuk memengaruhi orang lain. Oleh sebab
itu, bagi pemegang kuasa bisa dibilang memiliki tanggung jawab yang besar
karena bukan hanya memberikan pengaruh terhadap seseorang, tetapi juga bisa
memberikan pengaruh terhadap lingkungan. Selain itu, pengaruh yang diberikan
dari pemegang kuasa bisa berdasarkan keinginannya atau kepentingan untuk
bersama. Kekuasaan itu sendiri bisa berasal dari jabatan pribadi atau dari garis
keturunan, dalam hal ini, jabatan pribadi bisa didapatkan ketika menjabat atau
memimpin suatu organisasi atau lembaga.
Sementara itu, kekuasaan yang didapatkan melalui garis keturunan biasanya
terjadi pada keturunan-keturunan raja. Kekuasaan seperti ini dapat dilihat pada
negara atau bangsa yang menganut sistem pemerintahan kerajaan. Setiap
keputusan dari kekuasaan raja akan memengaruhi kondisi dan kesejahteraan
rakyatnya. Konteks pemerintahan raja-raja ini sistem kekuasaan tradisional
yang pernah lahir dan runtuh silih-berganti di Lombok sejak berabad-abad yang
lampau, selama masa penjajahan sampai Indonesia memproklamirkan diri
menjadi menjadi negara republik dengan sistem pemerintahan modern.
Menjelaskan sistem kekuasaan di Lombok, terutama masa penjajahan, maka
hal penting yang perlu dipahami, yaitu aspek-aspek yang berkorelasi langsung
dan berpengaruh determinan, seperti sistem kepemimpinan masyarakat Sasak.
Kepemimpinan pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki
karakteristik fisik, mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada
individu lain dalam suatu kelompok sehingga individu yang bersangkutan dapat
mempengaruhi individu lain dalam kelompok tersebut untuk bertindak ke arah
pencapaian suatu tujuan.
Dinamika sejarah peradaban masyarakat Sasak baik sebelum maupun setelah
masuk dan berkembangnya Islam di Lombok, kepemimpinan dalam masyarakat
Sasak mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan kehidupan sosial,
budaya, dan agama yang menjadi basis pengetahuan dan tindakan setiap
individu sebagai anggota masyarakat. Kepemimpinan dalam masyarakat Sasak
38
sepertinya tidak dapat dipisahkan dari silih bergantinya kekuasaan dan
pengaruh kebudayaan penguasa dalam setiap penggalan sejarah di Lombok, baik
itu penguasa kerajaan-kerajaan kuno atau awal di Lombok, maupun kerajaan-
kerajaan yang ditimbulkan oleh ekspansi kekuasaan Hindu-Karangasem dan
Belanda.
Konteks sejarah, kekuasaan politik dan kekuasaan (pemerintahan) di Lombok
sebelum kemerdekaan Indonesia, ada tiga jenis kepemimpinan dalam
masyarakat Sasak yang tumbuh, berkembang dan berganti sesuai konteks
sosiokultural komunitas yang melingkupinya, yaitu: (1) kepemimpinan adat, (2)
kepemimpinan perkanggo, dan (3) kepemimpinan agama. Jenis kepemimpinan
ini memiliki landasan sendiri yang berbeda-beda, sehingga berpengaruh
terhadap tipologi dan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh seorang
pemimpin terhadap masyarakat Sasak yang dipimpin.
1) Kepemimpinan Adat
Kepemimpinan adat atau tradisional pada komunitas-komunitas adat
dalam masyarakat Sasak atau kelompok masyarakat adat seperti Bayan
memiliki kepemimpinan yang lebih variatif. Para pemimpin adat (tradisi)
mempunyai hubungan kuat dengan kepercayaan setempat yang mistis, magis,
spiritual, serba animistis dan antropormorfis. Model kepemimpinan adat
masyarakat Sasak, terdiri atas dua bentuk, yaitu: (a) pemangku, perumbak,
dan toaq lokaq (berperan sebelum masuknya Islam), dan (b) kiai, ketip, dan
modim (figur yang berperan setelah Islam masuk).
Kepemimpinan adat Sasak biasanya bersifat turun-temurun yang ditarik
dari garis keturunan patrilineal yang menentukan pengangkatan seseorang
untuk menjadi pemimpin adat. Kekuasaan turun-temurun ini mencegah orang
luar menduduki jabatan-jabatan dalam masyarakat. Mereka yang ditetapkan
untuk menduduki jabatan pemangku tidak akan memegang peranan sebagai
kiai, begitupun sebaliknya. Mereka yang secara patrilineal mewarisi status
kiai santri tidak akan pernah menduduki jabatan kiai kagungan, meskipun
kiai kagungan setelah menyelesaikan tugasnya akan menjadi kiai santri.
Kekuasaan turun-temurun ini diperkuat dengan sanksi supranatural. Siapa
saja yang berani melanggar aturan ini akan mendapatkan hukuman
supranatural yang tak terlihat dan tak terduga seperti sakit keras, kecelakaan,
kematian mendadak dan berbagai nasib buruk lainnya.
Konteks kepemimpinan lingkup desa, setelah masyarakat Sasak mengenal
sistem pemerintahan sejak masa kerajaan-kerajaan kuno di pulau Lombok, di
setiap desa-dasan selain kepala desa sebagai kepala pemerintahan dikenal
juga pemimpin adat yang disebut mangkubumi atau pemangku adat atau
jintaka. Kepala desa dalam melaksanakan tugas sehari-hari dibantu krama
desa, yaitu orang-orang terkemuka dari setiap kelompok sorohan (kadang
39
waris) dalam desa. Adapun pembantu tetap kepala desa adalah jaksa (juru
tulis), keliang (penghubung), langlang (kepala keamanan), dan wakil keliang
(juru arah). Setiap kepala desa memperoleh santunan dari warganya,
misalnya bantuan tenaga untuk mengerjakan sawah atau ladang kepala desa
yang disebut najen.
Keberadaan suatu wilayah kekuasaan dan sistem pemerintah secara
otonom mengatur dirinya sendiri, ada tiga kategori umum yang sering
digunakan oleh para pengkaji sejarah kuno atau klasik tentang Lombok
sebelum dan sesudah Majapahit serta pra-Bali. Seperti:
a) Kerajaan-kerajaan besar, seperti Desa Laek dalam Babad Lombok
dianggap tertua atau pertama kali berdiri di Lombok, Kerajaan Suwung
(dalam Babad Suwung juga dianggap tertua dan pertama kali berdiri di
Lombok), kemudian menjadi kerajaan Lombok, kerajaan Selaparang
Hindu dan Selaparang Islam;
b) Kerajaan-kerajaan sedang, seperti Kerajaan Mumbul, Kedaro, Pejanggik,
Langko, Parwa, Suradadi, Pujut, Kahuripan, Memelak dan lain-lain.
Kerajaan-kerajaan yang termasuk kategori ini sering juga disebut
dengan istilah kedatuan;
c) Kerajaan-kerajaan kecil, seperti Berangbantun, Brenga, Medayin, Bayan,
Sokong (pada era Selaparang Hindu), Sakra, Praya, Kopang, Mantang,
Batukliang dan lain-lain (pada era Selaparang Islam) merupakan desa-
desa otonom (sejenis perdikan di Jawa) diberikan kebebasan untuk
mengatur desanya masing-masing secara mandiri oleh raja. Setiap desa
otonom memiliki para pemuka yang membawahi petani bebas dan
buruh tani. Desa otonom ini tidak terlalu luas. Artinya, tidak seluas
”kerajaan” dalam bayangan orang Sasak saat ini tentang masa lalu
mereka. Sebuah desa otonom bisa seluas kelurahan dalam konteks
sekarang mungkin lebih kecil lagi.
2) Kepemimpinan Perkanggo
Kepemimpinan perkanggo (bangsawan) dalam masyarakat Sasak terkait
erat dengan struktur dan sistem sosial pada masa lalu secara sosial-politik
digolongkan dalam dua tingkatan sosial utama, yaitu golongan bangsawan
disebut perwangsa dan bangsa ama’ atau amaq atau jajar karang sebagai
golongan masyarakat kebanyakan. Golongan perwangsa terbagi atas dua
tingkatan, yaitu perwangsa (bangsawan tinggi) sebagai penguasa, dan
triwangsa (bangsawan rendahan). Bangsawan penguasa (perwangsa)
umumnya menggunakan gelar datu, selain itu mereka disebut raden untuk
kaum laki-laki dan denda untuk perempuan.
40
Seorang raden jika menjadi penguasa maka berhak memakai gelar datu.
Perubahan gelar dan pengangkatan seorang bangsawan penguasa itu
umumnya dilakukan melalui serangkaian upacara kerajaan. Bangsawan
rendahan (triwangsa) biasanya menggunakan gelar lalu untuk kaum laki-laki
dan baiq untuk kaum perempuan. Tingkatan terakhir disebut jajar karang
atau masyarakat biasa. Panggilan untuk kaum laki-laki adalah lo’ atau loq dan
untuk perempuan adalah le’ atau laq. Golongan bangsawan baik perwangsa
dan triwangsa disebut permenak. Kehadiran menak Sasak merupakan
representasi atas golongan aristokrasi yang mengaktualisasi sikap politik
kekuasaan yang bersandarkan pada peta genealogis. Sistem kekuasaan dan
prestise seringkali menghubungkan atau menyusun silsilah dirinya dengan
kerajaan pada masa lampau yang pernah memerintah negeri atau suku
bangsanya dan terkadang membuat silsilah keturunan bersifat khayali. Untuk
membentuk struktur kekuasaan masyarakat Sasak sendiri telah memasukkan
sebuah ideologi yang berperan menjadi semacam kekuatan sebagai perekat
yang akan mengikat berbagai kelas dan strata yang berbeda.
Para permenak ini biasanya menguasai sejumlah sumber daya dan juga
tanah. Ketika Hindu-Karangasem berkuasa di Lombok, permenak kehilangan
haknya dan hanya menduduki jabatan pembekel (pejabat pembantu
kerajaan). Di dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembekel, triwangsa
menguasai masyarakat Sasak dengan mengikat para perwangsa, dan
memberikan kepada mereka hak-hak atas tanah. Hal ini bisa dimaknai
sebagai kelompok ”kolaborator” di kalangan masyarakat Sasak yang berperan
serta dalam melanggengkan kekuasaan Hindu-Karangasem Lombok.
Masyarakat Sasak sangat menghormati permenak baik berdasarkan ikatan
tradisi dan berdasarkan ikatan kerajaan. Sejumlah desa, seperti wilayah Praya
dan Sakra terdapat hak tanah perdikan (wilayah pemberian kerajaan yang
bebas dari kewajiban pajak).
Pola kepemimpinan masyarakat Sasak yang sudah terbentuk pada masa
kerajaan-kerajaan kuno di pulau Lombok dan ditambah dengan masuknya
pengaruh kerajaan Majapahit dan Karangasem Bali tampak lebih teratur.
Keteraturan yang dimaksud dalam hal ini adalah kekuasaan semakin
hierarkis dan birokratis yang berdampak kepada semakin tegasnya
stratifikasi sosial serta semakin lebarnya jarak antara pemimpin (raja)
dipimpin (kawula bala). Raja menjadi pusat dari kekuasaan yang memerintah
kemudian dibantu oleh dewan kerajaan, pembagian kekuasaan pada daerah
dipercayakan kepada perwakilan dari raja yang mendapatkan otoritas
turunan atas nama raja, biasanya orang-orang yang dipilih itu adalah orang-
orang yang masih memiliki hubungan darah dengan raja, atau orang-orang
yang loyal dan mendapat penghargaan dari raja. Orang-orang yang memiliki
41
hubungan darah dengan raja ini umumnya merupakan keturunan raja dan
keluarga raja beserta keturunannya, yang kemudian menjelma menjadi
kelompok bangsawan Sasak (perwangsa atau permenak) dikemudian hari,
bahkan sampai saat ini.
Di bawah otoritas keturunan raja atau keluarga raja dan keturunannya,
serta orang-orang kepercayaan raja sebagai wakil yang diutus ke setiap
wilayah kekuasaan kerajaan merupakan perpanjangan tangan dari
pemerintahan pusat, menjadi ketua, kepala-kepala yang sesungguhnya lebih
berkuasa di lingkungannya sendiri. Hirarki kekuasaan ini dapat ditemukan
dalam gambaran tentang konsep-konsep Max Weber mengenai sistem politik
patrimonial. Sistem politik patrimonial masa penjajahan Belanda dikuasai
oleh elit lokal masyarakat Sasak dari kelompok bangsawan (perwangsa/
golongan menak), terutama yang menduduki posisi sebagai kepala-kepala
distrik.
Saat Belanda datang ke Lombok (sekitar 1894), para perwangsa datang ke
kepala pasukan Belanda setiap hari di Cakranegara, untuk mencari muka agar
mendapatkan posisi penting pada masa penjajahan Belanda. Para perwangsa
datang untuk meminta “jatah” kepada Belanda. Hal yang sama juga dilakukan
oleh para triwangsa. Sempitnya motif politik para perwangsa berdampak
buruk dengan dikembalikannya seluruh tanah orang Bali yang sempat
diambil oleh para petani yang dulunya menggarap tanah-tanah druwe jabe
Sasak milik perwangsa. Hal itu terjadi tahun keempat penjajahan Belanda di
Lombok pada masa Residen Liefrinck.
3) Kepemimpinan Agama
Kepemimpinan agama dalam masyarakat Sasak berada pada otoritas
keulamaan seseorang yang dikenal dengan sebutan tuan guru. Tuan guru
sebagai fungsionaris agama, yakni orang-orang yang menjalankan fungsi-
fungsi kepemimpinan agama, memimpin dan mengarahkan pemeluk agama,
seperti dalam hal keimanan, ibadah, ritual dan lain sebagainya, baik secara
individual maupun kolektif. Fungsi-fungsi kepemimpinan agama tidak hanya
dalam urusan agama yang sakral (transenden), tetapi juga dalam urusan
keduniawian yang profan.
Tuan guru dalam pandangan masyarakat Sasak dimaknai berbeda dengan
tokoh masyarakat lainnya, seperti tokoh adat, bangsawan, pemerintahan,
maupun tokoh-tokoh lainnya, karena memiliki karakteristik tersendiri dan
tanggungjawab berbeda. Tuan guru memiliki fungsi dan tanggungjawab yang
kompleks terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, tuan guru lebih dikenal
sebagai tokoh atau pemuka agama, karena setiap perilakunya didasarkan
pada ajaran agama, yaitu al-Qur’an dan sunnah, kemudian membantu
42
masyarakat untuk mengatasi setiap persoalan hidup yang berpegang pada
kitab suci umat Islam dan sunnah rasul.
Eksistensi seorang tuan guru diperkuat dengan pemberian status yang
tinggi oleh masyarakat Sasak, karena tuan guru (ulama) dalam perspektif
orang Sasak kebanyakan, memiliki aura sakralitas yang pada gilirannya
terjawantahkan dalam kekuatan kharisma tertentu dan tuan guru sendiri
cukup waspada untuk memelihara dan melanggengkan aura kesucian yang
mereka pegang. Cara untuk melanggengkan kharisma atau aura kesucian
tersebut antara lain dengan tidak terlalu terlibat dalam urusan-urusan yang
bersifat profan (keduniawian). Inilah yang melestarikan kewibawaan,
otoritas, dan kharisma tuan guru dihadapan umat umumnya.
Keberadaan tuan guru sebagai moral force, pada dasar dan mulanya tugas
tuan guru bisa dikatakan hanya terbatas dalam hubungan dengan hukum-
hukum syara’ seperti perkawinan, perceraian, ibadah dan muamalah serta
tugas-tugas yang berhubungan dengan alam metafisik. Menurut sebagian
masyarakat, tuan guru adalah orang yang dalam kehidupan sehari-harinya
memelihara kebersihan jasmani dan rohaninya, mengikuti segala peraturan
yang telah ditetapkan, bersikap tenang, sabar, dan menjauhi perbuatan-
perbuatan yang terlarang.
Dewasa ini, tuan guru dalam kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan
politik masyarakat Sasak melahirkan fenomena baru terkait asal mula
konsep, peran, status, fungsi dan tanggungjawab yang diemban oleh seorang
tuan guru. Secara umum dalam pandangan masyarakat Sasak, tuan guru
setidaknya memenuhi beberapa syarat antara lain: memiliki pengetahuan
cukup tentang ilmu-ilmu keislaman, pernah belajar pada ulama tersohor di
Timur Tengah, mendapat pengakuan dari masyarakat, memiliki potensi
perubahan yang bermanfaat bagi orang banyak, dan memiliki kemampuan
menggerakkan dan mengarahkan massa, sehingga posisi tuan guru di
samping yang utama sebagai pemimpin spiritual juga menjadi panutan
masyarakat, terutama jamaahnya.
Sehubungan dengan kiprah tuan guru dalam dunia gerakan sosial, maka
secara sepintas dalam rangka mengonseptualisasi dan merespons realitas
yang ada, selain mempergunakan al-Qur’an, al-Sunnah, ijma’ sahabat, dan
tabi’in, juga merujuk pada nilai-nilai universal seperti semangat egalitarian,
musyawarah, keadilan, dan amanah. Nilai-nilai yang dirujuk itu sesungguhnya
merupakan konsep generik dari al-Qur’an sebagai acuan dan dipraktekkan
secara baik dan konsisten oleh Nabi Muhammad Saw dalam mengembangkan
kepemimpinan moral politiknya.
43
Kepemimpinan moral yang mewarnai seluruh perilaku kepemimpinan
tuan guru merupakan respons yang tepat dalam menghadapi struktur
masyarakat pra-Islam yang feodalistik dan represif. Konsep keadilan dan
amanah juga merupakan dua prinsip dasar politik Islam yang dijadikan
sebagai titik pijak dalam membangun sebuah tatanan kehidupan
bermasyarakat di Lombok. Tuan guru juga berusaha mengaktualisasikan
peran politiknya melalui pendekatan siyasah al-syari’ah. Secara politik tuan
guru sering mengimbau para pemegang otoritas kekuasaan, baik yang berada
dalam lingkup lokal maupun nasional untuk senantiasa menebarkan rasa
keadilan dan melaksanakan amanah dalam menjalankan pemerintah.
Sejalan dengan transisi kekuasaan Islam Makassar dan Hindu Bali, pada
tahun 1740-1935 tumbuh otoritas baru yang timbul dari rakyat yaitu para
tuan guru, baik melalui para mubaligh Jawa Timur (Sunan Prapen) maupun
Islamisasi Makassar. Otoritas ini yang oleh banyak ahli disebut sebagai
otoritas karismatik, karena ia hadir sebagai ratu adil, penolong bagi para
golongan yang tak berkasta, pioner dalam berperang, pemberi nasehat bagi
sesamanya. Namun dari proses panjang pergantian kekuasaan itu
mengakibatkan terlahirnya kaum panjak (pengikut, pesuruh) dalam
masyarakat Sasak. Hal ini pula terjadi pada era tuan guru, sampai datangnya
Belanda yang diundang oleh kaum bangsawan Sasak untuk mengusir
Kolonialisme Bali, dibantu oleh para tuan guru namun Belanda ibarat “ular
yang mematok tuannya”, mengambil alih kekuasaan Bali dan menjajah
Lombok. Di masyarakat Sasak otoritas informal tuan guru semakin kuat
sedang otoritas para bangsawan semakin mengikis sebelum kekuasaan Bali
berkuasa, para bangsawan Sasak memegang kedudukan tinggi.
Selanjutnya para tuan guru berhadapan dengan persoalan etis, teologis,
dan sosiologis yang dijadikan refleksi untuk perubahan sosial masyarakat
Lombok melalui jalur dakwah dan pendidikan, yaitu: (1) dari refleksi etis
dinyatakan bahwa tidaklah etis bagi seorang yang memiliki kemampuan ilmu
dan keterampilan membiarkan saudara sebangsanya tetap berkubang dalam
lumpur kebodohan dan keterbelakangan. Kesadaran moral dan kepedulian
sosial tersebut tumbuh subur dalam jiwa para tuan guru saat itu, karena itu,
perubahan sosial yang didasari oleh ajaran Islam bukan hanya kewajiban,
tetapi juga kebutuhan; (2) dalam refleksi teologis dan sosiologis, tampak
dalam anjuran bahwa jihad harus seimbang dengan ijtihad. Dalam sebuah
ayat al-Qur’an disebutkan tidak sepatutnya semua orang pergi ke medan
perang, sebagiannya harus mendalami ilmu agama (liyatafaqqah fī al-dīn).
Pembacaan teologis serta sosiologis yang mendalam tampak dalam apa
yang didakwahkan oleh tuan guru. Sebagai seorang yang ahli dalam ilmu
agama, para tuan guru memilih balik ke kampung halamannya untuk
44
memberi pendidikan (tarbiyah), pengajaran (ta’līm), petunjuk (irsyād) atau
cara membersihkan hati (tazkiyah) demi terwujudnya masyarakat yang
beretika. Kembalinya para tuan guru ke kampung halamannya adalah
manifestasi dari semangat berkobar untuk menegakkan ajaran agama Islam
demi perubahan sosial masyarakat Sasak yang masa itu berada di bawah
kolonialisme-imperialisme. Para tuan guru seolah-olah ingin memberikan
teladan pada masyarakat Sasak bahwa: “bunga sejati bukanlah bunga yang
mekar dan tegar di lahan subur, tetapi yang tumbuh subur di lahan tandus”.
Kondisi lahan tandus adalah simbol yang disematkan pada Lombok pada
waktu itu, yang tandus bukan tanahnya secara geografis, tetapi ketandusan
umat baik dari segi pengetahuan agama, pemahaman agama lebih-lebih
praktiknya. Jadi, masalah yang dihadapi pada masa itu bukan hanya
bagaimana orang memiliki agama (having religion), tetapi juga bagaimana
menjadi agamis (to be religious).
Masyarakat Sasak memandang sosok tuan guru sebagai pemimpin yang
“serba bisa”, dan berpengaruh. Menguatnya posisi tuan guru berawal dari
kehadiran orang-orang Bali dari Karangasem menduduki daerah Lombok
bagian barat sekitar tahun 1740 yang menekan masyarakat Sasak. Tekanan
tersebut telah memunculkan reaksi keras dari kalangan bangsawan Sasak dan
para tuan guru, mereka bergabung untuk memimpin banyak peperangan
untuk mengusir penguasa Bali di Lombok. Gerakan pemberontakan dipimpin
oleh para tuan guru memperoleh pengikut yang meningkat, dan lambat laun
mengurangi pengaruh tokoh adat yang sebagian besar mendasarkan otoritas
mereka dari warisan tradisi lokal.
Konteks ini otoritas tuan guru sebagai tokoh, pemuka, dan figur
masyarakat dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar mempunyai tugas
yang amat serius, yaitu menjadi pusat orientasi nilai dan moral (moral and
value center oriented). Terkait perubahan sosial masyarakat yang terjadi telah
membawa gejala negatif terhadap struktur sosial kehidupan masyarakat
Sasak. Tuan guru dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam
masyarakat setidaknya harus mampu memenuhi tuntutan kehidupan
masyarakat dilandaskan pada kemampuan moral keagamaan, kemampuan
moral kultural, menempatkan diri di tengah-tengah pergaulan bersama
dengan mengupayakan penanaman nilai-nilai agama, kemudian dijadikan
landasan setiap aspek kehidupan.
Akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 tuan guru di Lombok tidak saja
menunjukkan eksistensinya, tetapi membuktikan peran dan tanggung jawab
mereka terhadap masa depan agama, nusa, dan bangsa. Mereka memainkan
peran sentral dan strategis menggerakkan dan mengomandani perlawanan
atau perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme yang merongrong
45
nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan sesuai dengan ajaran Islam sebagai
agama bersifat rahmatal lil alamin. Para tuan guru tersebut merupakan
generasi awal yang menanamkan ideologi ketauhidan dan semangat
nasionalisme, di samping aktif mengadakan dakwah dalam rangka
memperbarui paham yang dianggap “belum sempurna” dalam masyarakat,
juga paling berjasa sebagai arsitek intelektual dan agen gerakan sosial para
tuan guru pada generasi berikutnya.
46
Menjelaskan sufisme dalam konteks kehidupan duniawi seperti gerakan sosial
masyarakat tidak akan pernah lengkap tanpa menghadirkan dunia tarekat. Sejak
zaman para Wali Songo di Jawa, Abdurrauf as-Sinkili, Nuruddin ar-Raniri,
Syamsuddin as-Sumatrani, Hamzah Fansuri, Syekh Yusuf al-Makassari, empat
sekawan (Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdul Wahab al-Bugisi,
Syekh Abdussamad al-Palimbani, dan Syekh Abdurrahman al-Misri Betawi), Syekh
Ahmad Khatib Sambas, Syekh Abdul Karim Banten, kelompok-kelompok tarekat
berkembang sangat cepat di seluruh wilayah Nusantara dengan segenap dinamika
yang menyertainya, tidak terkecuali Pulau Lombok yang mendapat pengaruh dari
proses dinamis Islam-Sufisme-Tarekat di dunia Islam secara umum.
Sejak awal Islam masuk di Lombok sampai dewasa ini, sufisme (kelompok-
kelompok tarekat) telah menjadi warna dominan dan ciri khas Islam-Sasak. Di
Lombok Timur, ada dua tarekat yang dominan, yaitu: (1) tarekat Naqsabandiyah
yang dinisbatkan pada Tuan Guru Ali Batu Sakra sebagai mursyid utama sekaligus
tokoh gerakan revolusi sosial masyarakat Sasak, tumbuh subur dan lestari sampai
hari ini, dan (2) tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang mengambil silsilah dari
TGH. Muhammad Ali Mertasari Labuhan Haji dan TGH. Ibrahim Tanjung Luar
Keruak tetap eksis hingga saat ini.
Di Lombok Tengah tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah berkembang pesat
hingga saat ini melalui jalur Guru Bangkol Praya (pimpinan Perang Praya), TGH.
Ma’mun Karang Lebah Praya (salah seorang pahlawan Perang Praya), dan TGH.
Umar Safi’i Gerantung Lombok Tengah, dengan silsilahnya dinisbatkan kepada TGH.
Siddiq Karang Kelok. Di Lombok Barat berkembang tarekat Qadiriyah-Khalwatiyah
dibawa dan diajarkan oleh TGH. Muhammad Saleh Hambali Bengkel. Di Mataram
tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang dominan berkembang sampai hari ini
melalui jalur kemursyidan TGH. Siddiq Karang Kelok, TGH. Muhammad Amin
Pejeruk, dan belakangan TGH. Abhar Muhyidin Pagutan yang mendapat ijazah dari
Kiyai Ramli Tamim Jombang Jawa Timur.
Masuknya Islam ke Lombok dari barat melalui jalur pulau Jawa merupakan
bagian dari proses penyebaran Islam yang dilakukan Wali Songo dan kerajaan
Islam Demak (1500-1550). Wali Songo menyebarkan Islam ke Lombok dengan
mengutus Sunan Giri IV (Raden Fatihal). Islam diperkenalkan ke Lombok pada awal
abad ke-16 (Haris, 2002). Setelah pengaruh kerajaan Majapahit terus menurun dan
berakhir pada keruntuhannya. Salah seorang sunan dari Wali Songo yang menjadi
penguasa Islam Jawa, Sunan Giri III mengirimkan murid-muridnya ke berbagai
daerah di wilayah Nusantara.
Murid-murid yang diutus ke Lombok dan Sumbawa, yakni Sunan Prapen, ketika
datang pertama kali ke Lombok, Sunan Prapen mendatangi Labuhan Carik
(Pelabuhan Anyar). Ketika Sunan Prapen mendatangi Labuhan Carik, sudah ada
pedagang-pedagang muslim yang bermukim dan berdagang di Lombok sebelah
47
timur yaitu di Labuhan Lombok. Penyebaran Islam di wilayah Labuhan Carik oleh
Sunan Prapen dan pengikutnya tanpa menentang adat-istiadat, tapi menggunakan
adat-istiadat sebagai alat untuk menyebarkan Islam di Lombok. Sunan Prapen
menyebarkan agama Islam ke Lombok sebelum menjadi sultan. Usia beliau ketika
ke Lombok kurang lebih 35 tahun, sebelum dilantik menjadi Sultan pada usia 40
tahun. Beliau ke Lombok menggunakan kapal laut dari Gresik. Selama di Lombok, ia
sebagian Raja ada yang membantunya untuk berdakwah. Sunan Prapen berada
Lombok selama kurang lebih lima tahun dibantu oleh raja Lombok menyebarkan
agama Islam.
Setelah berhasil diislamkan oleh Sunan Prapen, desa-desa di sekitar wilayah
Labuhan Carik berubah namanya menjadi Bayan. Mengenai Sunan Prapen dan
perannya dalam menyebarkan di Lombok, (Faille, 1918). berpendapat bahwa
setelah Sunan Prapen mendarat dari kapalnya, dengan sukarela raja Lombok
memeluk agama Islam. Meskipun raja Lombok memeluk Islam, rakyatnya menolak
untuk memeluk Islam dan melakukan perlawanan, pihak Sunan Prapen
memenangkan perlawanan ini, setelah rakyat raja Lombok memeluk Islam, masjid
pun dibangun dan rakyat dikhitan. Selain Sunan Prapen, menurut sumber lain,
Islam masuk ke Lombok melalui sebelah utara (Bayan) atas peran Sunan Pengging
yang berasal dari Jawa Tengah kira-kira pada permulaan abad ke-16.
Sunan Pengging merupakan pengikut Sunan Kalijaga yang datang ke Lombok
untuk menyebarkan ajaran sufi, karena ia menikahi putri dari Kerajaan Parwa yaitu
putri yang akan dinikahkan dengan pangeran dari Kerajaan Gowa, sehingga
menimbulkan kekecewaan raja Gowa. Akibatnya, kerajaan Gowa menduduki
sebagian wilayah Lombok dan Sunan Pengging lari ke Bayan dan menyebarkan
Islam Sufi di Bayan. Setelah tinggal di Bayan, Sunan Pengging lebih dikenal dengan
nama Pangeran Mangkubumi. Di Bayan juga masa itu terkenal seorang mubaligh
bernama Titi’ Kumendur, sedangkan yang mengembangkan agama Islam di
Sembalun bernama Titi’ Selamin (TPMD-NTB, 1977).
Berhasilnya penyebaran Islam yang dilakukan oleh Wali Songo tidak terlepas
dari dukungan kerajaan Islam Demak (1500-1550) dipimpin oleh Raden Fatah
dalam memelopori perkembangan dan penyebaran Islam di Indonesia, baik melalui
Labuhan Carik atau melalui Labuhan Lombok. Kerajaan Islam Demak melibatkan
para sunan, murid dan pengikutnya dalam melaksanakan program penyebaran
Islam yang direncanakan kerajaan Islam Demak. Mengenai hal ini, dalam kisah-
kisah etnis Sasak dalam Babad Lombok, disebutkan tentang peranan Sunan Prapen
dalam penyebaran Islam. Kutipan dalam Babad Lombok (Suparman, 1994) tersebut
berbunyi:
48
Hana malih putra lor sangaji, kanging ngandel, wiweka digjaya, nama Pengeran
Parapen, punika kang hing ngutus, hanglelana hing Lombok-Adi, Sumbawa, Bali,
Blata, nyelami den luhung. “Yen nan bangga tan narsa den situtur kala mullah
hing hadil, kang sinelir hing Qu’ngan”.
Ada lagi putra Sang Sunan, yang menjadi andalan, arif bijaksana sakti, bernama
Pangeran Parapen, itulah yang diutus, berlayar ke Lombok Adi, Sumbawa, Bali,
Blata, mengislamkan agar tinggi suci. “Bila ada yang ingkar membangkang akan
wahyu Allah yang adil, yang termaktub dalam Qur’an.
Melihat kaitan erat antara Wali Songo dengan Kerajaan Demak dalam Islamisasi
yang dilakukan para sunan, pengislaman yang dilakukan oleh orang-orang dari
Jawa adalah cukup otentik. Proses ini dikaitkan dengan ekspedisi militer Sultan
Trenggana dari Demak, yang memerintah dari tahun 1521 sampai tahun 1550.
Selain Sunan Prapen, proses Islamisasi juga dilakukan oleh Pangeran Sangepati.
Berbeda dengan utusan para sunan yang menggunakan pendekatan sufistik dalam
menyebarkan Islam, Pangeran Sangepati dari Kudus (Jawa Tengah) membawa dan
menggunakan pendekatan mistik saat menyebarkan Islam ke Lombok dengan
memulai dakwahnya dari Bayan, ia memperkenalkan bentuk mistik dalam Islam.
Islam mistik yang dibawa pada dasarnya merupakan perpaduan antara unsur-
unsur Hindu dengan Islam (sufisme) dan melahirkan aliran tarekat yang
mengakulturasikan antara spiritualitas dalam tradisi Sasak dengan spiritualitas
dalam Islam sufi.
Mubaligh Islam dari kalangan non-Jawa, menyebarkan Islam melalui dua tahap,
yaitu: pertama, memperkenalkan Islam pada masyarakat Lombok dan tahap kedua,
memantapkan keislaman masyarakat Lombok melalui media santren dan penulisan
kembali (penyaduran) teks-teks oleh masyarakat Lombok sendiri. Di antara para
mubaligh ini adalah mubaligh dari wilayah Sumatera yang menyebarkan Islam
melalui Makassar atau langsung ke Lombok, diperkirakan antara abad ke-15 hingga
abad ke-16. Di antara orang-orang Sasak, seringkali mubaligh ini dikenal dengan
nama Tuan Lebe (Moestoko, 1979).
Ketangga Selaparang sebagai salah satu daerah yang menyebut penyebar Islam
di daerah ini dengan Tuan Lebe, melalui pengajaran ajaran-ajaran sufi dan fiqh
secara lisan dan tekstual dari rumah ke rumah dan berpusat pada Masjid Ketangga.
Tuan Lebe menyebarkan Islam di Ketangga dan beberapa wilayah di Lombok
bagian timur. Selain Tuan Lebe, mubaligh yang berperan dalam dakwah Islam di
wilayah Lombok bagian timur adalah mubaligh yang diutus dari kerajaan Gowa.
Kerajaan Gowa diislamkan oleh para mubaligh Minangkabau (Dato’ Ri Bandang,
Dato’ Ri Patimang, dan Dato’ Ri Tiro) tahun 1600, menyebarkan Islam ke Bima
(1616-1618 dan 1623), Sumbawa (1618 dan 1626) dan Pula Buton (1626).
49
Penyebaran Islam dari Timur sebelumnya terjalin melalui hubungan kerajaan
Selaparang dengan Makassar (Gowa-Tallo). Hubungan tersebut dibangun melalui
sistem perkawinan. Secara kekerabatan, raja Tallo ke-9 Sultan Harun al-Rasyid
memiliki saudara perempuan bernama Karaenta Maleka yang dikawini oleh
keluarga dari Sumbawa dan ada pertalian darahnya dengan Selaparang. Jadi
saudara perempuan cucu raja Tallo yang pertama masuk Islam yaitu Sultan Harun
al-Rasyid meninggal dalam pertempuran Makassar melawan Belanda di perairan
Lombok yang gugur di Selaparang, dan saudara perempuannya kawin dengan
orang Selaparang. Perkawinan ini dilakukan untuk mengembangkan sistem
kekerabatan dan lebih menguatkan Islam di samping mempertahankan legitimasi
kekuasaan Kerajaan Tallo. Posisi Kerajaan Selaparang terhadap Gowa merupakan
mitra kerajaan bukan wilayah vatsal (bawahan) yang pernah ditaklukkan. Berbeda
dengan daerah-daerah lain di Kawasan Timur Nusantara sampai Australia Utara
pernah menjadi palili (daerah jajahan) Gowa mulai sejak tahun 1512.
Eksistensi Kerajaan Selaparang yang tidak dijadikan daerah vatsal, tetapi masuk
dalam garis peta yang dibuat Gowa berdasarkan pertimbangan posisi strategis
secara geopolitik untuk membendung ekspansi dari barat yaitu kerajaan-kerajaan
besar di Bali, sehingga Kerajaan Selaparang tetap dihargai sebagai kerajaan yang
berdaulat. Legitimasi kekuasaan berada pada payung Kerajaan Gowa direkatkan
oleh hubungan ideologi Islam, karena Lombok sebagai ring pertengahan wilayah
timur bagi Gowa, sehingga tidak mengherankan kalau dilihat pada bulan Mei 1700,
putri Tumailalang (Karaeng Jarannika) meninggal di Kerajaan Salaparang dalam
medan perang pada saat melawan Bali di perairan Selaparang (Depdikbud, 1985).
Penyebaran Islam di Lombok dipengaruhi oleh ajaran sufi yang dibawa Syeikh
Yusuf Makassar dan mengirim ulama-ulama untuk berdakwah di Lombok,
Sumbawa sampai Taliwang dan sekitarnya (Mattulada, 1996). Salah seorang
keturunan Syeikh Yusuf yaitu Syeikh Maulana Abdullah diperintahkan oleh ayahnya
untuk menyebarkan agama Islam ke Lombok atau sekitarnya baik ke Bima dan
Sumbawa. Hubungan Islam Lombok dengan Islam Makassar bersifat timbal-balik,
misalnya seniman dari Lombok dibawa ke Makassar untuk dibina dan dibimbing,
setelah mahir diantar kembali ke Lombok yang ditemani oleh seorang pembina.
Pembina inilah yang bersentuhan darah dengan orang-orang Lombok dengan cara
kawin dan dengan catatan bahwa ada keturunanya yang bisa meneruskan
termasuk juga menguatkan pemahaman simbol-simbol Makassar.
Tidak terlalu banyak formulasi hubungan keagamaan Kerajaan Selaparang
dengan Kerajaan Gowa, yang dominan adalah penguatan pemahaman melalui jalur
tasawuf, tapi selalu diawali oleh syariat. Hubungan Gowa-Makassar dengan daerah-
daerah lain, seperti: Kalimantan diawali melalui perkawinan Pangeran Daeng
Kamaseng dengan perempuan keturunan Sambas. Hasil perkawinan ini yang
menurunkan sultan-sultan di Kalimantan Barat (Pontianak, Mempawah, termasuk
50
Sambas). Seorang ulama di Gowa, dulu sebutannya tuan guru (pemuka agama) yang
tidak mau jadi raja dan lebih suka melakukan hubungan keagamaan berdasarkan
kekerabatan sesuai dengan tradisi leluhur mereka yang suka mengembara ke
seluruh penjuru Nusantara.
Diperkirakan pada abad ke-17, para mubaligh dari Kerajaan Samawa di Pulau
Sumbawa yang telah ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa, mengutus para mubalighnya
untuk menyebarkan Islam ke selat Alas dan Lombok, serentak dengan penyebaran
Islam di wilayah Lombok bagian timur, Islam juga disebarkan secara langsung di
wilayah Lombok bagian selatan. Islam masuk ke wilayah Lombok bagian selatan
melalui mubaligh dari Arab. Mubaligh ini bernama Syeikh Nurur Rasyid dan beliau
menyebarkan Islam di wilayah Lombok bagian selatan bersama rombongannya.
Syeikh Nurur Rasyid pada dasarnya berniat menyebarkan Islam ke Australia,
namun karena satu dan lain hal, mereka singgah di Pulau Lombok dan selanjutnya
menetap di Lombok bagian Utara, yakni Bayan.
Penyebaran Islam yang dilakukan oleh para mubaligh tersebut, pada tahap
pertama memperkenalkan ajaran-ajaran Islam pada masyarakat Lombok, melalui
media kontak perdagangan sarung yang sedang berkembang di pesisir timur pulau
Lombok. Melalui kontak perdagangan ini juga, mereka memperkenalkan ajaran-
ajaran sufi dan fiqh pada masyarakat Lombok, baik itu secara lisan maupun dengan
meninggalkan kitab-kitab sastra yang bernafaskan Islam, seperti: Roman Yusuf dan
Serat Menak, dan kitab-kitab fiqh-sufi, seperti Tapel Adam, Bayan al-Tasdiq, Insan
Kamil dan Ma’rifat al-Jabbar.
Perkenalan Islam yang berbasis pada teks oleh para mubaligh tersebut,
meskipun tidak terlalu mendalam telah membentuk karakter Islam masyarakat
Lombok di wilayah Timur. Karakter ini secara jelas tampak pada praktek
keberislaman masyarakat Lombok wilayah Timur yang memadukan ajaran-ajaran
sufi dan fiqh dalam Islam dan tidak terlalu berorientasi pada mistik. Intensitas
hubungan berbagai kerajaan Lombok yang telah memeluk Islam dengan kerajaan-
kerajaan lain di Indonesia mengalami peningkatan pada abad ke-16 hingga abad
ke-18, baik dalam bentuk hubungan perdagangan, maupun dalam bentuk
pertukaran guru dan murid dalam bidang pengajaran Islam. Perkembangan Islam
pada masyarakat Lombok di wilayah Timur, bahkan pada wilayah lain di Lombok
terus meningkat dan pemahaman Islam masyarakat Lombok semakin mendalam.
Islam di Lombok cenderung pada ketarekatan mengalami perubahan secara
nyata pada era modernisasi transportasi haji. Hal ini terjadi setelah banyaknya
masyarakat Lombok pergi menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di Makkah.
Diketahui kapal dagang yang merapat ke Lombok sebagai alat transportasi dalam
menunaikan ibadah haji dengan kapal uap pada tahun 1860-an disebut “Kapal
Dinês” berdampak pada makin banyaknya masyarakat Indonesia termasuk dari
Lombok menunaikan ibadah haji dan juga menuntut ilmu agama di Makkah dan
51
Madinah. Sekalipun saat itu menyebar informasi tentang wabah penyakit di tanah
Hijaz dianggap sebagai cara pemerintah Hindia Belanda membatasi jumlah calon
haji dari Indonesia.
58
Keberadaan alumni Madrasah NWDI juga perlu mendapatkan perhatian,
dimana setelah enam tahun berjalan, Madrasah Nahdlatul Wathan menamatkan
murid yang pertama sebanyak 5 (lima) orang, yaitu Ustadz Mas’ud Kelayu
Lombok Timur, Ustadz Abu Syahuri Alyas Najamuddin, Pancor, Ustadz Abdul
Manaf Alyas H. Abdul Manan, Pancor-Bermi, dan Ustadz Hasan Rumbuk
(Masnun, 2017: 62). Jumlah tersebut secara kuantitas tergolong kecil, tetapi
secara kualitas memiliki kualifikasi keilmuan dan militansi pergerakan yang
tinggi sebagai kader perjuangan pengembangan madrasah NWDI (Noor, et al.,
2014: 171).
Periode selanjutnya karena jumlah siswa yang bertambah signifikan, tahun
1942 Madrasah NWDI meluluskan sebanyak 55 orang santri. Diantara mereka,
antara lain Haji Muhammad Yusri Muhsi Aminullahh dari Kelayu, TGH. Lalu
Muhammad Faisal dari Praya, TGH. Lalu Surbakti dari Praya, dan lain-lain (Noor,
et al., 2014: 172). Perkembangan madrasah dalam nuansa kolonial tidak mudah,
apalagi semboyan yang melekat di dalamnya, sehingga Kolonal Belanda tetap
melakukan pengawasan yang ketat sebagai bagian dari antisipasi, bahkan
madrasah ini sempat mau ditutup karena dianggap dapat membahayakan,
namun upaya diplomasi dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sehingga
Madrasah NWDI tetap beroperasi seperti biasa.
60
Perluasan pendidikan baik bagi laki-laki melalui Madrasah NWDI maupun
perempuan melalui NWDI pada masa Jepang sekaligus senagai bom waktu yang
menguatakan dan menyadarkan akan pentingnya menjadi sebuah bangsa yang
merdeka, sesuatu yang disadari betul oleh para penjajah pada dasarnya bahwa
memberikan akses pendidikan pada masyarkat pribumi dalam hal ini Lombok
melalui madrasah NWDI dan NBDI yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid ini menjadi bomerang tersendiri bagi Jepang. Bersamaan dengan
pendudukan Jepang di Lombok, sejak tahun 1942 sampai tahun 1945, tercatat
cabang Madrasah NWDI di Lombok, yakni Madrasah as-Sa’adah di Kelayu, tahun
1942, Madrasah Nurul Yaqin di Praya, tahun 1942, Madrasah Nurul Iman, di
Mamben, tahun 1943, Madrasah Shirat al-Mustaqin, di Rempung, tahun 1943,
Madrasah Hidayah al-Islam, di Masbagik, tahun 1943, Madrasah Nurul Iman, di
Sakra, tahun 1944, Madrasah Nurul Wathan, di Mbung Papak, tahun 1944,
Madrasah Tarbiyah al-Islam di Wanasaba, tahun 1944, dan Madrasah Far’iyyah,
di Pringgasela, tahun 1945 (Noor, et al., 2014: 172).
D. Ruang Kolaborasi
Lembar Kerja 1
▪ Diskusikan dalam kelompok pertanyaan-pertanyaan berikut:
Dari uraian sejarah sosial Lombok, sistem pendidikan masa kolonial, dan latar
belakang berdirinya NWDI, NBDI, dan NW yang sudah dipelajari di atas. Silahkan
diskusi dan presentasikan pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Deskripsikan terkait sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan masa
kolonial berdasarkan pengetahuan atau pemahaman yang Anda didapatkan
dari materi di atas?
63
2. Buatlah kesimpulan kelompok anda tentang kelahiran Madrasah NWDI, NBDI,
dan NW dikaitkan dengan sejarah sosial lombok dan sistem pendidikan masa
kolonial?
▪ Hasil diskusi dan kerja kelompok dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.
▪ Tugas kelompok yang sudah dipresentasikan dan diskusikan kemudian diupload
ke dalam LMS.
Pertemuan 2
E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda. Setiap kelompok memperhatikan
kelompok lain yang melakukan presentasi, dan memberikan apresiasi dengan
melakukan penilaian.
Selanjutnya, jika di bagian sebelumnya Anda telah belajar pentingnya sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok sehingga mempengaruhi
bagaimana pendidikan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW berdiri, misalnya
pendidikan hanya diberikan pada kalangan perwangsa (bangsawan), sedangkan
kalangan jajar karang (rakyat jelata) tidak diberikan, maka aspek tersebut juga
mempengaruhi bagaimana pembelajaran hanya difokuskan untuk tujuan praktis
kepentingan penjajah sehingga yang diajarkan membaca dan menulis dasar saja.
Kemudian dari hasil diskusi di kelas, Anda dapat belajar bagaimana perubahan
penyelenggaraan pendidikan saat ini, dimana akses sudah terbuka untuk siapa saja
belajar hingga setinggi mungkin. Bila melihat secara makro, aspek sosial, budaya,
ekonomi, dan politik dimana bangsa ini sudah merdeka, sejahtera, dan damai
dibanding masa kolonial atau penjajahan, mempengaruhi bagaimana akses
pendidikan sudah terbuka dan partisipasi untuk sekolah sudah tinggi.
Lembar Kerja 2
Melalui kelompok kecil yang sudah ada bentuk, silahkan diskusikan pertanyaan-
pertanyaan berikut:
1. Apa saja aspek-aspek sosial yang mempengaruhi sejarah Lombok dan
penyelenggaraan sistem pendidikan pada masa penjajahan Belanda dan
pendudukan Jepang?
2. Apabila ditarik pada masa sekarang, menurut Anda, aspek-aspek penting apa
yang berpengaruh terhadap lahir dan berdirinya madrasah NWDI, NBDI, dan
NW?
3. Bagaimana analisis kelompok anda terhadap dunia pendidikan dewasa ini jika
dikaitkan dengan cita-cita TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid?
4. Dari sudut pandang pendidikan, apa arti penting mempelajari sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok dalam pendidikan
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW?
5. Apa semangat yang anda dapatkan sebagai calon guru dari mempelajari sejarah
sosial Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok tersebut?
A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi kurang
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
65
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
memberikan Visualisasi mendeskripsikan
insight atau menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
pembelajaran kreatif. kurang kreatif
terkait topik Visualisasi cukup dan menarik.
bahasan. menarik dan
kreatif
Visualisasi sangat
menarik dan
kreatif
F. Elaborasi Pemahaman
Di bagian ini kita akan mengelaborasi pemahaman yang sudah didapatkan dari
proses pembelajaran. Setelah Anda mempelajari materi yang telah dipaparkan dari
dosen tentang relevansi mempelajari teori struktural fungsional dengan sejarah
sosial dan sistem pendidikan masa kolonial serta berdirinya Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW.
Kesimpulan
Mari kita tinjau beberapa pelajaran yang dapat diambil dari materi sejarah sosial
Lombok dan sistem pendidikan masa kolonial di Lombok dalam hubungan atau
pengaruhnya terhadap berdirinya Madrasah NWDI, NBDI, dan NW, dengan
menggunakan teori struktural fungsional.
1. Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh tokoh agama atau tuan guru
Lombok masa penguasaan raja-raja Bali waktu itu bercorak Islam bersifat non
formal dalam bentuk pesantren. Pesantren yang cukup terkenal masa itu, antara
lain di Pancor, Kelayu, Tanjung, Kopang, Praya, Kediri, Bengkel dan Pagutan.
Pesantren didirikan dengan maksud memenuhi kebutuhan pendidikan agama
bagi anak-anak dalam rangka usaha menegakkan dan meninggikan mutu agama
Islam. Pelajaran diberikan selain membaca dan menulis Arab, diajarkan juga
66
aqidah, tauhid, ushul, fiqh, nahwu, dan syaraf. Pesantren tertua antara lain
terdapat di Pagutan, tahun 1919 di Kopang didirikan oleh Sayyid Alwi, dan tahun
1924 di Kediri didirikan oleh TGH. Abdul Karim. Pelajaran yang diberikan ilmu
agama dan sejarah Nabi Muhammad Saw.
2. Masa Belanda berkuasa penuh atas Pulau Lombok, didirikan lembaga
pendidikan formal dengan pola klasikal, dan sekolah pertama didirikan tahun
1896 di Mataram. Setelah itu didirikan juga di Pringgabaya, Masbagik, dan
Selong. Materi pembelajaran yang diberikan berhitung, menulis, membaca, dan
bahasa Melayu. Selain itu, diajarkan membaca dan menulis huruf Arab-Melayu
dan huruf daerah (Jejawan). Guru-guru didatangkan dari Jawa dan Bali, serta
seorang guru hanya mengajar satu sekolah. Setelah abad ke-20, pemerintah
Belanda menyelenggarakan Kursus Guru Bantu (KGB) dibina dari tamatan
Vervolgschool.
3. Masa pendudukan Jepang sekolah-sekolah dijadikan sebagai tempat pendidikan
militerisme dan propaganda sesuai konsepsi Jepang, maka pemerintah Jepang
melatih guru-guru di Mataram dan Selong sebagai pelaksana propaganda yang
harus mampu meyakinkan murid-muridnya, bahwa kedatangan Jepang bukan
untuk menjajah, tetapi untuk membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda. Guru-guru diharuskan mengadakan propaganda pada masyarakat di
sekitarnya, dan alat-alat propaganda lainnya yang digunakan, yakni radio dan
surat kabar. Surat kabar yang banyak beredar saat itu, yakni Surat Kabar
Balishinbun dan Rinjanishinbun.
4. Lembaga pendidikan, khususnya pendidikan swasta masa pendudukan Jepang di
Lombok banyak dipelopori oleh para tokoh agama, seperti Muhammadiyah
tahun 1937 di bawah pimpinan Asmo mendirikan Sekolah Muallimin di Pancor.
Tahun itu juga Muhammadiyah mendirikan Sekolah Kemajuan Islam (SKI) di
Pancor di bawah pimpinan Haji Muhammad Sedek. Untuk keperluan pendidikan
anak-anak pegawai tahun 1937 di Selong didirikan TK oleh Nyonya Nyoman
Tahir dan di Mataram didirikan oleh Nyoman Subali. Selain Muhammadiyah,
lembaga-lembaga pendidikan didirikan oleh tokoh-tokoh agama dari NW tahun
1935 di bawah pimpinan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan MI di
Pancor.
5. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai tokoh pembaru pendidikan di Nusa
Tenggara Barat, mendirikan Pesantren al-Mujahidin, mendirikan Madrasah
NWDI, dan NBDI, serta ormas NW. Latar belakang pendirian madrasah (sekolah)
tersebut yakni, keadaan umum umat Islam yang terbelakang dan berada dalam
kebodohan dan sistem pendidikan halaqah dan pengajian tradisional yang lama
berkembang di Lombok dianggap kurang efektif dan efisien untuk memajukan
masyarakat dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan.
67
6. Pesantren yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid relatif berbeda
dengan pondok pesantren pada umumnya yang ada di Indonesia. Penciri dan
pembeda pondok pesantren yang dibangun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dengan mengambil lokus Pancor terletak pada menyatu dan meleburnya elemen
pondok pesantren dengan masyarakat di lingkungan sekitar ponpes. Menyatu
dan melebur baik dalam arti geografis, sosiologis, maupun kultural. Sehingga
pesantren beserta madrasah-madrasah yang didirikan dimaksudkan sebagai
basis perjuangan, dakwah, gerakan sosial, dan pusat pendidikan putra-putri
daerah yang akan menjadi agen-agen perubahaan sosial.
7. Upaya integrasi sosial masyarakat Lombok melalui gerakan dakwah dan sosial,
tercermin dari makna filosofis NW. Integrasi ilmu agama dengan ilmu umum
melalui gerakan pembaruan pendidikan dengan mendirikan pesantren yang
menerapkan sistem khalaqah (tradisional) dan membangunan madrasah yang
menerapkan sistem klasikal (modern), tercermin dari makna filosofis “Diniyah
Islamiyah”. Proposisi pada poin ketujuh ini sangat kuat mengindikasikan
terjadinya proses inter-seksi antarsub-sistem, antarlini, antara struktur dengan
agen, serta antargenerasi.
68
G. Koneksi Antar Materi
Buatlah koneksi antar materi dari pembelajaran mengenai topik bahasan tersebut
dengan pembelajaran yang sudah, sedang, atau akan Anda pelajari di mata kuliah
PPG lainnya. Selain menyebutkan topik/materi dalam mata kuliah ini dengan topik/
materi dalam mata kuliah lain, sebutkan juga keterkaitannya. Buatlah koneksi
tersebut dalam bentuk visual untuk memudahkan kita semua dalam memahami,
bisa dalam bentuk mindmap, diagram, bagan, atau lainnya. Selanjutnya, Anda dapat
berdiskusi bersama terkait koneksi antarmateri dalam mata kuliah ini dengan mata
kuliah lainnya.
H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda dengan caranya
masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual, ataupun narasi saja, atau model
kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan yang dapat membantu Anda
menuliskan blog.
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan-rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami tentang
topik ini? Apa hal baru yang Anda pahami atau
yang berubah dari pemahaman di awal sebelum
pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar materi
baik di dalam mata kuliah yang sama maupun
dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat ini,
dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?
69
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam blog refleksi dalam blog refleksi dalam blog refleksi dalam blog
dengan alur yang dengan alur yang dengan cukup dengan kurang
jelas dan mudah jelas dan mudah mudah dipahami. jelas dan sulit
dipahami, serta dipahami. dipahami.
kreatif. Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan secara mendalam, menguraikan
menguraikan secara mendalam namun kurang secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan tajam dalam pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam mengaitkan topik bahasan, dan
secara tajam pandangan pandangan tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik mengenai topik pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari bahasan. mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan.
dirinya dan kelompoknya. Mahasiswa
kelompoknya, menyimpulkan Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa secara sederhana atau kurang jelas
dengan materi dari menyimpulkan pemahamannya dalam
MK lain. pemahaman mengenai topik menyimpulkan
mengenai topik bahasan. pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara mengenai topik
menyimpulkan jelas. Mahasiswa secara bahasan.
pemahaman singkat mengaitkan
mengenai Mahasiswa pembelajaran dari Mahasiswa tidak
topik bahasan mengaitkan modul ini dengan mengaitkan
secara tajam. pembelajaran dari kesiapannya pembelajaran dari
modul ini dengan mengajar sebagai modul ini dengan
Mahasiswa kesiapannya guru. kesiapannya
mengaitkan mengajar sebagai mengajar sebagai
pembelajaran dari guru. guru.
modul ini dengan
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa
memberikan memberikan terlihat tidak terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa kurang Mahasiswa
pemahaman klarifikasi. menunjukkan tidak
seluruh mahasiswa. perilaku menunjukkan
Mahasiswa cukup memfasilitasi perilaku
Mahasiswa menunjukkan rekan memfasilitasi
menunjukkan perilaku mahasiswanya rekan
perilaku memfasilitasi dalam proses mahasiswanya
memfasilitasi rekan rekan pembelajaran baik, dalam proses
mahasiswanya mahasiswanya di kelompok pembelajaran
dalam proses dalam proses maupun di kelas baik, di
pembelajaran baik, pembelajaran secara kelompok
di kelompok baik, di kelompok keseluruhan. maupun di kelas
maupun di kelas maupun di kelas secara
secara keseluruhan. secara Mahasiswa keseluruhan.
keseluruhan. mengumpulkan
Mahasiswa tugas melebihi Mahasiswa
mengumpulkan Mahasiswa dengan tenggat tidak
tugas sebelum mengumpulkan waktu yang mengumpulkan
tenggat waktu yang tugas sesuai ditentukan. tugas.
ditentukan. dengan tenggat
waktu yang
ditentukan.
71
Topik 2
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dan Kelahiran Madrasah NWDI, NBDI, dan NW
A. Pengantar
Durasi : 2 pertemuan
Capaian Pembelajaran : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. Memahami biografi dan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid;
2. Memahami perkembangan Madrasah NWDI, NBDI,
dan NW yang didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid;
3. Merefleksikan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dan perkembangan Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW;
Sub-CPMK : 1. Menguasai pemahaman konseptual tentang
biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid;
2. Mampu menganalisis karakteristik perjuangan
TGKH M. Zainuddin Abdul Majid;
3. Memahami perkembangan Madrasah NWDI, NBDI,
dan NW;
4. Mempraktikan kemampuan pedagogik dengan
merefleksikan perjuangan TGKH M Zainuddin
Abdul Majid.
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan biografi TGKH M
Zainuddin Abdul Majid;
2. Ketepatan analisis karakteristik perjuangan TGKH
M Zainuddin Abdul Majid;
3. Ketepatan memahami perkembangan NWDI,
NBDI, dan NW;
4. Ketepatan implementasi dalam pembelajaran.
Kriteria Penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk Penilaian : Non-tes: Unjuk kerja & Portofolio
Metode Pembelajaran : • Kuliah & diskusi (TM: 2 x 60’);
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’);
• Tugas 2: laporan analisis karakteristik peserta
didik abad 21 (2 x 60’);
Materi Pembelajaran : 1. Biografi dan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.
2. Perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW
3. Refleksi perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid.
72
Pertemuan 3
Selamat datang di topik kedua ini, yaitu kita akan membahas biografi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid sebagai tokoh utama, sekaligus pendiri Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW. Topik ini penting untuk mengantarkan Anda memahami kelahiran
Madrasah NWDI, NBDI, dan NW yang turut mempengaruhi sistem pendidikan di
Lombok Nusa Tenggara Barat.
Kita akan mulai pembelajaran tentang biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dan pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dalam mengembangkan sistem
pendidikan di Lombok Nusa Tenggara Barat mengingat apa yang sudah Anda
pahami dari pembelajaran sebelumnya dan dari pengalaman lain.
C. Eksplorasi Konsep
Bagian ini Anda akan mempelajari biografi perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dan pendirian Madrasah NWDI, NBDI, dan NW dalam membangun dan
mengembangkan pendidikan yang dapat membantu Anda menjalankan peran Anda
sebagai pendidik dengan lebih baik. Pelajari materi yang disampaikan berikut ini.
Ijazah ini tidak lazim, karena tertulis “Diberikan gelar yang melekat pada
pemilik Ijazah ini: al-Akh al-Fadhil al-Mahir al-Kamil al-Syeikh Muhammad
Zainuddin Abdul Majid”, terjemahannya
“Saudara yang mulia, sang genius
sempurna, guru terhormat Zainuddin
Abdul Majid”. Bahkan sebagian guru besar
menyebutnya sibawaihi zamaanihi (yang
tak tertandingi). Nilai ijazah ini tidak ada
yang tidak bernilai 10 dalam semua mata
pelajaran. Ijazah M. Zainuddin Abdul
Majid ditandatangani oleh 8 (delapan)
guru besar madrasah tersebut. Tertanda
tangan dalam Ijazah syahadah ma'a
addarajah assyaraf al-ulaa atau lebih
tinggi dari predikat summa cumlaude. Mudir al-Shaulatiyah Maulana Syeikh
Salim Rahmatullah (cucu pendiri Madrasah ash-Shaulatiyah Syeikh Muhammad
Rahmatullah ibn khalil al-Rahman al-Kiranawy al-Utsmany) dan Syeikh
Muhammad Said merupakan keponakan pendiri Madrasah al-Shaulatiyah
mengungkapkan. “Cukup satu saja murid Madrasah ash-Shaulatiyah asalkan
seperti Zainuddin yang semua jawabannya menggunakan syair termasuk ilmu
falak yang sulit sekalipun” (Nu’man, 1988: 152).
78
Sayyid Muhammad Alawi Abbas al-Māliki al-Makki, seorang ulama
terkemuka di kota suci Makkah pernah mengatakan bahwa tak ada seorang pun
ahli ilmu di tanah suci Makkah baik thullāb maupun ulama yang tidak mengenal
kehebatan dan ketinggian ilmu Syeikh Zainuddin. Syeikh Zainuddin adalah
ulama besar bukan hanya milik umat Islam Indonesia tetapi juga milik umat
Islam sedunia. Setelah tamat di Madrasah al-Shaulatiyah, ia menetap selama dua
tahun di Makkah sambil menunggu adiknya yang masih belajar yaitu Haji
Muhammad Faisal. Dua tahun ini dimanfaatkannya untuk belajar, antara lain
belajar ilmu fiqih pada Syeikh Abdul Hamid Abdullah al-Yamani. Dengan
demikian, waktu belajar yang ditempuh di tanah suci Makkah adalah selama 13
kali musim haji atau kurang lebih 12 tahun (Sukarnawadi, 2017: 14).
Pujian tersebut diungkapkan dengan syair berbahasa Arab yang berbunyi
sebagai berikut:
ِلل
ُ ارفُ بِاِ َاَ ْلعَالَّ َمةُ اَ ْلع
ُِ ْس ِي ُِّد م َح َّم ُد أَمِ يْنَُ ْالكت
ب َّ اَل
ُِ ض ِل ُِه ْ َْن فِى ف ُِ لل زَ يْنُ ال ِدِّي ُِ ي ن ْب ِل ُِه ُْ َّام َو ِف
ُِ فِى َمجْ ِدُِه الس
ى
ُ عل َ َ ت َّ
ُْ ضاءدَل َ لهُ يَ ُد بَ ْي َ ص ِل ُِه ْ َى ُا ُ ِن ف ُِ َج ْوه ََرةِ ْال َم ْكن ْو
الربَُا ُّ ْف كَزَ ْه ِر ِّ
ُ لَهُ تَا َ ِلي ش ْك ِل ُِه َ ل اِلَى َُ ش ْك َّ ت ال ُِ ض َّم َ ْقَد
سا َح ُِة ْالع ِْل ُِم لَهُ َم ْع َه ُد َ ِى ف هُ ِ ِّ ل ِ ِظ ِى ف ب
ُ َّ ال ُّ
الط ح
ُ َ الَ َيب
ْر
ُ شءِ اِلى م ْست ََو
ى َ َّ
ْ يَن َهضُ بِالن ْ ن ق ْو ِل ُِه َ ْ ْ
ُ ِبِذَلِكَُ المِ ْع َراجُِ م
فَاللُ يـبْـقِـ ْي ُِه َوي ْعلِى بُِ ُِه ى اَ ْه ِل ُِه ُ َِان ْالع ِْل َُم ف ُِ فِى اَ ْنفَن
تَحِ يَّةُ ك َْالمِ سْكُِ َم ْنش ْو َرُة ن اِلَى حِ ِِّل ُِه ُِ ن َح َر ُِم ْالك َْو ُْ ِم
Demi Allah, saya kagum pada Zainuddin
kagum pada kelebihannya atas orang lain
pada kebesarannya yang tinggi
dan kecerdasannya yang tiada tertandingi
Jasanya semerbak-di mana-mana
menunjukkan satu-satunya permata
yang tersimpan pada moyangnya
Buah tangannya indah lagi menawan
penaka bunga-bungaan yang tumbuh
teratur di lereng pegunungan
Di halaman ilmunya berdiri Ma’had
Selalu dibanjiri Tullab dan Thalibat
Menuntut ilmu mengkaji kitab
Ia kobarkan semangat pemuda
Dengan karyanya setinggi Mustawa
Mikrojus Sibyan Ila Sama’il Ilmi Bayan
Semoga Alloh Memanjangkan usianya
Dan semoga pula dengan perantaraannya
Tersebar ilmu Tuhan dibumi selaparang
Terkirim untuknya salam penghormatan
Harum semerbak bagai kasturi
Dari Tanah Suci menuju Rinjani
79
Pujian juga disampaikan oleh maha gurunya
yang lain, yaitu al-Allamah asy-Syeikh Salim
Rahmatullah, mudir (direktur) Madrasah ash-
Shaulatiyah dengan ucapannya “Madrasah ash-
Shaulatiyah tidak perlu memiliki murid banyak,
cukup satu orang saja, asalkan memiliki prestasi
dan kualitas seperti Zainuddin”. Pujian dari kawan
sekelasnya diberikan oleh Syeikh Zakaria Abdullah
Bila. Ia mengatakan “Syeikh Zainuddin adalah saudaraku, karibku, kawan
Sekelasku. Saya belum pernah mampu mengunggulinya dan saya tidak pernah
menang dalam berprestasi, di kala saya dan dia bersama-sama dalam satu kelas
di Madrasah Ash-Shaulatiyah Makkah. Saya sungguh menyadari akan hal ini.
Syeikh Zainuddin adalah manusia ajaib di kelasku karena kegeniusannya yang
sangat tinggi. Syeikh Zainuddin adalah ulama dan
mujahid (pejuang) agama, nusa dan bangsanya.
Saya tahu, telah berapa banyak otak manusia
diukirnya, telah berapa banyak kader penerus
agama, nusa bangsa yang dihasilkannya. Saya
tahu, dia adalah mukhlis (orang ikhlas) dalam
berjuang menegakkan Iman dan taqwa di
negerinya, rela berkorban, cita-citanya luhur. Dia
memiliki kelebihan di kalangan teman-teman
segenerasinya. Kelebihan yang ia miliki selain yang saya sebutkan tadi, yaitu dia
selalu mendapat doa restu dari guru-guru kami, ulama-ulama besar di tanah suci
Makkah al-Mukarramah, utamanya Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath”.
Pujian Syeikh Zakaria Abdullah Bila seperti di atas, dikuatkan lagi oleh
mahagurunya yang paling dicintai dan paling banyak memberikan doa dan
inspirasi dalam perjuangannya, yaitu Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath. Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath mengatakan: “Ma
da’autu illa wa asyraktu Zainuddin ma’i”, artinya: “Saya tidak akan berdoa ke
hadlirat Allah Swt., kecuali kalau Zainuddin itu, sudah nampak jelas di depanku
dan bersamaku”. Ia juga mengatakan bahwa beliau mencintai setiap orang yang
cinta kepada Syeikh Zainuddin dan tidak mencintai orang yang tidak cinta
kepada beliau.
Syeikh Isma’il Zain al-Yamani, seorang ulama besar kota suci Makkah al-
Mukarramah, sangat kagum kepada Syeikh Zainuddin, kagum pada ketinggian
ilmu dan keberhasilan perjuanannya. Dengan penuh keikhlasan ulama besar
kota suci itu mengatakan bahwa beliau mencintai siapa saja yang cinta kepada
Syeikh Zainuddin dan membenci siapa saja yang benci padanya. Fadlilatul
80
‘Allamah Prof. Dr. Sayyid Muhammad ‘Alawi ‘Abbas al-Maliki al-Makki, seorang
ulama terkemuka kota suci Makkah pernah mengatakan bahwa tak ada seorang
pun ahli ilmu di tanah suci Makkah Al Mukarramah baik thullab maupun ulama’
yang tidak kenal akan kehebatan dan ketinggian ilmu Syeikh Zainuddin. Syeikh
Zainuddin adalah ulama’ besar bukan hanya milik ummat Islam Indonesia tetapi
juga milik ummat Islam sedunia. Demikianlah pujian yang telah diberikan secara
ikhlas dan jujur baik oleh kawan seperguruannya maupun muhaguru dan ulama-
ulama lainnya.
c. Guru-guru
Ulama-ulama besar yang telah berjasa besar dalam mengajar dan mendidik
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, khususnya di Masjidil Haram dan Madrasah
Ash- Shaulatiyah sebagai berikut: (1) al-‘Alimul ‘Allamah Asy Shaikhul Kabir al-
‘Arifubillah Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath; (2) al-‘Alimul
‘Allamah al-Faqih Maulanasy Syeikh Umar Bajunaid Asy-Syafi’I; (3) al-‘Alimul
‘Allamah al-Faqih Maulanasy Syeikh Muhammad Said al-Yamani Asy-Syafi’i; (4)
al-‘Alimul ‘Allamah al-Mutafannin Sibawaihi Zamanihi Maulanasy Syeikh Ali al-
Maliki; (5) Maulanasy Syeikh Marzuqi al-Falimbani; (6) Maulanasy Syeikh Abu
Bakar al- Falimbani; (7) Maulanasy Syeikh Hasan Jambi asy-Syafi’i; (8) al-‘Alimul
‘Allamah al-Mufassir Maulanasy Syeikh Abdul Qadir al-Mandili asy-Syafi’i; (9) al-
‘Alimul ‘Allamah ash-Shufi Maulanasy Syeikh Mukhtar Betawi Asy-Syafi’i; (10)
al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh Abdullah al-Bukhari asy-
Syafi’i; (11) al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh Umar Hamdan
al-Mihrasi al-Maliki; (12) al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh
Abdus Sattar ash-Shiddiqi Abdul Wahab al-Kuthi al-Maliki; (13) al-‘Alimul
‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy Syeikh Abdul Qadir asy Syibli al-Hanafi; (14)
al-‘Alimul ‘Allamah al-Adib ash-Shufi Maulanasy Syeikh as-Sayyid Muhammad
Amin al-Kutbi al-Hanafi; (15) al-‘Alimul ‘Allamah Maulanasy Syeikh Muhsin al-
Musawa asy-Syafi’i; (16) al-‘Alimul Allamah al-Falaki Maulanasy Syeikh khalifah
al-Maliki; (17) al-‘Alimul ‘Allamah Maulanasy Syeikh Jamal al-Maliki; (18)
Maulanasy Syeikh ash-Shalih Muhammad Shalih al-Kalantani asy-Syafi’i; (19) al-
‘Alimul ‘Allamah ash-Sharfi Maulanasy Syeikh Mukhtar Makhdun al-Hanafi; (20)
Maulanasy Syeikh Salim Gianjur asy-Syafi’i; (21) Maulanasy Syeikh as-Sayyid
Ahmad Dahlan Shadaqah asy-Syafi’i; (22) al-Alimul ‘Allarnah al-Mu’arrikh
Maulanasy Syeikh Salim Rahmatullah al-Maliki; (23) Maulanasy Syeikh Abdul
Gani al-Maliki; (24) Maulanasy Syeikh as-Sayyid Muhammad Arabi at-Tubani al-
Jazairi al-Maliki; (25) Maulanasy Syeikh Umar al-Faruq al-Maliki; (26) Maulanasy
Syeikh al-Wa’idh asy-Syeikh Abdullah al-Farisi; (27) Maulanasy Syeikh Malla
Musa, dan dan lain-lain.
81
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa sewaktu belajar di Madrasah Ash-
Shaulatiyah Makkah, M. Zainuddin Abdul Majid muda belajar dengan amat tekun.
“Tiada waktu tanpa belajar”. Begitulah falsafahnya waktu itu, ia belajar dan terus
belajar menekuni berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan agama Islam pada
ulama-ulama besar tersebut. Ilmu tajwid, al-Qur’an dan Qira’at Sab’ah, ia belajar
pada: (1) asy-Syeikh Jamal Mirdad (Imam di Makam Imam Hanafi di Masjidil
Haram); (2) asy-Syeikh Umar Arbain (Ahli Al-Qur’an dan Qasidah yang sangat
terkenal waktu itu); (3) asy-Syeikh Abdul Latif Qari’ (Guru besar Qiraat Sab’ah di
Madrasah ash-Shaulatiyah); (4) asy-Syeikh Muhammad ‘Ubaid (kepala guru/
guru besar dalam bidang tajwid dan qiraat yang sangat terkenal di Makkah), dan
beberapa guru besar Al-Qur’an lainnya.
Ilmu fiqh, tasawwuf, tauhid, ushulul fiqh dan tafsir, M. Zainuddin Abdul Majid
muda belajar pada: (1) al-Allamah asy-Syeikh Umar Bajunaid asy-Syafi’i; (2) al-
‘Allamah asy-Syeikh’Muhammad Said al-Yamani; (3) al-‘Allamah asy-Syeikh
Mukhtar Betawi; (4) al-‘Allamah asy-Syeikh Abdul Qadir al-Mandili (murid
khusus al-‘Allamah asy-Syeikh Ahmad Khathib Minangkabau, Sumatera Barat);
(5) al-‘Allamah al-Faqieh asy-Syeikh Abdul Hamid Abdur Rabb al-Yamani; (6) al-
Mutafannin al-‘Allamah as-Sayyid Muhsin al-Musawa (Muassis/ Pendiri Darul
‘Ulum ad-Diniyah, Makkah al-Mukarramah), dan (7) al-‘Allamah al- Adieb asy-
Syeikh Abdullah al-Lahaji al-Farisi (Pengarang yang sangat terkenal).
Ilmu ‘Arudl (Syair Bahasa Arab) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid belajar
pada: (1) al-‘Allamah Asy-Syeikh Abdul Gani al-Qadli, dan (2) Al ‘Allamah Al
Adieb As Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi. Ilmu Falak, ia belajar pada: (1)
Maulanasy Syeikh Salim Cianjur (Jawa Barat); (2) al-‘Alimul ‘Allamah al-Falaki
Maulanasy Syeikh khalifah al-Maliki, dan (3) al-‘Allamah as-Sayyid Ahmad
Dahlan Shadaqah asy-Syafi’i.
Ilmu hadits, mushthalahul hadits, mushthalahut tafsir ilmu fara’idl, sirah
(tarikh) dan berbagai ilmu alat (nahwu-sharf), TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
belajar pada: (1) al-‘Allamah al-Kabir Sibawaihi al-Mutafannin Sibawaihi
Zamanihi asy-Syeikh Au al-Maliki; (2) al-‘Allamah al-Jalil Asy Syeikh Jamal Al
Maliki; (3) Al ‘Alimul ‘AllamahAl Kabier Al Muhaddits Maulanasy Syeikh Umar
Hamdan al-Mihrasi Asy Syafi’I; (4) al-‘Alimul ‘Allamah al-Muhaddits Maulanasy
Syeikh Abdullah Al Bukhri Asy-safi’i (Mufti Istambul); (5) Maulana wa Murabbi
Abil Barakat Al ‘Alimul ‘Allamah Al Ushuli Al Muhaddits Ash Shufi Al ‘Arifu Billah
Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad Al Masysyath Al Maliki; (6) Al ‘Alimul
‘Allamah Ash Shorfi Maulanasy Syeikh Mukhtar Machdum Al Hanafi; (7) Al
‘Ailmul ‘Allamah Maulanasy Syeikh As Sayyid Muhsin Al Musawa; (8) Al. ‘Alimul
‘Allamah Al Adieb Ash Shufi Maulanasy Syeikh As Sayyid Muhammad Amin Al
Kutbi Al Hanafi; (9) Al ‘Allamah Asy Syeikh Umar Al Faruq Al Maliki; (10) Al
‘Allamah Al Kabier Asy Syeikh Abdull Qadir Asy Syalabi Al Hanafi, dan lain-lain.
82
Ilmu awrad (ahzab), TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid belajar pada: (1) al-
Allamah (Kyai) Falak (Bogor Jawa Barat); (2) Maulanasy Syeikh Malla Musa al-
Magribi. al-Khath (Kaligrafi), ia belajar pada: (1) al-Khatthath Asy Syeikh Abdul
Aziz Langkat; (2) al-Khatthath Asy Syeikh Muhammad al-Rais al-Maliki; dan (3)
al-Khatthath asy-Syeikh Daud al-Rumani al-Fatharil.
Diketahui, guru-guru besar TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tersebut dan
yang lainnya, semuanya menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Tegasnya
tidak ada satu pun yang menganut paham selain itu, seperti Mu’tazilah, Wahabi
dan lain-lain. Kenyataan ini membuktikan kebenaran ucapan dan pesan-pesan
beliau kepada seluruh muridnya yang sering disampaikan pada banyak
kesempatan, yaitu:
Hati-hatilah mencari dan memilih guru, jangan sembarang pilih. Pilihlah
guru yang memenuhi syarat, karena guru merupakan sumber ilmu dan
kebenaran serta panutan bagi murid untuk mencapai kebahagiaan baik di
dunia-maupun di akhirat. Syarat menimal bagi seorang guru adalah berbakti
kepada kedua orang tua, taat kepada guru, berakhlaq baik dan memlilki
kemampuan ilmu.
Kata pengantar yang ditulis oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk
kitab Bugyatul Mustarsyidin karya Maulanasy Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath antara lain ia menulis dalam Bahasa Arab, artinya: “Bahwa Nabi
Muhammad Saw telah menasihati ummatnya dalam hadits yang diriwayatkan Al
Hakim dan Anas ra. sabda beliau:
ُ ن تَأْخذ ْو
ن ِد ْينَك ُْم َ االع ِْل َُم ِديْنُ فَا ْنظُر ْوا
ُْ ع َّم ْ َِن َهذ
َُّ ا
Artinya: “Sesungguhnya ilmu ini (yaitu tentang halal, haram) adalah agama,
maka perhatikan dari siapa kalian mempelajari agama kalian”.
Dimaksud dengan “al-Ilmu” dalam hadits tersebut adalah ilmu syari’at meliputi
tafsir, hadits dan fiqh. Hadits ini TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tafsirkan
dengan sabda beliau yang diriwayatkan Ibnu ‘Asakir dari Malik r.a. yaitu:
ُِ َان فِى َح ِد ْي
ث ُْ اس َوا
َُ ِن ك ُ ِ َّث الن
ُِ ى َح ِد ْي ُ ن َي ْكذ
ُ ِِب ف ُْ ع َُّم
َ َُب َوال َّ ف ِب
ُِ َالطل ُْ ن لَ ُْم ي ْع َر َ ع َوالَُ تَحْ مِ ْل ُه
ُْ ع َّم ُِ َل ْال ِبدُِ ن أَ ْهـ َ ل ْالع ِْل َُم
ُْ ع ُِ ِالَُ تَحْ م
ُسلَّ ُْم الَيَ ْكذِب
َ علَ ْي ُِه َو َ ُصلَّى للا َ ُِ َرس ْولُ للا.
Artinya: “Janganlah engkau belajar ilmu syari’at pada ahli bid’ah, jangan pula
mempelajarinya pada orang yang tidak diketahui pernah lama belajar, juga
pada orang yang suka berbohong dalam menceriterakan ucapan, perbuatan
dan persetujuan seseorang manusia, walaupun dalam menceriterakan
hadits Rasulullah Saw dia tidak pernah berdusta”.
86
Bahasa Arab. Karya tulis dan karangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid,
yaitu: (1) Risalatut Tauhid dalam bentuk soal jawab (ilmu tauhid); (2)
Sullãmul Hija Syarah Safinatun Naja (ilmu fiqih); (3) Nahdlatuz Zainiyah
dalam bentuk nadham (ilmu faraid); (4) at-Tuhfatul Ampenaniyah Syarah
Nahdlatuz Zainiyah (ilmu faraid); (5) al-Fawakihul Ampenaniyah dalam
bentuk soal jawab (ilmu faraid); (6) Mi’rajush Shibyan ila Sama-i Ilmil Bayan
(ilmu balaghah); (7) an-Nafahat ‘alat Taqriratis, Saniyah (ilmu mushtalah
hadits); (8) Nailul Anfal (ilmu tajwid); (9) Hizbu NahdlatuI Wathan (doa dan
wirid); (10) Hizbu Nahdlatul Banat (doa dan wirid kaum wanita); (11)
Shalawat Nahdlatain (Shalawat Iftitah dan Khatimah); (12) Thariqat Hizib
Nahdlatul Wathan (Wirid Harian); (13) Ikhtisar Hizib Nahdlatul Wathan
(Wirid Harian); (14) Shalawat Nahdlatul Wathan (shalawat iftita); (15)
Shalawat Miftahi Babirahmatillah (wirid dan do’a); (16) Shalawat Mab’utsi
Rahmatan lil ‘Alamin (wirid dan do’a), dan lain-lain.
Bahasa Indonesia dan Sasak. Karya-karya TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, yaitu: (1) Batu Ngompal (Ilmu Tajwid); (2) Anak Nunggal Taqrirat Batu
Ngompal (Ilmu Tajwid), dan (3) Wasiat Renungan Masa I & II (Nasihat dan
petunjuk perjuangan untuk warga NW).
Lagu-lagu Perjuangan dan Dakwah. Nasyid atau lagu-lagu perjuangan
dan dakwah dalam Bahasa Arab, Indonesia, dan Sasak, yaitu: (1) Ta’sis NWDI
(Anti ya Pancor biladi); (2) Imamunasy Syafi’i; (3) Ya Fata Sasak; (4) Ahlan bi
wafdizzairin; (5) Tanawwar; (6) Mars Nahdlatul Wathan; (7) Bersatulah
Haluan; (8) Nahdlatain; (9) Pacu gama’, dan lain-lain.
2) Perjuangan
Kesuksesan perjuangan seseorang tokoh (pemimpin) banyak ditentukan
oleh pola kepemimpinannya. Kearifan seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugas kepemimpinannya akan menentukan keberhasilan
perjuangannya. Perjuangan dan kepemimpinan merupakan dua hal yang
saling terkait, karena perjuangan itu akan berhasil baik, apabila pola
pendekatan yang digunakan dalam kepimpinan itu baik, dan kepemimpinan
yang arif dan bijaksana akan melahirkan keberhasilan perjuangan
(https://bpsdmd.ntbprov.go.id/).
Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam menegakkan agama
serta membangun nusa dan bangsa dan bagaimana pola pendekatan dan tipe
kepemimpinan beliau. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, selain menjadi tokoh
pendidikan dan tokoh ulama juga pejuang agama, nusa dan bangsa dengan
semangat dan militansi yang tidak pernah pudar. Ia adalah perintis
kemerdekaan di NTB dengan Gerakan al-Mujahidin yang bergabung dengan
gerakan-gerakan rakyat pembela kemerdekaan.
87
a) Pelopor dan Perintis Sistem Pendidikan dan Pengajaran
Agama Islam dengan Sistem Sekolah/Madrasah
Masnun (2007) dan Muslim, et al, (2009) menyampaikan bahwa TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid, selain dikenal sebagai pejuang dan perintis
kemerdekaan, juga dikenal sebagai tokoh pembaharu dalam bidang
pendidikan di Nusa Tenggara Barat. Setelah kembali ke Indonesia dan
menamatkan studinya di Madrasah ash-Shaulatiyah Makkah tahun 1934
M/1352 H, mula-mula ia mendirikan Pesantren al-Mujahidin (1934 M),
kemudian tahun 1936 mendirikan Madrasah NWDI. Beberapa faktor yang
melatari pendirian madrasah/sekolah, yaitu keadaan umum umat Islam
yang terbelakang dan berada dalam kebodohan dan sistem pendidikan
halaqah dan pangajian tradisional sejak lama berkembang di Pulau
Lombok dianggap kurang efektif dan efesien untuk memajukan
masyarakat dalam bidang agama dan ilmu pengetahuan.
Keadaan ini mendorong TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid berupaya
mendirikan lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah sebagai
tempat mendalami pengetahuan agama, umum, dan meningkatkan mutu
pendidikan, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkemampuan
tinggi dan memiliki semangat perjuangan yang dilandasi iman dan taqwa.
Dasar pertimbangan lainnya yang mendasari beliau mendirikan madrasah
yaitu pendapat beliau bahwa mengembangkan Islam melalui pendidikan
adalah fardlu‘ain dan mendidik masyarakat utamanya dalam bidang agama
adalah tugas mulia. Karena dengan pendidikan lahirlah manusia yang
mampu mengembangkan diri dan keluarga serta masyarakat bangsanya.
Walaupun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendapat reaksi dari
masyarakat atas perjuangannya, namun sebagai pejuang, ia tetap tenang
dan tegar menghadapi segala macam rintangan dan cobaan. TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid berprinsip: “Seorang pejuang harus rela berkorban,
karena perjuangan adalah pengorbanan. Seorang pejuang hendaklah dapat
menempatkan diri sebagai figur yang tidak takut terhadap ancaman dan
caci maki orang.” Ketekunan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
bidang pendidikan dengan bantuan doa dari para guru-gurunya serta
bantuan tenaga dari santri dan jemaahnya, maka madrasah atau sekolah
NW tumbuh dan berkembang hingga perguruan tinggi.
b) Pejuang Kemerdekaan
Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid membebaskan bangsa dan
rakyat Indonesia dari cengkeraman penjajah Belanda dan Jepang, ia
menjadikan Madrasah NWDI dan NBDI sebagai pusat pergerakan
kemerdekaan. Jiwa perjuangan, patriotisme dan semangat pantang
88
menyerah tetap ia kobarkan di dada para murid, santri, dan guru-guru
Madrasah NWDI dan NBDI, karena itu, tidak mengherankan kalau kedua
bangsa penjajah itu selalu berusaha untuk menutup dan membubarkan
Madrasah NWDI dan NBDI (TP2GD, 2017).
Zaman penjajahan Jepang, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid berkali-kali
dipanggil untuk segera menutup kedua madrasah tersebut, alasannya
kedua madrasah ini dipergunakan sebagai tempat menyusun taktik dan
strategi untuk menghadapi bangsa penjajah tersebut, di samping dianggap
sebagai wadah yang berindikasi bangsa asing, karena diajarkannya Bahasa
Arab di kedua madrasah ini. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid kepada
pemerintah Jepang, mengemukakan beberapa penjelasan. Di antaranya
bahwa Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an, bahasa Islam dan bahasa
Umat Islam, bahasa yang dipakai dalam melaksanakan ibadah. Ibadah
umat Islam menjadi rusak kalau tidak menggunakan Bahasa Arab. Itulah
sebabnya Bahasa Arab diajarkan di Madrasah NWDI dan NBDI. Di kedua
Madrasah ini juga dididik calon-calon “Penghulu dan Imam”. yang sangat
diperlukan untuk mengurus dan mengatur peribadatan dan perkawinan
ummat Islam (Yusuf, 1979).
Setelah mendengar penjelasan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, pihak
pemerintah Jepang yang ada di Lombok mengirim laporan ke pihak
atasannya di Singaraja Bali. Tidak lama kemudian terbit surat keputusan di
Singaraja dalam bentuk kawat surat, berisi antara lain bahwa Madrasah
NWDI dan NBDI dibenarkan untuk tetap dibuka dengan ketentuan supaya
nama madrasah ini diubah menjadi “Sekolah Penghulu dan Imam”.
Beberapa bulan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan,
mendarat tentara Netherlands Indies Civil Administrations (NICA) di
Lombok. NICA merupakan pemerintah sipil Belanda yang tergabung dalam
angkatan bersenjata Sekutu di masa Perang Dunia II (Yusuf, 1979).
Kebiadaban dan keganasan tentara NICA sangat terkenal itu
menimbulkan kemarahan bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia
bangkit dan melakukan perlawanan di mana-mana. TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid bersama murid, santri, dan guru-guru di Madrasah NWDI dan
NBDI membentuk suatu gerakan yang diberi nama “Gerakan al-Mujahidin”.
Gerakan al-Mujahidin ini selanjutnya bergabung dengan gerakan-gerakan
rakyat pembela kemerdekaan Indonesia yang ada di Lombok, seperti
Laskar Banteng Hitam, Laskar Bambu Runcing, BKR, API, dan lain-lain
untuk bersama-sama membela dan mempertahankan kemerdekaan dan
keutuhan bangsa.
89
Masa itu, akibat perbuatan yang dilakukan pengkhianat bangsa dan
negara yang berjiwa budak dan menjadi kaki tangan NICA, Madrasah
NWDI dan NBDI diblacklist sebagai markas gelap yang menentang
penjajah. Beberapa orang guru NWDI dan NBDI ditangkap dan dijebloskan
ke dalam penjara, antara lain TGH. Ahmad Rifa’i Abdul Majid (adik
kandung TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid) dipenjarakan di Ambon
Maluku, TGH. M. Yusi Muhsin Aminullah dipenjarakan di Praya Lombok
Tengah dan beberapa orang lainnya dikirim ke penjara di Bali. Di samping
itu, dalam suatu sidang resmi yang diadakan NICA, Madrasah NWDI dan
NBDI diputuskan untuk ditutup. Sebelum keputusan itu dilaksanakan,
terjadi Peristiwa 7 Juni 1946, yaitu penyerbuan tanksi militer NICA di
Selong di bawah pimpinan adik TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, yaitu
TGH. Muhammad Faisal Abdul Majid. Peristiwa ini mengugurkan TGH.
Muhammad Faisal Abdul Majid dan dua orang santri, yaitu Sayyid
Muhammad Shaleh dan Abdullah sebagai syuhada kusuma bangsa (Dewan
Harian Cabang Angkatan 45 Lombok Timur, 1994).
Dampak Peristiwa 7 Juni 1946 tersebut, NICA awalnya NICA mengambil
keputusan untuk menutup Madrasah NWDI dan NBDI akhirnya tidak
dilakukan, namun ancaman dan intimidasi pihak NICA bersama kaki
tangannya semakin gencar dan langsung ditujukan pada pribadi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, atas perlindungan dan pertolongan Allah Swt,
semua perbuatan biadab itu gagal total, sesuai dengun penegasan Allah
Swt di dalam al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 54:
َُ للا َخيْر ْال َمك ِِري
ْن ُ للا َو
ُ َو َمكَر ْوا َو َمك ََر
Artinya: Mereka membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya
mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.
90
Lombok Timur dengan aksi penyerangan kamp militer Jepang di Labuhan
Haji pada penghujung tahun 1945. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid turut
serta menyiapkan barisan para santri dan jamaahnya untuk melakukan
penyerangan dipimpin oleh Sayyid Saleh (Jamaluddin, et al, 2016).
Masa proklamasi kemerdekaan, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
menyampaikan kemerdekaan kepada seluruh santri dan kolega sehingga
kemudian diteruskan kembali pesan-pesan mengenai kemerdekaan
Indonesia baik melalui mulut ke mulut atau disiarkan langsung pada setiap
pengajian. Kekalahan Jepang, kemudian berbuah proklamasi kemerdekaan
RI, tidak berlangsung lama dinikmati di Lombok. Sebab, pasukan Australia
merupakan bagian dari pasukan Sekutu, justru membawa kepentingan
Hindia Belanda untuk menancapkan kembali kekuasaannya, yakni dengan
hadirnya pasukan Hindia Belanda dengan berkedok NICA, yakni
pemerintahan administrasi sipil. NICA memulai kekuasaannya dengan
menangkap para pejuang dan pemimpin daerah, hal ini disambut dengan
pembentukan laskar-laskar perjuangan rakyat, yang bergabung bersama
Badan Keamanan Rakyat (BKR) kemudian diubah menjadi Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) (Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Lombok
Timur, (1994).
92
f) Dewan Suriah Partai Masyumi Lombok
Pasca penyerahan kedaulatan penuh dari Hindia Belanda melalui
Konferensi Meja Bundar (KMB), dengan bentuk negara serikat. Republik
Indonesia Serikat (RIS) terdiri dari Negara Republik Indonesia (RI), Negara
Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura,
Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan. Ada juga wilayah
otonom yang tidak tergabung dalam federasi, yaitu Jawa Tengah, Riau,
Bangka dan Belitung, serta lima daerah di Pulau Kalimantan (TP2GD-
2017).
Setelah KMB, dilakukan permufakatan semua pihak dalam RIS untuk
tetap membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mulai dari
penerbitan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata
Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS, sejumlah daerah digabung ke RI,
sehingga RIS hanya terdiri dari RI, NIT, dan Negara Sumatera Timur,
melalui proses perundingan, dihasilkan kesepakatan bersama yang
dituangkan dalam piagam persetujuan RIS dan RI bersepakat membentuk
negara kesatuan berdasarkan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17
Agustus 1945. Untuk menyusun konstitusi negara kesatuan, dibentuklah
panitia gabungan RIS-RI pada tanggal 14 Agustus 1950, Parlemen RI dan
Senat RIS mengesahkan rancangan UUD Negara Kesatuan menjadi Undang
Undang Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950). Presiden Soekarno
membacakan piagam terbentuknya NKRI dan dinyatakan mulai berlaku
tanggal 17 Agustus 1950, sekaligus pembubaran RIS (TP2GD, 2017).
94
Tanggal 1 Maret 1953, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendirikan
organisasi NW. Ia menyatakan NW menganut “politik bebas”, namun hanya
dari tahun 1953-1955. Tahun 1955, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
memasukkan NW ke dalam Partai Masyumi. Masuknya NW menambah
kekuatan Partai Masyumi, selain dari organisasi Islam lokal dan Nasional,
juga masih banyaknya orang NU, dalam bidang politik berkiblat ke Partai
Masyumi, dikarenakan berpegang pada fatwa KH. Hasyim Asy’ari bahwa
Masyumi satu-satunya partai Islam Indonesia yang sah.
96
an terjadi kekurangan pangan, sehingga memicu kejadian busung lapar di
sejumlah wilayah Jawa dan Lombok. Menekan laju pertumbuhan
penduduk merupakan kebutuhan dasar untuk mencegah masyarakat
terjebak dalam kemiskinan. Awalnya program KB mendapat penolakan
dari masyarakat, sehingga jumlah akseptor KB hanya 12.906, dari 103.683
Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada, atau dengan angka prevalensi/1000
PUS, hanya 124,47. Setelah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dilibatkan,
target 300 ribu akseptor bisa tercapai 84 % (https://www.banjarsari-
labuhanhaji.desa.id/).
Demikian juga program transmigrasi secara paralel dikampanyekan, hal
ini terdorong oleh tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, berakibat pada
kepemilikan lahan yang berkurang. Era tahun 80-an, Lombok yang hanya
memiliki luas 4.738 km2 dihuni oleh 1.957.128 jiwa penduduk, dan setiap
kelompok transmigrasi yang berangkat ke Sumatera, Sulawesi, Kalimantan
dan lain-lain, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid selalu menempatkan
santrinya dalam rombongan. Para santri TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
ini kemudian menjadi pioner lembaga pendidikan di daerah terpencil
transmigrasi yang hingga saat ini masih eksis, bahkan berkembang pesat.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga fokus dalam bidang kesehatan
masyarakat. Kondisi kesehatan ibu dan anak menjadi hal yang
diperhatikan khusus, sehingga program imunisasi yang memiliki resistensi
di kalangan masyarakat, dibukakan jalan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, pengajian-pengajian diselingi dengan imunisasi, bahkan ia ikut
langsung memberikan vaksin imunisasi pada balita. Hal serupa juga
dilakukan dalam memberantas GAKI, isi pengajian dari TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid juga menyuarakan kampanye penggunaan garam
beriodium, sebab masyarakat waktu itu, hanya 10-16% masyarakat yang
menggunakan garam beriodium dalam pengolahan makanan sehari-hari,
sehingga tingkat penderita gondok cukup tinggi. Selain itu, TGKH M.
Zainuddin Abdul Majid memberikan dukungan penuh terhadap pendirian
Rumah Sakit Islam (RSI) Siti Hajar Mataram, yang didirikan salah satu
muridnya, bahkan, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menduduki posisi
sebagai Ketua Dewan Syara’ di RSI tersebut hingga akhir hayatnya.
101
kursi, yang digunakan pergantian kitab-kitab yang digunakan ketika yang
lainnya sudah selesai (tamat) (Syakur, 2006: 167).
Proses pendidikan ini tidak membuat TGKH. Zainuddin Abdul Majid puas,
sehingga ia mulai melakukan pembaruan dalam pelaksanakan pengajaran, yakni:
(1) memisahkan para santri yang menuntut ilmu berdasarkan kemampuan; (2)
membagi pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada jam tertentu, dan (3)
memberi materi pelajaran agama berbasis kitab-kitab dasar berbahasa Arab.
Menggunakan papan tulis untuk pelaksanaan pembelajarannya. Praktek ini
mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Setelah itu, Pesantren al-
Mujahidin menjadi pembicaraan masyarakat, karena pembaruan sistem
pembelajaran yang diselenggarakan, sehingga para santri yang belajar secara
tidak langsung menjadi informan tersendiri bagi Pesantren al-Mujahidin.
Dukungan dari pihak keluarga, saudara dan masyarakat terutama sang ayah
(TGH. Abdul Majid), kedua saudaranya TGH. Ahmad Rifai’i, TGH. Muhammad
Faisal memberi sumbangan besar bagi perkembangan madrasah yang dirintis
sang putra. Dengan dukungan materi yang dimiliki, TGH. Abdul Majid
membangun berbagai fasilitas pembelajaran dan tempat tinggal bagi para santri
di sekitar rumahnya. Meski pendidikan yang telah dirintis berjalan dan sangat
maju di zamannya, namun TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak merasa puas
atas capainnya itu. Oleh karena itu, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merubah
bentuk, sistem, pola pembelajaran yang telah didirikan dalam bentuk dan model
baru yakni berbentuk madrasah.
102
Masyarakat bergotong
royong mengangkat
material (seperti pasir,
krikil, dan lain-lain) dalam
pembangunan Madrasah
NWDI
Kantor
Madrasah NWDI
2) Madrasah NBDI
Perjalanan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang pendidikan juga
dilakukan dengan mendirikan pendidikan khusus untuk kaum perempuan
yang diberi nama Nahdhatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI) tanggal 21 April
1943. Setelah didirikan, antusias masyarakat semakin tidak terbendung
dengan jumlah santriwati yang terus bertambah dari tahun ke tahun. TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid membaca pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi
kaum perempuan adalah hal terpenting dalam perjuangan dan perjalanan
sebuah bangsa. Sebab tanpa partisipasi kaum perempuan dalam perjuangan
dan perjalanan sebuah bangsa, maka akan menyebabkan kesenjangan
perjalanan bagi sebuah bangsa.
Proses pembelajaran di Madrasah NBDI diselenggarakan pada Pesantren
al-Mujahidin, yakni bangunan terdiri dari tiga lokal yang dibangun pada awal
kepulangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dari Makkah. Kurikulum yang
diterapkan sama dengan kurikulum Madrasah NWDI. Waktu pembelajaran
dimulai pukul 13.30-17.00 Wita. Perkembangannya, Madrasah NBDI
mengalami kemajuan, yakni ditandai dengan berdirinya madrasah-madrasah
cabang, yaitu Madrasah Sullam al-Banat di Sakra; Madrasah al-Banat di
Wanasaba; Madrasah Is’af al-Banat di Perian; Madrasah Sa’adah al-Banat di
Praya, dan Madrasah Tanbib al-Muslimat di Praya (Noor, et al., 2014: 174).
3) Nahdlatul Wathan
Tahun 1947, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mendapat tugas menjadi
amirul haj dari Indonesia bagian timur (NIT). Perjalanan ke Tanah Suci ini
mengantarkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bertemu dengan guru yang
paling berpengaruh pada dirinya, yakni Maulana Syeikh Hasan Muhammad al-
Masysyath. Kesempatan pertemuan guru-murid tersebut, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid menyampaikan perkembangan madrasah yang dirintisnya pada
sang guru. Dengan mata berkaca-kaca sebagai tanda syukur dan bangga atas
prestasi perjuangan sang murid. Pertemuan itu menjadi bukti hubungan yang
sangat erat antara guru dengan murid. Maulana Syeikh Hassan Muhammad
al-Masysyath bersyukur dan terharu mendengar penjelasan Sang Murid pada
pencapaian dakwah dan pendidikan yang dirintisnya.
108
organisasi kemasyarakatan yang didirikannya merupakan amanah dari sang
guru tercinta.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid membutuhkan waktu bertahun-tahun
untuk melaksanakan perintah sang guru. Setelah melalui berbagai macam
proses, baik pemikiran dan spiritual, maka tanggal 15 Jumadil Akhir 1372 H,
tepatnya tanggal 1 Maret 1953, ia mendirikan organisasi NW di Pancor,
Lombok Timur bergerak di bidang pendidikan, sosial dan dakwah.
Pemikirannya mengenai organisasi NW merupakan wadah yang menaungi
segala kegiatan pendidikan, sosial, dan dakwah yang telah dibangunnya.
Karena itu, organisasi NW perlu pengelolaan profesional yang memenuhi
standar sebuah organisasi. Untuk kepentingan itu, ia meminta beberapa
orang muridnya untuk menyusun dan mendesain segala perangkat dan
kebutuhan organisasi NW. Murid-murid yang diminta untuk melaksanakan
tugas itu adalah H. Muhammad Yusi Aminullah, H. Abdul Kadir Ma’arif, H.
Abdurrahim, SH., H. Busyairi, H. Muhammad Sam’an Hafs. Murid-murid inilah
yang menyusun anggaran rumah tangga dan lambang-lambang organisasi NW
(Noor, et al, 2014: 189).
Satu tahun setelah mendirikan organisasi NW, yakni tahun 1954, untuk
pertama kalinya melaksanakan kegiatan besar organisasi yaitu muktamar I di
Pancor. Muktamar ini menghasilkan kepengurusan pertama TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Besar NW
masa bakti 1953-1958. Susunan kepengurusan hasil Muktamar pertama,
yaitu:
1. Ketua Umum : TGKH. Zainuddin Abdul Majid
2. Wakil Ketua : H.M. Yusi Muhsin Aminullah
3. Sekretaris Jenderal : H. Abdul Kadir Ma’arif
4. Wakil Sekjen : H. Muhammad Busyairi
5. Bendahara : TGH. M. Saleh Yahya
6. Wakil Bendahara : TGH. Alimuddin.
110
Tujuan organisasi NW adalah Lil’ila Kalimatillah wa Izzil al-Islam wa al-
Muslimin (menegakkan dan meninggikan kalimat Allah dan memuliakan
Islam dan kaum muslimin). Muara dari semua gerakan dan aktivitas NW
adalah untuk menggapai keselamatan dan kebahagian kehidupan dunia dan
akhirat berdasarkan ajaran Islam Ahlussunnah wa al-jama’ah ‘ala Mazhabil
Imam as-Syafi’i (Burhanuddin, 2007: 244). Untuk mencapai tujuan organisasi,
NW telah menetapkan lingkup usaha sebagaimana yang tertuang dalam
anggaran rumah tangganya, yaitu: (1) menyelenggarakan pendidikan dan
pengajaran melalui pondok pesantren, diniyah, madrasah/sekolah dari
tingkat TK sampai dengan perguruan tinggi; (2) menyelenggarakan kegiatan
sosial, seperti panti asuhan, asuhan keluarga, rubbath/pondok/asrama,
asrama pelajar, asrama mahasiswa, poskestren, pusat pengobatan, kesehatan
ibu dan anak, klinik-klinik, dan rumah sakit; (3) melaksanakan dakwah
Islamiyah melalui pengajian (majelis dakwah/majelis ta’lim) tabligh,
penerbitan, pengembangan pusat informasi pondok pesantren; dan (4)
menyelenggarakan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam dan tidak merugikan NW dan sesuai dengan peraturan NKRI.
NW menjadi bagian dari organisasi kemasyarakatan formal di Tanah Air.
Sebagai organisasi formal, NW memiliki lambang-lambang sebagai bagian
dari identitas dan tanda dalam menjalankan perjuangan-perjuangannya di
Tanah Air. Berikut ini adalah lambang-lambang NW, yaitu: (1) bulan
melambangkan Islam; (2) bintang melambangkan Iman dan Taqwa; (3) sinar
lima melambangkan rukun Islam; (4) warna gambar putih melambangkan
ikhlas dan istiqamah, dan (5) warna dasar hijau melambangkan keselamatan
di dunia dan akhirat. Sisi kesejarahannya, NW telah melaksanakan
perjuangan dalam lingkup yang sangat luas. Untuk mendukung segala
perjuangan pendidikan, dakwah dan sosial yang dijalankan, NW membentuk
banyak badan-badan otonom sebagai bagian dari sayap perjuangannya.
Badan-badan otonom NW, yaitu Muslimat NW, Pemuda NW; Ikatan Pelajar
NW; Himmah NW; Persatuan Guru NW; Jam’iyatul Qura’ wal Huffaz NW;
Ikatan Sarjana NW; Ikatan Putri NW, dan Badan Pengkajian, Penerangan dan
Pengembangan Masyarakat (BP3M) NW.
Melalui organisasi NW, perjuangan dakwah dan pendidikan dilaksanakan
oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terus membara. Perkembangan dakwah
pendidikan yang dijalaninya membuktikan, bahwa saran dan harapan sang
guru terbukti benar. Sehingga ia tetap mengingat pesan dan saran sang guru.
Sampai tahun 1953, Madrasah NWDI telah memiliki 66 cabang yang tersebar
di Lombok Timur, Lombok Tengah dan Lombok Barat. 66 Madrasah tersebut
yaitu:
111
No. Kabupaten Madrasah
1 Lombok 1. Madrasah NWDI dan NBDI di Pancor
Timur 2. Madrasah Sa’adah I di Kelayu
3. Madrasah Sa’adah II di Kelayu
4. Madrasah Nurul Wathan I di Selong
5. Madrasah Nurul Wathan II di Selong
6. Madrasah Shirotol Mustaqim di Rempung
7. Madrasah Sullamul Banat di Sakra
8. Madrasah Nahdhatus Shibyan di Lepak
9. Madrasah Sulllamussalam di Kotaraja
10. Madrasah Darusshibyan di Aikmell
11. Madrasah Nurul Iman di Mamben
12. Madrasah Tarbiyatul Islam di Wanasaba
13. Madrasah Hujjatul Wathan Lendang Nangka
14. Madrasah Is’aful Wathan di Perian
15. Madrasah Sullamuddiyanah di Lepak
16. Madrasah Sa’adatuddarain di Kalijaga
17. Madrasah Sullamuddiyanah di Rarang
18. Madrasah Ittihadul Islam di Korleko
19. Madrasah Far’iyah di Pringgasela
20. Madrasah Diniyah Islamiyah di Sukarteja
21. Madrasah al-Banat di Wanasaba
22. Madrasah Raudhatul Anfal di Pringgajurang
23. Madrasah Sa’adatul Islam di Tembeng Putek
24. Madrasah Raudhatul Awwam di Jerowaru
25. Madrasah Unwanul Fallah di Paok Lombok
26. Madrasah Diniyah Islamiyah di Jorong
Pancor
27. Madrasah Hidayatul Islam di Masbagik
28. Madrasah Diniyah Islamiyah I di Bermi
Pancor
29. Madrasah Diniyah Lauk Masjid di Pancor
30. Madrasah Raudhatul Iman di Apitaik
31. Madrasah Hidayatul Ikhwan di Bungtiang
32. Madrasah Is’aful Banat di Perian
33. Madrasah Diniyah Islamiyah di Bagiklonggek
34. Madrasah Diniyah Islamiyah di
Pringgajurang
2 Lombok 1. Madrasah Nurul Yaqin di Praya
Tengah 2. Madrasah Nahdhatuttullab di Kopang
3. Madrasah Nahdhatussyariah di Serengat
4. Madrasah Nurul Huda di Batu Nyale
5. Madrasah Najahuta’lim di Pengadang
6. Madrasah Sa’adatul Banat di Praya
7. Madrasah Nahdhatushibyan di Darmaji
8. Madrasah Hidayatul Wathan di Kopang
9. Madrasah Sullamussa’adatain di Kopang
10. Madrasah Nasy’riah di Sekunyit
11. Madrasah al Hidayah di Sengkrit
112
12. Madrasah Falahuddin di Lendang Batah
13. Madrasah al-Khairiyah di Mujur
14. Madrasah Hidayatul Wathan di Janapria
15. Madrasah al-Busyro di Mantang
16. Madrasah Nurul Islam di Kopang
17. Madrasah Tanbihul Muslimat di Praya
18. Madrasah Sa’adah di Tongge
3 Lombok Barat 1. Madrasah Nahdhatul Awlad di Kapek
2. Madrasah Nurul Huda di Narmda
3. Madrasah Raudhatul Anfal di Dasan Tapen
4. Madrasah Raudhatul Anfal di Tanak Beak
5. Madrasah Nahdhatus Shibyan di Belencong
6. Madrasah Haqqul Yaqin di Sayang-Sayang
7. Madrasah Raudhatul Muslimat di Kayangan
8. Madrasah Nurul Hidayah di Bangket Bawak
9. Madrasah Nurul Huda di Gondang
10. Madrasah Nahdhatul Mujahidin di Jempong
(Sumber: Noor, et al, 2014: 187-188, lihat juga TP2GD, 2017).
113
Sejak madrasah NWDI dan NBDI didirikan dan menjalankan kiprahnya dalam
dunia pendidikan, sistem pendidikan Islam di Lombok mengalami perubahan.
Penggunaan sistem madrasah hingga saat ini, keberadaan lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Lombok menganut sistem madrasah. Penyelenggaraan
jenjang pendidikan formal dengan sistem madrasah, bahkan saat ini, tidak
ditemukan pondok pesantren di Lombok yang tidak menggunakan sistem
madrasah dalam pendidikannya. Jejak-jejak pendidikan yang diselenggarakan
Madrasah NWDI dan NBDI sangat terasa di Lombok, hal ini dapat dilihat dari
keberadaan ribuan madrasah NWDI berbagai jenjang yang tersebar dan
mendominasi sistem pendidikan Islam di Lombok, serta masih eksis. Hal
demikian menjadi pembeda pendidikan Islam di Lombok dengan pendidikan
Islam di daerah lain. Seperti di Jawa, di mana sistem pendidikan Islam identik
dengan keberadaan pondok pesantren yang pada awal keberadaannya tidak
menganut sistem madrasah.
Kesimpulan
Setelah Anda memahami lebih dalam mengenai perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW, silahkan Anda
membuat suatu simpulan, kemudian simpulan tersebut untuk menjawab beberapa
pertanyaan reflektif berikut ini:
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………………
Dari seluruh proses belajar sebelumnya, dari simpulan yang telah Anda lakukan
jawablah beberapa pertanyaan berikut:
1. Apa yang Anda pahami setelah mempelajari biografi perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW? Apa
pentingnya hal ini bagi proses pengajaran yang Anda jalani?
2. Apa yang Anda pahami terkait konsep utama teori struktural fungsional, yaitu
sebagai alat sosialiasasi dan ………………., dan bagaimana hubungan konsep
tersebut dengan sistem pendidikan yang diterapkan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid selanjutnya berkontribusi dalam pembelajaran dan pengajaran?
3. Bagaimana menurut Anda penerapan konsep pembelajaran di Madrasah NWDI,
NBDI, dan NW tersebut dalam pendidikan di Indonesia? Silahkan berdiskusi
dengan mencari referensi yang ada dalam konteks pengajaran serta
pembelajaran di Indonesia.
4. Apa saja yang dapat Anda terapkan nantinya sebagai guru terkait dengan
pemahaman Anda?
5. Bagaimana Anda memandang kesiapan Anda sebagai guru dengan memahami
konsep tersebut?
114
6. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut?
D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari biografi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan perjuangannya
dalam membangun Madrasah NWDI, NBDI, dan NW sebagai perintis pembaruan
dan pendidikan modern di NTB yang mempengaruhi proses pendidikan dan
merefleksikan dalam pembelajaran, silakan bekerja dalam kelompok yang terdiri
dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan tugas berikut.
115
Pertemuan 4
E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.
A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. kurang jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
memberikan Visualisasi mendeskripsikan
insight atau menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
pembelajaran kreatif. kurang kreatif
terkait topik Visualisasi cukup dan menarik.
bahasan. menarik dan
kreatif
Visualisasi sangat
menarik dan
kreatif
F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, dipandu oleh dosen silahkan buat suatu kesimpulan
berikut:
116
1. Apa pembelajaran terpenting yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan ini?
2. Apa pandangan Anda sebagai calon guru tentang biografi perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan pembelajaran di Madrasah NWDI, NBDI, dan NW?
Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan ini
dalam profesi Anda sebagai guru?
3. Tantangan apa yang Anda bayangkan akan dihadapi dalam hal menggunakan
perspektif ini dalam mengajar? Bagaimana Anda akan mengatasinya?
4. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan ini?
H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda dengan caranya
masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual, ataupun narasi saja, atau model
kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan yang dapat membantu Anda
menuliskan blog.
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami
tentang topik ini? Apa hal baru yang Anda
pahami atau yang berubah dari pemahaman di
awal sebelum pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar
materi baik di dalam mata kuliah yang sama
maupun dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
117
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat
ini, dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam
blog dengan alur blog dengan alur blog dengan blog dengan
yang jelas dan yang jelas dan cukup mudah kurang jelas dan
mudah dipahami, mudah dipahami. dipahami. sulit dipahami.
serta kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara mendalam, secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan namun kurang pandangan
dan mengaitkan secara tajam tajam dalam tentang topik
secara tajam pandangan mengaitkan bahasan, dan tidak
pandangan mengenai topik pandangan mengaitkan
mengenai topik bahasan, baik dari mengenai topik pandangan
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan. mengenai topik
dirinya dan kelompoknya. bahasan.
kelompoknya, Mahasiswa Mahasiswa
serta kaitannya menyimpulkan menyimpulkan Mahasiswa tidak
dengan materi pemahaman secara sederhana atau kurang jelas
dari MK lain. mengenai topik pemahamannya dalam
bahasan secara mengenai topik menyimpulkan
Mahasiswa jelas. bahasan. pemahamannya
menyimpulkan mengenai topik
pemahaman Mahasiswa Mahasiswa secara bahasan.
mengenai mengaitkan singkat
topik bahasan pembelajaran dari mengaitkan Mahasiswa tidak
secara tajam. modul ini dengan pembelajaran dari mengaitkan
kesiapannya modul ini dengan pembelajaran dari
Mahasiswa mengajar sebagai kesiapannya modul ini dengan
mengaitkan guru. mengajar sebagai kesiapannya
pembelajaran dari guru. mengajar sebagai
modul ini dengan guru.
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.
118
Catatan untuk Dosen Pengampu
▪ Modul ini disusun untuk menggali pengalaman dan wawasan para calon guru
terkait proses mendidik yang sesuai.
▪ Modul ini dapat dimodifikasi oleh dosen pengampu.
▪ Dosen pengampu dapat menambah materi terkait topik bahasan.
▪ Selain penilaian tugas kelompok (LK) dan blog, dosen pengampu juga perlu
menilai partisipasi dan sikap mahasiswa dalam proses pembelajaran. Rubrik
penilaian partisipasi dan sikap ini bisa digunakan, namun dipersilakan untuk
dimodifikasi, atau mengembangkan sendiri. Kolom A adalah kondisi ideal yang
diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa tidak
memberikan memberikan terlihat terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa Mahasiswa tidak
pemahaman klarifikasi. kurang menunjukkan
seluruh mahasiswa. menunjukkan perilaku
Mahasiswa cukup perilaku memfasilitasi
Mahasiswa menunjukkan memfasilitasi rekan
menunjukkan perilaku rekan mahasiswanya
perilaku memfasilitasi mahasiswanya dalam proses
memfasilitasi rekan rekan dalam proses pembelajaran
mahasiswanya mahasiswanya pembelajaran baik, di kelompok
dalam proses dalam proses baik, di kelompok maupun di kelas
pembelajaran baik, pembelajaran maupun di kelas secara
di kelompok baik, di kelompok secara keseluruhan.
maupun di kelas maupun di kelas keseluruhan.
secara keseluruhan. secara Mahasiswa tidak
keseluruhan. Mahasiswa mengumpulkan
Mahasiswa mengumpulkan tugas.
mengumpulkan Mahasiswa tugas melebihi
tugas sebelum mengumpulkan dengan tenggat
tenggat waktu yang tugas sesuai waktu yang
ditentukan. dengan tenggat ditentukan.
waktu yang
ditentukan.
119
Topik 3
NW: Gerakan Dakwah, Pendidikan, dan Sosial,
serta Semboyan Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
A. Pengantar
Durasi : 2 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. Memahami gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial NW;
2. Memahami semboyan perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid;
3. Memahami pentingnya gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial NW, serta semboyan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dalam pembelajaran.
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan NW sebagai serakan
dakwah, pendidikan, dan sosial.
2. Ketepatan menjelaskan semboyan perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
3. Ketepatan mengeksplorasi pentingnya NW sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid.
Kriteria penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk penilaian : Nontes (unjuk kerja dan portopolio)
Metode pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 2 X 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
• Tugas 2: Laporan analisis NW sebagai sebagai
gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid.
Materi pembelajaran : 1. NW sebagai gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial NW;
2. Refleksi atas semboyan atau jargon perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Pertemuan 5
Selamat datang di topik ketiga yaitu: “NW: Gerakan bidang dakwah, pendidikan,
dan sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.” Topik ini
penting untuk Anda memahami gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan
120
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang turut mempengaruhi pendidikan
di Lombok-Indonesia.
Kita akan mulai pembelajaran tentang: “NW: Gerakan bidang dakwah, pendidikan,
sosial, dan semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran dengan melakukan pengamatan video berikut ini.
https://www.youtube.com/nwdi.chanel
https://www.youtube.com/hamzanwadi
Lembar Kerja 9
Dari pengamatan tentang kondisi daerah tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama dan
berbeda yang Anda temui?
……….…………………….…………………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi dakwah, pendidikan, dan
sosial tersebut?
………………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang dakwah, pendidikan, sosial masa itu?
………………………………………………………………………………………………………………………
121
2. Siapkah Anda mengajar dengan memperhatikan bidang dakwah, pendidikan,
sosial, dan semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
pembelajaran? Apa alasannya?
……………………………………………………………………………………………………………………..
C. Eksplorasi Konsep
NW sebagai gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid
126
b. Gerakan Pendidikan
Pembangunan di berbagai bidang yang digalakkan bangsa Indonesia,
terutama bidang pendidikan akan berhasil dengan baik jika pemerintah
mengikutsertakan seluruh potensi yang ada dalam masyarakat, utamanya
organisasi dan badan-badan swasta terkait langsung dalam masalah pendidikan
dan pengembangan masyarakat. NW telah memberikan andil pada agama, nusa
dan bangsa dalam mengembangkan pendidikan. NW berusaha mengembangkan
diri dalam mengelola pendidikan. Pertumbuhan dan perkembangan pondok
pesantren, madrasah, dan sekolah di lingkungan NW terus mengalami
peningkatan, baik jumlah, jenis sekolah dan madrasah, jenjang pendidikannya
maupun kurikulum yang digunakan terutama yang berada di komplek NWDI dan
NBDI.
Tanggal 5 Oktober 1953 diresmikan Madrasah Muallimin 4 tahun, Muallimat
4 tahun, Pendidikan Guru Agama (PGA) Pertama, Madrasah Tsanawiyah (MTs) 4
tahun, sekolah Sekolah Rakyat Negeri (SRN) 6 tahun. Tahun 1964 didirikan
Pendidikan Guru Agama Lengkap (PGAL) dan Madrasah Menengah Atas (MMA),
kemudian tahun 1964 didirikan Akademi Paedagogik Nahdlatul Wathan.
Akademi ini hanya berjalan beberapa tahun. Tahun 1965 dibuka perguruan
tinggi Ma'had Darul Qur'an wal-Hadis (MDQH) al-Majidiyah Assyafi'iyah NW
untuk santri laki-laki dan Ma'had lil-Banat khusus untuk prempaun dibuka tahun
1974. Tahun 1977 didirikan Universitas Hamzanwadi. Hamzanwadi singkatan
dari H. Muhammad Zainuddin Abdul Majid Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah.
Universitas Hamzanwadi awalnya membuka dua fakultas, yaitu Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan. Perkembangan selanjutnya fakultas pendidikan
ini berubah menjadi Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP)
Hamzanwadi.
Begitu juga dengan halnya dengan Fakultas Tarbiyah berubah menjadi
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Hamzanwadi. Tahun 1981 dibuka Fakultas
Ilmu Syari'ah universitas Hamzanwadi selanjutnya berubah menjadi Sekolah
Tinggi Ilmu Syari'ah (STIS), dan tahun1990 dibuka Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah
(STID) Hamzanwadi. Selanjutnya tahun 1996 tiga sekolah tinggi ilmu agama
masig-masing diubah menjadi Fakultas Tarbiyah, Syari'ah dan Dakwah, dan
digabung menjadi Institut Agama Islam Hamzanwadi. Semua perguruan tinggi
tersebut berada di tempat kelahiran NWDI, NBDI, dan NW Pancor Lombok
Timur Nusa Tenggara Barat. Upaya pengembangan perguruan tinggi di
lingkungan NW tahun akademik 1987-1988 didirikan Universitas Nahdlatul
Wathan berkedudukan di Mataram. Tahap pertama dibuka empat fakultas yaitu,
Fakultas Teknologi Pertanian, Perkebunan, Ketatanegaraan dan Ketataniagaan
(FKK) dan Sastra (Arab, Indonesia, Inggris). Selanjutnya fakultas-fakultas itu
127
berubah menjadi Fakultas Pertanian, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam
(FMIPA), Fakultas Ilmu Administerasi (FIA), dan Fakultas Sastra.
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam persoalan pendidikan
sangat maju, terlebih dikaitkan dengan situasi saat pemikiran itu dimunculkan.
Banyak sekali rintangan dan cobaan yang ia dapatkan saat mulai menyampaikan
pemikirannya. Di antara pemikirannya berkaitan dengan pendidikan di Nusa
Tenggara Barat, yaitu: (a) menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Agama
Islam di NTB dengan sistem madrasi di samping memertahankan sistem
sorogan; (b) membuka lembaga pendidikan khusus bagi perempuan; (c)
membuka sekolah umum di samping madrasah di Nusa Tenggara Barat; (d)
melakukan integrasi ilmu agama dan ilmu umum; (e) menetapkan pentingnya
memilih kriteria pendidik, dan (f) menjalankan pendidikan multikulturalisme di
NTB.
1) Sistem Madrasah
Metode pendidikan yang dipraktekkan masa awal Islam datang di
Indonesia, yakni sistem sorogan dan wetonan. Kata sorogan berasal dari kata
sorog (Jawa) berarti menyodorkan. Metode sorogan tersebut berupa: santri
menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang akan
dipelajarinya. Sedangkan metode weton adalah metode kuliah/ceramah
(lectering), santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai yang
menerangkan pelajaran secara kuliah. Metode ini dikenal juga dengan istilah
halaqah. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menganggap kedua metode
pendidikan tersebut perlu dilengkapi dengan mengembangkan model
madrasi.
Selanjutnya, dalam sistem klasikal, NWDI dibagi tiga tingkat, yaitu tingkat
Ilzamiyah, Tahdliriyah, dan Ibtidaiyah. Tingkat Ilzamiyah adalah tahap
persiapan dengan lama belajar satu tahun. Murid di tingkat ini terdiri dari
anak-anak yang belum mengenal huruf Arab dan huruf latin. Tingkat
Tahdliriyah adalah lanjutan dari Tingkat Ilzamiyah. Lama belajarnya tiga
tahun. Untuk tingkat ini diterima pula lulusan SD (Volgschool). Tingkat akhir
adalah Ibtidaiyah. Lama belajar empat tahun. Murid untuk Tingkat Ibtidaiyah
selain lulusan Tahdliriyah, juga diterima tamatan SD telah memperoleh
pelajaran agama dan Bahasa Arab. Mata pelajaran hampir semuanya agama,
kecuali menulis huruf latin yang diberikan pada Tingkat Ilzamiyah dan
Tahdliriyah.
2) Pendidikan Kesetaraan
Membuka lembaga pendidikan khusus bagi perempuan juga mengalami
hambatan yang tidak kalah serunya dibanding reaksi ketika membuka
Madrasah al-Mujahidin dan Madrasah NWDI. Isu yang dihembuskan para
128
penentangnya sangat berbau diskriminatif terhadap perempuan. Banyak
orang saat itu menilai tidak wajar menyekolahkan anak perempuan karena
mendidik anak perempuan berarti mendidik wanita karier. Ia akan berani
tampil di depan khalayak dan akan bertingkah laku kurang sopan, walaupun
reaksi masyarakat itu ada, NBDI sebagai madrasah khusus perempuan tetap
berdiri tanggal 15 Rabiul Akhir 1362 H/tanggal 21 April 1943. Secara
kebetulan tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Kartini, madrasah ini
berhasil menamatkan siswinya untuk pertama kali pada tahun 1949.
3) Sekolah Umum
Upaya membuka sekolah umum di samping sekolah agama bagi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid merupakan keharusan, hal ini merupakan salah satu
strategi dakwahnya dengan mengkader santrinya memiliki kemampuan yang
mumpuni di ilmu umum. Masnun (2007) menjelaskan bahwa berdasarkan
penuturan beberapa pelaku sejarah NW, seperti TGH. Fihiruddin, TGH.
Marjan Umar, Lalu Jelenge, H. Nuruddin, saat TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
mendirikan Madrasah NWDI dan NBDI, di NTB belum ada satu pun institusi
Islam mengajarkan mata pelajaran umum seperti ilmu falak dan lain
sebagainya. Semuanya masih tradisional. Lembaga pendidikan Islam yang ada
hanya santren (Sasak), surau (Sumatera Barat), mushallah (Jawa), dan
rangkang (Aceh).
Pemikiran untuk mengembangkan kemampuan bidang ilmu umum
sebenarnya bagian dari perlunya integrasi ilmu agama dengan ilmu umum.
Pemikiran ini kemudian oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dijadikan
sebagai kebijakan dalam lembaga pendidikan yang dikelolanya, hal ini juga
termasuk satu di antara modernisasi pendidikan yang digalakkannya.
Menurut Masnun (2007) ada dua bentuk respons NW terhadap modernisasi
pendidikan, yaitu (1) merevisi kurikulumnya dengan memperbanyak mata
pelajaran umum atau keterampilan umum; (2) membuka kelembagaan
berikut fasilitas-fasilitas pendidikannya untuk kepentingan umum. Hal ini
dilatarbelakangi oleh krisis ekonomi bagi warga NW tahun 1960-an. Akhirnya
madrasah-madrasah NW banyak memberikan kursus-kursus keterampilan
dalam bidang pertanian, menjahit, perkoperasian, perbengkelan, dan
sebagainya. Tujuannya agar santri memiliki keterampilan khusus dalam
bidang tertentu. Upaya tersebut segera direspons masyarakat dengan
memasukkan putra-putranya ke Madrasah NW.
Selain itu, NW tidak cukup hanya dengan eksperimen madrasahnya, TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid terus mencoba mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan umum yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas). Kemampuan ilmu umum di madrasah/sekolah NW tidak harus
129
ditempuh di sekolah umum karena di madrasah pun diajarkan pula ilmu
umum sejak dulu meskipun dalam persentasi yang masih minim. Hal ini dapat
dilihat dari perkembangan kurikulum, sejak perubahan di tingkat tahdliriyyah
NWDI terus berlangsung, sehingga terbentuk komposisi sebagai berikut: (1)
Madrasah dan PGA mengikuti kurikulum Departemen Agama (Depag); (2)
Sekolah umum mengikuti kurikulum yang ditetapkan Dartemen Pendidikan
dan Kebudayaan (Depdikbud); (3) Madrasah Muallimin dan Muallimat
menggunakan kurikulum agama 55 % dan umum 45 %; (4) Perguruan projek
khusus NW memakai kurikulum agama 90 % dan umum 10 %, dan (5)
perguruan tinggi mengacu pada kurikulum yang ditetapkan pleh Direktorat
Pendidikan Tinggi Depdikbud dan kurikulum yang ditetapkan oleh Direktorat
Kelembagaan Agama Islam (Bagais) Depag.
Bidang kurikulum, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid beranggapan bahwa
menguasai bidang studi agama seperti tauhid, fiqh, akhlak, ushul fiqh, ilmu
mantiq, dan lain-lain baru tampil pada bidang moral, tetapi tidak profesional
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, dengan menguasai
ilmu pengetahuan agama seseorang hanya mampu berperan sebagai
pembimbing spiritual dan belum sanggup memerankan diri dalam dunia
birokrasi dan teknologi sebab tidak memiliki keterampilan dalam bidang
tertentu. Menurut TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak ada dikotomi ilmu
(ilmu umum dan ilmu agama), keduanya penting untuk meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat. Di sinilah kemudian timbul pemikirannya tentang integrasi
ilmu agama dan umum.
130
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menekankan untuk memisahkan ilmu
yang dianggap baru dan tidak mempermasalahkan ilmu yang tidak diketahui.
Fenomena ini disebabkan karena adanya kecenderungan umat Islam yang
lebih memokuskan dirinya hanya dalam ilmu-ilmu agama an sich dan
menganggap tidak penting mempelajari sains (ilmu-ilmu sekuler) berasal dari
Barat. Terkait sikap dikotomis umat Islam, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
mengkritisi tndakan umat Islam sebagai tindakan yang tidak dibenarkan
dalam Islam. Pendapat yang demikian dapat dijumpai dalam tulisannya
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam Kitab Tuhfatul Amfenaniyah (hal. 117)
sebagaimana dikutip oleh Fathurrahman:
Wahai pemuda ilmu adalah cahaya
Disinarinya orang yangmenuntut
Tuntutlah bermacam ilmu dengan tekun
Walau sampai ke negeri Cina
Sesungguhnya semua macam ilmu
Saling menguatkan satu sama lain
Jangan engkau cerai beraikan
Jika ilmu itu tidak engkau ketahui
Karena sesungguhnya hal itu tanda orang
Yang dalam agamanya telah melakukan penyimpangan
5) Kriteria Pendidik
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik
banyak dipengaruhi ajaran Kitab Ta'lim al-Muta'allim. Kitab ini mengajarkan
agar mempelajari akhlak terlebih dahulu baru mengajarkan ilmu-ilmu lain.
Secara detail ada lima pokok materi yang dibahas dalam kitab ini, yakni faktor
tujuan pendidikan, anak didik, pendidik, alat pendidikan, dan lingkungan.
Munculnya kata pendidik, tidak lepas dari kata pendidikan. Umumnya kata
pendidikan dibedakan dari kata pengajaran, sehingga muncul kata pendidik
dan pengajar.
Konteks pengutamaan akhlak, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
menceritakan bahwa Ibu Imam Malik sewaktu menyerahkan Imam Malik
berpesan kepada gurunya agar: pertama, ajarkanlah anakku akhlak terlebih
dahulu agar bisa membawa diri dan bisa memegang ilmunya setelah alim.
Kedua, hendaklah anak saya ini selalu memakai sorban. Selanjutnya, TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid mengatakan bahwa guru adalah orang yang
membuat jalan ke surga. Oleh karena itu, seorang murid yang baik adalah jika
telah mengamalkan ilmunya sehingga gurunya merasa bangga dengannya.
َ ِن يَ ْفتَخِ رُ ب
شيْخِ ُِه ُْ الَ َم َ ُن يَ ْفتَخِ ر
ُ شيْخ ُه َو ُْ لرجلُ َم
َّ َا
Artinya: “Sebenar-benar lelaki adalah orang yang gurunya bermegah
karena dirinya (santrinya) itu, bukan orang yang bermegah dengan
gurunya”.
132
Kalau umum yang memang dicari
Cukup syaratnya gurunya menegerti
Pandai mendidik, berhati-hati
Sekalipun bukan muslim sejati
6) Pendidikan Multikultural
Diakui dalam perjalanan karier TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
merintis dan menjalankan pendidikan di Pondok Pesantren NWDI, para santri
yang menimba ilmu berasal dari berbagai elemen masyarakat. Ada yang
berasal dari pulau Lombok, Sumbawa, Bali, Jawa, dan lain-lain. Mereka
berasal dari beragam latar belakang suku, golongan, status sosial. Artinya,
pendidikan yang dikembangkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bervisi
multikuturalisme.
Masa awal, santri yang paling banyak berasal dari Lombok Tengah, baru
Lombok Timur, dan terakhir Lombok Barat. Generasi berikutnya, santri
Madrasah NW banyak juga berasal dari luar Lombok, seperti Bali, Sumbawa,
133
Bima, NTT, Kalimantan, bahkan Jakarta. Ini menunjukkan bahwa terdapat
latar belakang suku, golongan, dan status sosial yang sangat beragam
melanjutkan studinya di madrasah maupun perguruan NW. Diakui Masdar
Hilmi bahwa harus jujur diakui, multikulturalisme kebangsaan Indonesia
belum sepenuhnya dipahami oleh segenap masyarakat sebagai sesuatu yang
given, takdir Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia. Setiap manusia
terlahir berbeda baik secara fisik maupun nonfisik, hal itu sepenuhnya telah
dipahami oleh masyarakat, tetapi nalar kolektif masyarakat belum bisa
menerima realitas bahwa setiap individu dan/atau kelompok individu
tertentu memiliki sistem keyakinan, budaya, adat, agama, dan tata cara ritual
yang berbeda. Nalar kolektif tentang multikulturalisme kebangsaan masih
terkooptasi oleh logosentrisme tafsir hegemonik yang syarat angka
prasangka, kecurigaan, bias, kebenciaan, dan reduksi terhadap kelompok
yang berada di luar dirinya.
Pendidikan sebagai wahana yang tepat untuk membangun kesadaran
multikulturalisme dimaksud, karena dalam tataran ideal, pendidikan
seharusnya bisa berperan sebagai juru bicara bagi terciptanya fundamental
kehidupan multikulturalisme yang bebas dari kooptasi kekuasaan negara. Hal
ini dapat berlangsung bila ada perubahan paradigma pendidikan, yakni
dimulai dari penyeragaman menuju identitas tunggal, lalu ke arah penegakan
dan penghargaan keragaman identitas dalam kerangka penciptaan
harmonisasi kehidupan. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid telah memulai
menerapkan konsep multikulturalisme itu melalui pendidikan, bahkan dalam
perjalanan sejarah pendidikan yang dikembangkan, ia sering menggunakan
prinsip akomodasi dengan menggunakan kader dari luar Desa Pancor sebagai
asistennya dalam mengelola madrasah dan organisasi NW.
c. Gerakan Sosial
NW sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, menempatkan dirinya sebagai
salah satu komponen pembangunan yang secara nyata telah berbuat banyak
bagi peningkatan kesejahteraan lahir batin masyarakat. NW di bawah pimpinan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak hanya berperan dalam bidang
pendidikan, dan dakwah, tetapi juga dalam sosial. Sebagai organisasi keagamaan,
NW berfungsi sebagai motivator dan dinamisator yang mengatur pola hubungan
antarwarga di tengah komunitas tertentu di dalam pengembangan nilai
keislaman dalam kehidupan, yaitu amal jariyah, gotong royong, keikhlasan
berjuang, pemberian santunan kepada fakir miskin, yaitu yatim piatu, anak-anak
terlantar, orang-orang jompo, penderita cacat, melaksanakan pembangunan,
pemeliharaan tempat ibadah.
134
Kegiatan nyata dilakukan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid melalui NW dalam
bidang sosial kemasyarakatan, antara lain mendirikan pantai asuhan, program
Kependudukan dan KB. Di dalam mendidirikan pantai asuhan NW bekerja sama
dengan lemabaga-lembaga lain, seperti Yayasan Dharmais Jakarta dan
Departemen Sosial, sedangkan dalam program keluarga berencana (KB) NW
bekerja sama dengan Badan Koordiansi Keluarga Berencana (BKKBN) Provinsi
Nusa Tenggara Barat. Untuk mejalankan kegiatannya dalam program KB ini, NW
mendirikan klinik yang dinamakan Klinik Keluarga Sejahtera (KKS) NW
bertujuan memberikan pelayanan kesehatan pada warga NW dan masyarakat
pada umumnya.
Melihat perkembangan yang dicapai KKS-NW cukup berhasil, maka BKKBN
Provinsi NTB melalui BKKBN Pusat meminta bantuan dana pada Donor Agency
Pathfinder Fund Boston USA sejak 1979 hingga 1983. Selama kerja sama tersebut
telah diperoleh hasil berupa penataran guru-guru di lingkungan Madrasah NW,
perolehan akseptor baru yang aktif, kunjungan klinik, penerangan motivasi,
latihan tenaga home visitor, dan supervisor, memasukkan materi kependudukan
dan KB dalam bentuk implementasi di sekolah lingkungan NW diintegrasikan
dengan mata pelajaran yang terkait, penyelenggaraan seminar pembentukan
kelompok-kelompok pertemuan dengan memberikan informasi tentang masalah
kependudukan dan KB, makanan bergizi, keterampilan, kesehatan lingkungan
dan pemeliharaan anak.
Erat kaitannya dengan program kependudukan dan KB ini, NW melalui
BP3M-NW, telah ditunjuk oleh pemerintah c.q. Departemen Agama untuk
melaksanakan salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan, yaitu
Program Kelangsungan Hidup Anak yang merupakan kerja sama anatara
pemerintah Indonesia dan UNICEF, yaitu badan kesehatan dunia (PBB) untuk
anak-anak. NW juga ikut aktif dalam pelestarian lingkungan hidup, hal ini
ditandai dengan penandatanganan bekerja sama dengan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Menteri Pemuda dan Olahraga
(Menpora) di Pondok Pesantren Darunnahdlatain Pancor tanggal 24 Agustus
1992. Kerjasama ini diwujudkan dalam bentuk program penghijauan, program
kali bersih, dan lain-lain. Di samping itu, NW juga aktif dalam bidang pertanian,
transmigrasi, koperasi dan berbagai kegiatan sosial lainnya. Bidang pertanian
dan transmigrasi, NW aktif memberi penerangan, dan motivasi pada warga
untuk menyukseskan program tersebut, bahkan pengembangan organisasi NW
di luar NTB dimotori warga NW, di samping dai-dai secara terprogram
disebarkan ke seantero Nusantara.
135
d. Karakter dan Identitas Warga NW dalam Aspek Fiqih
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid memiliki corak pemikiran keagamaan yang
tegas dan menjadi acuan pandangan keagamaan masyarakat. Pemikiran
keislamannya terbentuk saat menuntut ilmu di Makkah. Meskipun TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid banyak mengetahui pandangan keagamaan kaum
Wahabi, hal tersebut tidak menarik baginya, sebaliknya corak keagamaan
ahlussunnahlah dipandang paling relevan, karena semua guru-gurunya adalah
pengikut setia paham Sunni yang turut mempengaruhi corak dan model paham
keagamaannya. Fattah, et al., (2017) mencatat dari 28 guru TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid berasal dari Arab dan 3 dari Palembang, mereka kesemuanya
adalah penganut Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Label Ahlussunnah Wal Jamaah ini dituangkan dalam anggaran dasar
organisasi NW menyatakan bahwa NW berasaskan Islam Ahlussunnah Wal
Jama’ah ‘ala Madzhabil Imam as-Syafi’i. Label ini NW memiliki identitas yang
sangat jelas, yang membuat nyaman bagi para pengikutnya. Menurut Harun
Nasution dikutip oleh Aziz (2011: 33) menyebutkan satu hal menarik adalah
penggabungan Ahlussunnah dengan Syafi’iyah. Jikalau ditelaah lebih lanjut,
sebenarnya kedua term ini berbeda lingkupnya. Ahlussunnah merupakan aliran
teologi yang muncul pada abad ke-3 dipelopori oleh Imam Abu Hasan al-Asy’ari
(260H/873M-324H/934M), sebagai respons atas aliran teologi sebelumnya.
Term Ahlussunnah wal Jama’ah timbul sebagai reaksi terhadap paham-paham
golongan Mu’tazilah menghebohkan waktu itu, disinyalir pemikirannya kurang
setia berpegang pada sunnah Nabi, karena terlalu rasional sehingga diikuti oleh
kelompok elit minoritas. Jadi disebut golongan Ahlussunnah wal Jama’ah ‘ala
karena merupakan paham yang dipegangi mayoritas ummat, sedangkan
Syafi’iyah merupakan aliran dalam bidang fiqih dimotori oleh Imam Syafi’i (204
H/819 M), satu abad sebelumnya Imam al-Asy’ari merumuskan pandangan
teologinya. Syafi’i merupakan satu dari empat serangkai imam madzhab yang
dijunjung tinggi di dunia Islam. Ketiga lainnya ialah Hanafi (150 H/676 M),
Maliki (179 H/795 M), dan Hambali (241 H/855 M).
136
hati, jiwa, raga, dan berbagai cobaan. Semua itu dilewatinya dengan ikhlas.
Perjalanan al-Magfurullah ini banyak mengambil ibrah dari perjalanan
rasulullah seperti tertuang pada surat kemenangan (al-Fath). Kisah ayat itu
terdapat 1400 sahabat yang ingin datang ke Makkah dengn niat menunaikan
haji. Setelah sampai di Hudaibiyah, rombongan Nabi distop rombongan Quraisy
agar jangan datang ke Makkah, karena niat sudah kokoh, nabi kemudian tetap
maju dan mengikat para sahabat dengan bai'at ar-ridwan'. Namun, karena ada
perjanjian Hudaibiyah (sulh Hudaibiyah), akhirnya nabi dan para sahabat
kembali ke Madinah. Dua Tahun kemudian nabi kembali datang ke Makkah
sebanyak 10 ribu orang yang dikenal dengan 'fath Makkah'.
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dilihat dari sisi usia memang tergolong panjang
dibanding umat Nabi Muhammad biasanya sekitar 60 tahun. Usianya sampai
meninggal 91 tahun menurut hitungan masehi dan 102 tahun menurut hitungan
tahun hijriyah. Lama pengabdiannya 63 tahun dihitung sejak mendirikan Pondok
Pesantren al-Mujahidin tahun 1934 M sampai wafatnya tahun 1997 M. Di samping
semangat yang kuat menjadi spirit TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, prinsip
perjuangannya adalah: (1) Li i’la’i kalimatillah wa ‘izzi al-Islam wa al-Muslimin”,
artinya: ”Untuk meninggikan titah Allah swt., dan memuliakan agama Islam dan
umatnya”; (2) Pokoknya NW, Pokok NW Iman dan Taqwa; (3) Inna akromakum
‘indiy anfaukum li nahdlati al-wathan wa inna syarrokum ‘indiy adlarrukum bi
nahdlati al-wathan”, artinya: ”Semulia-muliamu di hadapanku adalah yang paling
banyak memberikan manfaat bagi NW, dan sejahat-jahatmu adalah yang paling
banyak mendatangkan mudlarat bagi NW”, dan (4) yakin, ikhlas, dan istiqomah
(Muslim, et al, 2009).
Prinsip atau semboyan tersebut banyak mengistilahkannya dengan jargon NW,
karena seringnya diucapkan pada setiap pengajian atau pertemuan formal dan
nonformal NW. Jargon pertama merupakan tujuan utama NW, jargon yang kedua
merupakan semboyan NW, sedangkan jargon yang ketiga adalah fatwa seorang
guru (TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid) pada para santrinya untuk mengingat
betapa pentingnya melanjutkan perjuangan menegakkan agama Islam di bumi
persada ini.
Jargon atau semboyan tersebut dalam penjelasan Muslim, et al., (2009) sebagai
berikut:
a) Semboyan ke-1: ن لإكلمةإهللاإوعزاالءسالمإوالمسلمي إ
لإع إ
إ
Organisasi NW adalah organisasi keagamaan yang bergerak dalam bidang
pendidikan, sosial, dan dakwah Islamiyah. Didirikan oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid tanggal 15 Jumadil Akhir 1372, bertepatan dengan tanggal 1 Maret
1953, merupakan perpanjangan tangan dari dua madrasah yang telah didirikan
jauh sebelum masa kemerdekaan, yaitu Madrasah NWDI untuk laki-laki, dan
Madrasah NBDI untuk kaum perempuan. Madrasah NWDI didirikan tanggal 15
Jumadil Akhir 1356. bertepatan dengan tanggal 22 Agustus 1936, sedangkan
137
Madrasah NBDI didirikan tanggal 15 Jumadil Akhir 1362., bertepatan dengan
tanggal 21 April 1943. Urgensi didirikannya kedua madrasah tersebut adalah
dalam rangka meninggikan titah Allah dan memuliakan agama Islam dan
umatnya, sebagaimana makna semboyan di atas.
Realisasi misi dakwah NW tersebut pada semboyan, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid selalu berdakwah dengan memegang prinsip “Filsafat Matahari”,
yang tak pernah mengenal istirahat. Media dakwah TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid dilakukan dengan dua macam, yaitu: (1) dakwah yang langsung dipimpin
sendiri dikenal dengan istilah Majelis Dakwah Hamzanwadi, dan (2) dakwah
yang dipimpin oleh murid-muridnya, yakni para tuan-guru yang yang tersebar di
seluruh pelosok Lombok dikenal Majelis Ta'lim Hamzanwadi. Kegigihannya
berdakwah tersebut, maka Dia terkenal dengan gelar Abu al-Madaris wa al-
Masajid. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikenal sebagai bapak perintis
madrasah dengan sistem klasikal di Lombok, saat itu masih dianggap suatu yang
haram (bid’ah sayyi’ah). Upaya melanjutkan girah perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, ia berpesan dalam Wasiat Renungan Masa: ”Kalau nanda
memang setia; Pasti Selalu siap sedia; Membantu ayahda membela agama; Di
“Bulan Bintang bersinar lima”.
139
Berkaitan dengan ciri-ciri orang ikhlas, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
menjelaskan dalam syairnya:
Manusia ikhlas ada tandanya
Tetap berjuang dengan setia
Dimana saja mereka berada
Tidak tergantung menjadi pemuka
Contohnya Khalid dipecat Umar
Di Perang Yarmuk sedang berkobar
Jiwa beliau bertambah besar
Bertambah ikhlas berjuang besar
140
Masnun (2007) menyebutkan konsentrasi dakwah TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid pertama-tama di Pancor dan sekitarnya. Berikutnya berkembang
ke wilayah Praya dan Mataram, lalu ke wilayah kecamatan bahkan desa
hingga pelosok-pelosok Lombok. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak
hanya menghadiri undangan ceramah yang padat dari hari ke hari, namun ia
juga mendirikan atau meresmikan majelis ta’lim di setiap masjid yang
dikunjunginya. Tahun pertamanya tercatat sebanyak 58 majelis ta’lim yang
didirikan, dan jumlah itu meningkat hampir dua kali pada dua tahun
kemudian. Semua majelis tersebut dibina oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, sehingga dalam sehari bisa menghadiri undangan 3 hingga 5 kali untuk
berbagai hajat jamaah. Hal semacam ini terus berlanjut sehingga menjadi
bagian penting sisi kehidupan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
b) Gerakan Pendidikan
Pendidikan memiliki arti daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi
pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak, supaya
dapat memajukan kesempurnaan hidup, selaras dengan dunianya. Pendidikan
yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak. Artinya pendidikan menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya (Dewantara, 1977). Asas pendidikan adalah pengalihan
kebudayaan (cultural transmission) dari satu generasi ke generasi berikutnya
dan pembangunan manusia (human development) (Barnadib, 2002). Berkaitan
dengan penjelasan tersebut, gerakan pendidikan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, dilakukan melalui:
1) Sistem Pendidikan dan Pengajaran
Sistem ini merupakan perpaduan antara sistem pondok pesantren dengan
sistem yang berlaku pada sekolah modern. Proses perpaduan tersebut
berlangsung secara berangsur-angsur mulai dari mengikuti sistem klasikal.
Sistem pengajian kitab, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu,
walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Kenaikan tingkat
ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran tertentu.
Perkembangannya, kurikulum pada madrasah dari waktu ke waktu
senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan
kemajuan zaman. Semua ini dilakukan adalah dengan tujuan peningkatan
kualitas madrasah, agar keberadaanya tidak diragukan dan sejajar dengan
sekolah-sekolah lainnya.
Upaya tersebut mulai terealisasi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan
Bersma (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama, dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1975, tentang peningkatan
mutu pendidikan pada madrasah. Hal tersebut menurut Nahdi, et al., (2018:
108) TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sudah memikirkan dan melakukannya
sejak tahun 1943. Berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut, dimaksud dengan
madrasah ialah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran dasar,
yang diberikan sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajran umum.
Madrasah dalam hal ini memiliki 3 jenjang/tingkatan, yaitu ibtidaiyah,
tsanawiyah dan aliyah yang masing-masing sejajar dengan SD, SMP dan SMA.
142
2) Pendidikan Kesetaraan bagi Perempuan
Aziz (2011: 57) menyampaikan pendirian NBDI adalah bukti kepedulian
dan kesadaran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid terhadap kondisi sosial
perempuan masa itu amat tersubordinasi oleh hegemoni kaum laki-laki,
padahal keberadaan perempuan memiliki peranan amat penting dan memang
tidak kalah penting dengan laki-laki dalam kehidupan masyarakat. Aziz
melanjutkan, tahun ajaran 1955 pernah dibuka Madrasah Mubaligh, namun
hanya berjalan 2 tahun. Tahun 1957 Muallimin dan Muallimat (4 tahun)
dijelmakan menjadi NWDI dan NBDI lanjutan (6 tahun). Tahun 1959
diresmikan berdirinya MMA sebagai lanjutan dari tsanawiyah dan Muallimin
(4 tahun), selanjutnya NWDI dan NBDI lanjutan (6 tahun). Tahun 1964 PAP
diganti menjadi PGAL dan tsnawiyah (4 tahun) diubah menjadi tsanawiyah (6
tahun). Tahun 1965 didirikan MDQH al-Majidiyah As-Syafi’iyah, sedang untuk
putri disebut Ma’had Lil Banat dimulai tahun 1974.
3) Sekolah umum
Upaya membuka sekolah umum di samping sekolah agama, bagi TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid merupakan keharusan. Hal ini juga merupakan salah
satu strategi dakwahnya dengan mengkader santrinya memiliki kemampuan
yang mumpuni di ilmu umum (Muslim, 2014: 79). Masnun seperti dikutip
oleh Muslim (2014:75) menyebutkan bahwa dalam bidang kurikulum, TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid beranggapan bahwa menguasai bidang studi agama
seperti tauhid, fiqh, akhlak, ushul fiqh, ilmu mantiq, dan sebagainya baru
tampil pada bidang moral, tetapi tidak professional dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Artinya, dengan menguasai ilmu pengetahuan
agama seseorang hanya mampu berperan sebagai pembimbing spiritual dan
belum sanggup memerankan diri dalam dunia birokrasi dan teknologi sebab
tidak memiliki keterampilan dalam bidang tertentu, oleh karena itu menurut
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak ada dikotomi ilmu (ilmu umum dan
ilmu agama), keduanya penting untuk meraih kebahaiaan dunia dan akhirat.
5) Pendidikan Multikultural
Mencermati gerakan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang
pendidikan, pada dasarnya telah menerapkan konsep multikulturalisme
melalui pendidikan, bahkan dalam perjalanan sejarah pendidikan yang
dikembangkan, ia sering menggunakan prinsip-prinsip akomodasi dengan
menggunakan kader dari luar Pancor sebagai pembantunya dalam mengelola
madrasah dan organisasi NW (Muslim, 2014: 89). Pendidikan multikultural
dikembangkan ini tidak lepas dari misinya menyebarkan ajaran Islam yang
dipahaminya secara inklusif lewat organisasi NW yang didirikan.
Pemahaman multikutural ini terus dikembangkan dan disebarkan pada
umat lewat pengajian dan pendidikan. Upaya menyebarkan panji-panji NW
merupakan visi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid untuk disebarkan bukan
hanya di Lombok atau Indonesia bahkan sampai ke seluruh penjuru dunia
sebagaimana dapat dijumpai dari beberapa karyanya, di antaranya dalam
Hizib NW: “Wansyur liwaanahdlatil Wathan fi al-a’lamin” (sebarkanlah panji-
panji/bendera Nahdlatul Wathan di segala penjuru dunia), “wansyur wahfazh
wa ayyid nahdlatul wathan” (sebarkan, jagalah, dan perkuat perjuangan NW).
6) Kriteria Pendidik
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tentang kriteria pendidik
banyak dipengaruhi oleh Kitab Ta’lim al-Muta’allim yang dikarang oleh Imam
Az-Zarnuji. Catatan Muslim (2014: 85-86) setidaknya ada 6 sifat yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik menurut Syeikh Az-Zarnuji, yaitu berilmu yang
luas, wara; berwibawa, santun, dan pnyabar. Semua syarat di atas
dititikberatkan pada segi moral dan kepribadian. Bagi seorang guru masih
144
diperlukan sifat-sifat lainnya seperti punya perhatian pada anak didik dan
pendidikan, kecakapan mengransang anak untuk belajar berpikir.
c) Gerakan Sosial
NW sebagai organisasi sosial keagamaan berdiri tahun 1953, mengarahkan
kegiatan pemurnian praktek keagamaan masyarakat Sasak, terutama terhadap
penganut Islam Wetu Telu. Gerakan itu dilakukan melalui pendidikan keagamaan
pada cabang Madrasah NW, gerakan sosial dan dakwah Islamiyah. Perubahan
sosial keagamaan masyarakat Wetu telu ke Islam Waktu Lima terjadi di
Narmada, merupakan suatu realitas sosial yang riil. Terjadinya tindakan
perubahan keagamaan tersebut, tidak dapat dipisahkan dari peran strategis
organisasi sosial NW. NW berupaya semaksimal mungkin untuk terus
mendorong masyarakat, terutama orang-orang Wetu Telu, untuk mengamalkan
ajaran Islam yang sebenarnya dan yang sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan
hadist. Keberhasilan NW dalam mendorong terjadinya perubahan keagamaan
orang-orang Wetu Telu di wilayah Narmada tidak dapat dilepaskan dari kuatnya
modal sosial (social capital) yang dimiliki NW, yaitu pertama, norma dasar
warga NW; kedua, adanya hubungan sosial dan kerjasama; ketiga, kuatnya rasa
kebersamaan di antara waga NW (Baharuddin, 2007: 129).
d) Semboyan Perjuangan
Implikasi semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddn Abdul Majid tentunya
berkaitan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya seperti yakin, ikhlas,
istiqomah. Yakin sebagai cara pandang, berperilaku, dan berbuat tidak ragu pada
sesuatu yang telah menjadi ketetapan Allah; melakukan suatu pekerjaan tanpa
mengharap imbalan dari sesama (manusia); semata-mata mengharap ridha
Allah; patuh atau taat melaksanakan ajaran agama (islam); dan toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain; serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Ikhlas merupakan cara berpikir, perilaku, dan berbuat rela terhadap sesuatu
yang dianggap paling baik dengan harapan mendapatkan ridha Allah Swt. Ikhlas
sebagai dalam perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid ditunjukkan dengan
berjuang mengatasi segala keadaan, meninggalkan keluarga, meninggalkan
kampung halaman dan pekerjaan namun tetap berserah diri pada Allah.
Keikhlasan ini sebagai ekspresi atas kebesaran dan kekuasaan Allah dengan cara
melaksanakan syariat Islam secara sungguh-sungguh; mempraktikkan ajaran
Islam dalam semua aspek kehidupan; berjuang melawan kolonialisme-
imperialisme; dan mengingat nama Allah dalam setiap nafas perjuangan.
Istiqomah dapat dimaknai sebagai perilaku dan perbuatan sabar, tabah, dan
tegar menghadapi segala sesuatu yang dihadapi. Istiqomah sebagai perilaku dan
perbuatan tidak mengeluh saat mengalami kesulitan atau musibah; menahan
145
diri dari amarah (emosi); ikhlas dalam berjuang; bijaksana menghadapi setiap
permasalahan yang dihadapi.
Kesimpulan
NW didirikan semata-mata dalam rangka dakwah (li i’lâ’i kalimat al-Islâm wa al-
muslimîn). Suatu misi dakwah tidak akan sukses kecuali dengan metode-metode
tertentu (bi al-hikmāh). Tidak ada suatu pola atau metode yang paling baik kecuali
metode yang telah dilakoni oleh aktornya dalam dunia dakwah realitas secara baik
dan efektif. Sebaik-baiknya metode dakwah yang telah teruji tersebut, akan menjadi
romantisme sejarah belaka kalau tidak diwarisi oleh generasi berikutnya.
Lembar Kerja 10
Apa pandangan yang Anda miliki saat ini tentang gerakan dakwah, pendidikan, dan
sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
mengembangkan pendidikan di Indonesia?
1. Saya merasa ……………... apabila ditugaskan mengajar dengan memahami gerakan
dakwah, pendidikan, dan sosial, serta semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam pembelajaran pada peserta didik.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. Pandangan saya tentang gerakan dakwah, pendidikan, dan sosial, serta
semboyan perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran
di Indonesia yaitu ………………………………………………………………………………………
b. Pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ……….
c. Pandangan saya lainnya yang ……………………………………………………………………
146
d. Keyakinan saya bahwa ……………………………………………………………………………..
e. Pengalaman dan memori saya bahwa ……………………………………………………….
D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari tentang gerakan dakwah, pendidikan, sosial, dan semboyan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran mempengaruhi
proses pendidikan dan merefleksikan dalam pembelajaran, silakan bekerja dalam
kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan
tugas berikut.
Pertemuan 6
E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda. Silakan memperhatikan presentasi
dari kelompok lainnya, dan berikan apresiasi dengan saling memberikan penilaian.
147
Penilaian Tugas Kelompok:
▪ Tugas kelompok ini akan dinilai, baik oleh dosen maupun oleh kelompok
lainnya.
▪ Tiap kelompok menilai presentasi dari kelompok lainnya, dengan panduan yang
disediakan. Tuliskan penilaian kepada kelompok lain dengan menyebutkan hasil
penilaian (A/B/C/D) beserta komentar tentang apa yang paling membuka mata
dari presentasi tersebut.
▪ Panduan penilaian dapat dilihat dalam rubrik berikut. Kolom A adalah hasil ideal
yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. kurang jelas.
dipahami. Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
Visualisasi
memberikan insight mendeskripsikan
menarik dan Visualisasi
atau pembelajaran keterkaitannya.
kreatif. kurang kreatif
terkait topik
bahasan. Visualisasi cukup dan menarik.
menarik dan
Visualisasi sangat kreatif
menarik dan kreatif
F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:
Lembar Kerja 12
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut
Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya
H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.
149
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam blog refleksi dalam blog
blog dengan alur blog dengan alur dengan cukup dengan kurang
yang jelas dan yang jelas dan mudah dipahami. jelas dan sulit
mudah dipahami, mudah dipahami. dipahami.
serta kreatif. Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan secara mendalam, menguraikan
menguraikan secara mendalam namun kurang secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan tajam dalam pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam mengaitkan topik bahasan, dan
secara tajam pandangan pandangan tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik mengenai topik pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari bahasan. mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan.
dirinya dan kelompoknya. Mahasiswa
kelompoknya, menyimpulkan Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa secara sederhana atau kurang jelas
dengan materi menyimpulkan pemahamannya dalam
dari MK lain. pemahaman mengenai topik menyimpulka
mengenai topik bahasan. pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara mengenai topik
menyimpulkan jelas. Mahasiswa secara bahasan.
pemahaman singkat
mengenai Mahasiswa mengaitkan Mahasiswa tidak
topik bahasan mengaitkan pembelajaran dari mengaitkan
secara tajam. pembelajaran dari modul ini dengan pembelajaran dari
modul ini dengan kesiapannya modul ini dengan
Mahasiswa kesiapannya mengajar sebagai kesiapannya
mengaitkan mengajar sebagai guru. mengajar sebagai
pembelajaran dari guru. guru.
modul ini dengan
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.
151
Topik 4
Pemikiran Kebangsaan dan Nilai-Nilai Perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
A. Pengantar
Durasi : 3 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. menganalisis pemikiran kebangsaan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid
2. mendiskusikan nilai-nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran.
Indikator : 1. Ketepatan menganalisis pemikiran kebangsaan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
2. Ketepatan mengidentifikasi nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Kriteria penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk penilaian : Nontes (unjuk kerja dan portopolio)
Metode pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 3 X 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’);
• Tugas 2: Laporan analisis pemikiran kebangsaan
dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.
Materi pembelajaran : 1. Pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid;
2. Refleksi atas nilai-nilai perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
Pertemuan 7
Selamat datang di topik ini, yaitu pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Topik ini penting untuk mengantarkan Anda
memahami pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid.
152
Kita akan mulai pembelajaran tentang pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan mencermati deskripsi uraian
materi di bawah ini.
Lembar Kerja 10
Dari pengamatan tentang kondisi daerah tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama
dan berbeda yang Anda temui?
……….…………………….……………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi bangsa dan pendidikan
tersebut?
……………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang bangsa dan pendidikan pada masa itu?
……………………………………………………………………………………………………………………
C. Eksplorasi Konsep
Selanjutnya mari kita eksplorasi lebih lanjut terkait pentingnya mempelajari
pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
153
konteks keindonesiaan dewasa ini mengalami berbagai tantangan, seperti
yang terjadi banyaknya pengingkaran atas hak dasar berketuhanan dan
berkemanusiaan; menguatnya identitas individual dan menafikan
kebhinnekaan; kecenderungan menguasai sumber daya secara individual
dengan mengabaikan kepentingan massal, dan cenderung menggangu cita-
cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 1945.
Friedman dalam buku The World is Flat dikutip Tilaar (2005), mengatakan
abad ke-21 telah mengubah wajah dunia, bukan lagi dunia yang bulat
melainkan dunia yang rata. Pernyataan Friedmman tidak berlebihan dengan
realitas terbuka dan luasnya berbagai akses yang menjelma menjadi budaya
global. Bahasa dan modal global, secara perlahan namun pasti telah
mengaburkan identitas genuine dalam konteks Indonesia sebagai suatu
bangsa. Kondisi demikian, merefleksi, memahami, dan menransformasi
kembali nilai kebangsaan sebagai kesadaran individu dan kolektif niscaya
dilakukan sebagai upaya mengembalikan kesadaran dan tindakan kolektif
dalam memulihkan keadaan, mengisi dan melanjutkan cita-cita luhur
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu agenda strategis adalah membumikan nilai-nilai kebangsaan
dalam sejarah NW sebagai khasanah lokal bermatra nasional, yang memenuhi
kebutuhan universal masyarakat Indonesia dalam memahami konsep dan
tindakan kebangsaannya. Historical reason-nya adalah kelahiran organisasi
NW-NWDI bermula dari NWDI dan NBDI sebagai lembaga pendidikan
merupakan gerakan, berdinamika membentuk organisasi, bergumul dengan
pemikiran dan gerakan, hingga survivalitas dewasa ini tidak lepas dari entitas
berkebangsaan dengan tetap ber-Pancasila, ber-Bhinneka Tunggal Ika, ber-
NKRI, dan berdasarkan UUD 1945.
156
2) Menghimpun Sumber Daya Lokal (TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid sebagai Dewan Syuriah PUIL, Masyumi, dan Konsulat
NU)
Perjuangan Indonesia merdeka, diplomasi untuk pengakuan, dan
mengisinya dengan beragam agenda pembangunan tentunya membutuhkan
wadah untuk menghimpun sumber daya lokal yang memiliki cita-cita dan
tujuan bersama setelah Indonesia merdeka. PUIL, Masyumi, dan Konstituante
adalah wadah pergerakan mengisi kemerdekaan Indonesia untuk berbagai
agenda, seperti politik, ideologi, agama, sosial-ekonomi, dan kebudayaan,
unsur-unsurnya berasal dari tokoh-tokoh pergerakan-perjuangan daerah
(lokal). Dipahami bahwa keberadaan wadah tersebut sebagai instrumen
gerakan mengisi kemerdekkaan Indonesia.
Melalui wadah tersebut, para tokoh pejuang atau pergerakan daerah
menyampaikan aspirasinya untuk berbagai agenda mengisi kemerdekaan
Indonesia dalam satu sistem ketatanegaraan Indonesia. Melalui fakta sejarah
ini, matra kebangsaan strategis yang ditawarkan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid sebagai refresentasi NWDI, NBDI, NW dan salah seorang tokoh
perjuangan pergerakan dari daerah adalah “Persatuan Indonesia”. “Persatuan
Indonesia”, maknaya satu cita-cita, yakni mengisi Indonesia merdeka dengan
agenda-agenda kebangsaan, karena hal yang sama juga sedang digerakkan
oleh putra-putra Indonesia dari daerah lain di Indonesia.
Sebagai wadah instrumen ide dan gagasan mengisi kemerdekaan
Indonesia, agenda TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menyiratkan matra
“Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Permusyawaratan
Perwaakilan”, mengingat Indonesia adalah negara kepulauan, yang tidak
memungkinkan seluruh rakyat untuk menyampaikan ide dan gagasan
mengisi kemerdekaan hadir bersama dalam satu proses pengambilan
keputusan, karena itu dibutuhkan sistem perwakilan. Selanjutnya, perwakilan
masing-masing daerah memiliki berbagai perbedaan, tetapi perbedaan itu
diikat oleh satu agenda, yakni mengisi kemerdekaan Indonesia. Karena itu,
matra kebangsaan strategis dalam konteks sejarah ini adalah Bhinneka
Tunggal Ika dengan makna berbeda-beda, satu tujuan.
157
…berdiskusi tentang NW, tentu berdiskusi tentang TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sebagai tokoh sentral pada fase sejarah awal, perubahan, dan
pengembangannya, sesungguhnya kita sedang berdiskusi tentang
kebangsaan Indonesia.
158
Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII-XVIII”, yang generasinya
sampai pada sosok TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid di Lombok.
Piranti sejarah yang penting dipahami adalah latar belakang para ulama
Timur Tengah masa itu dan kondisi Indonesia yang menuntut para ulama
juga terjun dalam agenda kebangsaan. Inner connection tersebut
mengharuskan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mengambil peran sebagai
Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kurun waktu 1971-
1982. Saat bersamaan, ia juga sebagai Anggota Konstituante MPR RI. Jelas
tergambar bahwa ada tanggung jawab ganda yang diperankan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, sebagai ulama sekaligus umara. Tentu kedua peran
tersebut tidak semata untuk simbol sosial, namun substansi tanggung jawab
sejarah yang melingkupinya. Dipahami bahwa peran ganda sebagai ulama dan
umara TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam memperkuat pengkhidmatan
terhadap bangsa, negara, dan agama. Melalui peran ganda tersebut, TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid memainkan fungsi katalis masyarakat yang
diwakilinya dalam konteks pembangunan nasional.
Pembuktian atas peran ganda ulama dan umara oleh TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, bahwa dalam majelis-majelis taklim yang difasilitasinya, selain
menyampaikan substansi ajaran dan prakteks keislaman, ia juga
menyampaikan substansi ketatanegaraan. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
melakukan content knowledge transmission tentang relasi hirarkis beberapa
dokumen legal negara sebagai bagian tidak terpisahkan dari matra UUD 1945.
Sebagai contoh, pidato TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada satu majelis
ta’lim tahun 1970-an, intinya adalah “tanggung jawab seorang pemimpin
(pemimpin negara) dengan berbagai persyaratan, proses pemilihan, dan
aturan-aturan hukum yang harus dipatuhinya.
Kajian ini tergambar dengan jelas relasi hirarkis antara UUD 1945 sebagai
hukum dasar, Undang-Undang (UU) sebagai turunannya, dan Peraturan-
Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjukan tekninya. Sebagai ulama,
tentu kiprah TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sudah sangat jelas sebagai
transmission agent of Islamic Knowledge Content, sedangkan kiprah sebagai
umara dapat ditelusuri pada agenda-agenda pembangunan di era
pemerintahan saat TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid mengemban peran ganda
tersebut.
6) NW Menjawab Sejarah
Frasa ini penting diulang: menyejarah dipahami sebagai suatu kontinuitas
dinamik sebagai kelanjutan pemikiran, penyadaran, dan melaksanakan
agenda kebangsaan setelah Indonesia merdeka. Mengakomodasi pikiran
frasa di atas, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai peletak sejarah,
generasi berikut melanjutkan estafet sejarah. Disadari atau tidak disadari,
disengaja atau tidak disengaja pikiran dan tindakan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid sebagai peletak sejarah, dan generasi berikut sebagai pelanjut
estafet sejarah senada dengan konsep Ernest Renan (1823-1892, dalam
Prisma, 13/2/3/2013), bahwa “bangsa itu adalah suatu nyawa, suatu asas-
akal” yang terjadi dari dua hal: rakyat yang dulunya menjalani satu riwayat;
dan sekarang mempunyai kemauan hidup menjadi satu (menyatu).
Demikian juga Bung Karno menguti Renan (Prisma, 13/2/3/2013), bangsa
adalah le desir d’etre ensemble (kehendak akan bersatu), satu jiwa dan
memiliki rasa kesetiakawanan. Sebagai peletak sejarah, TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid menginisiasi gerakan kebangsaan bersamaan dengan lahirnya
NWDI dan NW (fase the genuine sejarah NW), lalu mengisi dan
mengembangkan kebangsaan fase berikutnya (fase the change dalam sejarah
NW), berikutnya dilanjutkan fase sekarang (fase the development dalam
sejarah NW) oleh generasi penerus TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Peran
ulama-umara yang diemban TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, berlanjut pada
peran ganda TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai salah satu penerus
strategis fase ini.
Sebagai ulama diemban TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan
mengambil peran sebagai pengasuh Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
Pondok Pesantren Darunnahdlatain Nahdlatul Wathan (YPH-PPD NW Pancor)
dan agenda safari dakwah sebagai transmission agent of Islamic knowledge
content ke seluruh penjuru tanah air Indonesia dan mancanegara. Sebagai
umara, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., berkiprah dalam kancah politik
nasional sebagai Anggota DPR RI (2004-2008). Kiprah itu diperluas lagi
dalam agenda-agenda eksekusi pembangunan mengisi pembangunan dengan
menjadi Gubernur NTB (2008-2013 dan 2013-2018), dan peran-peran lain
yang tidak kalah strategis dalam mengisi pembangunan kebangsaan di era
reformasi ini.
161
Sebagai anggota legislatif, eksekutif, dan peran strategis lainnya, TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., menganut prinsip “kecintaan terhadap daerah adalah
kecintaan terhadap Bangsa Indonesia”, karena itu visi personal-individual
harus ditranformasikan menjadi visi kolektif-institusional di tingkat daerah
dan negara. Perwujudan rasa cinta dan visi tersebut menurut TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., bertransformasi dalam bentuk tanggung jawab
menegakkan nilai-nilai ketuhanan dan memaksimalkan sumber daya yang
dikaruniakan Tuhan di bumi Indonesia. Cinta-visi dan tanggung jawab ini
tidak lain untuk maksud “mencerdasakan kehidupan bangsa”, untuk sampai
pada terpenuhinya rasa keadilan bagi semua, sebagaimana “keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia”.
b. Nilai Kebangsaan
Pandangan kebangsaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid hampir sama kuat
dengan nilai religiusitasnya, karena kedua hal ini sering disandingkan tanpa
adanya dikotomi di dalamnya sehingga wajar apabila belau sering dikenal
sebagai tokoh “nasionalis-religius”. Bagaimana ia begitu kuat pemahamannya
mengenai kebangsaan ini bahkan jauh sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dikumandangkannya sudah begitu kuat memberikan pemahaman
166
mengenai kecintaan terhadap tanah air yang meskipun pada saat ini belum
secara de jure bernama Indonesie. Syair yang beliau tulis sekitar tahun 1934
dikenal dengan “Ya Fata Sasak” merupakan syair dengan bait-bait yang secara
spesifik mengandung nilai kebangsaan.
Sebagai seorang negarawan yang religius, selain pemahaman kebangsaannya
tersurat dalam syair-syair yang dibuat, di samping melekat dalam tindakan,
militansi sebagai warga negara Indonesia sebagian besar disampaikan dalam
dakwah belaiu terutama untuk memberikan penguatan kepada masyarakat
Sasak pada khususnya dan masyarakat Indonesia secara umum bahwa
organisasi NW yang didirikan merupakan bentuk konkrit dari perjuangan dalam
mendukung tercapainya semangat keindonesiaan yang rahmatan lil alamin.
c. Nilai Keilmuan
Bagaimana TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid menuntut ilmu ke Madarsah ash-
Asshaulatiyah di Makkah dengan meninggalkan kenikmatan masa remaja, jauh
dari orang tua bukan merupakan perkara mudah masa itu, karena di samping
keterbatasan transportasi dan alat komunikasi yang perlu diperhatikan juga
adalah kondisi sosial dan budaya masyarakat. Apa yang dilakukan oleh beliau
meminjam bahasanya Jan Romein “keluar dari pola umum” yang nantinya dapat
menjadi contoh dan penggagas kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Setidaknya ada beberapa hal yang dapat diidentifikasi untuk menguatkan
pemahaman generasi muda berkaitan dengan nilai-nilai keilmuan yang
diwariskan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, sebagai berikut:
1) Kegigihan dalam belajar dan Prestasi Akademik
Dorongan internal TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam menguatkan
dasar keilmuan ini dapat diperhatikan dari kegigihan, keuletan dan prestasi
dalam belajar. Prestasi akademiknya sangat membanggakan, selalu meraih
peringkat pertama dan juara umum. Karena kecerdasanya yang luar biasa, ia
berhasil menyelesaikan studinya dalam kurun waktu 6 tahun dari waktu
normal belajar 9 tahun. Studi di Madrasah ash-Shaulatiyah, tuntas tahun 1351
H/ 1933 M, dengan predikat istimewa (Mumtaz). Ijazahnya ditulis tangan
langsung oleh seorang ahli Khat terkenal di Makkah saat itu, yaitu al-
Khaththath Syaikh Dawud ar-Rumani atas usul dari Mudir Madrasah ash-
Shaulatiyah, kemudian ijazah tersebut diserahterimakan tanggal 22 Djulhijjah
1353 H (Abdullah 2018: 38 – 39).
2) Membangun Lembaga Pendidikan
Refleksi dari nilai-nilai keilmuan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dapat
juga diperhatikan dari kegigihannya membangun lembaga-lembaga
pendidikan untuk melahirkan orang-orang yang terdidik baik untuk
memahami ilmu agama maupun umum. Keberadaan Madrasah NWDI yang
167
didirikan pada masa Kolonial Belanda tahun 1936, dan Madrasah NBDI
didirikan pada masa pendudukan Jepang tahun 1942 merupakan refleksi
futuristik beliau untuk menguatkan nilai-nilai keilmuan tersebut.
3) Memberikan tempat pada Ilmu Agama dan Umum
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak pernah mendikotomi antara ilmu
agama dengan ilmu umum. Lebih dekat hal ini dapat diperhatikan dari
keluarga besar beliau yang tidak pernah dipaksakan apakah akan menjadi
ahli agama seperti belau atau memperdalam ilmu-ilmu umum.
d. Nilai Persaudaraan
Nilai-nilai persaudaraan yang dapat dijadikan pedoman dari TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid cukup banyak, berikut beberapa contoh nilai-nilai
persaudaraan yang dilakukan:
1) Menguatkan sistem gotong royong pada masyarakat. Suatu alasan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid tidak mengajukan proposal ke pemerintah
untuk membangun madrasah adalah untuk meningkatkan dan
menginternalisasikan nilai-nilai gotong royong dan persaudaraan
masyarakat. Nilai-nilai kebersamaan dalam bentuk gotong royong sudah
tertanam pada masyarakat Lombok secara khusus pada waktu itu semakin
diperkuat dengan cara bersama-sama membangun madrasah dan hal ini
sekaligus dapat menjadi momentum untuk memperkuat nilai
persaudaraan dan silaturrahmi.
2) Membangun kerjasama dan kekeluargaan dengan organisasi Islam lainnya.
Menguatkan hubungan keislaman, hubungan kenegaraan, dan hubungan
kemanusiaan dengan organisasi Islam lainnya seperti NU, Muhammadiyah
dan lain sebagainya bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merupakan
suatu keniscayaan untuk menguatkan syiar Islam yang rahmatan lil
alamin.
3) Kunjungan kekeluargaan untuk menguatkan persaudaraan dengan tokoh
Islam dunia. Sampai saat ini keberadaan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
sangat dikagumi oleh tokoh-tokoh Islam dunia terutama karena
kecerdasan dan kearifannya merupakan salah satu contoh yang luar biasa.
Banyak sekali tokoh Islam dunia yang bersilaturrahmi ke Lombok karena
keberadaan beliau, dan bukan hanya itu untuk menguatkan rasa
persaudaraan beliau akan mengunjungi balik apabila ada kesempatan.
4) Kampung masyarakat sebagai asrama santri. Berbeda dengan pondok
pesantren lain yang terkenal dengan kehidupan santri yang harus tinggal
di asrama tertentu. TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak mewajibkan
para santri untuk tinggal dan membuat asrama yang besar, namun santri
diberikan kebebasan untuk tinggal di masyarkat sekitar madrasah, hal ini
168
bertujuan membangun nuansa kekeluargaan antara masyarakat yang
menyekolahkan anaknya dari berbagai penjuru dengan masyarakat di
sekitar. Hal ini juga dapat dilihat sebagai cara untuk menghidupkan
ekonomi masyarakat sekitar.
e. Nilai Kepemimpinan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikenal sebagai pemimpin dan pejuang
kemerdekaan. Banyak nilai yang bisa diteladani dan diwariskan, baik secara
langsung dengan verbal maupun dengan tindakan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya dalam hal kepemimpinan, ia sebagai pemimpin umat, selalu bersikap
tegas, sportif, dan konsekuen terhadap apa yang sudah diputuskan, serta prinsip
musyawarah dalam pengambilan keputusan tetap dijunjung tinggi.
Pelaksanaan misi dan tugas organisasi, selain memberikan bimbingan beliau
selalu menganjurkan agar murid-murid dan santrinya selalu bersifat ikhlas,
istiqamah, amanah dan syaja’ah (keberanian) dan rela berkorban demi
kepentingan umat. Sebaliknya TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid benci santri atau
muridnya yang bersifat pesimistis, apatis, pengecut, cari muka dan ingkar janji.
Fokus perjuangan dan kepemimpinannya diorientasikan pada kepentingan umat
yang lebih besar agar memperoleh keselamatan dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Sikap dan tekad hidupnya tergambar pada syair-syair nasyidnya diwariskan oleh
para santri dan murid-muridnya sebagai penerus perjuangan NW.
f. Nilai Kemandirian
Mandiri bagi TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid bukan berarti dilakukan
sendiri. Misalnya dalam pembangunan gedung madrasah atau Birrul Walidain, ia
tidak pernah sekalipun meminta bantuan dari pemerintah dengan menggunakan
proposal untuk mendapatkan suntikan dana, kecuali ada sumbangan dari
perorangan yang memberikan langsung. Saat banyak pejabat publik datang ke
Pancor ia sering diminta untuk mengajukan proposal sekedar sebagai formalitas
untuk diberikan bantuan dana pembangunan madrasah, hanya saja beliau selalu
menolak untuk melakukan itu, namun tetap memberikan kesempatan atas nama
perorangan, sehingga pejabat publik bukan memberikan bantuan atas nama
lembaga pemerintah namun lebih pada pemberian atau bantuan atas nama
pribadi. Contoh lain nilai-nilai kemandirian yang dapat dijadikan rujukan, hal
lain misalnya berkaitan dengan pengembangan kurikulum dalam pendidikan
yang dikembangkan, meskipun menggunakan pembelajaran klasikal tidak serta
merta mengikuti kurikulum Kolonial Belanda, dan tidak semuanya mengikuti
kurikulum yang dikembangkan di Madarasah ash-Assaulatiyah Makkah.
Kurikulum yang dikembangkan disesuaikan dengak kebuntuan masyarakat pada
waktu itu.
169
g. Nilai Inovasi dan Kreativitas
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid banyak sekali membuat gagasan dan inovasi
baru terutama pada perkembangan sistem sosial dan dakwah di Nusa Tenggara
Barat. Gagasan baru dan kreatif inilah yang membawa beliau sehingga dikenal
sebagai tokoh pembaharu bagi masyarakat NTB khususnya di Lombok. Berbagai
gagasan baru dan kreasi yang ia cetuskan bertujuan untuk menciptakan sebuah
tatanan dan sejarah yang baik bagi generasi sesudahnya. Gagasan dan ide kreatif
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid merupakan bentuk dari inovasi yang futuristik,
dimana blum ada yang memikirkan hal tersebut pada waktu yang bersamaan,
kalaupun ada mungkin hanya sebatas ide namun tidak dalam tindakan.
Beberapa contoh dari gagasan-gagasan atau pandangan-pandangan baru yang
dimaksud sebagai berikut:
1) Menggagas sistem pendidikan agama Islam secara klasikal di sekolah. Hal
ini bukan hanya sekedar baru namun penuh dengan inovasi intelektual
yang futuristik. Mempertemukan antara kurikulum dengan muatan mata
pelajaran Islam dengan mata pelajaran umum pada masa itu khususnya di
NTB adalah kebaruan tersendiri yang tidak ditemukan di lembaga
pendidikan Islam lainnya termasuk pesantren-pesantren yang sudah ada,
maka wajar apabila hal ini dianggap sebagai salah satu inovasi dalam
bidang pendidikan.
2) Mendirikan madrasah khusus untuk kaum perempuan. Gagasan yang
merupakan inovasi lain dari TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid adalah
mendirikan madrasah khusus untuk perempuan yang pada saat itu dalam
konteks kultural sebagian masyarkat masih menganggapnya tabu. Saat
orang baru-baru ini berbicara tentang feminisme, ia sudah
memperjuangkan pendidikan perempuan sejak masa Jepang. Jelas
merupakan suatu bentuk gagasan untuk membedah nilai kultural yang
tidak baik untuk perkembangan manusia seutuhnya.
3) Mengadakan silaturrahmi umum idul fitri dan idul adha dengan
mendatangi dan bukan didatangi.
4) Mengadakan pengajian umum secara bebas (tanpa batas umur). Pengajian
umum bukan suatu yang biasa pada saat sebelum TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid, karena bisa saja dianggap sebagai ajang untuk menghasut
masyarakat banyak oleh Belanda, namun ia coba melakukan hal ini dan
berhasil.
5) Mengadakan gerakan doa dengan berhizib
6) Mengadakan thariqat yang disebut thariqat hizib NW.
7) Menyusun nadzam berbahasa Arab bercampur Bahasa Indonesia, seperti
batu ngompal.
170
Selain inovasi di atas, TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid juga merambah bidang
kesenian khususnya kesenian musik sebagai media dakwah. Gagasan
menjadikan seni musik sebagai media dakwah merupakan sesuatu yang baru
khususnya di Lombok, apalagi dilakukan oleh orang yang berstatus kyai atau
tuan guru. Kemampuan ini sekaligus mentahbiskannya sebagai seorang yang
mempunyai sense of music yang piawai.
h. Nilai Kewirausahaan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada zamannya dikenal sebagai sosok yang
memiliki perhatian besar terhadap ekonomi ummat. Perhatian tersebut
kemudian menjadi magnet bagi murid-muridnya untuk terus mengembangkan
ekonomi ummat yang dimulai dari membangun kesejahteraan berbasis pondok
pesantren. Diketahui, setelah mengaji di Pancor sebagai pusat dakwah TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid, murid-muridnya kemudian kembali ke asal daerah
masing- masing. Melalui muridnya mulai membangun nilai nilai kewirausahaan
di masing-masing madrasah dan yayasan yang didirikan sebagai bentuk turunan
dari sang guru. Dengan demikian produktivitas ekonomi ummat melalui
kegiatan tersebut semakin membaik.
Beberapa contoh nyata nilai kewirausahaan di berbagai pondok pesantren
binaan adalah munculnya UMKM berbasis pondok pesantren, seperti usaha
ternak, koperasi, perikanan, pertanian, perkebunan, dan bidang-bidang lain,
yang tentunya bisa menjadi penggerak ekonomi umat, terutama warga
nahdhiyin. Usaha-usaha ini terus berkembang hingga masa sekarang terbukti
dengan banyaknya bidang usaha lainnya seperti fotocopy, percetakan, travel
umroh, dan lainnya. Hal ini menunjukkan organisasi yang didirikan oleh TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid memiliki perhatian besar terhadap kebangkitan
ekonomi umat.
i. Nilai Kesehatan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai seorang negarawan di samping
sebagai tokoh agama, ia juga konsen terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan kesehatan. Dukungan beliau dalam program KB
merupakan bagian dari kegiatan kesehatan produksi perempuan merupakan
salah satu contoh tersendiri. Ia sangat akrab dan sering menyatakan
dukungannya serta kadang menemani para petugas BKKBN, baik dari Provinsi
maupun pusat. Ia juga yang menjadi penyambung sosialisasi KB dengan pondok
pesantren di bawah NW (Masnun.2008). selain itu bebrapa program lain
sepertui imunisasi dan pengenalan garam beryodium menjadi bagian yang
beliau sering sampaikan ke jamaah atau publik sebagai bagian dari cara untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat.
171
3. Implikasi Nilai-nilai Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
dalam Membentuk Karakter Kebangsaan Peserta Didik
Konstruksi yang bisa dibangun khususnya dalam memahami implikasi
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dianalisa dari aspek teoretis maupun
praktis dalam hal ini direkonstruksi dari lima dasar yang menjadi landasan dalam
memahami nilai-nilai perjuangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
a. Nilai kesadaran hakikat perjuangan dalam hidup. Implikasi teoretis dalam hal
ini merujuka pada catatan sejarah dan perjalanan hidup dengan dinamika
yang dihadapi oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan lintasan periode
yang dinamis mulai dari zaman Belanda, Jepang, perjuangan revolusi fisik,
Orde Baru, semuanya bisa dikaji dalam konteks ilmiah. Adapun implikasi
praktisnya dapat dimaknai dalam konteks kesadaran berjuang sesuai dengan
bakat, kemampuan pada masyarakat dan generasi muda dewasa ini yang
tidak kenal menyerah, kuat, dan berani dalam menghadapi tantangan hidup
yang lebih kompleks.
b. Nilai kesadaran dalam berkarya. Perjuangan tidak hanya mengangkat senjata,
namun dapat dilakukan melalu berbagai cara termasuk menguatkan
masyarakat baik melalui pembentukan kesadaran melalui pendidikan,
kesadaran dalam karya-karya tulis, kesadaran melalui dakwah lisan maupun
tindakan dan lain sebagainya. Keberadaan madrasah-madrasah yang beliau
dirikan mulai zaman Belanda, zaman Jepang dan berkembang sampai saat ini
telah memberikan pemahaman bahwa nilai perjuangan tidak satu dimensi
namun dapat dilakukan sesuai dengan kemampuan lebih yang kita miliki.
Implikasi praktis dari nilai hidup yang dapat dirujuk tidak lepas dari
kesadaran tersebut bahwa setiap generasi haru menghasilkan karya yang
dapat memberi manfaat pada orang lain.
c. Nilai kesadaran ruang dan waktu. Tataran teoretis, pemahaman sejarah
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sekaligus berimplikasi pada perjuangan
beliau dapat dikaji dalam konteks filsafat sejarah tokoh nasional Indonesia.
Namun dalam konteks yang lebih praktis, pemahaman mengenai kesadaran
ruang dan waktu memiliki implikasi yang sangat strategis. Kesadaran runag
seperti memahami kondisi zaman dan memberikan warna dalam memecahan
masalah-masalah sosial budaya, pendidikan, dan lain sebagainya. Kesadaran
ruang ini juga setidaknya akan berpengaruh terhadap kesadaran waktu yang
berimplikasi pada ketelatenan, rajin belajar, dan lain sebagainya.
d. Nilai kesadaran hubungan antara manusia dengan Tuhan. Sudah cukup
banyak kajian-kajian yang membedah bagaimana spiritualitas yang dibangun
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan bisa jadi kajian yang akan tetap menarik
sesuai dengan perkembangan jaman. Adapun implikasi praktisnya bahwa
setiap generasi sejak dini harus dikuatkan selain dengan pengetahuan umum
172
yang jauh lebih penting adalah pengetahuan tentang Ketuhanan yang hal ini
dapat dikuatkan melalui lembaga pendidikan, baik formal, nonformal,
maupun informal. Inilah nilai dasar yang menjadi acuan beliau dalam
pengembangan aspek yang lain.
e. Nilai kesadaran hubungan antara manusia dengan sesama manusia dan alam
semesta. Kesadaran dalam menjalin hubungan sesama manusia dengan
sebaik mungkin yang dapat menghasilkan sinergi dalam membangun
masyarakat yang lebih baik dan kompleks merupakan salah satu pokok
kesadaran yang diwariskan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Setelah Anda memahami lebih dalam mengenai pemikiran kebangsaan dan nilai-
nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, silahkan Anda menjawab
beberapa pertanyaan reflektif berikut ini.
Lembar Kerja 10
1. Apa pandangan yang Anda miliki saat ini tentang pemikiran kebangsaan dan
nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.? Saya merasa ……………..
apabila ditugaskan mengajar dengan memahami pemikiran kebangsaan dan
nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. dalam pembelajaran
pada peserta didik.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. Pandangan saya tentang pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam pembelajaran di Indonesia yang ………
b. Pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ……….
c. Pandangan saya lainnya yang ……………………………………………………………………
d. Keyakinan saya bahwa …………………………………………………………………………….
e. Pengalaman dan memori saya bahwa ………………………………………………………
Pertemuan 8
Ujian Tengah Semester (UTS) ini merupakan aksi nyata penerapan pembelajaran
berupa observasi tentang penerapan pembelajaran di sekolah pada mata pelajaran
tertentu yang menerapkan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial yang ditulis
dalam bentuk paper, dengan ketentuan sebagai berikut:
173
▪ Gunakan Kelas PPL yang sedang Anda jalani, di mana Anda mengajar dan
mengobservasi penerapan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Jelaskan konteks tersebut sebagai latar
belakang kelas, konteks, deskripsi mata pelajaran, serta informasi penting
lainnya yang mempengaruhi penerapan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. bagi kelas tertentu.
▪ Berdasarkan analisis tersebut, susunlah sebuah paper untuk penerapan
pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid. pada satu mata pelajaran di kelas tertentu. Diharapkan satu kelompok
dapat bervariasi dalam memilih mata pelajaran dan tingkatannya.
Paper memuat:
▪ Judul
▪ Pendahuluan
- Latar Belakang
- Rumusan Masalah
- Tujuan
▪ Pembahasan
▪ Penutup
▪ Daftar Pustaka
Untuk referensi, Anda dapat mempelajari Hamzanwadi Channel atau NWDI chanel
atau sumber lain yang sudah banyak tersedia di internet.
o Tugas dikumpulkan pada pertemuan ke-8.
o Seluruh paper yang disusun didokumentasikan dalam satu folder, sebagai
portofolio kelas, beserta semua tugas dan referensi lainnya.
o Rubrik penilaian
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
kurang/tidak menganalisis menganalisis menganalisis
menganalisis secara singkat konteks penerapan secara tajam
konteks daerah konteks penerapan pemikiran konteks
yang melatari penerapan kebangsaan dan penerapan
penerapan pemikiran nilai-nilai pemikiran
pemikiran kebangsaan dan perjuangan TGKH. kebangsaan dan
kebangsaan dan nilai-nilai M. Zainuddin Abdul nilai-nilai
nilai-nilai perjuangan TGKH. Majid. perjuangan
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul TGKH. M.
M. Zainuddin Majid. Mahasiswa Zainuddin
Abdul Majid. merancang Abdul Majid.
Mahasiswa penerapan
Mahasiswa merancang pemikiran Mahasiswa
merancang rencana penerapan kebangsaan dan merancang
174
penerapan pemikiran nilai-nilai penerapan
pemikiran kebangsaan dan perjuangan TGKH. pemikiran
kebangsaan dan nilai-nilai M. Zainuddin Abdul kebangsaan dan
nilai-nilai perjuangan TGKH. Majid., dengan alur nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul yang sistematis perjuangan
M. Zainuddin Majid), dengan alur TGKH. M.
Abdul Majid., yang kurang Mahasiswa Zainuddin
dengan alur yang sistematis menyertakan Abdul Majid.
kurang sistematis beberapa referensi dengan alur
Mahasiswa tidak yang mendukung yang sistematis
Mahasiswa tidak menyertakan penerapan
menyertakan referensi yang pemikiran Mahasiswa
referensi yang mendukung kebangsaan dan menyertakan
mendukung penerapan nilai-nilai referensi yang
penerapan pemikiran perjuangan TGKH. lengkap untuk
pemikiran kebangsaan dan M. Zainuddin Abdul mendukung
kebangsaan dan nilai-nilai Majid.). penerapan
nilai-nilai perjuangan TGKH. pemikiran
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Mahasiswa kebangsaan dan
M. Zainuddin Majid. menyelesaikan nilai-nilai
Abdul Majid. tugas tepat waktu. perjuangan
Mahasiswa TGKH. M.
Mahasiswa menyelesaikan Zainuddin
menyelesaikan tugas tepat waktu Abdul Majid.
tugas
melebihi tenggat Mahasiswa
waktu. menyelesaikan
tugas tepat
waktu
Pertemuan 9
D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari tentang pembelajaran pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. yang mempengaruhi proses
pendidikan dan merefleksikan dalam pembelajaran, silahkan bekerja dalam
kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan
tugas berikut:
1. Susunlah peta konsep tentang pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. yang mempengaruhi proses pendidikan.
2. Silakan berbagi pemikiran mengenai pandangan mengenai pemikiran
kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang
mempengaruhi proses pendidikan serta pembelajaran kepada rekan
sekelompok. Kemudian diskusikan pertanyaan berikut ini:
175
a. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang pembelajaran
pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid yang mempengaruhi proses pendidikan serta pembelajaran?
b. Apa pandangan masing-masing anggota kelompok tentang kesiapannya
mengajar dengan memperhatikan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada peserta didik?
c. Apa persamaan dan perbedaan pandangan tentang pemikiran kebangsaan
dan nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang
mempengaruhi proses pendidikan yang dimiliki?
d. Apa persamaan dan perbedaan pandangan tentang mengajar mengajar
dengan memperhatikan pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada peserta didik yang dimiliki?
3. Presentasikan hasil diskusi kelompok dalam bentuk visualisasi yang kreatif.
E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.
Pertemuan 10
F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:
Lembar Kerja
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut
Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya.
H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.
177
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang
Anda pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Kontekstual Apa hal penting yang Anda pelajari dari
proses demonstrasi kontekstual yang Anda
jalani bersama kelompok (bisa tentang
materi, rekan, dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami
tentang topik ini? Apa hal baru yang Anda
pahami atau yang berubah dari pemahaman
di awal sebelum pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar
materi baik di dalam mata kuliah yang sama
maupun dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk
kesiapan Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat
ini, dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam blog refleksi dalam blog refleksi dalam refleksi dalam
dengan alur yang dengan alur yang blog dengan blog dengan
jelas dan mudah jelas dan mudah cukup mudah kurang jelas dan
dipahami, serta dipahami. dipahami. sulit dipahami.
kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara mendalam, secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan namun kurang pandangan
dan mengaitkan secara tajam tajam dalam tentang topik
secara tajam pandangan mengaitkan bahasan, dan tidak
pandangan mengenai topik pandangan mengaitkan
mengenai topik bahasan, baik dari mengenai topik pandangan
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan. mengenai topik
dirinya dan kelompoknya. bahasan.
kelompoknya, Mahasiswa
serta kaitannya menyimpulkan Mahasiswa tidak
178
dengan materi dari Mahasiswa secara sederhana atau kurang jelas
MK lain. menyimpulkan pemahamannya dalam
Mahasiswa pemahaman mengenai topik menyimpulka
menyimpulkan mengenai topik bahasan. pemahamannya
pemahaman bahasan secara mengenai topik
mengenai jelas. Mahasiswa secara bahasan.
topik bahasan singkat
secara tajam. Mahasiswa mengaitkan Mahasiswa tidak
mengaitkan pembelajaran dari mengaitkan
Mahasiswa pembelajaran dari modul ini dengan pembelajaran dari
mengaitkan modul ini dengan kesiapannya modul ini dengan
pembelajaran dari kesiapannya mengajar sebagai kesiapannya
modul ini dengan mengajar sebagai guru. mengajar sebagai
kesiapannya guru. guru.
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.
180
Topik 5
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.:
Penerus Estafet Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid
A. Pengantar
Durasi : 3 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. menjelaskan biografi TGB. Dr. H. M. Zainul Majid, M.A
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid.
2. menjelaskan NWDI sebagai organisasi masyarakat
dan wadah perjuangan.
3. mendiskusikan NWDI sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.
Indikator : 1. ketepatan menjelaskan biografi TGB. Dr. H. M. Zainul
Majid, M.A sebagai penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid;
2. ketepatan menjelaskan NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan;
3. ketepatan dan penguasaan mendiskusikan NWDI
sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural.
Kriteria penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk penilaian : Non-tes (unjuk kerja dan portopolio)
Metode pembelajaran : • Kuliah dan diskusi (TM: 3 x 60’)
• Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
• Tugas 2: Laporan analisis hubungan biografi TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi sebagai penerus estafet
perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid, NWDI
sebagai organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan, dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.
Materi pembelajaran : 1. Figur dan ketokohan TGB. Dr. H. M. Zainul Majid, M.A
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid;
2. NWDI sebagai organisasi masyarakat dan wadah
perjuangan;
3. NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural.
Pertemuan 11
Selamat datang di topik yang kelima, yaitu biografi TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Topik ini
181
penting untuk mengantarkan Anda memahami NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan, serta sebagai modal spiritual, sosial, dan
kultural.
Kita akan mulai pembelajaran tentang biografi TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A
sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. Topik ini
penting untuk mengantarkan Anda memahami NWDI sebagai organisasi
masyarakat dan wadah perjuangan dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan
kultural dalam pendidikan di Lombok-Indonesia dengan melakukan pengamatan
terhadap link berikut ini:
https://eprints.hamzanwadi.ac.id/5124/
https://www.youtube.com/watch?v=Z8A4tHEH7f0
https://www.youtube.com/watch?v=q2yN9u6pKhI
Lembar Kerja 10
Dari pembelajaran tentang materi tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama dan
berbeda yang Anda temui?
……….…………………….…………………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi pendidikan tersebut?
………………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang pendidikan di masa itu?
………………………………………………………………………………………………………………………
Selanjutnya, silakan jawab pertanyaan reflektif berikut ini:
1. Bila Anda mendapatkan tugas mengajar bagaimana Anda memperhatikan
pendekatan, strategi, metode, dan materi pembelajaran yang diterapkan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi dalam proses
pembelajaran?
………………………………………………………………………………………………………………………
182
2. Siapkah Anda mengajar dengan memperhatikan pendekatan, strategi, metode,
dan materi pembelajaran yang diterapkan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi pada proses pembelajaran? Apa alasannya?
………………………………………………………………………………………………………………………
C. Eksplorasi Konsep
Selanjutnya mari kita eksplorasi lebih lanjut terkait pentingnya mempelajari mata
kuliah ke-NWDI-an dengan melihat figur dan ketokohan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,
M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam
bidang dakwah, pendidikan, dan sosial dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial,
dan kultural.
183
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai keturunan tuan guru (ulama) besar
di Lombok, maka tidak mengherankan jika pendidikannya tidak terlepas dari
pendidikan agama yang dijadikan prioritas utama. Ia pernah belajar ilmu agama
secara langsung dari sang kakek, yakni TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Pendidikan formal pernah ditempuh mulai dari jenjang pendidikan dasar di SD
Negeri 3 Mataram (saat ini berganti nama menjadi SD Negeri 6 Mataram) dan
lulus tahun 1986. Setelah itu, ia melanjutkan ke MTs Muallimin NW Pancor yang
diselesaikan selama 2 tahun, karena kecerdasan yang dimiliki. Setelah itu,
melanjutkan pendidikan di MA pada yayasan yang sama, dan lulus pada tahun
1991.
Setelah lulus dari MA, ia sempat mendalami ilmu agama selama satu tahun
(1991-1992) untuk menghafal 30 juz al-Qur’an di MDQH NW Pancor. Setelah itu,
ia berangkat ke Kairo-Mesir dengan tujuan menimba ilmu dan melanjutkan
studinya di Universitas al-Azhar Kairo pada Fakultas Ushuluddin dengan Jurusan
Tafsir dan Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, ia lulus dengan tahun 1995 dengan gelar License
(Lc). Setelah itu, ia melanjutkan program magister dan mendapatkan gelar
Master of Arts (M.A) dengan predikat Jayyid Jidan lulus tahun 2000. Kemudian
setelah menyelesaikan pendidikan S1 & S2 di Universitas al-Azhar Kairo selama
10 tahun, ia melanjutkan pada program doktor pada universitas yang sama
dengan jurusan yang sama juga.
Berkat kerja kerasnya, bulan Oktober 2002, proposal disertasinya diterima
dengan judul: “Studi dan Analisis terhadap Manuskrip Kitab Tafsir Ibnu Kamal
Basya dari Awal Surat An-Nahl sampai Akhir Surat Ash-Shoffat” di bawah
bimbingan Prof. Dr. Said Muhammad Dasuqi dan Prof. Dr. Ahmad Syahaq Ahmad,
ia berhasil meraih gelar doktor dengan predikat Martabah EL-Syaraf El Ula Ma`a
Haqqutba atau Summa Cumlaude pada hari Sabtu, tanggal 8 Januari 2011 dalam
munaqosah (sidang) dengan dosen penguji Prof. Dr. Abdul Hay Hussein al-
Farmawi dan Prof. Dr. al-Muhammady Abdurrahman Abdullah Ats-Tsuluts.
(Sumber: https://lombokpost.jawapos.com.)
184
b. Perjuangan, Kepemimpinan, Karya, Prestasi, dan Tanda Jasa
Setelah kembali ke tanah air, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., mengamalkan
ilmu yang telah diperoleh dari Kairo-Mesir dengan mengabdikan diri untuk
membangun bangsa. Pengabdian ini tampak dari perjuangan, kepemimpinan,
karya, prestasi, dan tanda jasa yang pernah diperoleh.
1) Menjadi Gubernur Nusa Tenggara Barat
Alasan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., menerima pencalonan dirinya
menjadi Gubernur NTB periode 2008-2013. Secara lebih mendalam dapat
ditemukan dalam sebuah buku berjudul Laa Takhaf Walaa Tahzan, berisi
alasan dan tabayyun (penjelasan) terhadap berbagai pertanyaan masyarakat
yang berkembang terkait dengan pencalonannya sebagai Gubernur NTB. TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., memberikan beberapa ulasan penting mengenai
kesediaan dirinya dicalonkan sebagai gubernur sebagai berikut:
a) Lahan Dakwah
Berkaitan dengan ini, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A secara tegas
menyatakan:
Sesungguhnya seluruh wilayah kehidupan adalah lahan dakwah,
termasuk wilayah politik. Apabila kemaslahatan dakwah menurut kita
untuk memanfaatkan politik, maka terjun ke politik adalah suatu
keniscayaan. Ketika kita melihat peluang untuk ishlahul ummah
(memperbaiki umat) maka dilakukan melalui jalur politik, maka hal itu
harus dilakukan. Hal ini sebagaimana dulu al-Magfurullah Maulana
Syeikh (Kyai Hamzanwadi) maju menjadi anggota konstituante pada
zaman orde lama dan menjadi anggota MPR-RI pada zaman orde baru.
Selama ini kita merasakan bahwa banyak hal yang kita suarakan,
harapan-harapan umat tidak dapat ditunaikan karena kita tidak
memiliki otoritas (kewenangan) untuk itu, maka apabila nanti Allah
swt. memudahkan, jabatan yang diperoleh kita manfaatkan untuk
kemaslahatan umat (Majdi, 2008:2-3).
185
Pandangan TGB. Dr. H. M Zainul Majdi, M.A., terhadap politik (siyasah)
merupakan suatu keniscayaan dalam Islam sehingga perlu diwarnai
dengan etika Islam. Ia mengatakan:
Politik (siyasah) dalam pandangan Islam adalah salah satu instrumen
atau alat perjuangan, maka dalam Islam dikenal as-siyasah asy-
syar'iyyah yang menerangkan posisi politik sebagai alat dakwah. Politik
dalam Islam adalah politik etis yang mengedepankan cara-cara yang
positif dalam mencapai tujuan. Politik dalam Islam tidak dan bukanlah
politik yang menghalalkan segala cara. Para nabi, seperti Nabi
Sulaiman, Nabi Yusuf bahkan Nabi Muhammad Saw. berpolitik. Mereka
menjadi pemimpin (raja). Itu tidak menyebabkan mereka berkurang
derajat, justru semakin mulia di sisi Allah Swt. Zaman sekarang politik
sering dianggap kotor karena banyak diisi oleh orang-orang yang
berpolitik dengan cara kotor, walaupun tentu tidak semuanya. Politik
bisa menjadi baik apabila diisi oleh orang-orang yang baik. Politik itu
seperti wadah atau gelas. Diisi racun menjadi mudharat. Diisi madu
menjadi bermanfaat.
Ijtihad politik TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan Bismillah untuk
maju dalam pencalonan dirinya sebagai Gubernur NTB tahun 2008 sangat
tepat. Alasan yang dikemukakannya, yaitu:
186
(1) Indonesia secara umum dan NTB khususnya, di masa depan sangat
membutuhkan pemimpin-pemimpin muda berbakat, intelek,
memiliki kecakapan politik dan memiliki integritas moral-religius,
dan kualitas yang sangat menonjol dimiliki oleh TGB;
(2) Pluralitas masyarakat NTB baik secara ras dan agama
membutuhkan figur pemimpin yang bisa mengayomi semua pihak
dalam konteks warga negara. Ada tiga kualitas yang dimiliki TGB
dalam hal ini, yaitu (a) seorang muslim yang moderat, (b)
demokratis dalam membuat keputusan, dan (c) diplomatis dalam
bertutur;
(3) Program yang dicanangkan TGB untuk maju dalam pencalonan
Gubernur sangat relevan dengan kebutuhan masyarakat NTB saat
ini, yakni penegakan good governance dan demokratisasi di tingkat
lokal dengan cara memperkuat civil society. (Zulkarnaen, 2008: 11).
Spirit yang ingin dihembuskan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., setelah
terpilih menjadi gubernur adalah memimpin dan membangun NTB dengan
semangat "berkhidmat" dan "amar ma'ruf nahi munkar". Melayani umat
dengan baik dan merumuskan serta melaksanakan kebijakan yang
berpihak pada rakyat. Maju untuk semua (Majdi, 2008: 11). Selain itu,
Zulkarnaen (2008) menguatkan bahwa dilihat dari tipologi pemikirannya,
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dapat dikategorikan sebagai sosok yang
moderat transformatif dengan beberapa alasan:
(1) Visi politik yang dibangunnya untuk memimpin NTB adalah
memimpin dan membangun NTB dengan semangat berkhidmat dan
amar ma'ruf nahi mungkar. Kata berkhidmat dapat diartikan dalam
dua aspek, yakni pemikiran dan tindakan. Dalam ranah pemikiran,
selain dikenal menguasai khasanah klasik dari pondok pesantren,
beliau juga seorang cendekiawan muda yang telah menempuh
pendidikan hingga doktoral di luar negeri, tentunya banyak
menguasai ilmu-ilmu baru yang lebih modern. Penyatuan dua
khazanah keilmuan klasik dan modern inilah yang umumnya
mampu membentuk kepribadian yang moderat, sangat menghargai
pendapat orang lain, tidak merasa benar sendiri, mau menerima
ide-ide yang konstruktif, terbuka terhadap berbagai kritik,
menyelesaikan konflik dengan jalan damai dan bukan kekerasan,
serta menganggap musyawarah dan diplomasi adalah langkah yang
lebih baik dalam menyelesaikan masalah.
(2) Sikap moderat bukan berarti tidak memiliki prinsip. Inilah yang
ditunjukkan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan visi
berikutnya, yakni amal ma'ruf dan nahi mungkar. Pancaran dari
187
sikap ini adalah bagaimana melakukan tindakan sosial
kemasyarakatan dalam kerangka amar ma'ruf nahi mungkar.
(3) Amar ma’ruf nahi mungkar inilah yang dimaksud transformatif
dengan menjadikan komitmen amar ma'ruf nahi mungkar menjadi
pijakan dasar untuk melayani umat dengan baik dan merumuskan
serta melaksanakan kebijakan yang berpihak kepada masyarakat.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., menandaskan bahwa umat Islam
telah diberikan atribut oleh Allah swt., sSebagai khaira ummah
(umat yang terbaik) yang memiliki tugas menyeru kepada kebaikan
dan mencegah yang mungkar. Gelar khaira ummat, menurutnya,
hanya akan menjadi slogan kosong tanpa makna jika tidak diiringi
dengan semangat bekerja, kesadaran berkreasi, berinovasi, dan
kemampuan berproduksi. Harus ada upaya nyata untuk
mentransformasikan atau membumikan ajaran Islam ke dalam
berbagai aspek, baik sosial, politik, ekonomi, budaya, dan lainnya
agar dapat menjawab masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang
berorientasi pada keadilan sosial.
Melalui semangat yang tinggi, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan
timnya ia berhasil memenangkan pemilihan gubernur (Pilgub) NTB
dengan tidak mengandalkan kekuatan uang sebagai alat utama
pemenangan. Menurut TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., uang memang
penting tetapi uang bukanlah segala-galanya. Saat ini masyarakat sudah
cerdas, sudah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Masyarakat sudah paham bahwa orang yang mencari kemenangan dengan
cara membeli maka setelah menang dia pasti akan melakukan korupsi
untuk mengambil uang yang sudah dikeluarkan, serta masyarakat yang
memilih calon tertentu karena diberi uang, artinya menghargakan dirinya
seharga uang yang diterima.
Terpilihnya TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai Gubernur NTB,
kemudian Museum Rekor Indonesia
(MURI) memberikan sertifikat rekor MURI
kepada TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
sebagai gubernur termuda se-Indonesia.
Rekor MURI tersebut diserahkan oleh
Senior Manajer MURI Paulus Pangka
mewakili Dr. Jaya Suprana bertepatan
dengan hari Sumpah Pemuda yang
diperingati di halaman Kantor Gubernur
NTB tanggal 28 Oktober 2009. TGB. Dr. H.
M. Zainul Majdi, M.A., menang dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada)
188
NTB dengan total perolehan suara sekitar 847.976. Usia TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., saat dilantik menjadi Gubernur NTB tanggal 17
September 2008 dalam usia 36 tahun 3 bulan 17 hari.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., selama memimpin Provinsi Nusa
Tenggara Barat, dapat dikatakan sukses memajukan Nusa Tenggara Barat.
Misalnya dalam bidang pertanian, pendidikan, pariwisata, pengelolaan
keuangan, dan pemerintahan yang baik membuat TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A., diberikan penghargaan Leadership Award oleh Menteri Dalam
Negeri tahun 2012. Selesai masa jabatannya tahun 2013, TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., kembali terpilih sebagai Gubernur NTB periode 2013-
2018. Kepemimpinannya pada masa ini, berhasil mengurangi tingkat
kemiskinan dan meningkatkan produksi atau ketahanan pangan di
daerahnya sehingga membuat NTB keluar sebagai provinsi terbaik dalam
hal tingkat pembangunan manusia.
Tahun 2017, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., kembali menerima
penghargaan Leadership Award dari Menteri Dalam Negeri. Selain itu, ada
banyak penghargaan yang diterima selama menjabat Gubernur Nusa
Tenggara Barat. Banyaknya prestasi serta kesuksesan selama periode
kedua kememimpinannya membuat ia dilirik oleh beberapa partai sebagai
salah satu kandidat calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019,
bahkan berdasarkan survei PolCoMM, elektabilitasnya mengalahkan
beberapa tokoh yang sudah terkenal, antara laian seperti Anies Rasyid
Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai seorang pemimpin (umara)
dan ulama, visi keislaman tidak pernah tertinggal dalam setiap kebijakan
yang dibuatnya, seperti dirubahnya slogan NTB dari “Bumi Gora” menjadi
“Bumi Quran”. Gubernur sekaligus hafidz Quran ini juga aktif menggiatkan
anak-anak untuk membumikan Qur’an melalui pendidikan. Bahkan sempat
ada dua anak penghafal Qur’an dari Ghaza Palestina yang sempat
berkunjung ke kediaman TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.. Selain itu, ia
aktif dalam dunia keislaman dengan menghadiri Konferensi Dunia Islam
Internasional di Arab Saudi yang diselenggarakan World Moslem League,
dan menghadiri Konferensi Ulama Internasional diadakan di Situbondo
Jawa Timur.
(Sumber: https://www.suarantb.com)
191
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., berhasil menjadikan NTB sebagai
provinsi yang terkenal dengan branding wisata halal di Indonesia bahkan
dunia, sehingga, NTB pernah mendapat predikat The Best Halal Tourism
Destination di dunia. Selain mendapatkan penghargaan ini, sebelumnya,
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., juga pernah meraih penghargaan
tertinggi dari Presiden Indonesia, yaitu Bintang Mahaputra Utama dari
Presiden ke-6 Indonesia, H. Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan
diberikan atas prestasi menonjol dalam pembangunan daerah saat
memimpin Nusa Tenggara Barat. Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti
Praja Nugraha ini menambah puluhan penghargaan yang diterima oleh
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, sebelumnya.
Penandatangan Kesepakatan
(Sumber: https://ntb.kemenkumham.go.id)
Terlepas dari konflik yang terjadi, menurut Nahdi (2012) dinamika madrasah
dan pondok pesantren di bawah naungan organisasi NW, kelembagaan
pendidikan NW dapat dipetakan dalam lima fase, yakni fase pendirian dan fase I
merupakan babak awal (genuine), selanjutnya fase II, III, dan IV sebagai babak
perubahan (change), dan fase V hingga saat ini sampai seterusnya adalah babak
pengembangan (development). Gambaran atas fase-fase tersebut dapat dilihat
sebagai berikut:
197
(Sumber: Khirjan Nahdi, Dinamka Pesantrean NW
dalam Pendidikan, Sosial, dan Modal, 2013: 328).
Fase pendirian hingga fase pertama masih merupakan babak sejarah awal
karena masih diwarnai keaslian pikiran dan cita-cita awal pendirian Pesantren
NW, cenderung mementingkan keberadaan struktur, bukan variasi. Fase II
hingga IV masuk babak perubahan karena pada ketiga fase ini Pesantren NW
mengalami berbagai perubahan untuk maksud penyesuaian dengan dinamika
pendidikan yang terjadi dalam konteks yang lebih luas (nasional). Fase V masuk
babak pengembangan karena Pesantren NW dengan semua komponen
strukturnya sudah memiliki bentuk dan pola yang mapan. Fase perkembangan
NWDI sebagai madrasah pada awalnya berada di bawah naungan organisasi NW,
maka dalam fase perkembangannya NWDI sebagai madrasah bermetamorfosis
menjadi organisasi massa (ormas) Islam bergerak dalam bidang pendidikan,
sosial, dan dakwah.
Eksistensi NWDI sebagai ormas Isalam diperkuat dengan dilaksanakannya
Muktamar Perdana tanggal 26-28 Jumadil Akhir 1443 H/29-31 Januari 2022
bertempat di Yayasan Pendidikan Hamzanwadi Pondok Pesantren
Darunnahdlatain (YPH-PPD) NWDI Pancor, dengan mengusung tema “Khidmat
kepada Umat, Bangun Indonesia Maju”. Hasil muktamar tersebut, NWDI hadir
sebagai organisasi massa (ormas) Islam yang mewadahi madrasah-madrasahnya
tersebar di seluruh Indonesia. Tujuannya untuk berkhidmat kepada umat.
Berkhidmat memiliki arti sebagai pengabdian.
Berkhidmatnya NWDI sebagai organisasi masyarakat, tentu dilakukan dengan
langkah-langkah struktural sehingga fungsi organisasi NWDI sebagai ormas
dapat terlaksana. Hal tersebut dilakukan organisasi NWDI melalui pembentukan
badan-badan atau bagian-bagian organisasi di antaranya Pengurus Wilayah
(PW) berkhidmat di Provinsi, Pengurus Daerah (PD) berkhidmat di
Kabupaten/Kota, Pengurus Cabang (PC) berkhidmat di Kecamatan dan Pengurus
Anak Cabang (PAC) berkhidmat di desa/kelurahan. Organisasi NWDI dalam
198
menjangkau masyarakat pemuda dan pelajar, menetapkan badan otonom
(Banom) termuat di dalamnya adalah Ikatan Pelajar NWDI (IP-NWDI) dan
Pemuda NWDI terstruktur berdasarkan organisasi NWDI yang terdiri dari PB
Pemuda NWDI, PW Pemuda NWDI, PD Pemuda NWDI, PC Pemuda NWDI, dan
PAC Pemuda NWDI. Tidak hanya itu, dalam kemahasiswaan, terdapat organisasi
yang aktif yakni Himpunan Mahasiswa NWDI (Himmah-NWDI) yang aktif di
kampus-kampus yang tersebar di Indonesia.
Berdasarkan upaya struktural tersebut, organisasi NWDI hadir sebagai
organisasi kemasyarakatan yang di dalam terdapat ruang lingkup bagi
masyarakat untuk berkhidmat. Pelaksanaan berkhidmat tersebut, jamaah NWDI
baik yang tergabung dalam organisasi maupun jamaah NWDI yang tersebar
selalu menjadikan instruksi organisasi melalui semboyan atau jargon yang
senantiasa digaungkan, yakni: “NWDI, fastabiqul khairat”, secara harfiah
memiliki arti berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Kehadiran NWDI
sebagai sebagai ormas tidak serta merta berkhidmat melalui jalur pendidikan
dan dakwah, tetapi dari segala sisi hidup masyarakat melalui jargon yang
diusung. Makna fastabiqul khairat, yaitu luas yang menjadikan setiap sisi dari
para anggota organisasi dan jamaah dalam koridor kebaikan.
NWDI sebagai ormas memiliki siratan makna bahwa kehadirannya di tengah-
tengah masyarakat sebagai wadah bagi masyarakat dan sebagai salah satu
kontrol yang menjaga masyarakat dari kesesatan hidup. NWDI di dalamnya
terdapat lembaga pendidikan formal maupun nonformal, lembaga dakwah, dan
lembaga kemasyarakatan yang terwakili dengan adanya Satgas NWDI
menunjukkan langkah pasti dalam memasyarakatkan NWDI. Hal ini
menunjukkan bahwa organisasi NWDI terbuka sebagai organisasi dengan basis
ilmu pengetahuan dan keagamaan tanpa pandang usia. Adanya lembaga
pendidikan formal yakni madrasah-madrasah yang tersebar di berbagai daerah
Indonesia sebagai wadah bagi para penerus bangsa dalam mempersiapkan diri
menjadi generasi penerus yang insani serta islami. Selain itu, adanya lembaga
dakwah-dakwah yang dinisbatkan kepada para tuan guru yang tersebar di
berbagai pelosok dan melakukan gerilya dakwah juga merupakan salah satu
bentuk upaya menjadikan NWDI sebagai organisasi berbasis kemasyarakatan.
201
Karena setia menjunjung perintah
Menghidupkan Qur’an menghidupkan Sunnah
Banyak terhulur butiran hikmah
Alhamdulillah Wasyukurillah
Kutipan wasiat di atas, bait pertama dan kedua disampaikan mengenai “setia
menjunjung perintah” yang menjurus pada perintah organisasi untuk nahdliyin
agar selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan (fastabiqul khairat),
kemudian dilanjutkan dengan bait kedua merupakan cara yang dilakukan untuk
ber-fastabiqul khairat, yakni melalui menghidupkan Al-Qur’an dan Sunnah. Isi
dari bait syair termuat dalam wasiat renungan masa yang menunjukkan bahwa
eksistensi berdiri kokohnya NWDI terletak pada perjuangan bagaimana agar
tegaknya Al-Qur’an dan Sunnah sehingga visi mencerdaskan agama dan bangsa
dapat tercapai. Oleh karena itu, organisasi NWDI lahir atas dasar perjuangan
sehingga jargon berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan merupakan perintah
untuk kita sama-sama berjuang melalui NWDI.
b) Modal Sosial
Modal sosial merupakan istilah ilmu sosial yang terkait dengan kemiskinan,
organisasi sosial, dan partisipasi masyarakat. Istilah ini mengacu pada modal
di luar kekayaan dan uang yang bermanfaat dalam mengembangkan modal-
203
modal lain. Melalui The Rural School Community Centre (American Journal of
Sociology), Hanifah (1916) menjelaskan modal sosial adalah kemauan baik, rasa
bersahabat, saling empati, serta hubungan sosial dan kerja sama yang erat
antara individu dan keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial. Bourdieu,
dalam buku The Forms of Capital (1986) mengemukakan bahwa pemahaman
atas struktur dan fungsi dunia sosial, perlu dipahami berbagai bentuk modal.
Tidak cukup memahami modal immaterial dalam teori ekonomi yang dianggap
sebagai non-ekonomi tidak menambah keuntungan material secara langsung.
Setiap transaksi modal ekonomi disertai modal immaterial dalam bentuk
modal budaya dan modal sosial. Demikian pentingnya modal sosial dalam
memproduksi modal-modal lain, termasuk modal ekonomi, Coleman, dalam
“Social Capital in The Creation of Human Capital”, (1988) memandang modal
sosial sebagai sarana kapital untuk memahami orientasi teoritis tindakan sosial.
Menurutnya, ada dua fungsi utama modal sosial, yakni (1) modal sosial sebagai
pencakup sejumlah aspek struktur sosial, dan (2) modal sosial yang
memberikan kemudahan bagi orang untuk melakukan sesuatu dalam kerangka
struktur sosial.
Lebih lanjut, dalam buku “The Foundation of Social Theory”, Coleman (1990:
368-393) mengidentifikasi tiga unsur pokok modal sosial. Pertama, kewajiban
dan harapan yang timbul dari rasa percaya dalam lingkungan sosial. Kedua, arus
informasi yang lancar dalam struktur sosial akan mendorong berkembangnya
kegiatan masyarakat. Arus informasi yang tidak lancar menjadikan orang tidak
tahu dan ragu, bahkan tidak berani melakukan sesuatu. Ketiga, norma-norma
yang harus ditaati dengan sanksi yang jelas dan efektif. Tanpa norma yang
disepakati dan dipatuhi bersama akan muncul kondisi anomie, di mana setiap
orang cenderung berbuat menurut kemauan sendiri tanpa merasa terikat oleh
orang lain.
Ahli lain, seperti Putnam dalam buku “Making Democracy Work: Civic
Traditions in Modern Italy” (1993:167) menyebutkan beberapa ciri organisasi
sosial, seperti jaringan, norma-norma, dan kepercayaan yang memudahkan
koordinasi dan kerja sama untuk mendapatkan manfaat bersama. Dengan
semuanya, masyarakat dapat meningkatkan efisiensi dengan cara memfasilitasi
tindakan-tindakan terkoordinasi. Masih dari sumber yang sama, Putnam
memberi tiga alasan atas pandangannya tentang pentingnya modal sosial,
sebagai berikut: (1) jaringan sosial memungkinkan adanya koordinasi dan
komunikasi yang menumbuhkan saling percaya sesama anggota masyarakat; (2)
kepercayaan (trust) berimplikasi positif dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dapat dibuktikan melalui bagaimana orang-orang yang memiliki rasa saling
percaya (mutual trust) dalam suatu jaringan sosial akan memperkuat norma
dengan keharusan saling membantu, dan (3) keberhasilan yang dicapai oleh
204
jaringan sosial dalam waktu sebelumnya akan mendorong keberhasilan pada
waktu-waktu berikutnya.
Lebih jauh, Putnam mengatakan modal sosial bahkan dapat menjadi jembatan
bagi jurang yang memisahkan kelompok-kelompok yang berbeda ideologi dan
memperkuat kesepakatan tentang pentingnya pemberdayaan masyarakat.
Sebagaimana Coleman et. al, dalam Portes (1998: 24), mengemukakan modal
sosial bukan hanya sekumpulan institusi yang menyangga masyarakat melalui
social trust dan social norm, namun sebagai perekat yang menggerakkan
masyarakat untuk bersama-sama. Melalui aneka ikatan horizontal, modal sosial
berperan dan dibutuhkan untuk memberi masyarakat suatu sense identitas dan
tujuan bersama. Modal sosial merangkai berbagai aset sosial, psikologis,
kultural, kognitif, dan institusional yang dapat meningkatkan perilaku kooperatif
yang saling menguntungkan. Bahkan tidak saja menjadi perekat, sebagaimana
Portes, modal sosial dengan social trust dan social norm dalam jaringan sosial
dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah (common problem)
secara bersama dalam pola hubungan timbal balik (reciprocity), sebagaimana
dikatakan oleh Dasgupta (1997:1-2).
Pendapat ahli lainnya, seperti Fukuyama dalam bukunya “Trust the Social
Virtues and the Creation of Property”, menyoroti pentingnya kepercayaan dalam
mencapai kesejahteraan ekonomi. Fukuyama mengatakan kondisi kesejahteraan
dan demokrasi serta daya saing masyarakat ditentukan oleh tingkat
kepercayaan antarsesama warga (1995: 16). Melalui bukunya yang lain,
Fukuyama (1999) mengungkapkan:
Social capital can be defined simply as a set of informal values or norm shared
among members of group that permits cooperation among them. If a members
of the group came to expect that others will be have reliably and honestly. Trust
is like lubricant that makes the running of any group or organization more
efficient.
Sementara itu, bagian lain Cohen dan Prusak memberikan arti tentang modal
sosial berikut ini:
Modal sosial sebagai stok dari hubungan yang aktif antar masyarakat. Setiap
pola hubungan yang terjadi diikat oleh kepercayaan (trust), saling pengertian
(mutual understanding), dan nilai bersama (shared value) yang mengikat
anggota kelompok untuk membuat kemungkinan aksi bersama dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.
Modal sosial lebih spesifik dimaknai oleh Eva Cook, yaitu modal sosial sebagai
suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan,
norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan
efektifnya koordinasi dan kerja sama untuk keuntungan dan kebajikan bersama.
Beberapa pengertian dan makna modal sosial dari berbagai ahli tersebut, dapat
diidentifikasi beberapa unsur modal sosial, yaitu: (1) partisipasi, (2) hubungan
timbal balik (reciprocity), (3) rasa saling percaya (trust), (4) norma sosial (social
norm), dan nilai-nilai (values).
Modal sosial tidak hanya dibangun oleh individu, namun kecenderungannya
tumbuh dalam suatu kelompok untuk bersosialisasi sebagai bagian penting dari
nilai-nilai yang melekat. Masyarakat akan selalu berhubungan dengan
masyarakat lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan
atas prinsip sukarela (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan
keadaban (civility). Jaringan hubungan sosial biasanya diwarnai oleh tipologi
yang khas sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok, yang secara
tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan (lineage), pengalaman sosial
yang turun temurun (repeated social experiences), dan kesamaan kepercayaan
pada dimensi ketuhanan (religious beliefs).
Modal sosial senantiasa diwarnai oleh kecenderungan saling tukar kebaikan
antarindividu dalam kelompok, atau antar kelompok itu sendiri. Pola pertukaran
ini bukanlah suatu yang dilakukan secara resiprokal seketika seperti jual beli,
namun sebagai kombinasi jangka pendek dan jangka panjang dalam nuansa
206
altruisme (semangat membantu dan mementingkan kepentingan orang lain).
Rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk mengambil
resiko dalam hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang
lain akan melakukan sesuatu sebagaimana yang diharapkan dan senantiasa akan
bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. Kepercayaan pada
tingkat individual muncul dari adanya nilai yang bersumber dari kepercayaan
yang dianut, kompetensi seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi norma
di masyarakat (Nahapiet & Ghoshal, 1998: 12). Tingkat komunitas, kepercayaan
dari norma sosial yang memang melekat pada struktur sosial itu (Coleman,
1994). Tingkat institusi, kepercayaan bersumber dari karakteristik sistem
tersebut yang memberi nilai tinggi pada rasa tanggung jawab sosial setiap
anggota kelompok.
Norma-norma sosial akan akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk
perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma sebagaimana halnya nilai
senantiasa memiliki implikasi yang ambivalen. Adakalanya norma menciptakan
kekhidmatan dalam relasi dalam masyarakat. Namun adakalanya norma
melahirkan kekakuan, karena terkesan formal dalam masyarakat tertentu.
Karena itu, efek negatif dari sifat ambivalen norma ini perlu diwaspadai dan
dihindari sehingga tidak mengganggu keberadaan norma sebagai salah satu
modal sosial yang penting.
Nilai adalah suatu ide yang turun temurun, dianggap benar oleh setiap
anggota masyarakat. Harmoni, prestasi, kerja keras, ikhlas, kompetisi,
kebersamaan, tenggang rasa, penghormatan, dan lainnya merupakan contoh
nilai yang umum dalam masyarakat. Ada keinginan dari kelompok masyarakat
untuk tidak saja ikut berpartisipasi, tetapi mencari alternatif bagi keterlibatan
dalam suatu masyarakat. Ide proaktif semacam ini memiliki kandungan modal
sosial yang cukup penting dalam hubungan sosial. Inisiatif untuk menjaga ruang
publik dari sampah, suara bising dan ribut, menjaga keamanan bersama, peduli
terhadap kelompok lemah, mengunjungi teman dan keluarga (silaturrahim),
mencari informasi, memperkaya ide, baik secara individu dan kelompok,
merupakan suatu modal sosial yang sangat berharga untuk terciptanya
masyarakat ideal yang diharapkan.
Mengacu pada bentuk modal sosial di atas, tergambar pula sumber-sumber
modal sosial dalam masyarakat. Secara garis besar, ada dua sumber modal
sosial, yakni: (1) modal sosial yang bersumber dari individu (modal sosial
individual), dan (2) modal sosial yang bersumber dari kelompok (modal sosial
kelompok). Modal sosial individual memang bersumber dari seorang (tokoh,
pemimpin, atau orang yang dituakan dalam kelompok masyarakat). Dikatakan
individual, karena dalam kurun tertentu modal sosial itu menjadi khazanah
207
individualnya, yang dimanfaatkan sebagai modal sosial adalah manfaat positif
dari khasanah itu untuk kepentingan bersama dalam kelompok masyarakat.
Cntohnya khasanah intelektual seseorang dapat menjadikannya dihormati
dan dikagumi. Kekaguman itu menjadikan masyarakat dalam kelompok itu
tergerak untuk belajar berbagai ilmu dari individu bersangkutan. Modal sosial
kelompok, bisa saja muncul dari individu lalu dikembangkan menjadi milik
bersama, atau muncul sebagai kesadaran bersama berdasarkan nilai yang
diyakini bersama. Sebagai contoh: kebiasaan memberi sumbangan pada suatu
kegiatan sosial, bisa saja merupakan kebiasaan individu. Tetapi karena dianggap
memiliki manfaat sosial, individu lain tergerak untuk melakukan hal yang sama,
sehingga akhirnya menjadi kebiasaan seluruh masyarakat dalam kelompok
sosial itu. Bahkan, pola itu dikembangkan sebagai suatu keharusan yang
mengikat bagi semua anggota kelompok dalam masyarakat itu.
c) Modal Kultural
Upaya menjembatani pemahaman tentang modal budaya yang sebelumnya
dibangun melalui modal sosial-modal sosial, diperlukan pemahaman tentang
konsep umum dari budaya (kebudayaan). Beberapa pendapat ahli antropologi
tentang kebudayaan perlu dikemukakan, antara lain Tylor (1971), Glazer et.al
(1988), Keesing (1981), dan Hofstede et.al, (2005). Taylor mengatakan
kebudayaan adalah penjumlahan total dari apa yang dicapai oleh individu dari
masyarakatnya berupa keyakinan-keyakinan, adat istiadat, norma-norma
artistik, kebiasaan, yang dimiliki sebagai warisan yang disampaikan melalui
pendidikan formal atau tidak formal. Glazer et.al memandang kebudayaan
sebagai suatu totalitas pengalaman manusia. Kebudayaan diambil dari istilah
etnografi yang luas dan kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni,
moral, hukum, adat istiadat, kapabilitas, dan kebiasaan lain yang dimiliki
manusia sebagai anggota masyarakat.
Keesing, menjelaskan kebudayaan dalam empat sudut pandang. Pertama,
kebudayaan sebagai sistem adaptif, terdiri atas keyakinan dan perilaku yang
dipelajari dan berfungsi primer dalam menyesuaikan masyarakat manusia dan
lingkungannya. Kedua, kebudayaan sebagai sistem kognitif, yang tersusun dari
apa pun yang diketahui dalam berpikir menurut cara tertentu yang diterima oleh
masyarakat. Ketiga, kebudayaan sebagai sistem struktur dari simbol-simbol
yang dimiliki bersama memiliki analogi dengan struktur pemikiran manusia.
Keempat, kebudayaan sebagai sistem simbol yang terdiri atas simbol-simbol dan
makna-makna yang dimiliki bersama dan bersifat publik. Hofstede (1991)
menjelaskan "kebudayaan" sebagai seperangkat kepercayaan, nilai, ideologi dan
perilaku abadi yang membedakan suatu kelompok orang dengan kelompok
lainnya.
208
Berdasarkan keempat pendapat tentang kebudayaan (budaya) di atas,
terdapat beberapa unsur yang sama, antara lain: nilai, keyakinan, norma,
disampaikan/ dipelajari, perilaku, miliki bersama, dan masyarakat. Sesuatu akan
bernilai bila diberi nilai oleh orang atau sekelompok orang dalam masyarakat.
Jika nilai menjadi dasar tindakan kolektif dalam masyarakat, nilai itulah sebagai
salah satu modal sosial. Keyakinan biasanya berkaitan dengan harapan-harapan.
Jika keyakinan dengan berbagai harapan menjadi milik kolektif, maka keyakinan
itulah sebagai salah satu modal sosial. Nilai-nilai yang diyakini agar memiliki
nilai produktif, biasanya dijadikan norma. Norma akan mengatur keseluruhan
kolektif dalam kelompok masyarakat. Jika itu terjadi, itulah salah satu modal
sosial. Nilai yang diyakini menjelma menjadi norma-norma kolektif tidak akan
pernah dipahami tanpa pewarisan (dipelajari). Oleh karena itu, terjadi proses
pengembangannya menjadi milik kolektif. Melalui proses belajar,
keseluruhannya akan membentuk pola perilaku kolektif dalam konteks yang
disebut masyarakat. Akhirnya, jika keseluruhan itu terjadi dalam proses
integrasi sosial antara struktur-struktur dalam sistem sosial (agen-struktur),
itulah sesungguhnya merupakan modal budaya bagi masyarakat dalam sistem
sosial tertentu.
Apabila masyarakat dalam sistem sosial yang dimaksud adalah pesantren,
maka terbangunnya budaya yang berbentuk pola perilaku, nilai, keyakinan,
norma-norma, dan mungkin institusi-institusi pendukung dalam sistem sosial
pesantren tidak lepas dari kehadiran berbagai modal sosial dan modal budaya
dalam sistem sosial pesantren. Modal sosial dan modal budaya dimaksud
berkaitan dengan bagaimana keduanya dengan berbagai bentuk dan variabelnya
dilahirkan, dikelola/ dimanfaatkan/dipelihara, dan dimaknai sebagai kekayaan
yang dapat diproduksi untuk melahirkan sumber daya lain yang bermanfaat bagi
eksistensi dan dinamika sistem sosial pesantren.
209
Sebagai umat beragama, bersosialisasi, dan berbudaya, tentu modal yang
penting adalah modal spiritual, sosial, dan kultural, sebagaimana yang
bertransformasi dalam ketiga jenis modal dalam ketiga lembaga ini. Kontinuitas
dan penguatan modal tersebut berimplikasi pada beberapa agenda, yakni
pendidikan, kemasyarakatan, dan kenegaraan, yaitu: (1) implikasi pendidikan
menuntut agenda strategis dalam bentuk penyiapan substansi pembelajaran dan
proses instruksionalnya berkaitan keberadaan organisasi dan lembaga pendidikan;
(2) implikasi kemasyarakatan dalam bentuk sosialisasi, diseminasi dan
pemutakhiran nilai-nilai perjuangan yang dikuatkan dengan ketiga jenis modal, dan
(3) konteks negara dan bangsa perlu mendorong dan terus menguatkan
keberadaan modal tersebut, karena ketiganya menjadi bagian penting dalam
kehadiran negara bangsa yang ber-Pancasila, ber-UUD 45, berbhinneka, dan ber-
NKRI.
Kesimpulan
NW merupakan nama organisasi massa Islam, dan selanjutnya dikenal NWDI,
yang keduanya lahir dari madrasah NWDI. Dikenal juga NBDI untuk kalangan
perempuan sebagai bentuk keadilan kesetaraan, dan demokrasi bidang pendidikan.
Kehadiran NW, NWDI, dan NWDI sebagai embrio awal merupakan kumpulan ide,
pikiran, dan tindakan perjuangan agama dan negara, yang lahir pada zaman pra
kemerdekaan Indonesia. keberadaannya hingga saat ini dan seterusnya merupakan
proses yang berkelanjutan dan terus berkembang dinamis. Dua hal penting dapat
dikemukakan sebagai simpulan dalam konteks ini, yakni keberlanjutan pemikiran,
ide, dan tindakan dan keberlanjutan NW, NWDI dan NWDI (madrasah) sebagai
lembaga dengan kehadiran berbagai modal.
Keberlanjutan ide, diawali dengan genuinitas pemikiran, ide, dan tindakan
Hamzanwadi. Hamzanwadi melahirkan ide, pikiran, dan tindakan tersebut sebagai
bentuk kesadaran atas kondisi nyata masyarakat Sasak di Lombok pada zamannya.
Instrumentasi ide, pikiran, tindakan tersebut melahirkan NW, NWDI, dan NWDI
(madrasah). Tentu saja, semuanya membutuhkan kelanjutan dalam ide, pikiran,
dan tindakan. Semuanya berproses dan berkelanjutan melalui pendidikan dari
generasi ke generasi. Dalam konteks ini, pada fase ketiga dewasa ini, ide, pikiran,
dan tindakan tersebut dikembangkan dan dilanjutkan oleh cucu Hamzanwadi, yang
sebagian besar dikenal dengan sebutan TGB Zainul Majdi.
Ide, pikiran, dan tindakan Hamzanwadi dilanjutkan dan dikembangkan oleh TGB
dalam konteks kekinian dan futuristik dengan tetap mempertahankan dan
menguatkan ketiga modal yang hadir dalam visi, misi, tujuan, wasiat, nasyid, dan
petunjuk petunjuk moral bagi jamaah secara khusus, dan generasi bangsa secara
keseluruhan. Setelah Anda memahami lebih dalam mengenai figur TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
210
Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial dan NWDI sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural, silahkan menjawab beberapa pertanyaan reflektif
berikut ini:
Lembar Kerja
Apa pandangan yang Anda miliki saat ini mengetahui dan memahami figur TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial, NWDI sebagai
organisasi masyarakat (ormas) Islam, dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan
kultural?
1. Saya merasa …………… bila ditugaskan mengajar dengan memahami figur TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus estafet perjuangan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dalam bidang dakwah, pendidikan, dan sosial, NWDI
sebagai organisasi masyarakat (ormas) Isalam, dan NWDi sebagai modal
spiritual, sosial, dan kultural.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. pandangan saya tentang figur TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang
dakwah, pendidikan, dan sosial, NWDI sebagai ormas Isalam, dan NWDI
sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural. dalam pendidikan di Indonesia
yang ……………………
b. pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ………
c. pandangan saya lainnya ……………………………………………………………………………..
d. keyakinan saya bahwa ………………………………………………………………………………..
e. pengalaman dan memori saya bahwa ………………………………………….......................
Pertemuan 12
D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari tentang figur TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai penerus
estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dalam bidang dakwah,
pendidikan, dan sosial dan NWDI sebagai modal spiritual, sosial, dan kultural yang
mempengaruhi proses pendidikan dan merefleksikan dalam pembelajaran, silakan
bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan
menyelesaikan tugas berikut.
E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.
212
A B C D
Artikulasi sangat Artikulasi jelas dan Artikulasi cukup Artikulasi kurang
jelas dan mudah mudah dipahami. bisa dipahami. jelas.
dipahami.
Isi menjelaskan Isi cukup Isi tidak
Isi menjelaskan pandangan menjelaskan memberikan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan secara mengenai topik mengenai topik
bahasan secara mendalam. bahasan, namun bahasan serta
mendalam, serta kurang dalam keterkaitannya.
memberikan Visualisasi mendeskripsikan
insight atau menarik dan keterkaitannya. Visualisasi
pembelajaran kreatif. kurang kreatif
terkait topik Visualisasi cukup dan menarik.
bahasan. menarik dan
kreatif
Visualisasi sangat
menarik dan
kreatif
Pertemuan 13
F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:
Lembar Kerja
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut
213
Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya
H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasika mengartikulasikan
refleksi dalam refleksi dalam n refleksi dalam refleksi dalam blog
blog dengan alur blog dengan alur blog dengan dengan kurang
yang jelas dan yang jelas dan cukup mudah jelas dan sulit
214
mudah dipahami, mudah dipahami. dipahami. dipahami.
serta kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan mendalam, pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam namun kurang topik bahasan, dan
secara tajam pandangan tajam dalam tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik mengaitkan pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari pandangan mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan mengenai topik bahasan.
dirinya dan kelompoknya. bahasan.
kelompoknya, Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa Mahasiswa atau kurang jelas
dengan materi menyimpulkan menyimpulkan dalam
dari MK lain. pemahaman secara sederhana menyimpulka
mengenai topik pemahamannya pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara
menyimpulkan mengenai topik mengenai topik
jelas. bahasan. bahasan.
pemahaman
mengenai Mahasiswa
topik bahasan mengaitkan Mahasiswa Mahasiswa tidak
secara tajam. pembelajaran dari secara singkat mengaitkan
modul ini dengan mengaitkan pembelajaran dari
Mahasiswa kesiapannya pembelajaran modul ini dengan
mengaitkan mengajar sebagai dari modul ini kesiapannya
pembelajaran dari guru. dengan mengajar sebagai
modul ini dengan kesiapannya guru.
kesiapannya mengajar sebagai
mengajar sebagai guru.
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.
215
A B C D
Mahasiswa aktif Mahasiswa aktif Mahasiswa jarang Mahasiswa
memberikan memberikan terlihat tidak terlihat
pendapat, pendapat, memberikan memberikan
menjawab menjawab pendapat atau pendapat atau
pertanyaan dari pertanyaan dari menjawab menjawab
dosen/modul, dan dosen/modul, dan pertanyaan dari pertanyaan dari
mengajukan mengajukan dosen/modul. dosen/modul.
pertanyaan yang pertanyaan untuk
memperkaya konfirmasi atau Mahasiswa kurang Mahasiswa
pemahaman klarifikasi. menunjukkan tidak
seluruh perilaku menunjukkan
mahasiswa. Mahasiswa cukup memfasilitasi perilaku
menunjukkan rekan memfasilitasi
Mahasiswa perilaku mahasiswanya rekan
menunjukkan memfasilitasi dalam proses mahasiswanya
perilaku rekan pembelajaran baik, dalam proses
memfasilitasi mahasiswanya di kelompok pembelajaran
rekan dalam proses maupun di kelas baik, di
mahasiswanya pembelajaran baik, secara kelompok
dalam proses di kelompok keseluruhan. maupun di kelas
pembelajaran baik, maupun di kelas secara
di kelompok secara Mahasiswa keseluruhan.
maupun di kelas keseluruhan. mengumpulkan
secara tugas melebihi Mahasiswa
keseluruhan. Mahasiswa dengan tenggat tidak
mengumpulkan waktu yang mengumpulkan
Mahasiswa tugas sesuai ditentukan. tugas.
mengumpulkan dengan tenggat
tugas sebelum waktu yang
tenggat waktu ditentukan.
yang ditentukan.
216
Topik 6
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
dan Dakwah Nusantara
A. Pengantar
Durasi : 2 pertemuan
Sub-CPMK : Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat:
1. Mendiskusikan pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majid, M.A.
2. Merefleksikan Dakwah Nusantara: Islam rahmatan
lil alamin dalam keberagaman bangsa Indonesia
Indikator : 1. Ketepatan menjelaskan pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majid, M.A.
2. Ketepatan menguraikan dan menganalisis dakwah
Nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam
keberagaman bangsa Indonesia
Kriterai Penilaian : Ketepatan dan penguasaan
Bentuk Penilaian : Non-tes (unjuk kerja dan portofolio)
Metode Pembelajaran : ▪ Kuliah dan diskusi (TM: 2 x 60’)
▪ Tugas 1: Responsi dan tutorial (60’)
▪ Tugas 2: Laporan analisis pemikiran kebangsaan
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah
Nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam
keberagaman bangsa Indonesia (2 x 60’)
Materi Pembelajaran : 1. Pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majid,
M.A.
2. Dakwah nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam
keberagaman bangsa Indonesia
Pertemuan 14
Selamat datang di topik yang keenam ini, yaitu pemikiran TGB. Dr. H. M. Zainul
Majid, M.A., dan Dakwah Nusantara: Islam rahmatan lil alamin dalam keberagaman
bangsa Indonesia. Topik ini penting untuk memahami pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara: Islam rahmatan lil alamin
dalam keberagaman bangsa Indonesia.
Kita akan mulai pembelajaran tentang isu-isu kebangsaan dan keberagaman bangsa
Indonesia di sekolah melalui pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,
M.A., dan Dakwah Nusantara-Islam rahmatan lil alamin dalam pendidikan di
Indonesia dengan melakukan pengamatan terhadap video berikut ini.
Lembar Kerja
Dari pengamatan tentang pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A.,
dan dakwah nusantara tersebut:
1. Pernahkah Anda mengalami hal yang serupa? Bila ya, apa saja hal yang sama
dan berbeda yang Anda temui?
……….…………………….………………………………………………………………………………………
2. Apa yang Anda pikirkan dan rasakan tentang kondisi pendidikan dalam
suasana keberagaman tersebut?
……………………………………………………………………………………………………………………
3. Apa yang Anda pikirkan tentang pendidikan dalam keberagaman bangsa
Indonesia?
………………………………………………………………………………………………………………………
218
Mari berproses bersama dalam rangkaian pembelajaran selanjutnya untuk semakin
memahami pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A melalui Dakwah
Nusantara dengan menegakkan Islam rahmatan lil alamin untuk membangun
pendidikan dalam keberagaman hidup berbangsa di Indonesia.
C. Eksplorasi Konsep
Indonesia terdiri dari beragam latar belakang suku, agama, ras, golongan, bahasa,
adat istiadat, dan status sosial, serta pulau/daerah sehingga keberagaman ini
Indonesia dikenal sebagai negara multikultural.
219
Pancasila, UUD 1945, Undang-Undang (UU), lembaga-lembaga pemerintahan,
dan kemasyarakatan (https://diskominfotik.ntbprov.go.id/).
Infrastruktur dimaksud harus ditunjang oleh nilai-nilai yang hidup dan
diyakini sebagai kekuatan atau spirit dalam bernegara. Spirit dari semua itu
adalah nilai-nilai Ketuhanan. Semua agama memiliki sumbu Ketuhanan yang
sama, di sinilah titik temu nilai ketuhanan itu, sedangkan sekularitas, tidak
cocok dan bahkan bertentangan dengan jiwa masyarakat karena bukan
merupakan spiritualitas Nusantara. Infrastruktur negara, terdiri atas
Pancasila, UUD 1945, UU, dan NKRI, kemudian ada Bhinneka Tunggal Ika,
ditopang oleh suprastruktur yang ada nilai di bawah yang menjaga ini semua
supaya tetap operasional. Keempat nilai ini ditopang oleh ketuhanan, yaitu
spritualitas sehingga kalau berbicara Pancasila tetapi pondasi ketuhanan atau
spritualitas itu tidak ada, ini sesuatu yang sulit juga. Misalnya secara
sederhana mau menjelaskan tentang Pancasila pada pondok pesantren, tentu
tidak bisa serta merta mengatakan bahwa Pancasila, pegang kemudian lima
prinsip ini diimani dan dilaksanakan, tteapi harus ada substansi pondasi
utama yang lebih substansial, yang lebih utama adalah ketuhanan itu
(Muta’ali, et al, 2017. 12).
Berkaitan dengan posisi agama Islam yang bukan hanya sebagai agama
mayoritas, tetapi juga majority creator kemerdekaan Indonesia, TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A, berpandangan bahwa masyarakat tumbuh dalam ruang
dan waktu, dan ruang itu adalah NKRI. Ia menegaskan berislam itu ada ruang
dan waktu, jadi tidak mungkin berislam pada ruang yang hampa dan waktu
yang hampa. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, menyatakan:
Ruang bagi kita di Indonesia adalah nusantara dan waktunya kapan adalah
sekarang atau masa yang akan datang. Jadi kalau memaknakan seperti itu,
maka Indonesia itu bagian tidak dapat dipisahkan dari keislaman. Oleh
karena itu, semua ekspresi keislaman di republik ini harus berkontribusi
untuk menguatkan Indonesia. Jadi tidak boleh ada ekspresi keislaman yang
menggerogoti apalagi menggergaji pilar-pilar utama dalam bernegara. Poin
pertama, berislam tidak bisa lepas dari ruang dan waktu, kedua menjaga
Indonesia dengan mengisinya dengan hal-hal yang konstruktif, bekerja
dengan sungguh-sungguh untuk membangun adalah bagian dari berbakti
kepada para ulama dan pendahulunya.
220
2) Eksistensi Negara
NKRI memiliki keragaman dengan kekhasan yang berbeda-beda satu sama
lain, dan keanekaragaman dan kekayaan itu menyatu menjadi sebuah
keindahan yang utuh menjadi sebua bangsa yang besar, merawat
keragaman itu perlu strategi yang didasarkan pada pedoman hidup
bernegara, yaitu Pancasila. Negara Indonesia mengakui 6 (enam) agama
resmi, artinya Indonesia adalah negara yang berketuhanan, bukan
sekuler. Namun bukan pula bangsa yang menjadikan agama tertentu
sebagai ideologi, hukum dan sistem politik pemerintahan.
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, memiliki pandangan bahwa
keberagaman Nusantara merupakan blessing atau karunia dari Allah
Swt. Lebih lanjut ia menyampaikan:
Karunia dari Allah Swt ini, meyebabkan kita terhindar dari banyak
hal yang tidak baik dibandingkan negara-negara yang baru lahir.
Manusia bergerak dan berfikir serta dapat mengarahkan fikirannya
itu karena petunjuk dari Allah SWT. Ini merupakan sebuah
keberkahan yang harus disyukuri dan harus dirawat saat sekarang
ini (Putra, 2020).
221
Pesantren tidak pernah ada surutnya, jika dilihat grafik secara
kuantitas pesantren dari zaman ke zaman di Indonesia, bahkan pada
zaman umat Islam tidak mendapatkan posisi politik yang proporsional
atau berada dalam situasi ekonomi yang tidak menguntungkan, tren
pesantren meningkat secara kuantitatif, baik dari sisi lembaga maupun
anak-anak bangsa yang belajar. Jika subsistem pesantren mendapat
perhatian yang cukup, tidak bisa dibayangkan bagaimana pelipatan
kontribusinya pada republik atau negara ini.
Upaya menghindari keretakan dalam berbangsa dan bernegara,
secara eksplisit dalam menjaga eksistensi bernegara, TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A, berpikiran bahwa semua pihak harus memiliki
pendinginan kolektif pada semua peristiwa yang berdampak pada
tergerusnya kesatuan bangsa. Semua pihak harus cooling down, dengan
mengelaborasi nilai-nilai yang menyatukan atau memperkuat dengan
cara: (1) ketegangan urat syaraf harus diturunkan, dimana seluruh
aktor harus melakukan pendinginan kolektif; (2) harus ada pesan yang
kuat dari kepala pemerintahan, menegaskan dan memberi pengarahan
yang pasti dan tegas, agar semua pihak menghentikan saling hujat,
saling fitnah antarkelompok atau antar golongan atau sikap saling
merendahkan lainnya, dan (3) upaya-upaya kultural dari semua pihak
terus dilakukan dan dikuatkan, dalam merawat nilai-nilai ke-
Indonesiaan
222
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, dalam usia yang tergolong masih sangat
muda, yaitu 36 tahun telah mampu berkarya dan mengabdi untuk masyarakat,
hal ini ia sampaikan bahwa:
Dakwah dan politik itu selalu berkaitan satu dengan yang lain, karena
Islam tidak memisahkan antara agama dan politik, karena sesungguhnya
seluruh wilayah kehidupan adalah wahana untuk dakwah, termasuk
wilayah politik adalah wilayah yang amat penting dalam berdakwah,
karena di dalamnya terdapat kebijakankebijakan yang berkaitan dengan
umat Islam (Sumber: Program “Satu Indonesia bersama Muhammad Zainul
Majdi”, dalam https://www.youtube.com/watch?v=nKRVs9).
223
b. Dakwah Nusantara
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, dengan latar belakang sebagai pendidik dan
pendakwah memiliki cara tersendiri dalam mencintai Indonesia, yakni
berkeliling Nusantara, berdakwah, menyampaikan pesan kebaikan pada umat.
Meskipun pada awalnya diliputi keraguan untuk menerima undangan dakwah
diberbagai tempat karena amanah menyelesaikan tugas sebagai Gubernur Nusa
Tenggara Barat. Baginya, jalan dakwah yang ditempuh bukan hanya sebagai
medium silaturrahmi dengan sesama muslim, tetapi, sebagai jalan mempererat
jalinan kebangsaan sebagai jalan pembuka kebaikan, dalam perjalannya, pesan
dakwah tersebut kuat dengan nilai wasathiyah. Di NU biasa dikenal tawasuth,
tasammuh, dan tawazun (https://www.jawapos.com/dakwah-nusantara).
Dakwah yang dilakukan oleh TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, cenderung
memiliki kekhasan, seperti menggunakan komunikasi dengan mengemas
retorika agama dikombinasikan dengan nilai-nilai dakwah. Komunikasi tersebut
tampak ketika berbicara pada lawan bicaranya atau dalam komunikasi politik. Ia
juga rutin menyampaikan ceramah atau kajian di radio, masjid-masjid atau
stasiun TV. TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, selaku seorang pendakwah mampu
mengemas pesan dakwah lebih menarik dengan memahami konteks dan situasi
dalam berdakwah, kemasan retorika dakwahnya. Figur TGB. Dr. H. M. Zainul
Majdi, M.A, sebagai seorang tokoh banyak menarik perhatian masyarakat, bukan
hanya masyarakat NTB, namun juga masyarakat Indonesia secara umum. Ia
dikenal sebagai tuan guru muda yang aktif berdakwah. Dakwahnya diterima
oleh masyarakat karena ketepatannya membawa pesan dakwah sehingga ia bisa
dikenal dan diterima oleh semua lapisan masyarakat. Ia selalu menyampaikan
pesan-pesan moderasi Islam pada masyarakat tentang nilai-nilai ajaran agama
yang mulia dalam menata suatu kehidupan masyarakat agar menjadi lebih baik
(Ziaulhaq, 2020).
Nilai-nilai ajaran Islam sering didakwahkan, yaitu konsep ummah menghargai
keberagaman, kebersamaan, sebagai konsep terbaik yang dihadirkan Islam
dengan ukhuwah islamiyah melalui persatuan membangun masyarakat yang
berintegritas. Suatu prinsip membangun masyarakat harus berbasis pada
integritas keteladanan, kejujuran, kebaikan, dan keberagaman, serta mampu
menjaga suatu amanah, dan menanamkan dakwah dalam setiap aktivitasnya, hal
tersebut menjadi prinsip hidup umat Islam, dan politik bagian dari instrumen
yang tetap mengikuti dengan nilai-nilai dakwah, jadi semua aktivitas kehidupan
harus diniatkan untuk dakwah Islam. Aktivitas dakwah tersebut, misalnya
mengisi acara-acara program TV “Satu Indonesia bersama Muhammad Zainul
Majdi” (https://www.youtube.com/watch?v=nKRVs9BzyVE).
224
Tingginya tingkat keberhasilan dakwah TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A,
menjadikan dakwah-dakwahnya selalu menarik untuk disimak, baik melalui
penyampaian bahasa yang sangat ringan mampu mengajak masyarakat dari
segala golongan. Ketika ia berbicara pesannya mudah dipahami dengan
penyampaian yang begitu menarik. Latar belakang pendidikan turut berperan
dalam menunjang keberhasilan dakwahnya dimana orang dengan pendidikan
yang mumpuni dalam bidang agama akan lebih didengar dan dipercaya
masyarakat. Materi dakwah yang disampaikan banyak mengulas berbagai
macam pesan toleransi, moderasi Islam melalui kajian tafsir dan hadist.
Materi dakwah yang disampaikan banyak membahas atau mengulas Islam
dan nasionalisme yang berpegang teguh pada ajaran Islam moderat. Pesan
dakwahnya identik dengan moderasi Islam, di antaranya tabligh (informasi),
taghyir (perubahan sosial), khairu ummah (keteladanan umat), dan mampu
mencerminkan akhlak yang terbaik dari setiap individu, dan membangun
kepekaan sosial, dengan mempromosikan ajaran-ajaran Islam yang relevan
dengan nilai-nilai universal (Bhakti, 2015).
Dakwah TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, terkait dengan Islam dan
nasionalisme dinyatakan sebagai berikut:
Mencintai negara atau hubbul wathan merupakan bagian dari ajaran Islam.
Negara Indonesia ini adalah karunia dari Allah Swt dan cara mencintai
karunia Allah Swt adalah dengan menjaganya. Kebangsaan dan keislaman di
Indonesia tidak dapat dipisahkan karena keduanya berjalan seiringan.
Kebangsaan dan keislaman kita tidak dapat dipisahkan, semua pihak memiliki
kewajiban menerangkan antara keislaman dan kebangsaan tidak ada
pertentangan. Islam tidak datang di ruang kosong, namun hadir dalam
sejarah. Kebenaran dalam sejarah itu kebenaran dari Allah Swt. Cinta pada
tanah air itu bagian dari naluri, tak mungkin bertentangan dengan agama
(http://republika.co.id, 2023).
225
2. Moderasi Ajaran Islam dan Moderasi Kehidupan Beragama dalam
Islam
a. Islam Rahmatan Lil Alamin
Secara terminologi Bahasa Islam rahmatan lil aalamin terdiri atas Islam dan
rahmatan lil alamin. Islam berasal dari kata salama/salima yang berarti damai,
keamanan, kenyamanan, dan perlindungan. Fatwa tentang terorisme dan bom
bunuh diri yang disampaikan oleh Tahir-ul-Qadri (2014: 74) menyatakan:
…seperti makna literalnya, Islam adalah pernyataan absolut tentang
perdamaian. Agama Islam adalah manifestasi damai itu sendiri. Islam
mendorong manusia untuk menciptakan hidup proporsional, damai, penuh
kebaikan, keseimbangan, toleransi, sabar dan menahan marah.
226
Konsep Islam rahmatan lil alamin melalui operasionalisasi, yaitu menurut
Nur Syam dalam blognya http://nursyam.winsby.ac.id, menyatakan bahwa
konsep dan upaya orang Islam di dunia umumnya, khususnya di Indonesia
dalam mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam itu berarti bukan
hanya keselamatan dan kedamaian untuk semua manusia tetapi juga untuk
alam, meliputi hablumminallah, hablumminannas, dan juga hablum minal alam.
Artinya keselamatan manusia tidak ada artinya jika alam dan sekitarnya tidak
dalam keselamatan.Islam yang menyelamatkan adalah Islam yang memberikan
keselamatan bagi semuanya, sehingga terwujud perdamaian dan kesejukan bagi
seluruh alam.
Nur Syam dalam blognya http://nursyam.winsby.ac.id, menegaskan bahwa
konsep Islam rahmatan lil alamin berupaya untuk meningkatkan hubungan yang
terjadi antara manusia baik yang humanis, dialogis, toleran, bahkan pluralis, hal
tersebut dilakukan dengan pengelolaan, pemanfaatan dan pendayagunaan alam
dengan penuh rasa kasih sayang. Pluralis dalam arti memiliki relasi tanpa
memandang suku, bangsa, agama, ras, ataupun titik lainnya yang membedakan
antara satu orang dengan orang lain. Humanis dalam arti menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan menghargai manusia sebagai manusia. Dialogis dalam arti
semua persoalan yang muncul sebagai akibat interaksi sosial didiskusikan
secara baik dan akomodatif terhadap berbagai pemikiran. Toleran dalam arti
memberi kesempatan kepada yang lain untuk melakukan sebagaimana yang
diyakininya, dengan penuh rasa damai.
Bentuk konsep Islam rahmatan lil alamin ditunjukkan oleh pendiri NWDI
adalah menghadirkan dakwah yang humanis, dialogis dan toleran. Murid-murid
TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid dikirim ke berbagai penjuru negeri ini untuk
berdakwah di tengah-tengah masyarakat, dan di tengah-tengah komunitas pada
saat itu belajar Islam tidak seperti yang diajarkan oleh para salafus sholeh, yang
mereka menyebut komunitas mereka itu dengan komunitas ngaji dalem, ngaji
kebatinan, atau ngaji tarekat dan komuitas masyarakat nonmuslim. Murid-murid
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan dakwahnya yang humanis, dialogis dan
toleran mampu diterima oleh komunitas tersebut, walaupun memang ada
pertentangan dari sebagian kecil orang, tapi secara keseluruhan dakwah mereka
sangat diterima. Salah satu contoh murid TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid,
yaitu TGH. M. Juaini Mukhtar berdakwah dan menyebarkan paham ahlussunah
wal jamaah di tengah-tengah masyarakat dan komunitas Hindu di Narmada.
Dakwahnya diterima oleh masyarakat dan mendirikan salah satu Madrasah
NWDI, yaitu Pondok Pesantren Nurul Haramain NWDI Narmada.
227
b. Moderasi Beragama
Moderasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu moderatio, berarti ke-sedang-an
(tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga berarti penguasaan diri
(dari sikap sangat berlebihan dan kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) (Depdikbud, 1993) menyebutkan dua pengertian kata moderasi, yakni:
(1) pengurangan kekerasan, dan (2) penghindaran keesktreman. Jika dikatakan,
“orang itu bersikap moderat”, kalimat itu berarti bahwa orang itu bersikap
wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrim.
Kata moderation dalam Bahasa Inggris sering digunakan dalam pengertian
average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non-oligned (tidak
berpihak). Secara umum, moderat berarti mengedepankan keseimbangan dalam
hal keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai
individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara. Sedangkan dalam
Bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang
memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengah-tengah), I’tidal (adil),
dan tawazun (berimbang). orang yang menerapkan prinsip wasathiyah bisa
disebut wasith. Dalam Bahasa Arab pula, kata wasathiyah diartikan sebagai
”pilihan terbaik”. Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna
yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan
tengah di antara berbagai pilihan ekstrim. Kata wasith bahkan sudah diserap ke
dalam Bahasa Indonesia menjadi kata ‘wasit’ memiliki tiga pengertian, yaitu: (1)
penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); (2) pelerai
(pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan (3) pemimpin di pertandingan.
Menurut para pakar Bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti “segala
yang baik sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata “dermawan”, yang berarti
sikap di antara kikir dan boros, atau kata “pemberani”, yang berarti sikap di
antara penakut (al-jubn) dan nekat (tahawur), dan masih banyak lagi contoh
lainnya dalam Bahasa Arab. Kalau di analogikan, moderasi adalah ibarat gaya
sentripetal, yaitu gaya yang arahnya melaju ke titik pusat lintasan melingkar
sedangkan lawan dari moderasi adalah ekstrimisme di ibaratkan seperti gaya
sentrifugal yaitu gaya ketika benda bergerak melingkar dengan arah yang
menjauh atau keluar dari lintasan lingkaran. Meminjam analogi ini dalam
konteks beragama, sikap moderat adalah cara pandang dalam beragama yang
tidak ekstrim baik ekstrim kanan ataupun ekstrim kiri, yaitu cara pandang,
sikap,dan prilaku di tengah-tengah bertindak adil.
Moderasi beragama harus dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang
antara pengamalan agama sendiri (ekslusif) dan penghormatan kepada praktik
beragama orang lain yang berbeda keyakinan (inklusif). Keseimbang aatau jalan
tengah dalam praktek beragama ini niscaya akan menghindarkan kita dari sikap
ekstrim berlebihan, fanatik dan sikap revolusioner dalam beragama. Moderasi
228
beragama sesungguhnya merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan,
baik di tingkat lokal, nasional, maupun global. Pilihan pada moderasi dengan
menolak ekstrimisme dan liberalisme dalam beragama adalah kunci
keseimbang, demi terperiharanya pradaban dan terciptanya perdamaian.
Dengan cara inilah masing-masing umat bragama dapat memperlakukan orang
lain secara terhormat, menerima perbedaan, serta hidup bersama dalam damai
dan harmoni. Dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia, moderasi
beragama bisa jadi bukan pilihan, melainkan keharusan.
Salah satu prinsip dasar dalam moderasi beragama adalah selalu menjaga
keseimbangan diantara dua hal, misalnya keseimbangan antara akal dan wahyu,
antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara kepentingan
individual dan kemaslahatan komunal, antara keharusan dan kesukarelaan,
antara teks agama dan ijtihad tokoh agama, antara gagasan ideal dan kenyataan,
serta keseimbangan antara masa lalu dan masa depan. Begitulah, inti dari
moderasi beragama adalah adil dan berimbang dalam memandang, menyikapi,
dan mempraktikkan semua konsep yang berpasangan di atas.
Menurut KBBI (Depdkbud, 1993), kata “adil” diartikan: (1) tidak berat
sebelah; (2) berpihak kepada kebenaran; dan (3) sepatutnya atau tidak
sewenang-wenang. Adil dalam konteks ini dimaknai dalam pengertian yakni
seorang yang tidak berat sebelah, melainkan lebih berpihak pada kebenaran.
Prinsip yang kedua keseimbangan adalah istilah untuk menggambarkan cara
pandang, sikap, dan komitmen untuk selalu berpihak pada keadilan,
kemanusiaan, dan persamaan. Kecenderungan untuk bersikap seimbang bukan
berarti tidak punya pendapat. Mereka yang punya sikap seimbang berarti tegas,
tetapi tidak keras karena selalu berpihak kepada keadilan, hanya saja
keberpihakannya itu tidak sampai merampas hak orang lain sehingga
merugikan. Keseimbangan dapat dianggap sebagai satu bentuk cara pandang
untuk mengerjakan sesuatu secukupnya, tidak berlebihan dan tidak kurang,
tidak konservatif dan juga tidak liberal.
Muhammad Hasyim Kamali, bahwa prinsip keseimbangan (balance) dan adil
(justice) dalam konsep moderasi (wasathiyah) berarti bahwa dalam beragama,
seseorang tidak boleh ekstrim pada pandangannya, melainkan harus selalu
mencari titik temu. Bagi Kamali, wasathiyah merupakan aspek penting dalam
Islam yang sering dilupakan oleh ummatnya, padahal, wasathiyah merupakan
esensi ajaran Islam. Moderasi bukan hanya diajarkan oleh Islam, tetapi juga oleh
agama lain. Lebih jauh, moderasi merupakan kebijakan yang mendorong
terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara personal,
keluarga dan masyarakat hingga hubungan antar manusia yang lebih luas. Kedua
nilai ini, adil dan berimbang, akan lebih mudah terbentuk jika seorang memiliki
tiga karakter utama dalam dirinya: kebijaksanaan (wisdom), ketulusan (purity),
229
dan keberanian (courage). Dengan kata lain, sikap moderat dalam beragama
selalu memilih jalan tengah, akan lebih mudah diwujudkan apabila seseorang
memiliki keluasan pengetahuan agama yang memadai sehingga dapat bersikap
bijak, tahan godaan sehingga bisa bersikap tulus tanpa beban, serta tidak egois
dengan tafsir kebenarannya sendiri, sehingga berani mengakui tafsir kebenaran
orang lain dan berani menyampaikan pandangannya yang berdasarkan ilmu.
Rumusan lain, dapat dikatakan bahwa ada tiga syarat terpenuhinya sikap
moderat dalam beragama, yakni memiliki pengetahuan yang luas, mampu
mengendalikan emosi untuk tidak melebihi batas, dan selalu berhati-hati. Jika
disederhanakan, rumusan tiga syarat moderasi beragama ini diungkapkan dalam
tiga kata, yakni harus: berilmu, berbudi, dan berhati-hati (Kemenag RI, 2019:
15-20). Islam dan para ulama dalam membangun rumusan yaitu syariat dan akal
itu saling memiliki keterkaitan satu sama lain, seperti kata Imam Ghazali yaitu
syariat itu adalah akal yang datang dari luar sedangkan akal itu adalah syariat
yang ada di dalam, artinya antar teks-teks agama tuntunan syariat dengan akal
budi dan dengan rasio manusia itu tidak boleh dipertentangkan, dari akal budi
dan rasio inilah lahir kebudayaan dan peradaban.
Salah satu pondasi moderasi beragama adalah kita menyakini antara teks-
teks agama dengan akal budi yang melahirkan peradaban yang baik, tata nilai
bermasyarakat yang baik tidak boleh ada pertentangan, jikalau kita berbicara
dalam konteks bernegara yaitu konsensus bernegara kita adalah Pancasila hasil
kesepakatan bersama tidak boleh ada pertentangan, karena semua yang baik ini
adalah ciptaan dari Allah Swt. Semua makhluk Allah di ciptakan adalah untuk
membangun kemaslahatan menghadirkan kebaikan. Nabi Muhammad Saw
dalam sabdanya: “khairunnas anfa’uhum linnas” sebaik-baik manusia adalah
yang memberikan manfaat kepada manusia yang lain. Di samping al-Qur’an
menjelasakan posisi umat Islam sebagi umat penengah yang menjadi
penyeimbang dari sikap keberagamaan umat Yahudi dan Nasrani, hakikat ajaran
Islam itu sendiri sejatinya telah mencerminkan “moderasi” dalam seluruh
ajarannya. Sebagai contoh dalam aspek akidah; ajaran Islam menjadi penengah
antara keyakinan kaum musyrikin yang tunduk pada khurafat dan mitos, dan
keyakinan sekelompok kaum yang mengingkari segala yang berwujud metafisik.
Seseorang disebut sebagai muslim moderat yaitu sejauh dia biasa mendeteksi
bahwa pemikiran, prilaku, sudah sesuai dengan Maqasid syariah. Konsep
Maqasid Syariah yang diartikan sebagai tujuan atau rahasia Allah yang ada
dalam hukum syariat, yang di mana konsep ini banyak dikemukan oleh para
ulama salah satunya adalah Imam asy-Syatibi yang dimana konsep ini di ambil
dari kaidah yang mengatakan “Sesungguhnya syariat bertujuan untuk
mewujudkan kemaslahatan dunia dan akhirat”. Menurut Imam Asy-Syatibi, ada
230
lima bentuk maqasid syariah, atau lima prinsip umum kulliat al-khamsah
(http://ponpes.alhasanah.sch.id).
1) Maqasid syariah untuk melindungi agama. Bentuk maqasid syariah untuk
melindungi agama merupakan hak memeluk dan meyakini seseorang
boleh dan berhak memeluk agama yang di yakin secara bebas dan tanpa
gannguan. Contoh penjagaannya dengan melaksanakan salat, zakat, dan
lain-lain.
2) Maqasid syariah untuk melindungi jiwa. Bentuk maqasid syariah untuk
melindungi jiwa merupakan landasan dan alasan yang menyatakan bahwa
seorang manusia tidak boleh disakiti, dilukai apalagi dibunuh. Contoh
penerapannya adalah dengan makan dan minum.
3) Maqasid syariah untuk melindungi pikiran. Bentuk maqasid syariah unuk
melindungi pikiran atau akal. Berangkat dari hal ini maka segala hal yang
menyebabkan hilangnya akal menjadi tidak boleh. Termasuk didalamnya
mengkonsumsi narkoba atau minuman keras, termasuk dalam hal ini juga
adalah kebebasan berpendapat secara aman bagi setiap orang.
4) Maqasid syariah untuk melindungi harta. Maqasid syariah untuk
melindungi harta menjamin bahwa setiap orang berhak memiliki
kekayaan harta benda dan merebutnya dari orang lain merupakan hal
yang dilarang baik dalam bentuk pencurian, korupsi, dan lain sebagainya.
Contoh penerapan hal ini dilakukan dengan cara melaksanakan jual beli
dan mencari rezeki.
5) Maqasid syariah untuk melindungi keturunan. Maqasid syariah untuk
melindungi keturunan yaitu membuat perzinahan menjadi terlarang
karena dapat memberikan dampak negatif baik secara biologis, psikologis,
ekonomi, sosial, nasab, hukum, waris, dan lain sebagainya.
Ukhuwah dalam Islam sangatlah esensial, bahkan jika ada perselisihan kita
diperintahkan untuk mendamaikannya bukan memperkeruh suasananya.
Ukhuwah dalam al-Qur’an diperkenalkan beberapa macam, yaitu: Ukhuwah
wathaniyah yaitu sebuah hubungan antarsesama anak bangsa dan ukhuwah
231
Islamiyah yaitu hubungan antar sesama pemeluk agama Islam dan ukhuwah
basyariyah yaitu hubungan antar sesama manusia.
Ketiga ukhuwah ini memerlukan beberapa aspek untuk saling berkaitan satu
sama lain. Aspek yang petama adalah ta’aruf yaitu saling mengenal satu sama
lain pada akhirnya terjalin ukhuwah baik itu ukhuwah basyariyah, ukhuwah
Islamiyah, maupun ukhuwah wathaniyah sehingga dengan proses ta’aruf ini
nantinya akan saling mengetahui hak dan kewajiban masing-masing, baik
hubungannya dengan agama, kemanusiaan, dan bernegara. Aspek kedua adalah
takaful yaitu proses saling menjaga antara satu manusia dengan manusia yang
lain, antara anak bangsa satu dengan yang lain, antara muslim yang satu dengan
muslim yang lain sehingga terjalin ukhuwah yang baik. Aspek ketiga adalah
ta’aluf yaitu persatuan baik itu persatuan antar ummat manusia dalam bingkai
kemanusiaan, persatuan dalam bingkai kebangsaan dan persatuan dalam
bingkai keagamaan. Aspek keempat adalah ta’awun yaitu saling tolong menolong
dalam berbagai aspek kehidupan baik itu tolong menolong sesama manusia,
tolong menolong sesama anak bangsa maupun tolong menolong sesama muslim.
Kelima, tafahum yaitu saling memahami satu sama lain, memahami hak asasi
manusia, memahami hak beragama, memahami hak bernegara.
(Sumber: https://sinar5news.com/6739-2/).
Kesimpulan
Berdasarkan perkuliahan yang sudah kita lalui mengenai TGKH. M. Zainul Majdi
dan dakwah nusantara dan materi-materi sebelumnya, perlu mengambil
kesimpulan agar perkuliahan menjadi terarah. Perspektif moderasi beragama
menjadi penting untuk digunakan untuk melihat tema ini.
1. Keislaman dan keindonesiaan merupakan ruang sejarah yang telah terisi dengan
kemajemukan. Indonesia menjadi bagian ruang sejarah keislaman yang
menghargai kemajemukan, baik agama, ras, suku, budaya yang ada di Indonesia.
Islam mendorong partisipasi pemeluknya untuk menghadirkan Islam pada
semua ruang kehidupan. Termasuk dalam bernegara, karena Islam tidak
memisahkan urusannya dengan negara. Dengan kata lain, Islam mengatur
urusan negara.
2. Melalui dakwah nusantara, Islam dihadirkan dengan mengedepankan prinsip-
prinsip ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah basyariyah, dan
ukhuwah kholkiyah. Dakwah merupakan jalan Islam yang ditempuh untuk
merawat persaudaraan-persaudaraan dengan menghadirkan Islam yang penuh
dengan toleransi, inklusif, dengan pondasi moderasi, sejalan dengan tujuan
maqasidussyariah.
3. Islam rahmatan lil alamin adalah cita-cita keislaman yang penting untuk
diperjuangkan melalui dakwah dan dakwah nusantara yang ditempuh oleh TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., bagian dari menghadirkan Islam rahmatan lil alamin.
Tentunya dalam dakwah, TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., untuk mengangkat
keislaman dan keindonesiaan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, maka dapat diambil pelajaran penting, bahwa berislam secara benar
dapat sejalan dengan partispasi dalam bernegara.
233
Setelah Anda memahami lebih mendalam mengenai pemikiran kebangsaan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi, M.A, dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin dalam
keragaman bangsa Indonesia, silahkan menjawab beberapa pertanyaan reflektif
berikut ini.
Lembar Kerja
Apa pandangan yang Anda miliki saat ini tentang pemikiran kebangsaan TGB. M.
Zainul Majid, dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin dalam keragaman
bangsa Indonesia?
1. Saya merasa …………… bila ditugaskan mengajar dengan memahami pemikiran
kebangsaan dan dakwah Nusantara TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi M.A dalam
membangun kesadaran hidup berbangsa dan bernegara yang beragam
(multikultural) pada peserta didik.
2. Apa yang saya rasakan tersebut dipengaruhi oleh:
a. Pandangan saya tentang Islam rahmatan lil alamin yang diterapkan dalam
kehidupan berbangsa dalam pendidikan di Indonesia yang ……………
b. Pandangan saya tentang pendidikan serta pengajaran di Indonesia yang ……….
c. Pandangan saya lainnya yang ………………………….
d. Keyakinan saya bahwa ………………………
e. Pengalaman dan memori saya bahwa ……………………
D. Ruang Kolaborasi
Setelah mempelajari pemikiran kebangsaan dan dakwah Nusantara TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi, M.A., turut mempengaruhi proses pendidikan dalam keberagaman
hidup dan merefleksikan dalam pembelajaran, silakan bekerja dalam kelompok
yang terdiri dari 4 orang untuk berbagi hasil refleksi dan menyelesaikan tugas
berikut.
234
Zainul Majdi, M.A., tentang Islam rahmatan lil alamin yang diterapkan sebagai
upaya membangun keberagaman bangsa Indonesia pada peserta didik?
c. Apa persamaan pandangan atau pemikiran kebangsaan TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid dengan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dalam perjuangan
membangun semangat kebangsaan yang mempengaruhi proses pendidikan
yang dimiliki?
d. Apa persamaan pemikiran kebangsaan dalam dakwah dan pendidikan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid dengan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dengan
memperhatikan pendekatan, strategi, metode, dan dakwah yang diterapkan
dalam membangun semangat kebangsaan pada peserta didik yang dimiliki?
2. Presentasikan hasil diskusi kelompok dalam bentuk visualisasi yang kreatif.
Pertemuan 15
E. Demonstrasi Kontekstual
Setelah menyelesaikan tugas secara berkelompok, saat ini Anda akan
mempresentasikan hasil kerja kelompok Anda, dalam bentuk pameran hasil kerja,
yaitu menempelkan plano hasil visualisasi dalam ruangan dan bergantian dalam
presentasi, atau presentasi secara online dengan upload hasil kelompok dalam
folder yang disediakan.
Pertemuan 16
F. Elaborasi Pemahaman
Dari demonstrasi kontekstual yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan
mempelajari topik bahasan, buat kesimpulan berikut:
Lembar Kerja
1. Apa pandangan Anda mengenai topik bahasan tersebut?
2. Bagaimana Anda menyikapi tantangan yang ada terkait topik bahasan tersebut?
3. Apa saja hal baik yang Anda dapatkan mengenai topik bahasan tersebut?
4. Bagaimana Anda menerapkan ilmu yang Anda dapatkan terkait topik bahasan
dalam profesi Anda sebagai guru?
5. Pertanyaan apa yang ingin Anda ajukan lebih lanjut tentang topik bahasan
tersebut
Selanjutnya, Anda dapat berdiskusi bersama terkait koneksi antar materi dalam
mata kuliah ini dengan mata kuliah lainnya.
H.Aksi Nyata
Akhir pembelajaran setiap topik, Anda diminta untuk merefleksikan pembelajaran
dalam blog masing-masing, dengan menggunakan alur MERDEKA seperti dalam
proses pembelajarannya. Anda bisa menceritakan refleksi Anda serta rencana yang
akan dilakukan dengan caranya masing-masing, bisa narasi yang dilengkapi visual,
ataupun narasi saja, atau model kreatif lainnya. Berikut ini panduan pertanyaan
yang dapat membantu Anda menuliskan blog.
236
No. Alur Pembelajaran Pertanyaan Refleksi
1 Mulai Dari Diri Apa yang Anda pikirkan tentang topik ini
sebelum memulai proses pembelajaran?
2 Eksplorasi Konsep Apa yang Anda pelajari dari konsep yang Anda
pelajari dalam topik ini?
3 Ruang Kolaborasi Apa yang Anda pelajari lebih lanjut bersama
dengan rekan- rekan Anda dalam ruang
kolaborasi?
4 Demonstrasi Apa hal penting yang Anda pelajari dari proses
Kontekstual demonstrasi kontekstual yang Anda jalani
bersama kelompok (bisa tentang materi, rekan,
dan diri sendiri)?
5 Elaborasi Pemahaman Sejauh ini, apa yang sudah Anda pahami tentang
topik ini? Apa hal baru yang Anda pahami atau
yang berubah dari pemahaman di awal sebelum
pembelajaran dimulai?
6 Koneksi Antar Materi Apa yang Anda pelajari dari koneksi antar materi
baik di dalam mata kuliah yang sama maupun
dengan mata kuliah lain?
7 Aksi Nyata Apa manfaat pembelajaran ini untuk kesiapan
Anda sebagai guru?
Bagaimana Anda menilai kesiapan Anda saat ini,
dalam skala 1-10? Apa alasannya?
Apa yang perlu Anda persiapkan lebih lanjut
untuk bisa menerapkannya dengan optimal?
Berikut rubrik penilaian blog yang digunakan untuk setiap modul. Kolom A adalah
hasil ideal yang diharapkan, kemudian dilanjutkan dengan B, C, dan D.
A B C D
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan mengartikulasikan
refleksi dalam blog refleksi dalam refleksi dalam refleksi dalam blog
dengan alur yang blog dengan alur blog dengan dengan kurang
jelas dan mudah yang jelas dan cukup mudah jelas dan sulit
dipahami, serta mudah dipahami. dipahami. dipahami.
kreatif.
Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa
Mahasiswa menguraikan menguraikan menguraikan
menguraikan secara mendalam secara mendalam, secara singkat
secara mendalam dan mengaitkan namun kurang pandangan tentang
dan mengaitkan secara tajam tajam dalam topik bahasan, dan
secara tajam pandangan mengaitkan tidak mengaitkan
pandangan mengenai topik pandangan pandangan
mengenai topik bahasan, baik dari mengenai topik mengenai topik
bahasan, baik dari dirinya dan bahasan. bahasan.
dirinya dan kelompoknya.
kelompoknya, Mahasiswa Mahasiswa tidak
serta kaitannya Mahasiswa menyimpulkan atau kurang jelas
237
dengan materi dari menyimpulkan secara sederhana dalam
MK lain. pemahaman pemahamannya menyimpulka
mengenai topik mengenai topik pemahamannya
Mahasiswa bahasan secara bahasan. mengenai topik
menyimpulkan jelas. bahasan.
pemahaman Mahasiswa secara
mengenai Mahasiswa singkat Mahasiswa tidak
topik bahasan mengaitkan mengaitkan mengaitkan
secara tajam. pembelajaran dari pembelajaran dari pembelajaran dari
Mahasiswa modul ini dengan modul ini dengan modul ini dengan
mengaitkan kesiapannya kesiapannya kesiapannya
pembelajaran dari mengajar sebagai mengajar sebagai mengajar sebagai
modul ini dengan guru. guru. guru.
kesiapannya
mengajar sebagai
guru, termasuk
mengartikulasikan
apa yang perlu
disiapkannya.
239
Kampanye Praktik Baik memuat:
▪ Judul
▪ Ringkasan Intervensi terkait penerapan pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H. M.
Zainul Majdi,M.A, dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin.
▪ Hasil yang dicapai terkait penerapan penerapan pemikiran kebangsaan TGB. Dr.
H. M. Zainul Majdi,M.A, Dakwah Nusantara, dan Islam rahmatan lil alamin
▪ Pembelajaran dan Replikasi terkait penerapan penerapan pemikiran
kebangsaan TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi,M.A, dakwah Nusantara, dan Islam
rahmatan lil alamin
241
Penutup
Mengandaikan masa lalu dalam kehidupan masa kini, barangkali bukan hal
mustahil, yakni dengan menghadirkan jejak-jejak nilai-nilai masa lalu di masa kini,
seperti nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid. TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid seorang ulama besar, tokoh sejarah, dan tokoh pembaharu sistem
pendidikan di NTB dengan menorehkan tinta emas yang hingga kini masih dirasakan
oleh masyarakat. Torehan tersebut tampak dari perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid, mulai dari menempuh pendidikan di Lombok hingga tanah suci Makkah.
Perjuangannya untuk menegakkan syi'ar Islam, menyejahterakan masyarakat, dan
membebaskan rakyat dari cengkraman penjajah. Upaya mencapai tujuan tersebut
dilakukan dengan mendirikan Pesantren al-Mujahidin, Madrasah NWDI dan NBDI.
Kehadiran madrasah ini sebagai wadah perjuangan, dan dalam perkembangnnya
untuk mengkoordinir eksistensi madrasah-madrasah tersebut didirikan organisasi
Nahdlatul Wathan.
Kehadiran madrasah-madrasah dan organisasi yang mewadahinya merupakan
perintah langsung dari guru-guru TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang ada di tanah
suci Makkah. Guru-gurunya yang terkenal, seperti Maulana Syeikh Hasan Muhammad
al-Masysyath, Maulana Syeikh Amin al-Kutbi, dan Maulana Syeikh Salim Rahmatullah
(Mudir atau Direktur Madrasah ash-Saulatiyah). Rasa sayang guru-guru pada TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid, seperti Maulana Syeikh Hasan Muhammad al-Masysyath,
diungkapkan dengan: ”Ma Da’awtu illa wa asyraktu Zainuddin ma’i” (Tidaklah aku
berdo’a kecuali aku sertakan Zainuddin bersamaku). Ia juga mengatakan: ”Ana uhibbu
man yuhibbuka” (Aku mencintai orang yang cinta kepadamu). Hubungan TGKH. M.
Zainuddin Abdul Majid dan guru-gurunya selalu berlangsung korespondensi bersifat
ilmiah dan kekeluargaan dengan penuh rasa saling menyayangi dan saling
menghormati.
Rintisan dan jasa-jasa perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid telah mampu
merubah wajah Pulau Lombok NTB pada masa lalu dihinggapi kebodohan,
kemiskinan, dan penindasan oleh penjajah (kolonial). Rintisan dan jasa-jasa
perjuangan tersebut masih ada hingga saat ini sebagai bukti otentik warisan sejarah.
Pewarisan hasil perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dapat dilakukan melalui
membelajarkan nilai-nilai perjuangan, semangat perjuangan, dan memberikan makna
(meaning) atas perjuangannya, baik bidang dakwah, pendidikan, dan sosial. Pewarisan
nilai-nilai perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid pada era kekinian sangat
bermanfaat bagi generasi muda, kaum milenial, yang barangkali belum mengetahui
arti dan makna perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dan fase-fase
perkembangan Madrasah NWDI, NBDI, dan NW.
242
Arti dan makna perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid yang diungkap
dalam modul ini sebagai topik atau materi pembelajaran Mata Kuliah Ke-NWDI-an
sebagian kecil dari perjuangan yang telah dilakukan oleh TGKH. M. Zainuddin Abdul
Majid. Topik-topik tersebut dikemas sesuai kebutuhan mahasiswa dan relevan dengan
kondisi dan perkembangan pendidikan pada era kekinian atau era Merdeka Belajar.
Topik-topik tersebut mengungkap sejarah sosial Lombok dan sistem pendidikan pada
masa kolonial, profil TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai pendiri Madrasah
NWDI, NBDI, dan NW. Selanjutnya menjelaskan NW sebagai wadah gerakan dakwah,
pendidikan, dan sosial, mengungkap pemikiran kebangsaan dan nilai-nilai perjuangan
TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid.
Era kekinian, topik pada modul Mata Kuliah Ke-NWDI-an ini dilanjutkan dengan
menyajikan topik berkaitan dengan figur TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., sebagai
figur penerus estafet perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dengan menyajikan
NWDI sebagai basis perjuangan dan NWDI sebagai modal spiritual, modal sosial, dan
modal kultural. TGB. Dr. H. M. Zainul Majid sebagai penerus estafet perjuangan TGKH.
M. Zainuddin Abdul Majid, disajikan dengan menghadiran pemikiran kebangsaan TGB.
Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A., dan Dakwah Nusantara dengan berpijak pada Islam
Rahmatan Lil Alamin. Dakwah Nusantara untuk memperkuat ukhuwah basyariyah,
ukhuwah Islamiyah, dan ukhuwah wathaniyah.
Tentunya untuk membedah dan mengungkap pemikiran kebangsaan TGB. Dr. H.
M. Zainul Majid sebagai penerus perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid tidak
cukup hanya dengan satu atau dua modul, apalagi kehadirannya tidak pernah lepas
dari perjalanan Madrasah NWDI sebagai basis perjuangan untuk merubah wajah umat
di NTB dan bangsa Indonesia yang memiliki keragaman dalam multiaspek. Mahasiswa
Universitas Hamzanwadi sebagai generasi penerus berkewajiban mengambil
pelajaran dari sejarah perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dilanjutkan oleh
TGB. Dr. H. M. Zainul Majdi, M.A, mulai dari aspek pendidikan, aqidah, hukum Islam,
akhlak, tariqat, ekonomi, sosial, dan politik. Memang benar, masa hidup masa lalu
berbeda dengan masa kini, dan telah terjadi perubahan, namun ajaran moral (nilai-
nilai) perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid dikemas dari sumber ajaran Islam
tentu tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman.**
243
Daftar Pustaka
Abdillah, M. (2011) Islam dan dinamika sosial politik di Indonesia, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Abdullah, T, et al. (2018). Maulanasyaikh dan Nusa Tenggara Barat. Selong:
Hamzanwadi Institute.
Adnan, A., (1983). Pelajaran Ke-NW-an untuk madrasah dan sekolah NW. Pancor: Biro
Dakwah Yayasan Pendidikan Hamzanwadi.
Agung, K.A.A., (1992). Kupu-kupu kuning yang terbang di Selat Lombok. Denpasar:
Upada Sastra.
Al-Qur’an dan terjemahnnya, Jakarta: Kementerian Agama Repubik Indonesia.
Anwar, S, et al, (2020) NW studies 2, Jakarta, LKIK & Nathan Indonesia.
as-Sampuriy, S., (2013). Manaqib Tuan Guru KH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid
(1904-1997). Tegal: t.p.
Azhar, H.L.M. et al, (1996). Pengaruh budaya asing terhadap kehidupan sosial budaya
masyarakat Sasak di daerah Nusa Tenggara Barat. Mataram: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Kanwil Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Aziz, A. A. (2011). Pola dakwah TGH. Muhammad Zaenuddin Abdul Majid, Mataram:
Larispa.
Babad Lombok, (1994), dialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Lalu Gde Suparman,
Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Baharuddin, (2007). Nahdhatul Wathan & perubahan sosial, Yogyakarta, Genta Press.
Bakti, A. F. (2004) Communication and family planning in Islam in Indonesia: South
Sulawesi muslim perceptions of a global development program, Laiden-Jakarta:
INIS.
Bakti, A. F., (2015). The integration of dakwah, in Journalism: Peace Journalism, Jurnal
Komunikasi Islam, 5(1).
Barnadib, I. (2002). Filsafat pendidikan. Yogyakarta: Adicita.
Biro Pusat Statistik NTB (BPS-NTB), (2021). Provinsi NTB dalam Angka 2021.
Bohannan, P. M. Glazer (ed.). (1988). High points in anthropology. New York. Alfred-
Knopf.
Bourdeu, P. (1986). “The Form of capital”, In J. Richardson (ed). Handbook of theory
and research for sociology of education. New York. Greenwood Press.
Cohen, D. & Prusak, L. (2001). In good company: How social capital makes
organizations work. Harvard: Business Press.
Coleman, J. (1988). “Social capital in the creation of human capital”, Journal of
Sociology, 94, 95-120).
244
Coleman, J. (1990). The foundation of social theory. Cambride. Belknap Press of
Harvard University Press.
Cook, E. (1995). A truly civil society. Sydney: ABC Books.
Dasgupta, P. (1997). “Economic development and the idea of social capital”, Paper,
University of Cambridge.
Depdikbud, (1985/1986). Lontarak Bilang Raja Gowa dan Tallok (Naskah Makassar).
Projek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sulawesi Selatan LaGaligo.
Depdikbud. (1978). Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. (1984). Sejarah Pendidikan Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. (1991). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tengggara Barat.
Mataram: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Depdikbud. (1993). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta. Balai Pustaka.
Dewan Harian Cabang Angkatan 45 Lombok Timur, (1994). Sejarah perjuangan
kemerdekaan RI di Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. Selong: Lombok Timur.
Dewantara, K.H., (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa Yogyakarta.
Dhofier, Z., (2011). Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: LP3ES.
Faille, P., (1918). de Studie over Lomboksch adatrecht, Adat Rechtbundels. XV (Bali en
Lombok).
Fattah, A. Q, et al, (2017) Dari Nahdlatul Wathan Untuk Indonesia, Cetakan 1. Mataram:
Dinas Sosial Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Fukuyama, F. (1995). Trust: The social virtues and the creation of prosperity. New York.
Free Press.
Gani, F.A., (1971). Perbandingan Agama. Yogyakarta: Kota Kembang.
Hakim, A., (1961). Dari Pulau Bunga ke Pulau Dewa. Memperkenalkan Pulau-pulau
Nusa Tenggara. Jakarta: Pembangunan.
Hakim, L. (2012). Internalisasi nilai-nilai agama islam dalam pembentukan sikap dan
perilaku siswa sekolah dasar Islam Terpadu al-Muttaqin Kota Tasikmalaya.
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, 10(1).
Hamdi, S. (2018). Integrasi budaya, pendidikan, dan politik dalam dakwah Nahdlatul
Wathan (NW) di Lombok: Kajian biografi TGH. Zainuddin Abdul Madjid. Jurnal
Sosiologi Walisongo, 2(2), 105-122.
Haris, T., (2002). Masuk dan berkembangnya Islam di Lombok: Kajian data arkeologis
dan sejarah, Kanjian, 1(1).
Hiraswari, et al, (2010) Ringkasan laporan penelitian, dinamika peran elit lokal di
pedesaan pasca orde baru: Studi kasus peran guru di Lombok Timur, Jakarta: LIPI.
245
Hofstede, G. & Hofstede, G. J. (2005). Cultures and organizations: Software of the mind.
New York. McGrow-Hill.
Horton, B. P. & Chester, L. H. (1987). Sosiologi. Jilid 2, terjemahan Amunuddin Ram,
dkk. Jakarta: Erlangga.
Husni, I., (1982). Draf penelitan tentang sejarah Nahdlatul Wathan dan Tuan Guru Kyai
Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, (1982: 12), (tidak dipublikasikan).
Ikroman, M.N. (2017). Mengaji Hamzanwadi. Mataram: Hamzanwadi Institute.
Ikroman, M.N., (2017). Mengaji Hamzanwadi, Mataram: Hamzanwadi Institute, dan
Naskah usulan gelar pahlawan nasional TGKH M Zainuddin Abdul Majid, 2007.
Jamaluddin, et al, (2016) Sejarah Perjuangan TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid Pada
Aspek Pergerakan, Dewan Riset Daerah NTB, BLHP Provinsi Nusa Tenggara
Barat.
Jamaludin, et al., (2011). Penyusunan sejarah Kota Mataram. Mataram: Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Mataram kerjasama
dengan Alam Manik Mataram.
Jeremy, J. K. (2012) “Peacemakers or Peace-Breakers? Provicial Elections and Religiuos
Leadership in Lombok, Indonesia.
Keesing, R.M. (1981). Cultural anthropology: A contemporary perspective. New York.
Holt Reinhart and Winston.
Kementerian Agama (Kemenag) RI, (2019). Moderasi beragama. Jakarta: Kementerian
Agama.
Majdi, M. Z., (2008). Laa takhof walaa tahzan, Mataram: Tuan Guru Bajang Center.
Majdi, M.Z., (2008). Tuan Guru Kiyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid. Tuan
Guru Bajang Center.
Makmun, R. M. (2016). Islam Rahmatan Lil Alamin: Perspektif KH. Hasyim Muzadi.
Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu KeIslaman, 11(1: 94).
Makmun, R.M. (2016). Islam rahmatan lil alamin: Perspektif K.H. Hasyim Muzadi.
episteme. Jurnal Pengembangan Ilmu KeIslaman, 11(1: 94).
Mashuri, S., (2021). Pendidikan Islam di Pulau Lombok: Kiprah TGKH Muhammad
Zainuddin Abdul Madjid dalam perkembangan sistem pendidikan Islam di
Nahdlatul Wathan. Malang: Literasi Nusantara.
Masnun, H., (2007). Tuan Guru K.H. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Gagasan dan
gerakan pembaharuan Islam di Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Pustaka al-Miqdad.
Mastuhu. (1990). Gaya dan suksesi kepemimpinan pesantren. Ulumul Qur’an , 7 (II).
Matullada, (2011), Menyusuri jejak kehadiran Makassar dalam Sejarah, Yogyakarta:
Ombak.
Mestoko, S., (1979) Pendidikan di Indonesia: Dari jaman ke jaman. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Mulyadi, L., (2014). Sejarah Gumi Sasak Lombok. Malang: Institut Teknologi Nasional.
246
Murdianto. (2021). Berawal dari kerbung dan berakhir di pesantren: Analisis terhadap
rekam jejak kelahiran pesantren di Lombok. Jurnal Pendidikan Agama Islam
(Journal of Islamic Education Studies), 9(1).
Muslim, M. (2014). Kiprah Nadlatul Wathan: Dinamika pemikiran & perjuangan dari
generasi pertama hingga generasi ketiga Jakarta: Bania Publishing.
Muslim, M., et al., (2009). Nahdlatul Wathan Pergerakan Keagamaan dan Kebangsaan:
Potret dan peran NW pada aspek pendidikan, hukum Islam, dakwah, tarekat,
politik, dan pengkaderan. Mataram.
Muta’ali, A., et al, (2017). Laporan hasil Pengabdian FIB UI.
Nahdi, K., (2012). Nahdlatul Wathan & Peran Modal: Studi Etnografi-Historis Modal
Spiritual & Sosio Kultural. Yogyakarta: Insyira.
Nahdi, K., (2013). Dinamika pesantren Nahdlatul Wathan dalam perspektif
pendidikan, sosial, dan modal dalam perspektif pendidikan, sosial, dan modal.
Jurnal Islamica, 7(2).
Nahdi, K., et al. (2018) Konstruksi nilai kebangsaan dalam sejarah Nahdlatul Wathan,
Yokyakarta: Cakrawala.
Nasution, (1974). Filsafat agama, Jakarta: Bulan Bintang.
Noor, M, et al, (2014). Visi kebangsaan religius: Tuan Guru Kyai Haji Abdul Madjid 1904-
1997. Jakarta: Pesantren Nahdlatul Wathan Jakarta.
Noor, M., et al., (2004). Visi Kebangsaan Religius: Refleksi Pemikiran dan Perjuangan
Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997: Jakarta:
Logos.
Nu’man, A.H., et al, (1988). Nahdlatul Wathan organisasi pendidikan, sosial, dan
dakwah Isamiyah. Selong: PD NW Lombok Timur.
Oktara, A., (2015). Politik tuan guru di Nusa Tenggara Barat. Government: Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 8(2), 73-82.
Parimartha, I. G., (2016). Perdagangan dan politik di Nusa Tenggara 1815-1915.
Yogyakarta: Ombak
Parsons, T., (1951). The Social System. London: Routledge.
Poesponegoro & Notosusanto. (1993). Sejarah Nasional Indonesia Jilid VII. Jakarta:
Balai Pustaka.
Portes, A. (1998). Social capital: Its origins and aplications in modern sociology.
Annual Review of Sociology, 24: 1-24.
Pringgodigdo, et al., (1977). Ensiklopedi umum, Yogtakarta: Kanisius.
Putnam, R. D, (1993). Making democracy work: Civic traditions in modern italy.
Princeton: PrincetonUniversity Press.
Putnam, R. D. (1993). The prosperous community: Social capital and public life. TAP 4
(13).
Putra, F, (2020). Dakwah Nusantara Tuan Guru Bajang Islam Wasatiyah. Jakarta,
247
Rachman, M. (2013). Pengembangan pendidikan karakter berwawasan konservasi
nilai-nilai sosial. Jurnal Forum Ilmu Sosial, 40(1).
Republik Indonesia, (1989). Undang-undang sistem pendidikan nasional (UUSPN)
Nomor 20 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Ritzer, G., (1992). Sociologi ilmu pengetahuan berparadigma ganda. Jakarta: Rajawali
Press.
Riwayat Perjuangan TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, dalam
https://www.banjarsari-labuhanhaji.desa.id/, diakses tanggal 4 Fabruari 2023.
Sukarnawadi, A.A., (2017). al-Sabtu al-Fariid Fii Asaanidid al-Syeikh Ibnu Abdil Madjid,
Demak Jawa Tengah: Maktabah; Tuuras Ulama Nusantara.
Tahir-ul-Qadri, M, (2014). Fatwa tentang terorisme dan bom bunuh diri. Jakarta: LPPI.
Tarrow, S. (1996). Power in movement: Social movements, collective action and politics.
New York: Cambridge University Press.
Teeuw, A., (1958), Lombok: een Dialect Geografische Studie, V.K.I, Dell XXV, s-
Graventhage-Martinus Hijhoff.
TGKHM. Zainuddin Abdul Madjid, (1975). Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru.
Pancor: Toko KITA.
Tim Pengusul Pemberian Gelar Pahlawan Nasional (TPPG-PN) TGKH. M. Zainuddin
Abdul Majid (2017). TGKH. M. Zainuddin Abdul Majid sebagai Pahlawan Nasioanl
Republik Indonesia dalam Pendidikan, Politik, dan Transformasi Sosial
Masyarakat Indonesia.
Tim Penyusun Monografi Daerah NTB (TPMD-NTB), (1977). Monografi Daerah Nusa
Tenggara Barat. Jakarta: Projek Pengembangan Media Kebudayaan Direktorat
Jenderal Kebudayaan Depdikbud RI.
TP2GD. (2017). Riwayat hidup dan data ahli waris TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul
Madjid sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia. Mataram: Kajian Tim
Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD) Provinsi NTB.
Tuan Guru Kyai Haji (TGKH) Muhammad Zainuddin Abdul Madjid-Pahlawan Nasional
Indonesia, dalam https://bpsdmd.ntbprov.go.id/, diakses tanggal 4 Februari
2023.
Tylor, E.B. (1971). Primitive culture: Researches into the development of mythology,
philosphy, relegion, language, art, custom. London. J Murray.Zuhri.
van der Kraan, A., (2009). Lombok: Penaklukan, penjajahan, dan keterbelakangan
(1870-1940). Mataram: Lengge Printikan.
Wacana, L, (1979), Babad Lombok. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Wacana, L. (1987), Dapur dan alat-alat memasak tradisional daerah Nusa Tenggara
Barat. Mataram: Depdikbud.
Wacana, L., (1988) Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat, Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Wacana, L., (1991), Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Nusa Tenggara Barat.
Mataram: Projek Inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya NTB.
248
Wacana, L., (1993), Bau Nyale di Lombok. Mataram: Projek Penelitian, Pengkajian, dan
Pembinaan Nilai-nilai Budaya NTB.
Wadi, H. & Indriani, F. (2014). KH. Ahmad Dahlan & TGH. Zaenuddin Abdul Majid:
Pemikiran pembaruan keislaman strategi dakwah, Yokyakarta: PBNW NTB &
Nawa Institute Kalimantan Timur.
Wasiat Renungan Masa Pengalaman Baru. Lombok Timur: Pengurus Besar Nahdlatul
Wathan.
Yukl, G. (1994). Leadership in organizations. Englewood Cliffs: Prentice Hall
International, INC.
Yusuf, H. M. (1979). Sejarah ringkas: Perguruan Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah &
Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah (NWDI & NBDI) dan NW. Pancor-Selong
Lombok Tmur Nusa Tenggara Barat. (t.p).
Zamroni. (1988). Pengantar pengembangan teori sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Ziaulhaq, M. (2020). Retorika dakwah dalam politik: Studi kasus TGB. Muhammad
Zainul Majdi, Cirebon: Nusa Literas Inspirasi.
Zohar, D., & Marshal, I. (2005). Spiritual capital: Memberdayakan SQ di dunia bisnis.
Jakarta: Mizan. (Buku asli terbit tahun 2004).
Zulkarnaen, (2008) Tuan Guru Bajang: Berpolitik dengan dakwah dan berdakwah
dengan politik, Kediri: Kaysa Media.
Zulkarnaen, (2014). Sang maulana, Jakarta: Pondok Pesantren NW Jakarta.
249
Daftar Singkatan
250
M.A. : Master of Arts
MA : Madrasah Aliyah
MAK : Madrasah Aliyah Keagamaan
Masyumi : Majelis Syuro’ Muslim Indonesia
MDGs : Millenium Development Goals
MDQH : Ma’had Darul Qur’an wal Hadist
Menpora : Menteri Pemuda dan Olahraga
MI : Madrasah Ibtidaiyah
MMA : Madrasah Menengah Atas
MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat
MTs : Madrasah Tsanawiyah
MUI : Majelis Ulama Indonesia
MURI : Museum Rekor Indonesia
NBDI : Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah
NICA : Netherlands Indies Civil Administration
NIT : Negara Indonesia Timur
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
NTB : Nusa Tenggara Barat
NTT : Nusa Tenggara Timur
NU : Nahdlatul Ulama
NW : Nahdlatul Wathan
NWDI : Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah
P4 : Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila
PAC : Pengurus Anak Cabang
PB : Pengurus Besar
PC : Pengurus Cabang
PD : Pengurus Daerah
Pemda : Pemerintah Daerah
Pemilu : Pemilihan Umum
PERTI : Persatuan Tarbiyah Islam Indonesia
PGA : Pendidikan Guru Agama
PGAL : Pendidikan Guru Agama Lengkap
PGAP : Pendidikan Guru Agama Pratama/Pertama
PG-NW : Persatuan Guru Nahdlatul Wathan
Pilkada : Pemilihan kepala daerah
Ponpes : Pondok Pesantren
PP : Peraturan Pemerintah
PPD : Pondok Pesantren Darunnahdlataian
PPL : Praktik Pengalaman Lapangan
PSII : Partai Syarikat Islam Indonesia
251
PUIL : Persatuan Umat Islam Indonesia
PUS : Pasangan Usia Subur
Puskestren : Pusat Kesehatan Pondok Pesantren
PW : Pengurus Wilayah
QS : Qur’an Surat
RA : Raudatul Athfal
RI : Republik Indonesia
RIS : Republik Indonesia Serikat
RSI : Rumah Sakit Islam
Satgas : Satuan Tugas
SD : Sekolah Dasar
SKB : Surat Keputusan Bersama
SKI : Sekolah Kemajuan Islam
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMI : Sekolah Menengah Islam
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SPG : Sekolah Pendidikan Guru
SR : Sekolah Rakyat
SRN : Sekolah Rakyat Negeri
STID : Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah
STIH : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum
STIS : Sekolah Tinggi Ilmu Syariah
STIT : Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
STKIP : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
TGB : Tuan Guru Bajang
TGH : Tuan Guru Haji
TGKH : Tuan Guru Kyai Haji
TKR : Tentara Keamanan Rakyat
TP2GD : Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Daerah
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
UUDS : Undang-Undang Dasar Sementara
YPH : Yayasan Pendidikan Hamzanwadi
252
Biodata Penulis
253
program doktoral di IAIN Jember dan berhasil menyandang predikat sebagai lulusan
(wisudawan) terbaik.
Sejak tahun 2010 hingga sekarang, penulis menjadi Dosen Tetap Yayasan (DTY) di
Institut Agama Islam Hamzanwadi (IAIH) Pancor; tahun 2011 mengemban amanah
sebagai Sekretaris LPPM IAIH Pancor; tahun 2015 diamanahkan sebagai Wakil Dekan I
Fakultas Tarbiyah IAIH Pancor, sejak bulan Juni 2022 sampai sekarang menjadi Dekan
Fakultas tarbiyah IAIH Pancor. Korespondensi: e-Mail: hayyi.akrom@gmail.com.
259