Saut Gurning, Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS Email: sautg@its.ac.id Surabaya, 7 Oktober 2019 Lemahnya keberadaan Indonesia di tengah diplomasi negara tetangga Singapura & Malaysia • Dari sembilan sektor di Selat Malaka dan Selat Singapura (dimana wilayah teritorial Indonesia cukup dominan apalagi area laluan Timur (east-bound) tidak ada satupun VTS Indonesia yang ikut mengendalikan trafik. Yang ada hanya VTS Singapura dan Malaysia • Wilayah Indonesia (khususnya di sekitar Propinsi Kepri dan Sumatera Utara) yang mendapatkan berbagai polusi pencemaran minyak akibat kecelakaan maupun aktivitas pelayaran dan industri di sekitar Selat Malaysia dan Selat Singapura • Marine Electronic Highway Centre yang berada di Batam tidak mendapatkan dukungan negara littoral states dan menjadi beban Indonesia untuk mempertahankan serta memperbaharuinya • Indonesia memiliki alat-alat navigasi (42) yang harus diperbaiki dan dirawat oleh Indonesia untuk kepentingan Malaysia dan Singapura • Diplomasi “ halus” negara tetangga menerapkan skema Voluntary Pilot Service (VPS) untuk lebih mengakomodasi kepentingan Malaysia dan Singapura Sembilan sektor yang dikuasai Malaysia dan Singapura & tidak ada oleh Indonesia (https://www.mpa.gov.sg/web/portal/home/port-of-singapore/operations/vessel-traffic-information- system-vtis/operational-areas) Limbah pencemaran aktivitas selat di sejumlah wilayah Indonesia (KKP & KEMENKOMAR 2019) Kerugian dan efek pencemaran yang dialami Indonesia • Mendegradasi potensi wilayah perikanan Indonesia, khususnya di wilayah Kepri dan wilayah Sumatera lainnya • Demikian juga dengan potensi wisata bahari nasional di kedua wilayah tersebut. • Hilangnya potensi pendapatan nelayan serta entitas pariwisata nasional di sekitar wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura • Membebani anggaran nasional guna membersihkan berbagai polusi yang terjadi selama ini dan terus terjadi tersebut • Kurangnya respon negara tetangga (littoral-states) untuk membantu penyelesaian pencemaran tersebut Kurangnya dukungan Pusat MEH (marine electronic highway) milik bersama (littoral- states Selat Malaka dan Selat Singapura) di tiga negara yang berada di Batam – Indonesia. Namun data tetap dimanfaatkan negara tetangga Peralatan navigasi dominan di wilayah Indonesia dan harus dipelihara untuk kepentingan negara lainnya Dari sekitar 51 unit aids to navigation (Aton) untuk wilayah traffic separation scheme (TSS) Selat Malaka dan Selat Singapura: • Sejumlah 29 unit merupakan kewajiban Indonesia untuk menjaga dan merawatnya • 18 unit oleh Malaysia • Hanya 4 unit oleh Singapura Sebuah fakta manfaat dan keuntungan besar oleh negara tetangga namun beban besar Indonesia (menjaga & memelihara untuk manfaat Gambar oranye milik Indonesia (29 unit); warna hijau ((18 unit) milik Malaysia; sedangkan ungu (4 unit) warna SIngapura negara lainnya) Voluntary pilot service (VPS) menjadi diplomasi pelemahan kepentingan Indonesia di Selat Malaka & Selat Singapura (Capt Achmad Irfan) • Memanfaatkan wilayah teritori Selat Malaka dan Selat Singapura untuk manfaat bisnis negara tetangga khususnya untuk aktivitas: layanan pandu, layanan ship to ship transfer, layanan suplai bahan bakar, suplai logistik kapal, suplai suku cadang kapal hingga layanan pembersihan pencemaran laut • Memfasilitasi pandu asing (dari Malaysia dan Singapura) untuk melaksanakan pemanduan di wilayah teritori Indonesia • Memakai definisi“Marine Advisory” sebagai terminologi yang tidak dapat diatur oleh berbagai aturan IMO (International Maritime Organisation) khususnya untuk aktivitas business to business yang tidak lagi mengindahkan persoalan teritori negara Indonesia • Memanfaatkan kelemahan Indonesia yang kurang memiliki awareness yang tinggi untuk memanfaatkan potensi Selat Malaka dan Selat Singapura Faktor determinan kelemahan Indonesia di Selat Malaka dan Selat Singapura • Lemahnya VTS Indonesia untuk terlibat memonitor dan mengendalikan operasi Selat Malaka dan Selat Singapura akibat keengganan negara tetangga memberikan peluang operasi dan pengendalian kepada Indonesia • Akibatnya Indonesia lewat VTS dan Aton sekitar Selat Malaksa dan Selat Singapura tidak dapat memanfaatkan potensi bisnis maritime bagi kepentingan Indonesia • Tidak ada perencanaan serta strategi kuat dalam jangka panjang untuk memperkuat armada, SDM, fasilitas serta kepentingan ekonomi maritim Indonesia di wilayah ini • Diplomasi kita tidak kuat dalam berbagai forum bersama baik antara negara pantai (littoral-states) sekitar Selat Malaka dan Singapura juga dengan negara pengguna Selat Malaka dan Selat Singapura • Kurangnya koordinasi berbagai kementerian dan entitas terkait untuk pemanfaatan Selat Malaka dan Selat Singapura • Lemahnya posisi Indonesia akhirnya berdampak pada lemahnya kedaulatan Indonesia di wilayah Selat Malaka dan Selat Singapura lewat wilayah teritori kita Hal Penting Yang Segera Harus Dilakukan • Kembali menjaga dan mempertahankan kedaulatan teritori nasional lewat penjagaan (patrol) dan penerapan hukum yang tegas bagi pemanfaatan yang bukan untuk kepentingan Indonesia • Menjaga (proteksi) lingkungan laut nasional di sekitar East-bound Selat Malaka dan Selat Singapura termasuk potensi pencemaran lingkungan oleh berbagai aktivitas operasi pelayaran dan industri perkapalan di sekitar Selat Malaka dan Selat Singapura • Memberikan kewenangan VTS dan Marine Electronic Highway Indonesia untuk mendapatkan laporan kapal serta terlibat dalam pengawasan trafik di Selat Malaka dan Selat Singapura • Melibatkan seluruh potensi BUMN, BUMD, pemerintah daerah serta masyarakat untuk segera berpartisipasi dalam memanfaatkan berbagai operasi dan kegiatan di Selat Malaka dan Selat Singapura Rekomendasi utama yang perlu dilakukan untuk masa mendatang • Menyiapkan strategi jangka panjang untuk memperkuat diplomasi dan manfaat ekonomi maritim Indonesia di Selat Malaka melalui skema mandatory pilot service atau strait pilot service (di waktu mendatang) yang dipersiapkan lewat koordinasi yang baik, sinergis serta didukung oleh berbagai pelaku usaha lewat kementrian koordinator maritim • Mempersiapkan SDM serta entitas pelaku usaha marine-services nasional dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang untuk mampu melakukan pengawasan, penyedia jasa serta memanfaatkan potensi trafik maritim tersibuk di dunia untuk manfaat ekonomi Indonesia • Membuka kesempatan yang terbuka dan seluas-luasnya bagi dunia usaha Indonesia baik BUMN, swasta dan pemerintah daerah untuk memanfaatkan potensi Selat Malaka dan Selat Singapura. Di Indonesia misalnya telah beroperasi semisal PT. JAI, PT PMS, PT Pelindo I & Pemerintah Kepri untuk berbagai layanan di sekitar Selat Malaka dan Selat Singaoura. Sekaligus mendukung penerapan persyaratan keselamatan navigasi di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura • Memodernisasi armada, fasiltias VTS serta marine electronic highway Indonesia di Batam dan wilayah lainnya lewat keterlibatan industri, perguruan tinggi serta lembaga riset di Indonesia Realisasi Trafik Kapal Di Selat Malaka & Selat Singapura hingga 2019 (Marine Dept Malaysia 2019) Informasi Umum Perdagangan Lewat Selat Malaka & Selat Singapura Menurut Capt Achmad Irfan (2019), potensi ekonomi yang dapat dimanfaatkan Indonesia lewat berbagai aktivitas ekonomi maritime di Selat Malaka dan Selat Singapura: • Nilai ekonomik potensi devisa sekitar USD 130 Milyar • Potensi penciptaan tenaga kerja 200.000 • Potensi pemanfaatan jasa ship- to-ship transfer, ship bunkering, ship supplies, ship spare-parts, crew changes, jasa penanganan limbah, layanan penanggulangan limbah, layanan tunda dan lainnya