Anda di halaman 1dari 106

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR


TENTANG
PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MULAWARMAN


2016
i
TIM PENYUSUN NASKAH AKADEMIK

(SK Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Nomor


20-1/PM/2016 tentang Tim Penyusun Naskah Akademik dan
Rancangan Peraturan Provinsi Kalimantan Timut Tentang Pemenuhan
dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas)

Penanggung Jawab
Dekan Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Wakil Penanggung Jawab


Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni
Wakil Dekan Bidang Umum dan Keuangan

Ketua Tim
Warkhatun Najidah,SH.MH.

Anggota
Haris Retno Susmiyati,SH.MH.
Rika Erawaty,SH.MH.
Rahmawati Al Hidayah,SH.L.LM
Herdiansyah Hamzah,SH.L.LM
Safarni Husain,SH.M.Kn
Agustina Wati,SH.MH.
Irma Suriyani,S.Ag.,M.Ag.
Erna Susanti,SH.MH.
Lily Triyana,SH.M.Hum
Deny Slamet Pribadi, SH.M

ii
iii
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN NASKAH AKADEMIK.....................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................iii

DAFTAR TABEL.....................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar Belakang.......................................................................1

B. Identifikasi Masalah...............................................................5

C. Tujuan Dan Kegunaan Naskah Akademik...............................7

D. Metode..................................................................................7

BAB II KAJIAN TEORITIS, KONSEP DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS DAN KONSEP

1. Pengertian dan Konsep Disabilitas....................................9

2. Konsep dan Cara Pandang Terhadap Penyandang


Disabilitas ..........................................................................................10

3. Jenis-Jenis Disabilitas ………………………………………..

4. Disabilitas dan Kelompok Rentan ………………………….

5. Prinsip dan Strategi Pemenuhan dan Perlindungan Hak


Penyandang Disabilitas………………………………………..

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN


PENYUSUNAN NORMA………………………………………………

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTEK PENYELENGGARAAN


KONDISI YANG ADA SERTA PERMASALAHAN YANG
DIHADAPI MASYARAKAT………………………………………..

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI SISTEM BARU YANG AKAN


DIATUR DALAM PERATURAN DAERAH TERHADAP ASPEK
KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DAN DAMPAKNYA
TERHADAP BEBAN KEUANGAN NEGARA………………………

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-


UNDANGAN TERKAIT...............................................................14

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS...............22

A. Landasan Filosofis...............................................................62

B. Landasan Sosiologis.............................................................22
iv
C. Landasan Yuridis.................................................................23

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP.......26

BAB VI PENUTUP................................................................................29

A. Kesimpulan..........................................................................29

B. Saran...................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................32

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Paradigma Terhadap Disabilitas................................................

Tabel 2 : Jumlah Penyandang Disabilitas Berdasarkan Kecamatan Di


Kota Bontang Tahun 2015 …………………………………………

Tabel 3 : Jumlah Penyandang Disabilitas Berdasarkan Penerima


Bantuan Sosial di Kota Bontang 2015 ……………………………

Tabel 4 : Jumlah Tenaga Kerja Disabilitas Berdasarkan Jenis Kecamatan


di Kota Bontang Tahun 2016 …………………………………………

Tabel 5 : Jumlah Siswa Sekolah Luar Biasa Berdasarkan Jenjang


Sekolah di Kota Bontang Tahun 2016 ……………………………

Tabel 6 : Data Penyandang Disabilitas Tahun 2014 ……………………

Tabel 7 : Penyandang Disabilitas Menurut Jenjang Pendidikan …………

Tabel 8 : Peserta Pelatihan Keterampilan Pijat Shiatsu Bagi Penyandang


Disabilitas Tuna Netra……………….

vi
Naskah Akademik 1
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, mengakui hak asasi manusia sebagai hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri setiap manusia termasuk para
penyandang disabilitas. Hak Asasi Manusia dalam segala keadaan,
wajib dilindungi, dihormati, dan dijunjung tinggi oleh semua pihak,
pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 bahwa,
tujuan membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Berkaitan hak penyandang disabilitas ketentuan
tersebut mengandung makna, bahwa perlindungan negara bagi
segenap bangsa Indonesia adalah termasuk para penyandang
disabilitas. Selain itu negara mengemban tujuan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, ketentuan ini dapat diartikan
termasuk di dalamnya para peyandang disabilitas.
Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945, memberikan
dasar hukum bagi disabilitas, yaitu pasal 28H ayat 2 : “Setiap orang
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.”
Indonesia selama ini mengantur tentang disabilitas melalui
ketentuan Undang – undang Nomor 4 tahun 1997 Tentang
Penyandang Cacat yang memuat pengaturan yang didasarkan pada
konsep charity-bases atau perlakuan atas dasar belas kasihan, bukan
sebagai upaya melindungi hak asasi manusia dan meningkatkan
pengembangan diri penyandang disabilitas yang kemudian dicabut

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 2
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang


Penyandang Disabilitas.
Konferensi Internasional tentang Hak Asasi penyandang
disabilitas yang diprakarsai oleh Dewan Sosial Ekonomi Perserikatan
Bangsa-Bangsa ditahun 70-an hingga pertengahan Dasawarsa 90-an
dalam sejumlah draft yang diusulkan oleh delegasi dalam konferensi,
menjadi tidak urgen karena secara subtansial, konsep tersebut sama
sekali tidak berbeda dengan konsep perlindungan Hak Asasi
Manusia, baik yang terkristalisasi dalam deklarasi universal tentang
Hak Asasi Manusia melalui Piagam PBB maupun postulat konsep
Hak Asasi Manusia dalam doktrin dan konsepsi Hak Asasi Manusia di
abad pertengahan.
Meski demikian, Majelis Umum PBB akhirnya dapat
mengadopsi deklarasi penyandang disabilitas pada tahun 1975,
disusul dengan lahirnya sejumlah instrumen yang bersifat spesifik
tentang pengakuan dan perlindungan hak penyandang disabilitas.
Namun memasuki abad ke 21, gerakan universalisme hak
penyandang disabilitas terus menguat yang ditandai dengan lahirnya
Konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas Convention on The
Rights of Persons With Disabilites (CRPD) Nomor 61/106 tertanggal 13
Desember 2006.
Pemerintah RI melalui Menteri Sosial menandatangani
naskah CRPD pada tgl 30 Maret 2007 di Markas PBB New York USA.
Momentum ini telah menjadi inspirasi berbagai stakeholders
khususnya komunitas penyandang disabilitas melakukan
serangkaian upaya pendekatan demi mengakselerasi ratifikasi CRPD,
termasuk sosialiasi pada berbagai elemen bangsa dan negara.
Ratifikasi CRPD melalui Undang-Undang Nomor 19 tahun
2011 (LN RI 2011 Nomor 107; TLN RI 2011 Nomor 5251), maka
Indonesia menjadi bagian dari masyarakat dunia yang berkomitmen
tinggi secara yuridis formal agar mengambil segala upaya untuk
mewujudkan secara optimal segala bentuk nilai kehormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas
sebagaimana yang tercantum dalam konvensi. Hal yang sangat

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 3
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

mendasar dalam Konvensi tersebut mengenai upaya penghormatan,


perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Perlu diketahui bahwa prinsip dasar yang melatar belakangi
filosofi penanganan penyandang disabilitas dalam CRPD adalah
diadopsinya paradigma pendekatan dari charity atau social based
menjadi human rights based. Karena itu CRPD sebagai instrumen
HAM yang telah dikuatkan secara yuridis formal melalui ratifikasi
mempunyai makna penting. Ratifikasi dalm fungsinya bertolak dari
pemikiran Roscoe Pound tentang berfungsinya hukum, paling tidak
mempunyai dua fungsi utama yaitu a tool of social control and a tool of
social engineering. Jadi eksistensi CRPD dalam persfektif hukum dan
Hak Asasi Manusia bagi penyandang disabilitas, harus mampu
menjadi sarana kontrol terhadap semua peraturan hukum maupun
kebijakan yang selama ini belum mengakomodasi perlindungan dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Berdasarkan dimensi human rights, upaya untuk mewujudkan
penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang
disabilitas sebagaimana tertuang dalam CRPD melekat pada tugas
dan tanggungjawab negara maupun masyarakat. Mereka adalah duty
barier dengan tugas dan tanggungjawab minimal yaitu obligation to
respect, obligation to protect and obligation to fullfill for rights person
with disability (Pasal 8, Pasal 71 dan Pasal 72 UU Nomor 39 Tahun
1999 tentang HAM). Apabila tugas dan tanggungjawab tidak dipenuhi
atau dipenuhi tetapi tidak maksimal atau berbeda dari ekspektasi
publik, maka itu berarti negara atau masyarakat telah melakukan
pelanggaran HAM terhadap para penyandang disabilitas. Sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 6 UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, merinci definisi tentang pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang pada pokoknya terkonsentrasi pada 4 unsur
utama yaitu pembatasan, pengurangan, penghalangan atau
penghilangan hak. Dalam hal ini penyandang disabilitas yang telah
menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia berhak penuh untuk
melakukan berbagai langkah advokasi.
Pemicu utama terjadinya marjinalisasi dan diskriminasi
terhadap kalangan penyandang disabilitas menurut Saharuddin

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 4
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Daming dalam makalahnya, secara spesifik berpangkal dari


melembaganya sikap dan perilaku stereotip dan prejudisme mulai
dari kalangan awam hingga kelompok intelektual bahkan para elit
kekuasaan. Namun hal yang paling berbahaya dari sikap tersebut
adalah jika tumbuh dan bersemayam dalam diri para pejabat. Karena
sebagai decision maker, mereka tentu berpotensi melahirkan
kebijakan yang bias Hak Asasi Manusia bagi penyandang disabilitas
lantaran mereka dalam membuat dan mengimplementasikan
kebijakan tersebut, memang berangkat dari rendahnya pengetahuan
secara komprehensif tentang penyandang disabilitas. Akibatnya
kebijakan yang lahir, sudah barang tentu penuh dengan nuansa
diskriminasi, sinisme, apriori bahkan mungkin apatis. 1
Pemenuhan dan perlindungan hak disabilitas perlu semakin
diprioritaskan dalam kebijakan pemerintah daerah. Mengingat
penyandang disabilitas secara demografis terus mengalami
peningkatan jumlah, namun belum ada pengaturan secara khusus
ditingkat daerah.
Keberadaan peraturan daerah akan memberikan multiplayer
effect manakala peraturan daerah ini dapat terimplementasi dengan
baik. Fasilitas khusus disabilitas akan berguna bukan hanya bagi
penyandang disabilitas namun juga akan bermanfaat bagi banyak
pihak diantaranya orang sakit, lanjut usia dan perempuan hamil.

B. Identifikasi Masalah
Naskah Akademik ini melakukan identifikasi permasalahan
terhadap pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas di
Provinsi Kalimantan Timur, adapun rumusan permasalahannya adalah :
1. Apa masalah dalam pemenuhan dan perlindungan penyandang
disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur ?
2. Apa upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut
pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas di Provinsi
Kalimantan Timur?

1
Saharuddin Daming. 2013. Sekapur Sirih Tentang Perwujudan Hak Penyandang Disabilitas Di Indonesia.
Hal 34
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 5
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

3. Mengapa perlu di bentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi


Kalimantan Timur tentang pemenuhan dan perlindungan
penyandang disabilitas ?
4. Apa pertimbangan filosofis, sosiologis dan yuridis dari pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang
pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas ?
5. Apa saja sasaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan dan arah
pengaturan yang terdapat dalam Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang pemenuhan dan perlindungan
penyandang disabilitas ?

Adapun berdasarkan observasi dan hasil wawancara berikut identifikasi


masalah-masalah yang terjadi terkait dengan pemenuhan dan
perlindungan hak peyandang disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur
adalah :
1. Belum adanya peraturan di tingkat provinsi yang mengatur secara
khusus pemenuhan dan perlindungan disabilitas
2. Ketiadaan peraturan daerah tentang pemenuhan dan perlindungan
disabilitas publik menyebabkan pemerintah daerah tidak memiliki
pedoman yang dapat digunakan sebagai dasar penyelenggaraan
pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas.
3. Masyarakat di Kalimantan Timur belum sepenuhnya memahami
hak-hak dan kewajiban berkaitan dengan disabilitas. Kekurang
pahaman masyarakat akan hak-hak disabiitas berakibat pada tidak
maksimalnya sistem pemenuhan dan perlindungan hak penyandang
disabilitas.
4. Akses, sarana dan prasarana pelayanan publik yang minimalis dan
tidak mudah dijangkau oleh disabilitas. Sarana publik belum
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas serta
jika ada sarana khusus belum sesuai standar yang ada.
5. Pemerintah Daerah sebagai pengambil kebijakan dan
penyelenggaraan layanan publik belum sepenuhnya memahami dan
melaksanakan pemenuhan dan perlindungan hak disabilitas,
sehingga diperlukan adanya aturan yang menjamin kepastian

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 6
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

hukum serta pemahaman yang lebih utuh terkait hak dan kewajiban
masing-masing dalam pemenuhan dan perlindungan hak disabilitas.
6. Kurang akuratnya data mengenai jumlah penyandang disabilitas
telah menghambat serangkaian aksi dan tindakan yang seharusnya
dapat dilakukan.
C. Tujuan Dan Kegunaan Naskah Akademik
Tujuan dari disusunnya Naskah Akademik ini adalah:
1. Mengidentifikasi, merumuskan dan menganalisis berbagai
permasalahan yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur terkait
pemenuhan dan perlindungan disabilitas.
2. Merumuskan landasan filosofis, yuridis, sosiologis terkait dengan
pemenuhan dan perlindungan disabilitas di Provinsi Kalimantan
Timur.
3. Merumuskan draft rancangan peraturan daerah yang berisikan
sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup, pengaturan,
jangkauan, dan arah pengaturan terkait dengan pemenuhan dan
perlindungan disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur

Adapun kegunaan dari Naskah Akademik ini adalah sebagai


bahan pertimbangan akademis bagi eksekutif dan legislatif dalam
proses penyusunan peraturan daerah Provinsi Kalimantan Timur
tentang pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas.

D. Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan Naskah Akademik ini
adalah metode yuridis empiris, dikarenakan yang menjadi data primer
adalah hasil pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam
terhadap responden terpilih serta penyebaran kuisioner secara random
sampling kepada masyarakat yang terkait dengan pemenuhan dan
perlindungan hak penyandang disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur.
Adapun yang menjadi data sekunder adalah peraturan
perundangan di tingkat pusat dan daerah, teori-teori serta konsep-
konsep yang terkait pemenuhan dan perlindungan disabilitas.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 7
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Dalam hal pencarian data primer untuk mendukung penyusunan


Naskah Akademik, observasi dilakukan di instansi di lingkup Provinsi
Kalimantan Timur yang berkaitan dengan pemenuhan dan perlindungan
hak penyandang disabilitas, serta beberapa kabupaten kota di Provinsi
Kalimantan Timur yaitu :
a. Kota Samarinda
b. Kabupaten Kutai Kartanegara
c. Kota Balikpapan
d. Kota Bontang
e. Kabupaten Kutai Timur
Adapun wawancara dilakukan dengan beberapa pihak yang
terkait pemenuhan dan perlindungan disabilitas yaitu :
a. Dinas Sosial
b. Dinas Pendidikan
c. Dinas Kesehatan
d. Organisasi Penyandang disabilitas
e. Penyandang Disabilitas
f. Keluarga Penyandang Disabilitas
g. Pelaku usaha
h. Pengelola Lembaga Pendidikan bagi Disabilitas
Metode sampling yang digunakan dalam penggalian data primer
adalah metode purposive sampling. Semua data yang diperoleh
dianalisis secara kualitatif terhadap pengertian, konsep dan norma-
norma hukum dengan teknik berpikir deduktif yang bertitik tolak pada
hal-hal yang abstrak untuk diterapkan pada proposisi-proposisi
konkret dalam rangka menjawab permasalahan-permasalahan yang
telah diidentifikasi sebagai acuan dalam penyusunan Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Timur tentang Pemenuhan dan
Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 8
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. KAJIAN TEORITIS
1. Pengertian dan Konsep Disabilitas
Selama Indonesia merdeka istilah disabilitas mengalami
pergeseran, seiring cara pandang yang berkembang terhadap
penyandang disabilitas. Pada awalnya masyarakat sering
menyebut disabilitas sebagai cacat. Istilah cacat pertama kali
diteguhkan melalui ketentuan Undang-undang Nomor 4 Tahun
1997 tentang Penyandang Cacat yang kemudian tidak berlaku
dan dicabut dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas yang disahkan pada tanggal 15
April 2016.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas pada Pasal 1 Angka 1, menyebutkan
bahwa Penyandang Disabilitas adalah “Setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental dan/atau
sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan
untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga
negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”
Istilah yang dikenal dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah istilah cacat yang berarti “kekurangan yang
menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang
sempurna (yang terdapat pada badan, benda, batin atau akhlak),”
sedangkan istilah kecacatan diartikan: “perihal cacat; keburukan
atau kekurangan.”2 Istilah cacat dengan demikian jika dilekatkan
pada diri seseorang akan berkonotasi negatif. Hal inilah yang
membuat banyak kritik terhadap istilah penyandang cacat yang
dikonotasikan kerusakan dan keadaan yang tidak sempurna.
Sejak tahun 1998 para aktifis gerakan sosial
menyebarluaskan istilah difabel yang merupakan singkatan dari
kata Bahasa Inggris Different Ability People yang artinya orang

2
http://kbbi.web.id/cacat diakses 12 Agustus 2015, pukul : 12.56 Wite.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 9
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

yang berbeda kemampuan. Istilah difabel didasarkan pada realitas


bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada
sebenarnya adalah perbedaan bukan kecacatan.
Sedangkan WHO organisasi kesehatan sedunia, dalam
International Classification of Functioning Disability and Health
(ICF) tahun 2001, menggunakan istilah disability yang di
Indonesiakan menjadi disabilitas.
Istilah disabilitas mungkin kurang akrab di sebagian
masyarakat Indonesia berbeda dengan Penyandang Cacat, istilah
cacat lebih sering digunakan di tengah masyarakat. Istilah
Disabilitas merupakan kata bahasa Indonesia berasal dari
serapan kata bahasa Inggris disability (jamak: disabilities) yang
berarti cacat atau ketidakmampuan. Disabilitas adalah istilah
baru pengganti penyandang cacat.3
Difabel, disabilitas, atau keterbatasan diri dapat bersifat
fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau
beberapa kombinasi dari ini.4 Namun dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tidak dikenal istilah disabilitas, ataupun difabel.
Klasifikasi disabilitas menurut WHO terdiri dari tiga terminologi,
yaitu :
a. Impairment, yang diartikan sebagai suatu kehilangan atau
ketidaknormalan baik psikologis, fisiologis maupun
kelainan struktur atau fungsi anatomis.
b. Disability, yang diartikan sebagai suatu ketidakmampuan
melaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan tertentu
sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan
kondisi impairment tersebut.
c. Handicap, yang diartikan sebagai kesulitan atau kesukaran
dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, baik
dibidang sosial, ekonomi maupun psikologi yang dialami
oleh seseorang yang disebabkan ketidaknormalan tersebut.

3
http://www.kompasiana.com/lenterakecil/pengertiandisabilitas_550a62e5813311b275b1e3e8 diakses tanggal 16
September 2015 pukul 10.06 Wite
4
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, https://id.wikipedia.org/wiki/Difabel diakses 25 September 2015
pk. 19.33 Wite

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 10
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Ketentuan dalam CRPD (Convention On The Rights Of


Persons With Disabilities), bagian preambule huruf (e) di
nyatakan tentang disabilitas : “Recognizing that disability is an
evolving concept and that disability results from the interaction
between persons with impairments and attitudinal and
environmental barriers, that hinders their full and effective
participation in society on an equal basis with others”. Dalam
ketentuan pembukaan CRPD (Convention On The Rights Of
Persons With Disabilities) ditegaskan bahwa Disabilitas adalah
suatu konsep yang berkembang secara dinamis dan Disabilitas
adalah hasil dari interaksi antara orang-orang yang tidak
sempurna secara fisik dan mental dengan hambatan-hambatan
lingkungan yang menghalangi partisipasi mereka dalam
masyarakat secara penuh dan efektif atas dasar kesetaraan
dengan orang-orang lain.
Ketentuan dimaksud dipertegas pada artikel 1 CRPD :
“Persons with disabilities include those who have long-term
physical, mental, intellectual or sensory impairments which in
interaction with various barriers may hinder their full and
effective participation in society on an equal basis with others.”
bahwa penyandang disabilitas adalah mereka yang memiliki
kelainan fisik, mental, intelektual, atau sensorik secara
permanen yang dalam interaksinya dengan berbagai hambatan
dapat merintangi partisipasi mereka dalam masyarakat secara
penuh dan efektif berdasarkan pada asas kesetaraan.
Formalisasi istilah penyandang disabilitas Indonesia
terjadi melalui UU Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi
Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) merupakan
tonggak sejarah baru perubahan istilah penyandang cacat
menjadi penyandang disabilitas. Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2011, penyandang disabilitas adalah orang
yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau
sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 11
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menghalangi


partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat
berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya.

2. Konsep dan Cara Pandang terhadap Penyandang Disabilitas


Pada awalnya disabilitas dilihat sebagai problem atau
masalah, namun kini cara pandang telah bergeser, penyandang
disabilitas adalah pemegang atau pemilik hak (holder of rights).
Disabilitas dengan demikian adalah sebagai isue hak asasi
manusia (human rights issues). Dalam disabilitas, problem bukan
lagi terletak pada individu penyandang disabilitas tetapi berada
pada sikap dan praktek sosial, public policy, lingkungan fisik yang
tidak aksesibel.
Cara pandang masyarakat terhadap disabilitas mengalami
berbagai pergeseran, secara teoritis dapat di telaah dalam empat
model paradigma (cara pandang):5
a. Cara Pandang Moral Model : merupakan cara pandang
masyarakat terhadap disabilitas dihubungkan dengan
keyakinan-keyakinan spiritualitas yang berkembang di
masyarakat. Cara pandang ini dipercaya sebagai cara
pandang yang tertua masyarakat terhadap disabilitas. Cara
pandang ini meyakini bahwa kondisi disabilitas merupakan
hukuman atau dosa akibat dari perbuatan manusia yang
melanggar norma masyarakat atau norma agama yang
berlaku yang dilakukan seseorang atau keluarga. Sehingga
perilaku yang umum dilakukan kepada para disabilitas ini
adalah isolasi, pengucilan, dibunuh dan pembuangan.
b. Cara Pandang Medical Model atau Individual Model, yang
memandang disabilitas dari sudut pandang medis
(kesehatan). Cara pandang ini mendefinisikan disabilitas
sebagai sebuah kelemahan fisik dan mental yang berakibat
pada ketidak mampuan atau keterbatasan individu dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Medical Model memahami
disabilitas sebagai personal tragedy atau kecelakaan
individu yang harus disembuhkan. Berangkat dari

5
Diolah dari Bahrul Fuad Masduqi, Jurnal Perempuan Edisi 65. Jakarta. Halaman : 24 – 26.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 12
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

paradigma ini kemudian muncul ide pembangunan Pusat


Rehabilitasi Medik untuk penyandang disabilitas yang
dikenal dengan Rehabilitation Centre (pusat rehabilitasi).
Para pengambil kebijakan percaya bahwa dengan
diperbaikinya kondisi fisik para penyandang disabilitas,
maka kehidupan mereka akan menjadi lebih baik. Sehingga
pada saat berkembangnya model ini banyak penyandang
disabilitas yang dikirim ke Pusat Rehabilitasi guna
mendapatkan perawatan fisik. Namun ternyata penanganan
di Pusat Rehabilitasi pun tidak maksimal sehingga yang
terjadi justru pembangunan eksklusifitas terhadap
komunitas penyandang disabilitas.
c. Cara Pandang Civil Rights Model , bergulirnya arus global
Gerakan Hak Asasi Manusia mendorong cara pandang
masyarakat terhadap disabilitas juga mengalami
pergeseran. Pandangan masyarakat yang berlandaskan
pada spirit penghormatan terhadap hak asasi manusia para
penyandang disabilitas disebut dengan Civil Rights Model.
Pandangan ini meyakini bahwa penyandang disabilitas
sebagai individu yang memiliki hak yang setara (equal
rights) sebagaimana warga masyarakat lain untuk memilih
cara hidupnya yang mandiri dan bebas untuk menentukan
keputusan terhadap arah hidup dan segala aspek penting
yang berhubungan dengan kehidupannya. Civil Rights Model
juga memandang bahwa kecacatan sebagai persoalan
masyarakat sehingga penyelesaianna pun lebih berbentuk
advokasi sistem hukum dan sistem sosial. Dalam
paradigma ini masalah dasar dari penyandang cacat adalah
diskriminasi, prejudice (prasangka), pengucilan dan
pengingkaran terhadap hak dasarnya. Perbedaan perlakuan
terhadap penyandang disabilitas baik di masyarakat
maupun ditingkat struktur pemerintah bahwa pelayanan
terhadap penyandang disabilitas selalu lebih rendah dari
masyarakat lain sehingga mengakibatkan rendahnya akses
pendidikan, ekonomi, dan kesehatan bagi para penyandang

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 13
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

cacat. Guna mengatasi persoalan tersebut maka


dikembangkan beberapa bentuk aktivitas antara lain :
sistem advokasi, legislasi terhadap hak sipil dan beberapa
aktivitas ekonomi, sosial, pendidikan, layanan kesehatan,
hak kerja, dan akses sumber daya lingkungan.
d. Cara pandang Post-Modern Model atau Social Model,
merupakan paradigma yang terkini. Post-Modern Model
melihat disabilitas sebagai persoalan sosial yang
menyangkut masalah sistem ekonomi, kebijakan, dan
prioritasisasi terhadap distribusi sumber daya, soal
kemiskinan, pengangguran, dan sistem pelayanan medik
yang sudah dilakukan sejak lama oleh masyarakat terhadap
penyandang disabilitas. Paradigma ini melihat persoalan
mendasar yang dihadapi penyandang disabilitas adalah
pengakuan atau penerimaan masyarakat terhadap
keberadaan penyandang disabilitas sebagai bagian integral
dari kehidupan masyarakat. Adapun bentuk nyata
permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas
adalah tidak meratanya distribusi atau akses teknologi,
asistensi terhadap penyandang cacat dalam pusat
rehabilitasi.
Menurut paradigma Post-Modern Model atau Social
Model, beberapa aktivitas yang perlu dilakukan antara lain :
pengealan terhadap komunitas penyandang disabilitas
kepada masyarakat, meningkatkan akses teknologi dan
akses fasilitas umum, pengembangan kapasitas diri dan
leadership para penyandang disabilitas, penelitian
mendalam tentang aspek sosial penyandang disabilitas, dan
melakukan community development terhadap penyandang
disabilitas. Langkah ini akan mendorong masyarakat untuk
menciptakan cara pemahaman baru terhadap eksistensi
kaum penyandang disabilitas . Masyarakat diharapkan
akan melihat bahwa persoalan penyandang disabilitas
adalah produk interaksi antara karakteristik individu
penyandang disabilitas sendiri (kondisi fisik maupun

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 14
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

mental, status penyandang disabilitas itu sendiri, kondisi


personal , status sosial ekonomik dll) dengan karakteristik
lam, masyarakat, budaya, dan lingkungan sosial. Sehingga
paradigma Post-Modern Model atau Social Model, lebih
menekankan bagaimana memperbaiki pola interaksi
masyarakat dan penyandang disabilitas.
Paradigma Post-Modern Model atau Social Model,
memandang persolan penyandang disabilitas secara utuh
dan menyeluruh. Sehingga pandangan ini banyak dianut
oleh para aktifis penyandang disabilitas di seluruh dunia.
Post-Modern Model atau Social Model, ini juga telah
memunculkan beberapa dampak positif kajian-kajian
disabilitas yaitu : pertama, adanya pendefinisian ulang dan
konseptualisasi ulang terhadap apa yang dinamakan
penyandang disabilitas; kedua, area penelitian terhadap
keberadaan penyandang disabilitas menjadi lebih luas;
ketiga, fokus penelitian terhadap penyandang disabilitas
juga akan berubah dari penyandang disabilitas sebagai
obyek penelitian, menjadi hubungan antara penyandang
disabilitas dengan lingkungan sekitar penyandang
disabilitas.

Tabel : Paradigma terhadap Disabilitas

Paradigma Akar Masalah Aktifitas yang


dikembangkan

Moral Disabilitas Isolasi, pengucilan,


model merupakan pembuangan dan
Hukuman atau dosa pembunuhan terhadap
atas perbuatan disabilitas
manusia

Medical Secara medis Rehabilitation centre


Model atau merupakan sebuah (Pusat Rehabilitasi)
Individual kelemahan fisik dan untuk memperbaiki
Model mental yang kondisi fisik dan
berakibat mental penyandang
ketidakmampuan disabilitas
atau keterbatasan
individu dalam
melakukan aktivitas
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 15
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

sehari-hari yang
merupakan personal
tragedy

Civil Rights Adanya diskriminasi, Sistem advokasi,


Model prejudice (prasangka), legislasi hak-hak sipil,
pengucilan dan politik untuk
pengingkaran meningkatkan akses
terhadap hak dasar Disabilitas terhadap
disabilitas sebagai ekonomi, politik,
individu yang kesehatan, pendidikan,
memiliki hak setara kerja dll.
(equal rights), mandiri
dan bebas
menentukan
hidupnya

Post- Disabilitas Integrasi dan pola


Modern merupakan persoalan relasi disabilitas dalam
Model atau sosial dan kebijakan masyarakat dan
Social yang berakar pada meningkatkan
Model, rendahnya aksesibilitas dalam
pengakuan atau segala bidang serta
penerimaan tidak menjadikan
masyarakat terhadap disabilitas sebagai
penyandang obyek semata dalam
disabilitas sbg bagian pengambilan kebijakan
integral dalam
masyarakat

Sumber : diolah6

3. Jenis-jenis Disabilitas
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan
khusus/disabilitas. Ini berarti bahwa setiap penyandang
disabilitas memiliki definisi masing-masing yang kesemuanya
memerlukan bantuan untuk tumbuh dan berkembang secara
baik. Jenis-jenis penyandang disabilitas menurut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1)
adalah sebagai berikut:
a. Penyandang disabilitas fisik;
b. Penyandang disabilitas intelektual;
c. Penyandang disabilitas mental dan/atau;
d. Penyandang disabilitas sensorik.

6
Bahrul Fuad Masduqi, Jurnal Perempuan. ibid.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 16
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Menurut pendapat ahli, jenis disabilitas adalah :7


1) Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari 6:
a. Mental Tinggi. Sering dikenal dengan orang berbakat
intelektual, di mana selain memiliki kemampuan intelektual
di atas rata-rata dia juga memiliki kreativitas dan
tanggungjawab terhadap tugas.
b. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual/IQ (Intelligence Quotient) di bawah rata-rata
dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu anak lamban belajar
(slow learnes) yaitu anak yang memiliki IQ (Intelligence
Quotient) antara 70-90. Sedangkan anak yang memiliki IQ
(Intelligence Quotient) di bawah 70 dikenal dengan anak
berkebutuhan khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan
dengan prestasi belajar (achievment) yang diperoleh.
2) Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:
a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu
yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh
kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat
bawaan, sakit atau akibat kecelakaan (kehilangan organ
tubuh), polio dan lumpuh.
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah
individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan
yaitu: buta total (blind) dan low vision.
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah
individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki
hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki
hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut
tunawicara.

7
Nur Kholis Reefani,2013. Panduan Anak Berkebutuhan Khusus, Penerbit Imperium Yogjakarta, hlm.17

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 17
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

d. Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seseorang yang


mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui
bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti
oleh orang lain. Kelainan bicara ini dapat dimengerti oleh
orang lain. Kelainan bicara ini dapat bersifat fungsional di
mana kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan,
dan organik yang memang disebabkan adanya
ketidaksempurnaan organ bicara maupun adanya gangguan
pada organ motorik yang berkaitan dengan bicara.
3) Tunaganda (disabilitas ganda). Penderita cacat lebih dari satu
kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental)

4. Disabilitas sebagai Kelompok Rentan


Penyandang disabilitas dapat dikategorikan sebagai
kelompok rentan, dalam penjelasan pasal 5 ayat (3) UU Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dimaksud dengan
kelompok rentan adalah “.......... orang lanjut usia, anak-anak,
fakir miskin, wanita hamil dan penyandang cacat.” Ketentuan
pasal 5 ayat (3) dalam UU ini menyebutkan “Setiap orang yang
termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya.”
Masyarakat yang merupakan kelompok rentan adalah
masyarakat yang keberadaannya akan sangat mudah terpengaruh
ketika terjadi perubahan kebijakan atau lingkungan. Warga
disabilitas sebagai kelompok rentan di dalamnya terdapat
kelompok perempuan dan anak-anak penyandang disabilitas yang
juga termasuk kelompok lebih rentan lagi. Oleh karena itu
keberadaan perempuan dan anak-anak penyandang disabilitas
dalam naskah akademik ini ditelaah secara khusus.
Penyandang disabilitas tergolong lebih rentan terhadap
kemiskinan di setiap negara, baik diukur dengan indikator
ekonomi tradisional seperti PDB atau, secara lebih luas, dalam
aspek keuangan non-moneter seperti standar hidup, misalnya
pendidikan, kesehatan dan kondisi kehidupan. Penyandang
disabilitas perempuan memiliki risiko lebih besar dibandingkan
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 18
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

penyandang disabilitas laki-laki. Kemiskinan mereka terkait


dengan sangat terbatasnya peluang mereka atas pendidikan dan
pengembangan keterampilan. perempuan dan laki-laki dengan
disabilitas berada pada usia kerja, namun mayoritas dari mereka
tidak bekerja. Mereka yang bekerja umumnya memiliki
pendapatan yang lebih kecil dibandingkan para pekerja yang non-
disabilitas di perekonomian informal dengan perlindungan sosial
yang minim atau tidak sama sekali. Mengucilkan penyandang
disabilitas dari angkatan kerja mengakibatkan kehilangan PDB
sebesar 3 hingga 7 persen. Para penyandang disabilitas kerap kali
terkucil dari pendidikan, pelatihan kejuruan dan peluang kerja.
Lebih dari 90 persen anak-anak dengan disabilitas di negara-
negara berkembang tidak bersekolah (UNESCO) sementara hanya
1 persen perempuan disabilitas yang bisa membaca (UNDP).8

5. Prinsip dan Strategi Pemenuhan dan Perlindungan


Penyandang Disabilitas
5.1 Strategi pemenuhan dan perlindungan penyandang
disabilitas
Strategi yang diperlukan adalah :
a. Disability Policy. adanya disability policy, Perlunya
sumber hukum di tingkat pemerintah daerah sebagai
landasan dalam menyusun kebijakan dan program
pelayanan/pemenuhan hak. Perda diharapkan menjadi
legal instrument dalam perlindungan dan pemenuhan
hak.
b. Local disability action plan, Raperda adalah bentuk policy
change melalui langkah legislatif sekaligus langkah
administratif untuk mengakomodasi berbagai
perubahan.
5.2 Konsep pendekatan dalam pemenuhan dan perlindungan
hak disabilitas

8
Lembar Fakta International Labour Organitation (ILO) http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---
asia/---ro-bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/wcms_165279.pdf diakses tanggal 10 Agustus
2015, pukul : 14.54 Wite
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 19
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Konsep pendekatan dalam upaya pemenuhan dan


perlindungan hak disabilitas harus disesuaikan dengan
kebutuhannya. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan
yaitu :9

a. Destigmatisasi, merupakan pendekatan dengan pola


berusaha untuk tidak memberikan stigma, dan bergiat
untuk menghilangkan stigma yang diberikan kepada
penyandang disabilitas.
b. Deisolasi, merupakan pendekatan yang menghindari
kegiatan yang akan mengisolasi penyandang cacat dari
lingkungnya. Sehingga mereka dapat bersosialisasi
dengan lingkungan.
c. Desensitifisasi, merupakan pendekatan yang menitik
beratkan untuk menghilangkan rasa sensiti/ rendah
diri atas kecacatan yang mereka derita.
d. Di sini dan saat ini (here and now), merupakan
pendekatan yang menyesuaikan ruang dan waktu,
dimana dan kapan pelayanan sosial dapat
dilaksanakan, sehingga sesuai dengan kebutuhan
mereka.
e. Diversifikasi, merupakan pendekatan ini
mengupayakan untuk meningkatkan mentalitas
kemandirian penyandang cacat, sehingga mereka
mampu hidup dan mengembangkan potensi yang
dimiliki serta menghindari ketergantungan peran orang
lain.
f. Dedramatisasi, pendekatan ini mencoba untuk
meminimalisir bentuk hiperbola atas suatu masalah
yang dialami oleh penyandang cacat.
g. Mengembangkan empati bukan simpati, pendekatan ini
mengkedepankan rasa simpati untuk membantu para
penyandang cacat untuk mengembangkan diri dan
berdiri dalam kemandirian. Bukan di jaga secara
berlebihan yang justru semakin membatasi ruang
gerak mereka.

9
http://erlinaheria.blogspot.co.id/2012/10/penyandang-disabilitas.html diakses tanggal 23 September
2015 pk. 09.55 Wite

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 20
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

5.3 Masyarakat Inklusif dan Pendidikan Inklusif sebagai hak


Penyandang Disabilitas
Tatanan kehidupan masyarakat yang inklusif (inclusive
society). Merupakan sebuah tatanan masyarakat di mana semua
elemen masyarakat memiliki kesempatan yang equal (setara)
untuk berkontribusi dalam kehidupan bermasyarakat tanpa
membedakan suku, ras, agama, dan bahkan perbedaan bentuk
fisik.
Model pendidikan inklusif telah dibahas pada Konferensi
Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus, yang dilaksanakan
pada bulan Juni 1994, kesepakatan terkait pendidikan inklusif ini
tertuang dalam Pernyataan Salamanca. Prinsip dari pendidikan
inklusif adalah selama memungkinkan, semua anak seyogyanya
belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun
perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Menurut Sapon-
Shevin (1994) pendidikan inklusif, yaitu : “The vision of inclusion is
that all children would be served in their neighborhood schools, in
the ‘regular classroom’ with children their own age. The idea is that
these schools would be restructured so that they are supportive,
nurturing communities that really meet the needs of all the children
within them: rich in resources and support for both students and
teachers.”
Sapon-Shevin menjelaskan bahwa pendidikan inklusif
merupakan sistem layanan pendidikan yang memungkinkan
semua anak penyandang disabilitas mendapatkan pelayanan di
sekolah-sekolah terdekat dan di kelas-kelas reguler, untuk itu
dibutuhkan restrukturisasi sekolah, sehingga terbentuk
komunitas yang mendukung pelaksanaan sistem tersebut, dan
kebutuhan khusus anak penyandang disabilitas dapat terpenuhi.
Dukungan ini tidak hanya dari pihak orang tua dan guru, tetapi
juga dari anak penyandang disabilitas, teman-teman, dan
masyarakat sekitar.
Di Indonesia pendidikan inklusi diatur dalam Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009. Dalam

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 21
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Peraturan ini, yang dimaksud dengan pendidikan inklusif adalah


sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan
kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan
dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewauntuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya. Tujuan dari pendidikan inklusif secara umum adalah
untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
semua peserta didik untuk dapat memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta
didik. Hal ini berarti sekolah inklusi tidak hanya sekolah yang
sudah mendapatkan predikat inklusi, tetapi semua sekolah umum
yang melayani anak penyandang disabilitas, dan memenuhi
kebutuhan khususnya sehingga dapat menunjang proses belajar
10
mengajar di sekolah tersebut.
Terdapat empat nilai yang harus dipenuhi untuk
mewujudkan tatanan inclusive society, yaitu :11
1. Nilai Pluralisme (Keberagaman)
Nilai ini berpandangan bahwa dalam masyarakat
keberagaman merupakan fakta dan keniscayaan yang
tidak dapat dipungkiri. Maka menerima dan
menghormati keberagaman merupakan suatu syarat
mutlak yang harus dimiliki oleh sebuah masyarakat
dalam menuju keterbukaan.
2. Nilai Equity (Kesetaraan)
Nilai yang menganut prinsip bahwa setiap individu
memiliki kesetaraan hak dan kesetaraan posisi dalam
masyarakat. Setiap individu tanpa kecuali memiliki
kesempatan yang setara untuk berpartisipasi dalam
aktifitas sosial di masyarakat.
3. Nilai Dignity (Martabat)

10
Sapon-Shevin dalam Ulfah Fatmala Rizky, Indonesian Journal of Disability Studies, ISSN : 2355-2158
11
Bahrul Fuad asduqi, Op.cit
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 22
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Nilai yang menjunjung tinggi harkat dan martabat


kemanusiaan seorang individu. Setiap individu memiliki
kelebihan dankehendak masing-masing. Oleh karena itu
setiap individu wajib untuk menghargai martabat
individu yang lain.
4. Nilai Active Partisipation (Partisipasi Aktif)
Partisipasi aktif berarti setiap anggota masyarakat harus
diberi ruang yang setara untuk terlibat dan
berkontribusi dalam aktifitas sosial di masyarakat.
Tatanan masyarakat inklusif
Pendidikan inklusi adalah sistem pendidikan pada sekolah
reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa reguler
dan siswa penyandang disabilitas dalam program yang sama,
tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan
pendidikan dasar 9 tahun. Sistem ini akan memenuhi hak-hak
asasi manusia dan hak-hak anak. Penyandang disabilitas anak
akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi,
disayangi, bahagia dan bertanggung jawab.12
Pendidikan inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial
anak, Pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah,
pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya. Sebuah
masyarakat yang melaksanakan pendidikan inklusi berkeyakinan
bahwa hidup dan belajar bersama adalah cara hidup (way of life)
yang terbaik, yang menguntungkan semua orang, karena tipe
pendidikan ini dapat menerima dan merespon setiap kebutuhan
individual anak.
Dengan demikian sekolah atau pendidikan menjadi suatu
lingkungan belajar yang ramah anak-anak. Pendidikan inklusi
adalah sebuah sistem pendidikan yang memungkinkan setiap
anak penuh berpartisipasi dalam kegiatan kelas reguler tanpa
mempertimbangkan kecacatan atau karakteristik lainnya.
Disamping itu pendidikan inklusi juga melibatkan orang tua

12
http://sekolah-mandiri.sch.id/node/18 diakses tanggal 6 September 2015, pukul 11.04 wite

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 23
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

dalam cara yang berarti dalam berbagi kegiatan pendidikan,


terutama dalam proses perencanaaan, sedang dalam belajar
mengajar, pendekatan guru berpusat pada anak.
B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN
PENYUSUNAN NORMA
Asas atau prinsip yang dikembangkan terkait dengan
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas adalah :
1. Kepastian Hukum
Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah suatu
jaminan bahwa hukum harus dijalankan dengan cara yang baik
atau tepat. Kepastian hukum intinya merupakan tujuan utama
dari hukum. Dengan adanya norma yang melindungi disabilitas
maka dapat memberikan perlindungan secara nyata terhadap
penyandang disabilitas.
2. Keadilan;
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah berupa
pendistribusiaan kesejahteraan dan kemakmuran secara merata,
wajar dan proporsional kepada penyandang disabilitas tanpa
diskriminasi.
3. Inklusif;
Yang dimaksud dengan “asas inklusif” adalah kondisi yang
menghilangkan segala bentuk diskriminasi kepada penyandang
disabilitas sehingga segala sesuatu yang menjadi sistem
peradaban modern senantiasa terkoneksi secara penuh dan
konstruktif dengan keberadaan penyandang disabilitas sesuai
dengan jenis dan derajat kedisabilitasan masing-masing.
4. Non diskriminasi;
Yang dimaksud dengan Prinsip Non diskriminasi adalah
penyandang disabilitas mempunyai kedudukan yang setara
dengan warga negara pada umumnya di hadapan hukum dan
berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum yang setara,
Pemerintah harus menjamin pemenuhan hak bagi penyandang
disabilitas.
5. Partisipasi;

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 24
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Yang dimaksud dengan prinsip Partisipasi penuh dan efektif dan


keikutsertaan dalam masyarakat adalah keikutsertaan
penyandang disabilitas untuk berperan dan berkontribusi secara
optimal, wajar dan bermartabat tanpa diskriminasi, karena itu
perlu diupayakan secara optimal penglibatan penyandang
disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat
6. Perlakuan khusus dan perlindungan lebih;
Yang dimaksud dengan “asas perlakuan khusus dan
perlindungan lebih” adalah bentuk keberpihakan kepada
penyandang disabilitas berupa perlakuan khusus dan atau
perlindungan lebih sebagai kompensasi atas disabilitas yang
disandangnya demi memperkecil atau menghilangkan dampak
kedisabilitasan sehingga memungkinkan untuk menikmati,
berperan dan berkontribusi secara optimal, wajar dan
bermartabat dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara
dan bermasyarakat.
7. Aksesibilitas;
Yang dimaksud dengan aksesibilitas adalah kemudahan yang
disediakan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek penyelenggaraan
negara dan masyarakat.
8. Komprehensif
Yang dimaksud Komprehensif adalah dalam ketentuan ini diatur
secara menyeluruh, mencakup semua perlindungan dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN KONDISI


YANG ADA SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
MASYARAKAT
Ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas baru disahkan tanggal 15 April 2016, sehingga
untuk melaksanakannya memerlukan kerjasama bagi semua pihak
terutama pemerintah daerah salah satunya dengan menyusun aturan
atau norma yang berkaitan dengan pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas. Pemerintah (Pusat dan Daerah) memiliki

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 25
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

kepedulian yang cukup baik dan mempunyai upaya untuk


mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan Penyandang Disabilitas.
Kebutuhan penyandang disabilitas terhadap Peraturan Daerah,
membutuhkan pegangan dalam pelaksanaan aturan nasional berupa
peraturan pelaksana, petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis yang
sesuai dengan kondisi lapangan di daerah. Aparat Pemerintah Daerah
banyak yang belum memahami arti penting penerapan peraturan terkait
bagi kehidupan Penyandang Disabilitas baik secara perseorangan
maupun dalam masyarakat serta bagaimana harus melaksanakan
ketentuan dalam peraturan tersebut.
Peraturan Daerah tersebut harus mempunyai substansi
pengaturan mengenai tindakan nyata yang harus dilakukan sesuai
dengan kondisi yang ada di daerah. Hal-hal yang diatur dalam
Peraturan Daerah harus sesuai dengan urusan yang menjadi
kewenangan daerah. Substansi pengaturan harus memberikan jaminan
penegakan hak asasi Penyandang Disabilitas.
Kondisi kurang tersedianya aksesibilitas pada sarana maupun
fasilitas layanan publik yang memungkinkan penyandang disabilitas
mengakses nilai kemanfaatan pelayanan publik. Demikian pula tidak
adanya akomodasi yang memadai (reasonable accomodation) khususnya
pada lingkungan kerja akibat menjamurnya stigma negatif terhadap
keberadaan penyandang disabilitas, menyebabkan penyandang
disabilitas mengalami diskriminasi berdasarkan kedisabilitasan
(discrimination on the basis of disability), selain itu penyandang
disabilitas seringkali mengalami berbagai hambatan untuk memperoleh
pencapaian kesempatan yang setara (equal opportunity) dengan orang
lain pada umumnya yang menyebabkan penyandang disabilitas tidak
memiliki kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi secara penuh
(full participation) dalam segala aspek kehidupan.
Kebijakan pemenuhan hak penyandang disabilitas lebih terfokus
pada satu instansi saja yakni di Tingkat Nasional pada Kementerian
Sosial dan di tingkat daerah pada Dinas Sosial setempat. Sementara itu
sektor lain seperti kesehatan, pendidikan, dan ketenagakerjaan yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 lebih berfungsi
sebagai sektor penunjang dalam pelaksanaan pemenuhan hak

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 26
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

penyandang disabilitas. Hal ini menyebabkan pemenuhan hak- hak


penyandang disabilitas di luar masalah sosial menjadi kurang tersentuh
dan kurang terlindungi dari berbagai aspek.
Tanggung jawab pemenuhan dan perlindungan penyandang
disabilitas harus menjadi kewajiban semua pihak, baik pemerintah
maupun masyarakat. Pemerintah dalam hal ini juga tidak hanya
menjadi tanggung jawab dinas sosial semata namun juga semua unsur
pemerintahan daerah. Dari hasil pengkajian lapangan yang dilakukan
terkait dengan pembentukan peraturan daerah provinsi Kalimantan
Timur tentang pemenuhan dan perlindungan hak penyandang
disabilitas adalah sebagai berikut:

1. Provinsi Kalimantan Timur


1.1 Data dan informasi disabilitas
Dari data yang ada, jumlah penyandang disabilitas Provinsi
Kalimantan Timur sebanyak 7.331 orang yang tersebar di
kabupaten/kota, dengan klasifikasi dari berbagai jenis dan kategori
serta tingkat kecatatannya. Data tersebut masih belum valid
dikarenakan kesulitan untuk memetakan dan mendata jumlah
penyandang disabilitas, dikarenakan tertutupnya pihak keluarga serta
sumber daya yang turun ke lapangan untuk mendata disetiap
kelurahan dan kecamatan. Selain itu belum ada tersedia data dan
informasi menyeluruh tentang penyandang disabilitas. Beberapa SKPD
yang berkaitan/berhubungan dengan pemenuhan dan perlindungan
hak penyandang disabilitas ini adalah Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja
dan Transmigrasi, Dinas Kesehatan, Organisasi Penyandang Disabilitas,
Dinas Perdagangan dan Koperasi, Dinas Pendidikan, dan Balai Latihan
Kerja serta Organisasi, Asosiasi Pengusaha.
1.2 Bidang Pendidikan
Saat ini di provinsi Kalimantan Timur terdapat 29 Sekolah Luar
Biasa (SLB), 64 Sekolah Inklusif dari tingkat TK sampai SMA dengan
jumlah tenaga pengajar 334 orang. Dari jumlah tersebut 58 diantaranya
memang khusus berlatarbelakang pendidikan luar biasa, 156 dengan
status pegawai negeri sipil (PNS).
Masalah pendidikan tersebut yaitu masih banyak penyandang
disabilitas yang tidak diterima disekolah karena alasan kurangnya
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 27
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

sarana dan prasarana. Sekolah inklusi tersebut yaitu SD 016 di


Antasari, SMP 3 dan SMA 4. Sekolah tersebut bukan saja menerima tapi
juga sekaligus juga tersedianya sarana dan prasarana serta tenaga
pengajar. Contoh nyata yang terjadi adalah karena susahnya akses bagi
penyandang disabiltas tersebut untuk bersekolah. Hak bagi penyandang
disabilitas yang salah satunya adalah ujian untuk yang kelas Paket bagi
penyandang disabilitas yaitu tuna netra yaitu kurang fasilitas tulisan
brailer, yaitu pada saat pelaksanaan UN tingkat SMP.
Balai latihan kerja yang sudah memberikan pelatihan bagi
penyandang disabilitas. Melalui program pelatihan diberikan
pembekalan terhadap penyandang disabilitas dan meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilannya.
Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah provinsi adalah
ketersediaan fasilitas dan sarana bagi penyandang disabilitas, termasuk
dibidang pendidikan. Kurangnya tenaga pendidikan juga sangat
berpengaruh pada penyediaan sekolah inklusif bagi penyandang
disabilitas.

1.3 Bidang Tenaga Kerja


Bidang tenaga kerja masih kurang adanya ketersediaan lapangan
kerja yang belum mampu menampung tenaga kerja bagi penyandang
disabilitas. Balai latihan kerja yang sudah memberikan pelatihan dirasa
masih kurang dikarenakan belum adanya penyerapan setelah diberikan
pelatihan. Dinas social yang memberikan fasilitas untuk pelatihan ke
luar daerahpun dirasakan oleh penyandang disabilitas hanya sebagai
gugur kewajiban. Sudah sering mereka dilatih tapi masih banyak juga
belum tersalurkan, terkadang pelatihan yang diberikan tersebut tidak
sesuai dengan permintaan lapangan kerja. Upaya pemerintah dalam
bidang Ketenagakerjaan bagi penyandang disabilitas terkendala yaitu
ada beberapa penyandang disabilitas yang tidak diterima karena alasan
jenis pekerjaan yang tidak sesuai.
1.4 Bidang Ekonomi
Beberapa kegiatan atau program dari dinas Sosial pemerintah
Provinsi Kaliman Timur bagi penyandang disabilitas salah satunya
adalah memberikan pelatihan-pelatihan berupa menjahit, keterampilan,
dll. Tujuan dan maksud memberikan pelatihan kepada penyandang
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 28
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

disabilitas adalah agar merka mampu mandiri secara ekonomi dan


memiliki lapangan usaha sendiri.
Namun permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas
adalah mereka bisa memproduksi kerajinan tangan tetapi terkendala
dari aspek pemasaran dan pembiayaan.
Upaya-upaya pemerintah dalam pengembangan UMKM di
wilayahnya dilakukan melalui kerjasama dengan mitra usaha dengan
UMKM yang dimiliki oleh penyandang disabilitas. Atau dengan kata lain
penyandang disabilitas yang telah mengikuti pelatihan-pelatihan UMKM
diharapkan dibimbing untuk dapat membuka dan memasarkan produk
hasil kerja mereka.
1.5 Bidang Hukum
Kewajiban pemenuhan dan perlindungan hak penyandang
disabilitas menjadi kewajiban semua pihak. Peran pemerintah salah
satu yang penting adalah merumuskan kebijakan di tingkat daerah.
Namun regulasi di tingkat daerah belum ada yang mengatur khusus
tentang penyandang disabilitas. Keberadaan aturan yang dibuat oleh
provinsi dapat dijadikan payung hukum bagi kabupaten/kota dalam
menyusun peraturan daerah tentang penyandang disabilitas, sehingga
dalam penyusunan perda provinsi ini memerlukan pengaturan
pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas yang sesuai
dengan kondisi Kalimantan Timur. Kerjasama antar SKPD dan pihak-
pihak terkait sangat diperlukan untuk terwujudnya pembentukan
norma atau aturan yang berkaitan dengan pemenuhan dan
perlindungan hak penyandang disabilitas.
Dalam bidang hukum juga terdapat permasalahan yaitu
penyandang disabilitas rentan dengan korban pelaku tindak pidana,
karena ada beberapa kasus salah satunya pelecehan seksual yang
korbannya adalah penyandang disabilitas. Persoalan ini perlu
mendapatkan perhatian dari semua pihak.
2. Kota Bontang
2.1 Data Penyandang Disabilitas
Secara keseluruhan, tidak ada data valid terkait berapa jumlah
total penyandang disabilitas di Kota Bontang. Data penyandang
disabilitas cenderung berbeda-beda dimasing-masing instansi/lembaga.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 29
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pemerintah


melalui organisasi perangkat daerah (OPD) yang membidangi urusan
layanan terhadap penyandang disabilitas (leading sector), kesulitan
melakukan pendataan dikarenakan banyaknya orang tua maupun
keluarga yang enggan melaporkan anaknya atau keluarganya. Hal ini
terutama disebabkan karena faktor sosial, dimana mereka terkesan
malu memiliki anak atau anak penyandang disabilitas. Kedua, belum
adanya organisasi penyandang disabilitas di Kota Bontang yang fokus
memperjuangkan kepentingan penyandang disabilitas. Organisasi yang
ada masih cenderung bersifat parsial, hanya terbatas untuk satu jenis
kategori disabilitas. Misalnya, organisasi khusus autis saja,
perhimpunan disabilitas untuk kepentingan olahraga saja, dan
sebagainya.
Untuk saat ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Bontang,
menyebutkan bahwa terdapat 302 penyandang disabilitas di Kota
Bontang hingga tahun 2015. Data tersebut dihitung berdasarkan
tingkat kecacatan, baik cacat fisik, cacat mental maupun cacat ganda,
atau yang lebih sering disebut cacat dengan kategori 1, 2 dan 3. Berikut
adalah data penyandang disabilitas di Kota Bontang berdasarkan
kecamatan.

Tabel 2
Jumlah Penyandang Disabilitas Berdasarkan Kecamatan
Di Kota Bontang Tahun 201513
Jenis Kelamin
No Kecamatan Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 Bontang Selatan 105 66 171
2 Bontang Utara 59 37 96
3 Bontang Barat 18 17 35
Total 302

Selain data di atas, terdapat pula data penyandang disabilitas


berdasarkan penerima bantuan sosial pemerintah pada tahun 2015,
yakni sebanyak 37 orang. Data ini diolah berdasarkan penerima
bantuan sosial untuk penyandang disabilitas di Kota Bontang, dengan
rincian 25 orang merupakan penerima murni dan 12 orang merupakan
penerima tambahan. Berikut adalah tabulasi penyandang disabilitas
13
Sumber : Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Bontang.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 30
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

berdasarkan jenis kelamin dan jenis kecacatan, yang didapatkan dari


Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Bontang.

Tabel 3
Jumlah Penyandang Disabilitas Berdasarkan Penerima Bantuan Sosial
Di Kota Bontang Tahun 2015
Jenis Kelamin
No Jenis Kecacatan Jumlah
Laki-Laki Perempuan
1 Tuna Rungu 3 5 8
2 Tuna Grahita 14 7 21
3 Autis 2 1 3
4 Tuna Daksa 1 - 1
5 Tuna Netra 2 1 3
6 Down Syndrom - 1 1
Total 37

2.2 Bidang Ketenagakerjaan


Terdapat dua perusahaan yang mempekerjakan penyandang
disabilitas, menurut Dinas Tenaga Kerja Kota Bontang, yakni PT.
Kontrol Power Utama sebanyak satu orang dengan kategori tuna daksa
dan Koperasi TKBM Karya Kaltim sebanyak dua orang dengan kategori
tuna daksa dan tuna netra.

Tabel 4
Jumlah Tenaga Kerja Disabilitas Berdasarkan Jenis Kecacatan
Di Kota Bontang Tahun 201614
Jumlah Tenaga Kerja Disabilitas
Nama Berdasarkan Jenis Kecacatan Jumla
N
Perusahaa Daks Rung Wicar Netr Grahit h
o
n a u a a a
L P L P L P L P L P L P
PT.
Kontrol
1 1 1
Power
Utama
Koperasi
TKBM
2 1 1 2
Karya
Kaltim

2.3 Bidang Kesehatan

14
Ibid,-
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 31
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Untuk bidang kesehatan, tercatat hingga bulan Desember Tahun


2015, terdapat 205 orang penyandang disabilitas yang mengakses
layanan kesehatan di Kota Bontang15. Namun terdapat kendala dalam
mengakses data secara detail baik berdasarkan nama (by name)
maupun berdasarkan alamat (by address), dikarenakan pihak orang tua
maupun keluarga yang cenderung tertutup, sehingga pihak Dinas
Kesehatan yang dalam hal ini melakukan pendataan, enggan membuka
data tanpa persetujuan dari orang tua maupun keluarga yang
bersangkutan.

2.4 Bidang Pendidikan


Di Kota Bontang terdapat 4 (empat) Sekolah Luar Biasa (SLB),
yakni SLB Negeri Bontang, SLB Yayasan Pupuk Kaltim, SLB Permata
Bunda dan SLB Borneo Center. Berikut adalah data SLB di Kota
Bontang berdasarkan jumlah siswa, baik ditingkat TKLB, SDLB, SMPLB
maupun SMALB.

Tabel 5
Jumlah Siswa Sekolah Luar Biasa Berdasarkan Jenjang Sekolah
Di Kota Bontang Tahun 201616
Jumlah Siswa Berdasarkan Jenjang
Nama
No Sekolah Jumlah
Sekolah
TKLB SDLB SMPLB SMALB
SLB Negeri
1 1 69 28 10 108
Bontang
SLB Yayasan
2 Pupuk - 15 11 14 40
Kaltim
SLB Permata
3 - 16 7 10 33
Bunda
SLB Borneo
4 - 18 3 - 21
Center

Khusus untuk sekolah inklusif, Kota Bontang sendiri telah


mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Walikota Nomor 1
Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Peraturan
Walikota ini kemudian ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan Kota
Bontang pada tahun yang sama, dengan mengeluarkan 2 (dua) surat
keputusan, yakni Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kota

15
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bontang.
16
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Bontang.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 32
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Bontang Nomor 420/004/SK/Disdik tentang Penetapan Sekolah Piloting


Program Pendidikan Inklusif di Kota Bontang, dan Surat Keputusan
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bontang Nomor 420/005/SK/Disdik
tentang Penetapan Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif di Kota
Bontang.
Terdapat 3 (tiga) sekolah yang dijadikan piloting program sekolah
inklusif, yakni SD Negeri 010 Bontang Selatan, SD Negeri 003 Bontang
Utara dan SD Negeri 02 Bontang. Sedangkan untuk penyelenggara
pendidikan inklusif, terdapat 30 sekolah, yang terdiri dari 1 Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), 6 Taman Kanak-kanak (TK), 14 Sekolah Dasar
(SD), 6 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 2 Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan 1 Madrasah Aliyah. Penyelenggaraan pendidikan inklusif ini,
merupakan upaya Kota Bontang untuk menerapkan Kota Inklusif.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota
Bontang, Bapak Dasuki, yang menyatakan bahwa Bontang berkinginan
untuk menjadi pelopor pendidikan inklusif di Indonesia, khususnya di
Kalimantan Timur17.

3. Kabupaten Kutai Kartanegara


3.1 Data Penyandang Disabilitas
Data Penyandang Disabilitas di Kabupaten Kutai Kartanegara pada
bulan Oktober 2014 adalah sebanyak 2.102 orang. Meliputi cacat fisik,
cacat mental, cacat fisik dan mental, tuna netra, tuna rungu dan cacat
lainnya. Data penyandang disabilitas di masing-masing kecamatan
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6
Data Penyandang Disabilitas Tahun 2014

Jenis Penyandang Cacat/Disabilitas


Cacat
No Caca Cacat Tuna Tuna Cacat
Fisik
. Kecamatan t Menta Netr Rung Lainny Jumlah
dan
Fisik l a u a
Mental
Muara
1 20 23 8 9 9 5 74
Muntai
2 Loa Kulu 46 17 9 7 8 22 109
3 Loa Janan 35 14 10 21 11 4 95
4 Anggana 12 6 3 10 5 4 40
Muara
5 21 19 11 29 10 10 100
Badak
17
Wawancara dengan Bapak Dasuki, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bontang, 4 Juni 2016.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 33
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

6 Tenggarong 126 41 13 7 40 41 268


7 Sebulu 69 21 8 18 30 19 165
Kota
8 40 27 28 31 26 15 167
Bangun
9 Kenohan 23 14 8 15 9 9 78
Kembang
10 48 13 4 13 30 15 123
Janggut
Muara
11 57 29 14 5 27 15 147
Kaman
12 Tabang 10 3 6 2 13 2 36
13 Samboja 95 44 21 32 31 21 244
14 Muara Jawa 20 19 7 4 13 6 69
15 Sangasanga 17 15 3 7 12 10 64
Tenggarong
16 108 41 21 17 25 12 224
Seberang
17 Marangkayu 21 13 8 12 12 3 69
18 Muara Wis 9 6 2 4 7 2 30
JUMLAH 777 365 184 244 332 200 2.102

Selama ini hal yang dilakukan oleh dinas sosial dalam


melakukan pendataan bagi penyandang disabilitas adalah dengan
melakukan jemput bola dan melibatkan beberapa voluntaire yang ada
dibawah asuhan dinas sosial Kutai kartanegara. Selain itu juga bekerjas
sama dengan para lurah dan kepala desa untuk melakukan pendataan
terhadap penyandang disabilitas.
3.2 Bidang Pendidikan
Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara memiliki komitmen yang
kuat dalam proses peningkatan pendidikan anak-anak berkebutuhan
khusus, sebagai bentuk dari komitmen tersebut, saat ini telah berdiri
tidak kurang dari 2 (dua) sekolah luar biasa di Kabupaten Kutai
Kartanegara.
3.4 Bidang Ekonomi dan Tenaga Kerja
Dalam hal penempatan tenaga kerja bagi penyandang disabilitas
masih sangat minim sekali. Walaupun mereka diberi pelatihan-
pelatihan bahkan sampai dikirim pelatihan ke Solo, namun saat ini
sangat sulit membuka usaha sendiri dan tidak ditempatkan pada dunia
kerja. Kurangnya perhatian dari pemerintah daerah termasuk sarana
dan prasarana yang masih sangat kurang.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan
narasumber dari dinas sosial. Selama beberapa waktu terakhir dinas

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 34
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

sosial memang telah banyak melakukan bimbingan-bimbingan


bantuan-bantuan sosial kepada penyandang disabilitas. Kegiatan
tersebut tidak hanya memberikan pembelajaran akan kemandirian tapi
juga bagaimana hasil-hasil dari usaha yang dilakukan dapat dijual
dengan melakukan kerjasama dengan dinas perindustrian dan koperasi
selama ini. Karena jika hanya mengandalkan bantuan dana maka akan
sangat sulit sekali bagi pemerintah untuk terus menerus. Jika diberikan
bantuan dalam bentuk kemahiran dalam kewirausahaan maka para
penyandang disabilitas akan mandiri.
Dinas sosial Kutai Kartanegara rutin menggelar bimbingan di UPT
dinas sosial loka bina karya timbau dengan melibatkan para peserta
penyandang disabilitas. Peserta ini terdiri dari para tuna rungu wicara
(bisu/tidak mendengar), tuna grahita ( IQ dibawah anak normal),
Autisme (gangguan prilaku) serta tuna daksa (kecacatan fisik). Selama
mengikuti kegiatan peserta diberikan materi dan pelatihan
kewirausahaan bidang pengembangan diri dan keterampilan yang
meliput, budidaya ikan lele, salon kecantikan, tata boga, dan
perbengkelan serta menjahit. Materi itu disampaikan para narasumber
dari Dinas Sosial Kaltim dan Dinas Sosial Kukar. Mereka adalah Kabid
Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Kaltim Khairul Saleh, Kasi
Rehabilitasi dan Kecacatan Sosial Kaltim Hj Hamida, dan Kabid
Rehabilitasi dan Kesetiakawanan Sosial Kukar Supriyanto.
Harapan dari terselenggaranya kegiatan ini bisa memberikan
kemampuan usaha untuk meningkatkan produksifitas kerja,
meningkatkan penghasilan dan menciptakan kemitraan usaha yang
saling menguntungkan bagi penyandang disabilitas di Kukar, agar
mereka memiliki usaha untuk meningkatkan ekonomi secara mandiri
dikemudian hari.
Kegiatan vokasional juga sering kali dilakukan oleh dinas sosial
bagi penyandang disabililitas. Program ini merupakan pembinaan
penyandang disabilitas dan trauma bertujuan untuk menguatkan
kapasitas para disabilitas dan trauma. Penguatan kapasitas bagi para
disabilitas dan trauma ada dua aspek. Pertama aspek Sensorik adalah
diberikan pengetahuan enterpreneur/kewirausahaan, agar mereka
mengerti dan memahami cara berusaha demi mendapatkan

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 35
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

keuntungan/benefit secara ekonomi. Kedua aspek Motorik adalah


diberikan keterampilan teknik memangkas rambut dan pengetahuan
merawat kulit wajah dan kepala. Tujuan program tersebut, setelah
kembali dikeluarga/masyarakat penyandang disabilitas dapat
melaksanakan peran dan fungsinya secara wajar, sehingga mampu
memenuhi kebutuhan ekonominya sehari-hari, dan hidup sejahtera
seperti masyarakat Kukar lainnya. Sesuai dengan program Gerbang
Raja, yakni Menuju Terwujudnya Masyarakat Kutai Kartanegara yang
Sejahtera dan Berkeadilan.18
3.4 Bidang Kesehatan
Dinas sosial dalam bidang kesehatan melakukan langkah-langkah
yang dilakukan bekerjasama dengan Dinas Sosial Kaltim dalam upaya
penanganan penyandang disabilitas termasuk penanganan ADK yang
telah dilakukan setiap tahunnya meliputi Rehabilitasi Sosial Orang
dengan Kecacatan (RSODK) melalui kegiatan Unit Pelayanan Sosial
Keliling (UPSK) dan Rehabilitas Sosial Masyarakat yang mulai dilakukan
pada Tahun 2013.
Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK) merupakan kegiatanDinas
Sosial Kabupaten Kutai Kartanegara untuk membantu para penyandang
disabilitas, baik yang mengalami kekurangan fisik, maupun mental atau
gabungan keduanya. Dengan kegiatan tersebut para penyandang
disabilitas akan menjalani pemeriksaan oleh dokter, selanjutnya mereka
akan dirujuk untuk mendapatkan pengobatan ke rumah sakit,
melanjutkan sekolah ke Sekolah Luar Biasa (SLB), atau diberikan
kesempatan mengasalah keterampilan di luar daerah bagi mereka yang
masih memiliki semangat untuk berkreatifitas.
3.5 Bidang Hukum
Pada tahun 2015 telah direncanakan untuk membuat sebuah
peraturan daerah yang menangani para penyandang disabilitas. Pada
tanggal 18 Januari telah melakukan kesepakatan dan pembahasan
bersama melalui penyampaian nota pejabat Bupati Kabupaten Kutai
Kartanegara dan sebagai bahan pertimbangan judul yang diusulkan
Raperda mengenai Disabilitas yakni dengan judul “Perlindungan dan

18
Wawancara dengan Dinas Sosial Kutai Kartanegara, 2016.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 36
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Pemberdayaan Penyandang Disabilitas”. Dan pada bulan Mei 2016


telah di lakukan rapat pansus tentang Raperda tersebut.
Salah satu langkah maju di Kutai Kartanegara telah dilakukan
proses penyusunan raperda disabilitas. Karena sebelumnya memang
belum ada payung hukum yang cukup kuat untuk mendukung
program-program bagi para penyandang disabilitas dan memberikan
akses ke berbagai macam bidang baik itu dalam peningkatan
kemampuan ekonomi maupun akses ke pelbagai fasilitas yang tidak
diskriminasi termasuk dalam bidang pekerjaan. Selama ini kaum
disabilitas masih tergolong kaum yang dimarjinalkan, dalam artian
lingkup sosial. Selama ini data penyandang disabilitas tidak
sepenuhnya masuk di data base pemerintah pusat. “Disabilitas ini
jangan dipandang sebelah mata. Selama ini masih kurang efektif karena
sampai hari ini datanya tidak sepenuhnya masuk penyandang
disabilitas secara keseluruhan yang ada di Kukar,”19
Dengan adanya Perda Perlindungan dan Pemberdayaan
Penyandang Disabilitas di Kutai Kartanegara, maka diharapkan
pendataan yang dilakukan bisa lebih terstrukutur dan jelas. Perda ini
juga nantinya dipercaya mampu merangkul semua pihak agar
meningkatkan kepedulian kepada penyandang disabilitas. Melalui
ketentuan Perda maka program bagi penyandang disabilitas yang
selama ini ditumpukan ke Dinas Sosial maka nanti bisa dikembangkan
keluar, multidimensinya itu harus lintas sektoral. Semua yang merasa
mampu harus membantu, baik perusahaan atau swasta.
Langkah maju yang telah dilakukan oleh kukar dalam
penyusunan draft raperda perlindungan dan pemberdayaan
penyandang disabilitas. Sejauh ini tidak ada data yang valid tentang
penyandang disabilitas di Kutai Kartanegara. Maka dengan adanya
raperda ini diharapkan mengunci akurasi data yang sangat penting
terkait dengan bantuan terhadap penyandang disabilitas dan koordinasi
antar instansi dan antar perangkat daerah merupakan kata kunci
dalam mengimplementasikan Perda maupun program berkaitan
penyandang disabilitas.

19
Wawancara dengan Dinas Sosial Kutai Karatanegara, 2016.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 37
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Saat ini sudah masuk dalam tahapan uji public dengan


Tujuannya sebagai sumber media interaksi meliputi sarana atau kritik
yang bersifat membangun. Sehingga apa bisa memberikan
penyempurnaan susunan draft atau naskah raperda. Sehingga sesuai
substansi dan peraturan hukum yang berlaku.
4 Kota Samarinda
4.1 Data dan Informasi
Data yang diperoleh dari dinas Sosial kota Samarinda
menyebutkan bahwa penyandang disabilitas pada Tahun 2015
berjumlah 1.501 orang yang terbagi dalam beberapa jenis klasifikasi
jenis kecatatannya. Informasi yang menyeluruh tentang disabilitas
belum tersedia dengan lengkap.
4.2 Bidang Pendidikan
Bidang Pendidikan, berikut jumlah penyandang disabilitas yang
mendapatkan pendidikan pada tingkatan sekolah di kota Samarinda:

Tabel 7
Penyandang Disabilitas Menurut Jenjang Pendidikan
Tidak Pendidik SD SMP SMA Perguruan
Disabilitas Mendapat an Tinggi
Pendidikan Inklusif
Khusus
Tuna Rungu - 2 2 2 3 3
Tuna Grahita - 5 47 57 39 -
Tuna Netra - 76 142 97 74 -
Tuna Daksa - 4 2 - 3 -
Autisme - 66 22 41 25 -
Jumlah - 153 215 197 144 3

Dinas Pendidikan Kota Samarinda melakukan pemenuhan dan


perlindungan penyandang disabilitas dengan menyelenggarakan SLB,
Sekolah Inklusi dan Pusat Layanan Anak (PLA). Kendala dalam
pelaksanaan pendidikan bagi penyandang disabilitas ialah kurangnya
sumber daya manusia tenaga pendidik/guru yang memiliki keahlian
khusus pendidikan untuk disabilitas.
Hak penyandang disabilitas yang seharusnya dipenuhi dibidang
pendidikan ialah, tersedianya guru yang cukup, aksesibilitas,
kurangnya penyelenggara sekolah inklusi dan Perguruan Tinggi,
kurangnya fasilitas untuk mengembangkan potensi.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 38
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Kewajiban Pemerintah Daerah yaitu mengangkat guru


pembimbing khusus, guru SLB, Dosen PLB, memperbanyak sekolah
inklusi. Dinas pendidikan kota Samarinda merasa perlu untuk dibentuk
Tim Khusus di daerah untuk mendorong pemenuhan dan perlindungan
hak disabilitas, bentuk sanksi yaitu sanksi materiil (denda) dan sanksi
moril.
Selain pendidikan formal Kewajiban Pemerintah Daerah,
memberikan pendidikan informal untuk mendorong kesejahteraan
penyandang disabilitas yaitu salah satunya dengan memberikan mereka
pelatihan-pelatihan atau keterampilan yang disesuaikan dengan minat
dan bakat dan derajat kecacatan mereka diantaranya ialah dengan
mengadakan pelatihan service sepeda motor dan perbaikan hp yang
diikuti 2 orang peserta selama kurang lebih 3 bulan praktek dan 4 hari
teori yang dilaksanakan di gedung graha tepian. Kemudian memberikan
modal usaha berupa bahan-bahan atau alat-alat service sepeda motor
dan perbaikan hp yang dibagi dalam dua kelompok usaha.

4.3 Bidang Tenaga Kerja


Pada bidang ketenagakerjaan, berkaitan dengan data penyandang
disabilitas yang bekerja, selama ini belum ada laporan dari perusahaan
berkaitan dengan jumlah pekerja disabilitas yang diterima. Mereka yang
diterima ialah yang derajat disabilitasnya tidak terlalu parah, bahkan
tidak harus memiliki ijazah, oleh perusahaan akan diajari, Dinas
Tenaga Kerja Kota Samarinda menawarkan kepada penyandang
disabilitas untuk bekerja di PT. Sriwijaya Teknik akan tetapi
penyandang disabilitas menolak.
Untuk penyandang disabilitas yang bekerja di instansi
pemerintah, BKD ada datanya tapi tidak dilaporkan. Untuk penyandang
disabilitas yang bekerja di Pemerintah Kota Samarinda kurang lebih 30
orang. Pemerintah kota samarinda telah mempekerjakan penyandang
disabilitas sebagai pegawai tidak tetap bulanan (PTTB) yang ada di
ruang lingkunga Kota Samarinda.
Kewajiban pelaku usaha yaitu memberikan penyandang
disabilitas kesempatan kerja di perusahaan mereka, sesuai dengan
derajat kecacatan mereka. Kewajiban keluarga memberikan semangat
dan motivasi kepada penyandang disabilitas.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 39
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Dinas Tenaga Kerja Kota Samarinda merasa perlu dibentuk Tim


Khusus di daerah untuk mendorong pemenuhan dan perlindungan hak
disabilitas.
4.4 Bidang Ekonomi
Pemerintah berupaya memberikan modal usaha yang diberikan
perkelompok modal usaha. Kelompok usaha yang mendapatkan
bantuan modal usaha adalah kelompok yang telah mengikuti program
pelatihan-pelatihan ketrampilan dan usaha yang dilaksanakan
pemerintah.
4.5 Peran Masyarakat dan Keluarga Disabilitas
Kewajiban masyarakat, turut serta membantu dalam
kesejahteraan ekonomi dengan tidak memandang atau membedakan
dengan orang yang normal, dan juga memberikan semangat dan
motivasi kepada penyandang disabilitas.
Peran serta masyarakat terhadap hak disabilitas dalam
pemenuhan dan perlindungan hak disabilitas di bidang ketenagakerjaan
adalah dengan cara mengikutsertakan para disabilitas dalam kegiatan-
kegitan atau pelatihan-pelatihan yang dapat membantu kesejahteraan
mereka, khususnya dibidang ekonomi.
Kewajiban keluarga di bidang pendidikan yaitu menyekolahkan,
membiayai dan memfasilitasi. Kewajiban masyarakat yaitu memberikan
kesempatan yang sama bagi penyandang disabilitas untuk partisipasi di
segala bidang. Bentuk peran serta masyarakat yaitu dengan membuka
lapangan kerja penyandang disabilitas dan menyelenggarakan sekolah
swasta gratis.
4.6 Bidang Kesehatan
Dinas sosial kota samarinda melakukan koordinasi dengan
penyelenggara kesehatan Pemerintah muapun swasta untuk menjamin
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, masyarakat merespon
positif dengan adanya kebijakan pemerintah terhadap penyandang
disabilitas. Pemerintah berupaya menjamin ketersediaan tenaga, alat
dan obat dalam rangka memberikan pelayanan kesehatan yang aman
dan bermutu bagi penyandang disabilitas,
4.7 Bidang Hukum

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 40
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Pemerintah Daerah Kota Samarinda menyatakan telah


mengusulkan Raperda Disabilitas, namun kendala regulasi daerah yang
dihadapi adalah Raperda belum disahkan. Pemerintah daerah bekerja
sama dengan lembaga bantuan hukum untuk menyediakan pelayanan
pendampingan kepada penyandang disabilitas yang tersandung
permasalahan hukum, penyandang disabilitas wajib melengkapi
identitas diri yang dapat memudahkan dalam pembinaan.
Sanksi yang seharusnya diatur ialah sanksi administrasi
sebagaimana bahwa barang siapa tidak menyediakan aksesibilitas atau
tidak memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama bagi peserta
didik pecahan satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan dikenakan
sanksi administras dan diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah.
5 Kota Balikpapan
5.1 Data dan Informasi
Informasi yang didapat dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Balikpapan bahwa jumlah penyandang disabilitas di kota Balikpapan
lebih kurang 926 orang yang terdiri dari berbagai jenis atau klasifikasi
jenis kecatatan. Dinas sosial mengakui bahwa masih kesulitan dalam
mendata jumlah penyandang disabilitas. Faktor penyebabnya adalah
masih tertutupnya orang tua atau keluarga yang mempunyai keluarga
disabilitas, karena masih menganggap dan merasa malu memiliki
keluarga yang menyandang disabilitas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua PPDI Kota
Balikpapan Bapak Agus, database terkait jumlah penyandang disabilitas
belum ada saat ini, tetapi ini masih memprogramkan untuk membuat
database on line.
5.2 Bidang Tenaga Kerja
Terkait dengan program kerja dari dinas yang berkaitan dengan
penyandang disabilitas mengikuti program kerja dari provinsi dan dari
pemerintah pusat, salah satunya adalah memberikan pelatihan-
pelatihan, bantuan sosial berupa dana, serta bekerja sama dengan
perusahaan lokal untuk membantu penyandang disabilitas.20
Pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada penyandang disabilitas
berupa pelatihan AC, pelatihan pijat, pelatihan komputer, pelatihan
20
Wawancara dengan Bapak Tukiyo,S.Sos, Kasi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial , Tanggal 21
Mei 2016.
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 41
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

salon dan kecantikan, dll. Pelatihan-pelatihan tersebut rutin


dilaksanakan setiap tahunnya bahkan sampai ada yang dikirim
pelatihan ke Jawa dan bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK).
Kendala yang dihadapi adalah penyediaan anggaran yang masih
dianggap kurang, sedangkan pemberian bantuan baik berupa dana
maupun pelatihan memerlukan penanganan yang sangat baik.
Tabel 8
Peserta Pelatihan Keterampilan Pijat Shiatsu Bagi Penyandang
Disabilitas Tuna Netra

Jenis Kelamin
Jenis Disabilitas
Laki-Laki Perempuan
Tuna Netra (Total) 4 6
Tuna Netra (Low Vision) 2 3
Sumber: Diolah dari data Dinas Sosial Kota Balikpapan

Permasalahan Anggota PPDI sudah banyak diikut sertakan dan


beri pelatihan-pelatihan seperti pelatihan komputer, service HP, servis
AC, Jahit, dll. Namun permasalahannya adalah setelah diberikan
pelatihan tidak pernah ditempatkan pada perusahaan dan tidak pernah
diberikan bantuan untuk membuka lapangan usaha untuk
mengaplikasikan pelatihan yang telah diberikan.
Berkaitan dengan penempatan tenaga kerja bagi penyandang
Disabilitas, dinas sosial sudah melakukan pendekatan dengan
perusahaan-perusahaan melalui bagian Ketenagakerjaan untuk
menempatkan penyandang disabilias yang sudah diberikan pelatihan
seperti pelatihan komputer untuk dapat ditempatkan di perusahaan
sesuai dengan bidang dan kemampuannya. Namun sampai saat ini
belum ada penyandang tersebut ditempatkan di perusahaan-
perusahaan. Hanya saja perusahaan-perusahaan lebih dominan
memberikan bantuan melalui program CSRnya dalam pengembangan
hasil kreatif berupa kerajinan kepada penyandang disabilitas.
5.3 Bidang Pendidikan
Berkaitan dengan pendidikan, jumlah Sekolah Luar Biasa (SLB)
baik ditingkat SD, SMP dan SMA memiliki 1 sekolah negeri dan swasta
terdapat 2 SLB. Permasalahan yang dihadapi dalam pemenuhan
pendidikan bagi penyandang disabilitas adalah penyediaan tenaga
pengajar atau tenaga pendidik bagi penyandang disabilitas, serta

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 42
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

permasalahan sarana dan prasarana yang masih sangat kurang


terutama untuk sekolah-sekolah inklusi.
Hasil wawancara dengan pihak SLB Negeri Balikpapan, pihak
sekolah sudah menjalankan kurikulum sesuai dengan kurikulum dari
dinas pendidikan. Jumlah siswa dari tingkat Sekolah Dasar sampai
Sekolah Menengah Atas sebanyak 257 siswa, jumlah siswa Taman
Kanak-Kanak sebanyak 19 orang, dengan jumlah guru sebayak 50
orang.21 Untuk ditempatkan di sekolah inklusi SMA sebanyak 5 orang
dan SD ada 12 orang. Jurusan yang terdapat di SLBN ini adalah Tata
Boga dan Otomotif, Pertamanan, Hidroponik, Kecantikan, dan Tata
Busana untuk tingkat pendidikan SMP dan SMA. Untuk jurusan
otomotif sudah ada yang magang bekerjasama dengan bengkel Honda.
Prestasi yang pernah diraih oleh siswa yaitu Renang dan Model.
Permasalahan yang dihadapi oleh sekolah ini adalah kurangnya guru
atau tenaga pengajar serta sarana dan prasarana penunjang pendidikan
bagi penyandang disabilitas.
5.4 Bidang Hukum dan Politik
Regulasi di tingkat Kota Balikpapan belum ada mengatur secara
khusus dalam hal pemenuhan dan perlindungan hak penyandang
disabilitas.
Secara keorganisasian Perhimpunan Penyandang Disabilitas
Indonesia (PPDI) sudah ada kepengurusannya di Kota Balikpapan. PPDI
sebagai organisasi Penyandang Disabilitas memerlukan dukungan
untuk pengembangan organisasi, Namun sangat sulit untuk meminta
sarana atau prasarana untuk Sekretariat. Mereka membutuhkan
sekretariat untuk tempat bekerja dan menjalankan program serta untuk
tempat berkumpul bagi penyandang disabilitas.22

6 Kabupaten Kutai Timur

Kutai Timur merupakan kabupaten hasil pemekaran kabupaten


Kutai pada tahun 1999 dengan luas wilayah 35.747,50 km² atau 17%
dari total luas wilayah provinsi Kalimantan Timur. Saat ini Kabupaten
Kutai Timur terdiri dari 18 (delapan belas) kecamatan yang sebelumnya

21
Wawancara dengan Bu Yuli, Guru SLBN Kota Balikpapan.
22
Wawancara PPDI Kota Balikpapan, tahun 2016
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 43
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

hanya 11 (sebelas) kecamatan. Secara geografis kabupaten ini


menghubungkan beberapa daerah/kota di Kalimantan timur yaitu
wilayah utara (Kabupaten Berau) serta wilayah tengah (Kota Bontang
dan Kabupaten Kutai Kartanegara).23 Pada tahun 2014 penduduk di
Kabupaten Kutai Timur mengalami peningkatan dari sebelumnya pada
tahun 2013 sebanyak 302.100 jiwa menjadi 319.394 jiwa pada tahun
2014 atau mengalami peningkatan sebanyak 17.294 jiwa (5,72 persen) 24
Kabupaten Kutai Timur yang senantiasa berkembang seiring
dengan perkembangan industri membuka peluang meningkatnya
masalah di masyarakat, baik sosial, ekonomi maupun budaya,
termasuk bagi penyandang disabilitas. Permasalahan utama adalah
bagaimana bentuk perlindungan dan pemenuhan terhadap hak
penyandang disabilitas.

6.1 Data dan Informasi Jumlah Penyandang Disabilitas


Masalah dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas
terindikasi salah satunya adalah dari kevalidan data penyandang
disabilitas di Kabupaten Kutai Timur. Setiap instansi memiliki data
yang berbeda tentang data jumlah penyandang disabilitas. Berdasarkan
hasil observasi di lapangan, ketidaksinkronan data dari masing-masing
instansi karena menyesuaikan tupoksi masing-masing instansi. Dinas
sosial misalnya, memiliki kriteria usia tertentu untuk mendata
penyandang disabilitas, jika diatas 51 Tahun maka masuk dalam data
kategori lanjut usia. Begitu pula di dinas pendidikan, data jumlah
penyandang disabilitas terbatas pada usia sekolah yang masuk dalam
tugas bidang atau bagian sekolah luar biasa.
Hal yang sama juga terjadi pada dinas tenaga kerja, berdasarkan
hasil wawancara di lapangan disebutkan bahwa tidak ada penyandang
disabilitas yang merupakan angkatan kerja di kabupaten Kutai Timur,
sehingga tidak ada berapa jumlah penyandang disabilitas yang tersebar
di perusahaan atau dipekerjakan oleh pihak swasta lainnya di
Kabupaten Kutai Timur. Tentu saja temuan ini tidak sesuai dengan
fakta di lapangan.

23
Kutai Timur Dalam Angka Tahun 2014
24
Indikator Kesejahteraan Sosial Kabupaten Kutai Timur Tahun 2015
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 44
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Berdasarkan wawancara dari organisasi penyandang disabilitas


atau PPDI Kabupaten Kutai Timur, penyandang disabilitas mengalami
kesulitan dalam mengakses pekerjaan di kabupaten Kutai Timur,
kesulitan pekerjaan bagi penyandang disabilitas ini terjadi bukan
karena penyandang disabilitas tidak mencari pekerjaan atau
memasukkan lamaran pekerjaan ke pihak perusahaan, berbagai usaha
telah dilakukan oleh pihak penyandang disabilitas secara pribadi
maupun terorganisir dari pihak PPDI. Namun sampai saat ini belum
memperoleh hak setara dengan masyarakat lain.
Permasalahan kevalidan data merupakan faktor penting dalam
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas. Logikanya,
bagaimana mungkin pemerintah dapat menjalankan kewajiban dan
tanggung jawabnya dalam melindungi hak penyandang disabilitas jika
data jumlah penyandang disabilitas tidak valid. Karena itu penting bagi
pemerintah kabupaten melakukan perbaikan dalam pendataan bagi
penyandang disabilitas. Data yang dimaksud adalah data yang bersifat
integral lintas bidang, bukan hanya sebatas data sektoral saja, agar
permasalahan pemenuhan hak penyandang disabilitas ini dapat
dipecahkan secara holistik.

6.2 Bidang Hukum


Berdasarkan hasil wawancara di bagian hukum sekretariat
daerah kabupaten Kutai Timur, belum ada aturan khusus dari
pemerintah kabupaten Kutai Timur baik dalam bentuk peraturan
daerah, Surat Keputusan atau bentuk lain yang secara khusus
mengatur tentang pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Namun jika ditelusuri maka perlindungan bagi penyandang
disabilitas tersebar dalam aturan lain, misalnya termasuk dalam
peraturan daerah tentang perlindungan anak. Sekalipun tidak ada
menyebutkan khusus bagi penyandang disabilitas, namun jika masuk
dalam usia anak maka harus dilindungi oleh pemerintah (termasuk
didalamnya penyandang disabilitas).
6.3 Bidang Kesehatan
Bentuk pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dalam
bidang kesehatan di Kabupaten Kutai Timur sesuai dengan tugas dari
masing-masing bidang. Berdasarkan hasil wawancara dengan dinas
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 45
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

kesehatan didapatkan informasi bahwa pihak pemerintah telah


melakukan upaya pemenuhan kesehatan bagi anak berkebutuhan
khusus (ABK) termasuk sosialisasi kepada keluarga dan Rumah Tangga
tentang informasi anak berkebutuhan khusus. Untuk jaminan
kesehatan bagi penyandang disabilitas tidak ada jaminan khusus,
melainkan sudah masuk dalam skema jaminan kesehatan dalam
bentuk BPJS termasuk dalam memperoleh alat kesehatan seperti alat
bantu dengar dan sebagainya sekalipun jumlahnya terbatas.
6.4 Bidang Pendidikan
Terdapat 1 (Satu) Sekolah Luar Biasa Negeri dan 2 (Dua) Sekolah
luar biasa yang dikelola swasta di Kabupaten Kutai Timur. Berdasarkan
hasil wawancara di SLB Negeri, bahwa jumlah anak-anak yang
bersekolah di Kabupaten Kutai Timur belum merata di semua
kecamatan. Mayoritas yang bersekolah di SLB Negeri adalah
penyandang disabilitas yang secara lokasi dekat dengan pusat
kabupaten (Sangata).
Menurut kepala sekolah SLB Negeri, sebenarnya ada keinginan
peyandang disabilitas untuk sekolah yang tersebar di seluruh
kecamatan, namun karena lokasinya jauh dari pusat kabupaten dan
secara kondisi anak tersebut harus terus didampingi akhirnya orang
tua tidak menyekolahkan anaknya. Kurangnya sarana dan fasilitas,
tidak adanya pendanaan khusus, terbatasnya sumber daya manusia
yang sesuai dengan kebutuhan anak penyandang disabilitas menjadi
kendala bagi pihak sekolah dalam proses belajar mengajar.
Adapun SLB bahasa hati, terdapat 7 siswa yang berkebutuhan
khusus yang tersebar dalam jenjang TK, SD dan SMP. Dukungan dari
pemerintah diperoleh dengan dilibatkan pihak sekolah dalam
peningkatan kapasitas guru, didukung secara moril terkait keberadaan
sekolah serta adanya komunikasi intensif. Adapun kendala yang
dihadapi adalah masih adanya sikap belum menerima dari masyarakat
tentang keberadaan penyandang disabilitas yang keberadaannya hanya
disikapi dengan memberikan belas kasihan, adanya sikap diskriminatif
dalam penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah
inklusif, termasuk belum banyak mendapat dukungan dana dari
berbagai pihak.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 46
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Berdasarkan hasil wawancara di dinas pendidikan Kutai Timur,


terdapat 1 (Satu) sekolah tingkat dasar (SD) dan 1(Satu) Sekolah tingkat
menengah (SLTP) yang menjadi sekolah inklusif di Kabupaten Kutai
Timur. Kendala utama dalam penyelenggaraan sekolah inklusif adalah
terbatasnya Sumber Daya Manusia yang memiliki keahlian khusus bagi
ABK. Adapun tantangan kedepan adalah dengan beralihnya
kewenangan terkait penyelenggaraan sekolah luar biasa ke pemerintah
provinsi dengan adanya UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
6.5 Bidang Ekonomi
Berdasarkan hasil data di lapangan, maka diperoleh informasi
bahwa tidak ada penyandang disabilitas yang bekerja pada perusahaan
swasta di Kabupaten Kutai Timur, secara faktual keberadaan
penyandang disabilitas ini mandiri secara ekonomi dengan membuka
usaha-usaha kecil sesuai kemampuan seperti membuka bengkel atau
usaha mekanik lainnya. Adapun penyaluran keahlian dan bakat
penyandang disabilitas dalam bidang olahraga sudah berjalan dengan
baik dan mendapat dukungan pemerintah.

D. Kajian Terhadap Implikasi Sistem Baru Yang Akan Diatur Dalam


Peraturan Daerah Terhadap Aspek Kehidupan Bermasyarakat
dan Dampaknya Terhadap Beban Keuangan Negara
Sesuai dengan amanat dari Convention on The Rights of Person
with Disabilities (CRPD), yang telah disahkan melalui Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on The Rights of
Person with Disabilities atau Konvensi mengenai hak-hak Penyandang
Disabilitas. Maka segenap elemen bangsa harus turut serta
melaksanakan komitmen negara dalam pemenuhan dan perlindungan
hak penyandang disabilitas tersebut.
Pemerintah daerah sebagai unsur pemerintahan yang langsung
bekerja dengan masyarakat di daerah diwajibkan untuk melakukan
penyesuaian, termasuk penyediaan aksesibilitas dan sistem
kelembagaan disabilitas pada setiap sarana publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Pengaturan secara khusus pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas melalui peraturan daerah akan menjadi

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 47
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

pedoman bagi seluruh jajaran pemerintahan di tingkat daerah untuk


menyesuaikan berbagai kebijakan untuk secara khusus memenuhi dan
melindungi hak penyandang disabilitas.
Pendanaan sebagai konsekuensi pelaksanaan peraturan daerah,
tidak dapat dijadikan alasan penolakan pemenuhan dan perlindungan
warga disabilitas. Pemenuhan dan perlindungan warga disabilitas
bukan merupakan investasi modal, namun investasi pemanusiaan
manusia menuju manusia yang beradab. Biaya investasi aksesibilitas
warga disabilitas tidak bisa dibandingkan dengan seberapa sering dan
seberapa banyak warga disabilitas yang menggunakan aksesibilitas
tersebut.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 48
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
PEMENUHAN DAN PERLINDUNGAN HAK PENYANDANG DISABILITAS

Inventarisasi terhadap aturan hukum yang relevan dengan


Naskah Akademik Provinsi Kalimantan Timur tentang Pemenuhan dan
Perlindungan Hak penyandang disabilitas adalah :
1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Timur
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); jo.
UU nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5606);
5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39
Tambahan Lembaran negara 4279);
6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
79 Tambahan Lembaran negara 4301);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (Lembaran Negara Republim Indonesia Tahun 2008
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4866);
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 49
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

9. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
Tambahan Lembaran negara 5063);
10. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Ratifikasi Konvensi
Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 107 Tambahan Lembaran negara 5251);
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 8557);
12. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5871);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan sosial penyandang cacat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 70 Tambahan
Lembaran negara 3754);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Mdemiliki Kelainan
dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006
tentang Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.

A. Analisis Peraturan Perundang-undangan terkait


1. Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945
Berdasarkan Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
bahwa, tujuan membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 50
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan


ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Berkaitan hak penyandang disabilitas
ketentuan tersebut mengandung makna, bahwa perlindungan
negara bagi segenap bangsa Indonesia adalah termasuk para
penyandang disabilitas. Selain itu negara mengemban tujuan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,
ketentuan ini dapat diartikan termasuk di dalamnya para
peyandang disabilitas. Batang tubuh UUD 1945 yang menjadi
landasan pemenuhan dan perlindungan hak penyandang
disabilitas di Indonesia merujuk kepada :
(1) Hak persamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan sebagamana diatur dalam Pasal 27 (1) UUD
1945, “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
(2) Hak atas Pekerjaan, diatur dalam pasal 27 (2) UUD 1945 ,
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Serta pasal
28D (2), “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.”
(3) Persamaan hak membela negara, diatur dalam pasal 27 (3)
UUD 1945,”Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara.”
(4) Hak Berserikat dan berkumpul diatur dalam Pasal 28,
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan
dengan Undang-undang.”
(5) Hak hidup, diatur dalam Pasal 28A, “Setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 51
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

(6) Hak membentuk Keluarga diatur dalam Pasal 28B (1).


“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah.”
(7) Hak Anak diatur dalam pasal 28B (2), “Setiap anak berhak
atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
(8) Hak pengembangan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasar. (Pasal 28C ayat 1)
(9) Hak atas Pendidikan (Pasal 28C ayat 1)
(10) Hak memperoleh memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya (Pasal 28C
ayat 1)
(11) Hak memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara
kolektif, diatur dalam pasal 28C (2), “Setiap orang berhak
untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya
secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan
negaranya.”
(12) Hak perlindungan dan kepastian hukum yang adil, diatur
dalam pasal 28D (1), “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
(13) Hak kesempatan yang sama dalam pemerintahan, diatur
pasal 28D (3),”Setiap warga negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan.”
(14) Hak atas status Kewarganegaraan diatur pasal 28D (4),
“Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.”
(15) Hak bertempat tinggal diatur dalam Pasal 28H(1)
(16) Hak atas lingkungan hidup yang baik diatur dalam pasal
28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Ayat (2) Setiap orang berhak mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 52
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

(17) Hak atas jaminan sosial pasal 28 H (3), “Setiap orang


berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat.”
(18) Hak Milik Pribadi, Pasal 28H (4), “setiap orang berhak
mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.”
(19) Hak Bebas dari diskriminasi diatur dalam Pasal 28I (2)
“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.”
(20) Hak atas Kesehatan dan Pelayanan Umum yang layak
diatur dalam Pasal 34, “Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.”
Berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah, UUD
1945 mengaturnya melalui Pasal 18 ayat (2), ayat (5), dan ayat (6)
UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintahan
daerah untuk mengurus sendiri urusan pemerintahannya dengan
asas otonomi daerah dan tugas pembantuan kecuali yang menjadi
urusan pemerintah pusat, dimana salah satu kewenangannya
adalah menetapkan peraturan daerah.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 1106); merupakan landasan
yuridis bagi kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur dan
mengambil kebijakan berkaitan pemenuhan dan perlindungan
hak penyandang disabilitas di wilayah Provinsi Kalimantan Timur.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 53
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia
Pasal 1 angka 1 dalam Undang-undang 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Maha Esa dan
merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Kewajiban dasar manusia berdasarkan pasal 1 angka 2
adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan,
tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi
manusia.
Ketentuan pasal 1 angka 3 mengatur tentang diskriminasi
adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang
langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan
manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan,
status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan
politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik
individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,
social, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Pasal 1 angka 6. Pelanggaran hak asasi manusia adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat
negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian
yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi,
membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan
tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh
penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Berkaitan dengan penyandang disabilitas, sebagai warga
negara berdasarkan ketentuan Pasal 3 memiliki kebebasan dan

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 54
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

harkat martabat sebagai manusia : ayat (1) “Setiap orang


dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam semangat
persaudaraan.”
Jaminan perlindungan dan perlakuan hukum yang adil
berdasarkan pasal 3 ayat (2) “Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang
adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan
hukum.” Demikian juga ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) “Setiap
orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan
memperoleh perlakuan serta perlindungan yang samasesuai
dengan martabat kemanusiaanya di depan hukum.” Serta hak
mendapat bantuan hukum yang adil diatur pada pasal 5 ayat (2)
“Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang
adil dari pengadilan yang objektif dan tidak berpihak.”
Prinsip non diskriminasi ditegaskan pada pasl 3 ayat (3)
“Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan
kebebasan manusia, tanpa diskriminasi.” Selain prinsip non
diskriminasi diatur tentang prinsip perlindungan lebih bagi
kelompok rentan. Kelompok rentan yang dimaksud termasuk
didalamnya penyandang disabilitas. Pasal 5 ayat (3) Setiap orang
yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan
kekhususannya.
Pemerintah merupakan pihak yang dibebankan kewajiban
menurut ketentuan Undang-Undang Hak Asasi Manusia untuk
perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak sasi
manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 8 : “Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah.”
Ketentuan Pasal 41 ayat (1) “Setiap warga negara berhak
atas jaminan social yang dibutuhkan untuk hidup layak serta
untuk perkembangan pribadinya secara utuh.” Ketentuan ayat (2)
“Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 55
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan


perlakuan khusus.”
Pasal 42 : “Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat
fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan,
pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara,
untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat
kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri, dan
kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.”
Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah diatur dalam
Pasal 71: “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia
yang diatur dalam Undangundang ini, peraturan perundang-
undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi
manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
4. Undang-undang Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak menyatakan definisi perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi. Berdasarkan hal tersebut, maka
negara dan pemerintah dalam hal ini memiliki kewajiban untuk
melindungi anak-anak dari eksploitasi dan pelantaran, tidak
terkecuali anak-anak penyandang disabilitas.
Secara khusus dalam konteks anak, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 telah mengatur hal-hal terkait anak
penyandang disabilitas yang meliputi perlindungan khusus, hak
atas pendidikan (baik pendidikan biasa maupun pendidikan luar
biasa), kesejahteraan sosial, dan hak untuk memperoleh
perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai
integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 56
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Pasal 12 menyebutkan mengenai hak yang diperoleh anak


penyandang disabilitas, dimana mereka berhak memperoleh
rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf
kesejahteraan. Dalam penjelasan ketentuan ini dikatakan bahwa
hak dalam ketentuan tersebut dimaksudkan untuk menjamin
kehidupan sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan
kepercayaan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Selain itu, Pasal 70 juga menyatakan perlindungan khusus
bagi penyandang disabilitas melalui upaya:
1. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat
dan hak anak;
2. pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus;
3. memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya
untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan
pengembangan individu; dan
4. Setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan
mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif,
termasuk labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi
anak-anak yang menyandang cacat.

5. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan menyatakan Tenaga kerja adalah
setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna
menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat, yang di
dalamnya termasuk penyandang disabilitas. Apabila kita
hubungkan dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1997 yang menyatakan bahwa penyandang cacat berhak
untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak
sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan
kemampuannya. Sedangkan Pasal 14 mewajibkan perusahaan
swasta dan pemerintah untuk mempekerjakan penyandang
cacat, maka pengusaha/pemberi kerja wajib mempekerjakan 1

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 57
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

orang penyandang cacat untuk setiap 100 pekerja yang


dipekerjakannya. Ini berarti terdapat kuota 1% (minimal) bagi
penyandang disabilitas untuk mengakses tempat kerja dan hak
ekonominya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa setiap
tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi
untuk memperoleh pekerjaan. Kemudian dalam Pasal 67 juga
diatur secara khusus mengenai penyandang disabilitas, yang
isinya mengatur pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja
penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai
dengan jenis dan derajat kecacatannya. Situasi di atas
menunjukkan bahwa telah terjadi diskriminasi hak penyandang
disabilitas. Diskriminasi tersebut merupakan bentuk
pelanggaran dan harus diberi sanksi terhadap pihak-pihak yang
melakukan pelanggaran. Namun, hingga saat ini belum ada
pemberian sanksi pidana atau administratif terhadap pihak yang
melanggar hak penyandang disabilitas.

6. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional.
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan
bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
kemajemukan bangsa.
Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah pusat dan
pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan,
serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Pasal 12 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa setiap peserta
didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 58
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, partisipasi


siswa dan mahasiswa penyandang disabilitas jelas dilindungi,
berarti mereka bisa memilih dan menentukan jenis, satuan,
jenjang pendidikan yang sesuai bakat, minat dan
kemampuannya sebab dasar penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia berorientasi pada demokrasi, berkeadilan dan tanpa
diskriminasi.
Untuk memperluas kesempatan dan partisipasi
penyandang disabilitas, khususnya di sektor pendidikan
memerlukan suatu pengaturan pendidikan khusus seperti
pendidikan inklusi yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 bahwa warga negara yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pasal 32 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi menyatakan
bahwa program studi dapat dilaksanakan melalui pendidikan
khusus bagi mahasiswa yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran dan/atau mahasiswa yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain
pendidikan khusus, program studi juga dapat dilaksanakan
melalui pendidikan layanan khusus dan/atau pembelajaran
layanan khusus. Oleh karena itu, dalam merumuskan
rancangan undang-undang bagi penyandang disabilitas ini perlu
menjamin kesempatan dan partisipasi penyandang disabilitas
belajar hingga tingkat pendidikan tinggi sehingga dapat
memperkuat penjaminan untuk memperoleh pendidikan tinggi
bagi penyandang disabilitas.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 59
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

7. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan


International Covenant on Econimic, Social And Culture
Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi,
Sosial, Dan Budaya) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4557);
Konvensi ini mengatur mengenai hak-hak manusia di
bidang ekonomi, sosial dan budaya untuk mendapatkan
perlakuan yang layak secara kemanusiaan. Undang-undang yang
meratifikasi konvensi ini bahwa konvensi tidak bertentangan
dengan konstitusi negara Republik Indonesia. Secara umum
konvensi ini terkait pula pada perlindungan hak asasi manusia.
Pengaturan hak asasi manusia yang telah diakomodir melalui
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Indonesia Sebagai negara hukum, mengandung ciri adanya
perlindungan hak asasi manusia terhadap warga negaranya.
Pertimbangan Indonesia meratifikasi konvensi ini, dapat
dikatakan sebagai tindak lanjut dari lahirnya Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas adalah
bagian dari hak asasi manusia. Ratifikasi yang dilakukan
Indonesia terhadap International Covenant on Economic, Social,
and Cultural Rights merupakan langkah penting untuk
pelaksanaan penyelenggaraan pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas di bidang ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan ketentuan menimbang dalam konvenan ini,
Mengakui bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia, keadaan ideal dari manusia yang bebas dari penikmatan
kebebasan dari ketakutan dan kemelaratan, hanya dapat dicapai
apabila diciptakan kondisi di mana semua orang dapat menikmati
hak-hak ekonomi, sosial dan budayanya, juga hak-hak sipil dan
politiknya. Menimbang kewajiban Negara-Negara dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk memajukan penghormatan

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 60
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

dan pentaatan secara universal pada hak-hak asasi manusia dan


kebebasan.
Konvensi ini menegaskan hak-hak dasar manusia dalam
bidang ekonomi, sosial dan budaya yang merupakan penegasan
martabat manusia. Hak-hak dasar yang diatur dalam kovenan ini
adalah : hak kerja, hak atas pangan, sandang, perumahan, hak
atas kesehatan, hak atas jaminan sosial, hak kebudayaan,
menjamin hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk
menikmati semua hak-hak ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan ketentuan dalam konvenan ini, menjadi
kewajiban negara pihak untuk memenuhi hak-hak dasar warga
negara dalam bidang ekonomi sosial dan budaya, hak-hak yang
dalam pemenuhannya termasuk bagi penyandang disabilitas.

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan


International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4558);
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas adalah
bagian dari hak asasi manusia. Ratifikasi yang dilakukan
Indonesia terhadap International Covenant on civil and Political
Rights merupakan langkah penting untuk pelaksanaan
penyelenggaraan pemenuhan dan perlindungan hak penyandang
disabilitas di bidang umum dan politik.
Mukadimah Konvensi Hak Sipil Politik menyatakan bahwa
sesuai dengan Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia, cita-
cita manusia yang bebas untuk menikmati kebebasan sipil dan
politik dan kebebasan dari ketakutan dan kemiskinan, hanya
dapat dicapai apabila diciptakan kondisi dimana setiap orang
dapat menikmati hak-hak sipil dan politik dan juga hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya.
Berdasarkan Konvensi Hak Sipol, Setiap Negara Pihak pada
Kovenan ini berjanji untuk :

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 61
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

(1) menghormati dan menjamin hak-hak yang diakui dalam


Kovenan ini bagi semua orang yang berada dalam
wilayahnya dan tunduk pada wilayah hukumnya, tanpa
pembedaan apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul
kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status
lainnya. (pasal 2 ayat 1)
(2) Negara Pihak Kovenan ini berjanji untuk menjamin hak-
hak yang sederajat dari laki-laki dan perempuan untuk
menikmati semua hak sipil dan politik yang diatur dalam
Kovenan ini.
(3) Pada pasal 4, dalam keadaan darurat yang mengancam
kehidupan bangsa dan keberadaannya, yang telah
diumumkan secara resmi, Negara-negara Pihak Kovenan
ini dapat mengambil langkah-langkah yang mengurangi2
kewajiban-kewajiban mereka berdasarkan Kovenan ini,
sejauh memang sangat diperlukan dalam situasi darurat
tersebut, sepanjang langkah-langkah tersebut tidak
bertentangan dengan kewajiban-kewajiban lainnya
berdasarkan hukum internasional dan tidak mengandung
diskriminasi semata-mata berdasarkan atas ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal-usul sosial.
(4) Tidak satupun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan
sebagai memberi hak pada suatu Negara, kelompok atau
perorangan untuk melakukan kegiatan yang ditujukan
untuk menghancurkan hak-hak dan kebebasan-kebebasan
yang diakui dalam Kovenan ini, atau untuk membatasinya
lebih daripada yang telah ditetapkan dalam Kovenan ini
(5) Tidak diperkenankan adanya suatu pembatasan atau
pengurangan hak-hak asasi manusia yang mendasar
diakui atau yang ada di suatu Negara yang menjadi pihak
dalam Kovenan ini menurut hukum, konvensi, peraturan
atau kebiasaan, dengan alasan bahwa Kovenan ini tidak
mengakui hak-hak tersebut, atau mengakuinya sebagai
hak yang lebih rendah sifatnya.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 62
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

9. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro


Kecil dan Menengah
Latar belakang lahirnya Undang-Undang ini adalah atas
dasar Masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan
undang-undang dasar negara RI Tahun 1945 harus diwujudkan
melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan
demokrasi ekonomi. Amanat ketetapan MPR RI No. XVI Tahun
1998 tentang politik ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi,
usaha mikro, kecil dan menengah perlu diberdayakan sebagai
bagian integral dari sistem ekonomi kerakyatan serta
Pemberdayaan UMKM diselenggarakan secara menyeluruh,
optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim
yang kondusif, kesempatan berusaha, dukungan dan
perlindungan serta pengembangan usaha seluas-luasnya.
Tujuan Pemberdayaan UMKM untuk menumbuhkan dan
mengembangkan usaha dalam rangka membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan. Pemerintah dan pemerintah daerah mamfasilitasi
pengembangan usaha dalam bidang:
a. Produksi Pengolahan
b. Pemasaran
c. Sumber Daya Manusia dan
d. Desain dan Teknologi

10. Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan


Sosial.
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
tentang Kesejahteraan menyatakan bahwa kesejahteraan sosial
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan
sosial warga negara agar hidup layak dan mampu
mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya. Ketentuan Pasal 1 angka 2 menyatakan
Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial merupakan upaya yang
terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 63
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

pelayanan masyarakat guna memenuhi kebutuhan dasar setiap


warga negara yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial,
pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial.
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009
menyatakan rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan
dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami
disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya
secara wajar. Dalam penjelasan pasal tersebut menyatakan
seseorang yang mengalami disfungsi sosial diantaranya adalah
penyandang disabilitas.
Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2009 menyatakan jaminan sosial dimaksud untuk: “menjamin
fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar,
penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, eks
penderita penyakit kronis yang mengalami masalah
ketidakmampuan sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya
terpenuhi.”
11. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pasal 139 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya
pemeliharaan kesehatan penyandang cacat harus ditujukan
untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara
sosial, ekonomis, dan bermartabat, serta pemerintah wajib
menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
memfasilitasi penyandang cacat untuk dapat tetap hidup
mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis.
Pasal 140 menyatakan bahwa upaya pemeliharaan
kesehatan bagi lanjut usia dan penyandang cacat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 138 dan Pasal 139 dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

12. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan


Convention On The Rights Of Persons With Disabilities
(Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas)

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 64
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Konvensi memuat hak-hak sosial, ekonomi, budaya,


politik dan sipil secara komprehensif. Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas menandai adanya perubahan besar
dalam melihat permasalahan kelompok masyarakat yang
mengalami kerusakan atau gangguan fungsional dari fisik,
mental atau intelektual dan termasuk juga mereka yang
mengalami gangguan indera atau sensorik dalam kehidupan
sehari-hari yang berinteraksi dengan masyarakat sekitar dan
lingkungannya.
Melalui Ratifikasi Convention on the Rights of Persons with
Disabilities melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011,
Pemerintah Indonesia harus berupaya memajukan, melindungi
dan menjamin penikmatan semua hak asasi manusia dan
kebebasan mendasar secara penuh dan setara oleh semua orang
penyandang diabilitas dan untuk memajukan penghormatan
atas martabat yang melekat pada penyandang disabilitas. Selain
itu Pemerintah juga harus menjamin hak-hak penyandang
disabilitas, yakni hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan
yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat, bebas
dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena. Hak
penyandang cacat lainnya adalah mendapatkan penghormatan
atas integritas mental dan fisik berdasarkan kesamaan dengan
orang lain termasuk hak untuk mendapat perlindungan dan
pelayanan sosial dalam rangka kemandirian.
Ratifikasi CRPD melalui UU Nomor 19 tahun 2011 (LN RI
2011 Nomor 107; TLN RI 2011 Nomor 5251), maka Indonesia
menjadi bagian dari masyarakat dunia yang berkomitmen tinggi
melalui yuridis formal agar mengambil segala upaya untuk
mewujudkan secara optimal segala bentuk nilai kehormatan,
perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas
sebagaimana yang tercantum dalam konvensi.
Hal yang sangat mendasar dalam Konvensi tersebut
mengenai upaya penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
hak penyandang disabilitas, tertuang pada bagian pembukaan
antara lain :

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 65
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

a. Mengakui pentingnya pedoman prinsip dan kebijakan yang


termuat dalam Program Aksi Dunia mengenai penyandang
disabilitas dan dalam Peraturan-Peraturan Standar
mengenai Persamaan Kesempatan bagi penyandang
disabilitas dalam mempengaruhi promosi, perumusan dan
evaluasi atas kebijakan, rencana, program dan aksi pada
tingkat nasional, regional dan internasional untuk lebih
menyamakan kesempatan bagi penyandang disabilitas,
b. Menekankan pentingnya pengarus utamaan isu-isu
disabilitas sebagai bagian integral dari strategi yang relevan
bagi pembangunan yang berkesinambungan,
c. Mengakui juga bahwa diskriminasi atas setiap orang
berdasarkan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap
martabat dan nilai yang melekat pada setiap orang,
d. Mengakui pula keragaman penyandang disabilitas,

Adapun prinsip dasar yang dijadikan landasan materi


muatan konvensi ini, tertuang pada Pasal 3:

(a) Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi


individu; termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan,
dan kemerdekaan perseorangan;
(b) Non diskriminasi;
(c) Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam
masyarakat;
(d) Penghormatan pada perbedaan dan penerimaan
penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman
manusia dan kemanusiaan;
(e) Kesetaraan kesempatan;
(f) Aksesibilitas;
(g) Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;
(h) Penghormatan atas kapasitas yang terus berkembang dari
penyandang disabilitas anak dan penghormatan pada hak
penyandang disabilitas anak untuk mempertahankan
identitas mereka.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 66
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 4 Konvensi yang


berbunyi : “Negara-Negara Pihak berjanji untuk menjamin dan
memajukan realisasi penuh dari semua hak asasi manusia dan
kebebasan fundamental bagi semua penyandang disabilitas
tanpa diskriminasi dalam segala bentuk apapun yang didasari
oleh disabilitas. Untuk itu, Negara-Negara Pihak berjanji:”
(a) Mengadopsi semua peraturan perundang-undangan,
administratif dan kebijakan lainnya yang sesuai untuk
implementasi hak-hak yang diakui dalam Konvensi ini;
(b) Mengambil semua kebijakan yang sesuai, termasuk
peraturan perundang-undangan, untuk mengubah atau
mencabut ketentuan hukum, peraturan, kebiasaan, dan
praktik-praktik yang berlaku yang mengandung unsur
diskriminasi terhadap para penyandang disabilitas;
(c) Mempertimbangkan perlindungan dan pemajuan hak asasi
manusia dari penyandang disabilitas dalam semua
kebijakan dan program;
(d) Menahan diri dari keterlibatan dalam tindakan atau praktik
apapun yang bertentangan dengan Konvensi ini dan
menjamin bahwa otoritas dan lembaga publik bertindak
sesuai dengan Konvensi ini;
(e) Mengambil semua kebijakan yang sesuai untuk
menghilangkan diskriminasi yang didasari oleh disabilitas
yang dilakukan oleh setiap orang, organisasi atau lembaga
swasta;
(f) Melaksanakan atau memajukan penelitan dan
pengembangan barang, jasa, peralatan, dan fasilitas yang
didesain secara universal, sebagaimana dijelaskan pada
Pasal 2 dalam Konvensi ini, yang memerlukan penyesuaian
seminimal mungkin dan biaya terkecil guna memenuhi
kebutuhan khusus penyandang disabilitas, untuk
memajukan ketersediaan dan kegunaannya, dan untuk
memajukan desain universal dalam pengembangan standar-
standar dan pedoman-pedoman;

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 67
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

(g) Melaksanakan atau memajukan penelitan dan


pengembangan, dan untuk memajukan ketersediaan dan
penggunaan teknologi baru, termasuk tekonologi informasi
dan komunikasi, alat bantu mobilitas, peralatan dan
teknologi bantu, yang cocok untuk penyandang disabilitas,
dengan memberikan prioritas kepada teknologi dengan
biaya yang terjangkau;
(h) Menyediakan informasi yang dapat diakses kepada para
penyandang disabilitas mengenai alat bantu mobilitas,
peralatan dan teknologi bantu bagi penyandang disabilitas,
termasuk teknologi baru serta bentuk-bentuk bantuan,
layanan dan fasilitas pendukung lainnya;
(i) Memajukan pelatihan bagi para profesional dan personil
yang bekerja dengan penyandang disabilitas tentang hak
asasi manusia sebagaimana diakui di dalam Konvensi ini
sehingga mereka lebih dapat memberikan bantuan dan
pelayanan yang dijamin oleh hak-hak tersebut.

13. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587);
Berkaitan dengan tinjauan kewenangan daerah dalam
pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas, maka
diperlukan melihat kewenangan daerah berdasarkan urusan
pemerintah daerah sesuai ketentuan UU Nomor 23 Tahun
2014. Urusan pemerintah daerah berdasarkan pasal 9 (1)
Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan
absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. ayat (2) Urusan pemerintahan absolut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan
Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat. Ayat (3) Urusan pemerintahan konkuren
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan
Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Ayat (4) Urusan
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 68
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi


dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
Urusan Pemerintahan Konkuren berdasarkan Pasal 11
ayat (1) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana di
maksud dalam Pasal 9 ayat (3) yang menjadi kewenangan
Daerah terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan
Pemerintahan Pilihan.
Pasal 11 ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan
Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan
Urusan Pemerintahan yang tidak berkaitan dengan Pelayanan
Dasar. Pasal 11 ayat (3) Urusan Pemerintahan Wajib yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) adalah Urusan Pemerintahan Wajib yang sebagian
substansinya merupakan Pelayanan Dasar, Pelayanan Dasar
berdasaarkan pasal 1 angka 16 adalah pelayanan publik untuk
memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Angka (14), “Urusan
Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh semua Daerah.” Sedangkan urusan
pemerintahan pilihan sesuai pasal 1 angka (15) Urusan
Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang
dimiliki Daerah.
Jenis urusan pemerintah berdasarkan Pasal 12 (1)
Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan
Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. pendidikan;
b. kesehatan;
c. pekerjaan umum dan penataan ruang;
d. perumahan rakyat dan kawasan permukiman;
e. ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan
masyarakat; dan
f. sosial.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 69
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Pasal 12 ayat (2) Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak


berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2) meliputi:
a. tenaga kerja;
b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan hidup;
f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;
h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi dan informatika;
k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;
l. penanaman modal;
m. kepemudaan dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan; dan
r. kearsipan.

Pasal 12 ayat (3) Urusan Pemerintahan Pilihan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) meliputi:
a. kelautan dan perikanan;
b. pariwisata;
c. pertanian;
d. kehutanan;
e. energi dan sumber daya mineral;
f. perdagangan;
g. perindustrian;
h. dan transmigrasi.
Berkaitan kewenangan pemerintah daerah dalam
pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas tidak
disebutkan secara khusus dalam UU ini, namun berkaitan jenis
urusan kewenangan pemerintah daerah hal ini mejadi salah
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 70
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

satu kewenangan wajib dan kewenangan pilihan berdasarkan


kondisi daerah.
Kewenangan tersebut harus dilaksanakan sesuai
standart pelayanan minimal. Berdasarkan Pasal 1 angka 17
Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis
dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan
Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara
secara minimal.
Penyelenggaraan urusan wajib maupun pilihan bagi
pemerintah daerah perlu adanya partisipasi masyarakat. Sesuai
Pasal 1 angka 41. Partisipasi Masyarakat adalah peran serta
warga masyarakat untuk menyalurkan aspirasi, pemikiran, dan
kepentingannya dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

14. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang


Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5871);
Pasal 1 angaka 1 Unddang-Undang Nomor 8 Tahun
2016 menyebutkan bahwa yang dikatakan penyandang
disabilitas adalah “setiap orang yang mengalami keterbatasan
fisik, intelektual, mental dan atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara
penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak”.
Pengaturan mengenai Penyandang disabilitas ini telah
memasukkan perspektif hak asasi manusia sebagaimana
dinyatakan dalam pasal 3 Undang-Undang Penyandang
disabilitas yang berbunyi “Pelaksanaan dan pemenuhan hak
Penyandang disabilitas bertujuan: (a) Mewujudkan
penghormatan, pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak
asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang disabilitas
secara penuh dan setara; (b) Menjamin upaya penghormatan,
pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak sebagai martabat

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 71
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

yang melekat pada diri Penyandang disabilitas; (c) … ; (d)


Melindungi Penyandang disabilitas dari penelantaran dan
eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif serta
pelanggaran hak asasi manusia.

Penyandang disabilitas didudukkan sebagai subjek yaitu


sebagai individu yang memiliki hak dan kewajiban sehingga
penyelenggaraan kesejahteraan sosial untuk penyandang
disabilitas tidak hanya berupa rehabilitasi sosial dan jaminan
sosial namun juga meliputi pemberdayaan sosial dan
perlindunga sosial. Pemberdayaan dan perlindungan sosial ini
ditujukan untuk menguatkan hak penyandang disabilitas
untuk menjadi individu yang tangguh dan mandiri melalui
pelatihan, pendampingan, peningkatan akses pemasaran,
advokasi sosial dan bantuan hukum dan lain-lain.

Pengesahan hukum terhadap Undang-Undang Nomor 8


Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas merupakan
langkah awal reformasi hukum terhadap penanganan
rehabilitasi sosial penyandang disabilitas dan sebagai wujud
pengejawantahan terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2011 hal ini di lakukan karena Undang-Undang Nomor 19
tahun 2011 tentang CRPD secara teknis yuridis hanya
mempunyai kewenangan mengikat secara moral namun tidak
mempunyai daya pengikat secara hukum.
Penyandang disabilitas harus mendapatkan kesempatan
yang sama dalam upaya pengembangan dirinya melalui
kemandirian sebagai manusia yang bermartabat dalam
perspektif hak asasi manusia. Harapannya ke depan tidak ada
lagi diskriminasi yang dilakukan terhadap penyandang
disabilitas dalam berbagai aspek kehidupan sebagai warga
negara. Pasal 5 Undang-Undang ini menyebutkan bahwa
penyandang disabilitas memiliki hak sebagai berikut: Hidup;
Bebas dari stigma; Privasi; Keadilan dan perlindungan hukum;
Pendidikan; Pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi;
Kesehatan; Politik; Keagamaan; Keolahragaan; Kebudayaan dan
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016
Naskah Akademik 72
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

pariwisata, Kesejahteraan Sosial; Aksesibilitas; Pelayanan


Publik; Perlindungan dari bencana; Habitasi dan rehabilitasi;
konsesi; pendataan; Hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam
masyarakat; Berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh
informasi; Berpindah tempat dan kewargenegaraan; dan Bebas
dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan
eksploitasi.
15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998
Penerimaan peserta didik dari kalangan penyandang
disabilitas untuk berintegrasi di sekolah umum, maka pengelola
sekolah mempunyai kewenangan untuk menentukan sendiri
syarat-syaratnya. Pasal 24 PP Nomor 43 tahun 1998
mengisyaratkan bahwa ayat 1 : “Setiap penyelenggara satuan
pendidikan bertanggungjawab atas pemberian kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada penyandang disabilitas untuk
memperoleh pendidikan”.
Pada ayat 2 disebutkan : “Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama
dalam bidang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh Menteri yang bertanggungjawab di bidang
pendidikan”.
Penunjukan Mendiknas untuk mengatur soal pemberian
kesempatan dan perlakuan yang sama dalam bidang
pendidikan bagi penyandang disabilitas.

16. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan


Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
Undang-Undang ini menjadi pedoman dasar dalam
penyelengaaraan pelayanan publik di berbagai situasi dan
institusi penyelenggara negara. Maksud pengaturan pelayanan
publik dalam UU 25 Tahun 2009 Pasal 2 adalah untuk
memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara
masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 73
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Pelayanan publik yang dimaksud termasuk didalamnya


pelayanan terhadap penyandang disabilitas.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik menyatakan bahwa pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang,
jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Pasal 4 menyatakan bahwa
penyelenggaraan pelayanan publik harus berasaskan
kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak,
keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif,
persamaan perlakuan/ tidak diskriminatif, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan, dan
keterjangkauan.
Sejalan dengan isi Convention on the Rights of Persons
with Disabilities yang kemudian di sahkan melalui Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2011, pada pembukaan poin (v) yang
mengakui pentingnya aksesibilitas kepada lingkungan fisik,
sosial, ekonomi dan kebudayaan, kesehatan dan pendidikan,
serta informasi dan komunikasi, yang memungkinkan
penyandang disabilitas untuk menikmati sepenuhnya semua
hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Maka Perlu
penjaminan negara terhadap penyandang disabilitas atas
penyelenggaraan pelayanan publik yang merupakan
penghormatan asas persamaan atau tidak diskrimatif bagi
penyandang disabilitas.
Asas-asas aksesibilitas yang telah dijelasakan pada bab
sebelumnya dikuatkan kembali dalam Pasal 29 ayat (1) dan
ayat (2) yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan diwajibkan
memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada
anggota masyarakat tertentu (termasuk penyandang disabilitas)
sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta
pemanfaatan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 74
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

publik dengan perlakuan khusus atau bagi para penyandang


disabilitas dilarang dipergunakan oleh orang lain yang tidak
berhak.
Asas yang harus dianut dalam pelayanan publik
berdasarkan ketentuan pasal 4 Undamg-Undang Pelayanan
publik adalah :
a. Kepentingan umum : Pemberian pelayanan tidak boleh
mengutamakan kepentingan pribadi dan/atau golongan.
b. Kepastian hukum : Jaminan terwujudnya hak dan
kewajiban dalam penyelenggaraan pelayanan.
c. Kesamaan hak : Pemberian pelayanan tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan
status ekonomi.
d. Keseimbangan hak dan kewajiban : Pemenuhan hak
harus sebanding dengan kewajiban yang harus
dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima
pelayanan.
e. Keprofesionalan : Pelaksana pelayanan harus memiliki
kompetensi yang sesuai dengan bidang tugas.
f. Partisipatif : Peningkatan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan dengan memperhatikan
aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
g. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif : Setiap warga
negara berhak memperoleh pelayanan yang adil.
h. Keterbukaan : Setiap penerima pelayanan dapat dengan
mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai
pelayanan yang diinginkan
i. Akuntabilitas : Proses penyelenggaraan pelayanan harus
dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
j. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan :
Pemberian kemudahan terhadap kelompok rentan
sehingga tercipta keadilan dalam pelayanan
k. Ketepatan waktu : Penyelesaian setiap jenis pelayanan
dilakukan tepat waktu sesuai dengan standar pelayanan.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 75
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

l. kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan : Setiap


jenis pelayanan dilakukan secara cepat, mudah, dan
terjangkau
Penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi
penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang
dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan
pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk
semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik. Unsur
penyelenggara dalam pelayanan publik berdasarkan muatan
pengaturan Undang-Undang 25 tahun 2009 adalah pembina,
penanggung jawab, organisasi pelaksana. Bupati merupakan
pembina dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
sebagaimana diatur pada pasal 6 ayat (2) huruf c. Pembina
mempunyai tugas pembinaan, pengawasan dan evaluasi
terhadap pelaksanaan tugas dan penanggung jawab. Pembina
wajib melaporkan perkembangan kinerja pelayanan publik
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penanggungjawab penyelenggaraan pelayanan publik
berdasarkan Pasal 7 adalah pimpinan kesekretariatan lembaga
atau pejabat yang ditunjuk pembina. Penanggungjawab
penyelenggaraan pelayanan publik di wilayah kabupaten adalah
sekretaris daerah kabupaten. Penanggung jawab mempunyai
tugas:
a. mengkoordinasikan kelancaran penyelenggaraaan
pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan pada
setiap satuan kerja;
b. melakukan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik;
dan
c. melaporkan kepada pembina pelaksanaan
penyelenggaraaan pelayanan publik di seluruh satuan
kerja unit pelayanan publik.
Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban
memberikan pelayanan khusus sesuai ketentuan Pasal 29,
yaitu: ayat (1) “Penyelenggara berkewajiban memberikan
pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 76
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

masyarakat tertentu sesuai dengan peraturan perundang-


undangan.” Ayat (2) “Sarana, prasarana dan/atau fasilitas
pelayanan publik dengan perlakuan khusus dilarang digunakan
oleh orang yang tidak berhak.” Penjelasan pasal 29 ayat (1)
“masyarakat tertentu merupakan kelompok rentan, antara lain
penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak,
korban bencana alam, dan korban bencana sosial. Perlakuan
khusus kepada masyarakat tertentu diberikan tanpa tambahan
biaya.”

17. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981


Tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1982 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
Undang-undang ini menjadi dasar terhadap ketentuan-
ketentuan yang bersinggungan dengan prosedur dan tata cara
(hukum acara) apabila terjadi pelanggaran hukum yang
bermuatan pidana terhadap peraturan daerah tentang
pemenuhan dan perlindungan Hak Peyandang Disabilitas di
Kalimantan Timur.
Muatan pidana sesuai ketentuan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, ketentuan pidana memuat rumusan
yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran
terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma
perintah. Dalam menentukan lamanya pidana atau banyaknya
denda harus mempertimbangkan mengenai dampak yang
ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur
kesalahan pelaku, serta rumusan ketentuan pidana harus
menyatakan secara tegas kualifikasi pidana yang dijatuhkan
bersifat kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif. Dalam
ketentuan UU 12 tahun 2011 ditentukan bahwa materi muatan
ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah yaitu berupa
ancaman pidana paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp. 50.000.000,00.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 77
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Berdasarkan UU Nomor 8 tahun 1981, menjadi acuan


dalam prosedur pemidanaan. Dalam Pasal 1 angka (1)
ketentuan ini yang dimaksud dengan Penyidik adalah pejabat
polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri
sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang untuk melakukan penyidikan. Ketentuan ini dipertegas
dengan pasal 6 yang menunjukkan bahwa dalam prosedur
pidana, penyidik ada dua polisi dan PPNS. Pasal 1 angka (2)
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Sesuai ketentuan pasal 7 ayat (3), dalam melakukan
tugasnya penyidik wajib menjunjung tinggi hukum yang
berlaku. Kewenangan penyidik diatur dalam Pasal 7 ayat (1)
adalah :
a. menerima-laporan atau pengaduan dari seorang tentang
adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa
tanda pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan klaim menurut hukum yang
bertanggung jawab.
Proses penyidikan yang dilakukan penyidik selanjutnya
berdasarkan Pasal 8 adalah :

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 78
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

(1) Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan


tindakan penyidikan
(2) Penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
umum.
(3) Penyerahan berkas perkara sebagaimana dilakukan:
a. pada tahap pertama penyidik hanya menyerahkan
berkas perkara;
b. dalam hal penyidikan sudah dianggap selesai, penyidik
menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan
barang bukti kepada penuntut umum.
B. Evaluasi Peraturan Perundang-undangan Terkait
Evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan
dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum terhadap suatu
peraturan perundang-undangan terkait. Tujuan diadakan evaluasi
terhadap peraturan perundang terkait ini adalah harmonisasi baik
secara vertikal maupun horizontal.
Prinsip “Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-
peraturan yang bertentangan satu sama lain” paralel atau ekuivalen
dengan sinkronisasi aturan. Sinkronisasi aturan adalah mengkaji
sampai sejauh mana suatu peraturan hukum positif tertulis tersebut
telah sinkron atau serasi dengan peraturan lainnya. Ada dua jenis
cara pengkajian sinkronisasi aturan yaitu :
a. Vertikal: Apakah suatu perundang-undangan tersebut
sejalan apabila ditinjau dari sudut strata atau hierarki
peraturan perundangan yang ada.
b. Horizontal: Ditinjau peraturan perundang-undangan yang
kedudukannya sederajat dan yang mengatur bidang yang
sama.
Pengaturan undang-undang seperti pada uraian sebelumnya
telah sejalan dengan perintah konstitusi sebagaimana yang
diamanatkan dalam Pasal 28A, Pasal 28B ayat (1) dan (2), Pasal 28C
ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan (3), Pasal 28G ayat (1) dan (2), Pasal
28H ayat (2) dan (3), Pasal 28I ayat (2), Pasal 31 ayat (1), dan Pasal
34 ayat (2).

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 79
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Telaah sinkronisasi aturan secara vertikal dan horizontal


antara undang-undang dengan konstitusi, maka pengaturan
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas tersebut
sejalan dengan norma yang lebih tinggi bahkan yang tertinggi yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sinkronisasi secara horizontal pada dasarnya telah sesuai, dengan
amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011. Sedangkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 mempunyai rumusan sanksi,
namun dalam pelaksanaannya tidak efektif karena tidak dapat
ditegakkan atau dilaksanakan.
Berdasarkan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, materi muatan tentang pemenuhan dan
perlindungan hak penyandang disabilitas menjadi kewenangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dalam lingkup
pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 80
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

Penyusunan setiap peraturan perundang-undangan pasti terdapat


alasan atau landasan yang melatarbelakangi terbentuknya peraturan
tersebut, demikian juga terdapat landasan filosofis, sosiologis, dan
yuridis, sebagai dasar tersusunnya peraturan daerah tentang
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas.
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dalam hal ini landasan filosofisnya difokuskan pada
perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia, khususnya
warga negara Indonesia, terkait dengan pelayanan-pelayanan yang
menjadi kewajiban untuk diberikan kepada penyandang disabilitas
oleh penyelenggara negara, termasuk pemerintah daerah. Upaya
tersebut sebagai modal dasar pembangunan Indonesia untuk
mewujudkan perlindungan terhadap segenap bangsa Indonesia
sebagaimana diamanahkan dalam alinea keempat Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu dalam upaya pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas di dalam ruang wilayah kewenangan
pemerintah daerah, terdapat nilai-nilai dasar filosofi bangsa yang
harus juga menjadi rujukan yakni nilai-nilai Pancasila :
1. Sila Pertama : “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang
mencerminkan nilai-nilai religius, ketuhanan yang harus
mewarnai dalam pengaturan dan penyelenggaraan pemenuhan
dan perlindungan hak penyandang disabilitas.
2. Sila Kedua : “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab”, yang
mencerminkan nilai –nilai harkat martabat kemanusiaan dan
nilai keadilan yang hendaknya di jadikan rujukan dalam

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 81
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

pengaturan dan penyelenggaraan pemenuhan dan


perlindungan hak penyandang disabilitas.
3. Sila Ketiga : “Persatuan Indonesia” yang mengandung nilai
kesatuan warga bangsa yang menyatu sebagai bangsa
Indonesia, menjadi tujuan penyelenggaraan pemenuhan dan
perlindungan hak penyandang disabilitas.
4. Sila Keempat: ”Kerakyatan yang dipimpin Oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang
mencerminkan nilai demokrasi dan kedaulatan rakyat.
5. Sila Kelima : “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”,
yang memuat nilai keadilan baik individu maupun sosial yang
diharapkan tercermin dalam pengaturan penyelenggaraan
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas.
Dasar filosofis Penyusunan Naskah Akademik tentang
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas ini adalah:
a. bahwa Penyandang Disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur
adalah warga negara yang memiliki hak, kewajiban, peran dan
kedudukan yang sama berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Penyandang Disabilitas masih mengalami berbagai bentuk
diskriminasi sehingga hak-haknya belum terpenuhi;
c. bahwa untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan hak-hak
Penyandang Disabilitas diperlukan dasar hukum sebagai
pelaksana Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi

B. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis dalam penyusunan Naskah Akademik dan
Rancangan Peraturan Daerah ini adalah keinginan masyarakat
terhadap perbaikan penyelenggaraan pemenuhan dan perlindungan
hak penyandang disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur
Masyarakat menginginkan perbaikan terhadap kendala-
kendala yang terjadi selama ini seperti :

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 82
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

1. belum adanya peraturan di tingkat daerah yang menjdai


pedoman dalam penyelenggaraan pemenuhan dan
perlindungan hak penyandang disabilitas.
2. belum terpadunya penyelenggaraan sistem pelayanan publik,
3. akses penyandang disabilitas untuk mendapat pelayanan
yang prima.
4. Persamaan kesempatan dibidang pendidikan maupun
kesempatan kerja; serta
5. Hak-hak lain sebagaimana termuat dan diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

C. Landasan Yuridis
Pada saat melakukan evaluasi peraturan perundang-
undangan pada Bab III, sebenarnya telah diketahui landasan yuridis
dalam penyusunan peraturan daerah tentang pemenuhan dan
perlindungan hak penyandang disabilitas di Provinsi Kalimantan
Timur. Tidak semua peraturan perundang-undangan yang
tersebutkan pada Bab III dimasukkan menjadi landasan yuridis yang
nantinya akan menjadi substansi dari konsideran “mengingat” pada
peraturan daerah tentang pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas.
Adapun berbagai macam peraturan perundang-undangan
terkait yang dapat dijadikan sebagai konsideran “mengingat” pada
peraturan daerah tentang pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 83
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan


Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4235); jo. UU nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5606);
5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39 Tambahan Lembaran negara 4279);
6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 79 Tambahan Lembaran negara 4301);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republim Indonesia
Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor
4866);
8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4967);
9. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144
Tambahan Lembaran negara 5063);
10. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Ratifikasi
Konvensi Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 107 Tambahan Lembaran
negara 5251);
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 8557);
12. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 84
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia


Nomor 5871);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan sosial penyandang cacat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 70
Tambahan Lembaran negara 3754);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Mdemiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa;
16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006
tentang Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 85
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH

Sasaran yang akan diwujudkan dalam peraturan daerah tentang


pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas di Provinsi
Kalimantan Timur adalah terciptanya kepastian hukum dalam rangka
mewujudkan penyelenggaraan pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas yang berkeadilan, transparan non diskriminatif.
A. Jangkauan Peraturan Daerah
Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Kalimantan
Timur tentang Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang
Disabilitas ini, secara umum menjangkau keseluruhan masyarakat yang
ada di seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Timur, tanpa terkecuali.
Isi dari Raperda ini adalah untuk mengatur ketentuan mengenai:
a. Ketentuan Umum;
b. Prinsip, Tujuan dan Ruang Lingkup;
c. Ragam Disabilitas
d. Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas;
e. Kewajiban dan Tanggung Jawab;
f. Peran Serta Masyarakat;
g. Penghargaan
h. Komisi Daerah Disabilitas
i. Pendanaan
j. Ketentuan Sanksi;
k. Ketentuan Peralihan
l. Ketentuan Penutup; dan
m. Tanggal Mulai Berlakunya Peraturan Daerah

B. Arah Pengaturan Peraturan Daerah


Arah pengaturan yang akan diwujudkan dalam Rancangan
Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Kalimantan Timur tentang
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas ini, adalah
untuk memberikan jaminan dan kepastian dalam pemenuhan dan
perlindungan hak penyandang disabilitas di wilayah provinsi

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 86
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Kalimantan Timur sehingga penyandang disabilitas dapat hidup


bersama tanpa adanya diskriminasi.
Raperda ini juga bertujuan untuk:
a. mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar Penyandang
Disabilitas secara penuh dan setara;
b. menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri
Penyandang Disabilitas;
c. mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih
berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta
bermartabat;
d. melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan
eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta
pelanggaran hak asasi manusia; dan
e. memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan,
Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk
mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan
sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk menikmati, berperan
serta berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan bermartabat
dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat.

C. Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah


1. Alasan Pemilihan Judul
Judul Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi
Kalimantan Timur tentang Pemenuhan dan Perlindungan Hak
Penyandang Disabilitas. Judul tersebut menjelaskan secara
eksplisit mengenai norma yang akan diatur dalam Peraturan
Daerah tersebut. Dalam hal ini menyangkut mengenai
pemenuhan dan memberikan perlindungan hak penyandang
disabilitas.
2. Konsideran Menimbang
Konsideran menimbang merupakan bagian penting dalam
struktur atau anatomi perundang-undangan, termasuk dalam

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 87
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Peraturan Daerah. Konsideran menimbang tersebut berisi dasar


atau landasan filosofi dan sosiologis, kenapa peraturan daerah
tersebut harus dibuat, sehingga konsideran menimbangnya
adalah sebagai berikut:
a. bahwa Penyandang Disabilitas di Provinsi Kalimantan
Timur adalah warga negara yang memiliki hak, kewajiban,
peran dan kedudukan yang sama berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945;
b. bahwa dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara
Penyandang Disabilitas masih mengalami berbagai bentuk
diskriminasi sehingga hak-haknya belum terpenuhi;
c. bahwa untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan
hak-hak Penyandang Disabilitas diperlukan dasar hukum
sebagai pelaksana Peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Pemenuhan dan perlindungan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas;
3. Konsideran Mengingat
Konsideran mengingat ini berisi aturan atau landasan
hukum yang terkait dengan pembentukan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang Pemenuhan dan
Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas, yaitu:
1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan
Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur ;
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3886);

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 88
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan


Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4235); jo. UU nomor 35 Tahun 2014 tentang
perubahan atas UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5606);
5) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 39 Tambahan Lembaran negara 4279);
6) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 79 Tambahan Lembaran negara 4301);
7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republim Indonesia
Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 4866);
8) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4967);
9) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144 Tambahan Lembaran negara 5063);
10) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Ratifikasi
Konvensi Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 107 Tambahan Lembaran
negara 5251);
11) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 8557);
12) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 89
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik


Indonesia Nomor 5871);
13) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan sosial penyandang cacat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 70
Tambahan Lembaran negara 3754);
14) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
15) Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Mdemiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa;
16) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006
tentang Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
4. Ketentuan Umum
Bagian ketentuan umum dalam Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang Pemenuhan dan Perlindungan
Hak Penyandang Disabilitas ini, memuat rumusan dan telaah
akademik mengenai pengertian dan istilah yang mengacu pada
definisi umum baik dari peraturan perundang-undangan yang
ada, maupun istilah baku secara akademik, antara lain:
1. Daerah adalah daerah Provinsi Kalimantan Timur;
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah
sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Provinsi Kalimantan
Timur;
3. Pemerintah daerah Kabupaten/Kota adalah pemerintah
daerah kabupaten/kota yang ada di provinsi Kalimantan
Timur;

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 90
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

4. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Timur yang karena


jabatannya berkedudukan juga sebagai wakil pemerintah di
wilayah provinsi Kalimantan Timur;
5. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Provinsi
Kalimantan Timur;
6. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut
DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah Provinsi
Kalimantan Timur sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah;
7. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik
dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara
lainnya berdasarkan kesamaan hak;
8. Sistem Pendidikan Khusus adalah sistem pendidikan yang
memberikan pelayanan pendidikan pada penyandang
disabilitas dengan tujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik secara optimal sesuai kemampuannya;
9. Sistem Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada semua peserta didik penyandang disabilitas dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya;
10. Penyelenggara Pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan
komponen sistem pendidikan pada satuan atau program
pendidikan pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan agar
proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional;
11. Organisasi Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut OPD
adalah unsur pembantu Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah di Provinsi Kalimantan Timur;

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 91
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

12. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan


pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik
untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat;
13. Pelatihan Kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi,
memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja
pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan;
14. Badan Usaha adalah perusahaan atau bentuk usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang
menjalankan suatu jenis usaha yang bersifat tetap dan terus
menerus dengan tujuan memperoleh laba.
15. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah Daerah
dan/atau masyarakat;
16. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau
masyarakat;
17. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk
Penyandang Disabilitas guna mewujudkan Kesamaan
Kesempatan;
18. Unit Layanan Disabilitas adalah bagian dari satu institusi atau
lembaga yang berfungsi sebagai penyedia layanan dan fasilitas
untuk Penyandang Disabilitas;
19. Komisi daerah disabilitas yang selanjutnya disingkat KDD
adalah lembaga nonstruktural yang bersifat independen;

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 92
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

5. Prinsip, Tujuan dan Ruang Lingkup


Prinsip-prinsip yang harus digunakan dalam pelaksanaan
Peraturan Daerah ini:
a. Penghormatan terhadap martabat;
b. Otonomi individu;
c. Tanpa Diskriminasi;
d. Partisipasi penuh;
e. Keragaman manusia dan kemanusiaan;
f. Kesamaan Kesempatan;
g. Kesetaraan;
h. Aksesibilitas;
i. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak;
j. Inklusif; dan
k. Perlakuan khusus dan Pelindungan lebih.

Tujuan pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas


adalah:
a. mewujudkan Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar
Penyandang Disabilitas secara penuh dan setara;
b. menjamin upaya Penghormatan, pemajuan, Pelindungan, dan
Pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri
Penyandang Disabilitas;
c. mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih
berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, mandiri, serta
bermartabat;
d. melindungi Penyandang Disabilitas dari penelantaran dan
eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif, serta
pelanggaran hak asasi manusia; dan
e. memastikan pelaksanaan upaya Penghormatan, pemajuan,
Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas untuk
mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh kemampuan
sesuai bakat dan minat yang dimilikinya untuk menikmati,
berperan serta berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 93
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

bermartabat dalam segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara,


dan bermasyarakat.

Ruang Lingkup Peraturan daerah pemenuhan dan


perlindungan hak penyandang disabilitas meliputi:
a. Kesamaan kesempatan
b. Aksesibilitas
c. Rehabilitasi
d. Kemandirian dan kesejahteraan
e. Perlindungan khusus
6. Ragam disabilitas
Ragam disabilitas ditentukan berdasarkan apa yang telah ada di
Undang-undang no 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas
diantaranya :
a. Penyandang disabilitas fisik
b. Penyandang disabilitas Intelektual
c. Penyandang disabilitas Mental dan/atau
d. Penyandang disabilitas sensorik
Disabilitas dapat dialami oleh seseorang secara tunggal, ganda
maupun multi yang ditentukan oleh tenaga medis sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
7. Hak Penyandang Disabilitas
Penyandang Disabilitas berhak mendapatkan pemenuhan dan
perlindungan atas hak yang telah ditentukan oleh undang-undang.
Pemenuhan dan perlindungan Hak Penyandang disabilitas meliputi:
a. Pendidikan
b. Ekonomi
c. Kesehatan
d. Sosial, Seni Budaya dan Olahraga
e. Politik
f. Hukum
g. Aksesibilitas
h. Data dan informasi

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 94
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

8. Kewajiban dan Tanggung Jawab


1) Pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabilitas
diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan pemerintah daerah
kab/kota sesuai dengan kewenangannya
2) Kewajiban penyelenggaraan pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Daerah ini merupakan tanggung jawab bersama, meliputi:
a. Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah Kab/Kota;
b. Badan Usaha;
c. Masyarakat; dan
d. Keluarga.
Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah Daerah dan
Pemerintah daerah Kabupaten/Kota meliputi:
a. menetapkan kebijakan, program, dan kegiatan pemenuhan
dan perlindungan penyandang disabilitas;
b. melaksanakan kebijakan pemenuhan dan perlindungan
penyandang disabilitas yang diletapkan oleh pemerintah;
c. melakukan kerja sama dalam pelaksanaan pemenuhan dan
perlindungan penyandang disabilitas ;
d. memberikan dukungan sarana dan prasarana pelaksanaan
pemenuhan dan perlindungan penyandang disabilitas;
e. mengalokasikan anggaran penyelenggaraan pemenuhan dan
perlindungan penyandang disabilitas sesuai kemampuan
keuangan daerah; dan
f. membina dan mengawasi penyelenggaraan pemenuhan dan
perlindungan penyandang disabilitas.
9. Peran Serta Masyarakat
(1) Pemerintah Daerah memberi kesempatan kepada masyarakat
untuk berperan serta dalam penghormatan, perlindungan,
pemenuhan, dan pemajuan hak-hak Penyandang Disabilitas.
(2) Peran Serta dapat dilakukan melalui :
a. sosialisasi hak-hak Penyandang Disabilitas;
b. pemberian masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam
penyusunan kebijakan;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan;

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 95
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

d. penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi;


e. penyelenggaraan pendidikan bagi Penyandang Disabilitas;
dan/atau
f. pembentukan organisasi keluarga penyandang disabilitas.
(3) Penyandang disabilitas wajib dilibatkan dalam proses
perencanaan pembangunan daerah.
(4) Pemerintah Daerah memfasilitasi masyarakat untuk berperan
serta

10. Penghargaan
Penghargaan diberikan oleh Kepala Daerah kepada :
a. Orang perseorangan yang berjasa dalam Penghormatan,
Pelindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas.
b. Badan hukum dan lembaga negara yang mempekerjakan
Penyandang Disabilitas.
c. Penyedia fasilitas publik yang memenuhi hak Penyandang
Disabilitas.

11. Komisi Daerah Disabilitas


1. Komisi Daerah Disabilitas (KDD) dibentuk dengan Keputusan
Gubernur.
2. Susunan keanggotaan KDD terdiri dari unsur:
a. Pemerintah Daerah;
b. Organisasi Penyandang Disabilitas;
c. Lembaga swadaya masyarakat;
d. Perguruan Tinggi;
e. Dunia usaha; dan
f. masyarakat.

12. Pendanaan
1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan pelaksanaan
pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabiitas.
2) Pendanaan pelaksanaan pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas bersumber dari :
a. Anggaran Pedapatan dan Belanja Daerah

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 96
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara


c. Sumber penerimaan lain yang sah dan tidak mengikat
sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

13. Ketentuan Sanksi


Dalam Ketentuan sanksi memuat pengaturan tentang pengenaan
sanksi administrasi.

14. Ketentuan Peralihan


Dalam ketentuan ini diatur jangka waktu penyesuaian kebijakan
dan fasilitas daerah yang responsif disabilitas.

15. Ketentuan Penutup


Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Timur.

16. Penjelasan
Bagian penjelasan dalam Peraturan Daerah tentang Pemenuhan
dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas ini, terdiri atas:
Pertama, bagian umum yang menjelaskan maksud dan tujuan
pembentukan peraturan daerah ini, baik secara filosofis maupun
secara sosiologis. Dengan demikian dapat ditemukan makna
pokok yang terkandung dalam peraturan daerah tersebut. Kedua,
bagian penjelasan pasal demi pasal. Dimana bagian ini
merupakan penjabaran terkait hal-hal yang belum dijelaskan
secara utuh dalam setiap pasal-pasal yang ada dalam peraturan
daerah. Dengan demikian, kesalahan penafsiran terhadap setiap
norma di dalamnya, dapat dihindari.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 97
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 98
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian lapangan dan penelusuran secara
teoritis dan normatif, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut:
1. Masalah-masalah yang terjadi terkait dengan Pemenuhan dan
Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas adalah belum adanya
peraturan di tingkat daerah
2. Penanganan terhadap masalah-masalah tersebut belum berjalan
dengan maksimal dan parsial dikarenakan belum adanya peraturan
daerah yang dapat menjadi pedoman bagi pemenuhan dan
perlindungan peyandang disabilitas secara sistematis dan terpadu.
3. Memperhatikan kondisi empiris/sosiologis warga peyandang
disabilitas, prima, maka sangat mendesak disusunnya peraturan
daerah pemenuhan dan perlindungan peyandang disabilitas.
4. Landasan filosofis dari peraturan daerah tersebut adalah bahwa hak
disabilitas adalah hak asasi manusia dan merupakan tanggung
jawab dari negara untuk memberikan perlindungan bagi segenap
bangsa dan memenuhi hak asasi manusia sebagaimana
diamanahkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sedangkan untuk
landasan sosiologisnya adalah adanya keinginan masyarakat
peyandang disabilitas untuk segera mendapatkan pemenuhan dan
perlindungan hak. Adapun untuk landasan yuridisnya dapat
digunakan peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
5. Adapun sasaran yang terdapat dalam Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi tentang pemenuhan dan perlindungan hak penyandang
disabilitas adalah terciptanya kepastian hukum dalam rangka
mewujudkan pemenuhan dan perlindungan hak disabilitas yang
sistematis, terpadu, berkeadilan, dan transparan non diskriminatis
dan aksesibilitas bagi peyandang disabilitas. Jangkauan dan arah
pengaturan pembentukan peraturan daerah adalah terbentuknya

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 99
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

peraturan daerah yang mengatur secara komprehensif, terpadu, jelas


dan mudah dipahami terkait dengan pemenuhan dan perlindungan
hak penyandang disabilitas di Provinsi Kalimantan Timur.

B. Saran
Memperhatikan kebutuhan pemenuhan dan perlindungan hak
penyandang disabilitas, maka melalui Naskah Akademik dinyatakan
bahwa terdapat kebutuhan mendesak untuk adanya Peraturan Daerah
tentang pemenuhan dan perlindungan hak penyandang disabiltas. Oleh
karena itu perlu segera dimasukkan dalam Program Legislasi Daerah
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016, Untuk kemudian dibahas,
disahkan, dan diberlakukan.
Adapun untuk nama dari rancangan peraturan daerah ini,
disesuaikan dengan materi muatannya adalah “Peraturan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur tentang Pemenuhan dan Perlindungan Hak
Penyandang Disabilitas”.

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016


Naskah Akademik 100
Pemenuhan dan Perlindungan Hak Penyandang Disabilitas

DAFTAR PUSTAKA

Bahrul Fuad Masduqi, Jurnal Perempuan Edisi 65. Jakarta.

Nur Kholis Reefani,2013. Panduan Anak Berkebutuhan Khusus,


Penerbit Imperium Yogjakarta

Ulfah Fatmala Rizky, Indonesian Journal of Disability Studies, ISSN :


2355-2158

Saharuddin Daming. 2013. Sekapur Sirih Tentang Perwujudan Hak


Penyandang Disabilitas Di Indonesia.

Lembar Fakta International Labour Organitation (ILO)


http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-
bangkok/---ilo-jakarta/documents/publication/
wcms_165279.pdf

Laporan Tahunan 2013 Ombudsman Republik Indonesia. Hal. Viii.


Dikutip dari website Ombudsaman RI :

http://www.ombudsman.go.id/index.php/en/publikasi/
laporantahunan.html.

http://kbbi.web.id/layan.

http://kbbi.web.id/jasa.

http://erlinaheria.blogspot.co.id/2012/10/penyandang-disabilitas.html

http://sekolah-mandiri.sch.id/node/18

http://www.kompasiana.com/lenterakecil/
pengertiandisabilitas_550a62e5813311b275b1e3e8

Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas,


https://id.wikipedia.org/wiki/Difabel

Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai