Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut lUndang-Undang lRepublik lIndonesia lNomor l20 lTahun l2003


tentang lSistem lPendidikan lNasional lbahwa lpembelajaran ladalah lproses linteraksi
peserta ldidik ldengan lpendidik ldan lsumber lbelajar lyang lberlangsung ldalam
suatu llingkungan lbelajar. lPembelajaran ldipandang lsecara lnasional lsebagai lsuatu
proses linteraksi lyang lmelibatkan lkomponen- lkomponen lutama, lyaitu lpeserta
didik, lpendidik, ldan lsumber lbelajar lyang lberlangsung ldalam lsuatu llingkungan
belajar. lDengan ldemikian, lproses lpembelajaran lmerupakan lsuatu lsistem, lyaitu
satu lkesatuan lkomponen lyang lsatu lsama llain lsaling lberkaitan ldan lsaling
berinteraksi luntuk lmencapai lsuatu lhasil lyang ldiharapkan lsecara loptimal lsesuai
dengan ltujuan lyang ltelah lditetapkan l(Sanjaya, l2008). lPendidikan lsangat
berperan lpenting ldalam lproses lpeningkatan lkualitas lsumber ldaya lmanusia.
Dalam lsetiap lprogram lpendidikan lpasti lmempunyai lkurikulum lyang ltertuang
dalam lGaris-garis lBesar lProgram lPengajaran l(GBPP). lKurikulum lmerupakan
salah lsatu lperangkat lpendidikan lyang lberisi lperencanaan lpembelajaran. lBerhasil
tidaknya lkurikulum lbanyak lbergantung latas lperanan lguru lyang ldapat ldilakukan
dalam lpengembangan lkurikulum.
Menurut lsurvey lPolitical land lEconimic lRisk lConsultant l(PERC),kualitas
pendidikan ldi lIndonesia lberada lpada lurutan lke l-12 ldari l12 lnegara ldi
Asia.Posisi litu lberada ldibawah lVietnam.Data lyang ldi llaporkan lThe lWorld
Economic lForum lSwedia lpada l2000,indonesia lmemiliki ldaya lsaing lyang
rendah,hanya lmenduduki lurutan lke l37 ldari l57 lnegara lyang ldisurvei ldidunia.
Kualitas lpendidikan lIndonesia lyang lrendah litu ljuga ldi ltunjukkan ldata lBalitbang
pada ltahun l2003, lbahwa ldari l146.052 lSD ldi lIndonesia lternyata lhanya l8
sekolah lsaja lyang lmendapatkan lpengakuan ldunia ldalam lkategori lThe lPrimary
Years lProgram l(PYP). lDari l20.918 lSMP ldi lIndonesia lternyata ljuga lhanya l8
sekolah lyang lmendapatkan lpengakuan ldunia ldalam lkategori lThe lMiddle lYears
Program l(MYP). lDan ldari l8.036 lSMA lternyata lhanya l7 lsekolah lsaja lyang
mendapatkan lpengakuan ldunia ldalam lkategori lThe lDiploma lProgram l(DP)
(Ernawati,2013).

1
2

Kimia lmerupakan lilmu lyang lmempelajari lkomposisi ldan lsifat lmateri


serta lperubahan lyang ldialaminya. lKimia ljuga ltermasuk lilmu lyang lmulanya ldi
peroleh ldan lberkembang lberdasarkan lpercobaan l(induktif) lnamun lpada
perkembangan lselanjutnya lkimia ljuga ldi lperoleh ldan ldi lkembangkan
berdasarkan lteori l(deduktif) l(More, l l2010). lBahwa ltujuan lpembelajaran lkimia
adalah luntuk lmemperoleh lpemahaman lyang ltahan llama lperihal lfakta,
kemampuan lmengenal ldan lmemecahkan lmasalah,memiliki lketerampilan ldalam
menggunakan lalat ldan lbahan ldi llaboratorium,serta lmempunyai lsikap lilmiah
yang ldapat lditampilkan ldalam lkehidupan lsehari-hari l(Sulistina.,dkk, l2010) l l.
Mata lpelajaran lkimia lmerupakan lsalah lsatu lmata lpelajaran ldi lSekolah
Menengah lAtas.Berdasarkan lhasil lstudi ltentang lpembelajaran lkimia lyang ltelah
dilakukan lmenunjukkan lbahwa lmata lpelajaran lkimia lmerupakan lmata lpelajaran
yang lsulit ldipahami lsiswa. lKarakteristik lmateri lpelajaran lkimia lyang lmeliputi
teori-teori lyang lbersifat labstrak, lsifat-sifat lkimia ldan lunsur ldari lsenyawa lyang
sangat lberagam,dan ldisertai lperhitungan lkimia. lHal linilah lmenjadikan lmata
pelajaran lkimia lkurang ldisukai lpara lsiswa l(Ristiyani l& lBahriah, l2016)
Ilmu lkimia lmemiliki lbanyak lbidang lkajian lyang lmempelajari ltentang
fakta, lkonsep, lhukum lserta lteori lyang lbanyak lberhubungan ldengan lkehidupan
sehari-hari. lMata lpelajaran lkimia ldi lSMA lmemiliki lbanyak lbidang lkajian lyang
disusun lsecara lberurutan ldan lsaling lterhubung lantar lkompetensi lyang ldipelajari.
Hal ltersebut lmengharuskan lsiswa luntuk lmemahami lkonsep-konsep ldalam lkimia
secara lutuh lagar ltidak lmengalami lkesulitan ldalam lmempelajari lilmu lkimia.
Salah lsatu lbidang lkajian lkimia ldi lSMA ladalah likatan lkimia. lMateri likatan
kimia lbiasanya ldikelompokkan lmenjadi lempat lsub ltema, lyaitu likatan lionik,
ikatan lkovalen, likatan llogam, ldan lgaya lantar lmolekul l(Vrabec l& lProkša, 2016).
Materi likatan lkimia lmenjelaskan ltentang lbagaimana latom-atom lmembentuk
ikatan, lbaik ldengan latom lyang lsama lmaupun ldengan latom lyang lberbeda.
Ikatan lkimia lterjadi lkarena lsekelompok latom lmenunjukkan lsatu lkesatuan lyang
lebih lstabil lkarena lmemiliki ltingkat lenergi llebih lrendah ldaripada ltingkat lenergi
atom-atom lpenyusunnya ldalam lkeadaan lterpisah l(Effendy, l2013). lKonsep-
konsep ldalam likatan lkimia lbersifat labstrak lsehingga lsulit lditerapkan lsecara
kontekstual.
Pemahaman lkonsep lyang lbaik lakan lmembuat lsiswa llebih lmudah luntuk
mempelajari lmateri likatan lkimia lyang lmemiliki lbanyak lkonsep. lPemahaman
3

konsep likatan lkimia ladalah ldasar luntuk lmemahami lkonsep lselanjutnya ldalam
kimia, ltermasuk lkesetimbangan lkimia, ltermodinamika, lstruktur lmolekul, ldan
reaksi lkimia l(Ӧzmen, l2004). lHasil lpenelitian lFauziyah l(2016) lmengenai
kesulitan ldan lfaktor-faktor lyang lmempengaruhi lkesulitan lbelajar lsiswa lkelas lX
IPA ldi lSMA lNegeri l4 lMalang lpada lmateri likatan lkimia lmenunjukkan lbahwa
sebanyak l47,5% lsiswa lmemahami lkonsep lkestabilan lunsur; l34,3% lsiswa
memahami lkonsep lstruktur llewis; l46,7% lsiswa lmemahami lkonsep likatan lionik;
42,5% lsiswa lmemahami lkonsep likatan lkovalen; l40,7% lsiswa lmemahami konsep
ikatan lkovalen lkoordinasi; l43% lsiswa lmemahami lkonsep likatan lkovalen lpolar-
nonpolar; l42,2% lsiswa lmemahami lkonsep likatan llogam. lNilai lpersentase
pemahaman lkonsep lsiswa ltersebut ltergolong ldalam lkategori lrendah. Berdasarkan
uraian ltersebut ldapat ldisimpulkan lbahwa lsiswa lbelum lmemahami lmateri likatan
kimia lsecara lutuh. lPemahaman lmateri likatan lkimia lsecara lutuh lsangat
dibutuhkan luntuk lmemperkecil lpersentase lmiskonsepsi lpada lsiswa l(Widarti let
al., l2018).
Salah lsatu lpermasalahan lpendidikan lkhususnya ldalam lpembelajaran ldi
sekolah ladalah lrendahnya lkualitas lproses lpembelajaran.Berdasarkan hasil
wawancara yang dilakukan peneliti di SMA Negeri 11 Medan terdapat beberapa
permasalahan yang menunjukkan bahwa sekolah siswa kelas X pada pokok bahasan
ikatan kimia masi pasif dalam pembelajaran dan selama ini pembelajaran lebih ke
guru Teacher Centered Learning sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran
karna didominasi oleh guru,kegiatan kelompok juga minim dilakukan sehingga
aktivitas siswa juga masih kurang dalam kegiatan belajar,seperti
bertanya,mengemukkan pendapat di kelas sehingga peningkatan hasil belajar siswa di
SMA 11 Medan Kurang maksimal dan lebih sering menggunakan metode ceramah
dalam pembelajaran sehingga pembelajaran tidak berkembang.
Model lpembelajaran lProblem lBased lLearning l(pembelajaran lberbasis
masalah) ladalah lmodel lpembelajaran lyang lditujukan luntuk lmengembangkan
motivasi lbelajar lsiswa, lmendorong lsiswa luntuk lmampu lberpikir ltingkat ltinggi,
mendorong lsiswa lmengoptimalkan lkemampuan lmetakognisinya, ldan lmenjadi
pembelajaran lmejadi lbermakna lsehingga lmendorong lsiswa lmemiliki lrasa percaya
diri lyang ltinggi ldan lmampu lbelajar lsecara lmandiri l(Abidin, l2018). Dalam
model lpembelajaran lini, lsiswa ldilibatkan ldalam lkelompok lkecil luntuk
mengeksplorasi lmasalah, mengidentifikasi hal-hal yang perlu diketahui dalam rangka
4

memecahkan masalah, dan model ini sebagai solusi untuk menciptakan lsuatu
lingkungan ldimana lsiswa lberpartisipasi laktif ldalam lproses lpembelajaran.
Mengambil ltanggung ljawab luntuk lpembelajaran lmereka lsendiri, ldan lmenjadi
pelajar lyang llebih lbaik ldalam lhal lketerampilan ldan lkemampuan luntuk
lmengidentifikasi lmasalah (Sungur & Tekkaya, 2006)
Berdasarkan penelitian sebelumnya didapatkan hasil Nilai lrata-rata lhasil
belajar lsiswa lyang ldibelajarkan lmenggunakan lmodel lProblem lBased lLearning
berbantuan lmedia liSpring llebih ltinggi lyaitu l84,58 ldan lmengalami lpeningkatan
sebesar l72% ltinggi ldibandingkan lrata-rata lhasil lbelajar lsiswa lyang ldibelajarkan
menggunakan lmodel lkonvensional lyaitu l77,50 ldengan lpeningkatan
62%.(Felentina l& lAgus lKembaren, l2022). lSedangkan lpenelitian ldari l(Janah let
al., l2018), lmengungkapkan lbahwa lhasil lrata- lrata lnilai lpost-test ldari lkelas
eksperimen lyang lmenggunakan lmodel lProblem lBased lLearning llebih lunggul
yaitu l89,6 ldan lkelas lkontrol lsebesar l81,6. lPenerapan lmodel lProblem lBased
Learning l(PBL) lmemberikan lkontribusi lsebesar l35,0% lterhadap lhasil lbelajar dan
19,3% lterhadap lketerampilan lproses lsains.
Model lpembelajaran lyang lakan ldi lgunakan ldalam lpenelitian lini ladalah
Problem lBased lLearning l(PBL). lSalah lsatu lkelebihan lmodel lpembelajaran lini
adalah lmeningkatkan lkegiatan lpembelajaran lyang lberorientasi lpada lStudent
Centre lLearning. Hal ini dilakukan karena berdasarkan observasi yang telah
dilakukan bahwa kegiatan lebih berorientasi pada Teacher Centre
Learning.Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model
pembelajaran yang efektif untuk membantu siswa dalam memproses informasi yang
sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia
sosial dan sekitarnya Ratumanam (Trianto, 2011).
Keterkaitan lPBL ldan lHasil lBelajar,menyatakan lbahwa lModel lProblem
Based lLearning l(PBL) lmemberikan ldampak lpositif lpada lprestasi lakademik
siswa ldan lsikap lsiswa lterhadap lsains l(Yunin lNurun lNafia, l2014). lDalam
pelaksanaan lPBL ldi lsekolah lkesehatan,Problem lBased lLearning l(PBL) lmemberi
dampak lpositif lterhadap lkompetensi ldokter ldalam ldimensi lsosial ldan lkognitif.
Menurut lNovellia l(2018) lyang lmengemukakan lbahwa lmodel lpembelajaran
Problem lBased lLearning l(PBL) lini ldapat lmembantu lsiswa luntuk lmemecahkan
atau lmencari lsolusi lsecara lmandiri latau lberkelompok ldari lpermasalahan ldunia
nyata.lOlehlkarenalitu, dalamlpelaksanaanlpembelajaran lsiswa lakan memperlihatkan
5

hasil lpemahaman lsiswa lyang maksimal karena proses pembelajaran yang tidak
membosankan.
Sesuai ldengan ltuntutan lkurikulum lyang lada lsaat lini, ldimana lproses
pembelajaran lharus lberpusat lpada lsiswa lmaka lsalah lsatu lmodel lpembelajaran
yang ljuga lcocok ldi lgunakan ladalah lDiscovery lLearning l(DL). lModel lDiscovery
Learning ldapat lmeningkatkan lhasil lbelajar lsiswa lmelalui lpenalaran, lmenemukan
sesuatu luntuk ldirinya. lModel lpembelajaran lDiscovery lLearning llebih lunggul
dalam lmeningkatkan lhasil lbelajar ldibandingkan lpengalaman-pengalaman lbelajar
individual latau lkompetitif l(Fitri, l2015). lHasil lpenelitian ldiperoleh lrata-rata lpost
test lsiswa lyang ldiajarkan ldengan lmodel lpembelajaran lDiscovery lLearning (kelas
eksperimen) ladalah l75,83 lsedangkan luntuk lkelas lkontrol lyang lmenggunakan
model lpembelajaran lkonvensional l70,3. lBerdasarkan lhasil lini ldapat ldilihat
bahwa lada lperbedaan lyang lsignifikan lhasil lbelajar l(posttest) lkedua lkelompok
siswa. lDengan lmenggunakan lmodel lpembelajaran lDiscovery lLearning lhasil
belajar lsiswa llebih lbaik, lkarena lsiswa ldituntut luntuk llebih laktif, lpada lsaat
proses lbelajar lmengajar lsiswa lmelakukan ldiskusi lkelompok (Fitri & Darlina.,
2015)
Peningkatan hasil belajar tidak terlepas dari aktivitas belajar siswa, model
Problem Based Learning ldengan lDiscovery lLearning ldiharapkan lmampu
meningkatkan lhasil lbelajar lsiswa. lPenelitian lyang ldilakukan loleh lMaulana
(2021) ldiketahui lbahwa lmodel lpembelajaran lProblem lBased lLearning ldapat
meningkatkan laktivitas ldan lhasil lbelajar lpeserta ldidik, terlihat dari peningkatan
aktivitas siswa pada materi kesetimbangan kimia dilihat dari siklus I, siklus II dan
siklus III yaitu sebesar 32,37%, 55,25% dan 84,76%.Model Discovery Learning juga
meningkatkan prosentase aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II terjadi peningkatan
sebesar 3,1%, yaitu dari 81,8% menjadi 84,9% (Sopiah & Marlina, 2020)
Berdasarkan permasalahan yang di uraikan di atas yaitu mengenai siswa
menganggap pelajaran kimia adalah pelajaran yang sulit,serta metode mengajar guru
yang kebanyakan masih berpusat pada guru (Teacher Centered Learning) , kurangnya
siswa dapat menemukan solusi dalam memecahkan masalah dan kurang nya untuk
mencari tahu sesuatu sehingga siswa –siswa lebih pasif sehingga siswa lberanggapan
bahwa lpelajaran lkimia lyang lsulit ldan labstrak lkhususnya lpada lmateri lIkatan
Kimia. Maka lpeneliti ltertarik lmelakukan lpenelitian lini luntuk lmemecahkan
paradigma lsiswa lyang lselama lini lyang lmenganggap lkimia lmerupakan lmata
6

pelajaran lyang lsulit dan membosankan,dengan judul penelitian “Pengaruh Model


Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL) Hasil
Belajar Siswa Pada Materi Ikatan Kimia”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis dapat mengidentifikasi masalah dalam
Penelitian ini:
1. Mata pelajaran kimia di anggap sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit di pahami
siswa
2. Kurangnya penggunaan model pembelajaran pada materi pelajaran pada materi ikatan
kimiamenyebabkan siswa kurang tertarik dengan pelajaran ikatan kimia
3. Penggunaan metode ceramah yang di lakukan oleh guru membuat siswa kurang
memahami konsep yang telah di jelaskan dan siswa menjadi kurang aktif dalam
pembelajaran sehingga pembelajaran cenderung berpusat kepada guru
4. Hasil belajar siswa kurang memuaskan pada materi ikatan kimia

1.3 Ruang Lingkup

Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang spesifik,peneliti memfokuskan penelitian pada
materi likatan lkimia lterhadap lhasil lbelajar lsiswa lSMA lkelas lX ldengan lmenggunakan
model lProblem lBased lLearning l(PBL) ldan l lDiscovery lLearning l(DL)

1.4 Batasan Masalah

Supaya penelitian ini tidak menyimpang dari tujuan penelitian lmaka, lpeneliti l l l l l l l
l lmembatasi lmasalah lyaitu lsebagai lberikut:
1. Subjek lpenelitian lyang ldigunakan ladalah lsiswa lkelas lX lIPA lSMAN l11 lMEDAN
2. Cakupan lMateri ldalam lpenelitian lini ldi lfokuskan lpada lmateri likatan lkimia lyaitu
kestabilan lunsur, lstruktur llewis, likatan lionik, likatan lkovalen, ldan likatan llogam.

3. Model lpembelajaran lyang ldigunakan ldalam lpenelitian lini ladalah lProblem lBased
Learning l(PBL) ldan lDiscovery llearningl

4. Yang diukur pada penelitianainiaadalah peningkatan hasil belajarasiswa


7

1.5 Rumusan Masalah

Berdasarkan llatar lbelakang,rumusan lmasalah ldalam lpenelitian lini ladalah:

1. Bagaimana l pengaruh l model l pembelajaran lProblem lBased lLearning l(PBL)


terhadap l lhasil lbelajar lsiswa lpada lmateri likatan lkimia l?
2. Bagaimana lpengaruh lmodel lpembelajaran lDiscovery lLearning l(DL) lterhadap lhasil
lbelajar lsiswa lpada lmateri likatan lkimia l?
3. Bagaimana lperbedaan lhasil lbelajar lsiswa ldengan lmodel lProbem lBased lLearning
(PBL) ldan lDiscovery lLearning l(DL)?

1.6 Tujuan Penelitian

Berdasarkan llatar lbelakang ldan lrumusan lmasalah ldiatas,maka lpenelitian lini


bertujuan:

1. Mengetahui ladanya l pengaruh l model l pembelajaran l Problem lBased lLearning


(PBL) lterhadap l hasil l belajar lsiswa lpada lmateri likatan lkimia.
2. Untuk lMengetahui ladanya lpengaruh lmodel lpembelajaran lDiscovery lLearning l(DL)
terhadap lhasil lbelajar lsiswa lpada lmateri likatan lkimia.
3. Untuk lmengetahui lperbedaan lhasil lbelajar lsiswa ldengan lmodel lProbem lBased lLearning
l(PBL) ldan lDiscovery lLearning l(DL)

1.7 Manfaat penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian llini lladalah llsecara llteoritis lldan
praktis. llManfaat llteoritis lldari llpenelitian llini lladalah llhasil lldari llpenelitian llini
dapat ldigunakan llsebagai llreferensi llpada llpenelitian llselanjutnya llyang llrelevan
serta lldapat lmenambah lldan llmengembangkan llpengetahuan lldalam llbidang
pendidikan lkhususnya ldalam llmenggunakan llmodel. llSedangkan llmanfaat llpraktis
dalam llpenelitian llini, lyaitu:

1. Bagi siswa, dapat meningkatkan hasil belajar menggunakan model pembelajaran


dalam penelitian ini

2. Bagi guru, dapat dijadikan suatu motivasi untuk menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning dan Discovery Learning dalam proses belajar mengajar
terutama materi ikatan kimia.
8

3. Bagi sekolah, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan kajian untuk
mengembangkan model yang dapatameningkatkan hasil belajarasiswa padaaproses
belajaramengajarasehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

4. Bagi peneliti, hasilapenelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,


memajukan pola pikir peneliti mengenai model pembelajaran Problem Based
Learning dan Discovery Learning serta mampu menggunakannya dalam proses
pembelajaran
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis

2.1.1 Pengertian Belajar

Belajar lmerupakan lhal lyang lkompleks. lKompleksitas lbelajar


tersebut ldapat ldi lpandang ldari ldua lsubjek,yaitu ldari lsiswa ldan ldari
guru.Dari lsegi lsiswa lbelajar ldi lalami lsuatu lproses. lSiswa lmengalami
proses lmental ldalam lmenghadapi lbahan lbelajar.Bahan lbelajar lberupa
keadaan lalam, lhewan, ltumbuhan, lmanusia, ldan lbahan lyang ltelah
terhimpun ldalam lbuku-buku lpelajaran ldari lsegi lguru,proses lbelajar
tersebut ltampak lsebagai lperilaku lbelajar ltentang lsuatu lhal l(Dimyati,
2010). lBelajar, lperkembangan, ldan lpendidikan lmerupakan lsuatu lhal lyang
menarik luntuk ldipelajari. lKetiga lgejala ltersebut lterkait ldengan lproses
pembelajaran. lMenurut lpengertian lsecara lpsikologis, lbelajar lmerupakan
suatu lproses lperubahan ltingkah llaku lsebagai lhasil ldari linteraksi ldengan
lingkungannya ldalam lmemenuhi lkebutuhan lhidup. lHampir lsemua lahli
telah lmerumuskan ldan lmembuat ltafsiran ltentang”belajar”diantaranya,
yaitu:
1. Belajar ladalah lsuatu lproses lyang ldi ltandai ldengan ladanya
perubahan lpada ldiri lseseorang. lPerubahan lsebagai lhasil ldari proses
belajar ldapat ldi ltunjukkan ldengan lberbagai lbentuk, lseperti ldalam
bentuk lpengetahuan, lpemahaman, lsikap ldan ltingkah llaku,
ketrampilan, lkecakapan ldan lkemampuan, ldaya lkreasi, ldaya
penerimaan, ldan llain-lain lyang lada latau lterjadi lpada lindividu
tersebut l(Sudjana, l l2004).
2. Menurut lBenyamin lBloom ldalam lSudjana l(2004) lbelajar ladalah
perubahan ltingkah llaku lyang lmeliputi lranah lkognitif l(yaitu
pengetahuan latau lingatan, lpemahaman, laplikasi, lanalisis, lsintesis,
dan levaluasi), lranah lafektif l(yaitu lpenerimaan, lreaksi, lpenilaian,
10

organisai, ldan linternalisasi) lserta lranah lpsikomotorik l(yaitu


gerakan lrefleks,ketrampilan lgerakan ldasar,kemampuan lperseptual
atau lketepatan,gerakan-gerakan lskill ldan lgerakan lekspresif ldan
interpretatif).
3. Belajar ladalah lsuatu lproses lusaha lyang ldilakukan lseseorang luntuk
memperolehlsuatulperubahanltingkahllakulyangbarulsecaraskeseluruhan
sebagai lhasil lpengalamannya lsendiri ldalam linteraksi ldengan
lingkungannya l(Slameto, l l2003).
4. Belajar ladalah lsuatu lperilaku ldi lmana lpada lsaat lorang lbelajar
responnya lmenjadi llebih lbaik l l(Dimyati l& lMudjono., l l2002) l.
Dari lbeberapa ldefenisi ltentang lbelajar ldi latas,maka ldapat ldi
simpulkan lbahwa lbelajar ladalah lsuatu lkegiatan lyang lmengakibatkan
terjadinya lperubahan ldalam ldiri lseseorang lbaik litu lmengenai lpengetahuan
atau lsikap lyang lmencakup ltiga laspek lyaitu laspek lkognitif, lafektif, ldan
psikomotorik. lBelajar litu lsenantiasa lmerupakan lperubahan ltingkah llaku
atau lpenampilan ldengan lserangkaian lkegiatan, lmisal lmembaca,
mengamati, lmendengarkan, lmeniru, ldan lsebagainya.
Teori lbelajar lyang lsecara lumum ldi lkelompokkan ldalam lempat
kelompok lmeliputi l(a) lteori lbelajar lbehavioristik l(b) lteori lbelajar lkognitif
(c) lteori lbelajar lhumanistik l(d) lteori lbelajar lsibernetik.Keempat laliran
teori lbelajar ltersebut lmemiliki lkarakteristik lyang lberbeda, lyakni laliran
behavioristik lmenekan lpada l“hasil” ldaripada lproses lbelajar. lAliran
kognitif lmenekan lpada l“proses”belajar. lAliran lhumanistik lmenekan lpada
“isi” latau lapa lyang ldi lpelajari. lAliran lsibernetik lmenekan lpada l“sistem
informasi” lyang di pelajari (Uno, 2008).

2.1.2 Pengertian Mengajar

Kemampuan lmengajar lmerupakan lkemampuan lyang lwajib


dimiliki loleh lsetiap lpengajar, ldan lsalah lsatu lilmu lyang ldipelajari ldalam
menambah lkemampuan lmengajar ladalah lkemampuan lmenghadapi lanak
didiklyang lmemiliki lkarakter, lkemampuan lserta lkeinginan lyang bervariasi.
11

Berikut lbeberapa ldefenisi lmengajar lmenurut lpara lahli lantara llain:


a. Sudjana l(2005) lmengajar ladalah lmembimbing lsiswa ldalam
kegiatan lbelajar lmengajar latau lmengandung lpengertian lbahwa
mengajar lmerupakan lsuatu lusaha lmengorganisasikan llingkungan
dalam lhubungannya ldengan lanak ldidik ldan lbahan lpengajaran yang
menimbulkan lterjadinya lproses lbelajar lmengajar.
b. Sanjaya l(2007) lmengajar ladalah lsuatu laktivitas lyang ldapat
membuat lsiswa lbelajar.
Sehingga ldari lpendapat-pendapat ldi latas ldapat ldisimpulkan
bahwa lmengajar lsebagai lproses lmenyampaikan/menanamkan lilmu
pengetahuan lyang ldisengaja ldalam lrangka lmemberi lkemungkinan lbagi
siswa luntuk lterjadinya lproses lbelajar lmengajar lsesuai ldengan ltujuan yang
telah ldi lrumuskan latau ldi ltetapkan.Konsep lmengajar lterbagi ldalam ltiga
macam lpengertian: l(1) ldalam lpengertian lkuantitatif,mengajar lberarti lthe
transmission lof lknowledge,yakni lpenularan lpengetahuan.Dalam lhal lini
guru lhanya lperlu lmenguasai lpengetahuan lbidang lstudinya ldan
menyampaikan lkepada lsiswa ldengan lsebaik-baiknya. l(2) ldalam lpengertian
institusional,mengajar lberarti lthe lefficient lorschestration lof lteaching
skill,yakni lpenataan lkemampuan lmengajar lsecara lefisien.Dalam lpengertian
ini, lguru ldituntut luntuk lselalu lsiap lmengadaptasikan lberbagai lteknik
mengajar luntuk lbermaca-macam lsistem lyang lberbeda lbakat,kemampuan
dan lkebutuhan. l(3) ldalam lpengertian lkualitatif,mengajar lberarti lthe
facilitation lof llearning, lyakni lupaya lmembantu lmemudahkan lkegiatan
belajar lagar lsiswa lbelajar ldalam larti lmembentuk lmakna ldan
pemahamannya lsendiri (Mustofa, 2015).

2.1.3 Hasil Belajar

Hasil lbelajar ladalah lkemampuan-kemampuan lyang ldimiliki siswa


setelah lia lmenerima lpengalaman lbelajarnya. lProses lbelajar lakan
menghasilkan lhasil lbelajar,maka lhakekat ldari lhasil lbelajar ladalah
perubahan ltingkah llaku. lHasil lbelajar lmerupakan lkemampuan lyang ldi
12

peroleh lindividu lsetelah lproses lproses lbelajar lberlangsung, lyang ldapat


memberikan lperubahan ltingkah llaku lbaik lpengetahuan, lpemahaman, sikap,
dan lketerampilan lpeserta ldidik lsehingga lmenjadi llebih lbaik ldari
sebelumnya. lSebagaimana lyang ldi lkemukakan lDimyati ldan lMudjiono
(2002) l”hasil lbelajar lmerupakan lhasil ldari lsuatu linteraksi ltindak lbelajar
dan ltindak lmengajar.Dari lsisi lguru, ltindak lmengajar ldiakhiri ldengan
proses levaluasi lhasil lbelajar. lDari lsisi lsiswa, lhasil lbelajar lmerupakan
berakhirnya lpengalaman ldan lpuncak lproses lbelajar”.
Adapun pengertian hasil belajar menurut para ahli,yaitu:
1. Briggs menyatakan bahwa hasil lbelajar lsering ldisebut ldengan
istilah”scholastic l lachievement” latau l“academic lachievement”adalah
seluruh lkecakapan ldan lhasil lyang ldi lcapai lmelalui lproses lbelajar
mengajar ldi lsekolah lyang ldi lnyatakan ldengan langka-angka latau lnilai-
nilai lberdasarkan ltes lhasil lbelajar.
2. Gagne dan Driscoll menyatakan bahwa kemampuan-kemampuan
yangdimiliki
siswa lsebagai lakibat lperbuatan lbelajar ldan ldapat ldi lamati lmelalui
penampilan lsiswa
3. Gagne ldan lBriggs lmenyatakan lbahwa lhasil lbelajar ladalah lkemampuan
internal yang lmeliputi lpengetahuan, lketerampilan, ldan lsikap lyang ltelah
menjadi lmilik lpribadi lseseorang ldan lmemungkin lseseorang litu lmelakukan
sesuatu.
Menurut Hamalik (2010) menyatakan lbahwa lhasil lbelajar
merupakan lperubahan lperilaku lsiswa lakibat lbelajar. lPerubahan lperilaku
disebabkan lkarena lsiswa lmencapai lpenguasaan latas lsejumlah lbahan lyang
di lberikan ldalam lproses lbelajar lmengajar. lHamalik l(2010) lmenyatakan
bahwa:”hasil lbelajar ladalah lperubahan lyang lmengakibatkan lmanusia
berubah ldalam lsikap ldan ltingkah llakunya. lAspek lperubahan litu lmengacu
kepada laspek lkognitif, lafektif, ldan lpsikomotorik”. lPendapat ltersebut
didukung loleh lSudjana l(2005) l”hasil lbelajar lialah lperubahan ltingkah laku
yang lmencakup lbidang lkognitif,afektif,dan lpsikomotorik lyang ldimiliki
13

siswa lsetelah lmenerima lpengaman lbelajarnya.


Hasil lbelajar lsecara lumum ldapat ldi lkategorikan lmenjadi ltiga
indikator, lyaitu l(1) lefektivitas lpembelajaran lyang lbiasanya ldiukur ltingkat
keberhasilan l(prestasi) lsiswa; l(2) lefesien lpembelajaran,yang lbiasanya
diukur ldari lwaktu lbelajar ldan latau lbiaya lpembelajaran; l(3)daya ltarik
pembelajaran lyang lselalu ldiukur ldari ltendensi lsiswa lingin lbelajar lsecara
terus lmenerus. lSecara lspesifik, lhasil lbelajar ladalah lsituasi lkinerja lyang
di ldedikasikan lsuatu lkemampuan lyang ldi lperoleh.
Menurut lBloom lhasil lbelajar lsecara lgaris lnesar ldapat
diklarifikasi lmenjadi ltiga lranah,yaitu:
1. Ranah lKognitif, lberkenaan ldengan lhasil lbelajar lintelektual meliputi
pengetahuan, lpemahaman, laplikasi, lanalisis, lsintesis, ldan levaluasi.
2. Ranah lAfektif, lberkenaan ldengan lsikap lmeliputi lpenerimaan,
jawaban, lpenilaian, lorganisasi ldan linternasionalisasi.
3. Ranah lPsikomotorik, lberkenaan ldengan lhasil lbelajar lketerampilan
dan lkemampuan lbertindak lmeliputi lgerakan lrileks, lketerampilan
dasar, lpersepsi, lketepatan, lgerakan lketerampilan lkompleks, ldan
gerakan lekspresif ldan linteraktif l l(Sudjana, l l2014).
Dalam lparadigma llama,penilaian lpembelajaran llebih ldi tekannkan
pada lhasil l(produk) ldan lcenderung lanya lmenilai lkemampuan laspek
kognitif, lyang lkadang-kadang ldi lreduksi lsedemikian lrupa lmelalui lbentuk
tes lobjektif.
Sementara, lpenilaian ldalam laspek lafektif ldan lpsikomotorik
sering ldi labaikan. lKemampuan lafektif lberhubungan ldengan lminat ldan
sikap lyang ldapat lberbentuk ltanggung ljawab, lkerjasama, ldisplin,
komitmen, lpercayadiri, ljujur, ldan lmenghargai lpendapat lorang llain,dan
kemampuan lmengendalikan ldiri. lTujuan laspek lkognitif lberorientasi lpada
kemampuan lberpikir lyang lmencakup lkemampuan lintelektual lyang llebih
sederhana, lyaitu lmengingat,sampai lpada lkemampuan lmemecahkan masalah
yang lmenuntut lsiswa lyang lberhubungan lbeberapa lide, lgagasan, lmetode,
prosedur lyang ldi lpelajari luntuk lmemecahkan lmasaalah ltersebut
14

(Ratnawulan ldan lRusdiana, l l2015).

2.1.3.1 Taksonomi Tujuan Kognitif

Taksonomi llBloom llsangat lldikenal lldi llIndonesia, llbahkan


tampaknya llyang llpaling llterkenal lldibandingkan lldengan lltaksonomi
lainnya. lTaksonomi llBloom llmengelompokkan lltujuan llkognitif llke ldalam
enam lkategori. llKeenam llkategori llitu llmencakup llkompetensi
keterampilan lintelektual lldari llyang llsederhana ll(tingkat llpengetahuan)
sampai lldengan lyang lpaling llkompleks ll(tingkat llevaluasi). llKeenam
kategori llini lldi llasumsikan lbersifat llhierarkis, llyang llberarti lltujuan pada
level llyang lltinggi lldapat ldicapai llapabila lltujuan llpada lllevel llyang lebih
rendah lltelah ldi lkuasai. lKeenam lkategori ltujuan lkognitif lTaksonomi
Bloom:
1. Pengetahuan/pengenalan
Pada llevel lini ldituntut luntuk lmampu lmengingat l(recall) linformasi
yang ltelah ldi lterima lsebelumnya, lseperti: lfakta, lterminology,
rumus, lstrategi, lpemecahan lmasalah, ldan lsebagainnya. lTerdapat
beberapa lcontoh lkata lkerja lyang lmewakili lkelompok lini lmisalnya:
mengidentifikasi, lmemilih, lmenyebut lnama, lmembuat ldaftar.
2. Pemahaman
Tujuan lpada lkategori lini luntuk lmenjelaskan lpengetahuan/informasi
yang ltelah ldi lketahui ldengan lkata-kata lsendiri. lDalam lhal lini ldi
tuntut luntuk ldapat lmenerjemahkan, latau lmeyebutkan lkembali lyang
telah ldi ldengar ldengan lkata-kata lsendiri.
3. Penerapan
Penerapan lmerupakan lkemampuan luntuk lmenggunakan latau
menerapkan linformasi lyang ltelah ldi lpelajari lke ldalam lsituasi latau
menerapkan linformasi lyang ltelah ldi lpelajari lke ldala lsituasi latau
konteks lyang llain latau lyang lbaru. Kata lkerja lyang ldapat
digunakanltingkatlpenerapan umpamanya: menghitung,lUmpamanya:
lmenghitung, mengembangkan, menggunakan, lmemodifikasi.
15

4. Analisis
Analisis lmerupakan lkemampuan luntuk lmengindentifikasi,
memisahan, ldan lmembedakan lkomponen-komponen latau lelemen
suatu lfakta, lkonsep, lpendapat, lasumsi, lhipotesa latau
kesimpulan,dan lmemeriksa lsetiap lkomponen ltersebut luntuk lmelihat
ada ltidaknya lkontradikasi. lDalam lhal lini ldi ltuntut l luntuk
menunjukkan lhubungan ldi lantara lberbagai lgagasan ldengan lcara
membandingkan lgagasan ltersebut ldengan lstandar, lprinsip, latau
prosedur lyang ltelah ldipelajari. lContoh lkata lkerja lanalisis:
Membuat ldiagram, lMembedakan, lMenghubungkan, ldan
Menjabarkan lke ldalam lbagian-bagian.
5. Sintesis
Tujuan lintruksional llevel lini lmenuntut luntuk lmampu
mengkombinasikan lbagian latau lstruktur lyang llebih lbesar. lDalam
hal lini lharus lmelihat lberbagai laspek lsosial, lbudaya,dan lekonomi
dalam lkelompok letnik, lmisalnya ldalam lsistem lkebakaran, lsistem
keagamaan, laspek ltersebut ldan lmembuat lkesimpulan.
6. Evaluasi
Kemampuan lmembuat lpenilaian ldan lkeputusan ltentang lsuatu
gagasan, lmetode, lproduk ldengan lmenggunakan lkriteria ltertentu.
Contoh lkata lkerja loperasional lyaitu: lMembuat lkritik, lMembuat lpenilaian,
Membandingkan, ldan lMembuat levaluasi (Ratnawulan dan Rusdiana, 2015).

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa

1. Faktor-faktor lyang lmempengaruhi lhasil lbelajar,yaitu:


1) Faktor linternal
a. Faktor lJasmaniah lmeliputi:faktor lkesehatan ldan lcacat ltubuh
b. Faktor lpsikologis lmeliputi: lintelegensi, lperhatian, lminat, lbakat,
kematangan ldan lkesiapan
c. Faktor lkelelahan l(Slameto, l l2003)
2) Faktor lEksternal
16

Proses lbelajar ldidorong loleh lmotivasi lintrinsik lsiswa.Disamping


itu lproses lbelajar ljuga ldapat lterjadi latau lmenjadi lbertambah lkuat lbila
didorong loleh llingkungan lsiswa. lDengan lkata llain lkemampuan lberpikir
kritis ldapat lmeningkat lbila lprogram lpembelajaran ldisusun ldengan lbaik.
Program lpembelajaran lsebagai lrekayasa lpendidikan lguru ldi lsekolah
merupakan lfaktor leksternal lbelajar.
Ditinjau ldari lsegi lsiswa,maka ldi ltemukan lbeberapa lfaktor lyang
berpengaruh lpada laktivitas lbelajar. lFaktor-faktor leksternal ltersebut ladalah
sebagai lberikut:
a. Guru lsebagai lPembina lsiswa lbelajar
l Sebagai lpendidik, lguru lmemusatkan lperhatian lpada lkepribadian
siswa, lkhusunya lberkenaan ldengan lkebangkitan lbelajar. lAda lperilaku,
norma, lnilai, lsub-kebudayaan llokal lyang lharus ldi lpelajari loleh lguru yang
bersangkutan. lDilain lpihak, lpada ltempatnya lwarga lmasyarakat lsetempat
perlu lmemahami ldan lmenerima lguru lsebagai lpribadi lyang lsedang
tumbuh. lMengatasi lmasalah-masalah lkeutuhan lpribadi ldan lpertumbuhan
profesi lsebagai lguru lmerupakan lpekerjaan lsepanjang lhajat.
Adapun ltugas lpengelolaan lpembelajaran lsiswa ltersebut lmeliputi
hal-hal lsebagai lberikut: l(1) lpembangunan lhubungan lbaik ldengan lsiswa,
(2) lmenggairahkan lminat, lperhatian ldan lmemperkuat lmotivasi lbelajar, l(3)
mengorganisasikan lbelajar, l(4) lmelaksanakan lpendekatan, lmelakukan
pembelajaran lsecara ltepat, l(5) lmengevaluasi lhasil lbelajar lsecara ljujur dan
objektif lserta l(6) lmelaporkan lhasil lbelajar lsiswa lkepada lorangtua lsiswa
yang lberguna lbagi lorientasi lmasa ldepan lsiswa
b. Prasarana ldan lsarana lsekolah
Prasarana lpembelajaran lmeliputi lbuku lpelajaran, lbuku lbacaan,
alat, ldan lfasilitas llaboratorium lsekolah ldan lberbagai lmedia lpengajaran
lainnya. lLengkapnya lsama ldan lprasarana lpembelajaran lmerupakan kondisi
pembelajaran lyang lbaik.
c. Kebijakan lpenilaian
Proses lbelajar lmencapai lpuncaknya lpada lhasil lbelajar lsiswa atau
17

unjuk lkerja lsiswa. lSebagai lsuatu lhasil lbelajar lmaka ldengan lunjuk lkerja
tersebut, lproses lbelajar lberhenti luntuk lsementara. lDan lterjadilah penilaian.
Dengan ldemikian lyang ldimaksud ladalah lpenentuan lsampai lsesuatu ldi
pandang lberharga, lbermutu, latau lbernilai. lUkuran ltentang lhal litu
berharga, lbermutu, lbernilai ldatang ldari lorang llain. lDalam lpenilaian lhasil
belajar,maka lpenentu lkeberhasilan lbelajar ltersebut ladalah lguru. lGuru
adalah lpemegang lkunci lpembelajaran. lGuru lmendesaian lpembelajaran,
melaksanakan lpembelajaran ldan lmenilai lhasil lbelajar
d. Lingkungan lsosial lsiswa ldi lsekolah
Tiap lsiswa lberada ldalam llingkungan lsosial lsiswa ldi lsekolah. lIa
memiliki lkedudukan ldan lperanan lyang ldiakui loleh lsesama. lJika lseorang
siswa ldi lterima, lmaka lia lakan lmudah lmenyesuaikan ldiri ldan lsegera
belajar. lSebaliknya, ljika lia ltertolak, lmaka lia lakan lmerasa ltertekan.
e. Kurikulum lsekolah
Program lpembelajaran ldi lsekolah lmendasarkan ldiri lpada lsuatu
kurikulum. lKurikulum lyang ldi lberlakukan ldi lsekolah ladalah lkurikulum
nasional lyang ldisahkan loleh lpemerintah, latau lsuatu lkurikulum lyang
disahkan loleh lsuatu lyayasan lpendidikan. lKurikulum lsekolah ltersebut
berisi ltujuan lpendidikan, lisi lpendidikan, lkegiatan lbelajar-mengajar ldan
evaluasi.
Perubahan lkurikulum lsekolah ldapat lmenimbulkan masalah.
Masalah-masalah litu ladalah: l(1) ltujuan lyang lakan ldi lcapai lmungkin
berubah, l(2) lisi lpendidikan lberubah lakibatnya lbuku-buku lbacaan ldan
sumber llain lakan lberubah l, l(3) lkegiatan lbelajar lmengajar lberubah l(4)
evaluasi lberubah,akibatnya lguru lmempelajari lmetode ldan lteknik levaluasi
belajar lyang lbaru. lBila levaluasi lberubah, lmaka lsiswa lakan lmempelajari
cara-cara lbelajar lyang lsesuai ldengan lukuran llulusan lyang lbaru l(Dimyati
dan lMudjiono, l l2006).

2.1.3.2 Indikator Keberhasilan Belajar

Menurut lSyaiful lBahri lDhjamarah ldan lAswan lZain l(2013) untuk


18

mengetahui lindikator lkeberhasilan lbelajar ldapat ldi llihat ldari l“daya lserap
siswa ldan lperilaku lyang ltampak lpada lsiswa”.
1. Daya lserap lyaitu ltingkat lpenguasaan lbahan lpelajaran lyang ldi
sampaikan loleh lguru ldan ldi lkuasai loleh lsiswa lbaik lsecara
individual latau lkelompok.
2. Perubahan ldan lpencapaian ltingkah llaku lsesuai lyang ldi lgariskan
dalam lkompetensi ldasar latau lindikator lbelajar lmengajar ldan ltidak
tahu lmenjadi ltahu, ldan ltidak lbisa lmenjadi lbisa, ldari ltidak
kompeten lmenjadi lkompeten.
Sedangkan lindikator llain lyang ldapat ldigunakan lmengukur lkeberhasilan
belajar.
1. Hasil lbelajar lyang ldi lcapai lsiswa
Hasil lbelajar lyang ldimaksud ldisini ladalah lpencapaian lprestasi
belajar lsiswa ldengan lkriteria, latau lnilai lyang ltelah ldi lterapkan
baik lmenggunakan lpenilaian lacuan lpatokan lmaupun lpenilaian
acuan lnorma.
2. Proses lbelajar lmengajar
Hasil lbelajar lyang ldimaksudkan ldisini ladalah lbelajar lyang ldi
capai lsiswa ldi lbandingkan lantara lsebelum ldan lsesudah lmengikuti
kegiatan lbelajar lmengajar latau ldi lberikan lpengalaman lbelajar.
Penilaian lterhadap lproses lbelajar ltidak lhanya lterbatas lpada
membandingkan lnilai lawal ldan lnilai lakhir lsiswa,akan ltetapi ljuga lmenilai
segala laktivitas lsiswa ldalam lmelakukan lkegiatan ldan lpengalaman lbelajar,
baik lkeaktifannya ldalam lmengajukan lpertanyaan lterhadap lpermasalahan
atau ldalam lmateri lpelajaran, lmenjawab lpertanyaan lyang ldi lajukan lguru
maupun lsiswa, lminat,semangat, ldan lgairah lserta lmotivasi lbelajar, lsikap
terhadap lmateri lpelajaran ldan lkegiatan lbelajar lmengajar lserta ltanggung
jawab ldalam lmenyelesaikan ltugas-tugas lyang ldi lberikan loleh lguru
(Supardi, 2013).

2.1. 4 Pengertian Model Pembelajaran


19

Keberhasilan lpembelajaran lsangat ldi ltentukan loleh lmodel


pembelajaran lyang ldigunakan. lMenurut lKurtz l(2008), lpentingnya lsuatu
model ldalam lpembelajaran lmatematika ldigambarkan lsebagai lberikut l“In
My lExperience,without la lconcrete lmodel,teachers lfrequently ldevelop
patterns lof linstruction lbased lonly lon lpost lexperience land linstitution”.
Hal lini lmemberi lpenekanan lbahwa lmodel lpembelajaran lharus lbenar-enar
jelas lagar lpembelajaran lefektif ldan lakan lmenghasilkan lhasil lyang lbaik.
Model-model lpembelajaran lsendiri lbiasanya ldisusun lberdasarkan
berbagai lprinsip latau lteori lpengetahuan. lPara lahli lmenyusun lmodel
pembelajaran lberdasarkan lberbagai lprinsip latau lteori lpengetahuan. lPara
ahli lmenyusun lmodel lpembelajaran lberdasarkan lprinsip-prinsip
pembelajaran, lteori-teori lpsikologis, lsosiologis, lanalisis lsistem, latau lteori-
teori lyang llain lyang lmendukung. lJoyce l& lWeil lberpendapat lbahwa
model lpembelajaran ladalah lsuatu lrencana latau lpola lyang ldapat digunakan
untuk lmembentuk lkurikulum l(rencana lpembelajaran ljangka lpanjang),
merancang lbahanbahan lpembelajaran, ldan lmembimbing lpembelajaran ldi
kelas latau lyang llain. lModel lpembelajaran ldapat ldijadikan lpola lpilihan,
artinya lpara lguru lmemilih lmodel lpembelajaran lyang lsesuai ldan lefisien
untuk lmencapai ltujuan lpendidikannya l(Joyce, lB, l& lWeil, lM., l l2009).
Menurut lSagala l(2005) lmenyatakan lbahawa l“Model
pembelajaran ladalah lsuatu ldeskripsi ldari llingkungan lbelajar lyang
menggambarkan lperencanaan lkurikulum, lkursus-kursus, ldesain lunit-unit
pelajaran ldan lpengajaran, lperlengkapan lbelajar, lbuku-buku lkerja, lprogram
multimedia ldan lbantuan lbelajar lmelalui lprogram lkomputer”. lDari
pendapat lahli ldi latas ldapat ldi lsimpulkan lbahwa lmodel lpembelajaran
adalah lkunci lkeberhasilan lproses lbelajar. lHal litu ldi lkarenakan lmodel
pembelajaran lmerupakan lkerangka latau lpedoman lyang lakan lmengatur
kegiatan lbelajar lsehingga ltujuan lbelajar ldapat ltercapai.

2.1.5 Model Pembelajaran Problem Based Learning

2.1.5.1 Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)


20

Menurut Torp dan sage (2002) mengartikan Problem Based Learning


(PBL) sebagai pembelajaran dimana siswa fokus dan teratur dalam
penyelidikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Sönmez (2017)
mengatakan ProblemzBased Learningz (PBL) sebagaizmodelzpembelajaran
mengajak siswa menemukan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari
melalui kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Problem Based Learning (PBL)
dalam bentuk student centered learning, dimana siswa mendapatkan
kesempatan belajar yang relevan dalam proses pembelajaran sedangkan guru
hanya sebagai tutor yang menunjukkan apa yang telah siswa ketahui dan
belum. Dapat di simpulkan ProblemlBased Learningl(PBL) merupakanlmodel
pembelajaranldimanalsiswa berperan aktif dan guru hanya sebagai pendamping
saja permasalahan yang di angkat berasal dari masalah dalamlkehidupan
sehari-hari dan siswa harus memecahkan masalah tersebut dengan berpikir
kritis dan kreatif.
Model lPembelajaran lProblem lBased lLearning l(PBL) lyaitu model
pembelajaran lberbasis lmasalah lyang lmerupakan lsebuah lmodel
pembelajaran lyang lmenyajikan lmasalah lkontekstual lsehingga lmerangsang
peserta ldidik luntuk lbelajar ldalam lkelas lyang lmenerapkan lpembelajaran
berbasis lmasalah, lpeserta ldidik lbekerja ldalam ltim luntuk lmemecahkan
masalah ldunia lnyata. lMenurut lArend, lProblem lBased lLearning l(PBL)
adalah lsuatu lpendekatan lpembelajaran ldimana lsiswa ldihadapkan lpada
masalah lautentik l(nyata) lsehingga ldiharapkan lmereka ldapat lmenyusun
pengetahuannya lsendiri, lmenumbuh lkembangkan lketerampilan ltingkat
tinggi ldan linkuiri, lmemandirikan lsiswa, ldan lmeningkatkan lkepercayaan
dirinya l(Suharsimi lArikunto, l l2002).
Howard lBarrows ldan lKelson lmengungkapkan lbahwa lproblem
based llearning l(PBL) ladalah lkurikulum ldan lproses lpembelajaran. lDalam
kurikulumnya, ldirancang lmasalah-masalah lyang lmenuntut lsiswa
mendapatkan lpengetahuan lyang lpenting, lmembuat lmereka lmahir ldalam
memecahkan lmasalah, ldan lmemiliki lstrategi lbelajar lsendiri lserta memiliki
21

kecakapan lberpartisipasi ldalam ltim (Howard Barrowns, 2005).


Menurut Hosnan (2014: 300) Terdapat ciri-ciri dari model pembelajaran
Problem Based Learning diantaranya:
a. Pengajuan Masalah atau Pertanyaan
b. Keterkaitan dengan Berbagai Masalah Disiplin Ilmu
c. Penyidikan yang Autentik
d. Kolaborasi
e. Menghasilkan dan Memamerkan Hasil/Karya

2.1.5.2 Tujuan dan Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Pada sadarnya tujuan umum yang ingin di capai dalam menerapkan


pembelajaran model Problem Based Learning adalah untuk meningkatkan
kemampuan siswa berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk
menemukkan alternatif pemecahan masalah.
Berdasarkan teori yang di kembangkan Liu Barrow Min (2005) menjelaskan
karakteristik ldari lPBL,yaitu:
a. Learning lis lstudent-centered
Proses lpembelajaran ldalam lPBL,lebih lmenitikberatkan lkepada
siswa lsebagai lorang lbelajar. lOleh lkarena litu,PBL ldidukung ljuga loleh
teorilkonstruktivismeldimana lsiswa ldi ldorong luntuk ldapat mengembangkan
pengetahuannya lsendiri.
b. Authentic lproblem lform lthe lorganizing-focus lfor llearning
Masalah lyang ldi lsajikan lkepada lsiswa ladalah lmasalah lyang
otentik lsehingga lsiswa lmampu ldengan lmudah lmemahami lmasalah
tersebut lserta ldapat lmenerapkannya ldalam lkehidupan lprofesionalnya nanti,
c. New linformation lis lacquired lthrough lself-directed llearning
Dalam lproses lpemecahan lmasalah lmungkin lsaja lsiswa lbelum
mengetahui ldan lmemahami lsemua lpengetahuan lpersyaratannya lsehingga
siswa lberusaha luntuk lmencari lsendiri lmelalui lsumbernya, lbaik ldari lbuku
atau linformasi llainnya.
d. Learning loccurs lin lsmall lgroups
22

Agar lterjadi linteraksi lilmiah ldan ltukar lpemikiran ldalam lusaha


membangun lpengetahuan lsecara lkolaboratif, lPBM ldi llaksanakan ldalam
kelompok lkecil. lKelompok lyang ldibuat lmenuntut lpembagian ltugas lyang
jelas ldan lpenetapan ltujuan lyang ljelas.
e. Teacher lact las lfacililiators
Pada lpelaksanaan lPBM,guru lhanya lberperan lsebagai lfasilator.
Meskipun lbegitu lguru lharus lmemantau lperkembangan laktivitas lsiswa ldan
mendorong lmereka lagar lmencapai ltarget lyang hendal di capai.

2.1.5.3 Langkah-Langkah Penerapan Model Problem Based Learning


(PBL)

Pembelajaran lberbasis lmasalah l(Problem lBased lLearning)


sebenarnya lmemiliki llima llangkah lutama, lyaitu lmengorientasikan lsiswa
pada lmasalah, lmengorganisasikan lsiswauntuk lbelajar, lmemandu
menyelidiki lsecara lmandiri latau lkelompok, ldan ljuga lmengembangkan,
menyajikan lhasil lkerja, lserta lmenganalisis ldan lmengevaluasi lhasil
pemecahan lmasalah. lGambaran lrinci lkelima llangkah ltersebut ldapat ldi
aplikasikan ldalam llangkah-langkah lpraktis lberikut:
1. Guru lmenjelaskan ltujuan lpembelajaran. lMenjelaskan llogistik lyang
dibutuhkan. lMemotivasi lsiswa lterlibat ldalam laktivitas lpemecahan
masalah lyang ldi lpilih.
2. Guru lmembantu lsiswa lmendefenisikan ldan lmengorganisasikan
tugas lbelajar lyang lberhubungan ldengan lmasalah ltersebut
(menetapkan ltopik, ltugas, ljadwal, ldll).
3. Guru lmendorong lsiswa luntuk lmengumpulkan linformasi lyang
sesuai, leksperimen luntuk lmendapatkan lpenjelasan ldan lpemecahan
masalah, lpengumpulan ldata, lhipotesis, ldan lproses-proses lyang
mereka lgunakan (Shoimin, 2014).
2.1.5.4 Sintaks Problem Based Learning (PBL)
Sintak ldalam lsuatu lpembelajaran lmerupakan llangkah-langkah
yang lharus ldilaksanakan lguru ldan lsiswa ldalam lsuatu lkegiatan. lLangkah-
23

langkah lPBL ldapat ldilihat ltabel l lsebagai lberikut:


Tabel 1 Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning
Sintaks Penjelasan
1.Memberikan orientasi permasalahan Membahas tujuan pembelajaran,
memaparkan kebutuhan logistik untuk
kepada siswa
pembelajaran, memotivasi siswa untuk
terlibat aktif

2.Mengorganisasikan siswa untuk Membantu siswa dalam mendefinisikan


dan mengorganisasikan tugas
penyelidikan belajar/penyelidikan utnuk menyelesaikan
permasalahan

3.Pelaksanaan investigasi Mendorong siswa untuk memperoleh


informasi yang tepat, melaksanakan
penyelidikan,dan mencari penjelasan
solusi
4.Mengembangkan dan menyajikan Membantu siswa merencanakan produk
yang tepat dan relevan, seperti laporan,
hasil rekaman video, dan sebagainya untuk
keperluan penyampaian hasil.

5.Menganalisis dan mengevaluasi proses Membantu siswa melakukan refleksi


penyelidikan terhadap penyelidikan dan proses
yang mereka lakukan

(Shoimin,
2014).

2.1.5.5 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)

Sebagai suatu model pembelajaran Problem Based Learning


memiliki beberapa kelebihannya, diantaranya:
1. Pembelajaran berbasis masalah merupakan teknik yang cukup bagus
untuk memahami isi pelajaran.
2. Pembelajaran berbasis masalah dapat menentang kemampuan siswa
serta memberikan kepuasaan untuk menemukkan pengetahuan baru
bagi siswa.
3. Pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan aktivitas
24

pembelajaran siswa
4. Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa bagaimana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.
5. Pembelajaran berbasis masalah dapat membantu siswa untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam
pembelajaran yang mereka lakukan.Disamping itu,pemecahan masalah
itu
juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap
hasil maupun proses belajarnya.
6. Melalui pembelajaran berbasis masalah bisa memperlihatkan kepada
siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain
sebagainya) pada dsarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang
harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau
dari buku-buku saja.
7. Pembelajaran berbasis masalah diangap lebih menyenangkan dan
disukai siswa.
8. Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan kemampuan
siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka
untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
9. Pembelajaran berbasis masalah dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam
dunia nyata.
10. Pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan minat siswa
untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan
formal telah berakhir (Istarani, 2012).
Sebagaimana yang diketahui bahwa setiap model memiliki kelebihan
dan kekurangan. Begitu juga dengan pembelajaran berbasis masalah ini. Untuk
ini ,adapun yang menjadi kekurangan dari pembelajaran berbasis masalah
adalah sebagai berikut:
1. Mana kala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
25

kepercayaan bahwa masalah yang di pelajari sulit untuk di pecahkan,


maka mereka akan merasa engga untuk mencoba.
2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pembelajaran berbasis
masalah membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan
masalah yang sedang di pelajari,maka mereka tidak akan belajar apa yang
mereka ingin pelajari (Istarani, 2012).

2.1. 6 Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

2.1.6.1 Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning (DL)

Disovery Learning merupakan suatu pembelajaran lyang lmelibatkan


peserta ldidik ldalam lpemecahan lmasalah luntuk lpengembangan lpengetahun
dan lketerampilan. lModel lpembelajaran ldiscovery llearning lmerupakan
suatu lpengajaran lyang lmenitikberatkan lpada laktivitas lsiswa ldalam belajar.
Dalam lproses lpembelajaran ldengan lmetode lini, lguru lhanya lbertindak
sebagai lpembimbing ldan lfasilitator lyang lmengarahkan lsiswa luntuk
menemukkan lkonsep, ldalil, lproses, lprosedur, lalgoritma ldan lsemacamnya
(Jauwad, l l2015).
Pembelajaran ldiscovery ladalah lkegiatan latau lpembelajaran lyang
di lrancang lsedemikian lrupa lsehingga lsiswa ldapat lmenemukan lkonsep-
konsep ldan lprinsip-prinsip lmelalui lproses lmentalnya lsendiri.Dalam
menemukkan lkonsep, lsiswa lmelakukan lpengamatan, lmenggolongkan,
membuat ldugaan, lmenjelaskan, lmenarik lkesimpulan ldan lsebagainya luntuk
menemukkan lbeberapa lkonsep latau lprinsip l(Balim, l l2009).
Model lDiscovery lLearning lmenciptakan lproses lpembelajaran
aktif ldi lmana lmateri latau lkonten ltidak ldiberikan loleh lguru ldi lawal
pembelajaran lsecara llangsung. lSelama lproses lbelajar lberlangsung, lpeserta
didik ldiminta luntuk ldapat lmenemukan lsendiri lcara lbagaimana
memecahkan lmasalah, lLebih llanjut lbisa ldijelaskan lbahwa lmodel
26

pembelajaran lini ladalah lbagaimana lpeserta ldidik lmemahami lkonsep, larti,


dan lhubungan lmelalui lproses lintuitif luntuk lakhirnya lsampai lkepada suatu
kesimpulan. lDiscovery lLearning lterjadi lbila lpeserta ldidik lterlibat terutama
dalam lpenggunaan lproses lmentalnya luntuk lmenemukan lbeberapa
konsep ldan lprinsip. lDiscovery lLearning ldilakukan lmelalui lkegiatan
observasi, lklasifikasi, lpengukuran, lprediksi, lpenentuan, ldan linferensi.
Proses ldi latas ldisebut lcognitive lprocess latau lthe lmental lprocess lof
assimilating lconcepts land lprinciples lin lthe lmind (Karianton, 2017).

2.1.6.2 Sintaks Model Discovery Learning

Setiap model tentulah lmemiliki lprosedur lpelaksanaan lyang lharus


diikuti lbila lingin lmengunakannya, ltermasuk lmodel lDiscovery lLearning.
Menurut lHanafiah, lDiscovery lLearning ladalah lsuatu lrangkaian lkegiatan
pembelajaran lyang lberstruktur lyang lmelibatkan lseluruh lkemampuan
peserta ldidik lsecara lmaksimal luntuk lmencari, lmenemukan ldan lsecara
sistematis lmenyelidiki, lmengkritisi, lmelogikakan, ldan lmenyimpulkan
pengetahuan lyang lmereka ltemukan lsendiri, lserta lperubahan lpada lsikap
dan lketerampilan lsebagai lwujud ladanya lperubahan lperilaku.
Sintak ldalam lpenerapan lDiscovery lLearning, lmaka ldapat ldilihat
pada ltabel lberikut l(Kemendikbud l, l l2013):
27

Tabel 2. Sintaks Model Pembelajaran Discovery Learning


No Sintaks Kegiatan pembelajaran
1. Stimulation Pada ltahap lini lpeserta ldidik ldiberikan permasalahan
Pemberian yang lbelum lada lsolusinya lsehingga lmemotivasi
rangsangan mereka luntuk lmenyelidiki ldan lmenyelesaikan
masalah ltersebut. lPada ltahap lini, lguru memfasilitasi
mereka ldengan lmemberikan lpertanyaan, larahan
untuk lmembaca lbuku latau lteks, l dan l kegiatan
belajar lyang lmengarah l pada kegiatan l discovery
lsebagai l persiapan l identifikasi masalah.
2. Problem statement Peserta ldidik ldiberikan lkesempatan luntuk
Identifikasi masalah lmengidentifikasi lsebanyak lmungkin lmasalah lyang
berkaitan ldengan lbahan lajar, lkemudian lsalah
satunya ldipilih l dan l dirumuskan l dalam l bentuk
hipotesis l atau jawaban lsementara luntuk lmasalah
lyang lditetapkan.
3. Data collection Selanjutnya, lpeserta ldidik lmelakukan leksplorasi
Pengumpulan Data untuk lmengumpulkan ldata latau linformasi lyang
relevan ldengan lcara lmembaca lliteratur, lmengamati
objek, lmewawancarai lnara lsumber, lmelakukan luji
coba lsendiri ldan llainnya. lPeserta l didik ljuga
berusaha l menjawab l pertanyaan l atau
membuktikan lkebenaran lhipotesis.
4. Data Processing Peserta ldidik lmelakukan lkegiatan lmengolah ldata
Pengolahan Data atau linformasi lyang lmereka lperoleh lpada ltahap
sebelumnya llalu ldianalisis ldan ldiinterpretasi. lSemua
informasi lbaik ldari lhasil lbacaan, lwawancara, ldan
observasi, ldiolah, ldiklasifikasi, lditabulasi, lbahkan
jika ldibutuhkan ldapat ldihitung l dengan l cara
tertentu l serta l ditafsirkan l pada tingkat lkepercayaan
ltertentu.
5. Verification Peserta didik melakukan verifikasi secara cermat untuk
Pembuktian menguji hipotesis yang ditetapkan dengan temuan
alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.
Tahapan ini bertujuan agar proses belajar berjalan
dengan baik dan peserta didik menjadi aktif dan
kreatif dalam memecahkan masalah.
28

6. Generalization Tahap lterakhir ladalah lproses lmenarik lkesimpulan


Menarik kesimpulan yang ldapat ldijadikan lprinsip lumum ldan lberlaku
untuk lsemua lkejadian l latau l lmasalah l lyang lsama,
dengan lmemperhatikan lhasil lverifikasi. lBerdasarkan
hasil lverifikasi l maka l dirumuskan l prinsip-prinsip
yang mendasari lgeneralisasi.

Dari tabel ldi latas, lmahasiswa latau lguru ldapat lmemasukkan lsintaks-
sintaks ltersebut lsecara lsistematis ldalam lrencana lpembelajaran ldan
kemudian lmenerapkannya ldalam lpraktik lpembelajaran. lLima latau lenam
langkah lyang ldipilih ltidaklah lmenjadi lmasalah, lyang lpenting lkegiatan
pembelajaran ldilaksanakan lsesuai ldengan ltahapan, ldan lsetiap ltahapan
harus ldilaksanakan lsecara lsistematis (Kemendikbud, 2013).

2.1.6.3 Kelebihan Dan Kelemahan Discovery Learning

 Kelebihan Discovery Learning

Model Discovery lLearning lmemiliki lbeberapa lkelebihan lyang


menyebabkan lmetode lini ldianggap lunggul. lDi lantara lkeunggulan
pembelajaran lDiscovery ladalah:
1. Peserta ldidik lterlibat ldalam lproses lpembelajaran lsecara laktif dan
topik lpembelajaran lbiasanya lmeningkatkan lmotivasi linstrinsik.
2. Aktivitas lbelajar ldalam lpembelajaran lDiscovery lbiasanya llebih
bermakna ldaripada llatihan lkelas ldan lmempelajari lbuku lteks
saja.
3. Peserta ldidik lmemperoleh lketerampilan linvestigastif ldan lreflektif
yang ldapat ldigeneralisasikan ldan lditerapkan ldalam lkonteks llain.
4. Peserta ldidik lmempelajari lketerampilan ldan lstrategi lbaru.
5. Pendekatan ldari lmetode lini ldibangun ldi latas lpengetahuan ldan
pengalaman lawal lpeserta ldidik. l
6. Metode lini lmendorong lkemandirian lpeserta ldidik ldalam lbelajar.
7. Metode lini ldiyakini lmampu lmembuat lpeserta ldidik llebih
mungkin luntuk lmengingat lkonsep, ldata latau linformasi ljika
29

mereka ltemukan lsendiri. L


8. Metode lini lmendukung lpeningkatan lkerja lkelompok l(Westwood,
2008).

 Kelemahan Discovery Learning

Thorset l(2021) ljuga lmenjelaskan lberapa lkekurangan lmetode lini


yang lmeliputi: l
1. Bila lguru ltidak lmenyiapkan lkerangka lkerja lyang ljelas, lmaka
peserta ldidik lakan lkesulitan lmenyelesaikan lproses lbelajar;
2. Kurang lefisien lkarena lmembutuhkan lbanyak lwaktu luntuk
menyelesaikan lproses lpenemuan; l
3. Bila ltidak ldikelola ldan lberhasil ldengan lbaik lakan lmembuat
peserta ldidik lfrustasi.
Untuk lmenyelesaikan lproses lpenemuan lmelalui llima latau lenam
langkah lpembelajaran lmemang lmenghabiskan lwaktu lyang lbanyak,
apalagi lbila ljumlah lpeserta ldidik lbesar. lBila lpeserta ldidik lbelum punya
pengetahuan ldasar ltentang lkonteks lyang ldibelajarkan lmaka lakan lsulit
bagi lmereka luntuk lmengikuti lprosedur lpembelajaran lini.

2.1.7 Materi Ikatan kimia

Bergabungnya latom-atom lterjadi lmelalui lsuatu likatan lyang


disebut likatan lkimia. lIkatan lkimia lyang lterjadi lantar latom lberguna untuk
lmencapai kondisi stabil.

2.1.7.1 Kestabilan Unsur

Unsur-unsur lgas lmulia,yaitu lunsur-unsur lgolongan lVIIIA,


lmerupakan lunsur lyang lpaling lstabil ldi lalam.Unsur lgas lmulia lsangat
lsukar lbereaksi ldengan lunsur-unsur llain.Itulah lsebabnya, ldialam lunsur-
unsur lgas lmulia lselalu ldi ltemukan lsebagai lunsur lgas
lmonoatomik.Kestabilan lgas lmulia lsecara lkuantitatif lditunjukkan loleh
lbesarnya lenergi lionisasi ldan lrendahnya lafinitas lelektron.
30

Semua latom lunsur lgas lmulia lmemiliki l8 lelektron lvalensi,


kecuali lHe lyang lhanya lmemiiki l2 lelektron lvalensi. lSusunan lelektron
yang ldemikian lmenyebabkan lgas lmulia ldalam lkeadaan lstabil. lAtom-atom
unsur lselain lgas lmulia lberada ldalam lkeadaan ltidak lstabil, lsehingga ldi
alam lselalu ldidapatkan ldalam lbentuk lunsur ldiatomik, lpoliatomik, latau
dalam lbentuk lpersenyawaaan. lUntuk lmencapai lkestabilan lseperti lunsur
gas lmulia, latom-atom lselain lgas lmulia lharus lsaling lberikatan.
Mengapa lunsur lgas lmulia lstabil lsedangkan lunsur lyang llain
tidak lstabil? lPada ldasarnya,sifat lunsur lditentukan loleh lkonfigurasi
elektronnya. lBagaimana lkonfigurasi lelektron ldari latom lyang lstabil litu?
Berkut lkonfigurasi lelektron latom-atom lgas lmulia lyang lmerupakan latom-
atom lstabil lberikut:

2He : 1S2
10 Ne : [He] 2s2,2p6
18Ar :[Ne] 3s2,3p6
36Kr :[Ar] 3d10,4s2,4p6
54Xe :[Kr] 4d10,5s2,5p6
86Ne :[Xe] 5d10,4f14,6s2,7p7
Konfigurasi beberapa atom gas mulia juga dapat kita lihat dibawah ini:

Tabel 4. Konfigurasi atom gas mulia


Unsur Gas Konfigurasi elektron Elektron Valensi
Mulia
2He 2 2 ( duplet )
10Ne 28 8 (oktet)
18Ar 288 8 (oktet)
36Kr 2 8 18 8 8 (oktet)
54Xe 2 8 18 18 8 8 (oktet)
86Rn 2 8 18 32 18 8 8 (oktet)
31

Dari lkonfigurasi lelektron ltersebut, lKossel ldan lLewis lmembuat


kesimpulan lbahwa lkonfigurasi lelektron latom-atom lakan lstabil lbila jumlah
elektron lterluarnya l2 l(duplet) latau l8 l(oktet). lAturan lyang lmenyatakan
bahwa latom-atom lyang lstabil lharus lmemiliki l8 lelektron lvalensi lyang ldi
sebut lhukum loktet.Hukum lini lsecara lkhusus lberlaku luntuk latom-atom
dari lunsur-unsur lperiode-2 ldan llogam-logam lgolongan lIA ldan lIIA,
kecuali lLi, lBe,dan lB. l
Adapun latom-atom lnon llogam lpada lperiode lyang llain l(kecuali
H) lbisa lmencapai lkestabilan ldengan ljumlah lelektron lvalensi llebih ldati l8.
Atom lH ltidak lpernah lmencapai lkestabilan loktet lkarna lhanya lmemiliki l1
elektron.

2.1.7.2. Struktur/Rumus Lewis


Oleh lkarena lgas lmulia lbersifat lstabil,maka lkonfigurasi lelektron
gas lmulia ldijadikan lrujukan ldalam lmempelajari lkestabilan lunsur-unsur
lain. lLewis lmenyatakan lbahwa lunsur-unsur lselain lgas lmulia ldapat
mencapai lkestabilan ldengan lcara lmembentuk lmolekul lyang ldi bentuknnya
menyerupai lkonfigurasi lelektron lgas lmulia l(oktet, lkecuali luntuk lhelium
yang lmempunyai ldua lelektron lpada lkulit lterluar, lduplet). lGagasan lLewis
tersebut lberkembang lmenjadi lsuatu lteori lsebagai lberikut:
a. Elektron lpada lkulit lterluar lmempunyai lperan lyang lbesar dalam
pembentukan likatan lkimia.
b. Ikatan lyang lterbentuk ldapat ldi lsebabkan loleh lperpindahan satu
atau llebih lelektron l ldari lsuatu lunsur lke lunsur llain.
c. Ikatan lyang lterbentuk lapat ljuga ldisebabkan loleh lpemakaian
bersama lpasangan lelektron ldiantara lunsur-unsur lyang berikatan.
d. Perpindahan ldan lpemakaian lbersama lelektron lberlangsung
sedemikiam lrupa lsehingga lsetiap lunsur lyang lterlibat
mempunyai lkonfigurasi lelektron lserupa ldengan lunsur lgas
mulia.
ll Untuk lmenggambarkan lelektron lpada lkulit lterluar ldari latom-
32

atom lyang lberikatan, lGillbert lN llewis lmenggunakan llambing lyang


dikenal ldengan llambang llewis. lPada lsaat litu lada langgapan lbahwa lhanya
elektron lpada lkulit lterluar lyang lberperan ldalam lpembentukan likatan,
sehingga lhanya lelektron lterluar lyang ldi lungkapkan ldalam llambing
lewis.Lambang llewis ldigambarkan ldengan ltitik l(●) luntuk lelektron lterluar.
Satu lsampai lempat ltitik lpertama ldi ltampilkan lsatu lper lsatu ldisisi
lambang latom lunsur. lJika lterdapat llebih ldari lempat l lelektron lkulit
terluar,maka ltitik ldipasangkan ldengan ltitik lyang lsudah lada. lLangkah-
langkah latau ltahapan lpenulisan lstruktur llewis lsebagai lberikut:
a. Buatlah lkerangka lmolekul lyang lakan ldigambarkan.
b. Jumlahkan lelektron lvalensi ldari latom-atom lpenyusun lmolekulnya.
c. Letakkan lelektron lvalenso ldiantara latom-atom ldengan lcara
menuliskan llambing ltitik l(●) lpada lkerangka lmolekulnya.
d. Periksa ljumlah lpasangan lelektron lvalensi lpada lmasing-masing latom
sehingga lmemenuhi laturan lduplet latau loktet,apabila lbelum lmemenuhi
aturan ltersebut,maka lgeserla lpasangan lelektron lbebas lsehingga
membentuk likatan.

Contoh penulisan lambang lewis dapat di lihat pada table berikut:

Gambar 1.Penulisan Lambang Lewis

Ada lkalanya lhukum loktet ltidak ldapat lditerapkan ldalam


penulisan lrumus lLewis luntuk lbeberapa lmolekul latau lion.Ada lempat
macam lpembatasan ldalam lpenggambaran lrumus llewis lyang lbenar, ltetapi
tidak lmemenuhi lhukum loktet, lyaitu:
33

1. Kebanyakan lsenyawa lkovalen ldari latom lBe. lKarena lBe lhanya


menggandung ldua lelektron lvalensi, lmaka lBe lhanya ldapat lmembentuk
dua likatan lkovalen ltunggal ldengan latom-atom llain.
2. Kebanyakan lsenyawa lkovalen lgolongan lIII lA, lkhusunya ldari latom lB.
Atom lunsur-unsur lgolongan lIIIA lhanya lmemiliki ltiga lelektron valensi,
sehingga latom-atom lini lhanya ldapat lmembentuk ltiga likatan lkovalen
jika lberikatan ldengan ltiga latom llain.
3. Senyawa-senyawa latau lion-ion lyang lmengandung lelektron lberjumah
ganjil. lContohnya ladalah lNO lyang lmengandung lelektron lvalensi ldan
NO2 ldengan l17 lelektron lvalensi.
4. Senyawa-senyawa latau lion-ion ldengan latom lpusat lyang lmemerlukan
lebih dari ldelapan lelektron lelektron likatan.

2.1.7.3. Ikatan Ionik

Ikatan lionik ladalah likatan lkimia lyang lterbentuk ldari lgaya ltarik
elektrostatik lantara lion-ion lpositif ldengan lion-ion lnegetif lmembentuk
senyawa lionik lpadat. lElektron lyang ldi llepas lakan ldi ltangkap loleh latom
yang lmempunyai lafinitas lelektron lbebas l(mudah lmenarik lelektron) luntuk
membentuk lion lnegatif. lIon lpositif ldan lion lnegatif lselanjutnya lakan tarik
menarik ldengan lgaya lelektrostatis lmembentuk lsenyawa lyang lnetral.
Logam lcenderung lmudah lmelepaskan lelektron lmembentuk lion lpositif,
sedangkan lnon llogam lcenderung lmudah lmenarik lelektron lmembentuk ion
negatif. lBagaimana lproses lterbentuknya likatan lion? latom lunsur
logam,seperti lunsur lpada lgolongan lIA ldan lgolongan lIIA lcenderung
melepaskan lelektron lvalensinya luntuk lmencapai lkestabilan lseperti lgas
mulia. lAtom lyang lcenderung lmelepaskan lelektron lberubah lmenjadi lion
positif.Unsur-unsur ltersebut ldisebut lunsur lelektropositif.

A.Pembentukkan senyawa ion

Natrium lKlorida l(NaCl), lmisalnya, ladalah lsenyawa lionik lyang


34

terbentuk ldari lpenggabungan lion lNa l+ ldengan lion lCl l– l


lmelalui
pembentukkan likatan lionik. lIkatan l lini lterjadi lmelalui lmekanisme transfer
elektron ldari latom llogam lnatrium l(Na) lke latom lnon llogam l(Cl),
keduanya ldalam lfase lgas lmembentuk lnatrium lklorida l(NaCl), lkeduanya
dalam lfase lgas lmembentuk lnatrium lklorida l(NaCl) ldalam lfase lpadat.
Atom lNatrium lmempunyai lnomor latom l11 ldengan lkonfigurasi lelektron:
11Na:2 81
Atom klorin mempunyai nomor atom 17 dengan konfigurasi elektron:
17Cl:2 87
Untuk mencapai kestabilan,atom natrium melepaskan sebuah elektron sehingga
mempunyai konfigurasi elektron gas mulia Ne:

Na Na+ + e-
(2 8 1) (2 8)

Atom Cl akan mengikat setelah elektron yang di lepaskan oleh atom Na


tersebut sehingga akan mempunyai konfigurasi elektron sesuai dengan gas mulia Ar.
Cl + e- Cl-
(2 8 7) (2 8 8)

Terjadi tarik menarik antara sebuah ion Na+ dengan sebuah ion Cl- membentuk
gabungan ion NaCl.
Na+ + Cl - NaCl

Mengapa latom lunsur lgolongan lIA ldan lIIA lcenderung


melepaskan lelektron lterluarnya? lMengapa latom lunsur lsetelah lmelepaskan
elektron lberubah lmenjadi lion lpositif? lAtom lunsur lgolongan lIA ldan lIIA
memiliki lenergi lpengionan llebih lkecil ldibanding ldengan lgolongan lutama
lainnya lsehingga lmudah lmelepaskan lelektron lterluarnya ldan lmembentuk
ion lpositif, latom lyang lmelepaskan lelektron, lberarti lelektron latom tersebut
35

berkurang, lsedangkan ljumlah lproton ldalam linti latom ltetap lsehingga atom
menjadi lion lpositif.
Mengapa latom lunsur lVIA ldan lVIIA lcenderung lmenerima
elektron? lMengapa lunsur lsetelah lmenerima lelektron lberubah lmenjadi lion
negatif? lAtom lunsur l lgolongan lVIA ldan lVIIA lmemiliki lenergi
pengionan llebih lbesar ldi lbanding ldengan lgolongan lutama llainnya
sehingga lsulit lmelepaskan lelektron lvalensinya, ltetapi latom lunsur ltersebut
memiliki lafinitas lelektron lbesar lsehingga llebih lmudah lmenerima lelektron
dari latom llain ldan lmembentuk lion lnegatif. lAtom lyang lmenerima
elektron ldari latom llain lberarti lelektron latom ltersebut
bertambah,sedangkan ljumlah lproton ldalam linti latom ltetap lsehingga
bermuatan lnegatif.
Contoh:
F + 1e- F-
(2 7) ( 2 8)
-
Cl + 1e Cl-
(2 8 7) ( 2 8 8)
F + 1e- F-
(2 6) (2 8)

Atom lunsur lnon llogam,seperti latom lunsur lpada lgolongan lVIA


dan lVIIA lcenderung lmenerima lelektron luntuk lmencapai lkestabilan seperti
gas lmulia.Atom lyang lmenerima lelektron lberubah lmenjadi lion lnegative.
Unsur lseperti lini ldisebut lunsur lelektronegatif.

B.Sifat senyawa Ion

1. Kristalnya keras tapi rapuh


Apabila lsenyawa lion ldi lpukul, lakan lterjadi lpergeseran lposisi lion
positif ldan lnegatif, ldari l lyang lsemula lberselang-seling lmenjadi
berhadapan llangsung. lHal lini lmenyebabkan lion lpositif l lbertemu
36

muka ldengan lion lpositif ldan lterjadi lgaya ltolak-menolak.Inilah


yang lmenyebabkan lkristal lsenyawa lion lbersifat lrapuh.
2. Mempunyai ltitik llebur ldan ltitik ldidih lyang ltinggi lkarena lkuatnya
gaya lelektrostatis lyang ldi ltimbulkan lantara lion lpositif ldan lion
negatif.
3. Mudah llarut ldalam lair
Pada lsaat lkristal lsenyawa lion ldimasukkan lke ldalam lair, lmaka
molekul-molekul lair lakan lmenyusup ldiantara lion lpositif ldan lion
negatif lsehingga lgaya ltarik-menarik lelektrostatis ldari lion lpositif
dan lion lnegatif lakan lmelemah, ldan lakhirnya lterpecah.
4. Dapat lmenghantarkan larus llistrik
Ion lpositif ldan lion lnegatif lapabila lbergerak ldapat lmembawa
muatan llistrik. lApabila lsenyawa lion lterpecah lmenjadi lion lpositif
dan lion lnegatif lserta ldapat lbergerak lsecara lleluasa, lmaka senyawa
ion ldalam lkeadaan lcair ldan llarutan ldapat lmenghantarkan llistrik
karena lion-ionnya ldapat lbergerak lsecara lbebas. lAkan ltetapi, dalam
keadaan lpadat, lsenyawa lion ltidak ldapat lmenghantarkan llistrik
karena lion-ionnya ltidak ldapat lbergerak.

2.1.9.4 Ikatan Kovalen

Ikatan lantara ldua latom lyang lterjadi lmelalui lpenggunaan


bersama l(sharing) lelektron likatan ldisebut likatan lkovalen. lOleh lkarena
itu, ldalam lmolekul l lkovalen lterdapat ldua ljenis lpasangan lelektron, lyaitu
pasangan lelektron lbebas l(PEB) ldan lpasangan lelektron likatan l(PEI). l
Pasangan lelektron lbebas lyaitu lpasangan lelektron lvalensi lyang
tidak ldigunakan luntuk lberikatan,sedangkan lpasangan lelektron likatan lyaitu
pasangan lelektron l lvalensi lyang ldigunakan luntuk lmembentuk likatan
kovalen. lUnsur-unsur ldan lsenyawa-senyawa lnon llogam ltersusun ldari
molekul-molekul lyang lterbentuk lmelalui likatan lkovalen. lContoh lmolekul
unsur lantara llain ladalah lH2,F2,Cl2,O2,dan lN2.Adapun lcontoh lmolekul
senyawa lantara llain ladalah lHF,HCl,H2O ldan lNH3.
37

a. Pembentukan senyawa kovalen


\ lPada lumumnya, likatan lkovalen lterjadi lantara latom-atom lnon
logam. lLewis lmengusulkan lbahwa lsusunan lelektron lgas lmulia ldapat pula
dicapai ldengan lpembentukkan lpasangan lelektron lyang ldigunakan bersama.
Dalam lhal lini,atom-atom lnon llogam lbergabung ldan lsaling lmenggunakan
sepasang lelektron luntuk lmembentuk lsenyawa lkovalen. lElektron lpada
senyawa lkovalen ltidak ldi lpindahkan ldari lsatu latom lke latom llainnya,
tetapi latom-atom ltersebut lberbagi lelektron luntuk lmembentuk likatan
kovalen. lPasangan lelektron lyang ldigunakan lbersama ldapat lberasal ldari
semua latom lyang lsaling lberikatan l(ikatan lkovalen) latau lberasal ldari
salah lsatu latom lyang lberikatan lsaja l(ikatan lkovalen lkoordinat). lAtom-
atom lpada lmolekul lsenyawa lkovalen lpada lumumnya lmembentuk lsusunan
elektron lgas lmulia lyaitu lpada lkulit lterluarnya lterdapat l8 lelektron l(oktet)
dan lkhusus luntuk latom lhidrogen lmempunyai l2 lelektron l(duplet).
1. Ikatan Kovalen Tunggal
Ikatan kovalen yang terbentuk dengan menggunakan sepasang
elektron bersama disebut ikatan kovalen tunggal.Beberapa contoh ikatan
kovalen tunggal sebagai berikut:
a. Ikatan kovalen antara atom H dan atom Cl dalam HCl.
Konfigurasi elektron H dan Cl adalah:

H (1) memerlukkan 1 elektron untuk mencapai susunan duplet


Cl (2 8 7) memerlukkan 1 elektron untuk mencapai susunan oktet
Rumus lewis HCl adalah sebagai berikut:
38

Gambar 2 .Ikatan Kovalen HCl

b. Ikatan Kovalen antar atom CL dalam molekul Cl2


Atom lklorin ldengan lnomor latom l17 lmempunyai l lkonfigurasi lelektron
2 l87. lElektron lvalensi latom lCl=7. lUntuk lmemperoleh l8 lelektron l(oktet) lpada
kulit lterluarnya lyang ldi lbutuhkan l1 lelektron.

Gambar 3. ikatan kovalen Cl2

Konfigurasi elektron oktet akan terjadi apabila masing-masing atom klor


saling menyumbang 1 elektron, sehingga antara kedua atom klor ini terdapat satu
pasang elektron yang dipakai bersama. Pada molekul Cl2 terdapat elektron yang
tidak digunakan bersama, disebut pasangan elektron bebas.
2.Ikatan Kovalen Rangkap Dua dan Rangkap Tiga
Ikatan lkovalen lyang lterbentuk ldengan lmenggunakan ldua lpasang
elektron lbersama ldisebut likatan lkovalen lrangkap ldua,dan lyang
menggunakan ltiga lpasang lelektron lbersama ldisebut likatan lkovalen
rangkap ltiga. lContoh likatan lkovalen lrangkap ltiga ladalah lN2.
39

c. Ikatan rangkap dua dalam molekul O2


Atom oksigen dengan nomor atom 8 mempunyai susunan elektron (2 6).
Sehingga untuk mencapai konfigurasi oktet memerlukan 2 elektron, yaitu dengan
cara memasangkan 2 elektron. Pembentukan ikatan dalam molekul oksigen dapat
digambarkan yaitu sebagai berikut:

Gambar 4. pembentukkan ikatan pada molekul O2

d. Ikatan rangkap tiga dalam molekul N2


Nitrogen dengan nomor atom 7 mempunyai konfigurasi elektron (2
5),memerlukkan 3 elektron untuk mencapai susunan oktet,yaitu dengan
memasangkan 3 elektron.Pembentukkan ikatan N2 sebagai berikut:

Gambar 5. Pembentukan ikatan pada molekul N2

3.Ikatan Kovalen Polar dan Nonpolar

Kepolaran likatan lmenggambarkan lpemisahan lmuatan l(+) ldan l(-) ldari


dua latom lyang lberikatan lkovalen. lBesarnya lpemisahan lbergantung lpada
40

perbedaan lkelektronegatifan lantara ldua latom. lMakin lbesar lperbedaan


kelektronegatifan, lmakin lpolar likatan lkovalen. lPemisahan lmuatan lterjadi
karena ladanya lpergeseran lpasangan lelektron likatan lke lsalah lsatu latom yang
lebih lelektronegatif. lBerdasarkan lkepolaran likatan,ada ldua ljenis likatan
kovalen lyang ldapat lterjadi, lyaitu likatan lkovalen lpolar ldan likatan lkovalen
polar.
a. Ikatan Kovalen Nonpolar
Ikatan lini lterjadi lpada lsemua likatan lkovalen lyang lterbentuk ldari dua
atom lnon llogam lyang lsama. lDalam likatan lkovalen lnon lpolar, lkerapatan
elektronnya lsimetris ldiantara lkedua linti latom. lMisalnya, ldalam lmolekul Cl2,
pasangan lelektron likatan lterbagi lsecara lseimbang ldiantara lkedua linti latom,
karena lkedua latom lmemiliki lkelektronegatifan lyang lsama. lContoh llainnya
adalah ikatan kovalen non polar dalam molekul N2,CH4,CO2,BF3.
b. Ikatan Kovalen Polar
Ikatan lini lterjadi lpada lsemua likatan lyang lterbentuk ldari ldua latom
non llogam lyang lberbeda, lkarena lkedua latom lmemiliki lkeelektronegatifan
yang lberbeda. lSepertinya lyaitu ldalam latom lHCl, latom lCl lmempunyai
kemampuan llebih lkuat ldaripada latom lH luntuk lmenarik lpasangan lelektron
bersama, lsehingga lpasangan lelektron lbersama lini lcenderung llebih ldekat lke
atom lCl. lAkibatnya, ldalam lmolekul lHCl latom lklorin llebih lbermuatan
parsial lnegatif l(kaya le-) l,dan latom lH lyang lbermuatan lparsial lpositif
(miskin le-). lContoh llainnya ladalah likatan lkovalen lpolar ldalam lmolekul
HF,H2O,dan lNH3.
Gambar 6. Ikatan Kovalen Polar dan Nonpolar

Gambar 6. Ikatan Kovalen Polar dan Nonpolar


41

4. Ikatan Kovalen Koordinasi


Ikatan lKovalen lkoordinasi lterjadi ljika lpasangan lelektron likatan hanya
berasal ldari lsalah lsatu latom.Contohnya, lpada lmolekul lSO3.Atom lS
mempunyai lnomor latom l16 ldan latom l0 lmempunyai lnomor latom l8.
Masing-masing lmempunyai lkonfigurasi lelektron:
16S: l2 l8 l6 l(mempunyai l6 lelektron lvalensi)
8O: l2 l6 l(mempunyai l6 lelektron lvalensi)
Kedua latom lmasing-masing lmemerlukan l2 lelektron luntuk membentuk
konfigurasi loktet. lOleh lkarena litu, lkedua latom lsaling lmemberikan l2
elektronnya luntuk ldigunakan lbersama ldengan likatan lkovalen. lSetelah sebuah
atom lO lbergabung ldengan latom lS, lmasih lterdapat l2 latom loksigen lyang
belum lmemenuhi loktet lsedangkan latom lS lsudah lmemenuhi loktet. lAtom lS
masih lmempunyai l2 lpasang lelektron lyang ltidak ldigunakan luntuk lberikatan
(bebas), lsehingga lkedua lpasang lelektron lbebas ltersebut ldiberikan lkepada
masing-masing latom lO. lDalam lhal lini,atom lS ltidak lmenerima lpasangan
elektron ldari latom lO, lsehingga likatan lyang lterjadi lmerupakan likatan
kovalen lkoordinasi.

Gambar 7. Ikatan Kovalen Koordinasi pada molekul SO3

2.1.7.5 Ikatan Logam


Ikatan llogam ldidefenisikan lsebagai lgaya ltarik lantar latom llogam
karena lpergeseran ldan lpergumpulan lelektron-elektron lvalensi lmembentuk
lautan lelektron. lLogam ltersusun ldalam lsuatu lkisi lkristal lyang lterdiri ldari
ion-ion lpositif llogam ldi ldalam llautan lelektron. lLautan lelektron ltersebut
merupakan lelektron-elektron lvalensi ldari lmasing-masing latom lyang lsaling
tumpang ltindih. lMasing-masing lelektron lvalensi ldapat lbergerak lbebas
mengelilingi linti latom lyang lada ldi ldalam lkristal ltersebut,tidak lhanya
42

terpaku lpada lsalah lsatu linti latom. lGaya ltarikan linti latom-atom llogam
dengan llautan lelektron lmengakibatkan lterjadinya lIkatan lLogam

Gambar 8.Lautan elektron pada ikatan logam

Logam memiliki beberapa sifat,yaitu:


1. Logam sebagai penghantar panas yang baik
Logam ldapat lberperan lsebagai lpenghantar lpanas lyang lbaik lmelalui
proses lsebagai lberikut:
a.Ketika lsalah lsatu lujung llogam ldi lsentuhkan lpada lpanas, llautan lelektron
yang lbersentuhan ldengan lpanas lakan lmenyerap lenergy lpanas ldan lbergerak
jauh llebih lcepat.
Elektron-elektron lini lbertumbukan ldengan lelektron-elektron lyang llain ldiikuti
dengan lperpindahan lpanas. lDengan lproses lini, lenergi lpanas ldalam llogam
berpindah ldari lsatu lujung lke lujung lyang llain ldengan lcepat.
b.Ketika lpanas ldiberikan lpada lsatu lujung, lion-ion lbergerak ldengan lcepat
dan lmenekan lion-ion llain lsehingga lmembantu lmemindahkan lpanas.
c.Energi lpanas ldalam llogam lberpindah ldengan lcepat lke lujung lyang lainnya.
2. l lLogam lsebagai lpenghantar llistrik lyang lbaik
Adanya lelektron lyang ldapat lbergerak lbebas ldari lsatu latom lyang lain
menjadikan llogam lsebagai lpenghantar llistrik ldan lkalor lyang lbaik. lLogam
dapat lmenghantarkan larus llistrik lketika ldi lhubungkan ldengan lsumber listrik.
3. l lLogam lberkilau lketika lditerpa lberkas lcahaya
Ketika lberkas lcahaya lmenerpa lpermukaan llogam, lmaka llogam lakan
tampak lberkilau ldan lmemantulkan lcahaya. lPeristiwa lini lberkaitan ldengan
adanya lelektron-elektron lterdelokalisasi ldan lsusunan latom llogam lyang rapat.
4. l lLogam ldapat ldi ltempa
43

Lautan lelektron lpada lkristal llogam lmemegang lerat lion-ion lpositif


pada llogam lsehingga lbila ldi lpukul latau lditempa,logam ltidak lakan lpecah
atau ltercerai-berai,tetapi lakan lbergeser.Hal linilah lyang lmenyebabkan lsifat
logam lyang lulet ldan ldapat lditempa lmaupun ldiulur lmenjadi lkawat.

2.1.7.6 Ikatan Hidrogen

Ikatan lhidrogen lsecara lkhususnya lterjadi ljika latom-atom lhidrogen l


yang lterikat lpada latom lN,O,dan lF ltertarik lsecara lelektrostatik lke lpasangan
elektron lbebas lpada latom lN,O ldan lF ldari lmolekul llain.Jadi, likatan
hidrogen lterjadi lkarna lantarmolekul-molekul lpolar lyang lmengandung lgugus
O-H,N-H,dan lF-H.Contohnya ladalah likatan lyang lterjadi lantarmolekul lH2O
dan lmolekul-molekul llain lyang lmembentuk likatan lhidrogen lantar lmolekul
seperti lNH3,HF ldan C2H5OH.
Ikatan hidrogen terbentuk pada senyawa memiliki gaya elektrostatistik
antar molekul sangat besar.Gaya elektrostatik yang sangat besar terjadi pada
molekul yang sangat polar.Unsur dengan nilai keelektronegatifan terbesar adalah
F,kedua O,ketiga N,dan selanjutnya.Senyawa yang memiliki atm dengan
perbedaan kelektronegatifan terbesar dengan atom hidrogen adalah senyawa HF
(Sutresna,2016).

2.1.7.7 Gaya Van Der Wals

Gaya lVan lDer lWaals lmerupakan lsalah lsatu ljenis lgaya ltarik menarik
diantara lmolekul. lGaya lini ltimbul ldari lgaya lLondon ldan lgaya lantardipol-
dipol.lJadi,lgaya lVan lDer lWaals ldapat lterjadi lpada lmolekul lnonpolar
maupun lmolekul lpolar.
Gaya lini ldiusulkan lpertama lkalinya loleh lJohannes lVan lder lWaals
(1837- l1923). lKonsep lgaya ltarik lantar lmolekul lini ldigunakan luntuk
menurunkan lpersamaan ltentang lzat-zat lyang lberada lpada lfase lgas.
Kejadian lini ldisebabkan ladanya lgaya ltarik-menarik lantara linti latom ldengan
elektron latom llain lyang ldisebut lgaya ltarik lmenarik lelektrostatis l(gaya
coulomb). lUmumnya lterdapat lpada lsenyawa lpolar.Untuk lmolekul lnon lpolar,
44

gaya lVan lder lWaals ltimbul lkarena ladanya ldipol-dipol lsesaat latau lgaya
London.Gaya lVan lder lWaals lbekerja lbila ljarak lantar-molekul lsudah lsangat
dekat, ltetapi ltidak lmelibatkan lterjadinya lpembentukan likatan lantar latom.
Misalnya, lpada lsuhu l-160°C lmolekul lCl2 lakan lmengkristal ldalam llapisan
tipis, ldan lgaya lyang lbekerja luntuk lmenahan llapisan-lapisan ltersebut ladalah
gaya lVan lder lWaals

2.1.7.8 Bentuk Molekul

Posisi atom dalam molekul dapat dinyatakan dari bentuk molekul.Bentuk


suatu molekul diperkirakan melalui jumlah dan struktur atom penyusunnya.
Untuk lebih paham kriteria molekul, bentuk molekul bisa digambarkan kedalam
model fisik.
Ada metode dasar yang dapat digunakan dalam meramal bentuk molekul
dalam struktur Lewisnya apabila jumlah elektron sekitar atom pusat diketahui.
Pedoman strategi ini adalah dengan mengasumsikan bahwa akan terjadi gaya
tolak-menolak pada pasangan elektron suatu atom satu sama lain dikulit.Strategi
ini disebut model Valence Shell Electron Pair Repultion (VSEPR), dimana karena
gaya tolak menolak antara elektron berbeda-beda mengakibatkan pasangan
tersebut saling menjauh satu sama lain. Gaya tolak menolak ini di minimalkan
dengan bentuk yang di pilih molekul. Menurut teori ini,karena adanya gaya tolak
menolak pada pasangan elektron umumnya memiliki pola dasar posisinya
walaupun bisa tersebar diantara atom-atom tersebut.
Selain itu terdapat suatu teori yang menyempurnakan teori VSEPR, yaitu
Teori Domain Elektron. Teori ini didasarkan pada gaya tolak menolak elektron di
kulit terluar atom pusat yang dipakai untuk meramal geometri molekul.Domain
elektron ialaj posisi elektron atau daerah kemungkinan adanya elektron.
Kemungkinan didalam molekul ditemukan PEI (Pasangan Elektron
Ikatan) dan PEB (Pasangan Elektron Bebas).PEI dipakai dalam berikatan dan
pasangan elektron bebas (PEB) pasangan elektron yang tidak berikatan.Beberapa
literatur menyatakan PEI sebagai domain elektron ikatan (DEI) dan PEB sebagai
domain elektron bebas (DEB).
45

Teori domain elektron memiliki prinsip dasar seperti berikut:


1. Domain elektron akan memilih formasi untuk meminimalkan gaya tolak
menolak pada kulit terluar atom pusat.

2. PEB hanya terikatkan pada satu atom dan dapat bergerak lebih leluasa
sehingga memiliki gaya tolak menolak yang lebih kuat dari PEI.Urutan
kekuatan tolak menolak diantara pasangan elektron adalah sebagai berikut:
PEB-PEB>PEB-PEI>PEI-PEI
Bedanya besar tolakan mengakibatkan sudut ikatan mengecil karena
didesak PEB.Begitu juga dengan domain ikatan rangkap tiga atau rangkap
dua,pasti memiliki tolakan yang lebih besar dibanding domain terdiri dari 1
pasang elektron saja.
Dan teori selanjutnya ,yaitu teori hibridisasi elektron. Teori ini membahas
mengenai sebuah atom yang menyusun kembali orbitalnya, untuk membuat
perangkat orbital ekivalen dalam molekul. Misalnya pada molekul metana (CH4)
yang memiliki bentuk tetrahedron dimana terdapat 4 ikatan C-H yang ekuivalen.
Pada tingkatan dasar,unsur C memiliki konfigurasi elektron seperti berikut:
Pada konfigurasi elektron seperti di atas,atom C hanya bisa membangun 2
ikatan kovalen (hanya elektron tunggal yang bisa membuat ikatan kimia).
Dikarenakan pada C dapat terbentuk 4 ikatan kovalen,akan di anggap jikalau 1
elektron dari orbital 2s mendapatkan elektron ke orbital 2p, maka C memiliki 4
elektron tunggal ialah sebagai berikut:
Ketika pada atom C terbentuk ikatan kovalen dengan H menghasilkan
CH4,orbital 2s dan 2p tehibridisasi hingga bentuk 4 orbital yang
tingkatannya.Untuk menyatakan asalnya orbital hibrida ditandai dengan SP3
maksudnya 1 orbital s dan 3 orbital p.
Hibridisasi juga membahas gambar bentuk orbital jadi tidak hanya
mengenai tingkat energi saja. Maka C pada hibrida SP3 dengan 4 orbital bisa
terbentuk 4 ikatan kovalen yang ekuivalen.Jadi hibridisasi adalah meleburnya
orbital yang tingkat energinya berbeda yang menjadi setingkat. Jumlah orbital
yang terlihat pada hibridisasinya merupakan jumlah orbital hibrida (hasil
46

hibridisasi) juga.
Suatu notasi yang menerangkan jumlah pasangan elektron di sekitaran
atom pusat pada molekul, baik domain ikatan maupun bebas disebut dengan tipe
molekul.Tipe moleku didasarkan dengan notasi seperti berikut:
AXmEn
Dimana:
A : atom pusat
X : pasangan elektron ikatan
E : pasangan elektron bebas
m : jumlah pasangan elektron ikatan
n : jumlah pasangan elektron bebas

Maka dapat di simpulkan dengan metode ini dapat membentuk bentuk


molekul sederhana yaitu dengan metode berikut:
a. Struktur Lewis senyawa yang di cari bentuk molekulnya
b. Banyaknya pasangan elektron ikatan (PEI)
c. Banyaknya pasangan elektron bebas (PEB)
d. Bentuk notasi
e. Tipe bentuk molekul

Kemungkinan-kemungkinan bentuk molekul yang dapat terjadi disajikan


sebagai berikut:
47

Tabel 5. Bentuk-Bentuk Molekul

2.2 Kerangka Pikiran


Pada ldasarnya lsetiap lpribadi lmemiliki lgaya lbelajar lyang lberbeda-
beda lsesuai ldengan lkemampuan linteligensi, lpsikologis, lpengaruh llingkungan
sekitar, lbahkan lteknik-teknik lyang ldi lgunakan loleh lsetiap lsiswa. Sebagian
siswa mempunyai gaya belajar secara visual, sebagian pula siswa juga
mempunyai gaya belajar secara auditorial maupun kinestetik. Pembelajaran
konvesional tidak lmemungkinkan lsiswa luntuk ldapat lmemahami lkekuatan dan
kelemahan ldari lmasing-masing lpribadi lkarena lcenderung lkurang
mengeksplorasi lkemampuan ltiap lsiswa, lsehingga lmenyebabkan lsiswa lmerasa
malas ldan lpasif ldalam lbelajar.
Proses pembelajaran hingga saat ini masih didominasi oleh guru (teacher
centered learning) melalui metode ceramah dan kurang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengembangkan pola pikir mereka sehingga mereka
cenderung hanya mendengarkan dan memperoleh informasi dari guru dan
menyebabkan aktivitas siswa yang menjadi pasif dalam proses pembelajaran
sehingga berpengaruh kepada hasil belajar siswa.
Ketepatan pemilihan model lpembelajaran lsangat lberpengaruh lterhadap
peningkatan lhasil lbelajar lsiswa. lPembelajaran lProblem lBased lLearning
48

merupakan lpembelajaran lyang lefektif luntuk lmembantu lsiswa ldalam


memproses linformasi lyang lsudah ljadi ldalam lbenaknya ldan lmenyusun
pengetahuan lmereka lsendiri ltentang ldunia lsosial ldan lsekitarnya.
Pembelajaran kimia tidak hanya berhenti pada penyimpanan fakta-fakta,
pelatihan keterampilan, dan skill saja. Pembelajaran kimia hendaknya membantu
siswa mengkontrusi pengetahuannya sendiri untuk menemukkannya penyelesaian
dari suatu masalah. Dapat dikatakan bahwa pemecahan masalah menjadi focus
dalam pembelajaran kimia. Dalam proses pemecahan masalah tersebut diperlukan
kemampuan dalam menemukan konsep-konsep , dan prinsip-prinsip melalui
proses mentalnya sendiri sehingga model pembelaran Discovery Learning dapat
diterapkan dalam pembelajan ini untuk mendukung keberhasilan belajar siswa
dalam melakukan pengamatan,mengolongkan,membuat dugaan,
menjelaskan,menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukkan beberapa
konsep atau dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan uraian tersebut maka model pembelajaran PBL (Problem
Based Learning) dan model pembelajaran Discovery Learning sangat cocok
digunakan untuk pembelajaran karena dapat melatih kemampuan siswa dalam
memecahkan suatu masalah, sehingga siswa lebih aktif dalam
pembelajaran,menantang untuk menemukan pengetahuan baru,memahami
masalah dalam dunia nyata.
Dalam penelitian saya ini saya mengajarkan materi ikatan kimia yang
melingkupi kestabilan unsur, struktur lewis, ikatan ionik, ikatan kovalen, dan
ikatan logam.

2.3 Hipotesis
Hipotesis ladalah ljawaban lyang lbersifat lsementara lterhadap lrumusan
masalah. lBerdasarkan lrumusan lmasalah lmaka lyang lmenjadi lhipotesis ldalam
penelitian lini ladalah lsebagai lberikut:
Hipotesis Verbal:
a.Hipoteis Verbal Untuk Rumusan Masalah I
Ho : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning
49

(PBL) lterhadap lhasil lbelajar lkimia lsiswa lpada lmateri lIkatan lKimia.
Ha :Ada lpengaruh lmodel lpembelajaranProblem lBased lLearning l(PBL)
terhadap lhasil lbelajar lkimia lsiswa lpada lmateri lIkatan lKimia.
b.Hipotesis Verbal Untuk Rumusan Masalah II
Ho : lTidak lada lpengaruh lmodel lpembelajaran lDiscovery lLearning l(DL)
terhadap lhasil lbelajar lkimia lsiswa lpada lmateri lIkatan lKimia.
Ha :Ada lpengaruh lmodel lpembelajaran lDiscovery lLearning l(DL)
menggunakan lterhadap lhasil lbelajar lkimia lsiswa lpada lmateri lIkatan lKimia
c.Hipotesis Verbal Untuk Rumusan Masalah III
Ho :Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa pada materi Ikatan Kimia dengan
model Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL)
Ha : ada perbedaan hasil belajar siswa pada materi Ikatan Kimia dengan
model Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL)

Hipotesis Statistik:
a. Hipotesis Statistik Rumusan Masalah I :
Ha:µ1 > µ2
Ho: µ1 ≤ µ2

Keterangan:
µ1 : Rataan nilai post test pada model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
µ2 :Nilai rata-rata KKM pada mata pelajaran Kimia
b. Hipotesis Statistik Rumusan Masalah II :
Ha:µ1 > µ2
Ho: µ1 ≤ µ2

Keterangan:
µ1 : Rataan nilai post test pada model pembelajaran Discovery Learning (DL)
µ2 : Nilai rata-rata KKM pada mata pelajaran Kimia
c .Hipotesis Statistik Rumusan Masalah III :
50

Ha:µ1 ≠ µ2
Ho: µ1=µ2

Keterangan:
µ1 : Rataan nilai hasil belajar pada model pembelajaran Problem Based Learning
(PBL)
µ2 : Rataan nilai hasil belajar pada model pembelajaran Discovery Learning (DL)
51

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Waktu

Penelitianaini di laksanakan di SMAaNegeri 11 Medanadi kelas X MIPA


semester ganjil.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitianaini dilaksanakan mulai oktober sampai dengan November


2023.Sebelum penelitian dilakukan,soal di validasi terlebihadahulu di kelasayang
telahamempelajari materi ini sebelumnya.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi penelitianaini adalahasiswa SMA Negeri 11 kelasaX IPA yang


terdiriadaria2akelas.
Sampel penelitian dilakukan dengan purposive sampling maka terpilih 2
kelas sampel yaitu siswa kelas X IPA 3 dan X IPA 6 ,dimana X IPA 3 sebagai
eksperimen I yaitu kelas yang diberikan pengajaran dengan model pembelajaran
PBL dan siswa kelas X IPA 6 sebagai eksperimen II yaitu kelas yang diberikan
pengajaran dengan model pembelajaran Discovery.Setiap sampel berjumlah 30
siswa.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel ldalam lpenelitian lini lada ltiga ljenis lyaitu lvariable lbebas,terikat,dan
kontrol.
52

3.3.1 Varibel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pada kelas eksperimen I,


pembelajaran menggunakan lmodel lpembelajaran lProblem lBased lLearning
menggunakan ldan lpada lkelas leksperimen lII, lpembelajaran ldengan lmodel
pembelajaran lDiscovery lLearning.

3.3.2 Variabel Terikat


Variabel lterikat ldalam lpenelitian lini ladalah lpeningkatan lhasil lbelajar
siswa lpada lmateri lIkatan lkimia.

3.3.3 Variabel Kontrol

Variabel lcontrol ldalam lpenelitian lini ladalah lguru lyang mengajar,


lokasi lwaktu lyang ldigunakan,buku ldan lmateri lyang ldigunakan serta
kurikulum lyang ldigunakan.

3.4 Desain Penelitian

Jenis lpenelitian lyang ldigunakan ldalam lpenelitian lini ladalah penelitian


eksperimental ldengan lmenggunakan linstrument lPretest l–Posttest lGroup
Design, dimana lrancangan lyang ldigunakan lmerupakan lrancangan ltes lawal
dan ltes lakhir.Kelas lpertama lsebagai lkelompok leksperimen lI lmenggunakan
model lProblem lBased lLearning,sedangkan lkelas lkedua lsebagai lkelas
eksperimen lII lmenggunakan lmodel lpembelajaran lDiscovery lLearning.Desain
penelitian ldapat ldi llihat lpada ltable l3.
Tabel 3. Rancangan penelitian penerapan model Problem Based
Learning (PBL) dan Model Discovery Learning.
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen I T1 X1 T2
53

Eksperimen II T3 X2 T4

Keterangan:
X1 : Perlakuan dengan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
X2 : Perlakuan dengan model pembelajaran Discovery Learning (DL)
T1 : Tes awal pada kelas eksperimen 1
T2 : Tes akhir pada eksperimen 1
T3 : Tes awal pada eksperimen 2
T4 : Tes akhir pada eksperimen 2

3.5 Defenisi Operasional


1. Model lpembelajaran lproblem lbased llearning l(PBL) ladalah lproses
pembelajaran lyang lmemiliki lciri-ciri lpembelajaran ldi lmulai ldengan
pemberian lmasalah lyang lmemiliki lkonteks ldengan ldunia lnyata,
pembelajaran lberkelompok laktif, lmerumuskan lmasalah ldan
mengidentifikasi lkesenjangan lpengetahuan lmereka, lmempelajari ldan
mencari lsendiri lmateri lyang lterkait ldengan lmasalah ldan lsolusi ldari
masalah ltersebut.(M lTaufik lAmir, l2015).
2. Menurut lHanafiah, lDiscovery lLearning ladalah lsuatu lrangkaian
kegiatan lpembelajaran lyang lberstruktur lyang lmelibatkan lseluruh
kemampuan lpeserta ldidik lsecara lmaksimal luntuk lmencari,
menemukan ldan lsecara lsistematis lmenyelidiki, lmengkritisi,
melogikakan, ldan lmenyimpulkan lpengetahuan lyang lmereka ltemukan
sendiri, lserta lperubahan lpada lsikap ldan lketerampilan lsebagai lwujud
adanya lperubahan lperilaku.
3. Hasil lbelajar ladalah lHasil lbelajar lmerupakan lbentuk ldari lkecakapan-
kecakapan lpotensial latau lkapasitas lyang ldimiliki lsiswa. lHasil lbelajar
siswa ldapat ldilihat ldari lperilakunya, lbaik lperilaku ldalam lbentuk
penguasaan, lpengetahuan, lketerampilan lberpikir lmaupun lketerampilan
motorik l(Sukmadinata, l l2009).
54

4. Ikatan lkimia lmerupakan lgaya lyang lmengikat ldua latom latau llebih
untuk lmembuat lsenyawa latau lmolekul lkimia. lSuatu lmateri lyang
dimana mengajarkan ltentang likatan lion, likatan lkovalen, likatan lkovalen
koordinasi ldan likatan llogam lkaitannya ldengan lsifat lzat.

3.6 Instrumen Penelitian

Dalam lpenelitian lini linstrument lyang ldi lgunakan lyaitu linstrumen tes.
Instrumen ltes lberupa lsoal lpilihan lberganda.

3.6.1 Instrumen Tes Hasil Belajar

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif (soal
pilihan berganda) pretest dan posttest untuk mengukur hasil belajar
kognitif.Jumlah soal sebelum di validasi 40 soal.Sebelum di evaluasi,test akan di
standarisasi menggunakan prosedur standar untuk standarisasi test,pertanyaan
dalam tes evaluasi akan di validasi,reabilitas dengan menggunakan statistik,maka
jumlah soal yang di gunakan sebanyak jumlah soal yang telah valid.
Pretest ldiberikan lkepada lsampel lsebelum lperlakuan
(treatment).Posttest ldiberikan lsetelah lselesai lproses lperlakuan l(treatment).
Bentuk ltes lhasil lbelajar lkimia lsiswa ladalah lpilihan lberganda lyang
mencakup l4 lkawasan lkognitif lmenurut ltaksonomi lbloom lyaitu lC1 lsampai
dengan lC4. lJumlah lsoal lyang ldigunakan luntuk lpenelitian lsebanyak l20 butir
soal.

3.6.1.1 Validitas Instrumen Tes

Instrumen lyang lvalid lberarti lalat lukur lyang ldigunakan ltelah ltepat
untuk lmengukur lapa lyang lhendak ldi lukur.Untuk lmenguji lvaliditas litem
instrument lmaka lisntrumen ltersebut lharus ldiuji lcobakan lke lsiswa lyang
sudah lpernah lmempelajari lIkatan lkimia lyaitu lkelas lX lIPA ldan ldi lanalisis
dengan lanalisis litem. lValiditas litem ldilakukan ldengan lmenghitung lkorelasi
antara lsetiap lskor litem linstrument ldengan lanalisis litem. lValiditas litem
dilakukan ldengan lmenghitung lkorelasi lantara lsetiap lskor litem linstrument
55

dengan lskor ltotal ldengan lmenggunakan lrumus lkorelasi lproduct lmoment


sebagai lberikut:

Rxy = N∑XY-(∑X)(∑Y)
√{𝑁∑𝑋 2 − (𝑋)2}{𝑁∑𝑌 2 − ∑𝑌)2}

Keterangan:
RXY :Koefisien Validitas tiap tes
X :Skor Butir tes yang akan di hitung validitasnya
Y :Skor total
N :Jumlah responden
Koefisien lvaliditas lyang ldi lperoleh l(RXY) ldibandingkan ldengan lnilai-
nilai lr ltable lproduct lmoment ldengan lderajat lbebas l(db= lN-2) lpada lα l=
0,05 ldengan lkriteria:jika lrhit l> lr ltable,maka lbutir ltes ltersebut ldikatakan
Valid l(Silitongan, l l2011).

3.6.1.2 Realibilitas Tes

Suatu instrument dikatakanreliabel,berarti itu cukup baik.Sehingga dapat


mengungkapkan data yang bisa terpercaya. Rumus yang digunakan untuk mencari
realibilitas soal bentuk uraian adalah rumah alpha (Arikunto, 2006) , yaitu:

𝐾 𝑆 2 −∑𝑝𝑞
r 11 = (𝑘−1)( )
𝑆2

Keterangan:
r 11 = Realiabilitas instrument
56

k = Banyaknya butir pertanyaan atau soal


∑ = Jumlah varians tiap-tiap butir
ꭤ =Varians total
Dengan rumus varians dapat dicari ꭤ ialah:

(∑ 𝑋2 )
2 2 ∑𝑋 2 −
ꭤ = ∑X - 𝑁
𝑁

Keterangan:
∑X2 = Jumlah skor kuadrat
(∑X)2 = Kuadrat dari jumlah skor
N = Jumlah peserta tes
Untuk lmenafsirkan lkeberartian lharga lrealibilitas ltiap lsoal lmaka harga
tersebut ldi lkonsultasikan lke ltable lharga lkritik lr lproduct lmoment,dengan
kriteria lr lhitung>r ltable luntuk ltara lnyata lα l= l0,05 maka soal reliable

3.6.1.3 Tingkat Kesukaran

Untuk lmenghitung ltaraf lkesukaran ltes lpada lbutir lsoal ldapat ldi lhitung
dengan lrumus:
𝐵
P = 𝐽𝑆

Keterangan:
P =Tingkat kesukaran
B =Banyaknya siswa menjawab yang benar
JS =Jumlah siswa peserta tes
Taraf kesukaran dapat dikonsultasikan dengan:
Soal dengan P = 0,00-0,30 adalah sukar
Soal dengan P = 0,31 -0,70 adalah sedang
Soal dengan P = 0,70 -1,00 adalah mudah

3.6.1.4 Daya Pembeda

Daya pembeda tes dapat dihitung dengan rumus:


57

𝐵𝐴 𝐵𝐵
D= - =PA-PB
𝐽𝐴 𝐽𝐵

Keterangan l:
D l= lDaya lpembeda ltes
JA l= lBanyaknya lpeserta lkelas latas
JB l= lBanyaknya lpeserta lkelas lbawah
BA l= lBanyaknya lpeserta lkelas latas lyang lmenjawab lbenar
BB l= lBanyaknya lpeserta lkelas lbawah lyang lmenjawab lbenar
PA l= lProporsi lpeserta lkelas latas lyang lmenjawab lbenar
PB l= lProporsi lpeserta lkelas lbawah lyang lmenjawab lbenar

Klasifikasi daya pembeda tes :


D = Negatif :Tidak baik
D = 0-0,20 :Kurang baik
D = 0,20 -0,40 :Cukup
D = 0,40-0,70 :Baik
D ≥ 0,70 :Baik sekali

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dari hasil penelitian yang dilakukan diperlukan


metode atau teknik untuk mengumpulkan data. Pada penelitian ini teknik yang
digunakan adalah

3.7.1 Teknik Tes

Tes pada penelitian ini terdiri atas pretest dan posttest. Untuk mengetahui
pemahaman awal siswa digunakan Pretest yang dilakukan diawal penelitian
sebelum sampel diberikan perlakuan. Sedangkan untuk mengetahui hasil belajar
siswa digunakan posttest yang dilakukan diakhir penelitian setelah sampel diberi
perlakuan. Setelah diberikan perlakuan yang berbeda-beda akan didapatkan data
yang akan dijadikan jawaban dari rumusan masalah penelitian.
58

3.8 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut

3.8.2 Tahap Pendahuluan

Tahap ini dimulai dengan mengobservasi masalah-masalah yang di alami


siswa pada proses pembelajaran dikelas dan meninjau referensi-referensi yang
mendukung pemecahan lmasalah lyang lditemui ldengan lmodel lpembelajaran
Problem lBased lLearning ldan lModel lPembelajaran lDiscovery lLearning.

3.8.1 Tahap Persiapan Penelitian


1. Meliputi mempersiapkan perangkat pembelajaran yang di perlukan,seperti
silabus danModul Ikatan Kimia ,instrument tes pembelajaran,rubrik
penilaian hasil belajar
2. Penyusunan proposal penelitian
3. Persetujuan proposal penelitian
4. Menguji soal yang akan di gunakan sebagai instrument kepada validator,
kemudian menghitung :Validasi, reliabilitas, tingkat kesukaran, daya
pembeda, mengurus surat izin penelitian
5. Konsultasi ldengan lkepala lsekolah ltempat lpenelitian lini ldilaksanakan
dengan lmembawa lsurat lizin lpenelitian
6. Konsultasi ldengan lguru lkimia lkelas lX lSMA lN l11 lMedan
7. Menyusun lmateri lpembelajaran ldengan lmenggunakan lmodel lProblem
Based lLearning lpada lkelas leksperimen lI ldan lmodel lpembelajaran
Discovery lLearning l lpada lkelas leksperimen lII
8. Menyusun evaluasi belajar siswa
3.8.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian
1. Berdasarkan lpenelitian lawal lmaka ldi lpilih lkelas leksperimen lI ldan
eksperimen lII ldari ldua lkelas lyang ltersedia. lKelas lpertama ldijadikan
sebagai lkelas leksperimen lI ldan lkelas lkedua ldijadikan lkelas
eksperimen lII.
59

2. Sebelum lpembelajaran ldi lmulai,terlebih ldahulu lmelakukan lpendataan


siswa-siswi ldi lsetiap leksperimen lI ldan lkelas leksperimen lII
3. Melaksanakan lpretest l(T1) ldikelas leksperimen lI ldan lkelas eksperimen
II luntuk lmengukur lkemampuan lawal,kenormalan ldan lhomogenitas
sampel lsebelum ldi lberikan lperlakuan.
4. Menetapkan lsampel lsiswa lyaitu lsiswa lyang lrelatif lheterogen
statusnya
5. Memberikan lperlakuan l(menggunakan lmodel lProblem lBased Learning
pada lkelas leksperimen lI ldan lmodel lpembelajaran lDiscovery Learning
dikelas leksperimen lII l) lselama lwaktu ltertentu
6. Selama lproses lpenelitian lberlangsung, lpertahankan lagar lkondisi kedua
kelas ltetap lsama lmisalnya lguru lyang lmengajar, lbuku lyang digunakan
lamanya lwaktu lmengajar l,model l lyang ldigunakan ldan llain-lain.
7. Setelah lproses lpembelajaran lyang ldiberikan ldikelas leksperimen lI dan
dikelas leksperimen lII lselesai, ltahap lselanjutnya lmemberikan lposttest
(T2) luntuk lmengukur lpeningkatan lhasil lbelajar ldikelas leksperimen lI
dan ldikelas leksperimen lII.

3.8.3 Tahap Penyelesaian Penelitian

1.Nilai lpretest ldan lposttest ldari lsetiap lsiswa ldi lkelas leksperimen lI
dan lkelas l l l
ekperimen lII lditabulasi llalu lmenghitung lrata-rata l(mean) ldan lstandar
deviasi ldari ldata lpretest ldan ldata lposttest
2.Melakukan luji lpersyaratan lanalisis lstatistik lterutama luji lnormalitas
dan luji lhomogenitas lpada ldata lpretest,dan ldata lposttest luntuk
mengetahui lkenormalan ldan lhomogenitas lsuatu ldata.Menetapkan luji
statistic lyaitu lUJi-t lpihak lkiri ldan lpihak lkanan luntuk ldapat ldi ltarik
kesimpulan lsebagai ljawaban ldari lrumusan lmasalah lyang lsudah ldi
sajikan lsebelumnya
60

Berikut Diagram Skema (Prosedur) Penelitian

Penentuan Ruang Lingkup Penelitian

Pemilihan populasi

Pemilihan sampel

Kelas eksperimen 1 Kelas eksperimen 2

Pretest

Model PBL (Problem Based Learning) Model DL (Discovery Learning)

Post test

Pengumpulan data

Analisiss data

Penarikan Kesimpulan
61

3.9 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data dalam penelitian ini terdiri dari penilaian instrument
tes dengan menggunakan Microsoft excel, kalkulator serta perangkat lain yang
menunjang analisis data.

3.9.1 Pedoman Penilaian Instrumen

Dalam lpenelitian lini ldata lyang ldi lolah ladalah lpeningkatan lhasil
belajar lsiswa ldari lmasing-masing lkelas. lTeknik lanalisis ldata lyang ldi
gunakan ladalah lanalisis ldengan lmenggunakan lrumus lUji-T lsebelum
melakukan lUji-t ltersebut, lterlebih ldahulu ldilakukan llangkah-langkah lberikut:

1.Menentukkan Nilai Rata-Rata dan Simpangan Baku

a. Untuk menentukan nilai rata-rata skor masing-masing kelompok sampel


dihitung dengan rumus :
∑𝑓𝑋𝑖
X= ∑𝑓𝑖

b. Untuk menentukan simpangan baku digunakan rumus :

√∑(𝑋𝑖−𝑋)2
S= 𝑛−1

Dimana :
( Xi-X)2 = Simpangan Kuadrat
Xi = Nilai siswa
N = Jumlah sampel

2. Uji Normalitas
Uji lnormalitas ldigunakan luntuk lmembedakan ldata lstatistik
yang lakan ldi lanalisis lterdistribusi lnormal latau ltidak.Uji lnormalitas
yang ldi lgunakan ldalam lpenelitian lini ladalah luji lchi-kuadrat.
62

Langkah-langkahnya ladalah lsebagai lberikut:


a. Menentukan ljumlah linterval lkelas,dimana ljumlah linterval kelas
menggunakan luji lchi lkuadrat=6. lHal lini lsesuai ldengan l6
bidang lyang lada ldalam lkurva lnilai lstandar
b. Menentukan lpanjang lkelas linterval l(PK) ldengan lrumus:

𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟−𝐷𝑎𝑡𝑎 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙


Panjang kelas = 6
(𝐹𝑜−𝐹ℎ2 )
Menghitung harga Chi-kuadrat X2 menggunakan rumus:
𝑓ℎ

a. Menyusun ldata lkedalam ltable lpenolong luntuk lmenentukan


harga lChi lKuadrat lhitung ldengan lrumus:
b. Menetapkan ltariff lsignifikan l(α) lyaitu l0,05
c. Membandingkan lharga lChi lKuadrat lHitung l( lX2) ldengan
harga lChi lKuadrat lTabel.Jika lChi lKuadrat lHitung l( lX2) l<
dari lharga lChi lKuadrat lTabel lmaka ldata ltersebut
berdistribusikan lnormall (Silitongga, 2011)

3.Uji Homogenitas

Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data mempunyai


varians yang homogen atau tidak, dengan menggunakan rumus:

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
F= … .7
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

Selanjutnya F hitung dibandingkan dengan F table untuk α =0,05 d engan


dk lpenyebut ln-1 ldan ldk lpembilang l= ln-1.Kriteria lpengujian ladalah ljika lF
hitung l< lF ltable lmaka lHo lditerima l(homogen) lpada ltaraf lsignifikan lα
=0,05 (Silitongga, 2011).
63

5.Uji Hipotesis

a. Uji Hipotesis Rumusan Masalah I dan II


Uji lhipotesis ldigunakan ldalam lpenelitian lini luntuk lmenguji lbagaimana
pengaruh lmodel lpembelajaran lProblem lBased lLearning lterhadap peningkatan
hasil lbelajar lsiswa ldan lbagaimana lpengaruh lmodel lpembelajara lDiscovery
Learning lterhadap lhasil lbelajar lsiswa lyaitu ldengan lmenggunakan luji lt lsatu
lpihak
b. Uji Hipotesis Rumusan Masalah I dan II
Uji lhipotesis ldigunakan ldalam lpenelitian lini luntuk lmenguji lapakah lada
perbedaan lmodel lpembelajaran lProblem lBased lLearning ldan lmodel
pembelajaran lDiscovery lLearning lterhadap lhasil lbelajar lsiswa lyaitu ldengan
menggunakan luji lt ldua l lpihak
Uji t satu pihak dan Uji t dua pihak dapat dirumuskan sebagai berikut:

(𝑋1−𝑋2)
t hitung =√(𝑛1−1) 𝑆12+(𝑛2−1) 𝑆22 1 1
( + )
𝑛1+𝑛2−2 𝑛1 𝑛2

Dimana:
t = harga t perhitungan
X1 =skor rata-rata kelompok eksperimen I
X2 =skor rata-rata kelompok eksperimen II
N1 = Jumlah sampel eksperimen I
N2 = Jumlah sampel eksperimen II
𝑆 2 1=Varians pada kelas eksperimen I
𝑆 2 2= Varians pada kelas eksperimen I

Cara menguji dengan kriteria tolak Ho jika t hitung > t table yang lainnya
di terima Ha. Pengujian ldilakukan lpada ltaraf lsignifikan l5 l% ldan ldk l=N1 l=
N2-2.
64

BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisis Data Insttumen Penelitian


Sebelum lmelaksanakan lpenelitian,peneliti lmenyiapkan linstrumen lpenelitian lberupa
tes lsebanyak l40 lsoal ldalam lbentuk lpilihan lberganda ldengan l5 loption.Sebanyak l40 lsoal
tersebut lmewakili ltiap lindikator lpada lpokok lbahasan likatan lkimia.Sebelum digunakan,
instrument lterlebih ldahulu ldivalidasi lisi loleh lvalidator lahli lyaitu lDosen lkimia Unimed.
Setelah linstrument ltes ldi lnyatakan lvalid loleh lvalidator lahli,selanjutnya ldiujicobakan lpada
siswa lkelas lXII lIPA l1 ldi lSMA lSILIMA lPUNGGA-PUNGGA. Adapun ltujuan
diujicobakan ladalah luntuk lmengetahui lvaliditas,realibilitas,tingkat lkesukaran,dan ldaya lbeda
dari linstrument ltes.Hasil ldari lpengujian lvaliditas,realibilitas,tingkat lkesukaran,dan ldaya
beda ladalah lsebagai lberikut.
4.1.1.1 Validitas Tes
Dalam lmenghitung lvaliditas ltes lmenggunakan lkorelasi lproduct lmoment. lUntuk
menafsirkan lkebenaran lnilai lvalidasi ldari lsetiap lsoal,maka lnilai ltersebut ldisesuaikan lke
tabel lnilai lr lproduct lmiment ldengan lN l= l30 ldan ltaraf lsignifikan l(α)=0,05 ldengan
kriteria lr lhitung l> lr ltabel ldengan lr ltabel l=0,361.Hasil luji lvaliditas lsoal lke lsiswa lmenunjukkan
bahwa ldari l40 lsoal,diperoleh lsebanyak l33 l lsoal lyang lvalid ldan l7 ltidak lvalid ldi
tunjukkan lpada ltabel l4.1.Untuk ltabel lperhitungan ldapat ldilihat lpada llampiran l5.

Tabel 4.1 Kategori Validitas Tes


No Kategori Validitas Tes Nomor Soal
1 Valid 1 3 4 5 7 8 9 10 11 14 15 16 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29 31 32 33 34 35 36 37
38 40

2 Tidak Valid 2 6 12 13 17 30 39
65

4.1.1.2 Tingkat Kesukaran

Soal lyang lbaik ladalah lsoal lyang ltidak lterlalu lsulit ldan ltidak lterlalu
mudah.Dilakukannya lanalisis ltingkat lkesukaran lguna luntuk lmengetahui linstrument ltes
yang ldigunakan ldalam lkategori lsukar l(p≤0,20), lsedang l(0,20≤p≤80), latau lmudah
(p≥0,80).Hasil luji ltingkat lkesukaran l40 lbutir lsoal lyang ldiujikan ldiperoleh lhasil lbahwa 35
butir lsoal ltermasuk ldalam lkategori lsedang, l5 lbutir lsoal lyang lmudah ldan l l0 l lbutir lsoal
yang ltermasuk lsukar.Adapun lkategori ltingkat lkesukaran ldari lbutir lsoal lditunjukkan lpada
tabel l4.1.2.Dan luntuk llebih ljelas lmengenai lhasil lperhitungan ldaya lpembeda ldapat ldilihat
pada llampiran l6.

Tabel 4.2 Kategori Tingkat Kesukaran Tes


No Kategori Kesukaran Tes Nomor Soal

1 Sukar -

2 Sedang 1 4 5 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
34 35 36 37 38 39 40

3.3 Mudah 223836

4.1.1.3 Daya Pembeda Instrumen Tes


Analisis daya beda tes digunakan untuk mengetahui apakah tes yang digunakan dapat
membedakan antara siswa yang pintar (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (
berkemampuan rendah). Berdsarkan hasil uji daya beda tes menunjukkan bahwa dari 40 soal
yang di ujikan tidak ada butir soal dengan kategori baik sekali,lalu terdapat 11 butir soal dengan
kategori baik, 28 butir soal dengan kategori cukup,dan 1 butir soal dengan kategori jelek.
Adapun kategori daya pembeda dari butir soal di tunjukkan pad tabel 4.3.Dan untuk lebih jelas
mengenai hasil perhitungan daya pembeda dapat dilihat pada lampiran 7
66

Tabel 4.3 Kategori Daya Pembeda


No Kategori Kesukaran Tes Nomor Soal

1 Jelek 2
2 Cukup 1 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 15 17 20 21 25 26
27 28 29 30 33 35 36 37 38 39 40

3 Baik 10 14 16 18 19 22 23 24 31 32 34

4 Baik sekali -

4.1.1.5 Reliabilitas Tes


Uji reliabilitas tes pada penelitian ini menggunakan rumus kuder dan Richardson (
K.R.20).Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa r hitung = 0,904.Setelah melihat nilai r tabel
pada tabel nilai-nilai r product moment,diketahui nilai r tabel untuk N = 36 pada taraf siginifikan
( α) =0,05 adalah .Dengan membandingkan harga r hitung dengan r tabel diperoleh rhitung > r
tabel yaitu ( 0,875 > .Maka dapat disimpulkan bahwa soal tersebut secara keseluruhan di
nyatakan reliabilitas.Untuk tabel perhitungan Reliabilitas dapat dilihat pada lampiran

4.2 Analisis Data Hasil Penelitian


Berdasarkan data nilai hasil belajar siswa yang diperoleh pada penelitian ini dan setelah
data ditabulasikan maka di peroleh rata-rata,standar deviasi dan varians dari data posttest dari
kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 seperti tabel 4.4 dibawah ini
67

Tabel 4.4 Rata-rata,Standar deviasi,dan Varians Data Posttest

Data Keterangan Eksperimen 1 Eksperimen 2


Nilai Minimum 20 20
Pretest Nilai Maksimum 65 65
Nilai Rata-Rata 49,55 49,41

Data Nilai Minimum 75 70


Nilai Maksimum 95 90
Posttest Nilai Rata-Rata 87,5 81,29
Varians 17,04 24,71
Standar Deviasi (SD) 4,12 4,97

4.2.1 Uji Normalitas


Uji persyaratan analisis data meliputi uji normalitas data posttest serta uji homogenitas data
posttest.Pengujian normalitas dat dilakukan menggunakan uji Chi-Kuadrat,diperoleh nilai
posttest kedua kelompok sampel memiliki data yang normal atau (X2) hitung (X2) tabel pada
taraf signifikan 0,05 untuk kelas eskperimen 1 dan kelas eksperimen 2, maka dapat dinyatakan
bahwa data terdistribusi normal seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Uji Normalitas Data Posttest
Kelas X2 Hitung X2 Tabel α Keterangan
Eksperimen 1 9,82 11,07 0,05 Normal
Eksperimen 2 10,64 11,07 0,05 Normal
Berdasarkan tabel 4.5 disimpulkan bahwa:
1.Uji normalitas data posttest siswa pada kelas eksperimen 1 diperoleh (X2) hitung untuk posttest
9,82 dengan megambil taraf nyata α = 0,05 dan dk 5 adalah 11,07 dari data terlihat (X2) hitung <
X2) tabel maka dapat di simpulkan data posttest siswa berdistribusi normal
2. Uji normalitas data posttest siswa pada kelas eksperimen 2 diperoleh (X2) hitung untuk
posttest 10,64 dengan megambil taraf nyata α = 0,05 dan dk 5 adalah 11,07 dari data terlihat (X2)
hitung < X2) tabel maka dapat di simpulkan data posttest siswa berdistribusi normal.
68

4.2.3 Uji Homogenitas

Hasil perhitungan untuk uji homogenitas untuk data posttest kedua kelas,eksperimen 1
dan eksperimen 2 dengan membandingkan F hitung dan f tabel dikatakan homogeny apabila
harga F hitung<F tabel pada taraf signifikan α = 0,05 dapat dilihat pada tabel 4.6 dibawah ini.

Tabel 4.6 Uji Homogenitas Data Posttest

Kelas Varians F Hitung F Tabel α Keterangan


Eksperimen 1 17,04
1,44 1,78 0,05 Homogen
Eksperimen 2 24,71

Untuk nilai posttest kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 berdasarkan tabel nilai
untuk distribusi F dengan taraf nyata α=0,05 dan db pembilang 33 serta db penyebut 33 sehingga
F tabel F 0,05 (33,33) = 1,78 karena harga F hitung<F tabel, maka dapat disimpulkan bahwa data posstest
kedua kelas tersebut homogeny (Lampiran).

4.2.4 Uji Hipotesis


Setelah diketahui data terdistribusi normal dan homogen,makaselanjutnya dapat
dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui apakah hipotesis alternative (Ha) dalam penelitian ini
diterima atau ditolak.Adapun hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah :
a.Hipoteis Untuk Rumusan Masalah I
Ho : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) terhadap
hasil belajar kimia siswa pada materi Ikatan Kimia.
Ha :Ada pengaruh model pembelajaranProblem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar
kimia siswa pada materi Ikatan Kimia.
b.Hipotesis Untuk Rumusan Masalah II
Ho : Tidak ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning (DL) terhadap hasil
belajar kimia siswa pada materi Ikatan Kimia.
Ha :Ada pengaruh model pembelajaran Discovery Learning (DL) menggunakan terhadap
hasil belajar kimia siswa pada materi Ikatan Kimia
69

c.Hipotesis Untuk Rumusan Masalah III


Ho :Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa pada materi Ikatan Kimia dengan model
Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL)
Ha : ada perbedaan hasil belajar siswa pada materi Ikatan Kimia dengan model Problem
Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL)
Tabel 4.7 Uji Hipotesis
T T
Kelas (X) Varians Hitung Tabel α Keterangan
Eksperimen 1 87,5 17,04
5,63 1,66 0,05
Eksperimen 2 81,32 24,71 Ha diterima

Dari hasil yang diperoleh tersebut yaitu t hitung>t tabel ( 5,63>1.66),maka Ho ditolak dan Ha
diterima.Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh Problem Based Learning terhadap
hasil belajar siswa pada materi ikatan kimia,ada pengaruh Discovery Learning terhadap hasil
belajar siswa pada materi ikatan kimia,dan ada perbedaan hasil belajar siswa pada materi Ikatan
Kimia dengan model Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL).Untuk
perhitungan hipotesis dapat dilihat pada lampiran

4.3 Pembahasan
Penelitian ini telah dilakukan di kelas X-2 dan X-4 SMA NEGERI 1 SILIMA PUNGGA-
PUNGGA dengan menggunakan perlakukan berbeda,dimana proses pembelajaran di kelas
eskperimen 1 (X-2) menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning dan kelas
eksperimen 2 (X-4) dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning.Dalam
pelaksanaannya,penggunaan model Problem Based Learning memiliki fase-fase yang harus di
lakukan ,yakni pertama memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa dengan
cara guru (si peneliti) membahas tujuan pembelajaran,mendeskripsikan dan memotivasi siswa
untuk terlihat dalam kegiatan mengatasi masalah.Kedua,mengorganisasikan siswa untuk meneliti
dengan cara guru membantu siswa untuk mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas
belajar yang terkait dengan permasalahannya.Ketiga,membantu menyelidiki secara kelompok
dengan cara guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi yang tepat, mencari penjelasan
dan solusi.Keempat,mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja dengan cara guru
membantu mereka untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka berupa kesimpulan.
70

Sementara kelas eksperimen 2 dengan menggunakan model pembelajaran Discovery


Learning diberi perlakuan dengan memberikan stimulus atau rangsangan, problem statement,
pengumpulan data, pengolahan data,melakukan pembuktian dan menarik kesimpulan.Pada
pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning siswa menyelesaikan permasalahan
yang di tuangkan dalam LKPD bersama teman sekelompok serta siswa lebih berani dalam
bertanya dan menjawab pertanyaan yang di berikan oleh guru.
Pada awal penelitian,masing-masing kelas diberikan pretest untuk mengetahui daya
kemampuan yang sama untuk memilih kelas yang akan digunakan.Soal pretest yang diberikan
berjumlah 20 butir soal sudah memenuhi syarat mulai dari validitas,tingkat kesukaran, daya
beda, reliabilitas,uji distruktor.Dari hasil pretest di ambil kelas eksperimen 1 (X-2) dan
eksperimen 2 (X-4) yang memiliki nilai rata-rata yang sama.

Langkah yang selanjutnya adalah peneliti memberi perlakuan yang berbeda pada masing-
masing kelas sebanyak 3 kali pertemuan.Pada kelas eksperimen 1( X-2) memiliki nilai rata-rata
posttest 87,5 dan pada kelas eksperimen 2 (X-4) memiliki nilai pretest 81,29.
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata hasil posttest siswa yang
menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model Discovery learning.Berdasarkan
pengujian normalitas data dilakukan menggunakan Chi-Kuadrat,diperoleh bahwa nilai posttest
kedua kelompok sampel memiliki data yang normal,pada taraf siginifikan 95 % α =0,05) dan
N= 34 untuk kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2. Setelah data di uji normalitas dan
homogenitasnya maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan dengan uji T
dengan kriteria T hitung > T tabel maka Ha di terima dan Ho di tolak.Pada pengujian hipotesis
ini T hitung> T tabel (5,63>1,66) sehingga Ha di terima berarti ada pengaruh pembelajaran
Problem Based Learning terhadap hasil belajar siswa pada materi ikatan kimia, ada pengaruh
pembelajaran Discovery Learning terhadap hasil belajar siswa pada materi ikatan kimia,dan
terdapat perbedaan pembelajaran Problem Based Learning dan Discovery Learning terhadap
hasil belajar siswa pada materi ikatan kimia.
71

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian,perhitungan data dan pengujian hipotesis, peneliti
memperoleh kesimpulan sebagai berikut
1. Ada pengaruh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada materi ikatan kimia.Dari hasil yang di
peroleh tersebut yaitu t hitung>t tabel ( 5,63<1,66)
2. Ada pengaruh pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery
Learning terhadap hasil belajar kimia siswa pada materi ikatan kimia.Dari hasil yang di
peroleh tersebut yaitu t hitung>t tabel ( 5,63<1,66)
3. ada perbedaan hasil belajar siswa pada materi Ikatan Kimia dengan model Problem
Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL). Dari hasil yang di peroleh tersebut
yaitu t hitung>t tabel ( 5,63<1,66)

5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dikemukakan di atas, maka sebagai tindak
lanjut dari penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut:

1. Bagi guru dan calon guru yang ingin menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning
hendaknya mampu menguasai kelas dan mengatur waktu dengan baik supaya sintaks dari model
PBL dengan pendekatan saintifik dapat berjalan dengan baik dan efisien.
2. Untuk pengelolaan kelas eksperimen melalui model pembelajaran Discovery Learning
dibutuhkan durasi waktu yang lebih lama agar guru dapat mengontrol kegiatan siswa pada sanat
melakukan eksperimen di kelas.
72

Anda mungkin juga menyukai