Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SOSIOLOGI INDUSTRI
HUBUNGAN SOSIAL ANTARA DUNIA INDUSTRI
DENGAN MASYARAKAT

Nama Kelompok :

Alya Shofiana 1122200001

Nurul Latifatul 1122200014

Ananda Khusnul 1122200049

Muhammad Alif 1122200168

Nima Sari Janna 1122200178


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang telah memberikan rahmat dan hidayah kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai hubungan ndust antara dunia
ndustry dengan masyarakat.

Kami telah menyusun makalah ini dengan baik dan mengoptimalkannya serta mendapat bantuan
dari semua pihak untuk memudahkan penulisan makalah. Untuk itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.

Meskipun demikian, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dalam struktur
kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu, mengingat segala kekurangan makalah ini, kami
menerima segala saran dan kritik agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang hubungan ndust antara dunia ndustry dengan
masyarakat dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Surabaya, 6 Desember 2022

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 3

LATAR BELAKANG MASALAH...................................................... 3


RUMUSAN MASALAH...................................................................... 4
TUJUAN MASALAH.......................................................................... 4

BAB II KAJIAN TEORI.................................................................................

PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL.................................. 5


PERSPEKTIF KONFLIK..................................................................... 6
INTERAKSIONISME SIMBOLIK...................................................... 10

KESIMPULAN............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Industri merupakan suatu perubahan perekonomian dari pedesaan dan pertanian menjadi
sektor industri yang memproduksi barang dan jasa. Industri memiliki pengaruh terhadap
masyarakat, yang akan menimbulkan berbagai akibat yang akan dirasakan oleh masyarakat dalam
berbagai bentuk terutama dalam hubungan sosial masyarakat dalam dunia industri. Industrialisasi
dianggap sebagai jalan satu-satunya untuk meretas nasib kemakmuran suatu Negara secara lebih
cepat. Dengan adanya industrialisasi ini tentu akan menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai
dan norma yang ada pada masyarakat dan dapat menyebabkan konflik.

Masyarakat yang berada di kawasan industri terdiri dari beberapa unsur elemen sosial yang
terbentuk karena adanya perkembangan dari proses industrialisasi. Permasalahan yang sering
muncul di dalam lingkungan industri yakni : Hubungan atau interaksi antara atasan - pekerja
buruh – masyarakat di sekitar lingkungan pabrik. Imbas dari adanya proses industrialisasi adalah
adanya kecenderungan sosial mengakibatkan hubungan tidak harmonis yang menyebabkan
terjadinya konflik dalam masyarakat industri.

tradisional menuju Pembangunan dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan


hidup masyarakat yang menuntut adanya perubahan sosial budaya sebagai penghasil dan
pendukungnya. Ranjabar (2006: 178-179) menyatakan bahwa, “pembangunan nasional adalah
suatu upaya melakukan transformasi atau perubahan masyarakat, yaitu transformasi dari budaya
masyarakat agraris budaya masyarakat industri modern dan masyarakat informasi yang tetap
berkepribadian Indonesia”.

3
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja yang terdapat dalam struktur konflik masyarakat industri ?

2. Apa saja macam-macam konflik ?

3. Apa saja contoh konflik yang terjadi dalam masyarakat industri ?

1.3 TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui apa saja yang terdapat dalam struktur konflik masyarakat industri.

2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam konflik.

3. Untuk mengetahui contoh-contoh konflik yang terjadi dalam masyarakat industri.

4
KAJIAN TEORI

2.1 Perspektif Struktural Fungsional

Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar
pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh- tokoh yang pertama kali
mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer.
Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu
menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang
saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar
organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya
pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.

Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile


Durkheim, dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan
Herbert Spencer. Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismic kemudian
dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari
kesamaan antara masyarakat dengan organisme, hingga pada akhirnya berkembang
menjadi apa yang disebut dengan requisite functionalism, dimana hal ini menjadi
panduan bagi analisis substantif Spencer dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi
oleh kedua orang ini, studi Durkheim tertanam kuat terminology organismik tersebut.
Durkheim mengungkapkan bahwasannya masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana di
dalamnya terdapat bagian – bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut
mempunyai fungsi masing – masing yang membuat sistem menjadi seimbang. Bagian
tersebut saling interdependensi satu sama lain dan fungsional, sehingga jika ada yang
tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang pada
akhirnya menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton mengenai
struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional - Malinowski dan Radcliffe
Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional modern.

5
Para stuktural fungsional pada awalnya memustakan pada fungsi dalam struktrur
dan institusi dalam amsyarakat. Bagi Merton hal ini tidaklah demikian, karena dalam
menganalis hal itu, para fungsionalis awal cenderung mencampur aduk antara motif
subjektif individu dengan fungsi stuktur atau institusi. Analisis fungsi bukan motif
individu. Merton sendiri mendefinisikan fungsi sebagai konsekuensi- konsekuensi yang
didasari dan yang menciptakan adaptasi atau penyesuian, karena selalu ada konsekuensi
positif. Tetapi, Merton menambahkan konsekuensi dalam fakta social yang ada tidaklah
positif tetapi ada negatifnya. Dari sini Merton mengembangkan gagasan akan disfungsi.
Ketika struktur dan fungsi dpat memberikan kontribusi pada terpeliharanya sistem sosial
tetapi dapat mengandung konsekuensi negative pada bagian lain. Dalam penjelasan lebih
lanjut, Merton mengemukakan mengenai fungsi manifest dan fungsi laten.Fungsi
manifest adalah fungsi yang dikehendaki, laten adalah yang tidak dikehendaki.Maka
dalam stuktur yang ada, hal-hal yang tidak relevan juga disfungso laten dipenagruhi
secara fungsional dan disfungsional. Merton menunjukan bahwa suatu struktur
disfungsional akan selalu ada.

2.2 Perspektif Konflik


Teori konflik merupakan perubahan sosial tidak terjadi melalui proses
penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik
yang menghasilkan kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Teori ini
berdasarkan pada pemilikan sarana produksi sebagai unsur pokok pemisahan kelas dalam
masyarakat.
Dalam pandangan Karl Marx kehidupan sosial merupakan :
1. Masyarakat serbagai arena yang didalamnya terdapat berbagai bentuk
pertetangan.
2. Negara dipandang sebagai pihak yang terlibat aktif dalam pertentangan
dengan berbagai pihak kepada kekuatan yang dominan.

Paksaan (coercion) dalam wujud hukum dipandang sebagai faktor utama untuk
memelihara lembaga-lembaga sosial, seperti milik pribadi (property), perbudakan
(slavery), kapital yang menimbulkan ketidaksamaan hak dan kesempatan. Kesenjangan
sosial terjadi dalam masyarakat karena bekerjanya lembaga paksaan tersebut yang
6
bertumpu pada cara-cara kekerasan, penipuan, dan penindasan. Dengan demikian, titik
tumpu dari konflik sosial adalah kesenjangan sosial.
1. Negara dan hukum dlihat sebagai alat penindasan yang digunakan oleh kelas
yang berkuasa (kapitalis) demi keuntungan pribadi.
2. Kelas-kelas dianggap sebagai kelompok-kelompok sosial yang mempunyai
kepentingan sendiri yang bertentangan satu sama lain.

Menurut teori Karl Marx pendekatan konflik terdiri dari 2 kelas yaitu :
Masyarakat didasarkan pada kepemilikan sarana dan alat produksi (properti).
Berdasarkan teorinya, Marx membedakan kelompok menjadi 2 yaitu :
1. Kelas Borjuis: kelompok yang memiliki sarana dan alat produksi yaitu
perusahaan sebagai modal dalam usaha.
2. Kelas Proletar: kelompok yang tidak memiliki suasana dan alat produksi
maka hanya menjual tenaga untuk memenuhi kebutuhan.

Menurut Dahrendorf tidak selalu pemilik sarana- sarana juga bertugas sebagai
pengontrol apalagi pada abad kesembilan belas. Ia memaparkan perubahan yang terjadi
di masyarakat industri semenjak abad kesembilan belas. Diantaranya:
1. Dekomposisi modal
Menurut Dahrendorf timbulnya korporasi- korporasi dengan saham yang
dimiliki oleh orang banyak, dimana tak seorang pun memiliki kontrol penuh
merupakan contoh dari dekomposisi modal. Dekomposisi tenaga.
2. Dekomposisi Tenaga kerja
Di abad spesialisasi sekarang ini mungkin sekali seorang atau beberapa
orang mengendalikan perusahaan yang bukan miliknya, seperti halnya
seseorang atau beberapa orang yang mempunyai perusahaan tapi tidak
mengendalikanya. Karena zaman ini adalah zaman keahlian dan spesialisasi,
manajemen perusahaan dapat menyewa pegawai- pegawai untuk memimpin
perusahaanya agar berkembang dengan baik.
3. Timbulnya kelas menengah baru
Pada akhir abad kesembilan belas, lahir kelas pekerja dengan susunan yang
jelas, di mana para buruh terampil berada di jenjang atas sedang buruh biasa
berada di bawah.
7
Pertentangan kelas sebagai satu bentuk konflik dan sebagai sumber
perubahan sosial. Menurutnya, ada dasar baru bagi pembentukan kelas yaitu
sebagai pengganti konsepsi pemilikan sarana produksi dan sebagai dasar
perbedaan kelas itu. Hubungan-hubungan kekuasaan yang menyangkut
bawahan dan atasan menyediakan unsur bagi kelahiran kelas.
Jonathan Turner merumuskan teori konflik dalam tiga pandangannya yaitu :
a. Tidak ada definisi yang jelas tentang teori konflik sehingga tidak dapat
dibedakan karena pengunaan istilah,
b. Teori konflik mengambang karena analisisnya tidak dijelaskan
c. Teori konflik sulit terlepas dari teori fungsional karena merupakan reaksi
dari teori struktur fungsional.

Jonathan Turner menguraikan proses terjadinya konflik terdiri atas


Sembilan tahap, yaitu :
1. Sistem sosial tersusun atas sejumlah unit yang saling tergantung satu sama
lain.
2. Ada ketidaksamaan distribusi mengenai sumber-sumber langkah yang
bernilai di antara unit-unit tersebut.
3. Unit-unit yang menerima pembagian sumber-sumber secara tidak
proporsional mulai mempersoalkan legitimasi dari sistem sosial yang ada.
4. Masyarakat yang tidak berpunya mulai menyadari bahwa ada kepentingan
bagi mereka untuk mengubah sistem lokasi sumber- sumber yang ada.
5. Mereka yang tidak berpunyai mulai menjadi emosional.
6. Secara berkala muncul ledakan frustrasi, seringkali tidak
terorganisasi.
7. Intensitas keterlibatan mereka dalam konflik semakin meningkat dan
keterlibatan tersebut semakin emsosional.
8. Berbagai upaya dibuat untuk mengorganisasikan keterlibatan
kelompok tak berpunya dalam konflik tersebut.
9. Akhirnya, konflik terbuka dalam berbagai tingkat kekerasan terjadi
diantara mereka yang tidak berpunya dan mereka yang berpunya.

8
Menurut teori Coser konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas
antara dua atau lebih kelompok. Ia menekankan pentingnya konflik untuk
mempertahankan keutuhan kelopok. Konflik dengan kelompok lain dapat
memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur
ke dalam dunia sosial sekelilingnya.

Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang


meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan-hubungan di antara pihak-
pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-
value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk
mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup
penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas
sebuah sistem atau struktur.

Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:


1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan
khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan
keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap
mengecewakan. Contohnya para karyawan yang mogok kerja agar tuntutan
mereka berupa kenaikan upah atau gaji dinaikkan.
2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan
saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan,
paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam masyarakat
yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib seperti teluh,
santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju melakukan
pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan melawan
kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.

9
Lewis Coser menyebutkan beberapa fungsi konflik :
1. Konflik dapat memperkuat solidaritas kelompok yang agak longgar
2. Konflik dengan kelopok lainnya dapat menghasilkan solidaritas didalam
kelompok tersebut dan solidaritas itu bisa menghantarnya kepada aliansi-
aliansi dengan kelopok lain.
3. Konflik dapat menyebabkan anggota-anggota masyarakat yang terisolasi
menjadi berperan secara aktif.
4. Konflik juga bisa berfungsi untuk berkomunikasi yaitu dengan
mengeluarkan pendapat dengan cara tukar pikiran.

2.3 Interaksionisme Simbolik

Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya


dengan masyarakat. Asumsi yang mendasari symbolic interaction dan bahwa
asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar:
3. Pentingnya makna bagi perilaku manusia
4. Pentingnya konsep mengenai diri
5. Hubungan antara individu dengan masyarakat

Teori interaksi simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna


melalui proses komunikasi karena makna makna tidak bersifat intrinsik apa
pun. Dibutuhkan konstruksi interpretif di antara orang- orang untuk
menciptakan makna. Tujuan dari interaksi menurut symbolic interaction,
adalah untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini penting karena tanpa
makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sulit, atau bahkan tidak
mungkin.
Menurut LaRossa dan Donald C.Reitzes, tema ini mendukut tiga asumsi
Interaksi simbolik yang diambil dari karya Hebert Blumer. Asumsi-asumsinya
adalah sebagai berikut:
 Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang
diberikan orang lain pada mereka
 Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia

 Makna dimodifikasi melalui proses interpretif

10
Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang
diberikan orang lain pada mereka Asumsi ini menjelaskan prilaku sebagai
suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara
rangsangan dan respon orang berkaitan dengan rangsangan tersebut.
Mereka mencari makna dengan mempelajari penjelasan psikologis dan
sosiologis mengenai perilaku. Jadi, ketika seorang SI melakukan kajian
mengenai perilaku dari Roger Thomas, mereka melihatnya membuat makna
yang sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuk dirinya.

Pendekatan kedua terhadap asal-usul makna melihat makna itu “dibawa


kepada benda oleh seseorang bagi siapa benda itu bermakna” (Blumer,1969).
Posisi ini mendukung pemikiran bahwa makna terdapat didalam orang bukan
didalam benda. Dalam sudut pandang ini, makna dijelaskan dengan
mengisolasi elemen-elemen psikologis didalam seorang individu yang
menghasilkan makna.

Interaksi simbolik mengambil pendekatan ketiga terhadap makna,


melihat makna sebagai suatu yang terjadi di antara orang-orang. Makna
adalah “produk sosial” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan melalui
pendefinisian aktivitas mausia ketika mereka berinteraksi.

Blumer menyatakan bahwa proses intepretif ini memiliki dua langkah.


Pertama, para pelaku menentukan benda-benda yang memiliki makna. Blumer
berargumen bahwa bagian dari proses ini berbeda dari pendekatan psikologis
dan terdiri atas orang yang terlibat didalam komunikasi dengan dirinya sendiri.
Langkah kedua melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek dan melakukan
transformasi makna didalam konteks dimana mereka berada.

11
Kesimpulan

Asumsi-asumsinya adalah sebagai berikut :

• Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang


diberikan orang lain pada mereka

• Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia

• Makna dimodifikasi melalui proses interpretif

Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan


orang lain pada mereka Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu
rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara
rangsangan dan respon orang berkaitan dengan rangsangan tersebu

12
DAFTAR PUSTAKA

Abraham, M. Francis, 1997, Modernisasi di Dunia Ketiga Suatu Teori Umum


Pembangunan, PT. Tiara Wacana Yogya.

Demartoto, Argyo. 2010. Strukturalisme Konflik. Jurnal Dilema. Jurusan Sosiologi


Universitas Sebelas Maret Surakarta. Vol 24 No. 1 Tahun 2010.

Aiken, Hendy D. 2002, Abad Ideologi, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta.


Budiman, Arif. 1996. Dimensi Kritik Proses Pembangunan Di Indonesia, Gerakan

Sosial, Demokrasi Di Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.

Cakra, Fritjof 1997. Titik Balik Peradaban, Sisi Gelap Pertumbuhan, Yayasan Bentang
Budaya, Jakarta.

Jones, Pip. 2009, Pengantar Teori-teori Sosial, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Lauer, Robert H. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Renika Cipta. Jakarta.
Lubis, Mochtar. 1988. Menggapai dunia damai, Jakarta. Yayasan Obor Indonesia
Poloma, Margaret M, 2003, Sosiologi Kontemporer, PT. Rajagrafindo, Jakarta

Sachs, Wolfgang. 1995. Kritik atas pembangunanisme. Telaah Pengetahuan Sebagai


Alat Penguasaan, Inflasi Konseptual Pembangunan di Dunia Ketiga . CPSM

Scott, John. 2012, Teori Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Soejono Soekanto, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta. Sztomka,
Piotr, 2004, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Media Grop, Jakarta. Umanailo, M.
C. B. (2014) „Pierre Bourdieu; Menyikap Kuasa Simbol‟, OSF. doi:

10.31235/osf.io/4txzu.

Umanailo, M. C. B. (2015b) ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR. 1st edn. Namlea:


FAM PUBLISHING. doi: 10.17605/OSF.IO/4HPWC.

13

Anda mungkin juga menyukai