Anda di halaman 1dari 2

Transkrip Legenda sanak

Nama : Azizatus Sayyidah

NIM : 03020422032

Bismillahirrahmanirrahim.

Legenda tentang Sanggrahan.Ada satu kampung di daerah Kediri yang secara geografis masuk ke
Kecamatan Purwa Asri, Kabupaten Kediri. Dia berbatasan langsung dengan wilayah yang ada di
Kabupaten Jombang. Kampung itu dulunya bernama Sanggrahan dan kemudian berganti dengan
kampung yang namanya Purworejo. Sahjian diceritakan oleh banyak orang bahwa dahulu kampung
tersebut adalah kampung yang wingit, kampung yang banyak dihuni oleh makhluk-makhluk halus,
makhluk-makhluk jahat, yang ketika itu banyak sekali dianggap mendatangkan mahala petaka kepada
penurut di situ. Arti Sanggrahan itu sendiri adalah singgah sana, yang singgah sana ini dikonotasikan
dengan singgah sana makhluk-makhluk astral dan makhluk-makhluk lelumput. Di situ terkenal sekali
masyarakat ketika itu. Nah, pada awalnya... Akhirnya adalah mereka sebagaimana masyarakat pagan,
mereka sering memberikan sesaji-sesajian kepada makhluk-makhluk tersebut. Maka inilah yang
mungkin menjadikan makhluk-makhluk itu bercokol dan tahan untuk tinggal di situ. Nah, maka
kehidupan yang seperti itulah yang menjadikan apa itu desa tersebut atau kampung tersebut menjadi
dianggap angker karena makhluk-makhluk tersebut menjadi dianggap angker. Masalahnya adalah
banyak sekali makhluk yang berada di situ. Maka kemudian setelah itu datanglah seorang penyebar
agama yang ini adalah salah satu dari pasukan Diponegoro. Ketika tahun 1830 ketika pangeran
Diponegoro sendiri ditangkap dan dibawa ke Makassar, Maka kemudian setelah itu datanglah seorang
penyebar agama yang ini adalah salah satu dari pasukan Diponegoro sendiri ditangkap dan dibawa ke
Makassar, atau diaksingkan ke Makassar, maka pasukannya diubrak-abrik oleh Belanda. Dan orang ini,
salah satu orang itu bernama Haji Untung, yang kemudian pindah ke kampung Sanggrahan itu,
menyebarkan agama sekaligus kemudian membabat hutan baru yang itu adalah di wilayah Sanggrahan
itu. Maka kemudian setelah menjadi perkampungan, maka mengajarkanlah, mereka agama Islam
kepada masyarakat, dan kemudian dalam tanda kutip juga mereka, beliau mengadakan peperangan
kepada makhluk tersebut. Sehingga makhluk-makhluk tersebut banyak yang terusir dari tempat itu, dan
kemudian menjadilah damai Sanggeran itu karena dengan berkurangnya makhluk-makhluk tersebut,
dan perlahan tapi pasti, masyarakat tidak lagi memuja-muja kepada makhluk masuk tersebut. Yang
selama itu kemudian dijadikan pepunden, menjadikan semacam sesuatu yang dipuja-puja, kemudian
tergusur dari kebiasaannya dipuja-puja, maka kemudian mulailah dakwah Islam maju, maju dan maju
sehingga kemudian mendirikan beliau itu, satu masjid yang asalnya adalah kecil, dan berkembang,
berkembang, berkembang, sampai sekarang menjadi masjid yang besar. Nah, beliau juga disokong, Haji
Untung ini disokong, oleh keturunan daripada seorang yang berasal dari daerah Tuban, yaitu dari
keturunan seorang Adipati Tuban, yang kemudian disitu diangkat menjadi lurah, dan kemudian Mbah
Lurah ini kemudian, apa itu sama-sama dengan Mbah Untung, untuk menyebarkan agamanya, agama
Islam, sehingga kemudian secara perlahan tapi pasti, maka masyarakat tersenari dengan agama yang
dulunya tradisinya adalah mengadakan sesajen-sesajen, maka lambat tapi pasti kemudian berkurang,
berkurang, berkurang. Nah, itulah, maka kemudian kampung itu ketika sudah dianggap aman, dan
masyarakat tidak ada lagi ketergantungan kepada makhluk-makhluk itu, dan tradisi-tradisi masyarakat
sudah dirubah, atau berubah yang walaupun kemudian ini perlahan, maka yang dulunya namanya
Sanggeran itu berubah dengan nama Purwa Warjo. Purwa itu artinya wiwitan, Warjo itu suatu yang
rame. Wallahu'alam, apakah ini kemudian ada identik dengan asal daripada Mbah Haji Untung? Karena
Mbah Haji Untung ini adalah berasal dari tanah, dari satu tempat yang namanya Mbah Gelen, yang
kemudian ada di daerah Kuto Warjo yang masuk kepada Kabupaten Purwarejo. Apakah ada urusan
seperti itu? Wallahu'alam. Tapi yang jelas, kemudian berubahlah nama, daripada Sanggeran itu menjadi
Purwarejo, dengan kehidupan yang baru, yang meninggalkan tradisi-tradisi paganis, tradisi-tradisi mistis
dan sebangsanya, dan kemudian jadilah masyarakat yang mulai menggeliat untuk maju, termasuk
peradabannya, termasuk kebiasaannya, dan kemudian luar biasa Sanggeran, yang dulunya Sanggeran itu
menjadi Purwarejo, maka menjadi pioner atas dakwah Islam, di sekelilingnya. Sehingga kemudian
muncul ulama-ulama, dalam tanda kutip, baru, di Purwa Warjo yang baru itu tadi, seperti Mbah Kiai
Hasim. Dan seterusnya, itu pada generasi yang kedua, setelah generasi yang pertama, jadi dari anak-
anak Mbah Haji Untung itu, kemudian hampir semuanya, yang laki-laki disuruh pergi ke pesantren-
pesantren untuk menimba ilmu, dan pada gilirannya, untuk menjadi tokoh agama di situ. Seperti Mbah
Haji Abdus Salam, Mbah Haji Abdus Syukur, dan kemudian Mbah Haji Mansur, kemudian Mbah Haji
Abdul Fattah, dan sebagainya, semuanya itu menjadi penyokong dakwah penerus dari Padang Bahasi
Untung ini, dan itu cukup menjadikan kehidupan beragama menjadi menggeliat di yang namanya
Sanggrahan itu, menjadi Purwarejo, dan kemudian di Purwarejo itu menjadi percontohan bagi daerah-
daerah yang sekitarnya, yang asalnya juga kemudian ikut-ikut mengikuti tradisi-tradisi yang seperti itu,
sebagaimana lazimnya daerah-daerah yang itu bekas Majapahit dan bekas Kediri, maka menjadi
kehidupan yang beragama, dan kemudian menggeliat kehidupan beragamanya. Dan itulah, kemudian
tergusurnya istilah Sanggrahan menjadi Purwarejo, walaupun kemudian nama Sanggrahan atau
penyebutan nama Sanggeran itu juga masih berlaku di masyarakat karena memang asalnya ada
Sanggrahan, tapi kemudian sudah terkikis secara demografi perubahnya nama Sanggeran menjadi nama
Purworejo, dan ini suatu yang memiliki signifikansi yang luar biasa kepada dakwah dan Islam, dakwah
Islam, dan kemudian menjadikan perkembangan masyarakat menjadi luar biasa bagusnya. Dan sampai
sekarang, maka kemudian kehidupan-kehidupan beragama sudah sangat bagus dengan ditandai
banyaknya masjid dan mushollah, dan banyaknya pengajian. Dan ini kemudian yang terjadi sekarang ini,
alhamdulillah dengan itu semuanya, maka Sanggrahan menjadi Purwarejo, dan betul, sebagaimana
mungkin diinginkan oleh pendahulu itu, sang pendahulu itu, maka kemudian Sanggeran yang dulunya
Sanggeran itu menjadi Purwarejo dan menjadi pioner atas perkembangan dakwah Islam, dan sampai
sekarang alhamdulillah menjadi lebih bagus lagi. Ini saja sekelumit daripada kisah atau legenda
masyarakat yang namanya Sanggrahan, yang kemudian sekarang menjadi Purwarejo.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Anda mungkin juga menyukai