Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA BISNIS INTERNASIONAL


Disusun untuk memenuhi tugas presentasi Bisnis Internasional

Dosen Pengampu

Shindy Dwita Nuansari, SM. M.SM.

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 12

1. Dwina Syafadilla Putri (202400261) 13. Andri Chandra Wijaya (202400197)


2. Nabila Syahida (202400135) 14. Meriza Tri Fani (202400218)
3. Imas Septia Lestari (202400215) 15. Ashilah Zahiyah (202400179)
4. Egy Rizqika Dewi (202400143) 16. Moh Faza Najmudin (202400160)
5. Nivia Fatika M (202400129) 17. Larasati Mulia jati (202400157)
6. Mutiara Amaliah (202400148) 18. Sabilla amalia putri (202400250)
7. Lili Nuranita (202400173) 19. Tiani Rahmania putri (202400168)
8. Iva Nurul Varicha (202400158) 20. Ainun Nur Fadilah (202400212)
9. Aviantika Rismala (202400217) 21. Muhammad Irfan M (202400238)
10. Dini Widyastuti (202400177) 22. Lita Heryanti (202400154)
11. Nur Soimah (202400180) 23. Rahman (202400203)
12. Rizki Mustofa (202400131)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada definisi umum, pekerti bisnis dapat diartikan sebagai satu prinsip standar atau
moril yang diterapkan pada satu organisasi bisnis. Untuk berkelakuan pada satu secara etis
dan secara sosial cara bertanggung-jawab harus menjadi tanda dari tiap-tiap perilakunya
businessperson, domestik atau internasional. Masalah utama bangun dari pertanyaan moral
dari apa benar dan atau menyesuaikan bersikap itu beberapa dilema untuk pemasar
domestik. Masalah dari etika bisnis adalah infinitely lebih rumit pada bisnis internasional
karena pertimbangan menghargai membedakan secara luas antara secara cultural group
berbeda. Apa itu biasanya diterima seperti kanan di negara sesuatu dengan sepenuhnya
yang tidak dapat diterima pada lain. Di kertas ini, beberapa aspek berhubungan ke pekerti
bisnis di bisnis international meliputi definisi dan teori dari etika, masalah etis di bisnis
internasional, kode etis dari satu kemasyarakatan organisasi bisnis dan perusahaan
tanggungjawab dijelaskan.
Kegiatan bisnis yang meningkat di dunia dewasa ini, telah menimbulkan tantangan
baru, yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik, etis, dan menjadi dasar kehidupan
bisnis yang dapat diterima oleh banyak negara di dunia. Dalam kegiatan bisnis
internasional, perusahaan akan mampu bertahan apabila mampu bersaing. Untuk dapat
bersaing tentunya harus memiliki daya saing, yang di antaranya dihasilkan dari
produktivitas dan efisiensi. Untuk itu diperlukan etika dalam berusaha atau berbisnis,
karena praktik usaha yang tidak etis dapat menimbulkan kegagalan pasar, mengurangi
produktivitas dan meningkatkan ketidakefisienan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan etika bisnis.?
2. Masalah-masalah apa saja yang timbul didalam Etika bisnis Internasional.?
3. Bagaimana cara mengatasi kesenjangan-kesenjangannya.?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Landasan teori dan pengertian etika bisnis


1. Pengertian etika
Secara etimologis, kata “etika” berasal dari kata Yunani “ethos” (jamak: ta etha),
yang berarti “adat istiadat” atau “kebiasaan”. Dari pengertian ini, etika berkaitan dengan
kebiasaan dan tata cara hidup yang baik yang dianut suatu masyarakat dan diwariskan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan hidup yang baik ini kemudian dibakukan
dalam bentuk kaidah, aturan atau norma yang disebarluaskan, dikenal, dipahami, dan
diajarkan secara lisan dalam masyarakat. Etika secara lebih luas dipahami sebagai
pedoman bagaimana manusia harus hidup, dan bertindak sebagai orang yang baik. Etika
memberi petunjuk, orientasi, arah bagaimana harus hidup secara baik sebagai manusia.
Sebagai suatu ilmu, ilmu etika merupakan suatu ilmu yang mempelajari standard
moral dari seseorang atau suatu masyarakat (Velasquez, 2006). Standar moral merupakan
norma-norma mengenai tindakan-tindakan yang dipercaya secara moral benar dan salah,
serta nilai-nilai yang diberikan terhadap suatu obyek yang dipercaya secara moral adalah
baik atau buruk.
Etika sebagai suatu ilmu dapat dibagi dua, yaitu kajian yang bersifat normatif
(normative study) dan kajian yang bersifat deskriptif (descriptive study). Kajian yang
bersifat normatif merupakan investigasi yang mencoba untuk memperoleh kesimpulan
mengenai apakah sesuatu baik atau buruk dan apakah suatu tindakan benar atau salah.
Misalnya, terkait dengan pertanyaan: “Apakah penyuapan di dunia bisnis, baik atau
buruk?”. Untuk menjawab itu, ahli etika akan mencari jawabnya berdasarkan kajian
normatif dengan menggunakan berbagai teori yang ada, dan menyimpulkan apakah
penyuapan di dunia bisnis baik atau buruk. Sedangkan kajian yang bersifat deskriptif
merupakan investigasi yang tidak mencoba untuk mencapai suatu kesimpulan mengenai
baik dan buruk atau benar dan salah. Hal ini misalnya dilakukan oleh ahli anthropologi
yang mempelajari standar moral dari suatu suku bangsa. Mereka akan mencoba untuk
menjelaskan secara akurat mengenai standar moral dari suku bangsa tersebut dengan
menggunakan berbagai teori, akan tetapi bukan tujuan mereka untuk memberikan penilaian
apakah moral dari suku bangsa tersebut baik atau buruk.
2. Teori Etika
Menurut Keraf (2002) terdapat tiga teori mengenai etika, yaitu teori
deontologi, teori teleologi dan etika keutamaan.
Istilah “deontologi” berasal dari kata Yunani “deon” yang berarti kewajiban, dan
“logos” yang berarti ilmu atau teori. Menurut teori ini, cara bertindak dalam suatu
situasi tertentu adalah melakukan apa yang menjadi kewajiban sebagaimana terungkap
dalam norma dan nilai-nilai moral yang ada. Suatu tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan kewajiban. Suatu tindakan
dianggap baik karena tindakan tersebut memang baik pada dirinya sendiri, sehingga
merupakan kewajiban yang harus kita lakukan. Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk
secara moral karena tindakan tersebut memang buruk secara moral sehingga tidak menjadi
kewajiban untuk kita melakukannya.
Istilah “teleologi” berasal dari kata Yunani “telos” yang berarti tujuan, dan “logos”
yang berarti ilmu atau teori. Etika teleologi menjawab pertanyaan bagaimana bertindak
dalam situasi tertentu dengan melihat tujuan atau akibat dari suatu tindakan, atau dengan
kata lain menilai baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat dari tindakan
tersebut. Dalam suatu situasi tertentu, tindakan yang harus dipilih adalah tindakan yang
membawa akibat yang baik, karena suatu tindakan dinilai baik apabila bertujuan baik dan
mendatangkan akibat baik. Etika teleologi lebih bersifat situasional dan subyektif, dimana
tindakan seseorang tergantung dari penilaiannya terhadap akibat dari tindakan tersebut.
Apabila dianggap baik, suatu tindakan yang jelas-jelas bertentangan dengan norma atau
nilai moral yang berlaku dapat dilakukan.
Berbeda dengan kedua teori etika yang lain, teori ini mendasarkan penilaian moral
pada pengembangan karakter moral pada diri setiap orang. Nilai moral muncul bukan
dalam bentuk aturan berupa larangan atau perintah, akan tetapi dalam bentuk teladan moral
yang nyata dipraktikkan oleh tokoh-tokoh tertentu dalam masyarakat. Menurut teori ini,
cara bertindak secara moral di dalam situasi konkirt yang dilematis adalah meneladani
sikap dan perilaku moral tokoh-tokoh yang kita kenal, baik dalam masyarakat, sejarah atau
cerita yang kita ketahui, ketika mereka menghadapi situasi serupa.
3. Prinsip Etika Bisnis
Cukup banyak definisi mengenai etika bisnis. Secara umum etika bisnis dapat
didefinisikan sebagai suatu standar atau prinsip moral yang diterapkan di dalam lembaga
atau organisasi bisnis dan perilaku yang dapat diterima (benar) atau tidak dapat diterima
(salah) dari orang-orang yang bergerak di dunia bisnis. Sedangkan, etika bisnis
internasional terkait dengan standar moral yang diterapkan di dalam kegiatan bisnis
internasional.
Sebagai suatu ilmu, etika bisnis merupakan ilmu yang mempelajari secara khusus
standar moral tersebut dan melakukan analisis dan evaluasi dari keputusan-keputusan
bisnis didasarkan pada konsep dan penilaian moral.
B. Permasalahan Etika Bisnis Dalam Bisnis Internasional
Pertanyaan terkait moral mengenai apakah suatu tindakan baik atau buruk, benar
atau salah, seringkali menjadi dilema di dalam kegiatan bisnis internasional. Penilaian
terhadap suatu tindakan terkait bisnis yang dianggap baik atau buruk dan benar atau salah
seringkali berbeda di antara satu negara dengan negara lainnya. Bahkan di dalam suatu
negarapun penilaian ini sering berbeda dikarenakan perbedaan di dalam budaya dari
masyarakatnya. Di samping faktor budaya, perbedaan pandangan ini juga sering
dipengaruhi oleh sistem perekonomian dan sistem pemerintahan suatu negara, disamping
kepercayaan dan agama yang ada di masyarakat.
Permasalahan etika bisnis dapat muncul di berbagai aspek bisnis internasional.
Dalam bidang produksi, misalnya muncul permasalahan etika terkait perusahaan dengan
lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial, penggunaan binatang untuk
uji coba obat-obatan baru, cara transportasi ternak, dan diketemukannya teknologi baru
seperti produk transgenik atau genetically modified product dan cloning. Dalam bidang
pemasaran, misalnya muncul permasalahan etika terkait pelaksanaan promosi (seperti
adanya unsur sex dalam advertising), pemasaran langsung di sekolah, dan advertising yang
menyesatkan dengan tidak memberikan informasi produk yang sebenarnya. Dalam bidang
keuangan, misalnya terkait insider trading, pembayaran yang sangat besar terhadap CEO
perusahaan sebagai excutive compensation, dan pembuatan laporan keuangan yang tidak
benar. Dalam bidang HAKI (hak atas kekayaan intelektual), misalnya terkait pembajakan,
pemalsuan merk, dan business intelligence. Dalam tenaga kerja, misalnya terkait
pemberian upah buruh yang sangat rendah untuk memproduksi barang yang relatif mahal
harganya, serta diskriminasi gender, suku dan agama dalam pekerjaan.
Dengan perkembangan yang sangat pesat di bidang teknologi, terutama teknologi
informasi, komunikasi dan produksi, maka di masa-masa yang akan datang dapat muncul
permasalahan baru terkait etika dengan munculnya teknik, metode atau cara baru di bidang
bisnis. Misalnya dalam bidang proses produksi, pemasaran dan keuangan.

C. Prinsip Etika Bisnis


Dewasa ini, perusahaan-perusahaan bisnis internasional, terutama yang besar, pada
umumnya sudah memiliki pedoman etika bisnis di dalam perusahaannya. Kode etik
internasional pertama di bidang bisnis adalah “The Caux Round-Table Principles for
Business” yang disepakati pada tahun 1994 oleh eksekutif puncak dari berbagai perusahaan
multinasional dari Jepang, Eropa dan Amerika Serikat (seperti Matsuhita, Philips, Ciba-
Geigy, Cummins, 3M dan Honeywell). Prinsip Caux berakar pada dua nilai ideal dasar
dalam etika, yaitu konsep Jepang “kyosei” yang berarti hidup dan bekerja bersama-sama
demi kesejahteraan umum, dan konsep barat “human dignity” (martabat manusia) yang
mengacu pada kesucian atau bernilainya setiap pribadi sebagai tujuan, tidak semata-mata
sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan-tujuan orang lain atau bahkan untuk
melaksanakan kehendak mayoritas.
Kode etik ini terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu mukadimah, prinsip-prinsip
umum, dan prinsip-prinsip stakeholder. Prinsip-prinsip umum dari “The Caux Round-
Table Principles for Business” adalah sebagai berikut:
Prinsip 1. Tanggung Jawab Bisnis Dari “Shareholders” ke “Stakeholders”
Nilai organisasi bisnis bagi masyarakat ialah kekayaan dan lapangan kerja yang
diciptakannya serta produk dan jasa yang dipasarkan kepada konsumen dengan harga wajar
yang sebanding dengan mutu. Untuk mampu menciptakan nilai itu, sebuah organisasi
bisnis haruslah mempertahankan kesehatan dan kelangsungan hidupnya, namun
kelangsungan hidup bukanlah tujuan yang mencukupi.
Bisnis memainkan peranan untuk meningkatkan kehidupan semua pelanggan,
karyawan dan pemegang saham dengan membagikan kekayaan yang diciptakannya. Para
pemasok dan pesaingpun berharap bahwa organisasi-organisasi bisnis menghormati
kewajiban-kewajiban mereka dengan semangat kejujuran dan keadilan. Sebagai warga
yang bertanggung jawab dari komunitas lokal, nasional, regional dan global dimana
mereka beroperasi, organisasi-organisasi bisnis ikut serta dalam menentukan masa depan
komunitas-komunitas itu.

Prinsip 2. Dampak Ekonomis dan Sosial dari Bisnis: Menuju Inovasi, Keadilan dan
Komunitas Dunia
Organisasi-organisasi bisnis yang didirikan di luar negeri untuk membangun,
memproduksi atau menjual juga harus memberi sumbangan pada pembangunan sosial
negara-negara itu dengan menciptakan lapangan kerja yang produktif dan membantu
meningkatkan daya beli warga negara setempat. Organisasi-organisasi bisnis harus juga
menyumbang pada hak-hak azasi manusia, pendidikan, kesejahteraan dan vitalisasi negara-
negara tempat mereka beroperasi.
Organisasi-organisasi bisnis harus menyumbang pada pembangunan ekonomi dan
sosial tidak hanya di negara-negara tempat mereka beroperasi, tetapi juga bagi komunitas
dunia pada umumnya, melalui penggunaan sumber-sumber secara efektif dan bijaksana,
kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di bidang teknologi, metode-
metode produksi, pemasaran dan komunikasi.

Prinsip 3. Perilaku Bisnis: Dari Hukum Tersurat ke Semangat Saling Percaya


Dengan tetap mengakui keabsahan rahasia-rahasia dagang, organisasi-organisasi
bisnis haruslah menyadari bahwa kelurusan hati, ketulusan, kejujuran, sikap memegang
teguh janji, dan transparansi, bermanfaat tidak hanya bagi kredibilitas dan stabilitas bisnis
sendiri, tetapi juga bagi kelancaran dan efisiensi transaksi-transaksi bisnis, khususnya pada
tingkat internasional.
Prinsip 4. Sikap Menghormati Aturan
Untuk menghindari konflik-konflik dagang dan untuk menggalakkan perdagangan
yang lebih bebas, kondisi-kondisi adil dalam persaingan, perlakuan yang seimbang dan
adil bagi seluruh partisipan, organisasi-organisasi bisnis wajib menghormati aturan-aturan
internasional dan domestik. Disamping itu, bisnispun harus menyadari bahwa perilaku-
perilaku tertentu, biarpun tidak melanggar aturan, tetap saja dapat menimbulkan akibat-
akibat yang tidak diinginkan.

Prinsip 5. Dukungan Bagi Perdagangan Multilateral


Organisasi-organisasi bisnis wajib mendukung sistem perdagangan multilateral
dari GATT/WTO serta kesepakatan-kesepakatan internasional serupa. Mereka wajib
bekerja sama dalam upaya-upaya untuk memajukan liberalisasi perdagangan yang
progresif dan sesuai dengan akal sehat dan untuk mengendurkan ketentuan-ketentuian
domestik yang secara tidak masuk akal menghambat perniagaan global, dengan tetap
menghormati tujuan-tujuan kebijaksanaan nasional.

Prinsip 6. Sikap Hormat Bagi Lingkungan Alam


Bisnis wajib melindungi dan, dimana mungkin, meningkatkan lingkungan alam,
mendukung pembangunan yang berkelanjutan, dan mencegah terjadinya pemborosan
sumber-sumber daya alam.

Prinsip 7. Menghindari Operasi-Operasi Yang Tidak Etis


Bisnis wajib untuk tidak berpartisipasi dalam atau menutup mata terhadap
penyuapan, pencucian uang (money laundering), atau praktek-praktek korup lainnya,
bahkan bisnis wajib untuk menjalin kerjasama dengan pihak-pihak lain untuk membasmi
praktek-praktek itu. Bisnis wajib untuk tidak memperdagangkan senjata atau barang-
barang lain yang diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan teroris, perdagangan obat bius, atau
kejahatan terorganisasi lainnya.

D. Kode Etik Perusahaan


Di negara yang kegiatan bisnisnya sudah maju, seperti di Amerika Serikat dan
Eropa, sebagian besar perusahaan besar sudah mengembangkan kode etik perusahaannya
masing-masing. Kode etik itu antara lain menjelaskan harapan perusahaan agar karyawan
mampu mengenali masalah-masalah etis terkait kebijakan perusahaan, dan harapan
menyangkut perilaku karyawan dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, di dalam pedoman
Etika Bisnis dari perusahaan Ericsson, dimuat tata tertib mengenai tanggung jawab
individu, serta tanggung jawab terhadap karyawan, pelanggan, pemasok, pemegang saham
dan para pemangku kepentingan lainnya, termasuk:
 Mematuhi undang-undang, tata tertib dan peraturan;
 Melindungi informasi rahasia perusahaan dan informasi para pelanggan
serta vendor perusahaan;
 Perlindungan dan penggunaan aset perusahaan yang layak;
 Memperlakukan karyawan dengan hormat dan melindungi hak azasi
manusia;
 Menangani konflik kepentingan;
 Mendukung pengungkapan secara lengkap, adil, akurat, tepat waktu dan
dapat dipahami dalam laporan keuangan dan komunikasi publik lainnya;
 Melindungi lingkungan; dan
 Mendukung pelaporan tentang setiap perilaku yang melanggar hukum atau
yang tidak etis.

E. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan


Selain etika dalam berbisnis ada juga tanggung jawab sosial perusahaan atau sering
dikenal dengan Corporate Social Responsibility. Tanggung jawab sosial sangat diperlukan
perusahaan untuk menciptakan penilaian yang baik terhadap image perusahaan. Tanggung
jawab sosial ini juga akan memberikan dampak yang baik terhadap perkembangan perusahaan.
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) adalah konsep yang melibatkan perusahaan dalam
mempertimbangkan dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari kegiatan bisnis mereka.
CSR tidak hanya merupakan tanggung jawab perusahaan, melainkan kewajiban yang harus
dijalankan sebagai bagian dari kebijakan bisnis (Nayenggita et al., 2019).
Dalam konteks etika bisnis internasional, tanggung jawab sosial perusahaan melibatkan
perusahaan dalam memenuhi harapan masyarakat, karyawan, konsumen, dan pemangku
kepentingan lainnya di negara-negara di mana mereka beroperasi. Dalam melaksanakan bisnis
internasional, perusahaan harus mempertimbangkan dampaknya pada masyarakat lokal,
lingkungan, dan ekonomi serta memastikan bahwa tanggung jawab sosialnya dapat dipenuhi
(Suprapto et al, 2023). Lingkungan asing yang cenderung berbeda dari lingkungan domestik
merupakan halangan utama bisnis internasional dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Standar etis yang tinggi diperlukan untuk menjaga hubungan yang baik dengan para pemangku
kepentingan seperti mitra bisnis, pemerintah, masyarakat lokal, pelanggan, dan investor
(Tambunan et al., 2022).
Menurut Hazizah dan Aslami (2021) bentuk tanggung jawab social yang dapat
dilakukan perusahaan terhadap pihak yang berkepentingan adalah sebagai berikut:
1) Karyawan
Bentuk tanggung jawab sosial yang diberikan perusahaan kepada karyawan
biasanya seperti memberikan keadilan dan menggangap karyawan bagian dari tim dan
menghormati serta mensejahterakan karyawan. Perusahaan berusaha untuk mencari,
merekrut, melatih dan mempromosikan karyawan yang memiliki kualitas kerja yang baik.
2) Investor
Sebagai rasa tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepada investor,
perusahaan berkewajiban untuk mengikuti prosedur akuntasi yang sesuai dengan
perjanjian, memberikan informasi yang sesuai dengan kinerja keuangan perusahaan dan
mengelola perusahaan serta melindungi hak-hak para investor. Perusahaan harus jujur dan
berterus terang dalam menilai profitabilitas dan pertumbuhan laba dan saham perusahaan
serta menghindari tindakan-tindakan yang tidak layak dalam bidang yang sensitif seperti
insider tranding, memanipulasi harga saham, dan menyembunyikan data keuangan.
3) Pelanggan
Bentuk tanggung jawab perusahaan kepada pelanggannya dengan memberikan
pelayanan terbaik dan jujur dalam mempromosikan produknya. Perusahaan juga harus
menetapkan harga yang sesuai, menjamin keamanan dalam pengiriman barang,
menghargai garansi, dan tetap mempertahankan kualitas produk yang dijual.
4) Pemasok
Hubungan antara manager dengan para pemasok harus terjalin dengan baik.
Sebagai contoh, perusahaan tidak boleh memanfaatkan pemasok dengan menentukan
jadwal pengantaran bahan baku yang tidak realistis dan mengurangi margin laba terus
menerus serta menekan harga serendah-rendahnya. Kini banyak perusahaan yang
mengakui betapa pentingnya perjanjian sekutu yang saling menguntungkan dengan
pemasoknya. Jadi perusahaan selalu memberikan informasi mengenai rencana masa depan,
menegosiasi jadwal pengantaran bahan baku dan harga yang didapatkan kedua belah pihak
berdasarkan kesepakatan bersama dan lain sebagainya.
5) Komunikasi Lokal
Selain sebagai rasa tanggung jawab juga sebagai rasa terima kasih perusahaan
kepada masyarakat yang berada dalam lingkungan perusahaan serta untuk
mempertahankan eksistensinya ditengah masyarakat. Biasanya perusahaan akan
memberikan sumbangan berupa program-program atau kegiatankegiatan yang bermanfaat
untuk masyarakat dilingkungan perusahaan.

F. Peran CSR dalam Bisnis Internasional


Peran utama CSR dalam bisnis internasional adalah untuk meningkatkan nilai, reputasi,
dan citra perusahaan. Perusahaan yang melaksanakan CSR dianggap lebih bertanggung jawab
pada segi sosial dan lingkungan oleh masyarakat dan konsumen, hal ini dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan tersebut. Penerapan CSR dalam operasi bisnis
dapat menciptakan citra merek dan hubungan yang positif dengan para pemangku kepentingan
(stakeholders) perusahaan (Afifah et al., 2021).
Kemudian CSR juga berperan dalam meningkatkan hubungan dengan pemangku
kepentingan melalui peningkatan kesejahteraan pelanggan, pemasok, karyawan, komunitas,
serta lingkungannya dengan mengacu pada konsep Triple Bottom Line (TBL) (Supriyadi &
Ghoniyah, 2022). Konsep ini menekankan pada tiga dimensi berkelanjutan, yaitu ekonomi,
sosial, dan lingkungan yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan secara lebih
holistik, sehingga tidak hanya berfokus pada keuntungan ekonomi semata (Mushowirotun,
2020). Berikut ini merupakan makna mengenai tiga dimensi TBL, antara lain:
 Dimensi ekonomi: dimensi ini menekankan pada profitabilitas perusahaan,
di mana perusahaan harus mempertimbangkan keuntungan ekonomi untuk
memastikan keberlanjutan bisnis secara jangka panjang.
 Dimensi sosial: dimensi ini menekankan pada hubungan dan tanggung
jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan karyawan termasuk hak
asasi manusia, keadilan, kesetaraan, dan hak-hak pekerja.
 Dimensi lingkungan: dimensi ini menekankan pada dampak lingkungan
dari kegiatan bisnis perusahaan. Pada dimensi ini, perusahaan harus
mempertimbangkan dampak kegiatan bisnis mereka terhadap lingkungan,
seperti emisi gas, rumah kaca, penggunaan sumber daya alam yang
berlebihan, dan polusi.
Kegiatan CSR yang baik dalam pelaksaanan bisnis internasional juga berperan
dalam mengurangi risiko dan mempertahankan keberlangsungan bisnis perusahaan
(Eriandani & Wijaya, 2021). Dengan mempertimbangkan tidak hanya aspek ekonomi,
tetapi juga etika dan lingkungan, organisasi dapat memiliki merek yang lebih buat, serta
berbagai peluang untuk berinovasi dan mengurangi risiko sosial (Kuo et al., 2021). Selain
itu, kegiatan bisnis yang memperhatikan dampak lingkungan dapat mengurangi risiko
penalti dan tuntutan hukum terkait pelanggaran regulasi lingkungan di negara setempat.
Penerapan CSR dalam kegiatan usaha juga dapat meningkatkan inovasi dan produktvitas
dengan mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan lingkungan,
serta mengembangkan solusi kreatif untuk masalah-masalah sosial dan lingkungan.
Peningkatan keterlibatan kerja yang dirasakan oleh karyawan dalam pelaksanaan CSR
perusahaan kemudian berperan dalam menurunkan tingkat turnover rate (Bayode &
Duarte, 2022).
Etika bisnis tanggung jawab sosial perusahaan erat terkait, karena keduanya
bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan beroperasi secara bertanggung jawab
terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dalam banyak kasus, etika bisnis dan CSR
saling melengkapi. Etika bisnis memastikan bahwa perusahaan menjalankan operasi
bisnisnya dengan cara yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan,
sedangkan CSR memberikan kerangka kerja untuk perusahaan untuk mengembangkan
program dan kegiatan yang menguntungkan masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu,
penting bagi perusahaan untuk memperhatikan keduanya dan mengejar keseimbangan
yang tepat antara etika bisnis dan CSR.
G. Contoh Kasus-kasus Etika Bisnis Internasional
1) Kasus Alphabet dan Facebook
Di tengah spekulasi bahwa berita hoax yang tersebar di media sosial mungkin telah
mempengaruhi pemilu AS 2016, Perusahaan raksasa seperti Facebook dan Google memilih
mengabaikan kemungkinan itu.
Namun itu berubah pada tahun 2017, dengan Facebook dan Google – yang
memperoleh sebagian besar pendapatan mereka dari penempatan iklan – keduanya
mengatakan bahwa mereka telah menemukan akun yang terikat dengan pemerintah Rusia.
Facebook melaporkan sekitar 3.000 iklan yang terkait dengan Kremlin yang
bertujuan untuk membagi negara yang telah dibeli pada platformnya. Google, sementara
itu, menemukan puluhan ribu iklan yang dibeli oleh entitas terkait Rusia di YouTube dan
Gmail.
Twitter juga mengungkapkan bahwa outlet berita yang dibayar oleh pemerintah
Rusia, Rusia Today, telah menghabiskan $ 274.000 dalam iklan di platform pada tahun
2016. Twitter, Facebook, dan Google masih menyelidiki berapa banyak aktivitas Rusia
yang ada di platform mereka. Menambah masalah besar teknologi besar: Kongres
tampaknya mengambil sikap lebih keras terhadap sektor ini, dengan beberapa di Capitol
Hill mempertanyakan cara mereka membuat user terus datang kembali.

2) Kasus FIFA
Kasus besar lain tahun ini melibatkan sebuah organisasi yang kebanyakan tidak
akan buruk sebagai bisnis dalam pengertian tradisional, yaitu FIFA (itu Federasi
Internasional de Sepak bola Asosiasi). Badan pengatursepakbola diseluruh dunia. Pada
bulan Mei, beberapa pemimpin organisasi ditangkap karena korupsi – tapi bukan presiden
bombastisnya, September Blatter. Bulan berikutnya, Blatter untuk diri, dan baru-baru ini
dilarang, selama 8 tahun, berpartisipasi dalam kegiatan sepak bola yang terkait, oleh komite
etik FIFA.

3) Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh Volkswagen


Volkswagen mungkin adalah kasus etika bisnis Terbesar tahun ini. HAl ini
dikarenakan dua hal utama: pertama, VW adalah perusahaan besar dan megah. Kedua,
perusahaan tersebut tidak hanya terlibat dalam semacam itu kasus kecil seperti
menyembunyikan atau mengotak-atik merusak, akan tetapi langsung bohong kepada
regulator dan pelanggan mengenai aspek kunci dari kinerja mobilnya. Sehingga banyak
orang begitu tertarik membahas hiburan yang bercerita perusahaan tersebut. Yang mana
mereka Mencoba untuk mengkambing hitamkan para teknisinya, dan mencoba
meyakinkan bahwa perusahaan Volkswagen tidak terlibat dalam kasus tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum etika bisnis dapat didefinisikan sebagai suatu standar atau prinsip
moral yang diterapkan di dalam lembaga atau organisasi bisnis dan perilaku yang dapat
diterima (benar) atau tidak dapat diterima (salah) dari orang-orang yang bergerak di
dunia bisnis. Organisasi-organisasi bisnis harus menyumbang pada pembangunan
ekonomi dan sosial tidak hanya di negara-negara tempat mereka beroperasi, tetapi juga
bagi komunitas dunia pada umumnya, melalui penggunaan sumber-sumber secara
efektif dan bijaksana, kompetisi yang bebas dan adil, serta penekanan pada inovasi di
bidang teknologi, metode-metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
Di dalam perusahaan terdapat kode etik yang merupakan harapan perusahaan
agar karyawan mampu mengenali masalah-masalah etis terkait kebijakan perusahaan,
dan harapan menyangkut perilaku karyawan dalam situasi tertentu.
Oleh karena itu, etika bisnis harus memastikan bahwa perusahaan menjalankan
operasi bisnisnya dengan cara yang bertanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan, disisi lain CSR juga turut memberikan kerangka kerja untuk perusahaan
dalam mengembangkan program dan kegiatan yang menguntungkan masyarakat dan
lingkungan.

B. Saran
Setelah mengetahui betapa pentingnya peranan dari etika bisnis internasional
dalam suatu perusahaan, maka penulis menyarankan dan mengajak pembaca supaya
dapat mengetahui dan memahami etika bisnis internasional yang sesuai dengan
kebijakan dan peraturan yang telah berlaku untuk mengurangi risiko kegagalan serta
dapat bersaing dengan perusahaan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N., Astuti, S. W. W., & Irawan, D. (2021). PENGARUH CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) DAN REPUTASI PERUSAHAAN TERHADAP NILAI
PERUSAHAAN. EKUITAS (Jurnal Ekonomi Dan Keuangan), 5(3), 346–364.
https://doi.org/10.24034/J25485024.Y2021.V5.I3.4644
Bayode, O. T., & Duarte, A. P. (2022). Examining the Mediating Role of Work Engagement
in the Relationship between Corporate Social Responsibility and Turnover Intention: Evidence
from Nigeria. Administrative Sciences, 12(4), 150.
https://doi.org/10.3390/ADMSCI12040150\
Eriandani, R., & Wijaya, L. I. (2021). Corporate Social Responsibility and Firm Risk:
Controversial Versus Noncontroversial Industries. Journal of Asian Finance, Economics and
Business, 8(3), 953–965. https://doi.org/10.13106/JAFEB.2021.VOL8.NO3.0953
Hazizah, S. N., & Aslami, N. (2021). PERANAN ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB
SOSIAL DALAM BISNIS INTERNASIONAL. Jurnal Ekonomi Manajemen, 16(2), 78-90.
Kuo, Y. F., Lin, Y. M., & Chien, H. F. (2021). Corporate social responsibility, enterprise risk
management, and real earnings management: Evidence from managerial confidence. Finance
Research Letters, 41. https://doi.org/10.1016/J.FRL.2020.101805
Mushowirotun, N. H. (2020). Implementasi Konsep Triple Bottom Line pada Corporate Social
Responsibility di Rumah Makan Cepat Saji Ayam Geprek Sa’i [Universitas Islam Indonesia].
https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/30830
Suprapto, Y., Alvina, J., Khesi, K., & William, W. (2023). Peran Etika, Keberlanjutan, dan
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Bisnis Internasional. SEIKO: Journal of
Management & Business, 6(1), 598-606.
Supriyadi, H., & Ghoniyah, N. (2022). Model peningkatan nilai perusahaan berbasis triple
bottom line CSR dan profitabilitas. Jurnal Riset Ekonomi Dan Bisnis, 15(3), 209–221.
https://doi.org/10.26623/JREB.V15I3.5450

Anda mungkin juga menyukai