Anda di halaman 1dari 25

ETIKA PEMASARAN, PERSOALAN ETIKA SEPUTAR KONSUMEN

DAN PERIKLANAN

OLEH

KELOMPOK 8 : KELOMPOK 9 :

1. Roberto Septiano A. R Rangga (2110030036 ) 1. Rosida Ahmad (2110030038)


2.Yohanes Vasker Jerianto Lowa (2110030045) 2. Christin Nafi (2010030072)
3.Oktaviana Luruk (1910030015) 3. Rebeka Nelciana Gagar (2110030117)
4.Yosi Irmaliza Sirait (2277700281) 4. Justin Sinlaloe (2110030198)
5.Novita Agnes De Fatima (2110030110) 5. Adela Johirputri Taek (1910030014)
6. Inri Irma Febrianti Kekado (2010030184) 6. Izzat Duta J. Korenguru (1910030079)
7. Wesny Elenita Uas (1910030017) 7. Ingrid Adinda Tadu (2010030031)
8. Apriyanti Febriani Seran (2010030063) 8. Musdalifah (1910030058)

9. Marselinus Nahak (1910030050)

Program Studi Manajemen


Fakultas Ekonomi Dan Bisnis
Universitas Nusa Cendana
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami penulis untuk menyelesaikan makalah ini.Atas rahmat dan penyertaan-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul berjudul “Etika Pemasaran, Persoalan
Etika Seputar Konsumen Dan Periklanan” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun oleh kelompok 8 dan 9 guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis
yang di ampuh oleh Bapak Marianus Saldanha Neno.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Marianus


Saldanha Neno selaku dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis.Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, 27 Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan(rightness)”
atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian inietika diartikan sebagai
aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yangditerima masyarakat sebagai baik
atau buruk.Sedangkan Penentuan baik dan burukadalah suatu masalah selalu berubah.Etika
bisnis adalah standar-standar nilai yangmenjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap
karyawan dalam pengambilankeputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.Paradigma
etika dan bisnis adalahdunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika
terkait denganbisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba.Justru di era kompetisi
yangketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis
merupakansebuah competitive advantage yang sulit ditiru.Para manajer pun kini menyadari
bahwa hanya bisnis yang beretikalah yang mampu bertahan.Bahkan etika itu sendiri kini
diyakini dapat menjadi sumber keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.sehingga etika
dan laba dapat diseleraskan dalam berbisnis.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri,
menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab
sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep
pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.

Guna mendapatkan profit semaksimal mungkin, perusahaan tentunya berusaha sebaik


mungkin agar produknya laku terjual. Dibutukan konsep pemasaran guna memasarkan
produk tersebut sehingga laku terjual. Berbagai cara dapat dilakukan untuk memasarkan
produk perusahaan. Diantaranya melalui promosi di berbagai media baik cetak maupun
elektronik, membuat event atau acara tertentu, membuat jalur distribusi yang baik, dll.
Pemasaran produk yang dilakukan perusahaan tidak hanya memikirkan bagaimana
caranya agar produk perusahaan dapat habis terjual namun juga menciptakan, menumbuhkan,
dan menjaga pelanggan/konsumen. Oleh karena itu,dibutuhkan etika bisnis dalam
memasarkan produk untuk mencegah praktik – praktik pemasaran yang tidak etis, yang
ujungnya menimbulkan persaingan yang tidak sehat dan mencelakakan konsumen. Meliputi
etika pemasaran dalam konteks produk, etika pemasaran dalam konteks harga, etika
pemasaran dalam konteks distribusi/penyaluran, etika pemasaran dalam konteks promosi, dan
juga keetisan iklan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Fakta kunci apa yang relevan dengan penilaian Anda?
2. Isu etis apa yang terlibat di dalam keputusan perusahaan untuk memasarkan
produknya di antara orang-orang miskin di dunia dengan menciptakan kapasitasuntuk
mengonsumsi?
3. Siapakah para pemegang kepentingannya?
4. Alternatif apa yang dimiliki oleh perusahaan berkaitan dengan cara yang ditempuh
untuk memasarkan produknya?
5. Bagaimana perbandingan dari alternatif-alternatif tersebut; bagaimana alternatifyang
telah Anda identifikasikan memengaruhi para pemegang kepentingan?

1.3 Tujuan
1. Memahami penerapan kerangka kerja pengambilan keputusan yang etis untu susu etis
dalam pemasaran.
2. Menjelaskan tiga kepedulian kunci berkaitan dengan analisis etis terhadap isu
pemasaran.
3. Menjelaskan tiga jenis interpretasi tanggung jawab dan menerapkannya ke dalam
topik keamanan produk.
4. Menjelaskan standar kontraktual untuk menetapkan tanggung jawab bisnisuntuk
produk yang aman.
5. Menjelaskan standar tort untuk menetapkan tanggung jawab bisnis untukproduk yang
aman.
6. Menganalisis argumen yang etis untuk dan yang menentang tanggung jawab produk
yang ketat.
7. Mendiskusikan bagaimana mengevalusi cara-cara yang etis dan tidak etis yang dapat
memengaruhi orang melalui iklan.
8. Menjelaskan pembenaran etis atas iklan.
9. Menelusuri debat mengenai pengaruh iklan pada otonomi konsumen.
10. Membedakan target pemasaran yang etis dan tidak etis, sebagai contoh,menggunakan
pemasaran untuk populasi yang rentan (vulnerable),
11. Mendiskusikan tanggung jawab bisnis untuk kegiatan rantai pasokannya
BAB II
PEMBAHASAN

SUB POKOK PERTAMA : ETIKA PEMASARAN

2.1 Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti adat istiadat.Etika adalah
prinsip atau standar yang mengatur perilaku suatu komunitas, kelompok, organisasi dan
individu.Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun pada suatu masyarakat.Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang
baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu
orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.

2.2 Macam-macam Etika

Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan
atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah
manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan
jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di
dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua
macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:

1.Etika Deskriptif

Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika
deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau
tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif

Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai
dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar
manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah
atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.

Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan
tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
2. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik
buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.Definisi tersebut tidak melihat
kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan
tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
3. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan
evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia.
Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan
dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.

2.3 Tanggung Jawab terhadap Produk: Keamanan dan Tanggung Jawab

Kategori umum dari tanggung jawab bisnis untuk produk dan jasa yang dijualnya
meliputi topik-topik yang sangat beragam.Hanya sedikit isu yang menerima cukup banyak
pengawasan dari ilmu hukum, politik, dan etika jika dibandingkan dengan tanggung jawab
bisnis karena bahaya yang disebabkan oleh produknya. Bisnis memiliki tanggung jawab etis
untuk merancang, memproduksi, dan mempromosikan produknya dalam cara yang
menghindarkan timbulnya bahaya bagi konsumen.
Contoh badai telah memperlihatkan bagaimana ketiga arti dapat dibedakan.Katrina
bertanggung jawab atas (penyebab) kerusakan tetapi tidak dapat dimintai tanggung jawab
(akuntabel untuk membayar kerusakan tersebut), juga tidak dapat dipersalahkan karena telah
melakukan kerusakan. Bahkan, banyak orang berpikir bahwa orang-orang yang
merancang,membangun, atau mengelola properti di New Orleans-lah yang bersalah dan harus
membayar karena kelalaian mereka sebagian besar telah menyebabkan kerusakan yang
terjadi. Di dalam situasi yang lain, sebagai contoh sebuah kecelakaan mobil, sopir yang
ceroboh akan diidentifikasi sebagai penyebab kecelakaan dan bertanggung jawab karena ia
bersalah.

Baik hukum dan etika bergantung pada kerangka kerja yang serupa ketika
mengevaluasi kasus di mana produk atau jasa dari bisnis menyebabkan kerusakan di
pasar.Fokus dari kebanyakan diskusi mengenai tanggung jawab bisnis atas keamanan produk
adalah pada penentuan tanggung jawab (yang bersalah) atas kerusakan yang disebabkan oleh
produk yang tidak aman. Doktrin legal daritanggung jawab yang ketat benar-benar
kontroversial secara etis karena hal ini akan menetapkan bahwa sebuah bisnis bertanggung
jawab untuk membayar kerusakan baik bisnis tersebut bersalah atau tidak. Pada kasus
tanggung jawab yang ketat, tidak peduli seberapa hati-hati bisnis pada produk atau jasanya,
jika terjadi kerusakan akibat penggunaannya, bisnis bertanggung jawab. Kita akan
mempertimbangkan kasus tanggung jawab yang ketat dengan lebih rinci pada bagian
selanjutnya. Untuk sementara ini, marilah kita menelaah berbagai standar untuk menetapkan
bahwa bisnis bertanggung jawab untuk produknya.

2.4 Standar Kontraktual Untuk Keamanan Produk

Adil untuk mengatakan bahwa standar caveat emptor (biarkan pembeli berhati-hati)
hadir dalam banyak diskusi yang membahas keamanan produk. Pendekatan caveat emptor
(caveat emptor approach) memahami pemasaran dengan model sederhana dari sebuah
pertukaran kontraktual antara seorang pembeli dan penjual. Perspektif ini mengasumsikan
bahwa setiap pembelian melibatkan persetujuan yang diinformasikan dari pembeli dan oleh
karena itu diasumsikan sah secara etis. Para pembeli memiliki tanggung jawab untuk menjaga
kepentingan mereka dan melindungi keamanan mereka sendiri ketika membeli sebuah
produk. Dari perspektif ini, bisnis hanya memiliki tanggung jawab untuk menyediakan
barang atau jasa berdasarkan harga yang telah disepakati.Tradisi kontrak sosial dalam etika
menyatakan bahwa semua tanggung jawabetis dapat dipahami dengan model kontraktual ini,
dan satu-satunya tugas yang kitamiliki adalah tugas yang kita lakukan secara bebas di dalam
suatu kontrak sosial.

Kontrak dan perjanjian individual yang kita buat merupakan dasar dari kewajiban etis.
Dampak dari kontrak ini dalam wilayah bisnis adalah bahwa kecuali penjual secara eksplisit
menjamin bahwa produknya aman, kecuali, dengan kata lain, jika penjual tidak berjanji untuk
menanggung konsekuensinya, maka pembelilah yang akan bertanggung jawab atas setiap
kerusakan yang dideritanya. Akan tetapi model pertukaran pasar kontraktual yang sederhana
ini akan menempatkan hambatan etis yang membatasi penjual. Sebagai contoh, penjual
memiliki tugas untuk tidak memaksa, mencurangi, atau menipu pembeli. Konsumeyang
terluka karena sebuah produk yang dipasarkan dengan curang atau tipuan dapatmelakukan
tindakan hukum untuk menuntut ganti rugi dari penjual.

Bahkan di tahun-tahun awal dari hukum untuk produk yang aman. pengadilan
mengakui adanya suatu janji tersirat atau jaminan tersirat, yang menemani produk apapun
yang dipasarkan. Apa yang diacu oleh hukum sebagai "jaminan tersirat dari kemampuan
sebuah produk untuk diperdagangkan" (implied warranty of merchantability), menyatakan
bahwa dalam menjual sebuah produk, bisnis secara tersirat menawarkan jaminan bahwa
produknya sesuai dengan tujuannya secara layak. Bahkan tanpa janji atau kontrak secara
verbal maupun tertulis, hukum menyatakan bahwa bisnis memiliki tugas untuk menjamin
bahwa produknya akan memenuhi tujuannya.

2.5 Standar Tort Untuk Keamanan Produk

Penggunaan jaminan tersirat menyelesaikan satu perangkat masalah dengan pendeka


hokum kontrak terhadap tanggung jawab produk. Konsumen tidak akan membutuhkan
kontrak yang kompleks dalam rangka melindungi diri mereka dari semua bahaya yang
mungkin disebabkan oleh produk. Akan tetapi, masalah kedua tetap ada. Jika kita
menyatakan bahwa bisnis bertanggung jawab tidak hanya pada janji yang dibuat selama
pertukaran pasar, maka ketika konsumen menjadi lebih jauh terpisah dengan produsenmelalui
lapisan pemasok dan pengecer, mungkin tidak akan ada lagi hubungan antara konsumen yang
mengalami kecelakaan dengan perusahaan manufaktur atau desainer yang bersalah.
Perbedaan antara hukum kontrak dan hukum tort juga menuntut perhatian terhadap dua cara
yang berbeda untuk memahami kewajiban etis. Di bawah sebuah model kontrak, kewajiban
yang dimiliki oleh seseorang hanyalah apa yang telah dijanjkan secara eksplisit kepada pihak
lain. Jika tidak, maka pihak tersebut tidak memiliki kewajiban apapun kepada siapapun

Perspektif etis yang digarisbawahi oleh hukum tort menyatakan bahwa kita semua
memiliki kewajiban umum tertentu kepada orang lain, bahkan ketika kita tidak
mengasumsikannya secara eksplisit dan sukarela. Secara khusus, saya memiliki kewajiban
kepada orang lain untuk tidak menempatkannya pada risiko yang tidak perlu dan dapat
dihindari. Dengan demikian, meskipun saya tidak pernah berjanji secara eksplisit kepada
siapapun bahwa saya akan menyetir dengan hati-hati, saya memiliki tugas etis untuk tidak
menyetir secara ceroboh di jalan.

Kelalaian merupakan komponen utama hukum tort. Sebagaimana dirujuk oleh kata
"tort", kelalaian melibatkan suatu jenis kelalaian yang etis, khususnya kelalaian seseorang
dari kewajiban untuk berhati-hati agar tidak mencelakai orang lain. Banyak ise etis dan
hukum yang mengelilingi tanggung jawab perusahaan manufaktur untuk produk dapat
dipahami sebagai upaya untuk merinci kelalaian apa yang ada di dalam rancangan, produksi,
dan penjualan mereka. Kewajiban apa, tepatnya, yang harus dilakukan oleh produsen kepada
konsumen?

Pada titik ekstrem yang lain, sesuatu yang menyerupai tanggung jawab yang ketat
(strict liability): Produsen berutang kompensasi kepada konsumen atas segala kerusakan yang
disebabkan oleh produknya. Di antara kedua titik ekstrem ini ada serangkaian jawahan yang
bervariasi dengan interpretasi kelalaian yang berbeda Kami telah menyarankan mengapa
pendekatan kontrak yang ketat tidaklah lengkap. Pada bagian berikutnya kita akan memeriksa
pendapat-pendapat yang mendukung maupun yang menentang pendekatan tanggung jawab
produk yang ketat Bagian pembahasan berikut ini akan meneliti pentingnya konsep kelalaian.

Kelalaian dapat dicirikan sebagai kegagalan untuk melaksanakan perawatan yang


masuk akal atau kewaspadaan yang wajar sehingga mengakibatkan cedera kepada orang lain.
Dalam banyak cara, kelalaian secara sederhana memberi penjelasan terhadap dua petunjuk
etika yang mendasar: "wajib berarti bisa" (kita tidak dapat mewajibkan seseorang melakukan
sesuatu yang tidak dapat ia lakukan) dan "seseorang seharusnya tidak mencelakai orang lain".
Orang-orang telah melanggar etika ketika mereka mencelakai orang lain dalam cara-cara di
mana mereka secara rasional diharapkan dapat mencegahnya. Kelalaian meliputi tindakan
baik pelaksanaan (commission maupun penghapusan (omission).
2.6 Tanggung Jawab Produk Yang Ketat

Standar kelalaian dari hukum tort berfokus pada pemahaman tanggung jawab yang
melibatkan tanggung jawab atau kesalahan. Dan karenanya, standar ini mempertanyakan apa
yang telah diramalkan atau seharusnya telah diramalkan oleh orang atau bisnis yang terlibat.
Akan tetapi ada juga kasus di mana konsumen dapat mengalami kecelakaan yang disebabkan
oleh produk di mana kelalaian tidak terlibat. Pada kasus seperti ini di mana tidak ada pihak
yang salah, pertanyaan mengenai pertanggungjawaban tetap ada. Siapa yang seharusnya
membayar kerugian pada saat konsumen terluka oleh produk dan tidak ada pihak yang
bersalah? Doktrin hukum dari tanggung jawab produk yang ketat menyatakan bahwa
perusahaan manufaktur-lah yang bertanggung jawab dalam kasus-kasus tersebut.

Salah satu kasus klasik dari tanggung jawab produk yang ketat melibatkan hormon
estrogen sintetis diethylstilbestrol (DES). Pada akhir 1940-an. DES disetujui untuk dipakai
dalam upaya mencegah keguguran dan secara luas telah dimasukkan ke dalam resep yang
berkaitan dengan masalah kehamilan sampai awal 1970-an. Obat ini telah diuji secara luas di
dalam pengujian klinis dan terbukti cukup berhasil dalam mengurangi jumlah keguguran.
Walaupun demikian, pada awal 1970-an ditemukan sebuah hubungan antara penggunaan
DES selama masa kehamilan dengan jenis kanker rahim tertentu pada anak perempuan dari
ibu yang menggunakan obat itu. Kanker ini belum muncul secara umum sampai lebih dari
satu dekade setelah obat itu dipakai. Pada tahun 1972 FDA melarang semua pemasaran obat
itu untuk dipakai selama masa kehamilan. Untuk pengalaman perusahaan manufaktur yang
lain, lihat Poin Keputusan berikut.

2.7 Tanggung Jawab Terhadap Produk : Periklanan Dan Penjualan

Bersama dengan keamanan produk, wilayah umum dari etika periklanan telah
mendapatkan perhatian hukum dan filosofis yang signifikan di dalam etika bisnis. Tujuan
dari semua pemasaran adalah penjualan, pertukaran akhir antara penjual dan pembeli. Sebuah
unsur utama dari pemasaran adalah promosi penjualan, upaya untuk memengaruhi pembeli
untuk menyelesaikan pembelian. (Lihat Poin Keputusan berikut). Pemasaran target dan riset
pemasaran adalah dua unsur penting dari penempatan produk berusaha untuk menentukan
audiens mana yang paling mungkin untuk membeli, dan audiens mana yang paling mungkin
untuk dipengaruhi oleh promosi produk.
Tentu saja ada cara yang baik dan ada pula cara yang buruk secara etis untuk
memengaruhi orang lain. Di antara cara yang baik untuk memengaruhi orang lain secara etis
adalah membujuk/persuasi, bertanya, memberitahu, dan menasihati Cara memengaruhi yang
tidak etis mencakup ancaman, pemaksaan, penipuan, manipulasi, dan berbohong. Sayangnya,
begitu sering praktik penjualan dan periklanan menggunakan cara-cara yang menipu atau
manipulatif untuk memengaruhi, atau diarahkan pada audiens yang dapat ditipu dan
dimanipulasi. Mungkin yang paling terkenal buruk dan negatif dari semua bidang pemasaran
adalah penjualan otomotif, khususnya pada pasat mobil bekas. Konsep manipulasi, dan tipuan
turunannya, adalah isu sentral dalam etika bisnis yang akan digali pada bab ini dan akan
sangat membantu mengelola bagian-bagian berikutnya.

Memanipulasi sesuatu sama artinya dengan membimbing atau mengarahkan


perilakunya. Manipulasi tidak membutuhkan keterlibatan kendali penuh dan bahkan tampak
seperti suatu proses mengarahkan atau mengelola secara halus. Memanipulasi orang
menyiratkan bekerja di balik layar, memandu perilaku mereka tanpa persetujuan eksplisit
atau pemahaman secara sadar. Dalam hal ini, manipulasi dikontraskat dengan persuasi dan
bentuk lain dari pengaruh rasional. Ketika saya memanipulasi

2.8 Etika Pemasaran dan Otonomi Konsumen


Pertama, dengan menciptakan keinginan periklanan menjunjung tinggi
"hukum"permintaan dan penawaran. Alih-alih penawaran yang menjadi fungsi dari
permintaan,permintaan berubah menjadi fungsi dari penawaran. Kedua, periklanan dan
pemasaran cenderung menciptakan keinginan konsumen yang tidak masuk akal dan sepele,
hal ini mengganggu seluruh ekonomi. Masyarakat "yang kaya" akan produk-produk
konsumen dan barang mewah dalam banyak hal lebih buruk daripada ekonomi yang tidak
berkembang karena sumber daya hanya diperuntukkan bagi barang-barang konsumsi pribadi
yang dibuat-buat, dan oleh karena itu meniadakan sumber daya bagi barang-barang publik
dan kebutuhan konsumen yang lebih penting.Terakhir, dengan menciptakan keinginan
konsumen, periklanan dan praktik pemasaran lainnya melanggar otonomi konsumen.
Konsumen yang menganggap dirinya bebas karena mereka dapat membeli apapun yang
mereka inginkan sebenarnya tidak bebas jika keinginan tersebut diciptakan oleh
pemasaran.Pendeknya, konsumen dimanipulasi oleh periklanan.
Secara etis, poin yang penting adalah klaim bahwa periklanan melanggar otonomi
konsumen. Hukum permintaan dan penawaran dibalik dan perekonomian dari masyarakat
yang kaya dibuat-buat dan diubah hanya jika otonomi konsumen dapat dilanggar, dan
konsumen dimanipulasi oleh kemampuan periklanan untuk menciptakan keinginan.Akan
tetapi otonomi konsumen dapat dilanggar dengan cara yang lebih halus.Alih-alih
mengendalikan perilaku, mungkin periklanan menciptakan keinginan dan hasrat yang
menjadi dasar di mana konsumen bertindak. Fokusnya di sini adalah konsep hasrat yang
otonom alih-alih perilaku yang otonom.Hal ini sepertinya lebih mirip dengan klaim yang
dinyatakan oleh Galbraith dan pengkritik iklan lainnya.Otonomi konsumen dilanggar oleh
kemampuan periklanan untuk menciptakan hasrat yang tidak otonom.

2.9 Pemasaran Kepada Populasi yang Rentan


Strategi pemasaran yang pertama mendukung pertimbangan yang matang di mana
konsumen, diperkirakan, telah lakukan selama hidup mereka.Orang dengan latar belakang
yang serupa cenderung memiliki kepercayaan, hasrat, dan nilai yang serupa dan sering
membuat pertimbangan yang serupa mengenai pembelian konsumsi. Pemasaran target dalam
pengertian ini hanya sekadar alat untuk mengenali pelanggan yang mungkin berdasarkan
kepercayaan dan nilai yang sama. Di lain pihak, sepertinya ada sesuatu yang secara etis
menyinggung pada kasuskedua. Kampanye ini bertujuan untuk menjual produk dengan
mengeksploitasi ketakutan dan kecemasan nyata yang banyak dialami oleh orang berusia
lanjut.Strategi pemasaran ini berusaha untuk memanipulasi orang dengan menunjukkan
faktor yang tidak rasional seperti ketakutan dan kecemasan daripada bergantung pada iklan
yang langsung pada sasaran dan informatif.Apakah benar klaim bahwa perempuan berusia
lanjut yang tinggal sendiri lebih "rentan (vulnerable)" dibandingkan perempuan yang lebih
muda dan bahwa kerentanan menciptakan tanggung jawab yang lebih besar bagi pemasar?
Secara umum, apakah pemasar memiliki tanggung jawab khusus terhadap kelompok yang
rentan?
Sebuah bentuk akhir pemasaran kepada masyarakat yang rentan secara potensial
melibatkan kita semua sebagai target konsumen. Masing-masing dari kita rentan ketika kita
tidak menyadari bahwa kita menjadi subjek dari sebuah kampanye pemasaran. Jenis
kampanye seperti ini disebut pemasaran "terselubung" atau “tersembunyi”
(stealth/undercover marketing) dan mengacu kepada situasi di mana kita menjadi subjek dari
kegiatan komersial terarah tanpa sepengetahuan kita.Alih-alih, pemasaran tersembunyi adalah
usaha dengan sengaja untuk menutupi unsur pemasaran yang utama dari sebuah interaksi.
Ahli pemasaran mempertimbangkan bahwa pemasaran yang terselubung itu sangat efektif
karena perrtahanan konsumen rendah; konsumen tidak mempertanyakan pesan iklan seperti
yang dapat ia lakukan ketika menantang kampanye iklan tradisional. Konsumen tidak
mencari tahu kepentingan komunikator yang tersembunyi; mereka melihat komunikasi itu
lebih bersifat personal dan sering kali cenderung untuk lebih mempercayai komunikator
dibandingkan mereka mempercayai iklan atau materi pemasaran lainnya.
Analisis utilitarianisme tidak mendukung etika dari praktik jenis ini. Ketika seorang
konsumen tidak dapat mempercayai komunikasi perusahaan, konsumen mungkin juga
kehilangan kepercayaan kepada perusahaan secara keseluruhan dan akanmemilih membeli
produk dan jasa di tempat lain. Sebagai hasilnya, baik perusahaan maupun konsumen tidak
mendapatkan keuntungan, dan sebuah produk atau jasa yang seharusnya menjadi solusi yang
paling efektif atau efisien dapat berhenti diproduksi karena kampanye pemasaran yang tidak
benar.

2.10 Tanggung Jawab Rantai Pasokan


Dalam menciptakan sebuah produk, mempromosikannya, dan membawanya ke pasar,
fungsi pemasaran dari bisnis melibatkan ragam hubungan yang luas denganentitas komersial
lainnya. Dalam dekade-dekade terakhir, sorotan etis berfokus padatanggung jawab yang
dimiliki oleh perusahaan atas kegiatan dari entitas lainnya ini.yang akan kita sebut sebagai
tanggung jawab rantai pasokan. Hanya sedikit bisnisyang menerima perhatian besar seperti
Nike mengenai hal ini.
Nike adalah perusahaan pembuat sepatu dan pakaian olahraga terbesar di dunia.Pada tahun
1999 Nike menguasai lebih dari 30 persen pangsa pasar dunia untuk alaskaki olahraga, dan
bersama Adidas (15 persen) dan Reebok (15 persen) mengendalikanlebih dari setengah pasar
dunia.Nike memulai bisnisnya pada tahun 1964 sebagaiBlue Ribbon Sports, importir dan
pemasar sepatu olah raga Jepang yang berhargamurah.Seiring dengan meningkatnya
penjualan, perusahaan mulai merancang linisepatunya sendiri dan men-subkontrakkan
pembuatan sepatu kepada perusahaanJepang, dan akhirnya mengganti namanya menjadi
Nike.
Pada akhir tahun 1990-an, seperti yang dibahas dalam Bab 6.Nike menjadi sasaran
kritik internasional yang intens atas kondisi kerja di dalam pabrik di mana produknya
dibuat.Kritik mengecam bahwa Nike bergantung pada pekerja anak dan sweatshop untuk
memproduksi sepatunya. Mereka mengecam bahwa pekerja di dalampabrik-pabrik ini hanya
dibayar 10 sen per hari, bekerja dalam kondisi yang keras, tidak sehat, dan tidak
berperikemanusiaan, disalahgunakan dan dilecehkan, serta dilarang bergabung dalam
kegiatan kolektif atau serikat pekerja.
Pada awalnya Nike sepertinya tidak menghiraukan kritik ini dan berhasilmenghalau
kritik dengan menolak untuk bertanggung jawab atas perilaku para pemasoknya.Jika
perusahaan manufaktur lokal memperlakukan pekerjanya dengan buruk, hal itu berada di luar
wewenang Nike.Pada sebuah kesempatan, wakil presiden Nike untuk Asia mengklaim bahwa
Nike tidak "tahu mengenai pembuatan sepatu.Kami adalah pemasar dan perancang".Nike
segera menyadari bahwa publik tidak dapat diyakinkan dengan pernyataan seperti ini.

PERAGA 8.1

PERAGA 8.2
Konsep ini berubah ketika perusahaan multinasional dan yang lainnya menjadi lebih
menyadari akan kondisi kerja di dalam pabrik-pabrik ini dan kurangnya perlindungan hukum
atas pekerjaan.Saat ini,perusahaan multinasional biasanya menerima tanggung jawab ini dan
menggunakan pengaruh mereka untuk mendukung pemasok menyediakan lingkungan kerja
yang positif bagi pekerjanya.Konsep tanggung jawab yang baru meluas sampai ke seluruh
sistem rantai pasokan,seperti yang dijelaskan dalam peraga 8.2.

SUB POKOK KEDUA : PERSOALAAN ETIKA SEPUTAR KONSUMEN DAN PERIKLANAN

2.11 PERSOALAN ETIS SEPUTAR KONSUMEN

Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern, karena
bisnis tidakmungkin berjalan, kalau tidak ada konsumen yang menggunakan produk/jasa
yang dibuat dan ditawarkan oleh pebisnis.

Pelanggan adalah raja dalam arti bahwa dialah yang harus dilayani dan dijadikan
tujuan utama kegiatan produsen. Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral,
tidak saja merupakan tuntutan etis, melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan dalam bisnis

Perhatian untuk Konsumen

Secara spontan bisnis mulai dengan mencurahkan segala perhatiannyakepada produkn
ya, bukan kepada konsumen. Presiden John F. Kennedy padatahun 1992 mengirim kepada ko
ngres (DPR) Amerika apa yang disebut Special
massage on Protecting the consumer interest. Di mana ia menetapkan 4 hak yang
dimiliki setiap konsumen yaitu,
the rifght to safety, the right to be informed, theright to choose, the right to be heard.
Hak yang dimiliki oleh konsumen :

1. Hak atas keamanan
Banyak produk mengandung resiko tertentu untukkonsumen, khususnya resiko un
tuk kesehatan dankeselamatan. Konsumen berhak atas produk yang aman,artinya produk 
yang tidak mempunyai kesalahan teknis ataukesalahan lainnya yang bisa merugikan kese
hatan ataubahkan membahayakan kehidupan konsumen. Bila sebuahproduk karena hakik
atnya selalu mengandung resiko,contohnya gergaji listrik : resiko itu harus dibatasi sampa
itingkat seminimal mungkin.

2. Hak atas informasi
Konsumen berhak memperoleh informasi yang releanmengenai produk yang di
belinya, baik apa sesungguhnyaproduk itu !bahan bakunya, umpamanya", maupun bagai
mana cara memakainya, maupun juga resiko dari pemakaiannya. Hak ini meliputi segala
aspek pemasaran dan periklanan. Semua informasi yang disebut pada label produk
tersebut haruslah benar: isinya, beratnya, tanggal kadaluwarsanya, ciri ciri khusus dan
sebagainya.

3. Hak untuk memilih


Dalam sistem ekonomi pasar bebas, di mana kompetisi merupakan unsur hakiki,
konsumen berhak untuk memilih antara berbagai produk atau jasa yang ditawarkan.

4. Hak untuk didengarkan


Karena konsumen adalah orang yang menggunakan produk atau jasa, la berhak
bahwa keinginannya tentang produk atau jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan,
terutama keluhannya, Hak-hak konsumen ini tentu tidak boleh dimengerti sebagai hak
dalam arti sempit, tetapi dipahami sebagai cita cita atau tujuan yang harus direalisasikan
dalam masyarakat.

5. Hak lingkungan hidup


Melalui produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya
alam.Ia berhak bahwa produk dibikin sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan
pencemaran lingkungan atau merugikan keberlanjutan proses-proses alam.

6. Hak konsumen atas pendidikan


Melalui sekolah dan media massa, masyarakat juga harus dipersiapkan menjadi
konsumen yang kritis dan sadar akan haknya. Dengan itu ia sanggup memberikan
sumbangan yang berarti kepada mutu kehidupan ekonomi dan mutu bisnis pada
umumnya.

Tanggung Jawab Bisnis untuk Menyediakan Produk yang Aman

Disini produsen harus menjamin bahwa produknya pada saat pembelian dalam
keadaan prima sehingga bisa dipakai dengan aman.Terhadap suatu produk yang baru
dibeli dan dipakai, produsen maupun konsumen masing-masing mempunyai tanggung
jawab. Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah dikemukakan 3 teori yang
mendukung nuansa yang berbeda :

1. Teori kontrak

Pandangan kontrak ini sejalan dengan pepatah romawi kuno yang berbunyi caveat
emptor yang berarti "hendaknya si pembeli berhati-hati".Tetapi tidak bisa dikatakan juga
bahwa hubungan produsen dengan konsumen selalu dan seluruhnya berlangsung dalam
kerangka kontrak. Beberapa hal yang menetang teori ini :
1) Teori kontrak mengandalkan bahwa produsen dan konsumen berada pada
taraf yang sama. Tetapi pada kenyataannya tidak terdapat persamaan
antara produsen konsumen, khususnya dalam konteks bisnis modern..
2) ritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandalkan hubungan
langsung antara produsen dan konsumen. Padahal konsumen pada
kenyataannya jarang sekali berhubungan langsung dengan produsen.
3) Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
Kalau perlindungan terhadap konsumen hanya tergantung pada ketentuan
dalam kontrak maka bisa terjadi juga bahwa konsumen terlanjur
menyetujui kontrak jual beli. Padahal disitu tidak terjamin bahwa produk
bisa diandalkan, akan berumur lama, akan bersifat aman dan sebagainya.

2. Teori perhatian semestinya

Pandangan "perhatian semestinya" ini tidak memfokuskan kontrak atau persetujuan


antara konsumen dan produsen, melainkan terutama kualitas produk serta tanggung jawab
produsen.Karena itu tekanannya bukan dari segi hukum saja, melainkan dalam etika dalam
arti luas. Norma dasar yang melandasi pandangan ini adalah bahwa seseorang tidak boleh
merugikan orang lain dengan kegiatannya.

3. Teori biaya sosial

Teori biaya sosial merupakan versi yang paling ekstrim dari semboyan caveat
venditor. Walaupun teori ini paling menguntungkan bagi konsumen, rupanya sulit juga
mempertahankan, kritik yang dikemukakan dalam teori ini adalah sebagai berikut: teori biaya
sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap orang bertanggung jawab atas hal hal yang
tidak diketahui atau tidak dihindarkan. Menurut keadaan kompensatoris orang yang
bertanggung jawab atas akibat perbuatan yang diketahui dapat terjadi dan bisa dicegah
olehnya.

Tanggung Jawab Bisnis lainnya terhadap Konsumen

Tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen. Selain harus menjamin keamanan
produk, bisnis juga mempunyai kewajiban lain terhadap consumen, diantaranya :

1. Kualitas produk

Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, karena ia membayar untuk itu. Dan
bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas. Salah satu cara yang
biasa ditempuh adalah memberikan garansai. Ada 2 macam garansi: eksplisit dan implisit.
Garansi bersifat eksplisit kalau terjamin begitu saja dalam keterangan yang menyertai
produk.Menyangkut ciri-ciri produk, masa pemakaian, kemampuannya dll.Garansi bersifat
implisit kalau secara wajar bisa diandaikan, sekalipun tidak dirumuskan dengan terang
terangan.Hal itu terjadi bila dalam iklan atau promosi tentang produk dibuat janji tertentu
atau bila konsumen memiliki harapan sesuai dengan hakikat produk.Akhirnya kualitas
produk tidak saja merupakan suatu tuntutan etis melainkan juga suatu syarat untuk mencapai
sukses dalam bisnis.

2. Harga

Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya
investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar.

Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas rupanya harga yang adil adalah hasil
akhir dari perkembangan-perkembangan daya-daya pasar.Namun ada beberapa alasan
mengapa prinsip pasar tidak cukup.Pertama, pasar praktis tidak pernah sempurna.Kedua, para
konsumen sering kali dalm posisi lemah.untuk membandingkan harga serta menganalisis
semua faktor yang turut menentukan harga. Ketiga, menentukan harga menurut mekanisme
pasar saja bisa mengakibatkan fluktuasi harga terlalu besar.

Dalam situasi modern, harga yang adil terutama merupakan hasil dari peneraan dua
prinsip yaitu pengaruh pasar dan stabilitas harga.Secara khusus menjadi tugas pemerintah
untuk mencari keseimbangan antara harga pasar bebas dan perlunya stabilitas.Yang jelas
ialah bahwa kompetisi bebas dalam hal ini dengan demikian cukup dibatasi. Menurut Garrett
dan Klonoski harga menjadi tidak adil karena 4 faktor yaitu:

 Penipuan
 Ketidaktahuan pada Pihak Konsumen
 Penyalahgunaan Kuasa, dan
 Manipulasi emosi.

3. Pengemasan dan pemberian label

Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk


dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk, terutama di era toko
swalayan sekarang.Pengemasan dibuat sedapat mungkin menarik, untuk meraih lebih banyak
pembeli. Selain itu pengemasan dan label memberi informasi tentang produk. Dalam konteks
tuntutan etis adalah bahwa informasi yang disebut pada kemasan itu benar dan bahwa
pengemasan tidak boleh menyesatkan konsumen.

2.12 PERIKLANAN DAN ETIKA


Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modem. Iklan
dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan
periklanan, media komunikasi modem media cetak maupun elektronis, khususnya televisi
memegang peranan dominan.Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang
berbeda.

Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu
ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan
etis yang terkait dalam hal periklanan.Yang pertama menyangkut kebenaran dalam
iklan.Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting.Persoalan
etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali
dilakukan melalui upaya periklanan.

 Fungsi Periklanan

Iklan dipandang sebagai upaya komunikasi.Iklan dilukiskan sebagai komunikasi


antara produsen dan pasaran, antara penjual dan calon pembeli. Periklanan dibedakan dalam
dua fungsi : fungsi informatif dan fungsi persuasif. Tetapi pada kenyataannya tidak ada iklan
yang semata-mata informatif dan tidak ada iklan yang semata-mata persuasif.

 Periklanan dan Kebenaran

Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran.Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan,
dan bahkan menipu publik.Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tapi juga
dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang
sebenarnya penting untuk diketahui.

 Manipulasi dan Periklanan

Masalah manipulasi berkaitan dengan segi persuasif dari iklan (tapi tidak terlepas juga
dari segi informatifnya). Dengan manipulasi dimaksudkan mempengaruhi kemauan orang
lain sedemikian rupa sehingga ia menghendaki atau menginginkan sesuatu yang sebenarnya
tidak dipilih oleh orang itu sendiri. Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang
tidak berasal dari dirinya sendiri tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar.

Publik cukup menyadari bahwa iklan itu namanya iklan dan karena itu selalu harus
didekati dengan sikap yang kritis.Kebanyakan orang tahu membedakan suasana yang
ditampilkan periklanan dengan kenyataan.Namun demikian, tidak mustahil untuk
termanipulasi. Berikut adalah 2 cara untuk sungguh-sungguh memanipulasi orang dengan
periklanan.

1. Subliminal Advertising

Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan
begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang
kesadaran.Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.

Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New
Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya "Lapar.Makan
popcorn".Dan konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa.

2. Iklan yang ditujukan kepada anak


Iklan seperti ini pun harus dianggap kurang etis, Karena anak mudah dimanipulasi
dan dipermainkan. Iklan yang ditujukan langsung kepada anak tidak bisa dinilai lain daripada
manipulasi saja dan karena itu harus ditolak sebagai tidak etis.

 Pengontrolan terhadap Iklan

Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini :

a. Kontrol oleh pemerintah

Tugas penting bagi pemerintah, harus melindungi masyarakat konsumen terhadap


keganasan periklanan. Di Amerika Serikat instansi-instansi pemerintah mengawasi praktek
periklanan dengan cukup efisien, antara lain melalui Food and Drug Administration dan
Federal Trade Commission. Di Indonesia iklan diawasi oleh Direktorat Jendral Pengawasan
Obat dan Makanan (POM) dari Departemen Kesehatan.

b. Kontrol oleh para pengiklan

Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya hal itu dilakukan dengan
menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi
periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro biro periklanan. Di Indonesia memiliki
Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan
oleh AMLI (Asosiasi Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan
Penyantun Iklan Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia),
PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta
Nasional Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI. Versi pertama
dari kode etik ini telah diberlakukan 1981.Jika suatu kode etik disetujui tentunya pelaksanaan
harus diawasi juga.Di Indonesia pengawasan kode etik dipercayakan kepada Komisi
Periklanan Indonesia yang terdiri atas unsur semua asosiasi pendukung dari Tata Krama
tersebut.

c. Kontrol oleh masyarakat

Dalam hal ini cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam menetralisasi efek-
efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan menggalakan lembaga-lembaga
konsumen, yang sudah lama dikenal di negara negara maju dan sejak tahun 1970-an berada
juga di Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian Lembaga
Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang). Sebetulnya setiap kota besar pantas
memiliki Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertujuan advokasi konsumen seperti
lembaga-lembaga itu.

Selain menjaga agar periklanan tidak menyalahi batas-batas etika melalui


pengontrolan terhadap iklan-iklan dalam media massa, ada juga cara lebih positif untuk
meningkatkan mutu etis dari iklan dengan memberikan penghargaan kepada iklan yang
dinilai paling baik. Penghargaan untuk iklan itu bisa diberikan oleh instansi pemerintah,
Lembaga Swadaya Masyarakat, sebuah majalah dll.Di Indonesia memiliki Citra Adhi
Pariwara yang setiap tahun dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.

 Penilaian Etis terhadap Iklan

Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan bahwa penalaran moral selalu harus
bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkrit. Ada 4 faktor yang selalu
dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip untuk membentuk penilaian etis yang
seimbang tentang iklan :

1. Maksud si pengiklan

Jika maksud di pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi
tidak baik pula. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen
atau dengan sengaja ia menjelekkan produk dari pesaing. iklan menjadi tidak etis. Begitupun
jika membuat iklan yang menyesatkan.tentu iklan menjadi tidak etis. Di sini sulit
dibayangkan bahwa si pengiklan mempunyai maksud baik.Federal Trade Commision telah
memaksa perusahaan bersangkutan untuk mengoreksi iklan yang menyesatkan.Sebaliknya,
jika si pengiklan mengeluarkan iklan yang menyesatkan tapi maksudnya tidak demikian,
iklan itu barangkali kurang profesional tetapi tidak bisa dinyatakan kurang etis.

2. Isi iklan

Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang
menyesatkan.Iklan tidak menjadi etis pula bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya
penting.Bisa dibenarkan, jika sebuah produk dalam iklan dipersentasikan dari segi yang
paling menguntungkan.Iklan tentang hal yang tidak bermoral dengan sendirinya menjadi
tidak etis.Di sini kompleksitas moralitas periklanan terkait dengan kompleksitas moralitas
topik-topik bersangkutan.

3. Keadilan publik yang tertuju

Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan
mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.Perlu diakui bahwa
mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda.Dalam masyarakat dimana taraf
pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus
dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata
lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
4. Kebiasaan di bidang periklanan

Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang
sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang
sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di
terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya

terdapat individu dan kelompok untuk mendapatkan apa saja yang mereka

inginkan dan butuhkan dengan cara menciptakan, menawarkan dan

mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

Etika pemasaran adalah standar etika yang berkaitan dengan pemasaran.

Pemasaran adalah bidang yang sering dipandang sebagai inheren tidak etis,

tetapi sebenarnya diatur oleh hukum dan standar perilaku sama seperti bidang

lainnya. Etika Pariwara Indonesia adalah panduan Eika periklanan yang ada di

Indonesia

a. SARAN

1. Beberapa saran yang bisa kami berikan adalah:

Pemerintah dan masyarakat lebih selektif dan cerdas dalam menyaring

informasi dari iklan produk yang telah keluar dari jalur etika.

2. Biro iklan (advertising/media) lebih bijak dalam memproduksi iklan.

3. Pemerintah bekerjasama dengan masyarakat dan produsen

menegakkan dan melaksanakann reward and punishment berkaitan

dengan etika
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai