DAN PERIKLANAN
OLEH
KELOMPOK 8 : KELOMPOK 9 :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami penulis untuk menyelesaikan makalah ini.Atas rahmat dan penyertaan-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul berjudul “Etika Pemasaran, Persoalan
Etika Seputar Konsumen Dan Periklanan” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun oleh kelompok 8 dan 9 guna memenuhi tugas mata kuliah Etika Bisnis
yang di ampuh oleh Bapak Marianus Saldanha Neno.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Etika adalah suatu cabang dari filosofi yang berkaitan dengan ”kebaikan(rightness)”
atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian inietika diartikan sebagai
aturan-aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yangditerima masyarakat sebagai baik
atau buruk.Sedangkan Penentuan baik dan burukadalah suatu masalah selalu berubah.Etika
bisnis adalah standar-standar nilai yangmenjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap
karyawan dalam pengambilankeputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.Paradigma
etika dan bisnis adalahdunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika
terkait denganbisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba.Justru di era kompetisi
yangketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis
merupakansebuah competitive advantage yang sulit ditiru.Para manajer pun kini menyadari
bahwa hanya bisnis yang beretikalah yang mampu bertahan.Bahkan etika itu sendiri kini
diyakini dapat menjadi sumber keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.sehingga etika
dan laba dapat diseleraskan dalam berbisnis.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain
yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri,
menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab
sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep
pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong,
Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
1.3 Tujuan
1. Memahami penerapan kerangka kerja pengambilan keputusan yang etis untu susu etis
dalam pemasaran.
2. Menjelaskan tiga kepedulian kunci berkaitan dengan analisis etis terhadap isu
pemasaran.
3. Menjelaskan tiga jenis interpretasi tanggung jawab dan menerapkannya ke dalam
topik keamanan produk.
4. Menjelaskan standar kontraktual untuk menetapkan tanggung jawab bisnisuntuk
produk yang aman.
5. Menjelaskan standar tort untuk menetapkan tanggung jawab bisnis untukproduk yang
aman.
6. Menganalisis argumen yang etis untuk dan yang menentang tanggung jawab produk
yang ketat.
7. Mendiskusikan bagaimana mengevalusi cara-cara yang etis dan tidak etis yang dapat
memengaruhi orang melalui iklan.
8. Menjelaskan pembenaran etis atas iklan.
9. Menelusuri debat mengenai pengaruh iklan pada otonomi konsumen.
10. Membedakan target pemasaran yang etis dan tidak etis, sebagai contoh,menggunakan
pemasaran untuk populasi yang rentan (vulnerable),
11. Mendiskusikan tanggung jawab bisnis untuk kegiatan rantai pasokannya
BAB II
PEMBAHASAN
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti adat istiadat.Etika adalah
prinsip atau standar yang mengatur perilaku suatu komunitas, kelompok, organisasi dan
individu.Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang
maupun pada suatu masyarakat.Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang
baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu
orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan
atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah
manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan
jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di
dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua
macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
1.Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika
deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang
membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau
tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan
manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh
manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai
dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar
manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah
atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan
menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
1. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan
tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia.
2. Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik
buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama.Definisi tersebut tidak melihat
kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan
tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
3. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan
evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia.
Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan
dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.
Kategori umum dari tanggung jawab bisnis untuk produk dan jasa yang dijualnya
meliputi topik-topik yang sangat beragam.Hanya sedikit isu yang menerima cukup banyak
pengawasan dari ilmu hukum, politik, dan etika jika dibandingkan dengan tanggung jawab
bisnis karena bahaya yang disebabkan oleh produknya. Bisnis memiliki tanggung jawab etis
untuk merancang, memproduksi, dan mempromosikan produknya dalam cara yang
menghindarkan timbulnya bahaya bagi konsumen.
Contoh badai telah memperlihatkan bagaimana ketiga arti dapat dibedakan.Katrina
bertanggung jawab atas (penyebab) kerusakan tetapi tidak dapat dimintai tanggung jawab
(akuntabel untuk membayar kerusakan tersebut), juga tidak dapat dipersalahkan karena telah
melakukan kerusakan. Bahkan, banyak orang berpikir bahwa orang-orang yang
merancang,membangun, atau mengelola properti di New Orleans-lah yang bersalah dan harus
membayar karena kelalaian mereka sebagian besar telah menyebabkan kerusakan yang
terjadi. Di dalam situasi yang lain, sebagai contoh sebuah kecelakaan mobil, sopir yang
ceroboh akan diidentifikasi sebagai penyebab kecelakaan dan bertanggung jawab karena ia
bersalah.
Baik hukum dan etika bergantung pada kerangka kerja yang serupa ketika
mengevaluasi kasus di mana produk atau jasa dari bisnis menyebabkan kerusakan di
pasar.Fokus dari kebanyakan diskusi mengenai tanggung jawab bisnis atas keamanan produk
adalah pada penentuan tanggung jawab (yang bersalah) atas kerusakan yang disebabkan oleh
produk yang tidak aman. Doktrin legal daritanggung jawab yang ketat benar-benar
kontroversial secara etis karena hal ini akan menetapkan bahwa sebuah bisnis bertanggung
jawab untuk membayar kerusakan baik bisnis tersebut bersalah atau tidak. Pada kasus
tanggung jawab yang ketat, tidak peduli seberapa hati-hati bisnis pada produk atau jasanya,
jika terjadi kerusakan akibat penggunaannya, bisnis bertanggung jawab. Kita akan
mempertimbangkan kasus tanggung jawab yang ketat dengan lebih rinci pada bagian
selanjutnya. Untuk sementara ini, marilah kita menelaah berbagai standar untuk menetapkan
bahwa bisnis bertanggung jawab untuk produknya.
Adil untuk mengatakan bahwa standar caveat emptor (biarkan pembeli berhati-hati)
hadir dalam banyak diskusi yang membahas keamanan produk. Pendekatan caveat emptor
(caveat emptor approach) memahami pemasaran dengan model sederhana dari sebuah
pertukaran kontraktual antara seorang pembeli dan penjual. Perspektif ini mengasumsikan
bahwa setiap pembelian melibatkan persetujuan yang diinformasikan dari pembeli dan oleh
karena itu diasumsikan sah secara etis. Para pembeli memiliki tanggung jawab untuk menjaga
kepentingan mereka dan melindungi keamanan mereka sendiri ketika membeli sebuah
produk. Dari perspektif ini, bisnis hanya memiliki tanggung jawab untuk menyediakan
barang atau jasa berdasarkan harga yang telah disepakati.Tradisi kontrak sosial dalam etika
menyatakan bahwa semua tanggung jawabetis dapat dipahami dengan model kontraktual ini,
dan satu-satunya tugas yang kitamiliki adalah tugas yang kita lakukan secara bebas di dalam
suatu kontrak sosial.
Kontrak dan perjanjian individual yang kita buat merupakan dasar dari kewajiban etis.
Dampak dari kontrak ini dalam wilayah bisnis adalah bahwa kecuali penjual secara eksplisit
menjamin bahwa produknya aman, kecuali, dengan kata lain, jika penjual tidak berjanji untuk
menanggung konsekuensinya, maka pembelilah yang akan bertanggung jawab atas setiap
kerusakan yang dideritanya. Akan tetapi model pertukaran pasar kontraktual yang sederhana
ini akan menempatkan hambatan etis yang membatasi penjual. Sebagai contoh, penjual
memiliki tugas untuk tidak memaksa, mencurangi, atau menipu pembeli. Konsumeyang
terluka karena sebuah produk yang dipasarkan dengan curang atau tipuan dapatmelakukan
tindakan hukum untuk menuntut ganti rugi dari penjual.
Bahkan di tahun-tahun awal dari hukum untuk produk yang aman. pengadilan
mengakui adanya suatu janji tersirat atau jaminan tersirat, yang menemani produk apapun
yang dipasarkan. Apa yang diacu oleh hukum sebagai "jaminan tersirat dari kemampuan
sebuah produk untuk diperdagangkan" (implied warranty of merchantability), menyatakan
bahwa dalam menjual sebuah produk, bisnis secara tersirat menawarkan jaminan bahwa
produknya sesuai dengan tujuannya secara layak. Bahkan tanpa janji atau kontrak secara
verbal maupun tertulis, hukum menyatakan bahwa bisnis memiliki tugas untuk menjamin
bahwa produknya akan memenuhi tujuannya.
Perspektif etis yang digarisbawahi oleh hukum tort menyatakan bahwa kita semua
memiliki kewajiban umum tertentu kepada orang lain, bahkan ketika kita tidak
mengasumsikannya secara eksplisit dan sukarela. Secara khusus, saya memiliki kewajiban
kepada orang lain untuk tidak menempatkannya pada risiko yang tidak perlu dan dapat
dihindari. Dengan demikian, meskipun saya tidak pernah berjanji secara eksplisit kepada
siapapun bahwa saya akan menyetir dengan hati-hati, saya memiliki tugas etis untuk tidak
menyetir secara ceroboh di jalan.
Kelalaian merupakan komponen utama hukum tort. Sebagaimana dirujuk oleh kata
"tort", kelalaian melibatkan suatu jenis kelalaian yang etis, khususnya kelalaian seseorang
dari kewajiban untuk berhati-hati agar tidak mencelakai orang lain. Banyak ise etis dan
hukum yang mengelilingi tanggung jawab perusahaan manufaktur untuk produk dapat
dipahami sebagai upaya untuk merinci kelalaian apa yang ada di dalam rancangan, produksi,
dan penjualan mereka. Kewajiban apa, tepatnya, yang harus dilakukan oleh produsen kepada
konsumen?
Pada titik ekstrem yang lain, sesuatu yang menyerupai tanggung jawab yang ketat
(strict liability): Produsen berutang kompensasi kepada konsumen atas segala kerusakan yang
disebabkan oleh produknya. Di antara kedua titik ekstrem ini ada serangkaian jawahan yang
bervariasi dengan interpretasi kelalaian yang berbeda Kami telah menyarankan mengapa
pendekatan kontrak yang ketat tidaklah lengkap. Pada bagian berikutnya kita akan memeriksa
pendapat-pendapat yang mendukung maupun yang menentang pendekatan tanggung jawab
produk yang ketat Bagian pembahasan berikut ini akan meneliti pentingnya konsep kelalaian.
Standar kelalaian dari hukum tort berfokus pada pemahaman tanggung jawab yang
melibatkan tanggung jawab atau kesalahan. Dan karenanya, standar ini mempertanyakan apa
yang telah diramalkan atau seharusnya telah diramalkan oleh orang atau bisnis yang terlibat.
Akan tetapi ada juga kasus di mana konsumen dapat mengalami kecelakaan yang disebabkan
oleh produk di mana kelalaian tidak terlibat. Pada kasus seperti ini di mana tidak ada pihak
yang salah, pertanyaan mengenai pertanggungjawaban tetap ada. Siapa yang seharusnya
membayar kerugian pada saat konsumen terluka oleh produk dan tidak ada pihak yang
bersalah? Doktrin hukum dari tanggung jawab produk yang ketat menyatakan bahwa
perusahaan manufaktur-lah yang bertanggung jawab dalam kasus-kasus tersebut.
Salah satu kasus klasik dari tanggung jawab produk yang ketat melibatkan hormon
estrogen sintetis diethylstilbestrol (DES). Pada akhir 1940-an. DES disetujui untuk dipakai
dalam upaya mencegah keguguran dan secara luas telah dimasukkan ke dalam resep yang
berkaitan dengan masalah kehamilan sampai awal 1970-an. Obat ini telah diuji secara luas di
dalam pengujian klinis dan terbukti cukup berhasil dalam mengurangi jumlah keguguran.
Walaupun demikian, pada awal 1970-an ditemukan sebuah hubungan antara penggunaan
DES selama masa kehamilan dengan jenis kanker rahim tertentu pada anak perempuan dari
ibu yang menggunakan obat itu. Kanker ini belum muncul secara umum sampai lebih dari
satu dekade setelah obat itu dipakai. Pada tahun 1972 FDA melarang semua pemasaran obat
itu untuk dipakai selama masa kehamilan. Untuk pengalaman perusahaan manufaktur yang
lain, lihat Poin Keputusan berikut.
Bersama dengan keamanan produk, wilayah umum dari etika periklanan telah
mendapatkan perhatian hukum dan filosofis yang signifikan di dalam etika bisnis. Tujuan
dari semua pemasaran adalah penjualan, pertukaran akhir antara penjual dan pembeli. Sebuah
unsur utama dari pemasaran adalah promosi penjualan, upaya untuk memengaruhi pembeli
untuk menyelesaikan pembelian. (Lihat Poin Keputusan berikut). Pemasaran target dan riset
pemasaran adalah dua unsur penting dari penempatan produk berusaha untuk menentukan
audiens mana yang paling mungkin untuk membeli, dan audiens mana yang paling mungkin
untuk dipengaruhi oleh promosi produk.
Tentu saja ada cara yang baik dan ada pula cara yang buruk secara etis untuk
memengaruhi orang lain. Di antara cara yang baik untuk memengaruhi orang lain secara etis
adalah membujuk/persuasi, bertanya, memberitahu, dan menasihati Cara memengaruhi yang
tidak etis mencakup ancaman, pemaksaan, penipuan, manipulasi, dan berbohong. Sayangnya,
begitu sering praktik penjualan dan periklanan menggunakan cara-cara yang menipu atau
manipulatif untuk memengaruhi, atau diarahkan pada audiens yang dapat ditipu dan
dimanipulasi. Mungkin yang paling terkenal buruk dan negatif dari semua bidang pemasaran
adalah penjualan otomotif, khususnya pada pasat mobil bekas. Konsep manipulasi, dan tipuan
turunannya, adalah isu sentral dalam etika bisnis yang akan digali pada bab ini dan akan
sangat membantu mengelola bagian-bagian berikutnya.
PERAGA 8.1
PERAGA 8.2
Konsep ini berubah ketika perusahaan multinasional dan yang lainnya menjadi lebih
menyadari akan kondisi kerja di dalam pabrik-pabrik ini dan kurangnya perlindungan hukum
atas pekerjaan.Saat ini,perusahaan multinasional biasanya menerima tanggung jawab ini dan
menggunakan pengaruh mereka untuk mendukung pemasok menyediakan lingkungan kerja
yang positif bagi pekerjanya.Konsep tanggung jawab yang baru meluas sampai ke seluruh
sistem rantai pasokan,seperti yang dijelaskan dalam peraga 8.2.
2.11 PERSOALAN ETIS SEPUTAR KONSUMEN
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern, karena
bisnis tidakmungkin berjalan, kalau tidak ada konsumen yang menggunakan produk/jasa
yang dibuat dan ditawarkan oleh pebisnis.
Pelanggan adalah raja dalam arti bahwa dialah yang harus dilayani dan dijadikan
tujuan utama kegiatan produsen. Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral,
tidak saja merupakan tuntutan etis, melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai
keberhasilan dalam bisnis
Perhatian untuk Konsumen
Secara spontan bisnis mulai dengan mencurahkan segala perhatiannyakepada produkn
ya, bukan kepada konsumen. Presiden John F. Kennedy padatahun 1992 mengirim kepada ko
ngres (DPR) Amerika apa yang disebut Special
massage on Protecting the consumer interest. Di mana ia menetapkan 4 hak yang
dimiliki setiap konsumen yaitu,
the rifght to safety, the right to be informed, theright to choose, the right to be heard.
Hak yang dimiliki oleh konsumen :
1. Hak atas keamanan
Banyak produk mengandung resiko tertentu untukkonsumen, khususnya resiko un
tuk kesehatan dankeselamatan. Konsumen berhak atas produk yang aman,artinya produk
yang tidak mempunyai kesalahan teknis ataukesalahan lainnya yang bisa merugikan kese
hatan ataubahkan membahayakan kehidupan konsumen. Bila sebuahproduk karena hakik
atnya selalu mengandung resiko,contohnya gergaji listrik : resiko itu harus dibatasi sampa
itingkat seminimal mungkin.
2. Hak atas informasi
Konsumen berhak memperoleh informasi yang releanmengenai produk yang di
belinya, baik apa sesungguhnyaproduk itu !bahan bakunya, umpamanya", maupun bagai
mana cara memakainya, maupun juga resiko dari pemakaiannya. Hak ini meliputi segala
aspek pemasaran dan periklanan. Semua informasi yang disebut pada label produk
tersebut haruslah benar: isinya, beratnya, tanggal kadaluwarsanya, ciri ciri khusus dan
sebagainya.
Disini produsen harus menjamin bahwa produknya pada saat pembelian dalam
keadaan prima sehingga bisa dipakai dengan aman.Terhadap suatu produk yang baru
dibeli dan dipakai, produsen maupun konsumen masing-masing mempunyai tanggung
jawab. Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah dikemukakan 3 teori yang
mendukung nuansa yang berbeda :
1. Teori kontrak
Pandangan kontrak ini sejalan dengan pepatah romawi kuno yang berbunyi caveat
emptor yang berarti "hendaknya si pembeli berhati-hati".Tetapi tidak bisa dikatakan juga
bahwa hubungan produsen dengan konsumen selalu dan seluruhnya berlangsung dalam
kerangka kontrak. Beberapa hal yang menetang teori ini :
1) Teori kontrak mengandalkan bahwa produsen dan konsumen berada pada
taraf yang sama. Tetapi pada kenyataannya tidak terdapat persamaan
antara produsen konsumen, khususnya dalam konteks bisnis modern..
2) ritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandalkan hubungan
langsung antara produsen dan konsumen. Padahal konsumen pada
kenyataannya jarang sekali berhubungan langsung dengan produsen.
3) Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
Kalau perlindungan terhadap konsumen hanya tergantung pada ketentuan
dalam kontrak maka bisa terjadi juga bahwa konsumen terlanjur
menyetujui kontrak jual beli. Padahal disitu tidak terjamin bahwa produk
bisa diandalkan, akan berumur lama, akan bersifat aman dan sebagainya.
Teori biaya sosial merupakan versi yang paling ekstrim dari semboyan caveat
venditor. Walaupun teori ini paling menguntungkan bagi konsumen, rupanya sulit juga
mempertahankan, kritik yang dikemukakan dalam teori ini adalah sebagai berikut: teori biaya
sosial tampaknya kurang adil, karena menganggap orang bertanggung jawab atas hal hal yang
tidak diketahui atau tidak dihindarkan. Menurut keadaan kompensatoris orang yang
bertanggung jawab atas akibat perbuatan yang diketahui dapat terjadi dan bisa dicegah
olehnya.
Tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen. Selain harus menjamin keamanan
produk, bisnis juga mempunyai kewajiban lain terhadap consumen, diantaranya :
1. Kualitas produk
Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, karena ia membayar untuk itu. Dan
bisnis berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas. Salah satu cara yang
biasa ditempuh adalah memberikan garansai. Ada 2 macam garansi: eksplisit dan implisit.
Garansi bersifat eksplisit kalau terjamin begitu saja dalam keterangan yang menyertai
produk.Menyangkut ciri-ciri produk, masa pemakaian, kemampuannya dll.Garansi bersifat
implisit kalau secara wajar bisa diandaikan, sekalipun tidak dirumuskan dengan terang
terangan.Hal itu terjadi bila dalam iklan atau promosi tentang produk dibuat janji tertentu
atau bila konsumen memiliki harapan sesuai dengan hakikat produk.Akhirnya kualitas
produk tidak saja merupakan suatu tuntutan etis melainkan juga suatu syarat untuk mencapai
sukses dalam bisnis.
2. Harga
Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya
investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar.
Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas rupanya harga yang adil adalah hasil
akhir dari perkembangan-perkembangan daya-daya pasar.Namun ada beberapa alasan
mengapa prinsip pasar tidak cukup.Pertama, pasar praktis tidak pernah sempurna.Kedua, para
konsumen sering kali dalm posisi lemah.untuk membandingkan harga serta menganalisis
semua faktor yang turut menentukan harga. Ketiga, menentukan harga menurut mekanisme
pasar saja bisa mengakibatkan fluktuasi harga terlalu besar.
Dalam situasi modern, harga yang adil terutama merupakan hasil dari peneraan dua
prinsip yaitu pengaruh pasar dan stabilitas harga.Secara khusus menjadi tugas pemerintah
untuk mencari keseimbangan antara harga pasar bebas dan perlunya stabilitas.Yang jelas
ialah bahwa kompetisi bebas dalam hal ini dengan demikian cukup dibatasi. Menurut Garrett
dan Klonoski harga menjadi tidak adil karena 4 faktor yaitu:
Penipuan
Ketidaktahuan pada Pihak Konsumen
Penyalahgunaan Kuasa, dan
Manipulasi emosi.
Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu
ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan
etis yang terkait dalam hal periklanan.Yang pertama menyangkut kebenaran dalam
iklan.Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting.Persoalan
etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali
dilakukan melalui upaya periklanan.
Fungsi Periklanan
Pada umumnya periklanan tidak mempunyai reputasi baik sebagai pelindung atau
pejuang kebenaran.Sebaliknya, kerap kali iklan terkesan suka membohongi, menyesatkan,
dan bahkan menipu publik.Iklan bukan saja menyesatkan dengan berbohong, tapi juga
dengan tidak mengatakan seluruh kebenaran, misalnya karena mendiamkan sesuatu yang
sebenarnya penting untuk diketahui.
Masalah manipulasi berkaitan dengan segi persuasif dari iklan (tapi tidak terlepas juga
dari segi informatifnya). Dengan manipulasi dimaksudkan mempengaruhi kemauan orang
lain sedemikian rupa sehingga ia menghendaki atau menginginkan sesuatu yang sebenarnya
tidak dipilih oleh orang itu sendiri. Karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang
tidak berasal dari dirinya sendiri tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar.
Publik cukup menyadari bahwa iklan itu namanya iklan dan karena itu selalu harus
didekati dengan sikap yang kritis.Kebanyakan orang tahu membedakan suasana yang
ditampilkan periklanan dengan kenyataan.Namun demikian, tidak mustahil untuk
termanipulasi. Berikut adalah 2 cara untuk sungguh-sungguh memanipulasi orang dengan
periklanan.
1. Subliminal Advertising
Maksudnya adalah teknik periklanan yang sekilas menyampaikan suatu pesan dengan
begitu cepat, sehingga tidak dipersepsikan dengan sadar, tapi tinggal di bawah ambang
kesadaran.Teknik ini bisa dipakai di bidang visual maupun audio.
Teknik subliminal bisa sangat efektif, contohnya, dalam sebuah bioskop di New
Jersey yang menyisipkan sebuah pesan subliminal dalam film yang isinya "Lapar.Makan
popcorn".Dan konon waktu istirahat popcorn jauh lebih laris dari biasa.
Dalam bisnis periklanan, perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi
kerawanan tersebut. Pengontrolan ini terutama harus dijalankan dengan tiga cara berikut ini :
Cara paling ampuh untuk menanggulangi masalah etis tentang periklanan adalah
pengaturan diri (self-regulation) oleh dunia periklanan. Biasanya hal itu dilakukan dengan
menyusun sebuah kode etik, sejumlah norma dan pedoman yang disetujui oleh profesi
periklanan itu sendiri, khususnya oleh asosiasi biro biro periklanan. Di Indonesia memiliki
Tata krama dan tata cara periklanan Indonesia yang disempurnakan (1996) yang dikeluarkan
oleh AMLI (Asosiasi Media Luar Ruang Indonesia), ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan
Penyantun Iklan Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Seluruh Indonesia),
PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta
Nasional Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Surat Kabar) dan Yayasan TVRI. Versi pertama
dari kode etik ini telah diberlakukan 1981.Jika suatu kode etik disetujui tentunya pelaksanaan
harus diawasi juga.Di Indonesia pengawasan kode etik dipercayakan kepada Komisi
Periklanan Indonesia yang terdiri atas unsur semua asosiasi pendukung dari Tata Krama
tersebut.
Dalam hal ini cara yang terbukti membawa banyak hasil dalam menetralisasi efek-
efek negatif dari periklanan adalah mendukung dan menggalakan lembaga-lembaga
konsumen, yang sudah lama dikenal di negara negara maju dan sejak tahun 1970-an berada
juga di Indonesia (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia di Jakarta dan kemudian Lembaga
Pembinaan dan Perlindungan Konsumen di Semarang). Sebetulnya setiap kota besar pantas
memiliki Lembaga Swadaya Masyarakat yang bertujuan advokasi konsumen seperti
lembaga-lembaga itu.
Refleksi tentang etika periklanan mengingatkan bahwa penalaran moral selalu harus
bernuansa dengan menyimak dan menilai situasi konkrit. Ada 4 faktor yang selalu
dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip untuk membentuk penilaian etis yang
seimbang tentang iklan :
1. Maksud si pengiklan
Jika maksud di pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi
tidak baik pula. Jika si pengiklan tahu bahwa produk yang diiklankan merugikan konsumen
atau dengan sengaja ia menjelekkan produk dari pesaing. iklan menjadi tidak etis. Begitupun
jika membuat iklan yang menyesatkan.tentu iklan menjadi tidak etis. Di sini sulit
dibayangkan bahwa si pengiklan mempunyai maksud baik.Federal Trade Commision telah
memaksa perusahaan bersangkutan untuk mengoreksi iklan yang menyesatkan.Sebaliknya,
jika si pengiklan mengeluarkan iklan yang menyesatkan tapi maksudnya tidak demikian,
iklan itu barangkali kurang profesional tetapi tidak bisa dinyatakan kurang etis.
2. Isi iklan
Menurut isinya iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang
menyesatkan.Iklan tidak menjadi etis pula bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya
penting.Bisa dibenarkan, jika sebuah produk dalam iklan dipersentasikan dari segi yang
paling menguntungkan.Iklan tentang hal yang tidak bermoral dengan sendirinya menjadi
tidak etis.Di sini kompleksitas moralitas periklanan terkait dengan kompleksitas moralitas
topik-topik bersangkutan.
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan
mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.Perlu diakui bahwa
mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda.Dalam masyarakat dimana taraf
pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus
dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata
lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
4. Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang
sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang
sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di
terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
terdapat individu dan kelompok untuk mendapatkan apa saja yang mereka
Pemasaran adalah bidang yang sering dipandang sebagai inheren tidak etis,
tetapi sebenarnya diatur oleh hukum dan standar perilaku sama seperti bidang
lainnya. Etika Pariwara Indonesia adalah panduan Eika periklanan yang ada di
Indonesia
a. SARAN
informasi dari iklan produk yang telah keluar dari jalur etika.
dengan etika
DAFTAR PUSTAKA