Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ETIKA DAN KETERAMPILAN PROFESI AKUNTAN

“ETIKA PROFESI AKUNTAN PUBLIK”

Disusun Oleh :

Rio Adryan Tully (2210020131)


Fransiskus Likureni Velano Kean (2210020108)
Triyana S.Sabuna (2210020125)
Melani Siga Monica Thalia Toy (2210020138)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa atas Berkat dan Rahmat- Nya, makalah dengan judul
“Etika Profesi Akuntan Publik” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tim penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman pembaca.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas pada mata
kuliah Etika dan Keterampilan Profesional Akuntan .Kami
kelompok satu mengucapkan banyak terima kasih atas kerja
samanya dan pihak pihak yang telah membantu dalam
penyeleasaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami
kelompok satu yang dimana sebagai penulis makalah ini sangat
membutuhkan dan menerima dengan baik akan saran dan kritik
yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini.

Kupang, 2 Februari 2023

Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Meskipun dalam setiap profesi mempunyai prinsip-


prinsip dasar yang berlainan, karena memang fungsi dan
perannya berbeda,namun hal yang sama dalam setiap profesi itu
adalah adanya etika.
Etika telah menjadi isu yang menyedot perhatian dan
masuk kembali ke kawasan akademik untuk dikaji dalam
profesi akuntan, termasuk juga di Indonesia. Banyak kasus yang
muncul berkaitan dengan berbagai praktik yang dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik (Yani, 1998).
Etika adalah nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan
tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh individu atau
suatu golongan tertentu.
Peran profesi akuntansi yang strategis menuntut para
akuntan untuk dapat bekerja dengan lebih baik, tertib, tidak
menyalahi aturan yang berlaku, serta mampu menghasilkan
prediksi strategis secara lebih tepat, maupun memberikan saran
membangun dan pemecahan berbagai masalah keuangan yang
dihadapi oleh pimpinan perusahaan, dalam menyeleng-garakan
keuangan perusahaan dan pihak-pihak lain secara baik,
tepat,dan benar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang adapun rumusan masalah yang


kami buat.

1. Mengapa etika dan moral diperlukan dalam


menjadi akuntan public ?
2. Bagaimana hubungan etika dan dunia bisnis ?
3. Apa saja kode etik profesi dalam menjadi seorang
akuntan ?
4. Bagaimana hubungan akuntansi dan etika ?

C. Tujuan penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini ?

1. Untuk mengetahui seberapa penting etika dan morel


di perlukan saat menjadi akuntan public.
2. Untuk mengetahui hubungan etika dan dunia bisnis.
3. Untuk mengetahui kode etik dalam menjadi seorang
akuntan.
4. Untuk mengetahui hubungan akuntansi dan etika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika Dan Moral

Dalam masyarakat yang majemuk terdapat sistem nilal


etika yang majemiuk (banyak dan berbeda antara yang satu
dengan yang lain) pula. Akibatnya tidak tertutup
kemungkinan akan terjadi konflik antara kelompok
masyarakat tertentu dengan yang lain. Fenomena
kemajemukan ini memang sulit dihindarkan, karena
kemajemukan itu sendiri merupakan fenomena yang
alamiah.Dengan kata lain, kemajemukan itu sebetulnya
memang harus ada,namun di samping kemajemukannya
tersebut harus ada sebuah nilai yang sifatnya universal dan
dapat diterima oleh semua pihak. Tentang hal tersebut, De
George (1993:38) mengungkapkan bahwa:

...di samping perbedaan-perbedaan dalam kebiasaan


(hidup sehari-hari) dan praktik-praktik moral dari
masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain dan
dari masa ke masa, terdapat (pula) kesepakatan dasar
dalam sejumlah besar isu-isu sentral.

Seperti halnya dengan banyak istilah yang


menyangkut konteks ilmiah, istilah "etika" pun berasal dari
bahasa Yunani kuno. Kata Yunani "ethos" dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak artiyakni tempat tinggal yang
biasa, padang rumput, kandang; kebiasaan, adat; akhlak,
watak; perasaan,sikap,cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta
etha) artinya adalah adat kebiasaan. Arti terakhir itulah yang
selanjutnya menjadi latar belakang terbentuknya istilah
“etika" oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-332
S.M.)sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jika
istilah tersebut dibatasi maka “etika" berarti: ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan.Sehingga bisa juga dikatakan etika merupakan
ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral.
Kata yang cukup dekat dengan "etika" adalah
“moral".Kata ini berasal dari bahasa Latin mos (Jamak:
mores) yang juga memiliki arti: kebiasaan, atait adat. Dalam
bahasa Inggris, termasuk bahasa Indonesia, kata mores masih
dipakai dalam arti yang sama.Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1988),"etika" dijelaskan dengan membedakan
tiga arti, “1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat."
Tentang kata "moral" sudah kita lihat bahwa
etimologinya sama dengan "etika", sekalipun bahasa asalnya
berbeda. Sehingga bisa kita simpulkan bahwa kedua kata
tersebut memiliki arti yang berdekatan, yakni nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya (Borchert
dan Steward, 1986).

B. Etika Dan Dunia Bisnis

Etika merupakan suatu bagian yang sama sekali tidak


bisa dipisahkan dari kehidupan kita sehari hari, khususnya
kehidupan dunia bisnis. Tentang hal ini, paling tidak ada
beberapa alasan untuk mendukung pernyataan tersebut
Chryssides dan Kaler, 1993: 21-3).

Pertama, masyarakat kita pada dasarnya diangun atas


dasar aturan-aturan etika. Bisnis, misalnya, harus beroperasi
dalam tata sosial yang dalam beberapa metodenya sama
etisnya dengan peraturan perundangan, politik, ekonomi dan
lain sebagainya yang melingkunginya. Dengan demikian,
keputusan-keputusan bisnis dapat dibatasi dengan lingkungan
etikanya, seperti peraturan perundang-undangan, politik,
ekonomi dan lain-lain. Jadi, jelas di sini bahwa bisnis tidak
dapat beroperasi tanpa memperhatikan peraturan-peraturan
(misalnya undang-undang, sistem politik, sistem ekonomi,
sistem social, dan lain-lain) yang ditetapkan dan diterapkan
oleh masyarakat setempat.
Kedua, bisnis merupakan sebuah kekuatan yang
mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kehidupan
masyarakat bahkan kekuatannya sebanding dengan kekuatan
agama dan politik. Populasi yang bekerja dalam sebuah
masyarakat hampir semuanya menggantungkan diri dalam
bisnis untuk sumber kehidupannya dan sisanya
menggantungkan diri sebagai konsumen. Bisnis bukan
merupakan kekuatan yang statis, tetapi sebaliknya ia
merupakan sebuah kekuatan yang terus berkembang baik
dalam bentuk kualitas maupun kuantitas, ia tidak terbatas pada
satu daerah, tetapi sebaliknya menjelajahi seluruh belahan
bumi ini. Perusahaan multinasional tumbuh semakin hari
semakin besar menjelajah semua negara dengan pasar barang,
jasa dan uang yang semakin global dan bahkan sulit
mengendalikan kekuatan dan gerak dinamis bisnis.
Ketiga, berkenan dengan menusia sebagai agen yang
secara aktif menjalarikan bisnis. Manusia, khususnya manajer,
dalam hal ini adalah pribadi yang secara sadar mengendalikan
dan menjalankan bisnis. Untuk menjalankan bisnis,seorang
manajer dituntut untuk memiliki profesionalisme yang tinggi.

Tanpa bekal profesionalisme ini, mustahil bisnis yang


dijalankannya akan mampu bertahan hidup lama. Bagi seorang
manajer yang profesional, kemampuan intelektual dan
tanggung jawab yang besar merupakan bekal utama yang
sangat bernilai dalam menjalankan bisnis. Hal demikian ini,
karena semakin besar dan kompleks keadaan sebuah bisnis,
demikian juga akan tuntutan tanggung jawab (Chandra, 1995).
Manajer, dalam membuat rencana strategis meng-
organisasikan sumber-sumber daya yang dimilikinya dan
mengendalikan operasi bisnis, dituntut tanggung jawab yang.
besar. Karena apa yang dilakukan manajer sebetulnya bukan
merupakan pekerjaan teknis, tapi menyangkut tanggung jawab
terhadap orang lain. Manajer harus menjaga moral yang
ditanamkan oleh penanam modal (investor), menjaga
kelestarian alam, melindungi konsumen dari produk atau jasa
yang merugikan atau membahayakan dan menjaga kesehatan
dan keselamatan buruh dan pegawai (Dunfee dan Donaldson,
1995).
Dari beberapa alasan tersebut di atas, kita dapat melihat
bahwa kebutuhan aplikasi etika dalam bisnis pada dasarnya
terletak pada skala makro, hakikat masyarakat itu sendiri yang
tidak bisa terlepas dari sistem nilai etika (misalnya sistem
ekonomi, politik, sosial, dan agama) dan dalam skala mikro,
kapasitas manusia sebagai individu yang mempunyai
kemampuan untuk membangun dan menciptakan dunia
realitas,yaitu realitas dengan jaringan sistem nilai yang
mengikat dan memilih kehidupan indvidu-individu dalam
masyarakat yang luas dan majemuk.

C. Kode etik profesi


Kode etik adalah produk kesepakatan yang mengatur
tingkah laku moral suatu kelompok tertentu dalam masyarakat
untuk diberlakukan dalam suatu masa tertentu, dengan
ketentuan-ketentuan tertulis yi7868uang diharapkan akan
dipegang teguh oleh seluruh anggota kelompok itu. Kode etik
dapat berubah sesuai dengan perkembangan pemahaman
kelompok tersebut tentang moral (Fritzsche,1997).

Etika profesi merupakan kode etik untuk profesi tertentu.


dan karenany harus dimengerti selayaknya,bukan sebagai etika
absolut.Untuk mempermudah harus dijelaskan bagaimana
masalah hukum dan etika berkaitan walaupun berbeda.
Karena profesi adalah suatu moral community
(masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai
bersama. Mereka membentuk suatu profesi yang disatukan
karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama
memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Sehingga
profesi menjadi kelompok yang mempunyai kekuasaan
tersendiri dan sebagai konsekuensinya mempunyai suatu
tanggung jawab khusus.
Selain memiliki monopoli atas suatu keahlian tertentu,
selalu ada bahaya profesi menutup diri bagi orahg luar sehingga
menjadi halangan yang sukar ditembus.,Bagi klien yang
mempergunakan jasa profesinya dalam keadaan itu akan
menimbulkan kecurigaan jangan-jangan klien tersebut
dipermainkan.
Hadirnya kode etik dapat mengimbangi segi negatif
profesi ini. Dengan adanya kode etik kepercayaan masyarakat
akan suatu profesi dapat diperkuat, karena setiap klien
mempunyai kepastian bahwa kepentingannya akan terjamin.
Kode etik ibarat sebuah kompas yang menunjukkan arah moral
bagi suatu profesi dan sekaligus menjamin mutu moral profesi
itu di masyarakat.

Dalam menangani suatu kasus dan supaya berfungsi


sebagaimana mestinya maka kode etik itu dibuat dan
dirumuskan oleh profesi itu sendiri. Dengan membuat dan
merumuskan kode etik sendiri oleh profesi maka akan menjadi
self-regulation (pengaturan diri) dan profesi mampu
menetapkan hitam atas puutih niatnya untuk mewujudkan nilai-
nilai moral yang dianggap hakiki.
Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita
yang diterima oleh profesi itu sendiri bisa mendarah daging dan
menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakannya dengan
sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Selain itu pula kode
etik harus memiliki sifat mandatory (wajib) dilaksanakan oleh
kalangan profesi dan supaya berhasil dengan baik maka
pelaksanaannya tersebut harus diawasi secara terus menerus
(Dopson, 1990).

D. Akuntansi dan etika


Akuntansi sangat dekat dan sarat dengan nilai-nilai etika,
oleh karena itu kajian berikut akan diarahkan pada konsep nilai-
nilai etika akuntansi yang dikemukakan oleh dua orang penulis,
yaitu Belkaoui (1992) dan Francis (1990).
Yang pertama adalah Belkaoui (1992), dalam hal ini
mengajukan lima nilai etika, yaitu fairness, ethics, honesty,
social responsibility, dan truth sebagai elemen-elemen yang
paling penting dalam moralitas akuntansi. Fairness merupakan
perwujudan sifat netral dari seorang akuntan dalam menyiapkan
laporan keuangan. Ini adalah suatu indikasi bahwa prinsip,
prosedur, dan teknik-teknik akuntansi harus fair, tidak biasa,
dan tidak parsial dalam arti bahwa akuntan sebagai penyedia
informasi harus beritikad baik dan menggunakan etika bisnis
dan kebijakan akuntansi yang baik dalam menyajikan,
memproduksi, dan memeriksa (audit-ing) informasi akuntansi.
Unsur kedua yaitu etika (ethics) yang menurut pandangan
Belkaoui erat kaitannya dengan peran profesi akuntansi, artinya
bahwa dalam melaksanakan peranannya, seorang akuntan tidak
hanya menghadapi aturan-aturan perilaku normal, tetapi juga
nilai-nilai moralitas yang diciptakan oleh lingkungannya
(Belkaoui, 1992: 5).
Dengan mengakui adanya suatu peran (role) dan
kemudian secara aktif terlibat dalam peran tersebut, maka
akuntan mau tidak mau harus mengakui adanya kewajiban dan
tanggung jawab yang harus dipikulnya. Oleh karena itu, nilai-
nilai etika (ethics) yang membedakan antara yang baik dengan
yang buruk dan yang benar dengan yang salah merupakan salah
satu unsur yang perlu diperhatikan sebagai dasar dalam
pengambilan keputusan.
Honesty adalah unsur ketiga yang dapat menjamin
terciptanya kepercayaan masyarakat umum terhadap profesi
akuntansi. Hilangnya honesty umumnya disebabkan karena
adanya fiaud. Sayangnya, fraud dalam dunia akuntansi yang
umumnya dalam bentuk corporate firaud, fraudulent, financial
reporting, white-collar crime atau audit failure.
Fraud biasanya timbul karena adanya konsentrasi tunggal
pada sati tujuan (keinginan) atau. adanya kecenderungan untuk
memenuhi kepentingan pribadi/golongan. Bentuk fiaud tersebut
makin meningkat dan menyebabkan timbulnya kerugian yang
besar bagi perusahaan, individu, dan masyarakat serta
menimbulkan masalah moral dalam dunia praktik (Belkaoui,
1992: 119).
Social responsibility adalah unsur keempat yang pada
dasarnya erat kaitannya dengan persepsi seseorang tentang
perusahaan.Menurut persepsi ini perusahaan tidak lagi dipa
ndang sebagai sebuah entitas yang semata-mata mengejar laba
(profit) untuk kepentingan pemilik perusahaan (shareholders),
sebagaimana yang dianut oleh paham klasik pada abad ke-19,
atau untuk kepentingan yang lebih luas, yaitu stakeholders
(pemegang saham, kreditor, investor, pemasok bahan baku,
pemerintah dan entitas lain yang mempunyai hak terhadap
perusahaan), namun juga secara lebih serius memperhatikan
lingkungan sosial.
Menurut pandangan ini, demikian dikatakan oleh
Belkaoui (1992: 153) perusahaan dapat melakukan semua
proyek kegiatan (sebagai tambahan pada tujuan untuk
memperoleh laba) yang dapat meminimalkan biaya sosial
(social costs) dan memaksimalkan manfaat sosial (social
benefit).
Adanya kesadaran sosial ini memberikan suatu indikasi
bahwa ada suatu persepsi (tentang perusahaan) yang berpijak
Yang kedua adalah perhatian terhadap status ekonomi
orang lain (concernt for the economic status of others). Di sini
akuntan di minta untuk menyiapkan wacana khusus dalam
beberapa konteks khusus pula.
Yang ketiga adalah sensitivitas terhadap kerja sama dan
konflik. Beberapa praktik akuntansi, seperti biaya standard
(standar costing), anggaran (budgeting), harga transfer (transfer
pricing), pusat-pusat laba (profit centers) dan analisis varian
(variance analysis) beroperasi dalam tapal batas antara kerja
sama dan konflik. Akuntansi dalam hal ini dapat sedemikian
rupa menangani konflik dan pada saat yang sama mendorong
adanya kerja sama untuk kebutuhan atau kepentingan
organisasi, bukan untuk kepentingan individu (Francis,
1990:10). Yang dimaksudkan oleh Francis (1990) sini tidak lain
adalah pengelolaan kerja sama dan konflik yang baik dan
seimbang sehingga dengan cara demikian kerja sama dan
konflik menjadi unsur yang sangat dinamis dalam aktivitas
perusahaan.
Yang keempat adalah karakter komunikatif akuntansi
tentang hal ini, francis (1990:10) berargumentasi bahwa wacana
akuntansi (accounting discourse) mampu menciptakan suatu
pengertian tentang pengalaman ekonomi kita dan makna
pengalaman tersebut bagi kehidupan kita. Wacana akuntansi
dalam pandangan Francis (1990:10) secara sederhana mengakui
bahwa kapasitas kita untuk mengerti kejadian-kejadian nyata
dapat di lakukan melalui wacana khusus yang di ciptakan oleh
akuntansi.
Di sini kita harus memilih tentang apa yang harus kita
perhitungkan, kapan saat yang tepat untuk memper-
hitungkannya dan kapan kita harus memperhitungkannya.
Wacana khusus seperti, apa sebetulnya yang dimaksud dengan
pendapatan (revenue), kapan pendapatan dapat kita akui dan
bagaimana kita menghitung dan melampirkannya, merupakan
wacana khusus akuntansi atau produk-produk tata-bahasa
(grammar), sintaks (syntax) dan penggunaan konvensional dari
bahasa akuntansi. Wacana tersebut diciptakan oleh kita yang
kegunaannya terletak pada kapasitas transformatif dan moralitas
(Francis, 1990: 10). Terakhir adalah penyebaran informasi
ekonomi. Fungsi umum dari akuntansi yang umumnya dikenal
adalah fungsi jasa yang menyediakan informasi ekonomi untuk
pengambilan keputusan.
Yang dikemukakan oleh Riahi-Belkaoui (1992) dan
Francis (1990) di atas tidak lain merupakan suatu fenomena
yang menunjukkan semakin meningkatnya perhatian akan
pentingnya penerapan etika dalam dunia akuntansi pada
khususnya dan dunia bisnis pada umumnya.
Untuk memperoleh seperti yang diharapkan di atas
berarti, membutuhkan jasa profesi yang mampu menjembatani
kepentingan berbagai kelompok yang membutuhkan informasi
tersebut,profesi di sini dapat menjaga netralitas, independensi,
dan tanggung jawab (Fritzsche,1997).
Profesi berkewajiban untuk selalu menjaga kepercayaan
masyarakat maka pengikat yang telah diuraikan di atas berupa
kode etik,diharapkan mampu menjaga profesi maupun anggota
profesi agar tidak memasuki wilayah "haram".Meskipun pada
kenyataanya akan banyak muncul berbagai dilema etika.
Dilema etika dalam berbagai studi dianggap sebagai batu
ujian dalam menegakkan kode etik. Hal tersebut dapat dikaji.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut kelompok kami, menjadi seorang profesi


akuntansi harus bertanggung jawab dan berlaku baik dalam
menjalankan profesinya agar semua pihak dapat mendapatkan
haknya secara sah dan benar. Di dalam profesi, sudah ada kode
etik yang mengatur profesi tersebut dalam menjalankan
profesinya agar dalam menjalankan profesi tersebut dapat
berjalan dengan baik dan lancar serta tetap ada tanggung jawab
sosialnya. Ketika menjadi seorang akuntan yang baik, maka
akan tercermin perusahaan yang baik dan mampu
menguntungkan semua pihak dalam berbagai bidang.

B. Saran

Kelompok kami memberikan saran bahwa ketika kita


menjadi seorang akuntan yang profesional, disitulah kita harus
membuktikan bahwa kita benar-benar profesional dalam bidang
itu, sehingga orang-orang yang ada di sekitar kita dan
mempercayai kita mampu memberikan penghargaan yang luar
biasa karena tidak semua orang bisa melakukan hal tersebut
dengan baik. Dengan adanya etika yang diciptakan, maka
perlulah kita menggunakan etika itu dengan baik sehingga
profesi yang kita jalankan mampu berkembang dan memberikan
manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan kita sendiri
serta perusahaan di mana kita bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Buku etika dan akuntabilitas profesi akuntan public (empatdua


media)

https://www.academia.edu/19628095/
MAKALAH_ETIKA_PROFESI_AKUNTANS1

https://prasetyayosef.wordpress.com/etika-bisnis/akuntansi-
sebagai-profesi-makalah/

Anda mungkin juga menyukai