Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ETIKA BISNIS

GCG dan Stakeholder

DISUSUN OLEH:

MOCHAMAD ANDRIK NUR HUDAYAH

10090317084

MANAJEMEN B

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya

terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan

tugas mata kuliah Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial yang berjudul “GCG dan

Stakeholder”. Kemudian shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita

Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah

untuk keselamatan umat di dunia.

Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

Affandi Iss SE., M.M selaku dosen mata kuliah Etika Bisnis dan Tanggung Jawab

Sosial yang telah membimbing penyusun dengan penuh tanggung jawab sehingga

makalah ini dapat diselesaikan

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam

penulis makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Bandung, 12 April 2018

Penulis

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

A. Etika dan Masyarakat modern

Etika sebagai pemikiran sistematis tentang moralitas tidak berpretensi untuk

secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Dalam artinya sebagai

ilmu, etika sebenarnya tidak perlu dimiliki oleh setiap orang,walaupun setiap orang

membutuhkan moralitas. Yang dihasilkan secara lanngsung dari etika bukanlah

kebaikan, melainkan suatu pemhaman yang lebih mendasar dan kritis tentang yang

dianggap baik dan buruk secara moral. Ada beberapa alasan penting mengapa etika

pada Zaman kita semakin perlu

1.Adanya pluralisme moral

2.Timbulnya masalah-masalah etis baru

3.Munculnya kepedulian etis yang semakin universal.

4.Hantaman gelombang modernisasi.

5. tawaran berbagi ideologi

6. Tantangan bagi agamawan

B. Konsep Dasar dan Teori Etika

Etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya adalah (ta

etha) berarti”adat istiadat” atau “kebiasaan”. Perpanjangan dari adat

membangun dari suatu aturan kuat di masyarakat yaitu bagaimana setiap tindak dan

tanduk mengikuti aturan-aturan dan aturan-aturan tersebut ternyata telah

membentuk moral masyarakat dalam menghargai adat istiadat yang berlaku.


Ilmu Etika tidak bisa dikesampingkan dari ilmu filsafat, ini terlihat dari usaha-usaha

dalam menafsirkan etika sering dilihat dari sudut pandang filsafat. Menurut K.Bertens

“Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya perilaku manusia.”

Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik pada diri seseorang

maupun masyarakat dan kebiasaan yang dianut dari seseorang ke orang lain atau satu

generasi ke generasi lain. Etika merupakan kebiasaan hidup orang atau masyarakat

untuk mengikuti nilai-nilai atau aturan yang berlaku dalam masyarakat. Etika

bermaksud untuk membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat

dipertanggungjawabkan. -

 Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah

laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat

ditentukan oleh akal. -

 Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara

mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam

hidupnya.

Faktor-faktor yang melandasi etika adalah meliputi hal tersebut dibawah ini:

a. Nilai-nilai atau value.

b. Norma.

c. Sosial budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan

ilmu pengetahuan dan tehnologi.

d. Religius

1) Agama mempunyai hubungan erat dengan moral.

2) Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.

3) Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting.
4) Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para

anggotanya.

e. Kebijakan atau policy maker, siapa stake holders nya dan / bagaimana kebijakan

yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.

Terdapat tiga pembagian mengenai etika, yaitu sebagai berikut:

a. Etika deskriptif

Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat

kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik buruk, tindakan-tindakan yang

diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif tidak memberi penilaian

tetapi menggambarkan moralitas pada individu-individu tertentu, kebudayaan atau

subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.

b. Etika normatif

Pada etika normatif terjadi penilaian tentang perilaku manusia. Penilaian ini

terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat preskriptif (memerintahkan), tidak

melukiskan melainkan menentukan benar atau tidaknya tingkah laku. Etika normatif

menampilkan argumentasi atau alasan atas dasar norma dan prinsip etis yang dapat

dipertanggungjawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam praktik.

c. Metaetika

“Meta” berasal dan bahasa Yunani yang berarti melebihi atau melampaui.

Metaetika mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis. Pada metaetika

mempersoalkan bahasa normatif apakah dapat diturunkan menjadi ucapan kenyataan.

Metaetika mengarahkan pada arti khusus dan bahasa etika


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Konsep Dasar GCG

Sukrisno Agoes (2006) mendefinisikan tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate

Governance) sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan Komisaris, peran

Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang

baik juga disebut sebagai suatu proses transparan atas penentuan tujuan

perusahaan,pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.

Dua teori utama yang terkait dengan corporate governance adalah stewardship theory dan

agency theory (Chinn,2000; Shaw,2003). Stewardship theory dibangun di atas asumsi filosofis

mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu

bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan kejujuran terhadap pihak lain.

Inilah yang tersirat dalam hubungan fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan

kata lain, stewardship theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak

dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.

Sementara itu, agency theory yang dikembang-kan oleh Michael Johnson, memandang

bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para pemegang saham, akan bertindak

dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan

bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Dalam perkembangan selanjutnya, agency

theory mendapat respon lebih luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada.

Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada

agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai

peraturan dan ketentuan yang berlaku. Good corporate governance (GCG) secara definitif
merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai

tambah (value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003).

Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham

untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban

perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan

terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.

Ada empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance

yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut

penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat

meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas

rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai

fundamental perusahaan. Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini

relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance baru dikenal di

Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung dalam kelompok OECD

(kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan Amerika Utara mempraktikkan pada tahun

1999)

2.2. Prinsip - Prinsip GCG

Secara umum terdapat lima prinsip dasar darigood corporate governance yaitu:

1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses

pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan

mengenaiperusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan

pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara

efektif.

3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan

perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara

profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang

tidak sesuai dengan peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip

korporasi yang sehat.

5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi

hak - hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang

berlaku.

2.3. Manfaat GCG

Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan

terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan

bahwa paling tidak ada lima alas an mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:

 Berdasarkan survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan

bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-

perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.


 Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis

financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.

 Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal

menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.

 Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi

dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis

yang kini telah banyak berubah.

 Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Menurut Mas Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan

Good Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan

manfaat antara lain:

 Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang

saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.

 Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).

 Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata ublic dalam jangka panjang.

 Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap

keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh

perusahaann.

2.4. Tahap – Tahap Penerapan GCG

Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi perusahaan untuk

melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi perusahaan,

dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan mendapatkan
dukungan dari seluruh unsur di dalam perusahaan. Pada umumnya perusahaan-perusahaan

yang telah berhasil dalam menerapkan GCG menggunakan pentahapan berikut :

 Tahap Persiapan

Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama: 1) awareness building, 2) GCG assessment, dan 3)

GCG manual building. Awareness building merupakan langkah awal untuk membangun

kesadaran mengenai arti penting GCG dan komitmen bersama dalam penerapannya. Upaya ini

dapat dilakukan dengan meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perusahaan. Bentuk

kegiatan dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok. GCG Assessment

merupakan upaya untuk mengukur atau lebih tepatnya memetakan kondisi perusahaan dalam

penetapan GCG saat ini. Langkah ini perlu guna memastikan titik awal level penerapan GCG

dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan infrastruktur dan

struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan GCG secara efektif.

Dengan kata lain, GCG assessment dibutuhkan untuk mengidentifikasi aspek-aspek apa

yang perlu mendapatkan perhatian terlebih dahulu, dan langkah-langkah apa yang dapat

diambil untuk mewujudkannya. GCG manual building, adalah langkah berikut setelah GCG

assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan perusahaan dan upaya

identifikasi prioritas penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG

dapat disusun. Penyusunan manual dapat dilakukan dengan bantuan tenaga ahli independen

dari luar perusahaan. Manual ini dapat dibedakan antara manual untuk organ-organ

perusahaan dan manual untuk keseleruhan anggota perusahaan, mencakup berbagai aspek

seperti:

• Kebijakan GCG perusahaan


• Pedoman GCG bagi organ-organ perusahaan

• Pedoman perilaku

• Audit commitee charter

• Kebijakan disclosure dan transparansi

• Kebijakan dan kerangka manajemen resiko

• Roadmap implementasi

 Tahap Implementasi

Setelah perusahaan memiliki GCG manual, langkah selanjutnya adalah memulai

implementasi di perusahaan. Tahap ini terdiri atas 3 langkah utama yakni:

1.Sosialisasi, diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh perusahaan berbagai aspek

yang terkait dengan implementasi GCG khususnya mengenai pedoman penerapan GCG.

Upaya sosialisasi perlu dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung

berada di bawah pengawasan direktur utama atau salah satu direktur yang ditunjuk sebagai

GCG champion di perusahaan.

2. Implementasi, yaitu kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman GCG yang ada,

berdasar roadmap yang telah disusun. Implementasi harus bersifat top down approach yang

melibatkan dewan komisaris dan direksi perusahaan. Implementasi hendaknya mencakup pula

upaya manajemen perubahan (change management) guna mengawal proses perubahan yang

ditimbulkan oleh implementasi GCG.

3.Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam implementasi. Internalisasi mencakup upaya

- upaya untuk memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan

berbagai peraturan perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG
bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat superficial, tetapi

benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas perusahaan.

 Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilaku-kan secara teratur dari waktu ke waktu untuk

mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG telah dilakukan dengan meminta pihak

independen melakukan audit implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat

banyak perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan di

Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring. Evaluasi dalam bentuk

assessment, audit atau scoring juga dapat dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang

diterapkan di lingkungan BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali

kondisi dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga dapat

mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan rekomendasi yang diberikan.

2.5. Pengertian Stakeholder

Pengertian stakeholder sendiri adalah orang atau instansi yang berkepentingan dengan

suatu bisnis atau perusahaan. R. Edward Freeman menjelaskan stakeholder sebagai “individu-

individu atau kelompok-kelompok yang dipengaruhi oleh tercapainya tujuan-tujuan organisasi

dan pada gilirannya dapat mempengruhi tujuan-tujuan tersebut”.

Stakeholder dibagi menjadi pihak berkepentingan internal dan eksternal. Pihak internal

adalah orang-orang berkepentingan yang ada di dalam lembaga tersebut. Sedangkan pihak

eksternal adalah pihak-pihak diluar lembaga yang berkepentingan, misalnya masyarakat dan

pemerintah.Semua masyarakat belum tentu stakeholder atau tidak semua masyarakat adalah

stakeholder. Masyarakat yang di sebut sebagai stakeholder diartikan sebagai sekelompok


orang yang memiliki kepentingan atau nilai-nilai yang sama dalam situasi tertentu.

Ketika masyarakat berhubungan dengan sebuah perusahaan, maka masyarakat tersebut

barulah dapat dikatakan sebagai suatu stakeholder yang artinya publik tersebut memiliki

kepentingan (stake) dengan sebuah perusahaan atau dalam sebuah isu yang melibatkan

perusahaan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa stakeholder adalah individu atau kelompok yang

berkepentingan di dalam sebuah perusahaan dimana terjadi hubunganngan yang saling

ketergantungan dalam perusahaan tersebut.

Adapun pihak yang memiliki kepentingan utama atau stakeholder dalam organisasi bisnis

antara lain :

1. Pemilik (owner)

Pada awalnya suatu bisnis dimulai dari ide seseorang atau lebih tentang suatu

barang atau jasa dan mereka mengeluarkan uangnya (modal) untuk membiayai usaha

tersebut, karena mereka memiliki keyakinan bahwa kelak dikemudian hari akan

mendapatkan imbalan (keuntungan) dan mereka mengorganisasi, mengelola dan

menanggung segala resiko bisnis.

2. Karyawan (employee)

Adalah orang yang diangkat dan ditugaskan untuk menjalankan kegiatan

perusahaan. Kinerja perusahaan sangat bergantung pada kinerja seluruh karyawan, baik

secara individu maupun secara kelompokk

3. Kreditor (creditor)

Adalah lembaga keuangan atau individu yang memberikan pinjaman kepada

perusahaan. Kreditor sebagai pemberi pinjaman, umumnya mengajukan persyaratan


tertentu untuk meyakinkan bahwa uang yang mereka pinjamkan kelak akan dapat

dikembalikan tepat waktu ,sesuai jumlah dan berikut prestasinya

4. Pemasok (supplier)

Pemasok adalah partner kerja dari perusahaan yang siap memenuhi ketersediaan

bahan baku, oleh karena itu kinerja perusahaan juga sebagian tergantung pada

kemampuan pemasok dalam mengantarkan bahan baku dengan tepat waktu.

5. Pelanggan (customer)

Suatu perusahaan tidak akan bertahan lama tanpa ada

seorang customer. Customer merupakan target dari suatu perusahaan untuk

menjualkan hasil produksinya. Untuk menarik seorang customer, suatu perusahaan

harus menyediakan produk dan layanan yang terbaik serta harga yang bersahabat.

2.6. Macam-Macam Stakeholder

Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu

stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok yaitu stakeholder primer,

sekunder dan stakeholder kunci . Sebagai gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai

kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder

seperti berikut :

1. Stakeholder Utama (Primer)

Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan

secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus

ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.

2. Stakeholder Pendukung (Sekunder)

Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki

kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek,
tetapi memiliki kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara

dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.

3. Stakeholder Kunci

Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara

legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah

unsur eksekutif sesuai levelnya, legisltif, dan instansi. Misalnya, stakeholder kunci

untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.

2.7. Kepentingan dan Kekuasaan Pemangku Kepentingan

Pemangku kepentingan bisa terdiri dari organisasi, kelompok, departemen, struktur,

jaringan atau individu, tetapi daftar ini perlu sedikit panjang untuk memastikan bahwa tak ada

pihak yang tertinggal. Tabel berikut ini dapat membantu menata sesi brainstorming, atau

memberikan struktur untuk umpan balik dalam plenary jika Anda melakukannya dalam

kelompok-kelompok.

1. Interest Stakeholders

“Kepentingan” menunjukkan sejauh mana mereka kemungkinan besar akan

terpengaruh oleh proyek penelitian atau perubahan kebijakan, dan seberapa besar kepentingan

atau kepedulian mereka terhadap atau tentang proyek penelitian atau perubahan kebijakan.

Pada suatu kegiatan usaha kepentingan stakeholder dalam hal ini biasanya seorang pemimpin

tentu saja memiliki keinginan sebagai pemegang kekuasaan dan yang akan memutuskan suatu

keputusan penting perusahaan maka tentu saja kepentingan itu dapat diwujudkan dalam

keuntungan atau laba yang didapatkan

2. Power Stakeholders

“Kekuasaan” mengukur pengaruh yang mereka miliki atas proyek atau kebijakan, atau

seberapa jauh mereka dapat mendukung tercapainya atau menghambat perubahan yang

diinginkan.
Kekuatan sebagai seorang penguasa dalam suatu perusahaan adalah apa yang menjadi

aturannya maka itu yang akan dijalankan oleh manajemen

2.8. Saling Ketergantungan Antara Stakeholder

Dalam sebuah organisasi terdapat saling ketergantungan antara stakeholder satu dengan

lainnya. Karena pada masa kini stakeholder tidak terbatas pada mereka para pelaku dalam

usaha bisnis, tetapi stakeholder tersebut juga mencakup pihak luar seperti masyarakat dan

pemerintah. Realitanya, sebagai konsekuensi alam alamiah bahwa manusia adalah makhluk

sosial maka mereka butuh orang lain dalam menjalankan aktivitas sehari-hari mereka.

Kenyataan ini pula yamg semakin menunjukkan bahwa dalam suatu oraganisasi, dimana

Stakeholder tersebut memiliki ketergantungan terhadap lainnya.Hal ini kemudian disebut

dengan pola ketergantungan antar Stakeholder.Saling ketergantungan tersebut merupakan

sesuatu yang tidak dapat dihindarkan.saling ketergantungan tersebut mencakup hubungan dan

pengaruh para pemangku kepentingan.Pola saling ketergantungan ini terjadi atas dasar adanya

kepentingan (interest) dan kekuasaaan (power). Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Kepentingan dari setiap pemangku kepentingan berbeda-beda

2. Kekuatan kekuasaan dari setiap pemangku kepentingan juga berbeda-beda. Artinya

kekuasaan tidak dapat berpusat hanya pada satu Stakeholder saja melainkan kepada

masing-masing Stakeholder.

3. Terjadi perubahan signifikan dalam kepentingan dan kekuasaan Stakeholder dari waktu

ke waktu.

BAB III
PENUTUP

Dari penjelasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa;

Good Corporate Governance merupakan suatu sistem yang mengatur hubungan peran Dewan

Komisaris, peran Direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Ada empat

komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance yaitu fairness,

transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting karena

penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan

kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja

yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

Keraf Sony. 1991. Etika bisnis. Yogyakarta: Kanisius.

Agoes, sukrisno & Ardana, I Cenik. 2009. Etika Bisnis dan Profesi : Tantangan

Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat

Leonard J. Brooks & Paul Dunn. 2012. Etika Bisnis Dan Profesi .Jakarta.

Salemba Empat.

Nawawi,Imam. Sariman, Edi. Puji, Fahmi. “Stakeholder dalam Pendidikan”

Anda mungkin juga menyukai