Anda di halaman 1dari 21

NORMA DAN ETIKA BISNIS

MATA KULIAH: ETIKA BISNIS ISLAM

DOSEN PENGAMPU: Dr. Didik Kusno Aji, M.Sy

DISUSUN OLEH:

DIAH JALU KUSUMA WARDANI (21020006)

DANANG VANAMAY (21020004)

SEKOLAH TINGGI ILMU SYAR’IAH (STIS) DARUS SYAFA’AH LAMPUNG


TENGAH

T.P 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya
kepada kita semua dan kemudian menurunkan syari’at sebagai petunjuk jalan dalam
menaungi kehidupandunia ini. Allah menciptakan siang dan malam bagi
kepentingan makhluk-Nya, dan tidak menghentikan planet dan tata surya ini
sekalipun dan sedetikpun. Namun, masih ada manusiayang ingkar, melakukan
kemungkaran dan kemaksiatan kepada-Nya. Shalawat dan salam kepada baginda Rasul

Muhammad SAW, penutup semua Nabi, yang d i u t u s s e b a g a i u s w a h h a s a n a h

bagi manusia.

D e n g a n p e r a n t a r a l i s a n b e l i a u , A l l a h S W T menebarkan rahmat Islam


yang lengkap dan sempurna.berkat ridha-Nya saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Norma dan Etika Bisnis” dalam rrangka memenuhi tugas mata kuliah
Pengadaian Syariah yang diampu oleh Dr. Didik Kusno Aji, M.Sy. Jikalau dalam
penulisan makalah ini ditemui kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Kami selaku
penulis m e m i n t a maaf dan kami menerima kritik dan saran yang
membangun agar kami bisa memperbaikinya.

Lampung, 23 Mei 2023

ii
Penulis

iii
DAFTAR ISI

Cover ..................................................................................................................................i

Kata Pengantar..................................................................................................................ii

Daftar Isi.............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................3

BAB 2 PEMBAHASAN.....................................................................................................4

A. Pengertian Etika dan Akhlak...................................................................................4


B. System Etika............................................................................................................7
C. Sumbangan Etika Bisnis..........................................................................................10
D. Prinsip-prinsip Etika Bisnis.....................................................................................10
E. Masalah yang Dihadapi Etika Bisnis.......................................................................11

BAB 3 PENUTUP..............................................................................................................15

Kesimpulan..........................................................................................................................15

Daftar Pustaka...................................................................................................................16

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Bisnis merupakan salah satu aktivitas usaha yang utama dalam
menunjang perkembangan ekonomi. Menurut Ricard Burton Simatupang, bahwa bisnis
diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan oleh orang atau badan
secara teratur dan terus menerus, yaitu berupa kegiatan mengadakan barang-barang
atau jasa-jasa ataupun fasilitas-fasilitas untuk diperjualbelikan, dipertukarkan atau
disewagunakan dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

Kemudian menurut Black's Law Dictionary : "Business: employment,


occupation, profession, or comercial activity engaged in 40 Majalah Manajemen Dan
Bisnis Ganesha, Volume 2 Nomor 1, April 2018 forgain or livelihood. Activity or
enterprise for gain, benefit, advantage or livelihood...''1 Di dunia modern, etika dan
tanggung jawab sosial bisnis merupakan pokok bahasan yang serius dalam diskusi-
diskusi bisnis kontemporer tentang perencanaan-perencanaan kebijakan, manajemen
proses, bahkan dilakukan pula oleh pemerintah.

2
Secara umum dipahami, bahwa etika bisnis merupakan penerapan nilai-nilai
atau standar-standar moral dalam kebijakan, kelembagaan dan pelaku bisnis yang
penerapannya akan dapat meningkatkan profitabilitas jangka panjang dan good will
yang diperoleh dari citra positif dari bisnis yang dijalankan. Moral merupakan sesuatu
yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan, etika bertindak sebagai rambu-
rambu yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok.

Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika yang


menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras dan serasi. Etika sebagai rambu-
rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan
anggota-anggotanya kedapa suatu tindakan yang terpuji yang harus dipatuhi dan

1
Henry Campbell Black. Black's Law Dictionary. Sixth Edistion. ST. Paul Minn: West Publishing. Co. 1990. hal. 198
2
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: The International Institute of Islamic Thought
Indonesia, 2002, hal. 53

v
dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang
berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Karena untuk
mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antar semua
pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat, maupun, bangsa lain agar jangan
hanya satu pihak saja yang menjalankan etika, sedangkan pihak lain berpijak kepada
apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui atau
menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis
tadi tidak akan pernah bisa untuk diwujudkan.

Jadi jelas, untuk menghasilkan suatu etika dalam berbisnis yang menjamin
adanya kepedulian antar satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang
bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun
dalam perekonomian. Namun dibalik dengung-dengungnya mengenai etika, tidak
sedikit perusahaan yang mendapat citra buruk dari masyarakat, akibat telah banyak
menimbulkan persoalan di masyarakat, baik yang menyangkut persoalan sosial ataupun
lingkungan.

Di antara dampak negatif yang ditimbulkan ialah seperti pencemaran


lingkungan, keracunan, polusi udara dan air, limbah kimia, kebisingan, pemaksaan,
diskriminasi, sewenang-wenangan, bahkan produksi makanan haram serta negatif
effect lainnya.3 Meskipun dampak negatif yang ditimbulkan oleh beberapa perusahaan
telah banyak membuat masyarakat sekitar menderita dan merugikan banyak pihak.
Sejauh ini memang telah banyak perusahaan-perusahaan besar secara empiris ternyata
menyimpang banyak persoalan mendasar. Efek samping .

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud etika dan akhlak?
2. Bagaimana system etika dalam bisnis?
3. Bagaimana sumbangan etika dalam bisnis?
4. Apa saja prinsip dalam etika syariah?
5. Masalah apa saja yang dihadapi dalam menerapkan etika bisnis?
C. Tujuan
3
Nor Hadi, Corporate Social Responsibilility, Yogyakarta: Grafika Ilmu, 2011, hal. 1 41

vi
1. Untuk mengetahui pengertian etika dan akhlak
2. Untuk mengetahui system yang digunakan dalam etika bisnis
3. Untuk mengetahui sumbangan etika bisnis
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam etika bisnis
5. Untuk mengetahui masalah apa saja yang akan terjadi ketika menerapkan etika
bisnis

BAB 2

vii
PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika dan Akhlak

Meskipun telah lama etika menjadi bidang kajian dalam filsafat, tetapi bagi
kebanyakan orang — baik dari kalangan umum maupun para sarjana sekalipun —
masih sering kacau menggunakan istilah etika, moral dan etiket. Demikian pula
dikalangan kaum muslimin, istilah akhlak, adab dan adat. Lebih kacau lagi jika istilah-
istilah itu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi budi pekerti, sopan santun
dan tata krama (ketiga istilah Indonesia ini sungguh mempersempit makna etika atau
akhlak).

Istilah etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan.
Sedangkan istilah moral dari kata mores juga berarti adat kebiasaan, hanya yang
terakhir ini bukan berasal dari bahasa Yunani tetapi dari bahasa Latin. Karena secara
etimologi mempunyai arti yang sama dan dalam kenyataan sering disamakan
penggunaannya. Kedua istilah tersebut oleh sebagian ahli tidak dibedakan secara tegas.
Mengukuti pendapat beberapa ahli, selanjutnya dapat dibedakan arti etika menjadi
tiga : (1) nilai-nilai dan norma-norma moral sebagai landasan perilaku; (2) kumpulan
azas atau nilai moral atau kode etik; (3) ilmu tentang baik-buruk sebagai cabang
filsafat.

Etika merupakan ilmu tentang norma-norma, nilai-nilai dan ajaran moral,


sedangkan moral adalah rumusan sistematik terhadap anggapan-anggapan tentang apa
yang bernilai serta kewajiban-kewajiban manusia.

Dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kenyataan tidak terlalu dapat dibedakan


pengertian etika dan moral, tetapi menegaskan arti etika bisa berarti ilmu tentang baik-
buruk dan bisa juga norma, nilai serta ajaran moral itu sendiri. Adapun Istilah etiket
(etiquette) berarti tata cara suatu perbuatan yang bersifat teknis, relatif, dan lahiriyah,
serta menyangkut hubungan pergaulan (tata krama). Misalnya, tata krama makan dalam
pesta. Lalu bagaimana istilah-istilah yang berlaku umum di atas disamakan dengan
akhak dan adab dalam Islam Kata akhlak berasal dari bentuk jama' bahasa Arab khuluq
yang berarti budi pekerti atau perangai Dalam kebanyakan literatur Islam, akhak

viii
diartikan dalam dua macam: (1) Pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk,
tujuan perbuatan, serta pedoman yang hams diikuti. (2) Pengetahuan yang menyelidiki
perjalanan hidup manusia sebagai parameter perbuatan, perkataan serta ikhwal
kehidupannya. (3) Suatu sifat permanen pada diri orang yang melahirkan perbuatan
secara mudah tanpa membutuhkan proses berpikir. (4) Sekumpulan nilai-nilai yang
menjadi pedoman berperi laku dan berbuat.

Dari definisi akhlak di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut.

1. Akhlak merupakan falsafah perbuatan yang membahas dasar-dasar baik


buruk. Dengan pengertian ini, akhlak termasuk dalam kategari ilmu normatif.

2. Sebagai ilmu, akhlak mengadakan penelitian (deskripsi) tentang berbagai


bentuk perilaku manusia untuk dijadikan landasan penilaian baik buruk atas dasar
norma yang berkembang dalam tradisi Islam Pada tataran ini, akhlak dapat dimasukkan
dalam katagori ilmu positif seperti sosiologi.

Di sisi lain akhlak berarti ilmu dan falsafah yang bersifat teoritis, tetapi juga
bentuk-bentuk tindakan yang lahir dari sebuah kesadaran nilai yang bersifat praktis.
Adapun istilah adab dapat disamakan dengan istilah etiket. Sementara itu istilah akhlak
secara umum dapat disamakan (meski tidak sama persis) dengan istiilah etika.

Meskipun secara akademik telah dijelaskan demikian terperinci, namun arti


akhlak dalam realitas di gunakan secara fleksibel bahkan cenderung kacau. Kegagalan
etika bisnis bukan terletak paa ketidaktahuan atau keengganan para pelaku bisnis untuk
menyelenggarakan bisnis seara etis (faktor internal), melainkan terletak pada faktor
eternal.

Hal ini disebabkan oleh dua hal berikut. 1. Pertama, konsep normatif yang kaku
sarat dengan rambu-rambu moralitas, yang menjadi kendala bagi praktek bisnis di
lapangan. 2. Kedua, lingkungan bisnis yang tak kondusif bagi berlakunya bisnis secara
etis. Ini mudah dipahami, karena bisnis adalah kegiatan yang terfokus pada uang,
efisiensi dan ekspansi. Karena itu demi eksistensi dan kemapanan, setiap pelaku bisnis
akan menghalalkan segala cara. Manusia adalah makhluk berbudi, oleh karena itu

ix
segala kegiatan yang bebas nilai memerlukan budi nurani manusia yang disebut kata
hati. Maka istilah etika bisnis mengandung arti memberi nilai pada kegiatan bisnis.
Contohnya hasil produksi tertentu harus melalui perjalanan panjang sebelum sampai ke
konsumen. Pada sistem ekonomi tradisional, perjalanan itu dibuat singkat karena ada
hubungan langsung antara konsumen dan produsen. Demikian pula, penjaja keliling
dapat berhubungan langsung dengan pelanggan. Mereka berbisnis tanpa iklan,
distributor, serta agen. Dalam skala yang lebih luas, muncul ekonomi pasar tradisional
dengan transaksi yang sangat sederhana: cash and carry.

Meskipun berlangsung unsur tipu menipu, kegiatan ekonomi ini dilakukan


dengan sangat transparan karena yang berusaha menipu dan yang berkelit untuk tak
ditipu mengetahui medan masing-masing. Tak jarang, "perang tanding harga" alias
pelanggan. Hubungan langsung antara konsumen dan produsen itulah yang memberi
nilai pada kualitas dagang dan akhirnya menentukan harga pasar.

Tipu-menipu memang dipandang sebagai nilai yang menyimpang. Tetapi dalam


konteks perdagangan tradisional, kegiatan tipu menipu menjadi lain sebab ada
semacam kesepakatan tak tertulis bahwa "harga yang saya tawarkan" bukanlah harga
yang sebenarnya. Karenanya, pedagangpun rela jika harga barangnya ditawar.

Biasanya harga pasarlah yang paling menentukan. Keterbukaan inilah yang


masih dapat ditoleransi oleh prinsip etika ekonomi terapan. Apa yang terjadi dengan
sistem ekonomi sekarang? Semua transaksi berujung pada pernyataan—pernyataan di
atas kertas. Perjalanan panjang sebuah produk dari produsen ke konsumen hams
melewati beberapa "terminal" yang memerlukan ongkos.

Ketika barang sampai di tangan konsumen, harga menjadi dua kali lipat.
Konsumen menjadi korban sistem. Uang bukan lagi sebagai alat tukar menukar,
melainkan sebagai senjata ampuh untuk mengalahkan lawan dan tujuan hidup. Tragedi
ilmu ekonomi adalah: is lahir untuk keadilan masyarakat, tetapi justru tumbuh dan
berkembang untuk ketidak adilan. Persoalannya, apakah kita mampu melihat dan
membiarkan proses ekonomi berjalan bukan saja bebas nilai, melainkan juga menjadi
tak etis karena manusia mencampurinya dengan nilai yang tak manusiawi.

x
Untuk menjadi masyarakat abad ke-21, ada dua agenda yang harus kita lakukan.
Pertama, mencari strategi penyebaran tindakan etis agar etika bisnis menjadi konsensus
nasional. Kedua, merekayasa budaya etika bisnis Indonesia, yang mencakup
kepentingan pengusaha, konsumen, pengguna jasa, pekerja, dan lingkungan demi masa
depan yang cerah. Dengan demikian, etika bisnis perlu berperan sebagai mitos baru
bukan sekedar rambu-rambu moralitas. Bisnis merupakan ujung tombak pembangunan.
Dengan sendirinya, bagi bangsa Indonesia yang tengah mempersiapkan diri
menghadapi tahun 2003, bisnis menjadi the fliying carpet seperti dalam cerita 1001
malam yang diharapkan dapat membawa bangsa menuju abad 21.

Oleh karena itu sosialisasi etika bisnis merupakan suatu keperluan yang tak
dapat ditunda. Semua unsur masyarakat perlu terlibat agar dapat berfungsi secara
serentak sebagai kontrol sosial demi terselenggaranya praktek bisnis yang etis. Tanpa
etika bisnis, kita akan terbawa oleh "permadani terbang" tersebut ke suatu tempat antah
berantah dan bisa jadi kita akan berjatuhan.

B. Sistem Etika

Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika
umum berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia beribadah. Secara
etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip
moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak secara tolok ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat dianalogikan
dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai pengertian umum dan teoriteori.
Etika khusus adalah penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan
yang khusus. Etika khusus dibagi lagi menjadi dua, yaitu etika individual dan etika
sosial.

Etika individual menyangkut kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia


sebagai anggota manusia. Tujuan dari etika sosial sendiri pada dasarnya adalah untuk
menggugah kesadaran kita akan tanggung jawab kita sebagai manusia dalam kehidupan
bersama dalam segala dimensinya.

xi
Mitos Bisnis Amoral Bisnis adalah bisnis, jangan dicampuradukkan dengan
etika. Ungkapan di atas sering terdengar yang menggambarkan hubungan antara bisnis
dan etika. Inilah ungkapan-ungkapan yang disebut mitos bisnis amoral. Ungkapan atau
mitos ini mengambarkan dengan jelas paham atau kepercayaan orang bisnis sejauh
mereka menerima mitos seperti itu tentang dirinya, kegiatannya, dan orang lain yang
menjalin hubungan bisnis dengan mereka. Kegiatan mereka adalah melakukan bisnis,
maka yang menjadi perhatian mereka hanyalah memproduksi, mengedarkan, menjual
serta membeli barang dan jasa dengan memperoleh keuntungan. Singkatnya, yang
menjadi pusat perhatian adalah bagaimana berusaha sekua t tenaga untuk
mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Dalam kerangka bisnis amoral, bisnis diibaratkan sebagai permainan judi, yang
dapat menghalalkan segala cara untuk menang, untuk memperoleh keuntungan. Dasar
pemikirannya adalah sebagai berikut: Pertama, bisnis adalah sebuah bentuk persaingan.
Dan sebagai suatu bentuk persaingan, semua orang yang terlibat di dalamnya selalu
berusaha dengan segala cara dan upaya untuk menang.

Kedua, dalam persaingan aturan yang digunakan berbeda dari aturan yang ada
dalam kehidupan sosial pada umumnya. Maka aturan bisnis berbeda dari aturan sosial
moral umumnya. Ketiga, orang yang mematuhi aturan moral akan berada dalam posisi
yang tidak menguntungkan di tengah persaingan ketat yang menghalalkan segala cara.
Dengan kata lain, di tengah persaingan bisnis yang ketat orang masih mau
memperhatikan norma-norma moral akan merugi dan tersingkir dengan sendirinya.

Jadi bisa dikatakan dari mitos bisnis amoral adalah bisnis dan etika merupakan
dua hal yang berbeda dan terpisah satu sama lain. Bisnis tidak bisa dinilai berdasarkan
tolok ukur etika moralitas, karena pertimbangan-pertimbangan moral dan etika tidak
tepat untuk bisnis. Konsekuensinya sudah sewajarnya bisnis tidak mempedulikan
pertimbangan dan prinsip-prinsip etika. Singkatnya, berdasarkan uraian di atas bisnis
tidak mengenal etika.

Namun di sisi lain timbul banyak pertanyaan, apakah benar bahwa bisnis tidak
mengenal etika dan tidak perlu memperhatikan etika? Apakah prinsipprinsip dan

xii
aturan- aturan bisnis sedemikian berbeda dari prinsip-prinsip dan aturan moral? Ada
beberapa argumen yang dapat dikemukakan untuk menjawab pertanyaan tersebut:
Pertama, bisnis diibaratkan dengan judi dalam arti tertentu karena dalam bisnis orang
dituntut untuk berani mengambil resiko. Dalam bisnis ada nilai manusiawi yang
dipertaruhkan, mau tidak mau cara untuk memperoleh keuntungan atau menang juga
harus manusiawi. Bisnis perlu dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan etis.

Dengan menggunakan pandangan ideal, bisnis tidak hanya bertujuan untuk


untung melainkan juga untuk memperjuangkan nilainilai yang manusiawi. Kedua, tidak
benar bahwa sebagai suatu permainan dunia bisnis mempunyai aturan-aturan sendiri
yang berbeda dari aturan yang berlaku dalam kehidupan sosial pada umumnya.
Alasannya, karena bisnis adalah bagian dari aktivitas yang penting dari masyarakat
yaitu hubungan antara manusia dengan manusia lainnya.

Sebagai kegiatan antar manusia bisnis juga memgutuhkan etika sebagai


pemberi pedoman dan orientasi bagi keputusan, kegiatan dan tindak tanduk manusia
dalam berhubungan (bisnis) satu sama yang lainnya. Ketiga, bahwa dalam bisnis ada
persaingan yang sangat hebat. Tidak ada orang yang menyangkal hal iM. Tetapi tidak
benar bahwa orang yang mematuhi aturan moral akan berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan yaitu akan merugi, tersingkir dari persaingan. Jadi kalau mau berhasil
dalam bisnis, kegiatan bisnisnya harus tetap memperhatikan prinsip-prinsip etika. Dan
orang bisnis yang bersaing dengan tetap memperhatikan norma-norma etis pada iklim
bisnis yang semakin profesional justru akan menang karena tetap dipercaya
masyarakat.

Keempat, adanya situasi khusus atau pengecualian yang menyimpang dalam


kegiatan bisnis dan dari segi etika dibenarkan, tidak dengan sendirinya membenarkan
bahwa bisnis tidak mengenal etika. Dalam kenyataan kita sering menemukan adanya
praktik dalam situasi khusus yang jelas menyimpang dari prinsip norma etika. Tetapi
ini jangan diterima sebagai hal yang pantas diberlakukan secara universal. Dan praktik
dalam situasi khusus dibenarkan karena alasan atau pertimbangan yang rasional.

xiii
Maka dari pengecualian yang dibenarkan jangan dijadikan alasan untuk menilai
bahwa bisnis tidak mengenal etika. Kelima, pemberian dan berbagai aksi protes yang
terjadi di mana-mana untuk mengecam berbagai pelanggaran dalam kegiatan bisnis
yang tidak baik, ini menunjukkan bahwa masih banyak orang dan kelompok
masyarakat menghendaki agar bisnis dijalankan secara baik dan tetap mengindahkan
norma-norma etika. Jadi pada dasarnya bisnis tetap mengenal etika atau dengan kata
lain bisnis memang punya etika.

C. Sumbangan Etika Bisnis

Setelah melihat perlunya etika bisnis kita perlu meninjau lebih jauh mengenai
etika bisnis serta sumbangan yang diberikan. Etika bisnis boleh dikatakan merupakan
suatu bidang etika khusus (terapan) yang baru berkembang pada awal tahun 1980— an.
Dan sampai sekarang kebanyakan telaah tentang etika bisnis berasal dari Amerika.

Dalam semua bidang etika bisnis membantu para pelaku bisnis untuk mendekati
masalah-masalah bisnis dengan sentuhan moral. Etika bisnis membantu para manajer,
pelaku bisnis lainnya untuk menangkap hal yang tidak bisa ditangkap dengan mata
ekonomi manajemen murni dan memecahkan banyak banyak persoalan dengan
menggunakan pendekatan yang lebih dari sekedar pendekatan ekonomi manajemen.

Etika bisnis menggugah bahwa dalam melakukan bisnis, kita tetap bertindak
dan berperilaku sebagai manusia yang mempunyai matra etis. Dalam konteks bisnis
sebagai suatu profesi yang luhur, etika bisnis mengajak kita untuk berusaha
mewujudkan citra bisnis dan manajemen yang baik (etis). Sebagai bidang kegiatan
dalam suatu masyarakat yang melibatkan hampir semua anggota masyarakat. Entah
sebagai pengusaha, manajer, pekerja maupun konsumen bisnis yang baik mempunyai
sumbangan besar bagi kehidupan masyarakat pada umumnya.

D. Prinsip-prinsip Etika Bisnis

Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis yang baik
sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia pada umumnya.

xiv
Demikian pula prinsip-prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh
masyarakat.

Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip dalam etika bisnis
sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip etika pada umumnya. 1. Prinsip Otonomi
Sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadaran sendiri tentang apa
yang dianggap baik untuk dilakukan. Untuk bertindak secara otonom diandaikan ada
kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan itu. 2. Prinsip
Kejujuran Sekilas kedengarannya aneh bahwa kejujuran merupakan suatu prinsip etika
bisnis. Kini para praktisi bisnis dan manajemen mengakui bahwa kejujuran merupakan
suatu jaminan dan dasar bagi kegiatan bisnis. 3 Prinsip Keadilan Prinsip menuntut agar kita
memperlakukan orang lain sesuai dengan haknya. Hak orang lain perlu dihargai dan tidak
boleh dilanggar.

E. Masalah yang Dihadapi Etika Bisnis

Di depan sudah dikatakan bahwa bisnis tetap mengenal etika, dari semua
keterangan diatas kita juga perlu mengetahui masalah-masalah yang dihadapi etika bisnis.
Dari sini kita perlu mengetahui hubungan-hubungan dalam etika bisnis. a Hubungan
Primer Meliputi semua hubungan langsung yang diperlukan suatu perusahaan untuk
melaksanakan fungsi dan misinya yang utama, yaitu memproduksi barang dan jasa dalam
masyarakat. b. Hubungan Sekunder Meliputi berbagai hubungan dengan kelompok-
kelompok masyarakat yang merupakan akibat dari pelaksanaan fungsi dan misi utama
perusahaan.

Pada tingkat pertama kita tahu bahwa etika menyangkut sikap dan pola hidup yang
bersumber dari nilai-nilai yang dianut seseorang di dalam seluruh hidupnya. Nilai-nilai ini
melahirkan standar moral tertentu yang mempengaruhi sikap-sikap dan tingkah laku setiap
orang. Masalah yang dihadapi adalah bahwa standar moral para pelaku bisnis masih sangat
lemah. Banyak diantaranya (pelaku bisnis) yang terjun di dunia bisnis hanya dengan
motivasi dasar untuk mencari keuntungan dan memperoleh tingkat hidup yang mencukupi
material dan tidak memperhitungkan segi etika bisnis.

xv
Pada tingkat perusahaan sering terjadi konflik kepentingan. Mereka menghadapi
suatu konflik yang sulit antara nilai pribadi dengan tujuan yang ingin dicapai perusahaan.
Bahkan mereka menghadapi konflik antara perusahaan dan masyarakat dan antara pihak-
pihak yang terlibat dalam suatu urusan bisnis. Kenyataan ini diperburuk lagi oleh tidak
atau belum adanya organisasi profesi bisnis yang berfungsi menegakkan kode etik bisnis.
Pada tingkat masyarakat, kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat sedang mengalami
transisi, yaitu dari masyarakat berkembang menuju masyarakat maju.

Dalam situasi demikian terjadilah transformasi dan perubahan besar-besaran dalam


segala bidang kehidupan. Yang ditakutkan adalah kekhawatiran tercabutnya aturan-aturan
budaya luhur kita, dan kita belum ada nilai baru yang kita pegang. Bersamaan dengan itu
situasi ekonomi dan politik belum stabil. Kita masih merabaraba mencari format kebijakan
ekonomi dan politik yang sangat tepat. Serta ikut terlibatnya birokrasi dalam dunia bisnis
yang menimbulkan persoalanpersoalan pelik yang sulit diatasi, akibatnya keadilan sosial
menjadi semakin sulit terjangkau. Secara spesifik oleh karena etika bisnis merupakan
penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri. Bisnis selalu berhubungan dengan masalah-masalah etis dalam melakukan
kegiatannya sehari-hari.

Hal ini dapat dipandang sebagai etika pergaulan bisnis. Seperti hal manusia pribadi
juga memiliki etika pergaulan antar manusia, maka pergaulan bisnis dengan masyarakat
umum juga mempunyai atau memiliki etika pergaulan yaitu etika pergaulan bisnis. Etika
pergaulan bisnis dapat meliputi beberapa hal antara lain adalah:

a. Hubungan antara bisnis dengan pelanggan / konsumen.

Hubungan antara bisnis dengan pelanggannya merupakan hubungan yang paling


banyak dilakukan, oleh karena itu bisnis haruslah menjaga etika pergaulannya secara baik
dalam hal ini. Adapun pergaulannya dengan pelanggan ini dapat disebutkan di sini,
misalnya sebagai berikut.

1. Kemasan yang berbeda-beda membuat konsumen sulit untuk membedakan atau


mengadakan perbandingan harga terhadap produknya.

xvi
2. Bungkus ataupun kemasan membuat konsumen tidak dapat mengetahui isi
didalamnya, sehingga produsen perlu memberikan kejelasan tentang isi serta kandungan
atau zat-zat yang terdapat di dalam produk itu.

3. Promosi terutama iklan merupakan gangguan etis yang paling utama. Oleh
karena itulah maka sampai saat inipun TVRI masih melarang ditayangkannya iklan dalam
siarannya sejak awal 1980-an.

4. Pemberian servis dan terutama garansi adalah merupakan tindakan yang sangat
etis bagi suatu bisnis. Sangatlah tidak etis suatu bisnis yang menjual produknya yang
ternyata jelek (busuk) atau tak layak dipakai tetap saja tidak mau mengganti produknya
tersebut kepada pembelinya.

b. Hubungan dengan karyawan

Manajer yang pada umumnya selalu berpandangan untuk memajukan bisnisnya


seringkali harus berurusan dengan etika pergaulan dengan karyawannya. Pergaulan bisnis
dengan karyawan ini meliputi beberapa hal yaitu: Penarikan (recruitment), Latihan
(training), Promosi atau kenaikan pangkat, transfer, demosi (penurunan pangkat) maupun
lay-off atau pemecatan/PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Di dalam menarik tenaga kerja
haruslah dijaga adanya penerimaan yang jujur sesuai dengan hasil seleksi yang telah
dijalankan. Seringkali terjadi hasil seleksi tidak diperhatikan akan tetapi yang diterima
adalah peserta atau calon yang berasal dari anggota keluarga sendiri.

Di samping itu tidak jarang seorang manajer yang mencoba menaikkan pangkat
para karyawan dari generasi muda yang dianggapnya sangat potensial dalam rangka
membawa organisasi menjadi lebih dinamis, tetapi hal tersebut mendapat protes keras dari
karyawan golongan generasi tua. Masalah lain lagi dan yang paling rawan adalah masalah
pengeluaran karyawan atau drop-out (DO).

Masalah DO atau PHK ini perlu mendapatkan perhatian ekstra dari para manajer
karena hal ini menyangkut masalah tidak saja etik akan tetapi juga masalah kemanusiaan.
Karyawan yang di PHK tentu saja akan kehilangan mata pencahariannya yang menjadi
tumpuan hidup dia bersama keluarganya.

xvii
Hubungan antar bisnis Hubungan ini merupakan hubungan antara perusahaan yang
satu dengan perusahaan yang lain. Hal ini bisa terjadi hubungan antara perusahaan dengan
pesaingnya, dengan penyalurnya, dengan grosirnya, dengan pngecernya, agen tunggalnya
maupun distributornya.

Dalam kegiatan seharihari tentang hubungan tersebut sering terjadi benturan-


benturan kepentingan antar keduanya. Dalam hubungan itu tak jarang dituntut adanya etika
pergaulan bisnis yang baik.

c. Hubungan dengan investor

Perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas dan terutama yang akan atau telah "go
public" haruslah menjaga pemberian informasi yang baik dan jujur dari bisnisnya kepada
para investor atau calon investornya. Informasi yang tidak jujur akan menjerumuskan
untuk mengambil keputusan yang keliru.

Dalam hal ini perlu mendapat perhatian yang serius karena dewasa ini di Indonesia
sedang mengalami lonjakan kegiatan pasar modal. Banyak permintaan dari para pengusaha
yang ingin menjadi emiten yang akan menjual sahamnya (mengemisi sahamnya) kepada
masyarakat.

Di pihak lain masyarakat juga sangat berkeinginan untuk menanamkan uangnya


dalam bentuk pembelian saham ataupun surat-surat berharga yang lain yang diemisi oleh
perusahaan di pasar modal. Oleh karena itu masyarakat calon pemodal yang ingin membeli
saham haruslah diberikan informasi secara lengkap dan benar mengenai prospek
perusahaan yang go public tersebut. Janganlah sampai terjadi adanya manipulasi atau
penipuan terhadap informsi atas hal ini.

d. Hubungan dengan lembaga-lembaga keuangan

Hubungan dengan lembaga keuangan terutama Jawatan Pajak pada umumnya


hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Hubungan ini merupakan hubungan yang
berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan yang berupa neraca dan laporan rugi laba
misalnya. Laporan finansial disusun secara benar sehingga tidak terjadi kecenderungan ke
arah penggelapan pajak. Keadaan tersebut merupakan etika bisnis yang tidak baik.

xviii
BAB 3 PENUTUP

Kesimpulan

Etika bisnis adalah aplikasi etika yang mengatur perilaku bisnis. Norma moralitas
merupakan landasan yang menjadi acuan bisnis dalam perilakunya. Dasar perilakunya
tidak hanya hukum-hukum ekonomi dan mekanisme pasar saja yang mendorong perilaku
bisnis itu tetapi nilai moral dan etika juga menjadi acuan terpenting yang harus dijadikan
landasan kebijakannya.

Praktek etika bisnis akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka
menengah maupun jangka panjang. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa tanpa suatu
etika yang menjadi acuan, para pembisnis akan lepas tidak terkendali, mengupayakan
segala cara, mengorbankan apa saja untuk mencapai tujuannya.

xix
DAFTAR PUSTAKA

“Etika Bisnis Bagi Perusahaan”, Jurnal Manajemen, Fakultas Ekonomi,

Universitas Gunadarma, 2016, http://nathaliakiliss25. blogspot. co.id/

2016/ 11/jurnal-etika-bisnis.html, diakses 25 Maret 2018.

Black. Henry Campbell. Black's Law Dictionary. Sixth Edistion. ST. Paul Minn:

West Publishing. Co. 1990.

Departermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 2001.

Djafar, H. Muhammad. Etika Bisnis Islami, Malang: UIN Malang Press, 2008.

Hadi, Nor. Corporate Social Responsibilility, Yogyakarta: Grafika Ilmu, 2011.

Karim, Adiwarman. Ekonomi Mikro Islami, Jakarta: The International Institute

of Islamic Thought Indonesia, 2002.

Keraf. A. Sonny. Etika Bisnis dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius. 1998.

Khanifa, Nurma Khusna. “Etika Bisnis Sebagai Kiblat Mutlak Pelaku Usaha,

Implikasi Ekonomi Islam”, Jurnal Az Zarqa’, Vol. 6, No. 2, Desember

2014.

Lubis, M. Solly. dalam bukunya Abdul Wahid dan Sunardi, Quo Sadis

Penegakan Hukum, Bandung: Tarsito, 1995.

Muhammad dan R. Lukman Fauroni, Visi Al Qur’an: Tentang Etika Bisnis,

Jakarta: Salemba Diniyah, 2002.

xx
Naqvi, Syed Nawab. Ethict and Economics: An Islamic Syntesis, telah

diterjemahkan oleh husin Anis : Etika dan Ilmu Ekonomi Suatu Sintesis

Islami, Bandung: Mizan, 1993.

Nur Ahmad Fadhil dan Azhari Akmal, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Hijri

Pustaka Utama, 2001.

Rohman, Abdur. Ekonomi Al Ghazali, Surabaya: Bina Ilmu, 1999.

Soedarto. Kaplta Selekta Hukum Pidana. Bandung: Alumni. 1986.

56

Majalah Manajemen Dan Bisnis Ganesha, Volume 2 Nomor 1, April 2018

Soekanto, Soerjono. “Peningkatan Wibawa Penegakan Hukum (Suatu

Tinjauan Sosio Yuridis)”, Varia Peradilan, Tahun III No. 28. 1988.

Tedjosaputro, Liliana. “Moralitas, Bisnis dan Penegakan Hukum di Indonesia”,

Jurnal Hukum. No. 13 Vol. 7. April 2000.

Thohir, M. Etika Penghulu, dalam Majalah Rindang No. 07 Februari 2011.

xxi

Anda mungkin juga menyukai