Anda di halaman 1dari 3

RESUME INDIVIDU

Yusuf Ananda Fikri – PK-225 Kelompok Anggrek Hitam

Hari, Tanggal : Rabu, 21/02/2024 Waktu: 13.00-15.00 WIB


Judul Sesi : Cross Culture, Adaptability and Networking
Narasumber : Desi Anwar, B.Arts, M.Arts
Jabatan Narasumber : Direktur CNN Indonesia

Ibu Desi Anwar saat ini menjabat sebagai Direktur CNN Indonesia. Selain
menjabat sebagai direktur, Ibu Desi Anwar pernah menjadi reporter di salah satu televisi
swasta di Indonesia pada tahun 1990-an.
Di awal presentasinya, ibu Desi Anwar menekankan kepada para peserta PK
LPDP bahwa momen diterima LPDP merupakan momen “sliding door”, di mana
nantinya para peserta LPDP akan mendapatkan pengalaman baru, teman baru, dan
berbagai kesempatan yang berharga.
Culture shock merupakan hal yang wajar dialami oleh orang yang pertama kali
meninggalkan kampung halamannya. Faktor yang berkontribusi terhadap kejadian
culture shock di antaranya masalah bahasa, etnis, ras, warna kulit, kemampuan respons,
dan kemampuan kultur yang dimiliki oleh seseorang. Penyebab culture shock di
antaranya hilangnya familiar cues, breakdown of interpersonal communication, dan krisis
identitas. Terdapat beberapa dampak yang dapat ditimbulkan oleh culture shock, di
antaranya frustrasi, homesickness, kesulitan adaptasi terhadap makanan, masyarakat,
aturan lokal, higienitas local, dan lain-lain.
Fenomena reverse culture shock juga dapat terjadi pada orang yang sudah
terekspos dengan dunia luar dalam waktu yang lama, dan kembali lagi ke negara asalnya.
Fenomena ini dapat lebih sulit ditangani dibandingkan culture shock yang aslinya, karena
adanya idealisasi dan ekspektasi baru terhadap negara asalnya.
Ibu Desi Anwar menyampaikan beberapa cara untuk beradaptasi dan bertahan di
suasana yang baru, di antaranya:

1
RESUME INDIVIDU
Yusuf Ananda Fikri – PK-225 Kelompok Anggrek Hitam

• Mengakui bahwa culture shock dapat terjadi dan waktu yang dapat membantu
mengatasi culture shock
• Tetap berpikiran terbuka
• Pelajari sebanyak-banyaknya mengenai negara yang sedang kita tempati
• Miliki rasa keingintahuan yang tinggi
• Pelajari aturan-aturan lokal
• Jangan hanya bersosialisasi dengan teman dari negara sendiri atau negara sekitar.
Mengatasi culture shock juga perlu melibatkan mindset yang memiliki keinginan untuk
maju. Dengan memiliki mindset yang baik, tinggal di lingkungan yang baru dapat
membantu kita untuk mengembangkan diri kita dan membuat diri kita lebih baik. Tinggal
di lingkungan yang baru juga membantu kita untuk meningkatkan kepercayaan diri dan
memperkaya khazanah kita.
Pertanyaan pertama dilontarkan oleh Sayyidati Mirah Fadillah (Mira) yang
sedang menempuh studi doktoral di UK, yang menanyakan terkait masalah culture shock
pada anak-anak. Berdasarkan observasi Mira, anak-anaknya sangat merasa takut untuk
bersosialisasi dengan orang baru. Hal tersebut juga dialami oleh Ibu Desi saat beliau
pertama kali bersekolah di Britania Raya saat berumur 11 tahun. Menurut beliau, anak-
anak justru lebih cepat beradaptasi di lingkungan baru dibandingkan dengan orang
dewasa, karena selain daya tangkapnya yang masih tinggi, anak-anak juga cenderung
memiliki kemauan belajar dan keingintahuan yang lebih tinggi.
Pertanyaan kedua diajukan oleh Ilham Radito yang akan menempuh studi di
University of Sydney jurusan Master of Cyber Study, yang menanyakan terkait
diskriminasi yang dialami oleh temannya dari salah satu profesornya selama menempuh
studi di Australia. Terkait pertanyaan tersebut, Ibu Desi menjawab bahwa diskriminasi
terkadang merupakan persepsi kita yang salah terkait karakter alami seseorang yang tidak
bermaksud mendiskriminasi. Namun demikian, apabila bukti diskriminasi cukup jelas,
kita bisa melaporkannya ke pihak terkait.

2
RESUME INDIVIDU
Yusuf Ananda Fikri – PK-225 Kelompok Anggrek Hitam

Pertanyaan selanjutnya dilontarkan oleh Nurul Rahmi Palangkey dari PK-225


dengan tujuan studi Master of Business, Monash University terkait reverse culture shock.
Ibu Desi Anwar menjawab bahwa reverse culture shock merupakan sesuatu yang nyata.
Nurul juga menanyakan terkait orang tuanya yang masih memiliki ekspektasi lebih
terhadapnya dan menganggap dirinya yang masih anak-anak, menimbang fakta bahwa ia
akan menempuh studi di luar negeri.
Pertanyaan selanjutnya dilontarkan oleh Asih Novea Krediastuti dengan tujuan
studi Spesialis Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Universitas Airlangga,
yang menanyakan bagaimana cara membangun resiliensi di usia yang sudah tidak muda
lagi, mengingat Asih saat ini memulai residensi di usia yang sudah tidak muda
dibandingkan teman-teman seangkatannya. Ibu Desi menjawab bahwa usia bukanlah
batas untuk mempelajari hal baru. Sebagai orang yang lebih tua, kita memiliki maturitas
emosional. Selain itu, dengan pengalaman hidup yang lebih banyak, orang yang lebih tua
dapat memiliki resiliensi yang lebih tinggi dibandingkan teman-teman yang masih muda.
Ibu Desi Anwar menutup sesi presentasi dengan mengatakan bahwa melanjutkan
studi merupakan kesempatan sekali seumur hidup. Manfaatkan sebaik-baiknya, jangan
membuang waktu, miliki keingintahuan yang tinggi, dan jangan lupa untuk bersenang-
senang dan jalinlah pertemanan sebanyak-banyaknya.
Yusuf Ananda Fikri (Anggrek Hitam)

Anda mungkin juga menyukai