Anda di halaman 1dari 11

CONCEPTUALISING TEACHING

(4.5 Recent research on teaching: a dream, a belief, and a model Neville Bennett)

Mata Kuliah : Perkembangan Pedagogik


Semester : II (Dua)
Dosen Pengampu : 1. Prof. Dr. Een Yayah Haenilah, M.Pd.
2. Dr. Dina Maulina, M.Si.
Program Studi : Doktor Ilmu Pendidikan
Fakultas : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Disusun Oleh:
Winda Annisha Bertiliya (2333031008)

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU PENDIDIKAN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2024
2

Penelitian terbaru tentang pengajaran: mimpi, keyakinan, dan model


S. N. Bennett

Perkenalan
Dunkin dan Biddle (1974) memperkenalkan gagasan tentang sistem pendidikan yang
didasarkan pada penelitian empiris dan teori-teori, dengan fokus pada pengajaran sebagai pusat
penelitian. Mereka mengakui kurangnya integrasi teori pengajaran dan menerima perlunya
menciptakan teori baru berdasarkan observasi langsung perilaku di kelas. Nuthall (1968)
menolak adaptasi teori psikologi tradisional, menyatakan bahwa teori baru harus muncul dari
butiran alami perilaku di kelas. Polanyi (1958) menyoroti kurangnya integrasi temuan terkait
dalam interpretasi pendidikan. Nuthall dan Snook (1973) mengkritik penekanan pada studi
observasional yang menghasilkan banyak sistem observasi tanpa nilai empiris signifikan.
Namun, mereka mengakui kemungkinan memahami model pengajaran yang signifikan.

Carroll (1963) menekankan perlunya model konseptual yang menyederhanakan faktor-faktor


yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran, menyarankan pertanyaan penelitian baru dan
memberikan solusi praktis. Sebuah model konseptual yang diadaptasi dari Harnischfeger dan
Wiley (1975) diajukan untuk membahas proses belajar mengajar di kelas, dengan penelitian
terbaru mendukung hubungan empiris antara elemen-elemen model tersebut. Argumen ini
memiliki implikasi terhadap keterampilan mengajar.

Model
Harnischfeger dan Wiley, terinspirasi oleh model Carroll (1963), mengembangkan model
mereka berdasarkan tiga keyakinan utama: pertama, bahwa aktivitas siswa adalah inti dari
pembelajaran; kedua, bahwa total waktu belajar aktif pada suatu topik memengaruhi prestasi
siswa; dan ketiga, bahwa ada variasi besar dalam waktu belajar siswa. Mereka menentang
asumsi umum bahwa perilaku mengajar secara langsung mempengaruhi prestasi siswa. Model
mereka, yang dimodifikasi dalam jumlah dan istilah elemen, menyoroti pentingnya waktu
sekolah dan waktu pembelajaran aktif, serta faktor-faktor seperti bakat siswa dan kesulitan
tugas dalam mencapai pencapaian. Umpan balik juga dianggap penting dalam memengaruhi
pemahaman dan prestasi siswa, meskipun elemen ini tidak disertakan dalam model asli.
3

Kuantitas sekolah
nominalnya
sebenarnya

Waktu yang dialokasikan untuk


kegiatan kurikulum

Total waktu belajar aktif

Masukan Total konten dipahami

Pencapaian tugas kurikulum

Gambar 1. Model yang menghubungkan aktivitas siswa dengan prestasi

Kuantitas sekolah mencakup total waktu sekolah dibuka, meskipun jumlah sebenarnya bisa
berbeda karena libur tambahan atau ketidakhadiran siswa. Waktu ini dialokasikan untuk
berbagai kegiatan kurikuler. Namun, faktor-faktor seperti gangguan atau kurangnya minat
dapat mengurangi penggunaan kesempatan siswa untuk mempelajari konten tertentu. Konsep
"total waktu pembelajaran aktif" mengakui bahwa hanya bagian aktif dari waktu yang efektif
untuk mempelajari tugas, dengan asumsi bahwa hubungan langsung dengan pencapaian tugas
terjadi saat siswa benar-benar memahami tugas tersebut. Umpan balik juga dianggap penting
karena dapat mempengaruhi pemahaman dan prestasi siswa.

Kuantitas sekolah
Keterpaparan siswa terhadap sekolah terutama bergantung pada jumlah nominal sekolah yang
ditentukan oleh lamanya hari sekolah dan tahun ajaran. Tampaknya hal ini sangat bervariasi.
Sebuah survei yang dilakukan oleh Wiley (1973) di Amerika Serikat mengkonfirmasi temuan
Mann (1928) sebelumnya bahwa 'ada variasi yang sangat besar dalam lama hari sekolah
seorang siswa', dan hal ini didukung oleh Stallings (1975) yang menemukan, dalam sebuah
penelitian di Amerika, bahwa lamanya hari sekolah bervariasi sebanyak dua jam per hari antar
sekolah. Data serupa tidak tersedia di Inggris meskipun salah satu indikasi kesenjangan dapat
diperoleh dari Hilsum dan Cane (1971). Variasi ini dipengaruhi oleh kebijakan sekolah,
keputusan kepala sekolah, dan faktor-faktor lainnya. Perbedaan ini memiliki dampak signifikan
4

pada kualitas pendidikan dan dapat memengaruhi prestasi akademik siswa. Penelitian
menunjukkan bahwa lamanya hari sekolah berkorelasi kuat dengan prestasi membaca dan
matematika. Studi juga menemukan hubungan positif antara jumlah jam sekolah dan prestasi
akademik, sementara ketidakhadiran guru dan murid terkait dengan penurunan prestasi.
Kehadiran yang tinggi di sekolah dikaitkan dengan peningkatan nilai dalam tes membaca,
pemahaman, dan matematika, tanpa memandang kelas sosial.

Alokasi waktu untuk kegiatan kurikulum


Dalam batasan jumlah sekolah aktual yang tersedia, guru membagi waktu berdasarkan bidang
kurikulum, dan merencanakan serta menerapkan alokasi waktu siswa yang sesuai baik dalam
kegiatan kelas, kelompok, atau individu. Penekanan kurikulum di kelas dasar seringkali
ditentukan oleh guru kelas, dimediasi oleh kebijakan sekolah, sikap, tujuan dan prioritas yang
didasarkan pada persepsi kebutuhan anak-anak dan tingkat pencapaian mereka. Kurangnya
kendali pusat terhadap kurikulum di Inggris tercermin dalam besarnya variasi yang ditemukan
dalam penekanan kurikulum. Beberapa bukti mengenai hal ini diperoleh dari survei kuesioner
yang diselesaikan oleh guru sekolah menengah pertama tahun ketiga dan keempat di 871
sekolah di Lancashire dan Cumbria (Bennett, 1976) di mana guru diminta memberi rincian
jumlah waktu yang dihabiskan untuk semua kegiatan kurikulum selama seminggu segera
sebelum mengisi kuesioner. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk Bahasa Inggris dan
matematika bervariasi dari 1 hingga 8 jam per minggu.

Guru mengalokasikan waktu berdasarkan bidang kurikulum dalam batasan jumlah sekolah
yang tersedia, namun variasi dalam alokasi waktu terjadi karena kebijakan sekolah, sikap guru,
dan prioritas. Penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dalam alokasi waktu untuk bahasa
dan matematika di berbagai sekolah, dengan estimasi dari kepala sekolah dan tanggapan guru
menunjukkan variasi yang luas. Studi menyoroti perbedaan dalam fleksibilitas waktu, dengan
beberapa guru menekankan perlunya waktu terstruktur untuk matematika setiap hari, sementara
yang lain lebih fleksibel dalam penggunaan waktu. Data observasional menunjukkan variasi
besar dalam alokasi waktu untuk mata pelajaran dasar, meskipun hubungan antara waktu yang
dialokasikan dan pencapaian belum sepenuhnya jelas. Namun, penelitian menunjukkan bahwa
lebih banyak waktu yang dialokasikan untuk pengajaran berkorelasi dengan lebih banyak
pembelajaran, menekankan pentingnya alokasi waktu yang efektif dalam merencanakan
pembelajaran.

Total waktu belajar aktif


Total waktu pembelajaran aktif mencerminkan seberapa efektif siswa menggunakan waktu
mereka untuk mempelajari materi, dan terdapat variasi yang signifikan dalam hal ini. Penelitian
Filby dkk. menunjukkan bahwa tingkat keterlibatan siswa bervariasi antara 37 hingga 74
persen, dengan perbedaan yang lebih besar di antara kelas. Penelitian sebelumnya oleh Gump
(1971) juga menemukan variasi besar dalam alokasi waktu untuk aktivitas prosedural di kelas
tiga, yang tidak selalu berkontribusi langsung pada tujuan kurikuler. Sedikit penelitian serupa
dilakukan di Inggris, tetapi dua studi kasus menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
penggunaan waktu di dua unit junior teratas. Enam aktivitas siswa yang paling sering dilakukan
di Sekolah A dan Sekolah B adalah sebagai berikut.

Sekolah A Persen Sekolah B Persen


1. Organisasi kerja kelompok 18.7 1. Matematika 21.6
2. Matematika 10.0 2. Membaca sebagai suatu 13.6
keterampilan
3. Pembuatan gambar yang kreatif 7.5 3. Topik pekerjaan 12.6
5

4. Penulisan faktual 5.7 4. Bernyanyi 8.3


5. Menulis kreatif 5.5 5. Pemahaman dan tata Bahasa 4.9
6. Tidak ada yang khusus 4.8 membaca (umum)
Mendengarkan sebuah cerita

Siswa di Sekolah B lebih terlibat dalam matematika dan membaca dibandingkan dengan siswa
di Sekolah A, dengan perbandingan dua kali lipat untuk matematika dan 20 kali lipat untuk
membaca. Pengorganisasian kerja kelompok di Sekolah A mirip dengan kategori 'prosedural'
Gump dan menghabiskan hampir seperlima dari total waktu. Studi di Inggris menunjukkan
variasi dalam tingkat keterlibatan siswa, meskipun belum ada bukti perbedaan dalam berbagai
bidang studi. Namun, penting untuk mengetahui apakah variasi ini memengaruhi prestasi.
Beberapa penelitian mendukung pandangan bahwa kuantitas dan kualitas waktu belajar
mempengaruhi prestasi. Temuan dari berbagai studi menunjukkan korelasi antara waktu yang
dihabiskan untuk belajar dan prestasi siswa, baik dalam matematika maupun membaca. Hal ini
berlaku untuk berbagai usia siswa, dari anak usia 6 tahun hingga usia 12 tahun. Implikasi dari
bukti ini adalah bahwa waktu belajar memainkan peran penting dalam prestasi akademik, yang
menekankan pentingnya perhatian pada kegiatan belajar siswa di kelas.

Penelitian menunjukkan bahwa kejelasan instruksi berhubungan dengan prestasi siswa,


meskipun bukti tentang urutan, tingkat, dan kecepatan kurang memadai. Meskipun ada temuan
empiris yang berbeda, urutan dianggap penting oleh para ahli teori instruksional seperti
Ausubel dan Gagne. Pembelajaran penguasaan menyoroti persyaratan penguasaan unit sebagai
komponen yang paling berpengaruh, dengan premis bahwa pembelajaran yang lebih baik
terjadi saat ekspektasi lebih tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran optimal
terjadi ketika materi diajarkan pada tingkat kesulitan yang optimal bagi siswa. Penelitian juga
menyoroti pentingnya penyesuaian materi dan pengajaran dengan rentang kemampuan siswa.
Meskipun penelitian ini terbatas pada lingkungan kelas alami, bukti yang ada menunjukkan
bahwa faktor-faktor ini memengaruhi hasil pembelajaran dan dapat berinteraksi dengan bakat
dan karakteristik kepribadian siswa.

Masukan
Kulhavy menyoroti fungsi koreksi umpan balik, yang dapat membantu mengidentifikasi dan
memperbaiki kesalahan siswa. Brophy dan Evertson menemukan bahwa umpan balik korektif
yang disertai dengan peluang segera untuk mempraktikkan keterampilan sangat penting,
terutama bagi siswa dengan latar belakang sosial ekonomi rendah. Stallings dan Kaskowitz
menemukan bahwa topik umpan balik lebih penting daripada jenis umpan balik, dan bahwa
umpan balik yang bersifat akademis berkorelasi positif dengan hasil belajar, sementara umpan
balik yang berkaitan dengan tugas lain cenderung berkorelasi negatif. Penggunaan
penghargaan simbolis dan verbal juga terbukti efektif dalam meningkatkan pembelajaran
siswa. Meskipun demikian, efektivitas umpan balik dapat bervariasi tergantung pada jenis
siswa dan konteks pembelajaran.

Ringkasan
Berdasarkan bukti-bukti yang tersedia saat ini, nampaknya unsur-unsur dari model tersebut
mempunyai dukungan empiris. Namun demikian, penelitian lebih lanjut jelas diperlukan.
Banyak penelitian yang berhubungan langsung dengan verifikasi model telah dilakukan
terbatas dalam ukuran dan kriteria pencapaian. Banyak bukti didasarkan pada pembacaan dan
prestasi matematika sebagian besar siswa SES rendah, meskipun Definisi SES dalam penelitian
ini bervariasi. Studi-studi semacam ini masih belum terjawab penerapan model untuk bidang
kurikulum seperti musik, seni atau ilmu sosial. Masih sedikit yang diketahui tentang alokasi
6

waktu optimal atau tingkat keterlibatan dan apakah hal tersebut dapat dilakukan ini bervariasi
dalam kaitannya dengan karakteristik murid. Belum ada penelitian yang dilakukan untuk
menilai besarnya varians pencapaian yang diperhitungkan oleh unsur-unsur dalam model. Ini
hanyalah sedikit dari pertanyaan penelitian baru dan menarik yang disarankan oleh model.
Namun tidak ada model proses belajar/mengajar yang akan bernilai jika tidak hal ini
memungkinkan implikasi terhadap keterampilan mengajar untuk disimpulkan. Inilah
implikasinya yang kini dipertimbangkan.

Implikasinya terhadap keterampilan mengajar


Alokasi Waktu

Pertimbangan alokasi waktu dalam perencanaan kurikulum memengaruhi pengetahuan siswa,


yang berbeda tergantung pada cakupan dan penekanan kurikulum yang diadopsi. Keputusan
guru dalam alokasi waktu antara pengembangan mata pelajaran dasar, ekspresi kreatif, dan
apresiasi estetika dapat bervariasi, mempengaruhi penekanan dan keseimbangan kurikulum di
sekolah. Tujuan guru dalam alokasi waktu dapat tercermin dalam praktik pengajaran,
tergantung pada preferensi pribadi dan pandangan mengenai tujuan pendidikan. Keputusan
tentang alokasi waktu juga dapat mempengaruhi hasil pembelajaran, tergantung pada apakah
tujuan guru adalah memaksimalkan pencapaian rata-rata kelas, meminimalkan variasi
pembelajaran, atau memaksimalkan perbedaan antara siswa. Alokasi waktu juga dapat
dipengaruhi oleh tingkat ketidakhadiran siswa, yang dapat memerlukan strategi tambahan dari
guru untuk memastikan pembelajaran yang efektif.

Waktu belajar aktif


Alokasi waktu dan waktu belajar aktif memiliki hubungan dengan prestasi, tetapi waktu belajar
aktif memiliki pengaruh yang lebih besar. Tingkat keterlibatan berbeda di dalam dan antar
kelas, berinteraksi dengan karakteristik siswa dan area konten. Implikasi bukti tentang waktu
pembelajaran aktif terutama terlihat dalam pengelolaan kelas. Karya Kounin menyoroti
hubungan perilaku guru dengan keterlibatan siswa dalam pekerjaan. Perilaku guru seperti
kebersamaan, kelancaran, momentum, kewaspadaan kelompok, dan tumpang tindih,
mempengaruhi keterlibatan siswa. Meskipun konsepnya eksentrik, penelitian Kounin banyak
diterima dan memiliki implikasi dalam manajemen kelas.

Dalam penelitian terhadap manajemen kelas, kompetensi guru dalam mempertahankan


keterlibatan siswa memainkan peran kunci dalam kesuksesan pembelajaran. Kemampuan guru
untuk mengelompokkan peristiwa, membedakan, menangani beberapa peristiwa sekaligus, dan
menilai cepat mempengaruhi efektivitas pengajaran. Studi juga menyoroti pemborosan waktu
dalam masa transisi di sekolah, yang berkaitan dengan efisiensi operasional. Selain itu,
keterlambatan dan waktu menunggu juga menjadi masalah, terutama dalam lingkungan kelas
yang lebih besar.

Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kelompok dalam pembelajaran tidak selalu


berhubungan dengan prestasi akademik yang tinggi. Meskipun bisa memberikan manfaat sosial
dan komunikatif, pengelolaan kelompok perlu diperhatikan dengan lebih serius dalam konteks
pendidikan. Beberapa pendekatan, seperti penguatan, telah digunakan untuk mengendalikan
perilaku siswa, tetapi tantangan terbesar adalah menerapkan pendekatan ini dengan
memperhatikan perbedaan individual siswa dalam kelas. Dalam mengelola kelas, memahami
dan mengakomodasi perbedaan individu adalah kunci kesuksesan dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
7

Pemahaman
Implikasi dari kategori 'Pemahaman' masih sedikit dipahami karena kurangnya penelitian dan
peringatan tentang resep pengurutan. Namun, keraguan lebih terkait dengan strategi
pengurutan yang optimal daripada efektivitas pengurutan itu sendiri. Meskipun paket
kurikulum semakin berurutan dan diterima oleh para guru, masih sulit untuk menentukan
apakah guru akan menggunakan strategi ini dalam mengembangkan materi kurikulum mereka
sendiri. Pengetahuan guru tentang bidang konten juga dapat menghambat efisiensi penggunaan
pengurutan, terutama dalam bidang matematika. Masalah perbedaan individu juga menjadi
pertimbangan penting dalam penggunaan pengurutan, dengan asumsi bahwa satu rangkaian
sesuai untuk semua siswa menjadi dipertanyakan.

Kesesuaian antara individu dengan metode dan materi pengajaran memiliki sejarah panjang
dalam teori pendidikan, tetapi praktik sering tidak sejalan dengan teori. Tingkat kesulitan
materi kurikulum tidak selalu sepadan dengan kemampuan siswa, dan harapan guru terhadap
kemajuan siswa sering kali diremehkan. Kemanjuran langkah lambat dan langkah kecil dapat
didukung untuk siswa dengan SES rendah atau kemampuan rendah, tetapi perlu adaptasi yang
tepat saat siswa meningkatkan pemahaman mereka. Kesimpulan tentang tugas guru adalah
menyajikan materi pembelajaran dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
khusus pembelajar. Ini menekankan pentingnya mempersiapkan langkah pembelajaran secara
memadai dan menyesuaikan pengajaran dengan kebutuhan individual siswa. Meskipun banyak
aspek teoritis telah dibahas, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami praktik yang
efektif dalam penggunaan pengurutan dan kesesuaian dengan kebutuhan individu dalam
konteks pengajaran.

Masukan
Implikasi penelitian terhadap umpan balik menurut Kulhavy (1977) menyarankan tiga hal bagi
para guru: pastikan siswa memiliki keterampilan yang sesuai, susun materi sehingga tanggapan
mendahului umpan balik, dan berikan umpan balik sesering mungkin. Penelitian di lingkungan
alami menunjukkan kemanjuran umpan balik langsung dan kesempatan untuk berlatih, tetapi
masih ada kesenjangan dalam penelitian yang lebih menekankan pujian daripada umpan balik
diagnostik. Kritik dan pujian keduanya bisa efektif tergantung pada siswa yang dituju.

Masalah kualitas umpan balik juga menjadi perhatian, dengan penilaian informal yang masih
umum di antara guru. McKeachie (1974) mengemukakan bahwa umpan balik harus lebih dari
sekadar informatif, tetapi harus memberikan panduan tentang perbaikan. Namun, banyak guru
lebih memperhatikan penilaian informal daripada formal, meskipun pentingnya pencatatan
kemajuan secara formal telah diakui. Terdapat upaya untuk meningkatkan pencatatan sekolah
dan koordinasi antar kelas, terutama dalam bidang matematika dan membaca, di mana
kurangnya keahlian di bidang tersebut memerlukan bantuan dari spesialis.

Umpan balik merupakan proses dua arah yang memungkinkan evaluasi siswa dan guru
terhadap tujuan dan sasaran pembelajaran. Namun, ada kekurangan dalam pengetahuan dan
keterampilan guru dalam merancang penilaian yang efektif, serta dalam pilihan tes standar
yang digunakan. Ini menyoroti perlunya peningkatan pendidikan guru dalam hal penilaian yang
berorientasi pada kriteria dan penggunaan tes yang relevan.

Kesimpulan
Impian Dunkin dan Biddle tentang sistem pendidikan yang didasarkan pada penelitian dan
teori-teori empiris masih jauh dari kenyataan, meskipun langkah pertama telah diambil.
Meskipun model yang disajikan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Carroll, model-model
8

tersebut memiliki keterbatasan. Namun, model ini memiliki potensi untuk menyatukan temuan-
temuan yang berbeda menjadi pola yang terpadu dan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru
untuk penelitian di masa depan, sambil memberikan implikasi bagi praktik pengajaran dan
pelatihan guru.

Salah satu implikasi penting dari model ini adalah pandangan guru sebagai manajer dalam
praktik kelas. Definisi mengajar menurut Westbury (1977) mencerminkan pandangan ini,
dengan menggambarkan mengajar sebagai manajemen perhatian dan waktu siswa terhadap
tujuan pendidikan kelas. Meskipun konsep ini bukan hal baru, dengan Currie (1884)
sebelumnya mengemukakan bahwa seni mengajar melibatkan upaya guru untuk
mempertahankan perhatian kelas dan memastikan keterlibatan aktif siswa dalam pembelajaran.

Tampaknya tidak ada hal baru dalam pengajaran.


Meskipun mengelola perhatian adalah penting, menyederhanakan pengajaran menjadi sekadar
aplikasi beberapa keterampilan dasar akan terlalu berlebihan. Menurut Brophy dan Evertson,
pengajaran yang efektif memerlukan kemampuan untuk menerapkan beragam keterampilan
diagnostik, instruksional, manajerial, dan terapeutik, serta mengadaptasi perilaku sesuai
dengan konteks dan situasi yang spesifik. Dengan demikian, pengajaran yang efektif
melibatkan penyesuaian terus-menerus terhadap berbagai faktor dan perubahan kebutuhan.
McNamara dan Desforges menekankan perlunya menggabungkan teori dan praktik dalam
kerangka konseptual yang teliti secara akademis dan berguna secara praktis, serta memandang
studi profesional sebagai aktivitas yang produktif secara ilmiah. Dengan demikian, Dunkin dan
Biddle percaya bahwa studi tentang pengajaran harus menjadi fokus utama dalam persiapan
guru.
9

Referensi
10
11

Anda mungkin juga menyukai