Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN & ELEKTROLIT

Disusun dalam rangka memenuhi tugas stase Keperawatan Dasar

Di susun oleh :

HAYANI

14420232135

CI INSTITUSI CI LAHAN

(Rizqy Iftitah Alam, S.Kep.,Ns.,M.Kes) (…………………………….)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2024
A. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

1. Defenisi

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap

sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalahsalah satu bagian dari

fisiologi homeostasis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan

perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari

(pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan

partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan

dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan

intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan

elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke

dalam seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung

satu dengan yan g lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada

yang lainnya ((Tamsuri, 2004 dalam Setyowati 2017)

Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu: cairan intraseluler dan

cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di

seluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada diluar sel dan

terdiri dari tiga kelompok yaitu: cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan

cairan transeluler (Tamsuri 2004 dalam Setyowati 2017)

Cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme tubuh

membutuhkan perubahan yang tetap untuk melakukan respons terhadap keadaan

fisiologis dan lingkungan. (Tamsuri 2004 dalam Setyowati 2017)


2. Fungsi Cairan Tubuh

a. Mempertahankan panas tubuh dan pengaturan temperature tubuh

b. Transport nutrient ke sel

c. Transport hasil sisa metabolism

d. Transport hormone

e. Pelumnas antar organ

f. Mempertahankan tekanan hidrostatik dalam sistem kardiovaskuler (Suparto,

2019)

3. Etiologi

Etiologi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (Burner & Sudarrth,2002 dalam

Setyowati 2017):

a. Ketidakseimbangan Volume Cairan

1) Kekurangan volume cairan (Hipovolemik)

a) Kehilangan cairan dari system gastrointestinal seperti diare,

muntah.

b) Keringat berlebihan, demam, penurunan asupan cairan peroral,

penggunaan obat-obatan diuretic.

2) Kelebihan volume cairan (Hipervolemik)

Gagal jantung kongestif, gagal ginjal, sirosis, asupan natrium berlebih.

b. Ketidakseimbangan Elektrolit

1) Hiponatremia

Penyakit ginjal insufisiensi adrenal kehilangan melalui gastrointestinal

pengeluaran diuretic.
2) Hipernatremia

Mengkonsumsi sejumlah besar larutan garam pekat, Pemberian larutan

salin hipertonik lewat IV secara iatrogenic.

3) Hipokalemia gastrointestial

Penggunaan diuretic yang dapat membuang kalium, diare, muntah atau

kehilangan cairan lain melalui saluran.

4) Hiperkalemia

Gagal ginjal, dehidrasi hipertonik, kerusakan selular yang parah seperti

akibat luka bakar dan trauma.

5) Hipokalsemia

Pemberian darah yang mengandung sitrat dengan cepat, hipoalbuminemia,

hopoparatiroidisme, difisiensi vitamin D, penyakit-penyakit neoplastik,

pancreatitis.

6) Hiperkalsemia

Metastase tumor tulang, osteoporosis, imobilisasi yang lama.

4. Tanda dan Gejala

a. Kelelahan

b. Kram otot dan kejang

c. Mual

d. Pusing

e. Pingsan
f. Lekas marah

g. Muntah

h. Mulut kering

i. Denyut jantung lambat

j. Kejang

k. Palpitasi

l. Tekanan darah naik turun

m. Kurangnya koordinasi

n. Sembelit

o. Kekakuan sendi

p. Rasa haus

q. Suhu naik

r. Anoreksia

s. Berat badan menurun (Setyowati, 2017)

5. Fisiologi Pengaturan Cairaan, Elektrolit, dan Asam Basa

Menurut Bennita (2013) dalam Utami (2017), fisiologi pengaturan cairan, elektrolit

dan asam bsa yakni:

a. Cairan

Cairan tubuh terdiri atas dua kompertemen utama yang dipisahkan oleh

membrane semipermeable. Kedua kompertemen tersebut adalahm intraseluler dan

ekstraseluler. Sekitar 65% cairan tubuh berada dalam sel, atau intraseluler.

Sisanya 35% cairan tubuh berada diluar sel, atau ekstraseluler. Komparemen

ekstraseluler selanjutnya dibagi menjadi tiga subdivisi:


1) Interstisial: cairan antara sel dan disekitar pembuluh darah (25%).

2) Intravascular: cairan didalam pembuluh darah; juga disebut plasma darah (8%).

3) Transeluler: air mata dan juga cairan spinal, synovial, peritoneal,

pericardial, dan pleural (25%)

b. Elektrolit

Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang ditemukan didalam dan diluar sel

tubuh. Mineral tersebut dimasukkan dalam cairan dan makanan dan dikeluarkan

utamanya melalui ginjal. Elektrolit juga dikeluarkan melalui hati, kulit, dan paru-

paru dalam jumlah lebih sedikit.

Tabel 1.1 Elektrolit-Elektrolit Utama

Elektrolit-elektrolit Fungsi Lokasi

utama

Intraseluler Ekstraseluler

(mEq/L) (mEq/L)

Sodium (Na+) Fungsi neorumuscular dan 12 145

manajemen cairan (elektrolit

intraseluler paling banyak)

Potassium (K+) Fungsi neuromuscular dan 150 4

jantung (elektrolit instraseluler

paling banyak)

Kalsium (Ca++) Struktur tulang, fungsi 5 <1

neuromuscular penggumpalan

darah
Magnesium (Mg++) Trabsportasi aktif Na+ dan K+, 40 2

fungsi neuromuscular.

Klorida (CL-) Osmolalitas, keseimbangan asam 103 4

basa

Fosfat (HPO4-) Pembentukan ATP, 4 75

keseimbangan asam basa

Dimodifikasi seizing Johson JY: Fluidsband Electrlytes Demystified. New York:

McGrawHill,2008:12 dalam Bennita W. Vaughans 2013.

Kadar elektrolit dalam tubuh diatur melalui penyerapan dan pengeluaran untuk

menjaga level yang diharapkan untuk fungsi tubuh optimal. Dalam hal kalsium, hormone

paratiroid dan kasitonin disekresikan untuk menstimulasi penyimpanan atau pengeluaran

kalsium dari tulang untuk mengatur level dalam darah. Elektrolit lain diserap dari

makanan dalam jumlah sedikit atau banyak atau disimpan atau disekresikan oleh ginjal

atau lambung dalam jumlah sedikit atau banyak yang diperlukan untuk mengurangi atau

menaikkan level elektrolit ke level yang diperlukan untuk fungsi tubuh optimal. Agar

mekanisme umpan balik menjadi efektif organ atau system yang bertanggung jawab

untuk penyerapan dan ekskresi (gastrointestinal) atau penyerapan kembali dan ekresi

(renal) harus berfungsi dengan baik

c. Keseimbangan asam basa

Penyangga kimia, system pernapasan, dan system renal merupakan mekanisme

kunci untuk mengatur keseimbanagan asam basa dalam tubuh manusia. Penyangga

adalah senyawa yang mengatur pH tubuh dengan menerima atau melepaskan ion H+.

Salah satu penyangga terpenting dalam tubuh manusia adalah bikarbonat.


1) Karbondioksida (CO2) dilepaskan dari jaringan tubuh dan diterima oleh sel darah

merah (SDM).

2) CO2 dalam sel darah merah, dikombinasikan dengan air dan dibawah pengaruh

karbon anhidrasi (suatu enzim) dengan segera dikonversi menjadi asam karbon

3) Asam karbon berionisasi atau memisah menjadi bikarbonat (HCO3-) dan H+.

4) Bikarbonat meninggalkan sel darah merah dan beredar dalam plasma menuju

paru-paru.

5) Ion H+ bebas yang tertinggal dalam sel darah merah dengan cepat berinteraksi

dengan oksihemoglobin dalam sel dan menyebabkan pelepasan oksigen (O2) dari

sel darah merah kedalam jaringan untuk respirasi sel.

Hal sebaliknya terjadi di paru-paru:

1) O2 berdifusi dari paru-paru kedalam sel darah merah, dimana

selanjutnya dikonversi menjadi oksihemoglobin.

2) Hal ini memicu pergantian bikarbonat kembali ke sel darah

merah.

3) Setelah berada dalam sel darah merah, bikarbonat bergabung

dengan H+ bebas (dari hasil formasi oksihemoglobin) untuk

membentuk asam karbon.

4) Dibawah pengaruh karbon anhidrasi, asam karbon memisah

menjadi air dan CO2.

5) CO2 berdifusi keluar dari sel darah merah kedalam paru-paru,

dimana ia akan dikeluarkan dari tubuh selama ekshalasi.


System penyangga memfasilitasi keseimbangan asam basa, pengeluaran

karbon dioksida dari tubuh, dan transportasi oksigen keberbagai jaringan tubuh

untuk digunakan dalam respirasi seluler.

Peran paru-paru dalam mejaga keseimbangan asam basa dalam keadaan

normal telah disekripsikan sebelumnya. Jika terdapat kelebihan asam dalam tubuh

(asidosis), paru-paru menyumbang dengan menyebabkan pernapasan dalam dan cepat

untuk mengeluarkan kelebihan itu. Hal sebaliknya terjadi ketika terjadi kelebihan

jumlah basa dalam tubuh (alkalosis).

Ginjal mengontrol keseimbangan asam basa dengan mengeksresi atau

menahan H+ dan HCO3- dari tubuh untuk melawan asidosis atau alkalosis. Ginjal

merespon asidosis dengan meningkatkan pengeluaran H+ dari tubuh melalui eksesi

urin dan dengan menahan HCO3-. Bikarbonat yang disimpan oleh ginjal

disirkulasikan dalam darah dan tersedia untuk menetralkan ion H+ bebas yang

beredar dalam darah. Dalam kasus alkalosis, hal sebaliknya terjadi. Ion hydrogen

ditahan, dan bikarbonat dikeluarkan melalui urin. Pengaturan renal dari Ph

merupakan proses yang lambat, namun hasilnya adalah perbaikan ketidakseimbangan

asam basa yang efesien jangka panjang dan tidak seperti system pernapasan dan

memulihkan pH secara total ke kisaran normal.

6. Pergerakan Cairan dan Elektrolit Tubuh

Mekanisme pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam empat proses (proses

transport) yaitu:
a) Difusi

Yaitu perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area

berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermiabel. Kecepatan

difusi dipengaruhi oleh tiga hal, yakni ukuran molekul, konsentrasi larutan, dan

temperatur larutan (Pujiyastuti, 2018)

b) Filtrasi

Yaitu pergerakan cairan dan zat terlarut dari area dengan tekanan hidrostatik

tinggi ke area dengan tekanan hidrostatik rendah. Filtrasi penting dalam mengatur

cairan keluar dari arteri ujung kapiler. Ini memungkinkan kekuatan yang

memungkinkan ginjal untuk memfilter 180 liter/hari (Pujiyastuti, 2018).

c) Transport Aktif

Yaitu proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul untuk berpindah

melintasi membrane sel melewati gradien konsentrasinya (gerakan partikel dari

konsentrasi satu ke konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya (Pujiyastuti,

2018)

d) Osmosis

Yaitu perpindahan cairan melintasi membran semipermiabel dari area

berkonsentrasi menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Osmosis dapat melewati

semua membran bila konsentrasi yang terlarut keduanya berubah (Pujiyastuti,

2018).

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Menjaga keseimbangan cairan, dan elektrolit mempengaruhi proses metabolism

dalam tubuh. Ketidakseimbangan akan mempercepat proses, memperlambat,


menghambat penggunaan sari-sari makanan dengan benar, mempengaruhi kadar

oksigen dalam tubuh, atau menyebabkan tubuh kita menyimpan limbah beracun

(Bennita, 2013 dalam Utami 2017).

1) Usia

Usia seseorang mempengaruhi fungsi organ. Kemampuan organ (misal

jantung, ginjal, paru-paru) untuk mengelola keseimbangan cairan, elektrolit

dan asam basa secara efisien juga terpengaruh. Dikarenakan usia merupakan

faktor pengaruh yang tidak terkontrol, sehingga menjadikannya semakin

penting untuk mengatur faktor terkontrol yang telah disebutkan sebelumnya

untuk individu yang sangat muda dan sangat tua.

2) Temperature lingkungan

Panas yang berlebihan menyebabkan keringat. Seseorang dapat kehilangan

NaCl melalui keringat sebanyak 15-30 gram/hari.

3) Diet

Pada saat tubuh kekurangan nutrisi, tubuh akan memecah cadangan energy,

proses ini akan menimbulkan pergerakan cairan dari intersisial ke intraseluler.

4) Stress

Stress dapat menimbulkan peningkatan metabolism sel, konsentrasi darah dan

glikolisis otot, mekanisme ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.

Proses ini dapat menimbulkan retensi sodium dan air.

5) Sakit

Keadaan pembedahan, trauma jaringan, kelainan ginjal, dan jantung,

gangguan hormone akan mengganggu keseimbangan cairan (Tarwoto dan


Wartonah, 2011).

6) Aktivitas

Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan

dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam

tubuh. Hal ini mengakibatkan penigkatan haluaran cairan melalui keringat.

Dengan demikian, jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Selain

itu,kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) juga

mengalami peningkatan laju pernapasan dan aktivasi kelenjar keringat

(Suparto, 2019).

7) Tindakan medis

Beberapa tindakan medis menimbulkan efek sekunder terhadap kebutuhan

cairan dan elektrolit tubuh. Tindakan pengisapan cairan lambung dapat

menyebabkan penurunan kadar kalsium dan kalium (Suparto, 2019).

8) Pengobatan

Penggunaan beberapa obat seperti Diuretik maupun laksatif secara

berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kehilangan cairan dalam tubuh.

Akibatnya, terjadi defist cairan tubuh. Selain itu, penggunan diuretic

menyebabkan kehilangan natrium sehingga kadar kalium akan meningkat.

Penggunaan kortikostreroid dapat pula menyebabkan retensi natrium dan air

dalam tubuh (Suparto, 2019).

9) Pembedahan

Klien yang menjalani pembedahan beresiko tinggi mengalami

ketidakseimbangan cairan. Beberapa klien dapat kehilangan banyak darah


selama perode operasi, sedangkan beberapa klien lainya justru mengalami

kelebihan beban cairan akibat asupan cairan berlebih melalui intravena selama

pembedahan atau sekresi hormon ADH selama masa stress akibat obat-obat

anastesia (Suparto, 2019).

8. Kebutuhan Cairan menurut Umur dan Berat Badan

Kebutuhan Cairan Tubuh Bagi Manusia (Alimul, 2014 dalam Suparto 2019):

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara

fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total

berat badan tubuh. Sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan,

kategori persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah: bayi baru lahir 75% dari

total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari

total berat badan dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Persentase cairan tubuh

bervariasi, bergantung pada factor usia, lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Wanita

dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibanding pria karena pada

wanita dewasa jumlah lemak dalam tubuh lebih banyak dibanding pada pria.

Tabel 1.2 Kebutuhan Cairan berdasarkan Umur dan Berat Badan

No Umur Berat Badan Kebutuhan Cairan (ML/24 JAM)


(Kg)
1. 3 HTahunari 3,0 250-300
2. 1 Tahun 9,5 1.150-1.300
3. 2 Tahun 11,8 1.350-1.500
4. 6 Tahun 20,0 1.600-1.800
5. 10 Tahun 28,7 2.000-2.500
6. 14 Tahun 45,0 2.200-2.700
7. 18 Tahun 54,0 2.400-2.600
8. Dewasa 60,0 2.400-2.600
Rumus kebutuhan cairan & elektrolit, perhitungan faktor tetes

1) Rumus kebutuhan cairan & elektrolit

a) Jumlah/kebutuhan cairan

Dewasa : 50cc/KgBB/24 jam

Anak : 10Kg II 100cc/KgBB/24 jam

10Kg II 50cc/KgBB/24 jam

> 20cc/KgBB/24 jam

b) Kebutuhan Na+

Na+ 3-5 meq/KgBB/24 jam

2) Penghitungan tetesan

Cara menghitung tetesan ada 2 macam yaitu:

a) Makro (anak dengan BB> 6kg)

 Cara Otsuka

faktor tetes ( 15 ) x jumlah cairan


= tts/mnt
60 menit x jam

 Cara terumo

faktor tetes ( 20 ) x jumlah cairan


= tts/mnt
60 menit x jam

b) Mirko (anak dengan BB< 6kg)

faktor tetes ( 60 ) x jumlahcairan


= tts/mnt
60 menit x jam
B. Konsep Aspek Legal Etik Keperawatan

Kode etik keperawatan merupakan alat pengambil keputusan yang valid dan berguna bagi

perawat dalam menghadapi masalah etik pada praktik. Tujuannya adalah sebagai dasar

dalam mengatur hubungan antar perawat, klien, teman sebaya, masyarakat, dan unsur

profesi baik dalam profesi keperawatan maupu dengan profesi lain (Ariga, 2020). Kata

etika berasal dari kata yunani, yaitu ethos, yang berhubunganndengan pertimbangan

pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada undang-undang

atau peraturan yang menegaskan hal yang harus dilakukan. Maka etika keperawatan

(nursing ethics) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur diri

sendiri dan etika keperawatan tersebut diatur dalam kode etik keperawatan (Ariga, 2020)

Prinsip-Prinsip Etika dalam Keperawatan.

a. Otonomi (Autonomy)

Setelah mendapatkan informasi yang memadai, klien bebas dan berhak memutuskan

apa yang akan dilakukan terhadapnya. Klien berhak untuk dihormati dan didengarkan

pendapatnya; untuk itu perlu adanya persetujuan tindakan medik (informed consent).

Dokter dan perawat tidak boleh memaksakan suatu tindakan dan pengobatan.

b. Berbuat Baik (Beneficience) Semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat untuk

menolong klien. Untuk itu, dokter atau perawat harus menyadari bahwa tindakan atau

pengobatan yang akan dilakukan benar-benar bermanfaat bagi kesehatan dan

kesembuhan klien. Kesehatan klien senantiasa harus diutamakan oleh perawat. Risiko

yang mungkin timbul dikurangi sampai seminimal mungkin dan memaksimalkan

manfaat bagi klien.


c. Keadilan (Justice)

Dokter dan perawat harus berlaku adil dan tidak berat sebelah.

d. Tidak merugikan (Nonmaleficience)

Tindakan dan pengobatan harus berpedoman pada prinsip primum non nocere (yang

paling utama, jangan merugikan). Risiko fisik, psikologis, maupun sosial akibat

tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan hendaknya seminimal mungkin.

e. Kejujuran (Veracity)

Dokter dan perawat hendaknya mengatakan secara jujur dan jelas apa yang akan

dilakukan serta akibat yang dapat terjadi. Informasi yang diberikan hendaknya sesuai

dengan tingkat pendidikan klien.

f. Menepati janji (Fidelity)

Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk menghargai janji dan

komitmennya terhadap orang lain.

g. Kerahasiaan (Confidentiality)

Dokter dan perawat harus menghormati privasi dan kerahasiaan klien, meskipun klien

telah meninggal.

h. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional

dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
C. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan

status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan

dan kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan

fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya

b. Anamneses

1) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,

status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit

dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

3) Riwayat kesehatan sekarang

4) Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat sesak nafas atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya

dengan pernafasan pada kasus terdahulu serta tindakan medis yang pernah di

dapat maupun obatobatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat sakit yang sama pada keluarga atau penyakit lain yang

berpotensi menurun atau menular pada anggota keluarga lain.


6) Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami

penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap

penyakit penderita.

c. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan

dan tanda – tanda vital.

2) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga

kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa

tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan

berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.

3) Sistem integument

Kaji seluruh permukaan kulit, adakah turgor kulit menurun, luka atau warna

kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit, tekstur rambut dan kuku.

4) Sistem pernafasan

Biasanya terdapat sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan terdapat retraksi

dinding dada, serta suara tambahan nafas.

5) Sistem kardiovaskuler

Pengkajian untuk mengetahui adakah perfusi jaringan menurun, nadi perifer

lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,

kardiomegalis.
6) Sistem gastrointestinal

Pengkajian untuk mengetahui adakah polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,

konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,

obesitas.

7) Sistem urinary

Pengkajian untuk mengetahui adakah poliuri, retensio urine, inkontinensia

urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

8) Sistem musculoskeletal

Kaji penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, apakah

cepat lelah, lemah dan nyeri, apakah adanya gangren di ekstrimitas.

9) Sistem neurologis

Pengkajian untuk mengetahui apakah terjadi penurunan sensoris, parasthesia,

anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, dan disorientasi.

d. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

1) Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan

leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma.

2) Analisa gas darah:

- Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat

peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang

buruk.

- Kadang – kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi.

- Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi.


- Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu

seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

- Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai

alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

7) Pemeriksaan sputum:

- Kristal–kristal charcotleyden yang merupakan degranulasi dari kristal

eosinofil.

- Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-

sel cabang-cabang bronkus

- Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

- Terdapatnya neutrofileosinofil.

e. Pemeriksaan Radiologi Foto Thoraks:

1) Jika disertai dengan bronkhitis, bercakanhilus akan bertambah.

2) Jika terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang

bertambah.

3) Jika terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada

paru.

f. Lain –Lain

1) Tes fungsi paru: Untuk mengetahui fungsi paru, menetapkan luas beratnya

penyakit, mendiagnosis keadaan.

2) Spirometristatik: Mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Deficit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d pasien mengeluh

nyeri abdomen, nafsu makan dan minum menurun serta IMT pasien dibawah

normal yakni 16,9 kg/m2

b. Nyeri akut b.d proses inflamasi d.d pasien mengatakan merasakan mual dan

muntah, klien tampak membatasi aktivitas karena nyeri dan wajah tampak

meringis

c. Keletihan b.d gangguan tidur d.d pasien mengeluh lelah, pasien tampak lesu dan

pasien tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin

d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d klien mengeluh lelah da tampak lemah

3. Intervensi Keperawatan dan Rasional

NO INTERVENSI RASIONAL

a. DX: Defisit nutrisi - Untuk mengetahui


Observasi: status nutrisi, alergi
- Identifikasi status nutrisi, alergi dan intoleransi dan intoleransi yang
makanan dialami pasien
- Monitor asupan makanan dan berat badan - Untuk mengetahui
Terapeutik: asupan makan dan
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah kenaikan berat badan
konstipasi klien
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri)
b. DX: Nyeri akut - Untuk mengetahui
Observasi: lokasi, karakteristik,
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, durasi, frekuensi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri kualitas dan intensitas
2) Identifikasi skala nyeri nyeri pasien
3) Monitor efek samping penggunaan analgetic - Untuk mengetahui
Terapeutik: skala nyeri pasien
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk - Untuk mengetahui
mengurangi rasa nyeri efek samping
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa penggunan analgetic
nyeri yang diberikan kepada
Edukasi: pasien
- Anjurkan menggunakan analgetic secara tepat
- Ajarkan teknin nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Observasi - Untuk mengelola
- Monitor kelelahan fisik dan emosional keadaan fisik dan
- Monitor pola dan jam tidur emosional pasien
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama - Untuk mengelola pola
melakukan aktivitas dan jam tidur pasien
Terapeutik: - Untuk mengelola
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah lokasi dan
stimulus (mis. cahaya, suara kunjungan) ketidaknyamanan
- Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan selama melakukan
Edukasi: aktivitas
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
d. DX: Intoleransi aktivitas - Untuk mengetahui
Observasi: gangguan fungsi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang tubuh pasien yang
mengakibatkan kelelahan mengakibatkan
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama kelelahan
melakukan aktivitas - Untuk melihat lokasi
Terapeutik: dan ketidaknyamanan
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah pasien saat melakukan
stimulus (mis. cahaya, suara kunjungan) aktivitas
- Lakukan Latihan rentang gerak pasif dan/atau
aktivitas
Edukasi:
- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan

4. Implementasi

Implementasi adalah tahap ke empat dalam proses keperawatan. Tahap ini muncul

jika perencanaan yang di buat di aplikasikan pada pasien. Tindakan yang di lakukan

mungkin sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah di buat pada

perencanaan. Aplikasi yang di lakukan pasien berbeda-beda di sesuaikan dengan

kondisi pasien saat itu dan kebutuhan yang di rasakan oleh pasien

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari asuhan keperawatan yang membandingkan hasil

Tindakan yang dilakukan dengan kereteria hasil yag sudah di tetapkan serta di nilai

apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya Sebagian, atau bahkan

belum teratasi semua

D. Mind Mapping & Pathway

1) Mind Mapping

Intervensi:

1. Monitor asupan makanan dan berat badan


Analisis data: 2. Berikan makanan tinggi serat untuk
DS:
1. Mengeluh mual dan mencegah konstipasi
muntah
2. Mengeluh nyeri
abdomen Intervensi:
Deficit nutrisi
DO: 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1. Tampak meringis frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. TD: 98/64 mmHg 2) Identifikasi skala nyeri
3. Gizi buruk (IMT Nyeri akut 3) Monitor efek samping penggunaan analgetic
16,9)
4. Skala nyeri 6
(nyeri sedang)
keletihan Intervensi:
1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Monitor pola dan jam tidur
3. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas
Intervensi:
Intoleransi aktivitas
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
mengakibatkan kelelahan
2. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
2) Pathway
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz, H. 2014. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses

Perawatan. Jakarta: Salemba Medika

Ariga, R. A. (2020). Konsep Dasar Keperawatan (Pertama). CV.BUDI UTAMA

Fajar Pujiyastuti, 2018. Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit. Poltekkes

Kemenkes Surakarta (https://id.scribd.com/doc/111421821/Lp-Cairan-Dan-

Elektrolit/Diakses 8 Februari 2023)

Nurfriyatna Utami, 2017. Asuhan Keperawatan Gangguan Keseimbangan Cairan dan

Elektrolit pada Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Rawat Penyakit

Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Puji Setyowati, 2017. Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit. Poltekkes Kemenkes

Malang.(https://123dok.com/document/yrk89eoz-laporan-pendahuluan-

kebutuhan-lp-cairan.html/Diakses 8 Februari 2023)

Suparto, 2019. Asuhan Keperawatan pada Tn.P.M dengan Pemenuhan Kebutuhan

Cairan dan Elektrolit di Ruang Komodo RSUD Prof.Dr.W.Z Johannes Kupang.

Poltekkes Kemenkes Kupang

Anda mungkin juga menyukai