Anda di halaman 1dari 10

UTS Dr. Masdalina Pane, M.

Kes

NAMA : NERRY ARMIS SIBUEA, SKM

NIM : 230101063

1. Buatlah Metode dan Skema Surveilans Berbasis Laboratorium sebagai salah satu sistem kewaspadaan dini dan Response dengan 5 referensi dan
berikan penjelasan

SURVEILANS PENYAKIT POTENSIAL KLB/WABAH BERBASIS LABORATORIUM

1. Metode Surveilans Berbasis Laboratorium: Pemeriksaan Rutin

Metode ini melibatkan pengumpulan dan pemeriksaan sampel secara rutin dari populasi target (misalnya, masyarakat umum, pasien di rumah
sakit, atau hewan ternak). Sampel yang dikumpulkan dapat berupa darah, air, tanah, atau bahan biologis lainnya tergantung pada tujuan
surveilans. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendeteksi adanya patogen atau indikator kesehatan lainnya. Data hasil pemeriksaan
digunakan untuk memonitor tren dan mengidentifikasi peningkatan kasus penyakit atau ancaman kesehatan lainnya.

Referensi:

• CDC. (2012). Laboratory Surveillance for Public Health Emergencies: A Blueprint for Preparedness and Response. Centers for Disease
Control and Prevention.

• World Health Organization. (2017). Laboratory-based surveillance for antimicrobial resistance in Europe: a toolkit.

Penjelasan: Metode surveilans berbasis laboratorium ini dilakukan dengan pemeriksaan rutin terhadap sampel yang diambil dari populasi target.
Dengan melakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala, dapat terdeteksi adanya patogen atau indikator kesehatan lainnya yang dapat
menjadi tanda awal adanya ancaman kesehatan masyarakat.

2. Metode Surveilans Berbasis Laboratorium: Sistem Informasi Kesehatan Elektronik

Metode. Ini melibatkan penggunaan sistem informasi kesehatan elektronik (electronic health records/EHR) untuk mengumpulkan dan menganalisis
data laboratorium. Data laboratorium, seperti hasil tes darah atau tes patogen, dikumpulkan secara otomatis dari laboratorium yang terhubung
dengan sistem informasi kesehatan. Pemantauan dan analisis data dilakukan untuk mendeteksi tren atau pola yang mencurigakan, seperti
peningkatan kasus penyakit tertentu.
Referensi:

• Buckeridge, D. L., & Switzer, P. (2017). Surveillance systems for identifying patients at risk of adverse outcomes in primary care: a scoping
review. Journal of the American Medical Informatics Association, 24(3), 631-636.

• Coorevits, P., Sundgren, M., Klein, G. O., Bahr, A., Claerhout, B., Daniel, C., ... & Kalra, D. (2013). Electronic health records: new
opportunities for clinical research. Journal of Internal Medicine, 274(6), 547-560.

Penjelasan: Metode ini menggunakan sistem informasi kesehatan elektronik (EHR) untuk mengumpulkan dan menganalisis data laboratorium.
Dengan memanfaatkan EHR, data laboratorium dapat diakses dan dianalisis secara real-time, memungkinkan deteksi dini dan respons cepat
terhadap ancaman kesehatan.

3. Skema Surveilans Berbasis Laboratorium: Sistem Waspada Pemantauan Virus

Skema ini melibatkan pembentukan jaringan laboratorium yang terhubung dengan sistem pemantauan virus. Laboratorium-laboratorium ini
menerima sampel yang dikirimkan dari fasilitas kesehatan atau lapangan, dan melakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi keberadaan virus
atau mikroorganisme patogen lainnya. Data hasil pemeriksaan dikumpulkan dan dikirimkan ke pusat pemantauan untuk analisis dan pemantauan
situasi. Jika ada peningkatan kasus atau keberadaan virus yang berpotensi membahayakan, tindakan respons yang tepat dapat diambil.

Referensi:

• World Health Organization. (2017). Laboratory biosafety manual. World Health Organization.

• Petti, C. A., Polage, C. R., Quinn, T. C., Ronald, A. R., & Sande, M. A. (2006). Laboratory medicine in Africa: a barrier to effective health care.
Clinical Infectious Diseases, 42(3), 377-382.

Penjelasan: Skema ini melibatkan jaringan laboratorium yang menerima dan menganalisis sampel untuk mengidentifikasi keberadaan virus atau
mikroorganisme patogen lainnya. Data hasil pemeriksaan dikirimkan kepusat pemantauan untuk analisis dan pemantauan situasi. Jika terdeteksi
adanya peningkatan kasus yang mencurigakan atau keberadaan virus berpotensi membahayakan, langkah-langkah respons yang tepat dapat
diambil untuk mengatasi ancaman kesehatan tersebut.

4. Metode Surveilans Berbasis Laboratorium: Pemantauan Kualitas Air Minum

Metode ini fokus pada pemantauan kualitas air minum melalui pemeriksaan laboratorium. Sampel air minum dari berbagai sumber, seperti sumur,
sungai, atau sistem distribusi air, diambil secara berkala untuk diperiksa kualitasnya. Parameter yang diperiksa meliputi mikroba patogen,
kandungan bahan kimia berbahaya, dan keberadaan zat polutan lainnya. Hasil pemeriksaan digunakan untuk mengidentifikasi potensi risiko
kesehatan terkait dengan air minum dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk melindungi masyarakat.

Referensi:

• World Health Organization. (2017). Guidelines for drinking-water quality: fourth edition incorporating the first addendum. World Health
Organization.

• United States Environmental Protection Agency. (2020). Drinking Water Contaminants.

Penjelasan: Metode ini berfokus pada pemantauan kualitas air minum melalui pemeriksaan laboratorium. Dengan memeriksa parameter kualitas
air secara berkala, dapat diidentifikasi potensi risiko kesehatan yang terkait dengan air minum dan diambil tindakan yang diperlukan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang mungkin timbul.

5. Skema Surveilans Berbasis Laboratorium: Deteksi Dini Penyakit Zoonosis

Skema ini melibatkan laboratorium veteriner dan laboratorium kesehatan manusia yang bekerja sama untuk mendeteksi dini penyakit zoonosis,
yaitu penyakit yang dapat ditularkan antara hewan dan manusia. Laboratorium menerima sampel dari hewan yang diduga terinfeksi penyakit
zoonosis dan melakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi agen penyebabnya. Hasil pemeriksaan dikumpulkan dan dianalisis untuk mendeteksi
pola penyebaran penyakit dan mengambil tindakan respons yang tepat, seperti vaksinasi atau pengendalian populasi hewan.

Referensi:

• World Health Organization. (2020). One Health: Zoonoses Report. World Health Organization.

berguna untuk tindakan pengendalian yang cepat dan tepat sehingga mendukung sistem kewaspadaaan dini dan respon cepat penanggulangan
KLB penyakit. Untuk itu dibutuhkan jejaring laboratorium kesehatan yang kuat untuk melakukan hal tersebut.

Dilakukan dalam rangka kewaspadaan KLB dan Wabah, penanggulangan KLB dan Wabah, dan pasca KLB dan Wabah Dilakukan terhadap penyakit
dan masalah kesehatan (seperti kontaminasi kimia, nuklir) yg berpotensi menimbulkan KLB, serta penyakit menular yg bepotensi menimbulkan
Wabah. Selain dilakukan di Pintu Masuk, juga dilakukan pengawasan penyakit dan faktorrisiko kesehatan di pelabuhan dan bandar udara yang
melayani lalu lintas domestik.
Sumber (Surveilans Berbasis Laboratorium dalam Deteksi Dini dan Respon KLB Kemenkes tahun 2023)

2. Bagaimana melakukan surveilans pada Ciguatera Food Poisoning (Definisi, Metode test, Metode Surveilans, dan Algoritma Surveilans)

Jawab :

Defenisi :
Ciguatera Food Poisoning adalah bentuk keracunan makanan yang disebabkan oleh toksin ciguatera yang
terakumulasi dalam ikan predator tertentu. Toksin ini dihasilkan oleh dinoflagellata Gambierdiscus spp. yang
hidup di terumbu karang di perairan tropis. Gejala CFP dapat bervariasi, termasuk mual, muntah, diare, nyeri
otot, dan gejala neurologis seperti kesemutan, mati rasa, dan rasa terbakar di tangan dan kaki.

Metode Test :
1. Pemeriksaan gejala klinis yang diderita pasien.
2. Pemeriksaan laboratorium dengan pengambilan specimen ikan yang dicurigai terkontaminasi dan
pengambilan sampel darah, urin, dan cairan tubuh pasien yang keracunan.

Metode Surveilans:
1. Surveilans outbreak untuk mendeteksi kluster kasus
2. Surveilans berbasis laboratorium dengan pemeriksaan sampel makanan/ikan dan specimen
pasien untuk identifikasi ciguatoxin
3. Surveilans gejala sindromik di rumah sakit dan klinik untuk mendeteksi kasus

Algoritma Surveilans :
Ketika ada laporan kasus ciguatera di masyarakat maka yang perlu lakukan adalah :
1. Kasus di investigasi dengan cepat untuk konfirmasi diagnosis dan indentifikasi makanan yang
terkontaminasi.
2. Uji laboratorium untuk kasus dan sampel makanan.
3. Dilakukan investigasi outbreak jika ditemukan lebih dari 2 kasus.
4. Melacak kembali sumber makanan ikan berisiko. Identifikasi area penangkapan ikan dan jalur
distribusi ikan tersebut.
5. Memperkuat control dan pengujian kandungan ciguatoxin pada ikan yang beredar di pasaran.
6. Meningkatkan surveilans berbasis laboratorium di fasilitas pelayanan kesehatan.
7. Mengumpulkan dan analisis data secara berkesinambungan untuk mengkaji risiko yang
ditimbulkan.
8. Melakukan tindaklanjut pengendalian dari hasil analisis risiko.
ALGORITMA KERACUNAN MAKANAN
Px dengan keracunan makanan akibat keracunan botolinum,
bongkrek, jamur, jengkol, singkong dan ikan laut.

Px datang dengan keluhan : Lakukan pengkajian SAMPLE (symptom,


allergy, medication, past medical history,
- Mual dan muntah - Sesak napas last meal, events leading to call)
- Diare - Nyeri perut
- Keram perut - Badan lemas
- Penurunan kesadaran - Pusing
- Nyeri berkemih - Oliguria

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Brai Bone
n
 Oksigenasi  Cek tanda-  Anjurkan  Pasang  Anjurkan  Pantau
 Kaji status tanda vital pasien kateter urin kompres tanda-tanda
pernapasan  Periksa istirahat  Pantau hangat di vital
(frekuensi, adanya  Kolaborasi intake dan perut  Cek CRT
irama pemberian  Kolaborasi
gejala syok output
pernafasan, cairan pemberian
kedalaman kristaloid cairan
 Kolaborasi
pernafasan kristaloid
pemberian  Kolaborasi
pemberian
dan anti
konvulsan dan analgetik

Pemeriksaan laboratorium

Pasien dinyatakan keracunan makanan

Jamur, jengkol, makanan laut Singkong, bongkrek, botolinum

 Observasi  Kolaborasi pemberia Natrium


 Lanjutkan penanganan simptomatik n IV
tiosulfat 10-30 ml
 Kolaborasi pemberian antibiotik
 Kolaborasi pemberian anti
 Kolaborasi pemberian karbon aktif dotum spesifik bolus IV 1-2,5 mg
Perawatan Supportif

Anda mungkin juga menyukai