Anda di halaman 1dari 41

SKRIPSI

PENERAPAN METODE FMEA (FAILURE MODE AND


EFFECT ANALYSIS) DALAM MENGURANGI RISIKO
KEGAGALAN AIR MINUM ISI ULANG

Oleh :

GABRIELLA VERONICA
1552010053

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
SURABAYA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
1.5 Ruang Lingkup ......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 Air Minum ................................................................................................ 5
2.2 Persyaratan Kualitas Air Minum .............................................................. 6
2.3 Parameter-Parameter dalam Air Minum .................................................. 7
2.3.1 Kekeruhan ......................................................................................... 7
2.3.2 pH ...................................................................................................... 8
2.3.3 Total Dissolved Solid ........................................................................ 8
2.3.4 Total Coliform dan E. Coli ............................................................... 9
2.4 Depot Air Minum ..................................................................................... 9
2.5 Pengolahan Air Minum Isi Ulang .......................................................... 11
2.6 Teknologi Pengolahan pada Depot Air Minum Isi Ulang ...................... 12
2.7 Metode FMEA ........................................................................................ 15
2.8 Dasar FMEA ........................................................................................... 16
2.9 Penggunaan FMEA ................................................................................ 16
2.10 Langkah – Langkah FMEA .................................................................... 17
2.11 Proses FMEA ......................................................................................... 18
2.12 Menentukan Severity, Occurrence,Detection dan RPN ....................... 19
2.12.1 Severity ............................................................................................ 19
2.12.2 Occurrence ...................................................................................... 21
2.12.3 Detection ......................................................................................... 22
2.13 Risk Priority Number (Angka Prioritas Risiko) ..................................... 24
2.14 Fishbone Diagram .................................................................................. 24

i
2.15 Peneliti Pendahulu .................................................................................. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 28
3.1 Gambaran umum .................................................................................... 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 28
3.3 Kerangka Penelitian ............................................................................... 28
3.4 Langkah Penelitian ................................................................................. 32
3.4.1 Ide Penelitian ................................................................................... 32
3.4.2 Studi Literatur ................................................................................. 32
3.4.3 Pengumpulan Data .......................................................................... 32
3.4.4 Fishbone Analysis ........................................................................... 34
3.4.5 Analisis Data dan Pembahasan ....................................................... 35
3.5 Jadwal Kegiatan ..................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia membutuhkan air untuk berbagai macam keperluan. Salah satu
kebutuhan air bagi manusia adalah kebutuhan air minum. Kebutuhan air minum di
masyarakat bersumber dari air yang sudah diolah oleh Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM). Namun, peningkatan kebutuhan air minum tidak dapat terpenuhi
oleh kualitas air minum yang telah diolah oleh PDAM. Seiring dengan kemajuan
teknologi diiringi aktivitas manusia yang semakin padat, maka masyarakat
cenderung memilih alternatif yang lebih praktis untuk memenuhi kebutuhan air
minum, yaitu dengan menggunakan air minum dalam kemasan atau air minum isi
ulang (Radji dkk, 2008).
Setiap tahun laju pertumbuhan penduduk cukup tinggi sehingga
menyebabkan peningkatan kebutuhan pelayanan air minum (Yudo dan Rahardjo,
2005). Badan Pusat Statistik Kota Surabaya menyebutkan bahwa jumlah penduduk
di Surabaya tahun 2015 sebanyak 2.848.583 dengan laju pertumbuhan penduduk
0,52% setiap tahunnya. Kondisi tersebut menjadi peluang bagi banyak industri
untuk membuka depot air minum isi ulang. Kecamatan Gunung Anyar berpotensi
dalam pemasaran air minum isi ulang di kota Surabaya karena memiliki jumlah
penduduk pada tahun 2013 yaitu 53.476 dengan luas wilayah sekitar 962 Ha dengan
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,60% pada tahun 2010 (Dinas Kesehatan Surabaya,
2017).
Air minum isi ulang menawarkan harga lebih murah dibandingkan air
minum dalam kemasan (Widyanti dan Ristianti, 2004). Standar baku mutu air isi
ulang terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Produk air
minum isi ulang yang dikonsumsi masyarakat harus memenuhi standar baku mutu
tersebut. Pendirian DAMIU diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan RI Nomor 65/MPP/Kep/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot
Air Minum dan Perdagangannya. Isu yang muncul saat ini adalah rendahnya

1 1
jaminan kualitas terhadap air minum yang dihasilkan DAMIU. Dengan demikian,
menurut Siregar (2009) kualitas air minum isi ulang masih perlu terus dikaji dalam
rangka pengamanan kualitas yang sangat mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
Dalam penelitian yang dilakukan Marpaung dan Marsono (2013), terdapat
beberapa DAMIU dengan kualitas air minum isi ulang di Sukolilo mengandung
total coliform melebihi batas baku mutu. Jumlah coliform yang semakin besar
menunjukkan kemungkinan bakteri pathogen yang hidup di air yang terkontaminasi
pencemaran. Meninjau permasalahan tersebut, maka perlu diteliti penyebab tidak
terpenuhinya baku mutu pada kualitas air minum isi ulang. Salah satu metode
analisa kegagalan yang digunakan adalah metode Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA).
Menurut McDermott et. al. (2009) FMEA merupakan salah satu metodologi
yang digunakan untuk mencermati proses maupun produk untuk mengidentifikasi
potensi (root causes) serta kemungkinan kegagalan yang terjadi. Fidaus dan
Widianti (2015) menjelaskan bahwa penerapan FMEA dapat memperkecil risiko
terjadinya kegagalan dengan cara mempersiapkan sistem yang baik dan lebih
memperhatikan hal – hal yang dapat berpotensi menyebabkan kegagalan. Pada
analisis FMEA dengan pendekatan hardware-oriented atau buttom-up ditandai
dengan proses analisis dimulai dari peralatan atau proses dan meneruskannya ke
sistem yang lebih tinggi (Wahyunugraha dkk, 2013).
Kelebihan metode FMEA dibandingkan dengan metode lain adalah dapat
mengambil tindakan prioritas dan langkah yang dilakukan dengan melihat efek
kegagalan dari setiap proses produksi sehingga lebih mudah mengendalikan proses
produksi dan meminimalisir kegagalan (Dewi dkk, 2016). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Puspitasari, dkk. (2017) metode FMEA berhasil digunakan
untuk mengidentifikasi risiko kegagalan produk berdasarkan potential cause pada
perusahaan industri manufaktur. Beranjak dari penelitian tersebut, untuk menjawab
permasalahan utama kegagalan kualitas air minum isi ulang di Kecamatan Gunung
Anyar maka dilakukan penelitian dengan metode FMEA.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar serta
pengaruhnya terhadap kebutuhan masyarakat akan air minum isi ulang?
2. Bagaimana mengidentifikasi faktor – faktor risiko kegagalan yang terjadi
pada proses produksi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di Kecamatan
Gunung Anyar dengan metode fishbone analysis?
3. Bagaimana menentukan prioritas permasalahan utama yang terjadi pada
Depot Air Minum Isi Ulang menggunakan metode FMEA?
4. Bagaimana cara meminimalisir kegagalan produksi air minum isi ulang
dengan metode FMEA?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui kualitas air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar serta
pengaruhnya terhadap kebutuhan masyarakat akan air minum isi ulang.
2. Mengidentifikasi faktor – faktor penyebab risiko kegagalan yang terjadi
pada depot pengolahan air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar
dengan menggunakan fishbone analysis.
3. Dapat menentukan prioritas permasalahan kegagalan produksi pada
teknologi pengolahan air yang terjadi pada depot pengolahan air minum isi
ulang menggunakan metode FMEA.
4. Dapat menentukan cara memperkecil kegagalan pada depot pengolahan air
minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar menggunakan metode
FMEA.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:
1. Mendeteksi segera cara menanggulangi dan mengurangi kegagalan risko
kualitas air minum pada depot air isi ulang terhadap produksi.

3
2. Memberikan alternatif penggunaan teknologi yang tepat untuk air hasil
pengolahan depot air minum isi ulang lebih efisien dan fleksible.
3. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pengawasan terhadap proses produksi air minum isi ulang di
Kecamatan Gunung Anyar
4. Menjadi acuan bagi industri air minum isi ulang agar menjaga kualitas air
isi ulang yang diproduksi.

1.5 Ruang Lingkup


Ruang Lingkup yang direncanakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lokasi penelitian adalah sumber air baku yang digunakan dari depot air isi
ulang yang berada di Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya.
2. Parameter yang digunakan adalah kekeruhan, pH, TDS, Total Coliform, dan
bakteri Escherichia coli.
3. Depot air minum isi ulang dicluster berdasarkan teknologi pengolahan yang
digunakan oleh depot di Kecamatan Gunung Anyar.
4. Sampel yang akan diuji merupakan sample yang diperoleh dari lokasi depot
air isi ulang pada lokasi penelitian dengan metode sampling.
5. Manajemen risiko kegagalan yang terjadi pada DAMIU dilakukan dengan
metode fishbone analysis dan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA).
6. Penelitian aspek yang akan dikaji yaitu secara teknis dan non teknis. Aspek
teknis yaitu machine (teknologi yang digunakan) dan aspek non teknis
meliputi man (pemahaman pengelola terhadap pengelolaan DAMIU,
method (regulasi atau kebijakan yang ada pada DAMIU), material (sumber
air baku yang digunakan), dan environment (pihak eksternal yang
berhubungan dengan DAMIU).
7. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Teknik
Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Minum


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air minum adalah air yang melalui proses
pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan
dapat langsung diminum. Jenis air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan
No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-styarat dan pengawasan kualitas air
minum, meliputi:
1. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga
2. Air yang didistribusikan melalui tangka air
3. Air kemasan
4. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang
disajikan kepada masyarakat.
Menuru Sisca (2016), air minum yang dikonsumsi manusia harus memenuhi
persyaratan air minum. Meskipun air dari sumber alam dapat diminum, namun
terhadap risiko bahwa air tercemar oleh bakteri atau zat – zat berbahaya lainnya.
Bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100°C, namun banyak zat
berbahaya terutama logam tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.
Berdasarkan penelitian Mirza (2014), pemenuhan kebutuhan air minum
masyarakat pada saat ini saat bervariasi. Ada masyarakat yang mengambil air
minum dari berbagai sumber air baku dari hasil produksi Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) setempat. Di kota besar dalam hal pemenuhan air minum
masyarakat juga mengkonsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK), karena
praktis dan dianggap lebih higienis. AMDK diproduksi oeh industri melalui proses
otomatis dan disertai dengan pengujian kualitas sebelum diedarkan ke masyarakat.
Namun AMDK semakin mahal, sehingga muncul alternative lain yaitu air minum
yang diproduksi oleh depot air minum isi ulang (DAMIU).

5 5
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa air minum merupakan suatu
kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup makhluk hidup, terutama manusia.
Tanpa air minum manusia tidak bisa melangsungkan kehidupannya dengan baik
karena tubuh manusia membutuhkan air minum terutama untuk menjaga kesehatan.
Jika hal ini sudah terpenuhi maka kualitas hidup manusia akan meningkat dan bisa
melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik.

2.2 Persyaratan Kualitas Air Minum


Persyaratan kualitas air minum sebagaimana yang ditetapkan melalui
Permenkes RI nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang syarat-syarat dan
pengawasan kualitas air minum, meliputi persyaratan bakteriologis, kimiawi,
radioaktif dan fisik.
Terdapat 2 parameter kualitas air minum, yaitu sebagai berikut.
1. Parameter wajib yaitu:
a. Parameter microbiologi
b. Parameter kimia an-organik
2. Parameter yang tidak wajib yaitu:
a. Parameter fisik
b. Parameter kimiawi

Tabel 2.1 Parameter pada persyaratan kualitas air minum menurut


Permenkes RI nomor 492/MENKES/PER/IV/2010
No Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum
yang Diperbolehkan
1 Parameter wajib
a. Parameter
Mikrobiologi

1) E.Coli Jumlah per 100 0


ml sampel
2) Total Bakteri Jumlah per 100 0
Koliform ml sampel

b. Kima an-organik

6
1) Arsen mg/l 0,01
2) Fluoride mg/l 1,5
3) Total Kromium mg/l 0,05
4) Kadmium mg/l 0,003
5) Nitrit mg/l 3
6) Nitrat mg/l 50
7) Sianida mg/l 0,07
8) Selenium mg/l 0,01
2 Parameter yang tidak wajib
a. Fisik

1) Bau
2) Warna TCU
3) TDS Mg/l
4) Kekeruhan
5) Rasa NTU
6) Suhu
ºC
b. Kimiawi
1) Alumunium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,3
3) Kesadahan mg/l 500
4) Khlorida mg/l 250
5) Mangan mg/l 0,4
6) pH mg/l 6,5-8,5
7) seng 3
8) sulfat mg/l 250
9) tembaga mg/l 2
10) amonia mg/l 1,5

Sumber: Permenkes (2010)


Pratiwi (2007) menyatakan bahwa kualitas kimia adalah yang berhubungan
dengan ion-ion senyawa maupun logam yang membahayakan seperti Hg, Pb, Ag,
Cu, dan Zn. Residu dari senyawa lainnya yang bersifat racun adalah residu yang
dapat menyebabkan perubahan bau, rasa, dan warna air.

2.3 Parameter-Parameter dalam Air Minum


2.3.1 Kekeruhan
Menurut Masduqi dan Assomadi (2012), kekeruhan fisik air disebabkan
oleh adanya bahan organic dan anorganik yang terkandung dalam air, seperti

7
lumpur. Dari segi estetika kekeruhan dapat dihubungkan dengan kemungkinan
adanya pencemaran oleh air buangan. Berdasarkan pernyataan Sisca (2016),
kekeruhan dalam jangka waktu tertentu akan mengenap karena pengaruh gaya
beratnya. Untuk mengurangi kekeruhan, diperlukan adanya pengolahan terhadap
air baku tersebut. Pengolahan dapat dilakukan dengan empat tahap penyaringan
yaitu saringan dari pasir, karbon aktif, saringan untuk ukuran 10 mikron, dan
saringan membrane semi permeable. Kegunaan tahap penyaringan tersebut untuk
membersihkan garam – garam dan mineral yang ada pada air sehingga air lebih
jernih.
2.3.2 pH
Menurut Marganof (2007), derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang
menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam air. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa
parameter antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan ion – ion.
Baku mutu terhadap parameter tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 492/MENKES/PER/IV/2010.
2.3.3 Total Dissolved Solid
Menurut Effendi (2003), TDS dapat digunakan untuk memperkirakan kualitas air
minum karena mewakili jumlah ion dalam air. Bahan – bahan tersuspensi dan
terlarut dalam perairan mempengaruhi nilai TDS namun tidak bersifat toksik.
Proses fotosintesis di perairan dipengaruhi oleh penetrasi cahaya matahari yang
masuk ke kolom air. Semakin tinggi kadar TDS maka dapat meningkatkan nilai
kekeruhan dan berdampak pada terhambatnya penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan. Untuk klasifikasi padatan di perairan dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Klasifikasi Padatan Berdasarkan Ukuran Diameter


Klasifikasi Padatan Diameter (𝜇m) Diameter (mm)
Padatan terlarut < 10−3
Koloid 10−6 – 10−3
Padatan tersuspensi > 10−3
Sumber : Effendi (2003)

8
2.3.4 Total Coliform dan E. Coli
Menurut Entjang (2003), masalah utama dalam pengolahan air adalah
tingginya kehardiran mikroorganisme terutama bakteri Coliform. Semakin tinggi
tingkat kontaminasi bakteri Coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri
pathogen lainnya. Eulis et al (2008) juga menjelaskan keberadaan Coliform lebih
mengindikasikan kondisi proses atau sanitasi yang tidak memadai dan
keberadaannya dalam jumlah tinggi pada air minum menunjukkan adanya
kemungkinan pertumbuhan Salmonella, Shigella dan Staphylococcus. Sehingga
dalam Permenkes No 492/MENKES/PER/IV/2010 dijelaskan bahwa E. coli dalam
100 ml sampel dan Total Coliform dalam 100 ml sampel harus bernilai nol (0).
Jumlah Coliform dalam air isi ulang berdasarkan penelitan Mirza (2014)
disebabkan oleh adanya dsinfeksi tidak sempurna, pencuciam, dan pembelian galon
yang rawan pencemaran. Selain itu pemeliharaan peralatan dan penanganan
pengolahan serta pendistribusian air yang tidak dilakukan rutin juga dapat
mempengaruhi hal tersebut.

Gambar 2.2 Hubungan antara Total Koliform dan E. Coli


(Sumber: Samira Fattah, 2016)

2.4 Depot Air Minum


Depot Air Minum (DAM) adalah usaha industri yang melakukan proses
pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada
konsumen (Deperindag, 2004).

9
Khususnya untuk air minum dalam kemasan botol maupun gallon, baik
yang dikemas oleh pabrik maupun depot air minum isi ulang, kualitas air minum
sangatlah ditentukan oleh beberapa hal :
1) Sumber Air Baku
Air yang baik dan layak untuk dikonsumsi adalah air yang sebelum
melalui proses pengolahan, kandungan zat-zat yang terlarut, warna dan rasa
didalamnya haruslah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan (Depkes). Pemilihan sumber air yang baik dirasakan
sangatlah menentukan untuk mendapatkan hasil produksi yang baik pula.
2) Mesin dan Alat-alat pendukung
Mesin dan alat-alat pendukung untuk mengolah air baku menjadi air
minum siap dikonsumsi haruslah memenuhi standar “food grade” yang
tidak mengubah dan mencemari hasil olahan. Hal ini banyak diabaikan pada
pengolahan air minum pada Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dengan
alasan menekan harga pembuatan depot sehingga kualitas mesin dan alat-
alat pendukung lainnya dibuat seadanya dan tidak memenuhi standar,
contohnya dalam proses pengolahan air mereka banyak menggunakan
pompa air yang biasa digunakan dirumah-rumah,yang sangat
memungkinkan untuk terjadinya karat sehingga mencemari dan
menurunkan kualitas air hasil produksi.
3) Sumber Daya Manusia
Dalam proses produksi keterlibatan manusia sebagai kontrol dengan
menggunakan ketelitian tenaga manusia masih sangatlah diperlukan, untuk
pabrik pengolahan air minum dalam kemasan dengan merek terkenal
sekalipun kadang kala hal ini masih menimbulkan masalah, pernah suatu
saat di media online suatu perusahaan complain terhadap salah satu
produsen air minum dalam kemasan dengan merek terkenal yang menjadi
langganannya, karena didalam beberapa air minum didalam kemasan botol
gallon yang masih tersegel terdapat benda asing yang melayang-layang,
setelah dilakukan penelitian pihak produsen mengakui terjadi kelalaian di

10
bagian control dan benda asing tersebut adalah potongan plastik bekas segel
yang pada saat pembersihan botol tidak turut terbuang.
4) Penanganan pasca produksi
Setelah hasil produksi siap untuk dipasarkan, faktor penyimpanan dan
perlakuan terhadap hasil produksi juga sangat menentukan kualitas air
minum, seperti menjauhkan dari benda-benda yang berbau tajam dan
hindari dari sinar matahari langsung ini dikarenakan sinar matahari dapat
merangsang bakteri yang beterbangan diudara bebas dapat tumbuh dan
berkembang, hal-hal tersebut sagatlah memungkinkan untuk menjadikan air
dalam kemasan tersebut menjadi rusak.
5) Perilaku Konsumen
Perlakuan konsumen terhadap air minum dalam kemasan juga sangat
menentukan kualitas air, seperti membuka tutup dengan menggunakan
pisau yang mana pisau tersebut tidak steril bahkan terkadang kotor, tidak
menggunakan tisu pembersih yang biasa disertakan dalam pembelian air
dalam kemasan gallon untuk mensterilkan botol gallon dan menaruh benda-
benda, makan dan minuman diatas botol gallon yang sudah di masukan
kedalam wadah seperti guci/dispenser contohnya menaruh makanan yang
berair dan disadari atau tidak air dari makanan tersebut tumpah dan mengalir
turun hingga masuk kedalam wadah sehingga mencemari air yang berada
didalam botol gallon tersebut (Akbar, 2009).

2.5 Pengolahan Air Minum Isi Ulang


Proses pengolahan air minum isi ulang umumnya bahan baku air berasal
dari mata air pegunungan, air sumur, dan dari perusahaan air minum (PAM).
Instalasi yang umumnya dimiliki berupa proses pengendapan (dengan cara
menampung bahan baku air pada tangki dengan kapasitas besar), dilewatkan
melalui penyaringan multimedia kemudian proses penyaringan sampai ke
penyaringan ultra. Dilanjutkan dengan proses disenfeksi yang dilakukan adalah
pilihan proses ozonisasi, ultraviolet atau kombinasi keduanya (Amrih, 2005).

11
Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk pengolahan air minum
harus menggunakan peralatan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan (food
grade) seperti:
- Pipa pengisian air baku.
- Tendon air baku.
- Pompa penghisap dan penyedot.
- Filter.
- Mikro filter.
- Kran pengisian air minum curah.
- Kran pencucian/ pembilasan botol.
Kran penghubung (hose).
- Peralatan sterilisasi.
Proses pengolahan air pada prinsipnya harus mampu menghilangkan
semua jenis polutan, baik fisik, kimia maupun mikrobiologi. Proses pengolahan
air pada depot air minum isi ulang terdiri atas penyaringan (filtrasi) dan
desinfeksi. Pertama, air akan melewati filter dari bahan silika untuk menyaring
partikel kasar. Setelah itu memasuki tabung karbon aktif untuk menghilangkan
bau. Tahap berikutnya adalah penyaringan air dengan mata saringan berukuran
10 mikron kemudian melalui saringan 1 mikron untuk menahan bakteri.

2.6 Teknologi Pengolahan pada Depot Air Minum Isi Ulang


Pada umumnya teknologi pengolahan yang ada menggunakan sinar
ultraviolet, ozonisasi dan Reversed Osmosis.
1. Ultraviolet (UV)
Salah satu metode pengolahan air adalah dengan penyinaran sinar
ultraviolet dengan panjang gelombang pendek yang memiliki daya inti
mikroba yang kuat. Cara kerjanya adalah dengan absorbsi oleh asam nukleat
tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan pada permukaan sel. Air dialirkan
melalui tabung dengan lampu ultraviolet berintensitas tinggi, sehingga
bakteri terbunuh oleh radiasi sinar ultraviolet, harus diperhatikan bahwa
intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup, untuk sanitasi air

12
yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm² (Micro Watt
detik per sentimeter per segi).
Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila
intensitas dan waktunya cukup, tidak ada residu atau hasil samping dari
proses penyinaran dengan ultraviolet, namun agar efektif, lampu UV harus
dibersihkan secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang
akan disinari dengan UV harus tetap melalui filter halus dan karbon aktif
untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan organik, Fe atau Mn jika
konsentrasinya cukup tinggi.

Gambar 2.1 Unit Pengolahan Teknologi UV


(Sumber: Satmoko Yudo, 2005)

2. Ozonisasi
Ozon merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri
patogen, termasuk virus. Keuntungan penggunaan ozon adalah pipa,
peralatan dan kemasan akan ikut disanitasi sehingga produk yang dihasilkan
akan lebih terjamin selama tidak ada kebocoran di kemasan. Ozon
merupakan bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat aman.
Agar pemakaian ozon dapat dihemat, yaitu hanya ditujukan untuk
membunuh bakteri-bakteri saja, maka sebelum dilakukan proses desinfeksi,
air tersebut perlu dilakukan penyaringan agar zat-zat organik, besi dan
mangan yang terkandung dalam air dapat dihilangkan. Proses ozonisasi
pertama kali diperkenalkan oleh Nies dari negeri Perancis sebagai metode
untuk mensterilisasi air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses

13
ozonisasi ini kemudian berkembang cepat. Hingga hanya dalam kurun
waktu kurang dari 20 tahun telah terdapat kurang lebih 300 lokasi
pengolahan air minum yang menggunakan sistem ozonisasi di Amerika
Serikat.
Desinfeksi dengan sistim ozonisasi, kualitas air dapat bertahan selama
kurang lebih satu bulan dan masih aman dikonsumsi, sedangkan yang tidak
menggunakan ozonisasi, kualitas air hanya dapat bertahan beberapa hari
saja air sudah tidak layak dikonsumsi. Karena tanpa ozonisasi, pertumbuhan
bakteri dan jamur berlangsung cepat.

Gambar 2.2 Unit Pengolahan Teknologi Ozon-UV


(Sumber: Satmoko Yudo, 2005)

3. Reversed Osmosis (RO)


Reversed Osmosis (RO) adalah suatu proses pemurnian air melalui
membran semipermiabel dengan tekanan tinggi (50-60 psi). Membran
semipermeabel merupakan selaput penyaring skala molekul yang dapat
ditembus oleh molekul air dengan mudah, akan tetapi tidak dapat atau sulit
dilalui oleh molekul lain yang lebih besar dari molekul air. Membran RO
menghasilkan air murni 99,99%. Diameternya lebih kecil dari 0,0001
mikron (500.000 kali lebih kecil dari sehelai rambut). Fungsinya adalah
untuk menyaring mikroorganisme seperti bakteri maupun virus.
Bahan tambahan yang diperlukan dalam operasional unit pengolah air
sistem RO antara lain : Kalium permanganate (KmnO4), anti scalant, anti
fouling dan anti bakteri. Kalium permanganat digunakan sebagai bahan

14
oksidator terhadap zat besi, mangan dan bahan organik dalam air baku.
Sistem pengolahan air sangat tergantung pada kualitas air baku yang akan
diolah. Air baku yang buruk, seperti adanya kandungan khlorida dan TDS
yang tinggi, membutuhkan pengolahan dengan sistem RO sehingga TDS
yang tinggi dapat diturunkan atau dihilangkan (Sembiring, 2008).

Gambar 2.3 Unit Pengolahan Teknologi RO


(Sumber: Satmoko Yudo, 2005)

2.7 Metode FMEA


FMEA (Failure Mode And Effect Analysis) adalah suatu prosedur
terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode
kegagalan (failure mode). FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-
sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan
adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi
diluar batas spesifikasi yang telah ditetapkan, atau perubahan dalam produk yang
menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.
Para ahli memiliki beberapa definisi mengenai Failure Modes And Effect
Analysis, definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas dan apabila dievaluasi
lebih dalam memiliki arti yang serupa. Definisi FMEA tersebut disampaikan oleh :
a. Menurut Roger D. Leitch (1995), definisi dari FMEA adalah analisa teknik
yang apabila dilakukan dengan tepat dan waktu yang tepat akan

15
memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan
dari engineer selama perancangandan pengembangan. Analisa tersebut
biasa disebut analisa “bottom up”, seperti dilakukan pemeriksaan pada
proses produksi tingkat awal dan mempertimbangkan kegagalan sistem
yang merupakan hasil dari keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda.
b. Menurut John Moubray (1997), definisi dari FMEA adalah metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin
menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh
kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan.

2.8 Dasar FMEA


FMEA merupakan salah satu alat dari Six Sigma untuk mengidentifikasi
sumber-sumber atau penyebab suatu masalah kualitas. Menurut Chrysler (1995),
FMEA dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan efeknya.
2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi
kesempatan terjadinya potensi kegagalan.
3. Pencatatan sebuah proses (document the process).

2.9 Penggunaan FMEA


Penggunaan FMEA diawali pada desain proses yang memungkinkan teknisi
untuk mengetahui kegagalan dan menghasilkan keamanan, keandalan, dan produk
sesuai keinginan konsumen.
Tipe – tipe FMEA adalah sebagai berikut :
1. Sistem, yang berfokus pada fungsi sistem secara global.
2. Desain, yang berfokus pada komponen dan subsistem.
3. Proses, yang berfokus pada proses manufaktur dan perakitan.
4. Service, yang berfokus pada fungsi pelayanan.
5. Software, yang berfokus pada fungsi software.

FMEA memberikan manfaat dalam memberikan penghematan biaya dan


efisiensi waktu karena penyelesaian masalah yang sistematis pada akar
permasalahan. Berikut keguanaan dari FMEA:

16
1. Ketika diperlukan untuk tindakan pencegahan.
2. Ketika ingin mengetahui alat deteksi jika terdapat kegagalan.
3. Penerapan proses baru.
4. Pergantian komponen baru.
5. Pemindahan proses baru.

2.10 Langkah – Langkah FMEA


Terdapat langkah dasar dalam proses FMEA yang dilakukan oleh tim
Desain For Six Sigma (DFSS) adalah :
1. Membangun batasan proses yang dibatasi oleh struktur proses
2. Membangun proses pemetaan dari FMEA yang mendiskripsikan proses
produksi secara lengkap dan alat penghubung tingkat hirarki dalam struktur
proses dan ruang lingkup.
3. Melihat struktur proses pada seluruh tingkat hirarki dimana masing-masing
parameter rancangan didefinisikan
4. Identifikasi kegagalan potensial pada masing-masing proses.
5. Mempelajari penyebab kegagalan dari pengaruhnya.
Pengaruh dari kegagalan adalah konsekuensi langsung dari bentuk kegagalan
pada tingkat proses berikutnya, dan puncaknya ke konsumen. Pengaruh biasanya
diperlihatkan oleh operator atau sistem pengawasan. Terdapat dua hal utama
penyebab pada keseluruhan tingkat, dengan diikuti oleh pertanyaan seperti :
1. Apakah variasi dari input menyebabkan kegagalan ?
2. Apakah yang menyebabkan proses gagal, jika diasumsikan input tepat dan
sesuai spesifikasi
3. Jika proses gagal, apa konsekuensinya terhadap kesehatan dan keselamatan
operator, mesin, komponen itu sendiri, proses berikutnya, konsumen dan
peraturan ?
4. Pengurutan dari bentuk kegagalan proses potensial menggunakan risk
priority number (RPN) sehingga tindakan dapat diambil untuk kegagalan
tersebut.

17
5. Mengklasifikasikan variabel proses sebagai karakteristik khusus yang
membutuhkan kendali seperti keamanan operator yang berhubungan
dengan parameter proses, yang tidak mempengaruhi produk.
6. Menentukan kendali proses sebagai metode untuk mendeteksi bentuk
kegagalan atau penyebab. Terdapat dua tipe kendali, yaitu :
7. Rancangan yang digunakan untuk mencegah penyebab atau bentuk
kegagalan dan pengaruhnya.
8. Kegiatan tersbut dilakukan untuk mendeteksi penyebab dalam tindakan
korektif.
9. Identifikasi san mengukur tindakan korektif. Menurut nilai Risk Priority
Number (RPN), tim melakukannya dengan :
o Mentranfer resiko kegagalan pada sistem diluar ruang linkup
pekerjaan.
o Mencegah seluruh kegagalan.
o Meminimumkan resiko kegagalan dengan :
- Mengurangi severity.
- Mengurangi occurance.
- Meningkatkan kemampuan deteksi.
10. Analisa, dokumentasi dan memperbaiki FMEA. Failure Modes And Effect
Analysis (FMEA) merupakan dokumen yang harus dianalisa dan diurus
secara terus-menerus.

2.11 Proses FMEA


Adalah deskripsi singkat mengenai proses pembuatan item dimana sistem
akan dianalisa.
1. Bentuk Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode)
Merupakan suatu kejadian dimana proses dapat dikatakan secara potensial
gagal untuk memenuhi kebutuhan proses atau tujuan akhir produk.
2. Effek Potensial dari Kegagalan (Potential Effect(s) of Failure)
Merupakan suatu efek dari bentuk kegagalan terhadap pelanggan. Dimana
setiap perubahan dalam variabel yang mempengaruhi proses akan

18
menyebabkan proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas
spesifikasi.
3. Tingkat Keparahan (Severity (S))
Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial.
4. Klasifikasi (Classification)
Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari
subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut.
5. Penyebab Potensial (Potential Cause(s))
Adalah bagaimana kegagalan tersebut bisa terjadi. Dideskripsikan sebagai
sesuatu yang dapat diperbaiki.
6. Keterjadian (Occurrence (O))
Adalah sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut
terjadi.
7. Pengendali Proses saat ini (Current Process Control)
Merupakan deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau
memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi
terjadinya bentuk kegagalan tersebut.
8. Deteksi (Detection (D))
Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi
penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan.
9. Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN))
Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian Severity,
Occurrence, dan Detection.

2.12 Menentukan Severity, Occurrence,Detection dan RPN


Untuk menentukan prioritas dari suatu bentuk kegagalan meka tim FMEA
harus mendefinisikan terlebih dahulu tentang Severity, Occurrence, Detection, serta
hasil akhirnya yang berupa Risk Priority Number.
2.12.1 Severity
Severity adalah langkah pertama untuk menganalisa resiko yaitu
menghitung seberapa besar dampak/intensitas kejadian mempengaruhi output

19
proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan
dampak terburuk. Proses sistem peringkat yang dijelaskan pada tabel 2.3 sesuai
dengan standar Automotive Industry Action Group (AIAG) dibawah ini :

Tabel 2.3 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effects dalam
FMEA Process

Effect Severity of Effect for FMEA Rating

- Bentuk kegagalan tidak memiliki


Tidak Ada 1
pengaruh
- Gangguan minor pada lini produksi Fit
& finish atau squeak & rattle produk
Sangat
tidak sesuai
Minor
- Sebagian kecil produk harus dikerjakan 2
ulang ditempat
- Pelanggan yang jeli menyadari defect
tersebut
- Gangguan minor pada lini produksi
- Sebagian produk harus dikerjakan secara
on-line ditempat
Minor - Fit & finish atau squeak & rattle tidak 3
sesuai
- Sebagian pelanggan menyadari defect
tersebut
- Gangguan minor pada lini produksi
- Produk harus dipilah dan sebagian
dikerjakan ulang
Sangat Rendah - Fit & finish atau squeak & rattle tidak 4
sesuai
- Pelanggan secara umum menyadari
defect tersebut
- Gangguan minor pada lini produksi
100% produk harus dikerjakan ulang
Rendah - Produk dapat beroperasi, tetapi sebagian 5
item tambahan beroperasi dengan
performansi yang berkurang

20
Effect Severity of Effect for FMEA Rating

- Gangguan minor pada lini produksi


Sebagian produk harus dikerjakan ulang
Sedang (tanpa ada pemilahan) 6
- Produk dapat beroperasi, tetapi sebagian
item tambahan tidak dapat berfungsi
- Gangguan minor pada lini produksi
- Produk harus dipilah dan sebagian
Tinggi dibongkar ulang 7
- Produk dapat beroperasi, performansinya
berkurang
- Gangguan major pada lini produksi
100% produk harus dibongkar
Sangat Tinggi 8
- Produk tidak terdapat dioperasikan dan
kehilangan fungsi utamanya
- Dapat membahayakan operator mesin
Kegagalan dapat mempengaruhi
Berbahaya dengan keamanan operasional produk atau tidak
9
Peringatan sesuai dengan peraturan
- Kegagalan akan terjadi dengan didahului
peringatan
- Dapat membahayakan operator mesin
Kegagalan dapat mempengaruhi
Berbahaya tanpa keamanan operasional produk atau
10
adanya peringatan tidak sesuai dengan peraturan
pemerintah kegagalan terjadinya tanpa
adanya peringatan terlebih dahulu
(Sumber: Chrysler Corporation, Ford Motor Company, (Second Edition, February
1995) Potential Failure and Effect Analysis (FMEA) Reference Manual)

2.12.2 Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan
menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan
memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10. Pada tabel 2.4
berdasarkan standar AIAG mendeskripsikan proses sistem peringkat. Karena
peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala. Standar menilai dengan cara
interpolasi dan pembulatan nilai Occurrence:

21
Tabel 2.4 Automotive Industry Action Group (AIAG) Occurrence Rating
(lanjutan)

Probability of Failure Occurrence Cpk Rating

Sangat tinggi : 1 in 2 < 0.33 10


Kegagalan hampir tak bisa dihindari 1 in 3 ≥ 0.33 9
Tinggi :
Umumnya berkaitan dengan proses terdahulu 1 in 8 ≥ 0.51 8
yang kadang mengalami kegagalan dalam 1 in 20 ≥ 0.67 7
jumlah besar
Sedang :
1 in 80 ≥ 0.83 6
Umumnya berkaitan dengan proses terdahulu
1 in 400 ≥ 1.00 5
yang kadang mengalami kegagalan tetapi
1 in 2000 ≥ 1.17 4
tidak dalam jumlah yang besar
Rendah :
1 in 15,000 ≥ 1.33 3
Kegagalan terisolasi berkaitan proses serupa
Sangat rendah:
Hanya kegagalan terisolasi yang berkaitan 1 in 15,000 ≥ 1.50 2
dengan proses hampir identik
Remote:
Kegagalan mustahil. Tak pernah ada 1 in 15,000 ≥ 1.67 1
kegagalan terjadi dalam proses yang identik
(Sumber: Chrysler Corporation, Ford Motor Company, (Second Edition, February
1995) Potential Failure and Effect Analysis (FMEA) Reference Manual)

2.12.3 Detection
Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection
adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan
yang dapat terjadi. Proses penilaian ditunjukkan pada tabel 2.5 berdasarkan
standar AIAG adalah sebagai berikut:

22
Tabel 2.5 Automotive Industry Action Group (AIAG) Detection Rating
Detection Likelihood of %R&R % Repeatibility Rank
Detection &
% Reproducibility
Tidak ada alat
Hampir % Repeatability ≥
pengontrol yang 10
Tidak ≥ 80 %
mampu Reproducibility
Mungkin
mendeteksi
Alat pengontrol
saat ini sangat sulit ≥ 80 % % Repeatability ≥
Sangat 9
mendeteksi bentuk
Jarang % Reproducibility
atau penyebab
kegagalan
Alat pengontrol saat
≥ 60 % % Repeatability ≥
ini sulit mendeteksi 8
Jarang
bentuk dan % Reproducibility
penyebab kegagalan
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi ≥ 60 % % Repeatability ≥
Sangat 7
bentuk dan
Rendah % Reproducibility
penyebab
kegagalan sangat
rendah
Kemampuan alat
kontrol untuk
≥ 40 % % Repeatability ≥
Rendah mendeteksi 6
bentuk dan % Reproducibility
penyebab
kegagalan rendah
Kemampuan alat
kontrol untuk ≥ 40 % % Repeatability ≥
Sedang mendeteksi bentuk 5
dan penyebab % Reproducibility
kegagalan sedang
Kemampuan alat
kontrol untuk
% Repeatability ≥
Agak mendeteksi bentuk ≥ 20 % 4
Tinggi dan penyebab % Reproducibility
kegagalan sedang
sampai tinggi
Kemampuan alat
% Repeatability ≥
kontrol untuk ≥ 20 % 3
Tinggi mendeteksi bentuk % Reproducibility
dan penyebab

23
Detection Likelihood of %R&R % Repeatibility Rank
Detection &
% Reproducibility
kegagalan tinggi
Kemampuan alat
kontrol untuk
% Repeatability ≥
Sangat mendeteksi bentuk ≥ 20 % 2
Tinggi dan penyebab % Reproducibility
kegagalan sangat
tinggi
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi bentuk % Repeatability ≥
Hampir ≥ 20 % 1
Pasti dan penyebab % Reproducibility
kegagalan hampir
pasti
(Sumber: Chrysler Corporation, Ford Motor Company, (Second Edition, February
1995) Potential Failure and Effect Analysis (FMEA) Reference Manual)

2.13 Risk Priority Number (Angka Prioritas Risiko)


RPN merupakan produk matematis dari keseriusan effects (Severity),
kemungkinan terjadinya cause akan menimbulkan kegagalan yang berhubungan
dengan effects (Occurrence), dan kemampuan untuk mendeteksi kegagalan
sebelum terjadi pada pelanggan (Detection). RPN dapat ditunjukkan dengan
persamaan sebagai berikut :
RPN = S×O×D
Angka ini digunakan untuk mengidentifikasikan resiko yang serius, sebagai
petunjuk ke arah tindakan perbaikan.

2.14 Fishbone Diagram


Diagram ini disebut juga dengan diagram tulang ikan karena bentuknya
seperti ikan. Selain itu disebut juga dengan diagram Ishikawa karena yang
menemukan adalah Prof. Ishikawa yang berasal dari Jepang. Diagram tulang ikan
digunakan untuk mengkategorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah agar
lebih mudah dimengerti serta membantu dalam menganalisis apa yang terjadi dalam
proses, yaitu dengan memecah proses mencakup manusia, material, mesin
prosedur, kebijakan, dan sebagainya (Imamoto et al., 2008).

24
BAHAN METODE
KERJA

MUTU

PENGUKURAN PERALATAN

Gambar 2.4 Fishbone Diagram (Ishikawa, 1989)


Mengapa hanya diklasifikasikan pada 4 point, karena menurut Dr. Kaoru
Ishikawa dalam bukunya Teknik Pengendalian Mutu menyatakan hampir separuh
kasus yang terjadi di lantai produksi disebabkan oleh bahan mentah, mesin atau
peralatan, dan metode kerja. Yang kemudian ketiga penyebab
tersebut.mengakibatkan dispersi produk pada histogram bertambah besar. Cause
and Effect Diagram ini mempunyai keuntungan yaitu :
1. Menganalisa kondisi sesungguhnya untuk tujuan peningkatan kualitas
service atau produk, penggunaan sumber yang efisien dan mengurangi
biaya.
2. Mengurangi kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian dan komplain dari
customer.
3. Melakukan standarisasi terhadap operasional yang telah ada maupun akan
datang.
4. Mentraining personel dalam melakukan aktivitas keputusan masalah dan
perbaikan.

Faktor – faktor dalam fishbone analysis antara lain :


a. Faktor manusia.
b. Metode Kerja.
c. Material.
d. Mesin.
e. Lingkungan.

25
Langkah – langkah dalam fishbone analysis adalah :
a. Menyiapkan daftar sebab – akibat.
b. Mengidentifikasi akibat atau masalah.
c. Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama.
Dari garis horizontal utama, terdapat garis diagonal yang menjadi
cabang. Setiap cabang mewakili sebab utama dari masalah yang ditulis.
d. Menemukan sebab – sebab potensial dengan cara sumbang saran.
e. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama.
f. Mencapai kesepakatan atas sebab – sebab yang paling mungkin.

2.15 Peneliti Pendahulu


Penelitian ini ditunjung dengan berbagai sumber untuk menguatkan teori
dan metode yang diambil. Beberapa jurnal penelitian yang digunakan dirangkum
dalam tabel 2.6.
Tabel 2.6 Daftar Penelitian Terdahulu
NAMA
NO TAHUN JUDUL PENELITIAN
PENELITI
M. D Oke Uji Kualitas Air Minum Isi Ulang di
1 Marpaung dan 2013 Kecamatan Sukolilo Surabaya Ditinjau
Bowo Djoko M. dari Perilaku dan Pemeliharaan Alat
Penggunaan FMEA Dalam
Nia Budi
Mengidentifikasi Resiko Kegagalan Proses
2 Puspitasari dan 2014
Produksi Sarung ATM (Alat Tenun Mesin)
Arif Martanto
(Studi Kasus PT. Asaputex Jaya Tegal)
Kualitas Air Minum Isi Ulang Pada Depot
Albina Bare
3 2015 Air Minum (Damiu) Di Wilayah Kerja
Telan dkk
Puskesmas Oepoi Kota Kupang
Usulan Peningkatan Kualitas Produk E-
R. M. Wagner
4 2015 House Menggunakan Metode Failure Mode
dkk
And Error Analysis (FMEA) Di PT. X

26
NAMA
NO TAHUN JUDUL PENELITIAN
PENELITI
Risiko Kegagalan pada Kualitas Produksi
Egy Asri Utami Air Minum Isi Ulang di Kecamatan
5 2016
dkk Sukolilo Surabaya Menggunakan Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA)

Penerapan Metode FMEA (Failure Mode

6 Surya And Effect Analysis) Untuk Kuantifikasi


2017
Andiyanto dkk
Dan Pencegahan Resiko Akibat Terjadinya
Lean Waste
Ria Ayu
Analisis Kualitas Bakteriologis Air Minum
Dewanti dan
7 2017 Isi Ulang Di Kelurahan Sememi,
Lilis
Kecamatan Benowo
Sulistyorini

27
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Gambaran umum


Penelitian ini bertujuan sebagai acuan dalam menentukan prioritas
permasalahan serta cara memperkecil kegagalan kualitas hasil produksi pada
depot pengolahan air minum isi ulang. Metode yang digunakan adalah Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA) dengan parameter yang digunakan yaitu pH,
TDS, kekeruhan, Total Coliform dan E. Coli. Untuk penelitian lapangan
dilakukan dengan menggunakan kuisioner dengan pengelola atau praktisi
DAMIU, Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dan Puskesmas Kecamatan Gunung
Anyar sebagai expert judgement. Expert judgement adalah orang yang
memahami proses pengolahan air minum isi ulang yang akan memberikan
penilaian terhadap kuisioner yang diberikan. Variabel yang digunakan adalah
sumber air baku dan teknologi pengolahan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi pengambilan data dilakukan di Depot Air Minum Isi Ulang
(DAMIU) di Kecamatan Gunung Anyar, Surabaya. Penelitian parameter
sampling air minum isi ulang dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Teknik
Lingkungan UPN “Veteran” Jawa Timur. Penelitian berlangsung dari bulan
Januari sampai bulan Maret 2019 dari tahap persiapan sampai didapat hasil
analisa.

3.3 Kerangka Penelitian


Dalam melaksanakan penelitian ini disusun berdasarkan permasalahan
terhadap ide penelitian. Metode penelitian dirancang secara sistematis dalam
bentuk kerangka penelitian agar mencapai tujuan yang diharapkan. Fungsi
kerangka penelitian adalah:
1. Sebagai gambaran awal dari penelitian yang akan dilaksanakan agar
penelitian dan penulisan laporan berjalan lancar.

28
2. Mengetahui alur atau prosedur penelitian dari awal sampai akhir
yang harus dilakukan oleh praktisian penelitian sehingga dapat
menghindari atau meminimalisir kesalahan selama penelitian
berlangsung.
3. Pembaca dapat lebih mudah memahami penelitian yang akan
dilakukan.
4. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penelitian agar tujuan
penelitian dapat tercapai.
Kerangka penelitian yang telah disusun terdapat pada gambar 3.1

Latar Belakang
Potensi Penelitian
 Jumlah penduduk
 Mengetahui penyebab
meningkat setiap tahunnya
permasalahan
menyebabkan kebutuhan
terjadinya kegagalan
air layak minum
pada teknologi
meningkat yang tidak
pengolahan depot air
dibarengi dengan GAP minum isi ulang.
kemampuan perusahaan
 Mengetahui cara
dalam menyediakannya.
memperkecil
(Yudo dan Raharjo, 2006)
kegagalan produksi
 DAMIU menawarkan
depot pengolahan air
harga lebih murah
minum isi ulang.
dibandingkan harga air
 Depot air minum isi
minum dalam kemasan
ulang menjadi
(Mirza 2014)
alternatif untuk
 Produk air minum isi
memenuhi kebutuhan
ulang tidak memenuhi
air layak minum
persyaratan kualitas air
minum berdasarkan
Permenkes No.
492/Menkes/IV/2010
(Mairizki 2017)

29
Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengidentifikasi permasalahan utama terjadinya kegagalan pada
teknologi depot pengolahan air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar?
2. Bagaimana menentukan prioritas kegagalan pada teknologi pengolahan air
minum pada depot air isi ulang dengan metode FMEA?
3. Bagaimana cara memperkecil kegagalan pada produksi air minum pada depot
air isi ulang dengan metode FMEA?

Tujuan
1. Mengidentifikasi permasalahan utama terjadinya kegagalan pada teknologi
pengolahan air minum pada depot air isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar,
Surabaya.
2. Menentukan prioritas kegagalan produksi pada teknologi pengolahan air
minum pada depot air isi ulang dengan menggunakan metode FMEA.
3. Menentukan cara memperkecil kegagalan pada depot pengolahan air minum
isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar menggunakan metode FMEA.

Studi Literatur
- Air Minum - Metode Custering dan sistematis
- Persyaratan Air Minum - Manajemen risiko
- Depot Air Minum Isi Ulang - Fishbone analysis
- Proses pengolahan pada DAMIU - FMEA
- Teknologi Pengolahan pada DAMIU

30
Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


1. 20 DAMIU Kecamatan Gunung 1. Jumlah DAMIU Kecamatan
Anyar Gunung Anyar dari Dinas
2. Air minum isi ulang dari depot air Kota Surabaya
minum isi ulang di Kecamatan 2. Jumlah
Gunung Anyar pengguna/konsumen
3. Hasil kuisioner dan wawancara DAMIU
dengan pengelola DAMIU,
Puskesmas Kecamatan Gunung
Anyar, dan Dinkes Kota Surabaya
4. Hasil analisa parameter kekeruhan,
pH, Total Coliform, dan E. coli

Analisis dan Pembahasan


Menganalisis parameter kekeruhan, pH, TDS, Total Coliform, dan E. coli serta hasil
kuisioner dan wawancara dengan pengelola depo Kecamatan Gunung Anyar
menggunakan metode FMEA sehingga dapat menentukan prioritas permasalahan
dari kegagalan produksi pada depot pengolahan air minum isi ulang. Kemudian
dapat ditentukan cara memperkecil kegagalan produksi air minum isi ulang di
Kecamatan Gunung Anyar berdasarkan nilai RPN yang diperoleh.

Kesimpulan
1. Mengetahui kualitas air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar
serta pengaruhnya terhadap kebutuhan masyarakat akan air minum isi
ulang.
2. Mengetahui faktor-faktor kegagalan produksi pada teknologi
pengolahan air minum isi ulang.
3. Menentukan prioritas kegagalan pada teknologi pengolahan air minum
pada depot air isi ulang menggunakan metode FMEA.
4. Menentukan cara memperkecil kegagalan produksi pada depot
pengolahan air minum isi ulang.

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian

31
3.4 Langkah Penelitian
Tahapan atau urutan kerja dalam penelitian ini akan memudahkan
pemahaman dan menjelaskan dengan deskripsi tiap tahapan. Berikut langkah atau
tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini:
3.4.1 Ide Penelitian
Penelitian ini berawal dari penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa
kualitas air minum isi ulang dari depot air minum isi ulang masih belum memenuhi
baku mutu Permenkes RI No 492/Menkes/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum. Salah satunya adalah adanya nilai Total Coliform yang melebihi baku
mutu. Kecamatan Gunung Anyar termasuk salah satu wilayah Timur Surabaya yang
memiliki tingkat pertumbuhan penduduk cukup besar yaitu 5,2% tiap tahunnya juga
banyak mengkonsumsi air minum isi ulang yang belum memenuhi baku mutu.
Berdasarkan masalah tersebut, dilakukan analisia kualitas air minum isi ulang untuk
menentukan prioritas kegagalan produksi air minum isi ulang serta upaya
mencegah dan meminimalisirnya.
3.4.2 Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan
penelitian sehingga dapat mendukung dasar teori serta meningkatkan pemahaman
terhadap ide yang akan diteliti. Studi literatur dapat menjadi acuan dalam
melaksanakan penelitian. Sumber literatur meliputi jurnal/artikel ilmiah, laporan
penelitian, text book, dan tugas akhir terdahulu yang berhubungan dengan
penelitian.
3.4.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan sebagai penentuan parameter penelitian. Data
tersebut antara lain:
- Data Primer
Diperoleh melalui pengambilan sampel di lokasi sampling, analisis
laboratorium hasil sampling, serta kuisioner dengan wawancara langsung
terhadap konsumen/pengguna, pengelola depor ait minum isi ulang
Kecamatan Gunung Anyar, Puskesmas Gunung Anyar, dan Dinas
Kesehatan Kota Surabaya.

32
- Survet Depot Air Minum Isi Ulang
Survey langsung dengan mencocokkan data depot air minum isi ulang dari
Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan kondisi lapangan sehingga
didapatkan jumlah depot air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar
Kota Surabaya.
- Pemilihan Depo
Depot air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar berdasarkan hasil
survey lapangan adalah 22 depot. Menurut Arikunto (2006), sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjeknya kurang dari
100 lebih baik diambil seluruhnya sehingga pada penelitian ini
menggunakan semua depot.
- Pengambilan Sampel
Sampel diambil sebanyak satu kali pada setiap depot air minum isi ulang di
Kecamatan Gunung Anyar. Pengambilan sampel air disesuaikan dengan
metode penelitian air, yaitu menggunakan botol air mineral dan botol kaca
yang telah disterilisasi di Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan UPN
“Veteran” Jawa Timur menggunakan Autoclave selama 2 jam. Botol air
mineral difungsikan sebagai tempat sampel untuk parameter fisik dan kimia,
sedangkan botol kaca difungsikan untuk parameter biologis. Saat proses
sampling disiapkan lilin untuk sterilisasi kembali botol sebelum dan
sesudah proses sampling khususnya dengan parameter biologis.
- Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dalam penelitian meliputi:
1. Analisis kekeruhan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 415 nm. Setelah didapat nilai dalam absorbansi kemudian
menggunakan kurva kalibrasi untuk mendapatkan nilai NTU
2. Analisis pH menggunakan pH meter yang dicelupkan ke dalam sampel
sehingga diperoleh nilai pH untuk masing-masing sampel yang akan
diuji.

33
3. Analisis TDS dengan metode Gravimetri, yaitu menimbang kadar
padatan tersuspensi pada sampel kemudian dihitung dengan rumus
berikut:
Kadar Padatan Terlarut Total
(𝐵−𝐴1) 𝑥 106
(mg/L) = 𝑚𝐿

Kadar Padatan Terlarut Total yang Terikat


(𝐶−𝐴2) 𝑥 106
(mg/L) = 𝑚𝐿

Zat paday terlarut total yang menguap (mg/L) =


Kadar padatan terlarut total (mg/L) – kadar padatan terlarut total yang
terikat (mg/L)
Dimana:
A1 = berat tetap (g) cawan kosong setelah pemanasan 180°C
A2 = berat tetap (g) cawan kosong setelah pemanasan 550°C
B = berat tetap (g) cawan berisi padatan terlarut total setelah
pemanasan 180°C
C = berat tetap (g) cawan berisi padatan terlarut total setelah
pemanasan 550°C
4. Analisis Koliform dan E. coli menggunakan metode MPN (Most
Probable Number Test) yang terdiri dari uji persumtif menggunakan
medium Lactose Broth, uji konfirmasi menggunakan media Brilliant
Green Lactose Bile Broth (BGLBB) dan uji pelengkap menggunakan
media Eosine Methylene Blue (EMB). Setelah diperoleh hasil dari
metode MPN selanjutnya disesuaikan dengan Tabel MPN Index.

3.4.4 Fishbone Analysis


Dalam tahap ini data yang diperoleh akan dianalisis kemudian diperkirakan
penyebab dari sebuah gagalnya produksi dalam pengolahan air minum isi ulang.
Sehingga diharapkan mempermudah dalam menganalisa pembahasan sebelum
masuk kedalam tahapan prosedur FMEA. Setiap parameter yang tidak memenuhi
baku mutu Permenkes 492/Menkes/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air

34
Minum yang diatur dalam Kepmerindag No 651/MPP/Kep/10/2004 tentang
Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya akan dibuat diagram
Fishbone untuk setiap parameter yang melebihi baku mutu Permenkes
492/Menkes/IV/2010.

3.4.5 Analisis Data dan Pembahasan


Analisis data dan Pembahasan dilakukan terhadap data yan diperoleh
selama pelaksanaan penelitian. Pembahasan yang dibuat dari hasil analisis
ditampilkan dalam bentuk tabel atau grafik serta dianalisis secara deskriptif. Tabel
dan grafik disajikan berupa perbandingan antara baku mutu dengan kualitas
produksi. Data yang didapat dari hasil analisis meliputi:
a. Analisis kualitas fisik air sampel melalui parameter kekeruhan dan TDS.
b. Analisis kualitas kimia air sampel melalui parameter pH.
c. Analisis kualitas biologis air sampel melalui parameter Total Koliform dan
bakteri Esccherichia coli.
d. Melakukan identifikasi kegagalan produksi depot air minum isi ulang di
Kecamatan Gunung Anyar.
Identifikasi kegagalan produksi pada DAMIU berdasarkan lima aspek yairu
man (pengetahuan pengelola atau praktisi DAMIU), method (aturan atau
kebijakan yang ada pada DAMIU), machine (teknologi yang digunakan),
material (sumber air baku), dan environment (faktor eksternal yang
berhubungan dengan DAMIU).
e. Menentukan prioritas kegagalan produksi depot air minum isi ulang
Kecamatan Gunung Anyar dengan metode FMEA.
Pada tahap ini dilakukan analisa berdasarkan metode FMEA sehingga
prosedur ini menghasilkan faktor-faktor kegagalan produksi dari ide
penelitian. Tahapan yang dilakukan pada metode FMEA adalah:
 Menentukan unit yang akan dianalisis dari penelitian pendahuluan.
 Mengidentifikasi mode kegagalan dari proses yang diamati dari unit yang
dianalisis.

35
 Mengidentfikasi akibat (potential effect) yang ditimbulkan potential
failure.
 Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari moda kegagalan yang
terjadi pada proses yang berlangsung.
 Menetapkan nilai-nilai dilakukan dengan 3-7 orang agar hasil lebih
objektif, terdiri dari 1 orang pakar ahli dalam bidang tersebut seperti
supplier alat atau pihak yang mengawasi kinerja alat, 1 orang pengelola
depot air minum, 1 pengawas Dinas Kesehatan Surabaya (dengan cara
observasi lapangan dan brainstorming)
 Menentukan nilai RPN (Risk Priority Number), yaitu nilai yang
menunjukkan keseriusan dari potential failure.
f. Menentukan pengurangan risiko kegagalan produksi depot air minum isi
ulang di Kecamatan Gunung Anyar. Pengambilan tindakan untuk
menghilangkan atau menurunkan kegagalan risiko tinggi. Perhitungan nilai
RPN kembali setelah dilakukan tindakan perbaikan.

3.5 Jadwal Kegiatan

Minggu
1 2 3 4
Bulan

Januari

Februari

Maret

April

Persiapan dan Pendaftaran

Pelaksanaan Seminar

Revisi Proposal dan Persiapan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Analisa Hasil dan Pembahasan


36
DAFTAR PUSTAKA

Andiyanto, Surya dkk. 2017. Penerapan Metode FMEA (Failure Mode And Effect
Analysis) Untuk Kuantifikasi Dan Pencegahan Resiko Akibat Terjadinya
Lean Waste. Jurnal Online Poros Teknik Mesin Vol. 6 No.1.

Arifin, M. 2016. Standar Kesehatan Depot Air Minum Isi Ulang. Public Health
Journal, (Internet),Available from
:http//publichealthjournal.helpingpeopleideas.com/ standard-kesehatan-
depot-air-minum-isi-ulang, Diakses pada tanggal 22 September 2018.

Claxton, K., dan Campbell-Allen, N. M. 2017. Failure Modes Effects Analysis


(FMEA) FOR Review of A Diagnostic Genetic Laboratory Process.
International Journal of Quality and Reliability Management, Vol 34 No. 2
(265-277).

Departemen Kesehatan RI. 2010, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor


492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. April 2010.

Dewanti, Ria A., dan Sulistyorini, L. 2017. Analisis Kualitas Bakteriologis Air
Minum Isi Ulang Di Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo. The
Indonesian Journal of Public Health Vol 12 No.1 (39-50).

Gazpers, Dr. Vincent, DSc., CFPIM, CIQA. 2005. Total Quality Management.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Mirza MN, Hubungan Antara Hygine Sanitasi Dengan Jumlah Coliform Air Minum
Pada Depot Air Minum Isi ulang (DAMIU) Di Kabupaten Demak tahun 2012.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2014;3 (2)

Pratiwi, A.W. 2007. Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kota
Bogor. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2(2):120-131.

37
Puspitasari, Nia B., dan Martanto, A. 2014. Penggunaan FMEA Dalam
Mengidentifikasi Resiko Kegagalan Proses Produksi Sarung ATM (Alat
Tenun Mesin) (Studi Kasus Pt. Asaputex Jaya Tegal), Jurnal Undip 2014:2

Stamatis, D. H. 1995. Failure Mode and Effect Analysis : FMEA from Theory to
Execution Milwaukee : ASQC Quality Press

Telan, Bare A., dkk. 2015. Kualitas Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum
(DAMIU) Di Wilayah Kerja Puskesmas Oepoi Kota Kupang. Jurnal Info
Kesehatan Vol. 14 No. 2. Desember 2015.

Utami, Egy A. Y., dkk. 2016. Risiko Kegagalan pada Kualitas Produksi Air Minum
Isi Ulang di Kecamatan Sukolilo Surabaya Menggunakan Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA), Jurnal Teknik ITS Vol 5. No. 2 (2301-9271).

Wagner, R.M., dkk. 2015. Usulan Peningkatan Kualitas Produk E- House


Menggunakan Metode Failure Mode And Error Analysis (FMEA) Di PT.
X. Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Vol 03. No. 2. April 2015.

Yudo, S., dan Raharjo, P. N. 2006, Evaluasi Teknologi Air Minum Isi Ulang di DKI
Jakarta, JAI, vol 1, no. 3,251-263.

38

Anda mungkin juga menyukai