Oleh :
GABRIELLA VERONICA
1552010053
i
2.15 Peneliti Pendahulu .................................................................................. 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.............................................................. 28
3.1 Gambaran umum .................................................................................... 28
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 28
3.3 Kerangka Penelitian ............................................................................... 28
3.4 Langkah Penelitian ................................................................................. 32
3.4.1 Ide Penelitian ................................................................................... 32
3.4.2 Studi Literatur ................................................................................. 32
3.4.3 Pengumpulan Data .......................................................................... 32
3.4.4 Fishbone Analysis ........................................................................... 34
3.4.5 Analisis Data dan Pembahasan ....................................................... 35
3.5 Jadwal Kegiatan ..................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 37
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1 1
jaminan kualitas terhadap air minum yang dihasilkan DAMIU. Dengan demikian,
menurut Siregar (2009) kualitas air minum isi ulang masih perlu terus dikaji dalam
rangka pengamanan kualitas yang sangat mempengaruhi derajat kesehatan
masyarakat.
Dalam penelitian yang dilakukan Marpaung dan Marsono (2013), terdapat
beberapa DAMIU dengan kualitas air minum isi ulang di Sukolilo mengandung
total coliform melebihi batas baku mutu. Jumlah coliform yang semakin besar
menunjukkan kemungkinan bakteri pathogen yang hidup di air yang terkontaminasi
pencemaran. Meninjau permasalahan tersebut, maka perlu diteliti penyebab tidak
terpenuhinya baku mutu pada kualitas air minum isi ulang. Salah satu metode
analisa kegagalan yang digunakan adalah metode Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA).
Menurut McDermott et. al. (2009) FMEA merupakan salah satu metodologi
yang digunakan untuk mencermati proses maupun produk untuk mengidentifikasi
potensi (root causes) serta kemungkinan kegagalan yang terjadi. Fidaus dan
Widianti (2015) menjelaskan bahwa penerapan FMEA dapat memperkecil risiko
terjadinya kegagalan dengan cara mempersiapkan sistem yang baik dan lebih
memperhatikan hal – hal yang dapat berpotensi menyebabkan kegagalan. Pada
analisis FMEA dengan pendekatan hardware-oriented atau buttom-up ditandai
dengan proses analisis dimulai dari peralatan atau proses dan meneruskannya ke
sistem yang lebih tinggi (Wahyunugraha dkk, 2013).
Kelebihan metode FMEA dibandingkan dengan metode lain adalah dapat
mengambil tindakan prioritas dan langkah yang dilakukan dengan melihat efek
kegagalan dari setiap proses produksi sehingga lebih mudah mengendalikan proses
produksi dan meminimalisir kegagalan (Dewi dkk, 2016). Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Puspitasari, dkk. (2017) metode FMEA berhasil digunakan
untuk mengidentifikasi risiko kegagalan produk berdasarkan potential cause pada
perusahaan industri manufaktur. Beranjak dari penelitian tersebut, untuk menjawab
permasalahan utama kegagalan kualitas air minum isi ulang di Kecamatan Gunung
Anyar maka dilakukan penelitian dengan metode FMEA.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kualitas air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar serta
pengaruhnya terhadap kebutuhan masyarakat akan air minum isi ulang?
2. Bagaimana mengidentifikasi faktor – faktor risiko kegagalan yang terjadi
pada proses produksi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) di Kecamatan
Gunung Anyar dengan metode fishbone analysis?
3. Bagaimana menentukan prioritas permasalahan utama yang terjadi pada
Depot Air Minum Isi Ulang menggunakan metode FMEA?
4. Bagaimana cara meminimalisir kegagalan produksi air minum isi ulang
dengan metode FMEA?
3
2. Memberikan alternatif penggunaan teknologi yang tepat untuk air hasil
pengolahan depot air minum isi ulang lebih efisien dan fleksible.
3. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mempertahankan dan
meningkatkan pengawasan terhadap proses produksi air minum isi ulang di
Kecamatan Gunung Anyar
4. Menjadi acuan bagi industri air minum isi ulang agar menjaga kualitas air
isi ulang yang diproduksi.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5 5
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa air minum merupakan suatu
kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup makhluk hidup, terutama manusia.
Tanpa air minum manusia tidak bisa melangsungkan kehidupannya dengan baik
karena tubuh manusia membutuhkan air minum terutama untuk menjaga kesehatan.
Jika hal ini sudah terpenuhi maka kualitas hidup manusia akan meningkat dan bisa
melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik.
b. Kima an-organik
6
1) Arsen mg/l 0,01
2) Fluoride mg/l 1,5
3) Total Kromium mg/l 0,05
4) Kadmium mg/l 0,003
5) Nitrit mg/l 3
6) Nitrat mg/l 50
7) Sianida mg/l 0,07
8) Selenium mg/l 0,01
2 Parameter yang tidak wajib
a. Fisik
1) Bau
2) Warna TCU
3) TDS Mg/l
4) Kekeruhan
5) Rasa NTU
6) Suhu
ºC
b. Kimiawi
1) Alumunium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,3
3) Kesadahan mg/l 500
4) Khlorida mg/l 250
5) Mangan mg/l 0,4
6) pH mg/l 6,5-8,5
7) seng 3
8) sulfat mg/l 250
9) tembaga mg/l 2
10) amonia mg/l 1,5
7
lumpur. Dari segi estetika kekeruhan dapat dihubungkan dengan kemungkinan
adanya pencemaran oleh air buangan. Berdasarkan pernyataan Sisca (2016),
kekeruhan dalam jangka waktu tertentu akan mengenap karena pengaruh gaya
beratnya. Untuk mengurangi kekeruhan, diperlukan adanya pengolahan terhadap
air baku tersebut. Pengolahan dapat dilakukan dengan empat tahap penyaringan
yaitu saringan dari pasir, karbon aktif, saringan untuk ukuran 10 mikron, dan
saringan membrane semi permeable. Kegunaan tahap penyaringan tersebut untuk
membersihkan garam – garam dan mineral yang ada pada air sehingga air lebih
jernih.
2.3.2 pH
Menurut Marganof (2007), derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang
menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam air. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa
parameter antara lain aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan ion – ion.
Baku mutu terhadap parameter tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No 492/MENKES/PER/IV/2010.
2.3.3 Total Dissolved Solid
Menurut Effendi (2003), TDS dapat digunakan untuk memperkirakan kualitas air
minum karena mewakili jumlah ion dalam air. Bahan – bahan tersuspensi dan
terlarut dalam perairan mempengaruhi nilai TDS namun tidak bersifat toksik.
Proses fotosintesis di perairan dipengaruhi oleh penetrasi cahaya matahari yang
masuk ke kolom air. Semakin tinggi kadar TDS maka dapat meningkatkan nilai
kekeruhan dan berdampak pada terhambatnya penetrasi cahaya matahari ke dalam
perairan. Untuk klasifikasi padatan di perairan dapat dilihat pada tabel 2.2
8
2.3.4 Total Coliform dan E. Coli
Menurut Entjang (2003), masalah utama dalam pengolahan air adalah
tingginya kehardiran mikroorganisme terutama bakteri Coliform. Semakin tinggi
tingkat kontaminasi bakteri Coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri
pathogen lainnya. Eulis et al (2008) juga menjelaskan keberadaan Coliform lebih
mengindikasikan kondisi proses atau sanitasi yang tidak memadai dan
keberadaannya dalam jumlah tinggi pada air minum menunjukkan adanya
kemungkinan pertumbuhan Salmonella, Shigella dan Staphylococcus. Sehingga
dalam Permenkes No 492/MENKES/PER/IV/2010 dijelaskan bahwa E. coli dalam
100 ml sampel dan Total Coliform dalam 100 ml sampel harus bernilai nol (0).
Jumlah Coliform dalam air isi ulang berdasarkan penelitan Mirza (2014)
disebabkan oleh adanya dsinfeksi tidak sempurna, pencuciam, dan pembelian galon
yang rawan pencemaran. Selain itu pemeliharaan peralatan dan penanganan
pengolahan serta pendistribusian air yang tidak dilakukan rutin juga dapat
mempengaruhi hal tersebut.
9
Khususnya untuk air minum dalam kemasan botol maupun gallon, baik
yang dikemas oleh pabrik maupun depot air minum isi ulang, kualitas air minum
sangatlah ditentukan oleh beberapa hal :
1) Sumber Air Baku
Air yang baik dan layak untuk dikonsumsi adalah air yang sebelum
melalui proses pengolahan, kandungan zat-zat yang terlarut, warna dan rasa
didalamnya haruslah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh
Departemen Kesehatan (Depkes). Pemilihan sumber air yang baik dirasakan
sangatlah menentukan untuk mendapatkan hasil produksi yang baik pula.
2) Mesin dan Alat-alat pendukung
Mesin dan alat-alat pendukung untuk mengolah air baku menjadi air
minum siap dikonsumsi haruslah memenuhi standar “food grade” yang
tidak mengubah dan mencemari hasil olahan. Hal ini banyak diabaikan pada
pengolahan air minum pada Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dengan
alasan menekan harga pembuatan depot sehingga kualitas mesin dan alat-
alat pendukung lainnya dibuat seadanya dan tidak memenuhi standar,
contohnya dalam proses pengolahan air mereka banyak menggunakan
pompa air yang biasa digunakan dirumah-rumah,yang sangat
memungkinkan untuk terjadinya karat sehingga mencemari dan
menurunkan kualitas air hasil produksi.
3) Sumber Daya Manusia
Dalam proses produksi keterlibatan manusia sebagai kontrol dengan
menggunakan ketelitian tenaga manusia masih sangatlah diperlukan, untuk
pabrik pengolahan air minum dalam kemasan dengan merek terkenal
sekalipun kadang kala hal ini masih menimbulkan masalah, pernah suatu
saat di media online suatu perusahaan complain terhadap salah satu
produsen air minum dalam kemasan dengan merek terkenal yang menjadi
langganannya, karena didalam beberapa air minum didalam kemasan botol
gallon yang masih tersegel terdapat benda asing yang melayang-layang,
setelah dilakukan penelitian pihak produsen mengakui terjadi kelalaian di
10
bagian control dan benda asing tersebut adalah potongan plastik bekas segel
yang pada saat pembersihan botol tidak turut terbuang.
4) Penanganan pasca produksi
Setelah hasil produksi siap untuk dipasarkan, faktor penyimpanan dan
perlakuan terhadap hasil produksi juga sangat menentukan kualitas air
minum, seperti menjauhkan dari benda-benda yang berbau tajam dan
hindari dari sinar matahari langsung ini dikarenakan sinar matahari dapat
merangsang bakteri yang beterbangan diudara bebas dapat tumbuh dan
berkembang, hal-hal tersebut sagatlah memungkinkan untuk menjadikan air
dalam kemasan tersebut menjadi rusak.
5) Perilaku Konsumen
Perlakuan konsumen terhadap air minum dalam kemasan juga sangat
menentukan kualitas air, seperti membuka tutup dengan menggunakan
pisau yang mana pisau tersebut tidak steril bahkan terkadang kotor, tidak
menggunakan tisu pembersih yang biasa disertakan dalam pembelian air
dalam kemasan gallon untuk mensterilkan botol gallon dan menaruh benda-
benda, makan dan minuman diatas botol gallon yang sudah di masukan
kedalam wadah seperti guci/dispenser contohnya menaruh makanan yang
berair dan disadari atau tidak air dari makanan tersebut tumpah dan mengalir
turun hingga masuk kedalam wadah sehingga mencemari air yang berada
didalam botol gallon tersebut (Akbar, 2009).
11
Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk pengolahan air minum
harus menggunakan peralatan yang sesuai dengan persyaratan kesehatan (food
grade) seperti:
- Pipa pengisian air baku.
- Tendon air baku.
- Pompa penghisap dan penyedot.
- Filter.
- Mikro filter.
- Kran pengisian air minum curah.
- Kran pencucian/ pembilasan botol.
Kran penghubung (hose).
- Peralatan sterilisasi.
Proses pengolahan air pada prinsipnya harus mampu menghilangkan
semua jenis polutan, baik fisik, kimia maupun mikrobiologi. Proses pengolahan
air pada depot air minum isi ulang terdiri atas penyaringan (filtrasi) dan
desinfeksi. Pertama, air akan melewati filter dari bahan silika untuk menyaring
partikel kasar. Setelah itu memasuki tabung karbon aktif untuk menghilangkan
bau. Tahap berikutnya adalah penyaringan air dengan mata saringan berukuran
10 mikron kemudian melalui saringan 1 mikron untuk menahan bakteri.
12
yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 MW sec/cm² (Micro Watt
detik per sentimeter per segi).
Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba bila
intensitas dan waktunya cukup, tidak ada residu atau hasil samping dari
proses penyinaran dengan ultraviolet, namun agar efektif, lampu UV harus
dibersihkan secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang
akan disinari dengan UV harus tetap melalui filter halus dan karbon aktif
untuk menghilangkan partikel tersuspensi, bahan organik, Fe atau Mn jika
konsentrasinya cukup tinggi.
2. Ozonisasi
Ozon merupakan oksidan kuat yang mampu membunuh bakteri
patogen, termasuk virus. Keuntungan penggunaan ozon adalah pipa,
peralatan dan kemasan akan ikut disanitasi sehingga produk yang dihasilkan
akan lebih terjamin selama tidak ada kebocoran di kemasan. Ozon
merupakan bahan sanitasi air yang efektif disamping sangat aman.
Agar pemakaian ozon dapat dihemat, yaitu hanya ditujukan untuk
membunuh bakteri-bakteri saja, maka sebelum dilakukan proses desinfeksi,
air tersebut perlu dilakukan penyaringan agar zat-zat organik, besi dan
mangan yang terkandung dalam air dapat dihilangkan. Proses ozonisasi
pertama kali diperkenalkan oleh Nies dari negeri Perancis sebagai metode
untuk mensterilisasi air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses
13
ozonisasi ini kemudian berkembang cepat. Hingga hanya dalam kurun
waktu kurang dari 20 tahun telah terdapat kurang lebih 300 lokasi
pengolahan air minum yang menggunakan sistem ozonisasi di Amerika
Serikat.
Desinfeksi dengan sistim ozonisasi, kualitas air dapat bertahan selama
kurang lebih satu bulan dan masih aman dikonsumsi, sedangkan yang tidak
menggunakan ozonisasi, kualitas air hanya dapat bertahan beberapa hari
saja air sudah tidak layak dikonsumsi. Karena tanpa ozonisasi, pertumbuhan
bakteri dan jamur berlangsung cepat.
14
oksidator terhadap zat besi, mangan dan bahan organik dalam air baku.
Sistem pengolahan air sangat tergantung pada kualitas air baku yang akan
diolah. Air baku yang buruk, seperti adanya kandungan khlorida dan TDS
yang tinggi, membutuhkan pengolahan dengan sistem RO sehingga TDS
yang tinggi dapat diturunkan atau dihilangkan (Sembiring, 2008).
15
memberikan nilai yang besar dalam membantu proses pembuatan keputusan
dari engineer selama perancangandan pengembangan. Analisa tersebut
biasa disebut analisa “bottom up”, seperti dilakukan pemeriksaan pada
proses produksi tingkat awal dan mempertimbangkan kegagalan sistem
yang merupakan hasil dari keseluruhan bentuk kegagalan yang berbeda.
b. Menurut John Moubray (1997), definisi dari FMEA adalah metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kegagalan yang mungkin
menyebabkan setiap kegagalan fungsi dan untuk memastikan pengaruh
kegagalan berhubungan dengan setiap bentuk kegagalan.
16
1. Ketika diperlukan untuk tindakan pencegahan.
2. Ketika ingin mengetahui alat deteksi jika terdapat kegagalan.
3. Penerapan proses baru.
4. Pergantian komponen baru.
5. Pemindahan proses baru.
17
5. Mengklasifikasikan variabel proses sebagai karakteristik khusus yang
membutuhkan kendali seperti keamanan operator yang berhubungan
dengan parameter proses, yang tidak mempengaruhi produk.
6. Menentukan kendali proses sebagai metode untuk mendeteksi bentuk
kegagalan atau penyebab. Terdapat dua tipe kendali, yaitu :
7. Rancangan yang digunakan untuk mencegah penyebab atau bentuk
kegagalan dan pengaruhnya.
8. Kegiatan tersbut dilakukan untuk mendeteksi penyebab dalam tindakan
korektif.
9. Identifikasi san mengukur tindakan korektif. Menurut nilai Risk Priority
Number (RPN), tim melakukannya dengan :
o Mentranfer resiko kegagalan pada sistem diluar ruang linkup
pekerjaan.
o Mencegah seluruh kegagalan.
o Meminimumkan resiko kegagalan dengan :
- Mengurangi severity.
- Mengurangi occurance.
- Meningkatkan kemampuan deteksi.
10. Analisa, dokumentasi dan memperbaiki FMEA. Failure Modes And Effect
Analysis (FMEA) merupakan dokumen yang harus dianalisa dan diurus
secara terus-menerus.
18
menyebabkan proses itu menghasilkan produk diluar batas-batas
spesifikasi.
3. Tingkat Keparahan (Severity (S))
Penilaian keseriusan efek dari bentuk kegagalan potensial.
4. Klasifikasi (Classification)
Merupakan dokumentasi terhadap klasifikasi karakter khusus dari
subproses untuk menghasilkan komponen, sistem atau subsistem tersebut.
5. Penyebab Potensial (Potential Cause(s))
Adalah bagaimana kegagalan tersebut bisa terjadi. Dideskripsikan sebagai
sesuatu yang dapat diperbaiki.
6. Keterjadian (Occurrence (O))
Adalah sesering apa penyebab kegagalan spesifik dari suatu proyek tersebut
terjadi.
7. Pengendali Proses saat ini (Current Process Control)
Merupakan deskripsi dari alat pengendali yang dapat mencegah atau
memperbesar kemungkinan bentuk kegagalan terjadi atau mendeteksi
terjadinya bentuk kegagalan tersebut.
8. Deteksi (Detection (D))
Merupakan penilaian dari kemungkinan alat tersebut dapat mendeteksi
penyebab potensial terjadinya suatu bentuk kegagalan.
9. Nomor Prioritas Resiko (Risk Priority Number (RPN))
Merupakan angka prioritas resiko yang didapatkan dari perkalian Severity,
Occurrence, dan Detection.
19
proses. Dampak tersebut diranking mulai skala 1 sampai 10, dimana 10 merupakan
dampak terburuk. Proses sistem peringkat yang dijelaskan pada tabel 2.3 sesuai
dengan standar Automotive Industry Action Group (AIAG) dibawah ini :
Tabel 2.3 Kriteria Evaluasi dan Sistem Peringkat untuk Severity of Effects dalam
FMEA Process
20
Effect Severity of Effect for FMEA Rating
2.12.2 Occurrence
Occurrence adalah kemungkinan bahwa penyebab tersebut akan terjadi dan
menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk. Dengan
memperkirakan kemungkinan occurrence pada skala 1 sampai 10. Pada tabel 2.4
berdasarkan standar AIAG mendeskripsikan proses sistem peringkat. Karena
peringkat kegagalan jatuh antara dua angka skala. Standar menilai dengan cara
interpolasi dan pembulatan nilai Occurrence:
21
Tabel 2.4 Automotive Industry Action Group (AIAG) Occurrence Rating
(lanjutan)
2.12.3 Detection
Nilai Detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection
adalah pengukuran terhadap kemampuan mengendalikan / mengontrol kegagalan
yang dapat terjadi. Proses penilaian ditunjukkan pada tabel 2.5 berdasarkan
standar AIAG adalah sebagai berikut:
22
Tabel 2.5 Automotive Industry Action Group (AIAG) Detection Rating
Detection Likelihood of %R&R % Repeatibility Rank
Detection &
% Reproducibility
Tidak ada alat
Hampir % Repeatability ≥
pengontrol yang 10
Tidak ≥ 80 %
mampu Reproducibility
Mungkin
mendeteksi
Alat pengontrol
saat ini sangat sulit ≥ 80 % % Repeatability ≥
Sangat 9
mendeteksi bentuk
Jarang % Reproducibility
atau penyebab
kegagalan
Alat pengontrol saat
≥ 60 % % Repeatability ≥
ini sulit mendeteksi 8
Jarang
bentuk dan % Reproducibility
penyebab kegagalan
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi ≥ 60 % % Repeatability ≥
Sangat 7
bentuk dan
Rendah % Reproducibility
penyebab
kegagalan sangat
rendah
Kemampuan alat
kontrol untuk
≥ 40 % % Repeatability ≥
Rendah mendeteksi 6
bentuk dan % Reproducibility
penyebab
kegagalan rendah
Kemampuan alat
kontrol untuk ≥ 40 % % Repeatability ≥
Sedang mendeteksi bentuk 5
dan penyebab % Reproducibility
kegagalan sedang
Kemampuan alat
kontrol untuk
% Repeatability ≥
Agak mendeteksi bentuk ≥ 20 % 4
Tinggi dan penyebab % Reproducibility
kegagalan sedang
sampai tinggi
Kemampuan alat
% Repeatability ≥
kontrol untuk ≥ 20 % 3
Tinggi mendeteksi bentuk % Reproducibility
dan penyebab
23
Detection Likelihood of %R&R % Repeatibility Rank
Detection &
% Reproducibility
kegagalan tinggi
Kemampuan alat
kontrol untuk
% Repeatability ≥
Sangat mendeteksi bentuk ≥ 20 % 2
Tinggi dan penyebab % Reproducibility
kegagalan sangat
tinggi
Kemampuan alat
kontrol untuk
mendeteksi bentuk % Repeatability ≥
Hampir ≥ 20 % 1
Pasti dan penyebab % Reproducibility
kegagalan hampir
pasti
(Sumber: Chrysler Corporation, Ford Motor Company, (Second Edition, February
1995) Potential Failure and Effect Analysis (FMEA) Reference Manual)
24
BAHAN METODE
KERJA
MUTU
PENGUKURAN PERALATAN
25
Langkah – langkah dalam fishbone analysis adalah :
a. Menyiapkan daftar sebab – akibat.
b. Mengidentifikasi akibat atau masalah.
c. Mengidentifikasi berbagai kategori sebab utama.
Dari garis horizontal utama, terdapat garis diagonal yang menjadi
cabang. Setiap cabang mewakili sebab utama dari masalah yang ditulis.
d. Menemukan sebab – sebab potensial dengan cara sumbang saran.
e. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama.
f. Mencapai kesepakatan atas sebab – sebab yang paling mungkin.
26
NAMA
NO TAHUN JUDUL PENELITIAN
PENELITI
Risiko Kegagalan pada Kualitas Produksi
Egy Asri Utami Air Minum Isi Ulang di Kecamatan
5 2016
dkk Sukolilo Surabaya Menggunakan Failure
Mode and Effect Analysis (FMEA)
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
28
2. Mengetahui alur atau prosedur penelitian dari awal sampai akhir
yang harus dilakukan oleh praktisian penelitian sehingga dapat
menghindari atau meminimalisir kesalahan selama penelitian
berlangsung.
3. Pembaca dapat lebih mudah memahami penelitian yang akan
dilakukan.
4. Mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penelitian agar tujuan
penelitian dapat tercapai.
Kerangka penelitian yang telah disusun terdapat pada gambar 3.1
Latar Belakang
Potensi Penelitian
Jumlah penduduk
Mengetahui penyebab
meningkat setiap tahunnya
permasalahan
menyebabkan kebutuhan
terjadinya kegagalan
air layak minum
pada teknologi
meningkat yang tidak
pengolahan depot air
dibarengi dengan GAP minum isi ulang.
kemampuan perusahaan
Mengetahui cara
dalam menyediakannya.
memperkecil
(Yudo dan Raharjo, 2006)
kegagalan produksi
DAMIU menawarkan
depot pengolahan air
harga lebih murah
minum isi ulang.
dibandingkan harga air
Depot air minum isi
minum dalam kemasan
ulang menjadi
(Mirza 2014)
alternatif untuk
Produk air minum isi
memenuhi kebutuhan
ulang tidak memenuhi
air layak minum
persyaratan kualitas air
minum berdasarkan
Permenkes No.
492/Menkes/IV/2010
(Mairizki 2017)
29
Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengidentifikasi permasalahan utama terjadinya kegagalan pada
teknologi depot pengolahan air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar?
2. Bagaimana menentukan prioritas kegagalan pada teknologi pengolahan air
minum pada depot air isi ulang dengan metode FMEA?
3. Bagaimana cara memperkecil kegagalan pada produksi air minum pada depot
air isi ulang dengan metode FMEA?
Tujuan
1. Mengidentifikasi permasalahan utama terjadinya kegagalan pada teknologi
pengolahan air minum pada depot air isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar,
Surabaya.
2. Menentukan prioritas kegagalan produksi pada teknologi pengolahan air
minum pada depot air isi ulang dengan menggunakan metode FMEA.
3. Menentukan cara memperkecil kegagalan pada depot pengolahan air minum
isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar menggunakan metode FMEA.
Studi Literatur
- Air Minum - Metode Custering dan sistematis
- Persyaratan Air Minum - Manajemen risiko
- Depot Air Minum Isi Ulang - Fishbone analysis
- Proses pengolahan pada DAMIU - FMEA
- Teknologi Pengolahan pada DAMIU
30
Pengumpulan Data
Kesimpulan
1. Mengetahui kualitas air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar
serta pengaruhnya terhadap kebutuhan masyarakat akan air minum isi
ulang.
2. Mengetahui faktor-faktor kegagalan produksi pada teknologi
pengolahan air minum isi ulang.
3. Menentukan prioritas kegagalan pada teknologi pengolahan air minum
pada depot air isi ulang menggunakan metode FMEA.
4. Menentukan cara memperkecil kegagalan produksi pada depot
pengolahan air minum isi ulang.
31
3.4 Langkah Penelitian
Tahapan atau urutan kerja dalam penelitian ini akan memudahkan
pemahaman dan menjelaskan dengan deskripsi tiap tahapan. Berikut langkah atau
tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini:
3.4.1 Ide Penelitian
Penelitian ini berawal dari penelitian terdahulu yang menyebutkan bahwa
kualitas air minum isi ulang dari depot air minum isi ulang masih belum memenuhi
baku mutu Permenkes RI No 492/Menkes/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas
Air Minum. Salah satunya adalah adanya nilai Total Coliform yang melebihi baku
mutu. Kecamatan Gunung Anyar termasuk salah satu wilayah Timur Surabaya yang
memiliki tingkat pertumbuhan penduduk cukup besar yaitu 5,2% tiap tahunnya juga
banyak mengkonsumsi air minum isi ulang yang belum memenuhi baku mutu.
Berdasarkan masalah tersebut, dilakukan analisia kualitas air minum isi ulang untuk
menentukan prioritas kegagalan produksi air minum isi ulang serta upaya
mencegah dan meminimalisirnya.
3.4.2 Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan
penelitian sehingga dapat mendukung dasar teori serta meningkatkan pemahaman
terhadap ide yang akan diteliti. Studi literatur dapat menjadi acuan dalam
melaksanakan penelitian. Sumber literatur meliputi jurnal/artikel ilmiah, laporan
penelitian, text book, dan tugas akhir terdahulu yang berhubungan dengan
penelitian.
3.4.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan sebagai penentuan parameter penelitian. Data
tersebut antara lain:
- Data Primer
Diperoleh melalui pengambilan sampel di lokasi sampling, analisis
laboratorium hasil sampling, serta kuisioner dengan wawancara langsung
terhadap konsumen/pengguna, pengelola depor ait minum isi ulang
Kecamatan Gunung Anyar, Puskesmas Gunung Anyar, dan Dinas
Kesehatan Kota Surabaya.
32
- Survet Depot Air Minum Isi Ulang
Survey langsung dengan mencocokkan data depot air minum isi ulang dari
Dinas Kesehatan Kota Surabaya dengan kondisi lapangan sehingga
didapatkan jumlah depot air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar
Kota Surabaya.
- Pemilihan Depo
Depot air minum isi ulang di Kecamatan Gunung Anyar berdasarkan hasil
survey lapangan adalah 22 depot. Menurut Arikunto (2006), sampel adalah
sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjeknya kurang dari
100 lebih baik diambil seluruhnya sehingga pada penelitian ini
menggunakan semua depot.
- Pengambilan Sampel
Sampel diambil sebanyak satu kali pada setiap depot air minum isi ulang di
Kecamatan Gunung Anyar. Pengambilan sampel air disesuaikan dengan
metode penelitian air, yaitu menggunakan botol air mineral dan botol kaca
yang telah disterilisasi di Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan UPN
“Veteran” Jawa Timur menggunakan Autoclave selama 2 jam. Botol air
mineral difungsikan sebagai tempat sampel untuk parameter fisik dan kimia,
sedangkan botol kaca difungsikan untuk parameter biologis. Saat proses
sampling disiapkan lilin untuk sterilisasi kembali botol sebelum dan
sesudah proses sampling khususnya dengan parameter biologis.
- Analisis Laboratorium
Analisis laboratorium dalam penelitian meliputi:
1. Analisis kekeruhan menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 415 nm. Setelah didapat nilai dalam absorbansi kemudian
menggunakan kurva kalibrasi untuk mendapatkan nilai NTU
2. Analisis pH menggunakan pH meter yang dicelupkan ke dalam sampel
sehingga diperoleh nilai pH untuk masing-masing sampel yang akan
diuji.
33
3. Analisis TDS dengan metode Gravimetri, yaitu menimbang kadar
padatan tersuspensi pada sampel kemudian dihitung dengan rumus
berikut:
Kadar Padatan Terlarut Total
(𝐵−𝐴1) 𝑥 106
(mg/L) = 𝑚𝐿
34
Minum yang diatur dalam Kepmerindag No 651/MPP/Kep/10/2004 tentang
Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya akan dibuat diagram
Fishbone untuk setiap parameter yang melebihi baku mutu Permenkes
492/Menkes/IV/2010.
35
Mengidentfikasi akibat (potential effect) yang ditimbulkan potential
failure.
Mengidentifikasi penyebab (potential cause) dari moda kegagalan yang
terjadi pada proses yang berlangsung.
Menetapkan nilai-nilai dilakukan dengan 3-7 orang agar hasil lebih
objektif, terdiri dari 1 orang pakar ahli dalam bidang tersebut seperti
supplier alat atau pihak yang mengawasi kinerja alat, 1 orang pengelola
depot air minum, 1 pengawas Dinas Kesehatan Surabaya (dengan cara
observasi lapangan dan brainstorming)
Menentukan nilai RPN (Risk Priority Number), yaitu nilai yang
menunjukkan keseriusan dari potential failure.
f. Menentukan pengurangan risiko kegagalan produksi depot air minum isi
ulang di Kecamatan Gunung Anyar. Pengambilan tindakan untuk
menghilangkan atau menurunkan kegagalan risiko tinggi. Perhitungan nilai
RPN kembali setelah dilakukan tindakan perbaikan.
Minggu
1 2 3 4
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Pelaksanaan Seminar
Pelaksanaan Penelitian
Andiyanto, Surya dkk. 2017. Penerapan Metode FMEA (Failure Mode And Effect
Analysis) Untuk Kuantifikasi Dan Pencegahan Resiko Akibat Terjadinya
Lean Waste. Jurnal Online Poros Teknik Mesin Vol. 6 No.1.
Arifin, M. 2016. Standar Kesehatan Depot Air Minum Isi Ulang. Public Health
Journal, (Internet),Available from
:http//publichealthjournal.helpingpeopleideas.com/ standard-kesehatan-
depot-air-minum-isi-ulang, Diakses pada tanggal 22 September 2018.
Dewanti, Ria A., dan Sulistyorini, L. 2017. Analisis Kualitas Bakteriologis Air
Minum Isi Ulang Di Kelurahan Sememi, Kecamatan Benowo. The
Indonesian Journal of Public Health Vol 12 No.1 (39-50).
Gazpers, Dr. Vincent, DSc., CFPIM, CIQA. 2005. Total Quality Management.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Mirza MN, Hubungan Antara Hygine Sanitasi Dengan Jumlah Coliform Air Minum
Pada Depot Air Minum Isi ulang (DAMIU) Di Kabupaten Demak tahun 2012.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2014;3 (2)
Pratiwi, A.W. 2007. Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang di Wilayah Kota
Bogor. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2(2):120-131.
37
Puspitasari, Nia B., dan Martanto, A. 2014. Penggunaan FMEA Dalam
Mengidentifikasi Resiko Kegagalan Proses Produksi Sarung ATM (Alat
Tenun Mesin) (Studi Kasus Pt. Asaputex Jaya Tegal), Jurnal Undip 2014:2
Stamatis, D. H. 1995. Failure Mode and Effect Analysis : FMEA from Theory to
Execution Milwaukee : ASQC Quality Press
Telan, Bare A., dkk. 2015. Kualitas Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum
(DAMIU) Di Wilayah Kerja Puskesmas Oepoi Kota Kupang. Jurnal Info
Kesehatan Vol. 14 No. 2. Desember 2015.
Utami, Egy A. Y., dkk. 2016. Risiko Kegagalan pada Kualitas Produksi Air Minum
Isi Ulang di Kecamatan Sukolilo Surabaya Menggunakan Failure Mode and
Effect Analysis (FMEA), Jurnal Teknik ITS Vol 5. No. 2 (2301-9271).
Yudo, S., dan Raharjo, P. N. 2006, Evaluasi Teknologi Air Minum Isi Ulang di DKI
Jakarta, JAI, vol 1, no. 3,251-263.
38