Anda di halaman 1dari 26

PERUBAHAN SOSIAL SEBAGAI TUJUAN PENDIDIKAN

(Tafsir QS. Ar-Ra’d [13] : ayat 11)

Makalah

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ilmu Tafsir


Dosen Pengampu: Dr. H. Muh. Syaifudin, MA.

Disusun Oleh:
Muhammad Arif Ubaidillah A1710028

PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2018

1|Page
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Sang Illahi Robbi yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami
bisa menyelesaikan makalah ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah curahkan
kepada Guru besar kita Yakni Nabi Muhammad SAW, tanpa adanya beliau mungkinkah kita
terbebas dari zaman kebodohan.
Sholawat serta salam juga tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
Agung Muhammad SAW, begitu pula kepada keluarganya serta para sahabatnya.Tak lupa
juga penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah mendo’akan.
Disamping itu,penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah
Ilmu Tafsir bapak Dr. H. Muh. Syaifudin, MA. yang telah memberikan tugas, sehingga
tersusunlah makalah ini yang berjudul “Perubahan Sosial Sebagai Tujuan Pendidikan”.
Manusia pasti memiliki kekurangan seperti halnya dalam pembuatan makalah ini pun
kami banyak sekali kekurangan. Untuk itu, kami selalu mengharap kritik dan saran dari
pembaca guna kemajuan bersama.
Akhir kata dari penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Wasalamua’laikum Wr.Wb.

Semarang, Desember 2017

Penulis

2|Page
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seperti kita ketahui sendiri, al-Qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-
firman (wahyu) Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad
sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 Tahun 2 bulan 22 hari sebagai
pedoman atau petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai
kesejahteraan di dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak.1 Atas dasar tersebut, maka
kami mencoba membahas Tafsir Surat ar-Ra’d [13] ayat 11 yang menjelaskan tentang
salah satu fungsi Al-Qur’an dari sekian banyak fungsi lainnya yaitu sebagai petunjuk
agar manusia bisa merubah keadaan dari yang buruk ke yang baik. Perubahan yang
terjadi diinformasikan oleh Allah Swt. hanya akan terjadi jika dilakukan oleh
masyarakat itu sendiri, baik ke arah baik maupun ke arah buruk. Ketika suatu
masyarakat hendak berubah maka masyarakat itu sendirilah yang harus
memperjuangkan dan melakukan perubahan, bukan yang lain.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bunyi lafadl QS. Ar-Ra’d [13] : 11 ?

2. Bagaimana Penafsiran QS. Ar-Ra’d [13] : 11 menurut para mufassirin ?

3. Bagaimanakah relevansi QS. Ar-Ra’d [13] : 11 terhadap Pendidikan Zaman Now ?

1 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Ed.1, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 93

3|Page
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mengenal Surat ar-Ra’d

Surat ini bernama surah ar-Ra’d berarti Guruh.2 Penamaan ini berdasar
ayatnya yang ke-13 yang berbicara tentang ar-Ra’d, yakni Guruh. Nama itu sudah
terkenal sejak awal Islam, bahkan sejak masa Nabi Muhammad Saw. Memang, dalam
surah al-Baqarah [2]: 19 ada juga disebutkan kata Ra’d, tetapi uraian di sana bukan
menyangkut guruh, akan tetapi menyangkut orang-orang munafik. Sedang, di sini
ayatnya secara tegas berbicara tentang guruh sebagai pelaku yang bertasbih bersama
malaikat.3 Petir mengucapkan tasbih kepada Allah dengan memuji-Nya, ialah guna
menunjukkan sifat Salabiyah dan Tsubuliyah, disertai perkhabaran tentang kekuasaan
Allah Swt., atas seluruh malakut ini, apakah lagi petir - sebagaimana dibayangkan
dalam ayat – menimbulkan dua perasaan sekaligus. Pertama, rasa takut dan dahsyat
melihat kilatannya. Kedua, mengandung harapan, karena jikalau petir telah
kedengaran, atau guruh telah berdegar-degar di langit, itulah tanda hari akan hujan
dan tanaman-tanaman akan subur. Sedang peringatan akan rasa takut dan rasa
harapan itu adalah termasuk maksud yang utama dari al-Qur’an. Tidak diketahui
adanya nama lain untuk surat ini, selain ar-Ra’d.4

Ulama’ berbeda pendapat tentang masa turunnya surah ini.5 Imam asy-
Syaukani dalam tafsirnya “Tafsir Fathul Qadir”, ada perbedaan pendapat tentang surah
ar-Ra’d, di manakah surah ini diturunkan? Di Makkah atau di Madinah?.

Dalam hal ini, beliau menjelaskan bahwa, ada tiga pendapat mengenai hal ini:
Pertama, an-Nahhas dalam kitab Nasikhnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa
surat ini durunkan di Makkah. Sementara Abu asy-Syaikh dan Ibnu Mardawaih
meriwayatkan darinya, bahwa surat ini diturunkan di Madinah. Kedua, mereka yang
berpendapat bahwa surah ini Makiyah adalah Sa’id bin Jubair, al-Hasan, Ikrimah, Atha’,
dan Jabir bin Zaid. Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa surah ini diturunkan
di kota Madinah adalah Ibnu az-Zubair, al-Kalbi, dan Muqatil. Ketiga, surah ini
madaniyah kecuali 2 ayat yang diturunkan di Makkah, yaitu firman-Nya: ‫َو َل ْو اَ َّن قُ ْر َءا ًنا‬
‫ت بِّ ِّه ْال ِّجبَا ُل‬ ُ (dan sekiranya ada suatu bacaan [kitab suci] yang dengan bacaan itu
ْ ‫سيِّ َر‬
gunung-gunung dapat diguncangkan). Ada juga yang mengatakan, yaitu firman Allah :

2 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Qur’anul Majid : AN-NUR, jil. 2, Jakarta: Cakrawala

Publishing, 2011, hlm.495.


3 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta : Lentera Hati, 2002,

hlm. 197.
4 Ibid.,
5 M. Quraish Shihab, al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah al-Qur’an, Jakarta : Lentera

Hati, 2012, hlm. 57.

4|Page
ٌ ‫عة‬ ِّ َ‫صنَعُوا ق‬
َ ‫ار‬ ِّ ُ ‫( َو ََل َيزَ ا ُل اَلَّ ِّذيْنَ َكفَ ُر ْوا ت‬dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa
َ ‫ص ْب ُه ْم ِّب َما‬
bencana disebabkan). Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga Qatadah.6

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, meskipun ada yang
berpendapat penggolongan surah ini, akan tetapi kebanyak menilai bahwa seluruh
ayat surah ini turun sebelum Beliau berhijrah, atau paling tidak sebagian besar ayat-
ayatnya. Ini setelah memperhatikan kandungan uraian surah yang temanya serupa
dengan tema ayat yang turun sebelum hijrah.7

Ada hal lain yang menarik dari surah ini, yaitu irama musical yang dilahirkan
kata-kata, penggalan kalimat, dan fashilah atau penutup ayat-ayatnya. lima ayat
pertama ditutup dengan irama yang sama: yu’minun, tuqinun, yatafakkarun, ya’qilun,
dan khalidun. Selanjutnya, dari ayat enam sampai 27, huruf sebelum akhirnya adalah
alif sehingga bernada Panjang seperti al-‘iqab, had, miqdar, al-muta’al, an-nahar, wal,
ats-tsiqal, dan sterusnya hingga ayat 27. Setelah pembaca terbiasa dengan nada itu
tiba-tiba akhir ayat 28 diubah dengan mengakhirinya dengan huruf ba’ yaitu al-qulub
lalu melanjutkannya kembali sebagaimana sebelumnya menggunakan nada Panjang
ma’ab, matab, dan seterusnya hingga akhir surah.

B. QS. Ar-Ra’d [13] ayat 11dan Terjemahanya

1. Nash QS. Ar-Ra’d [13] ayat 11 dan Terjemahannya

َّ َ ‫ٱللَ ََل يُغ َِّي ُر َما ِّبقَ ۡو ٍم َحت َّ َٰى يُغ َِّي ُرواْ َما ِّبأَنفُ ِّس ِّه ۡهم َو ِّإذَآ أَ َراد‬
ُ ‫ٱلل‬ ُ َ‫ت ِّم ۢن بَ ۡي ِّن يَدَ ۡي ِّه َو ِّم ۡن خ َۡل ِّفِّۦه يَ ۡحف‬ٞ ‫لَ ۥه ُ ُم َع ِّق َٰ َب‬
‫ظونَ ۥهُ ِّم ۡن أَمۡ ِّر َّ ه‬
َّ ‫ٱللِّ إِّ َّن‬
١١ ‫س ٓو ٗءا فَ ََل َم َردَّ لَ ۚۥهُ َو َما لَ ُهم ِّمن د ُو ِّنِّۦه ِّمن َوا ٍل‬
ُ ‫ِّبقَ ۡو ٖم‬

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,


di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (QS. Ar-Ra’d
[13]: 11)8

2. Arti Kata QS. Ar-Ra’d [13]: 11

ُ ‫لَ ۥه‬ : Bagi manusia mengikutinya


bergiliran
‫ت‬ٞ ‫ُم َع ِّق َٰ َب‬ : ada malaikat-
malaikat yang selalu ‫ِّم ۢن‬ : dari

6 Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, Fathul Qadir, Jakarta : 2011, hlm.783
7 M. Quraish Shihab, AL-LUBAB: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari surah-surah al-Qur’an, Jakarta :
Lentera Hati, 2012, hlm. 57.
8 Kementerian agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Darussalam, 2002, hlm.

337-338

5|Page
‫َب ۡي ِّن‬ : antara ‫َما‬ : keadaan
‫يَدَ ۡي ِّه‬ : dua tangannya/ di ‫بِّأَنفُ ِّس ِّه ۡ هم‬ : yang ada pada diri mereka
depannya sendiri
‫َو ِّم ۡن خ َۡل ِّف ِّهۦ‬ : dan di belakangnya ٓ‫َوإِّذَا‬ : Dan apabila
ُ َ‫َي ۡحف‬
ُ‫ظونَهۥ‬ : mereka menjaganya َّ َ‫أ َ َراد‬
ُ ‫ٱلل‬ : Allah menghendaki
‫ ِّم ۡن أ َ ۡم ِّر َّ ه‬: atas perintah Allah
ِّ‫ٱلل‬ ‫بِّقَ ۡو ٖم‬ : terhadap sesuatu kaum
‫ِّإ َّن‬ : Sesungguhnya ‫س ٓو ٗءا‬
ُ : keburukan
َّ : Allah
َ‫ٱلل‬ ‫فَ ََل‬ : maka tidak ada
‫ََل‬ : Tidak ُ ‫َم َردَّ لَ ۚۥه‬ : yang dapat menolaknya
‫يُغَيِّ ُر‬ : Merubah ‫َو َما لَ ُهم‬ : dan sekali-kali tak ada
‫َما‬ : keadaan ‫ِّمن‬ : dari
‫بِّقَ ۡو ٍم‬ : suatu kaum ‫د ُونِّ ِّهۦ‬ : selain Dia
‫َحتَّ َٰى‬ : sehingga ‫ِّمن‬ : dari
ْ‫يُغَيِّ ُروا‬ : mereka merubah ‫َوا ٍل‬ : Pelindun9
3. I’rob QS. Ar-Ra’d [13]: 11

( ،‫ ) له‬jar majrur khobar muwoddam ( ،‫ ) معقبات‬mubtada muakhkhor ( ‫من‬


،‫ ) بين‬jar majrur mudhof ( ،‫ ) يديه‬mudhof ilaih ( ،‫ ) و‬huruf athaf ( ،‫ ) من خلفه‬jar
majrur ma'thuf ( ،‫ ) يحفظون‬fi'il mudhori'+fa'il ( ،‫ ) ه‬maf'ul bih ( ،‫ ) من أمر هللا‬jar
majrur mudhof mudhof ilaih ( ‫) إن‬huruf taukid ( ،‫ ) هللا‬isim ‫ ) َل ( إن‬huruf nafi ( ‫يغير‬
) fi'il mudhori' marfu' ( ‫ ) ما‬maf'ul bih ( ،‫ ) بقوم‬jar majrur ( ،‫ ) حتى‬huruf ghoyah (
،‫ ) يغيروا‬fi'il mudhori' manshub ( ،‫ ) الواو‬fa'il ( ‫) ما‬maf'ul bih ( ،‫ ) بأنفسهم‬jar majrur
( ‫ ) و‬huruf athaf ( ‫ ) إذا‬huruf syarat zhorof ( ‫ ) أراد‬fi'il madhi ( ،‫ ) هللا‬fa'il ( ،‫) بقوم‬jar
majrur ( ،‫ ) سوءا‬maf'ul bih ( ،‫ ) ف‬liljawab ( ،‫ ) َل‬huruf nafi liljinsi ( ،‫ ) مرد‬isim ‫ال‬
( ،‫ ) له‬jar majrur ( ،‫ ) و‬huruf athaf ( ،‫ ) ما‬hruf nafi ( ‫ ) لهم‬Khobar muqoddam ( ‫من‬
،‫ ) دونه‬jar majrur Mudhof mudhof ilaih ( ،‫ ) من وال‬jar majrur secara lafazh ( ‫) من‬
huruf jer tambahan ( ،‫ ) من وال‬marfu' secara posisi sebagai mubtada
muakhkhor.10
4. Asbabun Nuzul QS. Ar-Ra’d [13]: 11

Asbabun Nuzul ayat ini masih bersangkut paut dengan ayat yang ke 8
sampai ke 13 dan kemudian berhubungan kepada ayat yang ke 31. Yaitu
mengetengahkan sebuah hadits:
Imam Thabrani dan lain-lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui
Ibnu Abbas r.a., bahwasanya Arbad bin Qais dan Amir bin Thufail datang ke
Madinah menemui Rasulullah saw. Lalu Amir bin Thufail berkata, "Hai
Muhammad! Hadiah apakah yang akan engkau berikan kepadaku, jika aku masuk

Kementerian Agama Republik Indonesia,


9 10 Muhyiddin ad-Duraisy, I’robu al-Qur’an al-

Al-Qur’an dan Terjemah Perkata, Jakarta: Nur Alam Karim wa Bayanuhu, Jil.5, Beirut: Darubnu Katsir,
Semesta, 2014, hlm. 250 1992, hlm.91-93

6|Page
Islam?" Rasulullah saw. menjawab, "Engkau akan mendapatkan sebagaimana apa
yang didapat oleh kaum Muslimin yang lain, dan engkau pun akan menerima
seperti apa yang mereka alami?" Lalu Amir berkata lagi, "Apakah engkau akan
menjadikan aku sebagai penggantimu sesudahmu?" Rasulullah saw. menjawab,
"Hal tersebut bukan untukmu dan bukan untuk kaummu." Lalu mereka berdua
keluar dari majelis Rasulullah saw. Setelah mereka keluar, lalu Amir berkata
kepada Arbad, "Bagaimana kalau aku menyibukkan diri Muhammad dengan
berbicara kepadanya, kemudian dari belakang kamu tebas dia dengan
pedangmu?" Arbad setuju dengan usul tersebut, lalu keduanya kembali lagi
menemui Rasulullah saw. Sesampainya di sana Amir berkata, "Hai Muhammad!
Berdirilah bersamaku, aku akan berbicara kepadamu." Kemudian Amir berbicara
kepadanya, dan Arbad menghunus pedangnya; akan tetapi ketika Arbad
meletakkan tangannya pada pegangan pedangnya, tiba-tiba tangannya
lumpuh. Dan Rasulullah saw. melirik kepadanya serta melihat tingkahnya itu
dengan jelas, lalu beliau berlalu meninggalkan mereka. Maka setelah itu
keduanya pergi, dan ketika mereka berdua sampai di kampung Ar-Raqm, lalu
Allah mengutus halilintar kepada Arbad untuk menyambarnya, maka halilintar
itu membunuhnya. Kemudian turunlah firman-Nya, "Allah mengetahui apa yang
dikandung oleh setiap perempuan..." (Q.S. Ar-Ra'd 8) sampai dengan firman-Nya,
"Dan Dialah Tuhan Yang Maha keras siksa-Nya." (Q.S. Ar-Ra'd 13).11
5. Munasabah

Firman-Nya: ‫ ِّإ َّن هللاَ َلَ يُ َغ ِّي ُر َما ِّب َق ْو ٍم‬Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
suatu kaum, secara panjang lebar penulis (Shihab, M. Quraish ) uraikan dalam
buku secerah Cahaya Ilahi. Di sana penulis mengemukakan paling tidak ada dua
ayat dalam al-Qur’an yang sering mengungkapkan tentang konteks perubahan
sosial, yaitu firman Allah dalam. (QS. Al-Anfal [8]: 53):

٥٣ ‫يم‬ٞ ‫ع ِّل‬
َ ‫س ِّمي ٌع‬ َّ ‫علَ َٰى قَ ۡو ٍم َحت َّ َٰى يُغَيِّ ُرواْ َما بِّأَنفُ ِّس ِّه ۡم َوأ َ َّن‬
َ َ‫ٱلل‬ َّ ‫َٰذَلِّكَ بِّأ َ َّن‬
َ ‫ٱللَ لَ ۡم يَكُ ُمغَيِّ ٗرا نِّعۡ َمةً أ َ ۡنعَ َم َها‬
“Yang demikian itu (sikasaan yang terjadi terhadap Fir’aun dan rezimnya)
disebabkan karena Allah tidak akan mengubah ni’mat yang telah
dianugerahkannya kepada suatu kaum, sampai mereka sendiri mengubah apa
yang terdapat dalam diri mereka” dan ayat yang kedua adalah ayat yang sedang
ditafsirkan. (QS. Al-Anfal [8]: 53)12

11 Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an,
terj. Tim Abdul Hayyie (Gema Insani), hlm. 317 – 318
12 Kementerian agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Darussalam, 2002,

hlm. 248

7|Page
Kedua ayat di atas berbicara tentang perubahan, akan tetapi ayat pertama
berbicara tentang perubahan nikmat, sedang ayat yang kedua yang
menggunakan kata (‫ )ما‬ma/apa berbicara tentang perubahan apapun, baik dari
ni’mat atau sesuatu yang yang positif menuju ke niqmat/murka Ilahi atau sesuatu
yang negatif atau sebaliknya dari negatif ke positif.13

C. Penafsiran Ulama terhadap QS. Ar-Ra’d [13]: 11

1. Tafsir Jalalain

‫«له» لإلنسان «معقبات» مالئكة تتعقبه‬


»‫«من بين يديه» قدامه «ومن خلفه‬
‫ورائه «يحفظونه من أمر هللا» أي بأمره‬
»‫من الجن وغيرهم «إن هللا ال يغيِّر ما بقوم‬
‫ال يسلبهم نعمته «حتى يغيِّروا ما‬
‫بأنفسهم» من الحالة الجميلة بالمعصية‬
‫«وإذا أراد هللا بقوم سوءا» عذابا «فال‬
‫مرد له» من المعقبات وال غيرها «وما‬
»‫لهم» لمن أراد هللا بهم سوءا «من دونه‬
‫أي غير هللا «من» زائدة «وال» يمنعه‬
.‫عنهم‬
(Baginya) manusia (ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran) para malaikat yang bertugas mengawasinya (di muka) di hadapannya
(dan di belakangnya) dari belakangnya (mereka menjaganya atas perintah Allah)
berdasarkan perintah Allah, dari gangguan jin dan makhluk-makhluk yang
lainnya. (Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum) artinya
Dia tidak mencabut dari mereka nikmat-Nya (sehingga mereka mengubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) dari keadaan yang baik dengan
melakukan perbuatan durhaka. (Dan apabila Allah menghendaki keburukan
terhadap suatu kaum) yakni menimpakan azab (maka tak ada yang dapat
menolaknya) dari siksaan-siksaan tersebut dan pula dari hal-hal lainnya yang
telah dipastikan-Nya (dan sekali-kali tak ada bagi mereka) bagi orang-orang yang
telah dikehendaki keburukan oleh Allah (selain Dia) selain Allah sendiri (seorang
penolong pun) yang dapat mencegah datangnya azab Allah terhadap mereka.
Huruf min di sini adalah zaidah.14

13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Vol.6, Jakarta : Lentera
Hati, 2002, hlm. 231-232
14
Imam Jalailain, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Juz 1, Surabaya : Darul ‘Abidin, t.t., hlm. 202

8|Page
2. Kementerian Agama

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt menugaskan kepada beberapa malaikat
untuk selalu mengikuti manusia secara bergiliran, di muka dan di belakangnya. Mereka
menjaganya atas perintah Allah. Ada malaikat yang bertugas menjaga manusia di malam
hari, dan ada yang di siang hari, menjaga dari pelbagai bahaya dan kemudaratan. Ada
pula malaikat yang mencatat semua amal perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk,
yaitu malaikat yang berada di sebelah kanan dan kiri. Malaikat yang berada di sebelah
kanan mencatat segala kebaikan, dan yang di sebelah kiri mencatat amal keburukan, dan
dua malaikat lainnya, yang satu di depan dan satu lagi di belakang. Setiap orang memiliki
empat malaikat empat pada siang hari dan empat pada malam hari. Mereka datang
secara bergiliran, sebagaimana diterangkan dalam hadis yang sahih:

‫ رضي هللا عنه‬- ‫ من حديث أبي هريرة‬- ‫ و اللفظ لمسلم‬- ‫أخرج البخاري و مسلم في صحيحيهما‬
َ‫ََو‬,َ ‫ أن رسوَلهلل صلى هللا عليه و سلم قال )) يََتَعاَقُبوَنَِفيُكْمََماَلِئُكٌةَِبالَّليِلََوََماَلِئُكٌَة َِبالنهار‬-
َ‫ََوَهوَأعََّلْم‬-َ‫يجَتمَعوَنَِفيَصاَلةَالفجرََوَصاَلةَالَعصرَثْمَيَعرجَالذَينَِباتواَِفيُكْمَِفيسألهْمَرِبُّهْم‬
‫َكيفَتَركَتْمَعُباديَ؟َِفيقولوَنَتركناهْمََوَهْمَيصَّلُّوَنََوَأتيَناهْمََوَهْمَيصَّلُّوَنَ ((اهـ‬:َ-َ‫ِبهْم‬

Ada beberapa malaikat yang menjaga kamu secara bergiliran di malam hari
dan di siang hari. Mereka bertemu (untuk mengadakan serah terima) pada waktu
salat Subuh dan salat Ashar, lalu naiklah malaikat-malaikat yang menjaga di
malam hari kepada Allah Taala. Dia bertanya, sedangkan Ia sudah mengetahui apa
yang akan ditanyakannya itu, "Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika
kamu meninggalkan mereka (di dunia)?" Malaikat menjawab, "Kami datang
kepada mereka ketika salat dan kami meninggalkan mereka, dan mereka pun
sedang salat." (Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah).15

Apabila manusia mengetahui bahwa di sisinya ada malaikat-malaikat yang


mencatat semua amal perbuatan dan mengawasinya, maka dia harus selalu
menjaga diri dari perbuatan maksiat karena setiap aktivitasnya akan dilihat oleh
malaikat-malaikat itu. Pengawasan malaikat terhadap perbuatan manusia dapat
diyakini kebenarannya setelah ilmu pengetahuan menciptakan alat-alat modern

15 di dalam hadist disebutkan kata ( ‫ )يتعاقبون‬yang maksudnya adalah sekelompok malaikat datang

menggantikan tugas malaikat lainya untuk menjaga/mengawasi manusia. dari hadist diatas kita dapat melihat
betapa mulianya solat subuh dan solat ashar. waktu subuh dan ashar adalah tempat bertemu dan
berkumpulnya malaikat malam dan siang. waktu yang mulia , utama dan waktu itu serupa dengan waktu malam
lailatulqadar dimana pada waktu itu turunya malaikat dan ruh ke bumi. hal ini sangat berbeda dengan waktu
solat yang lain, bahwa solat wajib/fardhu selain subuh dan ashar hanya terdapat satu golongan malaikat yang
menjaga dan mengawasi manusia. disinilah kita melihat salah satu keistimewaan solat subuh dan ashar. maka
bersemangatlah untuk melakukan solat subuh dan ashar serta solat wajib lainya di masjid secara berjamaah.
karena malaikat akan mengingatmu bahwa kamu adalah hamba yang taat. dan juga dikatakan bahwasanya rizki
itu dibagikan setelah solat subuh, dan segala perbuatan diangkat di akhir siang. maka jika ketika itu manuisa
dalam keadaan taat, maka akan diberikan keberkahan di dalam rizkinya dan perbuatannya.

9|Page
yang dapat mencatat semua kejadian yang terjadi pada diri manusia. Sebagai
contoh, alat pengukur pemakaian aliran listrik dan air minum di tiap-tiap kota
dan desa telah diatur sedemikian rupa sehingga dapat diketahui berapa jumlah
yang telah dipergunakan dan berapa yang harus dibayar oleh si pemakai.
Demikian pula alat-alat yang dipasang di kendaraan bermotor yang dapat
mencatat kecepatannya dan mengukur berapa jarak yang telah ditempuh.

Malaikat-malaikat itu menjaga manusia atas perintah Allah dan seizin-Nya.


Mereka menjalankan tugas dengan sempurna. Sebagaimana dalam alam
kebendaan ada hubungan erat antara sebab dan akibat, sesuai dengan
hikmahnya, seperti adanya pelupuk mata yang dapat melindungi mata dari benda
yang mungkin masuk dan bisa merusaknya, demikian pula dalam kerohanian,
Allah telah menugaskan beberapa malaikat untuk menjaga manusia dari berbagai
kemudaratan dan godaan hawa nafsu dan setan.

Selain itu, Allah swt telah menugaskan para malaikat itu untuk mencatat
amal perbuatan manusia meskipun kita tidak tahu bagaimana cara mereka
mencatat. Kita mengetahui bahwa sesungguhnya Allah sendiri cukup untuk
mengetahuinya, tetapi mengapa Dia masih menugaskan malaikat untuk
mencatatnya? Mungkin di dalamnya terkandung hikmah agar manusia lebih
tunduk dan berhati-hati dalam bertindak karena kemahatahuan Allah melingkupi
mereka. Amal mereka terekam dengan akurat sehingga kelak tidak ada yang
merasa dizalimi dalam pengadilan Allah.

Ali bin Abi Talib mengatakan bahwa ”tidak ada seorang hamba pun
melainkan ada malaikat yang menjaganya dari kejatuhan tembok, jatuh ke dalam
sumur, dimakan binatang buas, tenggelam, atau terbakar. Akan tetapi, bilamana
datang kepastian dari Allah atau saat datangnya ajal, mereka membiarkan
manusia ditimpa oleh bencana dan sebagainya.

Allah tidak akan mengubah keadaan suatu bangsa dari kenikmatan dan
kesejahteraan yang dinikmatinya menjadi binasa dan sengsara, melainkan
mereka sendiri yang mengubahnya. Hal tersebut diakibatkan oleh perbuatan
aniaya dan saling bermusuhan, serta berbuat kerusakan dan dosa di muka bumi.
Hadis Rasulullah saw:

ٍ ‫َّللاُ بِّ ِّعقَا‬


‫ب‬ َ ‫الظا ِّل َم فَلَ ْم يَأ ْ ُخذُوا َعلَى يَدَ ْي ِّه أ َ ْو‬
َّ ‫ش َك أ َ ْن يَعُ َّم ُه ْم‬ َّ ‫اس إِّذَا َرأ َ ْوا‬
َ َّ‫إِّ َّن الن‬

10 | P a g e
Jika manusia melihat seseorang yang zalim dan tidak bertindak terhadapnya, maka
mungkin sekali Allah akan menurunkan azab yang mengenai mereka semuanya.
(Riwayat Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari Abu Bakar ash-shiddiq)16

Pernyataan ini diperkuat dengan firman Allah:

ُ ‫شدِّيد‬ َّ ‫ٱعلَ ُم ٓواْ أ َ َّن‬


َ َ‫ٱلل‬ َ َ‫صيبَ َّن ٱلَّذِّين‬
َّ ٓ ‫ظلَ ُمواْ ِّمن ُك ۡم َخا‬
ۡ ‫صة ۖ َو‬ ِّ ُ ‫َوٱتَّقُواْ فِّ ۡتنَةً ََّل ت‬
٢٥ ‫ب‬ ِّ ‫ۡٱل ِّعقَا‬
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang
zalim saja di antara kamu. (QS. al-Anfal [8]: 25)17

Kaum muslimin pada fase pertama penyebaran Islam telah mengikuti


ajaran-ajaran Al-Quran dengan penuh keyakinan dan kesadaran, sehingga
mereka menjadi umat terbaik di antara manusia. Mereka menguasai berbagai
kawasan yang makmur pada waktu itu, serta mengalahkan kerajaan Roma dan
Persia dengan menjalankan kebijaksanaan dalam pemerintahan yang adil, dan
disaksikan oleh musuh-musuhnya. Orang-orang yang teraniaya dibela dalam
rangka menegakkan keadilan. Oleh karena itu, agama Islam telah diakui sebagai
unsur mutlak dalam pembinaan karakter bangsa dan pembangunan negara.

Setelah generasi mereka berlalu dan diganti dengan generasi yang datang
kemudian, ternyata banyak yang melalaikan ajaran agama tentang keadilan dan
kebenaran, sehingga keadaan mereka berubah menjadi bangsa yang hina.
Padahal sebelum itu, mereka merupakan bangsa yang terhormat, berwibawa,
mulia, dan disegani oleh kawan maupun lawan. Mereka menjadi bangsa yang
diperbudak oleh kaum penjajah, padahal sebelumnya mereka sebagai penguasa.
Mereka menjadi bangsa yang mengekor, padahal dahulunya mereka merupakan
bangsa yang memimpin.

Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya telah mencantumkan sebuah bab


dengan judul: Kezaliman dapat Menghancurkan Kemakmuran. Beliau
mengemukakan beberapa contoh dalam sejarah sebelum dan sesudah Islam,

16 Diriwayatkan oleh al-Humaidi, no. 3; Ibnu Abi Syaibah, no. 37572; Ahmad 1/2, no. 5 dan 7; Ibnu

Majah, Kitab al-Fitan, Bab al-Amru bi al-Ma'ruf wa an-Nahyu an al-Munkar, 2/1327, no. 4005; Abu Dawud, Kitab
al-Malahim, Bab al-Amru bi al-Ma'ruf wa an-Nahyu an al-Munkar, 2/525, no. 4338; at-Tirmidzi, Kitab at-Tafsir,
Bab al-Maidah, 5/256, no. 3057; an-Nasa`i dalam al-Kubra, no. 6615-Tuhfah; Abu Ya'la, no. 128-132; ath-
Thabari, no. 12877; Ibnu Hibban, no. 304; ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath, no. 2532; al-Baihaqi
dalam asy-Syu'ab, no. 7550 dan al-Baghawi, no. 4153: dari berbagai jalur, dari Ismail bin Abi Khalid, dari Qais
bin Abi Hazim, dari Abu Bakar dengan hadits tersebut.
17 Kementerian agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Darussalam, 2002, hlm.

242

11 | P a g e
bahwa kezaliman itu menghancurkan kekuasaan umat Islam dan merendahkan
derajatnya, sehingga menjadi rongrongan dari semua bangsa. Umat Islam yang
pernah jaya terpuruk beberapa abad lamanya di bawah kekuasaan dan
penjajahan orang Barat.

Apabila Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum dengan penyakit,


kemiskinan, atau bermacam-macam cobaan yang lain sebagai akibat dari
perbuatan buruk yang mereka kerjakan, maka tak ada seorang pun yang dapat
menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Allah.18

3. Ibnu Katsir

Firman Allah Swt.:

}ِّ‫َّللا‬ ُ َ‫ات ِّم ْن َبي ِّْن يَدَ ْي ِّه َو ِّم ْن خ َْل ِّف ِّه َي ْحف‬
َّ ‫ظونَهُ ِّم ْن أ َ ْم ِّر‬ ٌ ‫{لَهُ ُم َع ِّق َب‬
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka
dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11)19
Artinya, ada malaikat-malaikat yang selalu menjaga hamba Allah secara
bergiliran, ada yang di malam hari, ada pula yang di siang hari untuk menjaganya
dari hal-hal yang buruk dan kecelakaan-kecelakaan. Sebagaimana bergiliran pula
kepadanya malaikat-malaikat lainnya yang bertugas mencatat semua amal baik
dan amal buruknya; mereka menjaganya secara bergiliran, ada yang di malam
hari, ada yang di siang hari —yaitu di sebelah kanan dan sebelah kirinya—
bertugas mencatat semua amal perbuatan hamba yang bersangkutan. Malaikat
yang ada di sebelah kanannya mencatat amal-amal baiknya, sedangkan yang ada
di sebelah kirinya mencatat amal-amal buruknya.

Selain dari itu ada dua malaikat lain lagi yang bertugas menjaga dan
memeliharanya; yang satu ada di belakangnya, yang lain ada di depan. Dengan
demikian, seorang hamba dijaga oleh empat malaikat di siang harinya, dan empat
malaikat lagi di malam harinya secara bergantian, yaitu malaikat yang menjaga
dan yang mencatat, seperti yang disebutkan di dalam hadis sahih:

َ،‫صُبح ََوصاَلة َالَعصر‬


ُّ ‫ ََوَيجَتمَعوَن َِفي َصاَلة َال‬،‫"يَتَعاَقُبوَن َِفيُكْم ََماَلِئُكٌة َِبالَّليِل ََوَماَلِئُكٌة َِبالنهار‬
َ‫َأتينَاهْمََوهْم‬:‫ كيفَتركَتْمَعُبادي؟َِفيقولوَن‬:‫ِفيصَعدَإليهَالذينَِباتواَِفيُكْمَِفيسألهْمََوهوَأعَّلْمَِبُكْم‬
"‫ََوتركناهْمََوهْمَيصَّلُّوَن‬،‫يصَّلُّوَن‬

18 Kementerian Agama RI, al-Qur’an al-Karim dan Tafsirnya Jil.5, Jakarta: Widya Cahaya, 2015, hlm. 76-
78
19Kementerian agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Darussalam, 2002,
hlm. 337-338

12 | P a g e
Malaikat-malaikat di malam hari dan malaikat-malaikat di siang hari silih
berganti menjaga kalian, dan mereka berkumpul di waktu salat Subuh dan salat
Asar. Maka naiklah para malaikat yang menjaga kalian di malam hari, lalu Tuhan
Yang Maha Mengetahui keadaan kalian menanyai mereka, "Dalam keadaan
apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?” Mereka (para malaikat malam
hari) menjawab, "Kami datangi mereka sedang mereka dalam keadaan salat dan
kami tinggalkan mereka sedang mereka dalam keadaan salat."
Di dalam hadis lain disebutkan:
"‫َِفاسَتحيوهْمََوأكرَموهْم‬،‫"إَنََمَعُكْمََمنََلَيفارََقُكْمَإَلَعندَالخاَلءََوعندَالجماع‬
Sesungguhnya bersama kalian selalu ada malaikat-malaikat yang tidak pernah
berpisah dengan kalian, terkecuali di saat kalian sedang berada di kakus dan ketika
kalian sedang bersetubuh, maka malulah kalian kepada mereka dan hormatilah
mereka.
Ali ibnu Abu Thalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan
dengan makna firman-Nya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu
mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perintah Allah (Ar-Ra'd: 11) Yang bergiliran dari Allah adalah para malaikat-Nya.
Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman
Allah Swt.: mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Para malaikat
itu ditugaskan untuk menjaganya di depan dan di belakangnya. Apabila takdir
Allah telah memutuskan sesuatu terhadap hamba yang bersangkutan, maka para
malaikat itu menjauh darinya.
Mujahid mengatakan bahwa tiada seorang hamba pun melainkan ada
malaikat yang ditugaskan untuk menjaganya di saat ia tidur dan di saat ia
terbangun, yakni menjaganya dari kejahatan jin, manusia, dan hewan buas. Tiada
sesuatu pun dari makhluk itu yang datang kepada hamba yang bersangkutan
dengan tujuan untuk memudaratkannya, melainkan malaikat penjaga itu berkata
kepadanya, "Pergilah ke belakangmu!" Kecuali apabila ada sesuatu yang
ditakdirkan oleh Allah, maka barulah dapat mengenainya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Habib ibnu Abu Sabit, dari Sa'id ibnu
Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi manusia
ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di
belakangnya. (Ar-Ra'd: 11) Bahwa yang dimaksud adalah seorang raja dari
kalangan para raja di dunia ini, ia mempunyai penjagaan yang berlapis-lapis di
sekelilingnya.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna
firman-Nya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya

13 | P a g e
bergiliran, di muka dan di belakangnya. (Ar-Ra'd: 11) Yakni pejabat yang diangkat
oleh sultan selalu dikawal oleh penjaga.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Ikrimah mengatakan bahwa mereka
adalah para amir yang dikawal oleh para penjaga di depan dan di belakangnya.
Ad-Dahhak mengatakan, yang dimaksud adalah sultan (penguasa) yang dijaga
atas perintah Allah, padahal penguasa-penguasa itu adalah orang-orang musyrik.
Makna lahiriah ayat ini —hanya Allah yang lebih mengetahui— bahwa yang
dimaksud oleh Ibnu Abbas, Ikrimah, dan Ad-Dahhak dalam ungkapannya masing-
masing menunjukkan bahwa penjagaan para malaikat kepada setiap hamba Allah
menyerupai penjagaan para pengawal kepada raja dan amir mereka.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan
sebuah hadis garib. Ia mengatakan:
َ‫َعنَحماد‬،‫ير‬ ٍ ‫َحدثناَعَّل ُّيَِبنَجر‬،‫ي‬ ُّ ‫َحدثنَاَإِبراهيْمَِبنَعُبدَالساَلمَِبنَصالحٍَالقشير‬،‫حدثنيَالمثنى‬
َ‫َدخِلَعثماَنَِبنَعفاَنَعَّلىَرسول‬:‫َعنَكنانٌةَالَعدَويََقال‬،‫َعنَعُبدَالحميدَِبنَجَعف ٍر‬،‫ِبنَسَّلمٌة‬
َ‫َ"َمَّلك‬:َ‫َكْمََمَعهََمنََمَّلكٍ َ؟َِفقال‬،‫َأخُبرنيَعنَالَعُبد‬،‫َياَرسولََّللا‬:‫َِفقال‬.‫َّللاَصََّلىََّللاَعَّليهََوسَّلْم‬
َ‫َِفإذا‬،‫َإذاَعمَّلتَحسنٌةًَكَتُبتَعش ًرا‬،‫ََوهوَآَمرَعَّلىَالذيَعَّلىَالشمال‬،‫عَّلىَيمينكَعَّلىَحسناتك‬
َ.‫ََل َلَعَّله َيسَتغفر ََّللاَ ََويَتوب‬:‫َأكَتب؟ََقال‬:‫عمَّلت َسيئٌةً ََقال َالذيَعَّلىَالشمال َلَّلذيَعَّلىَاليمين‬
َ‫ََماَأَقِل ََمراَقَُبَته َّلِل ََوأَقِل َاسَتحياءه‬.‫َِفُبئس َالقرين‬،‫َاكَتب َأراحناََّللا ََمنه‬،‫ نَعْم‬:‫ِفإذاََقال َثاَلثاََقال‬
َ‫]ََوَمَّلُكاَن ََمن َِبين َيديك ََوَمن‬18َ:‫َ{َماَيَّلفظ ََمن ََقو ٍل َإَلَلديه َرَقيب َعَتيد}َ[ق‬:‫َيقول ََّللا‬."‫َمنا‬
َ‫َ{لهََمَعقُباتََمنَِبينَيديهََوَمنَخَّلفهَيَحفظونهََمنَأَمرََّللا}ََوَمَّلكََقاِبضَعَّلى‬:‫َيقولََّللا‬،‫خَّلفك‬
َ‫ َليس‬،‫ ََوَمَّلُكاَن َعَّلى َشفَتيك‬،‫ ََوإذا َتجُبرت َعَّلى ََّللا ََقصمك‬،‫ َِفإذا َتواضَعت َّلِل َرِفَعك‬،‫ناصيَتك‬
َ‫ََوَمَّلكََقاِئْمَعَّلىَِفيكََلَيدعَالحيٌةَأَن‬،‫يحفظاَنَعَّليكَإَلَالصاَلةَعَّلىََمحمدٍَصَّلىََّللاََعَّليهََوسَّلْم‬
َ‫ََوَمَّلُكاَنَعَّلىَعينيكَِفهؤَلءَعشرةَأَماَلكٍ َعَّلىَكِلَآدَميٍَينزلوَنََماَلِئُكٌةَالَّليِلَعَّلى‬،‫تدخِلَِفيَِفيك‬
َ‫َِفهؤَلءَعشرَوَنََمَّلُكًاَعَّلىَكِلَآدَميٍََوإِبَّليس‬،‫َماَلِئُكٌةَالنهار؛َِلَنََماَلَِئُكٌةَالَّليِلَسوىََماَلِئُكٌةَالنهار‬
"‫ِبالنهارََوَولدهَِبالَّليِل‬
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada
kami Ibrahim ibnu Abdus Salam ibnu Saleh Al-Qusyairi, telah menceritakan
kepada kami Ali ibnu Jarir. dari Hammad ibnu Salamah, dari Abdul Humaid ibnu
Ja'far, dari Kinanah Al-Adawi yang mengatakan bahwa Usman ibnu Affan masuk
ke dalam rumah Rasulullah Saw., lalu ia bertanya, "Wahai Rasulullah,
ceritakanlah kepadaku tentang seorang hamba, ada berapa malaikatkah yang
selalu menyertainya?" Rasulullah Saw. bersabda, "Seorang malaikat berada di
sebelah kananmu yang mencatat amal baikmu, ia adalah kepala (pemimpin) dari
malaikat yang ada di sebelah kirimu. Apabila kamu melakukan suatu kebaikan,
maka dicatatkan sepuluh kebaikan; dan apabila kamu mengerjakan suatu
keburukan (dosa), maka malaikat yang ada di sebelah kirimu berkata kepada
malaikat yang ada di sebelah kananmu, ' Bolehkah aku mencatatnya?' Malaikat
yang di sebelah kanan menjawab, 'Jangan, barangkali dia memohon ampun kepada
Allah dan bertobat kepada-Nya.' Malaikat yang ada di sebelah kiri meminta izin
kepada yang ada di sebelah kanan sebanyak tiga kali. Dan apabila dia telah

14 | P a g e
meminta izin sebanyak tiga kali, maka barulah malaikat yang di sebelah kanan
berkata, 'Catatlah, semoga Allah membebaskan kita darinya. Seburuk-buruk orang
yang kita temani adalah orang yang sedikit perasaan muraqabah-nya (diawasi
oleh Allah) dan sedikit malunya terhadap kita.' Allah Swt. berfirman: 'Tiada suatu
ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas
yang selalu hadir.'(Qaf: 18) Ada dua malaikat lagi, yang seorang berada di
hadapanmu, dan yang seorang lagi berada di belakangmu. Allah Swt.
berfirman: 'Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya.' (Ar-Ra'd: 11), hingga akhir ayat. Ada
malaikat yang memegang ubun-ubunmu. Apabila kamu merendahkan diri karena
Allah, maka malaikat itu mengangkatmu; dan apabila kamu berlaku congkak,
maka malaikat itu membenamkanmu. Ada dua malaikat yang berada di kedua
bibirmu, keduanya tidak menjagamu selain bila kamu membaca salawat untuk
Nabi Muhammad Saw. Dan seorang malaikat yang menjaga mulutmu, dia tidak
akan membiarkan mulutmu dimasuki oleh ular. Dan dua malaikat lagi yang ada di
kedua matamu, seluruhnya ada sepuluh malaikat untuk tiap-tiap manusia.
Malaikat-malaikat yang bertugas di malam hari turun untuk menggantikan
malaikat-malaikat yang bertugas di siang hari, karena malaikat malam hari lain
dengan malaikat siang hari, mereka berjumlah dua puluh malaikat untuk setiap
manusia. Sedangkan iblis bekerja di siang hari dan anaknya bekerja di malam
hari."
Imam Ahmad rahimahullah mengatakan:
َ‫َعنَعُبد‬،‫َعنَسالْمَِبنَأِبيَالجَعدَعنَأِبيه‬،‫ور‬
ٍ ‫َحدثنيََمنص‬،‫َحدثناَسفياَن‬،‫حدثناَأسَودَِبنَعاَم ٍر‬
َ‫َ"َماََمنُكْمََمنَأحدٍَإَلََوَقدََوكِلَِبهََقرينهَََمنَالجن‬:‫ََقالَرسولََّللاَصَّلىََّللاَعَّليهََوسَّلْم‬:‫َّللاََقال‬
َ‫)َِفاَل‬4(َ‫ََولُكنَأعاننيََّللاَعََّليه‬،‫َ"َوإياي‬:‫ََقال‬،‫ََوإياكَياَرسولََّللا‬:‫ََقالوا‬."‫َوَقرينهََمنَالماَلِئُكٌة‬
."‫يأَمرنيَإَلَِبخي ٍر‬
telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan
kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Mansur, dari Salim ibnu Abul
Ja'd, dari ayahnya, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:"Tiada seorang pun di antara kalian melainkan telah ditugaskan untuk
menemaninya teman dari jin dan teman dari malaikat.”Mereka bertanya, "Juga
engkau, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. menjawab, "Juga diriku ini, tetapi
Allah menolongku terhadap gangguannya. Karena itu, tiadalah menganjurkan
kepadaku kecuali hanya kebaikan belaka.” Hadis diriwayatkan oleh Imam Muslim
secara munfarid (menyendiri).
Firman Allah Swt.: َ‫ يحفظونه ََمن َأَمر ََّللا‬mereka menjaganya atas perintah
Allah. (Ar-Ra'd: 11)

15 | P a g e
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mereka menjaganya
atas perintah dari Allah Swt. Demikianlah menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah
dan lain-lainnya, dari Ibnu Abbas. Pendapat ini dipegang oleh Mujahid, Sa'id ibnu
Jubair, Ibrahim An-Nakha'i, dan lain-lainnya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mereka
menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Menurut sebagian qiraat, ada yang
membacanya dengan bacaan berikut: Yahfazunahu biamrillah, yakni mereka
menjaganya dengan perintah Allah.'
Ka'bul Ahbar mengatakan, "Seandainya tampak bagi anak Adam semua
kemudahan dan semua kesulitan, tentulah ia akan melihat segala sesuatu dari hal
tersebut sebagai sesuatu yang meyakinkannya. Sekiranya Allah tidak
menugaskan malaikat-malaikat untuk menjaga kalian dalam makanan, minuman,
serta aurat kalian, niscaya kalian akan binasa."
Abu Umamah mengatakan bahwa tiada seorang anak Adam pun melainkan
ditemani oleh malaikat yang menjaganya hingga ia menyerahkannya kepada apa
yang telah ditakdirkan bagi anak Adam yang bersangkutan.
Abu Mijlaz mengatakan bahwa seorang lelaki dari Bani Murad datang
kepada Ali r.a. yang sedang salat, lalu lelaki itu berkata, "Hati-hatilah engkau,
karena sesungguhnya ada sejumlah orang dari Bani Murad yang ingin
membunuhmu." Maka Ali r.a. menjawab, "Sesungguhnya setiap orang lelaki selalu
ditemani oleh dua malaikat yang menjaganya dari hal-hal yang tidak ditakdirkan
untuknya. Apabila takdir telah datang untuknya, maka kedua malaikat itu
menjauh darinya. Sesungguhnya ajal itu adalah benteng yang sangat kuat."
Sebagian ulama tafsir mengatakan sehubungan dengan makna firman-
Nya: mereka menjaganya atas perintah Allah. (Ar-Ra'd: 11) Yakni berdasarkan
perintah dari Allah Swt. Seperti yang disebutkan di dalam hadis, bahwa mereka
(para sahabat) bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu
tentang ruqyah (pengobatan memakai jampi) yang biasa kita gunakan? Apakah ia
dapat menolak sesuatu dari takdir Allah?" Rasulullah Saw. menjawab melalui

sabdanya: "‫ "هيََمنََقدرَهللا‬Ruqyah itu sendiri termasuk bagian dari takdir Allah.

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-
Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, dari Asy'as, dari Jahm,
dari Ibrahim yang mengatakan bahwa Allah pernah memerintahkan kepada salah
seorang nabi dari kalangan kaum Bani Israil, "Hendaklah kamu katakan kepada
kaummu bahwa tidak ada suatu penduduk kota pun —dan tidak ada penghuni
suatu ahli bait pun— yang tadinya berada dalam ketaatan kepada Allah, lalu
mereka berpaling dari ketaatan dan mengerjakan maksiat kepada Allah,

16 | P a g e
melainkan Allah memalingkan dari mereka hal-hal yang mereka sukai, kemudian
menggantikannya dengan hal-hal yang tidak mereka sukai." Selanjutnya Jahm ibnu
Ibrahim mengatakan bahwa bukti kebenaran ini dalam Kitabullah (Al-Qur'an)
ialah firman Allah Swt. yang mengatakan: Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri. (Ar-Ra'd: 11)
Hal ini disebutkan dalam suatu hadis yang berpredikat marfu.
Abul-Hafiz Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah mengatakan dalam
kitabnya yang berjudul Sifatul 'Arsy:
َ‫َعنََعميرَِبنَعُبد‬،‫ي‬
ُّ ‫َحَدثناَأِبوَحنيفٌةَاليماَم ُّيَاِلنصار‬،‫سَّلم ُّي‬
ُّ ‫َحدثناَالهيثْمَِبنَاِلشَعثَال‬،ٍ‫حدثناَالحسنَِبنَعَّلي‬
َ‫َكنَتَإذاَسُكتُّ َعنَرسولََّللاَصَّلىََّللاَعَّليهَ ََوسَّلْم‬:‫ََقال‬،‫ب َعَّلىََمَنُبر َالُكوِفٌة‬
ٍ ‫َخطُبناَعَّل ُّي َِبن َأِبيَطال‬:‫َّللا ََقال‬
َ،‫ ََوعزتيََوجاَلَلي‬:‫ب‬
ُّ ‫ َ"َقال َالر‬:‫ ََقال‬،‫َعز ََوجِل‬،‫ََوإنه َحدثنيَعن َرَِبه‬،‫ََوإذاَسألَته َعن َالخُبر َأنُبأني‬،‫اِبَتدأني‬
ٍ ‫ََماََمن َأهِل ََقريٌةٍََوَل َأهِل َِبي‬،‫َوارتفاعيَِفوق َعرشي‬
َ‫َثْمَتحولواَعنهاَإلَى‬،‫ت َكانواَعَّلىََمَاَكرهتََمنََمَعصيَتي‬
"‫َإَلَتحولتَلهْمَعماَيُكرهوَنََمنَعذاِبيَإَلىََماَيحَُُّبوَنََمنَرحمَتي‬،‫َماَأحُبُبتََمنَطاعَتي‬
Telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Ali, telah menceritakan kepada
kami Al-Haisam ibnul Asy'as As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Abu
Hanifah Al-Yamani Al-Ansari, dari Umair ibnu Abdul Malik yang menceritakan
bahwa Khalifah Ali ibnu Abu Talib berkhotbah kepada kami di atas mimbar
Kufah. Antara lain ia mengatakan, "Apabila aku berdiam diri tidak berbicara
kepada Rasulullah Saw., maka beliaulah yang memulainya kepadaku; dan apabila
aku menanyakan suatu berita kepadanya, dia menceritakannya kepadaku. Dan
dia menceritakan kepadaku suatu hadis dari Allah Swt. yang
menyebutkan: Tuhan berfirman, 'Demi Kemuliaan, Keagungan, dan Ketinggian-Ku
di atas 'Arasy; tiada suatu(penduduk) kota pun, dan tiada pula suatu ahli bait pun
yang tadinya mengerjakan hal yang Aku benci yaitu berbuat durhaka terhadap-Ku,
kemudian mereka berpaling dari perbuatan durhaka itu menuju kepada perbuatan
yang Aku sukai, yaitu taat kepada-Ku, melainkan Aku palingkan dari mereka hal
yang tidak mereka sukai, yaitu azab-Ku; dan Aku berikan kepada mereka hal yang
mereka sukai, yaitu rahmat-Ku'.” Hadis berpredikat garib, di dalam sanadnya
terdapat nama orang yang tidak kukenal.20
4. Tafsir al-Mishbah

Siapapun, baik yang bersembunyi di malam hari atau berjalan terang-


terangan di siang hari, masing-masing ada baginya pengikut-pengikut, yakni
malaikat-malaikat atau makhluk yang selalu mengikutinya secara bergiliran,
dihadapannya dan juga di belakangnya. Mereka, yakni para malaikat itu,

20Ad-Dimisyqi, Al-Imam Abul Fida’ Isma’il Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir: Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim. ter.
Bahrun Abu bakar.Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2000.

17 | P a g e
menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan
suatu kaum dari positif ke negatif atau sebaliknya dari negatif ke positif sehingga
mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka, yakni sikap mental dan pikiran
mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum,
tetapi ingat bahwa Dia tidak menghendakinya jika manusia mengubah sikapnya
terlebih dahulu. Jika Alah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, ketika
itu belakulah ketentuan-Nya yang berdasar sunnatullah atau hukum-hukum
kemasyarakatan yanng ditetapkan-Nya. Bila itu terjadi, maka tak ada yang dapat
menolaknya dan pastilah sunnatullah menimpanya; dan sekali-kali tidak ada
pelindung bagi mereka yang jatuh atasnya ketentuan-ketentuan tersebut selain
Dia.

Kata (‫ )المعقّبات‬adalah bentuk jamak darki kata (‫)المع ّقبة‬. Kata tersebut terambil
dari kata (‫‘ )عقب‬aqib yaitu tumit. Dari sini kata tersebut dipahami dalam arti
mengikuti seakan-akan yang mengikutinya itu meletakkan tumitnya di tempat
tumitnya yang diikutinya. Yang dimaksud adalah malaikat-malaikat yang
ditugaskan Allah mengikuti setiap orang secara sungguh-sungguh.

Kata (‫ )يحفظونه‬yahfadhunahu/ memeliharanya dapat dipahami dalam arti


mengawasi manusia dalam setiap gerak langkahnya, baik ketika dia tidak
bersembunyi maupun saat persembunyiannya. Dapat juga dalam arti
memeliharanya dari gangguan apapun yang dapat menghalangi tujuan
penciptaannya.

Kata (‫ )بامر هللا‬bi amrillah dapat dipahami oleh banyak ulama dalam arti atas
perintah Allah. Thabathaba’i memahaminya dalam arti lebih luas. Ulama ini
terlebih dahulu menggaris bawahi bahwa manusia bukan sekedar jasmani, tetapi
dia adalah makhluk ruhani dan jasmani dan yang terpokok dalam segala
persoalannya adalah sisi dalamnya yang memuat perasaan dan kehendaknya.
Inilah yang terarah kepadanya perintah dan larangan, dan atas dasarnya sanksi
dan ganjanran dijatuhkan, demikian juga kenyamanan dan kepedihans erta
kebahagiaan dan kesengsaraan. Dari sanalah lahir amal baik atau buruk dan
kepadanya ditujukan sifat iman dan kufur, walaupun harus diakui bahwa badan
adalah alat yang digunakannya untuk meraih tujuan dan maksud-maksudnya.

Atas dasar itu, Thabathaba’i memahami kata (‫ )من بين يديه و من خلفه‬min bayni
yadaihi wa min khalfihi/ di hadapan juga di belakangnya pada ayat ini dalam arti
seluruh totalitas manusia, yakni seluruh arah mengelilingi jasmaninya sepanjang
hayatnya, dan tercakup juga seluruh fase kehidupan kejiwaan yang dialaminya,
demikian juga kebahagiaan dan kesengsaraannya, amal-amal baik dan buruk,

18 | P a g e
serta apa yang disiapkan baginya dari sanksi atau ganjaran. Semua itu, baik yang
terjadi di masa lalu atau masa datang. Selanjutnya Thabathaba’i
mengingatkanbahwa manusia adalah makhluk lemah. Allah Swt., menyifatinya
dengan makhluk yang tidak memiliki kemampuan untuk menampik madharat,
tidak juga mendatangkan manfaat, tidak juga kehidupan atau kebangkitan. Dia
tidak punya kemampuan memelihara apa yang berkaitan dengan dirinya atau
dampak-dampaknya, baim yang hadir bersama dia sekarang maupun yang telah
lalu. Semua itu hanya dapat dipelihara oleh Allah Swt.karena Allah adalah Hafidz/
Maha Pemelihara (QS. Asy-Syura [42]:6) dan juga ada petugas-petugas yang
ditugaskan-Nya sebagaimana firman-Nya: ١٠ َ‫“ َوإِّ َّن َعلَ ۡي ُك ۡم لَ َٰ َح ِّف ِّظين‬Seandainya tidak
ada yang dinamai allah “muaqqibat”, pastilah manusia segera mengalami
kebinasaan pada dirinya sendiri, baik dalam hal yang berkaitan dengan yang di
hadapannya atau yang sedang terjadi mapun di belakangnya. Tetapi, karena Amr
Allah/perintah Allah, yakni adanya pemeliharaan atas dasar perintah-Nya untuk
memelihara manusia, dia tidak pernah. Pemeliharaan itu jugaadalah
pemeliharaan dari amr Allah, yakni dari terjadinya kehancuran dan kebinasaan.
Karena keduanya, yakni kebinasaan dan kehancuran juga merupakan perintah
dari urusan Allah, sebagaimana halnya kelangsungan hidup, kesehatan, dan lain-
lain. Alhasil, tidak terjadi kelangsungan jasad kecuali amr Allah, yakni perintah
dan kehendak Allah, sebaiknya demikian, tidak terjadi kepunahan dan
kebinasaan kecuali atas amr/perintah dan kehendak-Nya semata. Tidak langgeng
kondisi kejiawaan/keruhanian seseorang, amal, atau dampak amalnya kecuali
karena amr Allah, tidak juga batal dan punah sesuatu karena amr Allah, dengan
demikian, para malaikat pemelihara itu melaksankan tugasnya atas amr Allah
sekaligus mereka memelihara manusia dari kepunahan dan kebinasaan yang juga
merupakan bagian dari amr Allah. Dari sini Thabathaba’i melihat kaitan yang erat
antara penggalan ayat dia atas َ‫[ يحفظونه ََمن َاَمر َهللا‬11] “mereka menjaganya atas
perintah Allah” dan penggalan berikutnya yang menyatakan: َ‫إَنَهللاََلَيغيرََماَِبقو ٍمَحَتى‬
َ‫“ يغيرَواََماَِبأنفسَهْم‬Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka.” Dalam arti, Allah
menjadikan para muaqqibat itu melakukan apa yang ditugaskan kepadanya
yanitu memelihara manusia, sebagaimana yang dijelaskan di atas karena Allah
telah menetapkan bahwa Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka, yakni kondisi
kejiawaan/sisi dalam mereka, seperti mengubah kesyukuran menjadi kekufuran,
ketaatan menjadi kedurhakaan, iman menjadi penyekutuan Allah, dan ketika itu
Allah akan mengubah ni’mat (nikmat) menjadi niqmat (bencana), hidayah

19 | P a g e
menjad kesesatan, kebahagiaan menjadi kesengsaraan, dan seterusnya. Ini
adalah suatu ketetapan pasti yang kait-mengait. Demikian menurut Thabathaba’i.

Firman Allah: َ‫َوإذاَأرادَهللاَِبقو ٍمَسو ًءاَِفاَلََمردَله‬ Apabila allah menghendaki


keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya” adalah
penegasan tentang kandungan penggalan tentang sunnatullah bagi terjadinya
perubahan, khususnya dari positif menjadi negatif. Yakni tiadak ada suatu
kekuatan pun yang dapat menghalangi berlakunya ketentuan sunnatullah itu.
Penggalan ini menguatkan sekali hakikat yang berulang-ulang yang ditegaskan
oleh al-Qur’an bahwa sesuatu kembali kepada pengaturan Allah dan kehendak-
Nya.

Ayat di atas, di samping meletakkan tanggung jawab yang besar terhadap


manusia karena darinya dipahami bahwa kehendak Allah atas manusia yang Dia
terapkan melalui sunah-sunah-Nya berkaitan erat dengan kehendak dan sikap
manusia. Di samping tanggung jawab itu, ayat ini juga menganugerahkan kepada
manusia penghormatan yang demikian berat. Betapa tidak? Bukankah ayat ini
menegaskan bahwa perubahan yang dilakukan Allah atas manusia tidak akan
terjadi sebelum manusia terlebih dahulu melangkah. Demikian sikap dan
kehendak manusia menjadi “syarat” yang mendahului perbuatan Allah Swt.,
sungguh ini merupakan suatu penghormatan yang luar biasa.21

5. Tafsir Al-Aisar

Firman Allah Ta’ala, “َ‫ََمنَِبينَيديهََوَمنَخَّلفهَيحفظونهََمنَأَمر‬22َ‫لهََمَعقُبات‬

َ‫”هللا‬ boleh juga dhamir pada kalimat (lahu) kembali kepada, “Dan siapa yang

bersembunyi di malam hari, dan siapa yang berjalan di siang hari...” Jadi maksud
al-muaqqabaat adalah pelindung yaitu yang melindungi kekuasaan berdasarkan
perintah Allah Ta’ala menurut teori mereka, akan tetapi jika Allah menginginkan
keburukan maka tidak ada yang sanggup untuk mencegahnya siapapun dia. Dan
boleh juga dhamir tadi kembali kepada Allah Ta’ala, maka maksudnya adalah di
antara yang mengikuti adalah malaikat penjaga23 dan penulis kebaikan dan

21 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Vol.6, Jakarta : Lentera

Hati, 2002, hlm. . 231-232


22 Bentuk jamak dari kata “mu’aqqibah” yang terambil dari kata “al-aqab” yaitu bagian belakang

seseorang. Maka setiap yang mengikuti orang lain maka dia telah mengiringinya. Dan mu’aqabaat dalam ayat
ini adalah para malaikat. Berdasarkan hadits. “Malaikat mengiringi kamu secara bergiliran, malaikat yang
bertugas di malam hari dan malaikat yang bertugas di siang hari.” Jika malaikat yang siang hari naik, maka
digantikan malaikat yang malam, demikian seterusnya.
23 Al-Hafadzah bentuk jamak dari kata hafidz yaitu malaikat yang diperintahkan untuk menjaga manusia

dari semua sisi dar godaan jin dan setan. Jika datang perintah Allah yakni ketetapan-Nya mereka membebaskan
diri darinya. Al-katabah jamak dari katib yaitu malaikat yang menulis kebaikan dan keburukan.

20 | P a g e
keburukan maka makna “atas perintah Allah”24 adalah atas perintah Allah dan
izin-Nya. Kedua penafsiran ini adalah benar dalam ayat ini. Pendapat pertama
dipegang oleh Ibnu Jarir dan pendapat yang kedua dipegang oleh Jumhur
Mufassirin.

Firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu


kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…”
Allah Ta’ala mengabarkan tentang salah satu diantara sunnah-sunnah-Nya yang
terjadi pada makhluk, yaitu sesungguhnya Allah Ta’ala tidak akan menghilangkan
nikmat yang telah Ia berikan kepada suatu kaum berupa keselamatan, keamanan
dan kesejahteraan sebab keamanan dana amal baik mereka sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri berupa kemurnian, dan
kesucian akibat melakukan dosa-dosa dan bergelimang dengan kemaksiatan
sebagai hasil dari berpalingnya mereka dari kitab Allah, melalaikan syariat-Nya,
membatalkan hokum-hukum, tenggelam dalam nafsu syahwat, dan juga
menempuh dalam kesesatan. Dan firman Allah Ta’ala: “Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya, dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” Kabar
dari Allah Ta’ala bahwa jika Dia menghendaki keburukan, seseorang atau
kelompok tertentu yang dapat memperburuk keadaan mereka berupa cobaan
atau siksaan maka tidak ada yang dapat menolaknya, dalam kondisi apapun
bahkan itu semua harus mereka rasakan. Dan juga mereka tidak mendapatkan
pelindung yang dapat mencegah azab dari mereka selain Allah. Tetapi jika
mereka kembali kepada-Nya, meminta ampun, dan bertaubat, maka niscaya akan
dihilangkan dari mereka keburukan dan dipalingkan azab dari mereka.25

D. Relevansi QS. ar-Ra’d [13] ayat 11 dengan Tujuan Pendidikan

Pada bagian ini, akan membahas tentang perubahan sosial. Tidak ada masyarakat
yang tidak berubah. Pendidikan sangat menaruh perhatian terhadap perubahan sosial
(Social Changes). Perubahan sosial dapat merupakan suatu kemajuan (progress) atau
bahkan sebaliknya menjadi suatu kemunduran (regress). Perubahan sosial tidak hanya

24 Al-Qurtubi menyebutkan bahwa, para ulama menyebutkan sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan

perintah menjadi dua macam: salah satunya adalah qadha yang harus terjadi dan menimpa pelakunya, maka
jyang demikian tidak ada seorangpun yang dapat menolaknya. Yang kedua, qadha mengharuskan kecintaan-
Nya dan tidak mengharuskan untuk terjadi kejadiannya, tapi qadha itu dapat dipalingkan dengan bertaubat,
sedekah dan berdo’a.
25 Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Aisar at-Tafaasir li al-Kalaami al-Aliyyi al-Kabiir Jil.4, Jakarta: Darus Sunnah

Press, 2010, hlm. 41-43

21 | P a g e
membawa pengaruh positif, tetapi bisa juga berdampak negatif bagi kehidupan
masyarakat.26

Sebagai pendidik atau guru, pengetahuan tentang perubahan sosial sangat


membantu untuk menghantarkan anak didik memasuki dunianya. Hakikat pendidikan
adalah mengantarkan anak didik bisa eksis dan berkembang untuk zamannya kelak.
Oleh sebab itu, diperlukan sikap antisipatif dan responsif terhadap perubahan tersebut
yang diharapkan berdampak positif bagi proses pembelajaran.

Dalam Islam pendidikan didefinisikan sebagai berikut, bimbingan yang diberikan


oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam.27 Lebih jelasnya pendidikan adalah setiap proses di mana seseorang
memperoleh pengetahuan, mengembangkan kemampuan/keterampilan sikap atau
mengubah sikap.

Secara garis besar, Pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual. Fungsi
sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang
lebih efektif dengan memberikan pengalaman kolektif masa lampau dan kini. Fungsi
individualnya adalah untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih
memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa
depan (pengalaman baru). Proses pendidikan dapat berlangsung secara formal seperti
yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewat
berbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV,
radio dan sebagainya atau non formal seperti interaksi peserta didik dengan
masyarakat sekitar.

Tidak bisa kita pungkiri lagi bahwa lembaga pendidikan memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap corak dan karakter masyarakat. Belajar dari sejarah
perkembanganya lembaga pendidikan yang ada di indonesia memiliki beragam corak
dan tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang melingkupi, mulai dari
zaman kerajaan dengan bentuknya yang sangat sederhana dan zaman penjajahan yang
sebagian memiliki corak ala barat dan gereja28 dan corak ketimuran ala pesantren
sebagai penyeimbang, serta model dan corak kelembagaan yang berkembang saat ini
tentunya tidak terlepas dari kebutuhan dan tujuan-tujuan tersebut.

Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia, mengejar


ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikan dengan perubahan global

26
Ali Maksum, Sosiologi Pendidikan Cet.1, Malang: Madani, 2016, hlm.157
27
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam Cet 6, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2005,
hal 32
28 Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia Cet 2, Jakarta : Bumi Aksara, Tt, hal: 152

22 | P a g e
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bangsa Indonesia29 melalui DPR
dan Presiden pada tanggal 11 Juni 2003 telah mensahkan Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional yang baru, sebagai pengganti Undang-undang Sisdiknas Nomor 2
Tahun 1989. Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang terdiri dari 22 Bab
dan 77 pasal tersebut juga merupakan pengejawantahan dari salah satu tuntutan
reformasi yang marak sejak tahun 1998.

Perubahan mendasar yang dicanangkan dalam Undang-undang Sisdiknas yang


baru tersebut antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi pendidikan, peran
serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraan dan keseimbangan, jalur
pendidikan, dan peserta didik.

Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsi dan peran
dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikan dalam segala lini. Dalam hal
ini lembaga pendidikan memiliki dua karakter secara umum. Pertama, melaksanakan
peranan fungsi dan harapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sitem. Kedua
mengenali individu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memiliki kepribadian
dan disposisi kebutuhan.30

Menurut Shihab, M. Quraish dalam bukunya ”Membumikan al-Qur’an”,


perubahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dalam perspektif al-Qur’an harus
memenuhi dua syarat pokok, yaitu:

a. Adanya nilai atau ide, dan.

b. Adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai tersebut.31

Dalam perspektif Islam, syarat pertama tentu telah diambil alih sendiri oleh Allah
SWT melalui petunjuk-petunjuk al-Qur’an serta penjelasan dari Rasulullah SAW,
walaupun masih bersifat umum dan memerlukan penjelasan yang lebih rinci dari
manusia.

Mengenai dua syarat pokok tersebut, juga tergambar dalam ayat di atas. Lebih
lanjut Shihab, M. Quraish menegaskan:

Ayat ini berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua pelaku. Pertama,
perubahan masyarakat yang pelakunya adalah Allah, dan kedua perubahan keadaan
diri manusia (sikap mental) yang pelakunya adalah manusia. Perubahan yang
dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui hukum-hukum masyarakat yang

29 DPR RI dan Presiden RI, UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
30 Oemar hamalik, Perencanaan Pegajaran Berdasarkan Pendekatan system cet 5, Jakarta: Bumi Aksara,
2005, hlm. 23
31
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan Pustaka, 2008,

23 | P a g e
ditetapkan-Nya. Hukum-hukum tersebut tidak memilih kasih atau membedakan
antara satu masyarakat/kelompok dengan masyarakat/kelompok lain .

“Ma bi anfusihim” yang diterjemahkan dengan "apa yang terdapat dalam diri
mereka", terdiri dari dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang dihayati dan iradah
(kehendak) manusia. Perpaduan keduanya menciptakan kekuatan pendorong guna
melakukan sesuatu. Kemudian ayat di atas berbicara tentang manusia dalam
keutuhannya, dan dalam kedudukannya sebagai kelompok/masyarakat, bukan sebagai
wujud individual. Dipahami demikian, karena pengganti nama pada kata “anfusihim”
(diri-diri mereka) tertuju kepada qawm (kelompok/masyarakat). Ini berarti bahwa
seseorang, betapapun hebatnya, tidak dapat melakukan perubahan, kecuali setelah ia
mampu mengalirkan arus perubahan kepada sekian banyak orang, yang pada
gilirannya menghasilkan gelombang, atau paling sedikit riak-riak perubahan dalam
masyarakat.32

Dengan demikian, pendidikan kemasyarakatan harus bersifat dinamis dan harus


melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan itu tentu harus tetap
berlandaskan kepada ajaran Islam. Jadi perubahan itu "bukanlah bebas tanpa batas,
tetapi bebas terkendali".

32 Ibid.,

24 | P a g e
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja. Memang boleh saja
bermula dari seseorang, yang ketika melontarkan dan menyebarluaskan ide-idenya, ia baru
sendirian tetapi perubahan baru terjadi bila ide yang disebarluaskannnya menggelinding
dalam masyarakat. Demikian terlihat dia bermula dari seorang dan berakhir pada
msyarakat. Pola pikir dan sikap perorangan itu “menular” kepada masyarakat luas.
Penggunaan kata ( ‫ )قوم‬qaum/kaum, juga menunjukkan bahwa hukum kemsyarakatan ini
tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu suku, ras, dan penganut agama tertentu,
tetapi ia berlaku umum, kapan, dan dimanapun kaum itu berada. Perubahan yang terjadi
akibat campur tangan Allah atau yang di istilahkan oleh ayat di atas dengan apa menyangkut
banyak hal seperti kekayaan dan kemiskinan, kesehatan, dan penyakit, kemulian dan
kehinaan, perpecahan dan persatuan, dan lain-lain yang berkaitan dengan masyarakat
secara umum, bukan secara individu.
Ayat itu juga menekankan bahwa perubahan yang dilakukan oleh Allah, haruslah
didahului oleh perubahan yang dilakukan oleh masyarakat. Tanpa perubahan yang
dilakukan oleh masyarakat dalam diri mereka terlebih dahulu, maka mustahil akan terjadi
perubahan sosial.

25 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dimisyqi, Al-Imam Abul Fida’ Isma’il Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir: Tafsir al-Qur’an al-
‘Azhim. ter. Bahrun Abu bakar.Tafsir Ibnu Katsir Juz 1. Bandung : Sinar Baru
Algensindo, 2000.

ad-Duraisy, Muhyiddin, I’robu al-Qur’an al-Karim wa Bayanuhu, Jil.5, Beirut: Darubnu Katsir,
1992, hlm.91-93
Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam, Ed.1, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,
2006, hlm. 93
al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Aisar at-Tafaasir li al-Kalaami al-Aliyyi al-Kabiir Jil.4, Jakarta:
Darus Sunnah Press, 2010
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Tafsir al-Qur’anul Majid : AN-NUR, jil. 2, Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2011.
As-Suyuthi, Jalaluddin, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul : Sebab Turunnya Ayat Al-
Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie, Jakarta: Gema Insani Press, 2010
Asy-Syaukani, Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad, Fathul Qadir, Jakarta : 2011.
DPR RI dan Presiden RI, UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Ibnu Majah, Kitab al-Fitan, Bab al-Amru bi al-Ma'ruf wa an-Nahyu an al-Munkar, 2/1327, no.
4005.
Imam Jalailain, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim, Juz 1, Surabaya : Darul ‘Abidin, t.t.
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemah Perkata, Jakarta: Nur Alam
Semesta, 2014.
Kementerian agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Darussalam,
2002.
Kementerian Agama RI, al-Qur’an al-Karim dan Tafsirnya Jil.5, Jakarta: Widya Cahaya, 2015
Maksum, Ali, Sosiologi Pendidikan Cet.1, Malang: Madani, 2016.
Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia Cet 2, Jakarta : Bumi Aksara, Tt.
Hamalik, Oemar, Perencanaan Pegajaran Berdasarkan Pendekatan system cet 5, Jakarta:
Bumi Aksara, 2005.
Shihab, M. Quraish , al-Lubab: Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah al-Qur’an,
Jakarta : Lentera Hati, 2012.
Shihab, M. Quraish , Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan Pustaka, 2008
Shihab, M. Quraish , Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta : Lentera
Hati, 2002.
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam Cet 6, Bandung : PT Remaja Rosda
Karya, 2005.

26 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai