ANALISA KUANTITATIF
DISUSUN OLEH
LIVIANI
201851155
Larutan – larutan
B. PRINSIP DASAR
Prinsip dasar pada titrasi asam basa adalah melibatkan reaksi antara asam dengan
basa,sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang akan dititrasi. Secara percobaan perubahan
pH dapat diikuti denagn mengukur pH larutan yang dititrasi dengan elektrode pH meter.
C. ALAT
1) Beaker Glass
2) Gelas Ukur
3) Pipet tetes
4) Buret
5) Corong
6) Batang pengaduk
7) Erlenmeyer
D. BAHAN
1) Indikator PP
2) Larutan HCL 1
3) Aquadest
4) Etanol
5) NaOH
6) Asam Salisilat
E. PERHITUNGAN
Pembuatan larutan K2CrO4 0,1 M dalam 75 ml
gr 1000
M = Mr x V
𝑔𝑟 1000
0,1 = x
194 75
0,1 𝑥 194 𝑥 75
gr =
1000
gr = 1,455 gr
F. CARA KERJA
G. HASIL PENGAMATAN
= 30,48%
= 17,526%
30,48+17,526
% Kadar rata-rata = = 24,003%
2
= 82,86%
= 127,052%
82,86+127,052
% Kadar rata-rata = = 104,956%
2
H. PEMBAHASAN
Titrasi asam basa sering disebut juga disebut dengan titrasi netralisasi. Dalam reaksi itu,
menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Reaksi netralisasi terjadi
antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air
yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi
antara donor proton (asam) dan penerima proton (basa).
Dalam praktikum ini, pada percobaan sampel Asam Klorida (HCL) yang dititrasi dengan
NaOH dilakukan sebanyak 2x atau duplo, hasil percobaan pertama menghasilkan warna
ungu disebabkan karena terlalu banyak memakai titran dan hasil percobaan yang kedua
menghasilkan warna pink rose sesuai dengan ketentuan. Sedangkan pada percobaan
Asam salisilat (C7H6O3) dengan menggunakan larutan baku Natrium Hidroksida
(NaOH). Hal ini disebabkan karena asam salisilat bersifat asam, sehingga titran yang
digunakan adalah larutan baku yang bersifat basa. Asam salisilat dilakukan percobaan
sebanyak 2x atau duplo, hasil percobaan pertama menghasilkan warna pink muda sesuai
dengan ketentuan, dan percobaan kedua menghasilkan warna pink pekat disebabkan
karena terlalu banyak titran yang digunakan. Indikator yang digunakan adalah indikator
PP. Hasil titrasi adalah terjadinya perubahan warna dari merah muda menjadi bening.
Hal ini disebabkan karena pengaruh dari indikator sebagai larutan penunjuk dari titrasi.
Dalam larutan yang bersifat asam dan pada rentangan PH <8,3 indikator PP tidak akan
memberikan warna dalam perubahannya (warna bening).
Pada saat melakukan titrasi dengan sampel asam salisilat dilarutkan dengan etanol
netral dan indikator yang digunakan juga adalah indikator PP. Sampel tersebut dititrasi
hingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Untuk menghitung % kadar terlebih dahulu diperhatikan faktor koreksinya berdasarkan
berat setara sampel. Alasan penggunaan indicator adalah pada saat dilakukan proses
penitrasian pH yang ada menunjukkan perubahan warna larutan seperti pada trayek pH.
Alasan digunakan etanol netral adalah karena jika menggunakan etanol biasa masih
terkandung za-zat cair lain yang tidak murni,etanol netral lebuh mudah menitasi larutan
pada metode alkalimetri.
Adapun faktor kesalahan yang akan menyebabkan gagalnya percobaan ini diantaranya
adalah apabila konsentrasi larutan baku yang digunakan tidak sesuai dengan prosedur
kerja yang ada, apabila titran yang digunakan tidak sesuai dengan teori yaitu apabila
larutan asam yang ingin dititrasi maka sebagai titran adalah larutan baku basa dan
begitupula sebaliknya, selain itu apabila adanya partikel–artikel lain yang menempel
pada alat–alat praktikum, kecepatan pada saat mengocok larutan ketika dititrasi juga
menjadi faktor berhasilnya titrasi atau tidak.
I. LAMPIRAN
Catat volume awal titrasi Hasil titrasi HCl ke 1 Hasil titrasi HCl ke 2
Dan titik akhir titrasi
A. TEORI DASAR
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-
senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO 3) pada suasana tertentu.
Metode argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut
sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya)
dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri tidak hanya
dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai untuk
menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion
fosfat dan ion arsenat.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl - dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.
Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi kembali.
Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung ion klorida atau
bromide. Sisa AgNO3, selanjutnya dititrasi kembali dengan ammonium tiosianat
menggunakan indikator besi (III) ammonium sulfat .
Titrasi Argentometri terbagi menjadi beberapa metoda penetapan disesuaikan dengan
indicator yang diperlukan dalam penetapan kadar, diantara metoda tersebut adalah :
a. Metode Mohr : Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan
larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan
perak nitrat klorida dan setelah mencapai titik ekuivalen, maka penambahan sedikit
perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan dengan kromat
yang berwarna merah.
b. Metode Volhard : Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dalam
larutan baku kalium atau ammonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan
secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat sebagai
indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat.
c. Metode Fajans : pada metode ini digunakan indikator absorpsi, sebagai kenyataan
bahwa pada titik ekuivalen indikator terabsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak
memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan.
Pada praktikum ini hanya akan dilakukan menggunakan metoda Mohr untuk penetapan kadar
halogen (klorida).
Larutan-larutan:
1. NaCl 0,03N
2. AgNO3 0,03N
3. Indikator K2CrO4
B. PRINSIP DASAR
Reaksi pembentukan endapan (presipitasi) yang mencapai kesetimbangan pada setiap
penambahan titran, tidak mudah larut antara titran dengan analis, tidak ada zat pengotor yang
mengganggu dan dibutuhkan indikator untuk melihat titik akhir titrasi atau menentukan
kadar.
C. BAHAN
1. NaCl 0,1N
2. Efedrin HCL 0,25
3. AgNO3 0,1N
4. Indikator K2CrO4 1%
5. Aquadest.
D. ALAT
1. Timbangan
2. Gelas Ukur
3. Erlenmeyer
4. Buret
5. Batang Pengaduk
6. Labu ukur
7. Pipet
E. PERHITUNGAN
Larutan AgNO3 0,1N dalam 150 ml
gr 1000
M = Mr x V
𝑔𝑟 1000
0,1 = x
170 150
0,1 𝑥 170 𝑥 150
gr =
1000
gr = 2,55 gr
F. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan Larutan-larutan
a. Larutan AgNO3 0,1N
Buat larutan AgNO3 0,1 N, diambil 2,55gr serbuk AgNO3 dilarutkan dengan aquadest
dengan volume 150ml.
b. Indikator K2CrO4
Larutan 1% b/v, diambil 1 gram serbuk K2CrO4 larutkan dengan aquadest dengan
volume 100ml.
2. Penetapan sampel Efedrin HCl
- Siapkan alat dan bahan
- Timbang Efedrin HCL 0,25gr masukkan kedalam erlenmeyer
- Larutkan dengan aquadest ad 10ml
- Tambahkan indicator K2CrO4 kedalam larutan efedrin HCl sebanyak 5 tetes
- Masukkan AgNO3 ke dalam buret sampai 10 ml
- Titrasi sampel sampai terbentuk warna merah bata
- Lakukkan titrasi sebanyak 1 kali
3. Penetapan sampel NaCl 0,1N
- Masukan larutan NaCL 0,1 N sebanyak 10ml kedalam erlenmeyer
- Tambahkan indicator K2CrO4 kedalam larutan NaCl sebanyak 5 tetes
- Kemudian titrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai berwarna endapan merah bata
- Lakukan titrasi sebanyak 1 kali
G. HASIL PENGAMATAN
1. Penetapan Kadar
= 274,04%
= 5,85%
H. PEMBAHASAN
Dasar analisa kualitatif dengan metode argentometri yaitu merupakan suatu titrasi ion
perak dan ion-ion hydrogen. Titrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan larutan
perak nitrat sebagai titran, dimana terbentuk garam perak yang sukar larut. Pada analisa
argentometri ada bebeapa cara pengendapan yang dikenal yaitu Mohr, Volhard, dan Vajans.
Percobaan kali ini dilakukkan titrasi Argentometri dengan metode Mohr. Prinsip dari
metode Mohr yaitu AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan AgCl yang
berwarna putih. Bila semua Cl- sudah habis berekasi dengan Ag+ dari AgNO3 maka kelebihan
sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO42- dari indicator k2CrO4 yang ditambahkan, ini berarti
titik akhir titrasi telah dicapai, yaitu bila terbentuk warna merah bata dari endapan Ag2CrO4.
Penambahan NaHCO3 pada penetapan kadar efedrin HCL berfungsi sebagai buffer, Dimana
NaHCO3 akan menjaga pH reaksi tetap stabil. Setelah dititrasi pada larutan sampel terbentuk
endapan kemerah – merahan, hal inilah yang membuktikan bahwa metode titrasi pengendapan
yang dilakukan adalah cara mohr. Munculnya endapan yang berwarna kemerah-merahan pada
titik akhir titrasi dikarenakan kromat terikat oleh ion perak membentuk senyawa yang sukar
larut berwarna merah bata.
Indikator yang kami gunakan yaitu K2CrO4, hal ini karena Indicator ini merupakan
suatu senyawa organic yang kompleks dan digunakan untuk menentukan titik akhir suatu reaksi
netralisasi. Titik akhir titrasi adalah suatu keadaan dimana penambahan satu tetes larutan baku
dapat menyebabkan perubahan warna pada indikator. Perubahan warnna tersebut karena
adanya pertukaran ion-ion antara ion-ion pereaksi sehingga membentuk senyawa baru yang
berbentuk endapan dan berwarna merah-kemerahan. indicator K2CrO4 yang memiliki range
pH 5-7,5. Perubahan warna suatu indicator tergantung konsentrasi ion hydrogen(H+) yang ada
dalam larutan dan tidak menunjukkan kesempurnaan reaksi atau ketetapan netralisasi
Pada percobaan kali ini hasil yang diperoleh dari Efedrin HCl berwarna Merah bata
tanda endapan, dan NaCl berwana Putih susu dengan endapan. Hal ini disebabkan
kemungkinan bahan yang digunakan rusak, atau ada kesalahan dalam pembuatan AgNO3.
I. LAMPIRAN
Masukan sampel NaCl Teteskan indicator K2CrO4 Titik awal titrasi NaCl
Titik akhir titrasi NaCl Hasil Titrasi NaCl
J. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2022. Modul Praktikum Kimia Analitik Kuantitatif. Institut Sains Dan Teknologi
Al-Kamal. Jakarta
2. Anonim, 2015, Penuntun Praktikum Kimia Analisis, Fakultas Farmasi, Universitas Muslim
Indonesia : Makassar.
3. Danney, B., 1979, Vogel Analisis Kuantitatif Anorganik, EGC:Jakarta.
4. Direktorat Jendral POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia : Jakarta.
5. Ham, Mulyono, 2005, Kamus Kimia, Bumi Aksara : Bandung
6. Harjadi, W., 1993, Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramadia Pustaka Utama: Jakarta.
7. Harjadi, W., 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia : Jakarta.
PRAKTIKUM III
IODIMETRI
A. TEORI DASAR
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodin (𝐼2) dan
digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil
daripada system iodium-iodida yang digunakan untuk senyawa- senyawa yang bersifat reduktor yang
cukup kuat seperti Vitamin C. Titrasi iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi oksidasi antara iodin
sebagai peniter dengan reduktor yang mmiliki potensial oksidasi lebih rendah dari system iodin-iodida.
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih
rendah darisistem iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan
analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut titrasi iodimetri,
dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor- reduktor yang dapat dioksidasi secara
kuantitatif pada titik ekivalennya (Adhitama Asmal, 2018) Titik ekuivalen dalam titrasi ini ditandai
dengan perubahan warna larutan menjadi ungu kehitaman, yang menandakan reduktor telah habis
bereaksi dengan iodin, dan kemudian iodin bereaksi dengan larutan amilum atau pati sebagai indicator
sehingga menghasilkan warna ungu kehitaman (Nurirjawati El Ruri, 2012).
Iodin atau Iodium (bahasa Yunani: Iodes - ungu), adalah unsur kimia pada tabel periodik yang
memiliki simbol I dan nomor atom 53. Iodin ditemukan pada tahun 1811 oleh Courtois. Iodin
merupakan sebuah anion monovalen. Iodin adalah halogen yang reaktivitasnya paling rendah dan paling
bersifat elektropositif. Iodin adalah suatu unsur bukan logam yang termasuk golongan halogenida. Iodin
terutama digunakan dalam medis, fotografi, dan sebagai pewarna. Seperti halnya semua unsur halogen
lain, iodin ditemukan dalam bentuk molekul diatomik. Iodin merupakan padatan kristalin abu tua
dengan uap ungu dengan titik leleh sebesar 114°C. Iodin sedikit larut dalam air tetapi larut dengan
sangat leluasa dalam pelarut organik ( Justiana,dkk.,2009).
B. PRINSIP DASAR
Iodimetri adalah salah satu jenis titrasi langsung, zat pereduksinya harus berupa analit. Hanya
indikator yang baik yang boleh digunakan untuk titrasi menggunakan larutan standar yodium. Iodimetri
adalah teknik yang melibatkan titrasi yodium bebas dengan zat pereduksi. Akibatnya, yodium tereduksi
menjadi iodida dan mengoksidasi spesies lain. Karena larutan iodium bebas sulit diperoleh, maka kita
harus mengkombinasikan iodium dengan larutan kalium iodida dan KI3 untuk mendapatkan larutan
yang dibutuhkan. Untuk titrasi iodometri, digunakan larutan standar.
KI+I2 → KI3
Saat melakukan titrasi, terjadi respons berikut. Kita juga dapat menggunakan pati sebagai indikator
titrasi iodometri.
C. BAHAN
1. Antalgin
2. Aquadest
3. I2
D. ALAT
1. Timbangan
2. Gelas Ukur
3. Erlenmeyer
4. Buret
5. Batang Pengaduk
6. Labu ukur
7. Pipet
E. PERHITUNGAN
Larutan I2 0,1 N dalam 500 ml
gr 1000 Mr
M = BE x BE = Valensi
V
𝑔𝑟 1000 254
0,1 = x BE = = 127
127 500 2
0,1 𝑥 127 𝑥 500
gr =
1000
gr = 6,35 gr
F. PROSEDUR KERJA
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Timbang antalgin 400 mg, kemudian masukkan kedalam labu ukur.
3. Kemudian tambahkan aquadest 5 ml .
4. Kemudian titrasi dengan dengan I2 sampai terbentuk warna kuning/Pink.
5. Tirasi dilakukan sebanyak sekali
G. HASIL PENGAMATAN
Penetapan Kadar Antalgin
= 3,875%
H. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dapat dikatakan sedikit sulit dan membutuhkan waktu yang sangat lama
untuk membuat sampel menjadi bening. Hal ini dikarenakan bahan praktikum yg di gunakan lebih
banyak di banding CuSO4 dan warna yg di hasilkan yaitu kuning.
I. LAMPIRAN
Titik awal titrasi I2 0,1 N Titik akhir titrasi I2 0,1 N Hasil titrasi antalgin dgn I2
J. DAFTAR PUSTAKA
1. Modul Praktikum Analitik Kuantitatif Isntitut Sains & Teknlogi Al Kamal.Jakarta
2. Day,RA & Underwood A.L.2002.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi IV. Erlangga.Jakarta
3. Farmakope Indonesia Edisi III.Jakarta.Depkes RI
4. Underwood A.L , JR. R.A. DAY. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
5. Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro Edisi Kelima. Jakarta: PT.
Kalman Media Pustaka.
6. Gholib, ibnu. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pelajar : Yogyakarta.
7. Mulyono, 2011. Membuat Reagen Kimia. Bumi Aksara : Jakarta
8. Tim Dosen UIT. 2012. Penuntun praktikum Kimia Analisis. Universitas Indonesia Timur : Makassar
PRAKTIKUM IV
IODOMETRI
A. TEORI DASAR
Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks yang melibatkan iodium.
Titrasi iodometri disebut juga titrasi tidak langsung yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat
oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya
dititrasi dengan larutan baku natrium thiosulfat. Banyaknya volume Natrium Thiosulfat yang digunakan
sebagai titran setara dengan banyaknya sampel.
Pada titrasi iodometri perlu diawasi pHnya. Larutan harus dijaga supaya pHnya lebih kecil dari
8 karena dalam lingkungan yang alkalis iodium bereaksi dengan hidroksida membentuk iodida dan
hipoyodit dan selanjutnya terurai menjadi iodida dan iodat yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi
sulfat, sehingga reaksi berjalan tidak kuantitatif. Adanya konsentrasi asam yang kuat dapat menaikkan
oksidasi potensial anion yang mempunyai oksidasi potensial yang lemah sehingga direduksi sempurna
oleh iodida. Dengan pengaturan pH yang tepat dari larutan maka dapat diatur jalannya reaksi dalam
oksidasi atau reduksi dari senyawa.
Indikator yang digunakan dalam titrasi ini adalah amylum. Amylum tidak udah larut dalam air
serta tidak stabil dalam suspensi dengan air, membentuk kompleks yang sukar larut dalam air bila
bereaksi dengan iodium, sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi. Penambahan amylum
ditambahkan pada saat larutan berwarna kuning pucat dan dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang
tiba-tiba. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya hilangnya warna biru dari larutan menjadi bening.
B. PRINSIP DASAR
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang didasarkan pada reaksi
oksidasi reduksi. Metode ini lebih banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode
lain. Alasan dipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang sederhana pelaksanannya
praktis dan tidak benyak masalah dan mudah. Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-
zat oksidator berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini direduksi
dahulu dengan KI dan iodin dalam jumlah yang setara dan ditentukan kembali dengan larutan natrium
tiosulfat baku. Titrasi Iodometri digunakan untuk menentukan kadar dari zat-zat uji yang bersifat
reduktor dengan titrasi langsung, sedangkan untuk iodimetri adalah kebalikannya.
C. BAHAN
1. Aquadest
2. CH3CHOOH
3. Na2S2O3
4. Amylum/ kanji
5. CuSO4
6. KI
D. ALAT
1. Timbangan
2. Gelas Ukur
3. Erlenmeyer
4. Buret
5. Labu ukur
6. Pipet
E. PERHITUNGAN
Larutan Na2S2O3 0,1 N dalam 1000 ml
gr 1000 Mr
M = BE x BE = Valensi
V
𝑔𝑟 1000 254
0,1 = x BE = = 127
127 500 2
0,1 𝑥 127 𝑥 500
gr =
1000
gr = 6,35 gr
F. PROSEDUR KERJA
Pembuatan larutan
1. Larutan Na2S2O3.5H2O)
Dibuat dengan konsentrasi 0,1N sebanyak 1 L dengan aquadest kemudian tambahkan 0,1 gram
Na2CO3.
2. Larutan Amylum 10%
Dibuat dengan cara di timbang 10 gram amylum Manihot, kemudian larutkan kedalam 100ml air
mendidih sambil diaduk terus, dinginkan.
3. Penetapan sampel CuSO4
- Siapkan alat dan bahan
- Timbang CuSO4 sebanyak 0,5 gr, kemudian masukan kedalam Erlenmeyer
- Tambahkan aquadest sebanyak 25 ml
- Tambahkan CH3COOH sebanyak 2 ml
- Tambahkan KI sebanyak 1,5 gram
- Aduk homogen
- Titrasi dengan Na2S2O3 sampai terbentuk warna kuning, kemudian tambahnkan indicator
amylum 5 tetes
- Sampai berwarna putih susu
G. HASIL PENGAMATAN
Penetapan Kadar CuSO4
= 14,619%
H. PEMBAHASAN
PERMANGANOMETRI
A. TEORI DASAR
Titrasi permanganometri adalah salah satu bagian dari titrasi redoks (reduksi
oksidasi). Rekasinya adalah merupakan serah terima elektron yaitu elektron diberikan
oleh pereduksi (proses oksidasi) dan diterima oleh pengoksidasi (proses reduksi).
Oksidasi adalah pelepasan elektron oleh suatu zat, sedangkan reduksi adalah
pengambilan elektron oleh suatu zat. Reaksi oksidasi ditandai dengan bertambahnya
bilangan oksidasi sedangkan reduksi sebaliknya. Kalium permanganat secara luas
digunakan sebagai larutan standar oksidimetri dan ia dapat bertindak sebagai
indikatornya sendiri (autoindikator). Perlu diketahui bahwa larutan Kalium
permanganat sebelum digunakan dalam proses permanganometri harus distandarisasi
terlebih dahulu, untuk menstandarisasi kalium permanganat dapat dapat dipergunakan
zat reduktor seperti asam oksalat, natrium oksalat, kalium tetra oksalat, dan lain-lain.
Dalam membuat larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor
yang dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut,
antara lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zatzat yang
mudah dioksidasi.
B. PRINSIP DASAR
Prinsip dasar permanganometri, yaitu bahwa reaksi antara permanganat dengan
zat reduktif dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi zat tersebut.
C. BAHAN
1. Aquadest
2. H2C2O4
3. H2SO4
4. KmnO4
D. ALAT
1. Timbangan
2. Gelas Ukur
3. Erlenmeyer
4. Buret
5. Labu ukur
6. Pipet
E. PERHITUNGAN
Larutan H2C2O4.2H2O 0,1 N dalam 250 ml
gr 1000 Mr
M = BE x BE = Valensi
V
𝑔𝑟 1000 126
0,1 = x BE = = 63
63 250 2
0,1 𝑥 63 𝑥 250
gr = 1000
gr = 1,57 gr
F. PROSEDUR KERJA
Pembuatan larutan H2C2O4.2H2O 0,1 N sebanyak 250 ml
1. Timbang H2C2O4.2H2O sebanyak 1,57 gr
2. Kemudian masukkan kedalam labu ukur.
3. Tambahkan aquadest ad 250 ml,aduk sampai homogen.
Prosedur pentitrasian
1. Bersihkan buret menggunakan aquadest,kemudian masukkan larutan aquadest
kedalam buret sebanyak 50 ml.
2. Pipet 10 ml,asam oksalat, kemudian masukkan kedalam erlenmeyer
3. Kemudian tambahkan 6 ml,H2SO4 yang sudah diencerkan, kemudian
panaskan pada temperatur 80-90oC.
4. Kemudian titrasi dengan menggunakan larutan KmnO4, sampai terbentuk
warna rose.
5. Catat volume akhir titrasi.
G. HASIL PENGAMATAN
Penetapan Kadar H2C2O4
= 72,924%
H. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini yaitu penentuan kadar H2C2O4. Ukur CuSO4 sebanyak 10ml
dengan gelas ukur. lalu ditambah 6ml H2So4. Kemudian dititrasi dengan KMNO4 0,1 N
yang sudah dibakukan diawal. Dititrasi sampai warna larutan sampai titik akhir tercapai.
Titik akhir titrasi tercapai ditandai dengan berubahnya warna larutan menjadi warna
merah rose. Didapatkan volume hasil titrasi sebanyak 9,1ml. Kemudian dihitung kadar
H2C2O4 setelah massanya diperoleh lalu dihitung H2C2O4 dan mendapatkan hasil yaitu
72,92%.
I. LAMPIRAN
Masukkan asam oksalat Asam oksalat + 6ml H2SO4 Panaskan pada suhu
Kedalam Erlenmeyer 80-90OC
Masukkan KMnO4 Hasil Titrasi
Ke dalam buret
J. DAFTAR PUSTAKA
1. Modul Praktikum Analitik Kuantitatif Institut Sains & Teknologi Al
Kamal.Jakarta
2. Farmakope Indonesia Edisi IV.Depkes Ri
3. Day, R.A. J.R. & Underwood, A.L. 1999.Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 6
Erlangga. Jakarta.
4. Day, R.A. J.R. & Underwood, A.L. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam Jakarta: Erlangga.
5. Harjadi, W. (1990). Ilmu Kimia Analitik Dasar . Gramedia. Jakarta.
6. Svehla, G. (1985). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Edisi Kelima PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.
7. Svehla, G. (1987). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Edisi Keenam. PT. Kalman Media Pusaka. Jakarta.