Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN PEMASARAN GLOBAL

PENGARUH KEPERCAYAAN KONSUMEN DAN NILAI YANG DIRASAKAN


TERHADAP INTENSITAS PENGGUNAAN KEMBALI APLIKASI E-WALLET
YANG DIMEDIASI OLEH KEPUASAN PELANGGAN

Disusun Oleh:

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MATARAM
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepercayaan Konsumen


Menurut Sunarto (2009), kepercayaan konsumen merupakan seluruh pengetahuan yang
dimiliki konsumen dan semua kesimpulan yang dibuat konsumen mengenai suatu objek,
atribut, dan manfaatnya. Objek bisa berupa produk, orang, perusahaan, atau apa pun yang
menjadi sasaran kepercayaan dan sikap seseorang. Atribut adalah karakteristik atau fitur yang
mungkin dimiliki atau tidak dimiliki oleh objek. Sedangkan manfaat adalah hasil positif yang
diberikan atribut objek tersebut kepada konsumen. Para manajer harus memahami bahwa
kepercayaan terhadap objek, atribut, dan manfaat menunjukkan persepsi masing-masing
konsumen, sehingga kepercayaan antar konsumen biasanya berbeda satu sama lain
(Rosdiana et al., 2019)
.
Menurut Costabile dalam Rosdiana & Haris (2018) , kepercayaan konsumen atau
consumer trust didefinisikan sebagai persepsi akan keterhandalan dari sudut pandang
konsumen yang didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau
interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan. Hanya
ada satu kunci untuk membangun kepercayaan konsumen, yaitu pendekatan. Kedekatan ini
memiliki tiga titik tolak, yaitu kedekatan fisik, kedekatan intelektual, dan kedekatan
emosional.
a) Kedekatan fisik adalah bahwa perusahaan harus bisa membangun komunikasi yang baik
dengan para konsumennya.
b) Kedekatan intelektual, kedekatan fisik saja ternyata belum lengkap dalam membangun
kepercayaan konsumen. Kedekatan intelektual perlu diterapkan juga agar kepercayaan
tidak hanya pada permukaan saja, tapi juga bisa meraih ke pikiran.
c) Kedekatan emosional, kedekatan fisik dan intelektual memang perlu dibangun, tetapi yang
paling penting adalah mempertahankan kedekatan secara emosional. Kedekatan emosional
inilah yang membuka kunci "kepercayaan". Jadi disini perusahaan harus dapat
membangun kedekatan emosional dengan para pelanggannya.
Kepercayaan konsumen dapat juga dibentuk dengan kejujuran pemasar atau produsen
menyampaikan karakteristik produk yang dijual secara detail kepada konsumen. Pemberian
jaminan dari perusahaan atau garansi dari pemasar kepada konsumen pasca pembelian akan
berkontribusi membangun kepercayaan konsumen (Rosdiana & Haris, 2018). Berikut adalah
indikator kepercayaan konsumen yang terdiri dari tiga komponen menurut Yu et al., (2018):
1) Integritas (Integrity) - Persepsi konsumen dan keyakinan bahwa perusahaan mengikuti
prinsip seperti menepati janji, jujur, dan berperilaku sesuai etika. Integritas perusahaan
terlihat dari konsistensi perusahaan di masa lalu, kekredibelan komunikasi perusahaan
kepada kelompok tertentu, dan apakah tindakan perusahaan selalu sejalan dengan janji,
perkataan atau iklan yang disampaikan.
2) Kebaikan (Benevolence) - Didasarkan pada kepercayaan kemitraan yang memiliki tujuan
dan motivasi untuk memberikan keuntungan bagi organisasi, pada situasi baru di mana
komitmen belum terbentuk.
3) Kompetensi (Competence) - Kemampuan memecahkan masalah konsumen dan memenuhi
berbagai kebutuhannya. Kompetensi mengacu pada keahlian atau karakteristik yang
memungkinkan memiliki pengaruh dominan.
Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk dapat dibangun dengan menyampaikan
produk sesuai dengan spesifikasi yang diiklankan pada website perusahaan. Ketika konsumen
menerima barang atau jasa sesuai dengan iklan, hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan
konsumen. Kepercayaan konsumen juga dapat dibangun dengan kejujuran produsen atau
pemasar dalam menginformasikan detail karakteristik produk atau jasa kepada konsumen.
Selain itu, pemberian jaminan atau garansi dari perusahaan atau pemasar (seperti penukaran
produk rusak, servis produk rusak pascapemakaian) setelah pembelian juga akan
berkontribusi pada peningkatan kepercayaan konsumen. Minimnya kepercayaan konsumen
terhadap e-wallet mengakibatkan konsumen takut untuk melakukan pembelian secara online.
Kecenderungan konsumen untuk berbelanja melalui e-wallet mengurangi tingkat
kewaspadaan dalam melakukan transaksi jual beli. Terbukti dengan banyaknya kasus
penipuan dengan modus e-wallet. Terutama disebabkan karena pembeli tidak dapat bertatap
muka secara langsung dengan penjual, sehingga sistem kepercayaan menjadi modal utama
dalam setiap transaksi jual beli online. Beberapa modus penipuan yang marak terjadi di e-
wallet, misalnya penjual yang menghilang setelah pembeli melakukan pembayaran, barang
yang dikirim tidak sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak sesuai dengan gambar yang ada
di e-wallet tersebut. Pada e-wallet, konsumen berinteraksi melalui dunia maya sehingga e-
wallet dipersepsikan akan lebih berisiko untuk terjadinya kejadian-kejadian yang tidak
diinginkan seperti penipuan.

2.2 Nilai yang Dirasakan


Nilai yang dirasakan (perceived value) adalah selisih antara total Customer value dan
total Customer cost (Adixio & Saleh, 2018). Total Customer value merupakan manfaat yang
diperkirakan akan diperoleh konsumen dari mengkonsumsi produk atau jasa. Sedangkan total
Customer cost adalah total pengorbanan yang diperkirakan konsumen akan keluarkan dalam
proses mendapatkan suatu barang atau jasa. Adapun indikator untuk mengukur nilai yang
dirasakan menurut Lismanizar & Utami (2021) adalah:

1) Emotional value (nilai emosional)


2) Social value (nilai sosial)
3) Quality/performance value (nilai kualitas/kinerja)
4) Price/value of money (nilai harga)

Nilai yang dirasakan pelanggan (Customer Perceived Value) adalah selisih antara
penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu penawaran
dibandingkan alternatif lainnya (Gustiani et al., 2018) . Dewasa ini, pelanggan lebih terdidik
dan berpengetahuan. Pelanggan memiliki akses (misalnya internet) yang memungkinkan
mereka memverifikasi klaim perusahaan dan mencari alternatif yang lebih unggul. Pelanggan
cenderung memaksimalkan nilai dalam batasan biaya pencarian, pengetahuan, mobilitas, dan
pendapatan mereka. Pelanggan akan memperkirakan tawaran mana yang memberikan nilai
tertinggi yang akan mendorong mereka untuk bertindak berdasarkan pemikiran tersebut.
Kesesuaian atau ketidaksesuaian suatu penawaran dengan harapan pelanggan akan
mempengaruhi kepuasan dan probabilitas pelanggan membeli produk itu lagi. Dengan
demikian, nilai yang dirasakan pelanggan didasarkan pada selisih antara apa yang didapatkan
pelanggan dan apa yang dikorbankan pelanggan untuk berbagai pilihan yang ada.

Customer perceived value merupakan penilaian pelanggan yang dilakukan dengan cara
membandingkan antara manfaat yang diterima dengan pengorbanan yang dikeluarkan dalam
memperoleh sebuah produk atau layanan. Dalam konteks ini, perceived value didefinisikan
sebagai perbandingan antara apa yang konsumen keluarkan dalam bentuk pengorbanan,
seperti biaya atau waktu, dengan apa yang mereka terima dalam bentuk manfaat atau benefit
dari penawaran tersebut. Perceived value juga mencakup penilaian keseluruhan konsumen
terhadap kegunaan suatu produk berdasarkan persepsi tentang apa yang diterima dan
diberikan. Selain itu, perceived value juga bisa berupa evaluasi subjektif konsumen atas
manfaat relatif dibandingkan biaya untuk menentukan nilai penawaran produk perusahaan
dibandingkan produk pesaing. Pada konsepnya, nilai yang dirasakan (perceived value)
memiliki konsep pertukaran barang atau yang sering disebut barter. Dalam sistem ini, kita
akan bertukar barang dan berusaha agar barang yang kita berikan memiliki nilai yang setara
dengan nilai barang yang akan kita terima. Dapat dikatakan bahwa nilai pelanggan adalah
pertukaran antara manfaat dalam suatu produk maupun jasa dengan pengorbanan yang telah
dikeluarkan untuk mendapatkan barang dan manfaat dari barang/jasa tersebut
(Rivai & Wahyudi, 2017)
. Jadi nilai pelanggan merupakan pertimbangan antara manfaat produk/jasa
dengan pengorbanan untuk mendapatkannya.

Nilai yang dirasakan (perceived value) oleh konsumen merupakan faktor penting yang
mempengaruhi intensitas penggunaan kembali aplikasi e-wallet. Perceived value berkaitan
dengan bagaimana konsumen mengevaluasi secara subjektif manfaat yang mereka peroleh
dari penggunaan aplikasi e-wallet dibandingkan dengan pengorbanan yang mereka keluarkan.
Semakin tinggi nilai yang dirasakan konsumen terhadap aplikasi e-wallet, semakin besar
kemungkinan mereka menggunakan kembali aplikasi tersebut secara intensif. Hal ini karena
konsumen merasa bahwa manfaat yang mereka dapatkan, seperti kemudahan transaksi,
diskon, atau fitur menarik lainnya, melebihi pengorbanan yang mereka keluarkan seperti
biaya data internet atau risiko keamanan. Tingginya perceived value juga membuat konsumen
semakin puas dan loyal dalam menggunakan suatu aplikasi e-wallet. Oleh karena itu,
penyedia aplikasi e-wallet perlu terus berupaya meningkatkan perceived value pengguna
dengan menyediakan manfaat dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Hal ini
akan mendorong intensitas penggunaan kembali aplikasi e-wallet secara berkelanjutan.
Dengan perceived value yang optimal, penyedia aplikasi e-wallet dapat memenangkan
persaingan dan mempertahankan konsumen dalam jangka panjang.

2.3 Intensitas Penggunaan E-wallet


E-wallet merupakan layanan elektronik untuk menyimpan data instrumen pembayaran
seperti kartu dan/atau uang elektronik yang juga dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran. E-wallet sendiri bermanfaat bagi setiap pengguna untuk menyimpan uang dalam
bentuk elektronik agar transaksi dapat dilakukan dengan lebih mudah, efisien, efektif, aman
dan nyaman. Saat ini, berbelanja dengan menggunakan e-wallet sebagai alat pembayaran
tengah tren di kalangan generasi saat ini (Dhia, 2019). Berdasarkan hasil riset DS Research
(2020) yang menjelaskan bahwa e-wallet adalah jenis fintech dengan jumlah pengguna
terbanyak dibandingkan jenis fintech lainnya. Hal ini disebabkan karena akses e-wallet
bersifat personal dan memudahkan pemenuhan kebutuhan keuangan. Selain itu, pertumbuhan
teknologi digital dan pengguna smartphone juga mendorong berkembangnya fintech,
mengingat saat ini hampir setiap orang memiliki smartphone dengan koneksi internet
(Ansori, 2019). Sebanyak 52,2% pengguna e-wallet aktif didominasi oleh kelompok usia 20-
29 tahun yang termasuk generasi Z.

Dompet digital (e-wallet) secara perlahan mendapatkan popularitas, namun penyebab


yang mempengaruhi intensi kontinuitas (continuance intention) penggunaannya masih belum
diketahui secara jelas. Meskipun pembayaran digital sudah disadari oleh masyarakat,
penggunaannya untuk setiap aktivitas transaksi pembayaran menggunakan teknologi masih
rendah (Rosdiana & Haris, 2018) . Intensi kontinuitas diadaptasi dari definisi behavioral
intention. Intensi kontinuitas merupakan tindakan yang dilakukan seseorang untuk
memperkirakan pengambilan keputusan di masa mendatang dalam meneruskan atau tidak
memanfaatkan suatu layanan (Ariaeinejad & Archer, 2014). Maka dari itu, perlu diketahui
tingkat penerimaan dan penggunaan yang mempengaruhi konsumen dalam menggunakan
pembayaran pada aplikasi e-wallet secara intensif, karena perubahan pada sikap dan persepsi
konsumen akan berubah setelah memiliki pengalaman menggunakannya (Sari et al., 2020).

Penggunaan e-wallet yang dilakukan oleh berbagai kalangan, tidak terlepas dari adanya
keyakinan pembelian pada konsumen. Keyakinan pembelian merupakan faktor utama yang
dapat memengaruhi penggunaan pembayaran digital (Samara & Susanti, 2023) . Hal tersebut
sejalan dengan penelitian yang mengungkapkan bahwa faktor kepercayaan dan manfaat yang
dirasakan dapat memengaruhi sikap terhadap menggunakan yang kemudian mengarah pada
niat perilaku untuk menggunakan e-wallet. Selain itu, selain dari rasa keamanan, pengaruh
sosial dan kepercayaan seseorang dalam meggunakan e-wallet, persepsi kegunaan dan
kemudahan penggunaan juga memiliki efek signifikan pada sikap pengguna. Intensitas
penggunaan e-wallet pada mahasiswa beragam. Intensitas penggunaan yang paling banyak
dilakukan oleh beberapa informan yaitu lebih dari sepuluh kali dalam sebulan, lima sampai
sepuluh kali dalam satu bulan, enam sampai sembilan kali dalam satu bulan, dan lima sampai
enam kali dalam sebulan. Sedangkan intensitas penggunaan e-wallet informan lainnya lebih
sedikit, yaitu sebanyak dua sampai tiga kali dalam sebulan. Secara keseluruhan intensitas
untuk aktivitas konsumsi, para informan memiliki kesamaan dalam hal pemanfaatan aplikasi
tersebut untuk membeli pulsa, meskipun demikian terdapat perbedaan intensitas pada
informan dalam hal pembelian kebutuhan di merchant kerjasama
(Sobandi & Somantri, 2020)
.

Hal yang mendorong pemakaian uang elektronik, namun setelah dilakukan penelitian
terhadap responden, faktor utama yang mempengaruhi penggunaan uang elektronik adalah
persepsi kemudahan atau ease of use, dalam hal ini kemudahan dalam penggunaan uang
elektronik mengacu pada mudahnya akses pada pengisian saldo layanan yang dapat
dilakukan di berbagai gerai ritel, sehingga hal tersebut memudahkan konsumen sekaligus
mempengaruhi intensitas penggunaanya (Kinanti & Mukhlis, 2022). Persepsi kebermanfaatan
atau usefulness mempengaruhi intensitas penggunaan uang elektronik, hal tersebut
diakibatkan ketika pengguna merasa mahir dan merasa mudah dalam menggunakan aplikasi,
maka orang tersebut dapat mengambil manfaat dari penggunaan aplikasi dan memutuskan
untuk terus menggunakannya (Samara & Susanti, 2023).

2.4 Kepuasan Pelanggan


Kepuasan adalah perasaan seseorang yang berasal dari kesenangan atau kekecewaan
yang timbul saat membandingkan kinerja nyata produk atau layanan dengan harapan. Jika
kinerja atau pengalaman di bawah harapan, pelanggan akan merasa kecewa
(Wan et al., 2017)
. Jika sesuai dengan harapan, pelanggan akan merasa puas. Jika melebihi harapan,
pelanggan akan merasa sangat puas. Penilaian pelanggan terhadap kinerja produk atau
layanan dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, termasuk jenis hubungan loyalitas yang
dimiliki pelanggan terhadap merek. Menurut (Adixio & Saleh, 2018) , kepuasan dapat
diartikan sebagai upaya pemenuhan atau membuat sesuatu menjadi memadai.

Tujuan paling utama dari suatu usaha adalah menciptakan kepuasan bagi para pelanggan.
Tingkat kepuasan pembeli setelah melakukan pembelian sangat tergantung pada sejauh mana
kinerja penawaran memenuhi ekspektasi pembeli dan bagaimana pembeli menafsirkan
adanya penyimpangan antara keduanya (Subawa & Sulistyawati, 2020) . Secara umum,
kepuasan dapat didefinisikan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
melalui perbandingan antara kinerja yang dipersepsikan dari produk atau hasil dengan
ekspektasi seseorang. Kepuasan pelanggan adalah evaluasi purnabeli secara keseluruhan yang
dilakukan oleh pelanggan dengan membandingkan persepsi terhadap kinerja produk dengan
ekspektasi pra-pembelian. Dengan kata lain, kepuasan pelanggan terbentuk ketika
pengalaman setelah pembelian mencapai atau melebihi harapan yang telah dibentuk sebelum
melakukan pembelian.

Kepuasan pelanggan dianggap sebagai salah satu dimensi kinerja pasar. Dalam
mengukur kepuasan pelanggan, terdapat beberapa ukuran yang dapat digunakan, seperti yang
diungkapkan oleh (Sari et al., 2020) . Pengukuran kepuasan pelanggan dapat dilakukan
melalui empat sarana, yaitu sistem keluhan dan usulan, survei kepuasan konsumen,
konsumen samara, dan analisis mantan pelanggan. Indikator-indikator kepuasan pelanggan
terdiri dari kesesuaian harapan, minat untuk berkunjung kembali, serta kesediaan untuk
merekomendasikan. Kepuasan pelanggan dapat dikonseptualisasikan sebagai sikap senang
atau kecewa yang timbul setelah pelanggan mengalami penggunaan produk atau layanan dari
suatu perusahaan. Terbentuknya kepuasan ini terjadi melalui perbandingan antara kinerja
produk atau layanan dengan harapan yang dimiliki oleh pelanggan. Dalam mengevaluasi
kinerja produk atau layanan, pelanggan akan mempertimbangkan sejauh mana hasil tersebut
memenuhi atau tidak memenuhi ekspektasi mereka, dan mereka akan merespons dengan
emosi positif, negatif, atau netral terhadap pengalaman tersebut. Dengan demikian, kepuasan
pelanggan juga dapat diartikan sebagai keadaan atau perasaan senang yang tercapai ketika
produk atau layanan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan (Meliana et al., 2018).

Penelitian ini mengungkapkan bahwa kepercayaan konsumen dan nilai yang dirasakan
berkontribusi positif terhadap intensitas penggunaan kembali aplikasi e-wallet. Dalam
konteks ini, kepuasan pelanggan memainkan peran kunci sebagai variabel mediasi yang
memediasi pengaruh positif kepercayaan konsumen dan nilai yang dirasakan terhadap
intensitas penggunaan kembali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan
merupakan hasil dari pengalaman positif, dan meningkatnya kepuasan memperkuat intensitas
penggunaan kembali aplikasi e-wallet. Implikasi praktis dari temuan ini memberikan panduan
bagi penyedia layanan e-wallet untuk fokus pada peningkatan kepercayaan, nilai yang
dirasakan, dan kepuasan pelanggan guna mendorong penggunaan kembali aplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adixio, R. F., & Saleh, L. (2018). Pengaruh Kualitas Layanan dan Nilai yang Dirasakan Terhadap Niat
Pembelian Ulang Melalui Mediasi Kepuasan Pelanggan Restoran Solaria di Surabaya. Journal of
Business and Banking, 3(2), 151–164.
Gustiani, D., Putri, D., & Santoso, S. B. (2018). Analisis Pengaruh Kualitas Jasa, Nilai Yang
Dirasakan, Citra Merek Melalui Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan (Studi
pada PT Pos Indonesia (Persero)). Diponegoro Journal of Management, 7(1), 1–13.
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dbr
Kinanti, S. A., & Mukhlis, I. (2022). Analisis Pengaruh Faktor Persepsi Terhadap Minat
Penggunaan E-Wallet Shopeepay. Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan Pendidikan (JEBP), 2(1), 11–
25. https://doi.org/10.17977/um066v2i12022p11-25
Lismanizar, & Utami, S. (2021). Pengaruh Keamanan Pangan, Kesadaran Kesehatan, Nilai yang
Dirasakan dan Harga Terhadap Niat Beli Makanan Cepat Saji pada Konsumen KFC di Kota
Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Manajemen, 3(2), 86–97.
Meliana, Sulistiono, & Setiawan, B. (2018). Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Kepercayaan
Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Kasus pada Giant Hypermarket). Jurnal
Ilmiah Manajemen Kesatuan , 1(3).
Rivai, A. R., & Wahyudi, T. A. (2017). Pengaruh Persepsi Kualitas, Citra Merek, Persepsi Harga
terhadap Loyalitas Pelanggan Sebagai Variabel Mediasi. Kalbisocio: Jurnal Bisnis Dan
Komunikasi, 4(1).
Rosdiana, R., & Haris, I. A. (2018). Pengaruh Kepercayaan Konsumen Terhadap Minat Beli
Produk Pakaian Secara Online. International Journal of Social Science and Business, 2(3).
Rosdiana, R., Haris, I. A., & Suwena, K. R. (2019). Pengaruh Kepercayaan Konsumen Terhadap
Minat Beli Produk Pakaian Secara Online. Jurnal Pendidikan Ekonomi Undiksha, 11(1).
Samara, A., & Susanti, M. (2023). Pengaruh Kemudahan Penggunaan, Pengalaman Pengguna Dan
Kepuasan Pelanggan Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Penggunaan Aplikasi Dompet
Digital (E-Wallet) di Kalangan Mahasiswa Universitas Buddhi Dharma. Jurnal Riset
Akuntansi, 1(2), 249–260.
Sari, A. N., Mintarti, S. U., & Utomo, S. H. (2020). Penggunaan E-wallet dalam Membentuk
Perilaku Konsumsi Mahasiswa. Jurnal Pendidikan, 5(12).
http://journal.um.ac.id/index.php/jptpp/
Sobandi, A., & Somantri, B. (2020). Pengaruh Kepercayaan Konsumen Terhadap Keputusan
Pembelian Secara Online. Winter Journal: IMWI Student Research Journal, 1(1).
Subawa, I. G. B., & Sulistyawati, E. (2020). Kualitas Pelayanan Berpengaruh Terhadap Loyalitas
Pelanggan dengan Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel Mediasi. E-Jurnal Manajemen
Universitas Udayana, 9(2), 718. https://doi.org/10.24843/ejmunud.2020.v09.i02.p16
Wan, X., Wang, T., Zhang, W., & Cao, J. (2017). Perceived Value of Online Customization
Experience in China: Concept, Measurement, and Consequences. The Journal of High
Technology Management Research, 28(1), 17–28.
Yu, M.-C., Mai, Q., Tsai, S.-B., & Dai, Y. (2018). An Empirical Study on the Organizational
Trust, Employee-Organization Relationship and Innovative Behavior From the Integrated
Perspective of Social Exchange and Organizational Sustainability. Sustainability, 10(3), 864.

Anda mungkin juga menyukai