Anda di halaman 1dari 53

MODUL AJAR

(REVISI)

PRAKTIKUM TERMODINAMIKA TEKNIK KIMIA

Oleh :
Tim Lab. Thermodinamika 2023

POLITEKNIK NEGERI MALANG


2023
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………… i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................iv
TATA TERTIB LABORATORIUM……………………………….... 1
Bab I Pengukuran Dan Estimasi Volume Molar Serta Densitas
Cairan Pada Berbagai Temperatur…......................................13
Bab II Penentuan Panas Spesifik.......................................................18
Bab III Ekspansi Gas Ideal..................................................................21
Bab IV Kesetimbangan Uap – Cair.....................................................33
Bab V Tekanan Uap Jenuh (Saturation Pressure) Dari
Air...........................................................................................56
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................66

iii

2
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Rangkaian Alat Percobaan ……………………………… 11


Gambar IV.1 Skema Proses Isokhoris………………………………….. 22
Gambar IV.2 Skema Proses Isobaris…………………………………… 23
Gambar IV.3 Skema proses ekspansi gas ideal secara isothermal……… 24
Gambar IV.4 Skema proses adiabatik (a) dan perbedaannya dengan
proses isothermal (b)……………………………………... 25
Gambar IV.5 Skema Alat TH5 – Tampak Depan………………………. 27
Gambar IV.6 Skema Alat TH5 – Tampak 27
Belakang…………………….
Gambar V.1 Diagram fase (PT) dari karbon dioksida (CO2)………….. 34
Gambar V.2 Diagram titik didih dua cairan yang tercampur 36
sepenuhnya
Gambar V.3 Diagram titik didih sistem dengan deviasi positif terhadap
hukum Raoult……………………………………………. 37
Gambar V.4 Diagram titik didih sistem dengan deviasi positif terhadap
hukum Raoult…………………………………………… 37
Gambar V.5 Susunan Alat Percobaan Penelitian Kesetimbangan Uap-
Cair Dengan Data P, T, X……………………………….. 39
Gambar V.6 Contoh Kurva Pembahasan…………………………….... 42
Gambar VI.1 Skema Alat Percobaan Tekanan Uap Suatu Zat Cair……. 46
Gambar VI.2 Contoh Kurva Pembahasan………………………………. 47
Gambar VII.1 Kurva Kelarutan Garam-garam Anorganik Dalam 49
Air…...
Gambar VII.2 Perbedaan Entalpi Molar Larutan a) Entalpi Positif, b)
Entalpi Negatif…………………………………………… 50
Gambar VIII.1 Peristiwa penguapan (evaporation) dalam ruang terbuka
(a) dan dalam ruang tertutup (b)…………………………. 56
Gambar VIII.2 Proses perubahan dari penguapan (evaporation) menuju
ke kondisi mendidih (boiling)……………………………. 57
Gambar VIII.3 Skema Alat Percobaan…………………………………… 59
Gambar VIII.4 Diagram titik uap jenuh dari air pada berbagai tekanan…. 62

3
iv

4
TATA TERTIB LABORATORIUM
1. Kehadiran
a. Praktikan harus sudah datang kurang-lebih 15 menit sebelum praktikum
dimulai.
b. Praktikan yang terlambat datang dikenakan sanksi sesuai dengan aturan
yang berlaku, dan sebelum mengikuti praktikum harus menghadap
pembimbing.
c. Praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum jika keterlambatan
lebih dari 30 menit, dan dianggap alpa.
d. Praktikan harus mengikuti semua judul praktikum. Bagi yang tidak
mengikuti satu judul atau lebih dengan alasan apapun harus melaksanakan
praktikum susulan dengan mengikuti kelas lain atau bekerja sendiri di luar
jadwal.
e. Praktikan yang harus meninggalkan laboratorium karena sesuatu yang
tidak dapat ditunda harus diketahui oleh Pembimbing
2. Persiapan tertulis dan Pretest
a. Praktikan harus membuat ringkasan pelaksanaan praktikum sesuai dengan
urutan dan skema kerja dilengkapi dengan kolom cek dan tabel data
pengamatan.
b. Praktikan harus membuat daftar alat dan MSDS bahan kimia yang akan
digunakan, dilengkapi dengan keterangan mengenai aspek K3
(penanganan dan penanggulangan).
c. Praktikan harus mengerjakan pretest yang dibuat oleh pembimbing.
3. Pakaian dan Peralatan K3
a. Praktikan harus mengenakan jas lab atau pakaian kerja yang sesuai dengan
benar.
d. Praktikan dilarang mengenakan sepatu yang terbuka, beralas licin, dan
bertumit (hak) tinggi.
e. Praktikan wanita harus mengikat rambut yang panjang. Jas lab dikenakan
menutupi rambut / jilbab.
f. Praktikan diwajibkan mengenakan alat-alat pelindung diri (APD) yang
sesuai jika menangani bahan, alat dan pekerjaan berbahaya.

5
4. Setelah praktikum selesai
a. Praktikan wajib membersihkan kembali meja dan lantai tempat
melaksanakan praktikum dengan sepengetahuan teknisi laboratorium.
b. Praktikan wajib mengembalikan alat-alat praktikum kepada teknisi dalam
keadaan bersih dan tidak rusak atau cacat (keadaan alat seperti waktu
dipinjam).
c. Praktikan wajib membuat laporan sementara secara mandiri / berkelompok
dengan format sesuai ketentuan pembimbing.
d. Praktikan wajib membuat laporan resmi secara mandiri dengan format
seperti yang ditetapkan oleh pembimbing / Kepala Laboratorium. Laporan
resmi dikumpulkan pada minggu berikutnya sebagai prasyarat untuk
mengikuti praktikum selanjutnya.
5. Kerusakan Alat
a. Alat yang rusak dan pecah selama pelaksanaan praktikum harus segera
dilaporkan kepada teknisi untuk dicatat dan mendapatkan ganti sementara
waktu.
b. Penggantian alat yang rusak / pecah menjadi tanggung jawab individu /
kelompok praktikum.
c. Penggantian alat yang rusak / pecah paling lambat harus diselesaikan
sebelum pelaksanaan kuliah semester berikutnya. Praktikan yang
merupakan mahasiswa semester terakhir harus melakukan pengembalian
alat paling lambat sebelum pelaksanaan ujian tugas akhir.
d. Penggantian alat harus menyertakan bukti pembelian asli.
e. Penggantian alat yang bernilai sangat mahal dan di luar jangkauan
kemampuan mahasiswa harus dibicarakan dengan Ketua Jurusan.
f. Praktikan dalam melakukan penggantian alat dilarang bertransaksi dengan
pembimbing maupun teknisi.

6
6. Larangan bagi praktikan
a. Membawa tas ke dalam laboratorium.
b. Makan, minum, merokok di dalam dan ruangan sekitar laboratorium pada
jam praktikum.
c. Mengganggu praktikan lain, bergurau dan membuat kegaduhan di dalam
laboratorium.
d. Melakukan komunikasi menggunakan handphone.
e. Membuat percobaan sendiri di luar judul yang dijadwalkan.
f. Melakukan percobaan di luar laboratorium atau membawa alat keluar dari
laboratorium tanpa seijin Kepala Laboratorium dan Ketua Jurusan
g. Membuang sampah sembarangan serta membuang sampah padat maupun
limbah / sisa praktikum ke dalam wastafel.

7
BAB I. PENGUKURAN DAN ESTIMASI VOLUME MOLAR SERTA
DENSITAS CAIRAN PADA BERBAGAI TEMPERATUR

II. 1. Capaian Pembelajaran


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat (1) melakukan
pengukuran volume molar dan densitas cairan pada berbagai temperatur, (2)
menghitung / melakukan estimasi volume molar dan densitas cairan dengan
metode Elbro serta (3) membandingkan hasil pengukuran dan hasil estimasi.

II. 2. Dasar Teori


Volume molar dan densitas cairan merupakan properties yang penting
pada perhitungan neraca massa maupun energi. Nilai kedua properties tersebut
pada zat cair maupun gas dipengaruhi oleh temperatur. Metode estimasi
perhitungan properties zat cair dan gas telah banyak dikembangkan dewasa ini.
Metode – metode tersebut sangat membantu untuk mempercepat penyediaan data
yang diperlukan pada perhitungan di teknik kimia, sejalan dengan beragamnya
bahan. Pengukuran secara eksperimen (pengukuran) cukup memakan waktu
mengingat semakin banyaknya kebutuhan informasi data properties yang
diharapkan dapat tersaji dengan cepat.
Metode estimasi didasarkan pada sifat – sifat fisik molekul bahan. Teori
Charles dan Gay-Lussac, yang dikombinasikan dengan hipotesa Avogadro,
menghasilkan persamaan hukum gas ideal dimana PV = NRT. Persamaan ini
merupakan dasar untuk mengembangkan teori – teori molekul. Pengembangan
hukum gas ideal tidak hanya dapat dipakai mengembangkan teori molekul tetapi
dapat juga digunakan untuk mengkorelasikan sifat-sifat fisik fluida.
Contoh properties yang dapat dikorelasikan dengan sifat sifat fisis adalah
volume molar dan densitas. Korelasi ini dalam bentuk persamaan matematis
berdasarkan grup kontribusi. Salah satu persamaan yang mengkorelasikan volume
molar berdasarkan grup kontribusi dikemukakan oleh Elbro, dkk (1991).
Persamaan ini digunakan untuk menghitung volume molar senyawa – senyawa
organik dengan rumusan seperti persamaan (1).
V = Σ (ni Δvi) (1)

8
ni adalah jumlah grup penyusun bahan dan Δvi volume molar grup yang
merupakan fungsi temperatur, berdasarkan persamaan (2)
Δvi = Ai + BiT + CiT2 (2)
Harga A, B, dan C adalah konstanta grup kontribusi Elbro, nilai A, B dan C
dapat dilihat pada buku “The Properties of Gases and Liquids“, seperti terlihat
pada Tabel 1. Perhitungan densitas dilakukan dengan membagi berat molekul
bahan dengan V hasil perhitungan pada persamaan (1). Sedangkan menurut
pengamatan densitas dapat dihitung berdasarkan rumus
(berat piknometer+bahan)−(berat piknometer (3)
Ρ =
kosong)
volume piknometer

II. 3. Alat Percobaan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari :
1. Gelas ukur 50 ml
2. Piknometer
3. Beaker glass 100 ml
4. Termometer 100oC
5. Timbangan

II. 4. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari :
1. Etanol p.a
2. Toluene p.a
3. Metanol p.a

9
Tabel II. 1. Konstanta Grup Konstribusi Untuk Volume Zat Cair (Polling dkk)

No Group A 103B 105C


3
cm /mol cm3/(mol K) cm3/(mol K2)
1. CH3 18.960 45.58 0
2. CH2 12.520 12.94 0
3. CH 6.297 -21.92 0
4. C 1.296 -58.66 0
5. ACH 10.090 17.37 0
6. ACCH3 23.550 24.43 0
7. ACCH2 18.160 -8.589 0
8. ACCH 8.925 -31.86 0
9. ACC 7.369 -83.60 0
10. CH2 = 20.630 31.43 0
11. CH = 6.761 23.97 0
12. C= -0.3971 -14.10 0
13. CH2OH 39.460 -110.60 23.31
14. CHOH 40.920 -193.20 32.21
15. ACOH 41.20 -164.20 22.78
16. CH3CO 42.180 -67.17 22.58
17. CH2CO 48.560 -170.40 32.15
18. CHCO 25.170 -185.60 28.59
19. CHOH 12.090 45.25 0
20. CH3COO 42.820 -20.50 16.42
21. CH2COO 49.730 -154.10 33.19
22. CHCOO 43.280 -168.70 33.25
23. COO 14.230 11.93 0
24. ACCOO 43.060 -147.20 20.93
25. CH3O 16.660 74.31 0
26. CH2O 14.410 28.54 0
27. CHOH 35.070 -199.70 40.93
28. COO 30.120 -247.30 40.69
29. CH2Cl 25.29 49.11 0
30. CHCl 17.40 27.24 0
31. CCl 37.62 -179.1 32.47
32. CHCl2 36.45 54.31 0
33. CCl3 48.74 65.53 0
34. ACCl 23.51 9.503 0
35. Si 86.71 -555.5 97.90
36. Sio 17.41 -22.18 0

10
II. 5. Prosedur Perhitungan Molar Volume Teoritis
1. Estimasi volume molar etanol dan / atau bahan – bahan lain dilakukan
berdasarkan metode Elbro, dengan cara sebagai berikut :
 Tuliskan rumus bangun etanol dan / atau bahan – bahan lain
 Uraikan rumus bangun berdasarkan grup kontribusi Elbro table III.1 di
atas.
 Perhitungan volume molar dilakukan dengan menggunakan persamaan
(1) dan (2).
2. Densitas perhitungan bahan dihitung dengan cara membagi berat molekul
(BM) masing – masing bahan dengan volume molar hasil perhitungan
pada langkah 3 di atas.

Percobaan A. Penentuan Molar Volume dengan Gelas Ukur


1. Kondisikan suhu bahan sesuai variable (15 C, 20 C dan suhu lingkungan)
2. Bahan yang akan digunakan ditimbang sebanyak 5 gram pada suhu yang
diminta. Penimbangan bisa dilakukan langsung pada gelas ukur.
3. Volume dari bahan yang ditimbang kemudian dibaca dan dicatat
4. Densitas bahan dihitung
5. Molar volume bahan ditentukan dari densitas yang diperoleh

Percobaan B. Penentuan Molar Volume dengan Piknometer


1. Volume piknometer yang akan digunakan dicatat (v)
2. Timbang massa pikno kosong dilengkapi dengan tutup, dan dicatat sebagai
m0
3. Kondisikan suhu bahan dan piknometer sesuai variable ( 15 C, 20 C dan
suhu lingkungan), catatan : jika diminta pada suhu 15 C maka, lebih baik
didinginkan pada suhu sekitar 14 C, untuk mengatasi terjadinya perpindahan
panas ketika bahan dipindahkan
4. Bahan yang digunakan dimasukan kedalam piknometer (sampai tumpah,
pastikan pikno terisi penuh), kemudian piknometer ditutup
5. Keringkan piknometer dengan tissue, dan ditimbang, massa dicatat sebagai
m1

11
6. Densitas bahan dihitung
7. Molar volume bahan ditentukan dari densitas yang diperoleh

II. 6. Data Pengamatan


II. 6. 1. Percobaan A.
Jenis bahan : .............................. BM....................gr/gmol
No Temperatur Berat Volume Densitas Molar
(oC) bahan bahan Bahan Volume
(gr) (mL) (gr/ml) (cm3/mol)
1
2

Molar Volume percobaan dapat ditentukan dengan persamaan


𝑔
𝑐𝑚3 𝐵𝑀 ( )
𝑉 ( )= 𝑚𝑜𝑙
𝑔
𝑚𝑜𝑙 𝜌( )
𝑚𝑙

12
II. 6. 2. Percobaan B
Jenis bahan : .............................. BM....................gr/gmol
Berat pikno kosong [m0]..................................... = gr
Suhu Berat Berat Volum Densita Molar
No (oC) pikno pikno e pikno s bahan Volume
koson kosong (mL) (gr/mL) (cm3/mol)
g (gr) + [(3) – [(4) – p0]/(6)
p0]/(5)
baha
n (gr)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1
2

Molar Volume percobaan dapat ditentukan dengan persamaan


𝑔
𝑐𝑚3 𝐵𝑀 ( )
𝑉 ( )= 𝑚𝑜𝑙
𝑔
𝑚𝑜𝑙 𝜌 ( )
𝑚𝑙

II. 7. Pembahasan
1. Pembahasan ditekankan pada perbandingan hasil pengukuran dan hasil
estimasi berdasarkan persamaan Elbro, baik untuk volume molar maupun
densitas, dengan acuan persen penyimpangan.
2. Molar Volume Percobaan A dan B
3. Molar Volume Percobaan A dan Persamaan Elbro
4. Molar Volume Percobaan B dan Persamaan Elbro

Molar Volume percobaan dapat ditentukan dengan persamaan


𝑔
𝑐𝑚3 𝐵𝑀 ( )
𝑉 ( )= 𝑚𝑜𝑙
𝑔
𝑚𝑜𝑙 𝜌( )
𝑚𝑙

13
BAB III PENENTUAN PANAS SPESIFIK

III. 1. Capaian Pembelajaran


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat (1) menjelaskan
hukum kekekalan energi yang diaplikasikan pada energi thermal, (2) merumuskan
konsep termodinamika yang terkait dengan aliran panas dari dan ke material /
bahan padat, dan (3) menghitung panas spesifik logam tertentu dalam rentang
temperatur antara suhu air mendidih s/d suhu ruangan.

III. 2. Dasar Teori


Aliran panas yang terjadi dari atau ke suatu benda menyebabkan terjadinya
perubahan suhu. Hubungan antara perubahan perubahan energi panas yang
mengalir dengan perubahan suhu disebut panas spesifik. Energi panas Q yang
dibutuhkan untuk menaikkan suhu benda yang memiliki massa m sebesar T
dapat dirumuskan dalam persamaan (1).
∆𝑄 = 𝑚 ∙ 𝐶 ∙ ∆𝑇 (1)
Konstanta C menunjukkan besarnya panas spesifik (specific heat). Panas
spesifik didefinisikan sebagai energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan
suhu dari 1 gram bahan/zat sebesar 1oC. Panas spesifik benda dapat diukur dengan
percobaan – percobaan sederhana berdasarkan hukum kekekalan energi.
Percobaan ini bertujuan untuk mengukur panas spesifik logam berdasarkan
hukum kekekalan energi. Panas spesifik logam, misal aluminium, dapat diukur
dengan mencelupkan potongan logam dengan massa tertentu (m Al) dan suhu awal
(initial temperature) Ti,Al (sekitar 100oC) ke dalam air dengan dengan massa m w
dan suhu awal Ti,w sehingga mencapai suhu kesetimbangan Tf.
Kehilangan panas dari logam alumnium sama dengan panas yang diserap
oleh air, jika diasumsikan tidak ada tambahan atau kehilangan energi panas dari
lingkungan dan / atau oleh air dan aluminium. Pernyataan tersebut dapat
dinyatakan sebagai persamaan (2).
−∆𝑄𝑎𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑖𝑢𝑚 = ∆𝑄𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 (2)
Tanda minus menunjukkan panas mengalir dari potongan aluminium
menuju ke air. Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak bisa

14
dibuat atau dimusnahkan, namun bisa diubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya,
sehingga ∆𝑄𝑎𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑖𝑢𝑚 + ∆𝑄𝑤𝑎𝑡𝑒𝑟 = 0. Persamaan (1) digunakan dalam persamaan
(2) menghasilkan persamaan (3) sehingga panas spesifik dari logam aluminium
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4). Tabel IV.1 menunjukkan
harga panas spesifik beberapa zat, baik berupa padatan, cairan maupun gas pada
tekanan atmosfir.
𝑚𝐴𝑙 ∙ 𝐶𝐴𝑙 ∙ (𝑇𝑖,𝐴𝑙 − 𝑇𝑓) = 𝑚𝑤 ∙ 𝐶𝑤 ∙ (𝑇𝑓 − 𝑇𝑖,𝑤) (3)

𝐶𝐴𝑙 𝑚𝑤∙𝐶𝑤∙(𝑇𝑓−𝑇𝑖,𝑤) (4)


= 𝑚𝐴𝑙∙(𝑇𝑖,𝐴𝑙−𝑇𝑓)

Tabel III. 1. Nilai Panas Spesifik Beberapa Zat


Padatan Panas Cairan Panas Gas pada Panas
spesifik spesifik tekanan spesifik
atmosfir
Baja 0.117 Air 1.000 Udara 0.237
Tembaga 0.097 Es 0.594 Karbon dioksida 0.198
Seng 0.093 Uap 0.500 Nitrogen 0.241
Mercury 0.033 Bensin 0.434 Oksigen 0.221
Batubara 0.241 Alkohol 0.600
Arang 0.200 Parafin 0.511

III. 3. Alat dan Bahan Percobaan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari :
1. Termometer
2. Potongan logam aluminium, tembaga,seng, dll.
3. Aquades
4. Styrofoam cup untuk air
5. Beaker glass
6. Hot plate
7. Termometer digital
8. Neraca analitik

15
III. 4. Prosedur Percobaan
1. Potongan logam, misal aluminium, ditimbang dengan teliti dan dicatat
sebagai mAl.
2. Air dipanaskan hingga mendidih dalam beaker glass dengan menggunakan
hot plate. Gunakan thermometer digital untuk mengukur suhunya.
3. Potongan logam (misal aluminium) dimasukkan ke air pada poin 2, yang
sudah mendidih / suhu air mendekati 100oC.
4. Suhu air akan mengalami sedikit penurunan sesaat setelah logam
dimasukkan ke beaker glass. Tunggu beberapa saat sehingga suhu air di
beaker glass yang berisi potongan logam kembali mencapai 100 oC. Suhu
tersebut dicatat sebagai suhu awal (initial temperature) dari logam (Ti,Al).
5. Bersamaan dengan pengerjaan poin 2 – 4, styrofoam cup kosong dan
styrofoam cup + air (dengan suhu ruang) ditimbang dan hitung massa air di
dalam styrofoam cup serta catat sebagai mw. Suhu air di dalam styrofoam
cup diukur dan dicatat sebagai initial temperature air (Ti,w).
6. Potongan logam pada poin 4 di atas dipindahkan dengan cepat ke dalam
styrofoam cup yang berisi air. Jangan sampai ada air yang tumpah.
Pengadukan dilakukan sesaat setelah logam dimasukkan ke dalam air.
7. Suhu air dan potongan logam dicatat suhunya setiap 3 detik sampai
sebagai tercapai suhu kesetimbangan. Suhu kesetimbangan tersebut dicatat
sebagai suhu akhir (final temperature - Tf).

III. 5. Pembahasan
1. Teori percobaan dapat ditambahkan tentang faktor – faktor yang
mempengaruhi nilai panas spesifik suatu zat.
2. Pembahasan didasarkan pada hasil perhitungan persen kesalahan nilai
panas spesifik hasil eksperimen terhadap nilai panas spesifik yang ada di
literature. Pembahasan dititikberatkan pada faktor – faktor yang menjadi
penyebab persen kesalahan tersebut.
3. Lakukan penghitungan ulang dengan cara menambahkan nilai persen
kesalahan ke nilai final temperature - Tf dan bandingkan nilai panas
spesifik hasil eksperimen dengan hasil penghitungan ulang.

16
BAB IV EKSPANSI GAS IDEAL

IV. 1. Capaian Pembelajaran


Setelah mengikuti percobaan ini, mahasiswa diharapkan (1) dapat
menghitung rasio kapasitas panas udara () sebagai gas ideal dan (2) dapat
mengetahui sifat – sifat gas ideal dan proses adiabatik.

IV. 2. Teori Percobaan


Proses pemanasan dan ekspansi gas secara umum bisa didefinisikan
sebagai proses termodinamika. Dari pengamatan, sebagai hasil dari aliran energi,
perubahan terjadi pada berbagai sifat gas seperti tekanan, volume, temperatur,
energi spesifik, enthalpi spesifik, dan lain - lain. Proses termodinamika bisa terjadi
dalam berbagai keadaan. Beberapa proses termodinamika yang ada adalah: (1)
proses volume konstan, (2) proses tekanan konstan, (3) proses hiperbolik, (4)
proses isothermal (proses temperatur konstan), (5) proses adiabatik atau proses
isentropik, (6) proses politropik, (7) proses ekspansi bebas dan (8) proses
throttling.
Proses yang disebutkan di atas juga bisa diaplikasikan pada proses
pendinginan dan kompresi gas. Pendinginan merupakan pemanasan negatif, dan
kompresi adalah ekspansi negatif. Dalam proses termodinamika, salah satu hal
yang ingin diketahui adalah mencari jumlah kerja yang dilakukan selama proses.

Proses Volume Konstan (isochoric process)


Proses isokhorik adalah sebuah proses termodinamika dimana volume
sistem tetap konstan selama pasokan panas. Karena gas tidak mengalami
perubahan volume, maka usaha yang dilakukan oleh gas sama dengan nol. Contoh
proses isokhoris adalah ketika sebuah silinder, yang dilengkapi dengan piston,
berisi gas ideal dan dipanaskan pada selang waktu tertentu, Piston dijaga dalam
kondisi tetap, seperti terlihat dalam gambar VII.1, volume silinder (dapat
diasumsikan juga merupakan volume gas ideal dalam siliner) tetap konstan selama
pasokan panas.

17
Gambar IV. 1. Skema proses isokhoris (www.citycollegiate.com)

Penambahan panas yang dilakukan ke dalam sistem tersebut menyebabkan


beberapa perubahan, yaitu : (1) Energi dalam meningkat, (2) suhu dan tekanan
meningkat, serta (3) volume sistem tetap tidak berubah. Volume sistem yang tetap
menyebabkan tidak ada kerja (work – W) yang dilakukan oleh sistem. Dengan
demikian, berdasarkan Hukum I Termodinamika, proses isokhoris dapat
dinyatakan dalam persamaan – persamaan berikut.

𝑑𝑄 = 𝑑𝑈 + 𝑑𝑊 = 𝑑𝑈 + 𝑝 ∙ 𝑑𝑉 (1)
Volume konstan maka dV = 0, sehingga persamaan (1) dapat dinyatakan
dalam:
𝑑𝑄 = 𝑑𝑈 (2)
Persamaan (2) menunjukkan bahwa penambahan panas yang dilakukan ke
dalam sistem digunakan untuk meningkatkan energi dalam dari sistem.

Proses Tekanan Konstan (isobaric process)


Proses isobaris / isobaric process terjadi apabila panas ditambahkan pada
sistem dengan kondisi tekanan yang tetap. Ketika gas dipanaskan pada tekanan
konstan, temperatur dan volume gas akan meningkat. Perubahan volume ini
menyebabkan panas yang ditambahkan ke dalam sistem dimanfaatkan untuk
menaikkan energi dalam dari gas, dan juga untuk melakukan kerja luar. Proses ini
mengikuti hukum Charles. Gambar VII.2 menunjukkan skema proses isobaris

18
Gambar IV. 2. Skema proses isobaris (www.citycollegiate.com)

Jika panas sejumlah Qp ditambahkan ke dalam sistem (berupa gas ideal


dalam piston) pada tekanan tetap, perubahan yang terjadi adalah (1) temperatur
berubah dari T1 ke T2, (2) energi dalam dari sistem bertambah dari U1 ke U2 dan
(3) gas ideal melakukan kerja terhadap piston yang bebas bergerak sehingga
volume sistem berubah. Berdasarkan Hukum 1 Termodinamika perubahan di atas
dapat dinyatakan dalam persamaan – persamaan berikut.
𝑄𝑝 = 𝑑𝑈 + 𝑊 = 𝑑𝑈 + 𝑝 ∙ 𝑑𝑉 (3)
𝑄𝑝 = (𝑈2 − 𝑈1) + 𝑝(𝑉2 − 𝑉1) (4)
𝑄𝑝 = (𝑈2 + 𝑝 ∙ 𝑉2) − (𝑈1 + 𝑝 ∙ 𝑉1) (5)
Seperti diketahui bersama bahwa U + pV = H sehingga persamaan (5) dapat
ditulis dalam bentuk yang lain, yaitu:
𝑄𝑝 = 𝐻2 − 𝐻1 = 𝑑𝐻 (6)
Persamaan (6) menunjukkan bahwa panas yang ditambahkan ke dalam
sistem sebanding dengan perubahan energi dalam dari sistem.
Kondisi yang lain terjadi apabila gas didinginkan pada tekanan konstan.
Peristiwa ini disebut kompresi dan perubahan yang terjadi adalah temperatur dan
volume sistem berkurang sehingga dikatakan ‘kerja dilakukan pada gas’ dan kalor
yang dilepaskan oleh gas sebanding dengan perubahan energi dalam dari sistem

Proses Isothermal (Proses Temperatur Konstan)


Proses di mana temperatur sistem tetap konstan selama ekspansi atau
kompresi, disebut proses isothermal atau proses temperatur konstan. Hal ini

19
terjadi

20
jika sistem tetap dalam persinggungan termal dengan lingkungannya, sehingga
kalor yang dihisap atau dilepaskan dikompensasikan dengan kerja mekanik yang
dilakukan oleh atau pada gas. Dengan demikian, proses isothermal tidak
mengalami perubahan temperatur, dan tidak ada perubahan energi dalam. Selain
itu, proses isotermal mengikuti hukum Boyle, sehingga untuk gas ideal pV =
konstan.
Berdasarkan Hukum I Termodinamika, perubahan yang terjadi pada
proses isothermal dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan – persamaan berikut.
𝑑𝑄 = 𝑑𝑈 + 𝑑𝑊 (7)
Perubahan energi dalam tidak terjadi selama proses isothermal, sehingga dU
= 0 dan persamaan (7) menjadi 𝑑𝑄 = 𝑑𝑊 (8)
Dengan demikian, selama ekspansi thermal berlaku
Kalor yang ditambahkan = Kerja yang dilakukan oleh gas (dW)
dan selama kompresi isotermal:
Kalor yang dikeluarkan = Kerja yang dilakukan pada gas (-dW)

Kerja yang Dilakukan Selama Ekspansi Isothermal


Gambar VII.3 menunjukkan skema proses ekspansi gas ideal secara
isothermal, seperti yang ditunjukkan oleh garis AB.

Gambar IV. 3. Skema proses ekspansi gas ideal secara isothermal


Ambillah sebuah titik E pada kurva AB. p dan v adalah tekanan dan
volume
pada titik ini. Misalkan ada peningkatan sejumlah kecil volume sebesar dv.
Perubahan ini sangat kecil, sehingga tekanan selama perubahan ini diasumsikan
21
tetap. Kerja yang terjadi selama perubahan ini ditunjukkan oleh luas daerah yang
diarsir di bawah kurva AB.

Proses Adiabatik atau Proses Isentropik


Proses dimana zat kerja tidak menerima atau memberikan kalor ke
lingkungan selama ekspansi atau kompresi disebut proses adiabatik. Kondisi ini
bisa terjadi apabila zat kerja terisolasi secara termal. Dengan demikian, keadaan
yang terjadi selama proses adiabatik adalah (1) tidak ada kalor yang masuk atau
keluar dari sistem (zat kerja), (2) temperatur sistem berubah ketika kerja
dilakukan dengan perubahan energi dalam, dan (3) perubahan energi dalam sama
dengan kerja mekanik yang dilakukan.
Hukum I Termodinamika menunjukkan bahwa:
𝑑𝑄 = 𝑑𝑈 + 𝑑𝑊 = 0 (9)
sehingga ΔU = -W (dalam satuan kerja). Tanda minus menunjukkan bahwa untuk
kenaikan energi dalam, kerja mesti dilakukan pada gas dan sebaliknya.
Skema proses adiabatik digambarkan pada Gambar VII.4 (a). Gambar ini
memiliki kemiripan dengan Gambar VII.3, perbedaan hanya terletak pada
kelandaian dari kurva ekspansi adiabatik, seperti terlihat pada Gambar VII.4 (b).

(a) (b)
Gambar IV. 4. Skema proses adiabatik (a) dan perbedaannya dengan
proses isothermal (b)

22
IV. 3. Alat dan Bahan
1) Alat :
 1 set modul TH5
 1 set personal computer (PC) sebagai pencatat data
Gambar alat :
 Gambar disajikan dalam Gambar VII.5 dan Gambar VII.6
2) Bahan :
 Udara

23
V1 V2 V3 Keterangan Gambar :
1. Pressure sensor for pressure vessel
2. Top plate
3. Pressure vessel
1
7 4. Bottom plate
5. “O” ring
6. Vacuum vessel
6 7. Pressure sensor for vacuum vessel V1.
3
exit valve for pressure vessel
V2. interconnection valve
V3. exit valve for vacuum vessel

Gambar IV. 5. Skema alat TH5 – tampak depan

Air pump

V6
V5 Keterangan Gambar :
T2
T1 V4. Isolating valve for pressure vessel
V5. Needle valve connecting to vacuum vessel
V4 V6. Needle valve connecting to pressure vessel
V7
V7. Isolating valve for vacuum vessel
T1. Temperature probe for pressure vessel
T2. Temperature probe for vacuum vessel

Gambar IV. 6. Skema alat TH5 – tampak belakang

24
IV. 4. Percobaan A: Penentuan Rasio Kapasitas Panas ()
VII.4. 1. Prosedur Percobaan
1) Persiapan
 Kedua tabung (pressure vessel dan vacuum vessel) harus dipastikan berada
dalam kondisi atmosferik dengan cara membuka valve V1 dan V3 yang
berada di atas tabung.
 Semua valve yang lain harus dalam kondisi tertutup.
 Nyalakan console yang terhubung dengan peralatan / modul TH5.
 Nyalakan PC sebagai pencatat data.
2) Percobaan
 Ukur dan catat tekanan udara sekitar (tekanan atmosferik / Patm) dengan
menggunakan barometer.
 Tutup valve V1 danV3 serta buka valve V4
 Buka perekam grafik / data logger yang sesuai di PC dengan cara :
i) Buka program “TH5 Expansion Process of a Perfect Gas”
ii) Pilih “Exercise A”, tekan tombol “Load”
iii) Pilih “View – Table” untuk menampilkan data logger atau “View –
Graph” untuk menampilkan grafik.
 Nyalakan pompa udara (air pump) sehingga udara mengalir ke dalam
pressure vessel dan tekanan di dalam vessel mencapai 30 kN/m2 (seperti
terlihat di console)
 Matikan pompa udara dan tutup valve V4
 Tunggu sampai tekanan (P) dalam pressure vessel telah stabil (P akan
turun sedikit ketika suhu isi tabung menjadi sama dengan suhu ruang)
 Catat P yang stabil tersebut sebagai Ps awal.
 Tekan tombol “GO” pada program
 Buka sedikit valve V1 dengan sangat cepat sehingga ada sedikit udara
yang keluar dari tabung.
 Rekam nilai P setiap waktu sebagai Pi sebagaimana tercatat di data logger.
 Biarkan isi tabung kembali ke suhu lingkungan dan catat P akhir sebagai Pf.
 Ulangi langkah di atas untuk berbagai nilai tekanan awal yang berbeda.

25
3) Penutup
 Simpan file di folder “D:/”
 Tutup program “TH5 Expansion Process of a Perfect Gas”
 Matikan PC dan console yang terhubung dengan peralatan / modul TH5

VII.4. 2. Data Pengamatan


1) Catat hasil percobaan selain di data logger, seperti di bawah ini:
 Atmospheric pressure (absolute) Patm......................... N/m2
 Starting pressure (absolute) P1 abss.................. N/m2 (= Ps+ Patm)
 Intermediate pressure(absolute) P1 absi.................. N/m2 (= Pi+ Patm)
 Final pressure (absolute) P1 absf.................. N/m2 (= Pf+ Patm)

VII.4. 3. Hasil Percobaan dan Perhitungan


1) Gambarkan kurva tekanan vs volume untuk proses di atas!
2) Hitung ratio kapasitas panas (  /
𝐶𝑝 ) untuk masing – masing tahap
𝐶𝑣

menggunakan persamaan berikut:

𝐶𝑝 𝑙𝑛𝑃𝑎𝑏𝑠𝑠 − 𝑙𝑛𝑃1 𝑎𝑏𝑠𝑖


𝐶𝑣 =𝑙𝑛𝑃1 𝑎𝑏𝑠𝑖 − 𝑙𝑛𝑃1 𝑎𝑏𝑠𝑓

VII.4. 4. Pembahasan
1) Beri penjelasan tentang jenis proses yang terjadi berdasarkan kurva tekanan vs
volume!
2) Bandingkan hasil percobaan dengan kondisi yang diharapkan secara teoritis!
Beri alasan penyebabnya!

26
IV. 5. Percobaan B : Penentuan Rasio Volume pada Proses Isotermal
IV.5. 1. Prosedur percobaan
1) Persiapan
 Kedua tabung (pressure vessel dan vacuum vessel) harus dipastikan berada
dalam kondisi atmosferik dengan cara membuka valve V1 dan V3 yang
berada di atas tabung.
 Semua valve yang lain harus dalam kondisi tertutup.
 Nyalakan console yang terhubung dengan peralatan / modul TH5.
 Nyalakan PC sebagai pencatat data.
2) Percobaan
 Ukur dan catat tekanan udara sekitar (tekanan atmosferik / Patm) dengan
menggunakan barometer.
 Tutup valve V1, V3 dan V5, serta buka valve V4
 Buka perekam grafik / data logger yang sesuai di PC dengan cara :
i) Buka program “TH5 Expansion Process of a Perfect Gas”
ii) Pilih “Exercise B”, tekan tombol “Load”
iii) Pilih “View – Table” untuk menampilkan data logger atau “View –
Graph” untuk menampilkan grafik.
 Nyalakan pompa udara (air pump) sehingga udara mengalir ke dalam
pressure vessel dan tekanan di dalam vessel mencapai 30 kN/m2 (seperti
terlihat di console)
 Matikan pompa udara dan tutup valve V4
 Tunggu sampai tekanan (P) dalam pressure vessel telah stabil (P akan
turun sedikit ketika suhu isi tabung menjadi sama dengan suhu ruang)
 Catat P yang stabil tersebut sebagai Ps awal.
 Pastikan bahwa valve V5 tertutup dan valve V6 terbuka. Buka valve V5
perlahan sehingga udara mengalir dari pressure vessel ke vacuum vessel.
Atur valve V5 sehingga P turun perlahan dan tidak ada perubahan di T1
dan T2. (Jika udara mengalir terlalu cepat, sehingga T1 dan T2 berubah
maka percobaan harus diulang).
 Tekan tombol “GO” pada program dan rekam nilai P setiap waktu sebagai
Pi sebagaimana tercatat di data logger.

27
 Biarkan kedua tabung stabil dalam hal tekanan dan suhu kemudian catat P
akhir sebagai Pf.
 Ulangi langkah di atas untuk berbagai nilai tekanan awal di pressure vessel
yang berbeda.
3) Penutup
 Simpan file di folder “D:/”
 Tutup program “TH5 Expansion Process of a Perfect Gas”
 Matikan PC dan console yang terhubung dengan peralatan / modul TH5

IV.5. 2. Data pengamatan


1) Catat hasil percobaan selain di data logger, seperti di bawah ini:
 Constant temperature in both vessels T.................................oC
 Atmospheric pressure (absolute) Patm...............................................N/m2
 Initial pressure for pressure vessel (absolute) P1 abss........................................N/m2
(= Ps+ Patm)
 Initial pressure for vacuum vessel (absolute) P2 absi.........................................N/m2
(=Patm – Vs)
 Final pressure of both vessel (absolute) P1 absf.........................................N/m2
(= Pf+ Patm)

IV.5. 3. Hasil Percobaan dan Perhitungan


1) Gambarkan kurva tekanan vs volume untuk proses di atas!
2) Hitung ratio volume antara kedua vessel menggunakan persamaan berikut:
𝑉𝑜𝑙1 𝑃2 𝑎𝑏𝑠𝑠 − 𝑃𝑓
𝑉𝑜𝑙2= 𝑃𝑓 − 𝑃1 𝑎𝑏𝑠𝑠

IV.5. 4. Pembahasan
1) Beri penjelasan tentang jenis proses yang terjadi berdasarkan kurva tekanan vs
volume!
2) Bandingkan hasil percobaan dengan kondisi yang diharapkan secara teoritis!
Beri alasan penyebabnya!

28
IV. 6. Kesimpulan dan Saran
 Tarik kesimpulan yang diperoleh dari percobaan A dan B serta beri saran
perbaikan!

29
BAB V. KESETIMBANGAN UAP CAIR

V. 1. Capaian Pembelajaran
Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat (1) menunjukkan
hubungan antara komposisi larutan, komposisi uap dengan suhu pada kondisi
kesetimbangan uap – cair sistem biner, (2) mempraktekkan percobaan distilasi
sederhana, dan (3) menghitung komposisi larutan berdasarkan indeks bias.

V. 2. Dasar Teori
Kaidah Fasa Gibbs
Kaidah fasa Gibbs diusulkan oleh Josiah Willard Gibbs pada 1870-an
dalam bentuk persamaan :
F=C–P+2 (1)
di mana P (terkadang juga dinyatakan sebagai π atau Φ) adalah jumlah fase
dalam kesetimbangan termodinamika dan C adalah jumlah komponen. F adalah
jumlah derajat kebebasan yang menunjukkan jumlah properti intensif (intensive
properties) yang tidak tergantung dari variabel intensif lainnya, misalkan
temperatur, tekanan, dan lain – lain.
Fase adalah suatu bentuk materi yang homogen, baik dalam komposisi
kimia dan maupun tampilan fisiknya. Fase yang dimaksud dalam persamaan (1)
meliputi fase padat, cair dan gas. Dua cairan yang tidak bercampur (immiscible
liquids) dan dipisahkan oleh batas yang berbeda dihitung sebagai dua fase yang
berbeda, seperti hal campuran dua jenis padatan (immiscible solids).
Jumlah komponen (C) adalah jumlah bahan kimia independen yang
terlibat dalam sistem, yaitu jumlah minimum spesies independen yang diperlukan
untuk menentukan komposisi semua fase sistem.

Kaidah Fasa Gibbs untuk zat murni (one component system)


Untuk zat murni, jumlah komponen (C) = 1, sehingga F = 3 - P. Apabila
sistem berada dalam satu fase (P = 1), maka jumlah derajat kebebasan sistem (F)
menjadi 2. Angka ini menunjukkan bahwa sistem membutuhkan dua data
variabel/properti intensif agar dapat terdefinsi. Dua variabel tersebut biasanya

30
berupa temperatur dan tekanan. Namun, jika suhu dan tekanan diatur menuju ke
titik di mana komponen/zat murni mengalami pemisahan menjadi dua fase (P =
2), F berkurang dari 2 ke 1. Ketika sistem memasuki wilayah dua fase, menjadi
tidak mungkin lagi untuk mengatur suhu dan tekanan secara bersamaan.
Penjelasan tersebut dapat dilihat di gambar V.1. yang menunjukkan
diagram fase (PT) dari karbon dioksida (CO2). Salah satu daerah dua fase
ditunjukkan oleh garis batas antara daerah gas dan daerah cair (liquid). Jika
tekanan sistem meningkat (sistem mengalami kompresi), gas CO2 mengembun
sebagian dan suhu sistem naik secara otomatis. Jika suhu sistem turun karena
pendinginan, gas CO2 mengembun sebagian dan tekanan sistem menjadi
berkurang. Hubungan antara tekanan dan suhu ini berlangsung terus hingga CO2
yang berada dalam fase gas maupun cair habis karena kondensasi maupun
evaporasi atau titik kritis tercapai. Selama ada dua fase, hanya ada satu derajat
kebebasan yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sistem. Misal sistem berada
pada temperatur 250 K, kondisi dua fase hanya tercapai pada tekanan + 20 bar.

Gambar V. 1. Diagram fase (PT) dari karbon dioksida (CO2) [Wikipedia.org]

31
Gambar V.1. juga menampilkan titik kritis (critical point) dan titik triple
(triple point). Titik kritis adalah titik hitam pada akhir batas cair-gas. Mendekati
titik ini fase cair dan gas menjadi semakin mirip dan ketika mencapai titik kritis,
tidak ada lagi pemisahan menjadi dua fase. Di atas titik kritis, F = 2 dan suhu serta
tekanan dapat dikontrol secara independen. Oleh karena itu, pada kondisi ini
hanya ada satu fase yaitu berupa dense gas, atau biasa dikenal sebagai fluida
superkritis. Sedang titik triple adalah kondisi dimana ketiga fase (cair, padat dan
gas) berada dalam kesetimbangan. Untuk zat murni, titik triple berada pada suhu
dan tekanan tertentu (F = 0).

Kaidah Fasa Gibbs untuk dua komponen (two component systems)


Untuk campuran biner, jumlah komponen kimia independen yang terlibat
dalam sistem (C) adalah 2, sehingga F = 4 - P. Selain variabel temperatur dan
tekanan, variabel lain yang dibutuhkan untuk mendefinisikan sistem adalah
komposisi masing – masing fase, sering dinyatakan sebagai fraksi mol atau fraksi
massa dari salah satu komponen.
Sebagai contoh, sistem dua cairan yang tercampur sepenuhnya (completely
miscible liquids) seperti toluena dan benzena yang berada dalam kesetimbangan
dengan uapnya. Sistem ini dapat dijelaskan oleh diagram titik didih (boiling point
diagram) yang menunjukkan komposisi (fraksi mol) dari dua fase dalam
kesetimbangan sebagai fungsi suhu (pada tekanan tetap), seperti terlihat pada
gambar V.2.
Empat variabel termodinamika yang dapat menggambarkan sistem di atas
adalah temperatur (T), tekanan (P), fraksi mol komponen 1 (toluena) dalam fase
cair (x1,L), dan fraksi mol komponen 1 dalam fase uap (x 1,V). Namun karena kedua
fase berada dalam kesetimbangan, maka hanya dua dari variabel-variabel tersebut
yang independen (F = 2).

32
X2,V X2,L

(T10)

(T20)

X1,V X1,L

Gambar V. 2. Diagram titik didih dua cairan yang tercampur sepenuhnya

Untuk T dan P tertentu, akan ada dua fase pada kesetimbangan ketika
sistem terletak di antara dua garis kurva (dew point curve dan boiling point curve).
Sebuah garis horizontal (isoterm atau tie – line) dapat ditarik melalui setiap titik di
sistem tersebut, dan berpotongan dengan kurva untuk setiap fase pada komposisi
keseimbangannya.
Diagram fase cair – uap untuk sistem lain mungkin memiliki azeotrop
(maksimum atau minimum) pada kurva komposisi, tetapi penerapan aturan fase
tidak berubah. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa komposisi dari kedua fase
akan sama persis pada titik azeotrop.
Kondisi azeotrop terjadi karena campuran mengalami deviasi terhadap
hukum Raoult (Raoult law). Deviasi dari hukum Raoult ini disebabkan karena
perbedaan gaya tarik – menarik antara molekul – molekul heterogen dan gaya
tarik
– menarik antara molekul – molekul homogen. Jika pada suhu tertentu, tekanan
uap dari campuran lebih tinggi daripada yang diprediksikan hukum Raoult maka
sistem dikatakan menunjukkan deviasi positif, dan sebaliknya. Deviasi positif ini
sebagai akibat gaya tarik menarik antara molekul – molekul homogen yang lebih
besar daripada gaya tarik menarik antara molekul – molekul heterogen. Gambar
V.3 dan V.4 berturut – turut menunjukkan contoh diagram titik didih sistem
33
dengan deviasi positif dan deviasi negatif terhadap hukun Raoult.

34
Gambar V. 3. Diagram titik didih sistem dengan deviasi positif
terhadap hukum Raoult

Gambar V. 4. Diagram titik didih sistem dengan deviasi negatif


terhadap hukum Raoult

35
V. 3. Alat Percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari :
1. Tabung reaksi kecil = 18 buah
2. Pipet ukur 25 ml = 1 buah
3. Karet penghisap = 1 buah
4. Corong kaca = 1 buah
5. Gelas ukur 100 ml = 1 buah
6. Gelas ukur 10 ml = 1 buah
7. Labu takar 100 ml = 1 buah
8. Pipet tetes = 1 buah
9. Refraktometer;
10. Alat destilasi lengkap, yang terdiri dari :
- Three neck flask (TNF)
- klem holder dan statif
- electric mantle
- supporting ring
- kondensor pendingin balik (reflux)
- adaptor
- termometer
- plug

V. 4. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah zat – zat yang dapat
membentuk sistem biner misalnya metanol – akuades atau etanol – akuades.

36
V. 5. Prosedur Percobaan
1. Susun alat seperti gambar di bawah ini

Gambar V.5 Susunan alat percobaan penentuan kesetimbangan uap-cair dengan


data P, T, x

2. Susun alat sesuai dengan gambar di atas


3. Ambil Metanol atau Etanol 3 ml dan ukur indeks biasnya
menggunakan refraktometer
4. Masukan Metanol atau Etanol (sesuai variabel) 100 ml ke TNF melalui
port no. 3
5. Tutup lubang no. 3 dengan plug
6. Alirkan air untuk kondensor
7. Nyalakan heater (pastikan termometer tercelup dalam bahan)
8. Amati bahan sampai mendidih, catat suhu didihnya saat suhu konstan
9. Ambil sampel liquid dari port no. 3 menggunakan pipet +/ 5 ml
10. Analisa konsentrasi sampel liquid dengan cara menguukur indeks biasnya
menggunakan refraktrometer dan ubah dari % volume menjadi % mol
11. Tambahkan akuades sebanyak 30 ml ke dalam TNF melalui port no. 3

37
12. Ulangi langkah 1-9, hingga 5 kali
13. Data hasil percobaan dicatat dalam laporan sementara.

V. 6. Data Pengamatan
Konsentrasi Liquid (x) Konsentrasi Liquid (x)
Sample No. T (°C)
% vol % mol

V. 7. Perhitungan
1. Hitunglah komposisi fase uap dengan menggunakan metode perhitungan
BUBLE T untuk setiap data yang diperoleh dengan asumsi liquid adalah
liquid ideal sesuai dengan Gambar 2.
2. Hitung RMSD T dan y berdasarkan persamaan

RMSD 
 ( y exp ycal)2
n

RMSD 
(T exp Tcal)2
n
y = fraksi mol komponen dalam fase
uap T = suhu
n = jumlah data
3. Bandingkan data hasil perhitungan dengan melakukan plot dalam satu
grafik antara data teoritis dan hasil percobaan + perhitungan (grafik : T
sebagai sumbu y dan (x,y) sebagai sumbu x

38
Tabel V. 1. Data Teoritis VLE Untuk Sistem Etanol (1) + Air (2)*

P (kPa) T (°C) x1 x2 y1 y2
101.3 100 0.00 1.00 0.00 1.00
101.3 86.8 0.10 0.90 0.43 0.57
101.3 83.2 0.20 0.80 0.53 0.47
101.3 81.8 0.30 0.70 0.58 0.43
101.3 80.8 0.40 0.60 0.62 0.38
101.3 80.1 0.50 0.50 0.65 0.35
101.3 79.35 0.60 0.40 0.70 0.30
101.3 78.76 0.70 0.30 0.76 0.24
101.3 78.37 0.80 0.20 0.83 0.17
101.3 78.16 0.90 0.10 0.90 0.10
101.3 78.32 1.00 0.00 1.00 0.00
*Wozny, G.; Cremer, H. Chem.-Ing.-Tech., 1981, 53, 89.
Tabel V. 2. Data Teoritis VLE Untuk Sistem Metanol(1) + Air (2)*
P (kPa) T (oC ) x1 x2 y1 y2
101.32 100.00 0.00 1.00 0.00 1.00
101.32 96.40 0.02 0.98 0.13 0.87
101.32 93.50 0.04 0.96 0.23 0.77
101.32 91.20 0.06 0.94 0.30 0.70
101.32 89.30 0.08 0.92 0.37 0.64
101.32 87.70 0.10 0.90 0.42 0.58
101.32 84.40 0.15 0.85 0.52 0.48
101.32 81.70 0.20 0.80 0.58 0.42
101.32 78.00 0.30 0.70 0.67 0.34
101.32 75.30 0.40 0.60 0.73 0.27
101.32 73.10 0.50 0.50 0.78 0.22
101.32 71.20 0.60 0.40 0.83 0.18
101.32 69.30 0.70 0.30 0.87 0.13
101.32 67.50 0.80 0.20 0.92 0.09
101.32 66.00 0.90 0.10 0.96 0.04
101.32 65.00 0.95 0.05 0.98 0.02
101.32 64.50 1.00 0.00 1.00 0.00
*Dunlop, J. G. Thesis, Brooklyn Polytech. Inst., 1948.

39
V. 8. Pembahasan
Bandingkan kurva kesetimbangan uap-cair yang diperoleh dengan kurva
dalam literatur. Berikan alasan/argumentasi bila terdapat ketidaksesuaian hasil
percobaan dengan teori.

Contoh kurva yang dicantumkan pada pembahasan

40
BAB VIII TEKANAN UAP JENUH (SATURATION PRESSURE) DARI AIR

VIII. 1. Capaian Pembelajaran


Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa dapat (1) menerangkan
perilaku air selama proses transisi antara fase cair dan fase uap, (2)
mengidentifikasi dan membuat sketsa dari masing – masing tahap proses transisi
air dari fase cair ke fase uap, serta (3) menghitung / menentukan tekanan uap
jenuh dari air.
.
VIII. 2. Dasar Teori
Penguapan adalah peristiwa yang terjadi ketika partikel – partikel zat cair
meninggalkan kelompoknya ketika zat cair tersebut dikenai panas terus menerus.
Apabila pemanasan dilakukan dalam wadah yang tertutup, partikel – partikel zat
cair yang meninggalkan kelompoknya akan kembali ke zat cair asalnya, seperti
terlihat pada Gambar VIII.1(b). Uap yang berada di atas zat cair dalam wadah
tertutup tersebut berada dalam kondisi jenuh (saturated) dan tekanan dari uap
tersebut dikenal dengan istilah tekanan uap jenuh (saturated vapor pressure).

(a) (b)
Gambar VIII. 1. Peristiwa penguapan (evaporation) dalam ruang terbuka (a)
dan dalam ruang tertutup (b).

Secara umum, penguapan dikategorikan sebagai fenomena permukaan


saja. Partikel zat cair yang memiliki energi kinetic yang cukup akan meninggalkan
kelompoknya. Biasanya partikel ini terletak di permukaan zat cair saja. Hal ini
terjadi karena tekanan uap pada saat penguapan masih rendah sehingga partikel
41
yang terdapat di bagian bawah zat cair tidak mempunyai cukup energi kinetic dan
tidak terbentuk gelembung – gelembung dari zat cair tersebut.
Apabila pemanasan terus dilanjutkan, perubahan fase akan terjadi pada
permukaan bidang yang bersentuhan dengan pemanas disertai dengan gelembung
– gelembung kecil uap mulai terbentuk. Proses ini berlangsung terus, bahkan lebih
banyak gelembung uap yang terbentuk dengan meningkatnya panas yang masuk
ke sistem. Sistem akan mencapai kondisi mendidih (boiling). Kondisi mendidih
(boiling point) tercapai ketika tekanan uap jenuh (saturated vapor pressure) sama
dengan tekanan atmosferik. Gelembung – gelembung dari zat cair mulai terbentuk
dari bagian bawah zat cair dan bergerak ke atas permukaan zat cair, sehingga
kondisi mendidih menjadi fenomena volum (volume phenomena), seperti terlihat
dalam Gambar VIII.2.

Gambar VIII. 2. Proses perubahan dari penguapan (evaporation) menuju ke


kondisi mendidih (boiling)

Titik didih (boiling point) didefinisikan sebagai suhu di mana tekanan uap
jenuh (saturation vapor pressure) dari zat cair sama dengan tekanan atmosferik.
Untuk air, tekanan uap jenuhnya mencapai tekanan atmosferik 760 mmHg pada
100oC. Sebagaimana diketahui tekanan uap meningkat dengan kenaikan suhu,
sehingga untuk tekanan di atas 760 mmHg (misalkan di dalam pressure cooker)
titik didih air menjadi lebih dari 100oC dan untuk tekanan di bawah 760 mmHg (
misalkan di bawah permukaan laut) titik didih air menjadi kurang dari 100 oC.
perubahan tekanan +/- 28 mmHg akan merubah titik didih zat cair sebesar 1oC.
Kurva yang menggambarkan hubungan antara tekanan, volume spesifik
dan suhu, khususnya pada saat perubahan fase dari fase cair ke fase uap, dapat

42
ditemukan pada banyak literatur. Percobaan kali ini bertujuan untuk mendapatkan
kurva hubungan tekanan dan suhu pada proses penguapan dengan volume tetap.

VIII. 3. Alat dan Bahan


VIII. 3. 1. Alat percobaan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari :
1. Seperangkat alat TH3
2. Beaker glass 250 ml
VIII. 3. 2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini terdiri dari :
1. Aquabides

VIII. 4. Prosedur Percobaan


VIII. 4. 1. Persiapan Alat
Semua prosedur berikut berdasarkan keterangan pada Gambar IX.3.
1. Katub kalorimeter (V2) dan katub pembuangan (V1) di dasar boiler
dipastikan dalam keadaan tertutup.
2. Daya listrik ke konsol dipastikan dalam keadaaan mati/off sebelum mengisi
boiler.
3. Titik pengisian yang terdapat di bagian atas (V4) dibuka dengan
menggunakan ‘kunci’ yang tersedia. Tangki boiler diisi dengan air bersih atau
air yang telah di deionisasi hingga level air mencapai setengahnya dengan
melihat kaca yang terdapat pada bagian depan boiler. Titik pengisian (V4)
ditutup kembali dengan menggunakan ‘kunci’ yang tersedia.
4. Daya listrik diaktifkan dan konsol dinyalakan.

43
Gambar VIII. 3. Skema alat percobaan

VIII. 4. 2. Percobaan A
Tujuan percobaan : mempelajari perilaku air selama proses transisi antara fase
cair dan fase uap.
Prosedur Percobaan :
1. Pemanas dinyalakan (pada level maksimum) melalui tombol yang terdapat
di konsol.
2. Perubahan fluida yang terjadi selama proses pemanasan diamati dari kaca
pengamatan (viewing port). Setiap perubahan yang terjadi digambar dan
dicatat waktu perubahannya.
Contoh :

t = ….menit t = ….menit t = ….menit t = ….menit

3. Tekanan pada bejana yang ditunjukkan oleh sensor tekanan P1 dan


resistensi yang ditunjukkan termometer platinum T1 dicatat pada interval
3, 4 / 5 menit. Tahanan yang tercatat di T1 dapat dikonversi ke dalam suhu
berdasarkan Tabel IX.1 dan Tabel IX.2.
4. Ketika sistem telah mencapai tekanan maksimum (7 bar), katub
kalorimeter (V2) dibuka secara penuh. Ttekanan (P1) dan suhu (T1) tetap

44
dicatat setiap

45
interval 30 detik. Perubahan yang terjadi pada fluida juga diteruskan pada
saat penurunan tekanan.
5. Setelah percobaan selesai, katub kalorimeter dibiarkan terbuka dan
pemanas dimatikan. PERHATIAN : Dilarang menutup katub calorimeter
(V2) pada saat sistem dalam keadaan panas karena dapat menyebabkan
kerusakan alat.

Data pengamatan :
Measured Corrected Output Rc1 () Temperature T1 Pressure Fluid
Output Rm1 () [dilihat dari Tabel 1] (oC) [dilihat dari P1(kN/m2) Appearance
Tabel 2]

Tugas dan Pembahasan :


1. Buatlah gambar grafik tekanan terhadap suhu berdasarkan hasil percobaan
masing - masing.
2. Jelaskan perilaku fluida yang telah diamati pada saat dipanaskan dan pada
saat mengalami penurunan tekanan. Apakah fluida menunjukkan
perubahan perilaku secara mendadak atau mengalami perubahan yang
bertahap?
3. Beri tanggapan pada grafik tekanan dan suhu yang diperoleh., apakah
mirip dengan grafik secara teoritis yang diberikan?

VIII. 4. 3. Percobaan B
Tujuan percobaan: memahami prinsip – prinsip pengukuran tekanan uap jenuh
Prosedur Percobaan:
1. Pemanas dinyalakan pada kondisi maksimal.
2. Dalam selang waktu 2 menit, output temperatur (T1) dan pembacaan dari
sensor tekanan (P1) dicatat sebagai data selama proses pemanasan.

46
3. Ketika tekanan maksimum operasi tercapai (7 bar), pemanas dimatikan.

47
4. Dalam interval 5 menit, output temperatur (T1) dan hasil pembacaan
sensor tekanan (P1) dicatat sebagai data selama proses pendinginan.
5. Pencatatan data saat pemanasan dapat dilakukan dengan interval
lebih pendek, misal 0,5 menit atau 1 menit.
6. Langkah 1 – 4 diulang dengan daya pemanas yang lebih rendah
mengetahui pengaruh perbedaan tingkat pemanasan. Tingkat pendinginan
tetap sehingga tidak perlu di ulang.
7. Nilai temperatur absolute pada temperatur tahanan platina
menggunakan Tabel 1 dan Tabel 2
8. Hasil pembacaan sensor tekanan (P1) diubah ke tekanan absolut
menggunakan data tekanan barometer.
9. Dengan asumsi bahwa temperatur uap sama dengan titik uap dari air,
uap jenuh aktual
menggunakan dapat
Gambar IX.4.ditentukan berdasarkan data tekanan

Data pengamatan :

Elapsed Measured Corrected Absolute Pressure Absolute Actual


time Output Rm1 Output Rc1 temperature P1 Pressure Pabs temperature Tact
T () () Tabs (K) (kN/m2) (kN/m2) (K)
(minute) [dicatat dari [dilihat dari [dilihat dari [Pabs = P1 + [diperoleh bds
konsol] Tabel IX.1] Tabel IX.2] Patm] Pabs, di Gbr IX.4]

48
Gambar VIII. 4. Diagram titik uap jenuh dari air pada berbagai tekanan

Tugas dan Pembahasan


1. Buatlah gambar grafik yang menunjukkan korelasi temperatur aktual
terhadap waktu. Berikan komentar pada grafik yang diperoleh.
2. Diskusikan perbedaan antara temperatur aktual dengan temperatur yang
ditunjukkan sebagai output dari temperatur tahanan platina.
3. Perkirakan keterlambatan panas dari termometer lalu bandingkan dengan
keterlambatan panas pada saat perbedaan tingkat pemanasan.

49
4. Apakah hasil ini memberikan pengaruh yang signifikan dalam pengukuran
tekanan saturasi? Bagaimana mengurangi pengaruh dari keterlambatan
panas ?

Tabel VIII. 1. Data Koreksi Tahanan dari Temperatur Platina (T1)

Measured Corrected Measured Corrected Measured Corrected


Resistance Resistance Resistance Resistance Resistance Resistance
() () () () () ()
100 100.00 121 119.13 141 141.10
101 100.83 122 120.14 142 142.32
102 101.68 123 121.15 143 143.54
103 102.53 124 122.17 144 144.78
104 103.38 125 123.20 145 146.04
105 104.25 126 124.24 146 147.30
106 105.12 127 125.29 147 148.58
107 106.00 128 126.35 148 149.87
108 106.88 129 127.42 149 151.17
109 107.78 130 128.50 150 152.50
110 108.68 131 129.59 151 153.83
111 109.59 132 130.70 152 155.17
112 110.50 133 131.81 153 156.53
113 111.43 134 132.93 154 157.91
114 112.36 135 134.06 155 159.30
115 113.30 136 135.21 156 160.71
116 114.25 137 136.36 157 162.13
117 115.21 138 137.53 158 163.56
118 116.18 139 138.71 159 165.02
119 117.16 140 139.90 160 166.48
120 118.14

50
Tabel VIII. 2. PT100 Platinum Resistance Thermometer Reference Chart

51
Membandingkan Tekanan Uap Air dengan Persaamaan Antoine
Untuk T kalkulasi dapat dihitung berdasarkan persamaan Antoine berikut

Antoine Constants for Water


Water Temperature A B C
1 to 100 degrees Celsius 8.07131 1730.63 233.426
99 to 374 degrees Celsius 8.14019 1810.94 244.485

1. Persamaan berlaku dari 1 sampai 374 derajat Celcius.


2. Antara 99 dan 100 derajat Celcius di mana kedua set konstanta
dapat digunakan.
3. Tekanan yang dihitung adalah titik di mana air akan mendidih pada suhu
yang dimasukkan.
4. Persamaan menggunakan Celsius untuk suhu dan tekanan dalam mmHg.

52
DAFTAR PUSTAKA

Daubert, T.E., 1985, Chemical Engineering Thermodynamics, McGraw – Hill,


Inc., Singapore
Smith, J.M., Van Ness, H. V., dan Abbott, M. M., 2001, Introduction to Chemical
Engineering Thermodynamics, 6th edition, McGraw – Hill, Inc., Singapore
U.S. Department of Energy, 1992, DOE Fundamentals Handbook –
Thermodynamics, Heat Transfer, and Fluid Flow, Vol. 1 of 3
Polling, Bruce. E., Prausnitz, John M., and O’Connell, John P., 2004, The
Properties of Gases and Liquids, 5th edition, Mc. Graw Hill Companies via
www.engineeringlibrary.com.
Yunus, A.D., 2005, Diktat Kuliah Termodinamika Teknik, Fakultas Teknik
Universitas Darma Persada, Jakarta

53

Anda mungkin juga menyukai