Anda di halaman 1dari 2

“Literasi Kegiatan Beresensi”

Eunike Gabriela Anabel

Sebuah tembok kokoh dipenuhi beberapa pigura foto. Salah satunya foto seorang anak
perempuan yang sedang memakai toga wisuda. Ya, itu diri saya sendiri, Eunike Gabriela
Anabel. Foto yang lupa diambil tahun berapa itu merupakan bukti kelulusan saya dari Taman
Kanak-Kanak (TK).

Mundur saat saya masih TK, rasanya pemahaman saya terhadap ilmu pengetahuan
melebihi anak kecil pada umumnya. Setiap hari saya selalu membaca buku, baik buku cerita
maupun buku mengenai ilmu sains. Bahkan, hampir setiap bulan saya membeli lebih dari
empat buku sekaligus, dan setiap buku-nya selalu saya baca sampai halaman terakhir.
Kemampuan saya dalam hal literasi terus berkembang. Saya menjadi mahir dalam memahami
sebuah bacaan, menyelesaikan sebuah karya tulis, bahkan memahami materi pelajaran di
sekolah. Manfaatnya terus saya rasakan sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Namun sayangnya, saya sangat merasa kurang berliterasi mulai saat pandemi Covid-19.
Banyak hal yang berubah. Saya lebih lambat dalam memahami sebuah bacaan dari biasanya
dan hal ini berpengaruh kepada kemampuan saya dalam bidang akademik maupun non-
akademik. Saya terus merasa tertekan dan lebih sering menangis. Saya merasa gagal dan
menjadi orang paling bodoh di dunia. Namun, saya menyadari suatu hal saat di tingkat
Sekolah Menengah Akhir (SMA). Saya kurang termotivasi dan terlalu larut dalam kesedihan.
Saya berusaha untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik dan mulai serius dalam
berbagai hal. Saya mulai mencari kekurangan saya dari hasil PTS yang sudah diberikan. Dan
ternyata, salah satu kekurangan saya adalah literasi.

Sejak pandemi saya kurang berliterasi. Maka dari itu, saya mulai meningkatkan
kembali kemampuan literasi saya. Saya lebih sering menghabiskan waktu dengan buku
bacaan atau bahkan artikel yang tersedia di internet, mengasah kemampuan menulis saya, dan
kegiatan berliterasi lainnya. Bahkan rasanya, saya lebih sering datang ke perpustakaan di
sekolah dibandingkan menyelam di media sosial. Hasilnya memang belum tampak. Namun,
saya dapat merasakan kemajuan secara perlahan dari diri saya sendiri.

Pada akhirnya, saya mengerti bahwa literasi sangat dibutuhkan untuk membentuk
kemampuan bahkan karakter dari pelajar. Dan saya yakin sekali, jika setiap pelajar di
Indonesia terus meningkatkan kemampuan berliterasi mereka, pastinya negara Indonesia
tidak akan menempati posisi sepuluh negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah.
Maka dari itu, saya sangat mengajak dan mengharapkan teman-teman satu bangsa
untuk terus berliterasi, kapanpun, dimanapun, dan dengan siapapun. Kaislah ilmu
pengetahuan. Bangunlah citra nama bangsa dengan literasi.

Anda mungkin juga menyukai