Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH MIKROBIOLOGI

“TEKNIK KULTUR MIKROORGANISME”

Dosen Pengampu : Nanda Pratiwi, S.Pd., M. Pd

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
Nurindah Khairani (4213141061)
Safrina Rizkiah Hasibuan (4213141023)
T. Najria Suhaila (4213341028)
Yunita Dwi Oriza Br. Saing (4211141019)
Zuriah Aditya Mecca (4211141010)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Mikrobiologi. Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Nanda Pratiwi, S.Pd., M.Pd.
selaku dosen pengampu mata kuliah Mikrobiologi yang telah memberikan kami waktu dan
kesempatan untuk bisa menyelesaikan makalah ini.

Adapun makalah ini mencakup tentang transpirasi. Makalah ini masih jauh dari yang
diharapkan, baik pengertian, penataan dan sebagainya. Penulis menyadari sepenuhnya akan
kemampuan yang masih terbatas, sehingga masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini dan hasilnya belum dapat dikatakan sempurna. Oleh karena itu, masukan, kritik
dan saran yang sifatnya membangun penulis dapat menerimannya dalam rangka
kesempurnaan makalah ini. Dan dengan ini penulis berharap makalah ini dapat memberikan
dampak baik bagi para pembaca semua.

Medan, Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
2.1 Teknik Isolasi Mikroorganisme ..................................................................................... 2
2.2 Teknik Penyimpanan Mikroorganisme ........................................................................ 8
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 16
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 16
3.2 Saran.............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mikroorganisme, termasuk bakteri, jamur, dan virus, memiliki peran krusial dalam ilmu
hayati. Mereka memainkan peran penting dalam siklus biogeokimia, dekomposisi bahan
organik, dan produksi bahan pangan serta obat-obatan. Oleh karena itu, studi mikroorganisme
menjadi fokus utama dalam penelitian ilmu hayati.

Teknik kultur mikroorganisme merupakan metode dasar dalam isolasi, identifikasi, dan
karakterisasi mikroorganisme. Selain itu, teknik ini juga memiliki peran sentral dalam
produksi industri, seperti pembuatan antibiotik, enzim, dan produk fermentasi lainnya.
Pemahaman yang mendalam tentang teknik kultur mikroorganisme menjadi kunci untuk
memanfaatkan potensi mikroorganisme dalam berbagai aplikasi.

Pentingnya teknik kultur mikroorganisme terletak pada kemampuannya untuk


menyediakan populasi mikroorganisme yang murni dan dapat diisolasi, sehingga
memungkinkan para peneliti dan ilmuwan mikrobiologi untuk memahami sifat, fungsi, dan
karakteristik mikroorganisme dengan lebih baik. Dengan teknik ini, kita dapat memperoleh
wawasan yang mendalam tentang interaksi mikroorganisme dengan lingkungan sekitarnya,
serta potensinya dalam berbagai aplikasi industri dan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana teknik isolasi mikroorganisme?


2. Bagaimana teknik penyimpanan mikroorganisme?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui teknik isolasi mikroorganisme


2. Untuk mengetahui teknik penyimpanan mikroorganisme

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teknik Isolasi Mikroorganisme

Isolasi mikroba adalah proses mengambil bakteri dari lingkungan asalnya misalnya
tanah, air, limbah dan lain-lain untuk dikembangkan atau ditumbuhkan pada medium buatan
meliputi NA (Nutrien Agar), PDA (Potato Dextrose Agar) atau medium lainnya sehingga
didapatkan biakan yang murni. Mikroba yang dibiakakan dari satu tempat ke tempat lainnya
harus menggunakan prosedur steril atau aseptik. Aseptik memiliki arti bebas dari kontaminasi
spesies lain atau mikroba lain. Teknik aseptic merupakan hal terpenting apabila berkaitan
dengan isolasi mikroba. Teknik aseptik juga merupakan kegiatan dalam melindungi laboran
dari kontaminasi bakteri (Singleton dan Sainsbury, 2006).

Kondisi aseptis dalam isolasi dalam laboratorium mikrobiologi sangat diperlukan


dengan tujuan agar mikroba yang terisolasi/didapatkan adalah mikroba yang benar-benar
berasal dari habitat asalnya, bukan mikroba dari peralatan atau bahan lain yang digunakan
selama prosesnya. Untuk itu peralatan atau bahan yang akan digunakan dalam proses isolasi
sangat penting untuk dilakukan tahap sterilisasi terlebih dahulu. Kegiatan dalam mengisolasi
bakteri yang fungsi untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungan
aslinya sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni dilakukan dengan beberapa cara
diantaranya yaitu cara goresan (streak plate), cara taburan atau tuang (pour plate), cara sebar
(spread plate), cara pengenceran (dilution method), serta mikromanipulator (the
micromanipulator method).

1) Sterilisasi

Sterilisasi adalah proses membunuh mikroorganisme yang mungkin ada pada suatu
benda. Sterilisasi merupakan persyaratan mutlak untuk keberhasilan pekerjaan di
laboratorium mikrobiologi. Proses sterilisasi membutuhkan berbagai teknik untuk sterilisasi
yang sempurna. Sterilisasi didefinisikan sebagai proses membebaskan alat dari segala bentuk
kehidupan. Tujuan sterilisasi adalah untuk membebaskan alat atau bahan dari berbagai bentuk
kehidupan, terutama mikroorganisme. Dalam praktik mikrobiologi, alat dan media steril
sangat penting. Adanya pertumbuhan mikroba menunjukkan bahwa bakteri masih tumbuh
dan proses sterilisasi belum sempurna. Sterilisasi akan berlangsung sepenuhnya sebelum

2
spora bakteri, bentuk kehidupan mikroba yang paling tahan, dihancurkan (Lud Waluyo,
2004).

Macam-macam dan Teknik Sterilisasi Secara umum, ada tiga teknik sterilisasi yang
umum digunakan. Pemilihan teknik sterilisasi didasarkan pada sifat peralatan dan bahan yang
akan disterilkan. Ketiga teknik tersebut adalah:

a. Sterilisasi Mekanik/Filtrasi Mensterilkan (filter) secara mekanis pada suhu kamar


menggunakan filter berpori yang sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron) untuk
menjaga mikroorganisme tetap pada filter. Sterilisasi ini cocok untuk bahan yang
sensitif terhadap panas seperti enzim dan larutan antibiotik.
b. Sterilisasi Fisik Sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan panas atau radiasi. Sterilisasi
fisik radiasi dapat dilakukan dengan menggunakan sinar UV. Ada empat jenis
sterilisasi panas:
 Pemijaran Api, membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum
inokulum, pinset, batang L, dll
 Panas kering, yaitu penggunaan udara panas untuk sterilisasi. Sterilisasi kering
ditandai dengan penggunaan oven suhu tinggi (170-180'C) dalam waktu lama
(1-3 jam). Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari kaca,
seperti kerucut, tabung reaksi, dll. Bungkus, pasang, atau letakkan
peralatan/bahan dalam wadah kedap udara sebelum dimasukkan ke dalam
oven untuk mencegah kontaminasi saat dikeluarkan dari oven.
 Uap Panas. Konsepnya mirip dengan mengukus. Bahan yang mengandung air
lebih cocok untuk metode ini, agar tidak terjadi dehidrasi.
 Uap panas bertekanan (autoclave). Alat yang digunakan adalah autoklaf. Alat
ini bekerja dengan menggunakan uap panas pada suhu 121ºC selama 15 menit
pada tekanan 1 atmosfer. Sterilisasi uap tergantung pada:
 Alat/bahan harus dapat ditembus uap panas secara merata tanpa
mengalami kerusakan
 Kondisi steril harus bebas udara (vacum)
 Suhu yang terukur harus mencapai 121ºC selama 15 menit.
 Bahan/alat yang tidak dapat disterilisasi dengan uap panas adalah
serum, vitamin, antibiotik dan enzim, pelarut organik (seperti phenol),
buffer yang mengandung deterjen (seperti SDS). Erlenmeyer hanya
dapat mengisi media hingga volume totalnya.

3
c. Sterilisasi kimiawi. Sterilisasi ini digunakan untuk alat/bahan yang tidak tahan panas
atau kondisi aseptik (desinfeksi bangku dan tangan). Bahan kimia yang dapat
digunakan adalah alkohol, asam pasetoasetat, formaldehida, dll.

2) Disinfeksi

Desinfeksi adalah penghancuran, penghambatan atau penghilangan mikroorganisme


yang dapat menyebabkan penyakit atau masalah lain seperti pembusukan. Hal ini biasanya
dicapai melalui penggunaan bahan kimia. Disinfektan adalah bahan kimia yang digunakan
untuk mencegah infeksi atau kontaminasi oleh mikroorganisme seperti bakteri dan virus, dan
untuk membunuh atau mengurangi jumlah mikroorganisme atau bakteri lain.

Hasil dari proses desinfeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor:

 Beban organik (bioburden) pada objek


 Jenis dan tingkat kontaminasi mikroba
 Pembersihan atau dekontaminasi objek sebelumnya
 Konsentrasi desinfektan
 Struktur fisik benda
 Suhu dan pH proses desinfeksi

Desinfeksi terbagi menjadi tiga tingkat:

a. Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah proses yang membunuh semua makhluk
hidup, tetapi spora bakteri hanya terbunuh sebagian. Dapat direbus selama 20 menit
atau dijenuhkan dengan desinfektan dalam jumlah besar selama 30 menit, misalnya
dengan glutaraldehid atau H2O2
b. Desinfeksi sedang (DTS), yang membunuh bakteri, terutama jamur, kecuali spora
bakteri
c. Desinfeksi tingkat rendah (DTR) yang membunuh sebagian besar bakteri, beberapa
virus, dan beberapa jamur. Namun, itu tidak dapat membunuh mikroorganisme yang
resistan terhadap obat seperti Mycobacterium tuberculosis dan spora bakteri.
3) Preparasi sampel

Sebelum melakukan isolasi mikroba, langkah pertama yang harus dilakukan adalah
preparasi sampel. Preparasi sampel ini bertujuan untuk melepaskan atau melarutkan mikroba

4
dari substratnya ke air sehingga lebih mudah untuk dilakukan langkah selanjutnya. Adapun
beberapa macam preparasi sampel yang dapat dilakukan yaitu :

1. Pencucian. Preparasi sampel ini dilakukan dengan cara melarutkan sel-sel mikroba
yang menempel di permukaan suatu substrat luas namun relatif kecil seperti contoh :
daun, bunga, batang. Pencucian dapat dilakukan dengan merendam alcohol 70%
selama 1 menit, selanjutnya direndam dengan natrium hipoklorit (NaOCl) 5% selama
5 menit kemudian direndam alcohol 70% selama 1 menit dan dibilas aquades steril
untuk selanjutnya diinokulasikan ke media isolasi (Pulungan & Tumangger, 2018).
2. Pengulasan (Swab). Preparasi sampel ini dilakukan dengan tujuan memindahkan
mikroba pada permukaan benda yang luas menggunaakan cotton bud steril. Sebagai
contoh adalah pengambilan sampel dengan mengusapkan kapas steril di atas tempat
berukuran 10 39 x 10 cm secara horizontal,vertikal dan miring selama 30 detik di satu
titik (Delfira et al., 2020).
3. Penghancuran (Maserasi) Maserasi dilakukan dengan cara menumbuk sampel padat
untuk melepaskan mikroba dari sampel tersebut. Hasil dari maserasi selanjutnya
diinokulasi ke media yang telah disiapkan dan ditunggu 2 hingga 7 hari untuk diamati
mikroba yang tumbuh.

4) Pengenceran bertingkat

Untuk memperkecil atau mengurangi jumlah dari mikroba dilakukan pengenceran


bertingkat atau berseri. Banyaknya tingkat pengenceran bergantung pada perkiraan jumlah
mikroba dalam sampel. Perbandingan yang digunakan adalah 1:9 untuk sampel dan
pengenceran pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya terdapat 1/10 sel
mikroba dari pengenceran sebelumnya. Pengenceran bertingkat dilakukan dengan langkah
sebagai berikut :

a. Sampel yang mengandung mikroba dimasukkan ke dalam tabung reaksi pertama (10 -1
) secara aseptis. Kemudian sampel dilarutkan atau dihomogenkan dengan
menggunakan vortex.
b. Mengambil 1 ml daritabung (10-1 ) menggunakan pipet volume untuk dipindahkan ke
tang reaksi kedua (10-2 ). Sampel selanjutnya dihomogenkan kembali menggunakan
vortex.

5
c. Pengenceran dilakukan berulang hingga tabung reaksi terakhir dengan cara yang
sama. Perlu diingat bahwa setiap mengencerkan dari tabung satu ke tabung yang lain
blue tip pada pipet volume harus selalu diganti.

Isolasi mikroba dapat digunakan untuk mengetahui kemampuannya pada berbagai


bidang, seperti pertanian, kesehatan, pangan, dan lain-lain.

5) Penanaman sampel mikroba


1. Metode Streak Plate

Teknik penanaman dengan goresan (streak) memiliki tujuan untuk meremajakan


kultur ke dalam media baru. Mikroba yang diisolasi menggunakan teknik ini biasanya
merupakan mikroba yang sudah diidentifikasi atau diisolasi sebelumnya.

2. Metode Spread plate

Spread plate merupakan teknik menanam dengan menyebarkan suspensi mikroba


pada permukaan media sehingga diperoleh kultur murni. Adapun prosedur dalam teknik ini
adalah sebagai berikut :

1. Teteskan 1 ml suspensi sel kedalam cawan petri kosong yang telah steril secara
aseptis
2. Tuangkan media agar yang hangat (suhu 45 – 50°C) ke cawan yang telah berisi
suspensi bakteri tersebut dan tutup

6
3. Homogenkan campuran media dan suspensi dengan cara goyangkan atau putar cawan
petri secara perlahan membentuk angka delapan (8) di atas meja yang rata dalam
kondisi aseptis
4. Setelah agar memadat cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu kamar
ataupun inkubator selama 24 jam. Amati pertumbuhannya

3. Metode Pour Plate

Pada teknik ini digunakan media agar yang belum memadat (>45 C) untuk dituangkan
bersama sampel ke dalam cawan petri dan dihomogenkan sebelum dibiarkan memadat.
Tujuan menghomogenkan sampel dan media adalah untuk menyebarkan sampel yang berisi
mikroba pada permukaan dan di dalam media sehingga terdapat sel yang tumbuh
dipermukaan media yang kaya O2 dan ada yang tumbuh di dalam agar yang tidak banyak
begitu banyak mengandung oksigen. Berikut merupakan prosedur kerja yang dilakukan
dalam teknik ini :

1. Siapkan alat yang dibutuhkan, yaitu cawan steril, tabung reaksi dan media padat
yang masih cair (>45°C)
2. Semprotkan 1 ml sampel ke dalam cawan kosong . Tuangkan media yang masih cair
ke cawan kemudian putar cawan membentuk angka 8 sebanyak delapan kali untuk
menghomogenkan sampel dan media, kemudian diinkubasi.
3. Sampel yang digunakan sebanyak 0,1 ml untuk spread plate dan 1 ml untuk pour
plate karena spread plate digunakan untuk menumbuhkan dipermukaanya saja,
sedangkan pour plate diberikan lebih banyak dari pada spread plate karena media
yang luas di dalam agar dan di permukaan.

7
2.2 Teknik Penyimpanan Mikroorganisme

Para ilmuwan tersebut perlu memiliki metode pembuatan dan penyimpanan koleksi
(preservasi) yang sesuai untuk menjaga agar biakan mikroba tetap hidup, ciri-ciri genetiknya
tetap stabil dan tidak berubah, serta hemat biaya dan tenaga. Metode yang dipilih sangat
tergantung pada sifat mikroba dan tujuan preservasi. Sifat mikroba tercermin dalam

1. ciri-ciri morfologi mikroba yang beragam (virus, bakteri, jamur, nematoda, algae,
khamir, dan protozoa),
2. ciri-ciri fisiologi dan biokimia mikroba, dan
3. kemampuan mikroba bertahan hidup baik dalam lingkungan alami-nya maupun
lingkungan buatan. Tujuan koleksi dan preservasi meliputi tujuan jangka pendek dan
jangka panjang. Preservasi jangka pendek dilakukan untuk keperluan rutin penelitian
yang disesuaikan dengan kegiatan program atau pro-yek tertentu. Preservasi jangka
panjang dilakukan dalam kaitannya de-ngan koleksi dan konservasi plasma nutfah
mikroba, sehingga apa-bila suatu saat diperlukan, dapat di-peroleh kembali atau
dalam keada-an tersedia.

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan koleksi mikroba, tujuan koleksi dan preservasi
mikroba dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu untuk keperluan (1) pribadi atau lembaga
non-komersial dan (2) lembaga dan swasta komersial. Keberhasilan pembuatan koleksi
plasma nutfah mikroba tergantung pada tiga faktor, yaitu (1) penguasaan teknologi, (2)
ketersediaan fasilitas preservasi, dan (3) ketersediaan tenaga terampil, tekun, dan rutin.
Penentuan teknik penyimpan-an atau pengawetan mikroba memerlukan penelitian yang
rumit, jangka waktu lama, dan pemantauan, serta dana yang besar. Hal ini berkaitan dengan
tujuan utama preservasi, yaitu (1) mereduksi atau mengurangi laju metabolisme dari
mikroorganisme hingga sekecil mungkin dengan tetap mempertahankan viabilitas (daya
hidupnya) dan (2) memelihara sebaik mung-kin biakan, sehingga diperoleh ang-ka perolehan
(recovery) dan kehi-dupan (survival) yang tinggi dengan perubahan ciri-ciri yang minimum.
Namun demikian, saat ini berbagai teknik preservasi untuk berbagai mikroba telah tersedia
dalam ber-bagai buku acuan, sehingga peng-gunanya tinggal mengadopsi tekno-logi tersebut
sesuai dengan kebu-tuhannya. Penyimpanan jangka pendek mikroba dilakukan dengan
memindahkan secara berkala jangka pen-dek misalnya sebulan sekali dari media lama ke
media baru. Teknik ini memerlukan waktu dan tenaga yang banyak. Beberapa teknik pe-
nyimpanan sederhana yang efektif untuk penyimpanan isolat jangka pendek atau menengah,

8
dan biasa-nya tidak sesuai untuk penyimpan-an jangka panjang. Di antara teknik tersebut
ialah penyimpanan dalam minyak mineral, parafin cair, tanah steril, air steril, manik-manik
porse-lin, lempengan gelatin, dan P2O5 dalam keadaan vakum. Walaupun tidak digunakan
secara luas, teknik tersebut hanya memerlukan per-alatan yang sederhana dan mudah
diperoleh, sehingga dapat bermanfaat bagi lembaga yang belum memiliki peralatan canggih
(Skerman, 1973).

Metode penyimpanan jangka panjang yang paling efektif dan banyak dilakukan ialah
metode liofili-sasi atau kering beku (liophylization atau freeze drying) dan kriopreservasi
(cryopreservation atau cryogenic preservation) (Clark, 1976; AshwoodSmith dan Farrant,
1980).

1) Peremajaan Berkala

Peremajaan dengan cara memindahkan atau memperbarui biakan mikroba dari biakan
lama ke medium tumbuh yang baru secara berkala, misalnya sebulan atau dua bulan sekali.
Teknik ini merupakan cara paling tradisional yang digunakan peneliti untuk memelihara
koleksi isolat mikroba di labo-ratorium. Cara ini juga digunakan untuk penyimpanan dan
pemeliharaan isolat mikroba yang belum diketahui cara penyimpanan jangka panjangnya.
Peremajaan berkala tidak dianjurkan untuk penyimpanan jangka panjang.

Teknik ini mempu-nyai berbagai kendala, di antaranya (1) kemungkinan terjadi


perubahan genetik melalui seleksi varian, (2) peluang terjadinya kontaminasi, dan (3) terjadi
kekeliruan pemberian label. Kendala tersebut memberi peluang yang lebih besar terjadinya
kehilangan isolat dibandingkan dengan teknik lain. Meskipun demikian, banyak bakteri dan
jamur yang dapat bertahan hidup dalam tabung agar miring yang tertutup rapat hingga
sepuluh tahun atau lebih, baik di dalam suhu ruang maupun di kulkas.

2) Penyimpanan dalam Akuades Steril

Beberapa jenis bakteri, terutama yang berbentuk batang dan bereaksi Gram negatif
seperti Pseudomonas dapat disimpan cukup lama dalam akuades steril pada suhu ruang atau
suhu 10-15 C. Tidak semua bakteri dapat disimpan dengan baik menggunakan cara ini,
misalnya pada anggota genus Pseudomonas, Agrobacterium, dan Curtobacterium. Pada
kondisi penyimpanan ini bakteri yang disimpan masih berpeluang tumbuh dengan lambat,
sehingga tidak dapat dijamin stabilitas genetiknya untuk jangka panjang. Penyimpanan
dengan cara ini juga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Oleh karena itu, cara ini lebih

9
dianjurkan sebagai alternatif penyimpanan jang-ka sedang atau sebagai pendamping
penyimpanan jangka panjang (De Vay dan Schnathorst, 1963; McGinnis et al., 1974).

Tahap penyimpanan mikroba dalam akuades steril adalah se-bagai berikut:

1. Akuades steril disiapkan dalam botol dengan tutup berdrat ukuran 25 ml, 5-10
ml/botol (Sly, 1983) atau dalam tabung ependorf (Machmud, 1996 tidak dipublikasi).
2. Mikroba yang akan disimpan ditumbuhkan dalam bentuk biakan murni pada medium
agar miring yang sesuai.
3. Biakan bakteri berumur 24-48 jam disimpan dengan beberapa cara seperti:
 menambahkan 3-5 ml akuades steril ke dalam biakan miring, mengocok
tabung hingga diperoleh suspensi pekat bakteri (108 -109 sel/ml), dan
memindahkan 1 ml suspensi ke dalam tiap botol yang berisi air steril.
 memindahkan satu ose biakan miring bakteri ke dalam tabung reaksi berisi 3-5
ml akuades steril, tabung dikocok hingga suspensi merata, dan memindahkan
1 ml sus-pensi ke dalam tiap botol yang berisi air steril.
 memindahkan satu ose biakan miring bakteri langsung ke dalam tiap botol
yang berisi air steril dan mengocok hingga merata.
 Botol ditutup rapat dan disim-pan pada suhu ruang atau suhu 10- 15 C.
 Uji viabilitas mikroba dan pemeliharaan stok isolat dilakukan secara rutin.
 Penumbuhan kembali biakan dilakukan dengan mengambil botol dari tempat
penyimpanan, mengocok, dan mengambil satu ose suspensi dan
menumbuhkan pada medium cair atau langsung pada medium agar yang
sesuai.
3) Penyimpanan dalam Minyak Mineral

Salah satu cara sederhana untuk memelihara biakan bakteri, khamir dan jamur adalah
dengan cara menyimpan dalam tabung agar miring dan menutup dengan minyak mineral atau
parafin cair. Dasar teknik penyimpanan ini ada-lah mempertahankan viabilitas mikroba
dengan mencegah pengeringan medium, sehingga waktu pere-majaan dapat diperpanjang
hingga beberapa tahun. Beberapa jenis jamur dapat bertahan hidup sampai 20 tahun. Daya
tahan hidup mikro-ba lebih baik apabila biakan disim-pan pada suhu kulkas (4 C). Mikroba
yang akan dipelihara ditumbuhkan pada tabung berisi medium agar miring atau medium cair
(broth) yang sesuai, kemudian permukaan biakan ditutup dengan minyak mineral steril
setinggi 10-20 mm dari permukaan atas medium. Teknik ini sederhana, tetapi kurang praktis

10
untuk ditransportasi. Di samping itu, keberadaan minyak mine-ral mengakibatkan peremajaan
menjadi kotor.

Cara penyimpanan dalam mi-nyak mineral menurut Elliot (1975) adalah sebagai
berikut:

1. Penyediaan tabung reaksi de-ngan tutup berdrat atau botol McCartney berisi medium
agar miring yang sesuai untuk mikro-ba yang akan dipelihara.
2. Penyediaan minyak mineral atau parafin cair steril, diautok-laf pada suhu 121oC
selama 60 menit.
3. Menumbuhkan mikroba yang akan disimpan dalam tabung agar miring selama 24-48
jam dan memeriksa kemurnian biak-an untuk menghindari kontami-nasi.
4. Setelah mikroba tumbuh baik, parafin cair steril dimasukkan ke dalam botol
secukupnya, se-hingga permukaan parafin atas berada 10- 20 mm di atas per-mukaan
medium agar.
5. Botol biakan yang telah diberi parafin cair disimpan pada suhu ruang atau di kulkas.
6. Uji viabilitas mikroba dan pemeliharaan isolat dilakukan se-cara periodik dan rutin,
paling tidak setiap tahun.
7. Penumbuhan kembali (reco-very) mikroba (bakteri, khamir) dilakukan dengan cara
meng-ambil secara aseptik sebagian biakan dari tabung, memindah-kan dan
mensuspensikan pada medium cair. Minyak mineral mengapung di permukaan sus-
pensi dan sebagian suspensi di-goreskan pada medium agar yang sesuai. Biakan jamur
digoreskan langsung pada me-dium agar.
4) Penyimpanan dalam Tanah Steril

Banyak bakteri dan jamur yang dapat bertahan hidup dengan baik pada tanah kering
yang disimpan pada suhu ruang untuk waktu yang lama, hingga 20 tahun atau lebih. Teknik
penyimpanan mikroba pa-da tanah kering terutama berguna untuk fungi, Streptomyces spp.,
dan bakteri yang membentuk spora se-perti Bacillus spp. dan Clostridium spp. Rhizobium
spp. juga dapat di-simpan dengan baik dengan cara ini (Jensen, 1961; Vincent 1970). Teknik
ini mempunyai beberapa keuntungan, yaitu biaya murah, penyimpanan pada suhu ruang, dan
stabilitas genetik mikroba dapat dipertahankan.

Cara penyimpanan dalam tanah steril adalah sebagai berikut:

1. Diambil tanah yang agak liat, dikering anginkan dan diayak un-tuk memisahkan
partikel tanah yang agak besar dan membuang sisa-sisa tanaman.
11
2. Tanah yang sudah kering dan diayak dimasukkan ke dalam ta-bung atau botol dengan
tutup berdrat ukuran 25 ml hingga 1 cm dari permukaan tutup.
3. Tabung atau botol yang berisi tanah diberi akuades steril hing-ga kebasahan 50%
kapasitas la-pang, kemudian diautoklaf pa-da suhu 121 C tiga kali berturut-turut
selama tiga hari masing-masing selama satu jam.
4. Bilamana diperlukan, sterilitas tanah diuji dengan menumbuh-kan contoh tanah pada
medium agar.
5. Selanjutnya, botol dioven kering pada suhu 105 C selama satu jam dan setelah dingin
disimpan di dalam desikator hingga digu-nakan.
6. Suspensi mikroba yang akan disimpan (sel, spora atau konidia, miselia) dibuat dalam
larutan steril pepton 2% dalam akua-des.
7. Suspensi mikroba (0,1 ml) di-ambil dengan pipet steril dan dimasukkan ke dalam tiap
botol yang telah disiapkan.
8. Botol dikembalikan ke desika-tor untuk disimpan di dalamnya atau setelah kering
diambil dan disimpan di ruangan.
9. Mikroba yang disimpan diuji viabilitasnya setiap tahun dengan menumbuhkan pada
medium agar.
10. Penumbuhan kembali bakteri dilakukan dengan cara meng-ambil secara aseptik
sebagian contoh tanah dari botol penyim-panan, memindahkan ke me-dium cair
diikuti dengan meng-goreskan suspensi medium cair pada medium agar yang sesuai
atau langsung dengan menum-buhkan contoh tanah pada me-dium agar.

5) Penyimpanan dengan Teknik Kering Beku

Teknik kering beku atau teknik liofilisasi merupakan teknik penyimpanan yang paling
populer dan banyak digunakan untuk penyim-panan jangka panjang mikroba. Teknik ini
cocok untuk menyimpan berbagai jenis mikroorganisme ter-masuk virus (Holding dan
Lelliott, 1960), bakteri (Sly, 1983), khamir, jamur berspora dan jamur yang tidak berspora,
bahkan algae dan protozoa (Clark, 1976). Bagi lem-baga koleksi dan pemasok biakan
mikroba, teknik ini juga sangat se-suai, karena ampul dalam jumlah besar dapat diproduksi
dan dengan mudah disebarluaskan. Banyak biakan mikroba yang disimpan de-ngan cara ini
dapat bertahan hidup hingga puluhan tahun, tetapi bebe-rapa mikroba memerlukan media
pengawet tertentu yang sesuai. Teknik kering beku merupakan teknik yang paling rumit
apabila dibandingkan dengan beberapa tek-nik penyimpanan lain, karena tek-nik ini

12
memerlukan keterampilan teknis dan modal dasar yang relatif tinggi untuk membeli peralatan
pe-ngering beku (freeze dryer). Namun, apabila peralatan tersedia, maka teknik ini menjadi
sederhana dan sangat memuaskan. Sesung-guhnya alat pengering beku tidak selalu
merupakan alat yang cang-gih dan mahal, karena peralatan yang sederhana dapat dirakit sen-
diri dengan mengkombinasikan pompa vakum dan kompresor pendingin. Saat ini berbagai
model alat pengering beku dijumpai di pasaran yang harganya terjangkau oleh suatu lembaga
penelitian.

Proses kering beku merupakan kombinasi dua teknik penyimpan-an jangka panjang
yang paling baik, yaitu pembekuan dan pengeringan. Garis besar tahapan proses ini me-liputi
pembuangan uap air dengan cara sublimasi vakum dari status beku. Sebelum proses
pengeringan, teknik ini menggunakan salah satu dari dua cara pembekuan suspensi sel. Pada
tahap pembekuan (pre-freezing), suspensi sel mikroba da-pat dibekukan dengan menambah-
kan campuran pendingin seperti es kering (dry ice) dalam etanol. Alter-natif lain adalah
pembekuan de-ngan cara pembekuan sentrifugal, di mana suspensi sel dibekukan de-ngan
cara pendinginan dan peng-uapan pada kondisi vakum, semen-tara ampulnya diputar dengan
ke-cepatan rendah untuk menghindari timbulnya buih. Selanjutnya suspen-si beku mikroba di
dalam ampul dikeringkan dalam kondisi vakum. Cara ini menghilangkan kendala yang terjadi
pada pengeringan biak-an dari kondisi cair. Selanjutnya ampul kering beku dapat disimpan
pada suhu ruang di tempat gelap. Kemampuan bertahan hidup jang-ka panjang mikroba dapat
diting-katkan dengan penyimpanan di kul-kas. Hal yang perlu diperhatikan adalah cairan
pengawet (preserva-tif) yang akan digunakan untuk pembuatan suspensi sel untuk mencegah
kerusakan sel hidup pa-da tahap pembekuan dan penge-ringan. Fungsi preservatif adalah
menstabilkan protein, mencegah kerusakan akibat pembekuan, dan melindungi dari
kekeringan yang berlebihan. Pemilihan preservatif tergantung pada mikroba yang akan
disimpan. Senyawa preserva-tif harus dapat memelihara mikro-ba dalam kondisi hidup dan
mem-beri peluang untuk dapat ditumbuhkan kembali dengan baik dari kondisi kering. Salah
satu preserva-tif terbaik dan telah digunakan un-tuk penyimpanan jangka panjang mikroba
adalah mist dessicants (Sly, 1983) yang merupakan cairan de-ngan komposisi pepton Difco
12 g dan glukosa 30 g dalam 100 ml akuades. Beberapa cairan preserva-tif lain yang sering
digunakan ialah larutan pepton 1%, larutan susu skim 1%, larutan Naglutamat 1%, dan
larutan campuran serum kuda dengan pepton 10% (Sly, 1983). Uraian yang lebih lengkap
menge-nai jenis senyawa pengawet diurai-kan secara rinci oleh Greaver (Sly, 1983), Lapage
et al. (1970a), serta Redway dan Lapage (1974). Tahap penyimpanan kering be-ku adalah

13
sebagai berikut: 1. Ampul kosong ukuran 1,0 ml diberi label di dalamnya dengan menuliskan
nomor kode strain mikroba pada sepotong kertas filter 3 mm x 20 mm mengguna-kan pensil,
ditutup dengan ka-pas dan di luar ampul diberi la-bel nomor kode strain menggu-nakan
spidol permanen. Ampul disterilkan dengan oven kering bersuhu 160oC selama satu jam. 2.
Strain mikroba yang akan disimpan dibiakkan pada medium yang sesuai hingga pertumbuh-
an optimum (log phase), umum-nya 24-48 jam pada suhu ruang. 3. Penyediaan larutan
preservatif yang sesuai untuk mikroba yang akan diawetkan. 4. Suspensi pekat strain mikroba
108 - 109 sel atau konidia/ml di-buat dalam cairan preservatif. 5. Ampul yang telah
disterilkan di-isi dengan 0,1-0,3 ml suspensi mikroba secara aseptik menggunakan pipet
Pasteur atau pipet mikro. 6. Suspensi mikroba dalam ampul dibekukan pada suhu -20 sampai
- 30oC atau menggunakan dry ice. 7. Ampul yang telah dibekukan dengan cepat dilakukan
proses kering beku dengan menempel-kan pada alat pengering beku. Prosedur kering beku
dilakukan sesuai dengan petunjuk pada masingmasing alat. 8. Setelah selesai proses kering
be-ku, ampul dipotong mengguna-kan api las. 9. Ampul yang sudah dipotong di-atur rapi
pada kotak penyimpan ampul. 10. Sebagian ampul diambil seba-gai contoh untuk menguji
viabi-litas mikroba setelah proses ke-ring beku. 11. Pengujian juga dilakukan seca-ra periodik
dan rutin, paling ti-dak setiap tahun, untuk menge-tahui viabilitas mikroba. 12. Penumbuhan
kembali mikroba: a. Ampul dikeluarkan dari tem-pat penyimpanan dan diren-dam pada suhu
37oC atau di-biarkan beberapa saat pada suhu ruang untuk mencair-kan isi ampul (thawing).
b. Secara aseptik leher ampul dipotong dengan pemotong kaca dan dipatahkan. c. Beberapa
tetes medium cair dimasukkan ke dalam am-pul, dibiarkan beberapa saat dan agak dikocok
agar biak-an cepat larut. d. Sebagian suspensi diambil dan ditumbuhkan pada ca-wan medium
agar yang se-suai. e. Koloni mikroba ditumbuhkan pada medium agar miring.

6) Penyimpanan dengan Teknik Pengeringan Cairan

Beberapa strain bakteri yang peka terhadap proses kering beku dapat disimpan dengan
cara pe-ngeringan suspensi (liquid drying) mikroba. Teknik ini dikembangkan oleh Annear
pada tahun 1954, 1956, dan 1962 (Sly, 1983) dan berhasil di-gunakan untuk menyimpan
bakteri, khamir, jamur, dan virus. Teknik ini dimodifikasi oleh Banno dan Saka-ne (1979).
Keefektifan teknik ini untuk penyimpanan khamir dibukti-kan oleh Banno et al. (1979).
Tahapan teknik pengeringan cairan adalah sebagai berikut: 1. Ampul steril bertutup kapas dan
diberi label kertas filter di dalamnya disediakan seperti untuk penyimpanan dengan teknik
kering beku. 2. Suspensi pekat biakan mikroba (108 -109 sel/ml) dibuat dalam cairan
pengawet seperti larutan mist dessicant, pepton 1%, susu skim 1% atau Na-glutamat 1%. 3.

14
Pada tiap ampul dimasukkan 0,1- 0,3 ml suspensi mikroba, tu-tup kapas dipasang dan digun-
ting, kemudian dimasukkan ke dalam ampul hingga leher am-pul atau tepat di atas label. 4.
Ampul dipasang pada alat pengering beku dan dilakukan pro-ses kering beku. Bilamana perlu
bawah ampul dicelupkan dalam air (waterbath) 25oC. 5. Sebelum ampul dipotong dianjurkan
untuk memasukkan gas nitrogen murni ke dalamnya. 6. Uji viabilitas bakteri dilakukan secara
periodik dan rutin, paling tidak setiap tahun.

7) Catatan Penting dalam penyimpanan mikroba

1. Tiap isolat biakan paling sedikit dibuat lima duplikat, tetapi semakin banyak semakin
baik, sehingga pengujian viabilitas dapat dilakukan lebih leluasa.
2. Pemberian label yang jelas, ti-dak mudah hilang, untuk memu-dahkan pelacakan data.
3. Pengecekan rutin tidak hanya untuk menguji viabilitas, tetapi juga stabilitas genetik,
terutama virulensinya.
4. Pembuatan database dari koleksi isolat mutlak diperlukan.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Isolasi mikroba melibatkan pengambilan bakteri dari lingkungan asalnya, seperti


tanah, air, dan limbah, untuk dikembangkan pada medium buatan. Sterilisasi merupakan
langkah kunci untuk memastikan keberhasilan pekerjaan di laboratorium mikrobiologi,
dengan berbagai metode sterilisasi seperti mekanik/filtrasi, fisik, dan kimiawi. Proses isolasi
mikroba melibatkan beberapa teknik, termasuk cara goresan, cara taburan, cara sebar, cara
pengenceran, dan mikromanipulator. Metode penyimpanan mikroba harus sesuai untuk
menjaga viabilitas, stabilitas genetik, dan hemat biaya. Penyimpanan jangka pendek dapat
dilakukan dengan peremajaan berkala, penyimpanan dalam akuades steril, penyimpanan
dalam minyak mineral, penyimpanan dalam tanah steril, dan penyimpanan dengan teknik
kering beku. Penyimpanan jangka panjang efektif dilakukan dengan metode liofilisasi atau
kriopreservasi, yang mempertahankan viabilitas dan ciri-ciri genetik mikroba.

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa makalah di atas jauh dari kaat sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca untuk
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Machmud, M. (2001). Teknik penyimpanan dan pemeliharaan mikroba.

Mahdiyah, D. (2015). Isolasi Bakteri dari tanah Gambut penghasil Enzim protease. Jurnal
Pharmascience, 2(2), 71-79.

Male, Y. T., Modok, D. W., Seumahu, C. A., & Malle, D. (2019). Isolasi Mikroba Dari Air
Asam Tambang Pada Area Pertambangan Tembaga Di Pulau Wetar, Provinsi
Maluku. Indonesian Journal of Chemical Research, 6(2), 101-106.

Mikdarullah, M., & Nugraha, A. (2017). Teknik Isolasi Bakteri Proteolitik Dari Sumber Air
Panas Ciwidey, Bandung. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur, 15(1), 11-14.

Nurtjahyani, S., & Devi, S. (2014). Efektivitas pengenceran terhadap pertumbuhan koloni
mikroba pada saus tomat. Jurnal Saintek, 11(2), 65-69.

Panagan, A. T. (2011). Isolasi mikroba penghasil antibiotika dari tanah kampus unsri
indralaya menggunakan media ekstrak tanah. Jurnal Penelitian Sains, 14(3).

Pujiati, P. (2022). Teknik Pengamatan Mikroba.

Setyowati, A. D., Prasetyo, J., Siregar, H., & Lutfi, M. (2020). Screening Dan Isolasi Mikroba
Pengurai H2s Untuk Purifikasi Biogas Dari Pome Pada Plt Biogas. Jurnal Ilmiah
Teknik Kimia, 4(2).

17

Anda mungkin juga menyukai